FUNGSI REYOG PONOROGO BAGI PENARI, WIYOGO, PENYENGGAK, DAN MASYARAKAT THE FUNCTION OF REYOG PONOROGO FOR THE DANCERS, WIYOGO, PENYENGGAK, AND THE SOCIETY

Mudjijono Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jalan Brigjen Kataamso No. 139 Yogyakarta 55152 Telepon (0274) 373241, 379308, Faksimile (0274) 381555 Pos-el: [email protected] Handphone: 082137949998 Diterima:15 Agustus 2016; Direvisi: 20 Oktober 2016; Disetujui: 30 November 2016

ABSTRACT This study about Reyog Ponorogo was took place on Ponorogo in Province. The main problem of this study begins with a question about how Reyog Ponorogo has functions for dancer, wiyogo, penyenggak, and society. The purpose of this study stand on the question above, since the purpose of this study is to understand the function of Reyog Ponorogo towards society.The research is done by the methods of observation, interview, and literature review. Observation and interview was done in the Sawoo area, Kauman, and around Bethoro Katong cemetry. This information used to tracery and research. The result of this research is served in this research report. This report shows that the art of Reyog Ponorogo has the primary function and secondary function, and also has the social and economical function towards the society. Even though the social function is more dominant since this art has the role as unifier and to maintain the solidarity between dancer, wiyogo, penyenggak, the other players and the society. Keywords: reyog Ponorogo, wiyogo, penyenggak, sesaji, solidarity, unifier.

ABSTRAK Kajian terkait Reyog Ponorogo ini dilakukan di Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur. Permasalahan kajiannya ini bertolak dari pertanyaan bagaimana fungsi Reyog Ponorogo bagi penari, wiyogo, penyenggak, dan masyarakat. Tujuan kajian ini dengan berpijak atas pertanyaan itu karena kajian ini bertujuan ingin mengetahui fungsi kesenian Reyog Ponorogo bagi masyarakat. Untuk mengetahui semua itu dilakukan penelitian dengan melakukan observasi, wawancara, dan studi pustaka. Observasi dan wawancara dilakukan di daerah Sawoo, Kauman, dan sekitar makam Bethoro Katong. Informasi awal itu sebagai modal untuk melakukan penelusuran dan penelitian. Hasil penelusuran tersebut dituangkan dalam laporan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesenian Reyog Ponorogo mempunyai fungsi primer dan sekunder serta mempunyai fungsi sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Walaupun demikian fungsi sosial lebih menonjol karena kesenian tersebut sebagai pemersatu dan solidaritas antara penari, wiyogo, penyenggak, pemain lain, dan masyarakat. Kata kunci: reyog Ponorogo, wiyogo, penyenggak, sesaji, solidaritas, pemersatu.

PENDAHULUAN Terjadi semacam pemusatan, atau sekurangnya Dari hari ke hari tersaksikan betapa ada ketegangan antara pusat (nasional) dan berbagai ekspresi kebudayaan daerah makin lama daerah-daerah berjalan dengan timpang, makin menepi. Rupanya bukan hanya dalam dalam pengertian searah dari pusat ke daerah. bidang politik dan ekonomi, tetapi juga dalam Kemajemukan termasuk juga dalam bidang bidang kebudayaan secara lebih umum, yang budaya, keteter oleh penyeragaman, kekhasan disebut dengan ekspresi lokal semakin sirna. lokal dibalut identitas bersama nasional. Pada

521 PB kesenian misalnya tersaksikan ambruknya bunyian atau yang diatur menurut berbagai group tontonan rakyat, dan lenyapnya irama lagu atau gendangnya, ekspresi muka berbagai corak kesenian tradisional. Contoh dan gerakannya diserasikan dengan isi dari paling mutakhir tentu kehancuran Srimulat, makna tarinya. Sedangkan tradisional diartikan kelompok aneka ria, lawak, yang sempat berjaya sebagai sesuatu yang bersifat turun-temurun. di ibukota pada awal 1980 an. Namun riwayat Dengan demikian, kesenian tari tradisional tontonan panggung sebelumnya juga mencatat berarti segala sesuatu mengenai tari atau gerak bubarnya group wayang orang Taman Hiburan seluruh tubuh disertai bunyian atau gamelan Rakyat (THR) Yogyakarta yang terpaksa harus yang diatur menurut irama lagu atau gending, mentransmigrasikan pemainnya. Di Solo ekspresi muka dengan gerakan yang disesuaikan Ketoprak Cokrojiyo juga mengalami nasib yang dengan isi makna tarinya, yang kesemuanya tak lebih berbeda, padahal kedua kota tersebut, mempunya sifat turun temurun. Selain itu, untuk menyandang gelar Kota Budaya (Danujaya, B, dapat disebut sebagai kesenian tradisional, 1990:101-109). kesenian yang bersangkutan harus ada kaitannya Selanjutnya juga dikemukakan berbagai dengan tradisi (Kayam, U, 1981:23). Pendapat kesenian tradisional mengalami­ kekurangan tersebut hampir sama dengan pengertian yang penonton yang pada akhirmya juga akan dikemukakan oleh Sedyawati bahwa tari mengurangi jumlah kesenian tersebut. Satu tradisional biasanya disajikan untuk kepentingan penyebab dari kondisi tersebut oleh Sudarsono masyarakat daerah dan menjadi bagian dari dikatakan sebagai akibat munculnya kebudayaan berbagai upacara adat daerah itu (Sedyawati, massa, yaitu adanya pesawat televisi atau sarana 1981:40). Selanjutnya, untuk menjelaskan kata lain yang mirip dengannya (lihat Sudarsono, fungsi yang terkait dengan kesenian ini dipakai 1986:6). Sependapat dengan itu, Mugiyanto pemahaman Sudarsono yang mengartikan dalam Seni Pertunjukan di juga fungsi kesenian sebagai fungsi primer dan mengutarakan, Harjo Susilo meneliti wayang sekunder. Satu di antara tiga fungsi primer orang Sri Wedari mengingatkan kita akan tidak yakni fungsi kesenian sebagai hiburan pribadi. sehatnya kehidupan wayang orang panggung. Sedangkan fungsi sekunder terdapat 9 fungsi, Ia melaporkan bahwa satu sebab berkurangnya dua diantaranya berfungsi sebagai pengikat minat masyarakat terhadap wayang orang solidaritas kelompok masyarakat dan sebagai adalah semakin populernya dramatic media pembangkit rasa solidaritas bangsa (Tresnasih (film, televisi, dan video) yang lebih efisien. R.I, 2014:86). Berkurangnya minat penonton tersebut Mengutip Coote dan Shelton, bahwasannya menyebabkan turunnya perhatian masyarakat Ferraro berpendapat, bahwa ekspresi artistik (Mugiyanto, 1992:23). Kondisi tersebut di merupakan salah satu karakteristik manusia atas paling tidak mendorong penulis untuk yang sangat khusus, pada studi Antropologi mempelajari lebih dekat tentang kesenian budaya ekspresi artistik ditemukan pada setiap daerah, oleh karena itu dalam kesempatan ini masyarakat, dan kesenangan estetika dirasakan penulis akan mengkaji tentang kesenian Reyog oleh seluruh anggotanya. Artistic expression is Ponorogo. Kajian ini dibatasi pada fungsi Reyog one of the most distinctive human characteristics, Ponorogo bagi penari, wiyogo, penyenggak, dan as the study of cultural anthropology reminds masyarakat. us, artistic expression is found in every society, Dalam kajian ini perlu dijelaskan konsep and aesthetic pleasure is felt by all members kesenian, tari, tradisional, fungsi. Kesenian of human kind (see Coote and Shelton 1992) diartikan sebagai segala sesuatu mengenai (Ferraro, G. 1995:310). Masih menurut tari. Tari menurut Pangeran Soerjadiningrat Ferraro, bahwa di seluruh masyarakat, setiap mempunyai arti gerak seluruh tubuh, disertai orang menerapkan imajinasi, kreatifitas, dan

522 PB Fungsi Reyok Ponorogo ... Mudjijono berbagai teknik keahlian-keahlian memindah cultures operated, or functioned. This theoritical bentuk material, suara, dan gerakan ke dalam orientation assumed that cultures provide suatu bentuk produk seni. Ada berbagai macam various means for satifying both societal and tipe ekspresi estetis satu di antaranya aplikasi individual needs. Accordingding to Malinowski, keahlian dan kreativitas gerakan tubuh yang no matter how bizzare a cultural item might at membentuk suatu tarian. Oleh karenanya Reyog first appear, it had a meaning and performed Ponorogo termasuk dalam kategori seni. some useful function for individual or the Sebagai suatu seni Reyog Ponorogo society (Malinowski menekankan bagaimana mempunyai kekuatan atau daya pikat bagi para kebudayaan berlangsung atau berfungsi. pelibat seni dan masyarakat yang melihat untuk Orientasi teoritis ini mengasumsikan bahwa bersolidaritas yang awalnya hanya merupakan kebudayaan memberikan variasi makna bagi karakter kelompok kecil, kemudian jika bersama- kepuasan kebutuhan sosial dan individu. sama akan menjadi kelompok yang lebih besar Menurut Malinowski, tidak masalah keanehan bahkan sebagai karakter nasional. Pemahaman item yang bersifat budaya memungkinkan pada karakter nasional tersebut dapat meminjam awal kemunculan, hal itu telah memiliki suatu konsep yang dikemukakan oleh David: The makna dan menunjukkan beberapa fungsi yang term ”national character” is used to describe bermanfaat bagi individual atau masyarakatnya the enduring personality characteristics and (Malinowski B, 1995:64). unique life styles found among the populations Reyog Ponorogo yang termasuk of paticular national states. This behavior is kebudayaan mempunyai makna atau fungsi sometimes considered on an abstract level., that terhadap individu dan masyarakat. Malinowski is, as cultural behavior without actual refference melihat kebudayaan bersandar pada tiga tipe to necesserily different personality modalities. kebutuhan individu, meliputi kebutuhan dasar It may also be considered as motivated (seperti makanan, keamanan, dan seksual), by underlying psychological mechanisms kebutuhan instrumen (seperti pendidikan, characteristic of a given people (Istilah “karakter hukum, dan kontrol sosial), dan kebutuhan nasional” digunakan untuk menggambarkan integrasi (kenyamanan psikologis, harmoni karakteristik kepribadian (personaliti) dan sosial, dan pandangan masyarakat). Walaupun keunikan gaya hidup yang terdapat (hidup) semua fungsi kebudayaan tersebut tidak dapat diantara populasi dalam suatu negara / bangsa. semuanya diterapkan dalam kasus Reyog Perilaku ini kadang-kadang berada pada level Ponorogo, namun ada fungsi integrasi harmoni abstrak individu, seperti perilaku budaya tanpa sosial dan pandangan masyarakat. Artinya ada referensi aktual untuk membedakan bentuk/ rasa kebersamaan dan solidaritas pada para model personaliti yang diperlukan. Hal ini sangat pemain dan masyarakat. dimungkinkan didasarkan seperti termotivasi Beberapa kajian terdahulu yang mekanisme karakteristik sifat psikologis dari pernah sebagai bahan perbandingan antara individu) (David L,S. 1972:14). lain: Moelyadi, 1986 dengan judul buku Selanjutnya, kesenian Reyog Ponorogo “Ungkapan Sejarah Kerajaan Wengker dan juga mempunyai fungsi lain selain sebagai Reyog Ponorogo”. Isi buku ini banyak memberi perekat solidaritas. Untuk melihat hal itu gambaran Ponorogo dan sisi sejarah pada sebaiknya kita pinjam konsep fungsi yang masa lalu. Bagi generasi saat ini buku tersebut dikemukakan oleh Bronislow Malinowski, sangat membantu jika kita akan mengetahui bahwa terkait dengan kebudayaan, Malinowski sejarah Ponorogo (Moelyadi, 1986). Kemudian beranggapan bahwa kebudayaan memberikan (Skripsi) Sarjana Muda Antropologli Fakultas variasi makna bagi kepuasan kebutuhan sosial. Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Malinowski concentrared on how contemporary yang tulis oleh (Mahmudi, 1976) dengan judul

523 PB “Reyog Ponorogo”. Tulisan ini masih sederhana Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada, dan bersifat umum, tetapi dapat membantu 2012). Kesenian Reyog Ponorogo dengan memberi informasi awal. Selanjutnya (skripsi) penampilan yang meriah saat pementasan Wijayanti, E T. 1976 pada Akademi Seni Tari ternyata menjadikan Wijayanto tertarik untuk Indonesia Yogyakarta, yang juga menulis Reyog mengkaji sisi lain dari kesenian tersebut. Ia Ponorogo. Skripsi ini tidak jauh berbeda dengan mengutarakan Reog Ponorogo tidak hanya skripsi yang ditulis oleh Mahmudi, masih sebagai satu kesenian di Ponorogo namun sederhana dan merupakan gambaran secara juga memiliki nilai ekonomis yang dapat diskriptif (Wijayanti E T, 1976). dikembangkan menjadi objek wisata melalui Dalam buku yang berjudul Pergelaran penyelenggaran festival rutin setiap Bulan Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya Suro atau Muharam. Namun tokoh-tokoh yang Simatupang L menuliskan bahwa reyog terdapat pada “reog” juga menjadi material digunakan sebagai identitas kultural Kabupaten souvenir yang memiliki nilai ekonomis sehingga Ponorogo. Satu alasan yang digunakan karena menjadikan pengembangan kewirausahaan bagi kesenian reyog ini hidup subur di kalangan warga para pengrajin di daerah Ponorogo. Khususnya masyarakat Kabupaten Ponorogo. Popularitas terkait pengembangan kewirausahaan jenis ini kesenian tersebut sudah terbentuk subur sebelum menumbuhkan inovasi-inovasi untuk menunjang reyog dicanangkan sebagai identitas kultural tampilan produk-produk pengrajin ini dikelola kabupaten. Selain itu, dalam tulisan menegaskan secara profesional tanpa meninggalkan aspek akan adanya tiga versi asal usul Reyog Ponorogo keaslian nilai filosofi produknya misal tokoh yang terdiri atas versi Bantarangin yaitu pada ganongan (Wijayant, 2008:1-9). Kemudian, Zaman di abad XXII, Suryangalam, dan riset Widyastuti menunjukkan bahwa kehadiran Betara Kathong (Simatupang L, 2013:117- modernisasi tidak mampu mengubah konteks 132). Penulis lain yaitu (Zamzam, 2005) buku ritualitas dan sakralitas seni tradisi Reog yang berjudul “Reog Ponorogo, Menari di Ponorogo. Masyarakat masih melestarikan dan Antara Dominasi dan Keragaman” mencoba melaksanakan ritual sakral di era modernisasi menceritakan ulang sejarah munculnya Reog sekarang ini. Kesenian Reog ditempatkan Ponorogo dalam berbagai versi. Selain itu menjadi bagian tak terpisahkan dalam sistem disampaikan pula bahwa pertunjukan reog dapat religi masyarakat pendukungnya. Unsur-unsur diklasifikasikan menjadi dua, yaitu reog festival mistis seperti prosesi ritual sebelum pementasan dan reog obyogan. Reog festival biasanya reog berlangsung. Mereka menganggap ada dipentaskan dalam acara-acara resmi dan formal roh penunggu barongan yang harus di akui semacam Festival Reog Nasional, penyambutan keberadaannya. Manusia hidup di dunia disadari tamu pemerintahan. Sedangkan reog obyogan atau tidak, mereka selalu hidup berdampingan atau reog desa ditanggap oleh individu, keluarga, dengan alam gaib. Roh gaib jin dan setan atau desa dalam acara-acara khusus (Zamzam, itu ditakdirkan mengganggu manusia (lihat 2005). Widyastuti D, 2013:1-9). Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Tulisan lain terkait kesenian Reog Ponorogo melakukan inventarisasi perlindungan karya diutarakan Sururil dan Shinta pada masa budaya, dan menjelaskan mengenai asal usul kolonial Belanda, saat itu dhadhak dimainkan reog beserta dengan tokoh-tokoh pendukungnya empat orang, namun saat ini dimainkan satu seperti Barongan, Klana Sewandana, Jathil dan orang. Pada periode ini, pementasan seni reog Warok. Selain itu dibicarakan juga mengenai tidak didukung kebijakan pemerintahan waktu senggakan dalam reog yang menjadi unsur itu, mengingat pertunjukannya reog mampu dinamisasi iringan gamelan reog (Balai menarik peminat penonton. Bahkan pada masa Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta dan Pusat Jepang sama sekali hilang tidak ada pementasan

524 PB Fungsi Reyok Ponorogo ... Mudjijono seni reog dikarenakan adanya larangan tersebut mengingat setiap memperingati Hari mengumpulkan massa. Namun demikian di Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia desa-desa tetap ada kelompok-kelompok reog banyak pementasan dan lomba kesenian Reyog yang bersaing sehingga timbul konflik. Pada Ponorogo. Sedangkan wawancara dilakukan periode 1950-an seni reog dimanfaatkan untuk pada pelibat kesenian Reyog Ponorogo terutama kepentingan politik mengumpulkan massa dari sekali pada saat persiapan Reyog Ponorogi masing-masing partai politik pada waktu itu, di alun-alun Kabupaten Ponorogo. Penulisan namun setelah meletusnya G30 S/PKI seni reog laporan dilakukan secara deskripsi mengingat banyak dilarang dikarenakan seni reog banyak untuk melakukan kajian mendalam harus dimanfaatkan oleh partai terlarang tersebut. dilakukan penelitian dalam jangka waktu yang Pada masa orde baru sempat dilarang sehingga relatif lama. kelompok seni reog menurun dan baru mulai bangkit pada tahun 1969 sampai sekarang PEMBAHASAN bahkan didukung dengan kebijakan pemerintah Gambaran Lokasi Penelitian (Sururil M dan Shinta D. I.S.R, 2012:1-5) Makam Bethoro Katong yang terletak Amal T mengutarakan bahwa budaya di daerah Kadipaten merupakan makam yang tradisional masyarakat Ponorogo yang sampai acapkali dikunjungi oleh penduduk baik dri sekarang masih eksis adalah adanya perilaku daerah Kabupaten Ponorogo maupun dari daerah ritual warok. Munculnya perilaku ritual ini lain. Bethoro Katong merupakan satu diantara dinilai sebagai respon positif terhadap tantangan beberapa tokoh legenda yang ada dalam sejarah kehidupan modern yang semakin lama semakin Ponorogo yang juga terkait dengan keberadaan mengancam tradisi dan budaya lokal. Perilaku reog Ponorogo. Selain tokoh itu, masih ada ritual yang masih banyak dilaksanakan di tokoh lain seperti Klonosewandono, Warok, dan kalangan warok ini diwarnai oleh ajaran-ajaran Jathil. Sampai saat ini di berbagai penjuru daerah dari luar Islam walaupun juga terdapat praktek di Ponorogo dapat ditemukan perkumpulan dzikir, wirid dan kontemplasi di dalamnya, kesenian reog. Pujonggo Anom, Pujonggo karena setelah dilaksanakan Babad Ponorogo Mudo, dan berbagai nama lainnya merupakan pada tahun 1846 M oleh orang-orang Demak nama perkumpulan reog yang ada di Ponorogo. utusan Raden Patah di Ponorogo terjadi akulturasi Selain itu di berbagai sekolah juga terdapat budaya ajaran Hindu, Budha dan Islam. Warok perkumpulan reog. Oleh karena itu, masyarakat dalam terminologi budaya Ponorogo sinonim Ponorogo sangat mengenal kesenian reog. dengan weruk yang artinya besar sekali. Besar Penelitian terkait reog Ponorogo ini disini mempunyai arti kiasan bukan arti yang dilakukan di Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa sebenarnya. Seorang disebut warok jika ia Timur. Kabupaten ini memiliki luas wilayah sudah besar sekali wibawanya dan besar sekali 2371,78 Km2. Wilayah Kabupaten Ponorogo kedudukannya di dalam masyarakat (Amal T, membujur dari Barat ke arah Timur, sebelah Utara 2013:112-117). dibatasi oleh Kabupaten dan Magetan, sebelah Selatan Kabupaten Pacitan, sebelah METODE Barat Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, dan Penelitian ini menggunakan metode sebelah Timur Kabupaten Trenggalek dan Kediri. observasi, pengamatan, wawancara, dan pustaka. Wilayah Kabupaten Ponorogo terdiri atas Tanah Penelitian ini dilakukan pada Juli hingga Sawah seluas 812,90 Km2, Ladang 313,45’ September 2014 untuk menambah data hasil Km2, Perkebunan 56.38 Km2, Hutan 3301,68 penelitian yang telah dilakukan pada masa lalu, Km2, Pekarangan 215,87 Km2, Rawa dan Telaga observasi dan pengamatan di daerah Kauman 1,89 Km2 dan yang lainnya seperti lapangan, dan Sawoo. Pertimbangan dilakukan bulan jalan, dan kebun seluas 140.53 Km2. Secara

525 PB administratif Kabupaten Ponorogo terbagi ini ke dalam Reog. Bupati Ponorogo kala itu, menjadi lima kawedanan atau pembantu bupati, Bapak Markum Singadimeja, mengangkat Reog yang terdiri dari 19 kecamatan, 26 kelurahan, sebagai identitas budaya kabupaten tersebut dan 277 desa. Adapun kelima kawedanan dengan membubuhkan pengertian Reog sebagai: tersebut yakni Kawedanan Ponorogo, Sumoroto, Resik, Endah, Omber, dan Gilar-gumilar. Jebeng, Arjowinangun, dan Pulung. Masing- Mbah Kamituwa Kucing tidak setuju atas cara masing kawedanan membawahi antara tiga pemahaman tersebut, karena menurut beliau sampai empat kecamatan. Kawedanan Ponorogo ejaan yang benar adalah Reyog, yaitu dengan membawahi wilayah Kecamatan, Ponorogo, huruf Y di tengah. Lebih lanjut dijelaskan Babadan, Jenangan, dan Kecamatan Siman. olehnya bahwa masing-masing huruf penyusun Kawedanan Sumoroto yang terletak di bagian kata Reyog memuat ajaran “Rasa kidung”; Selatan wilayahnya meliputi Kecamatan Kauman, “Engwang sukma adiluhung”,”Ywang Agung Sukorejo, Badegan, dan Sampung. Bagian kang pirsa”,”Olah kridhaning pambudi”, dan Timur yang merupakan wilayah Kawedanan “Gelar gulung karsaning kang Maha Kuasa” Jebeng terdiri atas Kecamatan Balong, Bungkal, (Kompas, 19 April 1999; Grunden, 1999:162- Slahung, dan Ngrayun. Sedangkan Kawedanan 163). Baginya, menghilangkan huruf Y dari Arjowinangun meliputi Kecamatan Sambit, REYOG berarti sama saja menghilangkan Sawoo, Mlarak, dan Jetis. Ketiga kecamatan Ywang Agung – sebuah tindakan yang tidak lainnya yaitu Kecamatan Sooko, Ngebel dapat dibenarkan (Simatupang L, 2013:186). dan Kecamatan Pulung menjadi bagian dari Terdapat berbagai versi yang Kawedanan Pulung. Dari ke 19 Kecamatan mengungkapkan sejarah Reyog Ponorogo.­ Guna tersebut, Kecamatan Ngrayun, merupakan menambah kejelasan mengenai gambaran sejarah wilayah yang paling luas yakni 184,76 Km2, kesenian tersebut, maka perlu ditampilkan sedangkan’ Kecamatan Ponorogo merupakan keanekaan sejarah reyog tersebut. Namun wilayah paling sempit yaitu seluas 22,31 Km2 demikian bukan berarti akan memberi vonis (Statistik Kabupaten Ponorogo, 2013: 5-10). kebenaran pada salah satu atau beberapa versi sejarah reyog. Terdapat versi yang menyatakan, Asal Kata dan Arti Reyog Patih Pujangga Anorn mendapat mandat dari Reyog berasal dari kata Riyagun yaitu Raja Kerajaan Bantar Angin di Kawasan tersebut merupakan seluruh perjalanan hidup manusia untuk melamar putri Raja Daha, Kediri. Ketika yang dlumuri dengan berbagai dosa dan noda. rombongan tersebut berangkat menuju Kediri Bilamana sadar dan beriman yang pada akhirnya di tengah jalan dicegat harimau dan merak bertagwa pada Tuhan Yang Maha Esa maka yang selanjutnya terjadi perang. Pada akhirnya jaminannya menjadi manusia yang sempurna, pasukan Bantar Angin kocar kacir dikalahkan baik, dan. muslim sejati. Selanjutnya juga oleh harimau dan merak tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa kata Reyog berasal Patih Pujangga Anom mendapat wangsit agar dari kata reyot reyat atau riyeg yang berarti menghadapi kedua binatang tersebut dengan nyaris jatuh (Danujaya B, 1990:4). Drama musik atau gamelan. Begitu didengarkan musik kesenian dinamakan reyog, karena dalam setiap dari gamelan mereka berjoget bersama-sama, pementasannya Barongan selalu menari-nari, dan kemudian muncul kesenian reyog. membungkuk, dan tengadah sampai nyaris Versi lain yang hampir mirip dengan versi jatuh. Pendapat lain mempunyai pemahaman di atas, yakni pada jaman dahulu berdirilah bahwa sepulu tahun yang lalu, swargi mbah Kerajaan Bantarangin, bertahtalah seorang Kamituwa Kucing, sesepuh Reyog Ponorogo rajamuda bernama Kelonosewandono yang yang tinggal di Desa Kauman, Sumoroto- terkenal dengan pusakanya Cemeti (pecut) mencela pengejaan kesenian rakyat Ponorogo Samandiman (gendir wuluh gedhe). Pada suatu

526 PB Fungsi Reyok Ponorogo ... Mudjijono malam Sang Prabu bermimpi bertemu seorang oleh pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat putri jelita dari Kerajaan Kediri bernama Putri II Ponorogo dalam Pedoman Dasar Kesenian Songgolangit. Karena terpesonanya, diutuslah Reyog Ponorogo Dalam Pentas Budaya Bangsa. patih yang bernama Pujangga Anom untuk Menurutnya, asal-usul Reyog Ponorogo meminangnya. Berangkatlah sang patih dengan yang semula disebut Barongan sebagai satire diikuti oleh pasukan berkuda yang tangguh. atau sindiran dari Demang Ki Ageng Kutu Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh Suryongalam terhadap Raja Prabu pasukan Raja Singobarong karena melintasi Brawijaya V (Bhree Krtabumi). Terwujudnya daerah kekuasaannya. Peperangan tidak dapat Barongan merupakan sindiran bagi raja yang dihindari lagi dan mengakibatkan pasukan sedang berkuasa yang belum melaksanakan tugas- Patih Pujanggo Anom tidak mampu menahan tugas kerajaan secara tertib, adil dan memadai, serangan, kemudian mundur ke Bantarangin. sebab kekuasaan raja dikuasai oleh permaisuri. Dengan kekalahan tersebut, akhimya Raja Budaya rikuh pakewuh sangat kuat dibenak Kelonosewandono melamar ke Kediri. Dalam masyarakat untuk mengingatkan atasannya. Oleh pasukan tersebut terbentuadah pasukan iring- karena itu metode sindiran (satire) merupakan iringan, ialah pasukan berkuda jaranan atau salah sate cara untuk mengingatkan atasannya jatilan, pasukan singa (harimau), burung merak secara halus. Pada pendekatan dengan bahasa dengan diiringi tetabuhan, yang selanjutnya seni merupakan cara efektif dan efisien yang terbentuklah kesenian Reyog Ponorogo hasilnya akan berdampak positif. Begitu pula (Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II yang dilakukan oleh Ki Ageng Suryongalam, Ponorogo, 1993:5). beliau menyadarl bahwa sebagai bawahan tidak Dalam Babad Ponorogo, dikatakan bahwa dapat berbuat banyak. Maka alternatif lain yang kondisi pemerintahan Majapahit­ masa Bre ditempuh terpaksa memperkuat dirinya dengan Krtoburni tercatat penuh intrik sehingga banyak pasukan perang yang terlatih berikut waroknya muncul pertikaian dan banyak pula pangeran dengan berbagai i1mu kanuragan: Berawal, dari yang protes, membelot, dan melarikan dirl cerita inilah asal-usul Reyog Ponorogo dalam (termasuk Pujangga Ki Ageng Suryongalam) wujud seperangkat merak dan jatilan sebagai yang mengungsi ke Desa Kutu, Ponorogo. manifestasi sindiran kepada Raja Majapahit Selanjutnya di desa sepi ini beliau mendirkan yang dalam menjalankan roda pemerintahan perguruan, untuk menghibur para muridnya dipengaruhi oleh permaisurinya. Raja dikiaskan dibentuk kesenian sederhana dengan tari yang sebagai harimau yang ditunggangi oleh merak diiringi gendang, gong, dan terompet. Kesenian sebagai lambang permaiswrinya (1983). tersebut kemudian disebut reyog. Menegaskan Berdasarkan cerita sejarah kesenian reyog versi yang mengemukakan bahwa kesenian di Kabupaten Ponorogo menunjukkan bahwa Reyog sudah ada sejak dahulu. ejarawan Belanda, keberadaannya sudah berlangsung relatif cukup Jaap Kunst dalam bukunya Hindi Javanesse lama. Munculnya kesenian reyog dari berbagai Musical Instruments (1968) mengartikan reyog versi tersebut memperlihatkan ada kaitannya dari bunyi-­bunyian dhog-dhog yakni suara dengan kerajaan sebagai pusat pemerintahan. gendhang kuno. Kunst mehhat dhog-dhog itu Oleh karena itu dapaat diperkirakan bahwa sudah terpahat jelas di relief Candi Pranataran kesenian reyog mulai ada di sekitar daerah pusat Abad MV. Selain itu alat musik mirip dhog-dhog pemerintahan Kabupaten Ponorogo. Kenyataan banyak ditemukan dalam ukiran kota Majapahit ini juga ditunjukkan dengan adanya berbagai dan gambaran yang nyaris mirip dengan barisan bentuk peninggalan yang terdapat di Kabupaten penari reyog masa kini sudah ada pada relief Ponorogo. Peninggalan-peninggalan­ yang berupa Candi Prambanan Abad IX (lihat Sulis B, 1992: makam tokoh-tokoh dalam cerita kesenian reyog 59-64). Berbeda pula versi yang dikemukakan tersebut terdapat di daerah Ponorogo, dan pada

527 PB umumnya terdapat di sekitar daerah perkotaan. Barongan dan warok. Dhadhak merak selalu Namun demikian daerah asal yang tepat bagi ikut tampil dalam penampilan Reyog Ponorogo. munculnya kesenian reyog yang pertama kali Burung Merak (Pavo sp), yang termasuk sub muncul tidak diketahui dengan jelas. Sebagai family Favomidae, family Phasianidae, dan ordo wujud dalam melestarikan kesenian tersebut, Galiformes, ada dua jenis yang sudah dikenal masyarakat Ponorogo memiliki berbagai luas oleh masyarakat, yaitu Pavo Muticus kelompok kesenian reyog yang tersebar hampir (merak hijau) dan Pavo Cristatus (merak biru). di seluruh wilayah Kabupaten Ponorogo. Merak merupakan jenis burung yang indah Kabupaten Ponorogo yang terbagi jelita, berukuran sedikit lebih besar disbanding dalam 19 kecamatan, pada umumnya di setiap angsa dan memiliki kaki yang panjang serta kecarnatan memiliki lebih dari satu kelompok ramping, dilengkapi taji yang runcing dan perkumpulan reyog. Jumlah perkumpulan panjang. Penyebaran merak biru terdapat di reyog terbanyak terdapat di Kecamatan Sawoo seluruh daratan India dan Sri Langka. Sedang sebanyak 29 Kelompok dan Badegan 14 merak hijau tersebar di Pulau Jawa, Indocina, kelompok. Sedangkan kecamatan yang lainnya Burma dan Malaysia. Habitatnya, baik yang rata-rata memiliki perkumpulan reyog antara biru maupun yang hijau, di alam bebas. Sejak 5 sampai 7 kelompok. Bahkan sampai saat ini 1973 merak dimasukkan sebagai satwa yang perkumpulan Reyog Ponorogo tidak hanya dilindungi karena semakin langka (Minggu Pagi, terdapat di Kabupaten Ponorogo saja akan tetapi 1993: 8 kolom 10-12). juga di Jakarta. Persebaran perkumpulan reyog Kemudian, Prabu Kelonosewandono yang terjadi di luar Kabupaten Ponorogo terjadi adalah raja dari Kerajaan Bantarangin. Ia secara tidak sengaja. Perkumpulan ini muncul seorang raja muda yang gagah berani, tampan, diawali dengan beberapa kali kelompok Reyog dan berwatak berbudi bawa laksono yang artinya Ponorogo mendapat undarigan pentas di Jakarta suka menolong sesama. Ia memiliki pusaka antara lain di Taman Mini dan tempat-tempat ampuh yang bernama Cemeti Samandiman yang hajatan keluarga. Adapun jumlah perkumpulan berupa pecut atau cambuk. Cemeti ini diperoleh yang ada di Jakarta tercatat ada 24 kelompok ketika is bertapa di Gunung Lawu. Dalam yang tersebar di beberapa daerah antara lain pementasan tokoh ini berpakaian seperti Prabu Tanjung Priok, Tomang, Cibinong, dan Utan Baladewa dalarn tokoh pewayangan dengan Kayu. rmemakai topeng Mono yang bermuka merah dan galak. Oleh karena itu perlengkapan pakaian Tokoh-Tokoh Dalam Permentasan Kesenian lainnya pads tokoh ini mengandung warna Reyog Ponorogo merah. Perlengkapan tersebut antara lain yakni Dalam permentasan kesenian Reyog celana panjang cinde waras merah, kain panjang Ponorogo tidak hanya menampilkan seni tari atau jarit parang barong berwarna putih, bare- semata, akan tetapi tarian yang mempunyai bare samir warna merah, epek timang warna rangkaian cerita daerah. Cerita yang terdapat merah, stagen (abet) chide warna merah, uncal, dalam kesenian reyog tidak merupakan cerita sampur merah dan kuning, kace merah dari bebas akan tetapi ceritera yang sudah di monte, ulurmerah, mat bahu, keris blangkrak, patenkan dalam kesenian reyog. Pada umumnya Praba, Binggel, dan Pecut Samandiman. ceritera tersebut merupakan gambaran dari Tokoh lainnya yaitu Bujangganong perjalanan kehidupan tokoh-tokohnya. Oleh adalah seorang patih Kerajaan Bantarangin. la karena itu dalam pementasan kesenian reyog adalah seorang patih yang pemberani, bertubuh selalu menampilkan tokoh-tokoh reyog yang kekar dan berwajah seram seperti raksasa khas antara lain Prabu Kelono Sewandono, yang berambut dan berkumis panjang. Dalam Patih Pujangga Anom, Pasukan berkuda (jatil), pementasan reyog, pemain yang membawakan

528 PB Fungsi Reyok Ponorogo ... Mudjijono peran tokoh ini memakai Topeng Bujangganong ini laki-laki, namun sekarang pemerannya (pentul) yang matanya melotot, hidung besar dilakukan oleh anak perempuan yang didandani dan panjang. Adapun perlengkapan pakaian seperti laki-laki. Pemeran tokoh ini biasanya. lainnya yakni berupa celana dingkikan yang dilengkapi dengan celana dingkikan terbuat dari berwarna hitam dengan hiasan seret putih kain beludru dengan hiasan bordir benang emas disampmg dan lingkay bawahnya. Celana yang di pergelangan kaki. Kain panjang parang barong berukuran sepanjang betis dengan model kolor. dengan model loreng lebih kecil dari pakaian Disamping itu juga dilengkapi dengan dua buah Klonosewandono. Selain itu juga dilengkapi gelang binggel yang berwarna kunmig emas dengan baju hem warna putih, sampur merah yang dipakaii pada pergelangan kaki jemarinya. dan kuning, epek timah hitam, stagen atau ubet Embong Gompyok sebagai penutup dada yang cinde warna merah, Gulon yakni hiasan pada terbuat dari rangkaian benang songket yang pundak dan leher yang terbuat dari kain beludru berwarna merah dan kuning. Selain itu juga hitam dengan hiasan benang emas bergambar Stagen berwarna hitam yang terbuat dari kain tamtama. Kace, Srempang, Cakep, Iket hitam, beludru hitam dengan hiasan bordir. Pada kedua gadung tapak doro, Binggel dan eblek atau tangannya dihiasi dengan cakep hitam yakni jaranan yang terbuat dari bambu. berupa gelang yang terbuat dari kain beludru Warok merupakan tokoh sesepuh yang dihiasi sulaman benang emas. Sampur merah digambarkan dengan memiliki kesaktian dan dan kuning serta baju rompi yang berwarna kanuragan. Seorang warok mempunyai tugas merah dengan seret hitam di sekelilingnya. sebagai pengayom. Namun di sisi lain seorang Singobarong atau Barongan adalah nama warok ini membatasi geraknya terhadap wanita seekor raja harimau yang perkasa, berambut­ agar ilmu yang dimilikinya tidak hilang. Oleh gimbal dan di atas kepalanya berdiri seekor karena itu untuk menghindari tersebut seorang Burung Merak yang amat elok bulunya yang warok mencari gantinya dengan dialihkannya sedang mengembangkan ekor dan sayapnya. kesenangan kepada anak remaja pria tampan Dalam pementasan reyog diperankan oleh laki- yang biasa disebut gemblakan. Dalam kesenian laki dengan perlengkapan yang relatif sederhana. reyog ini digambarkan dengan orang yang Penari yang membawakan tokoh ini memakai sekarang diperankan anak perempuan dan masih masan kepala yang biasa disebut dadak yang usia sekolah. Seorang warok selain sebagai orang berupa kepala harimau yang diatasnya dihiasi sakti biasanya juga mempunyai sifat pengayom, dengan benang merak. Pigeud klan Saugard suka menolong, adil, jujur, dan bisa menjadi menyebutkan bahwa Singobarong­ dihubungkan guru bagi yang membutuhkannya. Oleh karma sebagai Rajawana (Bahasa Jawa untuk Raja itu pemeran warok umumnya berumur relatif dari. Hutan, Sanskerta Rajava), yang sama tua. Adapun mengenai pakaian yang dikenakan dengan kata Sanskerta Vanaspati yang berarti pada tokoh warok yakni berupa udeng atau ikat yang dipertuan dari hutan. Selain itu penari kepala wulung atau gadung dengan teknik tutup dilengkapi dengan pakaian yang berupa celana udengan tutup liwet atau kebodhebleng dan panjang gombyok yang berwarna hitam dengan celana hitam (komprang). Ponoragan sampai Masan gombyok merah kuning terbuat dari bawah lutut berwarna hitam, dan dilengkapi benang songket. Perlengkapan lainnya yakni dengan ulur atau usus-usus putih sampai kaki berupa embong gombyok, sebagai penutup perut yang. terbuat dari benang lawe sepanjang 25 berwarna merah dan kuning dari benang songket. meter. Kain Barong atau lereng ireng wiru lebar, Pasukan Berkuda atau Jatil biasanya kain belakang ditekuk seperti dodot. Baju beskap terdiri dari satu pasang penari yang berjumlah warna hitam dengan kancing besar-besar dan dua orang yang berparas cantik dan berpakaian tidak, dikancingkan. Sebagai pelengkap lainnya model prajurit. Pada waktu lalu pemeran tokoh yakni sabuk stagen dirangkapi sabuk cindhe

529 PB warna merah atau biru, dengan dirangkapi epek Pada pementasan kesenian reyog selain timang gandhosan dan usus-usus (ulur) nglewer perlengkapan busana, tata rias, dan alat musik sebagai ciri Wong Ponorogo,­ sandal jepit bisa ternyata sesaji merupakan bagian penting. tanpa sandal. Jumlah warok yang terdapat dalam Sesaji reyog dilakukan pada waktu sebelum suatu kelompok biasanya hanya satu atau dua pementasan dimulai. Adapun perlengkapan orang saja, akan tetapi kalau warok-warokan sesaji yang dipergunakan antara lain kembang atau sebagai calon warok bisa lebih dari satu. telon, kanthil, kenanga, rokok Grindo, kembang Pengiring atau Penyoyok ini jumlahnya lecari, sego kokoh, wedang teh, wedang kopi, tidak terbatas, semakin banyak semakin baik kemenyan, dan lipstik. Sesaji ini dibuat oleh dan meriah. Pemeran tokoh ini berpakaian serba sesepuh dalam kelompok, bahkan ada juga hitam, memakai kain batik­ berkolor besar dm dimintakan pada seorang dukun reyog yang panjang. Tokoh ini menggambarkan prajurit dari intinya mtuk memintakan keselamatan para Kerajaan Bantarangin, yang bertugas sebagai penari beserta seluruh anggota reyog yang penjaga keamanan tetapi juga sebagai senggak. sedang mengadakan pementasan terbebas dari Oleh karena itu tokoh ini sering juga disebut segala gangguan yang tampak maupun yang penyenggak. Selain pemain itu, ada pengrawit tidak tampak. Setelah diberi doa, sesaji tersebut adalah Para penabuh Gamelan Reyog yang diletakkan di tempat tersebut selama mereka mengiringi tarian reyog tersebut. Para pengrawit mengadakan pementasan. berpakalan hitam-hitam dan berserempang kain Pementasan pertunjukkan Reyog batik di pundaknya. Ponorogo tidak memerlukan panggung seperti halnya pada jenis kesenian tradisional lainnya. Pementasan dan Perkumpulan Pertunjukkan kesenian reyog dilakukan di Perangkat gamelan reyog memiliki sebuah halaman atau lapangan yang relatif luas. keunikan yang khas. Pada dasarnya jumlah Ciri khas pada pertunjukkan Reyog Ponorogo ricikan (instrumen) gamelan reyog adalah sebagai selalu diawali dengan arak-arakan lebih dahulu berikut. Sebuah kendang, sebuah ketipung, sebelum menuju ke tempat pementasannya. ketuk satu bernada 2 angga), sebuah kenong Selain itu pertunjukan Reyog Ponorogo yang bernada 5 (lima), dan sebuah kempul (gong) lengkap biasanya tersaji dalam beberapa babak. bernada 5 (lima), sepasang angklung bernada Pada babak pertama, jenis tarian yang muncul 6 (enam) dan lima, masing-masing bertangga adalah jaranan atau jatilan dengan adegan yang nada laras slendro, kecuali slompretnya sebagai menonjol layaknya seorang menunggang kuda. melodi lagunya cenderung bernada ke laras Pada babak ini kadang-kadang muncul tokoh pelog. Masing-masing ricikan mempunyai penthul tembem yang seringkali ikut menari fungsi suara sendiri-sendiri antara lain kendang dengan gerakan dan melucu, kemudian prajurit- sebagai pamurba irama, penguat atau pembantu prajurit menggambarkan latihan perang. gerak penari dan lagu, kethuk, kenong dan gong Pada babak kedua, adegan dimonopoli berfungsi sebagai pemangku irama, angklung tokoh Singobarong menari‑nari dan mem- berfungsi sebagai balungan lagu dan pemangku perlihatkan gerakan-gerakan pantomin, irama, ketipung sebagai pemangku irama, serta menirukan secara verbal tingkah laku harimau. slompret sebagai melodi lagu sekaligus penghias Gerakan tersebut kemudian dilanjutkan dengan lagu yang akan disajikan. Adapun lagu-lagu terjadinya perang antara prajurit dan yang dipergunakan dalam kesenian reyog antara Singobarong. Adegan ini disebut rampogan lain Patrajayan, Ponoragan, Sampak, Obyak, dan Singobarong tampak agresif. Pada adegan Kebo Giro sebagai lagu pokoknya. Sedangkan demonstratif dan atraktif ini singobarong lagu selingan yang sering dipergunakan antara melompat serta mengangkat penari lain. lain lagu Ijo-Ijo, dan Walangkekek. Kemudian, adegan ini dilanjutkan dengan Thetek

530 PB Fungsi Reyok Ponorogo ... Mudjijono

Melek sudah menampakkan diri, mendampingi reyog yang terdapat di kabupaten Ponorogo Singobarong dengan kegiatan antara lain seperti yang masih aktif, masing-masmig kelompok memegang baju Singobarong dan mengusir mempunyai tarif yang berbeda. Besar kecilnya penonton yang masuk arena. Adegan tersebut tarif tanggapan dalam setiap pementasan dikisahkan tentang kekalahan prajurit berkuda. reyog yakni sangat dipengaruhi oleh tingkat Babak berikutnya yakni Bujangganong profesionalnya, jarak ke tempat pementasan, dan tampil menari serta menunjukkan ke- jenis keperluan pementasan misalnya perayaan- terampilannya, biasanya ahli tari, lawak dan perayaan atau acara yang lebih profesional. ketrampilan yang lain seperti halnya pencak Tinggi rendahnya frekuensi bermain bagi silat, salto dan bentuk-bentuk jenis olah raga kelompok kesenian reyog belum tentu meniamin yang memerlukan latihan khusus sehingga patut lebih besarnya biaya tanggapan. Besarnya biaya diberi acungan jempol oleh masyarakat. Pada tanggapan cenderung dipengaruhi oleh faktor babak ini mengisahkan kalahnya Singobarong baik tidaknya dari hasil penilaian lomba dan dari Bujangganong yang kemudian menjadi tingkat kepopulerannya dalam masyarakat. pengikutnya. Babak keempat sebagai babak Sebaliknya pementasan yang hanya bertujuan terakhir mempertunjukkan Kelono Sewandono untuk meramaikan suatu perayaan yang menari tunggal dan dilanjutkan dengan berkaitan dengan keperluan pemerintah dapat datangnya Bujangganong mempersembahkan dikatakan tidak dipungut tarif, biasanya hanya Singobarong. Sebagai tambahan seringkali akan mendapatkan fasilitas transportasi saja. ditampilkan tledhek Jepre atau Tandak Bisu ialah Selanjutnya mengenai sistem bagi hasil pemain laki-laki dengan dandanan dan tingkah dalam suatu kelompok mempunyai cara yang laku sebagai wanita yang berfungsi sebagai berbeda-beda. Namun secara umum sistem penutup lakon. pembagian yang relatif tinggi, rata-rata sekali Untuk keperluan pementasan kesenian pentas mendapat Rp 50.000,00 sedangkan Reyog Ponorogo selain persiapan­ dari dalam untuk pemain dan pengrawit mendapat Rp 35. anggota kelompok perkumpulan, akan tetapi 000 dan sisanya dimasukkan sebagai uang juga diperlukan adanya perizinan. Sistem kas kelompok. Umumnya masing-masing ini berlaku bagi setiap kelompok yang akan kelompok perkumpulan ini juga mempunyai mengadakan pertunjukkan baik untuk keperluan sistem penyimpanan keuangan kelompok. pemerintah maupun hajatan. Semakin jauh Keuangan yang dimiliki kelompok yang utama tempat pementasan dilakukan maka semakin berfungsi untuk keperluan perawatan peralatan. banyak pula perizinan yang. diperlukan. Namun bila keuangan kelompok relatif banyak

Adapun perizinan yang diperlukan dalam suatu mereka ada juga yang dipergunakan sebagai pertunjukan reyog sangat tergantung pada modal simpan pinjam bagi masyarakat tidak tempat. Apabila pertunjukkan hanya di desa lagi (tidak pernah?) merupakan satuan sosial setempat dari kelompok perkumpulan tersebut yang sepenuhnya otonom, bulat-utuh, dan yang diperlukan hanya ijin dari kepala desa sama sekali terpisah dari satuan sosial lainnya. setempat. Namun bila pertunjukkan dilakukan Kehidupan setiap masyarakat senantiasa terkait di luar desa perijinan yang diperlukan sampai dengan jaring-jaring satuan sosial-ekonomi- di tingkat kecamatan, koramil, polsek, dan desa politik yang lebih besar. Hal-hal yang terjadi yang akan dituju. Berbeda pula bila sampai pada konteks yang lebih luas tadi sedikit atau mengadakan pertunjukkan di luar kabupaten banyak akan selalu memberi pengaruh pada atau propinsi akan memerlukan perijinan ke kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini tingkat yang lebih tinggi. adalah pertunjukan rakyat mereka (Simatupang Biaya tanggapan dan pembagian hasil dari L, 2003:237). sebanyak 151 kelompok perkumpulan kesenian

531 PB Adapun bagi kelompok yang memiki harus dihadapi dan dipecahkan. Mau tidak mau, simpan pinjam, sistem pengembaliannya dengan dimensi politis, ekonomis, sosial, individual akan memberikan bunga 20 % selama selapan hari (35 terlibat di dalamnya (Simatupang L, 2013:227). hari) atau tergantung kesepakatan yang disetujui Sejak awal tulisan ini sudah diutarakan, dalam kelompok tersebut. bahwa untuk menelusuri fungsi Reyog Ponorogo bagi penari, wiyogo, penyenggak, Fungsi Sosial Reyog dean masyarakat telah meminjam konsep Prinsip adanya fungsi sosial atau Malinowski tentang fungsi .....in Malinowski’s integritas akan kebudayaan yang berupa Reyog own description of the kula ring found among Ponorogo tampak jika kita mencermati akan Trobiand Islanders. The kula not only performs kebersamaan para penari, wiyogo, penyenggak, the functions of distributing goods within the dan masyarakaat. Dikemukakan oleh Sur, society, but is related to many other areas of kalau untuk menanggap Reyog Ponorogi untuk Trobrian culture, including, among others, main di wilayah Ponorogo sama sekali tidak political structure, magic, technology, kinship, pernah kelompok Reyog Ponorogo menentukan social status, myth, and social control. To besarnya biaya yang harus disiapkan. Mengingat illustrate, the kula involves the exchange of both acapkali para pelibat kesenian Reyog tersebut ceremonial neckles and breaclets and every cukup dengan makan kenyang sudah puas commodities between trading partners on large untuk dapat menghibur masyarakat. Kalaupun number of Islands. Even though the exchanges ada dana sedikit untuk mereka bukan menjadi are based on the principle of reciprocity, pertimbangan pokok. Apabila mereka mendapat usually long periods of time elapse between upah borongan untuk suatu tanggapan biasanya repayments between trading partners (Dalam uang dimasukkan dalam kas dan dipakai untuk deskripsi tulisan Malinowski tentang kula di menambah dana simpan pinjam. Simpan pinjam kalangan masyarakat Trobriand. Kula tidak yang diadakan oleh kelompok kesenian Reyog hanya menampilkan fungsi distribusi barang- Ponorogo ini lebih bersifat sosial, karena dana barang kebutuhan sehari-hari masyarakat, tetapi kelebihan saat mengembalikan sebesar uang berkaitan dengan banyak budaya di area sekitar yang dipinjam tidak ditentukan. Mereka yang masyarkat Trobriand termasuk diantaranya meminjam dapat memberi kelebihan yang akan struktur yang bersifat politik, gaib, teknologi, ditambahkan ke kas kelompok. kinship, status sosial, mitos, dan kontrol sosial. Dana yang dimiliki oleh kelompok lebih Dalam ilustrasi, kula melibatkan pertukaran banyak dipergunakan untuk kegiatan sosial barang-barang seremonial kalung gelang dan membantu anggota kelompoknya jikalau sedang setiap barang komoditas antar partner dagang sakit. Begitu pula jika anggauta keluarganya dari sebagian besar masyarakat pulau-pulau. sakit, kelompok Reyog yang menjadi groupnya Bahkan pertukaran barang didasarkan pada akan membantu dana ala kadarnya untuk prinsip resiprositas, sering dalam jangka waktu meringankan beban anggota keluarganya yang lama yang sudah terlewati antar pembayaran sedang sakit. Selain mempunyai makna sosial antar partner dagang (Ferraro G, 1995:64). Reyog Ponorogo juga sebagai identitas kultural Dalam pentas reyon terdapat dua hal masyarakat. Demikianlah dengan mengambil yang bertentangan yaitu tokoh harimau yang contoh pada penerapan reyog sebagai identitas menggambarkan Ki Demang Suryoalam dan kultural Kabupaten Ponorogo dapat dilihat burung merak yang menggambarkan Betara sejumlah persoalan yang menyertai pemanfaatan Katong. Dua orang yang saling bertentangan tradisi dan adat bagi penguatan jati diri bangsa. ini menggambarkan pertentangan baik dan Pemanfaatan adat dan tradisi bagi penguatan jati jahat. Hal yang jahat melambangkan animistis diri mempunyai sejumlah problematika yang sedangkan burung merak yang melambangkan

532 PB Fungsi Reyok Ponorogo ... Mudjijono kebaikan merupakan ekspresi kepercayaan yang Bujangganong, dan masyarakat sebagai seting monoteisme. Kepercayaan akan adanya satu untuk tumbuh suburnya kesenian itu. Mengingat Tuhan yang dalam perkembangan selanjutnya kesenian tersebut sarat akan kandungan dimaknai akan persatuan. Penggalangan akan solidaritas dan pemersatu, maka pada jaman persatuan tersebut menjadikan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang kesenian Reyog penjajahan Belanda dan Jepang Reyog Ponorogo Ponorogo dilarang untuk ditampilkan. Setelah tidak diperbolehkan untuk dipentaskan. Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia pelan-pelan kemerdekaan barulah kesenian Reyog Ponorogo Reyog mulai dipentaskan dan pada akhirnya boleh dipentaskan kembali dan semakin berjaya bangkit lagi hingga saat ini. Di berbagai desa kembali dengan mengangkat persatuan dan di kecamatan di wilayah Kabupaten Ponorogo pemahaman akan solidaritas antar pelibat semuanya memiliki perkumpulan kesenian kesenian tersebut bersama masyarakat. Masa Reyog Ponorogo. Oleh karenanya perkumpulan sekarang ini fungsi reyog lebih berkembang lagi, tersebut tidak memasang tarif untuk tampil di kondisi itu tercermin dari semakin banyaknya wilayah Ponorogo, dan hanya diberi makan dan perkumpuln reyog yang muncul sehingga uang sebagai kas perkumpulan maka penekanan setiap daerah di tiap kecamatan bahkan desa itu menjadi ciri sosial yang justru malah mempunyai perkumpulan reyog. Pada tanggal 1 menjadikan kesenian Reyog Ponorogo semakin Syura dan puncak peringatan Hari Kemerdekaan tumbuh subur. Republik Indonesia selalu saja ada pementasan Hampir semua perkumpulan mempunyai bersama. Masyarakat dengan demikian terlibat kas penyimpanan uang yang digunakan untuk dan semuanya ke luar menuju alun-alun untuk kegiatan sosial bagi anggota dan keluarga ikut bermain, membantu, dan melihat penampilan perkumpulan jika sedang menerima halangan berbagai kelompok kesenian Reyog Ponorogo atau musibah. Selain itu, kas perkumpulan juga yang ada di wilayah Kabupaten Ponorogo dan dipinjamkan pada anggauta perkumpulan dengan sekitarnya. Pementasan-pementasan seperti itu bunga pinjaman suka rela untuk menambah kas dilakukan oleh kelompok kesenian reyog beserta perkumpulan. Kondisi perkumpulan seperti pelibat kesenian tanpa ada yang membayarnya. itu menjadikan Reyog Ponorogo semakin Mereka tumpah ruah ke jalan menuju alun-alun berkembang. untuk bersama-sama bermain bersama. Kondisi tersebut merupakan momen-momen yang DAFTAR PUSTAKA menjadikan mereka merasakan akan persatuan Amal, T. 2013. “Perilaku Ritual Warok Ponorogo dan menimbulkan rasa solidaritas yang semakin Dalam Perspektif Teori Tindakan Max tinggi. Artinya fungsi sosial sangat tampak karena Weber” dalam Jurnal Sosiologi Islam, bukan hanya dalam aktivitas itu saja mereka Vol. 3, No.2, Oktober. Halaman 112-117. mengenal dan saling membantu, termasuk juga : Fakultas Dakwah dan Ilmu dalam menjalani kehidupan bersama sebagai Komunikasi IAIN Sunan . tetangga dan teman. Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta dan Pusat Studi Kebudayaan Universitas PENUTUP Gadjah Mada. 2012. Inventarisasi Kesenian Reyog Ponorogo mempunyai Perlindungan Karya Budaya Reog pengertian dan asal kata yang menarik, Ponorogo. Yogyakarta: Balai Pelestarian mengingat unsur kata-katanya mempunyai Nilai Budaya dan Pusat Studi Kebudayaan arti. Kesenian tersebut secara keseluruhan Universitas Gadjah Mada. untuk pentas mempunyai banyak aktor yang David, L. S. 1972. International Encyclopedia berperan pada posisi dan tugasnya, penari Of The Social Sciences. New York: The jatil, penyenggak, wiyogo, Klonosewandono, Macmillan Company and The Free Press.

533 PB WALASUJI Volume 7, No. 2, Desember 2016: 521—534 Ferraro, G. 1995. Cultural Antropology: An Dan Folkhlor Jawa. Yogyakarta : Proyek Applied Perspective. Second Ed. New Penelitian Dan Pengkajian Kebudayaan York: West Publishing Company. Nusantara (Javanologi) Direktorat Jenderal Kayam, Umar. 1981 Seni, Tradisi, Masyarakat. Kebudayaan Departemen Kebudayaan. Jakarta: Djaya Pirusa. Soelist, B. 1992. “Reyog, Warok, dan AIDS”. Mahmudi. 1976. Reyog Ponorogo. Skripsi dalam Intisari. Jakarta: PT Intisari Sarjana Muda Antropologli­ Fakultas Sastra Mediatama Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Statistik Kabupaten Ponorogo. 2013. Kabupaten Antropologi, Fakultas Sastra UGM. Ponorogo Dalam Angka Tahun 2014. Malinowski, B. 1995. Cultural Anthropology: Kabupaten Ponorogo: Kantor Statistik An Applied Perspective. Second Edition. Kabupaten Ponorogo. Minneapolis: West Publishing Company. Sururil, M. dan Shinta, D. I.S.R. 2012. Moelyadi. 1986. Ungkapan sejarah Kerajaan “Mobilisasi Massa Partai Melalui Seni Wengker Dan Reyog Ponorogo. Ponorogo: Pertunjukan Reog Ponorogo Tahun 1950- Dewan Pimpinan Cabang Pemuda Panca 1980” dalam Verleden Volume 1 Nomor 1 Marga KVR1 Kabupaten Ponorogo. Desember 1-109. Surabaya: Universitas Murgiyanto, S. 1992. “Seni Pertunjukkan Airlangga. di Indonesia: Pada Masa Informasi­ Tresnasih, R. I. 2014. “Seni Tradisional Menjadi Teknologi Canggih Dalam Seni“ dalam Perekat Bangsa” dalam Bunga Rampai Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan. Kesenian Tradisional Perekat Bangsa. 11/04 Oktober. Yogyakarta: BP ISI. Halaman: 85-103. Bandung: CV Mawar Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Putra Perdana. Ponorogo. 1993. Pedoman Dasar Wijayanti, E. T. 1976. Reyog Ponorogo. (Skripsi). Kesenian Reyog Ponorogo Dalam Pentas Pada Akademi Seni Tari Indonesia Budaya Bangsa. Ponorogo: Pemerintah Yogyakarta. Yogyakarta: Akademi Seni Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo. Tari Indonesia. Sedyawati, E. 1981. Pertumbuhan Seni Wijayanto, H. 2008. Inovasi Ganongan Pada Pertunjukan. Jakarta: Penerbit Sinai Kesenian Reog Ponorogo Melalui Harapan. Kegiatan Kewirausahaan. Ponorogo: Simatupang, L. 2013. “Mitos-mitos seputar Universitas Ponorogo. Reyog Ponorogo” dalam Pergelaran Widyastuti, D. 2013. Makna Ritual Dalam Sebuah Mozaik Penelitian Seni-Budaya. Pementasan Seni Tradisi Reog Ponorogo: Halaman 117-132. Yogyakarta: Jalasutra. Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan ______2013. “Menelusuri Estetika dan Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Surakarta: Etika Rakyat melalui Reyog” dalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Pergelaran Sebuah Mozaik Penelitian Universitas Sebelas Maret. Seni-Budaya. Halaman 186-197. Zamzam, F.M. 2005. Reog Ponorogo, Menari Yogyakarta: Jalasutra Di Antara Dominasi dan Keragaman. ______2013. “Reinterpretasi-Reposisi Yogyakarta: Kepel Press. Adat dan Tradisi: Bercermin dari Reyog Ponorogo” dalam Pergelaran Sebuah Surat Kabar: Mozaik Penelitian Seni-Budaya. Halaman Minggu Pagi. 1993. “Merak si Burung Pemikat 219-227. Yogyakarta: Jalasutra Kelangenan Raja-raja Tempo Dulu” Soedarsono, R.M. 1986. “Dampak Modemisasi dalam Minggu Pagi. Minggu IV Mei. Terhadap Seni Pertunjukkan Jawa Di Nomor 08/47. Halaman/ Kolom: 8 / 10-12. Pedesaan” dalam Kesenian, Bahasa, Yogyakarta: BP Kedaulatan Rakyat.

534 PB