BumSubdah makuan belum?

A G U S T U S 2 0 2 0 | V O L I I S S U E 5 Tim

Redaksi: Rizkie Nurindiani (@eatymologist) Nurlina Maharani (@myfoodventurist)

Kontributor: Hezti Insriani (@insrianihezti) Sinta Dwi (@suwintaa) Astrid Reza (@_astridreza) Nuran Wibisono (@nuranwibisono) Muslimah (@rumah_tambora) Corry Weliza Weny (@corrywey) Ismi Rinjani Adriani (@ismi_rinjani) Annisa Maghfira Adriani (@annisamaghfira) Rachma Safitri (@rachmasafitri)

B U M B U M A G Z Food Notes

Setiap orang memiliki kenangan yang terkait erat dengan suatu hidangan. Bisa jadi itu kudapan murah-meriah di masa kecil, atau makanan mewah di suatu masa, atau jajanan praktis kala merantau. Butir-butir kenangan kerap tersimpan dalam makanan tanpa kita sadari. Ketika hadir kembali, makanan memicu kenangan.

Kenangan yang muncul tak hanya sebatas ingatan saat kita memakannya. Rasa, tekstur, aroma, hingga bentuk, kesemuanya seolah membawa kita kembali ke tempat dan suasana kala itu. Bahkan, pada perasaan dan emosi yang lebih dalam, yang terkubur di bawah sadar.

Edisi kali ini, Bumbu ingin mengajak kita untuk menjelajah ruang dan waktu melalui makanan dan kenangan yang menyertainya. Momen terpicunya kenangan sering dikenal dengan "Proustian Moment", ada pula yang menyebutnya "gastro-nostalgia". Bumbu kali ini berisi tentang kenangan yang muncul akibat warna-warna es di pinggir jalan, hangatnya wedang ronde di malam hari, hingga menu masa kecil yang berkembang menjadi comfort food.

Tak dipungkiri, makanan dapat membuka pintu-pintu kenangan. Kisah- kisah tentangnya, atau justru bagaimana kita berusaha mengulang memori itu, menjadi menarik dan membuat kita terhubung pada kenangan kita sendiri. Selamat mengenang!

@ E A T Y M O L O G I S T @ M Y F O O D V E N T U R I S T

1 B U M B U M A G Z daftar isi Brambang Asem 21 Sepulang Sekolah @myfoodventurist Seporsi Hawaii di Jember 24 @nuranwibisono Food Notes Srikaya Dae 1 28 @rumah_tambora Es Mambo dan Masa Memanggil Kenangan: 3 Kecil yang Penuh Warna 31 Singgang Makwo Tinggi @eatymologist @corrywey Mesere Ayam Quote 6 di Sudut Pegayaman 34 @myfoodventurist Bekal Sekolah Wedang Kembang Tahu Ronde 35 @eatymologist 9 Penghangat Persaudaraan @insrianihezti 38 Bakmoy dan Mantan Pacar Krisis Identitas @myfoodventurist 11 di Sepiring Setangkup Surabi @suwintaa 41 dalam Memori Sudi Mampir @ismi_rinjani 15 @_astridreza Mama Tika dan Memori 45 Makanan Pelipur Lara Merindu Sirup Jaman Dulu @rachmasafitri 18 @eatymologist

2 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 ES MAMBOM O Z A I K dan masa kecil yang penuh warna

Teks dan foto: @eatymologist

Rumah Eyang terletak di tepi jalan raya antar kota, Magelang-Semarang. Letak rumahnya berseberangan dengan Yon Armed, sementara di belakang rumah terdapat perkampungan yang cukup padat. Karena letaknya strategis, dan memang Eyang memiliki hobi jualan, beliau mengubah sebagian rumahnya menjadi toko kelontong kecil-kecilan. Toko kelontong sederhana ini menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari. Mulai dari alat tulis, sandal jepit, hingga camilan murah dan meriah. Namun satu hal yang menempel jelas di ingatan adalah satu termos es berisi es mambo aneka rasa.

Ketika kecil, aneka warna es mambo ini merupakan kenikmatan istimewa bagi saya, terutama ketika hawa sangat panas. Es mambo yang saya maksud di tulisan ini kebanyakan merupakan jajanan es yang berbasis air dan sirup, bagian dari keluarga es lilin. Dulu ada beberapa jenis kemasan es lilin ini. Ada yang langsung ditusuk dengan stik kayu, ada yang dipotong-potong dari satu es yang sangat panjang dan baru ditusuk dengan tusuk sate, dan ada pula yang dijual dalam kemasan plastik kecil memanjang.

3 B U M B U M A G Z Es lilin yang ditusuk stik, sering disebut sebagai es di bagian atasnya diikat dengan potongan karet kado, biasa dijual dengan gerobak kecil. Seringnya sehingga seperti dikucir (ikat rambut). mangkal di depan sekolah-sekolah. Sementara es lilin yang dibungkus plastik (atau es mambo) dijual Sebenarnya, awal dari es mambo warna-warni ini di warung-warung atau kantin, di dalam termos es berakar pada es lilin tradisional yang berasal dari yang cukup besar. Rasanya pun berbeda. Yang Bandung, yang sudah ada sejak tahun 1950-an. ditusuk stik biasanya rasanya lebih creamy, karena Pilihannya saat itu cukup sedikit dan bahan ada campuran santan, dan yang dibungkus plastik dasarnya pun sebatas santan dan air kelapa rasanya murni manis sirup. Saya dulu biasa makan hingga kacang hijau. Dari Bandung, es lilin yang jenis plastik kecil memanjang ini: es mambo. menyebar karena mudah dibuat. Baru di sekitar tahun 1980-an, es aneka warna berbahan dasar Jualan Eyang yang selalu habis seakan menjadi sirup ini bermunculan dan mendapat tempat bukti betapa es ini sangat digemari oleh anak- istimewa di kalangan anak-anak pada masa itu. anak. Selain karena lebih terjangkau dibandingkan es krim yang terasa "mewah" di masa itu, pilihan Sayang, Ibu tak mudah membolehkan anak- warna es mambo begitu menggairahkan seorang anaknya menikmati es mambo. Ini membuatnya anak dan dapat membuatnya bingung memilih. makin istimewa di masa kecil saya. Satu-satunya Karena bahan dasarnya sirup, tentu saja warnanya kesempatan (cukup) bebas menikmati es mambo menyala: ada merah, ungu, oranye, hingga hijau. hanyalah ketika kami berkunjung ke rumah Eyang di Magelang. Bagi Ibu, es mambo Eyang terjamin Walaupun, ada juga es mambo ini yang berbahan kebersihannya. dasar non-sirup, yang juga dijual Eyang. Bahan dasarnya rujak, tapi saat itu kami menganggapn ya Kami biasa datang dan berebut membuka termos es orang dewasa, karena rasanya tidak ramah es di warung, lalu memilih warna yang kami suka. anak. Di kediaman Eyang yang tinggal di Sragen, Kalau yang dicari tak ada, kami lantas menyerbu es semacam ini justru diberi nama es kucir, karena kulkas dan memilih langsung dari freezer-nya.

4 B U M B U M A G Z Eyang menaruh stok es mambonya di sana. saya tak menaruh perhatian lebih pada sesosok es mambo yang sederhana, atau tergerus oleh Ibu sering bercerita, ketika Ibu masih kecil dan persaingannya dengan es krim yang semakin hari belum ada freezer, Ibu-lah yang bertugas pergi ke semakin "murah", meski tak akan menyaingi es pabrik es untuk membekukan calon-calon es mambo. mambo itu. Sepedanya sampai berkarat karena tetesan air dan campuran garam untuk Lalu menjadi dewasa, saya semakin jarang melihat membekukan es, dari es mambo yang Ibu bawa. es mambo jaman dulu ini. Es mambo berubah menjadi es lilin modern yang dikemas dengan Ketika pulang dari rumah Eyang, kami selalu cantik dan harganya terkadang lebih mahal dari es dibekali 2-3 es mambo untuk setiap anak. Es krim. Kemasannya menggunakan stik dan plastik. mambo yang kemudian kami simpan di kulkas Es lilin tradisional menjadi mewah, dengan rasa- rumah, dan dikeluarkan di saat spesial. rasa jaman dulu: kacang hijau, kacang merah, hingga inovasi seperti rasa jagung, buah-buahan Makin besar, kami mulai membuat es mambo dan lapisan coklat. sendiri. Isinya tentu bukan sirup, tapi sesuka hati. Saya suka membuat es mambo berbahan dasar Sekitar dua tahun yang lalu, saya kembali melihat teh manis, susu putih dan susu coklat. es mambo sederhana yang mirip dengan yang saya suka di acara sekolah keponakan saya. Perlahan tapi pasti, seiring saya tumbuh menjadi Hanya saja, es mambo ini pun sudah mengalami remaja, es mambo mulai menghilang. Entah upgrade kualitas. Bahan dasarnya bukan lagi sirup karena saya tak lagi berminat dengannya sehingga yang manis, namun susu dan Dancow. (*)

5 B U M B U M A G Z M O Z A I K Mesere Ayam di Sudut Pegayaman

Teks: @myfoodventurist Bagi saya, perbedaan ini tidak untuk dihindari, Foto: @eatymologist meski tak semua makanan yang cocok dengan lidah saya. Ketika menemukan jenis hidangan Sejauh pengalaman saya berkunjung yang baru, saya pasti akan mencicipinya dan menikmati kuliner di berbagai terlebih dahulu baru diputuskan suka atau tidak. Ini juga yang terjadi ketika saya tinggal selama wilayah , bisa dikatakan ragam lebih dari dua minggu di Desa Pegayaman, suatu kuliner ini teramat banyak dan tak dapat dataran tinggi di sebelah utara Bali untuk dihitung dengan jari. Ada yang mirip penelitian bersama teman-teman kuliah. dengan yang saya temui di daerah tempat tinggal saya dengan nama yang Selama tinggal disana, berbagai jenis makanan berbeda, namun lebih banyak yang jauh saya coba dan kebanyakan dari menu lauknya berbeda. masih saya ingat betul sampai saat ini, baik rasa, tekstur maupun kesan yang tertinggal setelah

6 B U M B U M A G Z memakannya. Meski begitu, ada salah satu lauk Olahan mesre’ memang termasuk praktis dan yang paling menempel dalam memori saya. fleksibel, dengan bumbu bawang merah putih, Hidangan ini menggunakan bahan dasar daging cabai, garam, terasi, sereh dan daun jeruk limau. ayam bagian dada yang disuwir cukup halus, Rupanya, alasan utama hadirnya mesre’ dalam dibumbui pedas merah terang dan dimasak cukup hari-hari kami adalah proses pengolahan yang kering namun tetap sedikit berminyak. Orang cenderung singkat dan bisa awet beberapa hari setempat menyebutnya mesre’, atau mesere. dalam sekali masak. Rasanya yang pedas gurih pun cukup cocok dipadu dengan aneka lauk lain. Bu Manun, ibu tetangga pondokan tempat saya tinggal selama di Pegayaman kerap kali memasak Sepintas mesre’ ini mirip abon ayam pedas, menu ini sebagai bagian dari lauk makanan kami namun tidak sekering abon. Bukan pula seperti sehari-hari. Beliau memang kami beri wewenang ayam sisit khas Bali yang cenderung basah

untuk mengurus makanan tiga kali sehari, bersambal dan lebih tebal dagingnya. Saya sehingga apapun yang dimasak beliau akan pribadi lebih cocok menganggap mesre’ ini ayam menjadi menu kami. Masakan Bu Manun khas suwir pedas, dan teksturnya yang kering masakan Bali, didominasi masakan dengan memberikan variasi pada proses makan. Menurut bumbu yang “tebal” dan citarasanya kompleks. Bu Manun, mesre’ ini bisa dibuat dari ayam atau daging sapi. Namun, pada daging sapi butuh Karena tak pernah ada permintaan khusus dari proses lebih lama terutama untuk melunakkan kami, selain yang aman untuk dikonsumsi daging dan menyuwirnya. semuanya, Bu Manun bebas mengatur dapurnya. Dan ini berdampak pada hadirnya menu mesre’ Selain alasan lebih ekonomis dengan daging yang (terlalu) sering disajikan. Sampai-sampai, ayam, tekstur daging sapi bila digoreng kami merasa bahwa lauk ini merupakan ikon sejenak sebelum dibumbu akan cenderung liat penelitian kami pada waktu itu. dan sedikit keras ketika dingin. Berbeda dengan

7 B U M B U M A G Z daging ayam yang lebih mudah disuwir serta tidak terlalu liat mengeras ketika dingin. Ini saya pelajari ketika kami bergiliran membantu Bu Manun memasak setiap harinya.

Sepulang dari Pegayaman, mesre’ adalah menu makanan yang sampai sekarang belum pernah saya temukan lagi di Pulau Jawa. Sudah 13 tahun berlalu sejak saat itu, dan saya bahkan tidak berusaha mencari atau sekedar kangen, hingga berniat memasak sendiri. Mesre’ benar-benar hanya menjadi menu makanan yang hanya saya nikmati selama dua minggu lebih ketika tinggal di sana.

Meski saya bisa saja membuat sendiri di rumah kalau mau, namun ada hal yang tak bisa saya temukan jika membuat mesre’ sendiri, yaitu aroma dapur Bu Manun di Pegayaman. Lagipula, tampaknya saya memulai perkenalan dengan mesre’ dengan terlalu intens, sehingga ada kesan rasa ’jenuh’ dan sedikit bosan yang kuat menempel di benak saya akibat pengalaman itu. Mesre’ sungguh enak, lezat lagi praktis – tapi saya ragu jika saya bilang merindukannya lagi. (*)

8 B U M B U M A G Z M O Z A I K Wedang Kembang Tahu Ronde Penghangat Persaudaraan Teks dan foto: @insrianihezti

Setahun yang lalu, ketika global katastropi Pilihan saya bergeser. Tidak lagi pada belum melanda, saya berkunjung ke kota sekedar wedang kembang tahu, namun Bandung untuk urusan pekerjaan. Meski wedang ronde jahe campur kembang demikian, mengingat saya memiliki tahu. Berada di kawasan Pecinan, wedang sepupu yang bekerja di Bandung, saya ronde ini seakan kembali ke akarnya sempat bertemu sepupu untuk menikmati sebagai kuliner yang berasal dari Cina. suasana kota Bandung di malam hari. Wedang ronde yang saya temui di Pada suatu malam pada kurun Bandung isiannya sangat sederhana, kedatangan saya yang pertama, sepupu tidak seheboh yang saya temui di Jogja saya menawarkan untuk berkeliling kota maupun Salatiga. Bandung. Di sanalah saya bertemu wedang ronde yang tak seperti di kota Sejauh pengetahuan saya, wedang ronde tempat saya tinggal. memang berawal dari minuman di Cina yang bernama . Meski begitu, Di kota saya, ronde sudah begitu lebur menurut sejarahnya rasa tangyuan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat ini lebih cenderung di manis saja. Rasa Jogja. Penjual ronde dapat ditemukan di rempah seperti jahe dan gula Jawa pinggir-pinggir jalan, berjualan dengan merupakan paduan rempah yang muncul gerobaknya. Ini berbeda dengan yang setelah masuk di Jawa. Hingga saat ini, saya temui malam itu di kota Bandung. wedang ronde yang saya temui makin beragam. Seperti contohnya di Salatiga, Meski Bandung memiliki ragam kuliner isiannya lebih beragam dari yang saya khas yang menarik hati, malam itu saya temui di Jogja. Hampir seperti justru mengajak sepupu saya untuk karena ada manisan jeruk, sagu delima, mengunjungi kawasan Pecinan. Kami pun manisan tangkweh, hingga rumput laut di keliling Pecinan, sambil mencari wedang dalamnya. kembang tahu. Saya ingin sekali minum wedang kembang tahu yang konon Meski begitu, sama seperti wedang ronde terkenal di Bandung. Akhirnya kami di mana pun, rasa jahe tetap kuat. Wedang menemukan kedai yang menjual swieke ronde jahe campur kembang tahu yang dan wedang kembang tahu. malam itu saya pesan memiliki rasa jahe

9 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 yang dominan dalam kuahnya. Selain juga memiliki isian yang sederhana dengan bulatan-bulatan ronde warna-warni berisi rasa yang kuat di jahenya. Hanya butiran kacang tanah, kembang tahu berwarna ronde yang kenyal dan kembang tahu yang putih dengan terkstur yang sangat lembut di lembut. Saya pun kembali menikmati mulut ditambahkan sebagai pelengkap. kehangatan kuah jahe dengan kelembutan Wedang ronde jahe campur kembang tahu kembang tahu yang dilengkapi bulatan itu membekas dalam ingatan lidah saya. ronde.

Pada kunjungan ke Bandung berikutnya, Kuah wedang yang kami minum di malam sekitar satu bulan setelahnya, saya masih yang dingin kala itu tidak hanya terkenang oleh kenikmatan wedang ronde menghangatkan tubuh kami, tetapi juga jahe campur kembang tahu di Pecinan. menjadi media penghangat perbincangan Awalnya kami berencana kembali ke kedai tentang kehidupan. Suasana kedai yang yang sama, namun entah kenapa sepupu tidak ramai memungkinkan kami untuk saya kemudian mengajak saya untuk berbincang-bincang lebih lama. menikmati wedang ronde di tempat yang lain yang menurutnya lebih terkenal. Ia Mengakhiri pembicaraan kami malam hari membawa saya ke tempat minum itu sepupu saya berharap saya bernuansa lawasan yang telah berdiri sejak memiliki kesempatan untuk suatu waktu 1986, di salah satu cabang kedai Ronde berkunjung lagi ke Bandung. Ia berjanji jika Jahe Gardujati. Ada yang mengenalnya? saya memiliki kesempatan berkunjung ke Tentu saja, jajanan yang banyak disajikan Bandung lagi maka dengan senang hati ia di sana pun jajanan lawasan. akan membawa saya menikmati wedang tahu ronde, wedang penghangat Mirip dengan yang saya nikmati pertama persaudaraan. Kali itu, mungkin di kedai kali, wedang tahu ronde yang saya pesan wedang ronde yang lain lagi. (*)

1 0 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 M O Z A I K

Krisis Identitas di Sepiring Babi Kecap Teks dan foto: @suwintaa

Sebagai salah satu dari dua siswa non-muslim di sekolah dasar, saya belajar untuk mengucapkan kata ‘babi’ secara hati-hati, kalau perlu, sebut saja dengan B2. Akan tetapi, saya tidak bisa menghindari komentar teman-teman saya: “Kamu makan babi, ya? Haram dong.”

Seperti yang kita tahu, babi memang merupakan salah satu hewan yang diharamkan dalam agama Islam untuk dimakan. Dan, status haram ini sering merembet ke mana-mana – tak hanya sebatas hal makanan saja. Akibatnya, seperti ditulis di atas, untuk menyebutnya pun kerap harus disamarkan menjadi kata be-dua (B2). Teks dan foto: @eatymologist

1 1 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Meski di agama saya sendiri mengonsumsi babi jam enam pagi sebelum daging-dagingnya ludes ini tak berbeda dengan mengonsumsi sapi atau dibeli orang. Sekarang, bisnis pemotongan ayam, tapi mendengar komentar-komentar pedas daging babi sudah merambah transaksi daring. seperti itu, mau tidak mau membuat saya sangsi Setidaknya terdapat dua bisnis pemotongan setiap kali Ibu memasak babi kecap. Konsep daging babi daring melalui Instagram. Pembeli tentang makanan haram di waktu saya kecil bisa memesan daging babi sehari sebelumnya, menjadi problematis karena di masa SD, kita lalu diambil di hari berikutnya. Saya pun ikut semua ingin diterima oleh kelompok bermain mencoba moda ini, dan walaupun terkesan kita, bukan? Dengan pemikiran demikian, alhasil seperti membeli kucing dalam karung, hal ini saya saya merasa agak ragu ketika Ibu membuat anggap sebagai sebuah perkembangan di dunia hidangan semacam babi kecap. Saya tidak mau perbabian Jogja. menjadi haram! Bagaimana jika teman-teman tahu saya makan babi kemarin? Seperti itu yang Setiap kali Ibu memasak babi kecap, bau yang selalu saya bayangkan waktu kecil. Padahal, paling kentara adalah bunga lawang dan apabila hidangan ini disajikan di meja makan, itu cengkeh. Dua dari beberapa rempah-rempah Ngo artinya Ibu sedang tidak malas belanja ke Pasar Hiong yang menjadi bumbu dasar Babi Kecap. Pathuk, tempat di mana banyak bahan masakan Potongan daging Samcan alias bagian perut Cina bersumber di Jogja. Karenanya, meski menjadi keharusan, karena bagian ini punya bukan hidangan yang disajikan di acara-acara proporsi lemak dan daging yang pas. Tidak ada tertentu, Babi Kecap di rumah kami masih terasa resep baku untuk babi kecap kecuali bumbu Ngo cukup spesial. Hiong, dan tiap keluarga punya rahasianya masing-masing. Beberapa dekade yang lalu, hanya di Pasar Pathuk dan Pasar Kranggan kami bisa membeli Di keluarga saya, tidak ada proses yang neko- daging babi. Membelinya pun biasanya di sekitar neko, hanya bumbu yang ditumis dicampur

1 2 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 dengan samcan, lalu direbus dengan campuran air dan kecap dengan api kecil dalam waktu yang lama untuk membuat daging menjadi lembut. Di beberapa daerah, babi kecap populer baik sebagai hidangan rumahan (home-cooked meals) maupun menu standar di restoran-restoran masakan Cina. Meski begitu, membeli babi kecap di restoran pasti tidak luput dari penghakiman. “Babi kecapku lebih enak.” Begitu komentar ibu saya (dan ibu-ibu lain!) setiap kali mengonsumsi babi kecap yang tidak berasal dari dapur mereka.

Belakangan saya mencoba untuk membuat babi kecap a la saya, karena menurut selera saya, babi kecap yang Ibu buat kuahnya terlalu encer, terlalu berminyak dan terlalu manis. Saya lebih suka kuahnya kental, serta lemak dan dagingnya lembut. Ketika serta tidak memakannya dengan nasi putih berencana membuat babi kecap ini, mulailah – sebuah tradisi di rumah kami. Melainkan, petualangan saya mencari resep-resep di saya mengolah sajian babi kecap saya internet. Keberadaan babi kecap yang secara menjadi Banh Mi alias a la konsisten ada di rumah makan-rumah makan Vietnam. Sebuah pembelotan! Cina, lengkap dengan bumbu-bumbu yang khas makanan Cina, menjadi bukti kuat kalau Uniknya, meski bukan makanan asli Jawa, hidangan ini berasal dari daratan Cina. saya sendiri belum menemui babi kecap di Braised pork belly, begitu kesepakatan nama luar daerah Jawa. Di daerah-daerah lain Inggris yang saya temui. Resep-resep yang seperti Bali dan Manado, babi kecap saya baca pun rupanya tidak jauh berbeda agaknya masih terdengar asing. Dugaan dengan yang saya ketahui selama ini. Hanya saya, cita rasa manis menahan hidangan ini saja, kali ini saya memilih untuk keluar dari daerah Jawa. Apa memang menambahkan Ang Ciu alias arak masak, seperti itu?

1 3 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Rekreasi babi kecap ini juga membawa saya pada cerita tentang sejarah keluarga kami yang baru-baru ini saya ketahui dari Ibu.

Konon, leluhur kami berasal dari daerah Cina selatan yang kemudian bermigrasi ke Cilacap di tahun 1900an. Memori ini hanya diturunkan secara lisan dan keluarga kami sudah meninggalkan nama marga. Kami sudah ‘berasimilasi’ dengan masyarakat lokal, begitu Ibu bilang. Satu hal yang saya ingat, almarhumah nenek buyut masih bisa mengerti sedikit dialek Hokian. Bisa jadi, resep babi kecap keluarga kami bermula dari buyut-buyut kami.

Dibandingkan dengan masa kecil saya, tempat-tempat yang menyajikan masakan babi di Jogja semakin banyak. Restoran- restoran ini pun tidak lagi merapat di kawasan pecinan, namun mulai menyebar di beberapa lokasi yang berbeda. Menu babi di Jogja saat ini pun tidak hanya berpusat pada masakan babi khas Cina, namun juga masakan babi khas Bali (babi guling), khas Sumatera ( Karo), khas Manado (babi rica-rica), khas Nusa Tenggara Timur (Se’i). Tak jarang juga terdapat olahan babi dengan nuansa barat (porchetta dan burger).

Di lain pihak, saya sendiri sudah berdamai dengan olahan babi dibandingkan dengan sikap saya sewaktu kecil. Mengkonsumsi daging ini adalah bagian dari identitas saya. Saya tidak lagi menutupi kata babi dengan kata be dua. Biarlah babi menjadi babi. (*)

1 4 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Bubur M OAZ A I K yam Sudi Mampir Teks dan foto: @_astridreza

Jika musim sedang beranjak basah, diri mampir berhenti di sana. Untuk mencapai saya akan mulai membuat sepanci Bubur tempat ini biasanya kami membutuhkan Ayam Kampung a la peranakan. Dan waktu sekitar dua jam dari rumah, dan sepanci bubur ini selalu akan tandas. semakin saya besar kemacetan di wilayah Ludes tak bersisa di dasar panci. Terlalu ini menjadi tak terkira. Perjalanan kami ke banyak memori dalam semangkuk bubur Cipanas demi mangkuk-mangkuk bubur ayam ini dalam tahun-tahun saya Sudi Mampir semakin berkurang. Setiap menyempurnakan resepnya. hari Minggu pagi, kami mencukupkan diri dengan sarapan pagi bersama di penjual Bubur ayam atau seringkali dikenal bubur ayam Jl. Padjajaran. Namun tak ada sebagai congee (kanji dalam bahasa memori yang menyaingi memori Sudi asalnya Tamil) adalah makanan yang Mampir. menenangkan terbaik sepanjang segala masa. Saya dibesarkan di kota Dalam ingatan kami, saya dan Ibu saya Bogor, Jawa Barat. Hujan mewarnai sering berdiskusi dan mencoba membuat sebagian besar hari di masa kecil saya. Di ulang rasa bubur ayam di dapur kami tengah cuacanya yang khas dan begitu sendiri. Kami mencoba menebak sekian tepat untuk menikmati semangkuk bubur teknik memasaknya dengan ketajaman ayam, memori saya dipengaruhi lidah kami, apakah rahasia berada di sepenuhnya dengan semangkuk bubur kaldunya, atau cara ayam cincang restoran favorit keluarga saya, Sudi berlumuran minyak wijen dan bawang Mampir, di Cipanas - Jawa Barat. putih cincang yang ditaburkan di atas. Kami berhasil menyamai rasa bubur ayam Bapak saya akan menyetir melewati yang hampir sama ini hingga hari-hari daerah Puncak, dan kami akan selalu menjelang kematiannya.

1 5 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Ibu saya didiagnosa kanker mulut rahim di Makanan seringkali adalah perlambang tahun 2005. Semua rasa di lidahnya terdekat akan kemelekatan kita pada dunia, menumpul, kesenangannya berkuliner semacam usaha dorongan terakhir untuk bersama saya menemukan titik hiatus yang bertahan hidup pada yang material. Di ujung panjang. Saya harus melihatnya melewati hidupnya, saya bersyukur bahwa sayalah hari demi hari di rumah sakit, semakin kurus yang memasakkan makanan-makanan dan mengecil, semakin tenggelam terakhir ibu saya. Setiap suapan dalam menapaki perjalanan terakhirnya. sendoknya adalah rasa cinta yang diterimanya sampai akhir hayat, hingga ia Cara saya bertahan pada masa genting itu, merasa cukup. Hingga saya pun turut di usia belia dua puluh dua tahun dan memelankan adukan sendok kayu pada mencoba tak kehilangan pegangan ketika panci bubur. Saya akhirnya berhenti visi kematian dirinya mendekat adalah sementara membuatnya. Saya berduka. dengan kembali pada panci-panci milik ibu Jika sedang berduka saya tidak bisa saya. Dan mencoba mengolah resep bubur memasak. Ibu saya pergi untuk selama- ayam ini sendirian. Dalam hari-hari merawat lamanya di tahun 2006. ibu saya di rumah sakit, membuka rantang hangat berisi bubur ayam menjadi semacam *** ritual dan doa saya setiap hari untuknya. Terakhir kali saya melakukan perjalanan ke Bubur ayam ini adalah satu-satunya RM Sudi Mampir adalah bersama anak makanan yang bisa dimakannya. Saya saya. Dia masih bayi di gendongan saya. percaya setiap kali saya mengaduk sepanci Hari itu saya memesan satu mangkuk bubur kecil bubur ayam untuknya, segenap ayam. Dalam setiap suapan sendok bebek rasa cinta, teraduk dengan segala emosi keramiknya yang khas, saya mengenang yang saya tak lagi dapat dikatakan ibu saya. Rasa hangat mengisi tenggorokan kepadanya. Saya mencoba menutupi segala saya sampai pekat. Hidup memang hanya rasa takut saya pada fakta bahwa saya siklus mampir ngombe, saya mengingat akan kehilangan dirinya. momen itu dengan sedikit nelangsa.

1 6 B U M B U M A G Z Bertahun-tahun kemudian saya masih terus Saat seorang teman ataupun anak saya menyempurnakan resep dan membuat versi terjangkiti pilek atau batuk bahkan demam, saya sendiri. Saya menambahkan bawang saya akan selalu mengaduk dengan sabar putih, jahe, sereh dan satu ekor ayam sepanci bubur ayam ini. Seorang sahabat kampung ke dalam panci. Tak lupa minyak saya yang lain, pada masa kehamilannya wijen dan arak masak. Memasak dan selalu meminta dibikinkan bubur ayam ini. mengaduknya dengan pelan. Di ujung Hanya itu yang ia bisa makan tanpa mual. penyelesaian, saya tambahkan cincangan Bubur ayam ini pada akhirnya tumbuh bawang putih dan jahe yang ditumis dengan menjadi sesuatu yang kami cintai bersama. minyak wijen bersama cincangan daging. Dari semua kenangan yang baik dan buruk, Lalu, taburi dengan irisan daun bawang resep ini menjadi salah satu resep yang mentah. Rasanya menjadi sungguh legit begitu berarti bagi saya. dan kaya, membuatnya memiliki reputasi untuk dapat membuat orang mati hidup Untuk saya, semua kenangan akan ibu kembali. Begitulah adanya ketika salah satu mampir dengan sukarela setiap kali saya sahabat saya menamainya sebagai “Bubur membuatnya. (*) Pembangkit Mayat” terutama di musim- musim yang tak bersahabat.

1 7 B U M B U M A G Z M O Z A I K merindu sirup jaman dulu Teks dan foto: @eatymologist

Ketika masih duduk di SD, sirup bisa dikatakan bagian dari kehidupan keluarga kami. Ibu selalu menyimpan 1-2 botol sirup di dalam lemari es, dengan rasa yang berbeda- beda. Tapi, biasanya sih ada yang berwana merah: frambozen atau cocopandan.

Sirup dari lemari es ini biasanya dituang ke dalam gelas dalam kondisi dingin, lalu diberi tambahan air bening yang juga dingin karena selalu disimpan di dalam lemari es. Kalau kurang dingin, bisa ditambahkan pecahan es batu, yang disimpan dalam freezer. Rasanya segar.

Kami sekeluarga suka sirup. Selain dikonsumsi sendiri, sirup juga merupakan suguhan kalau ada tamu. Tentu, bukan sembarang tamu. Untuk tamu dewasa, biasanya teh manis hangat. Es sirup disuguhkan untuk anak-anak atau keluarga dekat, terutama di hari yang panas.

1 8 B U M B U M A G Z Tak hanya itu, Ibu selalu menyediakan sirup Yogyakarta yang berdiri pada tahun 1949 untuk campuran hidangan (atau minuman) memiliki varian sirup jeruk keprok yang lainnya. Salah satunya yang saya suka, sangat lokal. Lalu ada pula sirup Cap Dewa sirup dicampurkan ke susu setiap kami Burung dari Rembang yang memproduksi anak-anaknya bosan dengan susu putih. sirup buah kawista sejak tahun 1952 dan Atau, campuran yang kerap Ibu sirup Pohon Pinang dari Medan dengan buat ketika ada acara perkumpulan. Waktu sirup markisanya yang sudah ada sejak itu, sirup yang Ibu sediakan masih memakai tahun 1982. sirup lokal. Meski untuk sirup yang digunakan sebagai campuran, Ibu biasanya Sayangnya, sirup-sirup lokal ini mulai memilih sirup dengan rasa yang lebih tergerus oleh hadirnya sirup-sirup nasional umum. yang harganya lebih murah, meski variannya lebih umum. Seperti sirup TBH Memang, sebelum maraknya sirup nasional, yang memilih menggunakan gula tebu banyak daerah di Indonesia yang memiliki seperti yang telah dilakukan generasi- sirup lokalnya. Kebanyakan sirup-sirup lokal generasi sebelumnya, dan bukan pemanis ini memang sudah ada sejal puluhan tahun buatan, menjadikan harga sirupnya di atas yang lalu, dan sebagian besar dari mereka banyak sirup nasional. memulainya dengan sirup bubuk yang dicairkan dengan air. Rasanya pun sangat Sirup-sirup lokal ini lantas berstrategi agar bervariasi, tak jarang justru menonjolkan dapat bertahan dalam industri minuman di kekhasannya. Sirup Tjampolay dari Cirebon Indonesia. Beberapa memilih untuk lebih yang sudah berdiri dari tahun 1936 berawal menaikkan citranya sebagai oleh-oleh dari sirup rasa buah campolay atau sawo dengan cara mengunggulkan rasa khasnya, Belanda. Sementara sirup TBH dari sementara sebagian lainnya mencoba

1 9 B U M B U M A G Z mengikuti arus industri dan menambah memasuki bulan Ramadhan (bulan puasa varian sirupnya dengan citarasa yang lebih bagi masyarakat muslim), sirup kembali naik umum, dan bahkan mengganti kemasannya daun di rumah kami – berkat alasan dengan botol yang lebih modern. “berbuka dengan yang manis” yang selalu Sebaliknya, muncul pula sirup-sirup baru dilanggengkan di iklan-iklan TV. dengan rasa yang tradisional, yang justru menekankan pada perbedaan kualitas dan Kembali ke sirup, saya mulai membuka berhasil membuat pasarnya sendiri. hubungan baik dengan rasa manis ketika mulai memiliki anak. Ya, rasa manis seakan Semakin saya dewasa, saya menjadi lebih menjadi pelepas stress ketika sibuk dengan “peduli” pada rasa manis, dalam artian keriuhan hari. Sirup pun hadir kembali di berusaha mengurangi rasa manis. Seperti rumah saya. Bagi saya sendiri, cita rasa kata Pierre Bordieu tentang selera yang tak sirup lokal biasanya lebih kuat dan khas, hanya dipengaruhi oleh faktor rasa, cocok langsung diminum dengan es. Namun kesukaan saya pada rasa manis perlahan kelemahannya, sirup-sirup dengan rasa berkurang karena pilihan gaya hidup khas ini justru kurang fleksibel untuk (kesehatan, bentuk tubuh, hingga kehidupan dijadikan campuran sajian minuman lainnya, sosial). Saya pun sedikit berjarak dengan dibandingkan dengan sirup dengan rasa minuman sirup karena terbiasa pada rasa yang lebih umum. (*) yang tidak manis. Meski begitu, setiap

2 0 B U M B U M A G Z M O Z A I K BRAMBANG ASEM sepulang sekolah

Teks: @myfoodventurist Foto: @eatymologist

Sepiring Brambang Asem membawa saya ke masa-masa sekolah di masa lalu. Saya lahir dan besar di Sragen, Jawa Tengah. Saya baru keluar dari kota kelahiran saya ketika berusia 18 tahun. Karena sekolah saya berada di kota kecil, tidak banyak pilihan variasi jajanan di sekolah waktu itu. Jajanan yang banyak dijual di kantin ketika itu hanyalah menu makanan murah meriah dan mengenyangkan: gorengan, manis aneka rasa, hingga makanan berat seperti dengan 2 lembar irisan ayam, mie dengan kubis sebagai sayuran utama, serta dengan lauk satu ekor teri di atas .

2 1 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Ketika duduk di bangu SMP, saya mulai sering baceman tempe gembuk (tempe yang makan siang di sekolah karena kedua orang terbuat dari ampas tahu). Menu ini saya pilih tua saya bekerja. Di rumah jarang tersedia karena Ibu sering berpesan, jika ingin jajan makan siang. Jika sepulang sekolah masih di luar rumah maka sebisa mungkin pilihlah terasa lapar dan kantin di sekolah sudah yang ada sayurnya. Selain itu, tutup, saya dan teman-teman biasanya brambangasem lebih murah dari yang menyambangi sebuah warung di dekat lainnya. sekolah. Menunya tak sebanyak di kantin sekolah, tapi harganya cukup untuk kantong Kami memakan sepiring brambang asem anak sekolah. Di sana menjual aneka sambil bercengkerama di bawah pohon, di minuman es, camilan-camilan ringan, serta samping warung. Karenanya, ingatan beberapa makanan tradisional yang lumayan tentang brambang asem dengan daun ubi mengenyangkan: brambang asem, pecel rebus dan sambal lengket yang pedas ini , gado-gado, dan nasi bungkus dengan selalu membawa pada momen kenangan lauk kering tempe. masa sekolah bersama teman-teman ini.

Dari sekian Ketika banyak pilihan warung (yang sedikit), langganan kami biasanya ini tutup memesan (meski brambang asem. jarang, Hidangan ini namun ini terhitung cukup terjadi), sederhana, pilihan saya terdiri hanya dari adalah rebusan daun pulang ke ubi, kadang rumah dan diselingi menunggu kangkung, yang penjual kemudian brambang disiram dengan asem yang sambal. berkeliling Sambalnya pun di sekitar berbeda, rasanya manis pedas mirip bumbu rumah saya. Ada satu pedagang brambang rujuak, namun lebih kental. Bahan utamanya asem keliling yang kerap lewat di jalan antara lain bawang merah, asem jawa, gula depan rumah kala itu, ibu-ibu dengan sepeda merah, cabai, garam, dan terasi. Pada waktu ber-bronjong (keranjang bambu untuk itu, seporsi brambang asem ini harganya hanya pedagang sayur keliling) di boncengan Rp 2.000,-. Ini sudah termasuk sekerat belakangnya.

2 2 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Di satu sisi, bronjong itu berisi sebaskom saya simpan satu porsi lainnya untuk ibu racikan brambang asem, sementara di sisi makan sepulang kantor sore nanti. lainnya berisi aneka gorengan, baceman tempe gembuk serta kerupuk puli/karak. Ibu Selepas merantau selama kuliah, penjual penjual ini senantiasa lewat selepas pukul 2 brambang asem sudah jarang bisa saya siang, bersamaan setelah saya sampai di temukan lagi, baik di Jogja tempat saya rumah sepulang sekolah. merantau ataupun di kota kelahiran saya. Meski beberapa masih bisa ditemui di pasar Bermodalkan uang saku jatah makan siang atau warung kecil, namun tak sebanyak dulu sebesar Rp 5.000,- saya biasanya membeli lagi. Terakhir kali saya menikmati brambang seporsi brambang asem, lengkap dengan asem adalah yang saya temui di Pasar bacem tempe gembuk, ditambah Gede Harjonagoro, Solo. Dengan komponen atau tempe goreng dan selembar karak. yang masih sama persis dengan sewaktu Namun terkadang, uang saku itu hanya saya saya sekolah dulu namun dengan harga belikan dua porsi brambang asem saja, lalu yang sudah dua-tiga kali lipatnya. (*)

2 3 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 M O Z A I K Seporsi Hawaii di Jember Teks dan foto: @nuranwibisono

"Untuk Ayah di surga, dan Mamak yang menikmati hari tua dengan tenang."

Presiden Finlandia, Guoni Johannesson mungkin hanya berkelakar ketika bilang ia menolak keras pizza dengan pugasan nanas, dan akan melarang keberadaan pizza yang dikenal dengan sebutan pizza Hawaiian itu. Yang tak ia sangka adalah, guyonannya itu menggelinding dan jadi perdebatan panas, tentang apakah pizza sebaiknya boleh pakai nanas atau tidak.

Membaca polemik itu pada 2016 silam, ingatan saya melayang ke sebuah siang sekitar tahun 1995 atau 1996. Seperti banyak siang di akhir pekan, Ayah, Mamak, dan saya menonton bioskop di Cineplex 21 yang terletak di Johar Plaza. Jember, kota tempat kami tinggal, punya banyak bioskop saat itu. Yang saya ingat, ada bioskop GNI, Jaya, Kusuma, juga Sampurna terletak hanya sepelemparan batu dari Pasar Johar, yang merupakan komplek pasar terbesar di Jember.

Kalau rejeki Ayah sedang lancar, atau Mamak baru saja dapat order katering, kami merayakan dengan makan- makan usai nonton bioskop. Kadang kami ke rujak Madura Bu Juwana, sekitar dua kilometer dari Johar Plaza. Kadang juga ke gado-gado di dekat Stasiun Jember. Namun, paling sering kami mampir ke Wina, toko roti yang terletak di sebelah Bioskop Sampurna. Kami biasanya berjalan kaki dari 21 untuk menuju Wina.

Wina adalah nama yang lekat di banyak ingatan orang Jember. Toko roti ini berdiri sejak dekade 1980-an. Mereka berjualan aneka roti manis, pernah mencapai 70-an jenis. Karena di kawasan Tapal Kuda – Jember, Probolinggo, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi – tak banyak toko roti kala itu, orang-orang rela datang ke Wina untuk beli roti.

2 4 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Dari semua roti yang dijual Wina, yang cukup sering dibeli Ayah dan Mamak adalah pizza. Ini makanan asing buat saya yang masih duduk di bangku SD waktu itu, dan pizza Wina adalah perkenalan pertama saya dengan makanan bundar dari Italia itu. Tentu saya tak tahu bahwa pizza Wina adalah jenis yang kelak dibenci oleh banyak orang.

Di Wina, adonan rotinya bukan seperti pizza a la Italia yang tipis dan dipanggang hingga berwarna kecoklatan – sedikit warna hitam di pinggir akan membuatnya lebih seksi. Wina membuat pizza dengan dasaran roti manis yang lembut dan empuk. Roti itu dioles saus tomat yang manis, asam, dan sedikit pedas. Lalu diberi cacahan daging yang sampai sekarang saya belum pernah menemukan padanan rasanya: gurih, sedikit manis, dengan samar-samar harum oregano, tapi jauh dari kata daging bologna.

Setelah daging ditaburkan, keju cheddar diparut – tak ada mozarella, sesuatu yang namanya begitu asing dan jauh bagi banyak orang Jember kala itu – dan roti pizza ini akan diberi irisan tipis bawang bombay. Kemudian baru pizza akan diberi dua pugasan: timun dan nanas, yang akan membuat orang Italia mencak-mencak dan memaki merda!

Ya, kamu tak salah baca. Timun dan nanas.

Sejauh pengalaman saya menyantap pizza di banyak tempat, tak pernah saya menemukan pizza dengan timun. Belakangan ini, seiring gaya hidup vegetarian yang makin populer, pizza timun relatif mudah ditemui.

Kehadiran timun dan nanas di pizza Wina itu adalah game changer. Timun, buah tanpa rasa dan berair, memberikan tekstur renyah yang

2 5 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 kontras dengan roti nan empuk. Sedangkan memilih untuk mengadopsinya menjadi hal baru nanas kalengan, memberikan rasa legit yang -- yang mungkin akan dilecehkan oleh para lebih dalam karena diperam dalam air gula pemuja yang asli-asli. dalam waktu lama. Jadilah pizza Wina seperti tumbukan berbagai rasa: gurih, manis, legit, Pizza Wina jadi begitu lekat di ingatan karena ia gurih, serta sedikit getir dan pedas dari bawang adalah yang pertama. Dan segala yang pertama bombay. Hingga sekarang, saya tak pernah rasa-rasanya akan kekal di ingatan, sama menemukan rasa pizza seperti ini. Hanya di seperti ciuman pertama, cinta pertama, atau Jember. Cuma di Wina. seks pertama. Dan karena itu pula, saya tak peduli kalau Guoni, juga Gordon Ramsay Beberapa tahun lalu saya berkesempatan sekalipun, menganggap pizza Hawaiian adalah mengunjungi Italia, mampir ke Roma, Torino, anak haram tak diakui. Karena bagi saya, Wina juga Milan untuk transit. Saya berjalan kaki dan adalah pizza, dan pizzanya adalah salah satu makan banyak pizza di tempat manasuka. Di yang terbaik yang pernah saya makan. pinggir jalan, juga di kedai yang menguarkan aroma wangi salami dipanggang dan Tentu saja, pizza Wina menempati posisi memanggil. Semuanya enak, semuanya layak istimewa di hati juga karena faktor kenangan. mendapat acungan jempol. Tapi masalahnya: Setiap makan pizza ini, saya selalu ditarik ke tak ada yang seperti pizza Wina. masa kecil. Kami bukan keluarga kaya. Ayah hanya dosen dengan gaji kecil yang harus Hingga sekarang, pizza Wina begitu berarti bagi menghidupi banyak orang. Mamak adalah ibu saya bukan karena orisinalitasnya. Justru pizza rumah tangga yang membuka katering kecil- Wina bisa dibilang mengkhianati khittah pizza, kecilan untuk menambal kekurangan gaji ayah. baik dari segi roti, maupun pugasan. Di saat Namun saya beruntung, mereka dengan sekarang semua orang berlomba menjadi yang senang hati selalu menyisihkan dana agar paling asli dan orisinal, Wina tak peduli itu dan anak-anaknya terus belajar hal baru. Ini

2 6 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 termasuk mengajak saya nonton bioskop sejak amat kecil dan mengenalkan makanan baru dari tanah yang tak pernah kami dengar namanya.

Meski Wina telah pindah lokasi, dan ruko tempatnya berjualan di awal sudah berganti bentuk karena kebakaran, kenangan akan pizza itu tak pernah pergi. Setiap pulang ke Jember, saya selalu mewajibkan diri untuk datang ke Wina. Duduk di salah satu kursinya, memesan seporsi pizza. Dan setiap suap yang masuk ke mulut, segala kenangan masa kecil berhamburan datang.

Bioskop.

Pasar Johar yang ramai.

Ayah dan Mamak.

Jet Li, Bruce Willis, Arnold Schwarzenegger.

Wina. Pizza. (*)

2 7 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 M O Z A I KSRIKAYA DAE

Teks dan foto: @rumah_tambora

Ketika mendengar nama ‘srikaya’ pada umumnya akan terbersit di pikiran tentang buah srikaya, si buah yang manis, berbiji hitam banyak, dengan daging buah yang lembut dan beruas. Jika terlalu masak kulit buah ini akan berwarna hijau tua dan berbercak hitam.

Namun, bagi Orang Bima (atau Dou Mbojo) di orang Melayu) yang tersebar di seluruh Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, srikaya Nusantara. Nama ini kemudian diadopsi, bukanlah buah itu. Srikaya buah disebut disesuaikan dengan struktur bahasa daerah garoso. Sementara, srikaya sendiri merupakan masing-masing. Dou Mbojo lebih mudah makanan khas, sebagaimana Sarikaya atau mengucap kata “srikaya” daripada “sarikaya” Sarikayo menurut orang-orang Melayu di atau “sarikayo”. kepulauan Andalas sana, di Minangkabau atau di Palembang. Resep Srikaya saya dapatkan langsung dari Dae (sapaan untuk ibu saya). Dae Penyebutan yang hampir sama dalam ilmu mendapatkan langsung dari Tato (panggilan Linguistik tersebut bukan tidak beralasan. Ini buat nenek saya). Tato sendiri mendapatkan terjadi karena pengaruh bahasa Melayu (dan resep dari nenek moyangnya. Namun saya tak

2 8 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 tahu persis dari mana Tato mendapatkannya. Kelihaiannya ini yang diacungi jempol oleh Beliau wafat jauh sebelum saya lahir. Hanya saudara-saudaranya. Salah satu menu yang sumber dari Dae sajalah yang dapat saya diwariskan dan favorit Dae ialah srikaya ini. konfirmasi. Kudapan ini ditempatkan sebagai menu Meski demikian, sepupu dan keponakan Dae pembuka atau menu penutup makanan. ternyata juga bisa membuatnya. Keponakan Bertekstur mirip jelly, pudding atau agar-agar, yang tinggal di Padang biasanya membuat tetapi ini bukan semua itu. Srikaya terbuat dari srikaya berwarna hijau dan coklat. Warna bahan-bahan yang sederhana: santan kental, hijau berasal dari tambahan perasan daun telur, gula dan sedikit garam. pandan dan warna coklat berasal dari tambahan gula aren. Sementara Dae lebih Takaran pembuatan srikaya a la Dae sangat sering menggunakan gula pasir sehingga mudah. Perbandingannya hanya 1:1:1, yakni 1 warnanya cenderung putih, dengan potongan gelas santan kental, 1 gelas gula, 1 gelas telur daun pandan di atasnya. Memang tak kocok, serta ½ sdt garam agar rasa gurih berwarna hijau, tetapi aroma pandannya kuat keluar. Potongan-potongan kecil daun pandan dan sungguh menggiurkan. nantinya ditabur di atas. Semua bahan dicampur dan diaduk rata lalu dikukus, sekitar Pastinya ini resep warisan leluhur kami, pikir 15 menit. Dae biasa menggunakan wadah saya begitu. Karena, Tato lahir di tanah mug besar yang pegangannya sudah patah. Minang, dibesarkan di Singapura, kemudian dibawa ibunya ke tanah Bima dan akhirnya Keluarga kami biasanya membuat dan menikah dengan Dou Mbojo. menikmati srikaya pada bulan Ramadhan, terutama saat berbuka puasa atau pada saat Saya kagum dan bangga mendengar cerita Idul Fitri tiba. Srikaya bisa dinikmati langsung Dae tentang Tato yang pandai memasak, setelah dikukus, didiamkan sebentar hingga meracik berbagai menu masakan yang sudah tidak terlihat uap panasnya, atau bisa kemudian disajikan dengan lezatnya. juga dimakan dingin setelah disimpan dalam lemari es. Semua sama-sama enak. Kalau kami lebih suka makan setelah keluar dari lemari es. Rasanya jauh

2 9 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 lebih nikmat. Asyiknya lagi, srikaya ini dapat disimpan hingga satu minggu di dalam kulkas.

Sudah tentu, srikaya buatan Dae ini merupakan kudapan kesukaan kami, empat bersaudara. Saat makan srikaya tiba, kami biasanya berlari ke dapur dan membuka lemari es, tidak tahan dengan rasa dan aromanya. Kerap kami langsung melahap srikaya meski pintu lemari es masih terbuka menganga. Berkerumun dan menikmati satu mug besar Srikaya dengan 1 sendok makan yang dipakai bergiliran.

Rasa bahagia terlihat dari senyuman Dae saat menatap anak-anaknya menyukai dan melahap habis kudapan buatannya.

“Nais ndawi wali, Dae (Besok buat lagi, Dae),” Dae Athar, kakak laki-laki sulungku merajuk.

“Io Dae, io Dae, io Dae (Iya Dae, iya Dae, iya Dae)!” ujar kami bertiga, Dae Rahmah kakak perempuan tertua, Dae Sita kakak jiwa rasanya. Bahagia melihat keempat perempuan kedua, dan aku si bungsu. anaknya saling berbagi, merayu untuk dibuatkan lagi. Kekompakan kami adalah “Iora, Anae (Baiklah, Anakku),” tutur Dae maksud di balik srikaya itu. Si manis dengan anggukan dan senyuman Srikaya, semanis senyuman Dae. manisnya. Kini, srikaya yang saya buat sesuai resep Dalam sebuah mug srikaya tersimpan Dae, terpisah ruang dan jarak tiga selat memori masa kecil tentang rasa berbagi antara Yogyakarta dan Bima: Madura, Bali dan bermanja. Tersudut untaian kenangan dan Alas. Namun, tetap sama dalam rasa panjang tentang cinta Dae pada kami dan dan kenangan. Manis dan lembutnya cinta Tato pada Dae. Kelembutan tekstur srikaya melekat di pengecap dan menjelma srikaya terasa seperti kelembutan hatinya. kudapan kesukaan kedua buah hatiku, Ia hanya ingin memberi dengan seluruh Alasa dan Araliro. (*)

3 0 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 M O Z A I K

Memanggil Kenangan : Singgang Makwo Tinggi

Teks dan foto: @corrywey

Masih ingat betul di kepala ini kehilangan sosok buyut yang luar biasa bagi saya. Beliau saya panggil Amak, panggilan nenek di Sumatera Barat biasanya. Karena tidak ada panggilan khusus untuk buyut, jadilah saya mengklaim beliau sebagai nenek saya. Lucu, padahal kan nenek dari ibu saya. Saya adalah cucu kesayangan, tak boleh jatuh ataupun luka, kalau sampai itu terjadi, ibu saya sasarannya.

Gara-gara chef ternama Gordon Ramsay yang tiba- tiba mampir ke Bika Talago di Sumatera Barat, saya jadi terlempar ke masa yang sangat lampau dalam ranji keluarga saya. Mengorek-ngorek sisa ingatan pada si panggang bernama “bika”. Ada perbedaan nama pada adonan kelapa dan tepung beras ini di beberapa wilayah Sumatera Barat. Di daerah pegunungan seperti Tanah Datar, Padang Panjang, Bukittinggi dan wilayah dataran tinggi lainnya, mereka mengenalnya dengan nama bika. Tapi bagi kami orang-orang pesisir atau daerah pantai, biasanya menyebutnya singgang.

Setelah prahara rumah tangga Amak yang berakhir dengan perpisahan, kondisi ekonomi rumah Amak begitu menyedihkan. Amak membawa Ibu saya dan kakak laki-laki Ibu untuk tinggal bersamanya. Bangkrutnya usaha cengkeh dan hasil ladang

3 1 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Amak karena perpisahan ini, membuat Amak Setiap 10-15 menit pemanggangan, singgang harus putar otak untuk menghidupi dua anak selalu habis oleh pembeli yang langsung datang adopsinya. di tempat.

Amak pun berinisiatif untuk membuka gerai Ibu saya adalah person in charge Kedai jajanan di rumah tahun 1977. Rumahnya masih Singgang Makwo Tinggi. Mulai dari menumbuk saya tempati sampai sekarang, masih berdiri beras jadi tepung beras dan mengumpulkan kokoh dengan gaya jaman dulu rumah panggung. kelapa dari ladang sendiri. Selain itu juga Bubur Hitam dan Singgang adalah jajanan mencari daun waru untuk alas adonan singgang andalannya. Bertahan selama 14 tahun, singgang saat dipanggang nanti. Di samping daunnya menjadi primadona di gerai Amak. yang berguna untuk usaha ini, tangkainya juga tak kalah penting. Balutan tangkai daun waru Gerai milik Amak dinamai “Singgang Makwo bisa digunakan untuk membuat rambut ikal Tinggi”, paling terkenal seantero jalan Padang bergelombang. Jadi, selain fungsi estetika Painan. Kalau kalian dari Kota Padang hendak ke makanan, juga berimbas pada penampilan Pesisir Selatan, rumahnya terletak di sebelah penjualnya yang tampak bergaya saat berjualan kanan, tak jauh dari Pelabuhan Bungus - nanti. Mentawai. Penyempurnaan adonan Singgang tentu tak Pada jamannya, tak ada yang tak kenal Singgang luput dari air kelapa, ragi dan tape singkong. Amak. Jaman itu, tidak ada promosi khusus, Malamnya adonan sudah selesai diaduk dan waralaba, ataupun media sosial. Hanya dibiarkan agar mengembang, dan saat Subuh mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. sudah bisa dimulai aktivitas pemanggangan.

3 2 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 Berbeda dengan sekarang yang memanggang Saat pertama kali meluncurkan menu ini, saya menggunakan kayu bakar atau gas elpiji, dulu mengamati, memutar-mutar singgang dan pemanggangan singgang ini menggunakan melihat lebih detail teksturnya. Kemudian, sabut kelapa di atas dan bawah. Proses teringat banyaknya kenangan singgang masa pemanggangan atas dan bawah belanga tanah lalu. Kalau bukan karena singgang, mungkin liat inilah yang dinamakan menyinggang. saya tak akan pernah mengalami bagaimana Karena itulah muncul nama singgang yang rasanya berulang tahun. Baju ulang tahun dikenal di dataran rendah atau pantai. pertama saya dibelikan Amak dari hasil Meminjam istilah orang-orang Prancis, "C'est penjualan singgang. Saya berumur 2 tahun, Parfait !" untuk Singgang Makwo Tinggi ini. ketika Amak menitipkan saya di ulang tahun sepupu saya agar saya merasakan perayaan Saya cukup yakin, jajanan ini adalah jajanan ulang tahun yang sama seperti anak-anak lain. paling memorable bagi anak-anak yang tumbuh Itu adalah perayaan ulang tahun pertama dan besar di Sumatera Barat. Siapa sangka, saya terakhir kalinya bagi saya, sampai sekarang. akhirnya juga membuka Jajanan Singgang dalam rumah makan virtual saya di Jakarta, Bukannya saya tidak ingin melakukan perayaan @dapuincim. ulang tahun dikemudian hari, hanya saja saya tidak ingin membuat perbandingannya. Cukup perayaan itu milik Amak dan saya seutuhnya.

Pernah pula, iseng saya mengirim gambar singgang ke Ibu. Beliau langsung menjawab, "Pas nio nikah Jo apa, Amak ngecek giko, ‘Pai lah kau ka bukik, Bali dipan (tempat tidur) Jo aleh kasua, bia den lungguak-lungguak an untuang dari Singgang ko’."

("Waktu akan nikah dengan papa, Amak bilang begini, ‘Pergilah ke Bukittinggi, beli tempat tidur dan alas kasur, biar saya kumpulkan untung jualan dari Singgang ini’.")

Begitu kuat memori kami dengan satu makanan ini. Amak berjualan Singgang Sampai akhir hayatnya setelah ditinggal Ibu merantau ke Medan. Semoga Amak tenang di sana, berjuta- juta kerinduan saya dan Ibu terhimpun dalam singgang. Tentu, kami pasti akan kalah jika berusaha tidak merasakan apa-apa saat mencicipi jajanan ini.(*)

3 3 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 food is memories

L A S S E H A L L S T R O M ( T H E H U N D R E D - F O O T J O U R N E Y )

3 4 B U M B U M A G Z M O Z A I K

Teks dan foto: @eatymologist H A L O K E

S Ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar, Ibu selalu menyediakan bekal setiap hari. Selain lebih "sehat" karena biasanya merupakan makanan rumahan, E dengan bekal ini Ibu membiasakan saya untuk berhemat, menabung, dan tidak semudah itu jajan. K Bekal Ibu saat itu tidak secantik obento dan bekal-bekal para ibu

masa kini. Nasi dan lauk hanya dipisahkan sesuai partisi-partisi kotak bekal. Tidak ada hiasan aneka karakter kartun yang lucu. Justru, L setiap partisinya seakan dimaksimalkan muatan bekalnya hingga penuh. Meski begitu, bekal Ibu cukup bervariasi. Bekal ini biasanya A terdiri dari nasi, sayur dan lauk protein yang semuanya sama seperti yang disajikan di rumah. Minumnya bisa susu putih atau jeruk peras manis. K

Di masa itu, kebanyakan teman saya pun membawa bekal versinya E sendiri-sendiri. Ada yang membawa sekedar roti tawar isi margarin dan meisjes, ada yang membawa dan telur, ada pula

B yang membawa bekal lengkap seperti saya.

3 5 B U M B U M A G Z Saya tidak akan mengglorifikasi bekal Ibu sering disiapkan, dan saya anggap suatu saat itu, karena memang bekal buatan Ibu kemewahan - bukan dalam hal harga, tapi tampak biasa sekali. Terkadang Ibu dalam hal kehadiran. Pada waktu-waktu membawakan lauk yang saya suka, seperti tertentu, mungkin ketika butuh bekal yang udang goreng, sosis goreng, hingga sop praktis atau sedang malas berpikir, Ibu dan rolade. Tapi, tak jarang Ibu juga menyiapkan bekal nasi dengan lauk mie membawakan lauk yang sama sekali saya instan goreng, telur ceplok (mata sapi), dan tidak suka: hati . Kalau ini tumis buncis. yang muncul di kotak bekal, biasanya saya akan langsung bertukar lauk dengan teman Ini adalah bekal favorit. saya yang suka hati ayam goreng. Saya akan sangat rela menukarnya dengan telur Bagi banyak sekali orang, menghadirkan rebus, abon, tahu-tempe goreng, apapun sebagai lauk mungkin menjadi selain hati goreng. Begitu juga apabila Ibu suatu tersendiri, karena, “Mosok menaruh lauk ikan yang durinya banyak. karbo ketemu karbo?”. Namun hidup di Tentu akan masuk daftar lauk yang Yogyakarta dan Jawa Tengah, di mana ditukar. nasi dan mie digoreng bersama dan menjadi makanan keseharian yang Dari sekian banyak bekal yang disiapkan dinamakan Magelangan, memakan Ibu, ada satu paket bekal yang tidak terlalu sepiring nasi dengan lauk mie (rebus

3 6 B U M B U M A G Z maupun goreng), sebenarnya menjadi tidak aneh. Ayah ketika ingin makanan yang “segar”, kerap juga mengambil sepiring nasi yang diberi lauk mie instan rebus. Sayur dan telur ditambahkan agar tampak lebih sehat.

Paling tidak, begitulah yang hadir di keseharian saya. Ibu menyiapkan bekal nasi dan mie goreng ini terhitung tak terlalu sering. Meski begitu kenangan akan nasi dengan lauk mie goreng dan telur ceplok ini menempel erat diingatan, hingga saat ini.

Tak jarang, ketika membutuhkan bekal untuk perjalanan, saya membuat ulang bekal nasi lauk mie instan goreng tersebut – dengan lauk tambahan sesuka saya: telur, sosis, hingga bakso. Mudah, murah, praktis, dan enak. Juga kenyang.

Walau tak dapat dikatakan sehat, namun sepertinya bekal nasi dan mie ini telah mengendap di ingatan. Dengan komposisi double carbohydrate ini, wajarlah bila kemudian paduan makanan ini menjadi salah satu comfort food saya. Bukan hanya saat membutuhkan bekal, sepiring nasi dan mie ini sering sekali menjadi obat ketika stress melanda.

3 7 B U M B U M A G Z M O Z A I K

Bdana makntman paocary Teks: @myfoodventurist Foto: @eatymologist

Makanan memiliki ikatan yang erat Memori bakmoy terikat kuat dengan dengan perasaan, entah disadari atau seorang mantan pacar yang sangat mencintai tidak. Pada hidangan-hidangan bakmoy. Entah kenapa dia suka sekali dengan tertentu, dan bagi mereka yang menu masakan peranakan satu ini hingga memiliki ikatan memori yang kuat acapkali menyebut bakmoy sebagai makanan kenyamanannya. Pada perjalanannya, dengannya, sepiring sajiannya dapat bakmoy seakan-akan menjadi bagian dari dengan mudah mengobrak-abrik identitasnya. suasana hati seseorang. Bagi saya, semangkok bakmoy memiliki pengaruh Bagi saya sendiri, bakmoy sebenarnya seperti itu. merupakan makanan yang asing. Ini

3 8 B U M B U M A G Z sesederhana karena bakmoy bukanlah Padahal menurutnya bakmoy tidak seperti menu yang familiar di keluarga saya itu. Dia bersikukuh dan mengajak saya ke maupun di kampung halaman saya. warung langganannya di salah satu sudut Dibandingkan dengan menu peranakan kota Jogja kala itu, hanya untuk mencoba yang berawalan “bak” lainnya, bakmoy semangkuk bakmoy. “Cobain dulu deh. berada di posisi yang mirip dengan bakcang Nanti kalau masih nggak suka, kamu baru di keseharian saya – paling buncit. boleh bilang nggak doyan,” ujarnya.

Pertama kali saya mencicip bakmoy adalah Warung bakmoy yang terletak di daerah ketika berkunjung ke kota Solo, di mana Bumijo kala itu hanyalah warung yang kecil bakmoy kerap kali ditawarkan di warung dan sederhana. Meski begitu, dia sangat bersama timlo. Penyajiannya mengingatkan yakin bahwa bakmoy di tempat itu enak dan pada soto, meski isian dan warna kuahnya patut dipuji. Sajian bakmoy di warung ini berbeda. Sepiring bakmoy tak berbeda sebenarnya mirip dengan bakmoy di Solo dengan sepiring sup berkuah yang saya cicipi beberapa tahun coklat dengan isian potongan ayam dan sebelumnya. Bedanya, di sajian kali ini tahu iris yang manis, dan sepotong telur diberi taburan daun bawang iris. Potongan . Kesan pertama saya kala itu: pucat ayamnya pun tampak lebih coklat. Ini dan tidak menarik. membuatnya tidak terlalu pucat.

Akibatnya, ketika saya diajak makan Versi bakmoy kali ini membuka pandangan bakmoy ketika berpacaran dengan sang saya pada seporsi bakmoy. Saya mulai mantan, saya menolak mentah-mentah. menyukainya. Ingatan saya terbang ke rasa yang terlalu manis, mirip , namun sangat encer di Kalau tadinya sang mantan mengajak saya semangkok kuah bakmoy yang berpadu mencicipi bakmoy untuk makan siang, dia dengan nasi, layaknya soto. kemudian mengenalkan bakmoy sebagai

3 9 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 menu sarapan. Baginya, makan bakmoy Kuah berbumbu bawang putih, garam, untuk sarapan sudah menjadi kebiasaan di merica dan kecap ini tak lagi sederhana di rumahnya. Tapi tampaknya, tidak bagi lidah saya. Kaldu ayamnya adalah kunci kebanyakan orang. Saya diajak makan dari kelezatan bakmoy. Pilihannya saat itu bakmoy untuk sarapan hanya olehnya, tepat. Saya menikmati bakmoy: nasi belum pernah dengan teman atau keluarga berkuah kecoklatan dengan potongan ayam lainnya. dan tahu yang manis gurih serta telor pindang. Saya tak lagi menyamakannya Bakmoy pun mulai menjadi “enak” bagi dengan sup manis yang pucat dan encer. saya, karena tempat-tempat yang ditunjukkan oleh sang mantan memang Semenjak kami berpisah, bakmoy masih menyajikan bakmoy yang lezat. Menjadikan terus saya nikmati. Kadangkala jika bakmoy sebagai bagian dari identitasnya, menemukan tulisan ‘bakmoy’ di tempat entah disengaja ataupun tidak, sang mantan makan, hal pertama yang saya ingat adalah selalu memilih menu bakmoy apabila di dia. Kenangan akan bakmoy mengingatkan tempat makan luar menyediakan bakmoy. Ia waktu ketika bersama dan bagaimana dia tidak akan mempertimbangkan menu lain. membuat saya menyukai bakmoy.

Bahkan, ketika saya sakit di kos, dia Bakmoy yang kini saya temui sudah membawakan menu yang menurutnya berbeda jauh dari ketika saya coba pertama selalu ia inginkan saat sakit. Apalagi kalau kali bersama mantan pacar kala itu. Bakmoy bukan bakmoy, porsi lengkap. “Ada kuahnya saya hari ini tidak cuma berisi ayam, tahu jadi lebih gampang dicerna. Manis juga buat dan potongan telor pindang, tetapi juga mulut pahit orang sakit,” alasannya. sejumput kenangan akan dirinya. (*)

4 0 B U M B U M A G Z Issue 27 | 234 M O Z A I K Setangkup Surabi d a l a m M e m o r i

Teks: @ismi_rinjani Foto: @annisamaghfira

Tahu dan adalah dua entitas orang Sumedang seperti punya tato yang sulit dipisahkan, bahkan jika kita berbentuk tahu di jidatnya. Padahal, tahu pun sedang membicarakan salah satunya. bukan asli ciptaan orang Sumedang juga.

“Asalmu dari mana?” Pengaruh Tiongkok pada olahan pangan di “Sumedang.” Sumedang amat besar. Sebabnya adalah “Oh, banyak tahu pasti ya?” pasca-penghapusan larangan tinggal, sekitar “Hehehe. Iya.” tahun 1856, banyak orang Tionghoa mulai masuk Priangan Timur, termasuk Sumedang. Percakapan ini hampir pasti selalu terjadi Berdasarkan sensus tahun 1930, jumlah setiap saya kenalan dengan orang baru. orang Tionghoa di Sumedang 905 jiwa. Seperti warga Brebes yang tak bisa lepas Cukup banyak, bukan? Tahu Sumedang dari bayangan telur asin, dan orang Padang “diciptakan” pertama kali oleh imigran yang lekat dengan citra . Semua Tiongkok bernama Ong Kino di awal abad

4 1 B U M B U M A G Z ke-20, dan masih bertahan dengan merk Bambu satu untuk menahan pinggiran wajan dagang Bungkeng hingga hari ini. tanah liat agar tidak bergeser, bambu dua untuk menyendok surabi yang sudah matang. Tetapi kali ini, saya tak akan bicara soal tahu. Saya mau cerita tentang jajanan di Sumedang Penentu kenikmatan surabi adalah alat dan yang mengisi separuh memori dan paling cara memasaknya. Surabi yang dimasak dirindukan di perantauan: Surabi. memakai cetakan tembikar dan dipanggang di atas kayu bakar, rasanya sangat lain dengan Dua puluh dua tahun silam, saat saya masih hasil penggunaan wajan alumunium dan menggendong boneka Winnie the Pooh ke kompor gas. Kasusnya mirip dengan rendang. mana-mana, hampir setiap Minggu pagi saya Menurut kawan yang lahir dan besar di bergegas ke perempatan dekat rumah, untuk Sumatra Barat, rasa akhir rendang yang jajan surabi buatan Ma’ Ening. Saya masih dimasak di tungku kayu bakar, kompor minyak ingat sosok beliau yang duduk tepat di depan tanah dan kompor gas akan sangat berbeda, perapian tungku tanah liat, sambil sesekali meski resep dan proses pembuatannya sama. meniup tungku dengan selongsong bambu Saya pun jarang sekali membeli surabi yang agar bara nyala merata, memasukkan kayu dibuat dengan cara modern, karena aroma bakar baru dan mengaduk adonan surabi di dan kelegitannya jauh berkurang. Untuk dua baskom besar di sampingnya. Beliau perkara makanan, saya cukup konservatif. “dipersenjatai” dengan dua bilah bambu panjang yang sudah diamplas sampai tidak Adonan surabi tradisional di Sumedang ada buluh tajam yang membahayakan. terbuat dari tepung beras, parutan kelapa,

4 2 B U M B U M A G Z larutan santan dan garam. Taburannya iseng, saya akan memesan 2 tangkup surabi sederhana saja: kering atau telur. Tapi polos, lalu mengoles satu sisi dengan sambal saya suka mencampurkan keduanya. Saya oncom, menambahkan bala-bala di selalu pesan untuk dimasak sampai tengahnya, kemudian ditutup dengan surabi pinggirannya sedikit gosong agar kriuk-kriuk yang satunya. Jadilah: Burger Surabi Oncom. ketika digigit. Preferensi pribadi lainnya adalah membawa satu bongsang Tahu Sumedang dan Di sebelah kiri Ma’ Ening berdiri sebuah meja memamahnya bergantian bersama surabi kecil dan rak bambu untuk menaruh surabi panas. Lezat tak terkira. yang siap disantap. Biasanya jarang bertahan lama karena sudah pasti diserbu pembeli—di Dalam kamus Bahasa Kawi, surabhi artinya masa liburan, kami kadang harus memesan harum; wangi. Arti dalam kosa kata bahasa setelah adzan subuh supaya kebagian. Di Sunda pun begitu. Adonan surabi yang sana tersaji pula semangkuk besar sambal menyentuh wajan tembikar panas, oncom basah yang ditumis bersama bawang menguarkan bau harum ke udara. Mungkin merah, bawang putih, daun salam dan cabai begitu tafsirnya. rawit untuk dicocol. Oncomnya sudah pasti dari Pasir Reungit, wilayah di timur Sumedang Pada Serat Centhini yang mengandung yang terkenal sebagai sentra pembuatan berbagai aspek kehidupan masa lampau, oncom terbaik di Jawa Barat. termaktub pula tentang kuliner tradisional Jawa—khususnya abad ke-18. Srabi (surabi) Ada pula setoples besar kacang termasuk di dalamnya. Nyai Sriyanta, seorang dan setumpuk bala-bala (sejenis bakwan) ahli pembuat sesaji di zaman tersebut, sebagai camilan pendamping. Kalau sedang membuat surabi bersama berbagai jenis kue

4 3 B U M B U M A G Z lainnya untuk disajikan di Majang patanen karena membuat surabi membutuhkan daya (patanen adalah ruang tengah dalam rumah tahan yang bukan main-main. Setidaknya yang biasanya digunakan untuk pengantin perlu orang yang mampu duduk berjam-jam di duduk bersanding). Surabi juga dijual saat depan bara panas, dengan resiko terkena pertunjukan wayang yang dihelat dalam satu percikan api ke badan. rangkaian acara pernikahan tersebut. Sambil menulis artikel ini, saya berkali-kali Kitab wajib bertajuk Mustika Rasa, Resep menelan ludah. Membayangkan sepiring Masakan Indonesia - Warisan Sukarno surabi telur bersanding dengan sambal setebal 1.123 halaman yang berkaitan erat oncom, ditemani setoples rempeyek kacang, dengan politik pangan pada masanya, yang pastinya bakal dipungkas dengan teh memuat resep surabi. Ada yang memakai tawar panas. Kesukaan saya. (*) tepung jagung, hingga yang ditaburi udang. Sayangnya asal daerah resep-resep tersebut tak semua dicantumkan. Di bagian surabi, hanya resep surabi polos yang dilabeli berasal dari Madiun. Bagaimanapun, kitab ini cukup merangkum keunikan kuliner pada zaman tersebut (resep-resep dikumpulkan pada tahun 1964, kolaborasi antara pamong praja tiap desa, ahli kuliner, sampai ahli gizi).

Jika dilihat dari bentuk, bahan-bahan dan cara pembuatannya, surabi masih satu keluarga dengan panekuk dari Belanda, yang berasal dari India, hingga khanom khrok milik Thailand. Surabi adalah panekuk lokal yang membuat bahan-bahan sederhana jadi mencuat.

Sejarah panjang surabi berbanding lurus dengan kenangan saya bersamanya. Setelah Ma’ Ening wafat, saya tak berhenti mencari rasa surabi yang nyerempet buatan beliau. Kekhasannya sudah kadung melekat dengan indera perasa. Setidaknya saya baru menemukan 3-4 pedagang surabi di Sumedang yang bisa mendekati surabi racikan Ma’ Ening. Tetapi kini mereka pun kehilangan penerus. Anak-anak dari pedagang surabi memilih pekerjaan lain,

4 4 B U M B U M A G Z M O Z A I K

danM Memaormi Maaka naTn Peilikpuar Lara

Teks dan foto: @rachmasafitri

Siang itu terik sekali. Matahari seperti tidak aliran sungai) Kapuas tahun 2011-2012. mau beranjak dari atas kepala. Speedboat Delapan tahun berselang, di sebuah pagi di yang saya tumpangi barusan menunai tugas akhir Juli 2020 kami bersua lewat sambungan dengan baik, tidak lagi putus tali kemudi telepon milik putri bungsunya, Nisa. seperti sebelumnya, menepi di dermaga Setengah jam lebih kami saling menukar desa. Bergegas saya menuju dapur sebuah cerita, sambil membicarakan makanan yang rumah panggung dari kayu ulin yang dulu ia olah atau kami olah bersama-sama. berjarak 400 meter dari parkiran kapal cepat. Saya tak sabar berjumpa dengan Mama Tika Nama aslinya Badariah, usianya sekarang 46 yang sedang sibuk di dapur dari pagi, tahun. Ia dipanggil Mama Tika, seperti memasak buat kami yang sudah seminggu kebiasaan warga Dayak Ngaju menyebut berkeliling 7 desa. perempuan yang sudah punya anak dengan nama anak pertama.Mama Tika seperti ibu Ini cerita saya yang berguru bersama Mama sambung ketika di perantauan. Ia mengerti Tika, juru masak di mess Mantangai Tengah, betul frustasinya saya di bulan-bulan awal rumah yang saya tinggali saat tugas untuk bisa terbiasa dengan makanan serba lapangan dan pengalaman kuliner selama berbumbu habang (merah) dan sulit ketemu tinggal dan bekerja di kawasan DAS (daerah tempe garit. Ia juga pelipur lara saat saya

4 1 B U M B U M A G Z patah hati. Hal yang tak kalah penting, Ia juga Suatu hari, kami bertukar peran. Saya akan tahu kalau saya adalah penggemar gorengan menjadi kepala juru masak dan Mama Tika garis keras, karena selalu bertanya apakah di menjadi asisten. Saat itu semua tim lapangan Mantangai Hulu, Tengah dan Hilir ada penjual akan menginap tiga malam di Camp Release. gorengan di sore hari. Siang itu, Mama Tika Mama Tika ikut karena kami akan tinggal di menyambut kami dengan nanas goreng, mess yang letaknya ada di dalam hutan yang pengganti medoan dan tahu susur yang saya dikelilingi sungai hitam. Juru masak idam-idamkan. dibutuhkan untuk lokasi yang memang jauh dari mana-mana. Waktu tempuhnya 5 jam Mama Tika mengolah nanas rawa, yang dengan katinting, kapal kayu bermesin tunggal ukurannya lebih besar dari buah nanas pada yang hanya bisa memuat paling banyak dua umumnya. Wilayah Mantangai dengan tanah orang. gambut adalah lokasi yang cocok untuk nanas jenis ini. Ia memotong nanas seukuran Kami membawa bahan makanan dalam setengah telapak tangan orang dewasa, kontainer plastik yang diberi di pasar Kapuas membuang sedikit bagian tengah nanas agar sehari sebelumnya. Ikan segar seperti Lais tidak pahit dan menggorengnya dengan dan Tampahas dibawa Mama Tika membeli campuran gandum, telur, vanili, gula dan hasil pancingan warga di Mantangai. Saya sejumput garam. “Coba dulu Mbak Pit, memasak sop dan tahu, sedangkan mumpung masih panas,” katanya dengan mama mengolah dengan sambal wajah sedikit cemas. Saya sepuluh tahun lalu buah ramania. Masyarakat Dayak Ngaju di adalah orang yang rewel pada makanan. Tapi tempat saya bekerja memasak ikan goreng Mama Tika dan banyak pengolah resep hanya dengan 3 bumbu dasar yaitu bawang rumah tempat saya singgah berhasil merah, asam jawa dan garam. Mereka mengubahnya. Nanas gorengnya ternyata jarang sekali menggunakan bawang putih enak. seperti kebiasaan banyak dapur di Jawa.

4 4 B U M B U M A G Z “Ikannya sudah gurih mbak, cukup dibalur warga dengan durasi lebih dari 3 jam, pasti limau saja setelah dicuci agar tidak amis,” ada makan berat.Saya ingat betul, kali begitu jelas Mama Tika. pertama di desa Katimpun, sepiring nasi, telur habang, dan sayur buncis dengan Mama Tika juga piawai mengolah daun katuk, topping mi yang masih kriuk. Begitu juga di kelakai (pakis rawa), daun singkong dan desa Kalumpang, isi menunya identik. Tiga umbut rotan (rotan muda). Semuanya dipadu hari kemudian, di rumah Kades Dahlan dengan hasil sungai seperti udang dan ikan Jambek di Mantahai Hulu, saya dijamu menu yang melimpah. Kelakai akan dia tumis yang sama, hanya bedanya di lauk yang dengan udang sungai yang teknik memasak berganti menjadi daging rusa.Saya seperti cepat. Sedangkan daun singkong akan dekat dengan sayur buncis ini. Usut punya ditumbuk, diberi santan dan diolah bersama usut, ternyata ini adalah olah mie goreng ikan asap. Sebelum ia jadi kursi, umbut/rotan dengan mie instant, yang dimasak dengan muda akan disulap menjadi dengan banyak buncis. Mie akan dimasukkan paling kuah santan bening yang melimpah. Ia akan belakang, diremuk tangan tanpa direbus menggoreng garing ikan lais kecil dan terlebih dahulu. “Mbak kan dari kota (Jakarta), menjadikannya lauk gulai. Makanan ini yang jadi dimasakin mie,” begitu kata Mama Tika menjadi obat rindu, lelah dan patah hati sambil tertawa. Ah, saya rindu Mantangai dan sekaligus. Mama Tika. (*)

Ada yang menarik di awal kedatangan saya di kecamatan Mantangai.Saya selalu disambut menu yang hampir sama di 6 desa di kecamatan tersebut.Setiap ada pertemuan

4 4 B U M B U M A G Z Next Issue: Kota dan Kuliner

Contact us on Instagram: @bumbu.magz

4 5 B U M B U M A G Z