ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN , KABUPATEN KARO.

SKRIPSI SARJANA

O

L

E

H

NAMA : AGRIVA MARANATA SINUHAJI

NIM : 110707047

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO.

SKRIPSI SARJANA O L E H NAMA : AGRIVA MARANATA SINUHAJI NIM : 110707047

Disetujui Oleh : Pembimbing I Pembimbing II

Drs.Kumalo Tarigan, M.A Drs. Perikuten Tarigan, M.Si NIP. 195812131986011002 NIP. 95804021987031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA ETNOMUSIKOLOGI 2016

PENGESAHAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Drs. Budi Agustono, M.S. NIP. 19600805 198703

Panitia Ujian: No Nama Tanda Tangan 1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( ) 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( ) 3. Drs. Fadlin, M.A. ( ) 4. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. ( ) 5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A. ( )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan,

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA MASYARAKAT KARO di DESA

SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO

Ngeria atau Erpola adalah kegiatan mengambil Nira yang dilakukan oleh masyarakat Karo. Kegiatan ini dilakukan oleh seseorang yang disebut dengan

Perpola dalam bahasa Karo. Kegiatan ini pada praktiknya menggunakan nyanyian yang berisikan lirik tentang kesengsaraan hidup. Pada masa sekarang, kegiatan ini sudah lebih sering dilakukan tanpa menggunakan nyanyian.

Di Kabupaten Karo, peneliti menemukan salah satu Perpola yang masih mengerti dengan nyanyian Ngeria yang saat ini sudah mulai jarang terdengar aktifitasnya. Peneliti memilih Bapak Kukuh Sitepu yang berdomisili di Desa

Sukandebi, Kecamatan Naman teran, Kabupaten Karo sebagai informan kunci mengenai nyanyian Ngeria, walau beliau sudah tidak lagi melakukan kegiatan tersebut.

Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan metode Kualitatif Analitis.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode Kerja Lapangan yang meliputi beberapa aspek seperti; wawancara, observasi, perekaman suara, dan dokumentasi gambar pada kegiatan yang bersangkutan. Adapun teori yang digunakan adalah teori Fungsionalisme, teori Semiotik dan teori Weighted Scale. Teori

Fungsionalisme digunakan untuk mencari fungsi dari nyanyian Ngeria dalam masyarakat. Teori Semiotik digunakan untuk menganalisis teks pada nyanyian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam Ngeria, dan teori Weighted Scale untuk menganalisis melodi dalam nyanyian Ngeria.

Peneliti memilih judul ini karena merasa tertarik dengan kegiatan nyanyian dalam kegiatan Ngeria yang menurut peneliti sudah jarang ditemukan pada masyarakat Karo khususnya di Kabupaten Karo. Selain itu tujuan peneliti adalah membuat suatu pendokumentasian data dari nyanyian Ngeria yang keabsahan datanya dikutip dari hasil penelitian, diharapkan nantinya tulisan ini dapat menjadi sebuah hasil yang bersifat fleksibel yang dapat berguna bagi peneliti lainnya terutama dalam hal referensi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya, sehingga Saya bisa menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul “ANALISIS NYANYIAN NGERIA PADA

MASYARAKAT KARO, DI DESA SUKANDEBI, KECAMATAN NAMAN

TERAN, KABUPATEN KARO” dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni di Departemen Etnomusikologi,

Fakultas Ilmu BUdaya, Universitas Sumatera Utara.

Saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua yang

Saya sayangi, yang telah membesarkan, membimbing dan tak henti-hentinya memberikan dukungan bagi Saya hingga saat ini. Teruntuk Ibunda tersayang,

Ranto Erlina Gea, yang tetap membimbing sampai saat ini, dan tetap berjuang untuk anak-anaknya, walaupun Bapak terkasih telah lebih dulu meninggalkan kita, semoga Ibunda senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, sehat selalu, panjang umur serta murah rejeki. Untuk Bapakku tersayang yang telah lebih dulu meninggalkan dunia, Sumitro Sinuhaji, Pak, semoga dengan ini aku bisa membuatmu bangga, seperti harapanmu dulu. Terima kasih, Pak.

Kepada kedua adikku yang satu putih dan satunya lagi hitam, Diora

Sinuhaji dan Agave Sinuhaji, kompak terus ya, dek. Terima kasih untuk semua supportnya dan terima kasih juga atas seringnya nanya “kapan wisuda?”, itu sangat berarti. Tak lupa juga terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Pak Uda,

Bibik, Kila yang selalu memberi dukungan kepada Saya. Terlebih kepada Kila

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Chaesy Ginting dan keluarga, yang telah memberikan izin kepada Saya untuk menempati rumahnya selama kuliah hingga saat ini. Tak lupa juga ucapanterima kasih sebesar-besarnya kepada Joy Sandio Alloysius Sinuhaji dan Mayagita

Alloysia Sinuhaji yang menjadi Pak Tengah dan Bik Uda yang selalu menemani selama Saya di Medan.

Terima kasih kepada Ketua Departemen Etnomusikologi Bapak Drs.

Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. dan Dra. Heristina Dewi M.PD selaku

Sekretaris Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam perkuliahan Saya selama ini.

Terima kasih kepada Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. selaku dosen pembimbing

II yang telah memberikan banyak bimbingan dan masukan yang berguna dalam

Sayaan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Drs. Budi Agustono, M.S. selaku dekan

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan tak lupa kepada Ibu Wawa yang juga telah banyak membantu proses administrasi di kantor jurusan, serta kepada seluruh staf pengajar jurusan Etnomusikologi, Saya mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan, sehingga memperluas wawasan Saya dalam ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan di antaranya Bapak Kukuh Sitepu dan keluarga sebagai informan kunci, Bapak Ramli Sebayang dan keluarga sebagai informan tambahan, begitupun Bapak Tammen Sipayung ayahanda dari junior Saya Yogi Anggara

Sipayung yang telah banyak membantu memberikan informasi sebagai tambahan untuk skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ucapan terima kasih kepada semua sahabat-sahabat seperjuangan 11 baik yang sudah Sarjana maupun yang sedang menyusun dan menyusul, yang menjadi tempat saling berkeluh kesah dan memberikan masukan, gagasan, ide, dorongan serta semangat dalam menyelesaikan tulisan ini. Juga kepada teman-teman

Gordangers, Aprindo Nadeak, Jose Rizal Siregar, Selamet Hariadi, Erwien Prasaja

Putra, Mario Yosua Sinaga, Wildan Toyyib dan dua junior Saya di kampus, Jepri

Romario Sihombing dan Junet yang telah menjadi sahabat selama perkulihan, dan semoga pertemanan ini dapat berlanjut terus.

Tak lupa juga ucapan terima kasih Saya ucapkan untuk Permata GBKP

Berastagi Kota, Permata GBKP Pasar 2 Titi Rante Medan, GPP Jalan Pelajar dan

GBKP KM 7 yang telah menjadi tempat Saya menggali pengalaman. Terima kasih juga untuk seluruh personil H.A.L.F Band, AMS And Friend, H..I.G Band serta Ashie Band yang sudah menemani Saya bermusik selama ini. Terima kasih juga Saya ucapkan kepada teman-teman yang sudah berbagi banyak hal bersama

Saya, David Broth, Pak Jack, Bang Yobi, Egi Sinulingga, Riko Sembiring, Andi

Lase, Oshinar Lumbantoruan, Tina Ginting, Candra Silitonga, Debora Sitompul,

Bang Andre Sebayang, Join Sembiring, Chandra Silalahi, Hendriko, Frans, Bang

Harry, Peter, Evillya Sembiring, Ima Ulina, Algrant Ginting, Gettha Iza (Ndek),

Helen Sitompul, Ninda Ginting, Turang Febby, Kak Lia Sembiring, Atmaja

Paulus Tarigan, teman-teman di DOBLESPA, teman-teman pemusik CIMPA, serta yang lainnya yang tidak dapat Saya sebutkan satu persatu.

Terkhusus untuk Ega Paskah Depari, seseorang yang selalu menemani dan menyemangati Saya dalam menjalani hari-hari dan menyelesaikan skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Terima kasih untuk semua motivasi dan dukungan selama ini, semoga Tuhan selalu memberkati dan sukses untuk ke depannya.

Saya menyadari tulisan ini masih belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab itu Saya juga masih tetap mengharapkan segala masukkan dan saran-saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian sehingga lebih mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu Etnomusikologi.

Akhirnya Saya berharap penuh tulisan ini menjadi salah satu bahan pembelajaran yang baru bagi setiap pembaca dan dapat berguna dan menambah wawasan serta informasi bagi semua kalangan.

Medan, Juni 2016

Hormat Saya

Agriva Maranata Sinuhaji

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR ISI ...... vii

BAB I. PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Alasan Memilih Judul ...... 4

1.3 Pokok Permasalahan ...... 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ...... 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ...... 5

1.5 Konsep dan Teori ...... 6

1.5.1 Konsep ...... 6

1.5.2 Teori ...... 8

1.6 Metode Penelitian...... 11

1.7 Wawancara ...... 12

1.8 Kerja Laboratorium ...... 13

1.9 Studi Kepustakaan ...... 13

1.10 Lokasi Penelitian ...... 14

BAB II. ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI,KECAMATAN NAMAN TERAN.KABUPATEN KARO

2.1 Wilayah Budaya Masyarakat Karo ...... 15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2 Lokasi dan Lingkungan Alam dan Demografi Penelitian ...... 16

2.3 Sistem Matapencaharian ...... 21

2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi ...... 23

2.5 Sistem Kekerabatan ...... 25

2.6 Bahasa ...... 27

2.7 Kesenian ...... 29

2.7.1 Seni Musik ...... 29

2.7.2 Seni Tari ...... 31

2.7.3 Seni Suara ...... 33

BAB III. DESKRIPSI KEGIATAN NGERIA ...... 36

3.1 Pengertian Ngeria ...... 36

3.2 Deskripsi Legenda Asal Mula Pohon Aren di Desa Sukandebi ...... 37

3.3 Persiapan Ngeria ...... 41

3.4 Proses Ngeria ...... 45

3.5 Nilai Ekonomi Pohon Aren ...... 57

BAB IV. ANALISIS TEKS DAN NYANYIAN NGERIA ...... 61

4.1 Analisis teks Ngeria ...... 61

4.2 Penggunaan dan Fungsi ...... 68

4.2.1 Penggunaan nyanyian Ngeria ...... 68

4.2.2 Fungsi nyanyian Ngeria ...... 69

4.2.2.1 Fungsi komunikasi ...... 69

4.2.2.2 Fungsi perlambangan ...... 71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.3. Transkripsi ...... 71

4.3.1 Simbol dalam notasi ...... 72

4.3.2 Tangga Nada (Scale) ...... 73

4.3.3 Nada Dasar (Pitch Centre) ...... 74

4.3.4 Wilayah Nada ...... 76

4.3.5 Jumlah Nada ...... 76

4.3.6 Pola Kadensa ...... 77

4.3.7 Formula Melodik ...... 77

4.3.8 Kontur ...... 78

4.3.9 Analisis Ritem ...... 80

BAB V. PENUTUP ...... 84

5.1 Kesimpulan ...... 84

5.2 Saran ...... 86

DATA INFORMAN ...... 87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di Sumatera Utara terdapat beberapa suku yang menyebar di berbagai daerah dan membentuk kebudayaannya masing-masing, seturut dengan tempat tinggalnya, termasuk suku Karo. Suku ini mendiami dua wilayah di Sumatera

Utara, yakni pada daerah Karo di Kabupaten Karo, dan pada daerah Langkat di

Kabupaten Deli Serdang1. Perbedaan daerah tempat tinggal dan aspek geografis membuat ada budaya yang berbeda antara suku Karo di dataran tinggi Karo dan suku Karo di daerah Langkat, walau pada umumnya di beberapa hal tidak jauh berbeda.

Dalam kehidupan budaya masyarakat Karo, terdapat banyak kegiatan tradisi yang sudah turun-temurun di lakukan oleh masyarakat setempat dan erat kaitannya dengan musik. Seperti dalam halnya, acara hiburan, ritual, pernikahan, hingga acara kematian pada adat suku Karo selalu identik dengan musik dan nyanyian. Dalam bahasa Karo, nyanyian disebut dengan ende-enden, dan dalam prakteknya masyarakat Karo juga memiliki cengkok khas dalam melantunkan nyanyian-nyanyian yang disebut rengget. Dalam acara-acara adat Karo, biasanya ende-enden dinyanyikan oleh penyanyi yang disebut perende-rende.

Seni suara memegang peranan yang cukup penting didalam upacara adat ataupun dalam melakukan ritual-ritual adat Karo. Seni suara dalam masyarakat

Karo dapat dibagi menjadi lima, yaitu:

1 Tarigan.Sarjani, Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem (Balai Adat Budaya Karo Indonesia) Hal 71-76.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Nyanyian Gembira, yang biasa disebut dengan nyanyian perkolong-

kolong. Nyanyian yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong biasa

dinyanyikan dalam upacara adat pernikahan, guro-guro aron, atau

memasuki rumah baru.

2. Nyanyian Mantra (Tabas), nyanyian ini biasa dinyanyikan oleh Guru

Sibaso2. Nyanyian ini digunakan saat melaksanakan ritual-ritual seperti,

erpangir ku lau, ndilo wari udan, perumah begu, Ngeria dan lainnya.

3. Nyanyian Cerita, yakni nyanyian yang berisikan tentang sebuah cerita.

Contoh : nyanyian Turi-Turin si , Sitera Jile-Jile, dan lainnya.

4. Nyanyian ratapan atau Tangisan, adalah lagu yang dinyanyikan pada saat

upacara orang yang sudah meninggal untuk menyatakan kesedihan yang

mendalam.3

Dengan kondisi Geografis yang terletak di dataran tinggi, maka dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat Karo bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya dengan cara bercocok-tanam,berdagang, dan juga beternak4. Namun, ada juga dari masyarakat Karo yang bekerja dengan cara memanfaatkan pohon enau atau biasa juga disebut dengan pohon aren yang tumbuh didalam hutan dimana seluruh bagian dari pohonnya dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari seperti memanfaatkan buahnya untuk dijadikan kolang-kaling,atau daunnya bisa dijadikan sapu lidi, atau bisa juga dengan menyaring Nira5 yang

2 Guru dalam masyarakat Karo dapat diartikan sebagai orang pintar atau dukun. 3 Dikutip dari buku Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem karya Sarjani Tarigan,MSP 4 Lihat Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem halaman 8 5 Nira adalah hasil saringan berbentuk air pada pohon aren yang di dapat dengan cara mengikis kulit dari “tangan” pohon Enau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berasal dari pohon aren6. Disini peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai kegiatan menyaring Nira yang dimana disebut dengan Ngeria pada masyarakat Karo. Menurut cerita, konon pohon aren ini pada saat dipilih dan akan diambil airnya harus dengan cara dinyanyikan dan diperlakukan layaknya seorang perempuan, karena menurut sejarahnya, pohon aren adalah seorang gadis yang menjelma untuk membantu menyelamatkan saudara laki-lakinya dari jeratan hutang-piutang di Desa seberang7. Nyanyian yang dinyanyikan itu sendiri biasanya berisikan lirik yang menceritakan tentang kesengsaraan kehidupan yang akan mengambil Nira dari pohon aren yang dinyanyikan.

Dalam pengerjaan pengambilan Nira dari pohon aren, orang yang mengerjakannya harus memanjat ke puncak pohonnya dan membawa satu kayu yang digunakan untuk proses malbal8 untuk mencari urat pohon menurut bapak

Kukuh Sitepu dan cara memukulnya pun tidak bisa sembarangan. Untuk memukul batang pohon harus dengan penuh perasaan agar Niranya dapat keluar dengan baik dan banyak.

Kegiatan mengambil Nira ini biasa disebut dengan Ngeria dalam masyarakat

Karo dan kegiatan ini biasa dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Uniknya, menurut bapak Kukuh Sitepu, kegiatan mengambil Nira ini harus disiplin dalam masalah waktu. Tidak boleh terlambat mengambil Niranya karena kalau sampai terlambat, bisa jadi air dari pohon aren tersebut akan berhenti mengalir.

Bapak Kukuh Sitepu adalah salah satu masyarakat Karo yang dulunya bekerja sebagai pengambil Nira dan melakukannya dengan menyanyi terhadap pohon tersebut untuk mendapatkan Niranya. Bapak Kukuh Sitepu berdomisili di Desa

6 Wawancara dengan pak BahagiaBarus di Desa Namo Pinang 7 Wawancara dengan Bapak Kukuh Sitepu 8 Berarti “Memukul” dalam bahasa Karo

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sukandebi, kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. meski pada saat sekarang ini bapak Kukuh Sitepu tidak lagi melakoni pekerjaan tersebut dikarenakan faktor usia yang sudah mencapai 85 tahun, tetapi beliau masih sanggup untuk merekonstruksi bagaimana proses dilakukan kegiatan Ngeria dengan nyanyiannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji kegiatan Ngeria sehingga peneliti mengangkat judul : “ANALISIS NYANYIAN

NGERIA PADA MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI,

KECAMATAN NAMAN TERAN, KABUPATEN KARO.”

1.2 Alasan Memilih Judul

Setiap Permasalahan pasti mempunyai alasan yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Begitu juga dengan pemilihan terhadap judul ini. Adapun alasannya adalah sebagai berikut.

1. Ketertarikan Peneliti terhadap kegiatan Ngeria yang dilakukan oleh

masyarakat Karo dan di praktekkan dengan masih memakai kepercayaan

lama.

2. Nyanyian yang terjadi pada proses kegiatan Ngeria menurut peneliti

adalah salah satu kearifan lokal yang sangat menarik untuk di kaji terlebih

di masa sekarang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.3 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk nyanyian Ngeria?

2. Apa makna tekstual nyanyian Ngeria?

3. Bagaimana proses pengerjaan Ngeria?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji struktur melodi nyanyian dalam proses kegiatan Ngeria.

2. Untuk mengkaji makna tekstual dalam nyanyian Ngeria.

3. Untuk mengkajian proses-proses kegiatan Ngeria.

1.4.2 Manfaat penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Menjadi salah satu sarana dalam memperluas ilmu pengetahuan tentang

kegiatan Ngeria yang menggunakan nyanyian dalam masyarakat Karo.

2. Menjadi salah satu bahan dokumentasi tambahan tentang informasi

kegiatan Ngeria dan juga sebagai referensi untuk peneliti lainnya yang

memiliki keterkaitan dengan topik judul penelitian.

3. Sebagai proses pengaplikasian atau pengembangan ilmu yang diperoleh

peneliti selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Untuk peneliti, sebagai salah satu syarat ujian untuk mendapatkan gelar

Sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara.

1.5 Konsep dan Teori

1.5.1 Konsep

Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:431).

Berdasarkan pengertian konsep di atas, peneliti akan menjelaskan beberapa konsep yang berkaitan dengan tulisan ini.

Pengertian musik menurut M. Soeharto adalah pengungkapan melalui gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa melodi, irama, dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi9. Musik dianggap sebagai salah satu cermin dari masyarakat tertentu karena melalui musik terlihat ritual dan budaya sehari-hari (Djohan 2010: 63)

Dari pengertian musik ini, dapat dikatakan bahwa musikal merupakan suatu ungkapan dari ekspresi manusia yang diolah dalam suatu nada-nada yang harmonis.

Nyanyian merupakan bagian dari seni musik, dimana secara umum seni musik dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:

1. Musik vokal

2. Musik instrumental, dan

9 Lihat skripsi Kezia Purba “Analisis Musikal dan Tekstual Marsialop Ari Karya Taralamsyah Saragih ”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Gabungan dari musik vokal dan instrumental10.

Nyanyian menurut Poerwadarwaminta (1965:680) adalah “sesuatu yang berhubungan dengan suara/bunyi yang berirama yang merupakan alat/media untuk menyampaikan maksud seseorang dengan atau tanpa iringan musik”.

Ngeria adalah kegiatan mengambil Nira yang pada masyarakat Karo prakteknya, dalam hal ini menurut peneliti adalah menggunakan nyanyian. Walau pada dasarnya, menurut cerita dari para narasumber kegiatan Ngeria adalah kegiatan mengambil Nira yang menggunakan ungkapan-ungkapan yang berasal dari dalam hati dan dicampur dengan mantra-mantra tertentu agar dapat menghasilkan Nira. Penggunaan Mantra-mantra dan ungkapan tersebut di dalam praktiknya lah yang menurut peneliti dapat dikategorikan sebagai nyanyian karena adanya unsur ritem dan melodi yang terdapat di dalam kegiatan ini.

Nyanyian ini biasanya selalu berisi tentang kesengsaraan karena masalah ekonomi. Pohon aren tersebut dinyanyikan dengan tujuan agar pohon aren yang dinyanyikan dapat memberikan hasil yang maksimal untuk dapat dipergunakan oleh orang yang membutuhkan tersebut11.

Analisis dapat diartikan sebagai penguraian untuk memilah-milah sesuatu hal ataupun ide kedalam setiap bagian-bagian sehingga dapat diketahui bagaimana sifat, perbandingan, fungsi, maupun hubungan dari bagian-bagian tersebut12.

Dalam hal pengkajian mengenai nyanyian Ngeria ini, peneliti menganalisis struktur musikal, struktur teks, serta makna dari nyanyian Ngeria.

Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu nyanyian. Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna.

11 Wawancara dengan Bapak Ramli Sebayang 12 Lihat skripsi sarjana Marliana Manik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang terkandung arti tambahan sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan makna sebenarnya (Keraf, 1991:25).

1.5.2 Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan berpikir. Dalam tulisan ini yang menjadi pokok permasalahan adalah mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam praktek nyanyian Ngeria. Berdasarkan pemahaman mengenai teori diatas, maka peneliti mempergunakan beberapa teori utama yang digunakan dalam penelitian.

Dalam tulisannya peneliti mengkaji Nyanyian Ngeria yang dimana terdapat unsur fungsi, teks, dan melodi didalamnya, maka dari itu peneliti memakai teori

Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam (1964) dalam membahas mengenai unsur fungsi dari nyanyian Ngeria. Dalam teori fungsi musik yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam terdapat 10 (sepuluh) fungsi musik dalam displin ilmu Etnomusikologi, yaitu ; (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi pengungkapan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (8) fungsi pengesahan lembaga sosial, (9) fungsi kesinambungan budaya, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat.

Berkaitan dengan studi mengenai unsur teks nyanyian, isi dari teks nyanyian tersebut adalah hal yang penting lainnya untuk dipelajari (Echols dan Shadily,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1986:369). Teks juga dapat dikatakan sebagai uraian atau pikiran dalam suatu karangan dan bentuknya bisa secara lisan dan bisa secara tulisan13.

Menurut Curt sachs ( 1962 : 68-70) Teks dan melodi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Logogenik, yaitu nyanyian yang lebih mengutamakan logo (lirik), karena

melodinya adalah pengulangan.

2. Melogenik, yaitu nyanyian yang lebih mengutamakan melodi karena

teksnya merupakan pengulangan.

Berdasarkan klasifikasi diatas, menurut peneliti nyanyian Ngeria dapat diklasifikasikan dalam Logogenik karena nyanyian Ngeria lebih fokus terhadap lirik dibandingkan dengan melodinya.

William P. Malm dalam bukunya yang berjudul ’Music Cultures Of The

Pasific, The Near, and Asia’ (1977:9) juga mengatakan bahwa: “in vocal music, another important characteristic is the relation of music to text, the style is

’Syllabic’, if one Syllable is used with many notes, the style is ’Melismatic’, yang berarti bahwa “dalam musik vokal, karakteristik yang terpenting adalah hubungan antara musik dan teksnya, yang berupa “penggalan kata”, jika salah satu penggalan kata digunakan dengan banyak macam, disebut dengan gaya

“Melismatik”.

Untuk mengetahui dan mendalami dari teks nyanyian Ngeria, peneliti juga menggunakan teori semiotika. Semiotika merupakan kajian terhadap tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia14. Istilah kata semiotika ini berasal dari

13 Lihat Skripsi Risman Ginting, Kajian tekstual dan musikologis suatu nyanyian tradisional Karo di Desa Panribuan kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun, 1994 (Universitas Sumatera Utara) hal 5 14 Lihat Skripsi Marliana Manik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bahasa Yunani, semeioni. Panuti Sudjiman dan Van Zoest (bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Sedangkan untuk menganalisis struktur melodi Ngeria peneliti menggunakan teori weighted scale15yang dikemukakan oleh William P. Malm.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi (Malm dalam terjemahan Takari 1995:15), yaitu:

a. Tangga nada

b. Nada dasar (pitch center)

c. Wilayah nada

d. Jumlah nada-nada

e. Jumlah interval

f. Pola-pola kadensa

g. Formula-formula melodik, dan

h. Kontur

Untuk mendukung analisis struktur melodi Ngeria, peneliti menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi yang didengar dan dilihat. Dalam mengerjakan transkripsi peneliti menggunakan pada notasi musik yang dinyatakan Seeger, yaitu notasi preskriptif dan deskriptif.

Notasi preskriptif adalah notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu untuk penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh

15 Weighted scale berarti bobot tangga nada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pembaca. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti akan menggunakan notasi deskriptif.

1.6 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka 2005). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005)16. Untuk memperoleh data secara sistematis, maka peneliti menggunakan metode penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekwensi atau penyebaran dari suatu gejala ke gejala lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat 1990:29). Berdasarkan pendapat diatas, peneliti melakukan penelitian dengan cara :

1. Studi Kepustakaan, dimana peneliti mempelajari berbagai literatur yang

berguna dalam membentuk pola pikir dalam membahas masalah yang di

teliti. Selain itu, studi kepustakaan juga berguna untuk menentukan

16 Skripsi Sarjana Erni Juita Banjarnahor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pendekatan didalam pengumpulan data serta untuk keperluan penelitian

lainnya.

2. Penelitian Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan peneliti dengan cara

wawancara langsung dengan narasumber, mendokumentasi hasil lapangan

dan, observasi langsung untuk mengumpulkan data-data yang sesuai .

Dalam hal ini, peneliti melakukan rekonstruksi ulang terhadap penyajian nyanyian ini. Selain itu, peneliti juga melakukan rekonstruksi ulang terhadap kegiatan Ngeria. Peneliti melakukan rekonstruksi ulang di Desa Sukandebi,

Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo.

1.7 Wawancara

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan oleh peneliti. Koentjaraningrat (1983:138-139) menyatakan, pada umumnya ada beberapa macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti.

Beberapa macam wawancara dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu:

1. wawancara berencana (standardized interview) dan

2. wawancara tak berencana (unstandardized interview).

Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya dan sebaliknya, wawancara tak berencana tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara ketat17. Wawancara juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data dan keterangan-keterangan untuk melengkapi data yang diperoleh oleh peneliti.

17 Lihat Skripsi Sarjana Linfia Sonia Purba

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis 2006:64).

Dalam penelitiannya, peneliti menetapkan Bapak Kukuh Sitepu sebagai informan kunci dalam penelitian mengenai kegiatan Ngeria ini. Selain itu, peneliti juga mewawancarai pengrajin Ngeria lain ataupun informan-informan yang dianggap dapat memberi informasi tambahan mengenai kegiatan Ngeria untuk pengembangan penelitian skripsi ini.

1.8 Kerja Laboratorium

Seluruh data yang peneliti peroleh berasal dari hasil pengamatan di lapangan dengan cara wawancara. Hasil wawancara tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium. Selain itu peneliti juga akan mentranskripsikan nyanyian

Ngeria dengan pendekatan musik Barat.

.Setelah peneliti melakukan kerja laboratorium, peneliti membuatnya menjadi sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan aturan penelitian sebuah karya ilmiah. Maka dengan demikian, tulisan ini diharapkan memiliki manfaat dan dapat menambah wawasan pengetahuan di bidang Etnomusikologi dan bermanfaat untuk seluruh kalangan.

1.9 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan penelitian lapangan, peneliti terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan yaitu membaca buku-buku, skripsi, makalah yang berhubungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dengan apa yang kita teliti atau objek permasalahan. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk menjadi kerangka acuan di dalam penelitian dan juga untuk melengkapi data-data. Koentjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa, studi pustaka bersifat penting karena membantu peneliti untuk menemukan gejala- gejala dalam objek penelitian. Dalam ilmu Etnomusikologi, ada dua sistem kerja penelitian, yaitu desk work (kerja laboratorium), dan field work (kerja lapangan).

Studi kepustakaan tergolong ke dalam kerja laboratorium. Dimana sebelum melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data- data yang telah didapat. Kerja ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti saat terjun ke lapangan. Selain itu, peneliti dipersiapkan dan diarahkan untuk melakukan penelitian lapangan.

1.10 Lokasi Penelitian

Lokasi pusat untuk penelitian kegiatan Ngeria ini berada di Desa Sukandebi,

Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena Informan Kunci mengenai kegiatan Ngeria ini berdomisili di Desa

Sukandebi tersebut, ditambah menurut infomasi yang didapat bahwa para perpola untuk daerah Karo Gugung18 dan domisili kabupaten Karo masih dapat ditemukan berada di daerah Naman Teran, di sekitar kaki gunung Sinabung. Selain itu, peneliti juga melakukan penelitian ke daerah lain seperti di Desa Sarimunthe kecamatan Munthe Kabupaten Karo, untuk dapat memperoleh informasi- informasi tambahan dari pelaku Ngeria lainnya.

18 Sebutan untuk masyarakat Karo yang tinggal di dataran tinggi Karo

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT KARO DI DESA SUKANDEBI

KECAMATAN NAMA TERAN, KABUPATEN KARO

2.1 Wilayah Budaya Masyarakat Karo

Suku Karo adalah salah satu suku yang berasal dari provinsi Sumatera Utara.

Nama suku Karo juga dijadikan sebagai nama Kabupaten disalah satu daerah yang didiami oleh mayoritas dari suku Karo, yaitu Kabupaten Karo yang terletak di dataran tinggi Karo dan diapit oleh dua gunung berapi aktif yaitu gunung Sibayak dan gunung Sinabung.

Suku karo mendiami beberapa wilayah Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh

Darussalam, yaitu :

1. Kota Medan

2. Kota Binjai

3. Kabupaten Dairi, meliputi ;

i. Kecamatan Tanah Pinem

ii. Kecamatan Tiga Lingga

iii. Kecamatan Gunung Sitember

4. Kabupaten Aceh Tenggara pada provinsi Nanggroe Aceh Darusallam

meliputi ;

i. Kecamatan Lau Sigala-gala ( Desa Lau Deski, Lau

Perbunga, Lau Kinga)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ii. Kecamatan Simpang Simadam

5. Kabupaten Deli Serdang, meliputi ;

i. Kecamatan Tanjung Morawa

ii. Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu

iii. Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir

iv. Kecamatan Sibolangit

v. Kecamatan Pancur Batu

vi. Kecamatan Delitua

vii. Kecamatan Biru-biru19

2.2 Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi penelitian

Adapun lokasi penelitian yang peneliti fokuskan berada pada Desa

Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo.

Kabupaten Karo sendiri memiliki luas 2.127,25 Km2 yang terbentang di dataran tinggi dengan ketinggian 600 meter sampai 1400 meter di atas permukaan laut20 dan pusat pemerintahan dari kabupaten ini di pusatkan pada Kota

Kabanjahe. Pada sebelah Utara kabupaten Karo berbatasan dengan provinsi

Nanggroe Aceh Darusallam tepatnya kabupaten Aceh Tenggara. Sedangkan pada sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Simalungun dan sebelah Tenggara berbatasan dengan kabupaten Pakpak Dairi.

19 Referensi mengenai wilayah domisili masyarakat Karo di ambil dari id.m.wikipedia.org 20 Berdasarkan informasi dari badan pusat statistik daerah Karo pada website resmi : https://karokab.bps.go.id

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Secara administratif, kabupaten Karo terdiri atas 17 (tujuh belas) kecamatan yaitu : 1) Kecamatan , 2) Kecamatan , 3)

Kecamatan Simpang Empat, 4) Kecamatan Tiga Panah, 5) Kecamatan Dolat

Rayat, 6) Kecamatan Naman Teran, 7) Kecamatan Merdeka, 8) Kecamatan

Merek, 9) Kecamatan Payung, 10) Kecamatan Barus Jahe, 11) Kecamatan

Munthe, 12) Kecamatan Tiga Nderket, 13) Kecamatan Juhar, 14) Kecamatan Tiga binanga, 15) Kecamatan Kutabuluh, 16) Kecamatan Laubaleng, 17) Kecamatan

Mardinding.

Gambar 2.1

Peta Kecamatan di kabupaten Karo dan lokasi kecamatan Naman Teran.

Desa Sukandebi sebagai tempat penelitian mengenai nyanyian Ngeria ini termasuk didalam kecamatan Naman Teran dari 14 Desa lain yang juga termasuk dalam kecamatan ini. Secara umum keadaan Topografi Desa Sukandebi merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian kurang lebih 1300-1600 diatas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA permukaan laut dengan titik koordinat 20500 LU, 310 190 LS, 970550 BB, 980380

BT.

Iklim Desa Sukandebi dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun dengan suhu udara 15-270C, sebagaimana Desa-Desa di Indonesia, Desa Sukandebi juga memiliki Musim Kemarau dan Penghujan. Curah hujan, letak geografis dan suhu udara di Desa Sukandebi ini mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di Desa ini (Data statistik Desa Sukandebi tahun 2016).

Jarak dari Desa ke sebelah timur dari kantor Camat Naman Teran adalah kurang lebih 3 km. Adapun jarak dari Sukandebi ke ibukota Kabupaten Karo, yakni Kabanjahe adalah kurang lebih 20 km.

Berdasarkan data monografi yang diperoleh peneliti dari laporan kantor kepala Desa Sukandebi, Desa Sukandebi ini memiliki dua Dusun dan Luas wilayah Keseluruhan yaitu 283 Hektar dengan perincian sebagai berikut :

Dusun 1 : seluas kurang lebih 154 Ha

Dusun 2 : seluas kurang lebih 129 Ha

Adapun batas-batas wilayah dari Desa Sukandebi adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukatepu kecamatan Naman

Teran

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kuta Tengah kecamatan

Simpang Empat

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Deram kecamatan Merdeka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Naman kecamatan Naman

Teran21.

Jumlah penduduk Desa Sukandebi adalah 1.142 jiwa dengan perincian dapat dilihat pada tabel data berikut ini :

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk di Desa Sukandebi

No Nama Dusun Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Dusun I 305 292 597

2. Dusun II 254 291 545

Jumlah 559 583 1142

Sebagian tanah atau lahan di Desa Sukandebi dimanfaatkan oleh masyarakatnya yaitu untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Dapat kita lihat pada tabel dibawah pemanfaatan lahan yang digunakan oleh masyarakat Desa

Sukandebi ini sebagai berikut:

21 Data diambil dari laporan sensus penduduk dan statistik Desa sukandebi kecamatan Naman Teran bulan april tahun 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 2.1

Luas lahan menurut peruntukannya di Desa Sukandebi

No Peruntukan Lahan Luas

1 Pertanian/Perkebunan 367 Hektar

2 Perumahan/Permukiman 65 Hektar

3 Perkantoran/ Sarana Sosial :

a. Kantor Kepala Desa 0,7 Hektar

b. Balai Desa 0,6 Hektar

c. Puskesmas 0,1 Hektar

d. 1 Mesjid 0,2 Hektar

e. 2 Gereja 1 Hektar

f. 1 SD 1 Hektar

g. Jalan Umum/ Jalan Dusun 11,8 Hektar

4 Pemakaman Umum 0,5 Hektar

5 Hutan Lebat 35 Hektar

Dari data tabel diatas dapat kita lihat penggunaan lahan di Desa Sukandebi lebih banyak digunakan sebagai lahan pertanian/perkebunan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat tersebut.

Data statistik di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten

Karo mengenai tingkat pendidikan dapat kita lihat pada tabel di bawah:

Tabel 2.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tingkat Pendidikan di Desa Sukandebi

Belum Sekolah Dasar SLTP SMA/SLTA Perguruan

Sekolah Sederajat Sederajat Tinggi

216 Jiwa 168 Jiwa 276 Jiwa 440 Jiwa 42 Jiwa

2.3 Sistem Mata Pencaharian

Mata Pencaharian masyarakat Karo di Desa Sukandebi sangat beragam dan tidak mempunyai batasan pada satu bidang profesi saja. Banyak masyarakat di

Desa Sukandebi yang bekerja sebagai Petani, Pedagang, PNS (Pegawai Negri

Sipil) dan Pegawai Swasta. Mata Pencaharian masyarakat di Desa Sukandebi lebih banyak sebagai Petani dengan bercocok tanam yaitu sayur-sayuran terutama sayur Kubis dan beberapa tanaman masyarakat di Desa Sukandebi yaitu: Wortel,

Kubis, Kacang tanah, jagung, tomat, cabai, Kopi dan buah-buaha.

Namun, pada saat ini masyarakat di Desa Sukandebi lebih memilih menanam tanaman yang berumur muda, yaitu tanaman yang hanya berumur beberapa bulan saja sudah dapat dipanen. Hal ini dikarenakan gunung Sinabung yang saat ini sedang dalam status level awas oleh pemerintah masih sering terjadi erupsi, dan masyarakat Desa khawatir jika mereka menanam tanaman yang masa panennya lama seperti jeruk akan beresiko besar untuk mengalami kerugian yang besar.

Berikut tabel dari mata pencaharian yang peneliti dapatkan dari Desa

Sukandebi berdasarkan data laporan sensus dan pemerintah Desa Sukandebi pada bulan maret tahun 2016 :

Tabel 2.4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sumber mata pencaharian masyarakat di Desa Sukandebi

Petani PNS/Swasta Pedagang/Wiraswasta

515 Jiwa 34 Jiwa 28 Jiwa

Data statistik dari Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten

Karo mengenai Produksi Pertanian dapat kita lihat pada tabel di bawah:

Tabel 2.5

Produksi Pertanian

No Komoditas Produksi/Tahun

1. Tanaman Pangan

Padi 6 Ton

Jagung 14 Ton

Kacang Tanah -

Ubi Jalar 28 Ton

2. Buah-buahan

Jeruk 18 Ton

3. Perkebunan

Kopi 17,96 Ton

4. Hortikultura

Tomat 14 Ton

Kentang 46 Ton

Kubis 246 Ton

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Brokoli 23 on

Selain sebagai Petani, PNS, Pegawai Swasta dan Pedagang, masyarakat di

Desa Sukandebi ini juga ada yang berkegiatan sebagai penyadap pohon aren atau enau. Masyarakat menyadap pohon aren yang tumbuh secara liar atau alami dan tumbuh dengan sendirinya tanpa ada campur tangan masyarakat dalam pembudidayaan pohon aren tersebut. Dalam hal ini Ngeria dapat dilakukan jika pohon aren tersebut ada dan dapat diambil airnya.

2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi

Agama asli pada masyarakat Karo sebelum diperkenalkan oleh para pendakwa Islam dan missionaris Kristen ke Tanah Karo adalah Kiniteken

Sipemena22. Bagi kaum Muslim, Kinitekena Sipemena tidak lebih dari kafir, atau orang yang tidak percaya akan Allah, sedangkan bagi umat Kristen mereka disebut paganis atau juga penyembah berhala. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Karo tergolong animisme atau menyembah roh-roh leluhur dan roh yang mendiami tempat mereka tinggal.

Dalam tradisi masyarakat Karo,mereka memiliki kepercayaan untuk menyembah roh-roh leluhur mereka dan dalam hal ini mereka disebut dengan

Perbegu. Pengamatan penting mengenai agama asli Karo adalah bahwa agama itu tidak di ekspresikan dengan cara sistematis, tidak ada Kitab Suci dan tidak ada

22 lihat Tanah Karo Selayang Pandang “Mengenal Lebih Dekat Budaya Karo” Bab 2 halaman 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ajaran teologis yang tersistematis bahkan tidak ada pemikiran atau dogma didalamnya (Leo Joosten Ginting & Kriswanto Ginting, 2014:10).

Didalam keseharian mereka, masyarakat Karo juga mempercayai adanya

Dibata23. Dan menurut J.H Neumann (Etnolog dan Pendeta Protestan di Karo),

Dibata di daerah Karo jumlahnya banyak. Dalam masyarakat Karo juga ada sebutan Dibata untuk manusia atau biasa disebut dengan Dibata ni Idah, yaitu orang yang memiliki jabatan sebagai kalimbubu didalam sistem kekerabatan masyarakat Karo.

Sesuai dengan perkembangan zaman, maka pada masa sekarang masyarakat Karo menganut berbagai agama besar dunia, terutama agama-agama samawi24, yaitu: Kristen dan Islam. Antara umat beragama ini di dalam masyarakat Karo terjadi toleransi dan saling menghargai perbedaan-perbedaan yang hidup bersama di dalam satu wilayah budaya, yaitu di Desa Sukandebi dalam masyarakat Karo.

Masyarakat Desa Sukandebi dalam hal ini telah menganut Agama Islam dan Agama Kristen dapat kita lihat dari data statistik yang peneliti terima dari

Sekretaris Kepala Desa di Kecamatan Naman Teran.

Tabel 2.5

Jumlah penduduk dan agama yang dipeluknya

23 Dibata dalam bahasa Sansekerta berarti deva, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Dewa, yaitu ‘’ segala sesuatu yang dipuji atau di sembah”, 24 Agama samawi adalah merujuk kepada tiga agama di dunia ini yaitu: Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga-tiga agama ini berinduk dari ajaran-ajaran Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ketiganya memandang bahwa ajaran-ajaran yang sampai kepada mereka adalah berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut Yahweh di dalam agama Yahudi, Tuhan Bapa dalam Kristen, dan Allah Subhanahu Watala dalam Islam. Istilah samawi berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah langit. Dengan demikian istilah ini merujuk kepada agama yang diturunkan Tuhan melalui wahyu- Nya yang diturunkan kepada umat manusia melalui Nabi-nabi-Nya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA No. Nama Jumlah Agama

Dusun Islam Protestan Katolik Hindu Budha

1. Dusun I 556 240 311 5 - -

2. Dusun II 586 281 305 - - -

2.5 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Karo sejak dulu mempunyai sistem marga (klan) atau dalam bahasa Karo disebut merga untuk laki-laki, dan beru untuk perempuan.

Merga/beru adalah identitas masyarakat Karo yang unik dan setiap orang Karo memiliki merga/beru. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah (1) Karo-Karo, (2) Tarigan, (3) Ginting, (4) Sembiring, dan (5)

Perangin-angin. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang

(misalnya : Agape Sinuhaji). Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing dan setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut.

Merga diperoleh secara otomatis dari ayah, merga dari ayah sama dengan merga untuk anaknya. Kalau laki-laki bermerga sama maka mereka disebut ersenina25

(bersaudara), sama halnya antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru yang sama. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang

25 Ersenina terdiri dari dua kata yaitu er dan senina, er yang dapat diartikan “ber” dan senina yang berarti “saudara”, jadi ersenina adalah bersaudara baik saudara sedarah maupun tidak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bermerga sama, mereka disebut erturang26, sehingga pada umumnya dilarang melakukan perkawinan secara adat.

Sistem kekerabatan masyarakat Karo sering disebut sebagai Dalikan Si

Telu atau (Daliken = batu tungku, Si = yang, Telu= tiga) Tiga tungku. Ketika sedang memasak di dapur, periuk haruslah ditempatkan di atas tungku yang berkaki tiga, kalau kaki tungku itu kurang dari tiga maka periuk itu jatuh dan pecah. Tiga tungku ini melambangkan tiga tonggak dalam masyarakat Karo itu tersebut dan ketiga tungku ini memiliki nama yang berbeda-beda dalam setiap kelompok, mereka juga melaksanakan fungsi antara satu dengan yang lainnya27.

Untuk menjadi bagian dari ketiga hubungan ini, orang Karo menanggap bahwa sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) harus menjadi kelompok Karo yang terikat oleh loyalitas dan kewajiban-kewajiban dalam tatanan hubungan sosial secara keseluruhan.

Pada masyarakat Karo, segala hubungan kekerabatan baik berdasarkan pertalian darah maupun akibat hubungan pernikahan dapat dikelompokkan kedalam tiga garis besar jenis kekerabatan, yaitu: Kalimbubu, Sembuyak/Senina, dan Anak Beru. Setiap anggota masyarakat Karo dapat berlaku baik sebagai

Kalimbubu, Sembuyak/Senina dan sebagai Anak Beru, pada situasi dan kondisi apapun dan dimanapun mereka berada.

Secara garis besarnya, Ketiga jenis kekerabatan diatas dapat diartikan sebagai berikut :

- Kalimbubu : Kalimbubu adalah kelompok pihak pemberi wanita atau pemberi

dara dan sangat dihormati dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo.

26 Erturang memiliki pengertian yang sama dengan ersenina yaitu bersaudara, sebutan ini terjadi antara laki-laki dan perempuan yang bermerga/beru yang sama. 27 Lihat Tanah Karo Selayang Pandang “Mengenal Lebih Dekat Budaya Karo” hal 16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Masyarakat Karo menyakini bahwa Kalimbubu adalah pembawa berkat

sehingga Kalimbubu itu disebut juga dengan Dibata Ni Idah (Tuhan yang

nampak). Sikap menentang, melawan dan menyakiti hati Kalimbubu sangat

dicela.

- Sembuyak/Senina : Senina adalah hubungan bersaudara antara orang-orang

yang berasal dari merga yang sama tetapi berbeda misalnya Ginting Suka

dengan Ginting Sugihen. Sembuyak berarti saudara sekandung misalnya

Ginting Suka dengan Ginting Suka lainnya.

- Anak Beru : Anakberu adalah pihak pengambil anak dara atau penerima anak

gadis untuk diperistri. Kedudukan Anak beru sebagai kelompok yang bertugas

membawa kerukunan dan kedamaian pada keluarga Kalimbubu. Pada pesta-

pesta adat Karo, anak berulah menjadi modal penggerak kesuksesan sebuah

pesta dari Kalimbubunya. Hal ini tampak dari hal-hal yang kecil seperti anak

beru bertugas membentangkan tikar, memasak nasi beserta lauk pauk,

menyediakan sirih pinang serta rokok bagi Kalimbubu. Tugas anak beru

dapat dibilang berat, karena anak beru harus meyakinkan Kalimbubunya

bahwa pesta dan hal lainnya berjalan dengan baik.

2.6 Bahasa

Pada umumnya bahasa yang digunakan di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman

Teran adalah bahasa Karo, karena mayoritas penduduknya atau masyarakatnya disana adalah suku Karo.

Bahasa Karo merupakan bahasa utama dari masyarakat Karo yang menetap disana, khususnya di Desa Sukandebi. Hampir seluruh masyarakat Karo

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menggunakan bahasa Karo sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan sebagian penduduk yang tidak bersuku Karo pun mengerti dan fasih menggunakan bahasa ini, karena bahasa Karo lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan bahasa nasional

(bahasa indonesia). Hal ini mengharuskan mereka untuk beradaptasi dengan penduduk asli yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Karo.

Masyarakat Karo juga memiliki aksara atau tulisan sendiri yang disebut dengan indung surat. Aksara Karo terdiri dari 21 huruf. Adapun bunyi huruf- huruf itu menurut Barus dan Sembiring dalam buku mereka ”Sejemput Adat

Budaya Karo” adalah : ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, ca, nda, mba, i, u.

Gambar 2.3

Indung surat aksara Karo28

28 Sumber : Sejemput Adat Budaya Karo oleh U.C Barus dan Drs. Mberguh Sembiring S.H.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.7 Kesenian

Kesenian pada suatu daerah sangat dapat memberikan gambaran terhadap daerah tersebut, seperti halnya di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran ini.

Masyarakat Karo di daerah ini mempunyai kesenian dan kerajinan-kerajinan tangan yang sama dengan masyarakat Karo pada umumnya.

2.7.1 Seni musik

Penyebutan musik dalam masyarakat Karo dikenal dengan istilah gendang. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna, yaitu : (1) gendang sebagai ensambel musik, misalnya gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen dan sebagainya; (2) gendang sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi tradisional, misalnya gendang perang-perang, gendang guru dan sebagainya; (3) gendang sebagai nama lagu atau judul lagu secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat, gendang odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak atau style) dan sebagainya; (4) gendang sebagai instrument musik, misalnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA gendang indung, gendang anak; dan (5) gendang sebagai upacara, misalnya gendang guro-guro aron, dan sebagainya (Julianus P. Limbeng, http://xeanexiero.blogspot.com).

Ensambel musik yang umum dikenal pada masyarakat Karo adalah ensambel gendang lima sedalanen. Dikatakan lima sedalanen karena ensambel tersebut terdiri dari lima buah alat musik yang dimainkan oleh lima orang pemain.

Secara harafia lima sedalanen dapat diartikan dengan lima sejalan. Adapun kelima alat musik tersebut adalah sarune (aerophone), gendang indung/ singindungi

(membranophone), gendang anak/ singanaki (membranophone), serta gung

(idiophone) dan penganak (idiophone). Sedangkan kelima orang pemainnya disebut penarune (sebutan untuk orang yang memainkan sarune), penggual

(sebutan untuk orang yang memainkan gendang indung maupun gendang anak), dan simalu gung (sebutan untuk orang yang memainkan penganak dan gong).

Ensamble gendang lima sedalanen ini sering digunakan untuk mengiringi kegiatan-kegiatan musikal pada masyarakat Karo, seperti acara menari dan menyanyi ataupun berbagai acara adat dan kegiatan ritual lainnya29.

Selain beberapa alat diatas masih ada alat lain yang dikenal oleh masyarakat

Karo, yaitu kulcapi (kordophone), murbab (kordophone), surdam (aerophone), balobat (aerophone), dan keteng-keteng (kordo-idiophone). Beberapa alat diatas juga sering digunakan oleh masyarakat Karo dalam sebuah ensambel, seperti ensambel gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gendang kulcapi dan gendang belobat. Gendang telu sedalanen terdiri dari tiga buah alat musik, yaitu keteng-keteng, mangkuk

29 Dikutip dari skripsi Tety Silva Ginting 2012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA meciho (berisi air), dan kulcapi/belobat. Perbedaan dari keduanya hanya terletak pada instrument pembawa melodinya saja, yaitu kulcapi dan belobat.

Seiring perkembangan jaman, pada masa sekarang ini kedudukan ensambel/instrument tradisional Karo telah mulai tergantikan oleh adanya teknologi baru dalam musik. Munculnya Keyboard atau Gendang Kibot dalam istilah orang Karo yang mampu menirukan semua bunyi dari alat musik tradisional Karo pada tahun 1990-an oleh seorang seniman Karo, Djasa Tarigan telah membuat keberadaan ensambel tradisional Karo tergeser kedudukannya.

2.7.2 Seni Tari

Dalam masyarakat Karo istilah tari dikenal dengan sebutan landek. Pola dasar dari tari Karo adalah posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik turun lutut

(endek) yang disesuaikan dengan tempo gendang dan gerak kaki. Pola dasar tarian itu ditambah dengan variasi tertentu sehingga tarian tersebut terlihat indah dan menarik.

Menurut Julianus P. Limbeng (http://xeanexiero.blogspot.com) ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu endek (gerakan naik turun kaki), jole atau jemole, yaitu goyangan badan, dan tan lempir, yaitu tangan yang gemulai dan lembut. Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa gaya yang dalam bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada beberapa cak-cak yang dikenal pada masyarakat Karo, yang terkait dengan gaya dan tempo sekaligus, yaitu yang dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak yang relatif cepat, yaitu antara lain: cak-cak simalungen rayat (dengan tempo lebih kurang 60-

66), cak-cak mari-mari yang merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak simalungen rayat (dengan tempo lebih kurang 70-80), cak-cak odak-odak (dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tempo lebih kurang 90 – 98), cak-cak patam-patam (dengan tempo lebih kurang

98-105). Setiap cak-cak ini berhubungan dengan gerakan maupun endek kaki pada tarian Karo. Semakin cepat cak-cak yang dimainkan maka semakin cepat pula endek kaki atau pun gerakan tarian tersebut.

Contoh-contoh tarian yang termasuk ke dalam tiga kategori tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

a. Konteks penyajian dalam adat istiadat

 tarian dalam kerja erdemu bayu (perkawinan); landek sukut, landek

kalimbubu, landek anak beru.

 tarian dalam acara merdang merdem atau kerja tahun (upacara

pertanian/panen).

 tarian dalam upacara kematian yang disebut nurun-nurun.

 tarian dalam acara guro-guro aron (tarian muda-mudi)

 tarian dalam acara ersimbu (upacara memanggil hujan), yang biasa juga

disebut dengan dogal-dogal.

 tarian dalam acara mengket rumah mbaru (meresmikan rumah baru)

 tarian dalam upacara ngukal tulan-tulan (menggali tulang)

b. Konteks penyajian dalam religi

 gendang guru (tarian yang dilakukan oleh seorang dukun)

 seluk (trance atau kesurupan)

 perumah begu (memanggil roh)

 erpangir ku lau (keramas ritual atau bathing ceremony)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA  tari tungkat (tarian untuk mengusir roh-roh jahat dengan menggunakan

sebuah tongkat sebagai propertinya)

 tari baka (tarian untuk menyembuhkan orang sakit).

c. Konteks penyajian untuk hiburan

 Mayan atau Ndikkar (seni bela diri khas Karo)

 Tari Kuda-Kuda (Simalungun: Hoda-Hoda)

 Gundala-gundala (Tembut-tembut Seberaya)

 Beberapa tarian kreasi baru seperti tari roti manis, tari terang bulan, tari

lima serangke, tari telu serangke, tari uis gara, dan sebagainya.

Gambar 2.11

Topeng Gundala-Gundala yang biasa dipakai untuk menari oleh masyarakat Karo.

2.7.3 Seni suara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Masyarakat Karo baru mengenal seni suara/ vokal diperkirakan sekitar tahun 1800-an, kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu yang dibawakan seseorang sebagai ‘perende-rende’ (penyanyi)30. Masyarakat Karo mengenal konsep rende untuk penyebutan istilah bernyanyi. Sedangkan reportoar yang dinyanyikan disebut ende-enden, dan orang yang menyanyikannya disebut perende-rende.

Seni suara dalam masyarakat Karo dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Nyanyian Gembira, yang biasa disebut dengan nyanyian perkolong-

kolong. Nyanyian yang dinyanyikan oleh perkolong-kolong biasa

dinyanyikan dalam upacara adat pernikahan, guro-guro aron, atau

memasuki rumah baru.

2. Nyanyian Mantra (Tabas), nyanyian ini biasa dinyanyikan oleh Guru

Sibaso31. Nyanyian ini digunakan saat melaksanakan ritual-ritual

seperti, erpangir ku lau, ndilo wari udan, perumah begu, Ngeria dan

lainnya.

3. Nyanyian Cerita, yakni nyanyian yang berisikan tentang sebuah cerita.

Contoh : nyanyian Turi-Turin si Barusjahe, Sitera Jile-Jile, dan

lainnya.

4. Nyanyian ratapan atau Tangisan, adalah lagu yang dinyanyikan pada

saat upacara orang yang sudah meninggal untuk menyatakan kesedihan

yang mendalam.32

30 http://www.karoweb.or.id/kedudukan-kebudayaan-karo-ditinjau-dari-aspek-keseniannya/ 31 Guru dalam masyarakat Karo dapat diartikan sebagai orang pintar atau dukun. 32 Dikutip dari buku Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem karya Sarjani Tarigan,MSP

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ada beberapa jenis nyanyian diatas yang bukan ende-enden namun cara penyampaiannya dinyanyikan, seperti tangis-tangis (nyanyian ungkapan kesedihan/ keluh kesah), mang-mang (nyanyian yang berisi doadoa), tabas

(nyanyian yang berisi mantra pada saat seorang guru melakukan pengobatan), nendong (nyanyian yang bertujuan untuk mendekatkan seorang guru dengan jinujungnya), turi-turin (nyanyian yang berisikan sebuah cerita), katoneng- katoneng (nyanyian yang berisikan pengharapan), didong doah (nyanyian yang berisi nasehat); didong doah anak (nyanyian menidurkan anak), didong doah maba anak ku lau (nyanyian memandikan anak ke sungai), dan didong doah bibi si rembah ku lau (nyanyian nasehat pada saat upacara perkawinan).

Semua nyanyian diatas dapat dikatakan sebagai musik vokal yang bersifat individu, yaitu nyanyian yang dinyanyikan secara pribadi dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan seseorang. Dalam hal menggarap melodi maupun teksnya, bergantung pada yang menyanyikannya dan konteks acaranya33.

33 Dikutip dari Skripsi Teti Silva Ginting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III

DESKRIPSI KEGIATAN NGERIA

Dalam Bab III ini, peneliti akan mendeskripsikan tentang bagaimana penyajian nyanyian Ngeria yang terdapat pada masyarakat Karo, di Desa

Sukandebi, Kecamatan Naman Teran,, Kabupaten Karo ini, dimana Ngeria ini termasuk kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia, khususnya pada masyarakat Karo dan termasuk kedalam jenis folklor, yang merupakan sastra lisan yang dipercayai oleh masyarakat secara turun-temurun.

3.1 Pengertian Ngeria

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ngeria adalah kegiatan menyadap Nira yang berasal dari pohon Aren atau dalam bahasa Karo disebut sebagai Batang Pola. Ngeria sendiri merupakan salah satu tradisi yang berasal dari suku Karo yang mengandung unsur-unsur musikal.

Selain itu Ngeria dilakukan masyarakat Karo sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan dahulu diketahui bahwa dahulu masyarakat Karo juga ada yang bergantung pada pohon aren ini, baik pada batang, daun, ijuk, dan paling utama Niranya34.

Teks nyanyian Ngeria berupa kalimat yang berisikan permohonan dan sebuah pengharapan yang diucapkan atau dilantunkan oleh penyadap pohon aren

(perpola) tersebut. Ngeria ini biasanya disajikan oleh seseorang dalam hal ini sedang meminta kepada jelmaan pohon Aren agar memberikan Nira nya agar dapat di olah untuk dapat melunasi hutang-piutang dan juga dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya35.

3.2 Deskripsi Legenda Asal Mula Pohon Aren di Desa Sukandebi

Sebelum membahas mengenai legenda atau cerita rakyat dari pohon Aren dan kegiatan Ngeria yang menjadi objek penelitian, maka terlebih dahulu peneliti akan mendeskripsikan tentang folklore (cerita rakyat) dari Pohon Aren dan kegiatan Ngeria ini terlebih dahulu.

Folklore berasal dari bahasa inggris yang terdiri atas dua kata dasar, folk dan lore, folk yang artinya kolektif atau bisa disebut dengan kelompok.

Sedangkan lore adalah budaya atau kebudayaan, jadi yang dimaksud dengan folklor menurut Dundes (dalam Dananjaya 1991:1). Lebih lanjut Danandjaya

34 Wawancara dengan Bapak Ramli Sebayang (Pelaku Ngeria diDesa Sarimunthe) 35 Wawancara dengan Bapak Kukuh Sitepu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (1991:2) menjelaskan folklor secara keseluruhan. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan isyarat atau alat pembantu penggiat.

Folklor menjadi khas karena mempunyai beberapa ciri-ciri.Pengenalan folklor yang pada umunya dapat dirumuskan. Menurut Danandjaya (1991: 3-5).

o Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan.

o Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatip atau

dalam bentuk standar.

o Folklor ada (exsit) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.

o Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak di ketahui

orang lain.

o Folklor biasanya mempunya bentuk perumus atau berpola.

o Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu

kolektif.

o Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai

dengan logika umum.

o Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.

Peneliti dalam hal ini ingin memberikan gambaran asal mula dari pohon aren (Batang Pola) ini, cerita ini di peroleh oleh peneliti dari Bapak Kukuh Sitepu selaku informan peneliti.

Dahulu kala, di dalam suatu desa hidup seorang Pengulu (Kepala suku) yang memiliki tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Seorang dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA anak laki-laki pengulu tersebut sangat gemar berjudi, sedangkan saudara laki- lakinya yang lain tidak suka berjudi. Adapun anak perempuan dari si Pengulu memiliki rambut yang keriting dan kasar. Dikarenakan keadaan rambutnya yang seperti itu, maka masyarakat memanggil dia dengan sebutan Beru Sibo.

Saudara laki-laki Beru Sibo yang sangat gemar berjudi telah membuat masalah dalam keluarga. Dia selalu kalah berjudi dan menyebabkan dia memiliki banyak utang terhadap banyak masyarakat desa. Karena perilaku abangnya, Beru

Sibo merasa sangat malu dan sedih.

Pada suatu malam, ketika Beru Sibo sedang tidur dia bermimpi ada yang mendatangi dia dalam mimpinya dan berkata, “Ercibal Belo kam, Belo na belo cawir ras Belo si siwah sepuluh sada. Totoken man Dibata sinjadiken kam jadi manusia. Tapi ertoto la banci I rumah. Kam lawes ku kerangen, ku tepi embang entah pe ibas rebe-reben. Adi lawes kam rumah nari, ola nai kari begindu sora manuk tekuak, ngadi kam bas kerangen e. Cibalken belo e, inganna bulung galuh ujungna.” (Berdoalah kamu dengan memakai daun sirih, daun sirih Cawir dan daun sirih sisiwah sepuluh sada. Berdoalah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu menjadi manusia. Tetapi kamu tidak boleh berdoa dirumah. Kamu harus pergi ke hutan, ke tepi sungai ataupun ke dalam belantara. Kalau nanti kamu pergi dari rumah, jangan sampai kamu mendengar suara ayam berkokok, berhenti kamu di hutan itu. Persembahkan sirih itu, buat tempatnya dengan daun pisang ujungnya.).

Maka berdoa lah beru Sibo kepada Tuhannya seperti apa yang telah di sarankan oleh mimpinya tempo hari, “O Tuhan Dibata, kam si njadiken aku jadi manusia. Mela kel kuakap perbahanken mbue kel utang turangku perban erjudi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ia”(O Tuhan, kamu yang menjadikan aku menjadi manusia. Aku merasa sangat malu sekali karena perbuatan abangku yang memiliki utang sangat banyak akibat berjudi) kata beru Sibo didalam doanya sambil menangis tersedu-sedu. Karena tangisannya yang begitu sedihnya, tiba-tiba angin menjadi sangat kencang dan disusul dengan hujan yang sangat deras dari langit. Setelah itu, berubahlah si Beru

Sibo menjadi Batang Pola. Mulai dari saat itu beru Sibo tidak lagi pulang kerumah.

Beberapa waktu kemudian, ayah dari beru Sibo yang seorang pengulu mulai khawatir akan keberadaan putrinya yang tidak pulang-pulang lagi kerumah.

Hingga akhirnya diperintahkan untuk seluh masyarakat desa mencari beru Sibo ke berbagai tempat di penjuru desa setiap hari, siang dan malam.

Sampailah pencarian masyarakat desa ke sekitar tempat dimana beru Sibo menjelma, dan seketika itu juga Beru Sibo pun langsung berbicara, “ O nande, O bapa, O bibi, O turang, aku enda enggo ertapa, enggo berubah jadi batang pola i tengah kerangen. Gelah bali pagi utang turangku enda ndai kerina, balbal pagi tanku enda. Kenca balbal dua bulan, tektek pagi. Lit pagi launa, tanggerken tare belanga. Pegara apina ngadi-ngadi kental jadi gula. Dayaken pagi gula e guna nggalari kerina utang turangku si perjudi ena” ( O ibu, O ayah, O bibi, O abang, aku sekarang sudah bertapa, sudah berubah menjadi pohon aren di tengah hutan.

Agar utang abangku ini nanti lunas semua, balbal lah tandanku ini. Setelah balbal selama dua bulan, potong nanti. Ada nanti air yang keluar, masak dengan kuali.

Nyalakan apinya sampai menjadi kental dan jadi gula. Jual gula itu untuk melunasi semua utang-utang abangku yang pejudi itu.) kata beru Sibo. Maka setelah itu, lunaslah semua utang- piutang abang dari beru Sibo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Akhirnya, dilakukan lah kegiatan Ngeria itu terhadap batang pola sampai sekarang dengan tetap memegang kepercayaan akan eksistensi beru Sibo sebagai penghuni atau jelmaan dari batang pola. Menurut Bapak Kukuh Sendiri, dulu masyarakat masih menggunakan nira dari batang pola sebagai minuman khusus apabila ada yang sedang mengadakan upacara adat sebagai simbol kesehatan, dan kemakmuran.

3.3 Persiapan Ngeria

Persiapan sebelum Ngeria sangat perlu dilakukan agar dapat menghasilkan

Nira yang cukup banyak dan pohon tersebut dapat disadap dalam waktu yang lama. Salah satu persiapannya adalah menentukan pohon aren yang akan disadap.

Biasanya pohon ini tumbuh liar didalam hutan, namun ada juga yang tumbuh di ladang masyarakat walaupun tanpa ada pembudidayaan. Ini disebabkan karena buah-buah dari pohon Aren disebut buah rirang36 yang telah jatuh akan dimakan oleh Musang atau dalam bahasa Karo disebut Bernawit. Buah ini akan keluar saat hewan tersebut melakukan buang air besar (mengeluarkan kotoran), dan biasanya musang selalu membuang kotoran disembarang tempat. Maka dari itulah pohon

Aren dapat tumbuh liar di berbagai tempat.

36 Buah rirang adalah buah yang tumbuh di pohon aren dengan bentuk yang kecil dan berada di tandan dari pohon aren tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.0

Buah Rirang yang terdapat pada tandan pohon aren (Dokumentasi Agriva

Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.1

Foto Pohon Aren yang siap untuk disadap

( dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Setelah pohon aren disiapkan (ditentukan) untuk disadap, selanjutnya perpola37 akan menyiapkan alat-alat yang diperlukan yaitu seperti parang, pisau dan jenis pisau yang khusus telah dimodifikasi oleh perpola yang dinamakan pisau tungkil. Pisau dan parang digunakan untuk melakukan pembersihan terhadap pohon aren terlebih dahulu sebelum diambil Niranya, dalam hal ini perpola akan melakukan pembersihan terhadap tumbuhan yang ada disekitar pohon aren tersebut, memotong pelepah daun dari pohon aren, agar tidak mengganggu proses mbal-bal ataupun pengambilan air Nira dan membersihkan ijuk-ijuk yang terdapat pada batang pohon aren tersebut. Proses pembersihan sangatlah dianjurkan karena dapat memberikan kenyamanan terhadap perpola pada saat melakukan Ngeria nantinya.

Gambar 3.2

Proses Pembersihan di sekitar Tandan yang akan di sadap Niranya

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

37 Sebutan untuk pelaku Ngeria

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.3

Alat-alat (pisau,parang) yang digunakan oleh perpola

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

Ketiga alat tersebut telah dimodifikasi sedemikian rupa agar mempermudah penggunaan dari alat tersebut, terlebih pada saat perpola diatas pohon aren yang cukup tinggi, berikut gambar pisau yang digunakan perpola:

Gambar 3.4

Parang yang digunakan perpola

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.5

Pisau belati yang digunakan oleh perpola

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.6

Pisau khusus (pisau tungkil) yang digunakan oleh perpola

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pisau khusus ini digunakan untuk memotong tandan yang telah habis di iris dan tidak dapat lagi dijangkau oleh pisau biasa, perpola menggunakan ujung pisau yang tajam menyerupai pahat untuk mengiris tandan yang telah habis tersebut.

3.4 Proses Ngeria

Sebelum perpola melakukan Ngeria ada beberapa hal yang harus di lakukan oleh siperpola terlebih dahulu yaitu:

1. Menentukan Kesiapan Pohon Aren yang akan disadap

Biasanya perpola akan memperhatikan kesiapan dari pohon aren yang akan disadap melalui membelah buah rirang untuk dicek isinya. Jika isinya sudah menguning berarti pohon aren siap untuk disadap.

Gambar 3.7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Buah Rirang yang sudah dibelah dan isinya berwarna kuning

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

2. Numbuki pola

Tahapan pertama adalah mempersiapkan tangga untuk mempermudah memanjat pohon aren. Selain itu pada tahap numbuki pola akan dipersiapkan pula tempat berdiri di bagian atas pohon aren agar nantinya dapat mempermudah proses penyadapan air Nira. Numbuki pola ini biasa dilakukan ketika tandan bunga jantan aren (buah rirang) baru mekar atau masih muda.

Gambar 3.6

Tangga yang digunakan untuk melakukan kegiatan Ngeria

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

3. Nguir (Jolah-Jole)

Sebelum mememarkan tandan bunga jantan, yang disebut mbal-bal38 dalam bahasa Karo, terlebih dahulu perpola melakukan nguir atau jolah-jole, yaitu mengayun-ayunkan tandan Nira sebanyak mungkin dengan tujuan agar tandan ini semakin elastis (membuka serat atau pori-pori dari tandan tersebut) . biasanya, menurut informan proses jolah-jole ini biasanya sampai dengan 100 atau lebih ayunan. Tujuannya adalah agar tandan tesebut betul betul elastis dan dapat menghasilkan Nira yang banyak. Nguir pola dilakukan ketika bunga jantannya telah mulai berubah warna menjadi kehitaman.Pada proses inilah menurut informan dari Desa Sarimunthe, beliau mulai mengalunkan nyanyian Ngeria berdasarkan isi hatinya.

38 Proses memukul tandan aren untuk membuka serat-serat atau pori-pori dari tandan tersebut agar dapat menghasilkan Nira.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.7

Perpola sedang menguir tandan aren.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.8

Buah Jantan yang masih berwarna kehijauan.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bunga jantan telah berwarna kehitaman

(Dokumentasi Oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

4. Mbal-bal

Setelah nguir/jolah-jole selesai dilakukan, dilanjutkan dengan mbal-bal, yaitu mememarkan bagian tandan dengan cara dipukul. Dalam hal ini perpola

Memukul tandan tersebut dengan sangat hati-hati, tidak terlalu pelan supaya bagian tandan semakin elastis, serta tidak boleh dilakukan terlalu kuat untuk menghindari terjadinya pembusukan pada tandan tersebut.

Gambar 3.10

Pemalbal, Alat yang digunakan pada saat mbal-bal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Gambar 3.11

Perpola sedang melakukan proses mbal-bal pada tandan aren.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

5. Nampul

Nampul adalah proses memotong tandan pola untuk pertama kalinya.

Proses ini dapat dilakukan biasanya setelah tandan Nira telah melewati kurang lebih 3 kali masa perlakuan untuk Nguir/Jolah-jole dan mbalbal, dan biasanya perpola akan melakukan proses tersebut setiap seminggu sekali sampai mencapai 3 atau 4 kali proses. Barulah setelah itu proses

Nampul dapat dilakukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.12

Ilustrasi Proses Nampul pada pohon aren.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Proses ini dilakukan setelah melakukan sekurang-kurangnya 12 kali masa mbal- bal pola hingga tandan pola telah menghamburkan serbuk sari yang berwana kuning.

6. Ndapet atau Ngerengkap

Setelah proses Nampul selesai dilakukan, maka tandan dari pohon aren

yang sudah di potong tersebut akan ditutup dengan daun Sirih hutan yang

biasanya tumbuh liar disekitar pohon Aren tersebut. Namun ada kalanya

juga si perpola mengganti daun sirih tersebut dengan kain-kain, atau

dengan plastik.

Beberapa hari setelah nampul, tibalah masa ndapet ataupun

ngerengkap yang artinya ketika mendatangi pohon aren, sang penyadap

(perpola) telah melihat tanah di bawah pohon aren dibasahi oleh tetesan

air aren39.

39 Wawancara dengan Kukuh Sitepu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.13

Daun sirih yang digunakan untuk menutup tandan Nira

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.14

Tandan yang ditutup dengan menggunakan plastik.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

7. Nongkap

Setelah ngerengkap, lau pola (air Nira) telah siap ditampung dengan menggunakan tabung bambu yang disebut tongkap. Namun pada saat Peneliti melihat langsung kelapangan (melakukan observasi langsung), peneliti melihat tempat penampungan air Nira telah digantikan dengan jerigen yang lebih besar dan dapat menampung lebih banyak air Nira. Dari observasi langsung yang peneliti lakukan, mengapa perpola menggantikan bambu dengan jerigen yaitu karena jumlah air yang ditampung lebih banyak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.15

Tempat penampungan air Nira

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.16

Jerigen penampungan air Nira

(Dokumentasi oleh Agriva Maranata Sinuhaji)

8. Ngeria

Ngeria adalah mengambil air aren yang dilakukan oleh perpola sebanyak dua kali dalam satu hari, yaitu pada waktu pagi dan sore.

Dalam kegiatan Ngeria, perpola melakukan rutinitas yang sangat teratur dan harus dilakukan dalam pengerjaannya, yaitu saat Ngeria di pagi hari dan di sore hari. Rutinitas ini sangat berdampak pada hasil banyaknya Nira yang dihasilkan oleh pohon aren tersebut, dimana ada waktu-waktu tertentu yang harus dilakukan secara rutin, yaitu penyayatan tandan yang harus dilakukan dalam 2 kali dalam sehari, pada pagi hari dan sore hari, dalam penelitian ini informan melakukan penyayatan pada jam 06.30 dan pada sore hari jam 15.00 dan jika tidak dilakukan maka tandan akan sedikit mengeluarkan Niranya atau bahkan bisa saja pohon aren tersebut menjadi mati. Menurut informasi yang didapat oleh peneliti penyayatan harus dilakukan 2 kali walaupun waktunya tidak sesuai namun harus dilakukan demi menjaga banyaknya air Nira keluar.

Setiap pagi dan sore hari perpola akan pergi ke tempat dia bekerja yaitu melakukan kegiatan Ngeria untuk mengambil hasil yang sebelumnya. Setelah sampai diatas pohon aren, perpola akan mengambil air Nira dari atas pohon dengan cara menurunkannya dengan tali dan kemudian perpola akan mulai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengiris lagi tandan yang telah kering, dengan tujuan agar pori-pori dari tandan tersebut kembali terbuka dan dapat menghasilkan air lagi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 3.17

Perpola akan mengambil jerigen yang sudah berisi Nira dari atas pohon Aren

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

3.5 Nilai Ekonomi Pohon Aren

Hampir semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan. Aren atau

enau, adalah salah satu dari sekian jenis palma40, tersebar diseluruh kepulauan

nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 m di atas permukaan

laut. Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur

di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian

pegunungan, dihampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak

menuntut pemeliharaan dan perawatan. Bankan nyaris tidak dipelihara dan

dirawat sebab masih belum dibudidayakan oleh masyarakat.

Bagian-bagian dari pohon aren yang dapat dimanfaatkan juga bernilai

ekonomi tinggi dan paling terkenal adalah Nira, Nira yaitu air yang berasal

dari tandan bunga jantan yang disadap. Nira dapat diolah menjadi alkohol

(tuak, dan lain-lain), cuka dan gula aren. Buah aren dapat diolah menjadi

kolang-kaling, bahan baku untuk berbagai panganan dan industri. Ijuk untuk

bahan baku sapu, brush (sikat), industri tali, pelapis kabel bawah tanah atau

air, atap rumah, penyaringan air dan lain-lain. Daun dapat dibuat atap rumah,

lidi untuk sapu, dan lain-lain. Batang dapat diolah menjadi bahan baku

industri alat-alat pertenunan tradisional maupun meubel (perabotan) dan

40 Tumbuhan palma atau juga disebut tumbuhan palem (pinang-pinangan)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hiasan. Di bagian tengahnya diolah jadi sagu, bahan baku makanan ternak, dan lain-lain. Pelepah daun dapat digunakan untuk kayu bakar.

Di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo ini, masyarakatnya dahulu lebih banyak menjadikan air Nira yang keluar dari tandan diolah menjadi gula merah dan dalam cerita yang beredar air tersebut memang dijadikan sebagai gula merah untuk dijual dan uangnnya untuk membayar hutang yang telah menumpuk, Dapat kita lihat tempat pemasakan air Nira (pola) yang dipakai Bapak Kukuh Sitepu menjadi gula merah.

Gambar 3.18

Gula Merah hasil dari pengolahan Nira.

(sumber : www.Pusatinformasiterbarushare-ya.tk)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.19

Tempat pemasakan air Nira (pola) menjadi gula merah.

(Dokumentasi Agriva Maranata Sinuhaji)

Namun sekarang air yang keluar dari tandan tersebut rata-rata telah diolah menjadi tuak dan mereka langsung memfermentasikan airnya pada saat penampungan diatas pohon aren tersebut, mereka lebih memilih menjadikan tuak dikarenakan lebih efisien dan lebih cepat dalam pemasarannya jadi mereka tidak perlu banyak proses untuk menjualnya. Dibandingkan dengan memuat gula aren yang harus memasaknya terlebih dahulu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 3.20

Nira yang telah difermentasikan menjadi Tuak

(Sumber : Arlinton-hutagalung.blogspot.com)

BAB IV

ANALISIS TEKS DAN NYANYIAN NGERIA

4.1 Analisis Teks Ngeria

Nyanyian Ngeria biasa dilakukan oleh perpola pada pohon Aren ketika akan menyadap Nira (Ngeria). Dalam penelitiannya, peneliti menemukan bahwa penggunaan nyanyian dalam aktivitas Ngeria di Desa Sukandebi yang dilakukan oleh Bapak Kukuh Sitepu ditempatkan pada posisi mulai mengayun-ayunkan

(Njolah-jole) tandan aren yang belum di potong. Proses ini sendiri menurut Bapak

Kukuh Sitepu, dinyanyikan dengan tujuan agar pohon Aren yang dalam hal ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diibaratkan sebagai seorang perempuan, yang bernama Beru Sibo luluh hatinya, dan memberikan Nira yang cukup untuk membuat gula merah dan dapat dijual kepasar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dari keluarga Bapak Kukuh.

Berikut adalah penggalan teks dari nyanyian Ngeria yang dinyanyikan oleh

Bapak Kukuh Sitepu :

Ku jolah joleken me kena beru Sibo

Sampati kena kel aku

Adi la kin sampatindu nggo

Menda mberat bas aku

Belanjaku pe lanai lit

Penukur isapku pe lanai lit

Emaka sampati kel aku beru Sibo

Sampati kel aku

Idahndu ngenda bagenda nge dahinku e pe beru Sibo.

Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras

Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras

Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berikut:

Ku ayun-ayunkanlah kamu beru Sibo

Tolong bantulah aku

Kalau tidak kamu tolong

Sudah pasti susahlah aku

Belanjaku pun tak ada lagi

Untuk beli rokok pun tak ada lagi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Maka tolong bantulah aku beru Sibo

Bantulah aku

Kamu lihatnya begini pekerjaanku ini beru Sibo

Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras

Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras

Dalam teks nyanyian Bapak Kukuh Sitepu kita dapat melihat ikon, simbol, hubungan antara musik dengan teksnya dan makna yang terkandung dari teks tersebut di atas.

Ikon yang kita dapat dari teks nyanyian Ngeria oleh Bapak Kukuh Sitepu adalah:

Ku jolah joleken me kena beru Sibo

(Ku ayun-ayunkanlah kamu beru Sibo)

Dari penggalan teks tersebut beru Sibo-lah yang menjadi ikon, dimana beru Sibo yang dimaksud adalah batang pola yang sedang di balbal.

Dari penggalan teks berikutnya terdapat simbol yang menggambarkan pohon

Aren, yaitu beru Sibo.

Selanjutnya, dari teks nyanyian Ngeria yang dilantunkan diatas, dapat kita lihat hubungan antara musik dengan teksnya, yang berupa penggalan kata.

Adapun penggalan kata dari musik dan teks nyanyian Ngeria adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dari uraian penggalan kata antara musik dengan teks di atas, dapat kita lihat bahwa teks nyanyian Ngeria di atas adalah teks nyanyian yang silabis.

Selanjutnya yang dapat kita perhatikan lagi adalah makna dari teks nyanyian

Ngeria oleh Bapak Kukuh Sitepu, yang berupa makna denotatif atau teksnya yang memiliki arti makna sebenarnya. Dari penggalan teks di atas memiliki makna bahwa perpola bergantung sekali kepada beru Sibo untuk kelangsungan hidupnya.

Dapat kita lihat dari kata adi la kin sampatindu nggo menda mberat bas aku yang artinya kalau tidak kamu tolong sudah pasti susahlah aku, dari perkataan tersebut beru Sibo adalah tempat siperpola untuk mengadu dan perpola percaya atau yakin bahwa beru Sibo dapat membantunya (perpola) dan jika beru Sibo tidak membantunya, perpola mengatakan bahwa sudah pasti dia akan susah dan perpola hanya dapat melanjutkan hidupnya jika perpola dibantu oleh pohon Aren

(beru Sibo).

Teks selanjutnya yang juga memiliki makna denotatif adalah:

Belanjaku pe lanai lit

Penukur isapku pe lanai lit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Emaka sampati kel aku beru Sibo

Sampati kel aku

(Belanjaku pun tak ada lagi)

(Untuk beli rokok pun tak ada lagi)

(Maka tolong bantulah aku beru Sibo)

(Bantulah aku)

Dari teks tersebut kita dapat melihat perpola sudah tidak memiliki uang lagi untuk membeli keperluan sehari-harinya, seperti keperluan belanjanya bahkan untuk membeli rokok. Dari teks emaka sampati kel aku beru Sibo, sampati kel aku, Perpola mengulang kata sampati kel aku yang artinya bantulah aku yang ditujukan kepada beru Sibo. Dapat kita lihat dari pengulangan kata tersebut perpola ingin menekankan bahwa sangat membutuhkan bantuan beru Sibo.

Dari teks yang terakhir kita dapat melihat pemaknaan yaitu:

Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras

Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras

“Tak” yang digambarkan sebagai suara tan41 yang telah dipotong dan

“kasursar ras” adalah, sebagai gambaran untuk bunyi Nira yang jatuh tepat di tengah tongkap42 dan menyebar memenuhi tongkap tersebut.

Peneliti juga menemukan perpola yang saat menyadap pohon Aren, juga menyanyikan nyanyian terhadap pohon Aren yang disadapnya, yaitu Bapak Ramli

Sebayang yang berdomisili di Desa Sarimunthe, kecamatan Munthe, Kabupaten

Karo. Dan bentuk dari nyanyian singkat yang di peroleh peneliti digunakan

41 Berarti tandan dalam bahasa Karo. 42 Tempat penyimpanan Nira dalam masyarakat Karo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebagai penambah wawasan peneliti akan aktifitas Ngeria ini pada masyarakat

Karo.

Adapun bentuk nyanyian yang dilantunkan oleh Bapak Ramli Sebayang adalah sebagai berikut:

O beru Sibo, kubalbal ko

Nembeh aku labo, sada enca ku pindo

Erlau min ko

Dalam bahasa Indonesia, nyanyian diatas dapat diartikan sebagai berikut:

O beru Sibo, kupukul kamu

Bukan aku marah, hanya satu yang kuminta

Berair lah kamu

Berdasarkan nyanyian di atas, perpola tidak menyadari bahwa telah menggambarkan sesuatu di dalam kegiatannya tersebut. Kita dapat melihat ikon, hubungan antara musik dengan teksnya, simbol dan makna yang terkandung dari teks tersebut.

Dari teks yang di lantunkan oleh Bapak Ramli Sebayang selaku perpola, dapat kita lihat perlambangan sebuah ikon, yaitu:

O beru Sibo, kubalbal min ko

(O beru Sibo, kupukullah kamu)

Adanya kata O beru Sibo dalam penggalan kata diatas dapat diartikan bahwa

Beru Sibo adalah ikon dari nyanyian yang dilantukan perpola. Beru Sibo sendiri menurut legendanya diibaratkan sebagai seorang perempuan yang menjelma

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menjadi sebuah Batang Pola43, yang awalnya bertujuan untuk melunasi hutang- piutang abangnya yang sedang dipasung di Desa seberang karena kalah berjudi.

Selanjutnya, dari teks nyanyian Ngeria yang dilantunkan oleh Bapak Ramli, dapat kita lihat hubungan antara musik dengan teksnya, yang berupa penggalan kata. Adapun penggalan kata dari musik dan teks nyanyian Ngeria adalah sebagai berikut:

Dari uraian penggalan kata antara musik dengan teks di atas, dapat kita lihat bahwa teks nyanyian Ngeria adalah teks nyanyian yang silabis dan juga melismatis.

Dari penggalan teks berikutnya terdapat simbol yang menggambarkan pohon

Aren, yaitu beru Sibo. Dalam hal ini beru Sibo adalah pohon Aren yang sedang disadap oleh perpola, perpola meminta Nira dari siberu Sibo, memintanya dengan lemah lembut agar siberu Sibo memberikan Nira yang banyak dan berlimpah untuk perpola.

Kepercayaan akan keberadaan beru Sibo sebagai penghuni dari batang pola telah membuat masyarakat karo khususnya Perpola, mempercayai bahwa untuk

Ngeria dalam satu batang pola mereka harus melakukkannya dengan beberapa

43 Penyebutan Pohon Aren dalam bahasa Karo

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA proses. Termasuk proses menyanyikan atau melantunkan nyanyian seperti yang sudah tertera di atas.

Makna yang tersirat di balik bentuk dan aspek isi dari kata teks nyanyian

Ngeria adalah makna konotatif. Yang menjadikan teks nyanyin Ngeria ini memiliki makna konotatif adalah di bagian:

O beru Sibo, kubalbal ko

Nembeh aku labo, sada enca ku pindo

Erlau min ko

(O beru Sibo, kupukul kamu

Bukan aku marah, hanya satu yang kuminta

Berair lah kamu)

Dari teks di atas, teks nyanyian Ngeria tidak menggambarkan artian yang sebenarnya, melainkan dengan menggunakan makna tambahan. Terutama di bagian ‘O beru Sibo, kubalbal ko’ yang memiliki arti bahwa beru Sibo bukanlah nama orang dalam artian sebenarnya, melainkan sebuah penggambaran dari batang pola yang akan disadap.

4.2 Penggunaan dan Fungsi

Dalam tulisan ini, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Alan P.

Merriam yaitu tentang fungsionalisme. Merriam (1964:228) mengemukakan dua gagasan yang penting diperlihatkan dalam membicarakan musik, yaitu penggunaan dan fungsi (function). Fungsi musik menyangkut apa tujuan penggunaan musik di tengah-tengah masyarakat selaku pemilik musik itu sendiri dan mengapa musik tersebut digunakan dengan demikian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Fungsi musik akan mengacu lebih dalam pada arti musik itu sendiri, sedangkan (uses) penggunaan musik berhubungan dengan (folkways) kebiasaan- kebiasaan memainkan musik, baik sebagai aktivitas masyarakat yang berdiri sendiri atau dalam aktivitas yang lain.

4.2.1 Penggunaan nyanyian Ngeria

Beberapa kelompok masyarakat biasanya menggunakan musik untuk

memenuhi kebutuhan mereka. Herskovits dalam tulisan Merriam (1964:217)

mengatakan bahwa penggunaan musik antara lain dapat dikaitkan dengan

kelembagaan sosial masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan

bahwa perpola melantunkan nyanyian yang bertujuan untuk meminta

pertolongan dari siberu Sibo agar keadaan ekonominya terbantu.

4.2.2 Fungsi nyanyian Ngeria

Dalam penelitian ini fungsi musik yang dimaksud adalah yang

dikemukakan oleh Merriam (1964:222-226) yaitu sedikitnya ada sepuluh

fungsi musik bagi masyarakat pemiliknya yaitu:

1. Fungsi pengungkapan emosional.

2. Fungsi pengungkapan estetika.

3. Fungsi hiburan.

4. Fungsi komunikasi.

5. Fungsi perlambangan.

6. Fungsi reaksi jasmani.

7. Fungsi norma-norma sosial.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara religi.

9. Fungsi kesinambungan kebudayaan.

10. Fungsi pengintregasian masyarakat.

Dalam hal ini tidak semua fungsi musik dapat dimasukkan untuk

menganalisis fungsi dari nyanyian Ngeria. Dari kesepuluh fungsi yang

dikemukakan oleh Merriam, menurut peneliti hanya ada dua fungsi yang dapat

digunakan untuk menganalisis nyanyian dari aktivitas Ngeria, yaitu:

1. Fungsi komunikasi.

2. Fungsi perlambangan.

4.2.2.1 Fungsi Komunikasi

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya komunikasi antara perpola yang sedang mbalbal dengan masyarakat sekitar. Hal ini dikemukakan oleh peneliti karena ketika sedang berada di Desa salah satu informan, peneliti mendengar suara pukulan dari perpola yang sedang beraktifitas di dalam hutan, kemudian bertanya kepada masyarakat Desa tersebut untuk memastikan aktifitas apakah yang sedang terjadi di dalam hutan. Jawaban yang didapat oleh peneliti dari beberapa masyarakat yang menjawab suara tersebut adalah perpola yang sedang mbalbal. Berikut adalah bentuk ritem dari proses mbalbal yang dilakukan oleh perpola:

Catatan: 1. Nada yang terletak di posisi garis bantu bawah pertama digambarkan

sebagai pukulan dalam bunyi “por”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Nada yang terletak di posisi baris keempat dari paranada

digambarkan sebagai pukulan dalam bunyi “tih”.

Dalam hal ini kata “por” yaitu ditujukan pada saat perpola memukul batang pohon Aren dengan tenaga yang penuh, dan “tih” yaitu ditujukan pada saat perpola memukul tandan dari pohon Aren tersebut, namun pukulan pada tandan tidak sekuat pada saat pemukulan pada batang pohon Aren tersebut.

Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa dalam proses nyanyian

Ngeria yang dapat dijadikan sebagai fungsi komunikasinya adalah proses mbalbal.

4.2.2.2. Fungsi Perlambangan

Bagi seorang penyanyi, nyanyian adalah sebuah perlambangan bagi dirinya sendiri. Perlambangan memang sangat berperan penting, karena saat sebuah nyanyian dilambangkan, maka orang lain akan melambangkannya atau menangkap maksud dari sipenyaji jauh lebih dalam dari pada sipenyaji menceritakannya dengan seperti biasa.

Dalam aktifitasnya, perpola menyanyikan sebuah nyanyian yang melambangkan keresahan dalam hatinya tentang ekonomi keluarganya. Perpola selalu melantunkan nyanyian dengan hati yang sungguh-sungguh untuk memohon kepada siberu Sibo, dapat dilihat dari teks nyanyian yang dilantunkan oleh Bapak

Kukuh Sitepu, yaitu sebagai berikut:

Emaka sampati kel aku beru Sibo

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sampati kel aku

(Maka tolong bantulah aku beru Sibo

Bantulah aku)

Perlambangan kata yang diatas dapat memberikan gambaran hidup seorang

perpola. Kata sederhana dapat memberikan makna dalam, hal tersebutlah yang

menjadi dasar mengapa seseorang menggunakan sebuah perlambangan yaitu

untuk menunjukkan maksudnya yang lebih dalam.

4.3 Transkripsi

Transkripsi menurut ilmu Etnomusikologi merupakan proses penelitian bunyi-

bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke dalam

bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Dalam hal ini peneliti ingin

menotasikan melodi nyanyian dari kegiatan Ngeria.

Untuk melakukan transkripsi melodi nyanyian dari kegiatan Ngeria, sesuai

teori dalam Bab I peneliti memilih notasi deskriptif yang dikemukakan oleh

Charles Seeger.

Dalam bab IV ini peneliti memilih untuk menotasikan dan menganalisis

melodi nyanyian Ngeria dengan menggunakan notasi Barat, walau sesungguhnya

melodi yang dihasilkan dari nyanyian Ngeria yang didapatkan peneliti dari

informan tidak sepenuhya sesuai dengan penotasian Barat. Peneliti memilih notasi

Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi dari nyanyian Ngeria secara

grafis atau tertulis sehingga dapat dibaca.

4.3.1 Simbol dalam Notasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Notasi-notasi yang digunakan dalam transkripsi melodi nyanyian Ngeria merupakan simbol-simbol Barat. Berikut ini merupakan beberapa simbol yang digunakan dalam transkripsi nyanyian Ngeria.

1.

Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi.

2.

Merupakan satu buah not setengah yang mempunyai nilai 1 ketuk.

3.

Merupakan satu buah not 1/8 yang mempunyai nilai 1/2 ketuk.

4.

Merupakan satu buah not 1/16 yang mempunyai nilai 1/4 ketuk.

5.

Merupakan tanda diam yang mempunyai nilai 1 ketuk.

6.

Merupakan tanda diam yang mempunyai nilai 1/4 ketuk.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7.

Merupakan tanda diam yang mempunyai nilai 1/2 ketuk.

4.3.2 Tangga Nada (Scale)

Tangga nada atau scale yang dimaksud dalam skripsi ini adalah nada-nada yang dipakai dalam nyanyian Ngeria yang berkaitan dengan melodi.

Dalam mendeskripsikan tangga nada, peneliti mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam melodi nyanyian tersebut, yaitu mulai dari nada yang terendah sampai nada yang tertinggi berdasarkan pemakaian nada.

Dalam notasi ini, peneliti menggambarkan tangga nada nyanyian Ngeria oleh

Bapak Kukuh Sitepu.

Berdasarkan tangga nada yang dipakai dalam nyanyian Ngeria di atas, peneliti melihat bahwa nada yang paling rendah adalah nada E dan nada yang tinggi adalah nada G.

4.3.3 Nada Dasar (Pitch Center)

Dalam menentukan nada dasar dalam nyanyian Ngeria ini, peneliti menggunakan tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Nettl dalam bukunya Theory and Method in Etnomusikology (1963:147), yaitu sebagai berikut.

1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering

muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi

musik.

2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada

dasar, meskipun jarang dipakai.

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian

tengah komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas

tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun

posisi tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai

patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,

sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh

dianggap lebih penting.

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai

sebagai patokan tonalitas.

7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai system

tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas.

Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya

adalah pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut

(terjemahan Marc Perlman 1963:147).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan melihat ketujuh kriteria di atas, maka dapat diuraikan nada dasar

pada nyanyian Ngeria ini adalah seperti berikut.

Dari kriteria-kriteria yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya

Theory and Method in Etnomusikology (1963:147), peneliti melihat

pernyataan ketiga dan peneliti sepakat untuk menjadikan patokan nada dasar

pada nyanyian Ngeria, maka nada dasar dari nyanyian Ngeria dalam tulisan

ini yang paling mendekati adalah nada dasar C.

4.3.4 Wilayah nada

Wilayah nada dapat didefiniskan yaitu sebagai rentang antara nada yang terendah sampai yang tertinggi yang digunakan dalam sebuah musik, terutama yang berkaitan dengan melodi. Wilayah nada ini juga selalu diartikan dalam istilah musik dengan range.

Wilayah nada nyanyian kegiatan Ngeria dapat kita lihat pada gambar dibawah, berikut adalah nada yang terendah hingga tertinggi.

Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan dalam nada dasar C, nada terendah terdapat pada nada E, dan nada tertinggi terdapat pada nada G’.

4.3.5 Jumlah Nada

Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik, nyanyian ataupun Komposisi. Berikut adalah jumlah nada yang dipakai dalam nyanyian Ngeria oleh Bapak Kukuh Sitepu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

36 25 4 1 2 1

Dengan demikian, jumlah nada yang dipakai paling sedikit dalam nyanyian

Ngeria di atas, adalah nada C dan G’ yang sama-sama berjumlah satu nada.

Sedangkan jumlah nada terbanyak ditemukan pada nada E yang berjumlah tiga puluh enam nada.

4.3.6 Pola Kadensa

Pengertian kadensa adalah pergerakan nada akhir dari suatu frasa lagu. Pola kadensa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu semi kadens (half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai dan memberi kesan adanya gerakan ritme yang lebih lanjut. Sedangkan kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat diakhir frase yang terasa selesai sehingga pola kadens seperti ini tidak memberikan kesan untuk menambah gerakan ritem.

Dilihat dari pergerakan nada akhir (pola kadensa) dari frasa nyanyian

Ngeria di atas, nyanyian tersebut termasuk dalam kadens penuh (full cadence).

4.3.7 Formula Melodik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Formula melodi yang akan dibahas dalam tulisan ini meliputi bentuk, frasa dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi dan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi.

William P. Malm mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam

menganalisis bentuk, yaitu:

1. Repetitif yaitu bentuk nyanyian yang diulang-ulang.

2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil

dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan

nyanyian.

3. Strophic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks

nyanyian yang baru atau berbeda.

4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan

pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.

5. Progresive yaitu bentuk nyanyian yang terus berubah dengan

menggunakan materi melodi yang selalu baru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan formula melodi di atas, bentuk nyanyian di atas termasuk dalam kategori strophic, yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks nyanyian yang baru atau berbeda.

4.3.8 Kontur

Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam Irawan 1997:

85), yang dapat dibedakan beberapa jenis kontur, yaitu:

1. Ascending, yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada

yang lebih tinggi. seperti tampak pada gambar dibawah:

2. Descending, yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke

nada yang rendah. seperti tampak pada gambar dibawah:

3. Pendulous, yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari (a) nada yang

rendah ke nada yang tinggi, kemudian kembali ke nada yang rendah atau

dari (b) nada yang tinggi ke nada yang rendah, kemudian kemali ke nada

yang tinggi. Seperti tampak pada gambar dibawah:

(a) (b)

4. Teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga

dari nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar, seperti

tampak pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5. Statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakan-gerakn

intervalnya terbatas. Seperti tampak pada gambar dibawah:

Dari jenis-jenis kontur yang tertera diatas, dalam nyanyian Ngeria terdapat alur, yaitu:

1. statis

2. Pendulous

3. Teracced

4.3.9 Analisis ritem

1. Tempo : 49

2. Meter : 4/4

Peneliti menentukan bahwa nyanyian Ngeria yang dinyanyikan memiliki tempo 49 dengan birama 4/4 setelah diukur dengan menggunakan metronom.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Adapun bentuk ritem dari pukulan (mbalbal) yang dilakukan ketika praktik kegiatan Ngeria adalah sebagai berikut:

Pola ritem di atas bersifat berulang dengan kecepatan pukulan (tempo) yang semakin lama semakin cepat dan pada waktu-waktu tertentu kecepatan pukulan

(tempo) berubah menjadi lambat. Dengan kata lain, pola ritem mbalbal yang dilakukan oleh perpola bersifat free-meter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nyanyian Ngeria 1.

M.M = 49

Perpola: Kukuh Sitepu

Rekaman: Desa Sukandebi, Kamis, 8 Maret 2016, Pukul 15.48 WIB.

Catatan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Nyanyian ini diambil peneliti dari Desa Sukandebi, yaitu oleh Bapak

Kukuh Sitepu yang kegiatannya sehari-hari adalah seorang petani. Selain

itu beliau juga pernah melakukan kegiatan sebagai seorang perpola.

2. Kata yang terdapat di atas, yaitu Tak kasursar ras kasursar ras kasursar

ras kasursar ras Tak kasursar ras kasursar ras kasursar ras kasursar ras,

merupakan kata yang tidak memiliki nada dan disebutkan ketika perpola

selesai melantunkan nyanyiannya.

Nyanyian Ngeria

M.M = Free Meter

Perpola: Ramli Sebayang

Rekaman: Desa Sarimunthe, Sabtu, 21 Mei 2016. Pukul 23.36 WIB.

Catatan:

1. Nyanyian Ngeria ini diambil dari Desa Sarimunthe yang dinyanyikan

oleh Bapak Ramli Sebayang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pohon aren (Batang Pola) adalah pohon yang dimanfaatkan masyarakat

Karo terkhusus perpola untuk diambil Niranya. Dimana Nira tersebut dapat diolah kembali menjadi gula merah atau Gula Batak untuk dijual. Namun, pada masa sekarang Nira yang berhasil disadap dari batang pola lebih banyak di olah kembali menjadi tuak44 karena dianggap lebih menguntungkan.

Di dalam praktiknya Perpola akan selalu melakukan aktifitas Ngeria sebanyak dua kali dalam sehari dan dilakukan pada pagi hari (sekitar pukul enam pagi) dan sore hari (sekitar pukul empat sore). Bagian pohon aren yang di sadap

44 Minuman beralkohol tradisional yang berasal dari fermentasi Nira.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA oleh perpola adalah tandan yang terdapat pada pohon atau masyarakat setempat menyebutnya tanna (digambarkan sebagai tangan dari si Beru Sibo).

Ngeria memerlukan keterampilan yang khusus, kesabaran dan ketekunan.

Perpola akan selalu naik dan turun melalui sebuah batang bambu yang di lubangi sedemikian rupa sebagai tangga dan tempat pijakan perpola.

Pada saat naik dan turun, jempol kaki kiri dan kanan yang menjadi tumpuan pijakan di lubang bambu tersebut, sehingga tidak jarang jika kita perhatikan jempol kaki perpola akan berbentuk lebih besar, sedikit melebar, dan kulitnya terlihat kasar dan keras.

Dalam prosesnya, kegiatan Ngeria yang dahulu dilakukan oleh Bapak

Kukuh Sitepu memiliki kearifan lokal yang dapat diterapkan terhadap kehidupan nyata, yaitu Bapak Kukuh Sitepu memperlakukan pohon aren yang disadapnya seperti seorang manusia. sebelum beliau melakukan Ngeria, beliau akan membersihkan sekitar dari pohon aren tersebut terlebih dahulu, kemudian beliau akan membersihkan bagian sekitar tan dari batang pola yang akan di riai45.

Dalam Kegiatan Ngeria khususnya di Desa Sukandebi, Kecamatan Naman

Teran, Kabupaten Karo terlihat jelas memilki kearifan lokal yang begitu positif.

Namun jika sebuah mitos tersebut dibandingkan dengan analisis yang logika maka akan banyak timbul pertanyaan yang sangat berbanding terbalik. Perpola dalam hal ini yaitu Bapak Kukuh Sitepu memiliki kepercayaan, yaitu jika pohon aren diperlakukan selayaknya manusia (Beru Sibou) maka pohon aren tersebut akan

45 Riai adalah kata kerja yang sama artinya dengan Ngeria dalam bahasa Karo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memberikan air Nira (pola) yang cukup dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan ekonomi keluarga.

Dilihat dari Beberapa informan yang memberikan informasi kepada peneliti tentang cerita dari beru Sibo ini, dapat ditemukan beberapa hal yang mirip mengenai cerita mereka tentang nyanyian Ngeria. Beberapa hal yang mirip itu yaitu dimana mereka pasti memberikan cerita tentang bagaimana kehidupan mereka, bagaimana menderitanya mereka dalam kehidupannya sehari-hari, begitu kekurangannya mereka dalam kebutuhan mereka, dan tujuan mereka menceritakan itu terhadap beru Sibo adalah agar beru Sibo tersentuh dan dia dapat memberikan pola nya atau Niranya.

5.2 Saran

Peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan terbuka peneliti bersedia untuk diberikan saran atau kritik yang membangun dan tidak menjatuhkan agar tulisan ini lebih baik lagi.

Peneliti juga ingin memberikan saran kepada masyarakat Karo agar kiranya tetap memelihara dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada, baik seni musik, seni vokal dan seni tari yang terdapat di sekitar terutama yang memiliki umur yang muda agar mencintai budayanya masing-masing, Karena

Budaya Kita Sangat memiliki nilai yang luhur bagi kita.

Peneliti juga melihat bahwa kebudayaan Karo sudah semakin hilang seiring dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Karo mari kita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sama-sama menunjukkan dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang kita miliki sebagai identitas kita yang cinta terhadap budaya yang kita miliki.

Demikian tulisan ini diselesaikan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membaca agar menjadi pengetahuan dan sumber informasi khususnya bagi masyarakat Karo dan ilmu Etnomusikologi.

DATA INFORMAN

1. Nama : Kukuh Sitepu

Umur : 85 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Sukandebi, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten

Karo

2. Nama : Ramli Sebayang

Umur : 65 Tahun

Pekerjaan : Penggembala ternak

Alamat : Desa Sari Munthe, Kecamatan Munthe, Kabupaten Karo

3. Nama : Tammen Sipayung

Umur : 47 Tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pekerjaan : Perpola ( Pengrajin Nira)

Alamat : Desa Namo Pinang, Kecamatan Namorambe, Kabupaten

Deli serdang

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (tidak tercantum) . Sejarah Karo : Seni Musik Karo. [online]. Tersedia :

www.sejarahkaro.blogspot.co.id [diakses : 28 Maret 2016]

Banjarnahor, Erni Junita. (2014). Tangis Beru Sijahe di Desa Sukaramai,

Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Phakphak Bharat: Kontinuitas dan

Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual dan Musikal. Medan: Departemen

Etnomusikologi, FIB USU (Skripsi Sarjana).

Ginting, Tetty Silva. (2012). Analisis Struktur Musikal, Fungsi Sosial, dan

Budaya Didong Doah Bibi Sirembah ku Lau pada masyarakat Karo di

Berastagi. Medan : Departemen Etnomusikologi, FIB USU ( Skripsi

Sarjana).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Anthropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Leo Joosten Ginting dan Kriswanto GInting. (2014). Tanah Karo: Selayang

Pandang. Edisi Pertama. Medan: Bina Media Perintis.

Limbeng,Julianus. (2009). Lima Serangke dan Pembelajaran Tari Karo. [Online].

Tersedia : http://xeanexiero.blogspot.co.id [diakses : 28 Maret 2016].

Malm,William P. 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New

Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa

Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur

Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan:

Universitas Sumatera Utara Press.

Manik, Marliana. (2013). Analisis Fungsi, Tektual, dan Musikal Tangis Simate

Suatu Genre Nyanyian Ratapan dalam Konteks Kematian Pada Kebudayaan

Masyarakat Pakpak-Dairi di Desa Siompin Aceh Singkil. Medan:

Departemen Etnomusikologi FIB USU (Skripsi Sarjana).

Merriam, Alan P. (1964). The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern

Univercity Press.

Nettl, Bruno. (1963). Theory and Methode in Ethnomusicology. Newyork: The

Free Press Of Glencoe.

Poerwadarminta, W.J.S. (ed.), (1965). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Purba, Kezia. (2014). Analisis Musikal dan Tekstual Marsialop Ari Karya

Taralamsyah Saragih. Medan: Departemen Etnomusikologi, FIB USU

(Skripsi Sarjana).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Purba, Linfia Sonia. (2015). Analisis Tekstual dan Musikal Lagu Inggou

Parlajang karya Taralamsyah Saragih. Medan : Departemen

Etnomusikologi, FIB USU (Skripsi Sarjana).

Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der

Musikinstrumente.” Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga

terjemahannya dalam bahasa Inggris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel,

1992. “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines

dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers

(ed.). New York: The Macmillan Press.

Tarigan, Sarjani. (2009). Sekilas Sejarah Pemerintahan Tanah Karo Simalem.

Edisi Pertama. Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA