Al-Tsaqafa: Jurnal Peradaban Islam Vol. 15 No.2, Desember 2018, hlm. 243-257 ISSN (Cetak): 0216-5937

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal)

Muhamad Agus Mushodiq Institut Agama Islam Ma’arif NU (IAIM NU) Metro Lampung [email protected]

Abstract This paper aims to find the meanings of the signs which are contained in the Prophet Sulaiman and Saba’ Queen story. On the other view, this paper aims to reveal the interpersonal communication process between them that allegedly contain expression of love which ended in marriage. These meanings are analyzed using Peircean semiotics. Peircean semiotics focus of its triadic system, with the result that researcher has to pass three stages of analysis (represntament, object and interpretant) when he interpret the signs, and also this research intended to apply the interpersonal communication theory. After reading Prophet Sulaiman and Saba’ Queen story through Peircean semiotic views and interpersonal communication theory, this research finds some language symbols which are indicated love expressing. Those language symbols –among others- are the application of fiil mabni li majhul qila that implicated meaning of Sulaiman’s hospitable and friendly attitude to Queen Saba’. Direct imperative sentence without harfu nida ya’ implicate Sulaiman’s hope to feel close with Saba’ Queen. And then, love indication that shown by Saba’ Queen is her positive response to Sulaiman’s letter. As for the Sulaiman’s feeling expression process that explained by al- explicitly are (1) sensing (2) interpreting, (3) feeling, (4) intending, and (5) expressing. Whereas Saba’ Queen’s feeling expression process explained by al-Quran explicitly are (1) sensing and (2) expressing. Keywords: Representament; object; interpersonal communication; sign.

Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menemukan makna dari tanda-tanda yang terdapat pada kisah Nabi Sulaiman dan Ratu saba’. Selain itu, tulisan ini juga bertujuan untuk mengungkap proses komunikasi interpersonal antar keduanya yang disinyalir menuju pada pengungkapan perasaan cinta yang berakhir pada pernikahan. Makna-makna tersebut dianalisis dengan menggunakan teori semiotika Charles sanders Pirce. Teori semiotika peirce fokus pada system triadiknya, sehingga ketika peneliti melakukan interpretasi, maka ia harus melewati tiga tahapan, representamen, objek, dan interpretan. Selain menngunakan teori semiotika, peneliti juga menggunakan teori komunikasi interpersonal guna menyingkap proses pengungkapan perasaan antara kedua tokoh. Setelah peneliti melakukan analisis dengan dua teori tersebut, ditemukan beberapa simbol kebahasaan yang merujuk pada indikasi cinta, di antaranya adalah penggunaan fi’il mabni li majhul qi>la guna memberikan kesan keramahtamahan Nabi Sulaiman terhadap Ratu Saba. Kata perintah langsung tanpa adanya harfu nida ya juga disinyalir menggambarkan keinginan Nabi Sulaiman untuk merasa dekat dengan Ratu Saba’. Adapun indikasi cinta yang ada pada diri Ratu Saba’ telah nampak pada awal-awal episode kisah, di mana ia memeberikan respon positif terhadap surat yang dikirim oleh Nabi Sulaman. Adapun proses pengungkapan perasaan yang diterangkan al-Quran secara eksplisit pada diri Sulaiman adalah (1) pengamatan (sensing) terhadap Ratu Saba’, (2) menafsirkan (interpreting) respon Ratu Saba’, (3) mengalami perasaan tertentu (feeling) yang diakibatkan penafsiran sebelumnya, (4) menanggapi (intending) perasaan tersebut, dan (5) mengungkapkan perasaan (expressing). Adapun proses pengungkapan perasaan yang diterangkan al-Quran secara eksplisit pada diri Ratu Saba’ adalah (1) pengamatan (sensing) terhadap Nabi Sulaiman dan (2) pengungkapan (expressing) perasaan. Kata kunci: Representamen; objek; komunikasi interpersonal; tanda

243

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal)

ألن حبي لك فوق مستوى الكالم A. PENDAHULUAN Supraktiknya (1995: 50) meyakini قررت أن أسكت، والسالم bahwa salah satu hal yang membahagiakan di dalam komunikasi interpersonal adalah Oleh karena cintaku padamu lebih dari pengungkapan perasaan. Saling sekedar ucapan, maka aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaan akan diam, wassalam menimbulkan ikatan kuat antara dua orang yang berkomunikasi. Bahkan ia meyakini Selain dua bentuk ungkapan cinta bahwa saling mengungkapkan perasaan tersebut, peneliti meyakini bahwa masih akan berakibat baik pada kesehatan banyak lagi bentuk-bentuk lain dari psikologi (Supraktiknya, 1995: 50). Perasaan ungkapan cinta. Untuk itu dalam kajian ini, merupakan hal abstrak yang ada pada diri peneliti akan mencoba membongkar bentuk manusia. Sehingga untuk cinta yang ditampilkan oleh al-Quran, menampakkannya, seseorang perlu bentuk khususnya dalam kisah Nabi Sulaiman as konkrit yang di dalam kajian semiotika dan Ratu Saba’. disebut dengan sinsign pada ranah Di dalam perjalanan hidupnya, Nabi representamen. Sulaiman memiliki episode kisah yang unik Berbagai macam perasaan melekat bersama seorang ratu di negeri Saba’. pada diri manusia secara umum. Rasa Sebagian ulama berpendapat bahwa ratu bahagia, sedih, benci, cinta, amarah dan tersebut bernama Bilqis. Di dalam Surat an- masih banyak lainnya merupakan hal yang Naml, Allah menceritakan kisah Nabi lumrah muncul di dalam kehidupan Sulaiman dan Ratu Saba’ dengan disertai mereka. Dalam mengungkapkan perasaan komunikasi interpersonal antara keduanya. tersebut, manusia juga memiliki banyak Interaksi keduanya mengundang sekali bentuk. Rasa cinta misalnya, banyak perdebatan di kalangan para ulama sekali bentuk sinsign dari rasa cinta. Di mengenai pernikahan antara keduanya. kalangan masyarakat luas –baik masyarakat Mengingat bahwa di dalam al-Quran tidak Indonesia maupun masyarakat luar- mawar ditampilkan secara detail mengenai merah merupakan sinsign dari rasa cinta. pernikahan tersebut. Menurut ar-Razi dan Hal tersebut terbukti dengan banyaknya as-Suyuti (2012: 268), Nabi Sulaiman dan mawar merah yang terjual pada hari Ratu Saba’ menikah berdasarkan indikator valentine yang disinyalir sebagai hari kasih yang ada pada ayat “wa aslamtu ma’a sayang dan cinta. Begitu juga dengan coklat, Sulaiman lillahi rabbi al-‘alamin.” Adapun coklat yang disinergikan dengan mawar ibn Isha>q sangat patuh merah akan menjadi satu kesatuan utuh dan dengan apa yang ditampilkan al-Quran sempurna yang digunakan dalam secara eksplisit bahwa tidak diterangkan mengungkapkan perasaan cinta. Lain secara detail mengenai pernikahan halnya dengan Niza>r Qubbani, ia memilih keduanya. Sehingga ia menganggap bahwa “diam” sebagai bentuk dari rasa cinta. Hal keduanya tidak menikah. tersebut nampak pada syairnya yang Berdasarkan dua pendapat berbunyi: kontradiktif tersebut, peneliti mencoba mengulas interaksi interpersonal antara

243

Jurnal al-Tsaqafa Volume 15, No. 02, Desember 2018

Nabi Musa dan Ratu Saba’ untuk proses tahapan pengungkapan perasaan mengetahui kecondongan pendapat yang cinta yang ditampilkan al-Quran di dalam lebih masuk akal dan tidak apologis dengan kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’?, (2) menggunakan kaca mata semiotika dan apa representamen cinta yang ditampilkan komunikasi interpersonal. Secara kasat Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’? mata, peneliti melihat adanya indikasi- indikasi cinta antara keduanya. Indikasi tersebut terlihat pada interkasi yang intensif B. SEKILAS TENTANG SEMIOTIKA antara Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’ di DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ayat-ayat terakhir yang menceritakan 1. Teori Semiotika Charles S. Peirce keduanya. Mengingat bahwa pada awal- Klasifikasi dan analisis makna awal ayat, Nabi Sulaiman menggunakan sebuah tanda yang didasarkan pada teori dhamir hum yang merujuk pada Ratu Saba’ semiotika yang dicetuskan oleh Peirce, dan kaumnya, dan tidak terlihat tidak mungkin terlepas dari unsur triadik keintensifan komunikasi antara keduanya. yang ia kemukakan (Danesi, 2012: 32). Proses perubahan intensifitas interaksi Ketiga unsur tersebut ialah representament, tersebut disinyalir sangat berkaitan erat object, dan interpretant. dengan proses pengungkapan perasaan Dari segi representament, atau yang dikemukakan Johnson yang akan selanjutnya juga akan disebut dengan ditampilkan peneliti pada landasan teori. Di ground, akan dijumpai tiga jenis tanda. sisi lain kajian semiotika akan membantu Adapun ketiganya adalah qualisign yang peneliti menangkap makna dari tanda- menempati hierarki pertama (firstness), tanda yang ditampilkan al-Quran di dalam sinsign yang menempati hierarki kedua Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’ baik (secondness), dan legisign yang menempati berupa tanda verbal (tanda bahasa) hierarki ketiga (thirdness). maupun tanda-tanda lain yang bersifat non Tanda qualisign memiliki verbal ( khususnya psikologis). pengertian dasar sebagai tanda yang Untuk itu, di dalam penelitian ini didasarkan pada suatu sifat (Aart Van peneliti menggunakan dua pisau bedah. Zoest, 1993: 66) dan perasaan indra yang Yaitu semiotika sebagai pembedah makna masih abstrak (Said Bankarad, 2005: 110). dari tanda-tanda verbal maupun non verbal Adapun tanda sinsign merupakan yang ditampilkan al-Quran dan komunikasi pewujudan qualisign sebagai tanda pada interpersonal yang akan mengupas proses bidang yang mungkin. Dalam teks sastra interaksi interpersonal antara individu- tanda sinsign dapat dicari dengan individu yang dijadikan objek material membandingkan teks sastra yang dikaji pada penelitian ini. Perlu diketahui juga dengan teks sastra lainnya. Dengan bahwa dalam menginterpretasikan tanda- perbandingan tersebut akan ditemukan ciri tanda tersebut, peneliti dibantu dengan khas bentuk tanda sinsign antara teks sastra beberapa buku al-Quran. Lebih rinci yang dikaji dengan teks sastra lainnya (Aart lagi, objek penelitian yang dijadikan objek Van Zoest, 1993: 66). Penalarannya adalah material pada penelitian ini adalah Surat dengan penghayatan estetis dan an-Naml ayat ke- 28 hingga ayat ke- 44. keterharuan khusus. Adapun pengertian Penelitian ini diproyeksikan menjawab dua dasar legisign adalah tanda yang rumusan masalah yaitu, (1) bagaimanakah merupakan tanda atas suatu peraturan

244

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal) yang berlaku umum, konvensi, dan kode. fakta/kejadian nyata yang digambarkan Konvensi tersebut terikat dengan tanda dalam teks tersebut, baik dari segi bahasa yang membangun teks, maupun psikologis, sosiologis, historis, dan lain budaya spesifik yang melatar belakangi teks sebagainya. Peran yang kedua menjawab cerita. Perlu diketahui bahwa tanda-tanda pertanyaan mengenai otentik-tidaknya, menjadi legisign sepenuhnya sesuai dengan jujur-tidaknya pengarang teks sastra, dan keinginan peneliti. Penelitilah yang peran ketiga menjawab pertanyaan menentukan kode menjadi kesepakatan mengenai kondisi pembaca teks, apakah ia yang dipakai untuk mengartikan tanda, memahami dan apakah ia tersentuh dengan tentunya didasari dengan argumen- teks sastra tersebut (Aart Van Zoest, 1993: argumen ilmiah (Aart Van Zoest, 1993:70). 79). Di dalam teks sastra, banyak kata-kata Adapun keterkaitan tanda yang dirancang sebagai tanda indeksikal dengan objek yang diacunya, akan seperti kata di sini, di sana, atas, bawah, dia, ditemukan tiga macam tanda. Ketiga kami, aku dan kata-kata lain yang sifatnya macam tanda tersebut ialah ikon, indeks, menunjuk (deiksis) (Danesi, 2012: 37). dan simbol. Pengertian dasar tanda ikon Tanda terakhir dari segi adalah tanda yang memiliki persamaan keterkaitan tanda dengan denotatum dengan objek yang diacunya. Ikon berdiri adalah simbol. Pengertian dasar simbol pada taraf first sebagaimana qualisign. Di adalah tanda yang hubungan antara tanda dalam teks sastra tanda ikonis banyak dan denotatumnya ditentukan oleh suatu muncul di luar situasi percakapan. Di peraturan yang berlaku umum. Simbol dalam sebuah kalimat yang dianggap berada pada taraf ketiga (third). Tanda tanda, bisa diuraikan urutan kronologi kata simbolis yang paling banyak ditemukan dalam wilayah yang didenotasikan (Aart dalam teks sastra adalah tanda bahasa. Van Zoest, 1993:70). Jadi urutan kata Dalam teks sastra, retorika, kaidah maupun kalimat adalah tanda ikonis. Ikon penulisan kata, kaidah-kaidah khusus suatu juga bisa berwujud dalam bentuk bahasa, teknik penulisan kalimat, dan penulisan, hal ini kebanyakan ada pada histori makna sebuah kata pun bisa menjadi karya sastra berbentuk puisi. Ikon juga simbol. memiliki beberapa macam jenis (Said Klasifikasi terakhir adalah bankarad, 2005: 117), antara lain ikon hubungan tanda dengan interpretant. Pada tipologi (as-sūrah) yang berada pada tingkat klasifikasi ini, akan ditemukan tiga macam pertama (first), ikon diagramatis (ar-rasm al- tanda, yakni rheme, dicisign, dan argument. bayani) yang berada pada tingkat kedua Ketiga tanda tersebut saling berkaitan (second), dan ikon metaforis (al-isti’arah) antara satu dengan lainnya. Pengertian yang berada pada tingkat ketiga (third). dasar rheme adalah tanda yang dapat Tanda kedua dari segi diinterpretasikan sebagai representasi dari keterkaitan tanda dengan denotatum suatu kemungkinan denotatum. Kata-kata adalah tanda indeks. Di dalam teks sastra, yang belum memiliki konteks merupakan tanda indeksikal berperan dalam menjawab rheme karena masih bisa ditafsirkan dengan pertanyaan yang menyangkut adanya berbagai konteks. Dalam menafsirkan teks, kemungkinan-kemungkinan kebenaran kita tidak mungkin melewati rheme, karena teks sastra dengan kenyataan/ rheme merupakan firstness. Setelah rheme

245

Jurnal al-Tsaqafa Volume 15, No. 02, Desember 2018 adalah tanda dicisign. Pengertian dasar interaksi tatap muka antara dua orang atau dicisign adalah tanda yang bagi lebih di mana setiap partisipan komunikasi interpretannya tanda itu menawarkan dapat mengirim, menerima, dan hubungan yang benar ada di antara tanda menanggapi pesan secara langsung. dan denotatum. Dengan demikian, setelah Adapun Deddy Mulyana berpendapat suatu tanda berada pada tingkat rheme bahwa komunikasi interpersonal (firstness), ia harus beralih ke tingkat dicisign merupakan komunikasi antara orang-orang (secondness), sehingga tanda-tanda tersebut dengan bertatap muka yang mana setiap mendapatkan konteks dan akhirnya partisipan berhak memberikan reaksi memiliki arti. Untuk mengangkat rheme kepada partisipan lainnya baik secara menuju dicisign –dari tingkat kemungkinan verbal maupun non verbal. Menurut (kabur) menjadi kenyataan (jelas)-- Johnson (dalam Supraktiknya, 1995: 9) dibutuhkan kamus, gramatika (qawaid al- komunikasi interpersonal sangat penting lughah), dan konteks yang mengitari kata- dilakukan karena beberapa hal, (1) kata yang dianggap sebagai tanda. Adapun komunikasi interpersonal dapat membantu tingkat yang ketiga adalah argument yang mengembangkan intelektual dan sosial berada pada posisi thirdness. Pengertian seseorang, (2) identitas seseorang akan dasar dari argument adalah tanda yang bagi terbentuk ketika ia berinteraksi dengan interpretannya merupakan tanda yang orang lain, (3) dengan adanya komunikasi berlaku umum. Di dalam sastra mengaitkan interpersonal akan memunculkan antara satu kalimat yang telah memiliki perbandingan antara pengalaman- konteks (dicisign) dengan kalimat (dicisign) pengalaman partisipan sehingga dapat lainnya akan menjadi sebuah argument. Di menghadapi realitas di dunia dengan bijak, dalam teks sastra, argument akan muncul dan (4) komunikasi interpersonal akan beberapa kali, sehingga mengaitkan sangat berefek baik terhadap kesehatan argument satu dengan argument-argument mental seseorang. lain akan menghasilkan makna yang Dengan memperhatikan menyeluruh. Makna umum yang definisi di atas, dapat dipahami bahwa dihasilkan dari kumpulan argument bisa komunikasi interpersonal merupakan disebut dengan tema. Jadi, dengan kata lain kegiatan yang mengandung konsep barter. bisa dikatakan bahwa mengaitkan tema- Barter yang dimaksud adalah barter tentang tema minor pada karya sastra akan pendapat dan khususnya saling berbagi menghasilkan tema mayor di dalam teks perasaan. Dalam mengungkapkan perasaan sastra. ada lima tahapan yang dialami seseorang 2. Komunikasi Interpersonal sebagaimana yang dijelaskan oleh Johnson Menurut Trenholm dan Jensen (dalam Supraktiknya, 1995: 50). Pertama, (dalam Suranto, 2011: 3) komunikasi seseorang akan mengamati (sensing) interpersonal merupakan komunikasi yang tingkah laku lawan komunikasi baik verbal dilakukan antara dua orang (komunikasi maupun non verbal. Seseorang akan diadik) yang bersifat spontan, informal, mengamati apa saja yang dikatakan oleh saling menerima feedback dan partisipan lawan komunikasinya, nada suaranya, sorot komunikasi berperan fleksibel. Adapun matanya, raut mukanya dan lain Agus M. Hardjana menjelaskan bahwa sebagainya. Kedua, seseorang akan komunikasi interpersonal merupakan menafsirkan (interpreting) semua informasi

246

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal) yang ia dapat dari lawan komunikasinya. sebelumnya sebagai alat identifikasi Cara untuk menafsirkan informasi konteks yang berlaku pada kisah tersebut. ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu (1) 1. Pengiriman “surat suci”; awal informasi itu sendiri, (2) dugaan (hipotesis) komunikasi tentang hal-hal yang menyebabkan atau melatarbelakangi tingkah laku lawan Pengiriman “surat suci” yang komunikasi, (3) sudut pandang penerima dimaksud dikisahkan pada ayat ke- 28 dari informasi. Ketiga, seseorang akan Surat an-Naml, Allah berfirman: mengalami perasaan tertentu (feeling) sebagai reaksi spontan terhadap penafsiran yang dilakukan atas informasi yang didapat .      dari lawan komunikasi. Keempat, seseorang akan terdorong untuk menanggapi (intending) perasaan tersebut.        Menurut Johnson, di dalam seseorang Ayat di atas menerangkan perintah terdapat intense yang akan mendorong dan Nabi Sulaiman terhadap burung -hud mengarahkan seseorang untuk melakukan untuk mengirimkan surat suci kepada Ratu suatu hal sesuai dengan perasaan seseorang Saba dan para pengikutnya. Pada ayat tersebut. Kelima, mengungkapkan sebelumnya diterangkan bahwa Burung (expressing) perasaan. Di dalam penelitian Hud-hud melihat sekelompok manusia ini, peneliti berusaha mendeskripsikan dan yang menyembah matahari. Kelompok menganalisis interaksi interpersonal yang tersebut dipimpin oleh seorang ratu. dilakukan oleh tokoh-tokoh kisah yang Sehingga ia pun menceritakan fenomena telah ditentukan di dalam al-Quran dengan tersebut kepada Nabi Sulaiman. Pada mengaitkannya dengan lima tahapan akhirnya Nabi Sulaiman memerintahkan pengungkapan perasaan yang dipaparkan burung Hud-hud untuk mengirimkan surat oleh Johnson di atas. C. PEMBAHASAN suci kepada mereaka. Pada taraf Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’ representamen, ayat di atas di dalam al-Quran khususnya yang menggambarkan keinginan abstrak Nabi terdapat di dalam Surat an-Naml terangkai Sulaiman untuk mengamati lawan di dalam beberapa episode. Adapun komunikasinya sebagai tanda qualisign. episode kisah yang akan dibahas pada Keinginan abstrak tersebut diwujudkan penelitian ini disesuaikan dengan pisau dengan perintah yang ditugaskan kepada analisis yang digunakan, yakni komunikasi burung Hud-hud sebagaimana yang interpersonal. Sehingga penelitian kisah terdapat pada ayat di atas. Untuk menuju Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’ dimulai sejak pemahaman atas keinginan abstrak Nabi Sulaiman mengirimkan “surat suci” tersebut, ditampilkan di sini analisis pada untuk Ratu Saba dan para pengikutnya taraf objek yang dikaitkan dengan simbol haz|a sebagai ajakan untuk tunduk pada konsep dan indeks. Deiksis yang ada pada haz|a tauki>d. Islam pada saat itu. Di sisi lain peneliti tidak bikitabi mengandung makna mengesampingkan episode kisah Hal tersebut mengindikasikan bahwa surat tersebut merupakan suatu hal yang sangat

247

Jurnal al-Tsaqafa Volume 15, No. 02, Desember 2018 penting untuk disampaikan kepada Ratu kedudukan Sulaiman di hadapan para Saba’. Pada ayat di atas pengiriman surat pengikutnya. ,Pada ranah komunikasi interpersonal ألقى) suci digambarkan dengan idiom alqa ila yang terdapat pada kalimat fa alqihi apa yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman (إلى ilaihim. Di dalam Lisan al-Arab, alqa merupakan proses pengamatan (sensing) bermakna t}arah}a yang bermakna terhadap lawan komunikasi. Pada awal melempar dan menyampaikan sesuatu episode kisah di atas yang menjadi lawan yang berorientasi pada suatu akibat. komunikasi Nabi Sulaiman adalah Ratu Artinya bahwa pengirian surat yang Saba’ dan para pengikutnya. Hal tersebut dilakukan Nabi Sulaiman mengandung terbukti dengan indeks kata ganti hum yang suatu akibat dan respon yang diharapkan terdapat pada syibhu al-jumlah “ilaihim”. muncul dari pihak yang diberi surat. Pengamatan yang dilakukan Sulaiman Kandungan makna tersebut dikuatkan sangat nampak pada kalimat fanz}ur maz|a dengan kalimat setelahnya yang yarjiu>n. Kata naz|ara di dalam Lisa>n al- menunjukkan bahwa Sulaiman memang Arab memiliki makna berupa taammulu as- menghendaki suatu respon dari ratu Saba syai’i bi al-’ain yang bermakna mengamati dan kaumnya, s|umma tawalla anhum fanz}ur sesuatu dengan mata (Ibnu Manz}ur, tanpa maz|a yarjiu>n. Kata sambung (adawatu ar- tahun: 215). Dengan demikian sangat jelas rabti) yang digunakan pada ayat tersebut bahwa pada ayat tersebut Sulaiman ingin ialah s|umma dan fa. Menurut Musthafa mengamati Ratu Saba’ dengan perantara Gula>yain (1993: 245) kata sambung s|umma burung Hud-hud. Artinya bahwa awal dari memiliki makna li at-tartib dan at-tarakhi. proses pengungkapan perasaan sudah Hal tersebut menunjukkan bahwa ada jeda dilakukan Sulaiman ketika mengirimkan waktu yang relatif lama untuk melihat surat. Namun perlu diketahui juga bahwa respon spontan dari Ratu Saba’. Setelah apa yang dilakukan Sulaiman dalam memerintahkan Hud-hud berpaling, Nabi mengamati Ratu Saba’ juga demi lancarnya Sulaiman memerintahkannya untuk proyek besar setiap rasul yaitu menyeru mengamatinya dengan harfun at}af fa yang manusia untuk menyembah Allah. menunjukkan makna langsung tanpa jeda 2. Ratu Saba’ menerima surat dan waktu. Adapun kata yarjiu>n yang berasal respon terhadapnya dari kata raja’a dijelaskan Ibn A’rabi -dalam menafsirkan ungkapan Rajiz- merupakan respon dari perkataan atau perbuatan        lawan bicara. Adapun jika merujuk pada penjelasan yang diungkapkan oleh Quhaif,        maka kata raja’a merujuk pada respon yang mengandung konsep “akibat yang baik”(Ibnu Manzur, tanpa tahun: 116).    . .  Pada ayat tersebut juga terdapat empat kata kerja amr dalam satu ayat.       Empat perintah yang digambarkan al- Quran menunjukkan keijazan al-Quran da;lam menyampaikan pesan sekaligus       disinyalir menggambarkan otoritas dan

248

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal)

Saba’ dan seluruh penganutnya. Dengan       demikian dapat dipahami bahwa seharusnya, Ratu Saba mengatakan “ulqiya ilaina” jika dikaitkan dan disesuaikan    .   dengan isi surat tersebut. Tanda lain yang menunjukkan respon baik Ratu Saba’        terhadap surat tersebut adalah ungkapannya yang berupa “kita>bun kari>mun”. Bagaimana mungkin seseorang       yang memiliki paham berbeda langsung memuji paham seseorang yang berbeda       dengannya. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan tanpa adanya kekaguman yang ada pada diri Ratu Saba terhadap Nabi      Sulaiman. Di dalam kata mutiara Arab terdapat suatu ungkapan bahwa “wa ainu ar-rida ‘an kulli ‘aibin kalilatun wa ‘ainu as-      sukhti tubdilu masawiya”. Menurut Abd al-Karim Zaydan (2009:   296) faktor yang membuat Ratu Saba’ memuji surat suci tersebut ialah cara surat tersebut sampai pada dirinya dan pengirim Pada ayat ke 29 sangat jelas surat tersebut. Hanya raja yang memiliki menggambarkan respon baik Ratu Saba’ kelebihan khusus yang dapat mengirimkan terhadap surat suci yang dikirimkan surat pada saat itu dengan menggunakan Sulaiman. Respon baik tersebut merupakan perantara burung yang berakal dengan qualisign yang diwujudkan melalui mengirimkan surat lalu berpaling seakan ungkapannya yaitu inni ulqiya ilayya akan ingin mengawasinya. Di samping itu kita>bun kari>mun sebagai sinsign. Pada menurut Zaydan pamor dan reputasi ungkapannya tersebut terdapat deviasi Sulaiman sebagai raja dan nabi sanagat antara isi surat dan apa yang ia katakan menonjol dan populer, sehingga Ratu Saba’ kepada para penganutnya. Ungkapan ulqiya merasa tersanjung telah dikirim surat oleh ilayya merujuk pada pengiriman surat yang raja yang terkenal pada saat itu. seakan-akan hanya ditunjukkan kepada Kepopuleran Nabi Sulaiman terbukti dirinya saja. Artinya bahwa Ratu Saba’ dengan ungkapan Ratu Saba’ “innahu min merasa bahwa surat tersebut dikirimkan sulaiman” yang di dalamnya terkandung khusus untuknya. Hal tersebut sangat konsep taukid. Padahal isi surat tersebut kontras dengan isi surat suci yang dimulai dengan bismillahirrahmanirrahim dikirimkan Sulaiman. Nabi Sulaiman tanpa diawali dengan nama pengirim surat menggunakan z|amir antum pada suratnya –yang dimaksud di sisni adalah Nabi tersebut sebagaimana yang terlihat pada Suliaman- terlebih dahulu (Zaydan, 2009: kalimat alla ta’lu alayya wa’tu>ni muslimi>n. 293). Artinya bahwa ungkapan innahu min Sehingga sasaran surat tersebut adalah Ratu sulaiman merupakan ungkapan spontan

249

Jurnal al-Tsaqafa Volume 15, No. 02, Desember 2018 yang tercipta dari sinergi antara “qa>tiatan” untuk menggambarkan kekaguman Ratu Saba’ terhadap Sulaiman kebikjaksanaan Ratu Saba. Menurut dan kepopuleran Sulaiman sebagai raja dan Basyuni abd Fatta>h (2010: 184) isim di nabi pada saat itu. Setelah mengatakan dalam al-Quran menunjukkan pada makna bahwa surat tersebut berasal dari Sulaiman at-tsubut wa ad-dawam (ketetapan dan ia pun membacakan isi surat tersebut kesinambungan). Artinya bahwa Ratu Saba’ kepada para pengikutnya dan meminta selalu dan konsisten menghadirkan para pendapat kepada mereka mengenai surat pembesar kaumnya dalam memutuskan tersebut. suatu perkara sehingga terdapat Di dalam surat yang dikirim oleh kesepakatan yang diterima oleh seluruh Sulaiman, Allah menggunakan diksi ata>- elemen kerajaan. ya’ti dalam menggambarkan perintah Pada ayat ke 33, Allah Sulaiaman kepada Ratu Saba dan para menggambarkan kekuatan militer kerajaan pengikutnya. Menurut Ibnu Mandzur Ratu Saba’ dengan ungkapan para (tanpa tahun: 13), salah satu makna dari pembesar kaum Saba’ “nahnu u>lu> kata dasar ata>-ya’ti adalah husnu quwwatin wa u>lu> ba’sin syadidin”. Adapun mutawwaah wa al-muwafaqah (kerelaan hati ayat ke 34, Allah menggambarkan sudut dan persetujuan yang baik). Hal tersebut pandang yang konsisten dan melekat pada menunjukkan bahwa Nabi Sulaiman sama Ratu Saba’ mengenai raja. Menurut Ratu sekali tidak mengancam Ratu Saba’ dan Saba’ raja adalah seseorang yang selalu para pengikutnya untuk menyerahkan diri membuat kerusakan ketika menaklukan kepada Sulaiman –dalam hal ini suatu daerah dan menjadikan para menyerahkan diri untuk mengikuti paham penduduknya terhina. Makna qualisign keagamaannya-. Namun sebaliknya, ia yang masih abstrak tersebut terwujudkan sangat sopan dan penuh rasa hormat dalam melalui ungkapannya yang digambarkan mengajak mereka untuk menerima paham al-Quran dengan kata kerja mudhari’ keagamannya dengan kerelaan hati dan yaf’alun. Menurut Basyuni ‘Abd al-Fattah persetujuan tanpa adanya peperangan atau (2010: 184) fiil mud}ari berorientasi pada kekerasan lain terlebih dahulu. pemaknaan al-istimrar wa at-tajaddud. Adapun ayat ke-32 menunjukkan Artinya bahwa setiap raja pasti akan kebijaksanaan Ratu Saba’. Dalam konsisten dan terus menerus melakukan memutuskan suatu tindakan ia selalu dua hal yang telah disebutkan di atas ketika menghadirkan para pembesar kaumnya menaklukan suatu daerah. Kebijaksanaan sehingga akan terjalin komunikasi yang yang ada pada Ratu Saba’ dan baik antara ratu dan pengikutnya. pandangannya mengenai raja Kebijaksanaan tersebut merupakan makna mendorongnya untuk lebih intensif qualisign yang masih abstrak. Perwujudan mengamati Nabi Sulaiman. dari tanda kebijaksanaan tersebut tertuang Pada ayat selanjutnya, yakni ayat ke dari ungkapannya “ma> kuntu qa>tiatan 35, Ratu Saba’ melakukan pengamatan amran hatta tasyhadun”. Mengingat bahwa terhadap Nabi Sulaiman dengan pada kalimat sebelumnya, Ratu Saba’ mengirimkan utusan yang membawa meminta para pembesar kaumnya sebuah hadiah. Ayat tersebut merupakan sebuah fatwa perihal surat Nabi Sulaiman. Pada tanda yang menggambarkan kesungguhan ayat tersebut Allah menggunakan isim fa>il Ratu Saba’ dalam mengamati identitas Nabi

250

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal)

Sulaiman sebagai tanda qualisign. Menurut Repon pertama yang dilakukan Muhammad ‘Abid al-Jabiri (2009: 307) Sulaiman adalah menolak hadiah dan hadiah yang dikirmkan Ratu Saba’ untuk memberi gertakan kepada Ratu Saba’. Allah Nabi Sulaiman adalah sebuah ujian. Jika berfirman: Nabi Sulaiman menerima hadiah tersebut, maka ia adalah seorang raja yang memiliki sifat sebagaimana yang ia pahami. Namun      jika Nabi Sulaiman menolak hadiah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ia       adalah seorang nabi sekaligus raja. Mengingat bahwa menurut Zaydan identitas kenabian Sulaiman –disamping      juga dikenal sebagai raja- sudah tersohor di sebagian besar penjuru negeri pada saat itu.       Adapun bukti kesungguhan Ratu Saba dalam mengamati Nabi Sulaiman adalah diksi mursilatun pada kalimat inni        mursilatun ilaihim. Al-Quran lebih memilih bentuk isim daripada fi’il dalam menggambarkan keinginan Ratu Saba’   untuk mengirimkan hadiah. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa menurut Dua ayat di atas menggambarkan Basyuni ‘Abd al-Fattah, isim di dalam al- identitas Nabi Sulaiman sebagai raja dan Quran berorientasi pada pemaknaan as|- nabi pada ranah tanda qualisign. s|ubut wa ad-dawam. Artinya bahwa Ratu Perwujudan makna abstrak tersebut berupa Saba’ benar-benar berniat dan pasti akan dua respon yang dilakukan Nabi Sulaiman. mengirim hadiah untuk Nabi Sulaiman. Beliau menolak hadiah yang ditawarkan Selain itu, al-Quran juga menggunakan isim Ratu Saba dan memberi gertakan untuk naz}iratun pada kalimat fanaz}iratun bima menghinakan penduduk Saba’. Perlu yarji’u mursalu>n untuk menggambarkan diketahui bahwa melakukan penghinaan keinginan Ratu Saba’ dalam mengamati terhadap penduduk jajahan merupakan respon Nabi Sulaiman. Hal tersebut salah satu konsep (thought) Ratu Saba menunjukkan kesungguhan Ratu Saba terhadap referen raja. dalam mengamati Sulaiman. Pengamatan Penolakan hadiah yang berorientasi (sensing) yang dilakukan Ratu Saba’ pada pemahaman terhadap identitas merupakan tahap pertama dalam kenabian Sulaiman diindikasikan oleh menyampaikan suatu perasaan dalam ucapan Nabi Sulaiman yang meunjukkan komunikasi interpersonal sebagaimana bahwa beliau memiliki kontrak dengan yang dilakukan Sulaiman pada awal Tuhan. Ungakapan yang dimaksud adalah pembahasan di atas. atumiddunani bi malin fama atanillahu khairun mimma atakum. Ayat tersebut menunjukkan 3. Respon Sulaiman terhadap hadiah bahwa Nabi Sulaiman merasa anugrah Ratu Saba; Sulaiman sebagai representasi yang diberikan Tuhan kepadanya jauh lebih raja dan nabi 251

Jurnal al-Tsaqafa Volume 15, No. 02, Desember 2018 baik dari pada apa yang diberikan-Nya pada kalimat falana’tiyannahum bi junudin la kepada Ratu Saba’. Pada kalimat di atas qibala lahum biha walanukhrijannahum minha terdapat kata ata>-yati yang memiliki adzillah wa hum shagirun. Pada ayat tersebut makna berbeda dengan kata yang sama nampak sekalai ancaman yang dibungkus pada ayat ke 31. Adapun kata kerja ata>-yati dengan ketegasan. Al-Quran menggunakan pada ayat tersebut memiliki makna a’t}a taukid murakkab dalam menggambarkan (memberi) (Ibnu Manzur, tanpa tahun: 17). ketegasan Nabi Sulaiman. Huruf lam at- Pada ayat tersebut terlihat bahwa ikatan taukid yang dipadukan dengan nun taukid antara Tuhan dan nabi sangatlah erat. pada kata kerja ata>-ya’ti melahirkan Mengingat bahwa Nabi Sulaiman kesungguhan yang luar biasa. Artinya mengaitkan segala apa yang ia miliki bahwa Nabi Sulaiman -dari segi berasal dari Tuhan. ucapannya- benar-benar akan Meskipun demikian, dengan apa mendatangkan prajuritnya untuk yang dilakukan Ratu Saba dalam memerangi Ratu Saba’ dan kaumnya. memberikan hadiah, Nabi Sulaiman dapat Begitu juga dengan kata kerja akhraja- menafsirkan (interpreting) identitas lawan yukhriju yang dibubuhi dua huruf taukid lam bicaranya –dalam hal ini adalah Ratu Saba’- dan nun sehingga mengorientasikan makna . Dalam menafsirkan identitas Ratu Saba’ kesungguhan untuk mengeluarkan Sulaiman dibantu dengan beberapa faktor. penduduk Saba’ dari negerinya tersebut. Pertama, informasi yang ia dapat dari Ancaman tersebut mengandung konsep burung Hud-hud bahwa Ratu Saba’ penghinaan yang diwakili dengan kata merupakan ratu yang memilki ‘arsyun adzillah dan peremehan yang diwakili adzim’ singgasana yang mewah. Kedua, dengan kata shagirun dalam bentuk isim fail dugaan beliau tentang respon yang yang berorientasi pada pemaknaan ats- dilakukan oleh lawan bicara, dalam hal ini tsubut wa ad-dawam. Dari ayat tersebut Ratu Saba’ mengirimkan hadiah kepada menunjukkan bahwa konsep terhadap raja Nabi Sulaiman. Ketiga, adalah sudut yang dikemukakan oleh Ratu Saba’ berlaku pandang Nabi Sulaiman terhadap apa yang pada diri Nabi Sulaiman. ia tangkap dari fenomena-fenomena yang Namun jika dipahami dengan cermat telah terjadi. Menurut penulis, Nabi maka akan didapati deviasi antara ucapan Sulaiman sudah berhasil menafsirkan dan perbuatan Nabi Sulaiman. Dari segi identitas Ratu Saba’ bahwa ia adalah ratu ucapan, Sulaiman memang dapat yang sangat antusias dengan kemergelapan dipandang sebagai raja. Hal tersebut kemewahan dunia. Sehingga respon terbukti dengan gertakan yang ia lakukan “tindakan” yang ia lakukan pada ayat ke 38- untuk menyembelih burung Hud-hud 41 semakin menunjukkan bahwa Nabi karena ketidakhadirannya terkecuali jika ia Sulaiman menafsirkan identitas Ratu Saba’ memberikan alasan yang jelas dan ancaman sebagai sosok yang menyukai kemewahan yang beliau kemukakan untuk menggertak dunia. Ratu Saba beserta para pengikutnya. Perlu Respon kedua yang dilakukan Nabi diketahui juga bahwa dalam menggertak Sulaiman adalah memberi gertakan berupa burung Hud-hud Nabi Sulaiman juga ancaman untuk menghinakan penduduk menggunakan kata kerja yang diimbuhi lam Saba’ sebagai representamen bahwa ia at-taukid dan nun at-taukid sebagaimana adalah raja. Gertakan tersebut tertuang yang nampak pada kata kerja lauadibannahu

252

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal) dan laadbahannahu. Berdasarkan hal tertantang) untuk menaklukan Ratu Saba’. tersebut dapat dipahami bahwa Nabi Penaklukan yang dimaksud memiliki Sulaiman adalah perpaduan antara raja dan makna polisemi. Penaklukan dalam ranah nabi. Raja dari ucapan dan ketegasannya, dakwah keagamaan dan penaklukan hati. nabi dari sikap dan perbuatannya. Feeling tersebut merupakan tahap ke- tiga dari lima tahapan pengungkapan perasaan. 4. Respon tindakan Nabi Sulaiman Ia juga disinyalir sebagai tanda qualisign terhadap tingkah laku Ratu Saba’; yang diwujudkan dengan sayembara yang pencapaian tahap feeling dilakukan Nabi Sulaiaman yang tertuang Allah berfirman: pada ayat ke-38. Pada ayat tersebut terdapat dua kata kerja yang memiliki asal yang       sama namun diyakini memiliki makna yang berbeda. Kata yang dimaksud adalah ya’tini dan ya’tuni. Ya’tini pada ayat di atas       diyakini merujuk pada makna saqa yang berarti membawa dan mengangkut.        Adapun kata ya’tuni merujuk pada makna husnu mutawaah dan muwafaqah. Artinya Nabi Sulaiman mengadakan sayembara         bagi para prajuritnya untuk dapat membawa dan mengangkut singgasana mewah Ratu Saba’ dengan tujuan agar Ratu        Saba’ dan kaumnya datang kepada Nabi Sulaiman menyerahkan diri dengan        kerelaan hati dan persetujuan utuh. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Nabi Sulaiman menginginkan salah satu       prajuritnya mengangkut singgasana Ratu Saba’ dengan cara yang tidak biasa agar       Ratu Saba’ merasa takjub sehingga menyerahkan diri kepada Nabi Sulaiman dengan kerelaan hati.        Adapun pada dua ayat selanjutnya al- Quran menggambarkan dua prajurit Nabi Sulaiman yang pamer kekuatan. Pada ayat        ke-39, digambarkan di dalamnya jin yang memiliki nama Ifrit menawarkan     kekuatannya untuk dapat mengangkut singgasana Ratu Saba’ sebelum Nabi

Sulaiman berdiri dari tempat duduknya. Setelah Nabi Sulaiman menolak Ayat tersebut menggambarkan keoptimisan hadiah dari Ratu Saba’ dan berhasil yang tinggi pada diri Ifrit. Al-Quran menafsirkan identitasnya, ia mulai menggambarkan keoptimisannya dengan merasakan (feeling) tantangan (baca:

253

Jurnal al-Tsaqafa Volume 15, No. 02, Desember 2018 kalimat “ana a>tika bihi qabla an-taquma min maqamik, wa inni ‘alaihi laqawiyun amin”.       Penggunaan isim fail atika bihi merujuka pada makna ats-tsubut wa ad-dawam. Hal tersebut menggambarkan keyakinan yang         kuat pada diri Ifrit bahwa ia benar-benar mampu bahkan pasti mampu mengangkut       singgasana Ratu Saba’ dengan rentang waktu yang telah disebutkan sebelumnya. Konsekuensi pemaknaan isim juga berlaku          bagi dua isim selanjutnya yaitu qawiyun dan aminun. Sedangkan ayat ke- 40  menggambarkan unjuk gigi yang dilakukan oleh seorang hamba yang memiliki Ilmu Ayat di atas menggambarkan dari al-Kitab (alladi ‘indahu ilmu min al-kitab). tanggapan (intending) Nabi Sulaiman Pada ayat tersebut al-Quran juga terhadap perasaan (feeling) yang telah menggambarkan keoptimisan yang tinggi dijelaskan sebelumnya sebagai tanda pada diri hamba tersebut. Keoptimisan qualisign. Pengubahan yang dilakukan pada yang digambarkan sama dengan apa yang singgasana Ratu Saba’ tidak sekedar digambarkan pada pada diri ifrit. Namun pengubahan sekedarnya saja yang hamba tersebut memilki keunggulan dalam ditujukan untuk mengujinya apakah ia kecepatan rentang waktu yang masih mengenal seinggasananya atau tidak. digambarkan dengan kalimat qabla an- Namun pengubahan yang dilakukan yartadda ilaika tarfuka (secara leksikal merujuk pada renovasi yang lebih condong bemakna sebelum kembalinya tatapan memperindah. Adapun bentuk dari tanda matamu) sebagai kinayah yang memiliki qualisign tersebut terdapat pada kata nakkiru makna kecepatan kedipan mata. Pada laha ‘arsyaha sebagai tanda sinsign. Ketika kalimat selanjutnya diceritakan bahwa kata nakkiru yang berasal dari kata kerja ketika singgasana Ratu Saba’ berada di nakkara-yunakkiru dilihat medan maknanya depan tatapan Nabi Sulaiman ia pun berdoa maka akan didapati makna berupa sebagaimana yang tertera pada ayat kecedasan, ketajaman pikiran, perubahan, tersebut. dan membuat tidak diketahui. Artinya bahwa perubahan yang dilakukan Nabi 5. Renovasi singgasana Ratu Saba’; Sulaiman merujuk pada aktivitas renovasi sebuah ujian dan tahapan penanggapan yang bertujuan untuk memperindah (intending) singgasana. Allah berfirman: Pengubahan (baca: renovasi) yang dimaksud tidak merujuk pada pengubahan total dengan dibuktikan ayat selanjutnya        (ayat ke 42) yang berbunyi ahakadza ‘Arsyuki. Menurut Imam Jalalain (2012: 268)        jika memang Sulaiman merenovasi seluruh singgasana Ratu Saba’ maka pertanyaan yang muncul adalah a haza ‘arsyuki dan

254

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal) bukan a hakaza ‘arsyuki. Pada ayat tersebut (perasaan) kagum terhadap Nabi Sulaiman juga ditampilkan keramahtamahan sehingga ia melakukan intending Sulaiman terhadap Ratu Saba’. Hal tersebut (tanggapan) dengan mendatanginya dibuktikan dengan simbol kebahasaan sebagaimana yang tertera pada ayat ke-42 qi>la sebagai fiil mabni lilmajhul yang tersebut. Adapun pada ayat ke 43, al-Quran memiliki implikasi makna qubul al-‘amal ‘ala menjelaskan bahwa apa yang dilakukan ma intawa ‘alaihi al-qalb min ikhlas wa taqwa Ratu Saba’ (dan kaumnya) selama ini wa iman yang berarti menerimanya suatu (menyembah matahari) menceganya untuk aktivitas yang dilandaskan pada kerelaan menyembah Allah. hati, ketakwaan dan keimanan (Muhammad as-Sayyid Musa: via quran- 6. Ungkapan (expressing) cinta Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’ m.com). Ayat tersebut juga Allah berfirman: menggambarkan keberhasilan Ratu Saba’ dalam melewati ujian Nabi Sulaiman. Ia mengetahui bahwa singgasana tersebut         memilki kemiripan dengan singgasananya terdahulu. Pada ayat tersebut juga dijelaskan bahwa Ratu Saba’ dan para       kaumnya telah diberi tahu akan hal itu yang digambarkan dengan kalimat wa utina ‘ilma min qabliha wa kunna muslimin.     .    Sebelum mencapai pengetahuan tersebut, peneliti yakin bahwa Ratu Saba’       dalam komunikasi interpersonal dengan Nabi Sulaiman tidak hanya berhenti pada taraf sensing (pengamatan) yang terdapat      pada ayat ke- 35. Namun sebenarnya taraf yang sudah dilalui Ratu Saba sama dengan Ayat di atas menggambarkan dua taraf yang dilalui Nabi Sulaiman meskipun bentuk ungkapan cinta yang disampaikan tidak diterangkan al-Quran secara intensif oleh Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’. dan eksplisit. Ratu Saba’ diyakini telah Pengungkapan (expressing) merupakan menafsirkan (interpreting) respon yang tahapan akhir dari proses pengungkapan dilakukan Nabi Sulaiman karena ia perasaan. Ungkapan yang masih abstrak menolak hadiah yang diberikan kepadanya tersebut dibentuk oleh gaya bahasa yang dan gertakan yang ia lakukan. Berdasarkan digunakan al-Quran dalam penolakan yang dilakukan Sulaiman, Ratu menggambarkan perkataan Nabi Sulaiman Saba’ yakin bahwa Sulaiman adalah nabi kepada Ratu Saba’. Pada ranah simbol akan (Zaydan, 2009: 296). Adapun berdasarkan didapati keagungan gaya bahasa yang ‘gertakan ancaman’ dan ‘repon tindakan’ digunakan. Pada ayat tersebut al-Quran yang dilakukan Nabi Sulaiman menggmbarkan keramahtamahan Nabi menunjukkan bahwa beliau merupakan Sulaiman dengan menggunakan fiil mabni sinergi antara raja dan nabi. Interpretasi lilmajhul qi>la sebagaimana yang ada pada tersebut mendorong munculnya feeling ayat sebelumnya. Adapun kata perintah

255

Jurnal al-Tsaqafa Volume 15, No. 02, Desember 2018 udkhuli sharha menunjukkan bahwa Nabi pemaknaan pernikah yang terjadi antara Sulaiman ingin merasa dekat dengan Ratu keduanya sebagaimana yang diterangkan Saba’ (yas'uru bisyiddati qurbihi min malakati oleh as-Suyuti (2012: 268). Dengan as-Saba’). (Basyuni ‘Abdu al-Fattah: 190) demikian dapat disimpulkan bahwa Nabi Mengingat bahwa ketika seseorang merasa Sulaiman telah mengungkapkapkan rasa memiliki jarak hubungan yang jauh maka ia cintanya kepada Ratu Saba’ dan berhasil cenderung menggunakan harfu nida ya’ mengungkapkan cintanya kepada yang disertai dengan nama orang yang Tuhannya karena dapat menyeru manusia diberi perintah seperti ya malakata as- untuk menyembah-Nya. Mengingat bahwa Saba’udkhuli as-sarha. hal tersebut merupakan tugas diakronis Ketika Ratu Saba’ masuk ke istana seorang rasul. tersebut, ia mengira bahwa lantai istana D. KESIMPULAN adalah air kolam yang besar lujjatun Setelah melakukan analisis terhadap sehingga ia menarik kainnya hingga kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Saba’ di betisnya terlihat. Di dalam Lisan al-Arab dalam Surat an-Naml dengan lujjatun bermakna ‘urdu dan mu’dzam (luas menggunakan teori semiotika Charles S. dan mayoritas/kapasitas yang besar) (Ibnu Peirce dan teori Komunikasi Interpersonal Manzur, tanpa tahun :354). Hal tersebut didapati bukti kuat dari segi kebahasaan menunjukkan bahwa istana yang dimasuki bahwa keduanya melangsungkan oleh Ratu Saba sangatlah luas. pernikahan. Bukti yang dimaksud Melihat fenomena tersebut maka didasarkan pada simbol-simbol kebahasaan Nabi Sulaiman pun menjelaskan dan dan indeks yang merujuk pada lima memperkenalkan istananya dengan tahapan penyampaian perasaan. Terlepas ungkapan innahu sharhun mumarradun min dari proyek diakronis setiap rasul untuk qawarir yang kurang lebih bermakna istana menyampaikan pesan Tuhannya, Nabi yang memiliki sifat mumaradu yaitu Sulaiman disinyalir juga memberikan mumalisun (licin) yang terbuat dari qawarir indikasi-indikasi cinta kepada Ratu Saba, (kaca). Dari ranah imageri dapat dipahami dan juga sebaliknya. Beberapa simbol bahwa istana yang dditunjukkan Nabi kebahasaan yang merujuk pada indikasi Sulaiman kepada Ratu Saba sangatlah cinta adalah penggunaan fi’il mabni li majhul megah, mewah dan anggun. qi>la guna memberikan kesan Berdasarkan apa yang telah keramahtamahan Nabi Sulaiman terhadap diperlihatkan oleh Nabi Sulaiman Ratu Saba. Kata perintah langsung tanpa kepadanya, Ratu Saba’ menyadari bahwa adanya harfu nida ya juga disinyalir selama ini ia mendzalami dirinya sendiri menggambarkan keinginan Nabi Sulaiman karena tidak menyembah Allah, tuhan yang untuk merasa dekat dengan Ratu Saba’. disembah oleh Nabi Sulaiman dan Adapun indikasi cinta yang ada pada diri membanggakan harta yang ia miliki. Ia pun Ratu Saba’ telah nampak pada awal-awal menyerahkan diri kepada Sulaiman demi episode kisah, di mana ia memeberikan Tuhan bagi seluruh alam. Penyerahan diri respon positif terhadap surat yang dikirim tersebut digambarkan dengan oleh Nabi Sulaman. Adapun proses menggunakan harfu jar ma’a. Sebagaimana pengungkapan perasaan yang diterangkan yang disebutkan di muka bahwa al-Quran secara eksplisit pada diri penggunaan huruf ma’a berimplikasi pada Sulaiman adalah (1) pengamatan (sensing)

256

REPRESENTAMEN CINTA DALAM KISAH NABI SULAIMAN DAN RATU SABA’ SURAT AN-NAML (Studi Analisis Semiotika dan Komunikasi Interpersonal) terhadap Ratu Saba’, (2) menafsirkan Zoest , Aart Van, Semiotika; Tentang (interpreting) respon Ratu Saba’, (3) Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa Yang Kita mengalami perasaan tertentu (feeling) yang Lakukan Dengannya, terj. Ani Soekowati, diakibatkan penafsiran sebelumnya, (4) Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1993. menanggapi (intending) perasaan tersebut, dan (5) mengungkapkan perasaan (expressing). Adapun proses pengungkapan perasaan yang diterangkan al-Quran secara eksplisit pada diri Ratu Saba’ adalah (1) pengamatan (sensing) terhadap Nabi Sulaiman dan (2) pengungkapan (expressing) perasaan.

DAFTAR PUSTAKA Aw, Suranto, Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011 Bankarad, Said, Simiyaiyyat wa at- Ta’wil, Madkhal lisimiyaiyyat Charles Sanders Peirce, Beirut: al-Markaz ats-Tsaqafi al- Arabiy, 2005 Danesi, Marcel, Pesan, Tanda, dan Makna, terj. Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantiri, Yogyakarta: Jalasutra, 2012. al-Fattah Fayudi, Basyuni Abd, Min Balaghoti an-Nudzum al-Qurani, Kairo: Muassasatu al-Mukhtar, 2010 Gulayain, Musthafa, Jami’ ad-Durus al- Arabiyah, Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyah, 1993 Jalalain, Imam, Tafsir Jalalain, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2012 Al-Jabiri, Muhammad ‘Abid, Fahmu al-Qurani; at-Tafsir al-Wadih Hasba Tartibi an- Nuzul, Beirut: Markaz Dirasat al-Wihdah al- ‘Arabiyah, 2008 Mandzur, Ibnu, Lisanu al-Arab, Beirut: Dar Sadir, Tahun tidak diketahui Supraktiknya, A, Komunikasi Antarpribadi, Yogyakarta: PT Kanisius, 1995 Zaydan Abd al-Karim, al-Mustafad Min Qasas al-Quran, Beirut: Risalah, 2009

257