NETIQUETTE BERMEDIA SOSIAL DI KALANGAN REMAJA (Studi Kualitatif Mengenai Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja pada Platform dalam Konteks Sexting)

SKRIPSI

TENGKU ADRIAN 140904204 Program Studi Jurnalistik

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara NETIQUETTE BERMEDIA SOSIAL DI KALANGAN REMAJA (Studi Kualitatif Mengenai Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja pada Platform Line dalam Konteks Sexting)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

TENGKU ADRIAN 140904204 Program Studi Jurnalistik

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Tengku Adrian

NIM : 140904204

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Judul : Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja (Studi Kualitatif Mengenai Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja pada Platform LINE dalam Konteks Sexting)

Medan, Agustus 2018

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

Yovita S. Sitepu S.Sos, M.Si Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D 198011072006042002 196505241989032001

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara

Dr. Muryanto Amin M.Si 197409302005011002

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh: Nama : Tengku Adrian NIM : 140904204 Program Studi : Ilmu Komuikasi Judul Skripsi : Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja (Studi Kualitatif Mengenai Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja pada Platform LINE dalam Konteks Sexting)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : Yovita S. Sitepu, S.Sos, M.Si ( ) 198011072006042002

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Medan Tanggal : Agustus 2018

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber yang dikutip maupun diruju telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Tengku Adrian

NIM : 140904204

Tanda Tangan :

Tanggal : Agustus 2018

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tengku Adrian

NIM : 140904204

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-ekslusive Royalti-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja (Studi Kualitatif Mengenai Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja pada Platform LINE dalam Konteks Sexting)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non- ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada tanggal : Agustus 2018 Yang Menyatakan

Tengku Adrian

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi dengan judul “Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja” ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Menyelesaikan skripsi ini tentunya merupakan hasil pembelajaran yang penulis terima selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Peneliti banyak mendapat saran, bimbingan, dan arahan baik dari segi moril maupun materi serta dorongan semangat dari berbagai pihak yang sangat berguna bagi saya. Secara khusus saya ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua peneliti, Ayahanda T. Tajrul Humaidi, S.H. dan Ibunda Effa Rahkmi Astuti serta kakak saya T. Yudi Astuti dan abang saya T. Indra Lesmana yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan dan nasehat yang bijaksana bagi peneliti. Ucapan terimakasih lainnya ingin saya sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Dr. Muryanto Amin M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi. 4. Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos, MA selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi. 5. Ibu Yovita Sabarina Sitepu, S.Sos, M.Si selaku dosen akademik dan dosen pembimbing yang telah sabar selama memberikan saya arahan, nasehat, dan bimbingan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini. 6. Bapak selaku dosen pembanding dan penguji utama yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan bimbingan untuk melengkapi skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

7. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah membimbing penulis selama perkuliahan di Program Studi Ilmu Komunikasi. 8. Laboraturium Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis mendapatkan ilmu yang bermanfaat. 9. Santika Heni yang telah memberikan semangat dan dukungan selama masa perkuliahan. 10. Teman-teman seperjuangan selama masa perkuliahan, Anggita Dwi Kesuma, Fildza Suryana, Tengku Alya, Rini Afrila, Natalia Christine, Friska Mariati, Anastasa Siahaan, Rachel Mia, Yessy Lovita, Jessica Stephani, Risnawin dan lain-lain. 11. Sahabat penulis, Nanda Rizki Fadhillah, Jerry Iwan, T.M. Irfan Hernadi, Sastra Ramanda, Roy Siallagan, Iam, Razzaq Ramly, Ricardo Purba, Jovie Samuel, Putra Simanjuntak, Hafiz Maksudi, Dinasty Permana dan kerabat tim Medanvidgram juga alumni futsal dan sepakbola YPSA yang senantiasa memberikan dukungan. 12. Seluruh teman-teman seperjuangan menuntut ilmu di Departemen Ilmu Komunikasi angkatan 2014. 13. Semua yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua doa dan dukungan yang telah diberikan. Penulis berharap semoga skripsi ini kelak dapat bermanfaat dan jika ada kesalahan penulis memohon maaf serta menerima kritik dan saran yang membangun.

Medan, Agustus 2018 Penulis,

Tengku Adrian

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja pada Platform LINE dalam Konteks Sexting”. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perilaku bermedia sosial remaja dalam konteks sexting pada platform LINE dan menganalisis netiquette bermedia sosial dari remaja pengguna LINE. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, disertai dengan paradigma konstruktivisme. Peneliti menggunakan teknik analisis data. Teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian netiquette bermedia sosial di kalangan remaja, antara lain; teori komunikasi massa, teori literasi media, teori media baru, dan teori etika dalam media baru. Dari hasil analisis data dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa media sosial sudah menjadi kebutuhan pokok dari remaja dan minimnya pengetahuan mengenai sexting para remaja, menjadi hal yang wajar terjadi di media sosial jika dalam ruang-ruang tertentu. Pengaplikasian Netiquette dalam bermedia sosial pada remaja sudah berjalan dengan baik secara sadar dan tidak sadar, karena masih terdengar baru di kalangan remaja.

Kata kunci: Netiquette, Remaja, Media Sosial, LINE, Sexting.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

This research entitled "Social Media Netiquette on Adult at LINE in Sexting Context". The purpose of this research is to known the adult behavior on social media at LINE in sexting context and to analize the netiquette from adult LINE user. This research uses qualitative method, accompanied by constructivism paradigm. Researchers use data analysis techniques. Theories used as a reference in research social media netiquette on adult, among others; mass communication theory, media literacy theory, new media theory, and netiquette theory. From the results of data analysis in this study, it can be concluded that social media has been a basic needs for adult but the lack of knowledge from the adult about sexting, make it a normal things if it happened in a private space. Social media netiquette has been applicationed in a good way without realized, because it sounds for the adult.

Keywords: Netiquette, Adult, Social Media, LINE, Sexting.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i LEMBAR PERSETUJUAN ...... ii HALAMAN PENGESAHAN ...... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... v KATA PENGANTAR ...... vi ABSTRAK ...... viii DAFTAR ISI ...... x DAFTAR GAMBAR ...... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ...... 1 1.2 Fokus Masalah ...... 11 1.3 Tujuan Penelitian ...... 12 1.4 Manfaat Penelitian ...... 12

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Paradigma dan Perspektif Penelitian ...... 13 2.1.2 Paradigma Konstruktivisme ...... 14 2.2 Kajian Pustaka ...... 15 2.2.1 Komunikasi Massa ...... 15 2.2.2 Literasi Media ...... 16 2.2.2.1 Literasi Media Massa ...... 19 2.2.2.2 Literasi Media Digital ...... 23 2.2.3 Media Baru (New Media) ...... 24 2.2.3.1 Internet...... 27 2.2.3.2 Sejarah Internet ...... 28 2.2.4 Media Sosial ...... 29 2.2.5 LINE ...... 31 2.2.6 Pornografi ...... 33 2.2.6.1 Perkembangan Pornografi di Indonesia ...... 35 2.2.6.2 Sexting ...... 36 2.2.6.3 Prediksi Penyebab Sexting ...... 37 2.2.7 Etika ...... 40 2.2.7.1 Definisi Etika ...... 44 2.2.7.2 Etika (Komunikasi) dalam Media Baru ...... 44 2.2.8 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) . 44 2.2.9 Masa Remaja ...... 44 2.2.9.1 Definisi Masa Remaja ...... 44 2.2.9.2 Perkembangan Remaja ...... 45 2.2.9.3 Penalaran Moral Masa Remaja ...... 47 2.3 Model Teoritik ...... 48

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ...... 49 3.2 Objek Penelitian ...... 50 3.3 Subjek Penelitian ...... 50 3.4 Unit Analisis ...... 50 3.5 Lokasi Penelitian ...... 51 3.6 Waktu Penelitian ...... 51 3.7 Teknik Pengumpulan Data ...... 51 3.8 Teknik Analisis Data ...... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...... 54 4.1.1 Proses Penelitian ...... 54 4.1.2 Deskripsi Informan ...... 54 4.1.2.1 Informan 1 ...... 55 4.1.2.2 Informan 2 ...... 56 4.1.2.3 Informan 3 ...... 57 4.1.2.4 Informan 4 ...... 58 4.1.2.5 Informan 5 ...... 59 4.1.2.6 Informan 6 ...... 60 4.1.3 Penyajian Data...... 65 4.1.3.1 Media Sosial di Kalangan Remaja ...... 65 4.1.3.2 LINE Sebagai Pemuas Kebutuhan Favorit ...... 67 4.1.3.3 Konten Pornografi yang Beredar di LINE ...... 70 4.1.3.4 Pemahaman Tentang Sexting ...... 73 4.1.3.5 Netiket Bermedia Sosial ...... 77 4.1.3.6 Netiket Bermedia Sosial Sebagai Pembatas Berinternet . 78 4.1.3.7 Peran UU ITE dalam Media Sosial ...... 81 4.1.3.8 Peran UU Pornografi dalam Mengurangi Sexting ...... 83 4.2 Pembahasan ...... 88

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...... 88 5.2 Saran ...... 89

DAFTAR REFERENSI ...... 90

LAMPIRAN Pedoman Wawancara Hasil Wawancara Biodata Peneliti Daftar Bimbingan Skripsi

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah Mengirim, menerima, ataupun meneruskan sebuah pesan dalam bentuk teks, audio, visual dan audiovisual yang berunsur seksual kepada seseorang maupun khalayak ramai dalam sebuah platform media sosial manapun, melalui ponsel, komputer atau perangkat digital lainnya merupakan sebuah contoh kegiatan sexting, yang sangat tidak patut untuk di contoh dan ditiru. Penelitian terhadap sexting ini juga masih belum banyak ditemukan, namun secara sadar sudah banyak terjadi di lingkungan peneliti. Kegiatan sexting ini juga termasuk ke dalam sebuah kejahatan atau tindakan kriminal Cybersex di dunia maya. Cyber-sex merupakan cyber crime yang juga sangat meresahkan dan mendapat perhatian berbagai kalangan termasuk pada orang tua terhadap anaknya, yang di mana termasuk satu masalah dalam bidang kesusilaan. Jenis cyber crime di bidang kesusilaan yang sering diungkapkan adalah cyber pornography (khususnya child pornography) dan cybersex. Kebijakan penegakan hukum pidana terhadap masalah kesusilaan sepertinya kurang mendapat prioritas, tidak seperti korupsi, narkoba serta terorisme. Padahal delik kesusilaan tersebut baik cybersex dan cyberporn sudah semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan bermunculan lebih kurang 1.000 situs-situs porno lokal di Indonesia (Arief, 2011: 41). Cyber sex yang terjadi dalam LINE Official Account biasa kita sebut dengan sexting ini, seperti yang dikatakan oleh Utama (2016: 135): “Sexting merupakan pengiriman, penerimaan, atau meneruskan pesan, foto, gambar dengan konten seksual melalui ponsel, komputer, atau perangkat digital lainnya. Banyak dari gambar-gambar ini didistribusikan dengan cepat melalui telepon seluler atau internet. Survey terbaru mengungkapkan bahwa 20% dari remaja telah mengirim foto atau video tentang dirinya ke media sosial. Beberapa remaja yang terlibat sexting telah diancam atau dipaksa tampil porno seperti telanjang atau setengah telanjang. Hal tersebut menimbulkan tekanan emosional dengan gangguan kesehatan mental lainnya.”

Universitas Sumatera Utara

Sexting merupakan kata gabungan dari Sex dan Texting. Biasanya kegiatan ini dilakukan dengan mengirimkan gambar-gambar terkait seks kepada teman atau orang tertentu. Tidak hanya terbatas gambar, percakapan yang erotis dan terkait seks juga merupakan bagian dari Sexting. Sexting sendiri menurut Livingstone (dalam Ringrose, 2015: 9) adalah mengkomunikasikan konten yang secara eksplisit bernada seksual melalui pengiriman pesan teks, audio, visual ataupun audiovisual dan aktivitas media sosial. Selanjutnya Renhard (dalam Ringrose, 2015: 9) mendefinisikan sexting sebagai menerima atau mengirim gambar telanjang atau pun semi telanjang yang bernada seksual. Hasil studi menunjukkan bahwa kata “sexting” sendiri selama ini digunakan mendeskripsikan berbagai macam aktivitas, namun secara umum kata sexting digunakan untuk mendeskripsikan pembuatan dan penyebaran gambar bernada seksual oleh perorangan. Kegiatan sexting ini tentu bisa terjadi pada siapa saja tanpa mengenal waktu, dimana dan kapan saja. Kasus ini terjadi pada tahun 2017 yang dilakukan oleh seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2014 dengan inisial RR, yang tanpa sengaja mengirimkan pesan teks bernada seksual pada platform LINE di dalam sebuah grup angkatan 2014, Ilmu Komunikasi FISIP USU, yang sebenarnya ditujukan untuk teman dekat perempuannya. Kasus ini berawal dari RR dengan pasangannya yang sudah duluan melakukan sexting sebelumnya. Ketika ia sudah membalas pesan dari lawan bicaranya tersebut, tanpa mengetahui secara langsung bahwa pesan yang ia kirim malah masuk ke dalam chat grup angkatan. Kejadian tersebut di dasari dengan gawai yang ia gunakan memang sudah sedikit rusak, sehingga mengakibatkan turunnya peforma dari gawai yang ia gunakan. Kasus ini menjadi bukti bahwa kegiatan sexting ini secara sadar dan tidak sadar sudah terjadi di kalangan remaja dengan beberapa faktor pendukung atau motif tertentu dari pelaku maupun korban.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu contoh kasus lain dari sexting yang terjadi di Indonesia pada tahun lalu atau tepatnya pada akhir Januari tahun 2017 dan menjadi pembicaraan yang panas di masyarakat karena melibatkan salah satu tokoh nasional, yaitu kasus percakapan bernada pornografi yang melibatkan antara Ustad Habib Rizieq dengan salah satu wanita yang diduga bernama Firza Husein. Percakapan yang bernada seksual tersebut atau yang kita sebut dengan sexting ini terjadi di platform Whatsapp. Percakapan tersebut tersebar ke media sosial dalam bentuk screenshot percakapan via Whatsapp yang melibatkan antara Ustad Habib Rizieq dengan Firza Husein. Percakapan tersebut pertama kali diketahui dari situs baladacintarizieq.com. Dalam percakapan tersebut menyajikan foto wanita tanpa busana yang di duga Firza. Sedangkan Ustad Rizieq diduga menjadi lawan bicara Firza dalam percakapan tersebut. Kasus sexting ini menjadi polemik berkepanjangan karena didasari unsur politisi pasca pemilihan calon gubernur DKI Jakarta tahun lalu. Walau status kasus tersebut sudah naik menjadi penyelidikan dan sudah melakukan penetapan tersangka terhadap Firza setelah di periksa, Namun hingga saat ini, kejelasan status penanganan kasus ini masih juga belum selesai karena oknum penyebar pertama kali dari percakapan tersebut masih dalam penyidikan dan belum tertangkap, sedangkan tersangka Ustad Habib Rizieq juga sedang tidak berada di Indonesia. Penetapan tersangka kepada Ustad Rizieq dan Firza ini berdasarkan dengan bukti-bukti yang sudah di temukan oleh Polda Metro Jaya dan terbukti asli oleh ahli telematika yang menangani kasus tersebut dengan beberapa tahapan proses pemeriksaan (https://www.kompasiana.com). Gejala Sexting yang tidak jarang berakhir dengan hubungan seks, baru-baru ini juga dirilis studinya oleh University of Texas Medical Branch, Galveston. Studi tersebut melibatkan 948 siswa dari tujuh sekolah menengah atas di Texas. Responden studi terdiri dari 55,9 persen perempuan. Studi tersebut melibatkan berbagai remaja dari beberapa etnis seperti Afro Amerika (26.6%), Kulit Putih (30.3%), Hispanik (31.7%), Asia (3.4%), dan etnis lain (8.0%). Hasilnya cukup mencengangkan, yaitu 28% dari responden pernah mengirimkan foto telanjang mereka melalui teks atau email. 31% dari responden pernah menanyakan kepada

Universitas Sumatera Utara

orang lain untuk melakukan sexting. 57% dari responden pernah diminta untuk sexting. Naiknya angka yang melakukan Sexting tersebut tentu sebuah fenomena yang perlu dilihat lebih jauh. Studi sebelumnya menemukan hanya satu persen remaja yang melakukan sexting. Namun kini angka tersebut sudah mencapai 28% (https://www.kompasiana.com). Setiap orang dapat dengan mudah menerima informasi hingga hiburan melalui media sosial. Namun, tidak lepas dari beberapa etika dalam bermedia sosial yang harus diperhatikan. Mengunggah konten (posting) hingga berbagi (sharing) konten juga seharusnya dalam konteks yang positif. Sexting yang terjadi dalam LINE merupakan suatu tindak kejahatan pidana. Pelaku sexting di Indonesia bisa dijerat dengan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), selain itu bisa dijerat dengan Pasal 29 Juncto Pasal 4 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kebebasan berekspresi yang digadang-gadangkan khususnya oleh remaja dalam bermedia sosial membuat mereka lupa akan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Menurut Bungin (2005: 43), tanggung jawab merupakan restriksi (pembatasan) dari kebebasan yang dimiliki oleh manusia tanpa mengurangi kebebasan itu sendiri. Tidak ada yang membatasi kebebasan seseorang, kecuali kebebasan orang lain. Jika kita bebas dalam bermedia sosial, maka orang lain juga memiliki hak untuk bebas dari konsekuensi pelaksanaan kebebasan kita. Berarti dengan demikian, kebebasan remaja harus dikelola agar tidak terjadi kekacauan dalam bermedia sosial. Kemudian norma untuk mengelola kebebasan itu adalah tanggung jawab sosial. Semua orang berhak bertindak, berinisiatif, berkreasi apa saja tanpa ada yang melarang dan menentang, karena internet itu sendiri bersifat bebas. Namun meskipun bersifat bebas dan terbuka, berinternet juga harus memiliki batasan- batasan atau etika berupa tata tertib berinternet yang sering disebut Netiquette untuk dapat menjadi tawaran sebagai tanggung jawab sosial kita masing-masing dalam bermedia sosial. Namun tidak sedikit juga yang tidak mengetahui tentang adanya netiquette. Penelitian terhadap 302 mahasiswa FISIP USU dari beberapa jurusan seperti jurusan Sosiologi, Kesejahteraan Sosial, Administrasi Negara,

Universitas Sumatera Utara

Ilmu Komunikasi, Antropologi, Ilmu Politik dan Administrasi Niaga Bisnis, menunjukkan bahwa sebanyak 255 mahasiswa belum pernah mendengar istilah netiquette. 47 responden yang menjawab pernah mendengar netiquette, hanya 37 orang yang bisa menjawab dengan tepat mengenai netiquette (Sitepu, 2017:101). Hal ini membuktikan bahwa masih banyak yang belum terlalu mengerti mengenai netiquette dalam bermedia sosial. Netiquette (Network Etiquette) atau etika berinternet ini adalah etika dalam berinteraksi melalui internet yang juga merupakan kode sosial dan moral yang harus dipatuhi oleh pengguna internet. Filosofi dari pengguna netiquette itu sendiri ialah komunikasi melalui internet dengan menggunakan norma yang sama sebagai panduan mengenai aturan dan standar dalam berkomunikasi menggunakan internet. Sebagai sebuah kumpulan komunitas, diperlukan aturan yang akan menjadi pedoman orang-orang sebagai pengguna internet, di mana aturan ini menyangkut batasan dan cara yang terbaik dalam memanfaatkan fasilitas internet (http://networketiquette.net/). Netiquette berkaitan erat dengan dua istilah, yaitu etiket dan etika. Etiket didefinisikan sebagai “aturan konvensional perilaku pribadi dalam masyarakat yang menyangkut kesopanan”. Adapun etika yaitu: “berkaitan dengan moral yang baik dan terhormat”. Sedangkan Kelly (dalam Scheuermann, 1997: 269) mengatakan bahwa penulis beberapa artikel netiquette, lebih suka menggunakan kata “nethics” untuk mengistilahkan “pelanggaran berat di dunia maya dari pada netiquette,” dan netiquette untuk pelanggaran ringan. Namun, sebagian besar peneliti tidak membuat perbedaan antara nethics dan netiquette ketika mengacu pada kedua masalah moral dan standar kesopanan. Istilah etika dalam kehidupan bersosial di masyarakat dikaitkan dengan moralitas seseorang. Orang yang tidak memiliki etika yang baik sering disebut tidak bermoral karena tindakan dan perkataan yang diambil tidak melalui pertimbangan baik dan buruk. Kata etika dan moral juga sering dikaitkan dengan dunia pendidikan, karena menyangkut pertimbangan akan nilai-nilai baik yang harus dilakukan dan nilai-nilai buruk yang harus dihindari. Tidak adanya filter

Universitas Sumatera Utara

atau saringan pertimbangan nilai baik dan buruk merupakan awal dari bencana pemanfaatan media sosial di era gawai. Melihat dari kasus-kasus yang terjadi, dapat kita lihat bahwa hal tersebut bisa terjadi juga karena berkembang pesatnya teknologi. Perkembangan teknologi yang semakin canggih memberikan suatu perubahan besar dalam komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat di era modern. Berdasarkan data di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) (2013: 1), dapat diketahui bahwa “Indonesia saat ini mencapai 106 juta orang pengguna aktif internet. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial”. Memasuki era globalisasi, remaja merupakan kalangan yang sering menggunakan internet khusunya media sosial sebagai sarana untuk mencari informasi, hiburan maupun berkomunikasi dengan teman di situs jejaring sosial. Berdasarkan data yang diperoleh Kemkominfo (2012: 1) dapat diketahui bahwa “semakin banyak pengguna internet merupakan anak muda. Mulai dari usia 15-20 tahun dan 10-14 tahun meningkat signifikan”. Media sosial sebagai sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi maupun hiburan. Keberadaan media baru yang saat ini digemari oleh kalangan remaja sebenarnya telah membawa dampak yang signifikan. Namun hingga saat ini, belum ada definisi yang tepat merujuk pada arti dari new media. Dennis McQuail (dalam Ibrahim dan Ali, 2014: 117) telah mendefinisikan empat kategori utama dari “media baru”, yaitu; 1) Media komunikasi interpersonal, seperti email, 2) Media permainan interaktif, seperti game komputer, 3) Media pencarian informasi, seperti mesin pencarian di internet, 4) Media partisipatoris, seperti ruang chat di internet. Menurut Flew (2005: 3), ”the idea of new media captures both the development of unique forms of digital media, and the remaking of more traditional media forms to adopt and adapt to the new media technologies.” Beberapa pakar sepakat dalam hal ini bahwa istilah new media digunakan untuk membedakan dari media lama atau media tradisional yang lebih dahulu ada. Misalnya, koran pada puluhan tahun silam berbentuk lembaran kertas, dimana

Universitas Sumatera Utara

orang harus membeli atau berlangganan untuk mendapatkannya. Maka sejak adanya internet, koran sudah banyak yang disajikan secara online melalui internet. Munculnya istilah new media sangat terkait erat dengan hadirnya internet di dunia ini. Sekalipun dalam perkembangannya new media tidak hanya terbatas kepada internet, namun internet merupakan alat atau media yang paling dominan dalam era new media. Seperti yang dikatakan oleh Flew (2005: 4),”The Internet represents the newest, most widely discussed, and perhaps most significant manifestation of new media.” Internet memang sangat fenomenal karena pada era telepon kabel dahulu tidak terbayangkan pada masa depan kabel-kabel telepon tersebut dapat memunculkan gambar, tidak hanya suara. Nyatanya Internet pun berkembang terus, awalnya internet dimanfaatkan untuk email dan situs, kemudian dimanfaatkan untuk blog, situs jejaring sosial, situs berbagi video, televisi digital, konferensi video, game online dan lain-lain. Internet juga tidak lagi mengandalkan kabel telepon, melainkan sudah menggunakan teknologi Wireless Fidelity (Wi-Fi). Laptop generasi sekarang sudah dilengkapi fasilitas Wi- Fi dan area hotspot semakin banyak sehingga semakin mudah bagi seseorang untuk menjelajahi internet. Hadirnya internet dalam kehidupan masyarakat global terus berkembang memberikan inovasi–inovasi dan berbagai macam fitur baru. Situs hiburan, website, portal, media sosial merupakan beberapa diantaranya. Media jejaring sosial menjadi fokus tersendiri karena kehadirannya memberikan fenomena perubahan perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari. Salah satunya media sosial LINE. Perubahan cara berkomunikasi dalam media sosial yang kemudian terjadi dalam pembicaraan pada ruang-ruang obrol yang lebih intim misalnya dalam komunikasi dengan pasangan. Komunikasi dengan pasangan romantis yang biasanya terjadi dalam model komunikasi tatap muka, kini seakan tidak lagi memiliki batasan jarak dan waktu. Terlebih lagi ketika perkembangan teknologi komunikasi sekarang ini, memungkinkan orang-orang untuk berkomunikasi secara real time, melakukan video call, dan juga mengirimkan gambar atau video dengan cepat seperti yang di sajikan dalam platform LINE.

Universitas Sumatera Utara

LINE adalah salah satu contoh media sosial yang sangat digemari masyarakat Indonesia sekarang ini, terutama dikalangan remaja Medan. Bukan lain karena fitur-fiturnya yang banyak, efektif, menarik dan juga penggunaannya yang mudah dalam berkomunikasi ataupun dalam mencari informasi, baik itu informasi diluar keseharian dalam perkuliahan ataupun informasi tentang perkuliahan dan institusi. Business Developer Manager LINE Indonesia Inez Yorisya Kemala mengungkapkan pengguna aplikasi LINE di Indonesia terbanyak berasal dari kalangan usia 18-25 tahun. Para pengguna LINE ini adalah termasuk pengguna yang tergolong heavy sticker user atau hampir selalu menyisipkan stiker dalam setiap obrolan mereka, karena dinilai lebih ekspresif. Saat ini LINE digunakan oleh 90 juta orang Indonesia yang 80 persen di antaranya pengguna aktif. Secara global, aplikasi ini telah digunakan di 43 negara. Salah satu contoh dan yang akan menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah pengguna dari platform LINE itu sendiri (www.tekno.tempo.co). Bukti bahwa semakin banyak dan berkembang pesatnya pengguna LINE khususnya di Medan adalah dengan diresmikannya akun Official LINE Medan dari dua kota lainnya yang di luncurkan, yaitu Makassar dan Surabaya. LINE medan ini akan menyediakan beragam pengetahuan dan nasihat, sekaligus informasi terbaru seputar kota Medan. Sejalan dengan misi besar bertema “Closing the Distance” (menghapus jarak), demi menjadi portal cerdas yang menyambungkan lebih dari 230 pengguna secara global, LINE meluncurkan akun resmi di tiga kota besar tersebut pada 13 April. Tiga kota tersebut diketahui memiliki angka pengguna aktif, yang tinggi dan terus berkembang. Hal ini menginspirasi LINE untuk mengakomodasi antusiasme masyarakat di tiga kota besar tersebut dengan menyediakan platform komunikasi serta layanan yang lebih komperhensif. Akun-akun resmi ini mewadahi masyarakat agar dapat saling berbagi aspirasi, mengembangkan minat dan ketertarikan, mendekatkan satu sama lain, serta tumbuh bersama sebagai sebuah komunitas. Akun resmi ini akan menjadi penyambung aspirasi, sekaligus menjadi komunitas digital bagi masyarakat. Tersedia beragam informasi dan konten menarik yang berkaitan dengan isu di

Universitas Sumatera Utara

masing-masing daerah. Bahkan pada tahun 2017, LINE melaksanakan mini concert pertama kali di Medan dengan artis papan atas ibu kota sebagai pengisi acaranya (www.tekno.tempo.co). LINE adalah pesan instan (instant messaging) yang berasal dari perusahaan Jepang yang bernama NHN Corporation. Bahkan LINE telah menjadi instant messaging nomer satu terunduh di dunia pada tahun 2012. LINE mulai masuk ke Indonesia pada tanggal 28 Mei 2013 dan bahkan dalam satu bulan peluncuran LINE berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 750.000.000 dalam mendukung program konservasi orang utan oleh WWF Indonesia. Tidak hanya itu, LINE di Indonesia juga menempati urutan kelima di dunia di antara 43 negara dengan unduhan 23 juta kali dalam lima bulan sejak awal peluncuran. Meskipun di 2018 LINE tidak termasuk tiga besar aplikasi paling populer di dunia menurut DailySocialLid, Local App Preference Survey 2018, dimana posisi pertama ditempati oleh Whatsapp, kemudian diikuti oleh Youtube dan Facebook, LINE memliki prospek bagus di banding brand instant messaging lainnya. Karena LINE terdiri dari banyak fitur-fitur yang sangat inovatif seperti LINE Camera, LINE Card, LINE Tools, LINE Pop, LINE Play dan LINE antivirus. LINE juga menciptakan karakter seperti Beruang Coklat Brown, Kelinci Putih Cony, Si Botak Moon yang ekspresif, dan James Si Rambut Pirang yang narsis (Novan, 2013: 4). Fitur yang sangat sering digunakan oleh remaja selain bisa memiliki akun/user pribadi adalah LINE Official Account (LINE OA). LINE Official Account pada dasarnya memiliki dua jenis tipe. Jenis yang pertama adalah Official Account yang tercipta lebih dahulu hasil dari kerjasama dengan LINE. Inilah Official Account yang asli, yang ditandai dengan tanda centang hijau atau biasa disebut dengan verified. Sedangkan yang kedua merupakan pengembangan dari LINE Official Account sendiri yang dikenal dengan Line@ (Line at) yang bebas diciptakan hampir semua orang. Kebanyakan yang menggunakannya untuk keperluan bisnis.

Universitas Sumatera Utara

Berbeda dengan LINE Official Account, pasar LINE@ menyasar pengusaha-pengusaha kecil yang belum memiliki ‘nama’. LINE@ di sini memberikan biaya yang relatif lebih murah dibandingkan LINE OA yang memiliki biaya lebih mahal untuk nama besar mereka. Sehingga banyak bisnis yang mengarah kepada pelanggaran etika dalam media. Salah satu contohnya adalah cybersex atau cyberporn. Munculnya situs-situs pertemanan (media sosial) yang kian digandrungi jutaan penduduk dunia ternyata juga mampu memicu pergeseran nilai-nilai sosial dalam masyarakat, khususnya remaja. Media sosial telah menjadi bagian dari pengalaman tumbuh dewasa untuk para remaja (Griggs, 2009: 5). Salah satu periode dalam perkembangan adalah masa remaja. Saat ini remaja di seluruh dunia begitu lekat dengan internet, gawai dan media sosial. Mereka terus berkomunikasi dengan satu sama lain lewat media sosial, bahkan pada saat makan, berjalan dan belajar. Remaja bisa menghabiskan 10 hingga 12 jam untuk mengakses media sosial dan mengesampingkan belajar serta berkumpul dengan orang tua. Berbagai hal menjadi alasan media sosial begitu menarik bagi para remaja, beberapa alasannya yaitu untuk keperluan berkomunikasi, mencari informasi dan referensi, hingga hiburan. Perkembangan internet di Indonesia bedasarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, internet diminati oleh masyarakat dengan usia 19-34 tahun sebesar 49,52%. Sedangkan layanan terbanyak yang diakses pada tahun 2017 dalam penggunaan internet adalah chatting dengan persentase 89,35% dan diikuti peringkat kedua yakni media sosial dengan persentase 87,18%. Hal ini menunjukkan bahwa remaja pada tahun 2017 pengakses internet terbanyak (www.teknopreneur.com). Mahasiswa merupakan kalangan remaja yang akrab dengan perkembangan teknologi. Tentu sudah seperti suatu kewajiban untuk mempunyai berbagai media sosial dalam berkomunikasi serta mencari informasi. Remaja saat ini lebih banyak menghabiskan waktu dengan teknologi yang mereka miliki saat ini. Kebanyakan dari mereka (remaja) banyak mengakses internet untuk mendapatkan informasi hingga untuk sekedar mencari hiburan semata. Internet menjadi salah satu faktor

Universitas Sumatera Utara

yang mempengaruhi penggunaan gadget pada remaja, sehingga sebagian besar mereka memiliki komputer, laptop, Ipad atau telepon genggam sendiri (Dewi, 2015: 125). Semakin banyaknya media sosial yang muncul, menguntungkan banyak remaja di berbagai belahan dunia untuk berinteraksi dengan mudah dan dengan biaya yang murah daripada menggunakan telepon. Dampak positif yang lain dari adanya situs jejaring sosial adalah percepatan penyebaran informasi. Akan tetapi ada pula dampak negatif dari media sosial, yakni berkurangnya interaksi interpersonal secara langsung atau tatap muka, munculnya kecanduan yang melebihi dosis, serta persoalan etika dan hukum karena kontennya yang melanggar moral, privasi serta peraturan. Kemudahan yang didapat melalui media sosial membuat penggunanya lupa akan etika dalam bermedia, lupa bahwa adanya norma-norma yang harus ditaati, sehingga pelanggaran dalam bermedia sosial terjadi dalam aplikasi instan messenger LINE. Ini merupakan suatu contoh persoalan etika dan hukum dalam bermedia yang disebabkan oleh konten yang melanggar moral, privasi, serta peraturan. Eksploitasi seksual terbukti bahwa bukan lagi hanya terjadi dalam media- media nasional, namun juga terjadi dalam ruang yang lebih intim lagi, karena teknologi yang semakin memudahkan hal tersebut terjadi sedemikian rupa. Hal ini terbukti dengan ada dan sering terjadinya aktifitas sexting di kalangan remaja pada beberapa platform media sosial, khususnya pada platform LINE.

1.2 Fokus Masalah Fokus masalah yang ditelisik oleh peneliti berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya adalah “Bagaimanakah Netiket Bermedia Sosial para Remaja dalam Platform LINE terhadap sexting?”

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perilaku bermedia sosial remaja dalam konteks sexting pada platform LINE. 2. Untuk menganalisis netiquette bermedia sosial dari remaja pengguna media sosial platform LINE.

1.4 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperluas penelitian komunikasi serta pengalaman khususnya mengenai remaja dan etika bermedia sosial. Sehingga penelitian ini layak berkontribusi bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 2. Secara teori, penelitian ini diharapkan memperkaya khazanah penelitian berbasis deskriptif kualitatif di bidang ilmu komunikasi terutama untuk konsentrasi Jurnalistik. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih atau bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan agar dapat memberi pemahaman tentang etika dalam bermedia sosial.

Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma dan Perspektif Penelitian Paradigma merupakan suatu model teori ilmu pengetahuan dan kerangka berpikir. Menurut Guba dan Lincoln (dalam Wibowo, 2013: 36), paradigma adalah seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip utama dalam menentukan pandangan tentang dunia dan menjelaskan pada penganutnya tentang alam dunia. Artinya, paradigma bisa dikatakan sebagai suatu kepercayaan, cara pandang, atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya terhadap dunia. Cara pandang disebut juga perspektif. Sebagaimana diutarakan, perspektif dimaknai sebagai paradigma. Istilah ini pertama kali diperkenalkan Thomas Khun (dalam Vardiansyah, 2008: 50), yang sinonim dengan disciplinary matrix atau weltanschaung. Maka, definisi paradigma ilmu adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungan keilmuan yang akan mempengaruhi dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam upaya mencari dan menemukan pengetahuan ilmu dan kebenaran. Cresswel (dalam AW dan Kartajaya, 2011: 9) membedakan dua macam paradigma yakni kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif yakni sudut pandang dalam penelitian yang melihat hubungan antara fakta yang diteliti dengan peneliti yang bersifat dependen, sehingga fakta yang diteliti dalam berbagai dimensi bersifat subjektif dan tidak bebas nilai (Ardial, 2014: 520). Paradigma ilmu komunikasi berdasarkan metodologi penelitiannya, menurut Dedy Nur Hidayat (1999) yang mengacu pada pemikiran Guba dan Lincoln (1994) ada tiga paradigma yaitu: (1) Paradigma klasik yang mencakup positivisme dan post positivisme, (2) Paradigma konstruktivisme, (3) Paradigma kritis (dalam Bungin, 2008: 237).

Universitas Sumatera Utara

Paradigma inilah yang sangat mempengaruhi pandangan seseorang dalam mengambil suatu tindakan atau sesuatu hal apapun. Misalnya dua orang yang sama dihadapkan dengan suatu fenomena yang sama, atau suatu peristiwa yang sama, kemungkinan kedua orang tersebut akan memberi respon yang berbeda.

2.1.1 Paradigma Konstruktivisme Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya (dalam Morissan, 2009: 107). Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dalam pandangan konstruktivisme, dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana (Littlejohn, 2009: 180). Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak mengambarkan diri individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut. Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya, yaitu konstruksi pribadi atau konstruksi personal (personal construct) oleh George Kelly (dalam Littlejohn, 2009: 180). Ia menyatakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara mengelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai hal melalui perbedaannya.

Universitas Sumatera Utara

Paradigma konstrukivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivisme ini berada pada perspektif interpretivisme (penafsiran) yang terbagi dalam 3 jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi Massa Komunikasi bermedia (mediated communication) adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya dan banyak jumlahnya. Salah satu bentuk komunikasi bermedia adalah komunikasi bermedia massa (Sikumbang, 2014: 65). Sering kali istilah “media massa” dan “komunikasi massa” dipergunakan untuk tujuan yang sama. Sesungguhnya kedua istilah tersebut adalah singkatan dari “media komunikasi massa” (media of mass communication). Media massa adalah komunikasi dengan menggunakan sarana atau peralatan yang dapat menjangkau massa sebanyak-banyaknya dan area yang seluas-luasnya. Komunikasi massa tak akan lepas dari massa, karena dalam komunikasi massa, penyampaian pesannya adalah melalui media. McQuail (2005:3) menyatakan bahwa media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh para ahli komunikasi lainnya, antara lain oleh Jalaluddin Rakhmat (1992: 189) merangkum beberapa definisi komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Perkataan “dapat” dalam definisi komunikasi massa pada saat tertentu tidaklah esensial.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Literasi Media 2.2.2.1 Literasi Media Massa Kondisi media massa khususnya di Indonesia, rentan dengan campur tangan pemilik media. Akibatnya, banyak pesan yang ditampilkan melalui media massa, baik cetak maupun penyiaran menjadi bias kepentingan pemilik atau kelompok tertentu. Hal tersebut dibenarkan oleh McQuail (2011:245) yang menyebutkan bahwa media merupakan titik pusat dari tiga macam pengaruh yang saling tumpang tindih, yakni ekonomi, politik dan teknologi. Media massa sekarang ini tidak lagi dilihat sebagai sebuah media yang ditujukan untuk kepentingan publik semata, tetapi juga dilihat sebagai sebuah industri yang menguntungkan. Oleh karena itu, masyarakat perlu berhati-hati dalam menerima pesan yang disampaikan oleh media. Karena hal tersebut, banyak lembaga di Indonesia yang mulai mengembangkan pendidikan literasi media. Tujuannya, untuk mendidik masyarakat Indonesia agar kritis terhadap media dan tidak mudah dikontrol oleh media. Literasi media massa menurut James Potter (2013: 22-23) adalah “Seperangkat perspektif yang kita gunakan secara aktif saat mengakses media massa untuk menginterpretasikan pesan yang kita hadapi”. Ia meyakini bahwa media massa mampu memberikan dua efek sekaligus terhadap khalayak, yakni efek positif dan negatif. Tingginya terpaan pesan media massa yang bias kepentingan dianggap berpotensi memberikan dampak negatif bagi mereka. Oleh karenanya, kegiatan literasi media dinilai mampu membentengi khalayak dari dampak negatif media. Selain itu, kegiatan literasi media juga dilakukan untuk memberi pengetahuan dan keterampilan pada khalayak agar mengoptimalkan isi media demi kepentingan mereka. Secara sederhana, semakin seseorang terliterasi media, semakin mampu orang tersebut membangun hidup yang dia inginkan alih- alih membiarkan media membangun hidupnya sebagaimana yang media inginkan (Poerwaningtias, 2013:16) James Potter (2013:15-16) menambahkan bahwa literasi media dibangun dari tiga hal, yakni personal locus, struktur pengetahuan dan skills. Ketiga hal yang disebutkan Potter merujuk pada kemampuan khalayak dalam membaca dan

Universitas Sumatera Utara

menulis untuk mengkritisi media cetak dan kemampuan khalayak menangkap pesan audiovisual yang disampaikan oleh media penyiaran. Personal Locus merupakan tujuan dan kendali khalayak akan informasi. Ketika khalayak menyadari akan informasi yang dibutuhkan, maka kesadaran itulah yang akan menuntun mereka kepada proses pemilihan informasi lebih cepat. Hal kedua, yakni struktur pengetahuan merupakan seperangkat informasi yang terorganisasi dalam pikiran khalayak. Sementara skills merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi media atau dengan kata lain alat untuk meraih kesadaran kritis bermedia khalayak. Terdapat tujuh skills literasi media (Potter, 2013:18-22), yakni: 1. Analisis, Kemampuan yang diperlukan khalayak untuk mengurai pesan yang diterima kedalam elemen yang berarti. 2. Evaluasi, Kemampuan yang diperlukan untuk membuat penilaian atas hasil analisis. 3. Pengelompokkan, Kemampuan khalayak untuk mengkategorisasikan persamaan atau perbedaan elemen yang telah dievaluasi. 4. Induksi, Kemampuan khalayak untuk mengambil kesimpulan dari pengelompokkan sebelumnya, kemudian melakukan generalisasi ke dalam pesan yang lebih besar. 5. Deduksi, Kemampuan khalayak untuk menggunakan prinsip-prinsip umum untuk memberi penjelasan terhadap hal yang lebih spesifik. 6. Sintesis, Kemampuan khalayak untuk mengumpulkan elemen yang dikelompokkan sebelumnya agar menjadi suatu struktur yang baru. 7. Abstracting, Kemampuan khalayak untuk menciptakan deskripsi singkat, jelas dan akurat untuk menggambarkan esensi pesan secara lebih singkat. Selain dibangun dengan personal locus, struktur pengetahuan dan skills, terdapat tiga karakteristik literasi media. Karakteristik yang pertama ialah literasi media harus dilakukan secara berjenjang dan terus menerus, sehingga diperoleh pemahaman seutuhnya (Potter, 2013:24). Terdapat tiga jenjang literasi media, yakni:

Universitas Sumatera Utara

1. Jenjang awal, berupa kemampuan memahami jenis, kategori, fungsi, pengaruh dan penggunaan media. 2. Jenjang menengah, berupa pemahaman baik-buruk, proses produksi, perbedaan fakta-fiksi dan pengaruh iklan. 3. Jenjang tinggi, berupa pemahaman menyangkut industri, etika, regulasi, kritik, bahkan memproduksi media alternatif. Karakter kedua ialah literasi media perlu dikembangkan (Potter, 2013:25). Terdapat tiga hal yang perlu dikembangkan, yakni: 1. Kemampuan intelektual penggunaan media beserta pemahaman konten didalamnya. 2. Kemampuan emosi untuk merasakan apa yang dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain terkait pesan media 3. Mengembangkan kematangan moral. Karakter ketiga dari literasi media ialah multidemensional (Potter, 2013:23- 24), yang terdiri atas: 1. Dimensi Kognitif, merujuk pada proses mental dan pemikiran. (Contohnya: Informasi faktual, tanggal, nama dan pengertian). 2. Dimensi Emosi, merujuk pada perasaan yang dialami diri sendiri dan orang lain terkait konten media (Contohnya: Marah, senang, sedih, khawatir dan lain-lain). 3. Dimensi Estetika, Kemampuan untuk menikmati, memahami dan menghargai konten media secara artistik (Contohnya: Fotografi, pencahayaan, komposisi gambar dan lain-lain). 4. Dimensi Moral, Kemampuan untuk menangkap makna yang mendasari pesan, khalayak melihat konten media sebagai sebuah makna yang mengandung norma dan nilai moral baik atau buruk yang dibuat oleh pembuat pesan (Contohnya: Karakter antagonis, protagonis, gambar bermoral, gambar porno dan seterusnya dinilai menggunakan dimensi moral).

Universitas Sumatera Utara

Definisi lain mengenai literasi media juga dikemukakan oleh National Association for Media Literacy (NAMLE), yakni kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk (Poerwaningtias, 2013:18). Literasi media yang dikemukakan oleh NAMLE lebih berkembang dibanding yang dikemukakan oleh Potter. Jika Potter lebih menekankan pada kemampuan aktif menginterpretasi pesan menggunakan seperangkat perspektif dan juga beberapa skills, maka NAMLE melihat literasi media sebagai kemampuan untuk menjadi pemikir kritis sekaligus produsen yang kreatif untuk memperluas pesan. Meskipun demikian, kedua defenisi ini merujuk pada hal yang sama, yakni literasi media merupakan kemampuan untuk berpikir kritis terhadap pesan yang disampaikan media massa, sehingga khalayak lebih berdaya terhadap pesan-pesan yang ditampilkannya (Poerwaningtias, 2013:18). Dapat ditarik kesimpulan bahwa literasi media massa merupakan kemampuan yang harus dimiliki khalayak agar lebih kritis menganalisis, menginterpretasi dan menilai pesan-pesan dari media massa agar kemudian dapat diteruskan ke dalam bentuk pesan yang baru. Untuk mempelajari literasi media, diperlukan beberapa tahapan sebelum seseorang bisa memiliki kemampuan kritis sebagaimana yang diharapkan oleh tujuan literasi media. Jadi, literasi media bukan suatu kemampuan yang secara instan dimiliki seseorang agar berdaya di depan media massa, tetapi kemampuan yang senantiasa dikembangkan.

2.2.2.2 Literasi Media Digital Semakin luasnya jaringan komunikasi dan informasi mendorong pengguna media untuk semakin aktif, kritis dan juga interaktif untuk memilih media komunikasi. Belum lagi kehadiran media baru yang tidak bisa dilepaskan dari kelahiran internet (Abrar, 2003:37), memfasilitasi individu untuk menjelajahi dunia yang lebih luas dimana informasi dan koneksi tersedia tanpa batas. Defenisi internet atau interconnection networking sebagai jaringan komputer terbesar di dunia, yang menghubungkan semua jaringan komputer menggunakan kabel (wired) ataupun nirkabel (wireless) (Pratama, 2014:65). Internet memungkinkan komunikasi jarak jauh antar individu melintasi batas negara dan budaya. Sebab

Universitas Sumatera Utara

itulah literasi media semakin dibutuhkan guna membentuk masyarakat yang aktif, kritis, dan interaktif menggunakan internet sebagai media berkomunikasi. Istilah untuk menyebut literasi media pada media baru diantaranya adalah literasi digital. Istilah ini dipopulerkan oleh Paul Gilster (dalam Martin, 2009:7). Istilah literasi digital digunakan untuk menunjukkan aspek mendasar dari media baru, yakni digitalisasi. Adapun tiga pengertian literasi digital berdasarkan University of Illinois Urbana Campaign (dalam Pratama, 2014:120): 1. Literasi digital merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh pribadi agar dapat menggunakan beragam teknologi digital, peralatan komunikasi dan jaringan komputer untuk mempermudah mereka dalam membuat, menempatkan dan mengevaluasi informasi. 2. Literasi digital merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh pribadi untuk memahami dan menggunakan informasi kedalam format file untuk kemudian disajikan, ditampilkan, ataupun direpresentasikan melalui komputer dan perangkat komputer lainnya. 3. Literasi digital merupakan kemampuan pribadi yang diharapak dapat dimiliki agar dapat mengerjakan segala pekerjaan dengan efektif, menghasilkan data, mengolah data menjadi informasi, memperoleh pengetahuan dari teknologi yang digunakan, serta turut aktif dalam proses pengembangan teknologi terkini. Literasi digital merupakan kemampuan personal dari pengguna media dalam berkemampuan menggunakan teknologi dan untuk melakukan pengembangan teknologi. Sedangkan literasi digital juga mengenai kemampuan untuk menempatkan, mengorganisasi, memahami, mengevaluasi, dan menganalisis informasi dengan teknologi digital. Tidak semua orang berkemampuan menggunakan teknologi digital sekaligus berkemampuan menempatkan, mengorganisasi, memahami, mengevaluasi dan menganalisis informasi. MacQuarrie (dalam Amalia, 2016: 12) mengungkapkan sebuah studi yang menghasilkan temuan bahwa digital native yang menguasai cara menggunakan beberapa teknologi digital memiliki

Universitas Sumatera Utara

kekurangan dalam hal mengevaluasi dan mengkritisi informasi. Padahal, Nicholas C. Burbules (dalam Virginia Montecino, 1998) mengatakan: “... Web bukanlah merupakan sebuah sistem referensi biasa. Web memiliki beberapa keunikan dan dalam banyak hal, kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menyulitkan tugas memilah sesuatu yang dipercaya dari informasi yang tidak dipercaya dan bahkan mempersulit suatu pemikiran yang mana kita memiliki rasa yang jelas dari perbedaan itu. Bagaimana untuk membedakan kredibilitas dari informasi penipuan bukanlah masalah baru, tapi mengungkap ini ke dalam konteks”. Oleh sebab itulah, Virginia Montecino (1998) memberikan guidelines yang dapat digunakan untuk membantu pengguna internet dalam menilai kredibilitas sumber-sumber WWW, beberapa diantaranya: 1. Mencermati Kualifikasi dan hubungan antara subjek yang ditulis dengan siapa yang menulis. Periksa apakah penulis memang ahli di bidang yang ia tulis. 2. Mencermati keterlibatan penulis dengan suatu asosiasi lembaga atau organisasi. Hal ini dapat dilihat melalui link sponsor atau link asosiasi ataupun kontak yang dapat dihubungi misal telepon atau e-mail. Meskipun demikian, bukan bearti semua konten dari penulis yang terasosiasi dengan suatu lembaga atau organisas telah disetujui dan dapat dianggap sumber yang kredibel. 3. Periksa kembali apakah tulisan dari penulis pernah diulas oleh cendikiawan atau profesional. Meskipun bukan bearti tulisan yang belum pernah diulas tidak kredibel. 4. Periksa hubungan antara penulis dengan konten yang ia tulis. Hal ini terkait dengan objektivitas penulis. Apakah penulis bermaksud memberikan informasi ataukah mempromosikan suatu produk. Meskipun bukan berarti hal ini buruk atau menjadikan informasi kredibel atau tidak kredibel, tetapi ini menjelaskan hubungan antara penulis dengan apa yang ia tulis. 5. Periksa apakah penulis menyertakan referensi atau daftar pustaka jika mereka menggunakan atau meminjam pemikiran orang lain.

Universitas Sumatera Utara

6. Memperhatikan website dari informasi yang digunakan, apakah berasal dari personal home pages, special interest sites, professional sites, news anda journalistic sites atau commercial sites. 7. Memperhatikan nama domain, seperti (.edu)- Education sites, (.gov)- Government sites, (.org)- Organization sites, (.com)- Commercial sites, (.net)- Network infrastructures dan seterusnya. Serupa dengan literasi media massa, literasi digital memerlukan beberapa kompetensi untuk dikuasai. Akan tetapi, kompetensi yang diperlukan untuk menguasai literasi digital sedikit banyak berbeda dengan kemampuan yang diperlukan untuk menguasai literasi media. Pertama, Dobson T dan Willinsky J menyebutkan kompetensi literasi informasi berupa penguasaan bagaimana mengakses informasi dan bagaimana menggunakan informasi yang telah dikumpulkan. Selama mengakses media digital, pengguna akan dihadapkan pada metode kolaboratif yang difasilitasi internet, yakni berupa tagging, feeds, dan social media sites like. Tagging merupakan metode yang digunakan untuk menandai seseorang apabila pengguna lain membuat tautan ke profilnya. Feeds merupakan metode yang dapat menampilkan berita sesuai aktivitas ataupun koneksi yang dimiliki oleh seorang pengguna. Social media sites like merupakan metode untuk memberi tahu teman bahwa anda menikmati postingannya, tanpa meninggalkan komentar (Amalia, 2016: 13). Kedua, kompetensi collaborative tools berupa pemahaman yang benar terkait etika dan ketrampilan menggunakan media sosial (online) agar dimungkinkan memperoleh kolaborasi dan kontribusi informasi. Ketiga, kemampuan negosiasi disebutkan juga oleh Jenkins (2007) sebagai “Kemampuan untuk mendekati komunitas yang beragam, memahami berbagai perspektif, dan memegang serta mengikuti norma-norma”. Keempat, reproduction literacy berupa menggunakan peralatan digital untuk mengedit dan mengkombinasi informasi menjadi bentuk yang baru. Kelima, social-emotional literacy berupa penggambaran sosial dan emosional melalui komunikasi secara online.

Universitas Sumatera Utara

Sejauh ini, terlihat bagaimana perbedaan literasi media massa dengan literasi digital pada aspek penggunaan teknologi digital yang dimungkinkan untuk mengkombinasi informasi dan penggunaan pesan multimedia. Selain itu, perbedaannya terdapat pada aspek interaktivitas yang sangat ditonjolkan oleh media digital, yakni menciptakan informasi yang sebelumnya dalam media massa tidak bisa dilakukan secara interaktif. Implikasinya, pemahaman lebih mendalam dan kritis diperlukan oleh pengguna media digital untuk mengidentifikasi setiap pesan yang disampaikan dalam media digital (merujuk pada internet). Hal lainnya yang baru dalam literasi digital ialah kemampuan membangun hubungan sosial dan membentuk jaringan online yang disebutkan oleh European Commission (2009) sebagai kemampuan berkomunikasi.

2.2.3 Media Baru (New Media) Denis McQuail dalam buku Teori Komunikasi Massa (2011) menjelaskan, ciri utama media baru yaitu: a) Adanya saling keterhubungan (Interkonektivitas). b) Aksesnya terhadap khalayak individu sebagai penerima maupun pengirim pesan. c) Kegunaan yang beragam sebagai karakter yang terbuka. d) Sifatnya yang ada di mana-mana. Perkembangan teknologi komunikasi belakangan ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan kemunculan media baru merupakan salah satu hasil dari perkembangan teknologi komunikasi yang baru dan digital. Komunikasi, dalam prakteknya, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, organisasi maupun negara; telah banyak memanfaatkan media baru sebagai salah satu alat untuk mendukung proses komunikasi. Sama halnya dengan media cetak dan media elektronik, New media pun memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi kepada target komunikasi (audiens). Media baru atau disebut juga media digital adalah media yang kontennya berbentuk gabungan data, teks, suara, dan berbagai jenis gambar yang disimpan dalam format digital

Universitas Sumatera Utara

dan disebarluaskan melalui jaringan berbasis kabel optik broadband, satelit dan sistem transmisi gelombang mikro (Flew, 2005:2-3). Hingga saat ini masih belum ada kerangka teori yang mempelajari secara khusus dan jelas apakah itu media baru. Akan tetapi, penulis akan menjelaskan pengertian media baru secara umum dan mewakili semaksimal mungkin karakteristik dari media baru. Mungkin hal yang dipertanyakan disini adalah media seperti apa yang dikategorikan sebagai media baru, yang pada akhirnya dapat membedakannya dengan media lainnya. Mungkin saja para pembaca akan berpikir bahwa media baru yang dimaksud disini adalah media yang memiliki perkembangan dan teknologi generasi terbaru atau bisa saja, produk teknologi yang akan mengeluarkan suatu lini produk terbaru di tahun yang akan mendatang dengan spesifikasi yang lebih canggih. Akan tetapi, media baru menurut Miles, Rice dan Barr dalam New Media: An Introduction 3rd Edition (dalam Flew, 2005: 2) merupakan suatu media yang merupakan hasil dari integrasi maupun kombinasi antara beberapa aspek teknologi yang digabungkan, antara lain teknologi komputer dan informasi, jaringan komunikasi serta media dan pesan informasi yang digital. Editor dari buku Handbook of New Media, Lievrouw dan Livingstone, pada tahun 2006 mendefinisikan new media sebagai gabungan dari teknologi komunikasi dan informasi (Information Communication Technology) yang terkait dengan beberapa konteks sosialnya yang tergabung ke dalam tiga elemen, yaitu: peralatan dan perlengkapan teknologi; aktivitas, praktek dan penggunaan; serta susunan sosial dan organisasinya yang terbentuk di sekitar peralatan dan penggunaannya (dalam McQuail, 2000: 39).

2.2.3.1 Internet Secara umum media massa terbagi dalam tiga jenis, (Vivian, 2008: 15): a. Media massa cetak, yaitu media massa yang dicetak dalam lembaran kertas. b. Media massa elektronik, yaitu media massa yang isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio, televisi, dan film.

Universitas Sumatera Utara

c. Media massa online, yaitu media massa yang menggunakan sistem internet. Saat ini dari tiga jenis media massa yang telah disebutkan sebelumnya, media massa online banyak dipilih sebagai sarana untuk bertukar informasi. Online dalam konteks ini diartikan sebagai menggunakan komputer atau sumber informasi lain yang terhubung ke jaringan untuk mengakses informasi dan layanan dari komputer lain atau sumber informasi lainnya. Sedangkan jaringan adalah sistem komunikasi yang menghubungkan dua komputer atau lebih. Internet adalah contoh jaringan yang terbesar (William dan Sawyer, 2007:5). Internet pada dasarnya merupakan suatu jaringan dengan beberapa perangkat komputer yang terhubung satu sama lain. Dimana jaringan ini dapat mengakses pesan elektronik, termasuk e-mail, pengiriman/transmisi pesan, dan komunikasi dua arah antar individu atau antar komputer (Severin dan Tankard, 2009: 6). Kemunculan media baru turut membawa perubahan pola komunikasi manusia. Media baru, dalam hal ini internet sedikit banyak mempengaruhi cara individu bekomunikasi dengan individu lainnya. Seperti yang dikatakan oleh McNamus (dalam Nasrullah, 2014: 1) bahwa ada pergeseran dari ketersediaan media yang dahulu langka dengan akses yang juga terbatas menuju media yang melimpah. Keberadaan media baru memberi ruang tersendiri bagi masyarakat karena media baru menawarkan banyak kelebihan. Kehadiran jenis-jenis media baru telah memperluas dan merubah keseluruhan ketidakmungkinan hubungan sosio teknologi terhadap komunikasi publik. Internet adalah salah satu bentuk dari media baru (new media) dimana internet merupakan bentuk konvergensi dari berbagai media seperti radio, televisi dan telepon. Penemuan komputer pada tahun 1960-an hingga 1990-an ternyata mampu menciptakan masyarakat dunia global. Sehingga tanpa disadari internet telah membentuk komunitas manusia menjadi dua dunia kehidupan, yakni kehidupan masyarakat nyata dan masyarakat maya (cybercomunity). Kebanyakan dari anggota masyarakat maya menjadi penduduk tetap dalam masyarakat tersebut dengan memiliki alamat rumah seperti email, website dan lain sebagainya (Bungin, 2006: 164).

Universitas Sumatera Utara

DiMaggio (dalam Arthapaty, 2011: 1) mendefinisikan internet sebagai jaringan elektronik dari jaringan yang menghubungkan orang dan informasi melalui komputer dan semakin bertambah melalui teknologi media lainnya. Internet adalah salah satu bentuk dari media baru. Internet dinilai sebagai alat informasi paling penting untuk dikembangkan ke depannya. Internet memiliki kemampuan untuk mengkode, menyimpan, memanipulasi, dan menerima pesan. Internet merupakan sebuah media dengan segala karakteristiknya. Internet memiliki teknologi, cara penggunaan, lingkup layanan, isi, dan image sendiri. Internet tidak dimiliki, dikendalikan atau dikelola oleh sebuah badan tunggal. Tetapi merupakan sebuah jaringan komputer yang secara terhubung secara intensional dan beroprasi berdasarkan protokol yang disepakati bersama. Sejumlah organisasi khususnya provider dan badan telekomunikasi berperan dalam operasi internet (McQuail, 2005: 28-29). Menurut Bagdakian (2008: 114), internet juga dianggap memiliki kapasitas besar sebagai media baru. Tidak hanya memperkecil jarak dalam mengkomunikasikan pesan, teknologi komputer dan internet juga telah berkembang dan mengeleminasi penggunaan koneksi kabel, namun tetap bisa memfasilitasi transmisi informasi yang sangat cepat ke seluruh dunia. Duplikasi dan penyebaran materi dari internet ini bisa mencapai jangkauan yang sangat luas. Satu orang khalayak bisa mengunduh, kemudian menyebarkan pada orang-orang dalam jaringan pertemanan atau jaringan kerjanya. Internet sebagai media baru pada prinsipnya dapat dimanfaatkan oleh siapapun dan untuk kepentingan apapun. Situs dapat dimanfaatkan untuk mencari pengetahuan sebagai bahan pelajaran ataupun tulisan namun situs juga sering sekali menampilkan gambar-gambar porno yang dapat merusak akhlak manusia terutama anak kecil karena sudah banyak anak kecil yang mahir bermain internet. Akan tetapi semua itu dikembalikan kepada pengguna internet yang sebagian besar masih memanfaatkan internet untuk hal-hal yang positif.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3.2 Sejarah Internet Bila melihat sejarah, jaringan Internet sebenarnya sudah dimulai sekitar tahun 1970-an, hanya saja perkembangannya yang menakjubkan baru terjadi sekitar awal tahun 2000 (Oetomo, 2007: 51). Sejak 1999, Internet telah memiliki 200 juta lebih pemakai di seluruh dunia, dan jumlah ini meningkat cepat. Lebih dari 100 negara terhubung dengan Internet untuk bertukar data, berita dan informasi lainnya (Fathul, 2002: 144). Jaringan Internet ini pertama kali dikembangkan oleh Defence Advance Research Project Agency (ARPHA- Dehun 1983 saat protocol parlemen Pertahanan USA) pada tahun 1973 dengan membangun jaringan ARPHA-net yang dimaksudkan untuk menghubungkan beberapa jenis jaringan paket data seperti BITnet, Csnet, NSFnet dan lain-lain. Internet bisa dikatakan berdiri pada tahun 1983 saat protocol TCP/IP mulai digunakan. Saat itu Internet belum dikenal oleh masyarakat umum, namun hanya digunakan oleh kalangan akademis dan riset. Internet baru mulai berkembang pesat sejak tahun 1993 setelah Mosaic, penjelajah World Wide Web (WWW) dengan kemampuan grafis pertama dikenalkan. Hadirnya layanan World Wide Web (WWW) dan penjelajahnya inilah yang menjadi titik belok perkembangan Internet dari hanya digunakan oleh kalangan akademis dan riset menjadi digunakan oleh masyarakat umum. Internet juga menyediakan mesin pencari seperti browser dan search engine. Melalui mesin ini, informasi atau teks dalam situs manapun dapat dilacak sehingga para pengguna dapat melakukan browsing acak secara cepat dan sistematis. Internet juga menyedikan banyak aplikasi yang memanjakan penggunanya agar dapat saling terkoneksi satu sama lain, seperti surat elektronik (e-mail), surat bersuara (voice note), sistem percakapan tertulis (chat), media sosial dan lain-lain. Di Indonesia, jaringan Internet mulai dikembangkan pada tahun 1983 di Universitas Indonesia, berupa UINet oleh Joseph F.P Luhukay yang ketika itu baru saja menamatkan Program Doktor Filosofi Ilmu Komputer di Amerika Serikat. Jaringan itu dibangun selama empat tahun. Luhukay, di tahun yang sama juga mulai mengembangkan University Network (Uninet) di lingkungan

Universitas Sumatera Utara

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan jaringan komputer dengan jangkauan yang lebih luas yang meliputi Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Surabaya, Universitas Hasanudin dan Dirjen Dikti (Oetomo, 2007: 52).

2.2.4 Media Sosial Sebelum mendefinisikan media sosial, sebaiknya peneliti mengartikan terlebih dahulu media itu sendiri. Media adalah instrumen dalam komunikasi, seperti surat kabar atau radio, jadi media sosial dapat diartikan sebagai instrumen sosial dalam berkomunikasi. Mengingat istilah Web 2.0, media sosial tidak hanya merupakan jaringan yang hanya memberikan informasi saja, akan tetapi juga interaksi ketika terjadi pertukaran informasi. Interaksi dapat semudah ketika dimintai pendapat atau dukungan atas suatu artikel, atau dapat pula hal kompleks seperti merekomendasikan film dengan rating tinggi yang sesuai dengan minat. Media sosial, dengan kata lain merupakan jalan dua arah yang memberikan kesempatan untuk mendapat informasi, dengan kelebihan memberikan reaksi kita terhadap informasi tersebut. Tercantum di dalam buku Social Media Marketing: An Hour A Day (Evans, 2012: 33), sosial media memiliki beberapa karakteristik yang membuatnya berbeda dengan media tradisional seperti surat kabar, televisi, buku dan radio. Perlu diingat bahwa hal ini tidak berarti “memakai saja” namun dilengkapi dengan seperangkat alat yang dapat memberitahu apa yang sedang anda lakukan sekarang, dan dalam kelompok diskusi pada Wikipedia, “Audiensnya dapat ikut berpartisipasi dalam media sosial dengan menambahkan komentar atau bahkan mengedit sendiri artikelnya.” Menurut Kotler & Keller (2012: 570) media sosial untuk para pemakainya merupakan media untuk membagikan informasi teks, gambar, audio dan video dengan pemakai lainnya dan dengan perusahaan dan lain sebagainya. Media sosial memberikan kesempatan bagi para pemakainya untuk memberikan opini publik dan melakukan aktivitas komunikasi. Media sosial pun sudah mulai dipakai oleh banyak perusahaan untuk kegiatan marketing maupun public relations.

Universitas Sumatera Utara

Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran, dibutuhkan modal yang cukup besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses media sosial dengan menggunakan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna media sosial dengan bebas bisa menyunting (edit), menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model konten lainnya. Media sosial, sesuai namanya merupakan media yang memungkinkan penggunanya untuk saling bersosialisasi, dan berinteraksi, berbagi informasi maupun menjalin kerjasama (Rohmadi, 2016: 1). Rogers (dalam Hamidati dan Fajar, 2011: 15) menguraikan tiga ciri-ciri media baru yaitu: 1. Interactivity yaitu bersifat interaktif yang tingkatannya mendekati sifat interaktif pada komunikasi antarpribadi secara tatap muka. 2. De-massification yaitu memiliki kontrol pengendalian terhadap pesan yang dipertukarkan. 3. Asynchronous yaitu kemampuan media baru untuk mengirimkan dan menerima pesan pada waktu yang dikehendaki oleh peserta komunikasi. Dapat di tarik kesimpulan bahwa media sosial merupakan instrumen dalam komunikasi yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi, dengan kelebihan memberikan reaksi kita terhadap informasi tersebut yang berupa teks, gambar, audio dan video. Dengan semakin berkembang pesatnya media sosial, hal tersebut sangat membantu kegiatan keseharian penggunanya.

2.2.5 LINE LINE Corporation berbasis di Jepang dan diubah namanya dari NHN Japan Corporation pada tanggal 1 April 2013, dan mengoperasikan bisnis LINE, matome, dan . Sejak meluncurkan LINE pada bulan Juni 2011, LINE Corporation telah menempatkan inti bisnisnya pada layanan ini dan secara

Universitas Sumatera Utara

aktif mendorong perluasan layanan lebih lanjut dalam skala global, serta mempercepat pengembangan LINE sebagai sebuah platform. LINE telah menjadi instant messaging nomer satu terunduh di dunia pada tahun 2012. LINE mulai masuk ke Indonesia pada tanggal 28 Mei 2013 dan bahkan dalam satu bulan peluncuran LINE berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 750.000.000 dalam mendukung program konservasi orang utan oleh WWF Indonesia. Tidak hanya itu, LINE di Indonesia juga menempati urutan kelima di dunia di antara 43 negara dengan unduhan 23 juta kali dalam lima bulan sejak awal peluncuran. Meskipun di 2018 LINE tidak termasuk tiga besar aplikasi paling populer di dunia menurut DailySocialLid, Local App Preference Survey 2018, dimana posisi pertama ditempati oleh Whatsapp, kemudian di ikuti oleh Youtube dan Facebook, LINE memliki prospek bagus di banding brand instant messaging lainnya. Karena LINE terdiri dari banyak fitur-fitur yang sangat inovatif seperti LINE Camera, LINE Card, LINE Tools, LINE Pop, LINE Play dan LINE antivirus. LINE juga menciptakan karakter seperti Beruang Coklat Brown, Kelinci Putih Cony, Si Botak Moon yang ekspresif, dan James Si Rambut Pirang yang narsis (Novan, 2013: 4). Fitur yang sangat sering digunakan oleh remaja selain bisa memiliki akun/user pribadi adalah LINE Official Account (LINE OA). LINE Official Account pada dasarnya memiliki dua jenis tipe. Jenis yang pertama adalah Official Account yang tercipta lebih dahulu hasil dari kerjasama dengan LINE. Inilah Official Account yang asli, yang ditandai dengan tanda centang hijau atau biasa disebut dengan verified. Sedangkan yang kedua merupakan pengembangan dari LINE Official Account sendiri yang dikenal dengan Line@ (Line at) yang bebas diciptakan hampir semua orang, yang menggunakannya untuk keperluan bisnis. Fitur-fitur yang ditawarkan oleh LINE kepada penggunanya sangat bervariatif, sehingga memudahkan penggunanya untuk berkomunikasi dengan yang lain. Inovasi fitur terbaru tersebut juga dirasa sangat dekat dengan keperluan para penggunanya seperti sticker-sticker dan emoticon yang di tawarkan. LINE juga memberi kesempatan penggunanya untuk membuat sticker mereka sendiri, sehingga hal tersebut membuat ketertarikan penggunanya dengan LINE.

Universitas Sumatera Utara

2.2.6 Pornografi “Porno” dan “Pornografi” sudah tidak asing lagi bagi kita semua, namun definisi dari pornografi itu sendiri tidak jelas karena ragam budaya dan juga adat istiadat yang berbeda beda menjadikan definisi pornografi juga berbeda. Banyak seniman yang mengekspresikan ide mereka dalam banyak bentuk karya seni, namun kadang sesuatu yang dianggap sebuah seni melainkan sebagai pornografi. Hal ini yang menyebabkan definisi dari pornografi memiliki banyak persepsi tergantung dari sudut pandang mana seseorang mendefinisikan suatu objek tertentu sehingga dapat mengatakan bahwa objek tersebut merupakan pornografi. Kata pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu pornographos yang terdiri dari dua kata porne (=a prostitute) berarti “prostitusi atau pelacuran” dan graphein (=to write, drawing) berarti “menulis atau menggambar”. Secara harfiah dapat diartikan sebagai tulisan tentang atau gambar tentang pelacur, (terkadang juga disingkat menjadi “porn” atau “porno”) adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara terbuka (eksplisit) dengan tujuan memenuhi hasrat seksual (Mutia dalam Kesumastuti, 2010: 96). Pengertian pornografi dalam Undang Undang Nomor Tahun 2008 tentang ponografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukkan di muka umum, yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Secara garis besar dalam wacana porno atau penggambaran tindakan pencabulan (pornografi) kontenporer ada beberapa varian pemahaman porno yang dapat dikonseptualisasikan menjadi pornografi, pornoaksi dan pornosuara. Dalam kasus tertentu semua kategori konseptual itu dapat menjadi sajian dalam satu media, sehingga melahirkan konsep baru yang dinamakan promedia. Menurut Bungin menjelaskan pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang serontak, jorok, dan vulgar membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual (Bungin, 2005: 124).

Universitas Sumatera Utara

Konsep porno media meliputi realita porno yang diciptakan oleh media seperti gambar-gambar dan teks-teks porno yang dimuat melalui media cetak, film-film porno yang ditayangkan di televisi, cerita-cerita cabul yang disiarkan di radio, provider telepon yang menjual jasa-jasa suara rayuan porno dan sebagainya serta proses penciptaan realitas porno itu sendiri. Seperti proses tayangan- tayangan gambar serta ulasan-ulasan pencabulan media massa. Proses rayuan yang mengandung rangsangan seksual melalui sambungan telepon, penerbitan teks-teks porno, dan sebagainya. Bentuk-bentuk porno media antara lain: a. Pornografi adalah gambar-gambar pencabulan yang lebih banyak menonjolkan bentuk tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang seronok, jorok dan vulgar, membuat orang yang melihatnya terangsang secara seksual. Pornografi dapat diperoleh dalam bentuk foto, poster, gambar video, film, atau alat visual lainnya yang membuat gambar atau kegiatan pencabulan. b. Pornoteks adalah karya pencabulan (porno) yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual dalam berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar. Penggambaran yang detail secara narasi terhadap hubungan seks menyebabkan terciptanya theatre of mind pembaca tentang arena seksual yang sedang berlangsung, sehingga fantasi seksual pembaca menjadi menggebu-gebu terhadap objek hubungan seks yang sedang digambarkan itu. c. Pornosuara adalah suatu tuturan kata-kata dan kalimat yang diucapkan seseorang yang langsung atau tidak langsung secara halus atau vulgar melakukan rayuan seksual dengan suara atau tuturan tentang objek seksualitas atau aktifitas seksualnya. d. Pornoaksi adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh penonjolan bagian tubuh yang dominan memberikan rangsangan seksual sampai dengan aksi mempertontonkan payudara dan alat vital yang tidak disengaja atau disengaja memancing nafsu seksual orang yang melihatnya. Hal-hal yang memiliki unsur seksual memang sudah terjadi di beberapa media massa seperti televisi, radio dan koran dengan materinya masing-masing seperti dalam bentuk teks, audio, visual dan audiovisual yang di sajikan.

Universitas Sumatera Utara

2.2.6.1 Perkembangan Pornografi di Indonesia Pornografi di Indonesia merupakan perbuatan yang ilegal, namun penegakan hukumnya lemah dan intrepretasinya pun tidak sama dari waktu ke waktu. Bidang pertelevisian merupakan salah satu media yang paling banyak menyumbang persebaran pornografi sebelum tahun 2000-an, karena masa itu masyarakat belum mengenal internet. Film Antara Bumi dengan Langit merupakan film pertama yang mengandung unsur pornografi yang diputar pada tahun 1955 yang menampilkan adegan ciuman antara Frieda dan S. Bono (http://wikipedia.com). Memasuki tahun 1970-an persebaran pornografi di Indonesia kian memarak, ini dibuktikan dengan banyaknya film yang menjurus ke pornografi seperti Bernafas di Atas Ranjang, Satu Ranjang Dua Cinta, Wanita Simpanan, Nafsu Birahi, yang beredar di masyrakat yang dipertontonkan dalam bentuk hiburan layar tancap (http://wikipedia.com). Pengaruh kemajuan teknologi informasi pada tahun 2000-an semakin terasa dan sukar dihindari. Kehadiran parabola televisi, Video Compact Disc (VCD), laser disc, Digital Versaitle Disc (DVD) dan internet, semuanya membuat film dan gambar panas semakin mudah ditemukan, baik di kota-kota sampai ke pedesaan sekalipun. Tersedianya kamera video dan videophone dengan harga relatif murah telah memungkinkan orang merekam adegan-adegan panas, yang pada mulanya dimaksudkan hanya untuk koleksi pribadinya. Namun setelah masyarakat mengenal internet, tak sedikit yang mengunggah video panas mereka ke situs-situs tertentu seperti youtube dan berujung pada hukum Indonesia seperti kasus Ariel Noah, Hannah Annisa dan Maria Eva. Majalah Playboy edisi Indonesia, adalah media cetak yang terbit pertama kali pada April 2006 yang merupakan majalah khusus pria dewasa yang isinya penuh dengan pornografi. Namun di tahun pertama terbit, majalah Playboy langsung mendapat tentangan keras dari masyarakat dan hasil akhirnya majalah tersebut dilarang beredar di Indonesia dan pengadilan mempidanakan pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan majalah tersebut. Berawal dari kasus majalah Playboy pemerintah semakin giat menggagas undang-undang anti pornografi.

Universitas Sumatera Utara

Ironisnya masih banyak majalah yang mengandung unsur pornografi sejenis Playboy yang masih bebas beredar di Indonesia misalnya majalah Popular yang di dalamnya banyak membahas masalah seksualitas dan menampilkan foto-foto model yang vulgar (htt://wikipedia.com). Hadirnya Internet di Indonesia mengakibatkan banyak masyarakat mulai meninggalkan media cetak dan beralih menggunakan internet untuk menggali informasi. Hal itu dikarenakan mencari informasi dari media cetak harus menunggu waktu terbit media cetak tersebut untuk memperolehnya. Sedangkan jika menggunakan internet setiap orang dapat kapan saja mencari informasi yang diinginkan asalkan jaringan internet tersedia. Pemanfaatan internet oleh masyarakat Indonesia masih banyak untuk hal yang kurang bermanfaat dalam artian hanya sekedar mengikuti tren agar tidak dianggap ketinggalan zaman atau hanya untuk mencari kepuasan biologis dengan mengakses situs-situs porno. Data hasil survei media cetak Cina tahun 2009 menyebutkan di Asia, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai pembuka situs porno. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pornografi di negara kita sangat banyak (http://radarsolocom). Melalui media massa segala informasi yang penting dapat diperoleh dengan mudah oleh seseorang yang berada di daerah terpencil sekalipun. Seiring berkembangnya media massa maka kehidupan sosial, ekonomi dan budayanya juga mengalami perkembangan serta perubahan. Sehingga media massa merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya suatu perubahan dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak dan cepat kepada audience (pendengar) yang luas dan heterogen (Nurudin, 2007: 23). Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tidak terbatas. Dua fungsi dari media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi (Rakhmat dan Kesumastuti, 2010: 17).

Universitas Sumatera Utara

2.2.6.2 Sexting Chatting merupakan sarana yang ditawarkan internet untuk pertukaran informasi di dunia yang tidak nyata atau dunia maya. Aplikasi chatting adalah aplikasi pendukung untuk saling berkomunikasi, sifatnya bisa melalui individu dengan individu atau individu dengan kelompok. Pengguna aplikasi chatting dalam pelaksanaannya dapat berupa teks, simbol, audio, maupun audio visual. Penelitian Jackson (dalam Ningtias, 2015: 44) dengan adanya pertukaran informasi sesama pengakses aplikasi chatting ditemukan bahwa dahulu seseorang (khususnya remaja) cenderung jatuh cinta dengan orang yang sudah dikenal dengan baik, seperti teman sekolah, teman bermain dan tetangga. Perubahan cara berkomunikasi terjadi dalam pembicaraan pada ruang- ruang obrolan yang lebih intim misalnya dalam komunikasi dengan pasangan atau teman terdekat. Komunikasi dengan pasangan romantis yang biasanya terjadi dalam model komunikasi tatap muka, kini seakan tidak lagi memiliki batasan jarak maupun waktu. Komunikasi yang biasanya akan terhenti karena terbatasnya jarak dan waktu sekarang ini dapat dihindari dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi. Terlebih lagi ketika perkembangan teknologi komunikasi sekarang ini memungkinkan orang-orang untuk berkomunikasi secara real time, melakukan video call, dan juga mengirimkan gambar atau video dengan cepat. Dampak sosial media yang termasuk kategori konten tidak layak adalah sexting. Sexting didefinisikan sebagai suatu tindakan mengirimkan, menerima, atau meneruskan pesan berupa teks, gambar, atau video yang mengandung konten porno (Attorney dalam O’Keeffe dan Pearson, 2011: 801). Sexting mengarah pada suatu tindakan seksual yang tidak dikehendaki berupa dorongan atau paksaan untuk mengajak orang lain berbicara tentang seks, melakukan seks, membagikan informasi pribadi dapat dijelaskan melalui rendahnya kesadaran anak pada isu privacy. Eksploitasi seksual bukan lagi hanya terjadi dalam media-media nasional namun juga terjadi dalam ruang yang lebih intim lagi, karena teknologi yang semakin memudahkan eksploitasi untuk dilakukan maka aktifitas sexting ini sering terjadi dikalangan remaja. Sexting sendiri menurut Livingstone (dalam

Universitas Sumatera Utara

Ringrose dan Harvey, 2015: 9) adalah mengkomunikasikan konten yang secara eksplisit bernada seksual melalui pengiriman pesan teks, ponsel pintar, atau visual dan aktifitas sosial media. Selanjutnya Lenhart (dalam Ringrose dan Harvey, 2015: 9) mendefinisikan sexting sebagai menerima atau mengirim gambar telanjang ataupun semi telanjang yang bernada seksual. Hasil studi menunjukkan bahwa kata “sexting” sendiri selama ini digunakan untuk mendeskripsikan berbagai macam aktivitas, namun secara umum kata sexting digunakan untuk mendeskripsikan pembuatan dan penyebaran gambar bernada seksual oleh perorangan.

2.2.6.3 Prediksi Penyebab Sexting Sexting terjadi apabila adanya hal yang menjadi pemicu sehingga hal tersebut terjadi, di bawah ini adalah beberapa prediksi dari penyebab terjadinya sexting (dalam Farouk, 2008:7 dan Ringrose, Gill, Livingstone dan Harvey, 2012: 7-8): 1. Kecanggihan Teknologi Informasi: Kecanggihan dokumentasi digital, storage serta kemudahan transfer, ditambah dengan ekspansi besar-besaran ke seluruh lapisan masyarakat serta biaya yang rendah, menjadikan media teknologi informasi melesat jatuh ke tangan berbagai lapisan dengan strata usia penggunanya tanpa literasi media. Kegagapan tentang potensi begitu mudahnya dokumentasi serta transfer media digital, yang mungkin saja sengaja tidak sengaja mengalir ke ranah publik. Kesadaran atas potensi pembunuhan karakter dokumentasi serta transfer adegan pribadi dapat tersebar secara luas di internet. 2. Eksperimentasi dan Eksibisionisme: 95% dari jumlah video porno lokal yang beredar dimotivasi oleh keisengan, eksperimentasi, dan eksibisionisme. Motivasi demikian berpadu atau sebagai momen dating & sex yang ceroboh di kalangan remaja. Jargon yang paling mengemuka di kalangan remaja adalah “just for fun”, “ungkapan kasih sayang”, “potret cinta”. Konten remaja putri Indonesia dengan gaya eksibisionisme, tak ketinggalan ikut meramaikan

Universitas Sumatera Utara

berbagai kamar chatting, mailing list, bulletin board, forum dan situs pertemanan lain. 3. Remaja perempuan menjadi korban: Sexting bukanlah praktek-netral gender; Sexting dibentuk oleh dinamika gender dari kelompok sebaya di mana terutama, anak laki-laki melecehkan perempuan, dan diperparah oleh norma-norma gender budaya populer, keluarga dan sekolah yang gagal untuk mendidik atau mendukung anak-anak perempuan. Penemuan membuktikan di mana anak laki-laki yang aktif secara seksual harus dikagumi dan 'dinilai', sedangkan anak perempuan yang aktif secara seksual yang direndahkan dan dihina sebagai 'pelacur'. Hal ini menciptakan resiko spesifik gender di mana perempuan tidak dapat secara terbuka berbicara tentang kegiatan seksual dan praktek, sementara anak laki-laki bangga menceritakan tentang kegiatan seksualitas mereka. 4. Teknologi menjadi permasalahan: Kemajuan teknologi yang pesat menghadirkan banyak sekali fitur, situs jejaring sosial bahkan teknologi komunikasi lainnya yang memfasilitasi adanya bertukar pesan dengan gambar-gambar yang vulgar. Perlu adanya alat yang sesuai untuk usia yang mudah digunakan anak-anak dan remaja agar dapat menghindari, mengurangi sirkulasi dan tampilan gambar seksual yang tidak di inginkan.

2.2.7 Etika 2.2.7.1 Definisi Etika Etika merupakan pilihan nilai moral dalam menghadapi realitas, yang secara substansial dapat ditarik ke akarnya, yaitu bagaimana pelaku mendefinisikan alter dalam interaksi sosial (Siregar, 2006: 73). Kebutuhan akan etika hadir karena manusia adalah makluk sosial. Sebagai makluk sosial, keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari interaksinya dengan pihak lain. Dibutuhkan pedoman perilaku dalam interaksinya tersebut agar masing-masing mengetahui bagaimana seharusnya bertindak, menempatkan diri dalam keseluruhan interaksi dengan manusia lainnya sehingga tidak menimbulkan kegoncangan ataupun kekacauan sosial. Oleh karena etika ditempatkan dalam

Universitas Sumatera Utara

interaksinya dengan orang lain, maka etika dapat dilihat sebagai filosofi tentang apa perilaku yang baik dan berterima (right and acceptable behavior), mempromosikan suatu fair play bahkan terhadap orang yang tidak disukai sekalipun, dan merupakan kode personal berupa suatu pilihan pribadi untuk berperilaku etis (Nasution, 2015: 22). Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat. Kebiasaan baik ini lantas disebarluaskan, disosialisasikan, dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kaidah-kaidah, norma, dan aturan yang menyangkut baik buruk perilaku manusia yang secara singkat kemudian dipahami sebagai kaidah yang menentukan apa yang baik harus dilakukan dan yang buruk harus ditinggalkan. Etika disamakan dengan ajaran moral dalam konteks ini. Etika secara lebih luas dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia harus hidup, dan bertindak sebagai orang baik. Etika memberi petunjuk, orientasi, dan arah bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia. Etika, di sisi lain bisa dipahami sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika dipahami sebagai filsafat moral, suatu ilmu yang membahas secara kritis persoalan benar dan salah secara benar, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret (Keraf, 2002: 3-5). Menurut Nasution (2015: 23), etika merupakan filosofi untuk berperilaku yang berterima di tengah orang lain. Etika mempertanyakan apa yang harus kita perbuat pada situasi tertentu (what we should do in some circumstance) atau apa yang harus kita lakukan selaku partisipan dalam berbagai aktivitas atau profesi. Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangsawan. Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan sikap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi (Gumila dalam Nurmala, 2008: 9)

Universitas Sumatera Utara

Etiket dalam arti sempit sering juga disebut dengan etika yang artinya tata cara berhubungan dengan manusia lainnya. Dalam arti luas etiket sering disebut tindakan mengatur tingkah laku atau perilaku manusia dengan masyarakat. Tingkah laku ini perlu diatur agar tidak melanggar norma-norma atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat (Kasmir, 2004: 185). Menurut K. Bertens dalam artikel Gumilar (2007) terdapat perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umum sebagai berikut : a. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak, sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan. b. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), yang tampak dari sikap luarnya yang penuh dengan sopan santun dan kebaikan. c. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi. Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat/daerah lainnya. d. Etika berlakunya tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir. Etiket hanya berlaku jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku. Meskipun berbeda terdapat persamaan diantara keduanya, yaitu pertama etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Kedua, etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Justru karena sifatnya normatif maka kedua istilah tersebut sering dicampur adukkan (Widhiyanta dalam Nurmala, 2008: 11).

Universitas Sumatera Utara

2.2.7.2 Etika (Komunikasi) dalam Media Baru Telah dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa dibandingkan khalayak media massa, khalayak media baru jauh lebih bebas dan otonom. Ia tidak hanya bisa membaca, tapi sekaligus memberikan respon segera atas apa yang dibacanya itu dalam waktu dan situasi yang dipilihnya. Selain itu, para pengguna media baru juga mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki khalayak media massa karena bisa memproduksi pesan dan menyebarkannya. Seperti saat ini, Seorang pengguna LINE tidak hanya sekedar bisa membaca dari tulisan atau berita yang dibagikan (share) oleh teman-teman mereka, tapi sekaligus bisa memproduksi pesan media untuk didistribusikan. Ia bertindak sebagai penerima dan produsen pesan sekaligus dalam waktu bersamaan. Tindakan komunikasi sudah seharusnya benar-benar mempertimbangkan dari segi etika dalam hal ini. Hal ini karena bukan hanya mengenai media baru seperti LINE yang mampu menjangkau khalayak luas karena bisa dibagikan (share) dan menjadi viral, tapi bahwa media jejaring sosial itu sendiri mempunyai “kehidupan sosial”. Oleh karena itu, setiap tindakan komunikasi terutama dalam memproduksi dan mendistribusikan pesan-pesan komunikasi harus selalu dilandasi oleh etika komunikasi. Tindakan etika seperti itu bisa dilakukan dengan cara mempertanyakan secara kritis apakah tindakan-tindakan komunikasi yang ia lakukan sesuai dengan kewajiban universal sesuai ajaran etika deontologi atau memberikan manfaat terbesar bagi banyak orang sesuai ajaran etika utilitarianisme. Jika bukan karena pertimbangan kewajiban moral atau manfaat atas tindakan komunikasinya, maka ia bisa merujuk pada hati nuraninya, pada pengalaman-pengalaman pribadinya, apakah jika menulis sebuah pesan ataupun mendistribusikan sebuah pesan maka itu baik atas pertimbangan hati nurani dan pengalaman pribadinya. Meskipun media jejaring sosial memberikan keleluasan dan otonomi yang lebih besar dari perspektif ini, tapi tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab. Begitu juga tidak ada kebebasan yang sifatnya mutlak. Setiap kebebasan dibatasi oleh hak-hak orang lain, dan etika akan menjamin bahwa kebebasan itu tidak menuju pada keburukan dan kekacauan. Mempertimbangkan segi-segi etika atas tindakan

Universitas Sumatera Utara

komunikasi, menulis atau mendistribusikan sebuah pesan komunikasi melalui media sosial tidaklah sederhana. Ia harus senantiasa melibatkan pertimbangan- pertimbangan etika, ajaran-ajaran dan nilai-nilai moral yang berkembang dalam masyarakat. Di sini, diperlukan semacam keterbukaan pikiran agar pertimbangan- pertimbangan etis bisa dilakukan dengan baik. Semua orang berhak bertindak, berinisiatif, berkreasi apa saja tanpa ada yang melarang dan menentang dalam mengakses internet. Internet bersifat bebas. Namun meskipun bersifat bebas dan terbuka, ternyata berinternet juga memiliki batasan-batasan yang harus kita perhatikan. Batasan-batasan atau etika tersebut berupa tata tertib berinternet yang sering disebut Netiquette. Sebelumnya, menurut Darmastuti (dalam Sitepu, 2017:89) Etiket adalah aturan perilaku di dalam kehidupan kita sehari-hari. Istilah etiket berasal dari kata dalam bahasa Perancis, yaitu etiquette yang artinya surat undangan beserta tata aturan yang termuat di dalam undangan tersebut. Etiket atau tata sopan santun ini biasanya merupakan hasil kesepakatan bersama di masyarakat tertentu, yang menjadi norma dalam mengatur tingkah laku anggota masyarakat tersebut. Salah satu sifat dari etiket adalah relatif. Relatif di sini artinya apa yang dianggap baik di suatu tempat belum tentu baik juga di tempat lainnya. Selain itu, etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Jika ada orang yang hadir maka etiket berlaku, dan jika tidak ada orang yang hadir maka etiket tidak berlaku. Bisa jadi inilah yang menyebabkan ketika berseluncur di dunia maya, di mana tidak ada kehadiran orang lain secara fisik, maka pengguna internet seringkali lupa untuk menjaga sopan santun atau etiket. Padahal saat kita berkomunikasi di dunia maya, aturan itu tetap ada. Conrad (dalam Floyd, 2012:27) menemukan bahwa aturan/eetiket yang mendapat perhatian lebih dari mahasiswa, yaitu: 1. Be nice: Berkomunikasi dengan sopan dan penuh hormat terhadap orang lain dengan cara memilih kata-kata yang akan diucapkan secara hati-hati. 2. Conduct conflict privately: Jika kita berkonflik dengan orang lain, jangan lakukan di forum publik. Namun, diskusikan persoalan tersebut lewat jalur pribadi, seperti e-mail misalnya.

Universitas Sumatera Utara

3. Show support: Membantu orang lain dengan cara mendukung mereka dengan cara memberikan respon/saran atas postingan mereka, terutama mereka yang selama ini kurang mendapat perhatian. 4. Use silence to reduce negativity: Kita sering menjumpai seseorang berkomunikasi secara negatif di dunia maya. Namun, selayaknyalah kita tidak menanggapi dengan cara yang negatif pula. Lebih baik kita diam sejenak hingga situasi negatif tersebut reda. Jadi, netiket adalah etika di dunia maya. Netiquette (Network Etiquette) atau etika berinternet adalah etika dalam berinteraksi melalui internet yang juga merupakan kode sosial dan moral yang harus dipatuhi oleh pengguna internet. Filosofi dari netiquette itu sendiri ialah komunikasi efektif melalui internet dengan menggunakan norma yang sama sebagai panduan mengenai aturan dan standar dalam berkomunikasi menggunakan internet. Sebagai sebuah kumpulan komunitas, diperlukan aturan yang akan menjadi acuan orang-orang sebagai pengguna internet, dimana aturan ini menyangkut batasan dan cara yang terbaik dalam memanfaatkan fasilitas internet (http://networketiquette.net/). Netiket merupakan seperangkat aturan untuk berperilaku di dunia maya. Virginia Shea (dalam Sitepu 2017:90) menyebutkan aturan-aturan tersebut, yaitu: 1. Remember the human: Bagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain, begitu pula kita memperlakukan orang lain. Jadi, misalnya jika kita tidak ingin disakiti oleh komentar-komentar orang lain yang berbau SARA, maka kita juga jangan menuliskan pendapat-pendapat yang menyinggung suku agama maupun ras orang lain. 2. Adhere to the same standards of behavior online that you follow in real life: Kita harus menaati peraturan di dunia maya, seperti kita taat aturan di kehidupan nyata. 3. Know where you are in cyberspace: Kita harus tahu bahwa kita bukan berada di dunia nyata. Ketika berada di dunia maya, apa yang kita lontarkan saat itu juga bisa tersebar ke banyak orang lain dan bisa dilihat oleh siapa saja di belahan bumi ini.

Universitas Sumatera Utara

4. Respect other people’s time and bandwidth: Di sini dicontohkan jika kita mengirimkan sesuatu, kita harus meminta ijin terlebih dahulu. Karena hal itu bisa mengambil waktu mereka untuk mengunduh, membaca/melihat, dan bisa saja apa yang dikirimkan itu rentan akan virus. 5. Make yourself look good online: Cara orang berbicara, pemilihan kata biasanya menunjukkan siapa orang itu. Menjaga sopan santun dan memilih kata-kata yang pantas merupakan salah satu cara untuk membuat image yang baik di dunia maya. 6. Share expert knowledge: Ketika berada di jejaring sosial, microblogging, dan forum, ada baiknya anda membagikan pengetahuan anda kepada semua teman-teman anda dan orang lain. 7. Help keep flame wars under control: Jika ada perselisihan di forum, bertindaklah sebagai penengah, jangan sampai perselisihan di forum berlanjut lama, luas dan bahkan berlanjut di dunia nyata. 8. Respect other people’s privacy: Jangan membicarakan rahasia seseorang di dunia maya, karena itu melanggar privasi mereka dengan membeberkannya di ranah publik. Pengguna internet harus tahu dan paham mana yang ranah privat dan publik. 9. Don’t abuse your power: Jika anda memiliki kemampuan yang melebihi orang lain, jangan salah gunakan kemampuan tersebut. Misalkan, anda menggunakan kemampuan anda dalam memecahkan kode-kode biner untuk membajak akun seseorang, atau bisa juga membajak e-mailnya. 10. Be forgiving of other people’s mistakes: Semua orang pernah berbuat salah, entah itu menyinggung anda dengan komentarnya. Namun, memafkan lebih bijak, karena anda juga memiliki kemungkinan untuk berbuat salah terhadap orang lain. Kelly (dalam Scheuermann dan Taylor, 1997: 269) mengatakan bahwa penulis beberapa artikel netiket lebih suka menggunakan kata “nethics” untuk mengistilahkan “pelanggaran berat di dunia maya daripada netiket,” dan netiket untuk pelanggaran ringan. Namun, sebagian besar peneliti tidak membuat

Universitas Sumatera Utara

perbedaan antara nethics dan netiket ketika mengacu pada kedua masalah moral dan standar kesopanan.

2.2.8 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia. Sehingga dianggap perlu membentuk sebuah pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di tingkat nasional. Agar pembangunan teknologi dan informasi dapat dilakukan secara optimal maka pemerintah sedang giat untuk mensosialisasikan pengelolaan informasi dan transaksi elektronik secara merata dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, perkembangan dan kemajuan teknologi yang sangat pesat telah menyebabkan perubahan di berbagai aspek kehidupan manusia. Perubahan tersebut menimbulkan bentuk-bentuk perbuatan hukum yang baru, maka dibentuklah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Nasrullah, 2014: 221-234). Peneliti lebih fokus pada UU ITE No. 11 Tahun 2008, BAB VII pasal 27 ayat 1, ayat ini yang paling sering dilanggar oleh para netizen dan sangat erat kaitannya dengan etika komunikasi.

Pasal 27 ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.

2.2.9 Masa Remaja 2.2.9.1 Definisi Masa Remaja Kata remaja mempunyai banyak arti yang berbeda-beda. Ada yang mengartikan remaja sebagai sekelompok orang yang sedang beranjak dewasa. Ada juga yang mengartikan remaja sebagai anak-anak yang penuh dengan gejolak dan masalah, ada pula yang mengartikan remaja sebagai sekelompok anak-anak yang penuh dengan semangat dan kreatifitas.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian di atas, secara psikologi, remaja dalam bahasa aslinya disebut dengan adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh untuk mencapai kematangan atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Ali dan Asrori, 2006: 9). Masa remaja menurut Andi (1982: 27), berlangsung antara umur 12-21 tahun bagi wanita dan 13-22 tahun bagi pria. Rentan waktu usia remaja biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-22 tahun adalah masa remaja akhir (Desmita, 2008: 190).

2.2.9.2 Perkembangan Remaja Masa remaja sering disebut juga dengan pubertas. Hurlock (1997: 274) berpendapat bahwa masa puber adalah fase dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Root (dalam Al-Mighwar, 2006: 17) berpendapat bahwa masa puber adalah suatu tahap dalam perkembangan saat terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Tahap ini disertai dengan perubahan- perubahan dalam pertumbuhan dan perkembangan somatis dan perspektif psikologis, seperti pertumbuhan dan perkembangan fisik, kognitif, emosi, dan psikososial. 1. Pertumbuhan dan perkembangan fisik Pertumbuhan dan perkembangan fisik pada remaja meliputi perubahan progresif yang bersifat internal maupun eksternal. Perubahan internal meliputi perubahan ukuran alat pencernaan makanan, bertambahnya besar dan berat jantung dan paru-paru, serta bertambah sempurnanya sistem kelenjar endoktrin atau kelamin dan berbagai jaringan tubuh. Adapun perubahan eksternal meliputi bertambahnya tinggi dan berat badan, bertambahnya proporsi tubuh, bertambahnya ukuran besarnya organ seks, dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti pada laki-laki tumbuh kumis dan janggut, jakun, bahu dan dada melebar, suara berat, tumbuh bulu di ketiak, di dada, di kaki, di lengan, dan di sekitar kemaluan, serta otot-otot menjadi kuat. Sedangkan pada perempuan, tumbuhnya payudara, pinggul membesar, suara

Universitas Sumatera Utara

menjadi halus, tumbuh bulu di ketiak dan di sekitar kemaluan (Ali dan Asrori, 2006: 20). 2. Perkembangan kognitif Perkembangan kognitif pada remaja menurut Piaget (dalam Desmita, 2008: 195) adalah telah mencapai tahap pemikiran operasional formal (Formal operational thought) yaitu sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotesis, serta sudah mampu berpikir tentang sesuatu yang akan atau mungkin terjadi. Mereka juga sudah mampu memikirkan semua kemungkinan secara sistematik (sebab-akibat) untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah-masalah. 3. Perkembangan emosi Perkembangan emosi pada remaja menurut Granville Stanley Hall (dalam Al-Mighwar, 2006: 69), belum stabil sepenuhnya atau masih sering berubah- ubah. Terkadang mereka semangat bekerja tetapi tiba-tiba menjadi lesu, terkadang mereka terlihat gembira tiba-tiba menjadi sedih, terkadang mereka terlihat sangat percaya diri tiba-tiba manjadi sangat ragu. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki perasaan yang sangat peka terhadap rangsangan dari luar. 4. Perkembangan psikoseksual Perkembangan psikoseksual yang terjadi pada remaja yaitu, remaja mulai mencari identitas jati dirinya. Remaja mulai menyadari adanya rasa kesukaan dan ketidaksukaan atas sesuatu, sudah mempunyai tujuan-tujuan yang ingin dicapai di masa depan, sudah mempunyai kekuatan dan hasrat untuk mengontrol kehidupan sendiri. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebayanya dari pada dengan orang tuanya dalam menjalin relasi, sehingga lebih terjalin kedekatan secara pribadi dengan teman sebaya dari pada dengan orang tua. Hal itu membuat mereka lebih suka bercerita masalah-masalah pribadi seperti masalah pacaran dan pandangan-pandangan tentang seksualitas kepada teman sebayanya. Sedangkan masalah-masalah yang mereka ceritakan kepada orang tua hanya seputar masalah sekolah dan rencana karir (Desmita, 2008: 217-222).

Universitas Sumatera Utara

2.2.9.3 Penalaran Moral Masa Remaja Remaja menjadi lebih terampil dalam mengambil persepsi sosial yaitu kemampuan untuk memahami sudut pandang dan sudut pandang orang lain serta mengungkapkan sesuatu dengan sudut pandang tersebut. Teori Kohelberg ini memberikan persepsi terhadap perkembangan moral di kalangan remaja. Kohlberg (dalam Papalia dan Feldman, 2008: 43) menjelaskan tentang tiga tingkatan dari penalaran moral pada masa remaja yaitu: 1. Tingkat I: Preconventional morality. Remaja berperilaku di bawah kontrol eksternal di mana mereka menuruti peraturan untuk menghindari hukuman atau mendapatkan hadiah atau berperilaku karena mementingkan diri sendiri. 2. Tingkat II: Conventional Morality. Remaja telah menginternalisasi standart dari figur otoritas. Mereka peduli tentang menjadi baik, menyenangkan orang lain dan mempertahankan aturan sosial. 3. Tingkat III: Seseorang mengenali konflik antara standar moral dan membuat penilaian mereka sendiri berdasarkan prinsip kebenaran, keadilan, dan hukum. Kohlberg kemudian menambahkan tingkatan transisi antara tingkat I dan II saat orang tidak lagi merasa terikat oleh standar moral masyarakat tapi belum bisa menalar berdasarkan prinsip keadilan dari diri mereka sendiri sehingga mereka mengambil keputusan moral berdasarkan perasaan pribadi.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Model Teoritik Adapun model teoritik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Remaja dengan Usia 18-25 Tahun

Pengguna Platform LINE

Motif

Perilaku

Sexting

Teks Audio Visual Audiovisual

Netiket Bermedia Sosial

Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain penelitian yang digunakan. Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta bagaimana data tersebut diperoleh, diolah, atau dianalisis. Metode penelitian komunikasi adalah prosedur atau cara ilmiah dalam melakukan penelitian bidang komunikasi untuk menemukan hal-hal baru, membuktikan/menguji temuan penelitian sebelumnya untuk pengembangan ilmu komunikasi (Pujileksono, 2015: 4). Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang didasarkan pada penafsiran, dengan konsep-konsep yang umumnya tidak memberikan angka numerik, seperti etnometodologi atau jenis wawancara tertentu. Metode ini dianggap berdasarkan interpretatif (Stokes, 2003: 15). Metode ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya serta tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling, karena yang ditekankan adalah kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2006: 58). Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan yang bersifat kualitatif. Menurut Moh. Nazir (1998 : 63)., bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu satuan kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa. Adapun tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki Penelitian metode deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk menggambarkan tentang Remaja dan Etika bermedia sosial dalam konteks sexting pada platform LINE. Banyaknya LINE Official Account yang mengunggah dan membagikan

Universitas Sumatera Utara

konten sexting, sehingga menimbulkan rasa keingintahuan peneliti untuk mencari tahu motif dari para remaja yang mengikuti LINE Official Account tersebut.

3.2 Objek Penelitian Menurut Suharmi Arikunto (2006: 118), objek penelitian adalah fenomena atau masalah penelitian yang telah diabstraki menjadi suatu konsep atau variabel, objek penelitian ditemukan melekat pada subjek penelitian. Berdasarkan pengamatan tersebut, maka objek penelitian yang akan diteliti adalah konteks sexting dan netiket bermedia sosial pada LINE.

3.3 Subjek Penelitian Informan dalam penelitian ini adalah pengguna platform LINE, di mana para informan berusia pada rentang usia 18-22 tahun. Secara teknis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori purposive. Teknik ini mencakup orang- orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan orang-orang dalam populasi yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan informan (Kriyantono, 2006: 158). Kriteria yang di maksud oleh peneliti adalah: 1. Remaja dengan rentang waktu usia 18-22 tahun berdomisili di Medan. 2. Pengguna aktif platform LINE. 3. Bersedia diwawancara dan memberikan informasi personal seperti biodata. 4. Bersedia memperlihatkan aktivitasnya di platform LINE.

3.4 Unit Analisis Dari skema model teoritik yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, maka unit analisis dalam penelitian ini meliputi, pemilihan informan atau orang yang sesuai dengan objek penelitian. Pelaku atau informan yang sesuai dalam penelitian ini adalah kalangan remaja dalam rentang usia 18-22 tahun berdomisili di kota Medan, yang juga merupakan pengguna atau pernah menggunakan platform LINE. Kriteria dari informan berikut dinilai sesuai karena penilaian bagi mereka yang pernah menggunakan platform tersebut dapat memberikan

Universitas Sumatera Utara

pendapat/opini sesuai pengalaman mereka pribadi terkait netiket bermedia sosial mereka dalam konteks sexting seperti ketika menemukan atau melihat teks meliputi status, postingan dan chat, audio meliputi voicenote dan freecall, visual meliputi gambar, meme, swafoto, komik, dan gif, audiovisual meliputi video dan videocall yang berbau pornografi dalam platform LINE tersebut agar dapat memberikan referensi yang tepat kepada narasumber mengenai konten seperti apa aja yang dapat dijadikan materi pornografi. Maka dari itu, mereka dapat memberikan pandangan atau opini mereka masing-masing yang relevan dan tepat seperti yang dibutuhkan oleh peneliti terhadap penelitian yang diteliti. Adapun informan yang akan di teliti adalah Ekalita Sembiring, Yessy Lovita, Hafiz Maksudi, Rama Andhika, Atika Fridalini dan Farid Fahroji.

3.5 Lokasi Penelitian Peneliti mengambil lokasi penelitian di sekitar wilayah kampus FISIP USU yang terletak di Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 kampus USU atau di kediaman informan sesuai dengan keinginan para informan.

3.6 Waktu Penelitian Penelitian ini di lakukan selama kurang lebih 1 (satu) bulan lamanya, terhitung dari 19 Juni – 13 Juli 2018 dimana peneliti mengumpulkan dahulu mengenai data-data dari para calon informan dengan observasi dan mengajukan pertanyaan secara langsung mengenai netiket bermedia sosial di kalangan remaja pada platform LINE dalam konteks sexting.

3.7 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan peneliti dalam mengumpulkan data (Kriyantono, 2014: 91). Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu: 1. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama tangan pertama di lapangan (Kriyantono, 2014: 91). Adapun metode pengumpulan

Universitas Sumatera Utara

yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut adalah dengan menggunakan beberapa cara, diantaranya: a) Wawancara Mendalam (In Depth Interview). Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Hariwijaya, 2007: 73-74). Metode ini peneliti lakukan untuk mendapatkan informasi seputar pendapat dari para informan mengenai kesan netiket bermedia sosial di kalangan remaja pada platform LINE dalam konteks sexting secara mendalam agar mendapatkan data ataupun informasi yang banyak. b) Observasi. Observasi merupakan kegiatan pengamatan secara langsung dengan tujuan mengetahui kegiatan yang dilakukan objek yang di observasi. Metode ini peneliti lakukan salah satunya dengan mengobservasi melalui gadget atau smartphone yang dibawa informan pada saat melakukan interview atau wawancara sehingga peneliti mengetahui apakah responden masih menggunakan platform LINE atau tidak. 2. Data Sekunder Pada umumnya bahwa data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi oleh lembaga tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu mencari, melihat, dan membuka dokumen, situs-situs, atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian. a) Triangulasi Triangulasi data dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dengan triangulasi, maka peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yakni mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data (Sugiyono, 2010: 241).

Universitas Sumatera Utara

3.8 Teknik Analisis Data Tahap analisis data memegang peranan penting dalam riset kualitatif, yaitu sebagai faktor utama penilaian kualitas riset. Penelitian ini menggunakan teknik analasis data kualitatif dimana analisis data yang digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif berupa kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi. (Kriyantono, 2014: 194). Melalui data kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum kemudian disajikan dalam bentuk narasi. Berdasarkan teknik analisis data di lapangan model Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2010: 92), peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Reduksi Data. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Dalam hal ini, mereduksi artinya adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. 2) Penyajian Data. Dalam melakukan penyajian data, selain dengan teks yang naratif, juga dapat dilakukan dengan grafik, matriks, network (Jaringan), dan Chart (Grafik). 3) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi, apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang berkredibilitas.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 4.1.1 Proses Penelitian Proses penelitian mulai dilakukan selama 1 (satu) bulan lamanya terhitung dari tanggal 19 Juni – 13 Juli 2018 untuk mengumpulkan jumlah informan yang tepat dan sesuai dengan kriteria yang peneliti inginkan. Informan yang saya pilih adalah beberapa teman-teman yang ada di daftar pertemanan di platform LINE saya. Dari 340 jumlah kontak di LINE, saya mengambil 5 orang yang berdomisili di Medan. Setelah itu, peneliti mengajukan ketersediaan mereka untuk menjadi calon narasumber yang akan diwawancarai oleh peneliti secara mendalam. Karena ketersediaan dari masing-masing informan, kemudian peneliti melakukan janji temu untuk melakukan tahap wawancara kepada para informan. Untuk menghindari kesamaan dalam menjawab pertanyaan yang diajukan, maka peneliti membagi tahapan wawancara pada waktu yang berbeda pada tiap masing-masing informan. Lokasi yang diambil untuk melakukan wawancara dilakukan di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara dikarenakan merupakan tempat yang strategis dan mudah untuk dijangkau bagi para informan. Selama proses penelitian tidak ada kesulitan yang dialami oleh peneliti dikarenakan adanya kedekatan antara peneliti dan para informan sehingga proses penelitian yang dilakukan dapat dilakukan secara lancar dari tahap awal hingga tahap akhir penelitian.

4.1.2 Deskripsi Informan 4.1.2.1 Informan 1 Informan pertama yaitu Ekalita Sembiring, yang dilakukan pada 21 Juni 2018, pukul 10.00 WIB di sekitar lingkungan kampus FISIP USU. Gadis cantik yang terkenal fashionable dan memiliki ketertarikan terhadap fashion dan musik yang juga memiliki ketertarikan di dunia fotografi ini mengaku mendapat banyak inspirasi gaya berpenampilan dari media sosial. Salah satu media sosial yang biasa

Universitas Sumatera Utara

digunakan Eka adalah LINE walaupun ia memiliki media sosial yang lain seperti Instagram, Twitter dan Facebook. Gawai yang ia gunakan untuk bermedia sosial pun bukan hanya satu, melainkan 2 yaitu dari Iphone 7s dan Ipad 2. Bagi Eka, media sosial tidak hanya memenuhi kebutuhannya dalam berkomunikasi, namun bisa digunakan untuk mencari informasi lainnya.

“Aktif, karena aku bisa mendapatkan hiburan dan informasi dari media sosial. Selain itu media sosial juga sangat penting. Berkembangnya dunia saat ini, orang butuh sesuatu yang praktis. Media sosial memberikan kebutuhan baik akan informasi maupun hiburan dengan cepat. Bahkan, untuk berinteraksi dengan kerabat pun semakin praktis”

Ekalita yang memiliki tinggi badan 164 cm dan berambut panjang ini mengaku telah menggunakan LINE sejak tahun 2012, namun saat itu tidak semua temannya menggunakan media sosial yang terdengar baru itu.

”Aku pakai media sosial Instagram, Twitter, dan LINE. Tapi pernah berhenti pakai Twitter beberapa tahun lalu dan sekarang pakai lagi karena twitter cukup hype sekarang ini”

Ekalita adalah anak dari seorang PNS. Ia memiliki uang saku yang lumayan cukup besar, yaitu sebanyak Rp 2.000.000/Bulan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lumayan cukup besar karena ia tinggal bersama orang tuanya di sebuah rumah di daerah Padang Bulan. Eka merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara yang kakak dan abangnya pun sudah bekerja. Gadis yang juga memiliki hobi dalam berfoto, musik dan travelling ini baru saja menyelesaikan masa studinya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU, jurusan Ilmu Komunikasi dan akan melanjutkan cita-citanya sebagai seorang public relations. Ekalita sendiri termasuk salah satu mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2014 dan aktif di beberapa kegiatan kampus juga di organisasi.

4.1.2.2 Informan 2 Informan berikutnya bernama Yessy Lovita yang dilakukan wawancara pada tanggal 22 Juni 2018, pukul 14.30 di FISIP USU. Yessy adalah seorang gadis kurus dan pendiam, dengan selera fashion yang lumayan cukup bagus ini

Universitas Sumatera Utara

merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara. Ia memiliki ayah dan ibu yang bekerja sebagai wiraswasta. Ia juga memiliki hobi fotografi dan mendengarkan selera musiknya ketika setiap kalinya ia berjalan-jalan atau travelling.

Yessy yang saat ini berkuliah di jurusan Ilmu Komunikasi FISIP USU telah menggunakan media sosial LINE sejak tahun 2013. Ia mengakses beberapa media sosial yang sering ia gunakan seperti Whatsapp, Facebook, Twitter, Path dan Instagram dengan sebuah Smartphone Iphone 5s. Yessy pun mengaku keadaan media sosial saat ini sedang ramai di kalangan remaja.

“Media sosial menurut saya sangat penting, karena saya dapat banyak sekali informasi dari media sosial. Sehingga saya sendiri juga sangat aktif dalam penggunaan media sosial.”

Yessy yang saat ini tinggal terpisah dengan orang tuanya ini menganggap media sosial merupakan salah satu teknologi perkembangan zaman yang dapat mempermudah berkomunikasi dengan kerabat dan orang terdekat. Gadis berdarah Siantar dan memiliki warna kulit yang gelap dan eksotis ini menggunakan media sosial sebagai sarana untuk membantu mendapatkan informasi.

“Berkomunikasi dengan siapa saja yang mengetahui Id LINE saya. Namun komunikasi yang intens hanya dengan orang-orang tertentu. Alasannya, saya butuh berkomunikasi dengan orang yang bersangkutan.”

4.1.2.3 Informan 3 Informan ketiga yaitu Hafiz Maksudi atau biasa dipanggil Hafiz. Informan berikut ini diwawancara pada tanggal 25 Juni 2018, pukul 11.30 WIB di sekitar kampus FISIP USU. Mantan manajer sebuah ternama ini terkenal dengan gayanya yang humoris. Kendati pun begitu, ia punya keseriusan di dunia stage fotografi. Hafiz juga mempunyai adik kembaran yang bernama Hafaz. Walaupun kembar, ia merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara lainnya.

Pria kelahiran Medan ini mengaku bahwa keadaan media sosial saat ini sedang dalam keadaan yang baik dan sangat penting baginya. Hafiz yang memiliki perawakan yang kurus dan tampan ini juga mengaku aktif di media sosial yang ia gunakan saat ini. Media sosial tersebut adalah LINE dan Whatsapp,

Universitas Sumatera Utara

walaupun ia memiliki media sosial yang lain seperti Youtube, Twitter dan Pinterest.

“Media sosial yang dipakai LINE dan Whatsapp. Media sosial tersebut saya gunakan untuk berkomunikasi. Selain berkomunikasi, media tersebut juga saya gunakan untuk mencari berita, namun terkadang juga untuk mencari konten porno”

Hafiz yang memiliki ciri khas berpenampilan vintage saat ini sedang menyelesaikan studinya di Ilmu Komunikasi FISIP USU mengaku telah menggunakan LINE sejak ia masih duduk di bangku SMA, sekitar tahun 2012. Hafiz yang memiliki kekasih sejak SMA ini mengaku bahwa LINE sangat membantunya dalam berkomunikasi dengan sang pacar.

“LINE sangat bermanfaat sekali, apalagi untuk yang pacaran. LINE juga saya gunakan untuk menghubungi orang-orang tertentu dan teman-teman terdekat saja.”

Untuk mengakses internet dan bermedia sosial, Hafiz selalu menggunakan smartphone dan sebuah laptop. Alasannya pun sangat jelas, jika ia menggunakan laptop, pacarnya tidak akan memeriksa semua kegiatannya di laptop karena jarang ia bawa kemana-mana. Intinya adalah Hafiz sering menyalahgunakan media sosialnya untuk kebutuhan hiburannya pribadi namun juga menjadi sarana ia untuk belajar hal-hal yang ia seriusin seperti dunia musik dan fotografi. Karena melalui dua hal tersebut, ia memiliki banyak teman dan relasi.

4.1.2.4 Informan 4 Informan keempat yaitu Rama Andhika yang akrab disapa Rama. Informan yang diwawancara pada tanggal 25 Juni 2018, pukul 14.30 di kampus FISIP USU. Rama yang memiliki rambut hitam lebat ini merupakan salah satu mahasiswa yang aktif di media sosial dan merupakan salah satu content creator ternama yang tergabung dalam sebuah komunitas Medanvidgram. Ia terbilang aktif dan lumayan berprestasi di digital video, khususnya sebagai salah satu content creator video instagram di Medan. Saat ini ia sedang menjalani masa praktek kerja lapangan di salah satu perusahaan penerbangan ternama di

Universitas Sumatera Utara

Indonesia, Garuda Indonesia. Rama merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara dengan ayah dan ibu seorang pensiunan.

Rama yang memiliki hobi menulis ini, hanya menggunakan sebuah laptop untuk menunjang kegiatan kesehariannya berinternet. Walaupun demikian, ia mengaku bahwa keadaan media sosial saat ini sangat hectic di mana informasi yang masuk menurut rama sangatlah banyak.

“Informasi yang masuk sudah banyak dan sebagian besar orang malah memperunyam situasi ini dengan semakin menambah jumlah informasi yang telah tersedia, bukannya malah menyaringnya dan mempersempitnya.”

Pria yang memiliki tinggi 165 cm ini juga mengaku bahwa media sosial begitu penting dibalik segala hal yang ada di dunia nyata. Bagi Rama, media sosial juga dapat sebagai sarana riset dan mencari informasi yang bahkan jauh lebih akurat dari penelitian pada dunia nyata.

“LINE sangat bermanfaat untuk saya karena sudah bisa mendukung berbagai jenis file dengan ukuran yang cukup besar. Selain itu saya menggunakannya untuk berkomunikasi dengan orang- orang tertentu, guna mempersempit dan memfokuskan lingkaran hidup saya.”

4.1.2.5 Informan 5 Informan berikutnya bernama Atika Fridalini yang akrab dipanggil Tika, yang yang dilakukan wawancara pada tanggal 28 Juni 2018 pada pukul 11.00 WIB di kampus FISIP USU. Tika yang memiliki postur tubuh yang terbilang sempurna dengan tinggi 165 cm dan berat badan 46 kg ini juga memiliki usaha dibidang industri rumahan yang memasarkan produk-produknya melalui media sosial. Hal tersebut ia lakukan bukan semata-mata tuntutan kehidupan, karena ia sendiri memiliki uang saku Rp 800.000 setiap bulannya. Tika yang berdarah Melayu Jawa ini merupakan anak ke dua dari 3 bersaudara. Gadis kelahiran Medan ini memiliki hobi jalan-jalan ataupun travelling dan fotografi melalui Iphone 7 dan kamera Fujifilm X T10-nya. Ia juga sering membagikan hasil fotonya ke media sosial seperti di Instagram, meskipun ia juga memiliki media sosial lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Tika sendiri pun mengakui bahwa ia adalah pengguna media sosial yang sangat aktif di mana bisa menghabiskan lebih dari 6 jam/perhari dalam menggunakan media sosial. Penggunaan media sosial tersebut sangat beragam.

“Media sosial yang digunakan Instagram, Twitter, LINE, dan Whatsapp.Gunanya untuk hiburan, info sekitar, lihat produk-produk bunga. Selain itu digunakan juga untuk menonton youtube, baca dan , dan mendengar lagu di soundcloud.”

Tika yang pernah aktif di organisasi kampus ini juga mengaku bahwa media sosial saat ini sedang dalam keadaan penuh dengan berita, dari berita bohong (hoax), berita dengan news value yang rendah hingga yang berbobot. Seperti media sosial yang terkenal dengan fitur beritanya, yaitu LINE. Menurut Mba Ika, LINE sangat bermanfaat untuk dirinya.

“Menggunakan LINE sebagai sarana berkomunikasi dengan orang-orang yang aku kenal dan berkepentingan saja. Karena memang bahaya juga kalau berkomunikasi dengan siapa saja dari LINE jadi seperti tidak ada privacy gitu.”

4.1.2.6 Informan 6 Informan berikutnya adalah Farid Fahroji yang diwawancarai pada tanggal 29 Juni 2018 pukul 14.00 di salah satu cafe daerah dr. Mansur ini mengaku bahwa ia bukan pengguna yang aktif di media sosial. Farid yang juga seorang mantan pemain bass dalam sebuah band yang juga memiliki kulit cerah dan tinggi jangkung ini menggunakan media sosial dengan maksimal waktu satu jam setiap harinya. Waktu penggunaan media sosial tersebut digunakan oleh Farid untuk sekedar berkomunikasi dan hiburan saja.

“Selain untuk berkomunikasi dan hiburan, baca tren masa kini, menemukan yang baru dan baca berita politik.”

Pria lulusan D3 Akuntansi Polmed ini tidak hanya menggunakan LINE saja, tetapi ada media sosial lain seperti Instagram, Facebook dan Whatsapp yang ia gunakan melalui sebuah smartphone, laptop dan tablet. Farid sendiri tampak tidak begitu memberikan perhatiannya pada platform LINE yang dilihat dari intensitas waktu yang ia berikan dalam penggunaan media sosial.

Universitas Sumatera Utara

“Kalau LINE tidak terlalu intens, biasa saja. Jadi tidak terlalu bermanfaat. Karena hanya untuk berkomunikasi dengan grup angkatan alumni sekolah.”

Farid yang biasa dipanggil Ojik ini memiliki hobi membaca walaupun ketika duduk dibangku SMP dan SMA terbilang bandel dan memiliki banyak kasus, namun ia termasuk orang yang baik, perhatian dan penolong. Sikapnya yang kalem tidak menggambarkan seseorang yang humoris Ojik sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Penelitian Media Jenis Pendidikan Uang Saku Sosial yang No. Nama Usia TTL Alamat Suku Agama Anak ke- Kelamin Terakhir /Bulan Sering Digunakan Jl. S-1 Ilmu LINE, Ekalita Tigabinanga, Pembangunan Kristen 3 dari 3 1. 21 P Karo Komunikasi Rp 2.000.000 Instagram Sembiring 9 Juli 1997 No. 64, Protestan bersaudara FISIP-USU dan Twitter Medan. Pematang Jl. Jamin Instagram, Yessy Siantar, Ginting No. Chinese Kristen 1 dari 2 2. 21 P SMA Rp 1.500.000 LINE dan Lovita 8 Agustus 414, Padang Batak Protestan bersaudara Twitter 1996 Bulan, Medan

Keterangan: L = Laki-laki P = Perempuan (Sumber: Transkip Wawancara)

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 4.1 Karakteristik Informan Penelitian Media Jenis Pendidikan Uang Saku Sosial yang No. Nama Usia TTL Alamat Suku Agama Anak ke- Kelamin Terakhir /Bulan Sering Digunakan Jl. Karya Kasih, Komplek Bukit Hafiz Medan, 2 dari 4 LINE dan 3. 22 Johor Mas, Blok. J L Jawa Islam SMA Rp 1.000.000 Maksudi 18 Mei 1996 bersaudara Whatsapp No. 6, Medan Johor Jl. A. R. Hakim, Instagram, Rama Medan, Gg. Ganefo No. 92, 2 dari 3 4. 20 L Jawa Islam SMA - LINE dan Andhika 17 Mei 1998 Suka Ramai1, bersaudara Pinterest Medan Area

Keterangan: L = Laki-laki (Sumber: Transkip Wawancara) P = Perempuan

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 4.1 Karakteristik Informan Penelitian Media Jenis Pendidikan Uang Saku Sosial yang No. Nama Usia TTL Alamat Suku Agama Anak ke- Kelamin Terakhir /Bulan Sering Digunakan Strata 1, Medan, Jl. Sei Batang Instagram, Atika Melayu 2 dari 3 Administrasi 5. 21 25 Oktober Serangan No. P Islam Rp 800.000 LINE dan Fridalini Jawa bersaudara Bisnis, 1996 23/70, Medan Twitter FISIP-USU

Diploma 3, Medan, Whatsapp Farid Jl. Wiroto 1 dari 2 Akuntansi. 6. 21 3 Maret L Jawa Islam Rp 3.000.000 dan Fahroji No. 6, Medan bersaudara Polmed- 1997 Instagram USU

Keterangan: L = Laki-laki P = Perempuan (Sumber: Transkip Wawancara)

Universitas Sumatera Utara

4.1.3 Penyajian Data Proses pencarian narasumber hingga wawancara dengan para informan dilangsungkan pada bulan Juni terhitung dari tanggal 20 Juni – 3 Juli 2018. Proses janji temu pada ke-1 informan tidak dijumpa sekaligus, melainkan berbeda waktu dikarenakan untuk menghindari kesamaan dalam berpendapat terhadap masing- masing informan. Setelah selesai melaksanakan tahap wawancara, kemudian peneliti menganalisis data-data tersebut berdasarkan bentuk dari model teoritik yang telah dibuat sebelumnya.

4.1.3.1 Media Sosial di Kalangan Remaja Keadaan media sosial saat ini diakui oleh beberapa para informan semakin membuat ketergantungan karena media sosial sedang dalam masa yang digemari oleh remaja. Keadaan media sosial juga dinilai baik oleh salah satu informan, namun ada juga informan yang berpendapat bahwa media sosial sudah mulai penuh dengan informasi yang masuk tanpa adanya penyaringan terlebih dahulu sehingga dapat menimbulkan berita palsu atau biasa disebut “hoax”. Namun, media sosial dianggap memiliki kepentingan, peran serta fungsinya tersendiri untuk remaja. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut:

“Sangat penting. Berkembangnya dunia saat ini, orang butuh sesuatu yang praktis. Media sosial memberikan kebutuhan baik akan informasi maupun hiburan dengan cepat. Bahkan, untuk berinteraksi dengan kerabat pun semakin praktis.” Ujar Informan 1.

“Sangat penting, karena saya dapat banyak sekali informasi dari media sosial. Apa saja bisa didapatkan dari media sosial. Bahkan perannya bisa menggantikan orang sekitar, namun kita tetap harus bisa mengurangi penggunaannya dan pandai daam menggunakannya (media sosial).” Ungkap Informan 2.

“Sangat penting. Karena media sosial ini sebenernya punya peran yang baik terutama connecting people to people. Selain sebagai sumber informasi, media sosial ini dapat mempererat hubungan kita dengan orang lain walau harus tatap muka.” Papar Informan 3.

“Sangat penting, karena bagi saya media sosial dapat difungsikan sebagai sarana riset. Riset yang saya maksud disini adalah saya mampu mengamati dan mendapatkan informasi dari aktivitas aktivitas dan fenomena yang terjadi di media sosial, yang mana terkadang hal

Universitas Sumatera Utara

yang didapat lewat media sosial lebih akurat daripada yang diteliti lewat dunia nyata.” Ungkap Informan 4.

“Sangat penting. Saya sendiri memanfaatkannya untuk promosi usaha saya yang terpenting. Dari promosi melalui media sosial, pemesanan juga dapat dilakukan melalui media sosial, jadi ada bukti barang yang bisa dilihat sama calon pembeli.” Papar Informan 5.

Media sosial sendiri memiliki pengguna aktif dan pengguna pasif yang mana memiliki kepentingan yang berbeda dalam penggunaannya di media sosial. Namun, media sosial yang dianggap sangat penting oleh beberapa informan di atas memiliki penilaian tersendiri bagi informan 6, yang menganggap bahwa media sosial memiliki sisi negatif sehingga ia harus mengurangi penggunaan bermedia sosial.

“Biasa saja, sekedar berkomunikasi dan hiburan saja. Ya, saya sendiri sih membatasi penggunaannya agar tidak anti sosial seperti remaja jaman sekarang, ya. Remaja sekarang kalau bertemu teman- temannya tapi tetap saja mementingkan kehidupan mereka di media sosial.” Ujar Informan 6.

Media sosial sendiri saat ini telah menjadi pemenuh kebutuhn remaja dalam berbagai hal. Kebetuhan tersebut adalah sebagai sarana informasi dan komunikasi. Media sosial yang saat ini tengah ramai di kalangan remaja adalah LINE, Twiter, Instagram, dan Whatsapp. LINE dan Whatsapp sendiri merupakan media sosial pesan instan yang memiliki fitur yang tidak kalah dengan Instagram dan Twitter. Berikut kegiatan informan dalam menggunakan media sosial.

“Karena sejauh ini, instagram dan twitter cukup hype. Balik lagi, aku dapetin hiburan, informasi dan keep in touch sama kerabat tuh paling enak disini. Karena kerabat aku juga dominan pakai dua aplikasi ini. Kalau untuk intens sekali dalam berkomunikasi pakai LINE.” Ungkap Informan 1.

“Mencari dan bertukar informasi tentunya. Apalagi sekarang media sosial itu kegunaannya luas ya. Informasi yang ga dicari aja bahkan ada, sehingga kita kayak belajar gitu atau kayak nambah wawasan gitu jadinya dari media sosial.” Papar Informan 2.

“Untuk berkomunikasi itu menurut aku sih kenapa pakai dan main media sosial. Karena pakai media sosial ini komunikasi itu jadi gampang dan mudah, terhitung dari kualitas untuk berinteraksinya

Universitas Sumatera Utara

kan bisa itu pakai video call atau telponan yang rame-rame. Jadi memang media sosial ini ngebantu kalilah untuk berkomunikasi.” Ujar Informan 3.

“Mencari informasi, inspirasi dan sosialisasi. Menurut saya sendiri media sosial ini bagus untuk menciptakan remaja-remaja yang kreatif dan inovatif, karena semakin banyak kita membuka media sosial yang dalam konteks positif, pasti kita akan menyimpan informasi positif tersebut. Contohnya kayak karya-karya yang ada di media sosial, kalau kita lihatnya positif, pasti kita terpacu untu membuat karya yang baru lagi. Seperti itulah saya jika menggunakan media sosial ketika mencari inspirasi.” Papar Informan 4.

“Untuk hiburan, info sekitar, liat produk-produk bunga. Karena saya juga belanja bahan-bahan untuk usaha saya ya dari media sosial. Ini sih enaknya media sosial, menghemat waktu dan biaya juga dan sangat penting untuk yang punya usaha atau bisnis kayak saya.” Ungkap Informan 5 sambil menunjukkan salah satu contoh produk yang akan ia beli di media sosial.

“Untuk komunikasi dan hiburan semata. Hiburan ya kayak liat video video lucu di youtube atau instagram. Kadang juga di grup chat LINE kawan ada yang share lucu-lucu. Kalo komunikasian ya jelas untuk telponan atau video call gitu. Karna memang media sosial ini bisa buat kita komunikasian lewat cara apa aja, ntah itu chatting, telponan, atau yang video juga bisa.” Papar Informan 6.

4.1.3.2 LINE Sebagai Pemuas Kebutuhan Favorit Salah satu platform yang digemari masyarakat saat ini adalah LINE, di mana terdapat 220 juta pengguna yang tergabung dalam aplikasi LINE di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri terdapat 90 juta pengguna, jumlah pengguna terbesar ke-empat setelah Jepang, Taiwan, dan Thailand. Terdapat 80% atau sekitar 72 juta pengguna LINE di Indonesia yang termasuk ke dalam pengguna aktif bulanan (monthly active user). Di mana pengguna tersebut menghabiskan waktu selama 40,2 menit per harinya dalam menggunakan LINE. Hal ini dikarenakan LINE memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan media sosial lainnya. LINE memiliki beberapa fitur unik dan menarik yang dapat menarik kaum muda. Seperti halnya dapat mengunggah status, pilihan stiker yang menarik perhatian dan lucu, tersedianya grup yang memiliki kapasitas yang banyak, serta adanya fitur yang membuat berita terkini yaitu LINE TODAY. Selain fitur tersebut, yang paling menarik adalah LINE@ yang dapat digunakan untuk menjalankan bisnis.

Universitas Sumatera Utara

LINE@ merupakan pengembangan dari aplikasi LINE biasa, yang dikhususkan untuk tujuan bisnis. Sehingga para pembisnis dapat memisahkan kanal pribadi dan bisnis. Dari hasil penelitian yang diperoleh, beberapa di antara informan yang memanfaatkan berbagai macam fitur LINE dalam kesehariannya, dikarenakan fitur-fitur tersebut sangat membantu mereka dalam berkomunikasi. Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut:

“LINE sangat penting. Karena dominan kerabat aku itu gunain LINE. Jadi kalau mau berkomunikasi sama mereka, LINE sangat membantu aku untuk realisasiinnya. Apalagi fitur LINE kaya LINE News, Games gitu sangat membantu kebutuhan aku dan media massa.” Ungkap Informan 1.

“Sangat bermanfaat, karena hanya memakai kuota yang saat ini sangat penting keberadaannya. Selain itu, mudah dan mantap. Kalo kuota itu kan sebenernya meringankan kita. Kayak disesuaikan beli berapa ratus ribu untuk kuota berapa gb gitu. Misal beli kuota 20 Gb bisa untuk sebulan dipakai untuk nelpon, chat, sama vid call dari LINE. Udah gampang, murah lagi. Itu dia enaknya pakai LINE untuk remaja remaja kos kayak aku yang harus pakai duit itu hemat- hemat.” Jelas Informan 2 sambil menjelaskan cara pengisisan kuota kepada peneliti.

“Sangat bermanfaat sekali, apalagi untuk yang pacaran. Komunikasi itu kan penting kalau menjalin hubungan, ya biar gak ada salah paham dan sebagainya. Jadi ya LINE ini betul-betul membantu kali untuk aku. Tapi serius memang aku ngerasanya gitu. Karena juga kalau sama kawan-kawan paling komunikasian itu kalo mau ketemu atau bagi info-info aja dan gak seintens sama pacar. Jadi memang aku pribadi sangat menyarankan yang pacaran atau punya hubungan spesial gitu pakai LINE. Komunikasi itu penting pokoknya. Mau yang pacaran, pekerja, pelajar juga cocok aja pakai LINE menurutku.” Papar Informan 3.

“Sangat bermanfaat, karena sudah bisa mendukung berbagai jenis file dengan ukuran yang cukup besar. Karena saya juga kalau biasa di kepanitiaan seksi dokumentasi ya selama kuliah ini, jadi yang paling terasa ya tadi berbagi file dengan ukuran yang besar kalau dari LINE sangat terbantu. Berbagi video yang ukurannya besar juga bisa. Resikonya paling file akan terkompres tapi tetep ga jauh dari ukuran awal.” Ungkap Informan 4.

Universitas Sumatera Utara

“Sangat bermanfaat. Karena LINE juga aku pakai untuk bisnis aku kan. Jadi pembeli bisa ngehubungi atau pesan dari LINE. Bisa kirim gambar juga dari LINE untuk nunjukkin contoh barangnya gitu. Terus gampang kalau misalnya ada info kampus biasanya dikabarin dari grup. Banyak sih memang manfaatnya yang terasa kali selama beberapa tahun ini.” Papar Informan 5.

Namun, berbeda dengan informan 6 yang menganggap bahwa ada media sosial lain yang sangat membantunya dalam berkomunikasi dari pada LINE.

“Kalau LINE tidak terlalu intens, biasa aja. Jadi tidak terlalu Bermanfaat untuk aku. Karena aku sendiri lebih memilih Whatsapp karena kawan-kawan sih juga rame pake whatsapp. Jadi biasanya pakai LINE itu kalo misal ada tiba-tiba ntah siapa chat terus ya dibalas. Kalau misal mau chat penting atau serius biasa ya aku alihin ke whatsapp. Pokoknya LINE itu yang diunduh aja tapi penggunaanku yang ga intens di situ.” Ungkap Informan 6 sambil menunjukkan aktivitasnya di LINE.

Kemudahan berkomunikasi dan mencari informasi merupakan manfaat utama dalam media sosial LINE bagi para informan. Namun, LINE sendiri selalu memberikan inovasi-inovasi terbaru untuk tetap bertahan kegunaannya di kalangan remaja. Perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat remaja haus akan hal-hal baru untuk dieksplor. Sehingga LINE mengeluarkan fitur-fitur terbaru yang dapat membantu aktivitas remaja di media sosial. Berikut fitur-fitur yang menjadi andalan para informan.

“Fitur yang bermanfaat kali untukku sekarang LINE News atau LINE Games. Karena dua fitur ini yang paling bantu aku dapat informasi dan hiburan dengan cepat. LINE News atau LINE Today lah kalo cari cari berita karena aku sendiri malas nonton tv gitu. Jadi fitur LINE News itu ngebantu kali. Siap baca-baca info di grup atau sekalian siap balas chat temen pasti baca-baca LINE News.” Ujar Informan 1.

“Fitur yang bermanfaat kali untukku sekarang LINE News atau LINE Games. Karena dua fitur ini yang paling bantu aku dapat informasi dan hiburan dengan cepat. LINE News atau LINE Today lah kalo cari cari berita karena aku sendiri malas nonton tv gitu. Jadi fitur LINE News itu ngebantu kali. Siap baca-baca info di grup atau sekalian siap balas chat temen pasti baca-baca LINE News.” Papar Informan 2.

Universitas Sumatera Utara

“Fitur untuk berkomunikasi dengan teman dekat seperti LINE chatting, Line Free Call, Line Video Call. Ini tiga fitur yang paling sering kali aku pakek dan bermanfaat. Ketiga fitur ini tadi bisa dipakai untuk menghubungi secara personal maupun grup. Kayak video call itu kan enak bisa rame-rame. Jadi kalau rindu sama temen- temen yang pada merantau, gambang bisa tatap muka kounikasiannya. Kalau Fitur lain apa ya paling kayak LINE Alumni. Karena sampek sekarang alumni dari SMA ku itu masih akrab-akrab kali. Gampang kalau mau atur reuni.” Ujar Informan 3.

“Fitur Album, catatan, read atau belum di read, enkripsi, dan polling. Yang paling efektif adalah fitur polling. Di mana setiap orang dapat menyuarakan pendapatnya secara sah dan valid. Dan hasil ini tentunya akan terhitung sendirinya dan akan memberikan hasil yang mutlak. Sangat bermanfaat untuk menghindari perdebatan dan pertikaian yang tak berujung.” Papar Informan 4.

“LINE Call buat nelfon, Video Call buat video call kalau kangen pacar, chat udah pasti. Karna ya manfaatnya kalau aku lebih terasa kali kalau untuk komunikasian gini. Kalau fitur lain yang mungkin sering aku buka kek LINE News lah karna gampang cari informasi kan. Tapi karna ada LINE Today official gitu jadi aku suka baca dua duanya juga.” Jelas Informan 5.

“Aku lebih prefer ke fitur yang fungsingya untuk berkomunikasi si, kayak LINE alumni, Multiple Chat, Free Call mungkin sama Conference video call. Karna aku unduh LINE juga karena ada fitur ini. Jadi yang aku pakai ya fitur untuk komunikasi dalam jumlah banyak aja. Kayak untuk grup yang kebanyakan orangnya ga pakai Whatsapp.” Papar Informan 6.

4.1.3.3 Konten Pornografi yang Beredar di LINE Aktivitas berbagi konten pribadi seperti foto maupun foto pribadi dapat menjadi pemicu terjadinya pornografi di media sosial. Pornografi di media sosial atau yang biasa disebut dengan cyber pornografi dapat terjadi pada siapa saja. Cyber pornografi saat ini marak terjadi pada remaja, yang mana kegiatan remaja dalam bermedia sosial sangat aktif. Berikut ini beberapa tanggapan informan mengenai kegiatan mereka dalam membagikan konten pribadi seperti foto, video, teks, dan gambar.

Universitas Sumatera Utara

“Kalau itu ya dibagikan dalam bentuk personal ya. Karena aku kan gunain LINE tujuan utamanya biar bisa berkomunikasi sama orang lain. Jadi, cara aku berkomunikasi dengan mereka ya melalui teks (Chat), Audio (Telefon atau voice note) dan audio visual (Video call). Kalau misalnya ngirim poto atau video sih ya pernah lah. Biasanya ini untuk orang orang terdekat kayak keluarga, temen akrab, atau pacar pas punya pacar dulu.” Ungkap Informan 1.

“Sering, karena saya masih ingin terus berkomunikasi walau tidak tatap langsung. Biasanya ya kalau untuk orang yang personal aja kirim poto. Kalo audio itu paling voice note kalo malas ngetik. Dan dalam konteks yang sopan ya. Kalo foto dan video pun pasti yang pake pakaian sopan gitu dan kalo voice note ngga yang aneh aneh ngomongnya. Pokoknya ngga ngomong kotor atau pun hal-hal yang tidak pantas gitu ga pernah lah terucap.” Jelas Informan 2 sambil menunjukkan salah satu contoh video yang ia bagikan dalam grup percakapan.

“Lumayan, terkadang saya sering membagikan foto atau video yang diluar akal sehat ke grup teman-teman dekat saja. Maksudnya itu kayak poto yang lucu-lucu lah tapi yang buat kita bepikir. Harus tau lucunya di mana gitu. Kalo aneh-aneh kayak foto saya lagi topless (tanpa baju) tapi ya masih pakai celana. Atau video saya lagi ngomong yang kadang-kadang ada ngomong kotor pasti pernah. Namanya juga laki laki kalo udah di grup ya gimanalah pasti ada aja tingkahnya.” Papar Informan 3.

“Tidak Pernah. Karena berbagi cerita lebih lega dan nikmat bila dilakukan secara langsung. Dapat fokus, intim, dan tidak ada rekaman yang tersimpan. Isi cerita hanya ada di kepala saya dan orang yang saya ajak bercerita. Dan bila orang yang saya ajak bercerita tidak terlalu tertarik ataupun tidak fokus, maka di kepalanya juga tidak akan adan rekaman.” Papar Informan 4.

“Gak pernah, kalau di line home paling aku ngeshare postingan orang sih. Kayak udah diposting terus aku teruskan lagi gitu. Kalau di chat sama kawan dekat ya pernah. Atau sama pacar juga kalau fot yang selfie terus rasanya bagus dancantik baru kukirim. Yang penting sopan dan gak mengganggu kenyamanan kedua belah pihak aja. Nggak mengganggu kedua pihak yang kayak buat dia gak nyaman gitu untuk ngelihat atau nerima poto atau video yang kukirim. Makanya itu yang sopan aja sih.” Papar Informan 5.

“Gak pernah. Kalau share yang aku pribadi gitu nggak. Tapi kalau video atau gambar meme yang lucu lucu dan bukan aku, mungkin pernah. Karena niatnya untuk lucu-lucuan jadi pasti pernah lah itu selama punya LINE. Karena memang kalau yang lucu-lucu gitu rasanya wajib dikirim ke grup chat.” Ungkap Informan 6.

Universitas Sumatera Utara

Konten pornografi berupa video dan foto ternyata dapat diakses dengan cara yang cukup mudah di media sosial, contohnya dengan menggunakan tagar dengan kata kunci tertentu. Beberapa kanal pengunggah foto dan video pornografi itu dibuat secara privasi (private) tersebut faktanya tidak hanya mengunggah saja namun juga menawarkan layanan khusus dewasa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, masing-masing informan memiliki respon yang berbeda terhadap konten pornografi yang beredar di platform LINE. Perbedaan respon informan terbentuk juga karena adanya perbedaan kebutuhan dan proses belajar sosial di tengah maraknya media sosial. Berikut respon dari beberapa informan yang memilih untuk mengabaikan konten pornografi yang beredar di platform LINE;

“Ignore sih. Aku ga mau terlalu peduliin konten yang kayak gitu. Jadi abaikan aja kalau misal ada dapat konten yang kayak gitu. Karna balik lagi aku bermedia sosial ini bukan untuk mencari hal negatif yang seperti pornografi ini. Secara ga langsung kalau kita mencari- cari hal seperti ini untuk iseng-iseng, biasanya itu akan membuat ketagihan.” Ungkap Informan 1.

“Risih sih dan langsung abaikan. Karena menurut saya itu bukan kebutuhan saya dalam bermedia sosial. Kebutuhan saya bermedia sosial itu untuk berkomunikasi dalam konteks ya untuk cari info kuliah, kabar teman, informasi di grup yang bermanfaat lah. Makanya dapat yang konten pornografi gitu saya abaikan aja.” Papar Informan 2.

“Kaget sih pasti. Biasanya diharaukan, tapi kalau udah keterlaluan, langsung report aja. Kalau konten pornografi gitu ya ngapain juga sebenernya kita biarin, karena makin kita biarin, makin merajalela. Jadi bagusnya kita report biar pihak LINE pun tau itu konten yang tidak baik di platform LINE. Jadi LINE bisa segera menindakin konten seperti itu.” Ujar Informan 5.

“Sangat miris. Masih banyak aja hal seperti itu di media sosial jaman sekarang yang seharusnya bisa mewadahi konten-konten positif. Biasanya pengirim konten kayak gitu kutegur kalo kawan sendiri. Tapi kalau dapatnya di home LINE gitu yaudah kureport. Biar kontennya gak muncul lagi di home ku.” Ungkap Informan 6.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa pendapat bahkan mengungkapkan hal yang berbeda yakni, masih mentolerir konten pornografi yang terjadi dalam lingkup privasi karena hal tersebut merupakan kebebasan berekspresi dan selain itu, konten pornografi juga termasuk bentuk kebutuhan yang dicari di media sosial. Seperti yang diungkapkan oleh informan 3 dan informan 4.

“Menurut saya tidak salah juga ada konten pornografi, namanya juga media sosial kan ya pasti semua ada di situ dari berbagai konten positif mau pun negatif, kebetulan saya juga penikmat dari konten tersebut. Ya penikmat maksudnya kalau ada kedapetan yaudah saya lihat gitu. Pembelajaran juga sih hal kayak gitu supaya kita tidak melakukan hal seperti itu di media sosial secar akita pribadi. Kalau misal ada vido orang yang ga kita kenal terus beredar di media sosial yaudah gitu gak saya peduliin kali paling ya saya liat.” Ujar Informan 3.

“Saya akan menelaah konteks dari konten pornografi yang tersebar itu sendiri, sebab dan akibat dari konten tersebut. Apakah saya setuju bila konten pornografi disebar lewat LINE? Tentu saja saya setuju, kebebasan berekspresi adalah junjungan tertinggi saya. Namun, dalam hal pornografi, selayaknya itu adalah kebebasan berkespresi dalam skala privasi. Bila ditamplkan secara publik, tentu saja saya tidak setuju.” Papar Informan 4.

4.1.3.4 Pemahaman Tentang Sexting Teknologi media komunikasi dalam dua dekade ini terus berkembang dan berdampak bagi perilaku anak serta remaja. Akibatnya, aktivitas pribadi mulai terbiasa didokumentasikan dan disebarkan melalui telepon genggam atau media sosial. Banyak remaja mengunggah momentum kemesraan bersama pasangan mereka ke dunia maya. Motifnya berbeda-beda, namun kebanyakan menganggap bahwa hal tersebut sekedar untuk lucu-lucuan saja. Tanpa disadari, hal tersebut bisa mengarah ke hal buruk bagi mereka. Pada tahap ini disebut dengan sexting. Berdasarkan data dari hasil penelitian yang telah dilakukan, beberapa informan tidak mengetahui bahwa tindak pornografi dalam media sosial dalam bentuk teks, video, foto, maupun audio adalah suatu kegiatan sexting.

Universitas Sumatera Utara

Sexting berasal dari kata seks dan texting. Seks dimaknai sebagai hal yang berkenaan dengan alat kelamin, ketelanjangan, hubungan seksual, dan kegiatan-kegiatan yang membangkitkan hasrat seksual. Sedangkan texting adalah membuat atau berbagai pesan berupa foto, gambar, audio, atau video melalui telepon genggam. Kegiatan sexting termasuk di dalamnya kegiatan mengirim pesan melalui platform LINE. Mengantisipasi agar tidak merambah pada hal-hal yang merugikan maka, diperlukan literasi anti pornografi. Namun, beberapa informan menganggap bahwa mengirim pesan yang mengandung unsur pornografi merupakan hal yang dianggap wajar jika dilakukan secara privasi atau tidak merugikan pihak manapun, seperti yang diungkapkan oleh informan 3 dan informan 4.

“Menurut saya sah-sah saja selama tidak ada yang dirugikan. Saya juga lumayan sering, melihat tingkat konten-kontennya, semakin di luar nalar, semakin besar keinginan untuk membagikan konten tersebut.”Ujar Informan 3.

Pernah dapat konten seperti itu (pornografi), di grup. Grup termasuk salah satu platform publik, meskipun hanya terdiri dari 3 orang sekalipun, tetap termasuk platform publik. Dan seperti yang saya katakan sebelumnya, bila ditampilkan secara publik, saya tidak akan suka. Meskipun grupnya hanya berisikan 3 orang, namun dari aksi tersebut dapat tersimpulkan bahwa sang penampil meyakini bahwa pornografi tidak masalah untuk ditampilkan ke publik. Papar Informan 4.

Beberapa infoman lainnya mengaku bahwa tidak pernah mendapatkan konten pornografi bahkan juga tidak perlu mengirim hal yang berhubungan dengan pornografi di LINE atau di media sosial lainnya, seperti yang diungkapkan oleh informan 1, informan 2, informan , dan informan 9.

“Cakap-cakap kotor gitu sih, kalau konten pornografi gak secara gamblang. Merasa terganggu, karena hal seperti itukan bukan hal yang untuk di konsumsi di media sosial. Kalau meneruskan konten pornografi ngga pernah secara nyata gitu, kalau yang ambigu pernah kayak meme gitu.” Ungkap Informan 1.

Universitas Sumatera Utara

“Kalau secara personal gak pernah dapat. Tapi ngeshare di Home LINE itu pernah, tapi gak sering. Jujur, aku kurang suka ya. Media sosial ini kan bisa diakses seluruh umat. Dengan dia share hal tersebut, secara gak langsung orang jadi kasih persepsi negatif ke orang yang share konten itu. Karena konten itu gak layak untuk publik kan. Nanti, kalau ada anak dibawah umur atau oknum gak bertanggung jawab liat gimana? Makin gak baik kan dan nggak pernah meneruskan juga, geli.” Papar Informan 2 “Gak pernah juga sama sekali meneruskan chat yang begituan. Untuk apa juga kan diterusin. Makin kita terusin nanti konten pornografi ini malah makin banyak. Dari satu orang ke orang lain terus tersebar di grup, terus disebar lagi di home. Rasanya hal kayak gini kalau sampe terkirim ke kita, yaudah berhenti di kita aja terus kita report.” Ucap Informan 5.

“Belum pernah meneruskan sih kalo konten kayak gini. Karna menurutku kalo diterusin itu kayak gitu selain buang buang kuota, kita ngasih crminan gak baik aja dalam bernedia sosial. Makanya juga harus jaga image lah di media sosial ini. Karna pembentukan karakter juga. Apa yang kita share ya itulah kita di dunia nyata.” Ungkap Informan 6.

Sexting sendiri terus terjadi di kalangan remaja karena pengguna dari kurangnya pengetahuan mengenai konteks sexting itu sendiri. Banyak remaja yang melakukan sexting yang didukung oleh tersebarnya konten pornografi di platform sehingga mudah untuk diteruskan dalam ruang percakapan secara personal maupun kelompok (grup). Berikut beberapa pendapat para informan mengenai sexting. Beberapa informan menganggap bahwa sexting wajar dilakukan jika memiliki hubungan intim seperti suami istri, selain itu juga mengungkapkan bahwa kegiatan sexting tidak menjadi masalah apabila dilakukan dalam ruang percakapan secara personal.

“Tergantung pengaplikasiannya. Kalau dia konteksnya suami istri yang melakukan sexting ya gak masalah. Namanya udah halal. Nah ini kalau sama orang yang tidak dikenal atau yang secara resmi bukan pasangannya agak bahaya sih. Tapi kembali lagi komunikan itu ngerespon gimana.” Ungkap Informan 1.

“Kalau sudah sah ya gak apa-apa. Kayak suami istri gitu ngelakuin sexting. Toh hal seperti ini sebenernya sering terjadi di zaman sekarang. Kayak suami istri jaman sekarang itu kan udah kenal media sosial. Jadi mungkin sering liat hal-hal yang aneh terus dikirim ke istri/suaminya ya gapapa. Malah kadang untuk remaja yang udah

Universitas Sumatera Utara

nikah muda, sexting itu ibarat hiburan dalam kehidupan mereka mungkin, gitu.” Papar Informan 2.

Berbeda dengan informan 4 yang mengaku merupakan pelaku sexting setelah mendapat penjelasan mengenai sexting oleh peneliti. Awalnya informan 4 tidak mengetahui bahwa kegiatannya dalam meneruskan konten pornografi dalam ruang percakapan merupakan kegiatan sexting.

“Tidak tahu saya sexting, yang saya tau chatsex, vcs dan open booking. Oh kalo misal chatsex itu termasuk sexting, ya berarti saya termasuk yang sering melakukan sexting, ya. Karena menurut saya sih hal ini selagi personal ya gapapa. Kan nggak merugikan siapapun. Misal saya jadi objek dari sexting itu ya kalau di chat personal aja Tidak apa apa. Cuman ya jangan sampai tersebar gitu.” Jelas Informan 3.

Kemudian 3 informn lainnya menanggapi kegiatan sexting merupakan hal yang berbahaya dan hanya dilakukan oleh remaja yang memiliki hasrat kuat untuk melakukan hubungan seksual. Sehingga para informan menyarankan agar tidak melakukan tindakan sexting walaupun kepada orang terdekat.

“Sebagian orang menikmati aktivitas ini (sexting). Dari pandangan saya, sexting merupakan aktivitas yang dilakukan oleh pengecut yang cukup depresi. Dimana dia tidak berani dan tidak mampu untuk memperoleh sex secara langsung, dan cukup depresi hingga tidak mampu menahan hasrat sexnya yang akhirnya malah melakukan hal bodoh seperti sexting.” Ungkap Informan 4.

“Bahaya juga karena kita kan gak bakal tau kedua pihak bakal menjaga kerahasiaan di sexting atau enggak. Kalau disebar kan malu. Jadi kalau bisa ya tidak usah lah melakukan sexting. Karena di media sosial itu gak ada yang bisa dipercaya. Kalau pun sexting ini masi terjadi, paling tidak kita bukan objek dalam konten tersebut.” Papar Informan 5.

“Ya kegiatan sexting itu kalau bisa jangan kita lakukan. Kegiatan kayak gini sebenernya bahaya. Kalau ada orang yang tidak menyukai kita, bisa aja disebar atau jadi bahan cerita. Jadi lebih baik tidak usah. Saya juga ga begitu aktif di media sosial kalau bukan untuk bahas hal-hal penting dan mendesak. Jadi rasa saya kegiatan sexting ini bisa dikurangi dengan menjari hal-hal positif di dunia nyata.” Ungkap Informan 6.

Universitas Sumatera Utara

4.1.3.5 Netiket Bermedia Sosial Netiket adalah singkatan dari internet etiquette atau etika di internet. Etika komunikasi di internet pada dasarnya sama dengan etika komunikasi di “dunia nyata” dalam kehidupan sehari-hari, seperti jujur, menggunakan kata-kata yang baik (sopan), ramah, serta berbicara jelas dan mudah dimengerti. Media sosial adalah sarana yang memungkinkan bagi para pengguna untuk berkomunikasi, berinteraksi, saling berbagi maupun membangun jaringan di dunia maya melalui internet. Ada baiknya dalam penggunaannya, remaja perlu mengetahui tentang netiket bermedia sosial. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, banyak dari informan yang tidak mengetahui tentang netiket dalam bermedia sosial, namun beberapa di antaranya menganggap bahwa netiket dalam bermedia sosial sangat penting. Seperti informan 4 dan informan 6 yang belum pernah mendengar netiket hingga tidak mengetahui netiket sama sekali.

“Saya tidak tahu tentang netiket bermedia sosial karena memang belum pernah mendengarnya. Kalau itu untuk menjaga tingkah laku dalam bermedia sosial, ya sebaiknya kita harus banyak membaca tentang hal itu.” Ucap Informan 3.

“Belum pernah dengar tentang hal ini (netiket). Tidak tahu sama sekali mengenai netiket bermedia sosial. saya bahkan tidak tahu ingin berpendapat seperti apa dan bagaimana mengenai hal ini (netiket dalam bermedia sosial) karena saya belum pernah mendengarnya.” Ucap Informan 6. Tetapi 3 informan lainnya mengetahui tentang netiket dan netiket bermedia sosial hingga memberikan pendapat terbaik mereka mengenai netiket bermedia sosial saat ini.

“pernah denger netiket dan sepertinya itu etika dalam bermedia sosial. Netiket bermedia sosial itu sama seperti etika dalam kehidupan nyata yang harus dimiliki setiap orang yang menggunakan media sosial. Netiket di media sosial sangat penting untuk dimiliki setiap orang yang sudah siap menggunakan media sosial.” Papar Informan 1.

“Pernah dengar netiket, tapi gak terlalu paham sih. Sepengetahuan aku tentang etiket dalam menggunakan new media. Tata krama dan kebijakan user dalam menggunakan media sosial. Harus ditingkatin dan disadarin biar user itu bisa gunain media sosial dengan baik.” Ungkap Informan 2.

Universitas Sumatera Utara

“Pernah dengar tentang netiket. Aturan dan tata krama dalam berinternet. Saya mengetahui sangat banyak tentang netiket bermedia sosial, namun kita semua mengetahuinya secara detail. Karena netiket dalam bermedia sosial itu sama dengan tata krama yang sejatinya melekat kepada setiap manusia, terutama rakyat Indonesia. Netiket di media sosial memiliki peran beragam bagi bermacam macam orang. Ada yang menganggap netiket berperan menuntun, menuntun kepada informasi yang lebih baik. Ada yang menganggap netiket berperan membatasi, membatasi kebebasan berekspresi. Bagi saya, netiket benar untuk membatasi dan menuntun. Karena media sosial adalah platform publik, harus dituntun dan dibatasi. Publik harus diberikan keinginannya, dan tetap harus diubah menjadi lebih baik. Maka daripada itu netiket haruslah menuntun dan membatasi.” Papar Informan 4.

“Netiket? Netizens etiket kah? Netiket itu etiket dalam berkomunikasi di internet. Dari namanya sih aku langsung mikir netizens etiket yang maksudnya tata krama dalam berkomunikasi di media sosial. Kalau di Indonesia kayaknya perlu ada sosialisasi tentang ini (netiket bermedia sosial), apalagi untuk masyarakat awam media. Supaya gak asal ngomen.” Ujar Informan 5.

4.1.3.6 Netiket Bermedia Sosial Sebagai Pembatas Berinternet Semakin luasnya jaringan komunikasi dan informasi mendorong pengguna media untuk semakin aktif, kritis, dan juga interaktif untuk memilih media komunikasi. Belum lagi kehadiran media baru (media sosial) yang tidak bisa dilepas dari kelahiran internet, memfasilitasi individu untuk menjelajahi dunia yang lebih luas di mana informasi dan koneksi tersedia tanpa batas.

Literasi media digital sendiri memiliki kompetensi yang harus dipenuhi oleh pengguna media sosial, salah satunya adalah kompetisi colaborative tools berupa pemahaman yang benar terkait etika dan keterampilan menggunakan media sosial agar dimungkinkan memperoleh kolaborasi dan kontribusi informasi. Salah satu contohnya adalah netiket yang dianggap dapat menjadi salah satu bentuk pembatas dalam beraktivitas di media sosial. Berikut pengetahuan informan mengenai netiket dalam bermedia sosial.

“Netiket bermedia sosial adalah tata krama dan kebijakan user dalam menggunakan media sosial. Netiket bermedia sosial harus ditingkatin dan disadarin biar user itu bisa gunain media sosial dengan baik. Dengan baik contohnya seperti mengerti batasan untuk membagikan konten. Konten yang memiliki dampak positif bagi

Universitas Sumatera Utara

pendidikan itu jauh lebih baik di kalangan remaja.” Ungkap Informan 1.

“Sama seperti etika dalam kehidupan nyata yang harus dimiliki setiap orang yang menggunakan media sosial. Netiket bermedia sosial sangat penting untuk dimiliki setiap orang yang sudah siap menggunakan media sosial. Sehingga sikap yang di tanamkan dalam bermedia sosial adalah sikap bijak. Maksud bijak di sini seperti mengerti aturan bermedia berdasarkan etika yang telah ada. Seperti tidak menyebarkan hoax, konten pornografi, dan tidak hate speech.” Papar Informan 2.

“Saya tidak tahu tentang netiket bermedia sosial karena memang belum pernah mendengarnya .Kalau itu untuk menjaga tingkah laku dalam bermedia sosial, ya sebaiknya kita harus banyak membaca tentang hal itu. Intinya melakukan hal yang tidak merugikan orang lain lah dengan adanya netiket bermedia sosial. Ya kayak sexting kalau tidak ada pihak yang dirugikan, yaudah sih rasa saya tidak apa apa.” Jelas Informan 3.

“Sangat banyak saya mengetahui tentang netiket bermedia sosial, namun kita semua mengetahuinya secara detail. Karena netiket dalam bermedia sosial itu sama dengan tata krama yang sejatinya melekat kepada setiap manusia, terutama rakyat Indonesia. Netiket di media sosial memiliki peran beragam bagi bermacam macam orang. Ada yang menganggap netiket berperan menuntun, menuntun kepada informasi yang lebih baik. Ada yang menganggap netiket berperan membatasi, membatasi kebebasan berekspresi. Bagi saya, netiket benar untuk membatasi dan menuntun. Karena media sosial adalah platform publik, harus dituntun dan dibatasi. Publik harus diberikan keinginannya, dan tetap harus diubah menjadi lebih baik. Maka daripada itu netiket haruslah menuntun dan membatasi.” Papar Informan 4.

“Dari namanya sih aku langsung mikir netizens etiket yang maksudnya tata krama dalam berkomunikasi di media sosial. Kalau di indo kayaknya perlu ada sosialisasi tentang ini, apalagi untuk masyarakat awam media. Supaya gak asal ngomen. Karna sekarang lagi banyak ni netizen yang ngomentarin di media sosial sampe caci maki dan hate speech. Remaja pengguna media sosial yang kayak gini ini yang harus dikasih sosialisasi netiket bermedia sosial” Ujar Informan 5.

Universitas Sumatera Utara

“Saya bahkan tidak tahu ingin berpendapat seperti apa dan bagaimana mengenai hal ini karena saya belum pernah mendengarnya. Tapi karena sudah dijelaskan peneliti, mungkin tanggapan saya adalah netiket bermedia sekarang sepertinya tidak diperhatikan beberapa remaja dalam penggunaannya di media sosial. Karena mereka banyak mengedpankan bebas berekspresi sehingga hal yang seperti netiket ini tidak dihiraukan.” Papar Informan 5.

Berikut ini beberapa pernyataan dari informan yang memberikan tanggapan mereka mengenai netiket media sosial dalam membatasi remaja dalam bermedia sosial dan membatasi informan dalam bermedia sosial. Beberapa informan merasa tidak terbatasi oleh adanya netiket bermedia sosial.

“Netiket ini secara gak langsung bakal buat masyarakat bisa gunain media sosial dengan bijak dan positif. Tergantung orangnya sih. Selagi kita bijak, tidak jadi masalah (dibatasi oleh netiket bermedia sosial). Menurut aku netiket itu menjadikan batasan yang positif sih. Kan berekspresi itu bisa dalam bentuk apa aja. Gak harus melenceng ke arah yang tidak baik. Untuk itu, netiket ini mengarahkan user dalam berekspresi.” Papar Informan 1.

“Sangat penting agar terhindar dari efek negatif yang akan membahayakan diri kita sendiri karena media sosial sudah sangat bebas tanpa batas digunakan remaja sekarang. Saya sendiri tidak merasa terbatasi, karena penggunaan saya dalam bermedia sosial sudah mengikuti netiket bermedia sosial. Tidak menggunakan media sosial untuk menyebarkan kebencian dan membagikan konten pornografi. Selama ini saya menggunakan media sosial cukup bijak dan memiliki prinsip untuk mengedepankan konten yang positif untuk dibagikan.” Ujar Informan 2.

“Sebenarnya penting atau tidaknya netiket bermedia sosial membatasi remaja dalam bermedia sosial, itu tergantung pemakaian dan penggunaan kita terhadap media sosial tadi. Kalau dibilang penting sih ya kayaknya penting-penting aja biar gak terjadi halyang merugikan beberapa pihak. Untuk saya netiket bermedia itu si tergantung gimana orang memahami netiket tadi aja. Bagi saya tidak membatasi saya dalam bermedia sosial. Karna saya masih bisa membagikan konten yang menurut saya wajar dalam ruang percakapan bersama orang tertentu dan grup di LINE.” Papar Informan 3.

“Penting sih netiket membatasi remaja dalam bermedia sosial, jangan sampe hate speech dan menghasut. Karena itu bisa merusak mental orang dalam bermedia sosial. Remaja kalau terus terusan membaca hal-hal negatif di media sosial, bakalan tumbuh mental

Universitas Sumatera Utara

untuk melakukan hal serupa. Aku ngerasa biasa aja sih malah gak ngerasa dibatasi sama sekali dengan adanya netiket bermedia sosial, karena aku bukan tipe yang suka bekoar-koar tentang apapun di media sosial.” Jelas Informan 5.

“Penting sekali. Hal ini akan mengurangi remaja yang sekarang mulai saling sindri di media sosial. Banyak remaja yang hilang akal tidak bisa menjaga privasi mereka di media sosial. Jadi dengan adanya netiket tadi, banyak remaja bisa mengurangi aktivitas negatif mereka di media sosial. Saya sendiri tidak merasa terbatasi oleh netiket tersebut, karena selama ini saya menggunakan media sosial untuk hal-hal positif dan seperlunya saja. Jika tidak begitu penting bahkan saya tidak membuka media sosial.” Ungkap Informan 6.

Berbeda dengan informan 4 yang merasa terbatasi oleh adanya netiket bermedia sosial yang membuatnya terbatasi dalam hal kebebasan berekspresi.

“Cukup penting peran netiket dalam membatasi remaja bermedia sosial, karena hal ini dapat menyaring informasi informasi kurang bermanfaat dari kita dan dapat mengarahkan kita kepada informasi yang lebih bermutu dan bermanfaat. Netiket sebenarnya sudah membatasi kita bermedia sosial, netiket sudah sedari awal membatasi kebebasan berekspresi di media sosial. Lalu sekarang bagaimana? Sekarang kita harus beradaptasi, dan berevolusi. Cari cara lain untuk berekspresi, lompati netiket tersebut dengan kreatifitas. Tentu saja saya merasa terbatasi, karena saya adalah orang yang menjunjung tinggi kebebasan. Bila ada yang membatasi kebebasan, saya tidak akan suka. Dan sejalan dengan menjunjung tinggi kebebasan, saya menjunjung tinggi hak seseorang dan hak untuk menolak hal-hal yang tidak diinginkan terhadap dirinya. Bila netiket dapat membuat seseorang memperkuat hak untuk menolak hal hal yang tidak diinginkan dari dirinya, maka saya akan dengan senang hati mendukung netiket.” Papar Informan 4.

4.1.3.6 Peran UU ITE dalam Media Sosial Pakar media sosial Nukman Luthfie menekankan adanya hal mendasar yang perlu diingat oleh seluruh pengguna media sosial yaitu bahwa media sosial sejatinya adalah ruang publik yang membutuhkan etika dalam setiap aktivitasnya. Etika berkomunikasi di internet sering (netiket) terlupa karena kadang kita merasa bahwa kita hanya sendirian saja. Hal lain yang mungkin membuat kita melupakan etika adalah ketika kita merasa memiliki kontrol penuh atas konten kita dan komunitas kita. Kita merasa memiliki komunitas yang tertutup tapi kadang kita

Universitas Sumatera Utara

lupa bahwa mudah bagi orang lain untuk menyebarkan kembali apa yang kita bagikan secara terbatas.

Etika berkomunikasi di internet juga telah diperkuat secara formal di berbagai negara. Indonesia kini telah mempunyai aturan hukum terkait media sosial yaitu UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-undang ini antara lain menjadi payung hukum bagi penanganan kasus-kasus yang mengandung unsur permusuhan dan kebencian, ancaman, fitnah, dan pornografi. Kita harus lebih berhati-hati dalam bermedia sosial, jangan hanya berlindung pada ketidaktahuan, melainkan harus aktif memperbaiki diri. Berikut ini pernyataan informan mengenai peran UU ITE dalam mengatur remaja dalam bermedia sosial LINE. Beberapa informan berpendapat bahwa UU ITE sudah cukup mengatur remaja dalam bermedia sosial namun, pengguna dari media sosial yang masih melanggar UU ITE tersebut.

“Undang –undang sejauh ini baik. Tapi realisasinya yang masih kurang diterapkan dan kurang dijalankan dalam bermedia sosial. Karena buktinya masih saja banyak cyber crime yang terjadi pada remaja sekarang di media sosial. Tidak bisa kita pungkiri. Banyak juga remaja remaja yang membagikan konten tidak senonoh di media sosial namun masih ada di media sosial dan terus membagikan konten itu.” Ungkap Informan 1.

“Sudah cukup mengatur kita dalam bermedia sosial, karena UU ITE juga sudah disepakati bersama. Tinggal bagaimana penerapannya dan bagaimana remaja menaati peraturan yang ada dalam UU tersebut.” Ujar Informan 2.

“Sudah cukup mengatur kita bermedia sosial, sebab yang berlebihan tidak baik. Bahkan jika sudah diterapkan dengan baik, tetap saja akan ada remaja yang menggunakan media sosial dengan negatif.” Ungkap Informan 3.

“Sejauh ini UU ITE sudah cukup mengatur kita bermdia sosial, asal kita pintar dan paham hukum. Cara agar pintar dan paham hukum sebenernya ada banyak ya. Contohnya lihat dari internet, tapi tetap harus melihat informasi dari website yang sudah terbukti kebenarannya. Baca-baca buku dan banyak lihat berita.” Ungkap Informan 5.

Universitas Sumatera Utara

Berbeda dengan keempat informan di atas, menurut informan 4 dan informan 5, UU ITE belum mengatur remja dalam bermedia sosial, karena menurut mereka, konten yang tidak sesuai dalam UU ITE, masih banyak di temukan di media sosial.

“UU ITE sejauh ini belum mengatur kita bermedia sosial. Karena media sosial masih belum final, masih akan terus berubah dan mencapai babak baru. Maka daripada itu, UU ITE tidak akan pernah cukup untuk mengaturnya.” Papar Informan 4.

“Masih kurang efektif sih UU ITE mengatur kita dalam bermedia sosial, penindakan bagi pelanggar masih kurang di perhatikan. Kayak sekarang kalau ejabat atau orang orang dengan status sosial tinggi di negara ini bisa aja tidak ditindaklanjutin kalo mereka terjerat kasus cyber crime. Jadi ya memang selain dari pihak masyarakat yang harus tau UU ITE ini, pihak yang berwajib juga sangat wajib hukumnya untuk menjalankan tugas dari UU ITE ini, agar masyarakat sadar bahwa kejahatan di dunia maya itu meresahkan juga.” Jelas Informan 6.

4.1.3.7 Peran UU Pornografi dalam Mengurangi Tingkat Sexting Kemajuan perangkat bergerak yang terkoneksi internet, terutama smartphone dan tablet melahirkan perilaku baru, terutama di kalangan remaja. Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Texas menunjukkan perilaku sexting (mengirimkan gambar/foto sexually explicit secara elektronik dari satu remaja ke remaja lainnya) merupakan perilaku yang makin biasa atau wajar dilakukan oleh remaja. Sexting sendiri merupakan salah satu bentuk kejahatan pornografi (cyber pornography) di media sosial yang mana saat ini sangat marak terjadi pada remaja Indonesia. Meski pun dengan adanya Undang Undang yang secara tegas mengatur mengenai pornografi, namun UU tersebut dianggap masih belum cukup dijadikan pedoman agar tidak terjadinya sexting. Berikut tanggapan dari informan yang menganggap bahwa UU Pornografi dianggap sudah cukup atau cukup dijadikan pedoman agar tidak terjadinya sexting dan kejahatan pornografi di media sosial. Namun, tidak banyaknya realisasi nyata dari UU Pornografi tersebut yang masih menyebabkan banyaknya cyber crime di media sosial.

Universitas Sumatera Utara

“Undang –undang sejauh ini baik. Tapi realisasinya yang masih kurang. Sama seperti UU ITE. Kebanyakan malah beberapa pihak sengaja tidak diproses hukum walaupun sudah jelas-jelas melakukan cyber pornografi. Bisa kita lihat sendiri contoh kasus dari Habib Rizik dan Firza Husein. Pelaku bisa kabur keluar negeri terus tiba-tiba kasusnya dicabut atau selesai. Kan ini jadi contoh sebenernya kalau cyber pornografi itu tidak bahaya kalau dilakukan karna UU Pornografi sendiri tidak dilaksanakan dalam realisasinya.” Papar Informan 1.

“Sudah cukup menjadi pedoman, karena undang-undang dibuat dengan pertimbangan dan persetujuan yang berguna sebagai pedoman kita bertindak. Karena masih ada juga kok remaja yang pengguna media sosial tidak melakukan sexting atau tidak semuanya remaja itu melakukan cyber pornografi. Dan kita juga bisa lihat beberapa kasus artis-artis yang sudah tertangkap karna melakukan cyber crime.” Ungkap Informan 2.

“Belum cukup menjadi pedoman sih kalo untuk mengurangi atau supaya gak ada sexting lagi. Karena buktinya baru-baru ini juga masih terjadi di media sosial. Kayak kasus Habib Riziq. Itu kan contoh yang nyata sih karena pelakunya pun tidak ditangani dengan bijak. Jadi remaja liatnya pun kayak hal biasa.” Papar Informan 3. “Tidak cukup sama sekali sebagai pedoman supaya hal tersebut tidak terjadi lagi di media sosial. Karena seiring dengan perkembangan media sosial, elemen elemen di dalamnya seperti pornografi dan sexting akan turut berkembang. Sehingga UU Pornografi tidak akan cukup untuk menjadi pedoman dari pornografi dan sexting yang terus berkembang ini.” Papar Informan 4.

“Cukup jadi pedoman jugalah UU Pornografi ini, asal ada sosialisasi yang lebih dalam untuk masyarakat aja lagi supaya banyak yang tau apa saja yang masuk indikator pornografi dan kejahatan pornografi di media sosial dan dunia nyata itu seperti apa saja. Biar remaja juga bijak. Nggak dikit-dikit berita mengenai remaja tentang Pornografi aja. Prestasi dong dibanyakin.” Ungkap Informan 5.

“Sejauh ini mungkin cukup lah kalau untuk jadi pedoman aja, tapi kalau untuk diterapkan kayaknya nggak ya. Karena masih ada tuh kasus video mesum yang beredar dari chat di grup pertemanan. Ya seharusnya UU Pornografi ini ditegakkan dulu sama pihak yang berwajib. Jadi bisa dicontoh sama masyarakat kalo cyber crime itu ada undang undangnya, dan pihak yang berwajib tanggap sama kasus seperti ini.” Papar Informan 6.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Wawancara Pertanyaan yang Diajukan

Apakah Kamu Apakah Anda Apakah Anda Apakah Pernah Apakah Anda Apakah Anda Apakah Anda Apakah Netiket Mengetahui UU Mengetahui UU Anda Menemukan Pernah Pernah Setuju Jika LINE di Membatasi Anda ITE? Cukupkah Pornografi? Pengguna Konten Melakukan Mendengar Tutup Karena Informan Berinternet? untuk mengatur Cukupkah menjadi LINE? Pornografi di Sexting? Netiket? Adanya Sexting? berinternet? pedoman? LINE? Iya, Lumayan Pernah dan Ignore Tidak pernah, ya Pernah, tapi gak Tergantung Tau, dan sejauh ini Tau, dan sejauh ini Tidak setuju. Jangan aktif sih. karena gak tau terlalu paham sih. orangnya sih. baik. Tapi baik. Tapi salahin aplikasinya, buat apa. Sepengetahuan Selagi dia bijak, realisasinya yang realisasinya yang salahin usernya. 1. aku tentang etiket tidak jadi masih kurang. masih kurang. dalam masalah. menggunakan new media. Iya, selalu Pernah, dan Tidak pernah, Pernah, Etika Tidak sama Tau, dan UU ITE Tau, dan UU Sedih sekali, karena pakai. ngerasa risih sih. karena hal seperti berkomunikasi di sekali. sudah cukup untuk Pornografi sudah banyak fitur dan itu belum saatnya. internet. mengatur kita cukup menjadi manfaat positif yang bermedia sosial dan pedoman untuk diberikan jika kita 2. juga sudah menjadi bermedia sosial agar menggunakannya kesepakatan tidak terjadi sexting sebagaimana bersama. dan sexual mestinya harrasment.

(Sumber: Transkip Wawancara)

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Wawancara Pertanyaan yang Diajukan

Apakah Kamu Apakah Anda Apakah Anda Pernah Apakah Anda Apakah Anda Apakah Anda Apakah Anda Apakah Netiket Mengetahui UU Mengetahui UU Menemukan Pernah Pernah Setuju Jika LINE di Pengguna Membatasi Anda ITE? Cukupkah Pornografi? Konten Melakukan Mendengar Tutup Karena Informan LINE? Berinternet? untuk mengatur Cukupkah menjadi Pornografi di Sexting? Netiket? Adanya Sexting? berinternet? pedoman? LINE? Iya, saya selalu Pernah dan Sejauh ini belum Belum pernah Yang penting Tik- Tau, dan cukup Tau, dan belum Ya kalau ditutup, menggunakan menurut saya pernah, tapi VCS dengar. tok sudah di dijadikan aturan. cukup menjadi masih ada aplikasi LINE untuk tidak salah, karena pernah. blokir. pedoman karena lain. Saya akan main 3. berkomunikasi kebetulan saya masih banyak terjadi Beetalk, Tinder dan juga penikmat. sexting dan sexual Kakaotalk harrasment. Ya, karena saya Pernah, Saya akan Tidak pernah, Pernah dengar, Tentu saja Belum, karena Tidak cukup, karena Saya akan sangat gunakan untuk menelaah dahulu karena sexting aturan dan tata terbatasi, karena media sosial masih seiring dengan mendapati hal mencari konteks dari meninggalkan krama dalam saya adalah orang belum final, masih perkembangan media tersebut konyol. informasi, konten yang rekam jejak. berinternet. yang menjunjung akan terus berubah sosial, elemen- inspirasi dan tersebar itu. tinggi kebebasan. dan mencapai elemen didalamnya 4. sosialisasi. Bila ada yang babak baru. Maka seperti pornografi membatasi dari itu UU ITE dan sexting akan kebebasan, saya tidak akan pernah turut berkembang. tidak akan suka. cukup mengaturnya.

(Sumber: Transkip Wawancara)

Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Wawancara Pertanyaan yang Diajukan

Apakah Kamu Apakah Anda Apakah Anda Pernah Apakah Anda Apakah Anda Apakah Anda Apakah Anda Apakah Netiket Mengetahui UU Mengetahui UU Menemukan Pernah Pernah Setuju Jika LINE di Pengguna Membatasi Anda ITE? Cukupkah Pornografi? Konten Melakukan Mendengar Tutup Karena Informan LINE? Berinternet? untuk mengatur Cukupkah menjadi Pornografi di Sexting? Netiket? Adanya Sexting? berinternet? pedoman? LINE? Iya, untuk Belum pernah, Gak pernah sama Netiket? Netizens Enggak, karena Cukup, asal kita Cukup juga, asal ada Sangat tidak setuju. hiburan, info Kaget sih pasti. sekali. etiket kah? Etiket aku bukan tipe pintar dan paham sosialisasi yang lebih sekitar dan liat dalam yang suka hukum. dalam untuk 5. produk-produk berkomunikasi di berkoar-koar masyarakat. bunga. internet. tentang apapun di media sosial. Iya, untuk Pernah, Sangat Belum pernah. Belum pernah. Tidak tahu. Masih kurang, Sejauh ini mungkin Akan banyak pihak berkomunikasi miris. penindakan bagi cukup. yang sangat 6. dan hiburan pelanggar masih dirugikan oleh hal itu semata. kurang di pastinya. perhatikan.

(Sumber: Transkip Wawancara)

Universitas Sumatera Utara 4.2 Pembahasan Media sosial seakan sudah menjadi candu bagi masyarakat Indonesia khususnya kalangan remaja. Salah satunya media sosial yang paling sering digunakan adalah LINE. LINE memiliki keunggulan dan ketertarikan sendiri bagi penggunanya. LINE sangat banyak menawarkan kemudahan yang membuat remaja menjadi candu dalam penggunaannya. Media sosial ada karena didukung oleh kecanggihan teknologi saat ini. Gawai menjadi modal utama dalam bermedia sosial. Empat dari keenam informan menggunakan telepon seluler pintar bermerek “Iphone”, sedangkan dua informan lainnya menggunakan telepon seluler pintar berbasis “Android”. Telepon seluler pintar ini tidak akan dapat mengakses internet apabila tidak memiliki paket data internet. Paket data internet yaitu paket biaya untuk menebus berapa besar data yang bisa dinikmati oleh para pengguna telepon seluler pintar (smartphone). Para informan mengakui bahwa paket data internet dibeli menggunakan uang jajan pribadi yang diberikan oleh orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa bermedia sosial sudah menjadi kebutuhan pokok dari remaja.

Rata-rata remaja pengguna platform LINE, mereka menggunakan LINE dikarenakan fitur-fitur LINE yang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk berkomunikasi dan mencari informasi. Selain itu, banyak fitur mendukung lainnya seperti Line Game, Line News, Line Shopping, hingga VLINE Points yang digunakan oleh para infoman. Fitur-fitur tersebut memiliki manfaat tersendiri seperti untuk berbelanja online, Bermain permainan secara online, hingga pengumpul poin untuk membeli stiker.

Sebagai media sosial, LINE juga tidak lepas dari konten–konten yang dibagikan oleh penggunanya. Berbagai konten dapat dibagikan secara mudah melalui fitur chatting di platform LINE. Salah satu konten yang sedang marak terjadi adalah konten pornografi. Banyak remaja di media sosial menyalahgunakan manfaat dari bermedia sosial, salah satunya adalah membagikan konten pornografi di media sosial.

Universitas Sumatera Utara

Kasus pornografi yang terjadi di media sosial merupakan bentuk cyber pornography, salah satu contohnya adalah sexting. Sexting yang marak terjadi di media sosial platform LINE merupakan bentuk ketidaktahuan remaja terhadap netiket dalam bermedia sosial. Penelitian yang dilakukan sejak 19 Juni – 13 Juli dengan tahapan wawancara yang dilakukan oleh masing-masing informan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa banyak remaja yang belum mengetahui bahwa sexting merupakan bentuk kejahatan pornografi di media sosial (cyber crime) dan banyak remaja yang belum mengetahui netiket bermedia sosial. Sehingga dari ketidaktahuan tersebutlah konten-konten pornografi di media sosial seperti sexting masih terjadi di lingkungan remaja dalam bermedia sosial.

Beberapa dari informan masih belum mengetahui bahwa membagikan konten pornografi dalam bentuk teks, video, foto, gambar, hingga audio merupakan bentuk sexting. Bahkan satu dari enam informan tidak mempermasalahkan terjadinya sexting dan empat dari enam informan lainnya menganggap bahwa sexting merupakan hal yang wajar apabila terjadi secara privasi antara pengirim dan penerima konten tersebut. Namun satu dari informan yang tersisa menganggap bahwa sexting atau konten pornografi merupakan hal yang tidak perlu ada dan tidak perlu dibagikan di media sosial.

Remaja yang saat ini banyak menghabiskan waktunya untuk bermedia sosial sudah seharusnya dibekali dengan pengetahuan dasar dalam menggunakan media sosial, karena ada hal-hal yang juga harus dipatuhi dalam dunia maya (media sosial) sama seperti mematuhi peraturan dunia nyata. Seperti yang diungkapkan oleh Yovita Sabarina Sitepu dalam jurnalnya, Persepsi Mahasiswa FISIP Universitas Sumatera Utara Mengenai Netiket di Dunia Nyata (2017: 87), yaitu Orang-orang yang menghabiskan waktunya di dunia maya harus memiliki pengetahuan mengenai etika di dunia maya (netiket). Karena, sama seperti dunia nyata etika menjadi sebuah panduan untuk melakukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain.

Seperti pengakuan dari satu informan yang mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar dan tidak pernah mengetahui sama sekali mengenai netiket. Satu informan di antaranya tidak terlalu memahami netiket bermedia sosial, dan

Universitas Sumatera Utara

empat informan lainnya mengetahui mengenai netiket bermedia sosial di mana menurut pendapat mereka bahwa netiket bermedia sosial sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang yang sudah siap menggunakan media sosial. Seperti yang diungkapkan oleh Yuhevizar, ”segelintir etika dan aturan dalam berkomunikasi sesama pengguna internet bisa dalam ber-e-mail, mailing list, chatting, dan sebagainya.” Jadi, sebagai pengguna media sosial, penguasaan kemampuan berinternet bukan satu-satunya kemampuan yang harus dimiliki, tetapi juga penguasaan etika berinternet.

Rendahnya literasi media sosial (digital) menjadi topik yang dibahas secara mendalam di ajang “ASEAN-Japan Forum on Media and Information Literacy for the Youth” yang digelar di Manila, Filipina pada 20-21 Maret 2018 lalu. Forum ini mempertemukan para pihak dari berbagai sektor komunikasi baik dari pemerintahan, swasta, media, akademisi, dan pelajar dari Jepang dan negara Asia Tenggara. Literasi media digital diperlukan dalam bermedia sosial. Semakin luasnya jaringan komunikasi dan informasi mendorong pengguna media untuk semakin aktif, kritis, dan juga interaktif untuk memilih media komunikasi. Pengguna media sosial sudah seharusnya melek akan media. Netiket bermedia sosial salah satu bentuk sebagai pembatas untuk menggunakan media sosial dengan baik dan benar. Namun, lima dari enam informan merasa tidak dibatasi oleh adanya netiket bermedia sosial dikarenakan faktor kewajaran yang mereka lakukan di media sosial. Faktor kewajaran tersebut seperti tidak merugikan orang lain, tidak membagikan konten pornografi, tidak terlalu banyak membagikan aktivitas di media sosial, hingga mengaku netiket bermedia sosial diperlukan agar dapat menyaring segala bentuk informasi dan komunikasi yang ada di media sosial.

Selain literasi media digital, munculnya konten negatif dari media sosial menjadi dasar pemerintah membuat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU inilah yang mengatur tindakan dalam penggunaan media internet salah satunya media sosial. Menurut informan, saat ini UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dianggap sudah cukup mengatur remaja dalam bermedia sosial dikarenakan sudah banyak bukti pelaku kejahatan di media sosial yang tertangkap oleh polisi. Namun tiga informan

Universitas Sumatera Utara

lainnya mengatakan bahwa peran UU ITE belum begitu tampak pengaplikasiannya, sehingga kasus kejahatan di media sosial (cyber crime) masih banyak dijumpai.

Di Indonesia, masalah pornografi masih menjadi perdebatan yang belum selesai di kalangan masyarakat. Sejumlah kalangan menghendaki munculnya berbagai peraturan yang benar-benar bisa mencegah maraknya pornografi. Konten-konten pornografi yang dibagikan melalui media sosial merupakan bentuk cyber pornography yang mana hal ini merupakan bentuk pelanggaran yang diatur dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Tiga dari enam informan mengatakan bahwa UU Pornografi dianggap belum cukup dijadikan sebagai pedoman agar tidak terjadinya cyber pornography atau pun sexting. Hal ini berdasarkan masih banyaknya konten-konten pornografi di media sosial LINE dan juga media sosial platform lainnya. Kasus kejahatan pornografi di media sosial yang tidak diproses secara hukum yang berlaku menjadi salah satu contoh mengapa konten pornografi masih banyak di media sosial. Menurut informan, bentuk pengabaian seperti ini yang membuat remaja tidak menghiraukan adanya peraturan dalam bermedia sosial.

Selain Undang Undang, Lembaga keagamaan juga memiliki tanggung jawab moral dan perhatian khusus atas penggunaan media sosial. MUI menerbitkan fatwa No 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman dalam bermuamalah melalui media sosial. Bermuamalah ialah hasil dari proses berinteraksi antar individu atau dengan kelompok. MUI mengharamkan sejumlah hal dalam kaitan dengan media sosial, di antaranya gibah (penyampaian informasi tentang orang atau kelompok yang tidak disukai), fitnah (informasi bohong yang disebarkan untuk menjelekkan orang lain), namimah (adu domba atas seseorang atau kelompok), bullying, dan ujaran kebencian dan permusuhan yang berkaitan dengan SARA melalui media sosial. Selain itu, MUI dalam fatwanya juga melarang penyebaran berita bohong (hoax), konten pornografi dan kemaksiatan, termasuk menyebarkan konten yang tidak tepat tempat dan waktunya. Namun, meskipun begitu, konten pornografi tetap saja ramai di media sosial.

Universitas Sumatera Utara

Kasus pornografi yang diberitakan melalui OKEZONE NEWS pada April 2018 menjadi contoh konten pornografi yang masih terjadi di media sosial. Terjadi penangkapan di Medan yaitu pelaku yang patut diduga melakukan tindak pidana menyebarluaskan, menyiar, menawarkan, memperjualbelikan dan menyediakan konten pornografi. Pelaku merupakan operator warung internet (warnet) di Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, ditangkap Polisi saat tengah bertugas di warnet tempatnya bekerja. Modus yang digunakan RS adalah dengan menyimpan video tersebut (porno) di memori komputer tersebut. Pelaku lalu menghubungkan tautan (link) direktori penyimpanan video porno itu pada aplikasi peramban web yang ada di komputer warnet tersebut.

Universitas Sumatera Utara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan 1. Dari perolehan data berdasarkan pendapat para informan, para informan mengakui bahwa paket data internet dibeli menggunakan uang jajan pribadi yang diberikan oleh orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa bermedia sosial sudah menjadi kebutuhan pokok dari remaja. 2. Berdasarkan atas pendapat dari para informan yang diperoleh, banyak remaja di media sosial menyalahgunakan manfaat dari bermedia sosial, salah satunya adalah membagikan konten pornografi di media sosial. 3. Dari perolehan data yang didapat, peneliti dapat menyimpulkan bahwa banyak remaja yang belum mengetahui bahwa sexting merupakan bentuk kejahatan pornografi di media sosial (cyber crime) dan banyak remaja yang belum mengetahui netiket bermedia sosial. Sehingga dari ketidaktahuan tersebutlah konten-konten pornografi di media sosial seperti sexting masih terjadi di lingkungan remaja dalam bermedia sosial. 4. Beberapa dari informan masih belum mengetahui bahwa membagikan konten pornografi dalam bentuk teks, video, foto, gambar, hingga audio merupakan bentuk sexting. Bahkan satu dari enam informan tidak mempermasalahkan terjadinya sexting dan empat dari enam informan lainnya menganggap bahwa sexting merupakan hal yang wajar apabila terjadi secara privasi antara pengirim dan penerima konten tersebut. Namun satu dari informan yang tersisa menganggap bahwa sexting atau konten pornografi merupakan hal yang tidak perlu ada dan tidak perlu dibagikan di media sosial. 5. Remaja yang saat ini banyak menghabiskan waktunya untuk bermedia sosial sudah seharusnya dibekali dengan pengetahuan dasar dalam menggunakan media sosial, karena ada hal-hal yang juga harus dipatuhi dalam dunia maya (media sosial) sama seperti mematuhi peraturan dunia nyata. Jadi, sebagai pengguna media sosial, penguasaan kemampuan

Universitas Sumatera Utara

berinternet bukan satu-satunya kemampuan yang harus dimiliki, tetapi juga penguasaan etika berinternet. 6. Lima dari enam informan merasa tidak dibatasi oleh adanya netiket bermedia sosial dikarenakan faktor kewajaran yang mereka lakukan di media sosial. Faktor kewajaran tersebut seperti tidak merugikan orang lain, tidak membagikan konten pornografi, tidak terlalu banyak membagikan aktivitas di media sosial, hingga mengaku netiket bermedia sosial diperlukan agar dapat menyaring segala bentuk informasi dan komunikasi yang ada di media sosial. 7. Saat ini UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dianggap sudah cukup mengatur remaja dalam bermedia sosial dikarenakan sudah banyak bukti pelaku kejahatan di media sosial yang tertangkap oleh polisi. Namun tiga informan lainnya mengatakan bahwa peran UU ITE belum begitu tampak pengaplikasiannya, sehingga kasus kejahatan di media sosial (cyber crime) masih banyak dijumpai. 8. Tiga dari enam informan mengatakan bahwa UU Pornografi dianggap belum cukup dijadikan sebagai pedoman agar tidak terjadinya cyber pornography atau pun sexting. Hal ini berdasarkan masih banyaknya konten-konten pornografi di media sosial LINE dan juga media sosial platform lainnya. Menurut informan, bentuk pengabaian terhadap kasus yang terjadi, membuat remaja tidak menghiraukan adanya peraturan dalam bermedia sosial. 9. MUI menerbitkan fatwa No 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman dalam bermuamalah melalui media sosial. Bermuamalah ialah hasil dari proses berinteraksi antar individu atau dengan kelompok. MUI mengharamkan sejumlah hal dalam kaitan dengan media sosial, di antaranya gibah, fitnah, namimah, bullying, dan ujaran kebencian dan permusuhan yang berkaitan dengan SARA melalui media sosial. Selain itu, MUI dalam fatwanya juga melarang penyebaran berita bohong (hoax), konten pornografi dan kemaksiatan, termasuk menyebarkan konten yang tidak tepat tempat dan waktunya. Namun, meskipun begitu, konten pornografi tetap saja ramai di media sosial.

Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan selama penelitian, maka peneliti melihat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Saran ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif demi kebaikan bersama. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut: 1) Saran bagi LINE, agar dapat lebih berhati-hati lagi dalam membuat inovasi dengan mengeluarkan fitur-fitur yang terbaru. Sehingga, algoritma yang ada dapat mendeteksi konten-konten yang tidak sepatutnya untuk di konsumsi oleh penggunanya. Di harapkan juga LINE dapat berkolaborasi dan bekerja sama lagi dengan banyak pihak agar bukan hanya menyajikan media sosial yang menyenangkan, tetapi juga dapat membantu perekonomian Indonesia dan memudahkan kebutuhan para penggunananya. 2) Sedangkan saran untuk pemerintah Indonesia, agar dapat bersinergi dengan semua pihak, mengikuti tren dan mau belajar. Membuat regulasi yang kredibel dan lebih banyak lagi mensosialisasikan hal-hal yang di anggap tabu seperti edukasi seks dan aturan-aturan terbaru yang akan ataupun sudah dikeluarkan. Mendukung program-program positif dari masyarakatnya dan mengedukasi hal-hal yang negatif agar dapat menjadi bahan pembelajaran. 3) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dari sudut pandang yang lebih luas dan meneliti menggunakan metode penelitian yang berbeda juga jumlah populasi yang lebih besar.

5.3 Implikasi Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai “Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja pada Platform LINE dalam Konteks Sexting”, maka diperoleh beberapa implikasi, yaitu implikasi teoritis dan implikasi praktis.

Universitas Sumatera Utara

5.3.1 Implikasi Teoritis Melalui penelitian yang telah dilakukan, diharapkan dapat menambah khazanah ilmu komunikasi dan pengetahuan serta wawasan penulis maupun mahasiswa lainnya mengenai kajian-kajian seperti bentuk dari sexting, khususnya mengenai etika bermedia sosial di internet.

5.3.2 Implikasi Praktis Penelitian ini diharapakan dapat memberikan masukan dan sumbangan bagi mahasiswa maupun peneliti terdahulu dalam memahami sexting dan etika- etika yang ada di internet. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan permasalahan yang dilakukan penulis, direkomendasikan untuk memperluas dan memperdalam kajian dalam penelitian terutama yang berkaitan dengan sexting ataupun pornografi dan etika-etika yang ada di internet agar dapat bermedia sosial dengan baik dan benar juga disarankan memperdalam kemampuan dalam memahami kasus di lapangan mengenai perilaku remaja sekarang dalam bermedia sosial dan perilaku remaja di dunia nyata, sehingga temuan yang di dapat menjadi lebih beraneka ragam agar dapat menambah wawasan pembaca.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR REFERENSI

Abrar, Ana Nadya. (2003). Teknologi Komunikasi: Perspektif Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: LESFI. Agus Eka, Pratama. (2014). Sistem Informasi dan Implementasinya. Bandung: Informatika Bandung. Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja. Bandung: CV Pustaka Setia. Ali, Muhammad dan Asrori, Muhammad. (2006). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Andi, Mappiare. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Ardial, H. (2014). Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi. Jakarta: Bumiaksara. Arief, Barda Nawawi. (2011) Pornografi, Pornoaksi dan Cybersex – Cyberporn. Semarang: Pustaka Magister. Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Arthapaty, Adhika. (2011). Pola Hubungan Komunikasi Antar Pengguna dan Cara Penggunaan pada Microblogging Twitter. AW, Suranto dan Kartajaya, Hermawan. (2011). Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi. Jakarta: ASPIKOM. Bagdakian, Ben H. (2008) The New Media Monopoly. Boston: Beacon Press. Bungin, Burhan. (2005). Pornomedia. Jakarta: Kencana. ______. (2006). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo. ______. (2008). Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Creeber, G. and Martin, R., (ed)., (2009). Digital Cultures: Understanding New Media, Berkshire-England: Open University Press. Desmita, R. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Evans. (2012). Social Media Marketing: An Hour A Day. Indiana: Wiley Publishing. Fathul, Wahid. (2002). Kamus Istilah Teknologi Informasi. Yogyakarta: CV Andi Offset. Flew, Terry. (2005). New Media: An Introduction. Melbourne: Oxford University Press.

Universitas Sumatera Utara

Floyd, K. (2012). Interpersonal Communication, Second Edition. New York: McGraw-Hill International Edition. Hamidati, Anis & Fajar, Arief. (2011). Komunikasi 2.0: Teoritisasi dan Implikasi, Yogyakarta: ASPIKOM. Hariwijaya, M. (2007). Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yogyakarta: elMatera Publishing. Hurlock, Elizabeth B. (1997). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. Edisi kelima, Erlangga. Ibrahim, Idi Subandi & Ali, Akhmad Bachruddin. (2014). Komunikasi dan Komodifikasi: Mengkaji Media dan Budaya dalam Dinamika Globalisasi. Yogyakarta: Jalasutra. Keraf, Sonny. (2002). Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas. Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane. (2012). Marketing Management: Kotler Keller. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Kriyantono, Rachmat. (2014). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media. Littlejohn, Stephen W. (2009). Teori Komunikasi (theoris of human communication) (Edisi ke-9). Jakarta: Selemba Humanika. McQuail, Denis. (2005). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga ______. (2011). Teori Komunikasi Massa, McQuail Buku 1 Edisi 6. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Morissan (2009). Teori Komunikasi Organisasi. Bogor : Ghalia Indonesia. Nasrullah, Ruli. (2014). Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia). Jakarta: Kencana. Nasution, Zulkarimein (2015). Etika Jurnalisme: Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rajawali Press Rianto. Nazir, M. (1998). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Oetomo, Budi Sutedjo Dharma. (2007). E-education- Konsep, Teknologi, dan Aplikasi Internet Pendidikan.Yogyakarta: C.V.Andi Offset. O’Keeffe, Gwenn Schurgin & Pearson, Kathleen Clarke. (2011). Clinical Report- The Impact of Social Media on Children, Adolascents, and Families. Illionis: American Academy of Pediatrics. Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana.

Universitas Sumatera Utara

Poerwaningtias, Intan. (2013). Model-Model Gerakan Literasi Media & Pemantauan Media di Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Tifa. Potter, W. James. (2013). Media Literacy. United Kingdom: Sage Publications. Pujileksono, Sugeng. (2015). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang: Intrans Publishing. Rakhmat, Jalaluddin. (1992). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rohmadi, Arif. (2016). Tips Produktif ber-social media. Jakarta: Gramedia. Scheurmann, Larry dan Taylor, Gary. (1997). Netiquette. Jurnal Internet Research. Severin, Werner J & Tankard, James W. (2009). Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa (Edisi ke-5). Jakarta: Kencana Prenada. Siregar, Ashadi. (2006). “Dari Kode Etik Wartawan Indonesia ke Dewan Pers” Dalam Membangun Kebebasan Pers yang Beretika. Jakarta: Dewan Pers dan Yayasan Tifa. Stokes, Jane. (2006). How To Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. (Santi Indra Astuti. Penejemah). Yogyakarta: Bentang. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Tamburaka, Apriyadi. (2013). Literasi Media “Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa”. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Utama J. Seno Aditya. (2016), Psikologi dan Teknologi Informasi. Terbitan II. Jakarta: Himpunan Psikologi Indonesia. Vardiansyah, Dani. (2008). Filsafat Ilmu Komunikasi. Jakarta: Indeks. Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi Massa (Edisi ke-Delapan). Jakarta: Kencana. Wibowo, Wahyu. (2013). Piawai Menembus Jurnal. Jakarta: Bumiaksara. Williams, Brian K. dan Sawyer, Stacey C. (2007). Using Information Technology “Pengenalan Praktis Dunia Komputer dan Komunikasi”. Yogyakarta: Andi.

Universitas Sumatera Utara

Sumber Lain Amalia, Reza Rosita. (2016). Urgensi Literasi Digital Untuk Pelajar SMA. Skripsi Penelitian Survei Tingkat Literasi Digital Pelajar Sekolah Menengah Atas Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Diakses pada 12 Maret 2018. Dewi, Rosdiana. (2015). Implikasi Market Value, Varian Return, Laba Per Saham, Volume Perdagangan Dan Dividen Terhadap Bid Ask Spread Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Indeks LQ 45 Periode 2010-2012. Skripsi. Lampung: Universitas Lampung. Farouk, Peri Umar. (2008). Menjawab Tantangan Pornografi Remaja Indonesia. (http://www.janganbugildepankamera.org/) Diakses pada 12 Maret 2018, 22.11. Griggs, LeeAnn., Barney, Sally., Brown-Sederberg, Janet., Collins, Elizabeth., Keith, Susan., & Iannacci, Lisa. (2009). Varying Pedagogy to Address Student Multiple Intelligences. Human Architecture: Journal of the Sociology of Self-Knowledge. Vol. 7. Article 6. (https://scholarworks.umb.edu/humanarchitecture/vol7/iss1/6) Diakses pada 3 Februari 2018, 17.55. Gumilar. (2007). Etiket. (http//:www.blogger.com/profile/06268418343395254433noreply@blogge r.com.) Diakses pada 12 Maret 2018. 22.15. Kompasiana. Perjalanan Kasus Chat Whatsapp yang Menjerat Rizieq dan Firza. (https://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/30/05422381/perjalanan.k asus.chat.whatsapp.yang.menjerat.rizieq.dan.firza). Diakses pada 18 Juli 2018. 03.20. Ningtias, Nugrayni Dwihayu. (2015). Simulasi Seksualitas Di Dunia Maya : Kajiian Semiotika Terhadap Permainan Tanda-Tanda Seksual Dalam Aplikasi Sex Chat. Jurnal Sosiologi Vol. 3 No. 2. Hal: 43-62.

Novan, Yonathan. (2013). Kepuasan Remaja Menggunakan Aplikasi LINE: Studi Deskriptif Kuantitatif Kepuasan Remaja Menggunakan Aplikasi LINE di Surabaya. Skripsi. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Nurmala, Nila. (2008). Analisis Pengaruh Etiket, Komunikasi dan Komitmen Terhadap Kepercayaan Nasabah Pengguna Tabungan. Skripsi pada PT. BNI (Persero) Tbk. Cabang Mayestik. Jakarta: Universitas Negeri Syarif Hidayatullah. Raikko, Kimi. (2012). Sexting Berujung Hubungan Seks. Kompasiana Beyond Blogging. (https://www.kompasiana.com/kimi_raikko78/sexting-berujung-hubungan- seks_55122b3f8133111254bc6230). Diakses pada 17 Januari 2018. 20.44.

Universitas Sumatera Utara

Ringrose, J., Gill, Rosalind., Livingstone, Sonia., & Harvey, Laura. (2012). A qualitative study of children, young people and ‘sexting’. Laporan Jurnal NSPCC.

Ringrose, J & Harvey, Laura. (2015). Boobs, Back-Off, Six Packs And Bits Mediated Body Parts, Gendered Reward, And Sexual Shame In Teens' Sexting Images. (https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/10304312.2015.1022952) Diakses pada 12 Maret 2018. 15.55. Sikumbang, Ahmad Tamrin. (2014). Komunikasi Bermedia. Jurnal Iqra’ Vol 08 No. 01. Hal 63-67. Sitepu, Yovita Sabarina. (2017). Persepsi Mahasiswa FISIP Universitas Sumatera Utara Mengenai Netiket di Dunia Maya. Jurnal Sociae Polites. Vol. 15 No. 1. Hal 89-91. Tempo. Pengguna Aplikasi LINE di Dominasi oleh Remaja. (https://tekno.tempo.co/read/848829/pengguna-aplikasi-line-di-indonesia- didominasi-remaja). Diakses pada 2 Agustus 2018. 02.10. Tempo. Wow, Ada Akun Resmi LINE Surabaya, Medan dan Makassar. (https://tekno.tempo.co/read/767016/wow-ada-akun-resmi-line-surabaya- medan-dan-makassar). Diakses pada 2 Agustus 2018. 02.10. Wikipedia. Pornografi. (https://id.wikipedia.org/wiki/Pornografi). Diakses pada 9 April 2018. 13.15.

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

PEDOMAN WAWANCARA

Judul Skripsi : Netiquette Bermedia Sosial di Kalangan Remaja

(Studi Kualitatif Mengenai Netiquette Bermedia Sosial di

Kalangan Remaja pada Platform LINE dalam Konteks

Sexting)

Lokasi Penelitian : Medan, Sumatera Utara. Indonesia.

IDENTITAS INFORMAN

Nama : Usia : TTL : Alamat : Jenis Kelamin : Suku : Agama : Pendidikan :

PERTANYAAN

1. Menurut kamu, bagaimana keadaan media sosial hari ini? 2. Menurut kamu, sepenting apa media sosial untuk kamu pada saat ini? 3. Seberapa aktif kamu bermedia sosial? 4. Media sosial apa aja yang paling sering kamu gunakan? 5. Untuk apa saja kamu membuka media sosial tersebut? 6. Hal lain apa yang kamu lakukan di Internet? 7. Seberapa bermanfaat media sosial pengirim pesan instan gratis seperti LINE untuk kamu? 8. Apakah kamu menggunakan LINE untuk berkomunikasi dengan siapa saja atau hanya dengan orang-orang tertentu? Alasannya?

Universitas Sumatera Utara

9. Fitur-fitur apa aja yang kamu ketahui yang ada di LINE? Boleh kasih contoh dan manfaatnya? 10. Apakah kamu sering membagikan cerita atau pengalaman kamu dalam bentuk teks, audio, gambar dan video ke orang lain yang ada di LINE? Alasannya? 11. Bagaimana pandangan kamu ketika melihat atau menemukan konten- konten pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? 12. Apakah salah satu dari teman-teman kamu pernah mengirim, menerima atau meneruskan konten-konten pornografi di LINE? Seperti di grup, personal chat ataupun di timeline contohnya. Bagaimana pandangan kamu? 13. Apakah kamu juga pernah mengirim, menerima ataupun meneruskan konten-konten yang mengandung unsur pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Alasannya? 14. Apa yang kamu ketahui mengenai Pornografi? 15. Bagaimana pandangan kamu melihat konten dalam bentuk teks, audio, gambar dan video yang mengandung unsur pornografi di media sosial? 16. Bagaimana pandangan kamu melihat pelaku pornografi? 17. Apa yang akan kamu lakukan ketika menemukan konten-konten yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Alasannya? 18. Bagaimana pendapat kamu mengenai sexting? 19. Bagaimana pendapat kamu melihat beberapa kasus sexting yang terjadi di LINE dan instant messaging lainnya? 20. Menurut kamu, kenapa sexting ini bisa terjadi? 21. Apakah kamu pernah melakukan sexting? Alasannya? 22. Bagaimana pendapat kamu mengenai dampak positif dan negatif dari sexting ini? 23. Bagaimana pandangan kamu melihat orang yang melakukan sexting kepada kamu ataupun pada orang lain? 24. Menurut kamu, seberapa penting pornografi dan sexting ini untuk diteliti dan dipelajari? Alasannya?

Universitas Sumatera Utara

25. Apakah kamu pernah mendengar tentang netiket? Menurut kamu apa itu netiket? 26. Apakah yang kamu ketahui mengenai netiket bermedia sosial? 27. Bagaimana pendapat kamu mengenai netiket di media sosial? 28. Menurut pendapat kamu, seberapa penting netiket untuk membatasi kita di media sosial? Alasannya? 29. Bagaimana pendapat kamu jika netiket bermedia sosial menjadi batasan dalam hal bebas berekspresi dan berpendapat di media sosial? 30. Apakah kamu merasa terbatasi untuk bermedia sosial dengan adanya netiket bermedia sosial? Alasannya? 31. Apakah UU ITE sudah cukup untuk mengatur kita bermedia sosial? Alasannya? 32. Apakah UU Pornografi sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam bermedia sosial agar tidak terjadi sexting dan sexual harrasment lainnya? Alasannya? 33. Bagaimana pendapat kamu jika LINE ditutup karena banyaknya kasus sexting pada platform tersebut?

Universitas Sumatera Utara

HASIL WAWANCARA

Responden 1 Tanggal 19 Juni 2018 Identitas Remaja Nama : Ekalita Sembiring. Usia : 21 Tahun. TTL : Tigabinanga, 9 Juli 1997. Alamat : Jl. Pembanguna, No. 64, Medan. Jenis Kelamin : Perempuan Suku : Karo Agama : Kristen Protestan Pendidikan : Fresh Graduate S-1. FISIP USU, Ilmu Komunikasi.

PERTANYAAN 1. Peneliti : Menurut kamu, bagaimana keadaan media sosial hari ini? Responden : Semakin hari semakin gak bisa di pungkiri kalau kita makin ketergantungan sama new media, khususnya media sosial. 2. Peneliti : Menurut kamu, sepenting apa media sosial untuk kamu pada saat ini? Responden : Sangat penting. Berkembangnya dunia saat ini, orang butuh sesuatu yang praktis. Media sosial memberikan kebutuhan baik akan informasi maupun hiburan dengan cepat. Bahkan, untuk berinteraksi dengan kerabat pun semakin praktis. 3. Peneliti : Seberapa aktif kamu bermedia sosial? Responden : Aktif, karena aku bisa mendapatkan hiburan dan informasi dari media sosial. 4. Peneliti : Media sosial apa aja yang paling sering kamu gunakan? Responden : Instagram, Twitter & Line.

Universitas Sumatera Utara

5. Peneliti : Untuk apa saja kamu membuka media sosial tersebut? Responden : Karena sejauh ini, instagram dan twitter cukup hype. Balik lagi, aku dapetin hiburan, informasi dan keep in touch sama kerabat tuh paling enak disini. Karena kerabat aku juga dominan pakai dua aplikasi ini. Kalau untuk intens sekali dalam berkomunikasi pakai LINE. 6. Peneliti : Hal lain apa yang kamu lakukan di Internet? Responden : Cari informasi atau kebutuhan lain seperti platform Youtube, Google, dll. 7. Peneliti : Seberapa bermanfaat media sosial pengirim pesan instan gratis seperti LINE untuk kamu? Responden : Sangat penting. Karena dominan kerabat aku itu gunain LINE. Jadi kalau mau berkomunikasi sama mereka, LINE sangant membantu aku untuk realisasiinnya. Apalagi fitur LINE kaya LINE News, Games gitu sangat membantu kebutuhan aku dan media massa. 8. Peneliti : Apakah kamu menggunakan LINE untuk berkomunikasi Dengan siapa saja atau hanya dengan orang-orang tertentu? Alasannya? Responden : Dengan siapa saja sih, karena praktis. Biasanya untuk kerabat dekat aku pakai whatsapp. Karena kan whatsapp basisnya pakai nomor handphone, Jadi lebih personal. 9. Peneliti : Fitur-fitur apa aja yang kamu ketahui yang ada di LINE? Boleh kasih contoh dan manfaatnya? Responden :Fitur yang bermanfaat kali untukku sekarang LINE News atau LINE Games. Karena dua fitur ini yang paling bantu aku dapat informasi dan hiburan dengan cepat. LINE News atau LINE Today lah kalo cari cari berita karena aku sendiri malas nonton tv gitu. Jadi fitur LINE News itu ngebantu kali. Siap baca-baca info di grup atau sekalian siap balas chat temen pasti baca-baca LINE News.

Universitas Sumatera Utara

10. Peneliti : Apakah kamu sering membagikan cerita atau pengalaman Kamu dalam bentuk teks, audio, gambar dan video ke orang lain yang ada di LINE? Alasannya? Responden : Kalau itu ya dibagikan dalam bentuk personal ya. Karena aku kan gunain LINE tujuan utamanya biar bisa berkomunikasi sama orang lain. Jadi, cara aku berkomunikasi dengan mereka ya melalui teks (Chat), Audio (Telefon atau voice note) dan audio visual (Video call). Kalau misalnya ngirim poto atau video sih ya pernah lah. Biasanya ini untuk orang orang terdekat kayak keluarga, temen akrab, atau pacar pas punya pacar dulu. 11. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu ketika melihat atau menemukan konten konten pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Responden : Ignore sih. Aku ga mau terlalu peduliin konten yang kayak gitu. Jadi abaikan aja kalau misal ada dapat konten yang kayak gitu. Karna balik lagi aku bermedia sosial ini bukan untuk mencari hal negatif yang seperti pornografi ini. Secara ga langsung kalau kita mencari-cari hal seperti ini untuk iseng-iseng, biasanya itu akan membuat ketagihan. 12. Peneliti : Apakah salah satu dari teman-teman kamu pernah mengirim, menerima atau meneruskan konten-konten pornografi di LINE? Seperti di grup, personal chat ataupun di timeline contohnya. Bagaimana pandangan kamu? Responden : Kalau secara personal gak pernah. Tapi ngeshare di Home LINE itu pernah, tapi gak sering. Jujur, aku kurang suka ya. Media sosial ini kan bisa diakses seluruh umat. Dengan dia share hal tersebut, secara gak langsung orang jadi kasih persepsi negatif ke orang yang share konten itu. Karena konten itu gak layak untuk publik kan. Nanti,

Universitas Sumatera Utara

kalau ada anak dibawah umur atau oknum gak bertanggung jawab liat gimana? Makin gak baik kan. 13. Peneliti : Apakah kamu juga pernah mengirim, menerima ataupun meneruskan konten-konten yang mengandung unsur pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Alasannya? Responden : Nggak pernah meneruskan juga, geli. 14. Peneliti : Apa yang kamu ketahui mengenai Pornografi? Responden : Simplenya menurut aku bentuk pesan yang berbau eksploitasi seksual 15. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat konten dalam bentuk teks, audio, gambar dan video yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Responden : Aku kurang setuju sih. Banyak yang mikir kerusakan dalam media sosial itu terjadi karena media sosialnya. Padahal, itu karena usernya. Sebisa mungkin kita sebagai user harus menggunakan media sosial dengan bijak dong. 16. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat pelaku pornografi? Responden : Pornografi ini kan melanggar etika. Ya, kembali ke pribadi masing-masing sih. Apakah mau memberikan contoh yang baik atau buruk untuk generasi ini. 17. Peneliti : Apa yang akan kamu lakukan ketika menemukan konten konten yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Alasannya? Responden : Aku pernah sih report salah satu account yang mengandung unsur pornografi di Instagram. Karena seperti yang aku bilang sebelumnya, Kalau bukan usernya, siapa lagi yang bisa mengantisipasi konten ini. 18. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai sexting? Responden :Tergantung pengaplikasiannya. Kalau dia konteksnya suami istri yang melakukan sexting ya gak masalah. Namanya udah halal. Nah ini kalau sama orang yang

Universitas Sumatera Utara

tidak dikenal atau yang secara resmi bukan pasangannya agak bahaya sih. Tapi kembali lagi komunikan itu ngerespon gimana. 19. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu melihat beberapa kasus sexting yang terjadi di LINE dan instant messaging lainnya? Responden : Cukup miris dan berharap agar user bertindak lebih bijak sama media sosial. 20. Peneliti : Menurut kamu, kenapa sexting ini bisa terjadi? Responden : Karena udah kepengen begituan kali. 21. Peneliti : Apakah kamu pernah melakukan sexting? Alasannya? Responden : Tidak pernah, ya karena gak tau buat apa. 22. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai dampak positif dan negatif dari sexting ini? Responden : Untuk pasutri mungkin berdampak positif. Karena sexuality itu memang hal yang wajar dalam hubungan pasutri. Kalau ini dilakukan sama oknum-oknum gak bertanggung jawab atau penjahat kelamin kan jadi takut. 23. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat orang yang melakukan sexting kepada kamu ataupun pada orang lain? Responden : Geli-geli. 24. Peneliti : Menurut kamu, seberapa penting pornografi dan sexting ini untuk diteliti dan dipelajari? Alasannya? Responden : Penting sekali. Karena permasalahan ini jadi topik hangat Di Indonesia. Aku berharap banget sih sex education ditingkatin di masyarakat. Jadi, para korban atau yang ngeliat ini bisa bijak nyikapinnya. 25. Peneliti : Apakah kamu pernah mendengar tentang netiket? Menurut kamu apa itu netiket? Responden :Pernah dengar, tapi gak terlalu paham sih. Sepengetahuan aku tentang etiket dalam menggunakan new media.

Universitas Sumatera Utara

26. Peneliti : Apakah yang kamu ketahui mengenai netiket bermedia sosial? Responden : Tata krama dan kebijakan user dalam menggunakan media sosial. 27. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai netiket di media sosial? Responden : Netiket bermedia sosial harus ditingkatin dan disadarin biar user itu bisa gunain media sosial dengan baik. Dengan baik contohnya seperti mengerti batasan untuk membagikan konten. Konten yang memiliki dampak positif bagi pendidikan itu jauh lebih baik di kalangan remaja. 28. Peneliti : Menurut pendapat kamu, seberapa penting netiket untuk membatasi kita di media sosial? Alasannya? Responden : Netiket ini secara gak langsung bakal buat masyarakat bisa gunain media sosial dengan bijak dan positif. 29. Peneliti : Apakah kamu merasa terbatasi untuk bermedia sosial dengan adanya netiket bermedia sosial? Alasannya? Responden : Tergantung orangnya sih. Selagi kita bijak, tidak jadi masalah. Menurut aku netiket itu menjadikan batasan yang positif sih. Kan berekspresi itu bisa dalam bentuk apa aja. Gak harus melenceng ke arah yang tidak baik. Untuk itu, netiket ini mengarahkan user dalam berekspresi. 30. Peneliti : Apakah UU ITE sudah cukup untuk mengatur kita bermedia sosial? Alasannya? Responden : Undang –undang sejauh ini baik. Tapi realisasinya yang masih kurang diterapkan dan kurang jalankan dalam bermedia sosial. Karena buktinya masih ssja banyak cyber crime yang terjadi pada remaja sekarang di media sosial. Tidak bisa kita pungkiri. Banyak juga remaja remaja yang membagikan konten tidak senonoh di media sosial namun masih ada di media sosial dan terus membagikan konten.

Universitas Sumatera Utara

31. Peneliti : Apakah UU Pornografi sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam bermedia sosial agar tidak terjadi sexting dan sexual harrasment lainnya? Alasannya? Responden : Undang –undang sejauh ini baik. Tapi realisasinya yang masih kurang. 32. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu jika LINE ditutup karena banyaknya kasus sexting pada platform tersebut? Responden : Tidak setuju. Jangan salahin aplikasinya, salahin usernya. Ibarat media sosial itu tuh seperti pisau. Kalau dipakai buat hal yang positif, pisau ngebantu ibu-ibu yang mau masak atau orang yang mau bekerja dengan pisau. Kalau usernya gak baik, bisa digunain untuk ngebunuh orang. Jadi, usernya kan yang harus ditanggapin. Aplikasi kan udah di rancang sebaik mungkin. Tinggal usernya aja yang mengkonstruksikannya itu gimana.

Responden 2 Tanggal 22 Juni 2018 Identitas Remaja Nama : Yessy Lovita. Usia : 21 Tahun. TTL : Pematang Siantar, 8 Agustus 1996. Alamat : Jl. Jamin Ginting, No. 414, Padang Bulan, Medan. Jenis Kelamin : Perempuan Suku : Chinese dan Batak. Agama : Kristen Katolik Pendidikan : Kuliah, semester 8. FISIP USU, Ilmu Komunikasi.

PERTANYAAN 1. Peneliti : Menurut kamu, bagaimana keadaan media sosial hari ini? Responden : Sedang hangat-hangatnya, karena semakin lama orang orang semakin candu dengan media sosial.

Universitas Sumatera Utara

2. Peneliti : Menurut kamu, sepenting apa media sosial untuk kamu pada saat ini? Responden : Sangat penting, karena saya dapat banyak sekali informasi dari media sosial. Apa saja bisa didapatkan dari media sosial. Bahkan perannya bisa menggantikan orang sekitar, namun kita tetap harus bisa mengurangi penggunaannya dan pandai daam menggunakannya. 3. Peneliti : Seberapa aktif kamu bermedia sosial? Responden : Sangat aktif, saya menggunakannya setiap hari. 4. Peneliti : Media sosial apa aja yang paling sering kamu gunakan? Responden : Instagram, Line & Twitter. 5. Peneliti : Untuk apa saja kamu membuka media sosial tersebut? Responden : Mencari dan bertukar informasi tentunya. Apalagi sekarang media sosial itu kegunaannya luas ya. Informasi yang ga dicari aja bahkan ada, sehingga kita kayak belajar gitu atau kayak nambah wawasan gitu jadinya dari media sosial. 6. Peneliti : Hal lain apa yang kamu lakukan di Internet? Responden : Cari informasi pastinya. 7. Peneliti : Seberapa bermanfaat media sosial pengirim pesan instan gratis seperti LINE untuk kamu? Responden : Sangat bermanfaat, karena hanya memakai kuota yang saat ini sangat penting keberadaannya. Selain itu, mudah dan mantap. Kalo kuota itu kan sebenernya meringankan kita. Kayak disesuaikan beli berapa ratus ribu untuk kuota berapa gb gitu. Misal beli kuota 20 Gb bisa untuk sebulan dipakai untuk nelpon, chat, sama vid call dari LINE. Udah gampang, murah lagi. Itu dia enaknya pakai LINE untuk remaja remaja kos kayak aku yang harus pakai duit itu hemat-hemat.

Universitas Sumatera Utara

8. Peneliti : Apakah kamu menggunakan LINE untuk berkomunikasi Dengan siapa saja atau hanya dengan orang-orang tertentu? Alasannya? Responden : Tentunya dengan siapa saja yang menetahui ID LINE saya. Namun komunikasi yang intens hanya dengan orang-orang tertentu. Alasannya, saya butuh komunikasi dengan orang yang bersangkutan. 9. Peneliti : Fitur-fitur apa aja yang kamu ketahui yang ada di LINE? Boleh kasih contoh dan manfaatnya? Responden : Fitur chat, telfon, akses informasi dari LINE Today, LINE Shopping dll. Sangat bermanfaat, misal saya mau bertanya kepada teman saya tapi saya gak jumpa lagi sama dia. Saya bisa bertanya langsung dari LINE. Informasi dari LINE Today, Shopping manfaatnya saya langsung bisa membaca saat saya membuka aplikasi itu. Kalau Fitur Shopping ini kan update kali ya, mereka juga sering kasih broadcast barang barang baru yang kadang saya ga cari tapi sekali lihat aja kayak meraa butuh sama barang itu, ya langsung beli, pesan dari LINE official Line Shoppingnya. 10. Peneliti : Apakah kamu sering membagikan cerita atau pengalaman kamu dalam bentuk teks, audio, gambar dan video ke orang lain yang ada di LINE? Alasannya? Responden : Sering, karena saya masih ingin terus berkomunikasi walau tidak tatap langsung. Biasanya ya kalau untuk orang yang personal aja kirim poto. Kalo audio itu paling voice note kalo malas ngetik. Dan dalam konteks yang sopan ya. Kalo foto dan video pun pasti yang pake pakaian sopan gitu dan kalo voice note ngga yang aneh aneh ngomongnya. Pokoknya ngga ngomong kotor atau pun hal-hal yang tidak pantas gitu ga pernah lah terucap.

Universitas Sumatera Utara

11. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu ketika melihat atau menemukan konten-konten pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Responden : Merasa risih sih dan langsung abaikan. Karena menurut saya itu bukan kebutuhan saya dalam bermedia sosial. Kebutuhan saya bermedia sosial itu untuk berkomunikasi dalam konteks ya untuk cari info kuliah, kabar teman, informasi di grup yang bermanfaat lah. Makanya dapat yang konten pornografi gitu saya abaikan aja. 12. Peneliti : Apakah salah satu dari teman-teman kamu pernah mengirim, menerima atau meneruskan konten-konten pornografi di LINE? Seperti di grup, personal chat ataupun di timeline contohnya. Bagaimana pandangan kamu? Responden : Cakap-cakap kotor gitu sih, kalau konten pornografi gak Secara gamblang. Merasa terganggu, karena hal seperti itukan bukan hal yang untuk di konsumsi di media sosial. 13. Peneliti : Apakah kamu juga pernah mengirim, menerima ataupun meneruskan konten-konten yang mengandung unsur pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Alasannya? Responden : kalau meneruskan ngga pernah secara nyata gitu, kalau yang ambigu mungkin pernah kayak meme gitu. 14. Peneliti : Apa yang kamu ketahui mengenai Pornografi? Responden : Bingung juga, seperti mungkin perilaku seksual yang dipertunjukkan, organ-organ seksual yang dibicarakan. 15. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat konten dalam bentuk teks, audio, gambar dan video yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Responden : Ya sebenarnya bagi saya hanya untuk dijadikan sebagai pelajaran misalnya tentang kesehatan organ intim. Bukan sesuatu yang untuk di bahas kearah negatif.

Universitas Sumatera Utara

16. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat pelaku pornografi? Responden : Sangat menyayangkan. 17. Peneliti : Apa yang akan kamu lakukan ketika menemukan konten konten yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Alasannya? Responden : Biasanya langsung saya skip kalau hal-hal yang mengarah ke negatif. Alasannya risih. 18. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai sexting? Responden : Kalau sudah sah ya gak apa-apa. Kayak suami istri gitu ngelakuin sexting. Toh hal seperti ini sebenernya sering terjadi di zaman sekarang. Kayak suami istri jaman sekarang itu kan udah kenal media sosial. Jadi mungkin sering liat hal-hal yang aneh terus dikirim ke istri/suaminya ya gapapa. Malah kadang untuk remaja yang udah nikah muda, sexting itu ibarat hiburan dalam kehidupan mereka mungkin, gitu. 19. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu melihat beberapa kasus sexting yang terjadi di LINE dan instant messaging lainnya? Responden : Sebenarnya shock sih, tapi sudah marak jua sepertinya. Sangat menyayangkan, apalagi kalau pelakunya dibawah umur. 20. Peneliti : Menurut kamu, kenapa sexting ini bisa terjadi? Responden : Karena kemudahan media sosial yang bisa memperdekat orang yang berjauhan. Dan mungkin kalau secara tatap muka, masih malu-malu. Ini karena dibalik layar jadinya mungkin lebih gamblang. 21. Peneliti : Apakah kamu pernah melakukan sexting? Alasannya? Responden : Tidak pernah, karena hal seperti itu belum saatnya. 22. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai dampak positif dan negatif dari sexting ini?

Universitas Sumatera Utara

Responden : Mungkin berdampak kepada gairah seksual seseorang tapi itu sangat berdampak kepada pembentukan mental seseorang. 23. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat orang yang melakukan sexting kepada kamu ataupun pada orang lain? Responden : Lagi-lagi menyayangkan hal ini, karena dampak yang akan didapat lebih besar. 24. Peneliti : Menurut kamu, seberapa penting pornografi dan sexting ini untuk diteliti dan dipelajari? Alasannya? Responden : Sangat penting, karena hal ini bukanlah sesuatu yang sepel dan untuk dikompromi. 25. Peneliti : Apakah kamu pernah mendengar tentang netiket? Menurut kamu apa itu netiket? Responden : Etika berkomunikasi di Internet. 26. Peneliti : Apakah yang kamu ketahui mengenai netiket bermedia sosial? Responden : Sama seperti etika dalam kehidupan nyata yang harus dimiliki setiap orang yang menggunakan media sosial. 27. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai netiket di media sosial? Responden : Netiket bermedia sosial sangat penting untuk dimiliki setiap orang yang sudah siap menggunakan media sosial. Sehingga sikap yang di tanamkan dalam bermedia sosial adalah sikap bijak. Maksud bijak di sini seperti mengerti aturan bermedia berdasarkan etika yang telah ada. Seperti tidak menyebarkan hoax, konten pornografi, dan tidak hate speach. 28. Peneliti : Menurut pendapat kamu, seberapa penting netiket untuk Membatasi kita di media sosial? Alasannya? Responden : Sangat penting agar terhindar dari efek negatif yang akan membahayakan diri kita sendiri karena media sosial sudah sangat bebas tanpa batas digunakan remaja sekarang.

Universitas Sumatera Utara

29. Peneliti : Apakah kamu merasa terbatasi untuk bermedia sosial dengan adanya netiket bermedia sosial? Alasannya? Responden : Saya sendiri tidak merasa terbatasi, karena penggunaan saya dalam bermedia sosial sudah mengikuti netiket bermedia sosial. Tidak menggunakan media sosial untuk menyebarkan kebencian dan membagikan konten pornografi. Selama ini saya menggunakan media sosial cukup bijak dan memiliki prinsip untuk mengedepankan konten yang positif untuk dibagikan. 30. Peneliti : Apakah UU ITE sudah cukup untuk mengatur kita bermedia sosial? Alasannya? Responden : Sudah cukup mengatur kita dalam bermedia sosial, karena UU ITE juga sudah disepakati bersama. Tinggal bagaimana penerapannya dan bagaimana remaja menaati peraturan yang ada dalam UU tersebut. 31. Peneliti : Apakah UU Pornografi sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam bermedia sosial agar tidak terjadi sexting dan sexual harrasment lainnya? Alasannya? Responden : Sudah cukup menjadi pedoman, karena undang-undang dibuat dengan pertimbangan dan persetujuan yang berguna sebagai pedoman kita bertindak. 32. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu jika LINE ditutup karena banyaknya kasus sexting pada platform tersebut? Responden : Sedih sekali. Karena banyak fitur dan manfaat positif yang diberikan jika kita menggunakannya sebagaimana mestinya

Universitas Sumatera Utara

Responden 3 Tanggal 24 Juni 2018 Identitas Remaja Nama : Hafiz Maksudi. Usia : 22 Tahun. TTL : Medan, 18 Mei 1996. Alamat : Jl. Karya Kasih. Komplek Bukit Johor Mas Blok J, No. 6. Jenis Kelamin : Laki-laki Suku : Jawa Agama : Islam Pendidikan : Kuliah, semester 8. FISIP USU, Ilmu Komunikasi.

PERTANYAAN 1. Peneliti : Menurut kamu, bagaimana keadaan media sosial hari ini? Responden : Baik. 2. Peneliti : Menurut kamu, sepenting apa media sosial untuk kamu pada saat ini? Responden : Sangat penting. Karena media sosial ini sebenernya punya peran yang baik terutama connecting people to people. Selain sebagai sumber informasi, media sosial ini dapat mempererat hubungan kita dengan orang lain walau harus tatap muka. 3. Peneliti : Seberapa aktif kamu bermedia sosial? Responden : Aktif selama masa aktif belum tenggang. 4. Peneliti : Media sosial apa aja yang paling sering kamu gunakan? Responden : Line dan Whatsapp 5. Peneliti : Untuk apa saja kamu membuka media sosial tersebut? Responden : Untuk berkomunikasi itu menurut aku sih kenapa pakai dan main media sosial. Karena pakai media sosial ini komunikasi itu jadi gampang dan mudah, terhitung dari kualitas untuk berinteraksinya kan bisa itu pakai video call atau telponan yang rame-rame. Jadi memang media sosial

Universitas Sumatera Utara

ini ngebantu kalilah untuk berkomunikasi. 6. Peneliti : Hal lain apa yang kamu lakukan di Internet? Responden : Membaca berita, namun terkadang mencari konten porno. 7. Peneliti : Seberapa bermanfaat media sosial pengirim pesan instan gratis seperti LINE untuk kamu? Responden : Sangat bermanfaat sekali, apalagi untuk yang pacaran. Komunikasi itu kan penting kalau menjalin hubungan, ya biar gak ada salah paham dan sebagainya. Jadi ya LINE ini betul-betul membantu kali untuk aku. Tapi serius memang aku ngerasanya gitu. Karena juga kalau sama kawan-kawan paling komunikasian itu kalo mau ketemu atau bagi info-info aja dan gak seintens sama pacar. Jadi memang aku pribadi sangat menyarankan yang pacaran atau punya hubungan spesial gitu pakai LINE. Komunikasi itu penting pokoknya. Mau yang pacaran, pekerja, pelajar juga cocok aja pakai LINE menurutku. 8. Peneliti : Apakah kamu menggunakan LINE untuk berkomunikasi dengan siapa saja atau hanya dengan orang-orang tertentu? Alasannya? Responden : Orang-orang tertentu dan teman dekat saja. 9. Peneliti : Fitur-fitur apa aja yang kamu ketahui yang ada di LINE? Boleh kasih contoh dan manfaatnya? Responden : Fitur untuk berkomunikasi dengan teman dekat seperti LINE chatting, Line Free Call, Line Video Call. Ini tiga fitur yang paling sering kali aku pakek dan bermanfaat. Ketiga fitur ini tadi bisa dipakai untuk menghubungi secara personal maupun grup. Kayak video call itu kan enak bisa rame-rame. Jadi kalau rindu sama temen-temen yang pada merantau, gambang bisa tatap muka komunikasiannya. Kalau Fitur lain apa ya paling kayak LINE Alumni. Karena sampek sekarang alumni dari SMA ku itu masih akrab-akrab kali. Gampang kalau mau atur

Universitas Sumatera Utara

reuni. 10. Peneliti : Apakah kamu sering membagikan cerita atau pengalaman kamu dalam bentuk teks, audio, gambar dan video ke orang lain yang ada di LINE? Alasannya? Responden : Lumayan, terkadang saya sering membagikan foto atau video yang diluar akal sehat ke grup teman-teman dekat saja. Maksudnya itu kayak poto yang lucu-lucu lah tapi yang buat kita bepikir. Harus tau lucunya di mana gitu. Kalo aneh-aneh kayak foto saya lagi topless (tanpa baju) tapi ya masih pakai celana. Atau video saya lagi ngomong yang kadang-kadang ada ngomong kotor pasti pernah. Namanya juga laki laki kalo udah di grup ya gimanalah pasti ada aja tingkahnya. 11. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu ketika melihat atau menemukan konten konten pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Responden : Menurut saya tidak salah juga ada konten pornografi, namanya juga media sosial kan ya pasti semua ada di situ dari berbagai konten positif mau pun negatif, kebetulan saya juga penikmat dari konten tersebut. Ya penikmat maksudnya kalau ada kedapetan yaudah saya lihat gitu. Pembelajaran juga sih hal kayak gitu supaya kita tidak melakukan hal seperti itu di media sosial secara kita pribadi. Kalau misal ada vido orang yang ga kita kenal terus beredar di media sosial yaudah gitu gak saya peduliin kali paling ya saya liat. 12. Peneliti : Apakah salah satu dari teman-teman kamu pernah mengirim, menerima atau meneruskan konten-konten pornografi di LINE? Seperti di grup, personal chat ataupun di timeline contohnya. Bagaimana pandangan kamu?

Universitas Sumatera Utara

Responden : Menurut saya sah-sah saja selama tidak ada yang dirugikan. 13. Peneliti : Apakah kamu juga pernah mengirim, menerima ataupun meneruskan konten-konten yang mengandung unsur pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Alasannya? Responden : Lumayan sering, melihat tingkat konten-kontennya, semakin diluar nalar, semakin besar keinginan untuk membagikan. 14. Peneliti : Apa yang kamu ketahui mengenai Pornografi? Responden : Yang saya ketahui tentang pornografi ialah sosok Lana Roadhes yang sangat saya idolakan. 15. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat konten dalam bentuk teks, audio, gambar dan video yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Responden : Yang jelas pandangan saya tidak akan kemana-mana selama durasi video atau fotonya masih tertampil di handphone. 16. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat pelaku pornografi? Responden : Menurut saya pribadi, pelaku pornografi ada yang profesional ada juga yang terpaksa untuk konsumsi pribadi. 17. Peneliti : Apa yang akan kamu lakukan ketika menemukan konten- konten yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Alasannya? Responden : Yang saya lakukan jika itu menarik, saya akan menyimpannya untuk alasan biologis. 18. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai sexting? Responden : Tidak tahu saya sexting, yang saya tau chatsex, vcs dan open booking. Oh kalo misal chatsex itu termasuk sexting, ya berarti saya termasuk yang sering melakukan sexting, ya. Karena menurut saya sih hal ini selagi personal ya

Universitas Sumatera Utara

gapapa. Kan nggak merugikan siapapun. Misal saya jadi objek dari sexting itu ya kalau di chat personal aja Tidak apa apa. Cuman ya jangan sampai tersebar gitu. 19. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu melihat beberapa kasus sexting yang terjadi di LINE dan instant messaging lainnya? Responden : Selama itu ditujukan oleh oknum yang cocok, itu sah-sah saja. 20. Peneliti : Menurut kamu, kenapa sexting ini bisa terjadi? Responden : Bisa terjadi karena adanya dorongan ingin main gratis. 21. Peneliti : Apakah kamu pernah melakukan sexting? Alasannya? Responden : Sejauh ini belum, tapi vcs pernah. 22. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai dampak positif dan negatif dari sexting ini? Responden : Dampak positifnya saling merangsang, dampak negatifnya kalau yang di chat tidak merespon. 23. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat orang yang melakukan sexting kepada kamu ataupun pada orang lain? Responden : Kalau yang melakukan orang yang berpotensi jelas saya Akan meresponnya dengan positif. 24. Peneliti : Menurut kamu, seberapa penting pornografi dan sexting ini untuk diteliti dan dipelajari? Alasannya? Responden : Sangat penting diteliti, sebab kita juga akan mengetahui se-efektif apa sexting itu. 25. Peneliti : Apakah kamu pernah mendengar tentang netiket? Menurut kamu apa itu netiket? Responden : Belum pernah dengar. 26. Peneliti : Apakah yang kamu ketahui mengenai netiket bermedia sosial? Responden : Saya tidak tahu tentang netiket bermedia sosial karena memang belum pernah mendengarnya.

Universitas Sumatera Utara

27. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai netiket di media sosial? Responden : Kalau itu untuk menjaga tingkah laku dalam bermedia sosial, ya sebaiknya kita harus banyak membaca tentang hal itu. Intinya melakukan hal yang tidak merugikan orang lain lah dengan adanya netiket bermedia sosial. Ya kayak sexting kalau tidak ada pihak yang dirugikan, yaudah sih rasa saya tidak apa apa. 28. Peneliti : Menurut pendapat kamu, seberapa penting netiket untuk membatasi kita di media sosial? Alasannya? Responden : Sebenarnya penting atau tidaknya, itu tergantung pemakaian dan penggunaan kita terhadap media sosial tadi. Kalau dibilang penting sih ya kayaknya penting penting aja biar gak terjadi halyang merugikan beberapa pihak. 29. Peneliti : Apakah kamu merasa terbatasi untuk bermedia sosial dengan adanya netiket bermedia sosial? Alasannya? Responden : Untuk saya netiket bermedia itu si tergantung gimana orang memahami netiket tadi aja. Bagi saya tidak membatasi saya dalam bermedia sosial. Karna saya masih bisa membagikan konten yang menurut saya wajar dalam ruang percakapan bersama orang tertentu dan grup di LINE. 30. Peneliti : Apakah UU ITE sudah cukup untuk mengatur kita bermedia sosial? Alasannya? Responden : Sudah cukup mengatur kita bermedia sosial, sebab yang berlebihan tidak baik. Bahkan jika sudah diterapkan dengan baik, tetap saja akan ada remaja yang menggunakan media sosial dengan negatif.

Universitas Sumatera Utara

31. Peneliti : Apakah UU Pornografi sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam bermedia sosial agar tidak terjadi sexting dan sexual harrasment lainnya? Alasannya? Responden : Belum cukup menjadi pedoman sih kalo untuk mengurangi atau supaya gak ada sexting lagi. Karena buktinya baru-baru ini juga masih terjadi di media sosial. 32. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu jika LINE ditutup karena banyaknya kasus sexting pada platform tersebut? Responden : Ya kalau ditutup, saya akan main Beetalk, Tinder & Kakaotalk.

Responden 4 Tanggal 26 Juni 2018 Identitas Remaja Nama : Rama Andhika. Usia : 20 Tahun. TTL : Medan, 17 Mei 1998. Alamat : Jl. AR. Hakim, Gg. Ganefo, No. 92, Medan. Jenis Kelamin : Laki-laki. Suku : Jawa. Agama : Islam. Pendidikan : Kuliah, semester 6. FISIP USU, Ilmu Komunikasi.

PERTANYAAN 1. Peneliti : Menurut kamu, bagaimana keadaan media sosial hari ini? Responden : Hectic, informasi yang masuk sudah terlalu banyak dan sebagian besar orang malah memperunyam situasi ini dengan semakin menambah jumlah informasi yang telah tersedia, bukannya malah menyaringnya dan mempersempitnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Peneliti : Menurut kamu, sepenting apa media sosial untuk kamu pada saat ini? Responden : Sangat penting, karena bagi saya media sosial dapat difungsikan sebagai sarana riset. Riset yang saya maksud disini adalah saya mampu mengamati dan mendapatkan informasi dari aktivitas aktivitas dan fenomena yang terjadi di media sosial, yang mana terkadang hal yang didapat lewat media sosial lebih akurat daripada yang diteliti lewat dunia nyata. 3. Peneliti : Seberapa aktif kamu bermedia sosial? Responden : Bila mengamati dan surfing di media sosial termasuk suatu aktivitas, maka saya sangat aktif bermedia sosial. Namun bila aktivitas yang dimaksud adalah memposting ataupun bersinggungan dengan pengguna lain secara terbuka, maka saya tidak termasuk pengguna aktif. 4. Peneliti : Media sosial apa aja yang paling sering kamu gunakan? Responden : Instagram, Line &Pinterest 5. Peneliti : Untuk apa saja kamu membuka media sosial tersebut? Responden : Mencari informasi, inspirasi dan sosialisasi. Menurut saya sendiri media sosial ini bagus untuk menciptakan remaja remaja yang kreatif dan inovatif, karena semakin banyak kita membuka media sosial yang dalam konteks positif, pasti kita akan menyimpan informasi positif tersebut. Contohnya kayak karya-karya yang ada di media sosial, kalau kita lihatnya positif, pasti kita terpacu untu membuat karya yang baru lagi. Seperti itulah saya jika menggunakan media sosial ketika mencari inspirasi. 6. Peneliti : Hal lain apa yang kamu lakukan di Internet? Responden : Mencari informasi, menambah insight dan inspirasi, berkompetisi, dan mengiri diri akan prestasi orang lain.

Universitas Sumatera Utara

7. Peneliti : Seberapa bermanfaat media sosial pengirim pesan instan gratis seperti LINE untuk kamu? Responden : Sangat bermanfaat, karena sudah bisa mendukung berbagai jenis file dengan ukuran yang cukup besar. Karena saya juga kalau biasa di kepanitiaan seksi dokumentasi ya selama kuliah ini, jadi yang paling terasa ya tadi berbagi file dengan ukuran yang besar kalau dari LINE sangat terbantu. Berbagi video yang ukurannya besar juga bisa. Resikonya paling file akan terkompres tapi tetep ga jauh dari ukuran awal. 8. Peneliti : Apakah kamu menggunakan LINE untuk berkomunikasi dengan siapa saja atau hanya dengan orang-orang tertentu? Alasannya? Responden : Dengan orang-orang tertentu, guna mempersempit dan memfokuskan circle hidup saya. 9. Peneliti : Fitur-fitur apa aja yang kamu ketahui yang ada di LINE? Boleh kasih contoh dan manfaatnya? Responden : Fitur Album, catatan, read atau belum di read, enkripsi, dan polling. Yang paling efektif adalah fitur polling. Di mana setiap orang dapat menyuarakan pendapatnya secara sah dan valid. Dan hasil ini tentunya akan terhitung sendirinya dan akan memberikan hasil yang mutlak. Sangat bermanfaat untuk menghindari perdebatan dan pertikaian yang tak berujung. 10. Peneliti : Apakah kamu sering membagikan cerita atau pengalaman kamu dalam bentuk teks, audio, gambar dan video ke orang lain yang ada di LINE? Alasannya? Responden : Tidak Pernah. Karena berbagi cerita lebih lega dan nikmat bila dilakukan secara langsung. Dapat fokus, intim, dan tidak ada rekaman yang tersimpan. Isi cerita hanya ada di kepala saya dan orang yang saya ajak bercerita. Dan bila orang yang saya ajak bercerita tidak terlalu tertarik

Universitas Sumatera Utara

ataupun tidak fokus, maka di kepalanya juga tidak akan adan rekaman. 11. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu ketika melihat atau menemukan konten-konten pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Responden : Saya akan menelaah konteks dari konten pornografi yang tersebar itu sendiri, sebab dan akibat dari konten tersebut. Apakah saya setuju bila konten pornografi disebar lewat LINE? Tentu saja saya setuju, kebebasan berekspresi adalah junjungan tertinggi saya. Namun, dalam hal pornografi, selayaknya itu adalah kebebasan berkespresi dalam skala privasi. Bila ditamplkan secara publik, tentu saja saya tidak setuju. 12. Peneliti : Apakah salah satu dari teman-teman kamu pernah mengirim, menerima atau meneruskan konten-konten pornografi di LINE? Seperti di grup, personal chat ataupun di timeline contohnya. Bagaimana pandangan kamu? Responden : Pernah dapat konten seperti itu, di grup. Grup termasuk salah satu platform publik, meskipun hanya terdiri dari 3 orang sekalipun, tetap termasuk platform publik. Dan seperti yang saya katakan sebelumnya, bila ditampilkan secara publik, saya tidak akan suka. Meskipun grupnya hanya berisikan 3 orang, namun dari aksi tersebut dapat tersimpulkan bahwa sang penampil meyakini bahwa pornografi tidak masalah untuk ditampilkan ke publik. 13. Peneliti : Apakah kamu juga pernah mengirim, menerima ataupun Meneruskan konten-konten yang mengandung unsur pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Alasannya?

Universitas Sumatera Utara

Responden : Pernah menerima, di grup, dalam bentuk visual. Alasannya adalah karena saya tergabung ke dalam grup yang sama dan saya tidak punya cukup kuasa untuk menghentikan aktivitas ini. 14. Peneliti : Apa yang kamu ketahui mengenai Pornografi? Responden : Hal tidak senonoh yang membludak ke publik. Karena pornografi, bila dilakukan secara privasi, tentu akan terasa senonoh. Sebut saja hubungan antara suami dan istri, apa yang tidak senonoh dari hubungan yang sah? 15. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat konten dalam bentuk teks, audio, gambar dan video yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Responden : Sebuah usaha yang sia-sia. Orang yang menyebar konten tersebut tentu saja ingin mengajak orang-orang untuk memiliki pemikiran yang sama dengan dirinya. Hal ini dapat berhasil dilakukannya, bila dia melakukannya secara privasi. Namun bila sudah dalam konteks publik, konten seperti ini tidak akan dapat menciptakan pengaruh besar. Karena konten ini pastinya akan mengusik beberapa orang, dimana orang orang tersebut akan berusaha untuk take down atau membersihkan konten konten seperti ini. Alhasil konten tersebut akan hilang sebelum sang penyebar konten berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, yang membuat hal ini menjadi usaha yang sia-sia. 16. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat pelaku pornografi? Responden : Hasil dari kelalaian, baik itu edukasi maupun simpati. Pelaku tentu saja kekurangan edukasi karena tidak dapat mengendalikan pikirannya untuk berpikir mengenai dampak lebih jauh yang akan ditimbulkan akan aksinya tersebut. Sedangkan di luar edukasi, pelaku juga pastinya kekurangan simpati dari hasratnya merasakan cinta dan

Universitas Sumatera Utara

kasih sayang, sehingga dirinya mencoba memunculkan sendiri perasaan tersebut kepada dirinya lewat fantasi pornografi. 17. Peneliti : Apa yang akan kamu lakukan ketika menemukan konten konten yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Alasannya? Responden : Report. Karena media sosial adalah platform publik, maka di suatu tempat di manapun itu tentu akan ada setidaknya satu orang yang terusik akan konten pornografi tersebut. Maka tentu saya akan dengan sukarela mengulurkan tangan saya untuk membantu orang tersebut dan berada di pihaknya. 18. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai sexting? Responden : Sebagian orang menikmati aktivitas ini. Dari pandangan saya, sexting merupakan aktivitas yang dilakukan oleh pengecut yang cukup depresi. Dimana dia tidak berani dan tidak mampu untuk memperoleh sex secara langsung, dan cukup depresi hingga tidak mampu menahan hasrat sexnya yang akhirnya malah melakukan hal bodoh seperti sexting. 19. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu melihat beberapa kasus sexting yang terjadi di LINE dan instant messaging lainnya? Responden : Sexting memang merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Namun bila dilakukan dalam konteks privasi dan disetujui oleh kedua belah pihak, maka saya tidak akan menyalahkannya. Namun bila salah satu pihak tidak setuju atau dilakukan dalam konteks publik, maka saya tidak akan setuju.

Universitas Sumatera Utara

20. Peneliti : Menurut kamu, kenapa sexting ini bisa terjadi? Responden : Pengecut yang mencoba mendapatkan sex. Banyak pengecut yang tidak berani atau tidak mampu untuk melakukan sex secara langsung terjerumus ke dalam sexting. Hasrat sex mereka yang terlalu kuat membuat mereka depresi dan bertindak bodoh dengan melakukan sexting yang jelas memiliki rekam jejak. Hal ini mereka lakukan guna merasakan sex meskipun hanya sebagian saja. Hal kedua penyebab sexting adalah karena terdapat pasangan yang tidak mampu untuk melakukan sex secara langsung dikarenakan beberapa alasan tertentu sehingga terpaksa melakukan sexting. 21. Peneliti : Apakah kamu pernah melakukan sexting? Alasannya? Responden : Tidak pernah, karena sexting meninggalkan rekam jejak. 22. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai dampak positif dan negatif dari sexting ini? Responden : Dampak negatifnya adalah, terdapat rekam jejak yang jelas dan resiko terbawa ke lingkup publik dalam aktivitas sexting yang dilakukan secara privasi. Sedangkan dalam hal sexting lingkup publik, dampaknya akan sama seperti sebagaimana dampak pornografi pada umumnya. Sedangkan dampak positif dari sexting adalah, aktivitas Ini dapat mengobati hasrat sex dari kedua pasangan yang tidak dapat bertemu untuk melakukan aktivitas sex secara langsung, seperti misalnya pasangan yang terpisah jauh tempat tinggalnya. 23. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat orang yang melakukan sexting kepada kamu ataupun pada orang lain? Responden : Saya tentu tidak akan suka bila ada orang yang melakukan Sexting kepada saya, karena tentu saja akibat perbuatan orang tersebut saya menjadi ikut tebawa kesalahan yang dilakukannya. Rekam jejak yang disimpan oleh media

Universitas Sumatera Utara

melakukan sexting ini tentu saja akan merekam jejak saya juga. Namun bila seseorang melakukan sexting kepada orang lain dan kedua belah pihak setuju, maka saya tidak akan terlalu keberatan. 24. Peneliti : Menurut kamu, seberapa penting pornografi dan sexting ini untuk diteliti dan dipelajari? Alasannya? Responden : Penting sekali, karena dapat mengurangi kasus kasus pornografi yang terjadi. Pemaksaan hak asasi dalam pornografi seperti sexual harrasment tentu akan berkurang dengan adanya edukasi yang menyeluruh mengenai pornografi itu sendiri. Memberikan bekal kepada calon pelaku pornografi untuk mengurungkan niatnya dan memberikan alternatif yang lebih baik kepada mereka. 25. Peneliti : Apakah kamu pernah mendengar tentang netiket? Menurut kamu apa itu netiket? Responden :Pernah dengar. Aturan dan tata krama dalam berinternet. 26. Peneliti : Apakah yang kamu ketahui mengenai netiket bermedia sosial? Responden : Sangat banyak, namun kita semua mengetahuinya secara detail. Karena netiket dalam bermedia sosial itu sama dengan tata krama yang sejatinya melekat kepada setiap manusia, terutama rakyat Indonesia. 27. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai netiket di media sosial? Responden : Netiket di media sosial memiliki peran beragam bagi bermacam-macam orang. Ada yang menganggap netiket berperan menuntun, menuntun kepada informasi yang lebih baik. Ada yang menganggap netiket berperan membatasi, membatasi kebebasan berekspresi. Bagi saya, netiket benar untuk membatasi dan menuntun. Karena media sosial adalah platform publik, harus dituntun dan dibatasi. Publik harus diberikan keinginannya, dan tetap

Universitas Sumatera Utara

harus diubah menjadi lebih baik. Maka daripada itu netiket haruslah menuntun dan membatasi. 28. Peneliti : Menurut pendapat kamu, seberapa penting netiket untuk membatasi kita di media sosial? Alasannya? Responden : Cukup penting, karena hal ini dapat menyaring informasi informasi kurang bermanfaat dari kita dan dapat mengarahkan kita kepada informasi yang lebih bermutu dan bermanfaat. Netiket sebenarnya sudah membatasi kita bermedia sosial, netiket sudah sedari awal membatasi kebebasan berekspresi di media sosial. Lalu sekarang bagaimana? Sekarang kita harus beradaptasi, dan berevolusi. Cari cara lain untuk berekspresi, lompati netiket tersebut dengan kreatifitas. 29. Peneliti : Apakah kamu merasa terbatasi untuk bermedia sosial dengan adanya netiket bermedia sosial? Alasannya? Responden : Tentu saja terbatasi, karena saya adalah orang yang menjunjung tinggi kebebasan. Bila ada yang membatasi kebebasan, saya tidak akan suka. Dan sejalan dengan menjunjung tinggi kebebasan, saya menjunjung tinggi hak seseorang dan hak untuk menolak hal-hal yang tidak diinginkan terhadap dirinya. Bila netiket dapat membuat seseorang memperkuat hak untuk menolak hal hal yang tidak diinginkan dari dirinya, maka saya akan dengan senang hati mendukung netiket. 30. Peneliti : Apakah UU ITE sudah cukup untuk mengatur kita bermedia sosial? Alasannya? Responden : UU ITE sejauh ini belum mengatur kita bermedia sosial. Karena media sosial masih belum final, masih akan terus berubah dan mencapai babak baru. Maka daripada itu, UU ITE tidak akan pernah cukup untuk mengaturnya.

Universitas Sumatera Utara

31. Peneliti : Apakah UU Pornografi sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam bermedia sosial agar tidak terjadi sexting dan sexual harrasment lainnya? Alasannya? Responden : Tidak cukup sama sekali sebagai pedoman supaya hal tersebut tidak terjadi lagi di media sosial. Karena seiring dengan perkembangan media sosial, elemen elemen di dalamnya seperti pornografi dan sexting akan turut berkembang. Sehingga UU Pornografi tidak akan cukup untuk menjadi pedoman dari pornografi dan sexting yang terus berkembang ini. 32. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu jika LINE ditutup karena banyaknya kasus sexting pada platform tersebut? Responden : Saya akan sangat sangat mendapati hal tersebut konyol. LINE harusnya dapat lebih mampu untuk menjaga kontennya dan memberikan edukasi kepada para penggunanya. Fitur fitur yang disediakan tentunya telah diperkirakan dapat berakibat kepada sexting, sekarang bagaimana cara menangkisnya. Bila tidak memiliki cara menangkisnya, maka sejak awal tidak usah disediakan saja fitur tersebut, atau sejak awal tidak usah diciptakan saja platform LINE ini.

Universitas Sumatera Utara

Responden 5 Tanggal 28 Juni 2018 Identitas Remaja Nama : Atika Fridalini. Usia : 21 Tahun. TTL : Medan, 25 Oktober 1996. Alamat : Jl. Sei Batang Serangan, No. 23/70, Medan. Jenis Kelamin : Perempuan. Suku : Melayu dan Jawa. Agama : Islam Pendidikan : Fresh Graduate S-1, FISIP USU, Administrasi Bisnis.

PERTANYAAN 1. Peneliti : Menurut kamu, bagaimana keadaan media sosial hari ini? Responden : Keadaan medsos full of berita dari yang hoax, news valuenya rendah sampai yang berbobot. 2. Peneliti : Menurut kamu, sepenting apa media sosial untuk kamu pada saat ini? Responden : Sangat penting. Saya sendiri memanfaatkannya untuk promosi usaha saya yang terpenting. Dari promosi melalui media sosial, pemesanan juga dapat dilakukan melalui media sosial, jadi ada bukti barang yang bisa dilihat sama calon pembeli. 3. Peneliti : Seberapa aktif kamu bermedia sosial? Responden : Aktif sekali, sehari >6 jam. 4. Peneliti : Media sosial apa aja yang paling sering kamu gunakan? Responden : Instagram, Twitter, Line &Whatsapp. 5. Peneliti : Untuk apa saja kamu membuka media sosial tersebut? Responden : Untuk hiburan, info sekitar, liat produk-produk bunga. Karena saya juga belanja bahan-bahan untuk usaha saya ya dari media sosial. Ini sih enaknya media sosial, menghemat waktu dan biaya juga dan sangat penting

Universitas Sumatera Utara

untuk yang punya usaha atau bisnis kayak saya. 6. Peneliti : Hal lain apa yang kamu lakukan di Internet? Responden : Nonton youtube, baca webtoon dan wattpad, dengar soundcloud. 7. Peneliti : Seberapa bermanfaat media sosial pengirim pesan instan gratis seperti LINE untuk kamu? Responden : Sangat bermanfaat. Karena LINE juga aku pakai untuk bisnis aku kan. Jadi pembeli bisa ngehubungi atau pesan dari LINE. Bisa kirim gambar juga dari LINE untuk nunjukkin contoh barangnya gitu. Terus gampang kalau misalnya ada info kampus biasanya dikabarin dari grup. Banyak sih memang manfaatnya yang terasa kali selama beberapa tahun ini. 8. Peneliti : Apakah kamu menggunakan LINE untuk berkomunikasi dengan siapa saja atau hanya dengan orang-orang tertentu? Alasannya? Responden : Dengan orang yang aku kenal dan berkepentingan aja. Karena emang bahaya juga kalau berkomunikasi dengan siapa aja dari line jadi kaya gak ada privacy gitu. 9. Peneliti : Fitur-fitur apa aja yang kamu ketahui yang ada di LINE? Boleh kasih contoh dan manfaatnya? Responden : LINE Call buat nelfon, Video Call buat video call kalau kangen pacar, chat udah pasti. Karna ya manfaatnya kalau aku lebih terasa kali kalau untuk komunikasian gini. Kalau fitur lain yang mungkin sering aku buka kek LINE News lah karna gampang cari informasi kan. Tapi karna ada LINE Today official gitu jadi aku suka baca dua duanya juga. 10. Peneliti : Apakah kamu sering membagikan cerita atau pengalaman kamu dalam bentuk teks, audio, gambar dan video ke orang lain yang ada di LINE? Alasannya?

Universitas Sumatera Utara

Responden : Gak pernah, kalau di line home paling aku ngeshare postingan orang sih. Kayak udah diposting terus aku teruskan lagi gitu. Kalau di chat sama kawan dekat ya pernah. Atau sama pacar juga kalau fot yang selfie terus rasanya bagus dancantik baru kukirim. Yang penting sopan dan gak mengganggu kenyamanan kedua belah pihak aja. Nggak mengganggu kedua pihak yang kayak buat dia gak nyaman gitu untuk ngelihat atau nerima poto atau video yang kukirim. Makanya itu yang sopan aja sih. 11. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu ketika melihat atau menemukan konten-konten pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Responden : Kaget sih pasti. Biasanya diharaukan, tapi kalau udah keterlaluan, langsung report aja. Kalau konten pornografi gitu ya ngapain juga sebenernya kita biarin, karena makin kita biarin, makin merajalela. Jadi bagusnya kita report biar pihak LINE pun tau itu konten yang tidak baik di platform LINE. Jadi LINE bisa segera menindakin konten seperti itu. 12. Peneliti : Apakah salah satu dari teman-teman kamu pernah mengirim, menerima atau meneruskan konten-konten pornografi di LINE? Seperti di grup, personal chat ataupun di timeline contohnya. Bagaimana pandangan kamu? Responden : Gak pernah dapat chat hal-hal aneh gitu, alhamdulillah. 13. Peneliti : Apakah kamu juga pernah mengirim, menerima ataupun meneruskan konten-konten yang mengandung unsur pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Alasannya? Responden : Gak pernah juga sama sekali meneruskan chat yang begituan. Untuk apa juga kan diterusin. Makin kita terusin nanti konten pornografi ini malah makin banyak.

Universitas Sumatera Utara

Dari satu orang ke orang lain terus tersebar di grup, terus disebar lagi di home. Rasanya hal kayak gini kalau sampe terkirim ke kita, yaudah berhenti di kita aja terus kita report. 14. Peneliti : Apa yang kamu ketahui mengenai Pornografi? Responden : Konten yang mengandung unsur seks dan dikhususkan untuk orang dewasa. 15. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat konten dalam bentuk teks, audio, gambar dan video yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Responden : Kalau buat aku pribadi sih santai aja, karna udah cukup umur tapi bahaya untuk anak-anak yang ngeliatnya. 16. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat pelaku pornografi? Responden : Yaaa mungkin kurang pengetahuan tentang UU penyebaran konten di medsos yakan. 17. Peneliti : Apa yang akan kamu lakukan ketika menemukan konten konten yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Alasannya? Responden : Ngereport sih, karena bakalan banyak efek yang mungkin bakal timbul karna itu. 18. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai sexting? Responden : Bahaya juga karena kita kan gak bakal tau kedua pihak bakal menjaga kerahasiaan di sexting atau enggak. Kalau disebar kan malu. Jadi kalau bisa ya tidak usah lah melakukan sexting. Karena di media sosial itu gak ada yang bisa dipercaya. Kalau pun sexting ini masi terjadi, paling tidak kita bukan objek dalam konten tersebut. 19. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu melihat beberapa kasus sexting yang terjadi di LINE dan instant messaging lainnya?

Universitas Sumatera Utara

Responden : Itu karena kesalahan mereka juga sih. Cuman kita gak tau kan apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin aja ada salah satu pihak yang tertekan jadi terpaksa ngelakuin sexting. 20. Peneliti : Menurut kamu, kenapa sexting ini bisa terjadi? Responden : Karena salah satunya memancing. 21. Peneliti : Apakah kamu pernah melakukan sexting? Alasannya? Responden : Gak pernah sama sekali. 22. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai dampak positif dan negatif dari sexting ini? Responden : Positifnya gak tau juga apa, paling yaa pihak yang merasa tersalurkan keinginannya. Negatifnya yang lumayan banyak, contohnya bisa menimbulakan tindakan kriminal. 23. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat orang yang melakukan sexting kepada kamu ataupun pada orang lain? Responden : Kalau udah tau ada yang ngelakuin sexting gitu aku pandangannya negatif aja sih. 24. Peneliti : Menurut kamu, seberapa penting pornografi dan sexting ini untuk diteliti dan dipelajari? Alasannya? Responden : Kalau untuk dipelajari sangat penting, tapi lebih baik di bimbing dan dikasihtau dari orangtua gitu sejak kecil, supaya lebih bisa dimengerti dan dipahami. 25. Peneliti : Apakah kamu pernah mendengar tentang netiket? Menurut kamu apa itu netiket? Responden : Netiket? Netizens etiket kah? Etiket dalam berkomunikasi di internet. 26. Peneliti : Apakah yang kamu ketahui mengenai netiket bermedia sosial? Responden : Dari namanya sih aku langsung mikir netizens etiket yang maksudnya tata krama dalam berkomunikasi di media sosial.

Universitas Sumatera Utara

27. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai netiket di media sosial? Responden : Kalau di indo kayaknya perlu ada sosialisasi tentang ini, apalagi untuk masyarakat awam media. Supaya gak asal ngomen. Karna sekarang lagi banyak ni netizen yang ngomentarin di media sosial sampe caci maki dan hate speech. 28. Peneliti : Menurut pendapat kamu, seberapa penting netiket untuk membatasi kita di media sosial? Alasannya? Responden : Penting sih, jangan sampe hate speech dan menghasut. Karena itu bisa merusak mental orang dalam bermedia sosial. Remaja kalau terus terusan membaca hal-hal negatif di media sosial, bakalan tumbuh mental untuk melakukan hal serupa. 29. Peneliti : Apakah kamu merasa terbatasi untuk bermedia sosial dengan adanya netiket bermedia sosial? Alasannya? Responden : Aku ngerasa biasa aja sih malah gak ngerasa dibatasi sama sekali dengan adanya netiket bermedia sosial, karena aku bukan tipe yang suka bekoar-koar tentang apapun di media sosial. 30. Peneliti : Apakah UU ITE sudah cukup untuk mengatur kita bermedia sosial? Alasannya? Responden : Sejauh ini UU ITE sudah cukup mengatur kita bermdia sosial, asal kita pintar dan paham hukum. Cara agar pintar dan paham hukum sebenernya ada banyak ya. Contohnya lihat dari internet, tapi tetap harus melihat informasi dari website yang sudah terbukti kebenarannya. Baca-baca buku dan banyak lihat berita. 31. Peneliti : Apakah UU Pornografi sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam bermedia sosial agar tidak terjadi sexting dan sexual harrasment lainnya? Alasannya?

Universitas Sumatera Utara

Responden : Cukup jadi pedoman jugalah UU pornografi ini, asal ada sosialisasi yang lebih dalam untuk masyarakat aja lagi supaya banyak yang tau apa saja yang masuk indikator pornografi dan kejahatan pornografi itu seperti apa saja. 32. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu jika LINE ditutup karena banyaknya kasus sexting pada platform tersebut? Responden : Gak setuju lah aku.

Responden 6 Tanggal 30 Juni 2018 Identitas Remaja Nama : Farid Fahroji. Usia : 21 Tahun. TTL : Medan, 3 Maret 1997. Alamat : Jl. Wiroto, No. 6, Medan. Jenis Kelamin : Laki-laki. Suku : Jawa. Agama : Islam. Pendidikan : Fresh Graduate D-3, Polmed, USU.

PERTANYAAN 1. Peneliti : Menurut kamu, bagaimana keadaan media sosial hari ini? Responden : Tempat penyebaran berita hoax, isu sara dan provokatif. 2. Peneliti : Menurut kamu, sepenting apa media sosial untuk kamu pada saat ini? Responden : Biasa saja, sekedar berkomunikasi dan hiburan saja. Ya, saya sendiri sih membatasi penggunaannya agar tidak anti sosial seperti remaja jaman sekarang, ya. Remaja sekarang kalau bertemu teman-temannya tapi tetap saja mementingkan kehidupan mereka di media sosial. 3. Peneliti : Seberapa aktif kamu bermedia sosial? Responden : 1 Jam setiap hari maksimal.

Universitas Sumatera Utara

4. Peneliti : Media sosial apa aja yang paling sering kamu gunakan? Responden : Instagramdan Whatsapp. 5. Peneliti : Untuk apa saja kamu membuka media sosial tersebut? Responden : Untuk komunikasi dan hiburan semata. Hiburan ya kayak liat vido video lucu di youtube atau instagram. Kadang juga di grup chat LINE kawan ada yang share lucu-lucu. Kalo komunikasian ya jelas untuk telponan atau video call gitu. Karna memang media sosial ini bisa buat kita komunikasian lewat cara apa aja, ntah itu chatting, telponan, atau yang video juga bisa. 6. Peneliti : Hal lain apa yang kamu lakukan di Internet? Responden : Baca tren masa kini, menemukan bisnis yang baru dan baca berita politik. 7. Peneliti : Seberapa bermanfaat media sosial pengirim pesan instan gratis seperti LINE untuk kamu? Responden : Kalau LINE tidak terlalu intens, biasa aja. Jadi tidak terlalu Bermanfaat untuk aku. Karena aku sendiri lebih memilih Whatsapp karena kawan-kawan sih juga rame pake whatsapp. Jadi biasanya pakai LINE itu kalo misal ada tiba-tiba ntah siapa chat terus ya dibalas. Kalau misal mau chat penting atau serius biasa ya aku alihin ke whatsapp. Pokoknya LINE itu yang diunduh aja tapi penggunaanku yang ga intens di situ. 8. Peneliti : Apakah kamu menggunakan LINE untuk berkomunikasi dengan siapa saja atau hanya dengan orang-orang tertentu? Alasannya? Responden : Ya hanya untuk berkomunikasi dengan grup angkatan alumni sekolah. 9. Peneliti : Fitur-fitur apa aja yang kamu ketahui yang ada di LINE? Boleh kasih contoh dan manfaatnya?

Universitas Sumatera Utara

Responden : Aku lebih prefer ke fitur yang fungsingya untuk berkomunikasi si, kayak LINE alumni, Multiple Chat, Free Call mungkin sama Conference video call. Karna aku unduh LINE juga karena ada fitur ini. Jadi yang aku pakai ya fitur untuk komunikasi dalam jumlah banyak aja. Kayak untuk grup yang kebanyakan orangnya ga pakai Whatsapp. 10. Peneliti : Apakah kamu sering membagikan cerita atau pengalaman kamu dalam bentuk teks, audio, gambar dan video ke orang lain yang ada di LINE? Alasannya? Responden : Gak pernah. Kalau share yang aku pribadi gitu nggak. Tapi kalau video atau gambar meme yang lucu lucu dan bukan aku, mungkin pernah. Karena niatnya untuk lucu lucuan jadi pasti pernah lah itu selama punya LINE. Karena memang kalau yang lucu-lucu gitu rasanya wajib dikirim ke grup chat. 11. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu ketika melihat atau menemukan konten-konten pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Responden : Sangat miris. Masih banyak aja hal seperti itu di media sosial jaman sekarang yang seharusnya bisa mewadahi konten-konten positif. Biasanya pengirim konten kayak gitu kutegur kalo kawan sendiri. Tapi kalau dapatnya di home LINE gitu yaudah kureport. Biar kontennya gak muncul lagi di home ku. 12. Peneliti : Apakah salah satu dari teman-teman kamu pernah mengirim, menerima atau meneruskan konten-konten pornografi di LINE? Seperti di grup, personal chat ataupun di timeline contohnya. Bagaimana pandangan kamu? Responden : Pernah dapat dari siapa ajalah di grup, ya itu tadi miris lihatnya.

Universitas Sumatera Utara

13. Peneliti : Apakah kamu juga pernah mengirim, menerima ataupun meneruskan konten-konten yang mengandung unsur pornografi dalam bentuk teks, audio, gambar dan video di LINE? Alasannya? Responden : Belum pernah meneruskan sih kalo konten kayak gini. Karna menurutku kalo diterusin itu kayak gitu selain buang buang kuota, kita ngasih crminan gak baik aja dalam bernedia sosial. Makanya juga harus jaga image lah di media sosial ini. Karna pembentukan karakter juga. Apa yang kita share ya itulah kita di dunia nyata. 14. Peneliti : Apa yang kamu ketahui mengenai Pornografi? Responden : Secukupnya aja, dari mulai gak pakai baju sampai berhubungan badan. 15. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat konten dalam bentuk teks, audio, gambar dan video yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Responden : Miris lihatnya, karena hal yang sangat tidak layak untuk dibagikan. 16. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat pelaku pornografi? Responden : No offense, saya jijik. 17. Peneliti : Apa yang akan kamu lakukan ketika menemukan konten konten yang mengandung unsur pornografi di media sosial? Alasannya? Responden : Kadang saya report. 18. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai sexting? Responden : Ya kegiatan sexting itu kalau bisa jangan kita lakukan. Kegiatan kayak gini sebenernya bahaya. Kalau ada orang yang tidak menyukai kita, bisa aja disebar atau jadi bahan cerita. Jadi lebih baik tidak usah. Saya juga ga begitu aktif di media sosial kalau bukan untuk bahas hal-hal penting dan mendesak. Jadi rasa saya kegiatan sexting ini bisa dikurangi dengan menjari hal-hal positif di dunia nyata.

Universitas Sumatera Utara

19. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu melihat beberapa kasus sexting yang terjadi di LINE dan instant messaging lainnya? Responden : Saya belum pernah melihat secara langsung. 20. Peneliti : Menurut kamu, kenapa sexting ini bisa terjadi? Responden : Hasrat seksual yang tidak tersalurkan mungkin. 21. Peneliti : Apakah kamu pernah melakukan sexting? Alasannya? Responden : Belum pernah. 22. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai dampak positif dan negatif dari sexting ini? Responden : Kecanduan mungkin. 23. Peneliti : Bagaimana pandangan kamu melihat orang yang melakukan sexting kepada kamu ataupun pada orang lain? Responden : Belum pernah melihat. 24. Peneliti : Menurut kamu, seberapa penting pornografi dan sexting ini untuk diteliti dan dipelajari? Alasannya? Responden : Penting, untuk mencari cara mengatasi dan menghilangkan hal-hal yang seperti itu. 25. Peneliti : Apakah kamu pernah mendengar tentang netiket? Menurut kamu apa itu netiket? Responden :Belum pernah dengar tentang hal ini. 26. Peneliti : Apakah yang kamu ketahui mengenai netiket bermedia sosial? Responden : Tidak tahu sama sekali tentang netiket bermedia sosial. 27. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu mengenai netiket di media sosial? Responden : Saya bahkan tidak tahu ingin berpendapat seperti apa dan bagaimana mengenai hal ini karena saya belum pernah mendengarnya. Tapi karena sudah dijelaskan peneliti, mungkin tanggapan saya adalah netiket bermedia sekarang sepertinya tidak diperhatikan beberapa remaja dalam penggunaannya di media sosial. Karena mereka banyak

Universitas Sumatera Utara

mengedpankan bebas berekspresi sehingga hal yang seperti netiket ini tidak dihiraukan. 28. Peneliti : Menurut pendapat kamu, seberapa penting netiket untuk membatasi kita di media sosial? Alasannya? Responden : Penting sekali. Hal ini akan mengurangi remaja yang sekarang mulai saling sindri di media sosial. Banyak remaja yang hilang akal tidak bisa menjaga privasi mereka di media sosial. Jadi dengan adanya netiket tadi, banyak remaja bisa mengurangi aktivitas negatif mereka di media sosial. 29. Peneliti : Apakah kamu merasa terbatasi untuk bermedia sosial dengan adanya netiket bermedia sosial? Alasannya? Responden : Saya sendiri tidak merasa terbatasi oleh netiket tersebut, karena selama ini saya menggunakan media sosial untuk hal-hal positif dan seperlunya saja. Jika tidak begitu penting bahkan saya tidak membuka media sosial. 30. Peneliti : Apakah UU ITE sudah cukup untuk mengatur kita bermedia sosial? Alasannya? Responden : Masih kurang efektif sih UU ITE mengatur kita dalam bermedia sosial, penindakan bagi pelanggar masih kurang di perhatikan. Kayak sekarang kalau ejabat atau orang orang dengan status sosial tinggi di negara ini bisa aja tidak ditindaklanjutin kalo mereka terjerat kasus cyber crime. Jadi ya memang selain dari pihak masyarakat yang harus tau UU ITE ini, pihak yang berwajib juga sangat wajib hukumnya untuk menjalankan tugas dari UU ITE ini, agar masyarakat sadar bahwa kejahatan di dunia maya itu meresahkan juga.

Universitas Sumatera Utara

31. Peneliti : Apakah UU Pornografi sudah cukup untuk menjadi pedoman dalam bermedia sosial agar tidak terjadi sexting dan sexual harrasment lainnya? Alasannya? Responden : Sejauh ini mungkin cukup lah kalau untuk jadi pedoman aja, tapi kalau untuk diterapkan kayaknya nggak ya. Karena masih ada tuh kasus video mesum yang beredar dari chat di grup pertemanan. Ya seharusnya UU Pornografi ini ditegakkan dulu sama pihak yang berwajib. Jadi bisa dicontoh sama masyarakat kalo cyber crime itu ada undang undangnya, dan pihak yang berwajib tanggap sama kasus seperti ini. 32. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu jika LINE ditutup karena banyaknya kasus sexting pada platform tersebut? Responden : Akan banyak pihak yang sangat dirugikan oleh hal itu pastinya.

Universitas Sumatera Utara

BIODATA PENELITI

IDENTITAS PRIBADI Nama Lengkap : Tengku Adrian NIM : 140904204 Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat, Tanggal Lahir : Binjai, 22 Agustus 1996 Agama : Islam Departemen : Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Alamat : Jl. Bunga Sakura, Komplek Millenium Business Centre No. C 21. Anak Ke : 3 dari 3 bersaudara

ORANG TUA Ayah Nama : T. Tajrul Humaidi, S.H. Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 2 April 1959 Pekerjaan : Pensiunan

Ibu Nama : Effa Rakhmi Astuti Tempat, Tanggal Lahir : Binjai, 20 September 1961 Pekerjaan : PNS

PENDIDIKAN FORMAL 2001 - 2002 : TK Dharmawanita Binjai 2002 - 2008 : SD Ahmad Yani Binjai 2008 - 2010 : SMP YPSA Medan 2010 - 2014 : SMA YPSA Medan 2014 - 2018 : Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi

Universitas Sumatera Utara