HIBRIDITAS BUDAYA DALAM KETOPRAK DOR

CULTURAL HYBRIDITY IN KETOPRAK DOR

Suyadi Balai Bahasa Sumatera Utara [email protected]

Abstract Ketoprak dor is a performing art from North Sumatra. Its appearance began with the sending of Javanese contract workers (kuli kontrak) for tea plantations (in colonial period?). The transmigration of the kuli kontrak has added a new layer of society by their participation in social and cultural growth. They have kept their Javanese activities as before being sent as contract coolies, including parties. From this party, there was a desire to make a ketoprak performance, called the ketoprak dor. Based on this, the author conducted a ketoprak dor study in 2009 and 2012 using Morris semiotic approach. The author's semiotic review facilitates the tracking of history and describes the ketoprak dor in North Sumatra Province. The ketoprak dor is almost extinct swallowed by the times. In fact, the ketoprak dor is still exist and no longer only owned by Javanese people, but it has become the property of Deli Malays. The ketopak dor is a cultural hybrid process, adapting Javanese and Malays openess. Keywords: Ketoprak Dor, cultural hybrid, overseas Javanese Abstrak Ketoprak dor merupakan seni pertunjukan yang hidup dan berkembang di Sumatra Utara. Kemunculannya bermula dari orang-orang Jawa yang dikirim sebagai kuli kontrak perkebunan teh. Transmigrasi para kuli kontrak ini membentuk lapisan masyarakat baru menambah situasi sosial dan budaya masyarakat yang ada. Mereka tidak merubah kebiasaan Jawa-nya sebelum dikirim sebagai kuli kontrak, di antaranya mengadakan pesta. Dari pesta ini, muncul keinginan membuat pentas ketoprak, yang disebut ketoprak dor. Tulisan ini berdasar pada penelitian ketoprak dor pada 2009 dan 2012 dengan menggunakan pendekatan semiotik oleh Morris. Tinjauan semiotik mempermudah pelacakan sejarah dan pendeskripsian tentang ketoprak dor di Provinsi Sumatra Utara. Awalnya ketoprak dor ini nyaris punah ditelan zaman, namun sebenarnya ketopak dor tidak lagi hanya milik orang Jawa, tetapi telah menjadi milik orang Melayu Deli. Ketoprak dor adalah hibriditas budaya dari orang Jawa yang mudah beradaptasi ditambah dengan keterbukaan orang Melayu. Kata kunci: Ketoprak Dor, hibriditas budaya, Jawa perantauan

Pendahuluan Jikapun ada lakon-lakon ketoprak yang Berbicara mengenai seni ketoprak tentu mengadopsi cerita dari luar Jawa, tentu di dalam terlintas dalam benak kita suatu pertunjukan penggarapannya telah dilakukan penyaringan teater berbahasa Jawa, dengan menggunakan serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi kostum serta properti Jawa, dan diiringi dengan sosiokultur masyarakat Jawa. Dengan kata lain, seperangkat ensambel . Lakon yang cerita yang diangkat telah diadaptasi sedemikian disajikan lebih banyak bersumber dari cerita rupa sehingga lakon yang disajikan seolah-olah rakyat atau kisah-kisah kerajaan Jawa pada masa bersumber dari cerita masyarakat Jawa. lalu seperti babad, menak, legenda, dan lain Teater tradisi tersebut diciptakan seorang sebagainya. kerabat keraton Mangkunegaran bernama Raden Definisi tersebut sejalan dengan Kamus Tumenggung Wreksadiningrat sekitar tahun Besar Bahasa (KBBI) Edisi V (2019) 1908). Pada awal kemunculannya, ketoprak yang menyebutkan, ketoprak adalah hanya menggunakan lesung sebagai musik. tradisional Jawa yang memainkan cerita lama Namun, seiring perkembangan, ketoprak ini dengan iringan musik gamelan disertai tari-tarian bermetamorfosis hingga bentuk sajiannya dan nyanyian. Dari definisi ini, unsur seni menjadi seperti yang sering kita jumpai. ketoprak adalah aktor/aktris, cerita lama, musik, Menurut Suryadmaja (2009), pada mulanya tari, dan nyanyian. ketoprak hanyalah fragmen yang biasa disajikan oleh para petani ketika masa panen. Sebagai

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 21 No. 2 Tahun 2019 191

ungkapan rasa syukur dan bahagia, para petani dan aspek visual seperti penggunaan gerak memukul lesung secara bersama-sama sambil (tarian) sebagaimana gendro yang biasa melagukan nyanyian-nyanyian dengan sesekali disajikan ketika tokoh atau pemain ketoprak di berdialog. Lesung yang dipukul secara bersama- Jawa memasuki panggung (arena). sama tersebut menghasilkan bunyi “thuk” dan Namun, dari segi artistik, bentuk ketoprak “prak”. Pelafalan bunyi itulah yang kemudian ini tampil seadanya, sehingga terkesan berkembang menjadi “thukprak” atau “thoprak” kedodoran. Kesan kedodoran inilah yang dan akhirnya digunakan untuk menyebut menjadikan bentuk ketoprak baru sehingga fragmen yang disajikan. bernama ketoprak dor. Hal inilah yang Fragmen thoprak atau ketoprak kemudian menimbulkan ketertarikan penulis kala meneliti dikemas oleh Raden Tumenggung Wreksadiningrat ketoprak dor. Berkait itu, masalah penelitian ini agar dapat disajikan di lingkungan keraton. adalah bagaimana hibriditas budaya dalam Ketoprak yang awalnya merupakan kesenian ketoprak dor yang mampu mengadaptasi budaya rakyat, tidak terpaku pada bentuk baku, dan Jawa dan budaya lokal setempat? bersifat spontan, diubah menjadi lebih Homi K. Bhabha dalam Darmawan konvensional dengan menggarap dialog, musik, (2014), salah seorang tokoh Post-Kolonialisme dan aspek visual. yang menciptakan istilah hibriditas ini, melalui Hal ini dialami oleh jenis ketoprak dor Fadilla, mendefinisikan bahwa terjadinya hibriditas di Sumatra Utara. Keunikan ketoprak ini terlihat adalah ketika batasan-batasan sebuah sistem atau dalam pelbagai ciri pertunjukannya. Dari segi budaya menjadi tidak jelas sehingga budaya bahasa dan ketersediaan perkusi menjadikan tersebut mengalami pelenturan makna yang pada ketoprak ini gampang dikenali. Begitupun, akhirnya mengalami suatu pembaruan ruang banyak generasi muda belum mengenal istilah budaya. ini. “Hibriditas pada studi post-kolonial Ada dua hal pendapat yang penulis merupakan konsep yang relatif baru, meski temukan di lapangan mengenai definisi ketoprak demikian hibriditas cukup banyak memiliki dor. Pertama, keterbatasan instrumen dan properti terminologi yang identik mengikuti di belakangnya menjadi alasan mengapa bentuk sajiannya tidak contohnya pencampuran” (Budiawan, 2010 via sama dengan bentuk sajian ketoprak di Jawa. Fadilla). Budaya merupakan salah satu aspek Jika di Jawa ketoprak diiringi dengan ensambel yang ditekankan dalam proses pencampuran ini. gamelan, dan oleh karena di sekitar Ketika salah satu budaya bertemu dengan perkampungan (atau bahkan di Sumatra) pada budaya lainnya maka terjadi pencampuran silang masa itu tidak ada perangkat gamelan, maka budaya akibat adanya kontak budaya, biasanya instrumen musik yang digunakan adalah pencampuran itu menghasilkan budaya dan seadanya, yakni instrumen yang paling mudah identitas baru. didapatkan. Salah satu instrumen musik yang digunakan adalah jedor (instrumen perkusi dari Riwayat Kemunculan Ketoprak Dor daerah setempat), yang pada akhirnya pelafalan Ketoprak pada mulanya merupakan dari bunyi jedor tersebut menjadi sebutan dari salah satu kesenian tradisi dalam bentuk teater ketoprak yang disajikan yakni dor . Hal inilah yang hidup dan berkembang khususnya di daerah yang menurut para narasumber disebut sebagai Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan ketoprak dor, diambil dari bunyi anamatope Jawa Timur. Kesenian tersebut diciptakan oleh “dor”. Raden Tumenggung Wreksadiningrat pada 1908 di Kedua, oleh karena masyarakat Jawa di Surakarta. Awalnya drama ketoprak hanya sekitar perkebunan teh bukanlah praktisi atau diiringi oleh instrumen musik lesung (alat pelaku seni ketoprak, maka ketoprak yang penumbuk padi) dan dalam penyajiannya mereka sajikan hanya didasarkan atas interpretasi ketoprak dilakukan dengan tarian atau sering yang mungkin begitu terbatas atau tidak sesuai disebut dengan joged gendro (Suryadmaja, dengan konvensi yang ada di Jawa. Meski 2009). demikian, beberapa hal (aspek) pendukung di Sekitar tahun 1925 ketoprak mulai dalam pertunjukan ketoprak masih membalut dikenal di Yogyakarta. Seiring perkembangannya, ketoprak yang telah dikreasikan, antara lain ketoprak mengalami beberapa perubahan estetik lakon atau cerita yang diangkat, bentuk dialog,

192 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019

dari segi cerita dan musikal. Ketoprak yang dinamakan ketoprak dor, karena menggunakan awalnya menyajikan cerita rakyat pedesaan, kendang dol ataupun tanjidor milik komunitas mulai berkembang dan menyajikan cerita-cerita Sumatra Timur serta menimbulkan bunyi dor. babad, menak, legenda, dan lain sebagainya. Ketoprak dor hingga saat ini berkembang di Demikian halnya dalam segi musikal, semula kawasan pinggiran kota Medan, Deliserdang, menggunakan lesung bergeser kepada gamelan Simalungun, Langkat, dan Labuhanbatu. Ketoprak sebagai instrumen musiknya. yang keberadaannya di eks Keresidenan Sumatra Perubahan-perubahan yang terjadi tentunya Timur ini tidak terlepas dari alam perkebunan memunculkan bentuk baru yang mungkin pada semasa kolonial Belanda. Ketika perkebunan masanya hal tersebut dianggap sebagai suatu dibuka, tidak berapa lama kemudian, inovasi dari seni ketoprak itu sendiri. Kaitannya dihadirkanlah orang-orang Jawa di Tanah Deli dengan pembelajaran, hal ini seharusnya untuk mengelola perkebunan tersebut. membawa suatu kerancuan tatkala kemurnian Ketoprak dor merupakan warisan budaya suatu materi sangat dipertanyakan. Namun oleh agraris yang muncul di kawasan perkebunan. karena belum adanya tahap pembelajaran secara Ketoprak ini lahir sebagai bentuk kerinduan metodis, kerancuan baik dalam penyampaian orang-orang Jawa eks-pekerja perkebunan materi maupun inti ketoprak tidak begitu terhadap kebudayaan lokal asalnya (di Pulau diperhatikan. Jawa). Untuk mewujudkan kerinduan itu, para Bukan hanya itu, perkembangan seperti pewaris budaya Jawa asli itu bertekad tersebut tampaknya semakin banyak memunculkan memainkan ketoprak. ”Namun, karena keadaan ketoprak dengan berbagai bentuk dan konsep perkebunan dan jarak geografis antara daerah dari masing-masing periodenya yang antara lain asal dan perantauan tidak bisa dilampaui dengan adalah ketoprak Mataram, ketoprak Pesisiran, mudah, mereka pun menggunakan alat-alat musik ketoprak dor, ketoprak pendapan , hingga ketoprak dan properti panggung seadanya. Sehingga, humor yang dewasa ini mampu meraih kesannya kedodoran.” (Suroso, 2012). Kedodoran popularitas di masyarakat. Dari berbagai dalam hal kostum, tata rias, dan alat musik. pergeseran yang terjadi tersebut masing-masing Padahal dukungan artistik ini menjadi penentu jenis ketoprak memiliki spesifikasi tersendiri kenikmatan seni ketoprak selain pengisahannya. terkait dengan zaman, tuntutan masyarakat serta Kesan kedodoran inilah yang kemudian pengaruh teknologi. memunculkan alternatif lain genre ketoprak ini menjadi ketoprak dor. Seperti halnya kesenian lain, ketoprak mengalami perkembangan sesuai tuntutan Pascaperkebunan, ketoprak dor kerap masyarakat penyanggahnya. Hingga dewasa ini, muncul pada pesta perkawinan, sunatan (khitanan), banyak sekali periodisasi jenis ketoprak yang maupun ritual bersih desa dan acara 17-an (HUT sesungguhnya merupakan hasil dari kreativitas Proklamasi Kemerdekaan R.I.). Warisan budaya seniman, yang sebagian besar dari mereka agraris Jawa Deli yang semula berada di berusaha untuk memenuhi tuntutan zaman dan perkebunan dan pinggiran kota itu, sempat selera masyarakat. Selain ketoprak lesung dan menerobos ke areal perkotaan. Namun, kini ketoprak gamelan, dewasa ini banyak kita kenal ketoprak dor senasib dengan kesenian saudara jenis-jenis ketoprak dengan konsep, bentuk, tua -nya ( orang, , , fungsi, isi maupun kemasan yang berbeda-beda , kuda kepang, angguk) di Tanah Deli. Seni namun keseluruhannya itu disebut dengan satu tradisional tersebut terancam punah. istilah yakni ketoprak. Ketika organ tunggal mulai menyemai Seni ketoprak pun sampai juga pada pada era 1990-an di Sumatra Utara, ketika itu masyarakat Jawa di perantauan, khususnya di pulalah seni tradisional tersebut mampet . Para Tanah Deli. Sebagaimana ciri khas orang Jawa pelakunya yang rata-rata berusia 60-an tahun ke yang mudah beradaptasi dengan lingkungan, atas tidak mampu mewarisi seni tradisi itu ketoprak juga mengalami hal serupa. Ketoprak kepada generasi berikutnya. Padahal, kesenian yang dibawa orang Jawa dari Pulau Jawa tradisional itu, terutama ketoprak dor, mengalami penyesuaian berbagai sisi. Di merupakan bentuk pemersatu budaya nasional. antaranya, masuknya unsur musik Melayu Persilangan budaya Jawa (termasuk Sunda dan seperti akordion, harmunium, kendang pakpong, Betawi) dan Melayu pada ketoprak dor dan berbagai logat Melayu lain. Ketoprak ini merupakan pencerminan keterpaduan masyarakat

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019 193

sekitar. Keterpaduan inilah yang jadi penyemangat tersebut tidak akan menghilangkan kaidah persatuan dan kesatuan Indonesia. dan materi awal di dalam ketoprak, dan justru akan semakin menambah kekayaan Pada 1991, sejumlah pegiat teater Medan di materi di dalam seni ketoprak itu sendiri.” bawah naungan Laboratorium Seni Teater (Suryadmaja, 2009) Taman Budaya Medan memainkan seni ketoprak Menurut Suryadmaja, wacana tentang dor di gedung utama Taman Budaya, Jalan ketoprak dor mereka dapatkan dari beberapa Perintis Kemerdekaan 33 Medan. Pergelaran ini praktisi dan pengamat seni ketoprak di Jawa. mereka lakukan karena prihatin terhadap Bagi penikmat seni ketoprak di Pulau Jawa, ancaman kepunahan bentuk seni budaya Jawa nama ketoprak dor tidak pernah mereka dengar, perantauan tersebut. oleh karena kesenian tersebut tidak berkembang Untuk mengangkat kembali kesenian ini, di Jawa melainkan di Sumatra Utara. Wacana Komunitas Seni Laklak pimpinan Ben M. yang dia dapatkan awalnya hanya bersifat Pasaribu dan Persatuan Pemuda Jawa (Pendawa) informasi tentang keberadaan dari kesenian Medan secara terpisah pada era 2000-an kembali tersebut yakni bahwa di wilayah Sumatra menampilkannya di gedung utama Taman Budaya. terdapat kesenian dengan nama ketoprak dor, Namun, dua penampilan di Taman Budaya dan belum sampai pada kajian serta deskripsi nyaris tiada penonton. secara spesifik. Hal ini berbeda dengan penampilan Keberadaan ketoprak dor dewasa ini ketoprak dor di depan rumah penduduk di tampaknya semakin sulit dijumpai, seiring kawasan Helvetia Timur, Deliserdang, yang eksistensinya yang mulai tergerus pesatnya penulis saksikan pada pertengahan 2009 dan di industri hiburan modern. Namun demikian, di kawasan Tanjungmulia, Medandeli, di pengujung beberapa wilayah di Sumatra Utara masih 2012, ketoprak dor ini mendapat sambutan luar terdapat beberapa kelompok yang dengan biasa dari masyarakat setempat. Warga keterbatasannya ia masih bertahan. Akan sangat berbondong-bondong menyaksikan hingga larut disayangkan ketika kesenian yang lahir dari malam dan pertunjukan usai. euforia masyarakat kecil tersebut akan punah, terlebih jika dirunut dari riwayat kemunculannya Karakter Khas Ketoprak Dor bahwa ketoprak dor adalah kesenian yang lahir Sebagai kesenian rakyat yang bersifat di Sumatra. Ia memiliki banyak sekali keunikan bebas dan spontan, ketoprak dor mengikuti yang salah satunya adalah unsur-unsur di dalam perkembangan. Salah satunya dapat dilihat dari sajiannya yang multikultur. penggunaan bahasa dalam dialog. Oleh karena Sumber cerita yang biasa diangkat dalam peminat dari ketoprak dor tersebut juga berasal pertunjukan ketoprak dor dibagi menjadi dua dari etnis lain, maka penggunaan bahasa dalam macam, yakni cerita rakyat dan carangan dialog-pun menyesuaikan dengan sosiokultur (karangan). Cerita rakyat yang biasa diangkat masyarakat setempat yakni percampuran antara dalam pertunjukan ketoprak dor adalah cerita bahasa Jawa, Melayu, dan Batak. sekitar kerajaan di Jawa Timur. Cerita yang Terobosan untuk menjaga kaidah, estetik paling sering disajikan dan digemari oleh maupun kredibilitas seni ketoprak dengan cara masyarakat adalah kisah Damarwulan dan memilah jenis, bentuk, dan gaya ketoprak Warok Secadarma . Lakon “Damarwulan” adalah seluruh Indonesia sesuai dengan periodisasinya kisah kerakyatan dari Jawa Timur. Kisah tersebut pernah dilakukan para akademisi dan pemerhati menceritakan tentang tokoh Damarwulan, seorang melalui kegiatan Festival Ketoprak Nusantara. pemuda desa yang berhasil membunuh Bupati Kemudian hasil festival dieksplorasikan melalui Blambangan yang bernama Minak Jinggo. workshop atau pementasan sejenis, dengan Sementara itu, kisah “Warok Secadarma” tujuan menyosialisasikan, memperkenalkan, serta adalah kisah kerakyatan yang berasal dari daerah menjaga kehidupan dari ketoprak masing- Jawa Timur. Kisah tersebut menceritakan masing. keberadaan seorang warok Desa Siman, yang “Dari sini diharapkan, perkembangan dan berhasil menumpas kerusuhan yang terjadi di pergeseran dalam ketoprak tidak berdampak Kadipaten Trenggalek. Untuk itu, Warok pada kepunahan terhadap seni ketoprak yang Secardarma diberi hadiah oleh Adipati Bratakesuma, lebih dulu hidup, sehingga perkembangan bahwa anak gadis Warok Secadarma yang

194 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019

bernama Suminten akan dijodohkan dengan pertunjukan lakon ini sudah dapat dipersingkat putra Adipati yakni Raden Subrata. Namun, satu sampai dua jam. Hal ini menandakan bahwa Raden Subrata tidak menginginkan perjodohan kesenian tradisional tersebut akan tetap terawat tersebut sehingga ia meninggalkan Kadipaten. karena dapat disesuaikan dengan kondisi zaman. Kepergian Raden Subrata tersebut sampai Apalagi, ketoprak dor ini dipertontonkan untuk akhirnya terdengar oleh Suminten yang telah khalayak umum. terlanjur besar hati. Suminten merasa kecewa Unsur cerita pokok dibumbui dengan hingga akhirnya menjadi gila. unsur-unsur humor, farce, dan melodrama. Hal Menurut Bapak Suriyat, naskah carangan ini perlu dilakukan agar para penonton tetap adalah naskah karangan baru. Ceritera yang betah menyaksikan pertunjukan rakyat yang diangkat biasanya fiktif meskipun tak jarang telah berkembang mulai abad ke-19 tersebut. Di mengangkat kisah nyata. Di dalam naskah sinilah penanda atau pembuktian kepiawaian carangan , ketoprak dor menggunakan nama atau sutradara atau pengarah lakon dalam mengemas istilah Jawa sebagai judul cerita. Judul biasanya dan mengarahkan permainan. diambil dari nama tokoh dalam cerita yang Cerita ketoprak dor di Medan dan menggunakan nama-nama Jawa. Seperti lakon sekitarnya yang jadi obyek penelitian ini “Sri Wati”, yang sempat dipentaskan Kelompok merupakan cerita klasik tentang kisah Seribu Ketoprak Cipto Budoyo Helvetia Timur yang Satu Malam maupun keluarga di penulis saksikan. Tanah Deli. Sumber ceritanya berasal dari Menurut Suroso (2012), tema cerita dalam legenda, dongeng, babad, Menak, Panji, Wali pertunjukan ketoprak dor sangat bervariasi, dari maupun Seribu Satu Malam Persia. Penyajian cerita rakyat, dongeng, babad, legenda, sejarah, cerita selalu mempunyai pola yang sama atau dan bahkan cerita-cerita dari luar yang diadaptasi mirip. Tampaknya hal ini menjadi penanda pola dalam suasana Indonesia. Dimulai dari cerita ketoprak dor. Sebelum pertunjukan, pimpinan sederhana, seperti Warso Warsi, Gendini, Panji grup menyampaikan ucapan selamat datang Asmorobangun, Klana Sewandono, Ande-ande kepada penonton, disusul musik sampak . Lalu Lumut, Warok, Roro Mendut, Damarwulan, adegan pertama dimulai dan terus berkembang Ronggolawe, Joko Bodo, Perang Pangeran sampai berakhir. Musik juga jadi penanda Diponegoro, hingga cerita saduran dari luar khusus keseragaman hampir semua bentuk Indonesia seperti kisah Seribu Satu Malam ketoprak dor di Sumatra Utara. Pola lainnya ataupun cerita Sampek Eng Tay . adalah nyanyian, tarian, pantun, dan akrobat atau bela diri pencak silat pada adegan perkelahian. Cerita yang paling digemari adalah yang bersifat kepahlawanan, perjuangan ke arah Cerita selalu memiliki tujuan didaktis, yang benar, dan menentang penindasan mengajar, memberikan teladan kepada penontonnya. kesewenang-wenangan yang diakhiri bagi Mengutip teori signifikasi dari semiotesi Roland kemenangan tokoh yang benar, jujur, dan baik. Barthes dan Charles Morris, tujuan cerita lakon Hal ini sebagaimana terjadi dalam karya sastra ini berdasarkan pengarang adalah untuk lisan Nusantara pada umumnya bahwa tokoh membangkitkan semangat nasionalisme dan protagonis selalu memenangi pertarungan patriotisme. Sedangkan menurut ahli mitos, sebagai simbol nilai moral dan pendidikan. cerita itu dapat bermotif sindiran terhadap perilaku buruk tokoh tertentu. Sementara masyarakat Hingga saat ini belum ada penulisan awam berpendapat, bahwa cerita itu dapat naskah, oleh karena banyaknya percampuran bertujuan untuk menghibur dan membangkitkan bahasa yang menjadi hambatan utama untuk nilai-nilai kultural bangsa terhadap generasi mentranskrip dialog ataupun menyusun naskah. muda. Para pemain biasanya menerima penjelasan dari sutradara terkait dengan lakon serta tokoh yang Karakter-karakter yang disuguhkan bersifat akan dimainkan. Jadi dalam pementasan, kelompok ”stock-type”, yakni harus selalu ada tokoh anak ketoprak dor lebih banyak melakukannya dengan muda sebagai pahlawan, lalu tokoh pasangannya spontanitas dan improvisasi. seorang gadis yang menjadi Sri Panggung atau primadona, tokoh pelawak, dan tokoh penjahat Cerita lakon ternyata tidak hanya terdiri atau antagonis berupa Jin Aprit atau raksasa. dari banyak episode. Meskipun para pemain Permainan di panggung dilakukan secara ketoprak dor pintar berimprovisasi, namun improvisatoris berdasarkan garis besar cerita

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019 195

yang telah diberitahukan sebelumnya oleh mereka miliki akan terpengaruh dengan pimpinan ketoprak dor. Dalam penelitian ini, kebudayaan komunitas masyarakat lain. meskipun pimpinan lakon bangsawan memberikan Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan arah cerita, namun tidak menutup kemungkinan kebudayaan yang disebabkan "perkawinan dua bagi para aktor mengembangkan perannya sesuai kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya bakat dan kemampuan masing-masing. Artinya, pemaksaan dari masyarakat luar memasukkan sang pengarah lakon atau biasanya dijabat unsur kebudayaan mereka. Tentulah hal ini pimpinan grup ketoprak dor, membebaskan para terjadi masyarakat luar tersebut menguasai atau pemain berimprovisasi guna menghidupi adegan mendominasi masyarakat tempatan. Proses demi adegan. perubahan kebudayaan yang kedua biasanya Pertunjukan merupakan campuran dialog, akan mendapat perlawanan dari masyarakat nyanyian, dan tarian. Dalam penelitian ini, tempatan, tetapi bagaimanapun juga lambat-laun dialog mendominasi adegan, disusul iringan perubahan kebudayaan akan terjadi. musik dan nyanyian. Dialog yang muncul sering Ketoprak dor ini pada awalnya ditingkahi oleh bunyi-bunyian musik yang merupakan bentuk asimilasi dan akulturasi dari jenaka dan kocak untuk memperkuat suasana kebudayaan Jawa, Melayu, Timur Tengah, dan dan karakter tokoh. Sedangkan tarian muncul Barat. Pengaruh kebudayaan luar terhadap pada adegan khusus pertunjukan sendratari pada kebudayaan tempatan di suatu daerah atau beberapa adegan. negara tidak pernah dapat dielak. Walaupun Untuk kostum dan aksesori pemain, demikian perubahan kebudayaan tidak menghilangkan pelaku pria menggunakan tali atau semacam iket kebudayaan tempatan. (agak kecil) yang sering disebut dengan Lis. Dalam mengadopsi kebudayaan lain atau Tubuh bagian atas biasanya menggunakan baju adanya pemaksaan kebudayaan luar, masyarakat kurung dan rompi. Sedangkan tubuh bagian tempatan cenderung mempertahankan kebudayaan bawah menggunakan stocking panjang, kaos yang dimilikinya. Kebenaran atau identitas suatu kaki, celana pendek (sering disebut suwal/kolor, masyarakat selalu terpancar dari kebudayaan sempak). yang turun-temurun dimilikinya. Bermula dari Pemeran wanita, bagian kepala juga akulturasi, akhirnya memunculkan produk menggunakan tali atau semacam iket (agak kecil) kebudayaan baru yang disebut budaya hibrid. yang sering disebut dengan Lis. Tubuh bagian Hibriditas seni ketoprak dor di Sumatra atas menggunakan baju kebaya dan rok panjang Utara berevolusi menurut kawasan setempat. dengan memakai stocking atau kaos kaki di Ketoprak dor ini membaurkan teater Jawa bagian bawah. dengan teater bangsawan Melayu. Cerita-cerita

khas Melayu masuk ke dalamnya. Hal sangat Hibriditas Budaya Ketoprak Dor kentara terlihat pada penggunaan bahasa dan Ketoprak dor merupakan bentuk asli peralatan pendukung musiknya. Pada awalnya kebudayaan Nusantara. Bentuk kesenian ini ketoprak dor menggunakan bahasa Jawa yang menghadapi tantangan luar biasa yang berpotensi sedikit banyak memperhatikan nilai-nilai kesusastraan terancam punah. Warisan budaya Jawa perantauan atau dalam istilah Jawa sering disebut dengan di Sumatra Utara abad 19 ini bisa bertahan jika Unggah-ungguhing Basa. Namun seiring para pelakunya memiliki keterbukaan untuk perkembangannya, dan oleh karena terjadi mengemasnya. Apalagi, ketoprak dor sampai percampuran dari berbagai macam kultur, serta sekarang jadi bagian kehidupan orang Jawa yang begitu banyaknya peminat yang juga berasal dari bermigrasi ke Tanah Deli. berbagai macam etnis di luar Jawa, maka ketoprak dor mengalami banyak sekali perubahan Ketika zaman berubah dan ideologi dalam hal tata bahasa dan kesusastraan. negara mengarah kepada pluralistik, maka perlu ada usaha untuk mempertahankan nilai budaya Hingga dewasa ini, bahasa yang ini. Karena itulah, diperlukan keterbukaan untuk digunakan dalam pertunjukan ketoprak dor menerima keutuhan nilai budaya ini. adalah bahasa campuran, yakni dari berbagai Keterbukaan suatu komunitas masyarakat kita macam bahasa yang meliputi bahasa Jawa pahami akan mengakibatkan kebudayaan yang Ngoko , Jawa Tengahan, Melayu, Batak, Karo, dan Indonesia bahkan bahasa Tionghoa dan

196 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019

India. Bahasa-bahasa tersebut sering digunakan Pulau Jawa. Ketoprak Mataraman – terutama – dalam setiap pertunjukan kelompok dor yang menggunakan tingkatan bahasa Jawa sebagaimana penulis amati. Berikut adalah salah satu contoh mestinya dalam dialog antarpemain, yakni penggalan dialog dalam pementasan dengan bahasa Jawa ngoko (sehari-hari), Jawa kromo judul “Sri Wati”. madya (menengah), dan bahasa Jawa halus (Sri Dewa hendak menggoda adiknya sendiri kromo inggil (tingkatan lebih tinggi). Bahasa yang bernama Sri Wati. Setelah melantunkan tingkatan ngoko adalah bahasa Jawa sehari-hari tembang untuk merayu, ia dikejutkan dengan yang digunakan oleh anak-anak atau teman kehadiran kakaknya yang bernama Sri sebaya, kemudian digunakan oleh orang yang Bathara.) lebih tua kepada orang yang lebih muda. Bahasa ngoko disebut juga dengan bahasa Jawa kasar Sri Dewa: Lho , Kakang Sri Bathara kok ke mari? Cari siapa? atau bahasa Jawa pasaran. Bahasa tingkatan kromo madya biasanya digunakan ketika seorang Sri Bathara: Karepmu kuwi apa? Kowe kuwi murid bicara dengan seorang guru, orang muda ndak ‘kon ngancani adikmu Sri Wati!!! bicara dengan orang yang lebih tua, seorang Nganti kaya ngene kedadeane ki karepe anak kepada ayah atau ibunya, atau seorang apa?! Sri Wati. bawahan kepada atasannya. Sedangkan tingkatan Sri Wati: Betul, Kang Mas. bahasa krama inggil adalah bahasa yang lebih Penggalan contoh dialog di atas halus dan lebih bertujuan menghormati orang merupakan cermin penggunaan bahasa dalam lain. Bahasa krama inggil dianggap bahasa Jawa lakon ketoprak dor. Ketoprak dor biasanya yang paling halus dan lembut. menggunakan bahasa Jawa ngoko, kromo madya, Penggunaan bahasa dalam tingkatan dan alih kode maupun campur kode berupa kromo madya maupun krama inggil tampaknya ”Jawa campuran”. Gejala campur kode dan alih sudah jarang digunakan oleh orang Jawa Deli. kode di sini adalah bahasa Jawa yang bercampur Kebanyakan orang Jawa Deli saat ini dengan bahasa-bahasa subetnis suku Jawa itu menggunakan bahasa Jawa ngoko . Hal ini sendiri yang mengalami perbedaan dialek berpengaruh kepada penggunaan bahasa Jawa maupun dengan bahasa daerah lain. Campuran dalam lakon ketoprak dor, yang lebih banyak dialek bahasa Jawa terjadi misalnya antara dialek menggunakan bahasa ngoko dan bahasa kromo bahasa Tegal dan bahasa Surabaya dengan madya dalam setiap pertunjukannya. bahasa Jawa Tengah umumnya. Begitu juga dengan peralatan musik Saat menyaksikan pertunjukan ketoprak yang digunakan. Sebagai sebuah budaya hibrid, dor di Helvetia Timur pada sekitar tahun 2009 ada alat musik yang masih dipertahankan, ada dan Tanjungmulia pada akhir tahun 2012, pula yang mengalami penyesuaian dari daerah penulis menemukan dialog para pemain dengan tempatan. Alat-alat musik yang mengalami penyebutan kata rek dari arek (nak/anak), Kon penyesuaian adalah instrumen gamelan Jawa, (kamu), nyong (sebutan diri sendiri) dalam seperti saron, gendher, dan gong, sedangkan menyapa teman bicaranya. Sebagaimana diketahui, yang masih dipertahankan adalah kendhang. penyebutan rek dan kon merupakan sapaan Perangkat musik gamelan itu disesuaikan dengan dalam gaya bahasa Suroboyoan sedangkan bentuk musik tempatan, baik dari dalam negeri nyong bentuk sapaan bahasa Tegal (pedalaman maupun luar negeri, seperti harmonium, biola, Jawa Tengah). maupun akordion. Selain itu, ketoprak dor juga menggunakan Hibriditas budaya dalam ketoprak dor bahasa Jawa yang bercampur dengan bahasa juga terlihat pada campuran alat musik, yaitu Indonesia ataupun bahasa Melayu. Contohnya jidur, kendang Jawa, kendang Melayu, yang sering muncul adalah ungkapan alamak harmonium, dan kentungan kecil. Harmonium, jang atau iya pula dalam komunikasi antara akordion, atau biola bisa menggantikan bunyi pemain yang satu dengan pemain lainnya. Kata saron dalam ketoprak asli, sedangkan kentongan itu tentu saja berasal dari bahasa Melayu sebagai dan dan jidur bisa mengganti posisi gamelan. lokasi tempat berlangsungnya ketoprak dor, Selain itu, ketoprak dor juga menggunakan lagu- yakni Tanah Deli. lagu Melayu. Hal itu berbeda dengan bahasa yang Ketoprak dor berkembang karena lokus digunakan dalam pertunjukan ketoprak asli di Sumatra Utara yang heterogen. Para seniman dan

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019 197

budayawan yang terlibat di dalam teater ini, Seperti halnya kesenian lain, ketoprak mengambil unsur-unsur budaya Sumatra Utara, mengalami perkembangan sesuai tuntutan walau mainstream -nya masih boleh dikatakan masyarakat penyanggahnya. Hingga dewasa ini, budaya Jawa Deli. Biasanya diambil dari cerita banyak sekali periodisasi jenis ketoprak yang legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil sesungguhnya merupakan hasil dari kreativitas cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak seniman, yang sebagian besar dari mereka pernah diambil dari reportoar cerita epos berusaha untuk memenuhi tuntutan zaman dan (wiracarita): dan Mahabharata selera masyarakat. supaya tidak menjadi pertunjukan wayang orang. Selain ketoprak lesung dan ketoprak Ketoprak dor merupakan pengembangan gamelan, dewasa ini banyak kita kenal jenis- dari bentuk teater tradisi ketoprak yang ada di jenis ketoprak dengan konsep, bentuk, fungsi, isi Jawa. Karena itu, perkembangan ketoprak dor maupun kemasan yang berbeda-beda namun sebenarnya mengikut dari bentuk ketoprak keseluruhannya itu disebut dengan satu istilah sebelumnya. Pada mulanya drama ketoprak yakni ketoprak, termasuklah ketoprak dor. hanya diiringi oleh instrumen musik lesung (alat Memang pada dasarnya perkembangan penumbuk padi) dan dalam penyajiannya, atau bahkan pergeseran berbagai aspek di dalam ketoprak dilakukan dengan tarian atau sering ketoprak dapat dikatakan sebagai langkah untuk disebut dengan joged gendro . Seiring mempertahankan eksistensi seni tradisi di perkembangannya, ketoprak mengalami beberapa masyarakat. Akan tetapi, jika kita mengkaji perubahan estetik dari segi cerita dan musikal. ulang langkah-langkah tersebut tentunya harus Ketoprak yang awalnya menyajikan kita pahami secara mendasar segala sesuatu yang cerita rakyat pedesaan, mulai berkembang dan menjadi dampak dari perkembangan ataupun menyajikan cerita-cerita babad, menak, legenda, pergeseran yang terjadi. dan lain sebagainya. Demikian halnya dalam Ketoprak dor sebagai bentuk kebudayaan segi musikal. Ketoprak yang awalnya lokal tentu dipengaruhi oleh unsur-unsur dari menggunakan lesung bergeser kepada gamelan suatu kebudayaan luar yang sedemikian berbeda sebagai instrumen musiknya. sifatnya. Percampuran tersebut membuat unsur- Perubahan-perubahan yang terjadi tentunya unsur kebudayaan luar tersebut lambat-laun memunculkan bentuk baru yang mungkin pada diakomodasi dan diintegrasikan ke dalam masanya hal tersebut dianggap sebagai suatu kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadian inovasi dari seni ketoprak itu sendiri. Hal ini dari kebudayaan sendiri. akan menjadi pembelajaran berharga bagi para Ketoprak dor sejak masa kelahirannya pelaku dan masyarakat pendukungnya. Kaitannya terus mengalami adaptasi sesuai masyarakat dengan pembelajaran, bentuk baru seni ketoprak penyanggahnya. Alat ekspresi yang digunakan seharusnya membawa suatu kerancuan tatkala sebagai petanda atau ciri khas ketoprak dor ialah kemurnian suatu materi sangat dipertanyakan. adanya unsur atau elemen cerita yang dimainkan, Namun oleh karena belum adanya tahap tetabuhan musik yang secara anamatope menghasilkan pembelajaran secara metodis, kerancuan baik bunyi “prak” dan “dor” yang berasal dari dalam penyampaian materi maupun inti ketoprak campuran instrumen musik serta tidak meng- tidak begitu diperhatikan. gunakan iringan gamelan Jawa, lalu nyanyian Perkembangan seperti itu tampaknya (tembang) yang menyatu dengan tarian, dan semakin banyak memunculkan ketoprak dengan busana atau kostum sesuai lakuan cerita. Seperti berbagai bentuk dan konsep dari masing-masing umumnya teater tradisional di Indonesia lainnya, periodenya yang antara lain adalah ketoprak ketoprak dor juga menggunakan media ungkap Mataram, ketoprak Pesisiran, ketoprak dor, laku dan dialog, gerak tari, suara dan bunyi ketoprak pendapan , ketoprak tobong , hingga musik yang mengiringi, suara tembang (nyanyian), ketoprak humor yang pernah meraih popularitas semuanya dipergunakan secata terpadu. di masyarakat. Dari berbagai pergeseran yang Tembang merupakan salah satu ciri terjadi tersebut, masing-masing jenis ketoprak ketoprak dan sering juga digunakan dalam memiliki spesifikasi tersendiri terkait dengan berdialog maupun monolog. Oleh karena itu, zaman, tuntutan masyarakat serta pengaruh tembang dalam ketoprak dor mempunyai fungsi teknologi. sebagai pengiring adegan, untuk untuk berdialog,

198 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019

monolog, dan/atau sebagai penceritaan (narasi). faktor-faktor dan kekuasaan spontan yang Sedangkan musik di samping mengiringi tembang, muncul dalam komunitas, atau mungkin hal itu juga dapat berdiri sendiri, berfungsi sebagai terjadi melalui kontak dengan kebudayaan yang pengiring adegan, ilustrasi penggambaran berbeda. suasana cerita, memberi tekanan dramatik, Dalam proses akulturasi yang berlangsung penyekat adegan yang satu dengan yang lain, dengan cara pemaksaan oleh masyarakat luar, digunakan untuk menimbulkan efek suara yang biasanya perubahan kebudayaan hanya terjadi dikehendaki. pada tataran permukaan. Maksudnya, masyarakat Musik pengiring ketoprak dor tidak tempatan hanya melaksanakannya pada aktivitas sama dengan musik pengiring ketoprak yang ada formal. Tetapi karena kebudayaan itu sering di Jawa. Ketoprak di Jawa menggunakan iringan diperlihatkan maka lama-kelamaan kebudayaan musik gamelan dan terbatas pada tangga nada luar itu menjadi kebudayaan tempatan. pentatonik Jawa. Sedangkan iringan musik Dalam akulturasi, pihak luar yang ketoprak dor menggunakan perpaduan nada menguasai suatu daerah akan menyebarkan pentatonik (tradisional) Jawa dan Melayu kebudayaannya dengan paksa. Kebudayaan yang maupun diatonis Barat. Tidak jarang ketoprak mereka miliki, dianggap lebih maju dari dor juga menggunakan lagu-lagu Melayu, Karo, kebudayaan tempatan. Selain itu, dengan bahkan Tionghoa dan India serta lagu populer memaksa kebudayaan, mereka dapat melakukan Indonesia dengan iringan orkestra campuran. eksploitasi kekayaan di daerah yang dikuasainya. Dalam menggunakan tembang, yang Perubahan kebudayaan dengan cara lazim digunakan yaitu macapat matra “Pucung”, pemaksaan, jelas sekali ada keinginan-keinginan “Mijil” atau “Kinanti” dalam cengkok ketoprakan di baliknya. Keinginan ini tentu merugikan atau gaya khas panggung ketoprak. Gaya masyarakat tempatan, tetapi karena adanya tembang ketoprakan ini dianggap tidak sesuai kekuasaan bermain maka masyarakat lokal lagi dengan kaidah nilai seni – tembang yang menerimanya. Tentu saja kebudayaan luar baku, yang menjadi acuan kalangan kaum priayi berbaur dengan kebudayaan tempatan yang atau elite Jawa. Tembang pada ketoprak dipandang mereka miliki selama ini. sebagai “rendah” atau “kasar”. Dalam kasus ketoprak dor, tiada Tembang merupakan bagian terpenting pemaksaan dalam penyatuan kebudayaan. lainnya dalam ketoprak dor, akan lebih menarik Masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Tanah Deli jika diiringi musik. Tembang biasanya dilantunkan dengan penuh kesadaran sendiri melakukan ketika dalam suasana sedih, suasana ketika pembauran terhadap bentuk keadaan tempat memberi nasihat, atau dalam suasana percintaan. tinggalnya. Melalui ketoprak dor, mereka justru Bahkan, sambil menyanyi, pemain juga menari meminimilisasi perbedaan yang ada. Hal inilah dengan iringan musik yang sesuai. yang dimaksud dengan hibriditas budaya pada Hal-hal tersebut merupakan bagian dari ketoprak dor. bentuk hibriditas budaya Jawa yang ada di Keterbukaan masyarakat Jawa perantauan Sumatra Utara yang disebut Jawa-Deli. Dalam di Sumatra Utara menyebabkan perubahan hal ini, banyak sekali pakar antropologi kebudayaan. Keterbukaan yang dimaksud di sini berselisih pendapat mengenai akulturasi maupun adalah keterbukaan orang Jawa menerima bentuk budaya hibrid. Penulis meyakini bahwa proses kebudayaan lainnya tanpa ada perselisihan. akulturasi dan hibriditas budaya terjadi di antara Kalaupun ada perselisihan, cuma terjadi pada dua kebudayaan dan masing-masing kebudayaan individu-individu dan perselisihan itu bukan memiliki karakter yang berbeda, bukan antar- menjadi pembahasan budaya hibrid. Sebab ruang individu masyarakat. lingkup hibriditas budaya bukan individu tetapi Perubahan kebudayaan selalu berkaitan pada masyarakat banyak atau kebudayaan. dengan kebudayaan yang dipengaruhi dan Hal ini sejalan dengan pendapat kebudayaan yang terpengaruhi. Kedua sifat ini Humaedi (2013) yang meneliti budaya hibrid menjadi latar belakang pemikir antropologi dalam masyarakat Cirebon. Menurut Humaedi, meletakkan gagasan akulturasi. Malinowski hibriditas budaya terjadi pada praktik kebudayaan dalam Berger (2000) mengatakan bahwa masyarakat, seperti bahasa, upacara siklus kehidupan, perubahan kebudayaan mungkin disebabkan dan pandangan hidup. Dia juga mengatakan,

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019 199

selain melalui hubungan sosial, proses hibriditas Selain itu, kebudayaan orang Jawa budaya paling efektif terjadi pada perkawinan perantauan berdaya-guna bagi masyarakat silang budaya. tempatan. Ralp Linton dalam Barth (2000) dan Pelly dkk. (1981) mengatakan, perubahan Dalam terminologi ketoprak dor di kebudayaan yang diterima oleh suatu masyarakat Sumatra Utara ini, penulis berusaha melihat dari masyarakat lainnya disebabkan ada kebudayaan dari studi lintas budaya dan proses kegunaan bagi masyarakat lokal untuk pertemuan berbagai entitas kebudayaan (etnik) memperoleh peradaban yang lebih baik dari yang ada, baik kebudayaan mainstream dalam sebelumnya. bentuk sajian ketoprak dor maupun marginal yang menghasilkan praktik kebudayaan Pernyataan ini menyiratkan bahwa tertentu. masyarakat Jawa perantauan Sumatra Utara ingin melestarikan kebudayaannya meski Proses hibriditas budaya yang tidak berbaur dengan kebudayaan tempatan. Selain itu mengalami pertentangan di masyarakat tempatan perubahan yang terjadi tidak terasa karena dibawa oleh komunitas masyarakat asing yang menganggap bentuk teater dari kultur lain bukan memberi pencerahan pada masyarakat tersebut. milik orang Melayu atau Batak saja, tetapi sudah Para cendikiawan, agamawan dan para pedagang, menjadi milik orang Jawa juga. Inilah hibriditas. selalu mendapat tempat di tengah masyarakat dan mereka berpeluang menyebarkan kebudayaan “Hibriditas merupakan sebuah konsep dalam yang mereka punyai. studi teori Post-Kolonialisme yang menerangkan tentang proses pertemuan dua budaya atau Tidak adanya pertentangan dari masyarakat lebih dan kemudian memunculkan sebuah tempatan disebabkan komunitas kebudayaan budaya baru tanpa menghilangkan aspek asing ini melakukan dengan pendekatan dan juga budaya lamanya.” dilakukan dengan adaptasi kebudayaan yang (Fadilla, 2019) tidak memaksa. Suyadi (2008) dalam Dalam penelitian ketoprak dor ini, penelitiannya tentang peran orang Jawa dan Cina penjejeran dua kebudayaan yang berbeda dalam keruangan Kota Medan menemukan data sehingga melahirkan kebudayaan baru tanpa bahwa meski terjadi ketidakseimbangan dalam menghilangkan unsur-unsur kebudayaan yang penguasaan ruang publik di Medan sebagai lama melalui bentuk kesenian adalah hal yang dampak pengembangan dan penataan kota, lumrah terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan, antara orang Jawa dan Cina tidak pernah kesenian sebagai salah satu sistem kebudayaan. mengalami konflik. Konflik keruangan kota Melalui kesenian-lah kebudayaan Melayu dan yang terjadi belum menjurus pada gesekan- India maupun Persia bertemu yang masyhur gesekan secara fisik. disebut oleh para sejarawan dengan teater ”Konflik hanya muncul pada adanya bangsawan. Begitu halnya penggabungan ketidakseimbangan pengembangan dan penataan kesenian Jawa, Melayu, Batak, India, Persia, dan di wilayah inti kota. Tidak sampai pada Tionghoa dalam satu kebudayaan baru yang bentrok atau amuk massa. Amuk massa diberi nama ketoprak dor. yang pernah terjadi pada masa terdahulu hanya merupakan akumulasi kesenjangan Tidak dapat dimungkiri bahwa mayoritas sosial dan bukan karena perbedaan struktur masyarakat Sumatra Utara adalah suku tata ruang kota yang amburadul.” pendatang, yakni Jawa. Orang Jawa ini datang ke (Suyadi, 2008) Sumatra Utara sejak abad 19 ketika tuan-tuan Ketidakadaan konflik ini, menurut Suyadi, kebun membuka ladang tebu dan tembakau. terjadi karena kultur orang Jawa yang sangat Ketika mendarat di bumi Sumatra Utara, orang- menghargai daerah perantauan. Budaya nrimo orang Jawa ini mampu beradaptasi dengan orang Jawa menjadi penyejuk sehingga tidak penduduk tempatan bersuku Melayu, Karo, dan gampang dipicu untuk membuat konflik. Inilah Simalungun. yang menjadi sumbangan terbesar orang Jawa Meski orang Jawa berjumlah mayoritas terhadap pembangunan di kota Medan. Sebaliknya, mendiami seluruh wilayah provinsi Sumatra orang Cinajuga memperlakukan orang Jawa Utara, namun tidak menjadi dominan. Hal sama dengan wajar. Simbiosis mutualisme di antara terjadi pada suku asli daerah ini, terutama keduanya berlangsung secara teratur dan Melayu. Orang Melayu yang mendominasi eks alamiah. Keresidenan Sumatra Timur dari Kabupaten

200 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019

Langkat hingga Labuhan Batu Utara serta di ketoprak dor juga terpengaruh teater yang semenanjung pantai Timur Selat Malaka dan berasal dari Malaysia dan India tersebut. pantai Barat, berhubungan erat dengan Malaysia Setelah orang Jawa menguasai cerita dan Minangkabau. Seribu Satu Malam itu, maka cerita dan bahasa Ketika orang Jawa mulai bermigrasi diadaptasi ke bahasa Jawa campuran dan dalam beberapa gelombang ke Tanah Deli, di ceritanya pun diganti dengan cerita-cerita yang situlah awal penyebaran kebudayaan di Sumatra berkembang di masyarakat Jawa Deli sendiri. Utara. Kesenian sebagai cabang dari kebudayaan Tarian dan nyanyian juga dimodifikasi sesuai juga berkembang di daerah ini melalui jalur yang dengan kebudayaan Jawa campuran yang serupa. Salah satunya cabang seni yang berkiblat pada kebudayaan Timur Tengah dan berkembang di daerah ini adalah seni teater. Jawa. Cerita-cerita yang selalu mendapat tempat Bidang seni teater khususnya teater ketoprak dor dalam ketoprak dor di antaranya sangat menjadi dasar penelitian ini. bernuansa bangsawan atau istana, menggantikan cerita-cerita berasal dari India. Kelompok Pada umumnya, masyarakat Jawa dan ketoprak dor mencari cerita-cerita asli daerah itu Melayu di Sumatra Utara tidak menutup diri, dari cerita sastra lisan yang hidup di tengah sehingga kebudayaan asing bisa masuk dan masyarakat. akulturasi biasanya tidak mengalami pertikaian yang mendasar. Berbeda dengan teater bangsawan Perkembangan berikutnya, ketoprak dor yang berasal dari luar (Malaysia), seni ketoprak mengalami perubahan yang sangat signifikan. dor justru asli kepunyaan masyarakat Jawa Pengaruh teater Barat mulai merasuki seni Sumatra Utara. Ketoprak dor melekat menjadi pertunjukan ini. Segala diatur sedemikian rupa hak milik masyarakat Jawa Sumatra Utara. Hal sehingga ketoprak dor bukan lagi merupakan ini disebabkan adanya proses adaptasi dan seni yang sakral dengan segala macam akulturasi di antara kebudayaan Jawa dan persembahan, tetapi menjadi seni pertunjukan kebudayaan tempatan, terutama Melayu dan biasa. Karo, di Sumatra Utara dengan kebudayaan Persia Walaupun terjadi perubahan besar dalam dan menghasilkan kebudayaan baru (hibrid). pertunjukannya, ada nilai-nilai yang mendukung Meski mengangkat cerita babad, Menak, pementasan itu yang tidak hilang. Kostum raja- Panji, Wali, dan epos dari Tanah Jawa, ketoprak raja yang mewah, cerita masih berdasarkan cerita dor sering juga mengadopsi cerita-cerita dari rakyat dan kadang kala setting panggung juga Persia atau Timur Tengah dengan kisah Seribu masih dipertahankan, dengan menggunakan tirai- Satu Malam -nya. Jacob Sumardjo (1994) tirai kain yang melukiskan tempat kejadian mengatakan, teater trans-etnik muncul di dalam pementasan itu. Indonesia dari India lewat Malaysia (Penang). Dinamakan Wayang Parsi oleh orang Malaysia. Penutup Karena berbagai alasan, kelompok itu pulang ke Ketoprak dor di Sumatra Utara masih India dan menjual segala peralatan kepada terus bertahan di antara deru seni budaya modern seorang Malaysia, Mohamad Pushi. Mohamad lainnya. Sebagai produk budaya hibrid, ketoprak menggantikan nama teater itu menjadi teater dor ini menjadi simbol penyatuan budaya baru Bangsawan, dan bahasanya menggunakan yang dialami orang Jawa perantauan di Sumatra bahasa Melayu. Utara tanpa mengalami resistensi dengan apa Para pekerja Wayang Parsi datang ke yang ada di sekitarnya. Ketoprak dor tidak hanya tanah Melayu bertujuan untuk menghibur para mewariskan bentuk kesenian, tetapi sekaligus pedagang India di kawasan itu. Bahasa yang menjadi penanda bentuk persatuan dan kesatuan digunakan tentu bahasa India dan mengangkat di kalangan masyarakat multietnik. cerita dewa-dewa. Walaupun dipergelarkan Dalam konteks seni pertunjukan, untuk para pedagang India, pergelaran ini ketoprak dor kita harapkan terus berkembang terbuka untuk umum. Jadi orang Melayu juga sampai masa-masa mendatang. Ketoprak dor bisa menikmati pergelaran tersebut. Orang Jawa menjadi ciri khas teater di Sumatra Utara, yang bermukim di tanah Melayu ini pun walaupun “dihukum” oleh ketentuan teater akhirnya menerima dan terpengaruh bentuk Barat. Dalam lingkup budaya hibrid ini, ketoprak teater bangsawan. Maka, secara tidak langsung, dor bukan lagi hanya milik orang Jawa,

Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019 201

masyarakat Melayu maupun Batak dan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V (2019), sekitarnya sudah pula seperti menganggap versi luring. Jakarta: Badan Pengembangan ketoprak dor milik mereka. Dengan demikian, Bahasa dan Perbukuan. ketoprak dor terus hidup menjadi identitas seni Pelly, Usman dkk (ed). (1987). Konflik dan teater Sumatra Utara dan untuk itu ketoprak dor Persesuaian: Bunga Rampai Perubahan perlu disosialisasikan ke anak-anak sekolah. Sosial dan Antropologi Pendidikan. Karena itu, berbagai lembaga atau Jakarta: Proyek Pola Pengembangan instansi yang ada, seperti Dinas Budaya dan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Pariwisata, Dinas Komunikasi dan Informatika, Kantor Menteri Negara Lingkungan Dinas Pendidikan, Dewan Kesenian, dan Balai Hidup. Bahasa Sumatra Utara perlu mengadakan festival San, Suyadi. (2018). Semiotika Teater ketoprak dor, demi melestarikan teater tradisional ini Bangsawan. Yogyakarta: Ombak. di tengah generasi muda Sumatra Utara. Setidaknya, penelitian yang penulis lakukan ini ...... (2008). Berkenalan dengan Teater. dapat menjadi awal dimulainya mempertahankan Medan: GENERASI. dan mengembangkan ketoprak dor tersebut...... (2006). Semiotika dalam Kritik Teater Indonesia. Jurnal Medan Makna Edisi Daftar Pustaka Nomor 3 Tahun 2006. Medan: Balai Barth, Fredrik (ed). (2000). Ethnic Groups and Bahasa Medan. Boundaries. Terjemahan Nining I. Sumardjo, Jacob. (1992). Perkembangan Teater Soesilo, “Kelompok Etnik dan Batasannya”. Modern dan Sastra Drama Indonesia . Jakarta: Universitas Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Berger, Arthur Asa. (2000). Signs in Suroso, Panji. (2012). Ketoprak Dor di Helvetia. Contemporary Culture: An Introduction Medan: Unimed Press. to Semiotics , terjemahan M. Dwi Marianto, Sunarto Tanda-tanda dalam Suryadmaja, Gading. (2009). Ketoprak Dor: Kebudayaan Kontemporer . Yogyakarta: Refleksi Kerinduan Akan Tanah Jawa. Tiara Wacana. (Sebuah Catatan Tentang Eksistensi Ketoprak Dor Cipto Budoyo Kelurahan Fadilla, Rahmadani (2019). Perantau Minang di Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Yogyakarta: Studi Pendekatan Hibriditas Kota Medan, Sumatra Utara). Laporan Pedagang Kaki Lima Malioboro. riset. Surakarta: ISI. Universitas Gajah Mada, 2018. Diunduh dari etd.repository.ugm.ac.id, Kamis 4 Suyadi. (2008). Peran Orang Jawa dan Cina Juli 2019. dalam Keruangan Kota Medan: Sebuah Studi Antropologi tentang Penataan dan Humaedi, M. Alie. (2013). Budaya Hibrid Pengembangan Kota Medan. Tesis. Masyarakat Cirebon. Jurnal Humaniora Medan: Progran Pascarsarjana Universitas Vol. 25 No. 3 Tahun 2013. https:// Negeri Medan. jurnal.ugm.ac.id/jurnal- humaniora/article/view/3540/3036. Diunduh Kamis, 4 Juli 2019.

202 Jurnal Masyarakat & Budaya , Volume 21 No. 2 Tahun 2019