Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 5A (21–24), 2011

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANGAN DI HUTAN DATARAN RENDAH KETAMBE, TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

Emma Sri Kuncari Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPI Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta–Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911 E-mail: [email protected]

ABSTRACT The information about plant biodiversity as foodstuff especially around Ketambe lowland forest required for education, research, conservation, and human health importance. However, this information still limited, so that exploration, collection, and interview has been done. This paper reports plant biodiversity as foodstuff around Ketambe lowland forest. Hopefully, the result will increase information about plant biodiversity as foodstuff in Nanggroe Aceh Darussalam especially around Leuser Mountain National Park conservation area and can serve as a basis for further research, management, development, and conservation. Thirty-six species of foodstuff plant have been recorded belonging to 27 genus and 21 familia, the most from Euphorbiaceae Family (6 species). The biodiversity of foodstuff plants recorded showed that the lowland forest still well-preserved. The parts of plant usually use as foodstuff are fruit and seed.

Key words: plant biodiversity, foodstuff, Ketambe, Leuser Mountain National Park

PENGANTAR Ha dan dilengkapi dengan sistem trek (jalan kecil) untuk memudahkan para peneliti. Areal penelitian ini dibatasi oleh Kawasan hutan hujan tropik dataran rendah Pulau Sungai Ketambe di sebelah Barat dan S. Alas di sebelah Sumatera merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis Timur. Kawasan ini juga dikelilingi oleh beberapa gunung flora di dunia (Lammertink, 2004). Taman Nasional Gunung yaitu G. Kemiri di sebelah Utara, G. Mamas di sebelah Leuser (TNGL) dengan luas 862.975 ha merupakan salah Barat dan G. Bendahara di sebelah Timur, dengan variasi satu kawasan konservasi di Pulau Sumatera yang memiliki ketinggian secara umum antara 300–1000 meter di atas kekayaan jenis flora dan fauna yang tinggi. Kekayaan permukaan laut. Curah hujan rata-rata per tahun antara jenis ini terdapat dalam berbagai tipe ekosistem seperti 2650–4700 mm dengan kelembaban sekitar 91–96%. ekosistem hutan rawa air tawar, hutan dataran rendah, Stasiun Penelitian Ketambe merupakan stasiun penelitian hutan pegunungan dan hutan alpin tropika. Diperkirakan yang paling mudah dicapai di dalam kawasan ekosistem ± 4000 jenis tumbuhan dan 512 jenis hewan terkandung Leuser dibandingkan dengan yang lain (Nuzuar, 2008). didalamnya yang sebagian besar terdapat di daerah dataran Mengingat masih cukup pentingnya informasi mengenai rendah (Jacobs, 1979). tumbuhan pangan bagi kepentingan dunia pendidikan, Hampir seluruh kawasan TNGL ditutupi oleh lebatnya penelitian, konservasi dan kesehatan maka pada tulisan hutan Dipterocarpaceae dengan beberapa sungai dan air ini akan dilaporkan data keanekaragaman jenis tumbuhan terjun. Terdapat tumbuhan langka dan khas yaitu daun (pohon secara umum) yang bermanfaat sebagai bahan payung raksasa (Johannesteijsmannia altifrons), bunga pangan di sekitar Stasiun Penelitian Ketambe. Selain itu raflesia (Rafflesia atjehensis dan R. micropylora) serta juga dilakukan kegiatan koleksi. Hasil dari penelitian ini Rhizanthes zippelnii yang merupakan bunga terbesar diharapkan dapat menambah informasi dan dapat dijadikan dengan diameter 1,5 meter. Selain itu, terdapat tumbuhan sebagai dasar bagi penelitian lanjutan, pengelolaan, yang unik yaitu ara atau tumbuhan pencekik (Anonim, pengembangan maupun konservasi jenis-jenis tumbuhan 2010). pangan (pakan) di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya Stasiun Penelitian Ketambe merupakan salah satu di sekitar kawasan konservasi TNGL. stasiun penelitian yang terletak di dalam kawasan TNGL. Gunung Leuser sendiri memiliki ketinggian 3.404 m.dpl. BAHAN DAN CARA KERJA Kawasan ini merupakan contoh dari tipe ekosistem hutan dataran rendah. Secara administratif Stasiun Penelitian Lokasi Penelitian Ketambe berada di Desa Bale Lutu, Kecamatan Badar, Penelitian diselenggarakan pada bulan Juli 2009 di Kabupaten Aceh Tenggara. Berdasarkan posisi geografis Hutan Dataran Rendah Ketambe, TNGL, Aceh Tenggara, terletak pada koordinat 03 40’ 39’’ Lintang Utara dan 97 Nanggroe Aceh Darussalam. 39’13’’ Bujur Timur. Luas areal penelitian sekitar 450 22 Keanekaragaman Tumbuhan Pangan di Hutan

Cara Kerja tumbuhan hasil koleksi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Informasi mengenai manfaat dan jenis-jenis tumbuhan Bidang Botani Puslit Biologi–LIPI. pangan didapatkan dari tenaga ahli dan wawancara dengan masyarakat sekitar yang mengetahui dan biasa HASIL memanfaatkan tumbuhan tersebut secara tradisional, Keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dilanjutkan dengan pengamatan langsung di lapangan dan sebagai bahan pangan di Hutan Dataran Rendah Ketambe studi pustaka. Koleksi dilakukan dengan cara eksplorasi dan pada eksplorasi kali ini tercatat sebanyak 36 jenis, yang juga pengamatan langsung di hutan. Semua jenis tumbuhan termasuk di dalam 27 marga dan 21 suku, yang paling (pohon) yang bermanfaat dan potensial sebagai bahan banyak dari Suku Euphorbiaceae yaitu sebanyak 6 jenis, pangan didata dan diambil untuk dibuat spesimen herbarium Annacardiaceae 4 jenis, Myrtaceae dan Sapindaceae yang nantinya akan digunakan sebagai bukti dan identifikasi masing-masing ada 3 jenis, Cluciaceae, Moraceae, dan tumbuhan. Pengambilan data tumbuhan mengenai lokasi, Meliaceae masing-masing terdapat 2 jenis. Sedangkan tanggal koleksi, nama daerah dan kegunaan adalah hal yang suku-suku yang lain hanya ditemukan masing-masing 1 sangat penting dilakukan. Identifikasi nama botani dari jenis tumbuhan saja.

Tabel 1. Daftar jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan di hutan dataran rendah Ketambe

No Jenis Suku Nama Daerah Konsumen 1 Baccaurea bracteata Euphorbiaceae Bergang Piet manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara; Uji, T., 1992) 2 Baccaurea deflexa Euphorbiaceae Bergang Gajah manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara; Uji, T., 1992) 3 Baccaurea lanceolata Euphorbiaceae Duku Hutan manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara; Uji, T., 1992) 4 Baccaurea sp. Euphorbiaceae Bergang Batu manusia, orang utan, monyet (wawancara) 5 Bischoffia javanica Bl. Euphorbiaceae Tingkam orang utan, kedih, siamang, gibbon (wawancara) 6 Calamus sp. Arecaceae Rotan manusia, orang utan,kedih, monyet (wawancara) 7 Citronella suaveolens (Bl.) Icacinaceae Tenggulun manusia, orang utan, monyet (wawancara) Howard. 8 Claoxylon longifolium (Bl.) Euphorbiaceae Cemimis manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) Endl. Ex Hassk. 9 Cnestisplatantha sp. Connaraceae Akar Reriang kedih (wawancara) 10 Dracontomelon dao Anacardiaceae Asam King manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 11 Durio zibethinus Murray. Bombaceae Durian Hutan manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara; Subhadrabandhu et al., 1992) 12 Dysoxylum alliaceum Meliaceae Kayu Lasun orang utan, kedih, monyet, rusa (wawancara) Blume 13 Elaeagnus latifolia Linn. Elaeagnaceae Akar Terujak manusia, orang utan (wawancara) 14 Ficus drupacea Thumb. Moraceae Asam Mubi manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 15 Ficus racemosa Linn. Moraceae Gala-Gala manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 16 Garcinia parvifolia (Miq.) Cluciaceae Asam Kanis manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara; Jansen, 1992) 17 Garcinia sp. Cluciaceae Asam Peder manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara, Jansen, 1992) 18 Hibiscus sp. Malvaceae Bebahru manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 19 Lansium domesticum Meliaceae Langsat Hutan manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara, Correa. Yaacob dan Bamroongrugsa, 1992) 20 Mangifera foetida Lour. Anacardiaceae Berhul manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara; Bompard, 1992) 21 Mangifera odorata Griffith. Anacardiaceae Berhul Mancang manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara; Bompard, 1992) 22 Mangifera sp. Anacardiaceae Mangga Hutan manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 23 Nephelium lappaceum L. Sapindaceae Rambutan Hutan manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara; Welzen dan Verheij, 1992) 24 Oroxylum indicum (L.) Bignoniaceae Abang-Abang orang utan (wawancara) Kurz. Emma Sri Kuncari 23

No Jenis Suku Nama Daerah Konsumen 25 Palaquium sp. Sapotaceae Punti manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 26 Paranephelium nitidum Sapindaceae Kerakah Biasa manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 27 Pisonia umbellifera Forst Nyctaginaceae Kayu Pertik burung (wawancara) Seem. 28 Pometia pinnata Forst. Sapindaceae Pakam orang utan, kedih, siamang, monyet, gibbon (wawancara) 29 Pseudovaria rugosa (Bl.) Annonaceae Banitan orang utan, kedih (wawancara) Merr. 30 Rubus glomeratus Rosaceae Akar Cengkener manusia, orang utan, burung (wawancara; Kalkman, 1992) 31 Ryparosa caesia Bl. Flacourtiaceae Kesebak manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 32 Sterculia oblongata Sterculiaceae Rambe Hutan orang utan, kedih, siamang, monyet, gibbon (wawancara) 33 Syzigium adensiflora Myrtaceae Jambu Air manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 34 Syzigium sp. Myrtaceae Jambu Hutan manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 35 Syzigium zollingerianum Myrtaceae Jambu Sereh manusia dan mayoritas satwa penghuni hutan (wawancara) 36 Tetrastigma sp. Vitaceae Akar Reriang manusia, orang utan, babi hutan (wawancara) Gana

PEMBAHASAN kancil, babi hutan, landak, tupai, tikus, dan burung masih cukup banyak dijumpai hidup di kawasan ini. Keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan Hal ini dapat dikarenakan kawasan Ketambe sangat sebagai bahan pangan di sekitar hutan dataran rendah dijaga keaslian dan kelestariannya. Para pengelola cukup Ketambe pada saat penelitian ini dilaksanakan ternyata ketat mengawasi pihak-pihak luar yang bermaksud masih cukup tinggi dengan diketemukannya 36 jenis memasuki dan/atau melaksanakan kegiatan penelitian di tumbuhan pangan yang termasuk dalam 27 marga dan 21 sekitar kawasan ini. Kondisi kawasan yang terisoler dari suku, yang terbanyak dari Suku Euphorbiaceae. pemukiman penduduk karena adanya Sungai Ketambe dan Euphorbiaceae merupakan suku terbesar keempat dari Sungai Alas, tanpa dibangunnya jembatan penghubung lima suku tumbuhan berpembuluh di Kawasan Malesia yang (harus menyeberang dengan sampan khusus milik pengelola mewadahi 1354 jenis dari 91 marga (Whitmore, 1995). atau berenang), tidak disediakannya fasilitas listrik serta Pada eksplorasi ini dijumpai 5 jenis Euphorbiaceae yang masih cukup banyaknya hewan pacet penghisap darah telah dimanfaatkan manusia sebagai bahan pangan yaitu B. sangat mendukung upaya konservasi ini karena manusia/ bracteata (Bergang Piet), B. deflexa (Bergang Gajah), B. pihak-pihak luar seakan-akan dipersulit atau menjadi lanceolata (Duku Hutan), Baccaurea sp. (Bergang Batu) enggan masuk ke dalam kawasan konservasi Ketambe. dan C. longifolium (Bl.) Endl. Ex Hassk. (Cemimis). Satu Kerusakan hutan akibat pencurian kayu ataupun pembukaan jenis yaitu B. javanica Bl. (Tingkam) dikatakan cukup lahan yang menjadi isu hangat di akhir-akhir ini berpotensi dijadikan sebagai bahan pangan karena telah ternyata belum tampak terjadi dan semoga memang tidak lama dimanfaatkan sebagai bahan pakan bagi orang utan, akan terjadi sehingga kawasan ini masih dapat berfungsi kedih, siamang, dan gibbon. laksana paru-paru dunia. Data keanekaragaman jenis tumbuhan pangan yang Bagian-bagian tumbuhan ini yang biasa dimanfaatkan masih cukup tinggi di kawasan hutan ini menunjukkan sebagai bahan pangan sebagian besar berupa buah dan/atau bahwa kondisi hutan masih cukup bagus karena masih dapat bijinya, sedangkan pucuk daun muda dan bunganya relatif menyediakan cukup banyak jenis tumbuhan sebagai bahan jarang yang memanfaatkan. pangan (pakan) bagi satwa dan manusia yang menghuni Belum banyak masyarakat sekitar yang mengenal jenis- atau tinggal di sekitar wilayah hutan. jenis tumbuhan bermanfaat pangan ini. Cukup terisolirnya Satwa hutan yang langka dan dilindungi seperti orang kawasan ini dari penduduk dapat menjadi salah satu utan (Pongo abelii), siamang (Hylobates syndactylus), penyebabnya. Damayanti dkk (2002) berpendapat jika gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), badak berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau Sumatera saat ini menyebabkan pengetahuan tradisional mengenai (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Capricornis sumber daya alam yang ada di lingkungan sekitar menjadi sumatraensis), rangkong (Buceros bicornis), rusa sambar semakin terabaikan dan bahkan hilang. (Cervus unicolor), dan kucing hutan (Prionailurus Dari 36 jenis tumbuhan bermanfaat pangan yang bengalensis sumatrana) masih ada di sekitar kawasan dijumpai, 22 jenis dapat dikonsumsi oleh manusia dan hutan ini (Anonim). Juga gibbon, monyet, kedih, beruk, mayoritas satwa penghuni hutan, 6 jenis dapat dikonsumsi 24 Keanekaragaman Tumbuhan Pangan di Hutan manusia dan hanya beberapa jenis satwa, sedangkan 8 Damayanti EK, Kustanti A, Sangat HM, dan Zuhud EAM, 2002. jenis yang lain walaupun hanya biasa dimakan oleh satwa Dalam D Sulistiyarini, 2009. Pemanfaatan Tumbuhan namun berdasarkan pengalaman relatif aman dikonsumsi oleh Masyarakat Desa Cikedung, Kecamatan Mancak, oleh manusia walaupun masih belum lazim. Semua jenis Serang - Banten. Prosiding Seminar Nasional Biologi: Peran Biosistematika dalam Pengelolaan Sumberdaya tumbuhan tersebut hanya difungsikan sebagai makanan Hayati Indonesia. Fakultas Biologi Universitas Jenderal tambahan (sebagai buah, sayur/lalab) bagi manusia namun Soedirman Purwokerto, 12 Desember 2009. sebagian besar satwa memanfaatkannya sebagai makanan Jacobs M, 1979. Panorama Botanique de Lْarchipel Malay (Plantes pokok. Vasculaires). In Resources Naturelles de lْAsie Tropicale Perlu penelitian lebih lanjut mengenai teknik Humide, XII. Unesco, Paris. penanganan dan pengolahan bagian-bagian tumbuhan Jansen PCM, 1992. Dalam Verheij EWM dan Coronel RE tersebut serta upaya sosialisasi kepada masyarakat sehingga (Editors). Plant of South-East Asia. 1992. No. 2. Edible pemanfaatannya dapat lebih optimal. Selain itu upaya Fruits and Nuts. Bogor, Indonesia. pelestarian, perbanyakan maupun pemuliaan dari tumbuhan Kalkman C, 1992. Dalam Verheij EWM dan Coronel RE (Editors). Plant of South-East Asia. 1992. No. 2. Edible Fruits and ini sangat diperlukan demi menjaga agar tumbuh-tumbuhan Nuts. Bogor, Indonesia. ini tidak punah. Penyebarluasan informasi ini ke masyarakat Lammertink M, 2004. The Recovery Potential of Biodiversity umum diharapkan dapat mendukung upaya diversifikasi After Logging, Fire, and Agroforestry in Kalimantan and pangan dan konservasi. Sumatera. Laporan hasil penelitian NOW (Netherlands Science Fondation), LIPI, PILI-NGO Movement (Pusat UCAPAN TERIMA KASIH Informasi Lingkungan Indonesia). Nuzuar, 2008. Suka Duka Mengikuti Orangutan di Ketambe. Info Penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Lawang Edisi 2. Diakses pada tanggal 1 Maret 2010. Puslit Biologi–LIPI yang telah menjalin kerjasama dan Subhadrabandhu S, Schneemannn JMP, dan Verheij EWM, 1992. memperkenankan penelitian ini berlangsung dengan dana Dalam Verheij EWM dan Coronel RE (Editors). Plant of penelitian dari Dirjen Pendidikan Tinggi–Depdiknas, South-East Asia. 1992. No. 2. Edible Fruits and Nuts. Drs. Razali Yusuf selaku koordinator proyek penelitian Bogor, Indonesia. Ketambe, Kepala Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Uji T, 1992. Dalam EWM Verheij dan RE Coronel (Editors). Plant Leuser beserta seluruh staf dan tenaga ahli (terutama Bapak of South-East Asia. 1992. No. 2. Edible Fruits and Nuts. Bogor, Indonesia. Abdullah) serta semua pihak yang telah membantu dalam Welzen PCV dan Verheij EWM, 1992. Dalam Verheij EWM dan penelitian dan publikasi tulisan ini. Coronel RE (Editors). Plant of South-East Asia. 1992. No. 2. Edible Fruits and Nuts, Bogor, Indonesia. KEPUSTAKAAN Whitmore TC, 1995. The Phytogeography of Malesian Euphorbiaceae. Dalam Dransfield J, Coode MJE, dan Anonim. 2010. Taman Nasional Gunung Leuser. http://forum. Simpson DA (Editors.). Plants Diversity in Malesian III. kafegaul.com/ archive/index.php/t-212627.html. Diakses Proceedings of the Third International Flora Malesiana pada tanggal 16 Juni 2010. Symposium 1995. Published by Royal Botanic Garden. Bompard JM, 1992. Dalam Verheij EWM dan Coronel RE Yacob O dan Bamroongrugsa N, 1992. Dalam Verheij EWM and (Editors). Plant of South-East Asia. 1992. No. 2. Edible Coronel RE (Editors). Plant of South-East Asia. 1992. Fruits and Nuts. Bogor, Indonesia. No. 2. Edible Fruits and Nuts. Bogor, Indonesia. Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 5A (25–28), 2010

STUDI BIODIVERSITAS SEEDLINGS DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU, JAWA TENGAH

Inge Larashati Bidang Botani – Pusat Penelitian Biologi – LIPI Jalan Raya Jakarta – Bogor Km 46 Cibinong 16911, PO Box 5 Cibinong E-mail: [email protected]

ABSTRACT As a conservation area, Merbabu Mountain National Park has an important function of ecologyl, hydrology, economics, and sociocultural as well. Being habitat for various flora and fauna, Mount Merbabu is also a water catchment area which has great influence to the availability of water for communities living in the area around. Potential of biodiversity in Mount Merbabu already has been reported as an inventory of animals and birds, as well as primates, but not many vegetation surveys conducted, especially regarding the type of plants or seedlings that serves as a regeneration. To determine plant regeneration ability in the Merbabu Mountain National Park, a research by using the square plot transect method was conducted systematically. This study aimed to obtain information and data of the plants diversity and seedlings species which were important in the natural regeneration process. Results of data analysis indicated that the dominant type of seedlings or plants in Merbabu Mountain National Park were Pteridium aquilinum, Rubus fraxinifolius , Blumea balsamifera, Pennisetum purpureum. By knowing the seedlings or plants as tools of regenerating on its usage, it should pay more attention to the rules of preservation so that potential Merbabu Mountain National Park area can be utilized in sustainable manner.

Key words: Pteridium aquilinum, Rubus fraxinifolius , Blumea balsamifera, Pennisetum purpureum, Merbabu Mountain National Park, Central

PENGANTAR permukaan tanah. Oleh vegetasi pula air tanah di uapkan kembali ke udara oleh daun. Taman Nasional Gunung Merbabu secara geografis Kawasan hutan di Gunung Merbabu merupakan daerah terletak pada koordinat 7° 27’ 13 “ LS dan 110° 26 ‘ 22” BT tangkapan air dan sumber air bagi sungai-sungai yang dengan ketinggian mencapai ± 3.142 m dpl (meter di atas memiliki hulu di kaki Gunung Merbabu seperti Daerah permukaan laut) dan secara administratif berada di wilayah Aliran Sungai (DAS) Pemali Jratun dan Daerah Aliran Propinsi Jawa Tengah (Anonimous, 2005). Sungai (DAS) Serayu Opak Progo. Oleh karena itu Taman Kawasan Gunung Merbabu terletak pada ketinggian Nasional Gunung Merbabu memiliki nilai multi fungsi 1.000–3.142 m dpl sebagian besar merupakan daerah penting, baik secara ekologis, ekonomis, sosial maupun pegunungan dengan dengan topografi berbukit-bukit sampai budaya. Secara hidro-orologi, kawasan Taman Nasional bergunung-gunung dan terdapat jurang dan tebing yang Gunung Merbabu memiliki arti penting, khususnya sebagai curam dengan derajat kemiringan mulai 30° hingga 80°. daerah tangkapan air yang mengaliri daerah pertanian Sebagai kawasan konservasi Taman Nasional Gunung dan perkebunan di Kabupaten Semarang, Boyolali, dan Merbabu mempunyai fungsi utama sebagai kawasan . Di dalam kawasan terdapat 32 sungai utama perlindungan sistem penyangga kehidupan, baik secara yang berfungsi sebagai penyedia air bagi 17 sungai utama ekologis, hidrologis, ekonomis juga sosiokultural. di Kabupaten Magelang, 7 sungai utama di Kabupaten Selain sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan, hewan, Boyolali dan 8 sungai utama di Kabupaten Semarang, selain dan ekosistemnya, Gunung Merbabu juga merupakan sungai-sungai kecil dan anak sungai yang airnya mengalir daerah tangkapan air yang memiliki pengaruh besar bagi hanya pada waktu-waktu tertentu. ketersediaan air untuk kehidupan masyarakat yang berada Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu banyak di daerah bagian bawahnya dan sebagian besar penduduk terdapat mata air yang dimanfaatkan untuk menopang bermatapencaharian sebagai petani. Penduduk banyak kehidupan masyarakat disekitar Gunung Merbabu, mata bertanam sayuran seperti Daucus carota, Brassica sp, air tersebut antara lain. Taman Nasional Gunung Merbabu Zea mays, Pisum sativum, dan tanaman hias. Vegetasi memiliki 3 tipe ekosistem yakni ekosistem pegunungan mempunyai peranan penting dalam siklus hidrologi. Air rendah (1000–1500 m dpl), pegunungan atas (1500–2400 hujan yang jatuh di atas tajuk-tajuk pohon kemudian m dpl) yang ditumbuhi jenis-jenis vegetasi antara lain mengalir melalui batang pohon dan akhirnya sampai di 26 Studi Biodiversitas Seedlings akasia (Acacia decurrens), puspa (Schima wallichii), analisis tersebut akan didapat Indeks Nilai Penting (INP). sengon gunung (Albizia falcataria), sowo (Chisocheton Indeks Nilai Penting sering dipakai karena memudahkan pentondrus), tanganan (Melastoma normole), dan pasang; dalam interpretasi hasil analisis.Keanekaragaman jenis dan pegunungan sub alpin yang terletak pada pada puncak vegetasi hutan di suatu petak penelitian yaitu dapat dihitung (2.400–3.142 m dpl) yang ditumbuhi jenis-jenis rumput dan dengan menggunakan rumus Shannon-Wienner (Kent dan edelweis (Anaphalis javanica) (Anonimous, 2005). Paddy, 1992). Survei vegetasi belum banyak dilakukan khususnya mengenai jenis-jenis tumbuhan bawahnya yang berfungsi HASIL sebagai alat regenerasi. Hasil penelitian dengan metoda eksplorasi dan metoda Penelitian bertujuan untuk memperoleh data dasar petak kuadrat dari Selo - Boyolali, tercatat 63 jenis Cuntel mengenai keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan dikoleksi 13 jenis yang tersebar pada berbagai ketinggian, bawah. Data dasar dan informasi mengenai tumbuhan yaitu pada ketinggian 2.417 m dpl tercatat 11 jenis terdiri atas bawah diharapkan dapat diketahui dan sebagai acuan 1.948 individu. Jenis yang mendominasi pada ketinggian untuk penelitian lebih lanjut seperti penelaahan ekologi, tersebut memiliki nilai penting (NP) berturut-turut adalah pemanfaatan dan konservasinya. Pteridium aquilinum (NP = 71,47), Rubus fraxinifolius (NP Untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan = 61,81), Blumea balsamifera (NP = 43,54), Oplismenus bawah maka dilakukan pengambilan data ekologi dengan (NP = 28,55), Anaphalis javanica (NP = 27,95), Arthraxon menggunakan metoda eksplorasi, dan membuat petak- typius (NP = 27,52), dan Acacia decurrens (NP = 16,03). petak kuadrat (Greigh–Smith, 1964 dalam Kent dan Paddy, Daerah pada ketinggian ini daerah terbuka yang ditumbuhi 1992). berbagai jenis semak. Pencacahaan pada ketinggian 1.880 m dpl tercatat 2.761 BAHAN DAN CARA KERJA individu (14 jenis) pada ketinggian tersebut didominasi Lokasi Penelitian Blumea balsamifera (NP = 61,8), Pennisetum purpureum Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai (NP = 38,7), Eupatorium sp (NP = 22,4), Pteridium dengan bulan Juli 2009. Untuk menuju lokasi penelitian aquilinum (NP = 21,4), Eupatorium inulifolium (NP = ditempuh melalui jalur pendakian Selo yang terletak di 21). Pada ketinggian 1.790 m dicacah 278 (13 jenis). Pada dusun Genteng, Kelurahan Tarubatang, Kecamatan Selo, ketinggian ini Pteridium aquilinum sangat mendominasi Kabupaten Boyolali, dan di dusun Cuntel Kelurahan dengan nilai penting (NP = 106,3) dijumpai pada setiap Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. petak kajian dan menutupi sebagian besar lantai hutan. Eupatorium sp (NP = 59,15), Panicum (NP = 39,44), Cara Kerja Pennisetum purpureum (NP = 37,08), Blumea balsamifera Eksplorasi, dilakukan wilayah Selo hingga mecapai (NP = 26,23), dan Acacia decurrens (NP = 16,84), dan pada ketinggian 2400 m dpl. Pada lokasi yang dipilih banyak dijumpai Pinus mercusii, Schima wallichii. Pada dilakukan pencuplikan data pada empat petak berukuran ketinggian 2400 m tercatat 58 jenis dan empat jenis yang 0,25. Pengumpulan data tumbuhan bawah dibuat petak- baru teridentifikasi pada tingkat suku. Pencacahan dari petak cuplikan dengan ukuran 1 m × 1 m di setiap sudut petak dapat teridentifikasi hingga jenis (88,24%) sisanya petak dengan mengikuti cara (Greigh – Smith, 1964 dalam teridentifikasi sampai tingkat suku. Beberapa suku yang Kent dan Paddy, 1992). dijumpai adalah Melastomataceae (5 jenis), Urticaceae Setiap contoh tumbuhan bawah yang ditemukan dalam (4 jenis), Rosaceae (4 jenis), Asteraceae (3 jenis), Poaceae petak kajian dilakukan pencacahan, dan ditaksir persentase (3 jenis), Fabaceea (3 jenis), Lamiaceae (2 jenis), Cyperaceae penutupannya dengan cara meletakkan kayu berbentuk (2 jenis), Rutaceae (2 jenis), Cyatheacea ( 2 jenis), Liliaceae bujur sangkar dengan ukuran 1 m × 1 m. Tumbuhan bawah (2 jenis). Tercatat 20 suku (40,3%) yang hanya diwakili yang belum diketahui nama ilmiahnya kemudian diberi oleh satu jenis saja. Berdasarkan habitusnya terdapat nomor dan tanggal pada kertas etiket gantung. Tumbuhan tiga jenis yang termasuk dalam pepohonan yaitu Acacia yang sudah diproses dikirim ke Herbarium Bogoriense, decurrens, Schima wallichii, dan Casuarina equisetifolia. Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor untuk diidentifikasi Berdasarkan sebaran secara vertikal menunjukkan bahwa nama ilmiah. Parameter yang akan dikumpulkan meliputi ada empat jenis yang memiliki persebarannya cukup frekuensi, kerapatan, dominansi dan faktor-faktor lingkungan luas yaitu Pteridium aquilinum, Rubus fraxinifolius, lainnya. Data ekologi dianalisis menurut Mueller-Dombois Acacia decurrens, dan Blumea balsamifera. Jenis tersebut dan Ellenberg (1974) dalam Kent dan Paddy (1992). Hasil mendominasi pada ketinggian antara > 1500–2000 m. Inge Larashati 27

Jenis-jenis pada ketinggian < 2000 m yaitu Pennisetum kelestarian ekosisitem, habitat dan keanekaragaman jenis purpureum, Eupatorium sp, Schima wallichii. Pengecekan asli (Suyoko, 2001) dengan berbagai publikasi ada yang tergolong tumbuhan Populasi tumbuhan bawah di Gunung Merbabu, Jawa obat dan gulma yang bermanfaat yaitu Blumea balsamifera, Tengah sangat miskin jenis yaitu pada satu petak kajian Rubus fraxinifolius, Oplismenus, Carex baccan, Albizia hanya terdapat 10 jenis yang terdiri atas10 marga dan 6 montana, Pennisetum purpureum, Impatiens platypetala, suku sampai dengan perolehan jenis tertinggi 12 jenis yang dan Morus alba. tergolong kedalam 12 marga dan 11 suku. Dibandingkan Sebagian besar kawasan telah rusak diduga oleh dengan tumbuhan bawah dari Gunung Kelud, dengan penebangan liar yang berlangsung lama bahkan masih ukuran petak yang sama, maka tumbuhan bawah di Taman terlihat sisa penebangan tumbuhan paku pohon Cyathea Nasional Gunung Merbabu sangat rendah. Jumlah jenis spp menurut informasi dari pemandu lapangan terjadi tumbuhan bawah di kawasan Gunung Kelud terendah pencurian besar-besaran sehubungan dengan meledaknya memiliki 38 jenis, yang tergolong ke dalam 33 marga tanaman hias Anthurium spp yang terjadi beberapa tahun dan 24 suku dan tertinggi mencapai 61 jenis, terdiri atas yang lalu. Cyathea merupakan media yang paling cocok 53 marga dan 32 suku (Larashati, 2009). Hal ini diduga untuk tanaman hias seperti jenis-jenis Anthurium, Orchid karena kondisi hutannya yang sering terjadi kebakaran dan jenis-jenis tanaman hias. sehingga semai yang baru muncul tidak sempat tumbuh dan berkembang, juga disebabkan oleh adanya jenis invasif PEMBAHASAN seperti Acasia decurrens yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat sehingga mengganggu tumbuhan lain, seperti Secara umum inventarisasi dan koleksi flora dari tumbuhan yang masih berupa semai. Persebaran Acasia Taman Nasional Gunung Merbabu Jawa Tengah belum decurrens sangat luas pada ketinggian 1790 m dpl tercatat banyak dilakukan terlebih kajian ekologi khususnya memiliki frekuensi paling tinggi yaitu (FR = 13,8) dari 25 tumbuhan bawah atau semai. Perolehan koleksi tumbuhan anak petak yang dibuat Acasia decurrens menduduki 14 pada perjalanan kali ini lebih banyak berupa spesimen sub anak petak. voucher karena kondisi kawasan yang telah rusak dan Jenis lain yang memiliki frekuensi tertinggi (FR  10) terbuka sebagian besar telah gundul banyak ditumbuhi antara lain adalah Pteridium aquilinum (FR = 25,80), rumput-rumputan. Daerah ini tertutup oleh berbagai jenis Rubus fraxinifolius (FR = 23,94), Blumea balsamifera semak dan liana serta tumbuhan pemanjat lainnya. Pohon (FR = 18,28), Pennisetum purpureum (FR = 14,85), dan yang banyak terlihat antara lain Acacia decurrens. Jenis Eupatorium sp (FR = 11,82). Dari keseluruhan tumbuhan ini tergolong pohon yang bersifat invasif. Berdasarkan bawah yang tercacah terdapat beberapa jenis yang tergolong perjumpaan dan frekuensinya di dalam petak kajian, jenis dalam tumbuhan obat yaitu Rubus fraxinifolius, Blumea ini hampir selalu dijumpai mulai dari ketinggian < 1500 balsamifera, Pennisetum purpureum, Carex baccans, m sampai dengan ketinggian > 2000 m dpl. Berdasarkan Albizzia Montana, Morus alba, Impatiens platypetala, dan perawakannya dijumpai mulai dari semai, pohon kecil, Glochidion sp (Anonimous, 1995). pohon sedang hingga pohon dewasanya. Pertumbuhan jenis Rubus fraxinifolius merupakan jenis yang mendominasi ini sangat cepat menyebar pada sebagian besar kawasan, pada kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, jenis ini dan mendesak jenis-jenis yang lainnya termasuk tumbuhan tergolong perdu, tumbuh tegak atau memanjat, memiliki bawah atau semai dari jenis lainnya. Biji-biji dari jenis tinggi 1,5 m sampai dengan 3 m, dan ditemukan pada daerah Acacia dapat disebarkan oleh hewan. Hewan tersebut pegunungan yang tinggi (Heyne, 1987). Di Jawa penyebaran membuang kotorannya di tempat lain sehingga biji-biji jenis ini terdapat pada ketinggian antara 1500–2600 m dpl Acacia akan tumbuh dan dan tersebar ke seluruh kawasan. (Anonimous, 1995). Biji dari jenis Acacia juga bersifat tahan api, sehingga Daun Rubus fraxinifolius setelah diremas-remas halus walaupun terjadi beberapa kali kebakaran hutan di kawasan kemudian diseduh dengan air matang dapat mengobati TN Gunung Merbabu jenis ini akan tetap bertahan dan sering disentri (Anonimous, 1995). Akar dan daun dapat digunakan dimanfaatkan sebagai sekat bakar (fire break) (Mutaqin, sebagai obat disentri, batuk dan pilek, demam, gangguan 2001). Sebenarnya jenis invasif ini dapat ditanggulangi kencing dan demam. (Verheij dan Coronel, 1997). Selain dengan cara mekanik atau dengan pembabatan. Metoda bermanfaat sebagai tumbuhan obat jenis ini tergolong pengendalian dengan tebang/pembabatan dapat dilakukan buah-buahan yang dapat dimakan langsung. Buah rasanya dengan memanfaatkan kayunya untuk kayu bakar masyarakat manis keasam-asaman enak rasanya (Heyne, 1987; Verheij sekitar. Penanggulangan jenis invasif dapat juga melalui dan Coronel, 1997) karantina. Masuknya jenis invasif akan mengganggu 28 Studi Biodiversitas Seedlings

Kekayaan jenis pada petak-petak kajian tergolong dapat dijadikan sebagai tolok ukur penurunan bahkan rendah. Dibandingkan antar petak maka jumlah jenis hilangnya keanekaragaman hayati di Taman Nasional tumbuhan bawah di kawasan Taman Nasional Gunung Gunung Merbabu. Merbabu mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan ketinggian tempat. Kondisi tersebut sangat umum dijumpai KEPUSTAKAAN pada kawasan hutan-hutan tropic di Indonesia. (Ohsawa Anonimous, 2005. Laporan survey potensi Taman Nasional et al, 1985) Gunung Merbabu Kabupaten Boyolali. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah Semarang, Viii: 78. Anonimous, 1995. Medicinal Herb Index in Indonesia. PT. Eisai Indonesia, 453. Heyne K, 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II.Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta, 1234. Kent M dan Paddy C, 1992. Vegetation Description and Analysis: A Practical Approach. Belhaven Press, London, X: 363. Larashati I, 2009. Analysis of Vegetation Seedlings in Mount Kelud, East Java. Proceeding Book Seminar Basic Science. Gedung Widyaloka 20 Februari 2010. Brawijaya University, 4: 437–440. Mutaqin IZ, 2001. Upaya Penanggulangan Tanaman Exotic Acacia nilotica di Kawasan Taman Nasional Baluran. Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari. Diselenggarakan oleh Gambar 1. Rubus fraxinifolius Kantor Menteri Lingkungan Hidup bekerjasama dengan LIPI, Balitbang Pertanian, Kehati dan TNC. Bogor, 2 Mei Tumbuhan bawah/semai yang terdapat di Taman Nasional 2001, 1–10. Gunung Merbabu memiliki tingkat keanekaragaman yang Ohsawa M, Ninggolan PHJ, Tanaka N, dan Anwar C, 1985. rendah. Jenis-jenis yang tergolong dominan pada kawasan Altitudional zonation of Forest Vegetation on Mount ini antara lain Acasia decurrens , Rubus fraxinifolius, Kerinci, Sumatra: With Comparisons to Zonation in The Temperate Region of East Asia. Journal Tropial Ecology, Blumea balsamifera, dan Pennisetum purpureum. Biji dari 1: 193–216. jenis Acacia juga bersifat tahan api, sehingga walaupun Suyoko S, 2001. Strategi Pengendalian Spesies Asing Invasive terjadi beberapa kali kebakaran hutan di kawasan TN melalui Perkarantinaan di Indonesia. Makalah Seminar Gunung Merbabu jenis ini akan tetap bertahan apabila tidak Sehari. Diselenggarakan oleh Kantor Menteri Lingkungan ada penanggulangan yang serius. Kawasan ini juga memiliki Hidup bekerjasama dengan LIPI, Balitbang Pertanian, beberapa sumber air tawar yang harus dijaga kelestariannya. Kehati dan TNC. Bogor, 2 Mei 2001,8. Data dan informasi potensi keanekaragaman hayati sangat Verheij EWM dan Coronel RE, 1997. Prosea Edible Fruits and diperlukan untuk pengelolaan kawasan konservasi dan Nuts. PROSEA Foundation, Bogor, 357