1

BIONOMI SEMUT Myopopone castanea Smith (: Formicidae) SEBAGAI PREDATOR Oryctes rhinoceros L (Coleoptera: Scarabaeidae) PADA ONGGOKAN BATANG SAWIT DI LABORATORIUM

TESIS

Oleh

RINI SUSANTI 127001029

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

2

BIONOMI SEMUT Myopopone castanea Smith (Hymenoptera: Formicidae) SEBAGAI PREDATOR Oryctes rhinoceros L (Coleoptera: Scarabaeidae) PADA ONGGOKAN BATANG SAWIT DI LABORATORIUM

TESIS

Oleh

RINI SUSANTI 127001029

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Dalam Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

3

Judul Penelitian : BIONOMI SEMUT Myopopone castanea Smith (Hymenoptera: Formicidae) SEBAGAI PREDATOR Oryctes rhinoceros L (Coleoptera: Scarabaeidae) PADA ONGGOKAN BATANG SAWIT DI LABORATORIUM Nama : Rini Susanti Nim : 127001029 Program Studi : Magister Agroekoteknologi

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS Dr. Ir. Marheni, MP Ketua Anggota

Ketua Program Studi Agroekoteknologi Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS

4

Tanggal Lulus : 12 April 2016

Telah diuji pada tanggal : 12 April 2016

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS Anggota : Dr. Ir. Marheni, MP Penguji : 1. Prof. Dr.Dra.Maryani Cyccu Tobing, MS 2. Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D 3. Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, Msi

5

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : BIONOMI SEMUT Myopopone castanea Smith (Hymenoptera: Formicidae) SEBAGAI PREDATOR Oryctes rhinoceros L (Coleoptera: Scarabaeidae) PADA ONGGOKAN BATANG SAWIT DI LABORATORIUM

Nama : Rini Susanti

Nim : 127001029

Program Studi : Magister Agroekoteknologi

Menyetujui , Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS Dr. Ir. Marheni, MP

6

ABSTRAK

Rini Susanti, 2016, Bionomi semut Mypoponae castanae Smith sebagai predator Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae) pada onggokan batang kelapa sawit di laboratorium. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan Dr. Ir. Marheni, MP.

Semut Myopopone castanea sebagai predator pada hama Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) dapat dikembangbiakkan secara massal, pembiakan secara massal perlu pemahaman bioekologi dari musuh alami sehingga dapat digunakan dalam program augmentasi dan konservasi dalam pengendalian hayati secara komersial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bionomi semut Mypoponae castanae Smith sebagai predator pada penggerek batang sawit O. rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae) pada onggokan batang kelapa sawit. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan (± 25 m di atas permukaan laut). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai Agustus 2015. Hasil penelitian menunjukkan semut M. castaneae memiliki stadia telur ± 13 hari, larva ± 40 hari, pupa 16-20 hari, imago 15-17 hari. Satu koloni semut M. castaneae di laboratorium didapatkan 1 ratu dengan semut jantan 5-6 semut dan 60-70 semut pekerja. Daya memangsa semut M. castanea terhadap O. rhinoceros adalah 2-3 ekor per hari.

Kata Kunci :M. castanae, O. rhinoceros, Onggokan Batang Sawit

7

Abstract

Rini Susanti, 2016. Bionomics of Myopopone castaneae as predators of O. rhinoceros L. (Coleoptera: Scarabaidae) on a pile of oil palm trunk in laboratory. Supervised by Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS and Dr. Ir. Marheni, MP.

Myopopone castanea ants as predators of pest Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). can be bred in bulk. Breeding mass need bioecological understanding of natural enemies, so it can be used in augmentation and conservation programs in commercial biological control. The purpose of this study was to determine the ants of bionomi Mypoponae castanea as predators of the palm stem borer O. rhinoceros (Coleoptera: Scarabaidae) on a pile of oil palm trunk.This research was conducted at the Laboratory of Pest Plant of the Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara, Medan (± 25 m above sea level). This research was conducted in November 2014 to Agustus 2015. The results showed that the ants M. castaneae have an egg stadia ± 13 days, the larvae ± 40 days,pupa 16-20 days, imago 15-17 days. A colony of M. castanea had one queen with 5-6 male ants and 60-70 worker ants in the laboratory. Preys capasity of ants M. castaneae against O. rhinoceros is 2-3 head per day.

Keywords: M. castanea, O. rhinoceros, Pile Trunk Oil

8

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Dr. Ir. Hasanuddin, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. 2. Prof.Dr.Ir. Abdul Rauf, MP, selaku Ketua Program Magister Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara. 3. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. 4. Dr.Ir.Marheni,MP, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini. 5. Prof. Dr.Dra.Maryani Cyccu Tobing, MS, Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D dan Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, Msi selaku Komisi Pembanding/Penguji atas saran dan kritik yang diberikan. Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna dan harapan penulis tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan petunjuk pada kita semua.

Medan, April 2016

Penulis,

9

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa pada tanggal 28 Oktober 1979. Ayah bernama H. ABD Wahid (Almarhum) dan Ibunda bernama Suningsih. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara.

Penulis lulus SD Negeri 1 Langsa tahun 1992, lulus SMP Negeri 1 Langsa tahun 1995, lulus SMU Negeri 1 Langsa tahun 1998, dan lulus Sarjana Pertanian

Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman dari Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara pada tahun 2003. Penulis mengikuti Pendidikan Magister (S2) pada Program Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara sejak tahun 2013 dengan biaya mandiri.

10

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Jumlah Koloni ...... 24 2. TahapPerkembangan M.castaneae ...... 25 3. Daya Mangsa Semut Mypopone castanea Terhadap Larva Oryctes rhinoceros L Selama 25 Hari Pengamatan ...... 38

11

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Telur O. rhinoceros ...... 6 2. Larva O. rhinoceros ...... 7 3. Pupa O. rhinoceros ...... 8 4. Imago Jantan O. rhinoceros dan Imago Betina O. rhinoceros . 8 5. Gejala Serangan O. rhinoceros...... 9 6. Kurungan kaca ...... 17 7. Telur M. castanea ...... 26 8. Larva M. castanea ...... 27 9. Pupa M. castanea...... 28 10. Ratu Semut M. castanea ...... 29 11. Semut Jantan M.castanea ...... 30 12. SemutPekerja M. castanea ...... 31 13. Caput Semut Ratu M. castanea ...... 32 14. Abdomen Semut M. castanea ...... 33 15. SayapSemut M .castanea...... 34 16. Tungkai Semut M. castanea ...... 35 17. GejalaSeranganSemut M. castanea Terhadap Larva O. rhinoceros 36

12

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Jumlah Konsumsi Semut M. castanea Terhadap Larva O. rhinoceros ...... 43

13

DAFTAR ISI

Nomor Halaman ABSTRAK ...... i ABSTACT ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii RIWAYAT HIDUP ...... iv DAFTAR TABEL ...... v DAFTAR GAMBAR ...... vi DAFTAR LAMPIRAN ...... vii DAFTAR ISI ...... viii

PENDAHULUAN ...... 1 LatarBelakang ...... 1 RumusanMasalah ...... 4 Tujuan Penelitian ...... 5 Kegunaan Penelitian ...... 5

TINJAUAN PUSTAKA ...... 6 BiologiOryctes rhinoceros L ...... 6 GejalaSerangan ...... 8 MetodePengendalian O. rhinoceros ...... 10 Semut Predator Mypopone castanea ...... 11 Morfologi Semut ...... 14

BAHAN DAN METODA ...... 16 Tempat dan Waktu Penelitian ...... 15 Bahan dan Alat ...... 15 Pelaksanaan Penelitian ...... 15 Parameter Pengamatan ...... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ...... 39 Kesimpulan ...... 39 Saran ...... 39

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia saat ini. Permintaan minyak kelapa sawit setiap tahun terus meningkat sebagai akibat semakin meluasnya pemanfaatannya. Bukan hanya untuk kebutuhan konsumsi, melainkan sudah dimanfaatkan sebagai bahan dasar obat-obatan dan kosmetik. Kondisi ini membuat negara-negara produsen minyak kelapa sawit seperti Indonesia dan Malaysia terus menambah areal pengembangan perkebunan dan produksi minyak kelapa sawit (Effendi dan Sawitriyadi, 2009).

Perkebunan kelapa sawit mempunyai proyek yang cerah untuk dikembangkan sebagai sumber devisa Negara. Sejak diintroduksi dari Afrika melalui Amsterdam Botanical Garden pada 1848 hingga saat ini, kelapa sawit telah berkontribusi terhadap peningkatan GDP nasional, penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi serta pengentasan kemiskinan di sentra – sentra perkebunan rakyat, Negara maupun swata. Capaian luas perkebunan telah mencapai 9.074.621 ha di tahun 2011 mengalami peningkatan dari tahun 2010 dengan luas 8.992.824 ha. Dengan pencapaian produktivitas 23.096.541 ton di tahun 2011 dan di tahun 2010 sebesar 21.958.120 ton yang juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya (Dirjenbun, 2012)

Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang penting disamping kelapa, kacang-kacangan, jagung, bunga matahari, dan sebagainya. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Minyak kelapa sawit mampu menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan

15

manusia seperti minyak goreng, mentega, sabun, kosmetik, dan lain sebagainya

(Tim Bina Karya Tani, 2009).

Kebijakan tanpa bakar diberlakukan di perkebunan kelapa sawit, yaitu melarang pembakaran pembukaan lahan, pembakaran pohon tua untuk tanaman ulang, dan pembakaran tandan kosong sawit untuk mendapatkan abu sebagai sumber kalium. Pemberlakuan tanpa bakar menyebabkan pihak perkebunan mengonggokkan batang pohon tua dan tandan kosong sawit. Kedua bahan organik tersebut memberikan sejumlah unsur organik yang dapat mendukung pertumbuhan dan produksi, bahkan dapat mengurangi pemakaian pupuk anorganik tanpa mengurangi tandan buah segar kelapa sawit (Purba et al., 1997).

Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama penting pada tanaman kelapa sawit di Indonesia. Di Sumatera Utara O. rhinoceros semula diketahui sebagai hama utama tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM), namun hama ini kemudian ditemukan juga pada tanaman sudah menghasilkan

(TM) (Pasaribu dan de Chenon, 2005; Utomo, et al, 2007 )

Kumbang O. rhinoceros merusak tanaman kelapa sawit khususnya tanaman muda berumur 1-2 tahun. Pada beberapa kasus, luka yang disebabkan oleh kumbang ini akan menjadi jalan masuknya kumbang sagu

(Rhynchophorus ferrugineus) dan Phytophthora palmivora yang dapat mematikan tanaman kelapa sawit (Suhardiyono, 1988).

Waterhouse cit. rahayuwati et al, (2002) menyatakan bahwa O. rhinoceros mencari media perkembangbiakan secara acak setelah menggerek tanaman melalui aktivitas terbang dan hinggap untuk meletakkan telur. Ketertarikan

O. rhinoceros pada media membusuk disebabkan senyawa volatil yang di

16

keluarkan selama proses dekomposisi. Hasil penelitian yang sudah pernah di lakukan oleh Renou et al., (1998) melaporkan bahwa tumpukan batang kelapa mengeluarkan senyawa fenol dan fenil. Fenol yang memikat O. rhinoceros untuk mendatangi media tersebut.

Tandan kosong sawit dan onggokan batang sawit menjadi media perkembang biakan O. rhinoceros (Pasaribu dan de Chenon, 2005). Hasil penelitian yang sudah pernah diketahui menyatakan bahwa tandan kosong sawit di tanaman sudah menghasilkan dapat menjadi sumber penyebaran serangan, dan menyebabkan O. rhinoceros menyerang tanaman yang belum menghasilkan di sekitar lokasi penanaman (Pasaribu dan de Chenon, 2005)

Secara umum pengendalian hama yang dilakukan petani dan perkebunan swasta adalah menggunakan pestisida kimia. Penggunaan pestisida secara terus menerus tentu akan menimbulkan masalah yang lebih berat yaitu terbunuhnya musuh alami, terjadinya resurgensi, peledakan hama sekunder dan pencemaran lingkungan (Rauf et al., 2000).

Pengendalian hayati merupakan salah satu metode pengendalian hama yang diminati akhir-akhir ini karena memiliki keunggulan, diantaranya ramah lingkungan, menghemat biaya dan diharapkan dapat mencegah peledakan populasi hama (Susilo, 2007).

Di bumi ini terdapat sekitar 1.000.000 spesies serangga, termasuk spesies- spesies serangga yang menjadi musuh alami. Ditaksir baru 15% dari seluruh spesies serangga musuh alam yang ditemukan dan diidentifikasi. Musuh-musuh alami yang mewakili dunia serangga dapat digolongkan menjadi dua yaitu predator dan parasitoid (Oka, 1995).

17

Program pengendalian hayati yang telah berhasil dilakukan adalah terhadap kumbang Brontispa sp. Pada perkebunan kelapa di Sulawesi Selatan dengan menggunakan parasitoid larva Tetrastichus brontispae (Hymenoptera:

Euploidae) (Susilo, 2007).

Semut M. castanea sebagai predator pada hama Oryctes rhinoceros

(Coleoptera: Scarabaeidae) dapat dikembangbiakkan secara massal

(Marheni, 2010). Pembiakan secara massal perlu pemahaman bioekologi dari musuh alami, sehingga dapat digunakan dalam program augmentasi dan konservasi dalam pengendalian hayati secara komersial.

Sehubungan dengan berkembangnya pemanfaatan musuh alami

M. castaneae dalam menekan populasi hama O. rhinoceros, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bionomi semut Myopopone castanea

(Hymenoptera: Formicidae) sebagai predator pada penggerek batang sawit

O. rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) pada onggokan batang kelapa sawit.

Rumusan Masalah

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pengendalian hayati O. rhinoceros merupakan alternatif pengendalian yang lebih baik. Dalam pengendalian hayati pemanfaatan salah satu agens hayati yaitu musuh alami. Pembiakan secara massal musuh alami perlu pemahaman bioekologi dari musuh alami, sehingga dapat digunakan dalam program augmentasi dan konservasi dalam pengendalian hayati secara komersial.

18

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bionomi semut Myopopone castanea

(Hymenoptera: Formicidae) sebagai predator pada penggerek batang sawit

O. rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) pada onggokan batang kelapa sawit.

Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan berguna untuk mengetahui bionomi semut M. castanea sebagai predator O. rhinoceros yang dapat digunakan dalam program augmentasi dan konservasi.

19

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera : Scarabaeidae )

Kumbang O. rhinoceros termasuk ke dalam ordo Coleoptera dengan family Scarabaeidae. Kumbang O. rhinoceros meletakkan telur pada sisa-sisa bahan organik yang telah melapuk. Misalnya batang kelapa sawit yang masih berdiri dan telah melapuk, rumpukan batang kelapa sawit, batang kelapa sawit yang telah dicacah, serbuk gergaji, tunggul-tunggul karet serta tumpukan tandan kosong kelapa sawit (Dhileepan, 1988).

Kumbang O. rhinoceros mempunyai telur yang berwarna putih kekuningan dengan diameter 3 mm. Bentuk telur biasanya oval kemudian mulai membengkak sekitar satu minggu setelah peletakan dan menetas pada umur 8-12 hari (Susanto et al., 2011). (Gambar 1).

Gambar 1. Telur O. rhinoceros Sumber : rhinotrap.weebly.com

Larva O. rhinoceros berwarna putih kekuningan memiliki tipe scarabeiform, yaitu larva yang bentuk tubuhnya cylindrical dan membentuk huruf

C, dengan panjang sekitar 60-100 mm atau lebih (Gambar 2) (Ooi, 1988).

20

Gambar 2. Larva O. rhinoceros

Larva memiliki tiga pasang tungkai. Larva akan segera memakan bagian tanaman masih ada serta bahan sampah atau kotoran yang ada didekatnya. Larva terdiri dari tiga instar. Masa larva instar pertama 12-21 hari, instar kedua 21-60 hari dan instar ketiga 60-165 hari. Warna larva keputih-putihan dengan caput yang berwarna kehitaman. Larva sering tampak melengkung membentuk setengah lingkaran (Susanto et al., 2011).

Pra pupa berada dalam kokon yang terbuat dari bahan-bahan organik disekitar tempat hidupnya. Masa pra pupa biasanya berlangsung selama

8-13 hari. Selanjutnya pra pupa akan menjadi pupa. Periode pupa lebih kurang

2-3 minggu. Warna pupa putih kekuningan dengan panjang 5-9 cm

(Prawirosukarto et al., 2003) (Gambar 3).

21

Gambar 3. pupa O. rhinoceros

Kumbang badak berwarna coklat tua mengilap. Panjangnya bisa mencapai lebih kurang 5-6 cm. Kumbang badak betina bertelur di tempat sampah, batang kelapa dan daun-daunan yang telah membusuk. Cula yang terdapat pada kepala menjadi ciri khas kumbang ini. Cula kumbang jantan lebih panjang dari cula kumbang betina (Prawirosukarto et al., 2003). (Gambar 4).

a b

Gambar 4. a. Imago betina O. rhinoceros dan b. Imago jantan O. rhinoceros

Gejala Serangan

Pada tanaman yang berumur antara 0-1 tahun, kumbang dewasa (baik jantan maupun betina) melubangi bagian pangkal batang yang dapat

22

mengakibatkan kerusakan pada titik tumbuh. Pada tanaman dewasa kumbang dewasa akan melubangi pelepah termuda yang belum terbuka. Jika yang dirusak adalah pelepah daun yang termuda (janur) maka ciri khas bekas kerusakannya adalah janur seperti digunting berbentuk segi tiga (Suhardiyono, 1988).

Makanan kumbang dewasa adalah tajuk tanaman, dengan menggerek melalui pangkal batang sampai pada titik tumbuh. Daun yang telah membuka

,memperlihatkan bentuk seperti huruf “V” terbalik atau karakteristik potongan serrate (Gambar 5).

.

Gambar 5. Gejala serangan O. rhinoceros Sumber :Nugroho, 2009

Serangan yang berkali- kali pada tanaman dapat menyebabkan kematian dan menjadi rentan masuknya kumbang Rhyncophorus bilineatus, juga bakteri maupun jamur, sehingga terjadi pembusukan yang berkelanjutan. Dalam keadaan seperti ini tanaman mungkin menjadi mati atau terus hidup dengan gejala pertumbuhan yang tidak normal (Sadakhatula dan Ramachandran. 1990).

23

Metode Pengendalian O. rhinoceros

Stadium hama yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang. Ambang toleransi O. rhinoceros adalah apabila 20% tajuk terserang dengan 20% tanaman sekitar pohon contoh pengamatan terserang

(Suhardiyono, 1988).

Pengendalian terhadap hama O. rhinoceros dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: a. Pengumpulan O. rhinoceros secara langsung dari lubang gerekan pada kelapa

sawit dengan menggunakan alat kait berupa kawat. Tindakan ini dilakukan

setiap tiga bulan bila populasi 3-5 ekor/ha, tiap dua minggu jika populasi 5-10

ekor, dan tiap minggu pada populasi O. rhinoceros lebih dari 10 ekor. b. Penghancuran tempat peletakan telur dan dilanjutkan denPgan pengumpulan

larva untuk dibunuh. c. Larva O. rhinoceros pada mulsa tandan kosong kelapa sawit di areal tanaman

menghasilkan dapat dikendalikan dengan jamur Metarhizium anisopliae

sebanyak 20 g/m2. d. Penggunaan perangkap berupa feromon sintetik (Etil-4 metil oktanoate) yang

digantung pada ember plastik kapasitas 12 liter. e. Secara kimiawi dengan menaburkan insektisida Karbosulfan sebanyak

0,05-0,10 gr bahan aktif/pohon setiap 1-2 minggu. (Susanto et al., 2011).

Beberapa spesies musuh alami yang pernah diintroduksikan ke Malaysia dalam menekan perkembangan hama O. rhinoceros adalah Scolia ruficornis

(Hymenoptera: Scoliidae), Platymeris laevicolis Distant (Hemiptera: Reduviidae),

24

Holoeptra quadriedentata (Fabricius) (Coleopteran: Histeridae) dan Pyrophorus sp. (Coleoptera : Elateridae) (Chong, 1991).

Susanto et al. (2005) melaporkan bahwa hasil uji efikasi jamur

M. anisopliae pada tandan kosong sawit di lapangan efektif menyebabkan kematian larva O. rhinoceros sampai 100% dalam waktu 7 minggu setelah aplikasi.

Selain itu pengendalian kumbang tanduk dengan menggunakan feromon sintetik merupakan pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan yang dapat diterapkan di areal perkebunan kelapa sawit. Keberhasilan organic trap adalah besar karena tandan kosong kelapa sawit secara alamiah sebagai tempat mendatangkan telur Oryctes. Datangnya Oryctes ke organic trap akan semakin besar dengan adanya aplikasi feromon. Dengan telah berkumpulnya Oryctes di organic trap maka pengendalian Oryctes akan lebih terarah dan efektif dengan pengutipan larva dan aplikasi jamur M. anisopliae. Organic trap yang menggunakan perlakuan feromon+tandan kosong + M. Anisopliae + insektisida memberikan keberhasilan yang lebih baik dalam mengendalikan kumbang dan serangan O. rhinocerosdi perkebunan kelapa sawit yaitu dengan jumlah tangkapan kumbang yang terperangkap sebanyak 23,81 ekor dan jumlah gerekan semakin berkurang dari 2 ekor/8 tanaman menjadi 1,86 ekor/8 tanaman

(Simanjuntak et al., 2011).

Semut Predator Myopopone castanea Smith (Hymenoptera : Formicidae)

Semut adalah serangga eusosial yang berasal dari keluarga Formicidae, dan semut termasuk dalam ordo Hymenoptera bersama dengan lebah dan

25

tawon.Semut terbagi atas lebih dari 12.000 kelompok, dengan perbandingan jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarang- sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per koloni.

(Suhara, 2009).

Di habitat alaminya, hama mempunyai predator, parasitoid dan patogen yang secara kolektif dikenal sebagai musuh alami atau agens (pengendalian) hayati. Predator atau pemangsa adalah organisme yang membunuh dan mengkonsumsi banyak hewan mangsa dalam hidupnya. Hewan predator umumnya berukuran lebih besar dan lebih kuat daripada mangsanya sehingga mereka mampu menaklukkan mangsa sebelum dibunuh dan dikonsumsi

(Susilo, 2007).

Anggota- anggota Ordo Hymenoptera yang bersifat predator antara lain adalah dari Famili Formicidae (semut), Vespidae (tawon kepala), dan Sphecidae.

Dalam sejarah pengendalian hayati semut telah digunakan sebagai agens hayati terhadap hama buah-buahan terutama jeruk di Cina sejak berabad-abad lalu.

(Susilo, 2007).

Setiap koloni semut, tanpa kecuali, tunduk pada sistem kasta secara ketat

Sistem kasta ini terdiri atas tiga bagian besar dalam koloni. Anggota kasta pertama adalah ratu dan semut-semut jantan, yang memungkinkan koloni berkembang biak. Dalam satu koloni bisa terdapat lebih dari satu ratu. Ratu mengemban tugas reproduksi untuk meningkatkan jumlah individu yang membentuk koloni. Tubuhnya lebih besar daripada tubuh semut lain. Sedang tugas semut jantan hanyalah membuahi sang ratu. Malah, hampir semua semut jantan ini mati setelah kawin.

26

Anggota kasta kedua adalah prajurit. Kasta prajurit mengemban tugas seperti membangun koloni, menemukan lingkungan baru untuk hidup, dan berburu. Semut prajurit merupakan satuan pengaman atau "Satpam" bagi kelompoknya. Setiap saat mereka akan memberikan peringatan kepada semut lainnya apabila ada pengacau memasuki daerah kekuasaannya. Ketika mereka menemukan mangsa, semut prajurit menyebarkan bau dan menyentuh semut lainnya dengan cara-cara tertentu untuk menunjukkan dimana mereka menemukan mangsa dan seberapa besar mangsa yang ditemukan. Beberapa semut

'mengeksekusi' mangsa tersebut dengan cara menjepitnya (Suhara, 2009).

Kasta ketiga terdiri atas semut pekerja. Semua pekerja ini adalah semut betina yang steril. Semut pekerja merawat semut induk dan bayi-bayinya, membersihkan dan memberi makan. Selain semua ini, pekerjaan lain dalam koloni juga merupakan tanggung jawab kasta pekerja. Semut pekerja membangun koridor dan serambi baru untuk sarang mereka. Semut mencari makanan dan terus- menerus membersihkan sarang

Aktivitas atau perilaku semut di luar sarang dibagi menjadi 4 tugas, yaitu mencari makanan yang dilakukan oleh semut pekerja yang umumnya semuanya adalah betina, kerja patroli, yaitu survei lokasi dan memperkirakan keberadaan makanan dan berjaga-jaga jika ada pekerja dari luar koloni, kerja pertengahan, yaitu membangun dan membersihkan sarang. Dalam melaksanakan pekerjaannya, semut pekerja bekerja selama 24 jam dan sangat aktif pada pagi hari dan sore hari

(Hadi et al., 2009)

27

Morfologi Semut

Tubuh semut terdiri atas tiga bagian, yaitu kepala (caput), mesosoma

(dada), dan metasoma (perut). Morfologi semut cukup jelas dibandingkan dengan serangga lain yang juga memiliki antena, kelenjar metapleural, dan bagian perut kedua yang berhubungan ke tangkai semut membentuk pinggang sempit (pedikel) di antara mesosoma (bagian rongga dada dan daerah perut) dan metasoma (perut yang kurang abdominal segmen dalam petiole). Petiole yang dapat dibentuk oleh satu atau dua node (hanya yang kedua, atau yang kedua dan ketiga abdominal segmen ini bisa terwujud (Hasmi et al., 2006)

Sistem saraf semut terdiri dari sebuah semacam otot saraf ventral yang berada di sepanjang tubuhnya, dengan beberapa buah ganglion dan cabang yang berhubungan dengan setiap bagian dalam tubuhnya (Suhara, 2009).

Pada caput semut terdapat banyak organ sensor. Semut, layaknya serangga lainnya, memiliki mata majemuk yang terdiri dari kumpulan lensa mata yang lebih kecil dan tergabung untuk mendeteksi gerakan dengan sangat baik. Mereka juga punya tiga oselus di bagian puncak kepalanya untuk mendeteksi perubahan cahaya dan polarisasi. Kebanyakan semut umumnya memiliki penglihatan yang buruk, bahkan beberapa jenis dari mereka buta. Namun, beberapa spesies semut, semisal semut bulldog Australia, memiliki penglihatan yang baik. Pada kepalanya juga terdapat sepasang antena yang membantu semut mendeteksi rangsangan kimiawi. Antena semut juga digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain dan mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh semut lain. Selain itu, antena semut juga berguna sebagai alat peraba untuk mendeteksi segala sesuatu yang berada di depannya. Pada bagian depan kepala semut juga terdapat sepasang rahang atau

28

mandibula yang digunakan untuk membawa makanan, memanipulasi objek, membangun sarang, dan untuk pertahanan. Pada beberapa spesies, di bagian dalam mulutnya terdapat semacam kantung kecil untuk menyimpan makanan untuk sementara waktu sebelum dipindahkan ke semut lain atau larvanya

(Suhara, 2009).

Di bagian dada semut terdapat tiga pasang kaki dan di ujung setiap kakinya terdapat semacam cakar kecil yang membantunya memanjat dan berpijak pada permukaan. Sebagian besar semut jantan dan betina calon ratu memiliki sayap. Namun, setelah kawin betina akan menanggalkan sayapnya dan menjadi ratu semut yang tidak bersayap. Semut pekerja dan prajurit tidak memiliki sayap

(Hadi et al., 2009)

Di bagian metasoma (abdomen) semut terdapat banyak organ dalam yang penting, termasuk organ reproduksi. Beberapa spesies semut juga memiliki sengat yang terhubung dengan semacam kelenjar beracun untuk melumpuhkan mangsa dan melindungi sarangnya. Spesies semut seperti Formica yessensis memiliki kelenjar penghasil asam semut yang bisa disemprotkan ke arah musuh untuk pertahananan (Suhara, 2009).

29

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama Departemen

Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan ( ± 25 m di atas permukaan laut). Penelitian ini dilaksanakan bulan

November 2014 sampai Agustus 2015

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut M. castanea dari areal pertanaman kelapa sawit di daerah Simalingkar, larva O. rhinoceros, batang kelapa sawit dan bahan pendukung lainnya.

Alat-alat yang digunakan adalah aquarium kaca, stoples, kain kasa, tisu, karet gelang, selotip, parang, kampak, sendok, mikroskop,pinset,cutter, kertas label, kuas, alat tulis, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode pengamatan deskripsi dengan cara pengamatan untuk mengetahui berapa banyak koloni semut di laboratorium, daur hidup semut M. castaneae, perilaku semut M. castaneae, gejala serangan semut M. castaneae pada larva O. rhinoceros dan daya memangsa semut M. castaneae terhadap larva O. rhinoceros

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan pelaksanaan penelitian yaitu:

30

Persiapan Tempat Perlakuan

Tempat perlakuan yang digunakan berupa aquarium kaca ukuran sedang ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm yang telah diisi dengan makanan O. rhinoceros yaitu berupa serbuk dari batang kelapa sawit yang telah membusuk yang diambil dari lapangan. Tempat disediakan sebanyak 21 aquarium. Bersama dengan stoples disediakan juga kain kasa dan selotip yang digunakan untuk menutup atas aquarium.

A C B

a

Gambar 6. Kurungan Kaca (A = Kurungan kaca ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm, B = Kain kasa, C = Batang sawit)

Pemeliharaan dan Pembiakan Massal M. castanea

Penyediaan dan Pemeliharaan O. rhinoceros

a) Kegiatan Lapangan

O. rhinoceros diambil dari batang kelapa sawit yang telah

melapuk pada areal penanaman kelapa sawit di daerah simalingkar.

Pencarian O. rhinoceros pada onggokan batang kelapa sawit dilakukan

31

dengan cara membelah batang sawit yang teronggok dengan

menggunakan parang, lalu membongkar serat batang, kemudian batang

sawit dimiringkan untuk melihat bagian bawah, selanjutnya larva O.

rhinoceros yang ditemukan dari bawah batang sawit. Kemudian larva di

tempatkan dalam stoples yang di beri potongan batang sawit dengan

ukuran 10 cm x 10 cm, dan potongan batang sawit sebagai pakan O.

rhinocer. Stoples ditutup dengan menggunakan kain kasa selanjutnya

larva O. rhinoceros dibawa ke laboratorium untuk dipelihara.

b) Pemeliharaan di laboratorium

Larva O. rhinoceros yang didapat dari lapangan dipelihara

dengan menggunakan kurungan kaca ukuran 30 cm x 30 cm dengan

meletakkan batang kelapa sawit ukuran 20 cm x 20 cm yang telah

melapuk sebagai makanannya. Larva yang dimasukkan kedalam

kurungan kaca dipisahkan berdasarkan instarnya yaitu instar 1 dan 2.

Dalam satu kurungan kaca diletakkan sebanyak 50 larva . Pergantian

pakan O. rhinoceros pada setiap kurungan kaca dilakukan jika batang

telah habis di makan O. rhinoceros maka di tambahkan lagi batang yang

masih segar. Larva O. rhinoceros di pelihara dan di perbanyak yang

akan digunakan untuk makanan dan bahan penelitian daya konsumsi

semut M. castanea.

32

Penyediaan dan Pemeliharaan M. castanea

a) Kegiatan Lapangan

Semut predator M. castanea. diambil dari batang kelapa sawit

yang telah melapuk pada areal penanaman kelapa sawit. Pencarian semut

pada onggokan batang kelapa sawit dilakukan dengan cara membelah

batang sawit yang teronggok dengan menggunakan parang, lalu

membongkar serat batang, kemudian batang sawit dimiringkan untuk

mencari dan menemukan semut M. castanea, dibagian bawah onggokan

batang sawit semut M. castanea biasanya selalu ditemukan bersama

pupa atau larva O. rhinoceros yang mati dari bawah batang sawit.

Kemudian semut di tempatkan dalam wadah plastik yang sudah berisi

larva O. rhinoceros yang sehat sebagai makanannya dan potongan kelapa

sawit. Wadah plastik ditutup dengan menggunakan kain kasa. Semut

kemudian dibawa untuk diperbanyak di laboratorium

b) Perbanyakan M. castanea di laboratorium

Semut - semut dipelihara dengan menggunakan 3 kurungan kaca

ukuran 50 cm x 30 cm x 30 cm yaitu dengan meletakkan ratu semut di

dalam sarangnya yang berupa batang kelapa sawit yang telah melapuk.

Selain ratu semut juga diletakkan semut kasta prajurit, kasta pekerja,

batang kelapa sawit, beserta pakan semut berupa larva O. rhinoceros.

Setiap satu kurungan kaca diletakkan 7-8 koloni semut M. castanea dan

2 atau 3 hari sekali pakan semut diganti. Kelembaban di dalam kurungan

33

tetap dijaga dengan menyemprotkan air sebanyak 75 cc ke batang sawit

dalam kurungan kaca secukupnya.

Pemisahan Koloni Semut

Perlakuan dalam menentukan koloni semut adalah dengan

menggunakan 3 kurungan kaca berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm.

Setiap kurungan kaca diletakkan 2 potongan kelapa sawit yang berukuran

20 cm x 20 cm. Pada setiap potongan kelapa sawit diletakkan pakan

semut yaitu larva O. rhinoceros sebanyak 3 larva. Kemudian setiap

kurungan kaca diletakkan 1-2 koloni semut yang berasal dari areal

penanaman kelapa sawit. Kurungan kaca kemudian ditutup dengan kain

kasa. Kelembaban di dalam kurungan tetap dijaga dengan

menyemprotkan air sebanyak 75 cc ke batang sawit dalam kurungan

kaca. Setelah 3 hari kurungan kaca dibuka dan diliat pada setiap

potongan sawit ada berapa banyak semut ratu dan semut pekerja dalam

satu koloni. Percobaan diulang sebanyak 5 kali.

Daur Hidup Semut

Pengamatan untuk daur hidup semut M. castaneae yaitu dengan

meletakkan setiap tahap perkembangan semut dari telur, larva dan pupa

pada kurungan kaca berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm yang berisi

potongan sawit, semut pekerja dan larva O. rhinoceros sebagai pakan

semut. Pada tahap telur, telur diambil dari perbanyakan koloni semut di

laboratorium kemudian diletakkan di potongan sawit yang berukuran 15

cm x 15 cm lalu dimasukkan kedalam kurungan kaca berukuran 30 cm x

30 cm x 30 cm ,kemudian dimasukkan juga semut pekerja dan larva

34

O. rhinoceros sebagai pakan semut. Pengamatan dilakukan setiap hari

sampai telur menetas. Percobaan ini dilakukan dengan 3 ulangan.

Pada tahap larva, larva diambil berdasarkan instarnya, masing –

masing instar dari instar 1 sampai instar 5 dipisahkan. Sebanyak 10 larva

dari setiap instar diletakkan di potongan kelapa sawit ukuran 15 cm x 15

cm dengan menggunakan kuas saat memindahkannya lalu dimasukkan

ke dalam kurungan kaca berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm, pada setiap

kurungan kaca juga dimasukkan semut pekerja dan larva O. rhinoceros

sebagai pakan semut. pengamatan di lakukan tiap hari. Percobaan

dilakukan dengan 3 ulangan pada setiap instar.

Pada tahap pupa, sebanyak 10 pupa diletakkan di potongan kelapa

sawit ukuran 15 cm x 15 cm dengan menggunakan kuas saat

memindahkannya, lalu di masukkan ke dalam kurungan kaca berukuran

30 cm x 30 cm x 30 cm. Kemudian dimasukkan juga semut pekerja dan

larva O. rhinoceros sebagai pakan semut. pengamatan dilakukan setiap

hari. Percobaan ini dilakukan dengan 3 ulangan.

Gejala Serangan

Tempat yang digunakan adalah kurungan kaca berukuran 60 cm

x 30 cm x 30 cm. Setiap kurungan kaca diletakkan potongan kelapa

sawit yang berukuran 20 cm x 20 cm. Kemudian setiap kurungan kaca

diletakkan 2 koloni semut dan juga pakan semut yaitu larva

O. rhinoceros sebanyak 3 larva. Kemudian kurungan kaca ditutup

dengan kain kasa. Kelembaban di dalam kurungan tetap dijaga dengan

menyemprotkan air ke batang sawit dalam kurungan kaca. Setiap 2-3 hari

35

sekali pakan semut di ganti. Pengamatan perilaku semut dilakukan setiap

hari. Percobaan ini dilakukan dengan 3 ulangan.

Daya Mangsa Semut M. castanea Terhadap Larva O. rhinoceros

Tempat yang digunakan adalah kurungan kaca berukuran 30 cm x

30 cm x 30 cm sebanyak 7 kurungan. Pada setiap kurungan kaca

diletakkan potongan kelapa sawit ukuran 20 cm x 20 cm yang bagian

tengah nya diberi lubang ukuran 10 cm x 5 cm. Di dalam potongan sawit

diletakkan 1 koloni semut. Selanjutnya diletakkan 5 ekor larva O.

rhinoceros instar 2 ke dalam potongan kelapa sawit yang berisi 1 koloni

semut. kemudian diamati berapa banyak larva yang di mangsa semut

setiap hari. Setiap hari larva O. rhinoceros yang mati diganti dengan

larva yang sehat. Pengamatan daya mangsa semut dilakukan selama

waktu umur semut pekerja.

Peubah Amatan

Koloni semut M. castanea

Pengamatan setiap hari dilakukan terhadap satu koloni semut yaitu jumlah ratu, jantan dan pekerja

Daur Hidup Semut M. castanea

Pengamatan terhadap daur hidup M. castanea dilakukan dengan melihat berapa lama masa stadia telur, larva, pupa hingga mencapai imago.

Gejala Serangan Semut M. castanea Pada Larva O. rhinoceros

Pengamatan terhadap larva O. rhinoceros yang dimangsa oleh semut

M. castanae dilakukan setiap hari dengan melihat gejala mangsa tersebut.

36

Daya Mangsa Semut M. castanea Terhadap Larva O. rhinoceros

Daya mangsa semut terhadap larva dapat diketahui dengan menghitung banyaknya larva dan yang dimangsa. Apabila larva yang diinfestasikan pada tahap awal habis dimangsa maka diberikan pakan tambahan dan diamati berapa banyak larva yang mampu dimangsa dalam selang waktu tertentu.

37

HASIL DAN PEMBAHASAN

Koloni semut

Hasil pengamatan terhadap jumlah koloni semut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah koloni semut M. castanea

Ulangan Kurungan Ratu Pejantan Pekerja Kaca 1 1 1 6 71 2 1 4 65 3 1 5 63 2 1 1 5 73 2 1 4 64 3 1 5 67 3 1 1 6 69 2 1 5 67 3 1 5 61 4 1 1 5 64 2 1 5 74 3 1 5 65 5 1 1 5 67 2 1 5 65 3 1 6 64

Hasil penghitungan koloni semut M. castanea di laboratorium (Tabel 1), diketahui bahwa jumlah koloni tertinggi terdapat pada ulangan 4 pada kurungan kaca 2 yaitu semut ratu 1, pejantan 5 dan pekerja 74 ekor. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan jumlah koloni yang ada di lapangan yaitu semut ratu 1, pejantan 23 dan pekerja 233 ekor. Perbedaan ini disebabkan lingkungan dan tempat media perkembangan pada semut yang berbeda. Pada kurungan kaca media batang sawit yang digunakan berukuran 30 cm x 30 cm dengan suhu

25 – 280 C dengan kelembaban 81-84 % , sedangkan di lapangan media

38

perkembangan semut yaitu berupa onggokan batang sawit yang berukuran sekitar

2-3 meter dengan suhu 28-310C dan kelembaban 75-84 %, dimana kisaran suhu udara antara 25 - 320C merupakan suhu optimal dan toleran bagi aktivitas semut di daerah tropis (Riyanto, 2007). Pada kurungan kaca ruang media terbatas untuk perkembangbiakan semut M. castanea sehingga jumlah koloninya lebih rendah dibandingkan dengan di lapangan. Berdasarkan dari hasil pengamatan ulangan 1 sampai dengan 5 didapatkan rata-rata koloni semut pada setiap kurungan kaca adalah 1 ratu semut dengan jumlah semut pejantan 5-6 semut dan semut pekerja sekitar 60-70 an. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kalshoven (1981) bahwa pada setiap 100 - 200 semut pekerja biasanya terdapat satu ekor ratu.

Daur Hidup Semut M. castanea

Perkembangan semut M. castanea melalui metamorfosis sempurna

(holometabola), artinya perkembangan telur sampai menjadi imago melalui beberapa stadium yaitu telur, larva, pupa dan imago (Hadi et al., 2009).

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh biologi semut sebagai berikut :

Tabel 2. Tahap perkembangan M. Castanea (hari)

Fase Ulangan Rata-rata (hari) Perkembangan 1 (hari)2 3 Perkembangan Telur 13 12 13 12.67±0.58(hari) Larva 1 3 3 2 2.67±0.58 2 6 5 5 5.33±0.58 3 7 8 6 7.00±1.00 4 11 10 11 10.67±0.58 5 18 20 16 18.00±2.00 Pupa 20 18 16 18.00±2.00 Imago 15 17 16 16.00±1.00 Siklus Hidup 93 93 85 90.33±4.62

39

Telur

Semut M. castanea bertelur pada bahan-bahan organik. Telur

M. castanea berwarna bening transparan dan berbentuk lonjong (Gambar 7). Ratu menghasilkan ratusan butir telur. Berdasarkan Tabel 2 tahap perkembangan M. castanea didapatkan waktu telur menetas adalah ± 13 hari.

Gambar 7. Telur M. castanea

Larva

Larva semut M. castanea terdiri dari lima instar berada di dalam batang.

Instar pertama transparan dan bersifat motil. Berdasarkan Tabel 2 tahap perkembangan M. castanea masa larva instar pertama 2-3 hari. Instar kedua 5-6 hari, instar ketiga 6-8 hari, instar keempat 10-11 hari dan instar kelima 16-20 hari.

Hasil pengamatan diperoleh pada Instar pertama dan kedua bersifat kanibal yang menyebabkan pengurangan jumlah telur. Pada larva terdapat bulu-bulu halus, memiliki segmen-segmen (± 12 segmen) dan berwarna keputihan (Gambar 8).

40

Instar 1

Instar 5 Instar 2

Instar 4 Instar 3

Gambar 8. Larva M. castanea

Larva semut mendapatkan pakan berupa cairan ludah dari kelenjar saliva ratu atau diberi makan oleh semut pekerja. Fase larva merupakan fase aktif makan karena pada fase ini mereka harus menyimpan energi yang cukup untuk memasuki fase pupa (Hadi et al., 2009).

Pupa

Berdasarkan Tabel 2 tahap perkembangan M. castanea didapatkan masa pupa M. castanea adalah 16-20 hari. Selama masa pupa , semut M. castanea mengalami periode tidak makan atau non feeding periode (Cadapan et al.,1990).

Pupa berukuran panjang 11,94 mm, sebelum membentuk pupa, tubuh larva mengkerut dan diikuti dengan munculnya tonjolan pada bagian caput dan torak yang merupakan bakal embelan tubuh semut. Mula-mula pupa berwarna kuning berubah menjadi kuning kecoklatan (Gambar 9).

41

Gambar 9. Pupa M. castanea

Imago

Fase terakhir dalam metamorfosis semut adalah imago. Imago berwarna hitam kecoklatan, organ-organ tubuh mulai berfungsi, dan mulai terpisah menurut kastanya masing-masing. Koloni akan lebih banyak menghasilkan pekerja daripada kasta- kasta yang lain pada awal-awal terbentuknya koloni. Hal ini dilakukan untuk meringankan tugas ratu karena sebagian besar aktivitas koloni akan dilaksanakan oleh pekerja. Berdasarkan Tabel 2 tahap perkembangan M. castanea didapatkan lama siklus hidup semut M. castanea sekitar ±93 hari.

a. Semut Ratu

Semut ratu memiliki tubuh yang lebih besar daripada anggota koloni yang lain, panjang sekitar 12,97 mm (Gambar 10), caput semut ratu mirip semut pekerja, secara keseluruhan anterior sedikit lebar dan panjang tidak menyempit ke depan, batas anterior clypeus lurus, mata besar terletak di titik tengah dari sisi lateral kepala dengan 3 ocelli, petiole dan gaster mirip dengan pekerja.

42

Gambar 10. Ratu Semut M. castanea (♀)(betina)

Semut ratu memiliki mekanisme terbang berupa sayap yang telah berkembang dengan baik sejak memasuki fase imago. Semut ratu lebih banyak ditemukan pada musim penghujan daripada ketika kemarau. Hal ini dikarenakan pada musim penghujan tersedia banyak sumber makanan dan tanaman untuk membuat sarang sehingga mendukung untuk pertumbuhan koloninya (Mele dan Cuc, 2004). b. Semut Jantan Semut jantan ukuran tubuhnya lebih kecil daripada ratu, panjang sekitar 8,26 mm berwarna hitam kecoklatan, memiliki antena dan sayap seperti ratu, dan komponen- komponen mata telah berkembang sempurna (Gambar 11).

43

Gambar 11. Semut Jantan M. castanea (♂)

Semut jantan jumlahnya lebih banyak daripada ratu, akan tetapi masa hidupnya singkat. Semut jantan hanya diproduksi pada saat-saat tertentu dalam satu tahun, yaitu pada musim kawin dan setelah melakukan perkawinan dengan ratu, semut jantan biasanya akan mati (Suhara, 2009). c. Semut Pekerja

Semut pekerja mempunyai ciri-ciri yang mudah dikenal, panjang 9,96 mm, berwarna karat dengan caput lebih lebar dari thoraks. Sisi-sisinya berbentuk agak bulat dan belakang agak berlekuk dengan baik dan jelas menusuk ke atas. Thoraks mereduksi, dan mekanisme terbangnya tidak pernah berkembang (tidak memiliki sayap), protoraks bakal buahnya agak bulat pada bagian depannya menonjol dengan sangat kuat, bagian mesothoraknya pendek dan melintang, bagian metathoraknya lonjong, pararel dan menonjol, apeksnya berupa lurik melintang, tungkainya pendek, kokoh dan berbulu. Abdomen bagian depan mengecil dengan satu atau dua tonjolan ke arah dorsal, segmen basal sangat menonjol, segmen pertama dan kedua sangat mengerut pada marginnya, apeks nya runcing dan berbulu, pubescent berwarna karat. Antena berwarna cokelat dan bertipe geniculate, yaitu ruas pertama memanjang dan ruas berikutnya pendek-pendek

44

membentuk sudut dengan ruas yang pertama. Caputnya memiliki sedikit rambut tegak yang tersebar (Xu & He, 2011). Semut pekerja dapat dilihat seperti pada Gambar 12.

Gambar 12. Semut Pekerja M. castanea (♀) (betina)

Menurut Masuko (2003), semut pada saat dia keluar dari pupa secara keseluruhannya dengan sayap terlipat. Semut yang menjaga akan menjilat dan merobek kulit pupa. Dalam kondisi ini merupakan saat semut berkelamin betina yang mandul kehilangan sayapnya. Semut betina yang mandul akan mencoba menarik dan merobek sayap sampai ke bagian pangkal dekat dengan tegulae.

Caput

Caput secara keseluruhan kelihatan luas dengan sedikit melebar ke depan dengan occipital rata-rata cekung. Sudut occipital secara keseluruhan menonjol.

Sisi lateral sedikit cembung, clypeus sempit dan melintang, anterior lurus, dengan sebuah baris di sekitar dentikel. Lobus frontal berkembang dan relatif berdekatan,

45

rongga antenal tersembunyi menonjol ke depan secara berbeda dan melampaui margin anterior dari clypeus (Gambar 13).

a e b b

c

e d c A

1 2

Gambar 13. Caput semut ratu M.castanea, 1. Tampak depan, 2. Tampak belakang Keterangan: a = Frons, b = occiput, c = Flagellomere, d = Scape, e = Mandibula

Mandibel sempit dan bergaris lurus, dengan 4 gigi kira-kira setengah panjang dari tepi bagian dalam. Tepi bagian dalam dengan 5 gigi. Antena pendek dan kokoh, antena bertipe geniculat yaitu ruas pertama memanjang dan ruas berikutnya pendek-pendek membentuk sudut dengan ruas yang pertama. Mata besar terletak dititik tengah dari sisi lateral kepala dengan 3 ocelli, mata kecil dengan kira-kira 15 faset berada tepat di belakang garis tengah caput

(Xu dan He, 2011)..

Abdomen (Gaster)

Abdomen semut M. castanea berwarna coklat kemerahan dengan ukuran

9,8 mm, dan stinger berukuran 0,321 mm.

46

Pada abdomen segmen basal sangat menonjol, segmen kedua dan berikutnya hampir serupa,segmen pertama dan kedua mengerut pada tepinya, apeksnya runcing dan berbulu,bulu nya berwarna coklat (Xu dan He, 2011).

c

b

a

Gambar 14. Abdomen semut M. castanea Keterangan: a = Stinger, b = Spirakel, c = Tergum

47

Sayap

Semut mempunyai dua pasang sayap seperti selaput, dengan sayap bagian depan lebih besar dari sayap bagian belakang. Sayap bagian depan berukuran 7,3 mm dan sayap bagian belakang berukuran 5,8 mm (Gambar 15).

1

a

b

c d a

2 b c d

i g

f h e

Gambar 15. Sayap semut M. Castanae 1. Sayap Depan, 2. Sayap belakang Keterangan: a = Sub Costa, b = Costa, c = Radius, d = Media, e = Humerial, f = Sectorial, g = cubita-anal , h = Radial, i = medial

Tungkai

Setiap tungkai terdiri atas coxa basal yang berhubungan dengan alitrunk, berikutnya adalah femur, tibia , dan tarsus, yang terakhir terdiri atas lima ruas kecil dan berakhir dengan sepasang kuku tarsal (claw). Semut memiliki tipe

48

tungkai ambulatorial yang berfungsi untuk berjalan atau berlari. Memiliki femur dan tibia lebih panjang dan langsing (Gambar 16).

c b d a e

Gambar 16. Tungkai semut M. castanea Keterangan : a = Claw, b = Tarsus, c = Tibia, d = Femur, e = Coxa

Gejala Serangan Semut M. castanea Pada Larva O. Rhinoceros

Hasil penelitian menunjukkan semut M. castanea menyerang mangsanya dengan menyengat mangsanya hingga mati. Gejala awal yang timbul terhadap larva terlihat berupa bekas sengatan semut M. castanea, dimana kutikula larva akan bintik menghitam (Gambar 17A). Selanjutnya gejala ini akan meluas ke

49

seluruh permukaan kutikula sehingga warna larva berubah menjadi coklat kehitaman (Gambar 17B) dan akhirnya menghitam secara keseluruhan

(Gambar 17C).

a b c

Gambar 17. Gejala Serangan Semut M.castana terhadap Larva O. rhinoceros Keterangan : a = Larva baru saja mati setelah diserang semut M. castanea, b = Larva semakin lama menjadi coklat kehitaman, c = Seluruh tubuh larva akhirnya menjadi hitam

Semut menggunakan mandibula untuk mengangkat mangsa. Mandibula juga digunakan untuk menggigit dan memotong-motong mangsa mereka. Semut predator juga menggunakan mandibula untuk merobek, menusuk dan menggiling makanannya. Mandibula penting bagi keberhasilan berburu semut predator.

Di Laboratorium, kasta pekerja M. castanea sering meninggalkan sarang sendirian. Ketika semut M. castanea menemukan mangsanya, mangsa langsung disengat. Karena larva dalam ukuran besar, semut M. castanea akan menyerangnya sendiri- sendiri. Kasta pekerja yang ada di dekatnya kemudian akan membantu menyerang. Salah satu pekerja akan kembali ke sarang dan menggetarkan tubuhnya untuk mendapatkan perhatian dari pekerja lainnya.

Setelah itu satu atau dua pekerja meninggalkan sarang dan menemui mangsanya

50

untuk mencari makan. Kasta pekerja tersebut kemudian bekerja sama membawa mangsanya tersebut.

Semut M. castanea terlebih dahulu melumpuhkan mangsanya dengan melakukan sengatan. Setelah larva mati semut M. castanea mengkonsumsi hemolymph mangsanya secara perlahan. Semut menghisap hemolymph larva sehingga yang tinggal hanya kutikulanya saja. Semut M. castanea. lebih cenderung menghabiskan mangsanya satu demi satu dan mengkonsumsi bagian tubuhnya hingga habis. Setelah mangsa tinggal kutikulanya saja barulah semut M. castanea menyerang mangsanya yang lain.

Semut M. castanea memangsa larva dengan mengkonsumsi hemolymph larva. Dalam selang waktu 3 hari larva akan tampak mengering dan yang tinggal hanya bagian kutikulanya saja. Hal ini sesuai dengan penelitian Ito (2010) yang menyatakan bahwa kasta pekerja semut Amblyopone sp. mengambil makanan dari hemolymph mangsanya.

Hasil pengamatan dari sebuah koloni, perilaku memakan cairan larva

(larval hemolymph feeding) (LHF) dapat dilakukan sebanyak 38 kali. Satu kasta pekerja memonopoli lebih dari 50% LHF (21 kali) dan yang lainnya hanya mengkonsumsi hemolymph larva satu sampai tiga kali (Ito, 2010).

Daya Mangsa Semut M. castana Terhadap Larva O. rhinoceros

Dari hasil penelitian didapatkan daya mangsa semut tertinggi yaitu pada kurungan kaca 7 mampu mengkonsumsi rata- rata 3,32 ekor larva O. rhinoceros per hari dan rataan terendah pada kurungan kaca 6 yaitu sebanyak 2,24 ekor larva

51

O. rhinoceros per hari. Banyaknya larva yang dikonsumsi dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Daya mangsa semut M. castanea terhadap larva O. rhinoceros selama 25 hari pengamatan Kurungan Kaca Rata-rata (ekor) 1 2,28 ± 0,68 2 2,36 ± 0,81 3 2,44 ± 0,51 4 2,48 ± 0,71 5 2,76 ± 0,66 6 2,24 ± 0,44 7 3,32 ± 0,90

Dari hasil penelitian diketahui bahwa semut M. castanea mampu membunuh larva O. rhinoceros dalam waktu yang relatif singkat yaitu ± 50 menit. Semut M. castanea mampu membunuh rata-rata 2 - 3 ekor larva

O. rhinoceros dalam sehari (Lampiran 1). Hal ini karena kasta pekerja semut

M. castanea bersifat predator terhadap larva O. rhinoceros. Kasta pekerja semut

M. castanea dapat mengkonsumsi mangsanya berkali-kali sehingga hemolymph mangsanya habis. Hal ini sesuai dengan penelitian Ito (2010) yang menyatakan bahwa kasta pekerja semut Amblyopone sp. mengambil makanan dari hemolymph mangsanya.

52

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semut M. castaneae

memiliki stadia telur ± 13 hari, larva ± 40 hari, pupa 16-20 hari, imago

meletakkan telur ± 93 hari.

2. Dalam satu koloni semut M. castaneae di laboratorium didapatkan 1 ratu

dengan semut pejantan 5-6 semut dan 60-70 semut pekerja.

3. Daya memangsa semut M. castaneae terhadap O. rhinoceros adalah 2-3

ekor per hari.

Saran

1. Semut M. castaneae dapat digunakan sebagai musuh alami

O. rhinoceros karena memiliki kemampuan memangsa 2 sampai 3

ekor larva O. rhinoceros per hari.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas semut

M. castanae dalam membunuh mangsanya di lapangan.

53

DAFTAR PUSTAKA

Cadapan, E.P., M. Moezir dan A.A Prihatin. 1990. Semut Hitam. Berita Perlindungan Tanaman Perkebunan. 2 (1):5-6

Chong, K. K., Ooi, P. A. C., dan Tuck, H.C. 1991. Crop Pest And Their Management In Malaysia, Tropical Press Sdn. Kuala lumpur, Malaysia

Dhileepan. K. 1988. Incidence and Intensity of Rhinoceros Beetle Infestation in Oil Palm Plantations in Kerala. Journal of Plantations corps. 16:126-129

Dirjenbun. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Effendi, R. dan Sawitriyadi. 2009. Faktor-faktor Penentu Ekspor Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil) Indonesia. J. Ekonomi dan Bisnis 8 (3): 247-257.

Hadi., Tarwotjo dan R. Rahadian. 2009. Biologi Insecta. Entomologi. graha Ilmu. Yogyakarta.

Hasmi. A., E. Lebrun and R. Plowes. 2006. A Field Key To The Ants (Hymenoptera: Formicidae) Found at Brackerindge Field Laboratories (Rev). University of Texas at Austin. Texas http://rhinotrap.weebly.com/-life-cycle-of-the-rhinos.html, diakses tanggal 10 November 2014

Ito, F. 2010. Notes on the Biology of the Oriental Amblyoponine Myopopone Castanae : Queen - worker dimorphism, worker polymorphism and larval hemolymph feeding by workers (hymenoptera: Formicidae). Faculty of Agriculture, Kagana University, Miki, Kagawa, Japan. Entomol. Society of Japan.

Kalshoven, L.G. E. 1981. The Pest of Crop In Indonesia. P. A Van der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta

Marheni. 2010. Eksplorasi Musuh Alami Oryctes rhinoceros L pada Pertanaman Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada

Masuko, K. 2003. Analysis of brood development in the ant Amblyopone silvestrii with special reference to colony bionomics. Institute of Natural Sciences, Senshu University, Kawasaki, Kanagawa, Japan.

54

Mele, Van P. dan Cuc, N.T.T. 2004. Semut Sahabat Petani : meningkatkan hasil buah-buahan dan menjaga kelestarian lingkungan bersama semut rangrang (Alih bahasa oleh : Rahayu, S.). World Agroforestry Centre (ICRAF), 61 pp.

Nugroho,B.J.Yudha.2009. Kelapa Sawit. http://yudhabjnugroho. blogspot.com/ 2009/05/tanaman-kelapa-sawit.html, diakses tanggal 10 November 2014

Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya Di Indonesia. Gadjah Mada University press : Yogyakarta

Ooi P.A.C. 1988. in Malaysian Agriculture. Kuala Lumpur. Malaysia Tropical Press. 103 pp

Pasaribu, H. R. D. and de Chenon. 2005. Strategi Pengendalian Hama Oryctes rhinoceros di PT. Tolan Tiga Indonesia..Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit yogyakarta. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

Prawirosukarto, S., Y.P. Rocetha., U. Condro, dan Susanto. 2003. Pengenalan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. PPKS Medan

Purba, A., Z. Poeloengan & P. Guritno. 1997. Aplikasi Teknik Tanpa Bakar untuk Peremajaan Kelapa Sawit. In: Poeloengan, Z., K. Pamin., P. Purba., Y.T Adiwiganda, P.L. Tobing & M.I. Fadli (Ed). Pembukaan Areal Dengan Cara Zero Burning. Prosiding Pertemuan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. P.23-31

Rahayuwati, S., Desmier, R., dan Sudharto. 2002. Sistem Reproduksi Betina Oryctes rhinoceros (Coleoptera:Scarabaedae) Dari Berbagai Populasi Berbeda Di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal penelitian kelapa sawit, Medan. 10(1):11-22

Rauf. A., Shepord B.M and Johnson M.W. 2000. Leafminers in vegetables, ornamental plants and weeds in Indonesia: Survey of host crops, species composition and parasitoid. Int.J Pest Manage 46(4); 257-266

Renou, M. D. Tauban and J P. Morin. 1998. Structur and function of antenal pore Plate Sensillia of Oryctes rhinoceros. International Journal of Insect Morphology and Embryology. 27:227-233

Riyanto. 2007. Kepadatan, Pola Distribusi dan Peranan Semut pada Tanaman di Sekitar Lingkungan Tempat Tinggal. Jurnal Penelitian Sains: Volume 10, Nomor 2

Sadakhatula. S and T. K. A Ramachandran. 1990. A Novel Method to Control Rhinoceros Beetle. Oryctes rhinoceros L in Coconut. Indian Coconut Journal Cochin. 21:7-8. 10-12

55

Simanjuntak, D., Agus, S., A. E. Prasetyo dan Y. Sebayang. 2011. Pemanfaatan Organic Trap Sebagai Pengendali Oryctes rhinoceros Secara Terpadu Di Perkebunan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Indonesian Oil Palm Research Institute (IOPRI). Seminar Nasional Entomologi Indonesia, 16 – 17 Februari 2011 Universitas Padjadjaran

Suhara. 2009. Semut rangrang Oecophylla smaradigna. Jurusan pendidikan biologi Fakultas pendidikan Matematika dan IPA Universitas Pendidikan indonesia

Suhardiyono, L. 1988. Tanaman kelapa. Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius Yogyakarta

Susanto. A., P. S. Sudharto dan F. Yanti. 2005. Konservasi dan Perbanyakan Musuh Alami, Hama, Penyakit dan Gulma Kelapa Sawit. Seri Buku Saku. PPKS 2005 : 15 - 18

Susanto. A. Sudharto dan A.E Prasetyo. 2011. Kumbang Tanduk Oryctes rhinoceros Linn. Informasi Organisme Pengganggu Tanaman. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Vol. H – 003 Oktober 2011

Susilo. 2007. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha ilmu: Yogyakarta

Syamsul Bahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta.

Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Yrama Widya : Bandung

Utomo, C. T. Herawan and A. Susanto. 2007. Feromon:Era Baru Pengendalian Hama Ramah Lingkungan di Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 15:69-82.

Wahyono, T.E. dan N. Tarigan. 2007. Uji Patogenitas Beauveria basiana dan Metarizhium anisopliae Terhadap Ulat Serendang. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1.

Xu. Z.-H. and He. Q.-J. 2011. Description of Myopopone castanea (Smith) (Hymenoptera: Formicidae) from Himalaya Region. Entomotaxonomia 33: 231-235.Vol 33, No. 3

56

Lampiran 3. Jumlah Konsumsi Semut M.castanae.Terhadap Larva O. rhinoceros

Standar Aquarium Hari ke- Rataan Deviasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 1 3 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2,28 0,68 2 2 4 5 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2,36 0,81 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2,44 0,51 4 3 4 4 4 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2,48 0,71 5 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2,76 0,66 6 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2,24 0,44 7 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3,32 0,90