BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Wisata Candi

1. Sejarah Candi Sambisari

Penemuan benda–benda purabakala sering terjadi secara kebetulan, seperti

orang sedang menggali tanah untuk membuat sumur, mengolah tanah ladang atau

sawah untuk ditanami dan lain–lain, tiba–tiba cangkulnya terbentur sesuatu benda

yang ternyata benda tersebut adalah benda kuno. Apabila orang tersebut mengerti

bahwa ia harus melaporkan kepada yang berwenang, maka beritanya akan sampai

kepada Dinas Purbakala. Akan tetapi ada kalanya penemuan purbakala itu

dirahasiakan oleh penemunya dengan maksud dimiliki sendiri atau dijual kepada

orang lain yang memang banyak berkeliaran di desa–desa khususnya untuk

mencari benda–benda kuno. Oleh karena itu setiap ada berita temuan purbakala,

harus segera ditangani oleh yang berwenang untuk menghindarkan lenyapnya

atau rusaknya benda–benda tersebut. Begitulah halnya dengan penemuan Candi

Sambisari (BP3 Kabupaten Sleman, 1953:7).

Seorang petani ketika sedang mengolah tanah ladang milik Karyowinangun,

tiba–tiba cangkulnya terbentur pada batu–batu berukir yang ternyata bekas

reruntuhan sebuah candi, dan penemuan ini terjadi di bulan Juli 1966. Karena

tidak mengetahui adanya larangan sebagaimana tercantum dalam Undang–

Undang Kepurbakalaan, petani tersebut mengangkuti dan membawanya pulang

23 beberapa jumlah batu–batu candi itu kerumahnya. Akan tetapi batu–batu tersebut dapat dikembalikan lagi setelah berita penemuan kepurbakalaan itu sampai ke kantor Wilayah Purbakala I LPPN (Lemabaga Purbakala dan Peninggalan Sejarah

Nasional) di , sekarang Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, segera mengadakan peninjauan dan penelitian ketempat penemuan purbakala.

Setelah didapat kepastian bahwa penemuan purbakala itu adalah sebuah candi yang masih terpendam di dalam tanah, maka diputuskan untuk segera menyelamatkan dengan pengadakan penggalian (ekskavasi) secepatnya (BP3

Kabupaten Sleman, 1953:8).

Candi Sambisari merupakan percandian yang terdiri dari sebuah candi induk menghadap ke Barat, denahnya bujur sangkar dengan ukuran 13,65 x 13,65 m dan tinggi keseluruhan 7,5 m. Hal yang menarik dari Candi Sambisari yaitu tidak terdapat kaki candi yang sebenarnya, sehingga alas (soubasemant) sekaligus berfungsi sebagai kaki candi. Oleh karena itu relung–relung pada tubuh candi terletak hampir rata dengan lantai dasar. Tangga naik keselasar diapit oleh tangga yang pada ujung bawahnya dihiasi dengan makara yang disangga oleh seorang cebol dengan kedua belah tangannya, pada ambang atas gapura tidak ditemukan hiasan kepala kala (BP3 Kabupaten Sleman, 1953:25).

Hal lain yang menarik pada candi ini yaitu disekitar lantai selasar terdapat batu–batu pipih dengan tonjolan diatasnya (semacam umpak) sebanyak 12 buah, berbentuk bulat 8 buah dan berbentuk persegi 4 buah, tubuh candi beukuran 5 x 5 m dan tingginya 2,5 m, tangga naik keselasar terdapat disisi Barat, selasar tersebut selebar 2,5 m mengelilingi tubuh candi dan sisi–sisinya ditutup dengan pagar langkan.

Pada sisi luar dinding tubuh candi terdapat relung–relung yang diatasnya terdapat hiasan kepala kala. Relung–relung tersebut masing–masing ditempati oleh Dewi (Utara), Ganesa (Timur), (Selatan). Sedangkan pada kanan dan kiri pintu masuk di bilik candi terdapat dua relung untuk dewa–dewa penjaga pintu, yaitu dan Nandiswara, tapi sayang sekali kedua arca tersebut telah hilang dicuri orang dari tempat penyimpanan di gudang di

Sambisari dengan jalan mengangsir tanah (BP3 Kabupaten Sleman, 1953:31).

Di dalam bilik candi induk ada sebuah yang cukup besar berukuran 1,34 x 1,34 x 1,18 m, Cerat Yoni menghadap ke Utara, dibawah cerat Yoni ada hiasan seekor naga. Di atas Yoni terdapat Lingga yang berukuran 0,29 x 0,29 x 0,85 m, di bawah Yoni ada perigi yang berukuran 1,75 x 1,75 x 3, 75 m. Dinding- dindingnya dilapisi dengan batu–batu andesit berbentuk persegi, di dalam perigi tidak ditemukan suatu benda kecuali tanah biasa.

Di depan candi induk terdapat tiga buah candi perwara, perwara tengah berukuran 5,90 x 4,80, perwara utara dan selatan masing–masing berukuran 4,80 x 4,80 m. Ketiga candi perwara tersebut tidak punya tubuh dan atap yang ada kaki dan diatasnya terdapat pagar langkan. Di candi perwara tengah dan utara, di tengah–tengah ruangan yang dikelilingi pagar langkan terdapat padmasana.

Sedangkan di candi perwara selatan tidak ditemukan lapik (BP3 Kabupaten

Sleman, 1953:27). Kelompok candi Sambisari secara keseluruhan dikelilingi oleh pagar tembok

dari batu putih yang berukuran 50 x 48 m. Pada masing – masing sisi pagar

terdapat pintu masuk, akan tetapi pintu utara ditutup. Pada halaman pertama

terdapat 8 buah lingga semua yang terletak di delapan arah mata angin (4 buah di

depan setiap pintu 4 buah di setiap sudut). Disisi luar pagar keliling terdapat teras

sebesar 8 m dengan tangga naik di ke-empat sisinya.

Selain itu juga terdapat pagar diperkirakan pagar kedua yang sekarang baru ditampakkan sebagain disisi timur. Hal ini yang menarik dari candi Sambisari yaitu titik pusat kompleks candi berada di sebelah selatan tangga masuk Hiasan yang menonjol pada candi Sambisari ialah Simbar (antefix) yang dihias dengan indahnya. Seluruh pagar langkan sampai ke atap candi di hias dengan simbar ini sehingga nampak dominan (Soekmono, 1974:78).

Dinding batu atau kaki induk polos tanpa hiasan, panil–panil pada dinding luar dan dalam yang diseling oleh tiang–tiang pelaster dihias dengan ukiran daun– daunan berpola sulur gelung yang mirip dengan yang ada di , dan ditengahnya terdapat sangka bersayap yang merupakan padmamula.

Tubuh candi juga dihias dengan ukiran daun-daunan berpola sulur gelung dan relung-relung dihias dengan kala makara. Kepala kalanya tanpa rahang bawah, kecuali pada dua relung di kanan dan di kiri pintu masuk bilik candi, kalanya disemukan dengan ukiran daun-daunan. Pola pahatan dan bentuk kepala kala di

Sambisari agak melebar atau buntek mirip dengan yang terdapat pada Candi

Gedong Sanga dan atap Candi Sambisari bertingkat satu dengan berpuncak ratna. Tangga naik ke selasar candi induk yang ± 1 m lebar dengan delapan anak tangga berakhir dengan hiasan makara dengan seekor singa di dalam mulutnya yang mengangah pada candi induk maupun candi perwara tidak ditemukan ukuran relief pada panil (BP3 Kabupaten Sleman: 1953:28).

Semua area-area dari pantheon Agama Hindu yang mnempati relung-relung di

Candi Sambisari ditemukan kembali. Arca yang menempati relung utara ialah

Durgamahesasuramardhini, artinya pembunuh raksasa yang menjelma sebagai

Mahesa (banteng). Gambaran yang biasa kita temukan Dewi Durga sebagai sakti

(istri) Dewa Siwa, dalam penjelmaan ini bertangan banyak (6, 8, 10) berdiri atas punggung Mahesa yang tidak lain adalah penjelmaan tokoh raksasa (buta).

Sewaktu Mahesa dibunuh oleh Durga, raksasa keluar dari tubuh Mahesa dan rambutnya dijambak oleh Durga, sedangkan ekor Mahesa dipegang oleh tangan

Durga yang lain. Di Candi Sambisari Durga memiliki tangan delapan, masing- masing empat di kanan dan di kiri yang memegang alat-alat senjata. Tangan- tangan kanan memegang cakra, anak panah, pedang, trisula, sedangkan tangarn- tangan kiri Memegang busur, gada, perisai, cemara. Penjelmaan sedemikian itu melambangkan pertarungan antara kejahatan melawan kebaikan (BP3 Kabupaten

Sleman, 1953:29).

Pahatan area ini tidak seberapa baik, batunya sudah agak rusak (lapuk), sehingga sukar untuk mengenalinya lebih tepat. Relung sebelah selatan ditempati

Agastya atau ada juga yang menyebutnya Bathara Guru, salah satu wujud penjelmaan Dewa Siwa. Dewa ini biasanya digambarkan sebagai orang tua, selalu berdiri dan bertangan dua, berkumis dan berjenggot lebat, perut buncit. Pakaian dan hiasannya sederhana, tidak pernah membawa senjata, kecuali trisula (tombak berujung tiga) yang oleh Siwa dianggap barang suci dan alat ini pun biasanya tidak dipegangnya, melainkan berdiri pada sandarannya. Agastya pada Candi Sambisari perutnya kelihatan kurang buncit, kedua tangannya memegang kamandalu (kendil) dan cakra, di Candi Sambisari, area Agastya berkalungkan asamala (tasbih), sesuatu hal yang tidak lazim pada area-area Agastya lainnya. Pada bahu kirinya terdapat cemara (penghalau lalat).

Area menempati relung disebelah timur. Penempatan area Ganesha tergantung kepada arah muka candi, maka area Ganesha berada disebelah barat candi. Ganesha di Candi Sambisari dalam posisi duduk di atas padmasana dengan kedua telapak kakinya bertemu, bertangan empat dan memegang aksamala dan taring yang patah pada tangan-tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegang mangkok dan parasu (kapak). Belalainya menjulur menyedot isi mangkok pada tangan kiri, melambangkan kehausan akan pengetahuan yang tanpa putus- putusnya meneguk ilmu. Kalung kastanya (upawita) berupa ular naga (nagapasa)

(BP3 Kabupaten Sleman, 1953:19).

Jika melihat unsur-unsur yang terdapat pada Candi Sambisari berupa lingga yoni yang terdapat pada bilik candi induk dapat diungkapkan bahwa candi tersebut merupakan candi yang beragama Siwa. Lingga merupakan salah satu aspek Dewa

Siwa. Lingga dengan yoni merupakan perpaduan yang mewujudkan persatuan tertinggi serta melambangkan kesuburan.

Demikian pula dengan ditemukannya Area Durga, hal ini memperkuat bukti bahwa Candi Sambisari merupakan candi beragama Siwa. Durga di sini merupakan istri dari Dewa Siwa yang melambangkan pertarungan antara kebaikan dan kejelekan, begitu pula dengan adanya area Siwa Maha Guru dan Area

Ganesha, Area Maha Guru merupakan dari Dewa Siwa yang berperan sebagai tokoh besar diantara para pertapa, sedangkan Ganesha merupakan anak dari Dewa

Siwa dengan istrinya Dewi Uma (BP3 Kabupaten Sleman, 1953:30).

Penempatan area-area tersebut diatas di dalam relung candi induk yang mempunyai persamaan dengan penempatan area-area di Candi Prambanan.

Temuan lain yang memperkuat dugaan ini yaitu Area Mahakala dan Nandiswara disamping pememuan lempengan emas yang tertulis. Tulisan tersebut menggunakan huruf Jawa kuno dan sudah dibaca oleh M. Bukhori yang berbunyi :

"on siwastliana .../.../. yang secara bebas artinya tempat Dewa Siwa (BP3

Kabupaten Sleman, 1953:48b).

Bukti sejarah yang menunjukkan tentang masa berdirinya kompleks Candi

Sambisari sampai sekarang masih gelap, namun usaha-usaha untuk mengetahui hal ini telah banyak dilakukan oleh para arkeologi. Para ahli tersebut berbicara berdasarkan data-data yang ditemukan. Berdasarkan temuan lempengan emas yong melekat pada bibir periuk yang berada dibawah umpak kedua dari timur deretan selatan candi Induk, pada lempengan emas ini terdapat tulisan dua baris, tulisan tersebut telah diteliti oleh M. Bukhori dan menurut pendapatnya tulisannya tersebut ditinjau secara paleografis berasal dari kira-kira permulaan abad IX M.

Pendapat ini sebetulnya memperkuat pendapat Soediman yang mengatakan bahwa Candi Sambisari dapat dimasukkan dalam dekade pertama atau kedua abad ke IX M sejaman Candi Ngawen. Alasan Soediman memasukkan kompleks Candi Sambisari dalam periode ini berdasarkan : Pada waktu batu-batu luar (outer stones) oandi Induk dibongkar, ternyata batu isian tersebut berupa batu padas ini juga diketemukan pada Candi Roro Jonggrang, Plaosan dan Sojiwan. Batu putih ini banyak terdapat dibukit Ratu Boko, bahkan disana ditemukan bekas penambangangnya (Soekmono, 1973:65).

Menurut Krom candi-candi tersebut berasal dari periode yang lebih tua dibandingkan dengan candi-candi lainnya di Jawa Tengah. Sedangkan R.

Soekmono mengadakan perbandingan-perbandingan mengenai bentuk arsitektur, bentuk-bentuk candi yang termasuk golongan periode yang tua, seperti ,

Gunung Wukir, , Pringapus, Sewu, dan lain-lain. Beliau berkesimpulan bahwa candi-candi yang mempunyai kombinasi batu candi polos dan profil klasik pada permulaan dinding candi adalah ciri-ciri yang spesifik daripada bentuk arsitektur sebelum tahun 800 M. Berdasarkan pendapat Soekmono dan kenyataan

Candi Sambisari yang mempunyai isian batu putih (padas) yang sama dengan candi berisian batu putih, maka beliau mengambil suatu asumsi bahwa Candi

Sambisiari berasal dari pemulaan abad IX M.(Soekmono, 1973:9-10)

Dilihat dari tahun berdirinya mesih ada masalah karena ada perbedaan penafsiran antara para ahli. Perbedaan ini menjadikan perbedaan penafsiran tentang pendiri (pendukung) Candi Sambisari. Namun untuk tidak menyulitkan akan dipilih tafsiran yang dilakukan oleh Soediman. Pilihan ini dianggap lebih tepat karena didukung oleh data paleografis (Soekmono, 1973b:12).

Kalau tafsiran Soediman yang dipakai maka berdirinya Candi Sambisari yaitu ±812 - ±838 M. Maka perlu dicari siapa yang menerintah kerajaan kuno di Jawa Tengah. Maka perlu mengetahui sejarah politik kerajaan di Jawa Tengah.

Perkembangan politik kerajaan kuno di Jawa Tengah sampai sekarang masih menjadi masalah diantara para sarjana. Ada dua teori tentang penguasa di Jawa

Tengah yaitu ada dua dinasti yang berkuasa di Jawa Tengah. Dalam kesempatan ini selanjutnya akan dipilih sebagai dasar yaitu adanya dua dinasti di Jawa

Tengah, pemilihan ini dianggap lebih konsisten, karena menyebut adanya Wangsa

Sanjaya dan adanya Wangsa Sailendra yang masing-masing memeluk agama

Hindu dan agama Budha. Kenyataan ini sesuai dengan peninggalan di Jawa

Tengah yaitu berupa peninggalan dari agama Hindu dan Budha (Soekmono,

1974:165-166).

Oleh karena itu Candi Sambisari merupakan bangunan suci agama Siwa, maka untuk memperkirakan siapa raja yang membangun harus dicari raja dari dinasti Sailendra yang memeluk agama Siwa. Di dalam prasasti Wanau Tengah III tahun 908 M, terdapat nama-nama raja dari Dinasti Mataram yaitu :

1. Rahyangtai Hara (Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya), 717-746 M.

2. Sri Maharaja Rakai Pangkaran, 746-784 M.

3. Sri Maharaja Rakai Panarahan (Panunggalan), 784-808 M.

4. Sri Maharaja Rakai Warak Dyah Manara 808-827 M.

5. Sri Maharaja Rakai Dyah Gula, 827-828 M.

6. Sri Maharaja Rakai Garung, 828-846 M.

7. Sri Maharaja Rakai Pikaktan, 846-855 M

8. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, 855 - 885M.

9. Sri Maharaja Dyah Tagwas, 885 M (la memerintah selama delapan bulan). 10. Sri Maharaja Rakai Panumwangan Dyah Dewendra, 885-887 M.

11. Sri Maharaja Rakai Gurunwangi Dyah Badra, 877 M (la memerintah hanya

satu bulan, lalu meningalkan kerajaan, selama delapan tahun tidak ada raja

yang memerintah sampai raja berikutnya naik tahta).

12. Sri Maharaja Rakai Wungkalhumalang Dyah /Jbang, 894-898 M.

13. Sri Maharaja Rakai Watukara Dyang Balitung, 898 M.

Dari daftar nama-nama raja dalam prasasti Wanua Tengah III tersebut diatas, yang paling mendekati tahun pendirian Candi Sambisari yaitu Rakai Garung, tahun 828-846 M. Dengan catatan tidak semua candi dibangun oleh raja yang memerintah (BP3 Kabupaten Sleman, 1953:45).

Pemerintahan raja Sailendra nampaknya baru muncul pada pertengahan atau akhir abad 8 M, yaitu setelah ditemukannya prasasti Kalasan 776 M. Dalam prasasti tersebut menyebut adanya seorang raja dari Wangsa Sailendra yang beragama Budha dan seorang raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu Panangkaran, kedua raja tersebut memerintah dalam masa yang sama dan tidak saling bermusuhan (Soekmono, 1973b:22).

Prasasti lain yang menyebut adanya dua dinasti adalah dinasti Karangtengah berangka tnhun 824 M. Dalam prasasti ini menyebutkan adanya rekarayan patapan pu palar laki-laki dan pu palar perempuun yang ternyata dalam prasasti

Gandasuli juga terdapat nama Dang Busu Plar beserta istrinya Busu Plar. Kedua nama tersebut oleh Soekmono dikatakan merupakan batu nama (satu orang).

Dalam prasasti Kalasan Karayana Panamkarana dan dalam prasasti

Karangtengah Rakarayan Patapan menunjukkan bahwa ia tergantung kepada Raja Sailendra, maka dalam prasasti Gendasuli kedudukannya sudah berbalik

(Soekmono, 1950:173).

Mengenai nama Patapan Pu Plar ini oleh Casparis diidentifikasikan Rakai

Garung dari Dinasti Sanjaya, hal ini menunjukkan bahwa Wangsa Sanjaya mulai

mendesak lagi Wangsa Sailendra, dengan adanya politik yang saling desak antara

Sanjaya dan Sailendra maka tidak begitu meleset kalau diperhatikan selama

periode awal abad IX M. Wangsa Sailendra lebih berkuasa sehingga banyak

diketemukan candi-candi beragama Budha di Jawa Tengah. Akan tetapi setelah

adanya prasasti Gandasuli (832 H) keluarga Sanjaya dapat mendesak kembali,

sehingga banyak diketemukan candi-candi beragama Hindu seperti Candi

Prambanan. Maka tidaklah mustahil kalau Candi Sambisairi temasuk dalam masa

ini, maka kalau dilihat dari tahun pendiriannya Rakai Garunglang yang

mendirikan, sebab la memerintah antara 819-838 M (Soekmono, 1974:170).

2. Fungsi Candi Sambisari

Sampai belum lama berselang para ahli purbakala berpendapat bahwa candi

adalah monumen pemakaman, dimana abu jenazah seorang raja disimpan di

dalam sebuah peti batu di dalam perigi yang ada di dalam bilik candi diatas perigi

itulah didirikan area perwujudan dari raja yang “dimakamkan” di situ. Suatu

kepercayaan jaman dahulu bahwa seorang raja adalah bukan manusia biasa. Dia

dilahirkan di dunia sebagai titisan suatu dewa tertentu untuk memimpin dunia dan

manusia atas nama dewa tersebut. Apabila raja tersebut neninggal, maka dia

dianggap kembali kepada dewa penitisnya. Rakyat yang ditinggalkan tetap masih mempunyai hubungan moril religius dengan raja tersebut. Maka agar setiap dapat berhubungan terus dengan raja yang raganya telah tiada itu dibuatlah suatu media berupa bangunan suci dimana bersimpan jasad–jasadnya Jadi candi itu disamping sebagai monumen pemakaman sekaligus sebagai bangunan suci tempal pemujaan bagi rakyat (Soekmono, 1973a:4-5).

Pada saat rakyat rakyat ingin nengadakan hubungan dengan "raja atau dewa- dewanya" diadakan upacara pemujaan di candi. Patung raja atau dewa yang ada di dalam bilik candi akan hidup untuk sementara dengan cara upacara

"Pranapratistha", ialah badan wadaknya diwakili oleh abu jenazah yang ada di dalam relief didalam perigi candi, sedangkan roh atau jiwanya turun dari

Kahyangan melalui atap candi masuk ketubuh area di dalam bilik candi. Dengan demikian maka patung raja itu menjadi hidup (BP3 Kabupaten Sleman, 1953:34).

Pendapat tersebut diatas dalam waktu yang lama nenjadi "scientific dispute" diantara para sarjana, oleh karena belum dapat dibuktikan apakah candi itu memang benar-benar sebagai bangunan pemakainan atau sebagai tempat penyimpanan sisa-sisa abu jenazah seorang manusia. Memang telah banyak ditemukan peti-peti batu (relief di dalam perigi-perigi candi, akan tetapi sebegitu jauh belum pernah secara positif dapat dibuktikan adanya sisa-sisa abu jenazah manusi (Soekmono, 1974:78-94).

Hal lain yang menarik mengenai peti-peti batu, ialah bahwa tidak semua peti batu ditemukan di dalam perigi candi. Dari penemuan–penemuan dibeberap" candi ternyata peti-peti batu ditemukan juga diluar perigi candi.

Soekmono telah berhasil mencatat sebanyak 85 peti abu jenazah yang ditemukan diberbagai candi di , dari penelitian beliau yang sangat mendalam mengenai fungsi candi, maka dikemukakan suatu teori baru yang mengatakan bahwa candi bukanlah bangunan pemakaman atau cungkup melainkan kuil, sebagai perbandingan Soekmono mengemukakan teori

O’Connor tentang adanya peti-peti batu bangunan-bangunan sudi di India,

Srilangka dan Kamboja (Soekmono, 1974:336).

Sebagai penutup teorinya, O’Connor nengatakan bahwa peti-peti peripih itu tidak menjaiji petunjuk akan adanya kebiasaan menyimpan abu jenasah seperti halnya di Jawa, dan juga tidak berarti akan adanya pengaruh kebudayaan

Jawa seoara khusus. Teori O’Connor tersebut oleh Soekmono justru dianggap memperkuat kesangsian terhadap kebenaran pengertian candi sebagai bangunan pemakaman dengan kata lain apa yang menjadi inti dari suatu candi tidak dapat disimpulkan bahwa candi adalah bangunan pemakaman (Soekmono, 1974:102-

103).

Dengan mengadakan perbandingan antara situasi Candi Sambisari dengan uraian di atas mengenai makna candi, bahwa Candi Sambisari pun bukan bangunan pemakaman melainkan sebuah kuil. Selain sebuah peti batu yang memang ditemukan dari dalam perigi candi induk, masih ada dua buah peti batu lainnya yang ditemukan keduanya sudah dalam keadaan "disturbed", tidak lagi berada ditempat aslinya. Apakah asalnya dari candi-candi Perwara masih disangsikan, oleh karena di dalam ruang tengah candi Perwara terdapat sebuah lapik area dan tidak terdapat perigi di bawahnya. Semua peti-peti batu tadi juga tidak memuat sesuatu benda atuapun sisa-sisa abu jenasah kecuali tanah biasa

(Soekmono, 1974:109).

3. Hasil Penggalian Candi Sambisari

a. Masa Pra Pemugaran Candi Sambisari

Penggalian yang dilakukan pada masa pra pemugaran telah

menemukan batu-batu yang merupakan bagian dari bangunan. Bangunan

tersebut terdiri dairi candi induk, candi perwara tengah dan candi perwara

selatan. Ketiga buah candi tersebut saat, ditemukan sebagian besar batu-

batunya telah runtuh, kecuali bagiian kaki, pagar langkan, dan sebagian tubuh

candi induk yang masih dalam susunan asli . Setelah itu juga ditemukan

benda-benda lepas yang ada hubungannya dengan candi induk tetapi tidak

merupakan bagian konstruksi dari bangunan candi (temuan lepas) (Soediman,

1976).

Temuan-temuan lepas tersebut antara lain :

1) Sebuah Lingga dari batu andesit.

2) Dua buah Yoni dari batu andesit.

3) Sebuah area Durga dari batu andesit.

4) Sebuah area Mahakala dari batu andesit.

5) Sebuah area Nandiswara dari batu andesit.

6) Sebuah area Agastya dari batu andesit.

7) Sebuah lapik Area dari batu andesit.

8) Sebuah lingga Semu dari batu andesit. 9) Sebuah peti batu tanpa tutup dari batu area andesit.

10) Sebuah peti batu tanpa tutup dari batu putih.

11) Sebuah tutup peti batu putih.

12) Dua belas batu pipih semacam lapik atau umpak dari batu andesit, 8 buah

bertentuk bulat dan 4 buah berbentu persegi empat. b. Masa Pemugaran Candi Sambisari

Penggalian yang dilakukan pada masa pemugaran merupakan tindak

lanjut dari penggalian yang dilakukan pada masa pra pemugaran. Sebelum

diadakan penggalian terlebih dahulu dilakukan pembebasan tanah seluas

7.830 m tujuan dari pcnggalian tersebt't adalah untuk menampakkan data-

data bangunan yang masih terpendam di dalam tanah. Oleh karena letak

temuan sudah diketahui berada pada kedalaman lebih dari 6 M dari

permukaan tanah, maka untuk menghemat waktu dan biaya sampai kedalaman

5 M tanah digali secara borongan oleh pekerja lokal dengan pengawas dari

tenaga Arkeologi, sedangkan penggalian secara arkeologis baru dimulai pada

kedalaman ± 5 M dengan sistein Grid. Untuk menampakkan bangunan

dikompleks Candi Sambisari seperti yang dapat dilihat sekarang telah dibuang

tanah sebanyak 5.5912 M³. Sedangkan tanah milik Purbakala yang telah

dibebaskan sejak tahun 1966 hingga 1986 seluas 16.900 M2. Penggalian yang

dilaksanakan pada masa pra pemugaran telah berhasil mcnampakkan sebuah

candi induk dan dua buah candi perwara, yaitu candi perwara tengah dan

selatan. Penggalian yang dilakukan pada masa pemugaran merupakan tindak

lanjut dari penggalian yang dilakukan sebelumnya. Dari penggalian tersebut telah berhasil menampakkan beberapa kali data bangunan antara lain pada tahun anggaran 1976/1977 ditemukan candi perwara utara yang masih dalam keadaan tersusun bagian kaki dan pagar langkannya. Pada tahun 1977/1978 juga ditemukan batu putih bergores (berpen) dan juga Lingga semu. Batu putih yang bergores itu ada macam-macam bentuknya, ada yang bertanda +,

-, = dan lain-lain. Arah goresan batu putih yang terdapat disebelah selatan sudut tenggara candi perwara selatan, bila dihubungkan dengan arah pondasi candi perwara sisi timur, selatan tangga akan satu arah dan satu garis (BP3

Kabupaten Sleman, 1953:21).

Sedangkan Lingga semu yang ditemukan tersebut berjumlah 8 buah, dan terletak di halaman candi induk sesuai arah nata angin. Selain itu pada tahun 1978 ditemukan pagar keliling halaman yang sebagian dari tubuhnya masih tersusun asli dari pondasinya. Pagar tersebut berukuran 50 x 48 M dan terbuat dari batu putih dengan empat buah pintu masuk pada tiap-tiap sisinya.

Pada saat ditemukan pintu masuk sebelah utara dan timur keadaannya tertutup. Pintu sebelah selatan agakanya juga pernah ditutup, hal ini tampak saat ditemukan masih ada sisa-sisa batu panilnya satu sampai dua lapis saja. Kemudian pada tahun 1980/1981 sewaktu dilaksanakan penggalian untuk pembuatan bak penampung air disebelah timur halaman candi, telah ditemukan susunan batu putih yang masih tersusun asli dan baru nampak tiga lapis sepanjang 3 m membujur kearah utara–selatan. Selain itu juga ditemukan susunan batu putih yarig terletak disebelah barat susunan batu pagar paling luar yang membujur arah utara-selatan sejajar dengan arah pagar di sebelah timurnya, temuan tersebut sangat menarik karena letaknya

susunannya yang ada ±90 cm di bawah dasar pagar luar, selain itu temuan

tersebut dapat menunjukkan adanya struktur lain dikompleks Candi Sambisari

(Soenarto,1988).

B. Potensi Objek Wisata Candi Sambisari

Suatu daerah atau tempat menjadi tujuan wisata jika kondisinya sedemikian rupa, misalnya adanya bangunan bersejarah, atraksi wisata dan lain sebagainya sehingga ada yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata yang menarik. Apa yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata itulah yang disebut modal kepariwisataan. Biasanya modal kepariwisataan mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan menjadi daya tarik bagi dunia pariwisata budaya di Kabupaten

Sleman D.I. Situs Candi Sambisari memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Situs Candi Sambisari, memikili posisi strategis, yaitu berada pada jalur wisata kota Yogyakarta-Prambanan dan berdekatan dengan objek wisata Candi Prambanan yang telah dikenal dan dikunjungi oleh wisatawan dan mancanegara. Situs Candi Sambisari terletak kurang lebih 2 km di sebelah Barat Taman Wisata Candi Prambanan. Keberadaan situs Candi

Sambisari mempunyai karakteristik yang khas yang ditunjang dengan kondisi alam sekitar yang dapat meningkatkan nilai jual (selling point) pada wisatawan. Keunian dan karakteristik tersebut antara lain :

Keberadaan Candi Sambisari yang terletak sekitar 7 m di bawah permukaan tanah merupakan suatu pemandangan yang cukup unik, yang tentu saja berbeda dengan candi-candi pada umumnya yang terletak di atas permukaan tanah. Hal ini dapat memberikan suasana lain pada wisatawan untuk dapat mengapresiasikan nilai historis sekaligus juga media informasi untuk mempelajari lapisan-lapisan tanah yang semula menimbun bangunan candi tersebut. Manfaat yang dapat diambil wisatawan adalah untuk mempeljari peristiwa alam yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Situs Candi Sambisari adalah hasil teknologi rancang bangunan pada masa lalu, khususnya Masa Kerajaan Hindu-Mataram. Candi Sambisari menunjukkan cirri sebagai arsitektur yang dirancang daerah berupa dataran. Hal ini dapat menjadi sumber kajian penting bagi arkeologi dan ilmu pengetahuan lainnya seperti teknik, arsitektur dan ilmu lingkungan.

Selain itu, situs Candi Sambisari mencerminkan bagaimana masyarakat pada masa lampau beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Candi Sambisari merupakan bukti adaptasi daratan yang subur tetapi berpotensi bencana gunung api. Dengan mempelajari keadaan candi Sambisari, maka masyarakat masa kini dapat belajar tentang bagaimana masyarakat masa lampau dapat beradaptasi pada lingkungan mereka. Candi Sambisari yang dulunya terkubur dalam permukaan tanah dapat memberikan banyak data tentang proses bencana gunung api dengan akibat- akibatnya. Dengan dekimian, keberadaan candi tersebut sangat berguna bagi kajian ilmu geologi, vulkanologi, geografi maupun kajian bencana alam. Keberadaan situs candi Sambisari dapat menjadikan aset yang menguntungkan bagi pariwisata, khusunya wisata budaya. Aset wisata ini akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar lokasi candi, pada masa sekarang dan yang akan dating, jika ada kseterpaduan antara pengelolaan wisata dengan prinsip arkeologi. Dengan demikian perlu dipersiapkan suatu rencana studi pelestaraian dan pengembangan dalam upaya mewujudkan situs candi Sambisari sebagai wisata budaya.

Objek Wisata Candi Sambisari juga memiliki beberapa koleksi yang tersimpan di gudang tempat penyimpanan di Candi Sambisari antara lain :

1. Mangkuk

Dari perunggu, asal Mancasan, Purwomartani, Kalasan–Yogyakara.

2. Tangkai Cermin

Bahan perunggu, asal bacak, Monggol, Paliyan, Gunung Kidul–

Yogyakarta.

3. Entong

Bahan perunggu, asal Sleman –Yogyakarta.

4. Ghenta

Bahan perunggu, asal Surocolo, Seloharjo.

5. Gelang

Bahan perunggu, asal Karangmojo, Grogol, Paliyan, Gunung Kidul–

Yogyakarta.

6. Gelang

Bahan perunggu, asal Jombar, Giricahyo Panggung, Gunung Kidul–

Yogyakarta.

7. Mata Uang

Bahan perunggu, asal Semanu, Wonosari, Gunung Kidul–Yogyakarta.

8. Gerabah Bahan tanah liat, asal hasil penggalian di candi Sambisari.

9. Talam

Bahan perunggu, asal Popongan, Sinduadi, Mlati, Sleman–Yogyakarta.

10. Miniatur Candi

Bahan batu andesit, asal Candi Sambisari (Wawancara dengan

Widiandari Budi Rahayu, Tanggal 20 Agustus 2009).

C. Pengembangan Objek Wisata Candi Sambisari

Candi Sambisari salah satu asset wisata karena merupakan sebuah peninggalan sejarah budaya. Bangunn-bangunan yang terdapat di Candi Sambisari merupakan potensi besar yang dapat menjadikan Candi Sambisari sebagai objek wisata budaya tingkat nasional maupun internasional. Dalam perkembangannya peran serta dari berbagai pihak sangat dibutuhkan. Perkembangannya juga harus terarah dan terkait dengan pengoperasian dan pengelolaan fasilitas-fasilitas yang ada. Untuk mengembangkan suatu objek wisata harus tetap memperhatikan terpeliharanya kebudayaan dan kepribadian nasional serta kelestarian budaya. Dalam industri pariwisata harus diarahkan untuk mempersiapkan kesempatan bagi pengunjung untuk melihat dan menikmati objek wisata (Shalah Wahab, 1989:337).

Candi Sambisari sepenuhnya dikelola oleh BP3 (Balai Pelestarian

Peninggalan Purbakala) Kabupaten Sleman D. I. Yogyakarta. Usaha yang dilakukan adalah penggalian, pemugaran, melakukan pembersihan dan pemeliharaan bangunan dan lingkungan, perbaikan dan penambahan sarana prasarana objek wisata Candi

Sambisari guna meningkatkan potensi dan daya tarik agar lebih banyak lagi masyarakat mengenal Candi Sambisari yang dapat menjadikan Candi Sambisari sebagai objek wisata yang bertaraf nasional maupun internasional.

Keberhasilan pengembangan dan pengelolaan objek wisata Candi Sambisari banyak tergantung pada perhatian pemerintah dalam memberikan dana, pihak swasta dalam kegiatan pelayanan dan peran serta masyarakat. Maka dari itu pengelola objek wisata Candi Sambisari telah mengambil langkah-langkah pengembangan yang efektif yaitu dengan meningkatkan kegiatan operasional dan membuat atau menyediakan berbagai fasilitas. Adapun fasilitas yang disediakan oleh pihak pengelola terdiri dari :

1. Akomodasi

Akomodasi dalam hal ini penginapan dan rumah makan. Penginapan dapat

berfungsi sebagai tempat bermalam bagi wisatawan juga dapat berfungsi

sebagai tepat peristirahatan untuk sekedar melepas lelah. Keunikan dari

bangunan Candi Sambisari yang berbeda dengan candi yang lainnya membuat

wisatawan betah dan tinggal lebih lama lagi, untuk itu pengelola penginapan

harus lebih ditingkatkan dan fasilitas yang disediakan harus memiliki standar

nasional maupun internasionl. Disamping penginapan yang perlu diperhatikan

adalah restoran atau warung makan yang dapat menyajikan masakan

tradisional maupun masakan internasional.

2. Transportasi

Sarana transportasi untuk mencapai objek wisata Candi Sambisari

adalah mini bus atau angkutan.

3. Mushola atau Toilet

Selain sarana transportasi dan penginapan, fasilitas mushola atau toilet

juga sangat dibutuhkan oleh suatu objek wisata termwasuk Objek Wisata

Candi Sambisari.

4. Bangunan loket

Bangunan ini terdapat disebelah pintu gerbang besi yang menuju ke

lokasi.

5. Bangunan rumah

Dengan ukuran 7,20 x 7,20 meter, dimana didalamnya terbagi 3 ruangan,

ruangan depan sebagai temapat untuk menerima tamu dan yang sebealhnya

sebagai ruang untuk istirahat petugas atau penjaga dan ruangan yangsatunya

sebagai museum untuk koleksi gambar–gambar mengenai candi Sambisari

dilengkapi juga sebuah market bangunan candi serta sebuah lemati kaca yang

tersimpan benda–benda purbakala hasil temuan lepas.

6. Terdapat jalan setapak

Jalan berbatu untuk melihat dan mengelilingi candi dari atas dan apabila

ingin melihat candi lebih dekat dapat turun melewati jalan berundak dari batu.

7. Pagar pelindung sebagi pembatas

Candi Sambisari dikeilingi oleh pagar mati dari kawat berduri untuk

menjaga gangguan dari luar.

8. Terdapat penerangan listrik untuk penerangan penjaga keamanan candi.

9. Tempat sampah

Disediakan untuk pengunjung yang datang membawa makanan dan

minuman, diletakkan di lokasi secara menyebar (disudut) agar pengunjung

tidak kesulitan untuk membuang bungkus – bungkus kotoran ke tong sampah.

10. Terdapat taman untuk bersantai dan bermain.

Objek Wisata Candi Sambisari tidak kalah dengan objek wisata yang lain.

objek wisata ini juga memiliki tempat untuk bersantai dan istirahat.

11. Parkir

Terdapat area parkir baik digunakan untuk bus maupun kendaraan

bermotor. Para pengunjung candi bisa merasa aman karena ada penjaga yang

menjaga kendaraan mereka (Wawancara dengan Widiandari Budi Rahayu,

Tanggal 20 Agustus 2009).

D. Hambatan Objek Wisata Candi Sambisari.

Objek wisata Candi Sambisari adalah salah satu objek wisata budaya yang terdapat di Kabupaten Sleman, D.I. Yoyakarta. Dalam pengembangan yang dilakukan oleh BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Kabupaten Sleman), seringkali mendapat hambatan. Hambatan tersebut antara lain; Sarana dan Prasarana yang ada di objek wisata Candi Sambisari kurang memadai dikarenakan keterbatasan dana, Papan

Nama Petunjuk objek wisata Candi Sambisari yang kurang bisa terbaca yang disebabkan kecilnya papan nama tersebut.

Ancaman terhadap kelestarian Candi Sambisari berasal dari keadaan alamnya, terutama korelasi antara air hujan, bentuk lahan, fungsi lahan dan air tanah. Pada waktu hujan deras, saluran irigasi yang ada tidak mampu menampung air, sehingga air yang mengalir dari arah utara melalui sawah, pekarangan dan jalan-jalan tanpa kendali. Sebagian air tersebut masuk ke dalam halaman candi dengan membawa material tanah, sehingga dapat mengganggu saluran pembuangan air di halaman

Candi Sambisari.

Pada lubang saluran pasir pagar halaman sisi timur yang belum dibuatkan saluran selalu tergenang air pada musim hujan, sehingga dinding pagar halaman 2 selalu dalam kondisi lembab dan banyak ditumbuhi mikroorganisme. Pagar halaman I dan II Candi Sambisari dibuat dari bahan batu padas, dan saat ini telah terjadi proses pengelupasan.

Tingkat kebersihan dari objek wisata Candi Sambisari yang kurang maksimal serta tingkat keterawatan taman-taman sekitar objek juga kurang diperhatikan sehingga objek wisata Candi Sambisari tersebut terkesan tandus dan kering dikarenakan kurangnya tenaga profesional untuk merawat taman-taman Candi

Sambisari. Berdasarkan hambatan-hambatan tersebut, BP3 Kabupaten Slemanselaku pengelola Candi Sambisari, mengupayakan agar hambatan-hambatan dapat teratasi

(Wawancara dengan Widiandari Budi Rahayu, Tanggal 20 Agustus 2009).

E. Kegiatan di Candi Sambisari

Kegiatan yang ada di lokasi Candi Sambisari baik yang dilakukan oleh wisatawan dalam negeri maupun luar negeri meliputi berbagai kegiatan, selain itu mempunyai tujuan dan maksud dalam rangka menikmati tujuan objek wisata untuk menghayati hasil peninggalan nenek moyang bangsa berupa objek wisata budaya ataupun dalam rangka penerapan dan pendalaman ilmu pengetahuan, serta meningkatkan pembinaan jasmani dan rohani. Kegiatan–kegiatan tersebut antara lain:

1. Rekreasi

Dapat dilakukan dengan seluruh keluarga atau dengan teman, kerabat dan

sebagainya.

2. Penelitian dan Pengamatan Ilmu Pengetahuan tentang Sejarah dan

Kepurbakalaan.

3. Kegiatan Olah Raga

a. Lari dan jalan santai

b. Sepeda dan Rally wisata

c. Foto wisata

4. Menikmati hasil seni bangunan Candi Sambisari

Anak-anak SD Tumbuh melakukan kegiatan belajar, minitrip atau out bound

(Wawancara dengan Widiandari Budi Rahayu, Tanggal 20 Agustus 2009).

F. Pengelola Candi Sambisari

Agar tetap utuh, terjaga dan terpelihara maka perlu dilakukan pengelolaan yang intesif dan waspada terhadap segala kerusakan. Adapaun penjagaan dan pemeliharaan itu diantaranya :

1. Petugas keamanan

Untuk petugas ini terdiri dari 6 orang satpam dalam satu mingu, bertugas

secara bergiliran jadwalnya sebagi berikut :

a. 2 (orang) dalam satu hari

1 orang antara jam 06.00 – 12.00 WIB

1 orang lagi jam 12.00 – 18.00 WIB

b. 2 orang berikutnya untuk malam hari antara jam 18.00 WIB sampai

pagi, begitu seterusnya hingga semua dapat giliran jaga dengan

bergantian.

2. Petugas pemeliharaan

Untuk perawatan dan pemeliharaan taman ada 28 petugas, cara kerjanya

harian dan rombongan. Tugasnya menanam, merawat, menyirami dan

membersihkankan tanaman dan taman sekitar candi (Wawancara dengan

Widiandari Budi Rahayu, Tanggal 20 Agustus 2009).

G. Pemasaran Candi Sambisari

Selain pengembangan objek wisata dengan kegiatan-kegiatan pariwisata tersebut juga terdapat kendala yang harus dihadapi dalam mengembangkan objek wisata Candi Sambisari. Kendala yang harus di hadapi adalah pemasaran pariwisata.

Pemasaran dilakukan dengan cara promosi, yang secara umum bertujuan untuk memberikan informasi, membujuk dan untuk meningkatkan sebanyak mungkin kunjungan wisatawan.

Pemasaran pariwisata yang ditempuh lewat kantor promosi perwakilan wisata di luar negeri menurut kantor tersebut untuk melakukan tugasnya secara profesional dalam jumpa pers atau selebaran-selebaran yang berisi informasi dan berita menarik mengenai pariwisata di negaranya, dalam hal ini objek wisat Candi Sambisari (Shalah

Wahab, 1989:176)

Dari tahun 2000 sampai dengan 2008 jumlah pengunjung objek wisata Candi

Sambisari cukup memuaskan. Maka pemasaran Objek Wisata Candi Sambisari harus terus ditingkatkan agar dapat menjadi objek wisata terkemuka di Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Pemasaran pariwisata yang paling efektif adalah membuat puas setiap wisatawan yang datang sehingga wisatawan yang pernah datang akan menjadi iklan hidup bagi calon wisatawan (Rijanto, 1986:15).

Pemasaran objek wisata Candi Sambisari harus berbeda dengan pemasaran objek wisata lainnya, karena Candi Sambisari saat ini belum cukup dikenal oleh masyarakat luas. Menurut Shalah Wahab dalam bukunya Pemasaran Pariwisata tahun

1989 bahwa didalam kegiatan pemasaran tidak bertindak maut, betapapun kecilnya pemasaran, itu lebih baik daripada tidak sama sekali upaya pemasaran yang dilaksanakan (Shalah Wahab, 1989:25).

Kunjungan wisatawan ke Yogyakarta diuraikan dalam tabel yang menjelaskan jumlah wisatawan yang berkunjung di Candi Sambisari sebagai berikut :

No. Objek Wisata Tahun 2007 Tahun 2008 1 Candi Kalasan 1880 1811 2 Candi 1062 1031 3 Candi Sari 773 1417 4 Candi Ijo 1378 1948 5 Candi Sambisari 4721 5064 Sumber : Statistik Pariwisata DIY 2007

Dari data tersebut jumlah wisatawan yang berkunjung paling banyak ke Objek

Wisata Candi Sambisari. Jumlah pengunjung ke Candi Sambisari dari tahun 2007 sampai 2008 mengalami peningkatan, berarti Objek Wisata Candi Sambisari mempunyai potensi untuk dikembangkan untuk menjadi tujuan objek wisata.