FALSAFAH HIDUP ORANG BUGIS (STUDI TENTANG PAPPASENG KAJAOLALIDDONG DI KABUPATEN BONE)

HALAMAN JUDUL

Disertasi Diajukan Untuk memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Pemikiran Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh

Muhammad Bahar Akkase Teng NIM 80100311051

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019 ii

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Bahar Akkase Teng

Nim : 80100311051

Tempat/Tgl. Lahir : Rappang, 19 Desember 1957

Prodi/Konsentrasi : Pemikiran Islam

Fakultas/Program : Pascasarjana S3 UIN MAKASSAR

Alamat : Jl. Sunu, Kompleks Perumdos UNHAS Blok R/3 Baraya Makassar Selatan

Judul : Falsafah Hidup Orang Bugis (Studi Tentang Pappaseng Kajaolaliddong di Kabupaten Bone)

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa disertasi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka disertasi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 20 Januari 2019 Penyusun,

Muhammad Bahar Akkase Teng NIM 80100311051

iii

iv

KATA PENGANTAR

ِ ِ ِ بِ ْسِمِاهللِالَّرْْح ِنِالَّرحيِْمِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ إ َّفِاحلَْمَدِهللِ،ََِنَْمُدهِ،ِونستعينُوِ،ِونستغفُرهُِ،ِونعوذُِبوِمنِ ُشُرورِأنُفسنَاِ،َِوم ْنِسيئاتِأ ْعَمالناِ،َِم ْنِ ِ ِ ِ ِ ِ يػَْهدهِاهللِفَالُِمض َّلِلَوُِ،ِومنِيُ ْضل ْلِ،ِفَالَِىاديِلَوُ،ِأَ ْشَهُدِأ ْفِالِإلَوَِإالِاهللَُِوْحَدهُِالِ َشري َكِلَوُِ،ِوأشهُدِأ َّفُِمََِّمًداِ ِ ٍ ِ ِِ ِ ِ عبُدهِورسولُو.ِوال َّصالَةُِوال َّسالَـِ َعلَىِسيِّدنَاُِمََّمدِرسوؿُِاهللِوَخاََتَِالنَّبِيػَِّْْيِوَعلَىِاَِلوِواَ ْصحابِوِاَ ْْجَعَْْي.ِوبػْعُدِ ْ َ ُ َ َ ُ َ َ ُْ َ َ َ َ ََ Dengan rahmat dan inayah Allah swt. disertasi yang berjudul ‚Falsafah Hidup Orang Bugis (Studi Tentang Pappaseng Kajaolaliddong di Kabupaten Bone)‛ ini dapat dirampungkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat penyelesaian studi atau untuk memperoleh gelar Doktor dalam Bidang Pemikiran Islam pada Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. Perampungan disertasi ini tidak dapat terlaksana tanpa keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu, sewajarnyalah menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya serta setulus-tulusnya. Tanpa mengurangi arti bantuan dan partisipasi pihak-pihak yang terlibat langsung, penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si, selaku Rektor UIN Alauddin Makassar, yang telah mendarmabaktikan hidup dan dedikasinya demi kemajuan dan peningkatan kualitas pendidikan Islam di Sulawesi Selatan, khususnya UIN Alauddin Makassar. Karena beliau, penulis dapat mengecap pendidikan hingga mencapai tingkat doktoral saat sekarang ini. 2. Bapak Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag.selaku Direktur Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, dan Wakil Direktur Prof. Dr. Achmad Abubakar, M.Ag. yang telah mengurus dan membina jalannya perkuliahan serta melayani dengan penuh keikhlasan, sehingga seluruh aktivitas akademik dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan. 3. Bapak Dr. Norman Said, M.A., selakuKetua Prodi Dirasah Islamiayah Progrgam Doktor, khususnya Konsentrasi Pemikiran Islam Pascasarjana UIN Alauddin

v

Makassar, yang meluangkan waktu dan perhatiannya mengarahkan dan melayani kebutuhan akademik, sejak masa perkuliahan hingga penyelesaian studi ini. 4. BapakProf. Dr. H. Samiang Katu, M.Ag, Prof. Dr. H. Muhammad Ramli, M.Si, dan Ibu Dr. Hj. Nurnaningsih, M.A.,selaku Promotor, Kopromotor I dan II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran berharga dalam pelaksanaan penelitian dan perampungan disertasi ini. 5. Bapak dan Ibu para penguji yang telah memberikan arahan dan pembelajaran serta pengalaman berharga kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi ini. 6. Para Guru Besar dan Dosen Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan kontribusi ilmiah sehingga dapat membuka cakrawala berpikir penulis dalam menghadapi berbagai persoalan. 7. Seluruh pegawai dan staf Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan pelayanan akademik dan membantu penulis selama menjalani studi. 8. Rektor Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Dwia A. Tina Pulubuhu, M.A. dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Akin Duli. M.A. atas dukungan dan motivasi serta kebijakannya dalam proses penyelesaian studi di Program Doktor ini. 9. Seluruh Pimpinan dan Pengasuh serta dosenFakultas Ilmu Budaya selaku rekan dan para informan yang telah memberikan izin, fasilitas dan meluangkan waktu berdiskusi serta bersedia memberikan dokumen-dokumen yang dibutuhkan selama penelitian. Disadari bahwa disertasi ini tidak akan pernah dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang menjadi informan. 10. Kedua orang tua, (Alm)H. Akkase Teng dan (Alm) Hj. Pong Badullah, yang telah mengasuh, mendidik, membimbing, menasehati dan mendoakan penulis

vi

dengan tulus ikhlas sehingga dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. 11. Istri (Hj. Nur Azzah, SE.), anak pertama (Ayu Azhariah SE., S.S., AK. M.Sc.) dan (Afdal Madein, SE., M.Sc., Ak., CA.), Serta cucu (Riesha Macca Azhaf) dan anak kedua (Muhammad Azhari Bahar, S.P.)dan (Dwita Ardiyana, S. Hum.) yang dengan setia mendampingi, mendukung dan membantu, baik moral maupun material, selama menjalani pendidikan, dan seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan materi, tenaga, pikiran, dan motivasi selama menempuh pendidikan. 12. Firman Saleh, S.S., S.Pd., M.Hum. yang senantiasa banyak membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini serta segenap sahabat dan rekan-rekan seperjuangan di Program Doktor UIN Alaudddin yang telah membantu dan memberikan dorongan, baik dalam suka maupun duka selama menjalani masa studi.

Banyak pihak yang terkait dalam penyelesaian studi dan penulisan disertasi ini yang belum sempat disebutkan namanya satu persatu. Oleh karena itu, semoga Allah swt dapat memberikan pahala yang berlipat ganda,karena tanpa bantuan mereka, disertasiini tidak akan terwujud sebagaimana mestinya. Disertasi ini masih banyak kekurangannya, baik dari segi bahasa maupun metodologi penulisannya. Dengan demikian, saran dan kritikan yang konstruktif sangat dibutuhkan guna penyempurnaan disertasi ini di masa mendatang. Akhirnya, semoga Allah Swt. senantiasa memberikan imbalan yang setimpal bagi mereka yang telah memberikan andilnya dalam penyusunan disertasi ini, dan semoga disertasi ini bermanfaat bagi para pembaca, baik kaum intelektual maupun masyarakat pada umumnya, Amin. Makassar, 20 Januari 2019

Muhammad Bahar Akkase Teng NIM:80100311051

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR GAMBAR ...... x ABSTRAK ...... xvii ABSTRAK ARAB ...... xviii ABSTRACT ...... xix PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ...... 19 C. Rumusan Masalah ...... 21 D. Kajian Pustaka ...... 22 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...... 30 BAB II TINJAUAN TEORETIS ...... 33 A. Filsafat ...... 33 B. Falsafah Hidup...... 35 C. Orang Bugis ...... 79 D. Pappaseng ...... 80 E. Kajaolaliddong ...... 82 F. Kerangka Konseptual ...... 96 BAB III METODE PENELITIAN ...... 98 A. Jenis dan Lokasi Penelitian ...... 98 B. Pendekatan Penelitian ...... 100 C. Sumber Data ...... 101 D. Metode Pengumpulan Data ...... 102

viii

1. Observasi ...... 102 2. Wawancara ...... 102 3. Dokumentasi ...... 103 E. Instrumen Penelitian ...... 103 F. Teknik Pengolahan dan Analisis data...... 104 G. Pengujian Keabsahan Data ...... 105 BAB IV FALSAFAH HIDUP ORANG BUGIS MENURUT PETUAH KAJAOLALIDDONG ...... 107 A. Selayang Pandang Kabupaten Bone ...... 107 B. Eksistensi Pappaseng Bagi Masyarakat Bone ...... 171 C. Konstribusi Pappaseng Dalam Bermasyarakat ...... 204 D. Fungsi Pappaseng Kajaolaliddong ...... 270 BAB V PENUTUP ...... 314 A. Kesimpulan ...... 314 1. Eksistensi Pappaseng Kajaolaliddong ...... 314 2. Kontribusi Pappaseng bagi masyarakat Bugis ...... 315 3. Fungsi Pappaseng sebagai budaya Kajaolaliddong ...... 318 B. Implikasi Penelitian ...... 323 DAFTAR PUSTAKA ...... 325 LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1Fokus Penelitian 20

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Konseptual 57

Gambar 2. Gambar Kedai Baca 237

Gambar 3. Gambar Papan Pengenal Sekolah 239

Gambar 4. Gambar Buku Sekolah Dasar 241

Gambar 5. Gambar Isi Buku Sekolah Dasar 242

Gambar 6. Gambar Bagian Isi Buku Sekolah Dasar 243

Gambar 7. Gambar Sampul Buku Bahasa Daerah SMP Kelas VII 244

Gambar 8. Gambar Isi Buku Bahasa Daerah SMP Kelas VII 245

Gambar 9. Gambar Sampul Buku Bahasa Daerah SMP Kelas VIII 246

Gambar 10. Gambar Isi Buku Bahasa Daerah SMP Kelas VIII 247

Gambar 11. Gambar Sampul Buku Bahasa Daerah SMP Kelas IX 248

Gambar 12. Gambar Isi Buku Bahasa Daerah SMP Kelas IX 249

xi

PEDOMANTRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN

A. Transliterasi Arab-Latin Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut: 1. Konsonan

Huruf Arab Nama HurufLatin Nama alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا ba b b e ب ta t t e ت (s \a s \ es (dengan titik di atas ث J im j j e ج (h}a h} ha (dengan titik di bawah ح kha kh ka dan ha خ dal d d e د (z \al z \ zet (dengan titik di atas ذ ra r e r ر zai z z et ز sin s es س syin sy es dan ye ش (s}ad s} es (dengan titik di bawah ص (d}ad d} de (dengan titik di bawah ض (t}a t} te (dengan titik di bawah ط (z}a z} zet (dengan titik di bawah ظ ain ‘ apostrof terbalik‘ ع gain g ge غ ؼ fa f ef ؽ q af q qi ؾ kaf k ka ؿ lam l el mim m em ـ nun n en ف wau w we و ha h ha ىػ hamza h ’ apostrof ء ya y Ye ى

xii

yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda (ء) Hamzah apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’). 2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa , terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama fath}ah a a اَ kasrah i i اَ d}ammah u u اَ Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda Nama Huruf Latin Nama

fath}ah dan ya>’ ai a dan i ػَ ْىِ

ػ fath}ah dan wau au a dan uوِ َْ

Contoh: : kaifa َكػيػْ َفِ : haula َىػْوؿَِِ 3. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Nama Huruf dan Nama Huruf Tanda fath}ahdan alif atau ya>’ a> a dan garis di atas ...َِ ِاِ|ِ...َِ ِى

kasrah dan ya>’ i> i dan garis di atas ػػػِػػى d}ammahdan wau u> u dan garis di atas ػػػو:Contoh ُ

xiii

: ma>ta مػَا َتِ : rama> َرَمػى qi>la : ِ قػيػْلِ yamu>tu : َ يػَمػُْو ُتِ 4. Ta>’ marbu>t}ah Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t]. Sedangkan ta>’ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h]. Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’ marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh: raud}ah al-at}fa>l: ِ َرْو َضػةُِِالَِطَْفاؿِ al-madi>nah al-fa>d}ilah : ِ ِ ُ اَلػَْمػديػْنػَةُِِاَلػْفػَاضػػلَة al-h}ikmah : ِ ُ اَلػْحػ ْكػَمػػة 5. Syaddah (Tasydi>d) Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan ,(ـّـ)sebuah tanda tasydi>d huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Contoh: : rabbana> َربػّػَناَِ : najjaina> نػَ ّجػَيػػْناَِ al-h}aqq : ُ اَلػػْ َحػ ّقِ nu’ima : ِ نػُعػػّ َمِ aduwwun‘ : َعػ ُد وِ ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah ى Jika huruf . (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly‘ : ِ َعػلػ ىِ (Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby‘ : ِ َعػَربػػ ىِ

xiv

6. Kata Sandang alif)اKata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurufِؿ lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis men- datar (-). Contoh: : al-syamsu (bukan asy-syamsu) اَل َّشػ ْمػسِ (al-zalzalah(az-zalzalah : ُُ اَلَّزلػػَْزلػػَة al-falsafah : ُ اَلػػَْفػلْسػَفة al-bila>du : َ اَلػػْبػػػِالَُدِ 7. Hamzah Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contoh: : ta’muru>na تػَأُِْمػُرْوَفِ : al-nau‘ اَلػػنػَّْوعُِ : syai’un َشػيءٌِ umirtu : ِ ْ أُمػْر ُتِ 8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur’an(dari al-Qur’a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata- kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransli- terasi secara utuh. Contoh: Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n Al-Sunnah qabl al-tadwi>n

xv

(اهلل) Lafz} al-Jala>lah .9 Kata ‚Allah‛yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh: di>nulla>hِ ِ billa>h ِ ِ باهللِ ديػُْنِاهللِ Adapun ta>’ marbu>tah} di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh: hum fi> rah}matilla>h ِ ِ ُىػ ْمِِ ِْفَِرحػػػَْمةِاهللِ 10. Huruf Kapital Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh: Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l Inna awwala baitin wud}i‘a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan Syahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur’a>n Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si> Abu>> Nas}r al-Fara>bi> Al-Gaza>li> Al-Munqiz\ min al-D}ala>l Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu> (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

xvi

Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu) Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid (bukan: Zai>d, Nas}r H{ami>d Abu>)

B. Daftar Singkatan Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: swt. =subh}a>nahu> wa ta‘a>la> QS = Qur’an surat SDM = Sumber daya manusia

xvii

ABSTRAK

Nama : Muhammad Bahar Akkase Teng NIM : 80100311051 Judul D/isertasi: Falsafah Hidup Orang Bugis (Studi Tentang Pappaseng Kajaolaliddong di Kabupaten Bone) ------Disertasi yang membahas tentang falsafah hidup orang Bugis ini merupakan studi tentang Pappaseng Kajaolaliddong di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimana eksistensi Pappaseng Kajaolaliddong dalam masyarakat Bugis di Abad Modern? Apakah konstribusi pesan Pappaseng Kajaolaliddong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Jenis penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif dengan mendeskripsikan Pappaseng Kajaolaliddong pada lembaga pemerintahan dan dalam masyarakat sebagai suatu fenomena sosial dengan pendekatan falsafi, sosiologis, dan historis. Lokasi penelitian di Desa Kajaolaliddong, Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone. Data diperoleh dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan transliterasi, terjemahan dan interpretasi kemudian menggunakan triangulasi untuk memastikan validitas data terhadap variabel-variabel yang diteliti. Penelitian ini menemukan bahwa persepsi anak membuktikan bahwa sekitar 90% anak-anak mengetahui dan pernah mendengarkan serta pernah diberikan atau disuguhkan Pappaseng oleh orang tuanya. Persepsi orang tua menunjukkan bahwa Sekitar 95 % orang tua mengetahui dan pernah memberikan atau menyuguhkan Pappaseng kepada anaknya. Eksistensi Pappaseng di tempat umum juga menunjukkan upaya memperkenalkan serta melestarikan Pappaseng sebagai kekuatan dalam penanaman moral dan budi pekerti khususnya generasi penerus. Eksistensi Pappaseng dapat dilihat dengan dituangkannya ke dalam buku pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah dasar dan di sekolah menengah pertama. Pappaseng ditanamkan dan disuguhkan mulai pada tingkat sekolah dasar. Kontribusi Pappaseng bagi masyarakat Bugis antara lain: a. Pappaseng Sebagai dasar Kepercayaan, b. Pappaseng sebagai Filsafat, c. Pappaseng sebagai unsur sosial, d. Pappaseng sebagai sejarah. Fungsi Pappaseng sebagai budaya Kajaolaliddong di desa Kajaolaliddong menjadi spirit tersendiri bagi masyarakat dan menjadi kebanggaan yang dimiliki sebagai pewaris dan keturunan Kajaolaliddong yang berada di desa tersebut yakni pemimpin jujur dan bijaksana, demokratis, penanaman system norma, peninggalan pusaka, gaya pengungkapan atau gaya bahasa, kejujuran dan kepandaian sebagai dasar moral, dan sikap secara individu dan bermasyarakat. Implikasi penelitian, Pappaseng diharapkan menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk mengangkat filosofi kearifan dan menggali aspek serta nilai kearifan lokal yang terdapat di dalamnya. Menjadi pedoman yang sangat Filsafat sebagai tameng dan filter dengan merekonstruksi bentuk dan makna kearifan lokal dan menonjolkan kearifan lokal sebagai bentuk kepercayaan, sejarah, sosial dan filsafat.

xviii

ABSTRAK ARAB

xix

ABST

RACT

xx

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Falsafah hidup secara fundamental, dipahami sebagai nilai-nilai sosio kultural yang dijadikan oleh masyarakat pendukungnya sebagai patron dalam melakukan aktivitas keseharian. Demikian penting dan berharganya nilai normatif ini, sehingga tidak jarang falsafah ini selalu melekat kental pada setiap pendukungnya meski arus modernitas senantiasa menerpa dan menderanya.

Bahkan dalam implementasi falsafah, menjadi roh atau spirit untuk menentukan pola pikir dan menstimulasi tindakan manusia, termasuk dalam memberi motivasi usaha.

Kearifan lokal merupakan suatu istilah yang mencuat ke permukaan dengan mengadopsi prinsip, nasehat, tatanan, norma dan perilaku leluhur masyarakat Bugis masa lampau yang masih sangat urgen untuk diaplikasikan dalam menata berbagai fenomena yang muncul.1 Kearifan lokal merupakan bagian dari konstruksi budaya. Dalam pandangan John Haba dalam Irwan

Abdullah, kearifan lokal ―mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat yang dikenal, dipercayai, dan diakui sebagai elemen-elemen penting yang mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat‖2

1Muhammad Ramli, ―Sinergitas Kearifan Lokal Masyarakat Bugis dalam Impelementasi Kebijakan Publik di Kabupaten Sidenreng Rappang‖ (Disertasi Doktor, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin,Makassar, 2008), h. 24-25. 2 Lihat, Irwan Abdullah, dkk., Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global (Cet. II; Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar, 2008), h. 7.

2

Kebudayaan Bugis pra-Islam dan kolonial, ada suatu karya sastra yang menggambarkan betapa kayanya orang Bugis tentang budaya.Karya sastra tersebut berisi filosofi atau ajaran mengenai berbagai aspek kehidupan dan aspek kebudayaan sebuah suku yang memiliki aksara sendiri yang disebutLontara‘.Suku

Bugis merupakan etnik yang memiliki aksara sehingga aspek kehidupan dan kebudayaan pada masa lampau masih dapat tersimpan dalam bentuk manuskrip yang tersimpan rapi yang ditulis dengan aksaraLontara‘.Di dalamnya tersimpan nilai-nilai yang terekam dan teraplikasi pada masyarakat dan pemerintahan, dan itu masih terjaga dan dilestarikan dalam naskah hingga sekarang.

Salah satu bentuk naskah Lontara‘ yang masih terjaga eksistensinya pada kehidupan masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan adalahPappaseng yang berisi

Pesan-pesan, nasihat, wasiat, sistem politik, dan kemasyarakatan. Nasihat-nasihat itu bukan hanya ditujukan kepada raja, tetapi juga kepada rakyat melalui dialog antara Arung (raja atau pemangku adat) dan Kajao3orang yang memiliki ilmu pengetahuan, agamais, dan sosialis.

Dialog antara Arung dan KajaodalamPappaseng ‗pesan‘ berisi nasihat- nasihat yang berhubungan dengan adat istiadat dan aturan kehidupan masyarakat.

Selain itu, Kajao dalam pesannya mencoba menanamkan nilai-nilai atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh raja dan rakyat, yaitu: lEPulempu‟ (kejujuran), acacca (kepandaian), asitinjasitinajang (kepatutan), gEtEgetteng

(keteguhan), rEsoreso (usaha,kerja keras), sirisiri‟ (harga diri).

3 Kajao dalam arti umum adalah nenek perempuan

3

Masyarakat Bugis memilikibentuk warisan kebudayaan yang tergambar di dalam pau pau rikdo Pau-pau Rikadong. Cikal bakal munculnya masyarakat Wajo4augi wjo(„ugi „Wajo) dilatarbelakangi oleh dua masyarakat, yakni dan Bone. Ketiga negeri ini, tidaklah begitu saja mereka menyebutkan masing-masig negerinya dengan satu nama, melainkan menyebut dirinya sebagai Bugis di depan identitas masing-masing negerinya. Seperti orang

Luwu augi lu“Ugi‟ Lu‟―, orang Bone augi boen“Ugi‟ Bone―, orang Wajo augi wjo ―Ugi‟ Wajo―. Bahkan augimEeR ―Ugi‟ Menre― (orang Mandar) , augi mks“Ugi‟ Mangkasa“ (meliputi orang Gowa, orang Galesong, orang

Toratea, orang Selayar). Selain ungkapan di atas. Mereka adalah semua augi―Ugi‘―. Orang Soppeng, Bulukumba, sinjai, Enrekang, Sidenreng, Pinrang,

Rappang, Aja‘tapparang, Barru, Pangkaje‘ne, Labbakkang dan Maru‘.

Naskah Pappaseng (pesan) ini ditulis dalam Lontara‘ Bugis, berisi 447 halaman dalam buku Boeginesche Chrestomathie, yang dikarang oleh Dr. B.F.

Matthes. ppsE―Pappaseng‖ terdapat pada salah satu sub judul dari buku ini yaitubicrn ltoa―Bicaranna Latoa‖ dari halaman 1 sampai dengan 181.

Pada naskah Lontara‘ itulah banyak ditemukan hal-hal yang sebangun dengan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), serta norma pGdErE(panngaddereng).

Sebelum lahirnya Kerajaan Bone, dinasti kerajaan Bugis dimulai dengan adanya beberapa kerajaan-kerajaan kecil disekitar Bone, yaitu Awangpone,

Pattiro, Cina, dan Palakka.Dalam pertumbuhan pemerintahan Tomanurung,

4 Lihat ―Paupau Rikadong‖ dalam B.F. Matthes ― Boeginesche Chrestomathie‖ P 1.27 . h 44.

4

muncul tujuh Matoa, sebagai pembantu utama Kerajaan Bone. Mereka adalah

Matoa : Ujung, Ponceng, Ta‘, Tibojong, Tanete Riattang, Macege dan Tanete

Riawang. Para Matoa tujuh ini dalam perkembangannya, kemudian berubah menjadi ade‟ pitu yang dipusatkan ke dalam kerajaan Bone yang ibu kotanya disebut Kawerrang.5Bentuk pemerintahan kerajaan Bone berbeda dengan bentuk pemerintahan kerajaan Gowa. Para Kasuwiang Salapang masih tetap berdaulat ditempatnya masing-masing, tetapi Ade‟ Pitu semuanya ditarik ke pusat.6

Pemerintahan Bugis purba juga telah mengenal adanya pembatasan kekuasaan raja dengan undang-undang atau biasa disebutgEtE bicr ‗Getteng

Bicara‟. PadaGetteng Bicara terdapat panduan bagi raja untuk bertindak sesuai undang-undang, bukannya sekehendak hatinya seperti layaknya raja pada pemerintahan absolut. Getteng Bicara secara tegas menyatakan bila seorang raja haruslah menempatkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya. Hal itu dinyatakan melalui kalimat berikut:Takaranku kupakai menakar, timbanganku kupakai menimbang, yang rendah saya tempatkan di bawah, yang tengah saya tempatkan di tengah, yang tinggi saya tempatkan di atas.7

Ketetapan dalam GettengBicara itulah yang kini banyak didefinisikan orang sebagai ‗keadilan‘.8Berdasarkan GettengBicara dan naskah Lontara‘, raja bukanlah penguasa absolut suatu kerajaan, melainkan pemegang mandat rakyat

5Padi yang baru diketam di sawah lalu dihimpun dan diikat tangkai-tangkainya sehingga merupakan ikatan besar, ikatan seperti inilah yang disebut Kawerrang. 6Rahman Rahim. Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis (Makassar, Hasanuddin university Press, 1992), h. 63. 7 Pesan Kajaolaliddong dalam wawancara dengan kepala Museum Kabupaten Bone 13- 09-2017. 8Perbuatan, perlakuan yang adil. Mempertahankan hak dan keadilan, menciptakan keadilan bagi masyarakat dalam Lukman Ali, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka Jakarta, 1993), h. 7.

5

dalam menjalankan pemerintahan berdasarkan pertimbangan Dewan Adat dan kehendak rakyat.

Pemikiran Kajaolaliddong mengenai adat, peradilan, yurisprudensi, dan tata-pemerintahan sudah cukup lengkap. Bahkan, kata penyair yang dijuluki Si

Burung Merak itu, pemikiran Kajaolaliddong itu mendahului ―kode Napoleon‖.

Kajaolaliddong(La Mellong) diangkat menjadi penasehat dan dia hidup mendampingi beberapa Arumpone (gelar raja Bone), pada masa pemerintahan La

Tenri Rawe BongkangE. Pada masa pemerintahanLa Tenri Rawe BongkangE,

Kerajaan Bone mengalami perkembangan sangat pesat dan membawa kerajaan

Bone dalam kebesarannya, hal itu tidak terlepas dari sumbangsi pikiran

Kajaolaliddong, dalam memajukan ekonomi, tata pemerintahan, militer dan hubungan luar negeri kerajaan Bone. Pemikiran La Mellong mirip dengan pemikiran Karaeng Pattingalloang. Pesan9 tersebut antara lain

nia lim tr metn prsG mlopoa iymitu.mkesern

pun etnmo nearo ripkaiGE

kreamgauk.mkruan.pun etnmo tumGes rill

prsGG.mtElun.pun mjai gau lopo rill

prsGG.mkapn.pun aGel Gesmi soso

pbicry.mklinkmesaGi atmn.pun etnmo

nkmesaGi atn krea mgauk

9Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar ( Makassara, Dinas Sejarah dan Keperbukalaan Dinas Kebudyaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan, 2012) h. 144-145.

6

―Nia‟ lima tanra matena pa‟rasangan malompoa iyamintu: Makase‟rena punna taenamo naero nipakainge‟ karaeng manggauka; Makaruanna, punna taenamo tumanngngasseng ri lalang pa‟rasanganga; Matellunna ; punna majai‟ gau‟ lompo ri lalang pa‟rasanganga; Makaappa‟na, punna angngalle ngasemmi soso‟ pabbicarayya; Makalimanna, punna taenamo nakamaseangngi atanna karaeng manggauka‖

Yang artinya ada lima tanda matinya sebuah negeri yang besar, yaitu : pertama, jika raja berkuasa tidak mau lagi diingatkan; kedua, jika tidak ada lagi orang pintar di dalam negeri; ketiga : jika sudah terlampau banyak persoalan besar di dalam negeri; keempat, jika semua penegak hukum sudah menerima suap; kelima , jika raja berkuasa tidak lagi mengasihi rakyatnya―.

Selain itu, pesan Nene‘ Mallomotentang kepemimpinan. Sebagai berikut ;

mkdai enen mlomo ri siedeR.npmnria ad

mcea riluwu ptok pulneaGi bicrea ri wrE

―Makkadai Nene‟ Mallomo ri Sidenreng; napammanaria‟ ada maccaE ri Luwu patokkang pulanaengngi bicaraE ri Ware‟ yang artinya ; Berkata nenek Mallomo di Sidenreng, Saya diberikan pusaka berupa ―kata‖ oleh MaccaE ri Luwu‘ yang terus menegakkan peradilan (hukum) di Ware‘‖

aepai tau tERial aru ptupu btu ritn

mrjea.aEREeG tn bicuea.esauani annea.mduan

mkuRai.mtElun tau aujGEeG.maEpn tau bGoea

―Eppa‟I tau tenriala arung pattuppu batu ri tana marajaE. Enrengge tana biccuE.Seuwani anana‟E.Maduanna.Makkunrai.Matellunna tau Ujangengnge. Maeppana tau bangngo‟E― yang artinya : Empat orang yang tidak dapat dijadikan raja di negeri besar maupun negeri kecil. Pertama anak-anak, kedua ; perempuan, ketiga orang gila, keempat, orang dungu‖.10

Sama halnya Arung Bilamemiliki pesan-pesan terhadap pemerintah dan masyarakat. Seperti berikut ini,

10 Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h. 53-54.

7

ppsEn aru bil.aj mumealo ncc adE.ajto

mumealo ntunai bicr.ajto nwEd nju rp.ajto

nwEdi neacwcwai wri.i

Pappasenna Arung Bila”Aja „ mumaelo nacacca ade „, aja „to mumaelo natunai bicara, aja „to muwe „ding nuju rapang, aja „to muwe „ding naecawa-cawai wari „.Artinya :janganlah engkau mau dibenci adat, Janganlah engakau mau dihina peradilan, Jangan juga sampai terjadi anda dipergunjingkan rapang (ibarat), Jangan juga anda sampai ditertawakan

wriwari ‗‖. mkdea aru bil.limai wuwGEn

rialoloGE to edeg.esauwni.pktuani aelmu

risitinjea.mduan.sroko mes

risininea.mtElun.mkerso ptujuea.maEpn.molea

ropo ropo nerwE.mlimn.molea llE

nmtikE.nseRsEGi ri edwtea.tpliGEeg adn aEREeG

pKaukEn.ruko.ropo ropoko.neaesko

nslgao.slaiaGi llE

taumwteG.liaEsopilao.mutoko.tEmet

lEPuea.muwt asprEn atoGEeG.

― Makkadae Arung Bila: ” Limai wuwangenna riallolongeng toi deceng. Seuani, pakatuani alemu ri sitanajannae. Maduanna, saroko mase ri sillalennnae. Matellunna, makkareso patujue. Maeppana, molae roppo- roppo narewe„. Malimanna, molae laleng namatike „. Nasanresinngi ri Dewata. Aj„ mupallalowi ampe senratammu. Aja„ to mupaliwengi ada-ada tudangemmu.Iana ritu tau riagelli tenria „dampengeng ri Dewatae. Tappaliwennge adanna enrennge pangkaukenna. Ruko, roppo-roppoko. Naese „ko nasalagao, salaianngi laleng tomauwatannge. Lessopi llalo, mutokkong. Temmate lempue. Mauwatang sapparennaa atongennge”11

11 Fachrudin Ambo Enre, dkk., Pappasenna To Maccae Ri Luwuq sibawa Kajao Laliqdong Ri Bone (Transliterasi dan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia). (Makassar, Departemen Pendidikan dan Kebudayan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan , 1985-1986),h. 20.

8

Artinya : Lima hal yang menjadi penyebab kita dapat beroleh kebaikan, Pertama, rendahkanlah dirimu menurut wajarmu.Kedua, bantulah orang pada tempatnya. Ketiga, kerjakan yang bermanfaat. Kelima, bila berjalan melalui belukar kembalilah. Keenam, Bila berjalan melalui jalan hendaklah berhati-hati dan sandarkanlah pada dewata. Jangan berbuat sesuatu yang melampaui tempatnya tegak, jangan berbuat yang berlebihan. Jangan berkata melampaui kedudukanmu.Orang seperti itu dibenci dan tidak diampuni oleh Tuhan. Orang melampaui batas kata-kata dan perbuatannya. Jadilah rumput, belukar biar diinjak dan dibajak. Menyingkirlah untuk orang yang kuat. Biar ia lalu baru anda tegak kembali. Tiada mati kejujuran. Susah mencari bandingannya kebenaran‖

Pappaseng(pesan) Puang Ri Maggalatung:

Makkadae Puang ri Maggalatung ri ana‟na , ri eppona kuaetopa ri tau laingnge, aja‟ muenrekengngi bicara limampuangengnge, bettuanna tenna tengga ade‟ tenriyakkuatto. Artinya Berkata Puang Ri Maggalatung kepada anak cucunya dan kepada orang lain; jangan engkau membicarakan lima hal, artinya tidak sesuai dengan ade‘ (aturan) , tidak dibenarkan juga‖. Mulanna, pau ana‟ana‟E, Maduanna; tutu tau jengngengE, Matellunna; pau nippiE, Maeppana: ada saraE, Malimanna, KapangngE, Artinya: Pertama ucapan anak-anak; kedua: kata-kata orang gila, ketiga: kata mimpi, keempat: kata derita, keliam: kata barangkali‖12

Terlepas dari itu, semua warisan kearifan para pendahulu ini bukan untuk diperdebatkan, namun untuk diambil hikmahnya. Serta diaplikasikan pada konteks kekinian.Raja yang bijak, akan merendahkan diri mendengar masukan dari penasehatnya. Penasehat yang jujur, akan berkata apa adanya untuk kebaikan negara dan rajanya. Penasehat yang cerdas dan jujur, jauh dari prilaku ABS (Asal

Bapak Senang), itulah La Mellong sebagai penasehat raja.13

Berikut ini cuplikan dialog La Mellong (Kajaolaliddong) dengan

Arumpone La Tenrirawe BongkangngE tentang tanda kehancuran negara

12Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h.18- 19. 13La Mellong Kajaolaliddong, adalah tipikal penasehat yang cerdas dan jujur. Ia berkata apa adanya untuk kebesaran Bone. La Mellong Kajaolaliddong, bukanlah orang yang berprilaku ABS untuk mengejar posisi. Namun kebijaksaan Arumpone yang mampu melihat bakat terpendam pada diri La Mellong lah yang membuat La Mellong Kajaolaliddong berada pada posisi terhormat.

9

Arumpone : ag tRn cin mtEn tn mrjaEAga tanranna cinna matena tana marajaE (apa tanda akan hancurnya negeri yang besar, Kajao ?)Kajao: 14

aiyna tR cin metn tn mrjea.aruPoen.liG

liGea.mduan nrEko etaai ripkaiGE aru

mKauea.mtElun.edea tomc

riwnuaea.maEpn.nerko neaeRki wrPr

tombicrea.mlimn.wEdo pd gauea ri llEPnua.

maEnEn.tEnmesaiwi atn aru mKauea.

Iyana tanra cinna matena tana marajae, Arumpone. Linga' Linga'E, maduanna, narekko teai ripakainge' arung mangkauE, matellunna, de'e tomacca ri wanuaE, maeppana, narekko naenreki warangparang tomabbicaraE, malimanna, weddo' pada gau'e ri lalempanua, maennenna, tenamaseiwi atanna arung mangkau'E. Yang artinya (Adapun tanda-tanda akan hancurnya negeri besar wahai Arumpone adalah ketidakpedulian, yang kedua, jika raja penguasa tidak mau diperingati, yang ketiga, tidak ada orang pandai dalam negeri, yang keempat, jika hakim menerima suap, yang kelima banyak kerusakan dalam negeri, yang keenam, raja penguasa tidak mengasihi rakyatnya)

Pemikiran La Mellong To Suwalle Kajaolaliddong Tau Tongennge ri

Gaukna, (La Mellong Sang Cerdik-Cendekia Kajaolaliddong Manusia yang

Sungguh-Sungguh Benar Perbuatannya; kira-kira 1507-1586) mengenai berbagai aspek di dalam kehidupan, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar kenegaraan (kerajaan), hukum dan/atau budaya politik, walaupun dikemukakan lebih lima abad yang lalu, ternyata masih tetap menarik untuk dikaji dan dipikirkan. Penerjemahan teks-teks dialog Kajaolaliddong dengan Arumpone dilakukan dengan mempertimbangkan pemilihan metode penerjemahan

14 Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis(Makassar: La Macca Press, 2006), h. 25-29.

10

komunikatif dan penerjemahan semantik Kedua metode penerjemahan tersebut sangat mirip.

Berikut perkataan Kajaolaliddong yang menyangkut tentang pemerintahan di tanah Bugis:

1. Linga-lingae 2. Teai ripakainge arung mangkaue 3. De tomapa ri wanuae 4. Naenrekiwi waramparang rto mabicarae 5. Wedo pada gaue ri lalenmpanuae 6. Tennamasei atanna arung mangkaue

Sistem politik dan kemasyarakatan, ditemukan dalam naskah Lontara‘

kata amaradekangeng yang berasal dari kata dasar ―maradeka‖ yang berarti merdeka atau bebas. Istilah ini mencerminkan telah diakuinya dasar-dasar hak azasi warga yang hidup dibawah naungan kerajaan-kerajaan di area kebudayaan

Bugis masa lampau, seperti Bone dan Nepo. Definisi dari amaradekangeng seperti dijelaskan dalam Lontara‘yang disampaikan oleh tokoh masyarakat15 ketika wawancara, sebagai berikut :

Niaa riasennge maradeka, tellumi pannessai:Seuani, tenrilawai ri olona.Maduanna, tenriangkai‟ riada-adanna.Matellunna, tenri atteanngi lao ma-niang, lao manorang, lao orai, lao alau, lao ri ase, lao ri awa.(Yang disebut merdeka hanya tiga hal yang

15 Haji Hasbi guru Sekolah Dasar Desa Kajaolaliddong Kecamatan Barebbo Kabupaten Bone. Wawancara pada bulan November 2017.

11

menentukannya: pertama, tidak dihalangi kehendaknya, kedua, tidak di larang mengeluarkan pendapat, ketiga tidak dilarang ke Selatan, ke Utara, Ke Barat, ke Timur, ke atas dan ke bawah.)

Amaradekangeng secara eksplisit menjelaskan adanya tiga macam kebebasan dalam diri manusia Bugis, yakni kebebasan berkehendak, kebebasan berpendapat dan kebebasan bepergian atau berpindah tempat. Naskah Lontara‘ yang memuat definisi ini telah menjadi falsafah kehidupan orang Bugis sejak abad ke-15 dan 16. Hal ini membuktikan bahwa kebudayaan Bugis telah mengenal dan menggunakan dasar-dasar HAM sebelum dunia Barat menjadikannya pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, yang ditandai dengan pergolakan Revolusi

Kemerdekaan Amerika 1776 M, dan Revolusi Perancis 1789 M. Selain telah memuat dasar-dasar HAM, naskah Lontara‘ juga sudah menganjurkan sistem demokrasi yang berkedaulatan rakyat sebagai model ideal dari sistem pemerintahan suatu kerajaan di daerah Bugis. Pengakuan akan kedaulatan rakyat

itu merupakan buah pikir dari seorang penasehat raja Bone (kajao) yang bernama

La Mellong atau Kajaolaliddong. Gagasan beliau seperti yang tertuang dalam

Lontara‘16 Bugis ialah seperti yang termaktub dalam kalimat berikut :

“Rusa taro arung, tenrusa taro ade,Rusa taro ade, tenrusa taro anang, Rusa taro anang, tenrusa taro tomaega. ― Arti dari kalimat tersebut adalah :‖Batal ketetapan raja, tidak batal ketetapan adat, Batal ketetapan adat, tidak batal ketetapan kaum, Batal ketetapan kaum, tidak batal ketetapan rakyat banyak.‖

Konsepsi mengenai tata aturan hukum dalam sistem pemerintahan di tanah

Bugis itu memperlihatkan bila keputusan raja masihlah dibatasi oleh aturan adat.

Sedangkan aturan adat berada dibawah kehendak rakyat atau orang banyak. Hal

16Zainuddin Hakim. Pangngaja‟ Tomatowa (Jakarta Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Pengajaran, 1992), h. 50.

12

ini sesuai dengan nilai-nilai demokrasi yang memiliki pengertian (secara sederhana) sebagai sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Jadi pemerintahan demokrasi merupakan pemerintahan yang dijalankan menurut kehendak rakyat. Setidaknya seperti itulah definisi demokrasi menurut Abraham

Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16.

Ajaran Kajaolaliddong dalam Lontara‘ ini juga serupa dengan teori yang dicetuskan seorang pemikir Perancis abad ke-18, Jean Jacques Rousseau mengenai volonte generale (kehendak umum) sebagai kontrak sosial yang membangkitkan masyarakat sipil semula dari kehendak semua orang yang ingin mewujudkan cita-cita individualnya. Sesudah muncul masyarakat baru, cita-cita individual diganti dengan cita-cita umum, yang berasa dari kehendak baru.

Akibat dari terwujudnya kehendak umum itu, terciptalah suatu tujuan umum, yaitu kepentingan umum.17 Volonte de tous (kehendak khusus). Teori tersebut menyatakan bilamana dalam suatu masa pemerintahan terjadi pertentangan antara kehendak penguasa (volonte de tous) dengan kehendak rakyat (volonte generale), maka kehendak rakyatlah yang harus dimenangkan Apakah Jean Jacques

Rousseau pernah belajar mengenai demokrasiditanah Bugis kepada

Kajaolaliddong atau tidak, pertanyaan ini mungkin bersifat imajinatif, namun relevan diajukan mengingat ada kemiripan antara konsepsi beliau dengan ajaran

Kajaolaliddong.

Jean Jacques Rousseau adalah salah satu pemikir politik Barat yang terkenal dengan pemikirannya mengenai Kontrak Sosial. Berbeda dengan Thomas

17Ali Mudofir. Kamus Filsuf Barat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 445.

13

Hobes dan John Locke, kunci dari Kontrak Sosial milik Rousseau adalah setiap orang yang menyerahkan dirinya kepada seluruh komunitas, bukan hanya kepada seseorang saja. Dengan demikian, sesungguhnya mereka tidak menyerahkan diri kepada apapun karena merekalah penentu bagi diri mereka sendiri.18Baik pemerintah dan yang masyarakat di dalam negara, keduanya berada dalam

Kontrak Sosial yang kemudian membuat kekuasaan yang diperoleh pemerintah tersebut, bersifat pinjaman dari masyarakat. Perjanjian Sosial direalisasikan dalam suatu penyatuan, yaitu persatuan dalam kondisi pasif yang kemudian dinamakan

'negara' dan persatuan dalam kondisi aktif yang kemudian disebut dengan istilah

'pemerintahan'.

Pappaseng atau pesan yang disampaikan oleh Kajaolaliddong, juga ditemukan dalam Islam yaitu nasehat-nasehat terhadap pemimpin dan masyarakat.

Abdurrahman bin Amr al Aiza‘i, seorang ulama menceritakan bahwa pada suatu hari penguasa dan raja pada masa itu, Amirul Mukminin Abu Ja‘far al Manshur memanggilnya menghadap ke istana negara.Pada waktu itu Abdurahman sedang berada di pantai Beirut, sehingga agak terlambat menghadap ke istana. Setelah sampai di istana, Amirul Mukminin bertanya: Mengapa engkau lambat menjawab panggilanku?

Abdurahman menjelaskan perjalanannya kemudian bertanya: ―Apakah maksudmu memangilku wahai Amirul Mukminin?‖

Amirul Mukminin menjawab: ―Aku memanggilmu untuk meminta nasehatmu‖

18Jean Jacques Rousseau, Du Contract Social (Perjanjian Sosial) (Jakarta: Visimedia,2007), h. 24.

14

Abdurahman kemudian berkata kepada Khalifah: ―dengarkanlah baik-baik wahai Amirul mukminin, engkau tidak bodoh akan sesuatu‖.

Amirul Mukminin bertanya: ―bagaimana mungkin aku akan bodoh, sedangkan aku bertanya kepadamu?‖.

Abdurahman berkata: ―Aku takut engkau hanya meminta nasehat dan mende-ngarnya tetapi tidak mengerjakannya‖.

Tiba-tiba Rabi‘, seorang pengawal Amirul Mukminin bersuara dengan keras memanggil namaku dan mengulurkan pedangnya dengan pedang.

Melihat itu Amirul Mukminin berkata: ―wahai pengawal, ini majlis ilmu dan majelis mencari pahala, bukan majelis menjatuhkan siksaan dan hukuman‖.

Dengan ucapan Amirul Mukminin tersebut tenanglah hati Abdurrahman dan mulai memberikan nasehat kepada rajanya yang dikenal dengan panggilan

Amirul Mukminin.

Wahai Amirul Mukminin..Ingatlah Rasulullah telah bersabda: ‖Siapapun diantara penguasa yang meninggal dunia, dan dia menipu rakyatnya, maka diharamkan Allah untuk masuk ke dalam surga‖. Wahai Amirul Mukminin, siapa yang benci kepada kebenaran, sesungguhnya ia benci kepada Allah, sebab sesungguhnya Allah itu Maha Benar dan memberikan penjelasan yang jelas atas kebenaranNya, dan sesungguhnya Rasulullah itu amat kasih sayang kepada umatnya, menolong mereka dengan dirinya sendiri, dengan tangannya sendiri, sehingga baginda mendapat tempat terpuji baik disisi Allah maupun manusia.

Maka sudah selayaknya engkau berdiri untuk menegakkan keadilan kepada umatnya, dan sempurna kekurangan mereka dan jangan engkau tutup

15

pintu istanamu terhadap keperluan mereka, dan jangan mendirikan dinding dengan mereka. Bergembiralah engkau dengan kenikmatan yang ada pada mereka, dan engkau turut berduka dengan keburukan yang menimpa mereka.19

Seperti termaktub dalam ayat suci Alquran dan al Hadis. Dalam alquran (

QS 38 : 26)

  



Artinya :

Wahai Daud ! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan‖ (QS 38 : 26)20

Setelah mendapat pengalaman berharga, Allah Swt mengangkat Daud sebagai Khalifah, Allah berfirman:‖Hai Daud sesungguhnya Kami telah menjadikan mu khalifah yakni penguasa di muka bumi dibait al Maqdis, maka putuskanlah semua persoalan yang engkau hadapi diantara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu antara lain dengan tergesa-gesa menjatuhkan putusan sebelum mendengar semua pihak sebagaimana yang engkau

19 Hatta, Ahmad. Tafsir Qur‟an Perkata Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul &Terjemah (Cet. 5; Jakarta: Maghfirah Pustaka, april 2011), h. 454. 20Al-Qur‘an Surah Shad ayat: 26 (Kementrian Agama RI : 2012) h. 651.

16

lakukan dengan kedua pihak yang berperkara tentang kambing itu karena, jika engkau mengikuti nafsu itu, apapun yang bersumber dari siapapun, baikdirimu maupun mengikuti nafsu orang lain, maka ia yakni nafsu itu, akan menyesatkan dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang terus menerus hingga tiba ajalnya sesat dari jalan Allah, akan mendapat siksa yang berat akibat kesesatan mereka itu, sedang kesesatan itu sendiri adalah karena mereka melupakan hari perhitungan.21

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim

َح َّذثََٕب ػَ ْج ُذ ََّّللاِ ْث ُٓ َِ ْسٍَ َّخ َ ػَ ْٓ َِبٌِ ٍه ػَ ْٓ ػَ ْج ِذ ََّّللاِ ْث ِٓ ِد٠َٕب ٍر ػَ ْٓ ػَ ْج ِذ ََّّللاِ ْث ِٓ ػُ َّ َز أَ َّْ َر ُسٛ َي ََّّللاِ َصٍَّٝ ََّّللاُ ػٍََ ١ْ ِٗ َٚ َسٍَّ َُ لَب َي أَ ََل ُو ٍُّ ُى ُْ َرا ٍع َٚ ُو ٍُّ ُى ُْ َِ ْسئُٛ ٌي ػَ ْٓ َر ١ػَِّتِ ِٗ فَب ْْلَ ١ِِ ُز اٌَّ ِذَٝ ٍػَ ٞ إٌَّب ِ َرا ٍع ػٍََ ١ْ َٛ َُ٘ٚ ُْ ِٙ َِ ْسئُٛ ٌي َٚ ُْ ُْٕٙ ػَاٌ َّز ُخ ًُ َرا ٍع ٍَٝػَ أَ ْ٘ ًِ ثَ ١ْتِ ِٗ َٛ َُ٘ٚ َِ ْسئُٛ ٌي َٚ ُْ ُْٕٙ ػَا ٌْ َّ ْزأَحُ َرا ١ػَِخٌ ٍَٝػَ ثَ ١ْ ِت ثَ ٍِٙؼَْب َٚ ٌََٚ ِذ ِٖ َٟ ِ٘ َٚ َِ ْسئٌَُٛخٌ َٚ ُْ ُْٕٙ ػَا ٌْ ؼَ ْج ُذ َرا ٍع ٍَٝػَ َِب ِي َس١ِّ ِذ ِٖ َٛ َُ٘ٚ َِ ْسئُٛ ٌي ػَ ُْٕٗ فَ ُى ٍُّ ُى ُْ َر ا ٍع َٚ ُو ٍُّ ُى ُْ َِ ْسئُٛ ٌي ػَ ْٓ َر ١ػَِّتِ ِٗ Artinya' : “Telah dikabarkan Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya”. (Buchary, Muslim)

Penjelasan: Pada dasarnya, hadis di atas berbicara tentang etika kepemimpinan dalam

Islam. Dalam hadis ini dijelaskan bahwa etika paling pokok dalam kepemimpinan

21 M.Quraish Shihab. Tafsir Al Misbah Pesan kesan dan Keserasian AlQuran . (Jakarta: Mizan, 2002), h. 368-370.

17

adalah tanggunjawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan bertanggung jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya.

Akan tetapi, tanggung jawab di sini bukan semata-mata bermakna melaksanakan tugas lalu setelah itu selesai dan tidak menyisakan dampak (atsar) bagi yang dipimpin. Melainkan lebih dari itu, yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah lebih berarti upaya seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pihak yang dipimpin. Karena kata ra „a sendiri secara bahasa bermakna gembala dan kata ra-„in berarti pengembala. Ibarat pengembala, ia harus merawat, memberi makan dan mencarikan tempat berteduh binatang gembalanya. Singkatnya, seorang penggembala bertanggung jawab untuk mensejahterakan binatang gembalanya.

Tapi cerita gembala hanyalah sebuah tamsil, dan manusia tentu berbeda dengan binatang, sehingga menggembala manusia tidak sama dengan menggembala binatang. Anugerah akal budi yang diberikan Allah kepada manusia merupakan kelebihan tersendiri bagi manusia untuk mengembalakan dirinya sendiri, tanpa harus mengantungkan hidupnya kepada penggembala lain.

Karenanya, pertama-tama yang disampaikan oleh hadis di atas adalah bahwa setiap manusia adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kesejahteraan

18

dirinya sendiri. Atau dengan kata lain, seseorang mesti bertanggung jawab untuk mencari makan atau menghidupi dirinya sendiri, tanpa mengantungkan hidupnya kepada orang lain

Dengan demikian, karena hakekat kepemimpinan adalah tanggung jawab dan wujud tanggung jawab adalah kesejahteraan, maka bila orang tua hanya sekedar memberi makan anak-anaknya tetapi tidak memenuhi standar gizi serta kebutuhan pendidikannya tidak dipenuhi, maka hal itu masih jauh dari makna tanggung jawab yang sebenarnya. Demikian pula bila seorang majikan memberikan gaji pekerja rumah tangga di bawah standar upah minimum provinsi, maka majikan tersebut belum bisa dikatakan bertanggung jawab. Begitu pula bila seorang pemimpin, katakanlah presiden, dalam memimpin negerinya hanya sebatas menjadi ―pemerintah‖saja, namun tidak ada upaya serius untuk mengangkat rakyatnya dari jurang kemiskinan menuju kesejahteraan, maka presiden tersebut belum bisa dikatakan telah bertanggung jawab. Karena tanggung jawab seorang presiden harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil dan kaum miskin, bukannya berpihak pada konglomerat dan teman-teman dekat. Oleh sebab itu, bila keadaan sebuah bangsa masih jauh dari standar kesejahteraan, maka tanggung jawab pemimpinnya masih perlu dipertanyakan.

Berdasarkan dengan penjelasanlatarbelakang di atas, makapenulis merasa terdorong dan tertantang untuk memilih judul ―Falsafah Hidup Orang Bugis

(Studi Tentang Pappaseng Kajaolaliddong di Kabupaten Bone)‖ dengan alasan untuk mengungkapfilosofi yang terkandung dalam kearifan Lokal yaituPappaseng

19

Kajaolaliddong. Sebuah kebaruan atau inovasi ilmu yang bermanfaat untuk memberikan gambaran bagi masyarakat Bugis mengenai Pappaseng

Kajaolaliddong sebagai bentuk budaya yang menjadi landasan dan pedomandalam kehidupan sehari-hari.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Tabel 1.1

Fokus penelitian

Fokus DefinisiKonseptual Deskripsi Fokus Pappaseng ( Pesan ; perintah, Perintah :seseorang berpesan kepada Pesan) nasehat, permintaan orang lain, seperti apa pesan ayahmu amanat yang ketika beliauberangkat ke Jakarta . disampaikan Nasehat : Perkataan nasehat kepada lewat orang lain penguasa dan masyarakat.Permintaan amanat :meminta kepada penguasa untuk menjalankan pemerintahan secara adil dan jujur. Keberanian, harga diri dan pasrahkepadaTuhan Yang Maha Esa. kejujuran; kebajikan; Kejujuran: seseorang yang selalu siri; keberanian; berkata jujur dalam keadaan ketakwaan. apapun.Selain itu kejujuran merupakan landasan pokok dalam menjalin hubungan dengan sesamamanusiadanmerupakansalahsa tufaktor yang sangatmendasar di dalamkehidupanmanusia. Didalamdirisetiapmanusiasenantiasat erdapatkebajikan,

20

Pangadereng dimanaketikamanusiatelahmenetapka npilihannyakepadasesuatu yang benarmakaiaakantetapberpegangtegu hpadapilihannya Siri: hargadiri yang tinggidanselalumelindungimartabatny Falsafah adenganmelakukansesuatusesuainilai Kajao dannorma yang berlakudimasyarakat Keberanian berarti beranimelawanhal yang salahdanmenegakkankebenaran. Ketakwaan berarti berserah diri padaTuhan YME dan senantiasa menjalankan perintahnya. Konsep Pemikiran; buah pemikiran Konsep Pemikiran, dari hasil renungan Kajao mengenai Pemerintahan, Rakyat tanda-tanda alam dapat dijadikan sebagai suatu acuan sebab apapun yang dikatakannya akan menjadi kenyataan. Pemerintahan; pemerintah dalam hal ini Raja Bone mendapat banyak keuntungan dari nasehat kajao. Hal ini ditunjukkan dengan terbangunnya hubungan diplomasi antara kerajaan Bone dan Kerajaan Bugis lainnya. Rakyat; pemikiran kajao KegunaanPapp mengajarkan tentang kebaikan raja aseng terhadap rakyatnya begitu pula sebaliknya. pesan; petuah-petuah orang terdahulu yang merupakan ajaran kebaikan.

21

Pesan; Konsep jatidiri; dalam panggadereng Konsep jatidiri; ajaran dapat dijadikan konsep jatidiri Pedoman hidup; orang Bugis. Sistemnilai; aturan dan Pedoman hidup; setiap manusia akan norma memiliki pedoman hidup sebagai pegangan sama halnya dengan umat Islam yang berpegang pada alquran dan sukubugis yang berpegang pada panggadereng. Sistemnilai; menyangkut batas-batas hak dan kewajiban serta aturan yang harus ditaati di dalam masyarakat. Aturan dan norma; sesuatu yang berlaku disetiap masyarakat yang berkebudayaan meskipun aturan dan norma tersebut berbeda tergantung dimana ia tumbuh dan berkembang.

C. Rumusan Masalah

Pappaseng Kajaolaliddong sebagai produk sastra dan budaya lokal terbangun melalui satuan-satuan lingual dan kesatuan makna yang disampaikan secara simbolik.Sebagai produk budaya dan wacana kelisanan bagi masyarakat pendukungnya, eksistensi Pappaseng Kajaolaliddong melalui keanekaragaman fungsi dan sarat dengan makna. Pada awal abad ke-21 eksitensiPappaseng

Kajaolaliddong mengalami degradasi sehingga merekonstruksi sebagai warisan kekayaan budaya yang sangat bernilai tinggi. Oleh karena itu, masalah penelitian tentang Pappaseng dengan dapat dirumuskan sebagai berikut:

22

1. Bagaimana eksistensi Pappaseng Kajaolaliddong dalam masyarakat Bugis

di Kabupaten Bone era modern ini?

2. Apakah Pappaseng Kajaolaliddong digunakan dalam kehidupan

bermasyarakat?

3. Bagaimana fungsi Pappaseng Kajaolaliddong dalam budaya masyarakat

khususnya di desa Kajaolaliddong, umumnya di Kabupaten Bone?

Objek penelitian ini adalahPappaseng Kajaolaliddong yang menjelaskan falsafah orang bugis. Aspek-aspek yang dikaji, sebagai berikut; a. Semiotik terkandung dalam Pappaseng Kajaolaliddong b. Fungsi Pappaseng Kajaolaliddong bagi masyarakat pendukungnya, yaitu

masyarakat bugis. c. Pesan-pesan Kajaolaliddong dibatasi pada pesan etika dan moral. d. Falsafah /hikmah yang akan diteliti adalah falsafah etika dan moral yang

dikembangkan oleh Kajaolaliddong.

D. Kajian Pustaka

Ada beberapa penelitian utama tentang kebudayaan Bugis yang amat menunjang penelitian Falsafah orang Bugis tentang Pappaseng Kajaolaliddong yang patut diungkap dalam kajian ini, yaitu penelitian yang dilakukan;

1. Mattulada dalam desertasinya yang berjudul ―La Toa Satu lukisan Analisis

terhadap Antropologi politik Orang Bugis‖ hasil kajiannya antara lain adalah:

23

a. Menurut Anggapan umum di kalagan orang Bugis, La Toa sebagai Lontara‘ ditulis

Pada zaman Raja Bone ke-7 yang bernama La Tenrirawe Bongkange (1560-

1578). La Toa yang berisi pembicaraan antara Kajaolaliddong dengan Arung

Pone (raja Bone). La Toa yang berisi kumpulan dari berbagai ucapan dan

petuah Raja-raja dan orang-orang Bugis Makassar yang bijaksana dari zaman

dahulu termasuk (Kajaolaliddong) mengenai berbagai masalah, terutama

berkenaan dengan kewajiban-kewajiban raja terhadap rakyat dan sebaliknya.22 b. Kajian Mattulada; Kaidah-kaidah pokok dalam kehidupan masyarakat orang

Bugis

YaituPangngadereng adalah wujud kebudayaan selain mencakup pengertian system norma dan aturan-aturan adat serta tata tertib, juga mengandung unsur- unsuryang meliputi segala kegiatan hidup manusia dalam bertingkahlaku dan mengatur prasarana kehidupan, berupa peralatan-peralatan material dan non material.

Pangngadereng meliputi lima unsur,23yaitu ; (1) ade (adat) adalah system norma dan aturan adat dalam kehidupan orang Bugis, (2) rapang atau perumpamaan merupakan suatu ketentuan yang diambil berdasarkan ketentuan-ketentuan atau kejadian-kejadian yang pernah dilakukan pada waktu lampau, atau dengan keputusan adat dari negara tetangga.(3) wari (batas, norma atau kaidah) yang menyangkut batas-batas hak dan kewajiban kekeluargaan pewarisan dan lain-

22 Mattulada, La Toa Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), h. 75. 23 Mattulada, La Toa Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h. 339.

24

lain,(4) bicara (sabda, hukum, aturan, dan ketentuan) yakni semua keadaan yang bersangkut paut dengan masalah peradilan, danBicara adalah konsep menyelesaikan persoalan atau pertikaian dalam masyarakat bugis.24

Pappaseng (pesan) Kajaolaliddong dalam La Toa oleh Mattulada lebih menitikberatkan pada pembahasan masalah budaya dengan kata lain Antropologi budaya.

2. Penelitian Rahman Rahim (1985, 144-175) menggali nilai-nilai utama kebudayaan Bugis. Dari Penelitian ini terungkap enam nilai utama kebudayaan

Bugis yaitu kejujuran, kecendikiaan, kepatutan, keteguhan, pendirian, usaha dan siri‘. (a) Kejujuran (lEPulempu) dalam berbagai konteks berarti ikhlas, benar, dan baik sebagai lawan kata culas, curang, dusta, khianat, seleweng, buruk, tipu, aniaya, dan semacamnya. (b) kecendikiaan (acacca) dalam pengertian yang positif berarti cendikia atau intelek, (c) kepatutan (asitinjasitinajang), berarti sesuai, cocok, pantas, atau patut. (d) keteguhan pendirian (gEtigetting) yang selain berarti teguh juga berarti tetap asas atau setia pada keyakinan, tangguh dalam pendirian. (e) usaha (ersoreso) atau kerja keras adalah bahwa untuk memperoleh rahmat Ilahi tidak dapat hanya dengan doa dan berongkang-ongkang kaki, tetapi harus direbut dengan cucuran keringat. (f) siriSiri‟ (malu, harga diri) merupakan system nilai sosiokultural dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.25

24Mashadi Said. Konsep Jati Diri Manusia Dalam Lontarak dan Pendidikan Watak Bangsa (Disertasi, IKIP Malang: Program Strata tiga, 1996), h. 122-123. 25 Rahman Rahim, Nilai-nilai Utama KebudayaanBugis, h. 144-175.

25

Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pesan-pesan orang Bugis yang ditulis oleh Rahman Rahim ―Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis― adalah nilai kepribadian dan sosiokultural yang mempertahankan martabat dan kehormatan manusia sebagai makhluk individual dan makhluk sosial

3. AsmatRiadyLamallongeng,Kajaolaliddong dijelaskan. Peranan Kajaolaliddong sebagai cerdik cendikiawan dan negarawan sangat menonjol pada masa pemerintahan Raja Bone VI La Uliyo BoteE dan Raja Bone VII La Tenri Rawe

BongkangE. Pada era pemerintahan kedua Raja tersebut, Kajaolaliddong melahirkan suatu pola dasar dalam pelaksanaan sistem pemerintahan dan kemasyarakatan. Pola dasar yang disebut pGdErEPanngaderreng26(adat istiadat), kemudian menjadi rujukan bagi raja-raja dan aparat jajarannya dalam setiap aktivitas.Isi utama dari panngaderreng yang digariskan oleh Kajaolaliddog adalah: a) lEPu nsibw tauLempue nasibawai tau (kejujuran yang di barengi ketakwaan) b) ad toGi nsibw tikE Ada tongeng nasibawa tike (kebenaran kata yang dibarengi kewaspadaan). c). siri nsibw gEtiSiri nasibawai getting (rasa malu atau harga diri dibarengi keteguhan hati).

26 Mattulada, La Toa Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis,h. 341.

26

d).awrniGE nsibwai NmEkininwAwaraningeng nasibawai nyamekkininnawa (keberanian dibarengi kasih sayang). e). aepson riedwt esauweaAppesona ri Dewata seuwae (berserah diri kepada tuhan yang maha esa)

Dari lima komponen tersebut, Kajaolaliddong menitikberatkan pada tiga komponen yakni; kejujuran, kecerdasan dan keberanian. Dalam berbagai catatan

Lontara‘ maupun sumber-sumber lisan lainnya menyebutkan, Kajaolaliddong semasa hidupnya tidak pernah berbohong, tegas dan jujur dalam segala tindakan, sangat bersahaja dan murah hati, berani menghadapi musuh dan tangkas dalam mengajukan argumentasi saat berdiplomasi.Nilai-nilai yang diajarkan

Kajaolaliddong dalam Asmat Riady adalah sebagai sifat akhlakul Karimah.

4. Dalam tulisan Zainal Abidin Farid yang berjudul Wajo Pada Abad ke XV-XVI suatu Penggalian Sejarah Sulawesi Selatan dari Lontara‟ mengisahkan tentang

Perjanjian antara Bone dan Luwu yang disebut Polo Malela‘e ri Unynyi

(Pematahan senjata di Unynyi'), sangat unik, karena disepakati oleh kedua kerajaan untuk memperlakukan sama kedua warga kerajaan di kedua negeri itu, dan adat kedua kerajaan itu disesuaikan. Dilukiskan dengan kata-kata berkias: yang menyatakan bahwa jika orang Bone di Luwu maka orang Luwulah dia, jika orang Luwu berada di Bone maka orang Bone lah ia. Apa yang dijelaskan oleh

Zaenel Abidin Farid dalam judul buku di atas menitikberatkan pada masalah hukum.

5. Dalam tulisan Nasruddin pada Jurnal Adabiyah Vol.XIV tahun 2014 mengenai

―Peran La Maddaremmeng Dalam Penyebaran Islam di Bone” mengatakan

27

bahwa Islam masuk di Bone pada masa pemerintahan La Tenri Ruwa sebagai raja

Bone ke XI pada tahun 1611 Masehi dan ia hanya berkuasa selama 3 bulan.27Hal ini dikarenakan ia menerima Islam sebagai agamanya padahal dewan adat Pitue belum menerimanya sehingga terjadi pertentangan. Akhirnya beliau meninggalkan Bone dan belajar agama Islam di Makassar hingga hijrah dan meninggal di Bantaeng. Di Sulawesi Selatan terdapat dua kerajaan yang memiliki supremasi politik yang cukup kuat yakni kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan

Bone. Islam mulai menjadi agama resmi di kerajan Bone ketika masa pemerintahan La Maddaremmeng Raja Bone ke XIII pada masa inilah pengalaman-pengamalan ajaran Islam dimurnikan. Selain itu dalam masa pemerintahannnya sistem perbudakan dihapuskan, dilakukan pemberantasan menyembah berhala dan menganjurkan rakyatnya untuk menjalankan semua perintah Allah Swt dan RasulNya. Penelitian Nasruddin, jika pada masa pemerintahan La Madderemmeng Raja Bone ke XIII, diberlakukannya undang- undang pemberantasan menyembah berhala dan menganjurkan kepada rakyatnya untuk mengikuti perintah Allah Swt dan Rasul-Nya. Semuanya merupakan bentuk keyakinan (aqidah) dan bentuk penyembahan (syariah). Dalam buku ini, tidak dijelaskan mengenai filsafat etika.

6. Konsep Jati Diri.28‖Konsep Jati Diri Manusia Dalam Lontara‟ dan Pendidikan

Watak Bangsa‖ IKIP Malang, Program Strata tiga (S3).Jati diri berarti sifat hakiki seseorang atau suatu bangsa yang dapat ditandai dari sikap-sikap yang menonjol

27 Nasruddin,Peran La Maddaremmeng Dalam Penyebaran Islam di Bone Jurnal Adabiyah Vol. XIV 2014. 28Mashadi Said, Konsep Jati Diri Manusia Dalam Lontarak dan Pendidikan Watak Bangsa(Disertasi, IKIP Malang: Program Strata tiga, 1996).

28

dari indvidu atau bangsa tersebut. Berbicara soal jati diri berarti kita mempersoalkan manusia dengan kompleksitas dan multi deminsionalnya.Manusia, sebagai makhluk homo sapien, telah menjadikan dirinya sebagai makhluk yang sangat kompleks dan dengan kompleksitas tersebut selalu menarik untuk dibicarakan. apa yang dijelaskan oleh Mashadi Said dalam bukunya, merupakan sikap individu bangsa, sebagai makhluk homo sapien. Dan tidak dibahas mengenai filsafat norma.

7. Wahyudin Halim dalam tulisannya Arung, Topanrita dan Anregurutta Dalam

Masyarakat Bugis Abad XX ia lebih menekankan bahwa dalam perspektif masyarakat Bugis-Makassar, integrasi kecerdasan dan kejujuran merupakan kualifikasi penting setiap calon pemimpin. Ketika ditanya oleh Arumpone (Raja

Bone) tentang pangkal kecerdasan (apoGEn acea ‗appongenna accaè‟),

Kajaolaliddong seorang cendekiawan dan mahapatih raja Bone di abad ke-16 menjawab: ―lEPuealempuè‖ (kejujuran). Kajaolaliddong juga menyebut kejujuran raja (komlePuai aru mKaueakomalempu‟i Arung Mangkauè) sebagai salah satu di antara tiga indikator keberhasilan panen (tElu tRn nsew aestellu tanranna nasawè asè). La Waniaga Arung Bila, cendekiawan

Soppeng abad ke-16, berkata, ‖Kejujuran akan terus hidup, tapi kebenaran sulit dicari‖ (tEmet lEPuea mwt sprEn atoGEeGTemmatè lempu‟è mawatang sapparenna atongengengngè). Peran penting seorang cendekiawan atau topRit topanrita dalam dinamika sosial-politik di Sulsel era kerajaan historis dapat dilihat, misalnya, dalam rekaman Lontara‘ berikut. Sebelum dilantik menjadi datu Soppeng ke-9, Lamannussak To Akkarangeng (abad ke-15),

29

mendatangi sejumlah topRittopanrita di Sulawesi Selatan, termasuk To Ciung

Maccae (XV-XVI) di Luwu. Di Sulawesi Selatan terdapat banyak cendikiawan yang bijaksana tidak jarang di antara mereka mengantikan peran Arung Matoa dalam pengambilan keputusan dan kebijkasanaan seperti yang dilakukan oleh La

Tiringeng.29Dalam tulisan ini dibahas tentang budaya, bukan filsafat Etika.

8. Pappaseng (pesan), Abdul Rahim ‖Pappaseng wujud Idea Budaya Bugis-

Makassar‖. Dalam buku ini dijelaskan Pappaseng (pesan-pesan) dari beberapa tokoh cendekiawan Bugis Makassar terhadap pemerintah maupun kepada masyarakat.Seperti: a. La Taddangpare Puang Ri Maggalatung Arung Matowa Wajo IV disaat penyakitnya semakin keras, beliau memanggil para perangkatnya, orang-orang

Wajo berkumpul. Dan beliau berkata :‖ Kejujuran dan kepandaian, itulah yang paling baik diamanatkan kepada diri kita. Itu pulalah yang tidak memisahkan kita dengan Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Esa).30 b. Nene‘ Mallomo ri Sidenreng. Berkata Nene Mallomo di Sidenreng; saya diberikan pusaka berupa ―kata‖ oleh MaccaE ri Luwu‘ yang terus menegakkan peradilan dan hukum di Wara‘ dan beliau berkata ada empat orang yang tidak dapat dijadikan raja di negeri besar maupun negeri kecil, pertama, anak-anak, kedua perempuan, ketiga, orang gila, keempat orang dungu‘.31 c. Arung Bila di Soppeng. Beliau berkata : Jangan engkau mau dibenci ade‘ aturan‘ jangan pula engkau mau dihinakan ‗bicara‘ hukum ; jangan pula engkau

25 Wahyudin Halim,Arung Topanrita dan Anregurutta Dalam Masyarakat Bugis Abad XX Jurnal Al Ulum Vol. 2, no (1992). 30Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h.18. 31 Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h.53.

30

membiarkan diri dicela rapang ‗perumpamaan‘ atau yurisprudensial, jangan pula engkau membiarkan diri ditertawai wari‘.32 d. Karaeng Pattingaloang adalah sosok cendekiawan yang dimiliki kerajaan Gowa ketika itu. Sebelum beliau meninggal, beliau pernah berpesan kepada generasi yang ditinggalkannya mengenai tanda-tanda hancurnya sebuah negeri yang besar.

Pesan beliau : Ada lima tanda matinya sebuah negeri yang besar, yaitu; pertama, jika raja berkuasa tidak mau lagi diingatkan; kedua, jika tidak ada lagi orang pintar di dalam negeri; ketiga, jika sudah terlampau banyak persoalan besar di dalam negeri; keempat, jika semua penegak hukum sudah menerima suap; kelima, jika raja berkuasa, tidak lagi mengasihi rakyatnya.33

Buku tersebut belum meneliti pesan-pesan Kajaolaliddong ditinjau dari

segi filsafat Etika, dan fisafat inilah yang bagian dari penelitian disrtasi ini.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini bertujuan menjelaskan dan menginterpretasi

Pappaseng Kajaolaliddong.Penelitian ini bertujuan untuk

mendokumentasikan, mengkaji dan menggugah pemerintahan dan masyarakat

Bugis untuk berperan aktif dalam upaya mempertahankan Pappaseng

Kajaolaliddong sebagai kekayaan budaya daerah Bugis.Selain itu, penelitian

ini juga bertujuan mengejawantahkan bentuk ekspresi bagi masyarakat Bugis

sehingga hasil pengkajian Pappaseng Kajaolaliddong dapat dijadikan

32 Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h.73. 33 Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h.144.

31

pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang tepat sesuai kondisi

sosiokultural masyarakat pendukungnya, yaitu masyarakat Bugis di Sulawesi

Selatan. Dalam penelitian ini memiliki sasaran inventarisasi 34

Sehubungan dengan sasaran kajian ini, maka secara khusus penelitian ini dilakukan sebagai berikut : a. Untuk menganalisis bagaimana eksistensi Pappaseng Kajaolaliddong

berkembang dalam masyarakat. b. Untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan bagaimana peran

PappasengKajaolaliddong dalam pemerintahan masyarakat Bugis. c. Untuk menjelaskan manfaat Pappaseng Kajaolaliddong dalam masyarakat di

desa Kajaolaliddong di Kabupaten Bone.

2. Kegunaan Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis.

Manfaat teoritis berupa kegunaan hasil dan temuan penelitian ini di ranah akademik, sedangkan manfaat praktis adalah kegunaan hasil dan temuan hal-hal bersifat aflikatif yang berhubungan dengan pemertahanan dan pengembangan

Pappaseng Kajaolaliddong sebagai budaya orang Bugis a. Kegunaan Teoretis

1) Memperkaya referensi pengkajian ilmiah terhadap budaya lokal masyarakat

Bugis.

34Inventarisasi, mempelajari karya tokoh itu sendiri, agar dapat diuraikan dengan setepat dan sejelas mungkin. Mengumpulkan juga bahan yang tersebar dalam kepustakaan mengenai tokoh, filsafatnya, dan karya-karya. Dengan persisi meneliti apa yang dikatakan oleh pengarang- pengaran mengenai tokoh itu. Menunjukkan dengan tepat kesamaan dan perbedaan dalam uraian mereka. Menjelaskan masalah-masalah yang mereka ajukan dan usaha pemecahan yang mereka berikan . Anton Bakkaer dkk.Metodologi Penelitian Fisafat. (Pustaka Filsafat 2000), h. 62.

32

2) Menjadi salah satu resources sumber kepustakaan

3) Membuka ruang apresiasi, penghayatan, dan pemahaman terhadap salah satu genre masyarakat Bugis. b. Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan manfaatdalam hal-hal praktis, sebagai berikut:

1) Memberikan manfaat praktis sebagai motivasi bagi peneliti kearifan lokal

yaitu budaya Pappaseng Kajaolaliddong.

2) Membangkitkan semangat kepada pemerintah, masyarakat bugis,

akademisi, pemerhati, untuk mempertahankan aspek-aspek budaya lokal.

3) Memberikan gambaran bagi masyarakat mengenai kebudayaan Pappaseng

Kajaolaliddong, sebagai salah satu bagian budaya Bugis.

33

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Filsafat

Kata Falsafah, perubahan dari kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Atau kecintaan terhadap kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan)35Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai ―cinta kearifan‖.

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Seluruh kenyataan. Jadi, dari definisi ini nampak bahwa kajian filsafat itu sendiri adalah mengatakan bahwa filsafat merupakan pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang realitas hidup manusia yang dijelaskan secara ilmiah guna memperoleh pemaknaan menuju

―hakikat kebenaran‖.

1.Harry Hamersm,Pintu Masuk Ke Dunia Filsafat (Yogyakarta, Kanisisus 1981),h.10.

34

Namun secara etimologi kata falsafah atau filsafat dalam bahasa

yang juga diambil ,فٍسفخIndonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab dari bahasa Yunani Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = kebijaksanaan) sehingga arti harfiahnya adalah seorang ―pencinta kebijaksanaan‖. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa

Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut ―filsuf‖.

Dalam konteks Pappaseng, inklusif adEade‟ (ada‟, Makassar) atau adat istiadat, yang berfungsi sebagai pandangan hidup (way of life) dalam membentuk pola pikir dan mengatur pola tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena itu, dalam sistem sosial masyarakat Bugis, dikenal adEade‟ (adat), rprapang (undang-undang), wriwari (perbedaan strata) dan bicrbicara (bicara atau ucapan), serta srsara‟ atau hukum ber- landaskan ajaran agama.

Pengamalan secara aplikasi-implementatif pgdErpangaderrang36 sebagai falsafah hidup orang Bugis, memiliki 4 (empat) asas sekaligus pilar yakni:

(1) Asas mpsilseamappasilasae, yakni memanifestasikan adEade‟ bagi keserasian hidup dalam bersikap dan bertingkah laku memperlakukan dirinya dalam pgdErpangaderrang; (2) mpsisaueaMappasisaue, yakni diwujudkan sebagai manifestasi adEade‟ untuk menimpahkan deraan pada tiap

36Mattulada, La Toa Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), h. 341-342.

35

pelanggaran adEade‟ yang dinyatakan dalam bicara. Azas ini menyatakan pedoman legalitas dan represi yang dijalankan dengan konsekuen; (3) mpsErupeaMappasenrupae, yakni mengamalkan adEade‟ bagi kontinuitas pola-pola terdahulu yang dinyatakan dalam rapang; (4) mplaisEMappalaiseng, yakni manifestasi adEade‟ dalam memilih dengan jelas batas hubungan antara manusia dengan institusi-institusi sosial, agar terhindar dari masalah (chaos) dan instabilitas lainnya. Karena begitu luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat maka tidak heran kalau banyak di antara para ahli filsafat memberikan definisinya berbeda tekanannya satu sama lain. Di samping itu juga perlu diketahui bahwa filsafat dan falasah memiliki perbedaan dalam penggunaan. Filsafat digunakan dalam bidang akademik, sedangkan falasafah digunakan dalam lingkungan social masyarakat. Di bawahini kita catat beberapa Falsafah Hidup masyarakat sulawesi.

B. Falsafah Hidup

1. Falsafah Makassar

Layaknya sebuah tradisi, maka secara turun temurun konsep nilai ini senantiasa akan menjadi pegangan serta pedoman dalam kehidupan masyarakat

Bugis-Makassar. Bilamana pada suatu generasi penafsirannya meleset, maka akan berdampak ke generasi berikutnya. Jika terjadi disintegrasi terhadap penafsiran tentang nilai Siri‟ na Pacce ini, maka tentunya akan berdampak kepada kelanjutan eksistensi falsafah kepada generasi yang akan datang, inilah yang menjadi salah satu kekhawatiran banyak pihak termasuk penulis sendiri, sehingga harus dikaji

36

kembali agar kedepannya nilai falsafah ini tetap bisa menjadi pedoman, pegangan serta ciri khas masyarakat Bugis-Makassar.

Sebuah dasar falsafah hidup yang menjiwai dan menjadi pegangan masyarakat Bugis-Makassar untuk senantiasa hidup baik di negeri sendiri atau negeri orang lain adalah menjadi manusia yang perkasa dalam menjalani kehidupan. Setiap manusia keturunan Bugis-Makassar dituntut harus memiliki keberanian, pantang menyerah menghadapi tantangan ataupun ujian hidup. Itulah sebabnya maka setiap orang yang mengaku sebagai masyarakat Bugis-Makassar memiliki orientasi yang mampu menghadapi apapun

Jika nilai ini kemudian dilihat dari sudut pandang filsafat sejarah, maka akan ditemukan bahwa hakekat prinsip tersebut bersumber pada leluhur masyarakat Bugis-Makassar yang tersimpul dengan ―duai temmallaiseng, tellui temmasarang‖(dua bagian yang tak terpisahkan dan tiga bagian yang tak terceraikan). Artinya bahwa nilai ini sejatinya telah dirumuskan di masa lalu oleh para tetua dan kaum adat masyarakat Bugis-Makassar.

Siri‘37sendiri merupakan sebuah konsep kesadaran hukum dan falsafah dalam masyarakat Bugis-Makassar yang dianggap sakral. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan Siri‟nya atau de‟ni gaga siri‟na, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia. Bahkan orang

Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo‟ kolo‟e (seperti binatang). Petuah Bugis berkata : Siri‟mi Narituo (karena malu kita hidup). Untuk orang Bugis-Makassar, tidak ada tujuan atau alasan hidup yang lebih tinggi

37Siri‘ memiliki banyak arti yakni, malu-malu, malu, segan, takut, hina, aib, iri hati, harga diri, kehormatan dan kesusilaan. Dalam Bingkisan Budaya Sulawsi Selatan Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan Ujung Pandang 1987, h. 3 - 4. Lihat La Side. 1977 Seminar Masalah Siri‘.

37

daripada menjaga Siri‟nya, dan kalau mereka tersinggung atau dipermalukan

(Nipakasiri‟) mereka lebih senang mati dengan perkelahian untuk memulihkan

Siri‘nya dari pada hidup tanpa Siri‘.

Sedangkan Pacce sendiri merupakan sebuah nilai falsafah yang dapat dipandang sebagai rasa kebersamaan (kolektifitas), simpati dan empati yang melandasi kehidupan kolektif masyarakat Bugis-Makassar. Hal ini terlihat jika ada seorang kerabat atau tetangga atau seorang anggota komunitas dalam masyarakat Bugis-Makassar yang mendapatkan sebuah musibah, maka dengan serta merta para kerabat atau tetangga yang lain dengan senang hati membantu demi meringankan beban yang terkena musibah tadi, seolah bagi keseluruhan komunitas tersebut, merekalah yang sejatinya terkena musibah secara kolektif.

Jika dipandang dari sudut pandang kesejarahan, hal ini sejatinya telah ada dimasa lampau. Hal tersebut terlihat dari apa yang telah digambarkan dalam lontara‘ yang berisi petuah-petuah orang terdahulu, bahwa sikap siri‘ na pacce ini merupakan sikap yang menjadi penyangga bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Bugis-Makassar38

Kemudian jika dibawa ke dalam ranah kajian filsafat sejarah, maka sejatinya akan ditemui bagaimana nilai-nilai dari Siri‟na Pacce itu sendiri menggambarkan kehidupan ketika hal tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan, kemudian masa kini dan rencana masa depan yang lebih baik dengan berpedoman pada nilai falsafah tersebut. Artinya bahwa dalam konsep nilai tersebut ada hal yang biasa disebut sebagai filsafat sejarah spekulatif. Dimana dalam filsafat

38CristianPelras, Manusia Bugis. Diterjemahkan oleh Abdul Rahman Abu, dkk. (Jakarta, Forum Jakarta–Paris ―Ecole francais d‘Extreme Orient‖, 2006), h. 32.

38

sepkulatif sendiri terdapat suatu perenungan filsafati mengenai tabiat dan sifat- sifat proses sebuah sejarah39

Salah satu yang menarik ketika melihat nilai falsafah yang ada dalam masyarakat Bugis-Makassar ini dan secara umum dalam konteks kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan ke dalam kacamata filsafat sejarah, maka akan ditemukan unsur etika atau moralitas yang mengisi perjalanan kehidupan masyarakat tersebut. Sebab, nilai yang terkandung dalam nilai falsafah ini, sejatinya selain berbicara tentang pola hidup yang seharusnya dalam perjalanan sejarah masyarakat Bugis-Makassar, juga mengandung unsur etika dan estetika atau seni dalam kehidupan yang harus dipraktekkan oleh masyarakat Bugis-

Makassar dari generasi ke generasi.

Menariknya lagi, bukannya ingin mempersamakan, jika hal ini dilihat dari kacamata kebudayaan, nilai falsafah yang ada dalam kehidupan masyarakat

Bugis-Makassar ini hampir mirip dengan semangat bushido yang dimiliki oleh para samurai Jepang secara khusus dan masyarakat Jepang secara umum. Nilai bushido sendiri dalam kerangka pikir masyarakat Jepang merupakan sebuah kode etik atau sistem etika yang telah menyatu dalam segala aspek kehidupan dan budaya masyarakat Jepang (samurai Jepang), mulai dari sistem filsafat dan kepercayaan spiritual, tatacara hidup, kehidupan keluarga, pakaian, pekerjaan, selera estetika, hingga cara mereka mengibur diri atau berekreasi

Untuk itu, sebagai sebuah prolog, sejatinya kedua nilai ini yang sebelumnya telah dikatakan sebagai dua bagian yang tak terpisahkan dan tiga

39 Frank Ankersmit, Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-Pendapat Modern Tentang Filsafat Sejarah ( Jakarta, 1987),h.17.

39

bagian yang tak terceraikan, jika dilihat dalam kacamata filsafat sejarah, utamanya sudut pandang filsafat sejarah spekulatif, maka akan ditemui beberapa hal yang menyangkut kedua nilai falsafah ini yang telah ada di masa lalu dan menggambarkan masa depan yang telah menjadi masa kini, yang selanjutnya bagi penulis sendiri dicoba untuk menganalisa dan melihat atau lebih tepatnya meramalkan masa depan, utamanya kehidupan masyarakat Bugis-Makassar, dengan menggunakan kedua nilai ini sebagai sebuah pijakan dasar dalam melihat perkembangan masyarakat Bugis-Makassar dan Sulawsei Selatan secara umum.

Falsafah Hidup Siri‟ Na Pacce

Jika ditinjau dari aspek harfiahnya, siri‘ dalam masyarakat Bugis-

Makassar dapat diartikan sebagai rasa malu.40 Namun jika ditinjau dari sisi makna sejatinya, sebagaimana telah diungkapkan dalam lontara La Toa yang berisi petuah-petuah, siri‟ dapat dimaknai sebagai harga diri atau kehormatan, juga dapat diartikan sebagai pernyataan sikap yang tidak serakah terhadap kehidupan duniawi Sedangkan makna pacce dapat diartikan sebagai rasa simpati yang dalam konsep masyarakat Bugis-Makassar merupakan rasa atau perasaan empati terhadap sesama dan seluruh anggota komunitas yang terdapat dalam masyarakat tersebut41

Artinya bahwa, kedua nilai yang mendasari perwatakan masyarakat Bugis-

Makassar ini, sejatinya merupakan sebuah cerminan hidup dan etika hidup dalam

6 H.A.A.Punagi. ―Siri‟ Dalam Pembentukan Pribadi” Dalam Bingkisan Budya Sulawesi Selatan diterbitkan di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan Ujung Pandang Nomor. II Thn 1986-1987, h. 3. 41 Andaya, L.Y. Surat Raja Bone a Patau Paduka Sri Sultan Idris Azim Ud-din (memerintah 1696-1714) dan Sira Daeng Talele Karaeng Ballajawa kepada pemerintah Agung (1697), dalam harta Karun, Khazanah Seajarah Indonesia dan Asia Eropa Arsip VOC di Jakarta , dokumen 17 Jakarta Arsip Nasional Republik Indonesia,2014.

40

bermasyarakat. Sehingga dapat pula dikatakan, kedua nilai ini merupakan kerangka teori hidup yang dipegangi sebagai sebuah falsafah dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, yang dalam perjalanan sejarah masyarakat Bugis-

Makassar penuh dengan berbagai intrik kehidupan sosial politik di dalamnya, yang mau tak mau menjadikan nilai ini sebagai sebuah sandaran atau pegangan hidup dalam hal norma atau tatakrama kehidupan masyarakatnya.

Sejatinya, kedua falsafah ini memiliki nilai-nilai turunan tersendiri yang kemudian bagi generasi pelanjut, memiliki peran dan pengaruh yang penting dalam menjalani kehidupannya. Namun ada baiknya pertama-tama dilihat dulu nilai yang terkandung dalam kedua nilai tersebut, dimana telah dikatakan sebagai dua hal yang meski berbeda namun tidak dapat dipisahkan.

Nilai yang paling utama yang terkandung dalam falsafah siri‟ sebagai uraian yang pertama adalah rasa malu dan harga diri. Dimana ketika konsep nilai falsafah ini disebutkan, maka serangkaian kesan akan timbul dalam pikiran masyarakat yang berasal dari alam bawah sadar ke-nalar-an mereka, yang berhubungan dengan sebab, akibat, serta sanksi-sanksi sosial yang bersifat tradisional yang terkandung dalam nilai dari konsep tersebut.42 Sehingga tanpa mengatahui secara mendalam mengenai persoalan ini, terkadang orang yang berasal dari luar komunitas masyarakat Bugis-Makassar atau bahkan anggota komunitas masyarakat tersebut yang tak memahami konsep tersebut secara utuh, apalagi tidak memahami konsekuensi yang dihasilkan dari konsep nilai ini, maka

42 Andaya, L.Y. Surat Raja Bone a Patau Paduka Sri Sultan Idris Azim Ud-din, h. 8.

41

akan timbul sebuah anggapan yang biasa saja atau bahkan menyepelekan persoalan tersebut.

Sejatinya, pengetahuan masyarakat Bugis-Makassar dan Sulawesi Selatan secara umum atas sumber-sumber ajaran dari konsep nilai ini, telah ada dan tertuang dalam lontar-lontar Bugis-Makassar yang berisi tentang petuah-petuah

(Pappaseng) tentang bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya.

Diantara hal-hal yang tertuang dalam lontar (lontara‘) masyarakat Bugis-Makassar tersebut, ada lima perkara atau pesan penting yang disebutkan didalamnya yang diperuntukkan bagi generasi pada saat itu dan generasi yang selanjutnya dan sangat diharapkan untuk senantiasa dipegangi dan ditegakkan dalam kehidupan.

Kelima hal tersebut43, adalah:

– Manusia harus senantiasa berkata yang benar (ada‟ tongeng).

– Harus senantiasa menjaga kejujuran (lempu‘)

– Berpegang teguh pada prinsip keyakinan dan pendirian (getteng)

– Hormat-menghormati sesama manusia (sipakatau)

– Pasrah pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa (mappesona ri dewata

seuwae)

Jika melihat pesan-pesan diatas, maka sejatinya yang sangat dituntut dari nilai falsafah siri‟ ini adalah menyangkut ade‟44etika atau tata krama dalam pergaulan dan menyangkut persoalan kedirian (jatidiri) seseorang. Sebab jika

43 Andi Moein MG. Menggali Nilai-nilai Budaya Makassar dan Siri‟ Na Pacce, diterbitkan oleh Persatuan Perpustakaan Se dunia, 1990,h.10. 44 Menurut A.Zainal Abidin Faried, di daerah Sulawesi Selatan, sewaktu agama Islam telah menampakkan pengaruhnya, dikenallah istilah ade‘ (Bugis), ada‘ (Makassar, Mandar dan Toraja Sa‘dan). Sebelumnya dikenal istilah beci . dalam sekapur Sirih, Azas-azas hukum adat, Pidana Sulawesi Selatan, sebagai sumbangan bagiPembinaan Hukun Nasional Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, pada Universitas Hasanuddin Makassar , 1969,h.4.

42

dilihat lagi lebih dalam, maka sejatinya harga diri dan rasa malu seseorang akan senantiasa terjaga jikalau senantiasa menjaga dan memegangi kelima pesan diatas, utamanya dalam pola pergaulan dan komunikasi dengan sesama manusia. Untuk itu, para tetua masyarakat Bugis-Makassar terdahulu sangat menekankan pesan- pesan tersebut guna tetap menjaga kelangsungan atau eksistensi masyarakat

Bugis-Makassar agar apa yang disebutkan dalam epos Lagaligo maupun dalam lontara‘ yang lain sebagai zaman sianre-anre bale taue (yang dalam masyarakat barat dikenal sebagi homo homini lupus), itu dapat dihindarkan.

Mengenai persoalan sianre-anre bale taue ini, yang dalam lontara‘ masyarakat Bugis-Makasssar merupakan dampak yang paling buruk dari ketidakterjagaaan prinsip dari nilai siri‟ tersebut, secara harfiah dapat diartikan sebagai ketika orang-orang mulai bertindak seperti ikan yang saling memakan sesamanya. Artinya bahwa, sebagaimana persoalan seperti ini juga ada dalam masyarakat Indian kuno yang berupa kata-kata metafor yang bagi mereka disebut sebagai matsyanyaya atau logika ikan,45 ketika zaman itu datang, maka manusia akan turun derajatnya, tak lebih rendah lagi dari derajat binatang, sehingga manusia sendiri akan seperti berada pada sebuah penghujung zaman yang dengan serta merta telah kehilangan perasaan terhadap tugas alaminya sebagai seorang manusia.

Dari pemaparan diatas, jika menggunakan sedikit pendekatan relasional, maka sejatinya terdapat unsur filsafat sejarah spekulatif dalam permasalahan tersebut. Dimana telah dikatakan bahwa dalam lontara‘ masyarakat Bugis-

45Andaya, L.Y. Surat Raja Bone a Patau Paduka Sri Sultan Idris Azim Ud-din, h. 390.

43

Makassar telah disebutkan hal-hal tersebut, yang bukan hanya sebagai sebuah ramalan namun dapat menjadi sebuah kenyataan, jika manusia telah kehilangan pegangan terhadap petuah-petuah Pappaseng tetua terdahulu yang merupakan unsur pegangan dalam menjaga nilai falsafah siri‟ tersebut sebagai sebuah harga diri dan rasa malu itu sendiri.

Intinya bahwa dengan menaati kelima petuah-petuah (Pappaseng) tersebut, yang dalam hal ini merupakan sendi dari falsafah siri‘ tersebut, maka masyarakat Bugis-Makassar diharapkan akan dapat menjadi manusia yang berguna dari generasi ke generasi. Sehingga tercipta suatu hal yang disebut sebagai sebuah pembangunan manusia seutuhnya. Sebagaimana telah diwasiatkan dalam petuah-petuah tersebut bahwa senantiasa mengutamakan kejujuran, tidak munafik, perkataan sesuai dengan apa yang dilakukan, tidak menipu atau membodohi sesama manusia dan setia pada keyakinan yang dimilikinya. Namun yang terpenting, utamanya dalam konteks kekinian dan masa yang akan datang, adalah tidak tergiring oleh pengaruh-pengaruh negatif dari situasi yang timbul kemudian seiring dengan perkembangan zaman, saling menghormati dan menghargai sesama manusia atau masyarakat yang terdapat dalam lingkungan dimana ia hidup.

Jadi, jelaslah bahwa kelima pesan tersebut yang dijadikan pegangan oleh masyarakatBugis-Makassar merupakan ciri tersendiri, terutama dalam hal penilaian antar sesama manusia, bagi manusia yang memiliki harga diri dan rasa malu (siri‟). Sehingga jika kelima sendi pembangun dari nilai falsafah tersebut kemudian hilang dalam kehidupan, maka sejatinya dalam perspektif masyarakat

44

Bugis-Makassar, manusia tersebut telah kehilangan harga dirinya (de‟gaga siri‟na) yang menjadikannya ibarat bukan lagi sebagai seorang manusia. Sebab dalam kehidupan manusia, yang menjadi tolak ukur kemanusiaannya adalah perbuatan atau perangainya. Sehingga jika hal tersebut telah mencapai pada titik yang dimaksud sebagai kehilangan kediriannya maka dalam masyarakat Bugis-

Makassar, manusia tersebut dinamakan rapang-rapang tau atau tau-tau (orang- orangan atau boneka).

Kemudian yang terpenting juga untuk digarisbawahi adalah nilai dari falsafah siri‟ ini sejatinya (sekali lagi) mengandung ajaran budi pekerti dalam arti yang sangat mendalam. Sebab hal tersebut merupakan hakekat kehidupan yang sangat prinsipil bagi masyarakat Bugis-Makassar yang notabene sebagai pewaris dari falsafah siri‘ tersebut. Sehingga dengan demikian manusia tersebut dapat dinilai sebagai seorang manusia yang sejati jika telah memahami dan mempraktekkan falsafah ini dengan berbagai unsur pembentuk di dalamnya atau dengan kata lain manusia tersebut memiliki siri‘ (harga diri dan rasa malu).

Kemudian, uraian yang kedua dari falsafah ini adalah menyangkut tentang nilai yang terkandung falsafah pacce atau pesse. Secara harfiah dapat diartikan sebagai rasa solidaritas yang dimiliki masyarakat Bugis-Makassar dalam berbagai hal, baik suka maupun duka. Lebih luas lagi, dalam Andaya46 yang menyadurnya dari berbagai naskah lontara‘ Bugis-Makassar bahwa pacce/pesse adalah rasa simpati yang dalam konteks masyarakat Bugis-Makassar juga mencakup perasaan empati terhadap sesama anggota kelompok komunitas masyarakatnya.

46 Andaya, L.Y. Surat Raja Bone a Patau Paduka Sri Sultan Idris Azim Ud-din, h. 60.

45

Artinya, dapat dikatakan bahwa unsur nilai yang terdapat dalam falsafah pacce ini adalah menyangkut rasa kebersamaan yang tinggi. Dimana dalam komunitas masyarakat Bugis-Makassar yang paling diutamakan adalah rasa kebersamaan atau kolektifitas dalam berbagai hal.Unsur nilai yang lain yang diturunkan dari falasafah pacce ini adalah nilai semangat kesetiakawanan dan loyalitas atau kesetiaan terhadap sesama manusia.

Hal ini terlihat jelas dalam pepatah Bugis-Makassar yang berbunyi taro ada‟ taro gau‟ (satu kata satu perbuatan), yang dimaksudkan sebagai sebuah simbol loyalitas terhadap apa yang menjiwai masyarakat Bugis-Makassar itu sendiri dalam bertindak.Unsur ini juga terlihat dalam ungkapan lontara‘ masyarakat Bugis-Makassar yang tercatat dalam Pelras47bahwa jika anda telah kehilangan harga diri atau kehormatan, maka pertahankanlah rasa kemanusiaan yang anda miliki dengan menegakkan kesetiakawanan dan menunjukkan kesetiaan (loyalitas) yang ada dalam dirimu (punna tena nia‟ siri‟nu panaiki paccenu). Sekali lagi hal ini memperlihatkan bagaimana dalam konteks masyarakat Bugis-Makassar tersebut senantiasa mendahulukan hal-hal kolektif

(umum) daripada persoalan pribadi yang dimilikinya.

Selain itu, pernyataan diatas juga mengandung makna bahwa masyarakat

Bugis-Makassar itu sendiri memiliki sikap loyalitas dan solidaritas yang sangat mendalam, memiliki sikap setia kawan yang sukar untuk dikhianati atau ditukar dengan apa pun, semisal dalam sebuah persoalan yang mengandung ekses-ekses dalam persoalan ini, yang dengan serta merta dapat menimbulkan unsur-unsur ini

47 CristianPelras, Manusia Bugis. Diterjemahkan oleh Abdul Rahman Abu, dkk, h. 58.

46

kemudian,lebih konkritnya ialah hal ini merupakan manifestasi dari wujud kehidupan masyarakat Bugis-Makassar yang senantiasa tahu untuk membalas kepercayaan seseorang yang diberikan kepadanya atau bentuk dari balas budinya terhadap apa yang telah diberikan kepadanya, sehingga hal ini secara tidak langsung juga menyentuh sendi-sendi kehidupan yang mengutamakan budi yang luhur dalam segenap persoalan yang dilakoni dalam kehidupan.

Yang menarik dalam persoalan pacce ini, dalam kesehariannya, terkadang sering ditemui dalam masyarakat Bugis-Makassar, sejak zaman dahulu sampai sekarang, perasaan untuk senantiasa tolong menolong antar sesama manusia yang tanpa disadari oleh masyarakat itu sendiri. Apalagi jika dalam konteks tersebut atau orang yang ditolong kemudian adalah orang yang pernah menolong orang tersebut sebelumnya, maka bagi masyarakat Bugis-Makassar, hal tersebut telah menjadi kewajiban baginya untuk menolong orang tersebut, sebagai bentuk dari kesetiakawanan dan ucapan terima kasihnya terhadap orang tersebut yang pernah menolongnya sebelumnya. Hal ini sejatinya dalam lingkup kehidupan manusia secara umum adalah sebuah kewajaran sebagai seorang manusia menolong manusia lainnya karena dia masih memiliki rasa kemanusiaan itu sendiri, atau dengan kata lain, salah satu sisi dari kehidupan manusia, dari sudut pandang etika, adalah tahu berterima kasih dan membalas budi terhadap orang yang telah berbuat baik terhadap dirinya.

47

Dalam pengertian lain juga, nilai falsafah pacce48 ini mengadung unsur rasa sakit yang mendalam yang akan dialami oleh masyarakat Bugis-Makassar jikalau ada anggota dalam kelompok komunitasnya yang mengalami sebuah musibah, yang bagi orang yang terkena musibah tersebut merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipikulnya lagi. Sehingga bagi masyarakat lain yang ada dalam komunitas masyarakat tersebut akan merasakan hal yang sama, ibaratnya dialah yang terkena musibah itu, yang dengan serta merta memunculkan sebuah pemahaman untuk tidak bersenang-senang ketika ada yang terkena musibah semacam itu. Bahkan lebih jauh, hal itu juga merupakan bentuk siri‟ dari masyarakat tersebut yang senantiasa harus dijaga agar konsep memanusiakan manusia itu tetap ada.

Persolan seperti ini, dapat dilihat dalam sebuah syair dalam lontara‘ masyarakat Bugis-Makassar49 yang berbunyi:

angngasseng tonja labba boyo; pacce tanaebba lading; tena garringku; namalantang pa‟risikku (aku nikmati tawarnya labu; pedis tak tergores pisau; aku tak merasakan atau menderita sakit; namun betapa pedihnya terasa menusuk jauh ke dalam lubuk hati).

Secara umum, syair ini menunjukkan rasa pedih yang mendalam (pacce) yang dirasakan oleh masyarakat secara kolektif ketika ada seorang anggota kelompok komunitasnya menderita atau mengalami sebuah musibah, apalagi musibah yang dimaksud adalah menyangkut persoalan siri‘ yang sebelumnya telah diterangkan dengan panjang lebar.

48. H.A.A.Punagi. ―Siri‟ Dalam Pembentukan Pribadi” Dalam Bingkisan Budaya Sulawesi Selatan diterbitkan di Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan Ujung Pandang Nomor. II Thn 1986-1987, h. 5. 49Dinas pariwisata dan kebudayaan kabupaten Gowa,(Gowa: 2010), h. 11.

48

Intinya bahwa, persoalan pacce ini mengandung semangat kebersamaan yang tercermin dari kesetiakawanan (solider) dan sikap yang setia (loyalitas) yang digambarkan dalam berbagi aspek kehidupan masyarakat Bugis-Makassar. Lebih jauh lagi, falsafah pacce ini juga sejatinya memberikan pemaknaan bahwa dalam kehidupan manusia yang harus selalu diutamakan adalah persoalan kolektifitas, dimana dalam persoalan ini, hal-hal yang berbau pribadi harus terlebih dahulu disingkirkan.

Kemudian, falsafah pacce ini juga mengandung unsur nilai yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang memilukan atau menyakitkan, dimana ketika ada anggota komunitas masyarakatnya mengalami sebuah musibah, apalagi musibah yang dimaksud adalah hal-hal yang menyangkut persoalan siri‘, maka dengan serta merta masyarakat tersebut akan merasakan juga kepedihan yang dirasakan oleh orang tersebut sebagai bentuk daripada semangat kolektifitasnya dalam kehidupan bermasyarakat. Tapi yang paling terpenting dari hal itu adalah adanya rasa simpati dan empati yang diwujudkan dalam perilaku yang senantiasa menjunjung tinggi rasa kebersamaan yang ada sebagai sebuah bentuk kehidupan masyarakat yang berbudi dan beretika yang tinggi, guna mencerminkan sebuah kehidupan yang nyata bagi orang yang ada di luar komunitas mereka dan yang terpenting dapat dicontoh oleh orang lain, sebagaimana pesan-pesan yang diberikan oleh para tetua terdahulu masyarakat Bugis-Makassar ini.

49

Historisitas Dalam Falsafah Siri‟ na Pacce.50Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bahwa dalam persoalan siri‟ na pacce ini, terdapat unsur kesejarahan atau lebih tepatnya unsur filsafat sejarah di dalamnya yang menyangkut filsafat sejarah spekulatif. Dimana telah diterangkan sebelumnya bahwa nilai dari falsafah ini semuanya berasal dari petuah-petuah masa lalu

(Pappaseng) yang menggambarkan bagaimana sejatinya dan seharusnya masyarakat Bugis-Makassar itu sendiri dalam menjalani kehidupannya.

Filsafat sejarah spekulatif sendiri, dalam instrumennya, mencari struktur dalam yang terkandung dalam proses sejarah secara keseluruhan. Dimana filsafat sejarah spekulatif merupakan suatu perenungan filsafati mengenai tabiat atau sifat-sifat proses sejarah.51 Untuk itu, dalam melihat historisitas dalam falsafah siri‟ na pacce yang terdapat dalam masyarakat Bugis-Makassar ini, dapat dikatakan sebagai sesuatu yang telah direnungkan oleh para pendahulu masyarakat Bugis-Makassar dalam melihat sejarah kehidupan setelah mereka kelak. Hal tersebut juga dimaksudkan agar keberlangsungan dari sejarah hidup masyarakat ini tetap terjaga.

Hal ini bisa dilihat dari bagaimana para tetua masyarakat Bugis-Makassar tersebut memberikan rambu-rambu terhadap manusia-manusia yang hidup setelah mereka, utamanya dalam menjalani kehidupannya sebagai sebuah masyarakat yang kolektif. Telah dikatakan sebelumnya bahwa dalam pola kehidupan individu maupun kelompok masyarakat tersebut, yang mesti diutamakan adalah mengenai

50(Kedudukan dan Peranan Siri‟) (Ujung Pandang: Diterbitkan Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, nomor II thn 1986-1987, h. 9. 51Frank Ankersmit, Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-Pendapat Modern Tentang Filsafat Sejarah, h. 20.

50

etika dan akal budi serta semangat kebersamaan yang di dalamnya mencakup tentang kesetiakawanan dan kesetiaan (loyalitas). Sebab tanpa hal-hal tersebut, mustahil sebuah kehidupan yang baik dan maju akan dicapai dengan mudah. Yang terpenting juga adalah apa yang diramalkan dalam berbagi lontara‘ yang terdapat dalam masyarakat Bugis-Makassar sebagai zaman sianre-anre bale taue itu terhindarkan. Utamanya dalam konteks kehidupan yang akan datang, ketika manusia tak lagi memiliki kesadaran kolektif yang dibangun atas asas dari falsafah siri‟ na pacce itu sendiri.

Yang menarik adalah ketika mengkaji persoalan siri‟ na pacce ini melalui ruang historisitas, akan ditemukan berbagai pesan-pesan tentang masa depan yang mesti dialami oleh masyarakat Bugis-Makassar jika tak lagi memegangi falsafah siri‟na pacce tersebut sebagai laku hidup atau magnum opus dalam kehidupannya.

Hal ini terlihat dari pesan Kajaolalidong (La Mellong) yang merupakan seorang pemikir dan negarawan di masanya bahkan semasa dengan Machiavelli menurut

W.S Rendra, bahwa senjata terkuat apapun tidak akan pernah mengalahkan kekuatan persatuan dan kesatuan yang kokoh dalam sebuah masyarakat. Apalagi jika hal tersebut senantiasa didasari dari nilai pangedereng dan nilai siri‟ na pacce atau pesse, maka semuanya pasti dapat dihadapi dengan mudah.

Begitupun ketika melihat dan menelaah apa yang terdapat dalam potongan atau kepingan lontara‘ berikut yang berpesan tentang aturan yang mesti

51

ditegakkan dalam masyarakat Bugis-Makassar yang hidup dalam sebuah negeri, mulai hari ini dan seterusnya. Bunyi dari kepingan lontara‘ 52tersebut adalah:

―eppa‟i solangi wanuae: ngowae, napadde‟i siri‟e; gau‟ mawatangnge, allajangngi assi sarromase-mase rilaleng wanuwa; mabelle peru‟e, belaiwi gau‟ tongetongengnge ri wanuae iya ngowae riala modala‟ sapuripale‟ cappa‟na; iya cekoe riala modala‟ sukkara wale‟na. Naita lempu‟e riala modala‟ atuwong wale‟na, alampereng sungae cappa‟na; naiya gau‟ sitanajaya riala modala‟ cenning rara wale‟na, naddimunriwi deceng, nacappaki assalamakeng‖, artinya bahwa empat hal yang dapat merusak kampung atau daerah: keserakahan, menghilangkan rasa malu; kekerasan, melenyapkan perasaan kasih mengasihi di dalam kampung; kecurangan, memutuskan hubungan kekeluargaan sekeluarga; tega hati, menjauhkan perbuatan benar di dalam kampung. Kalau keserakahan dijadikan modal, kesulitan akibatnya; kalau kejujuran dijadikan modal, kehidupan akibatnya panjang umur; dan kalau sikap kewajaran (kepantasan) yang dijadikan modal, kecemerlangan diiringi kebaikan dan diakhiri dengan keselamatan.

Hal diatas, jelas merupakan sebuah gambaran untuk generasi hari ini dan generasi yang akan datang dalam menjalani kehidupannya. Segala hal tersebut harus dijadikan sebagai panglima dalam melakukan setiap hal, agar kerusakan dan kehancuran dalam masyarakat dapat dihindarkan. Selain itu, hal ini juga menunjukkan, bahwa betapa para pendahulu tersebut, memiliki semacam sasmita

(pandangan tentang masa depan) dan visi ke depan tentang kehidupan manusia setelah mereka, yang dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan zaman yang terus maju sebagaimana hakikat zaman itu sendiri yang senantiasa berproses ibarat sebuah roda, kadang di atas dan kadang di bawah.

Selain itu, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya mengenai hal spiritualitas dalam kerangka masyarakat Bugis-Makassar, bahwa senantiasa pasrah pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa (mappesona ri dewata seuwae),

52Zainuddin Hakim. Pangngaja‟ Tomatowa (Jakarta Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Pengajaran, 1992), h. 11.

52

yang berarti bahwa dalam hal keyakinan, masyarakat Bugis-Makassar dan

Sulawasei Selatan secara umum, harus senantiasa berpegang teguh pada prinsip atau keyakinan terhadap Yang Maha Kuasa, yang tak memiliki tandingan dan

Maha Penentu segala-galanya. Sehingga selanjutnya menimbulkan sebuah implikiasi dasar dalam praktek keagamaan atau spritualitas masyarakat Bugis-

Makassar untuk senantiasa patuh dan taat kepada Tuhan yang telah menciptakan manusia sebagai bentuk rasa syukur atas karunia kehidupan yang telah diberikan oleh-Nya.

Terakhir, sebagai sebuah acuan dasar dalam melihat aspek historisitas dalam permasalahan siri‘ na pacce yang terdapat dalam masyarakat Bugis-

Makassar ini, penulis ingin menyampaikan sebuah amanah yang diamanahkan oleh Puang ri Manggalatung, seorang cendekiawan pada zaman kerajaan Bugis-

Wajo, yang juga sezaman dengan Kajaolalido(La Mellong) dan Machiavelli , terhadap seluruh generasi masyarakat Sulawesi Selatan agar senantiasa eksis atau

Indonesianya berbunyi: ―kejujuran dan kepandaian adalah hal yang paling baik ditanamkan pada diri setiap masyarakat, sebab hal itulah juga yang tak pernah akan bercerai dengan Dewata Yang Tunggal. Yang disebut pandai adalah kemampuan untuk melihat akhir atau akibat dari perbuatan, dan yang dikerjakannya adalah kebaikan, bilamana dapat mendatangkan keburukan, maka janganlah pernah untuk dilakukan. Bilamana tidak baik janganlah hendaknya engkau kerjakan, karena nantinya akan kembali juga keburukan tersebut kepada dirimu‖

.

53

2. Falsafah Toraja

Hubungan antara aluk,53 adat dan kebudayaan dalam pandangan hidup dunia dan falsafah hidup orang Toraja. Aluk dan adat pada mulanya sama. Aluk adalah keyakinan mengenai keberadaan yang mencoba memahami dunia ini secara mitologis transcendental dan meletakkan dasar ontologism kenyataan ini.

Sedangkat adat dan kebudayaan merupakan manisfestasi konkrit transcendental.

Masyarakat Toraja memiliki budaya tallu lolona. Tallu dalam bahasa

Indonesia berarti tiga dan lolona berarti kehidupan. Jadi, ada tiga puncak kehidupan, yakni manusia, hewan, dan lingkungan. Menurut antropolog asal

Toraja, Stanislaus Sandarupa, sistem pengetahuan mengarahkan masyarakat

Toraja melihat dunianya lewat tallu lolona. Menurutnya, hubungan harmonis antara sesama makhluk (lolo tau, lolo patuan dan lolo tananan) dan dengan yang kuasa didasarkan pada nilai keutuhan yang saling menghidupkan. Relasi ini didasarkan pada prinsip saling memberi, resiprositas. Tallu lolona adalah filosofi orang Toraja dalam memandang ekosistem sumber daya alam, yaitu hubungan antara manusia, tumbuhan, dan hewan yang kait-mengait dan hidup menghidupi di atas Bumi.

Falsafah atau ajaran Tallu Lolona adalah keyakinan masyarakat Toraja tradisional bahwa lolotau (manusia), lolopatuan (hewan/binatang), dan lolotananan (tumbuhan) kurang lebih secara bersamaan diciptakan. Dalam kisah penciptaan aluk to dolo (aturan nenek moyang orang Toraja) dikatakan

53Terance W. Bigalke Sejarah Sosial Tana TorajaTerjemah M. Yuanda Zara (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016), h. 148.

54

―Ditampami nene‟na to lino, Datu Laukku‟;ditampami nene‟na to burake, disanga Killi‟-Killi‟;ditampami nene‟na punti, disanga Datu Marorrong; nene‟na tallang, disanga Kumirrik;nene‟na manuk, disanga Lua‟kollong;Nene‟na tedong, disanga Manturiri;‖ diciptakanlah nenek manusia, Datu Laukku‘; diciptakanlah nenek dari waria yang dinamai Killi‘-Killi‘; diciptakanlah nene‘ dari pisang, dinamai Datu Marorrong; nenek dari bamboo diberi nama Kumirrik; diciptakanlah nenek dari ayam yang diberi nama Lua‘kollong; nenek dari kerbau yang diberi nama Manturiri.54

Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia=‖tau‖ dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja. Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain: Sugi‟ (Kaya),Barani (Berani),Manarang (Pintar),Kinawa (memiliki nilai- nilai luhur, agamis, bijaksana) Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas. Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai tau.

Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas dan tidak dapat dipisahkan, karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas. Seorang Toraja menjadi ―manusia” yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup dengan empat pilar di atas, dengan demikian maka dapat disebut sebagai “tau”.

Dalam konteks definisi ini, budaya Toraja mencakup semua aspek kehidupan masyarakat Toraja. Khususnya mereka yang hidup di wilayah Toraja

54Tandilintin.I.T. Toraja dan Kebudayaannya (Tana Toraja: Cetakan III Yayasan Lepongan Bulan, 1987), h. 35.

55

yang mencakup perilaku, sistem nilai, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya, yang sehari-hari dipraktekkan oleh masyarakat Toraja pada saat sekarang ini.55Dalam perbincangan sehari-hari ada kecenderungan mengidentikkan budaya

Toraja dengan hal-hal yang bersifat fisik seperti acara rambu solo‟ dan berbagai peninggalan sejarah seperti rumah-rumah tongkonan dan liangto dolo. Semua itu sesungguhnya hanyalah serangkaian produk budaya Toraja masa lalu maupun masa sekarang ini. Produk budaya lainnya adalah alang, ukiran, pakaian, dan sebagainya. Sangat jarang kita mengkaitkan budaya Toraja dengan pola pikir dan pola tindak warga masyarakat Toraja, yang mencerminkan sistem nilai, aturan, moral, dan sebagainya.

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animismepoliteistik yang disebut aluk, atau ―jalan‖ (kadang diterjemahkan sebagai ―hukum‖).Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa

Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo‟ Ongon-Ongon

(dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo‟ Belo Tumbang

(dewi pengobatan), dan lainnya.

55 Naomi Patiung. ―Indexicality in Ritual Speech of Death Ritual( Rambu Solo‘) in Toraja Culture. Functional Semiotic Analysis.‖ Unpublished Dissertation Hasanuddin University. 2017.h.69.

56

Dalam aluk todolo terdapat beberapa hukum yang harus dipatuhi oleh penganutnya yang disebut dengan pemali, meliputi: a. Pemali urrusak pote dibolong, artinya tidak boleh mengganggu upacara penguburan orang mati. b. Pemali ma‟ pangan buni, tidak boleh berzinah. c. Pemali unromok tatanan pasak, tidak boleh mengacau dipasar d. Pemali unteka‟ palanduan, golongan budak dilarang kawin dengan golongan tomakaka dan tokapua (bangsawan). e. Pemali massape-ao‟, tidak boleh berangkat meninggalkan rumah pada hari

yang sama dengan arah yang berbeda. f. Pemali boko, tidak boleh mencuri. g. Pemali umboko sunga‟ na pedanta tolino, jangan membunuh sesama manusia. h. Pemali ma‟ kada penduan, tidak boleh berdusta. i.Pemali unkasirisan deata misanta, jangan mengkhianati orang tua. j.Pemali ungkattai bubun, jangan berak di sumur. k.Pemali umbala‟ bala‟ tomanglaa, jangan menyiksa anak gembala. l. Pemali meloko, dilarang mengambil barang di kuburan. m.Pemali umbala - bala‟ patuoan, jangan menyiksa binatang ternak.

Orang Aluk Todolo berpendapat bahwa apa yang dimiliki dalam

kehidupan di dunia fana akan mencerminkan juga di kehidupan dunia arwah atau

57

puya, yang disertakan pada waktumati berupa pengorbanan dalam berbagai tahap

upacara kematian dan berupa bekal kubur. Dengan adanya tingkatan-tingkatan

penyembahan sesuai dengan adanya macam-macam kurban persembahan serta

upacara yang berbeda-beda itu adalah sesuai dengan tingkatan dan kedudukan

dari ketiga oknum yang disembah begitu pula tempat-tempat upacara dan hewan

kurban tertentu dan berbeda-beda,56yaitu:

1) Puang Matua (sang Pencipta) yang bersemayam di atas langit dipuja

dan disembah dengan kurban persembahan kerbau, babi, dan ayam

dilakukan di depan rumah.

2) Deata (sang Pemelihara) disembah dengan kurban persembahan dengan

kurban persembahan babi dan/atau ayam dilakukan di sebelah timur dari

rumah atau Tongkonan.

3) Tomembali Puang (Leluhur sebagai pengawas manusia dan turunannya)

disembah dengan kurban persembahan babi dan/atau ayam yang

dilakukan di sebelah barat dari rumah atau Tongkonan atau di tempat

kuburan atau liang dimana mayat leluhur itu dikuburkan.57

3. Falsafah Mandar

Eksistensi keberagaman budaya dan etnis masyarakat bangsa Indonesia memegang peranan penting dalam membangun bangsa ini, termasuk dalam pengembangan pendidikan yang bermuara pada penciptaan sumber daya

56 Sianipar (1978) in Naomi Patiung, Indexicality in Ritual Utterance at Death Ceremony (RambuSolok) of Toraja Culture.: A Functional Semiotic Analysis. Unpublished Dissertation. Hasanuddin University.2017. p.36. 57Tangdilintin. Toraja dan Kebudayaannya. Sulawesi Selatan. (Makassar: Penerbit Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah Budaya Sulawesi Selatan, 2014), h. 62.

58

manusia Indonesia yang handal dan berkualitas. Artinya, hubungan antara kebudayaan dan pendidikan adalah sesuatu yang tidak mungkin dapat dipisahkan.

Oleh karena itu, perlunya dilakukakan kajian lebih lanjut terkait studi pendidikan dan program pendidikan guru yang lebih menekankan pada dimensi psikologi daripada dimensi sosial budaya dari proses belajar mengajar. Padahal menurut

Alwasilah58 bahwa kebutuhan praktisi terhadap hasil-hasil kajian tentang bagaimana variable budaya mempengaruhi pendidikan, mengajar, belajar, dan pertumbuhan serta perkembangan pembelajaran amat mendesak.

Daya cipta yang penulis maksudkan telah hadir dan telah mempengaruhi kebribadian setiap anak bangsa yakni sistem budaya lokko‟ itu sendiri yang secara psikoanalisis dapat digambarkan sebagai berikut: a. Budaya siri‟ memberikan dorongan secara sadar lahirnya reaksi-reaksi

terhadap kekuatan tertentu yang negatif. Jadi meletakkan kondisi tertentu

terhadap jiwa seseorang (pola pikir), budaya siri‟ merupakan perangsang

untuk bertindak positif dan hati-hati. b. Budaya siri‟ sebagai bagian dari secara keseluruhan sistem budaya global

mengenai mekanisme reward and punishment, hal ini dengan sendirinya

disamping sebagai ―perisai‖ juga akan memberikan Konsekuensi logis

(hukuman) terhadap kelakuan yang bertentangan atau mengusik ketentraman

suatu masyarakat.

58Chaedar Al Wasilah,Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2011), h.70.

59

c. Budaya siri‟ dapat dijadikan modal dasar memasuki proses belajar terutama

dalam upaya memperkaya kepribadian.59

Warna kuning dalam budaya mandar melambangkan keutamaan dalam sifat sifat berharkat dan bermartabat (mala„bi). Makna ini dapat ditemukan dalam budaya mandar yang diungkapkan diberbagai lontar yaitu:‖pelindo lindo maririo nanacanringo‟o pa „banua‖ (anda diharuskan memiliki sifat yang berharkat dan bermartabat agar dicintai oleh rakyat) Denikian juga terdapat dalam lagu lagu mandar salah satunya berbunyi ‖anna „Tama dibuaro sau ditangnga saupa „nala lindo mariri”.

Pada umumnya dewasa ini Suku Mandar adalah penganut agama Islam

Yang setia tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lepas dari kepercayaan- kepercayaan seperti pemali, larangan-larangan dan perbuatan magis seperti pemakain jimat atau benda-benda keramat dan sesaji.

Mandar kaya akan kebudayaan dengan filsafah hidup. Salah satunya, dari beribu-ribu falsafah“Mua‟ mandundumoo wai mandar, to mandarmo tu‟u‖ jika kau sudah minum air mandar, berarti kau sudah menjadi orang Mandar. Ini sangat jelas keterbukaan orang Mandar terhadap suku lain yang mengajarkan kita bersikap plural, hormat-menghormati antar sesama karena kita semua adalah saudara.60Ini dibuktikan,diMandar tempat bertemunya berbagai suku, contohnya; di Kec Wonomulyo di sana terdapat berbagai manusia-manusia dari suku yang ada di Indonesia. Ada jawa, bugis, toraja, Makassar, semuanya itu menyatu dan

59Dharmawan Mas‘ud Rahman, Pengertian, Pengembangan Siri‟ Pada Suku Mandar (Ujung Pandang: 14 April 1977 Seminar). 60 Saharuddin, mengenal pitu babana binanga (mandar) dalam lintas sejarah pemerintahan daerah Sulawesi selatan. (Unjung Pandang: CV. Mallomo Karya,1985), h. 3.

60

hidup rukun. Membentuk barisan cerita di dalam diri orang Mandar dan seolah menjadi bagian dari kebudayaan Mandar.Mandar adalah dunia yang indah dengan kebudayaannya.

Mappurondomerupakan agama asli masyarakat Pitu Ulunna Salu yang terletak di wilayah Sulawesi Barat. Biasa juga disebut Aluk Mappurondo. Dalam aluk ini dikenal memiliki serangkaian upacara atau ritual yang tertata secara sistematis. Tata upacara ini mengatur setiap tahap kehidupan manusia sesuai dengan periode yang sudah ditentukan. Tata upacara Mappurondo berasaskan pada Pemali Appa‟ Randanna. Pemali Appa‟ Randanna adalah empat ruas aturan sesuai dengan empat siklus kehidupan yang harus dilaksanakan, lengkap dengan anjuran dan larangannya. Pemali Appa‟ Randanna ini dilambangkan dengan 4 untai kalung yang menggambarkan 4 siklus hidup manusia yaitu, masa bekerja, masa bergembira, masa pernikahan dan kematian. Manik-manik dalam kalung melambangkan anjuran-anjuran dan larangan-larangan yang harus dipatuhi.

Dalam asas Pemali Appa‟ Randanna upacara-upacara Mappurondo secara garis besar digolongkan menjadi 2 periode pokok, yakni Patotibojongan dan

Pealloan.

1) Patotibojongan adalah masa dimana masyarakat harus bekerja, dari

bercocok tanam hingga waktu panen dan menyimpan padi.

2) Pealloan adalah masa dimana masyarakat melakukan upacara yang

bersifat

perayaan sukacita atau kegembiraan.

61

Di dalam 2 periode pokok tersebut telah diatur mengenai 4 jenis upacara sesuai dengan empat untai kalung yang mewakili Pemali Appa‟Randanna.

Keempat jenis itu adalah:

a) Patotibojongan itu sendiri, masa bekerja atau bercocok tanam.

b)Patomatean, yang berkaitan dengan upacara kematian & penyimpanan

jenazah.

c)Pa‟bisuan, yaitu acara perayaan untuk mengembalikan semangat setelah

bekerja selama masa Patotibojongan

d)Pa‟bannetauan, yaitu masa pernikahan.

Sayyang pattu‘du‘ ini juga sebagai sarana sosialisasi karena melibatkan warga masyarakat dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, juga dapat meningkatkan dan memperkokoh proses solidaritas. Acara ini mereka tetap lestarikan dengan baik. Bahkan masyarakat Mandar yang berdiam di luar Sulawesi Barat akan kembali ke kampung halamannya demi mengikuti acara tersebut. Penyelenggaraan acara ini sudah berlangsung lama, tapi tidak ada yang tahu pasti kapan acara ini diadakan pertama kali. Jejak sejarah yang menunjukkan awal pelaksanaan dari kegiatan ini belum terdeteksi oleh para tokoh masyarakat dan para sejarawan. Namun demikian, dapat diperkirakan sekitar abad XVI sebab

Islam telah masuk ke Kerajaan Balanipa di masa itu, ditandai dengan masuk Islam

Raja IV Balanipa Kakanna I Pattang. Keistimewaan dari acara ini adalah ketika puncak acara khatam Al-Quran dengan menggelar sayyang pattu‘du‘ memiliki daya tarik tersendiri. Acara ini dimeriahkan dengan arak-arakan kuda mengelilingi kampung atau desa yang ditunggangi oleh para gadis cantik dan anak-anak yang

62

khatam Al-Quran. Setiap gadis mengendarai kuda yang sudah dihias dengan sedemikian rupa. Kuda-kuda tersebut juga sudah sangat terlatih untuk mengikuti irama pesta dan mampu berjalan sembari menari mengikuti iringan musik tabuhan rebana, dan untaian pantun khas Mandar (kalinda‘da‘) yang mengiringi arak- arakan tersebut. Ketika acara sedang berjalan dengan meriah, tuan rumah dan kaum perempuan sibuk menyiapkan aneka hidangan dan -kue yang akan dibagikan kepada para tamu. Ruang tamu dipenuhi dengan aneka hidangan yang tersaji di atas baki yang siap memanjakan selera para tamu yang datang pada acara tersebut.61Etimologi kalinda ‗da ‗ diuraikan dalam beberapa versi. Pertama, terdiri berasal dari dua kata, yaitu kali gali dan da ‗da dada jadi kalinda ‗da ‗ adalah isi yang ada di dada (hati) itulah yang digali dan dikemukakan kepada pihak lain. Kalinda ‗da ‗ adalah cetusan perasaan dan pikiran yang dinyatakan dalam kalimat-kalimat indah. Puisi tradisional Mandar ini mempunyai bentuk tertentu yang agak berbeda dengan bentuk puisi daerah lain.

Contoh kalinda ‗da ‗: ― usanga bittoeng ra ‗da ‗ ―dipondokna I bolong ―I kandi ‗ palakang ―mambure picawanna Terjemahan : Kusangka bintang yang jatuh Diatas punggung kuda si hitam Dinda kiranya Yang menaburkan senyumnya

―tenna ‗ rapanda ‗ wai ―lamba lolong lomeang ―mettonang banda ‗ ―dinaunna ende ‗mu

61 Rahmat Suyanto. Tradisi Sayyang Pattu‟dudi Mandar study Kasus Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar (Makassar, Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poitik Universitas Hasanuddin, 2014), h.7.

63

Terjemahan : Seandainya aku bagaikan air Yang mengalir kian kemari Aku sudah tergenang Di bawah naungan tanggamu

―passanbayang mo‘o dai ‗ ―pallima wattu mo‘o ―iyamo tu‘u pewongang ri ahera ‗ Terjemahan : Bersembahyanglah engkau Berlima waktulah Itulah dia bekal di akhirat62 Hukum adat Mandar tidak mengenal cara pembagian dengan perhitungan matematika, tetapi selalu didasarkan atas pertimbangan mengingat wujud benda, kebutuhan waris bersangkutan serta keadilan.

Bagi adat Mandar dalam pembagian warisan mereka mempercayai mambulei tommuane, mattewe‗i towaine (laki-laki memikul, sedangkan wanita menjinjing). Maksudnya bagian laki-laki lebih banyak dari pada perempuan atau dua berbanding satu, dengan dasar pertimbangan bahwa laki-laki lebih kuat berperan membantu orang tua dalam membantu melakukan pekerjaan orang tua dari pada perempuan.63

4.Falsafah Gorontalo

Selain menjadi salah satu suku tertua di Nusantara, Suku Gorontalo pun menjadi salah satu dari 19 daerah adat di Nusantara. Oleh karenanya, pasti memiliki kearifan lokal yang luhur. Seperti peradaban lainnya, masyarakat

62Suradil Yasin, dkk. Warisan salabose Sejarah Dan Tradisi Maulid (Jakarta: t.t), h. 58- 59. 63 Suradil Yasin, dkk. Warisan salabose Sejarah Dan Tradisi Maulid, h.70-71.

64

Gorontalo memiliki falsafah hidup yang di pegang erat dan diyakini teguh dalam kehidupan sampai sekarang,di antaranya adalah: a.Aadati hula-hula to Sara‟, Sara‟ hula-hula to Kuru‟ani (Adat bersendikan

Syara‘, Syara‘ bersendikan Al-Quran) b.Mohuyula (Bahu membahu atau Bergotong royong) c.Mopotuwawu Kalibi, Kauli, wawu Pi‟ili (Menyatukan Hati, Perkataan, dan

Perbuatan) d. Batanga Pomaya, Nyawa Podungalo, Harata Potombulu (Jasad membela tanah air, Jiwa dipertaruhkan, Harta bagi kemaslahatan orang banyak) e. Lo Iya Lo Ta Uwa, Ta Uwa Loloiya, Bo‟odila Polusia Hilawo (Pemimpin itu penuh dengan Kewibawaan, Maka tidaklah dirinya Sewenang-wenang).

Sultan Amai meletakkan dasar agama Islam di kerajaannya. Antara adat yang telah ada dengan syariat Islam yang baru masuk mengalami dinamika yang panjang. Awalnya, masyarakat muslim zaman Sultan Amai diletakkan falsafah dalam bahasa Gorontalo yang dalam bahasa Indonesia artinya syara bertumpu pada adat.64

Falsafah ini kemudian diubah pengganti Sultan Amay, Raja Matololula

Kiki dalam bahasa Gorontalo yang artinya adat bertumpu pada syara. Lalu pada masa Raja Eyato, yang dipercayai sebagai ulama, merevisi falsafah sebelumnya dengan adat bertumpu pada syara dan syara bertumpu pada Alqur‘an. Yamin

Hsain menambahkan, dari falsafah tersebut melahirkan 5 prinsip yang dipegang

64Basri Amin, peneliti sejarah sosial dari Universitas Negeri Gorontalo, menjelaskan mengenai masa-masa ketika Islam masuk ke Gorontalo ―Sekitar 1525 Islam mulai masuk dalam wilayah kerajaan ini, Islam dibawa oleh sang raja saat itu, Raja Amai‖

65

muslim Gorontalo, yaitu agama dikedepanakan, negeri dimuliakan, diri diabdikan, harta disedekahkan, dan terakhir nyawa pun dipertaruhakan.

Budaya Gorontalo memiliki falsafah Adati hula-hulaa to Saraa, Saraa hula-hulaa to „uruani atau adat sendikan syariat dan harus hidup dalam masyarakatnya. Filosofi yang Mo‟odelo, atau pembawaan diri yang saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Orang muda yang menghormati orang tua, dan orang tua yang menghargai anak muda. Karena dalam kehidupannya, Media tidak pernah lepas dari tatanan adat dan istiadat Gorontalo, yang berpegang teguh pada falsafah: Adat Bersendikan Syara‘ dan Syara‘

Bersendikan Kitabullah. Yang notabene, karena pegangan adat istiadat yang bertautan dengan kitabullah inilah, yang menjadikan Gorontalo dikenal sejak lama. Bukan saja di luar provinsi Gorontalo, namun juga dari bangsa-bangsa lain di dunia. Karena bagi almarhum, pembangunan di sebuah daerah, akan lebih modern dan turut menuai pertanggungjawabannya di akhirat nanti, bila SDM atau penggeraknya turut dibekali dengan tata krama, adat istiadat dan sopan santun.65

Berikut ada falsafah Hidup masyarakat Hulondalo yangdikutip dari Kata

Pemuka Adat Gorontalo: ―Batanga Pomaya, Nyawa Podungalo, Harata Potom

Bulu”, artinya jasad ini kita persembahkan untuk mengabdi/membela tanah air, setia sampai akhir, harta digunakan untuk kemaslahatan masyarakat banyak.―Lo

Iya Lo Ta Uwa, Ta Uwa Loloiya, Boodila Polucia HiLawo”, artinya pemimpin itu penuh kewibawaan, tapi tidak sewenang-wenang.

65Mohammad Karmin Baruadi Dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo, , menjelaskan sejarah kerajaan Gorontalo dalam tulisannya yang berjudul Sendi Adat Dan Eksistensi Sastra: Pengaruh Islam Dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalo. ( Gorontalo: 2012), h. 296

66

Menggunakan angka ganjil ―tiga‖, ―lima‖ dan ―tujuh‖ yang dimaknai pada masyarakat Gorontalo, pemaknaan angka ganjil pada bentuk rumah tinggal

Gorontalo sebagai wujud dari tiga dimensi dari kehidupan manusia (tolo lenggota), rukun Islam dan lima prinsip hidup masyarakat Gorontalo, dan yang terakhir dari pemaknaan angka ganjil yaitu tujuh tingkatan yang harus diamalkan agar menjadi manusia sempurna secara vertikal maupun horizontal.

Pemaknaan tersebut merupakan wujud dari pembinaan beladiri langga yang mengandung filsafat budi pekerti luhur yang mengajarkan nilai-nilai masyarakat, seperti takwa yang artinya beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa ; tanggap artinya peka terhadap perubahan, bersikap berani, dan terus meningkatkan kualitas diri ; tangguh artinya ulet dalam usaha mengembangkan kemampuan agar dapat menghadapi dan menjawab setiap tantangan guna mencapai suatu tujuan; tangguh berarti sanggup menegakkan keadilan, kejujuran, kebenaran, mempunyai harga diri, sikap kesatria yang mandiri dan percaya diri; trengginas berarti energik, kreatif, novatif, dan mau bekerja keras untuk kemajuan yang bermanfaat bagi masyarakat

Filosofi angka 7 dapat ditemukan di rumah tinggal Gorontalo pada struktur dan konstruksi bangunan mulai dari bagian bawah (kolong) yang terdiri dari

(1) Tumpuan/landasantiang; (2) Potu/Tiang dasar; (3) Dulamango/kayu landasan pertama; (4) Langolo/landasan kedua; (5) Talohu/lantai; (6)

Balata/landasan ketiga; (7) Hupeto/kayu perangkai pinggiran lantai, bagian tengah (badan) rumah terdiri dari (1) Hula‟a/landasan dasar; (2)

Hupeto/perangkai; (3) Pato‟o/tiang; (4) Dindingo/dinding; (5) Peni/penguat; (6)

67

Suwayi/penstabilan; (7) Ta‟ubu/kayu penutup bagian atas dinding, dan terakhir pada bagian atas (atap) yang terdiri dari (1) Huhuhu/kuda-kuda; (2)

Alipu/tiangraja; (3)Pongaito/skor; (4) Dewumo/pertemuan antar atap; (5)

Bilinga/bubungan; (6) Polombolo/sopi-sopi; (7) Watopo/atap. Angka 7 yang ada pada struktur dan konstruksi bangunan tersebut bermakna 7 tingkatan nafsu yang mengangkat harkat dan martabat manusia, yakni: nafsu amarah, nafsu lauwamah, nafsu mulhimah, nafsu muthmainnah, nafsu rathiah, nafsu mardhiah, dan nafsu kamilah.66

Apabila dikaitkan dengan prosesi adat yang dilakukan pada bela diri

Langga sebelum melakukan gerakan yaitu proses Pitodu yang dilakukan secara teratur dan penuh tata krama sampai 7 (tujuh) kali dengan proses meneteskan cairan ke mata sang murid agar dapat menguasai ilmu bela diri Langga melalui gerakan reflex. Proses Pitodu yang dilakukan sampai 7 (tujuh) kali merupakan sebagai struktur kekuatan yang ada pada bela diri Langga yang memberikan makna untuk menghilangkan sifat jahat (setan) yang ada pada pe‟Langga sampai menuju pada kesucian pada dirinya.

Jauh sebelum agama Islam masuk dengan segala pengaruh yang dibawanya ke Gorontalo, penduduk suku Gorontalo tidak jauh berbeda dengan suku-suku di Indonesia, yang bertebar di seluruh kepulauan Nusantara.

Berdasarkan kenyataan historis sebelum terdapat pengaruh agama Islam, sikap dan watak serta perbuatan penduduk di Gorontalo seperti juga terlihat pada kebiasaan bangsa-bangsa lainnya. Masyarakat suku Gorontalo sangat

66Daulima, Farha. Dialog Tentang Budaya Daerah Bersama Ibunda Daulima (Gorontalo: Galeri Budaya Daerah LSM ―Mbu‘I Bungale‖ 2008).

68

menghormati unsur penguasa, pemuka adat, dan orang tua. Hal ini didasarkan kepada kepercayaan tradisional, terlihat juga pada cerita rakyat dan puisi lisan.

Bagi masyarakat u duluwolimo lo Pohala‟a Gorontalo pada masa Eyato

―syarak kitabullah‖ dipahami dan diakui sebagai hukum dan aturan-aturan yang menjadi ajaran yang bersumber dari kitab suci alquran dan al Hadits Rasulullah saw. Penerapan adat (sistem budaya) Islam pada sikap dan perilaku pejabat seperti yang telah dikemukakan sebelumnya telah mengawali pemantapan karakteristik budaya Islam dalam kehidupan masyarakat Gorontalo termasuk budaya dalam berarsitektur. Masuknya Islam di Gorontalo semakin memperkuat nilai-nilai budaya termasuk nilai-nilai/filosofi yang mendasari setiap bentuk, tata ruang rumah, penentuan jumlah/susunan setiap elemen-elemen rumah dan tradisi-tradisi yang mengikuti proses membangun

5.Falsafah Kaili

Nilai-nilai budaya dalam tradisi dibatasi oleh suku bangsa. Suatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa, belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa yang lain. Oleh karena itu, nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Kenyataan alam yang menyebabkan terjadinya perbedaan, resepsi, ekspresi, akulturasi, artikulasi, dan eksternalisasi tentang keselarasan, keindahan, dan kebersamaan.67

Nilai religius adalah nilai-nilai kudus (suci) yang berhubungan dengan

67 ―LITERA‖, Volume 15, Nomor 1 April 2015, h.2.

69

tuhan yang dilakukan melalui aktivitas kehidupan manusia sebagai hamba Allah dimuka bumi, meyakini bahwa Allah swt. Maha Kuasa dan Maha Pelindung bagi hambanya. Ungkapan nogimba yang memiliki unsur nilai religius sebagai berikut:

Tradisi memohon ampun kepada Sang Pencipta sebelum melakukan segala macam prosesi upacara adat nogimba senantiasa dilaksanakan oleh ketua adat agar mereka senantiasa diberi keselamatan hidup. Menurut Pole Ganti.68

Doda saimba ruaimba salili masaio nakonomo. Sampapitu sanggaliu ntinuvu. Artinya : “Selangkah dua langkah akan berangsur-angsur mengalamiperubahan yang positif dalam kurun waktu tujuh hari”.

Nilaifilsafattercermin dari pada pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang dalam memahami dunia dan lingkungannya.Ungkapan nogimba memiliki nilai filsafat sebagai berikut:

Menggoro ase maliu ntinuvu Ala nemo kita rabuntoina Apa ada naoge nipovia Kaogena adana ikamagi Aga iamo nilibu ntodea Artinya ―Besi akan mengerut kalau kita melaksanakan tradisi yang dibuat leluhur karena adat istiadat nogimba begitu besar dan luas makanya adat ini besar sebab masyarakatnya selalu menghargainya‖.69

Fungsi nyanyian rakyat Kaili mencakup: (a) ritual, (b) sosial, (c) mendidik, (d) komunikasi dan informasi, dan (e) hiburan. Masyarakat Kaili mempercayai bahwa agama Islam masuk di lembah Palu dibawa oleh seorang ulama berasal dari Minangkabau bernama Abdullah Ra ‗ie gelar ―Dato Karama‖.

Kisah perjuangan Dato Karama sebagai penyebar agama Islam pertama kali di lembah Palu ini disebarkan melalui oral history. Salah satu oral history yang

68 Ketua Adat Nongimba Suku Kaili SulawesiTengah 69 Zulfikar. Nilai Ungkapan Tradisional Pada Upacara Adat Nogimba Di Desa Lero Kecamatan Sindue (Pendidikan Sastra Indonesia, t.t), h. 3-4.

70

hingga saat ini masih dipercaya oleh masyarakat Kaili adalah cerita mengenai kedatangan Dato Karama di lembah Palu atau Tanah Kaili. Kedatangan Dato

Karama di lembah Palu ini tepatnya tahun 1645 M atau abad ke 17 M bersama lima puluh orang pengikutnya. Mereka menggunakan perahu layar yang memuat alat-alat perlengkapan dan keperluan adat istiadat. Kabarnya mereka adalah keturunan bangsawan dari Tanah Minangkabau.

6. Falsafah Minang

Prinsip pergaulan hidup masyarakat Minangkabau seperti yang diungkapkan oleh Rasyid Manggis Dt. Rajo Penghulu70bahwa prinsip pergaulan hidup masyarakat Minangkabau didasari oleh budi. Budi mengandung tiga sifat yang terdiri atas cipta, rasa, dan karsa. Cipta lebih cenderung pada hasrat hidup bersusila, rasa mempunyai sifat yang berkaitan dengan keindahan, dan karsa tertuju pada rasa ingin mengetahui. Pepatah adat Minangkabau yang menyatakan budi mewarnai hidup dapat dilihatsebagai berikut.

Nan kuriak kundi Nan merah sago Nan baik budi Nan indah baso

(Yang bercak kendi Yang merah saga Yang baik budi Yang indah bahasa)

Pepatah tersebut menurut Ammar sudah menjadi harapan semua masyarakat Minangkabau agar dalam bergaul selalu mengedepankan budi dan

70Rasyid Manggis dt Rajo Penghulu,Sabai Nun Aluhi dalam (Ikhwan,2002), h. 4.

71

bahasa yang baik dan santun. Kebiasaan-kebiasaan baik selalu dijadikan sebagai ukuran kesusilaan. Barang siapa yang tidak berbuat kebajikan diselaraskan dengan tidakberbudi dan tidak bersusila. Begitulah kenyataan dalam kehidupan adat beradat masyarakat Minangkabau.

Falsafah ABS-SBK dan Tari Minangkabau; Adat Basandi Syara‟ dan

Syara‘ Basandi Kitabullah (ABS-SBK) adalah nilai filosofi orang Minangkabau dan oleh Mochtar Naim71 menyebutnya sebagai jati diri orang Minangkabau.

Filosofi ini jelas setelah Islam masuk ke Minangkabau. Sebelum Islam menjadi nilai dasar orang Minang, budaya Minang telah berbaur dengan agama Hindu-

Buddha, justeru itu masih ada sampai sekarang nilai-nilai keHinduan yang menjadi pola adat orang Minang, yang oleh Mochtar Naim 72 disebut dengan bid‘ah, tahyul dankhurafat bila ditinjau dari nilai-nilai Islamiah. Sejalan dengan itu Jacob Sumohardjo dkk73membenarkan pendapat bahwa sebelum Islam masuk ke Minangkabau telah berkembang nilai-nilai Hindu-Buddha dalam kehidupan masyarakat. Secara kongkrit, dalam tari masih bertahan nilai-nilai

Hindu-Buddha itu pada tempat-tempat tertentu, bahkan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya, seperti yang dikenal dengan tari Lukah Gilo di

Padang Magek Kabupaten Tanah Datarsebagaimana yang diungkapkan dalam

71 Mochtar Na‘im. Dengan ABS-SBK ( Adat Basandi Syara‟, Syara‟ Basandi Kitabullah) Kembali ke Jati Diri dalam Latief, dkk.. Minangkabau Yang Resah (Bandung: CV.Lubuk Agung. 2004). 72 Mochtar Na‘im. Dengan ABS-SBK ( Adat Basandi Syara‟, Syara‟ Basandi Kitabullah) Kembali ke Jati Diri dalam Latief, dkk.. Minangkabau Yang Resah. 73 Jacob Sumardjo, dkk.. Seni Pertunjukan Indonesia, Suatu Pendekatan Sejarah. (Bandung: STSI Press. 2001), h. 32.

72

hasil penelitian Desfiarni 74.Tari lukah gilo adalah tari yang menghadirkan (kulipah) memiliki kekuatan gaib dengan menggunakan sarana mantra pada lukah yang digerakkannya seperti gerak tari.

Menurut sejarah, masuknya Islam diterima oleh orang Minang dengan baik-baik, seperti ungkapan Amir MS75bahwa:

Masuknya Islam ke Minangkabaau secara bergelombang sejak abad ke 7 sampai akhir abad ke 17 dilakukan melalui proses integrasi damai, yang boleh juga disebut dengan istilah Islamisasi kultural. Islam diterima dalam masyarakat dengan tidak perlu membuang adat. Proses Islamisasi seperti ini berakibat adanya pencampuran antara ajaran Islam dengan aturan adat. Jadi antara adat dan agama telah terjadi hidup salingmelindungi (simbiosis-mutualis) yang dapat dilihat adanya pepatah ―adat basandi syarak‘ syarak basandi kitabullah‖. Asimilasi damai, seperti yang dikemukakan Amir di atas disebabkan karena saling melindungi, simbiosis-mutualis dengan proses yang disebutnya dengan Islamisasi-kultural. Kata Nasroen76bahwa.―Kedatangan agama Islam ke masyarakat Minangkabau adalah merupakan sebuah rahmat Allah bagi masyarakat Minangkabau, sebab agama itu adalah menyempurnakan adat itu‖.Dalam perspektif sejarah, mitos menjadi penting kehadirannya, karena ia merupakan abstraksi dari realitas dalam komunitas masyarakat tertentu secara ideologis dan Filsafat. Ia sarat dengan pesan-pesan, misalnya Kaba Sabai Nan

Alui, Cindua Mato, Bundo Kanduang, Asal Usul Alam Minangkabau, dan ceritera-ceritera lainnya tentang Minangkabau. Di samping itu, mitos pun erat

74 Desfiarni, Rangsang Awal Sebagai Motivasi Dalam Pembelajaran Korografi di Jurusan Pendidikan Sendratasik, (2001), h. 25. 75 Amir MS . Adat Minangkabau : Pola dan Tujuan Hidup (1999), h. 122-124. 76Nasroen. Dasar Falsafah Adat Minangkabau ( Jakarta Penerbit Pasaman,1971), h. 28.

73

kaitannya dengan tradisi lisan. Ceritera yang disampaikan secara turun temurun, di mana penutur tidak tetutup kemungkinan menambah dan mengurangi isi ceriteranya tanpa bergeser dari ide yang ada di dalamnya. Sejalan dengan kerangka analisis yang dikemukakan olehRoland Barthes,77 mitos adalah satu jenis tuturan, ia merupakan pesan atau penanda ketimbang fakta sosial yang sebenarnya, sebagai sistem semiologi dari sistem nilai daripada sistem fakta.

Oleh karena itu, Barthes berpendapat bahwa pendekatan yang dinamis untuk membaca mitos ialah dengan baralih dari pemahaman semiologi ke pemahaman ideologi dengan cara menghubungkan mitos dengan sejarah yang menjelaskan bagaimana mitos mewakili kepentingan sebuah masyarakat.

7. Falsafah Banjar

Meskipun orang Banjar menyatakan diri beragama Islam namun

beberapa kepercayaan yang mereka yakini tidak memiliki sumber dalam

ajaran agama Islam dan relatif berbeda dari kepercayaan masyarakat Islam

pada umumnya dan masyarakat Islam pesisir Banjar pada khususnya.

Demikian pula dalam praktik ritual, tampak ada beberapa praktik yang tidak

umum dilaksanakan oleh pemeluk Islam pada umumnya.78

Falsafah hidup yang membentuk karakter dan jati diri sukunya tercermin

langsung dalam etika moral yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Islam

yang menyentuh tanah Banjar pada abad ke-14 memberikan pengaruh yang luar

biasa dalam perkembangan pandangan hidup orang Banjar dan terus menyusup

77Roland Barthes. La Retorica Antica. (1972), h. 57. 78Alfisyah dkk. Kearifan Religi Masyarakat Banjar Pahuluan (Banjarmasin: FIKP Unlam Banjarmasin Artikel Ilmiah), h. 2.

74

dalam setiap sendi kehidupan orang Banjar baik yang berada di

Selatan maupun tanah perantauan. Sehingga tak mengherankan jika berdasarkan

data kependudukan tahun 2016 setidaknya 98.5% penduduk di Kalimantan

Selatan merupakan muslim. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya

bahwa falsafah hidup orang Banjar tidak lepas dari pengaruh syariat Islam di

dalamnya, hal ini sesuai dengan pendapat dari Alfani Daud yang menayatakan

bahwa Islam menjadi ciri khas dari masyarakat Banjar yang membentuk istilah

religi komunitas yang mana kemudian membentuk tiga kategori kepercayaan

orang Banjar yakni bersumber pada ajaran Islam, sesuai dengan kepercayaan tetua

Banjar, dan tafsiran akan alam. Ada beberpa falsafah Hidup Orang Banjar antara

lain:79

1. Gawi manuntung merupakan prinsip yang sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari orang Banjar, dimana prinsip ini bahkan menjadi motto dari Kota Balikpapan Kalimantan Timur. Berdasarkan kalimatnya gawi manuntung terdiri dari dua kata yakni kata gawi yang artinya pekerjaan atau kerja dan manuntung yang artinya selesai. Jadi dapat dikatakan bahwa gawi manuntung artinya bahwa setiap pekerjaan yang dimulai maka harus diselesaikan. Berdasarkan hal ini maka sudah sangat cukup menggambarkan suatu etos kerja dari orang Banjar sendiri yang harus konsisten dalam mengerjakan tiap pekerjaanya sampai dengan selesai. Menurut pandangan saya hal ini juga menggambarkan sikap tanggung jawab dan kerja keras, yang merupakan lima poin yang ditonjolkan dalam pendidikan karakter,sehingga dari lima nilai yang menyertai prinsip ini sangat relevan untuk di integrasikan nilai dan kebiasaanya dalam pembelajaran sejarah.

79 Dewicca Fatma Nadilla, Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Pemanfaatan Smartphone untuk Literasi Produktif Menjadi Guru Hebat dengan Smartphone Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Sebelas Maret .Eksplorasi Nilai Falsafah Hidup Orang Banjar pada Pembelajaran Sejarah sebagai Landasan Moral dan Karakter Siswa di Kalimantan Selatan, h.397.

75

2. Waja Sampai Kaputing, istilah ini merupakan prinsip yang sangat popular di kalangan masyarakat Banjar. Kalimat ini seakan menjadi sebuah penyulut semangat bagi Orang Banjar. Kalimat ini bahkan menjadi motto dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, kalimat ini merupakan salah satu kalimat penyemangat yang dilontarkan oleh Pangeran Antasari dalam Perang Banjar. 3. Sarabakawa: Kawa Baucap, Kawa Manggawi, Kawa Manyandang; Sarabakawa merupakan motto dari Kabupaten Tabalong, dimana seperti sebelumnya prinsip ini merupakan prinsip yang sangat akrab dikehidupan masyarakat Banjar. Dimana kalimat ini mengandung makna kawa baucap, yang artinya dapat berucap, .bisa mengucapkan, atau bisa berjanji. Kemudian kawa menggawi, yang artinya dapat mengerjakan, dan kawa manyandang, yang artinya dapat mempertanggung jawabkannya yang dimaknai sebagai kesanggupan bertanggung jawab atas gagasan dan apa yang dia kerjakan. Pantang lari ditengah Medan pertempuran, pantang meninggalkan arena pertarungan sebelum selesai pertempuran dan pertarungan itu. Selain itu juga bermakna siap mengahadapi segala konsekuensi atas apa yang telah dilakukan, tidak akan lari dari tanggung jawab. Sehingga apabila di gabungkan kalimat tersebut akan berarti bahwa seseorang harus dapatmempertanggungjawabkan setiap ucapannya dengan cara melaksanakan yang terbaik sesuai dengan apa yang telah diucapkan atau direncanakannya.80

Dalam perspektif prinsip atau pandangan hidup orang banjar maka tercetak

jelas penggambaran prinsip moral yang sangat tinggi serta etos kerja yang kuat,

dimana hal tersebut merupakan suatu konsekuensi wajib yang dari aspek

teleologis dalam kehidupannya dimasa depan agar dapat memperoleh suatu

kualitas kesejahteraan. Mengutip pendapat dari Alfani Daud tujuan hidup

80 Dewicca Fatma Nadilla, Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Pemanfaatan Smartphone untuk Literasi Produktif Menjadi Guru Hebat dengan Smartphone Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Sebelas Maret .Eksplorasi Nilai Falsafah Hidup Orang Banjar pada Pembelajaran Sejarah sebagai Landasan Moral dan Karakter Siswa di Kalimantan Selatan, h. 403-405.

76

masyarakat Banjar itu ada dua, yaitu kesejahteraan di ―masa depan yang dekat‖,

dan kesejahteraan di ―masa depan yang jauh‖. Kesejahteraan di masa depan yang

dekat adalah hidup sejahtera di dunia, sedangkan kesejahteraan di masa depan

yang jauh adalah hidup sejahtera di akhirat.81

Di bawah ini akan disampaikan beberapa unsur filsafat hidup etnis Banjar,

baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif

1. Baiman yaitu setiap orang Banjar meyakini adanya Tuhan/Allah. Setiap

individu etnis Banjar selalu disuruh untuk mempelajari tentang rukun iman

dan melaksanakan dengan rajin kelima rukun Islam. Bila belum mempelajari

tentang keimanan dan rukun Islam ini dianggap keberagamaan orang Banjar

belum sempurna.

2. Bauntung. Orang Banjar harus punya keterampilan hidup. Jadi orang Banjar

dari kecil sudah diajari keterampilan kejuruan, yaitu keterampilan yang

dikaitkan dengan pekerjaan tertentu yang terdapat dilingkungannya. Hal ini

bisa dilihat dari asal orang Banjar tersebut misalnya orang Kelua punya

keahlian menjahit, orang Amuntai punya keahlian membuat lemari, orang

Alabio punya keahlian sebagai pedagang kain, Negara punya keahlian sebagai

pedagang emas, membuat gerabah, membuat perahu/kapal, orang Mergasari

punya keahlian sebagai pembuat anyaman, orang Martapura punya keahlian

berdagang batu-batuan. Orang Banjar selalu di ajari life skill atau

81 Dewicca Fatma Nadilla, Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Pemanfaatan Smartphone untuk Literasi Produktif Menjadi Guru Hebat dengan Smartphone Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Sebelas Maret .Eksplorasi Nilai Falsafah Hidup Orang Banjar pada Pembelajaran Sejarah sebagai Landasan Moral dan Karakter Siswa di Kalimantan Selatan, h. 406.

77

keterampilan agar hidup bisa mandiri. Orang Banjar harus bekerja terus

menerus, karena setiap kali selesai suatu tugas, tugas lain telah menanti.

3. Batuah. Arti berkah atau bermanfaat bagi kehidupan orang lain. Orang Banjar

sebagai pemeluk agama Islam, tentu akan mengamalkan ajaran secara baik,

yaitu agar hidupnya membawa kebaikan bagi orang lain. Karena sebaik-baik

manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Jadi orang Banjar dalam

tatanan masa lalu maupun saat ini selalu diharapkan agar hidupnya berguna

bagi dirinya, keluarga dan orang banyak. Agar bisa berguna bagi masyarakat,

maka orang Banjar harus memiliki iman yang kuat, ilmu yang bermanfaat dan

beramal kebajikan.

4. Cangkalyaitu ulet dan rajin dalam bekerja. Orang Banjar harus bekerja keras

untuk menggapai cita-cita, sehingga di masa lalu mereka suka merantau. Sifat

cangka dalam bekerja adalah salah satu identitas orang Banjar. Dalam

pandangan orang Banjar bekerja hasus maksimal, berdoa dan bertawakal

kepada Allah SWT, sehingga hidupnya akan bahagia di dunia dan akhirat.

5. Baik Tingkahlaku yaitu orang Banjar dalam pergaulan sehari-hari harus

menunjukkan budi pekerti yang luhur agar dia disenangi orang lain. Dengan

kata lain, orang Banjar harus pandai beradaptasi dengan lingkungan di mana

dia bertempat tinggal.

6. Kompetitif individual yaitu orang Banjar terkenal sebagai pekerja keras dalam

menggapai cita-citanya tetapi bekerja sendiri-sendiri tidak secara kolektif,

sehingga orang Banjar tidak mampu membangun suatu poros kekuatan

78

ekonomi atau politik di Pentas Nasional. Urang Banjar cenderung memiliki

sifat individual dan ego yang tinggisehingga susah diatur.

7. Materialis pragmatis. Gaya hidup orang Banjar saat ini dikarenakan pengaruh

globalisasi dengan trend hidup yang materialis-pragmatis, sehingga pola hidup

orang Banjar sangat konsumtif. Disisi lain, gaya hidup anak muda Banjar

dalam memilih kerja, lebih mengutamakan kerja kantoran yang berdasi

atau karyawan supermarket daripada pedagang kecil dengan modal sendiri

dan mandiri.

8. Sikap qanaah dan pasrah. Orang Banjar selagi muda adalah pekerja keras

untuk meraih cita-citanya, tapi kalau sudah berhasil dan sudah tua hidupnya

santai untuk menikmati hidup dan beribadah kepada Allah untuk mengisi

waktu.

9. Haram manyarah dan waja sampai kaputing. Yaitupantang manyerah dan

tegar pendirian. Kata hikmah di atas diungkapkan oleh Pangeran Antasari

dalam rangka memperkuat motivasi pasukannya menghadapi pasukan

penjajah Belanda. Orang Banjar mempunyai pendirian yang kuat untuk

mempertahankan keyakinan atau yang diperjuangkannya, sehingga tidak

mudah goyang atau terombang-ambing oleh situasi dan kondisi yang

dihadapi.82

8.FalsafahLombok

Kehidupan sehari-hari masyarakat Sasak penuh dengan ritual, meskipun

ritual sepertikhitan, perkawinan, dan kematian berasal dari Islam, namun

82Sahriansyah. Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar(Banjarmasin: Antasari Press. 2015), h. 33-38.

79

penyelenggaraan upacara-upacara tersebut bertujuan untuk melestarikan tradisi

leluhur oleh karena itu pelaksanaan upacara yang dilakukan Watu Telu berbeda

dengan yang dilakukan oleh Watu Lima. Contohnya pada masyarakat Bayan

penganut Watu Telu mengenal beberapa peristiwa yang menandai siklus

kehidupan. Peristiwa-peristiwa yang utama adalah kelahiran, kematian,

sedangkan peristiwa lainnya menyangkut tahapan-tahapan kehidupan yaitu masa

kanak-kanak, masa akil baliq, dan masa dewasa. Orang Sasak

mengelompokkan upacara-upacarapenting yang diadakan dalam kehidupan

menjadi gawe urip dan gawe pati. Gawe urip adalah serangkaian aktifitas ritual

yang dilangsungkan dalam kehidupan seseorang. Upacara ini terdiri dari

pemberian nama dan pembuangan abu (buang au), pemotongan rambut

(ngurisang), melarikan gadis (merari) dan perkawinan (ngawinang). Gawe pati

adalah serangkaian upacara yang dilakukan bagi yang sudah meninggal. Ritual

ini terdiri dari upacar pemakaman (nusur tanah), hingga upacara setelah

kematian yang diadakan hari ketiga (nelung), hari ketujuh (mituk), hari

kesembilan (nyiwak), hari keempat puluh (matang puluh), hari keseratus

(nyatus) dan keseribu (nyiu) kematian seseorang.83

C. Orang Bugis

Orang Bugis adalah salah satu dari berbagai suku bangsa di Asia Tenggara dengan populasi yang lebih dari empat juta orang. Mereka mendiami bagian barat daya Pulau Sulawesi. Mereka termasuk ke dalam rumpun keluarga besar

83Erni Budiwanti,Islam Sasak (Yogyakarta: Lkis, 2016), h. 138.

80

Austronesia. Meskipun orang Bugis mungkin sudah tidak asing lagi bagi pembaca novel Joseph Conrad atau bagi yang pernah melihat perahu mereka berlabuh di berbagai Bandar di Indonesia, tetapi dibandingkan suku-suku lainnya, orang

Bugis sejak berabad-abad lamanya sebenarnya merupakan salah satu suku bangsa yang paling tidak dikenal di Nusantara, Mereka hanya mata pencaharian sebagai petani, sedangkan aktivitas maritime mereka baru benar-benar telah berkembang pada abad ke -18 Masehi.

Adapun perahu phinisi yang terkenal dan dianggap telah berusia ratusan tahun, bentuk dan model akhirnya sebenarnya baru ditemukan antara penghujung abad ke -19 hingga 1930-an. Terlepas dari itu semua, orang Bugis sebenarnya memiliki berbagai ciri khas yang sangat menarik. Mereka adalah contoh yang jarang terdapat di wilayah Nusantara. Orang Bugis dikenal sebagai orang yang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu, demi mempertahankan kehormatan, mereka bersedia melakukan tindak kekerasan.

Namun demikian, di balik sifat keras itu, orang Bugis juga dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi rasa kesetiakawanannya.84

D. Pappaseng

Pappaseng berasal dari kata dasar paseng yang berarti pesan yang harus dipegang sebagai amanat, berisi nasehat, dan merupakan wasiat yang perlu

50CristianPelras, Manusia Bugis. Diterjemahkan oleh Abdul Rahman Abu, dkk, h. 1-5.

81

diketahui dan diindahkan. Pappaseng dalam bahasa Bugis mempunyai makna yang sama dengan wasiat dalambahasaIndonesia.

Pappaseng dapat pula diartikan pangaja‟ yang bermakna nasehatyang berisi ajakan moral yang patut dituruti. Dalam tulisan punagi (1983:1) dinyatakan bahwa pappaseng adalah wasiat orang tua kepada anak cucunya (orang banyak) yang harus selalu diingat sehingga amanatnya perlu dipatuhi dan dilaksanakan atas rasa tanggung jawab. Mattalitti (1980:5) juga mengemukakan bahwa pappaseng bermakna petunjuk-petunjuk dan nasihat dari nenek moyang orang bugis zaman dahulu untuk anak cucunya agar menjalani hidup dengan baik.

Jadi, pappaseng adalah wasiat orang-orang tua dahulu kepada anak cucunya

(generasi berikutnya) yang berisi petunjuk, nasihat, dan amanat yang harus dipatuhi dan dilaksanakan agar dapat menjalani hidup dengan baik.

Pappaseng sebagai salah satu bentuk pernyataan yang mengandung nilai etis dan moral, baik sebagai sistem sosial, maupun sebagai sistem budaya dalamkelompok masyarakat Bugis. Pappaseng, sebuah wujud idea dari budaya manusiaSulawesi Selatan, adalah tradisi sastra lisan yang lazim disebut Pappaseng

(Bugis) ataupappasang (Makassar) yang berarti pesan, wasiat, amanat atau petuah.

Caramengkomunikasikan tradisi lisan itu biasa disebut mgligomaggaligo, namun pada perkembangan kemudian, Pappaseng dihimpun dalam bentuk naskah yang disebut lotrLontara‟, sehingga setiap orang, dapat membacanya, bahkan melakukan berbagai kajian dan penelitian terhadapnya. Dalam ppsEPappaseng terkandung ide yang besar, buah pikiran yang luhur,

82

pengalaman jiwa yang berharga, dan pertimbangan-pertimbangan yang luhur tentang sifat-sifat yang baik dan buruk.

Pappaseng berasal dari kata Pappaseng yang dapat berarti pesan(an) berisi nasihat bahkan merupakan wasiat yang harus diketahui dan dikenal, mengemukakan bahwa Pappaseng berisikan petunjuk-petunjuk dan nasehat dari nenek moyang orang Bugis pada zaman dahulu untuk anak cucunya agar menjalani hidup dengan baik. Dengan demikian, Pappaseng adalah pesan orang- orang tua dahulu yang berisi petunjuk, nasihat, dan amanat yang harus dilaksanakan agar dapat menjalani hidup dengan baik.

Kejujuran merupakan landasan pokok dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia. Dalam Pappaseng diungkapkan sebagai berikut:

―Ajak nasalaio acca sibawa lempu, naiya riaseng-é acca de‟gaga masussa napogau. De to ada masussa nabali ada madeceng malem-mak- é, mateppek-i ri padanna tau.Naiya riyasenng- é lempu makessinngi gaukna, patujui nawa-nawanna, madeceng ampena, nametau ri Dewata-é “ Terjemahan: ―Janganlah ditinggalkan oleh kecakapan dan kejujuran. Yang dinamakan cakap, tidak ada yang sulit dilaksanakan, tidak ada juga pembicaraan yang sulit disambut dengan kata-kata yang baik serta lemah lembut, percaya kepada sesama manusia. Yang dinamakan jujur; perbuatannya baik, pikirannya benar, tingkah lakunya baik, dan takut kepada Tuhan‖.85

E. Kajaolaliddong

Menurut perkiraan, Kajaolaliddong dilahirkan pada masa pemerintahan

Raja Bone IV We Banrigau (1496-1516), sezaman dengan masa bertahta Raja

Gowa IX Daeng Matanre To Mapparisi Kallonna. Semenjak kecil dalam diri La

85 Mattalitti, Pappaseng To Riolotak. (Ujung Pandang: Balai Penelitian Bahasa, 1986), h. 6.

83

Mellong telah tampak adanya bakat-bakat istimewa untuk jadi ahli pikir yang cemerlang. Bakat-bakat istimewa itu kemudian tampak menjelang usia dewasanya yang dilatarbelangkangi oleh iklim yang bergolak, dimana pada zaman itu

Kerajaan Gowa telah berkembang sebagai kekuasaan yang kuat dipesisir jazirah

Sulawesi Selatan. Kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri merdeka di Sulawesi

Selatan satu demi satu ditaklukkannya baik secara damai maupun kekerasan.

Hanya kerajaan Bonelah yang masih dapat mempertahankan diri dari politik ofensif kerajaan Gowa. Akan tetapi lambat laun kerajaan Bone dalam keadaan terkepung menyebabkan pemerintah dan rakyat Bone berada dalam situasi darurat.86

Dalam keadaan demikian, pemerintah dan Rakyat Bone terpanggil untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan serta kedaulatan negerinya dan pada gilirannya dihimpunlah mereka dalam pusat-pusat latihan perlawanan dan salah satu tempat tersebut disekitar istana raja sendiri dimana pemuda La Mellong menjalani gembelengan fisik dan mental. Karena bakat, kesungguhan dan kecerdasannya, Raja sangat tertarik padanya.87

Menurut catatan Lontara‘ bahwa pada masa pemerintahan Raja Bone ke

VII La Tenri Rawe Bongkange, La Mellong To Suwalie atau Kajao diangkat menjadi penasehat dan Duta keliling Kerajaan Bone. La Mellong atau Tosuwalle atau Kajao banyak disebut dalam kepustakaan Bugis Makassar sebagai seorang ahli pikir besar, negarawan dan diplomat ulung dari Bangsanya.88

86Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 4. 87Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 4. 88Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 5.

84

Dalam perjanjian Caleppa (Ulu kanayya ri Caleppa) antara Gowa dan

Bone(1565) Kajaolaliddong memainkan peranan penting. Juga dalam perjanjian persekutuan antara Bone, Wajo dan Soppeng yang lazim disebut perjanjian La

Mumpatue Timurung (1582). Beliau Bersama rekannya seperti yang disebutkan dalam sejarah ikut berperan, disamping raja masing- masing, ialah La Tenrirawe

Bongkange Raja Bone, La MungkaceToudamma Arung Wajo dan La Mappaleppe

Patolae Datu Soppeng.

Pada masa kanak-kanak, Kajao bemama La Mellong. Menurut perkiraan, lahir pada tahun 1507 di masa pemerintahan Raja Bone ke IV We Benrigau

Makkaleppie (1496 -1516) dan wafat dalam tahun 1586 dimasa pemerintahan

Raja Bone ke VIII La Inca Matinroe ri Addenenna (1584 -1595).

La Mellong kecil menghabiskan masa kanak-kanak hingga menjelang remaja pada masa pemerintahan Raja Bone ke V La Tenri Sukki Mappajungnge

(1516 – 1543) dikampung kecil yang bernama dalam Wanuwa Cina.

Dalam berbagai catatan sejarah, baik Lontara‘ maupun tulisan lainnya, sering dijumpai dua sebutan, Kajao dan Kajaolaliddong yang hadir dalam berbagai versi. Tentang yang mana diantara dua nama tersebut yang memiliki unsur kebenaran, tidak terlalu dipermasalahkan. Sebutan Kajao maupun

Kajaolaliddong, keduanya bebas digunakan.

Dalam berbagai catatan Lontara‘ disebutkan bahwa Kajaolaliddong adalah manusia panutan yang memiliki sifat jujur, cerdas dan berani. Tidak pernah berbohong, tegas dalam tindakan namun rendah hati. Sikapnya yang demikian

85

mulai nampak sejak masa kanak-kanak, sehingga teman-teman sebayanya menganggap La Mellong sebagai idola yang asyik diajak bermain.89

La Mellong melewati masa kecil pada lingkup keluarga sederhana. Ayah dan ibu La Mellong berasal dari golongan masyarakat menengah, bukan dari golongan bangsawan tinggi, tetapi dikalangan masyarakat Wanuwa Cina, keluarga

La Mellong termasuk keluarga terpandang, karena kejujuran, keberanian, dan suka membela hak-hak orang banyak.

Nama orang tua La Mellong, tidak ditemukan dalam catatan Lontara‘ atau tulisan-tulisan lain, maupun dalam cerita rakyat di Desa Kajao. Meski demikian, dalam berbagai cerita menyebutkan ayah La Mellong berstatus Kepala Wanuwa

(mtow Matowa) Cina.90

Dimasa pemerintanannya di Wanuwa Cina, ayah La Mellong dikenal sangat arif dan bijaksana, tidak membedakan orang. Menurut cerita rakyat, dimasa pemerintahannya, kehidupan masyarakat Wanuwa Cina sangat sejahtera.

Tanaman buah-buahan tumbuh subur, ternak berkembang biak dan situasi keamanan cukup terjamin. Oleh sebab itu ayah La Mellong mtow matowa kepala pemerintahan, menjadi sosok pemimpin yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan kepadanya diberi gelar tau toGE ri gaun Tau Tongeng ri

Gau‟na Orang yang benar dalam perbuatannya.

Disamping sebagai kepala pemerintahan matowa di Wanuwa Cina, Ayah

La Mellong tak segan mengolah tanah pertanian dan memelihara kerbau untuk

89Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 16. 90Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 17.

86

membajak sawah. Kerbaunya digembalakan sendiri oleh anaknya La Mellong, sehingga tak heran jika sehari-harinya La Mellong lebih sering berada di padang rumput, di lereng gunung, atau pun di tengah sawah.

Sebagai pengembala kerbau, La Mellong memperlihatkan kedisiplinan yang tinggi. Ia tidak pernah membiarkan kerbaunya bercerai-berai, apalagi mengganggu tanaman orang. La Mellong selalu berada tidak jauh dari hewan gembalaannya. Saban senja tiba, ia memandikan kerbaunya di tepi sungai, sebelum beranjak pulang ke rumah. Setiap kali pulang usai mengembala kerbau,

La Mellong selalu membawakan ibunya kayu bakar atau siput yang berhasil dikumpulkan dari pematang sawah. Begitu pula bila musim buah-buahan tiba, ia tidak pernah lupa membawa buah-buahan pulang kerumah. Dari sifat-sifatnya itu, membuat kedua orang tuanya sangat menyayanginya.

Disamping sebagai pengembala kerbau, La Mellong juga memelihara seekor anjing. Konon, kemanapun La Mellong pergi sang anjing selalu bersamanya. Anjing peliharaannya itu digunakan untuk mencari dan menghalau kerbau yang terpisah dari gerombolannya. Juga sebagai penunjuk jalan kala tersesat ditengah semak-semak.

Suasana kampung La Liddong di Wanuwa Cina nan asri, terdiri dari tanah persawahan dan perbukitan. Disanalah La Mellong membentuk kepribadian diri, tumbuh menjadi seorang remaja yang memiliki berbagai keahlian. Tutur kata dan pikiran-pikirannya, membuat orang-orang di kampung ini sangat kagum. Apalagi dengan kepandaiannya menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

87

Hal tersebut membuat namanya semakin lama semakin dikenal di Wanuwa Cina dan sekitamya.91

Bagi La Mellong, tidak ada pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Setiap jawaban dari La Mellong penuh dengan simbol dan metafora, sehingga orang yang mendegarkan menjadi takjub. Ucapan-ucapannya sering dinilai orang sebagai tidak berimbang dengan usianya ketika itu, yang masih terbilang kanak- kanak. Wawasannya sangat luas, pengetahuan yang dimilikinya jauh melebihi kepantasan usianya.

Seperti anak-anak kampung lain, pada waktu senggang La Mellong selalu menggunakan kesempatan untuk bermain dengan teman-temannya. Dalam bermain La Mellong selalu memperlihatkan sifat kejujuran, apabila tejadi perselisihan diantara teman bermainnya, La Mellong selalu tampil sebagai penengah. Ia selalu dapat menemukan jalan pemecahan dengan cara yang adil.

Dengan demikian di kalangan teman-temannya, La Mellong dianggap sebagai penengah yang bijaksana.

Rupanya pengalaman-pengalaman dalam memecahkan masalah itu membentuk sosok La Mellong menjadi cepat dewasa, cerdas dan terampil untuk berbagai hal. Kendati demikian, La Mellong tidak pernah memperlihatkan sifat- sifat bangga diri. Ia selalu tampil sederhana, bersahaja dan hormat kepada siapa saja. Patuh dan taat kepada kedua orang tuanya.

91Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 18.

88

Ketika usia La Mellong beranjak dewasa, semakin nampak pula tanda- tanda gemilang, terutama dalam hal bertutur kata yang selalu membuat orang kagum. Seiring dengan itu, namanya sebagai orang yang memiliki kecerdasan luar biasa mencuat, terkenal bukan hanya sebatas di kampung La Mellong, tetapi meluas dalam wilayah Wanuwa Cina dimana ayahnya menjabat sebagai Matowa.

Kajao adalah nenek-nenek, dalam bahasa Bugis Kajao adalah cendekiawan, ilmuwan, terpelajar, atau orang yang memiliki keahlian tertentu dibanding yang lainnya. Dikalangan bugis Bone sering kita dengar ―kajao-kajao‖ atau ―nenek-nenek‖ artinya perempuan yang sudah tua. Kemudian ―lato‘-lato‘ tau

―kakek-kakek‖ artinya laki-laki yang sudah tua. Pada masa pemerintahan Raja

Bone ke-7 (Latenri Rawe BongkangE)92 dikenal seorang staf ahli kerajaan bidang politik dan pemerintahan, dia adalah La Mellong. Karena atas kemampuannya itu maka Raja memberinya gelar ―Kajao‖. Karena beliau berasal dari sebuah dusun yang bernama Liddo atau Lalliddong (salah satu dusun dari desa yang masuk wilayah kecamatan Barebbo kabupaten Bone sekarang ini) maka lebih dikenal dengan sebutan ―Kajao Lalliddong‖. Pada masanya beliau disapa sebagai peR bicr ―Panre Bicara‖ (pandai bicara).Karenanya itu apabila terdapat masalah antara kerajaan Bone dengan kerajaan lainnya maka dialah yang mewakili raja

Bone. Dan atas kepandaiannya berbicara dan kebijakannya yang dapat diterima lawan diplomasinya maka Kajao Lalliddong sering juga disebut ―Diplomat ulung dari Tanah Bugis‖ Disamping itu Kajao Lalliddong dikenal juga sebagai seorang yang ahli strategi baik pemerintahan maupun perang.

92H.L. Purnama,Kerajaan Bone Penuh PergolakannHeroil (Makassar: Penerbit Arus Timur, 2014), h. 19.

89

Kajao Laliddong disebut pula La Mellong. La Mellong berjenis kelamin laki-laki. Mengapa tidak digelar sebagai Latolliddong? Bukanlah Kajao

Lalliddong?. Barangkali argumentasinya seperti ini, bahwa maju-mundurnya sebuah rumah tangga, perempuan (isteri) memiliki peranan yang sangat penting.

Perempuan memiliki kemampuan yang dapat mempengaruhi laki-laki (suami).

Mungkin demikian pengejawantahannya sehingga Lamellong bukan digelar Lato

Laliddong tetapi Kajaolaliddong. Nama ini, adalah nama yang sebenarnya dari

Kajaolaliddong, adalah seorang pemikir (ahli pikir) dan Filosuf pada zamannya.

Ia juga sebagai juru bicara dari raja Bone ke VII La Tenrirawe di gelar

BongkangE Matinro Ri Gucinna yang berkuasa masa itu93.

La Mellong hidup dan bertumbuh dalam iklim yang sangat bergolak pada zaman itu. Kerajaan Gowa telah berkembang sebagai kekuasaan yang terkuat di pesisir Selatan jazirah Sulawesi Selatan dan bersikap amat ekspansip terhadap tiap kerajaan dan negeri tetangganya. Semua kerajaan dan negeri merdeka di Sulawesi

Selatan ditaklukkannya satu demi satu secara damai ataupun dengan kekerasan.

Hanya kerajaan Bonelah yang masih dapat mempertahankan diri dari offensive kerajaan Gowa. Akan tetapi lambat laun juga kerajaan Bone juga berada dalam keadaan terkepung, baik dalam arti tekanan-tekanan politis, maupun dalam arti strategi pertahanan serta tekanan psikologis yang terus menerus, sehingga pemerintah dan rakyat Bone terpanggil untuk mengkonsolidasi dan memperkuat diri ke dalam dan keluar.

93Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 19.

90

Dalam tahun 1560, dalam masa pemerintahan raja Bone ke-7, La Tenri

Rawe BongkangE, diangkatlah La Mellong To Sualle, Alias Kajao Laliddong menjadi penasehat dan duta keliling kerajaan Bone. Dalam kedudukan ini To

Sualle Kajao Laliddong melakukan banyak kegiatan yang menguntungkan kedudukan kerajaan Bone.Yang terpenting diantaranya adalah penyerahan dengan jalan pembelian Pitumpanua dari kerajaan Luwu kepada kerajaan Bone, rupanya adalah berkat kebijaksanaan Kajaolaliddong perjanjian perdamaian Caeppa antara

Bone dengan Gowa dalam tahun 1565. Yang sangat mengutungkan pihak Bone dan kerajaan-kerajaan Bugis lainnya, seperti Wajo‘, Soppeng, Lamatti dan Bulo-

Bulo.

Meskipun demikian pihak Gowa menganggap itu sebagai perdamaian yang terhormat. Peranan kebijaksanaan dan kepandaian Kajaolaliddong sangat menentukan. Berkat perjanjian ini terciptalah iklim perdamaian antara Bone dengan Gowa sebagai dua kerajaan bersahabat yang sederajat, selama kurang lebih 10 tahun lamanya.Terutama sejak kekuasaan Arungpone Latenritatta

Malampe‘E Gemme‘na (1667-1697). Kesemua ini berkat pangngadereng yang dipatuhi dan dilaksanakan oleh Kajaolaliddong.

Panggadereng menolak tiap kesewenangan-wenangan, pemaksaan, penindasan dan kekerasan sebagai unsur dalam sistemnya.Bagaimanapun hal itu telah menjadi kebiasaan. Panggadereng melekat pada hakekat martabat manusia.

Ia menjunjung tinggi persamaan dan kebijaksanaan. Oleh karena itu, maka panggadereng mendapatkan kekuatannya dari sirisiri sebagai nilai esensi dari manusia. Semenjak seseorang lahir ke dunia, menghirup udara di luar rahim

91

ibunya, memperdengarkan tangis kehadirannya, iapun diperlakukan sebagai pendatang baru ke dalam panggadereng. Sebelum itupun, ketika ia masih satu dengan ibu yang mengandungnya dalam rahim, ia telah diperlakukan dalam panggadereng sebagai satu eksistensi. Anak itu kemudian bertumbuh dalam asuhan panggadereng, dan kemudian berperan pula di dalamnya, ia menjaga dan memelihara panggadereng itu, yang telah memotifasi segala sikap, tingkah laku dan perbuatannya dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan.

Keyakinan kepada Allah menjadi tolak ukur dalam bertindak. Dalam keseharian manusia senantiasa selalu dituntun oleh nilai kebenaran. Allah membekali nilai tersebut melalui kata hati yang senantiasa mengikuti perintah

Allah. Keilahian yang berasal dari hati nurani. Hal inidapat dilihat pada kutipan 3 berikut.

Nerko aEK ri atimu aitai siyo riyolo cpn nninp epgauai ap duwairitu ekdon atiea. Eswni ekdo mrEni. mduan ekdo mwEs. Nerko ekdo mrEniiai mdEcGi ritu riasigkiwi epgaua npjjiwi edwtea edec. Nerko ekdo mwEsai amtu mtugi kuaemGi tEnpCjiwi edwteaj Narekko engka ri atimmu, itai siyo riyolok capakna naninappa pe „gauk i apak duwairitu kedona atie‟: sewwani kedo marenni, maduanna kedo mawessa. Narekko kedo marennik i, madecangngi ritü riasigakiwi pe „gauk i „napajajiwi Dewatae deceng, Narekko ke „do mawessak i ammatu-matungngi kuammenggi tennapancajiwi dewataejak... .94 Terjemahan

Andaikan ada terlintas dalam hatimu, tinjaulah dahulu akibatnya baru dilaksanakan. Ada dua macam gerak dari hati ; pertama, gerak kecil; kedua, gerak besar. Kalau geraknya kecil, sebaiknya dipercepat pelaksanaannya semoga Dewata (Tuhan) merahmati dengan kebaikan. Kalau geraknya besar, perlambatlah semoga Dewata (Tuhan) tidak menjadikan keburukan

94Machmud,Kebudayaan Sulawesi Selatan (Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, 1976), h.15.

92

Gerakan kecil adalah gerak halus, pertanda gerak yang bersumber dari nurani. Itulah sebabnya bila nurani yang menggerakkan perlu dipercepat pelaksanaannya karena tiada keraguan lagi akan menyimpang dari jalur kebaikan dan kebenaran. Gerakan besar adalah gerakan yang kasar, pertanda gerakan yang bersumber dari nafsu terlalu kasar untuk menangkap getaran halus dari kebaikan dan kebenaran.Pappaseng di atas menjelaskan bahwa setiap manusia tidak dari keyakinan terhadap Allah swt. Dalam hal ini mendengar kata hati nurani. Nurani selalu berkata benar sesuai dengan kebenaran Ilahi yang menjadi kebenaran hakiki. Namun, tidak setiap saat hati nurani ini mengendalikan sikap bersih perbuatan manusia. Kadangkala nafsu yang mengendalikan diri manusia, jika demikian maka dapat dipastikan perbuatan manusia jauh dari perbuatan manusiawi. Oleh karena itu hati nurani merupakan eksistensi dalam diri manusia dan menjadi unsur yang memegang peranan dalam humanisme.

Pentingnya tentang ajaran Islam itu, atau urgennya menuntut ilmu pengetahuan tergambar pula dalam Pappaseng Karaeng Pattingalloang yang menjadi mangkubumi Kerajaan kembar Gowa Tallo sebagai berikut:

Bilamana raja yang memerintah tidak mau lagi dinasehati Jikalau tidak ada lagi cerdik cendekia di dalam negeri Bilamana semua hakim (pejabat) pada makan sogok Bilamana terlampau banyak kejadian besar di dalam negeri Jikalau raja yang memerintah tidak lagi menyayangi rakyatnya.95 Pesan yang dikutip tersebut salah satunya menyebutkan perlunya ilmu pengetahuan (amaccangeng) untuk dikuasai. Ilmu yang diperlukan tentu harus melalui didikan, dan kelak akan berguna menimbang suatu masalah secara jernih

95Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h. 144.

93

dan tepat sehingga menjadikan suatu negeri menjadi besar dan penuh ketenteraman serta terhindar dari kemerosotan dan keruntuhan. Pesan itu pada hakikatnya mengandung nilai filosofi mendalam bahwa dalam pembangunan suatu negeri, maka yang harus diperhatikan adalah pembinaan yang dapat melahirkan orang pandai berpikir, berpengetahuan luas sehingga mampu berkreasi dengan berorientasi pada kebenaran. Hal ini menunjukkan orang tua Bugis dulu memberikan petuah kepada generasi berikutnya untuk senantiasa memperdalam ilmunya melalui dunia pembinaan, dan kemudian menggunakan pertimbangan rasio secara matang, nurani yang jernih, disertai dengan petunjuk

Tuhan Yang Maha Kuasa sebagaimana yang dikonsepsikan yang sesuai dalam syariat Islam.

Dalam perspektif masyarakat Bugis-Makassar, integrasi kecerdasan dan kejujuran merupakan kualifikasi penting setiap calon pemimpin. Ketika ditanya oleh Arumpone (Raja Bone) tentang pangkal kecerdasan (apoGEn acea appongenna accaè), Kajaolaliddongseorang cendekiawan dan mahapatih raja Bone di abad ke-16 menjawab:

―lEPuea lempuè‖ (kejujuran). Kajaolaliddong juga menyebut kejujuran

raja (komlEPuai aru mKauea komalempu‟i Arung Mangkauè)

sebagai salah satu di antara tiga indikator keberhasilan panen (tElu

tRn nsew aes tellu tanranna nasawè asè). La Waniaga Arung

Bila, cendekiawan Soppeng abad ke-16, berkata,‖Kejujuran akan terus

hidup, tapi kebenaran sulit dicari‖ (tEmet lEPuea mwt sprEn

atoGEeG Temmatè lempu‟è mawatang sapparenna atongengengngè).

94

Di masa lalu masyarakat percaya, prilaku penguasa akan menentukan kondisi kehidupan mereka. Hal ini turut berperan mengekang para penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya demi terciptanya keadilan, keamanan dan kemakmuran dalam wilayah kerajaan (akruGE akkarungeng). Menurut Andi Zainal Abidin, karena memiliki wewenang memperingatkan raja dan para pembantunya, para negarawan dan ahli filsafat di zaman kerajaan historis Sulawesi Selatan adalah faktor penting yang turut membatasi kekuasaan raja.

Naskah dalam bahasa Latin disebut codex, manuscript jika dalam versi

Inggris, dan handschrift sebutan dalam bahasa Belanda. Suatu naskah mendapat golongan yang berbeda-beda, seperti undang-undang, cara-cara meramu obat, cara membangun rumah (non-sastra) pula penggolongan karya sastra dalam pengertian khusus: gurindam, mite, cerita-cerita dongeng.96

Muzakka dalam buku Refleksi Pengalaman Penelitian Lapangan mengungkapkan bahwa filologi merupakan ilmu yang mempelajari bahasa, sastra, dan kebudayaan suatu kelompok masyarakat berdasarkan dokumen masa lampau yang berupa peninggalan tertulis, berupa manuskrip atau naskah tulisan tangan yang tertuang dalam berbagai bahan. Alas naskah yang dipakai biasanya berupa daun, lontar, kulit kayu, kulit binatang, dan sebagainya.

Kehadiran manuskrip sangat berkaitan dengan proses pewarisan ide, gagasan, dan cita-cita nenek moyang pada generasi sesudahnya. Untuk mewariskan naskah- naskah tersebut maka dilakukanlah proses penyalinan naskah yang akhirnya

96Edwar Djamaris. Metode Penelitian Filologi ( CV. Manasco, 2002), h. 3.

95

banyak mengakibatkan munculnya beberapa ekslempar naskah. Variasi bacaan naskah yang mengandung perbedaan tersebut dimungkinkan oleh ketidaksengajaan penyalin. Variasi bacaan tersebut karena kesengajaan dalam proses penyalinan97

97Mohammad Muzakka,Penelitian Naskah dalam Refleksi Pengalaman Penelitian Lapangan Ranah Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora. Mudjahirin Thohir (ed).(Semarang: Penerbit Fasindo, 2011), h. 210.

96

F. Kerangka Konseptual

Tradisi Budaya Bugis Modernisasi

Rancangan Deskriptif Pappaseng Kajao Kualitatif Laliddong

Metode Induktif Bagaimana Eksistensi Kajao Laliddong di Hasil Masyarakat dan Pendekatan Sosiologi Temuan Bagaimana pesan Kajao Laliddong digunakan Teori Falsafah, dalam Pemerintahan Sosiologi, danSejarah Bagaimana fungsi budaya Teknik Pemaknaan Kajao Laliddong dalam Heuristik, dan desa Kajao Laliddong Hermeneutik

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Penjelasan Skema

Budaya Bugis termasuk di dalamnya unsur-unsur tradisi masyarakat

Bugis senantiasa dipengaruhi oleh budaya Modern sebagai dampak globalisasi.

Imflikasi adanya pengaruh globalisasi dan modernisasi terhadap budaya Bugis

(local Culture), terdapat unsur-unsur budaya Bugis terkikis secara perlahan.

Karena sifatnya tidak adaftif dengan kondsi kekinian tradisi masyarakat Bugis

Sulawesi Selatan. Unsur-unsur budaya harus bertransformasi agar memiliki

kemampuan adaptatif terhadap perkembangan zaman atau kikisan budaya

modern.

97

Penelitian ini dirancang secara deskriptif dengan menerapakan metode

induktif. Aplikasi metode induksi berawal dari data penelitian, sehingga temuan

yang dihasilkan berdasarkan lirik-lirik Pappaseng Kajaolaliddong dalam konteks

masyarakat pendukungnya. Kerangka kerja penelitian ini menetapkan kajian

filsafat, sosiologi dan sejarah dengan mencermati unsur-unsur budaya. Teknik

pemaknaan terhadap data digunakan pembaca secara Hermenuitik dan Heuristik.

Heuristik, menurut Riffaterre98merupakan pembaca tingkat pertama untuk

memahami makna secara linguistik, sedangkan pembacaan hermeneutika

merupakan pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasi makna secara utuh

dalam pembacaan ini, pembaca lebih memahami apa yang telah dibaca kemudian

memodifikasi pemahamannya tentang hal tersebut.

Kebudayaan tradisi Bugis senantiasa mengalami gesekan dari pesatnya

perkembangan zaman. Globalisasi dan modernisasi adalah realitas zaman yang

tidak dapat dipungkiri, kehadirannya dan berdampak pada surutnya

perkembangan budaya lokal, termasuk budaya Pappaseng Kajaolaliddong

akibatnya, generasi muda Bugis tidak memahami Pappaseng Kajaolaiddong dan

merasa asing mendengar pesan Pappaseng Kajaolaliddong. Kondisi ini

merupakan fenomena yang mengkhawatirkan, apabila tidak dilakukan

pencegahan atau mengatasi gejala tersebut.

98 Michael Riffatarre, Analisi Semiotika Riffatarre Dalam Puisi Das…..(Yogyakarta: Lumbung Pustaka UNY, 1978), h.5.

98

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

Penelitian di bidang filsafat padasarnya berpijak pada gaya inventif 99

Agar mampu memberikan evaluasi―seorang filosuf harus mempunyai pendapat pribadi‖, dan agar mampu menyusun sistematika pribadi. Ia membutuhkan inspirasi komunikasi bahkan konfrontasi dengan filosuf filosuf lain.100Pada umumnya penelitian filsafat digolongkan sebagai penelitian kualitatif, Karena objeknyamemiliki realitas sosial. Pappaseng sebagai objek penelitian dan semua aspek yang terkandung di dalamnya akan di teliti. Prosedur penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa makna secara lisan dari informan, catatan tentang etika dan moral, pemaknaan aspek benuk dan fungsi yang dapat diteliti.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif (descriptive research) yang bertujuan mendeskripsikan Pappaseng Kajaolaliddong pada pemerintahan dan masyarakat sebagai suatu fenomena social. Dipahami bahwa penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang ditujukan mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya. Dalam studi ini peneliti tidak melakukan manipulasi atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap obyek penelitian, semua kegiatan atau peristiwa berjalan seperti apa adanya.

99Inventif adalah gaya mencari pemahaman baru terhadap modal pemikiran yang telah dikumpulkan , dan berusaha memberikan pemecahan bagi masalah-masalah yang belum diselesaikan. Cara inventif ini mengoreksi tendensi objektivistis, dengan menekankan evaluasi terhadap pengetahuan yang disajikan sebagai data. Dalam Anton Bekker dkk., Metodologi Penelitian Filsafat . Kanisius 2000, h. 17 100Anton Bekker dkk., Metodologi Penelitian Filsafat(Kanisius: 2000), h. 17.

99

Penelitian adalah usaha untuk memperoleh fakta atau prinsip dengan cara mengumpulkan data dan menganalisis data yang dilaksanakan dengan teliti, jelas sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Metode dalam penelitian berkaitan dengan cara kerja dengan strategi yang dipergunakan dalam tahap pengumpulan data maupun dalam analisis data.

Proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian di mulai dengan penentuan topik penelitian atau pemilihan masalah penelitian yang sejalan dengan rumusan masalah yang diangkat. Pengambilan data dilakukan sesuai dengan topik permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Selanjutnya data diolah dan diklasifikasi atau dikelompokkan sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Tahap selanjutnya merupakan tahap analisis sesuai dengan permasalahan dan secara keseluruhan dilakukan penganalisisan untuk mendapatkan hasil.

Lokasi penelitian dalam rangka menelitiPappaseng Kajaolaliddong akan dilaksanakan di desa Kajaolaliddong, kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone.

Kajaolaliddong berjarak lima belas kilo meter dari kota Bone. Peneliti telah datang di Kabupaten Bone, Kecamatan Barebbo, tepatnya desa Kajaolaliddong untuk mendapatkan data awal tentang Pappaseng Kajaolaliddong. Pemilihan dan penentuan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purpose sample) dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian ini merupakan daerah petani yang berbahasa Bugis.

Pemilihan lokasi penelitian di wilayah tersebut di atas, karena wilayahnya merupakan tanah kelahiran Kajaolaliddong dan masih terdapat banyak peninggalan serta masyarakat yang mengetahui sejarah dan kisah Kajaolaliddong

100

di Bone. Daerah tersebut merupakan daerah yang representative, sebab dapat dijangkau dengan kendaraan roda empat maupun roda dua dan masyarakat lebih terbuka dalam memberikan informasi menyangkut objek penelitian.

Informan akan ditentukan berdasarkan keterwakilan dari kelompok- kelompok masyarakat yang ada di desa Kajaolaliddong, kecamatan Barebbo,

KabupatenBone. Adapun wakil-wakil kelompok masyarakat yang menjadi informan terdiri dari : tokoh pemerintahan (1 orang), tokoh agama (1orang), tokoh adat (1 orang), tokoh pemuda (1 orang), tokoh perempuan (1 orang), masyarakat umum (1 orang), dan pembaca naskah (1 orang).

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan falsafi, sosiologis, dan historis.Pendekatan Falsafi yang memiliki karakter berpikir filsafati yang bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif.Berpikir secara menyeluruh, seperti seorang ilmuwan tidak akan pernah puas ilmu yang dia dapatkan, dari sisi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin mengetahui hakekatilmu sendiridalam konstelasi pengetahuan lainnya. Apa kaitan ilmu dengan moral, dengan agama dan apakah ilmu itu membawa kebahagiaan terhadap dirinya.

Pendekatan Historis (sejarah).Analisis sejarah sangat erat hubungannya dengan unsur-unsur sejarah yang terkandung dalam objek penelitian, bukan penelitian itu sendiri.Analisis sejarah juga melibatkan unsur-unsur sejarah yang berada di luar objek, sebagai aspek ekstrinsik. Penelitian yang menggunakan pendekatan sejarah, baik intrinsik maupun ekstrinsik memegang peranan penting yang pada gilirannya akan menjiwai keseluruhan analisis. Dalam suatu peneltian

101

sejarah, bisa terjadi kemungkinan-kemungknan, yaitu (a) pada dasarnya semua penelitian memiliki unsur sejarah. (b) penelitian sejarah, penampilannya secara eksplisit, (c) sebagai multidisiplin. Kajian Budaya dapat menggunakan analisis sejarah, menggabungkannya secara eklektik dengan disiplin lain, dengan catatan bahwa secara hierarkis setiap disiplin yang terlibat dapat ditentuan kedudukannya.101

Penelitian ini mengidentifikasi kata-kata, nasehat-nasehat Kajaolaliddong terhadap Arungpone yang isinya bersifat kenegaraan, kemasyarakatan dan kekeluargaan. Hasil penelitian ini akan merujuk kepada naskah ―Pappasenna To

Maccae Ri Luwu ‗ Sibawa Kajaolaliddong Ri Bone ( Transliterasi dan

Terjemahannya kedalam bahasa Indonesia ) ” yang terkhusus kepada ppsE kjao llido ri boenPappasenna Kajaolaliddong Ri Bone.102

C. Sumber Data

Jenis Penelitian Pappaseng Kajao Laliddongak akan dijelaskan secara deskriptif, dan berdasarkan terhadap Pappaseng Kajao Laliddong yang telah terkumpul. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Sumber data di bagi dalam dua kategori yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.Sumber data primer berasal dari hasil wawancara dari informan di lapangan. Sedangkan sumber data sekunder bersumber dari buku- buku, jurnal,dan tulisan terkait dengan Pappaseng Kajao Laliddong.

101Nyoman Kutha Ratna,Metode Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010), h. 362 – 365. 102Abdul Rahim, Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h. 145.

102

D. Metode Pengumpulan Data

1. Observasi

Obervasi adalah data yang diperoleh langsung dari informan di lapangan.

Tujuan observai ini untuk mengecek kembali terhadap data yang diperoleh.Observasi ini juga dapat diperkecil keabsahan atau data yang kurang valid.Merupakan teknik observasi dalam penelitian kualitatif menurut Kadir

Ahmad yaitu terkait kata kunci dan realitas adalah pengalaman. Pengalaman itu sendiri terkait dengan indera manusia. Dalam konteks penelitian sosial, observasi pada umumnya diartikan sebagai pengumpulan informasi dengan menggunakan indera terhadap realitas atau pengalaman manusia.103

Observasi adalah suatu aktivitas dalam mengenal tingkah laku individu dan biasanya diakhiri dnegan mencatat hal-hal yang penting merupakan studi yang dilakukan dengan sengaja dan secara sistematis melalui proses pengamatan atau gejala-gejala spontan yang terjadi pada saat itu. Sehingga penelitian ini secara langsung dapat melihat Pappaseng Kajaolaliddong ri Bone.

2. Wawancara

Wawancara langsung digunakan pada beberapa informan dan sekaligus merekam dengan menggunakan tape recorder atau kaset.Wawancara diadakan dengan informan secara santai dan menyenangkan agar memperoleh data yang reliable. Metode wawancara mencakup cara yang digunakan bila seseorang, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap berhadap muka dengan orang itu. Kebanyakan

103Kadir Ahmad,Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif(Makassar: Edisi Pertama; Makassar: CV indobis, 2003), h. 80.

103

dalam penelitian kualitatif bersifat open ended dan mendalam. Dilakukan secara tidak formal guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penelitian lebih jauh.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang bersumber dari non insan, seperti dokumen pribadi, dokumen resmi maupun kajian. Dokumentasi diperoleh dari berbagai sumber, baik secara perorangan maupun lembaga/instansi yang terkait dengan fokus penelitian. Dokumentasi sebagai data penunjang yang dikumpulkan dari berbagai catatan atau dokumen yang diperoleh dari berbagai sumber, dianalisis lebih lanjut untuk memahami kajian ppsE kjao llido ri boen ― Pappaseng Kajaolaliddong ri

Bone ―

E. Instrumen Penelitian

Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendirippsE kjao llidoPappaseng Kajaolaliddong adalah pedoman Wawancara (interview) adalah cara-cara memperoleh data dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. Sebagai mekanisme komunikasi pada umumnya wawancara dilakukan sesudah observasi.

Selain pengumpulan data dengan mengadakan Tanya jawab secara langsung.

Dengan kalimat lain, ciri khas pengumpulan data metode kualitatif adalah wawancara (mendalam), sedangkan ciri khas pengumpulan data metode kuantitatif adalah kuesioner, seperti di atas, sumber yang petama disebut

104

informan, sedangkan sumber yang kedua disebut responden. Perekam atau tape recorder, kaset, kamera, kertas, alat-alat tulis, dan sarana lainnya yang memungkinkan dapat digunakan di lapangan. Catatan pertanyaan sebagai panduan wawancara agar tidak terjadi pertanyaan ulangan atau ada hal-hal yang terlupakan.Perekam atau tape recorder dan digunakan untuk merekam wawancaradandapat didengar ulang agar lebih jelas informasi yang di dapat di lapangan104.

Dalam setiappenelitian, terkhusus penelitian kuantitatif kemampuan dalam merekam data perlu diuji sebab akurasi data justru diakibatkan oleh validitas dan realibilitas alat-alat bantu tersebut. Menurut visi Kualitatif kecanggihan teknologi belum mampu menyamai kecanggihan manusia. Alasannya; (1) gejala yang diungkap bukan gejala yang tampak melainkan justru yang ada di baliknya, sebagai gejala yang belum jelas. (2) objek ilmu humaniora bukan benda padat melainkan manusia.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis data

Metode dan analisis data: analisis data disebut juga pengolahan data dan penafsiran data. Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematis, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. Analisis naskah dilakukan terhadap naskah-naskahyang dipilih sesuai cara kerja filologi, yaitu deskripsi naskah, transliterasi dan terjemahan naskah, dan analisis isi naskah. Deskripsi dilakukan

104 Nyoman Kutha Ratna,Metode Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, h. 238.

105

terhadap gambaran fisik dan isi naskah. Transliterasi dipergunakan dengan pengalihan tulisan huruf Lontara‘ ke dalam tulisan huruf Latin. Terjemahan dilakukan berdasarkan Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan.

Pappaseng Kajao Laliddong dianalisis dengan cara menginterpretasi secara falsafi, sosiologis dan sejarah terhadap Pappaseng Kajao Laliddongmisalnya makna filosofi yang terkandung dalam naskah Pappasenna To Maccae Ri Luwu ‗

Sibawa KajaoLaliddong Ri Bone (Transliterasi dan Terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia) ―.

Dalam kaitannya dengan pemaknaan Pappaseng Kajao Laliddong, pembacalah atau peneliti yang seharusnya bertugas memberi makna Pappaseng.

Proses pemaknaan itu di mulai dengan membaca naskah yang berhubungan dengan Pappaseng Kajao Laliddong, sebagai pembacaan heuristik.Pembacaan naskah ini, untuk memahami makna secara linguistik yang menangkap arti sesuai teks naskah yang ada.Kemudian pembaca harus meningkatkannya ke tataran selanjutnya yaitu pembacaan hermeneutik untuk menginterpretasi makna secara utuh. Pembaca harus lebih memahami apa yang dia sudah baca lalu memodifikasi pemahamannya tentang hal itu.Berdasarkan hal tersebut, saya merasa tepat untuk menerapkannya pada pemaknaan terhadap naskahPappaseng Kajao Laliddong, yang akan dilakukan pada penelitian ini.

G. Pengujian Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif perluditetapkan keabsahan data untuk menghindari data yang tidak valid. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya jawaban dari informan yang disampaikan tidak benar atau tidak jujur.

106

Pengujian keabsahan data Dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang ada untuk kepentingan pengecekan keabsahan data atau sebagai bahan pertimbangan terhadap data yang ada. Tringgulasi digunakan atau dilakukan untuk mengecek keabsahan data yang terdiri darisumber, metode dan waktu.

Rancangan hasil analisis Pappaseng Kajao Laliddong akan disajikan dalam bentuk deskriptif, hal ini disebabkan penelitian Pappaseng Kajao Laliddong dalam kehidupan suku Bugis bersifat kualitatif.Dalam pengelolaan data digunakan analisis makna, yaitu studi tentang apa yang disampaikan oleh informan dan ditafsirkan oleh penulis apa yang dalam naskah Pappaseng Kajao Laliddong.

Dengan demikian terjadi kesesuaian apa yang diungkapkan oleh informan dan yang dibaca oleh penulis dalam naskah Pappaseng Kajao Laliddong

107

BAB IV

FALSAFAH HIDUP ORANG BUGIS MENURUT PETUAH KAJAOLALIDDONG

A. Selayang Pandang Kabupaten Bone

1. Kondisi Geografis

Daerah Kabupaten Bone merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di

Provinsi Sulawesi Selatan.Secara Geografis letaknya sangat strategis karena adalah pintu gerbang pantai timur Sulawesi Selatan yang merupakan pantai Barat

Teluk Bone memiliki garis pantai yang sangat panjang membujur dari Utara ke

Selatan menelusuri Teluk Bone tepatnya 174 Kilometer sebelah Timur Kota

Makassar, luas wilayah Kabupaten Bone 4,556 KM Bujur Sangkar atau sekitar 7,3 persen dari luas Provinsi Sulawesi Selatan, didukung 27 Kecamatan, 335 Desa dan 39 Kelurahan, denganjumlahpenduduk 648,361 Jiwa.105Kabupaten Bone berbatasan dengan daerah-daerah sebagai berikut:

– Sebelah Utara Kabupaten Wajo

– Sebelah Selatan Kabupaten Sinjai

– Sebelah Barat Kabupaten Soppeng, Maros, Pangkep dan Barru

– Sebelah Timur adalah Teluk Bone yg menghubungkan Propinsi

SulawesiTenggara

Kabupaten Bone termasuk daerah yang memiliki tiga dimensi potensi alam baik itu bersumber dari Pantai, Daratan dan Pegunungan, luas sawah sebagai lahan pertanian adalah 455.600 Ha, sehingga Kabupaten Bone ditetapkan sebagai

105 Suriadi Mappangara,Ensiklopedia Sejarah Sulawesi Selatan sampai tahun 1905 (Makassar: t.p, 2004), h. 473-474.

108

daerah penyangga beras untuk Propinsi Sulawesi Selatan yaitu Bone, Soppeng,

Wajo, Sidrap, Pinrang dan Luwu, begitu pula daerah pantainya sangat panjang membujur dari Utara ke Selatan yang menyusuri Teluk Bone dari 27 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bone, 9 diantaranya adalah masuk daerah pantai seperti

Kecamatan Cenrana, Tellu SiantingE, Awangpone, Tanette Riattang Timur,

SibuluE, Mare, Tonra, Salomekko dan Kajuara, dengan demikian sumber mata pencaharian penduduk Kabupaten Bone sebagaian besar adalah petani dan nelayan.

Pemanfaatan lahan;

– Sawah : 455.600 Ha

– Kebun / Tegalan : 55.052 Ha

– Hutan : 162.995 Ha

– Tambak : 1.450 Ha

2. Pemerintahan

Kabupaten Bone dahulunya adalah sebuah Kerajaan besar di Sulawesi

Selatan. Diawali dengan kehadiran ManurungE ri Matajang pada awal abad XIV atau pada tahun 1330. ManurungE ri Matajang bergelar Mata Silompo‘e sebagai

Raja Bone pertama yang memerintah pada tahun 1330–1365. Selanjutnya digantikan oleh turunannya secara turun temurun hingga berakhir kepada H.Andi

Mappanyukki sebagai Raja Bone ke–32 dan ke–34.diantara ke–34 Orang. Raja yang telah memerintah sebagai Raja Bone dengan gelar Mangkau.106Kerajaan

Tana Bone dahulu terbentuk pada awal abad IV atau pada tahun 1330, namun

106Raja yang berkuasa dan duduk di atas tahta kerajaan

109

sebelum Kerajaan Bone terbentuk sudah ada kelompok-kelompok dan pimpinannya digelar Kalula.Dengan datangnya To Manurung (Manurungge Ri

Matajang) diberi gelar Mata Silompo‘e. Maka terjadilah penggabungan kelompok-kelompok tersebut termasuk Cina, Barebbo, Awangpone dan Palakka.

Pada saat pengangkatan To Manurung Mata Silompo‘e menjadi Raja Bone, terjadilah kontrak pemerintahan berupa sumpah setia antara rakyat Bone dalam hal ini diwakili oleh penguasa Cina dengan 10 Manurung, sebagai tanda serta lambang kesetiaan kepada Rajanya sekaligus merupakan pencerminan corak pemerintahan Kerajaan Bone diawal berdirinya. Disamping penyerahan diri kepada Sang Raja juga terpatri pengharapan rakyat menjadi kewajiban Raja untuk menciptakan keamanan, kemakmuran, serta terjaminnya penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat.

Adapun teks Sumpah yang diucapkan oleh penguasa Cina mewakili rakyat

Bone berbunyi sebagai berikut ;

aGiko kuraukju riyaomi riykE kutplirE elomu elorikE admukuw mtPko kilao. mliko kisew. mlaukoki aeber. mslimurike temdiGi.“angikko kuraukkaju riyaaomi‟ri riyakkeng kutappalireng elomu elo rikkeng adammukkuwa mattampako kilao.. maliko kisawe. Millauko ki abbere. Mudongirikeng temmatippang. Muamppirikkeng temmakare. Musalimurikeng temmadinging “ Terjemahan bebas ; ― engkau angin dan kami daun kayu, kemana berhembus kesitu kami menurut kemauan dan kata-katamu yang jadi dan berlaku atas kami,apabila engkau mengundang kami menyambut dan apabila engkau meminta kami memberi, walaupun anak istri kami jika tuanku tidak senangi kamipun tidak menyenanginya, tetapi engkau menjaga kami agar tentram, engkau berlaku adil melindungi agar kami makmur dan sejahtera engkau selimuti kami agar tidak kedinginan ‗

110

Berbicara mengenai Kerajaan Bone, tidak sah rasanya tanpa membahas

Arung Palakka. La Tenri Tatta Arung Palakka MalampeE Gemme‘na Petta To

RisompaE (1667–1696) adalah Raja Bone XV dicap pemerintah sebagai pengkhianat. Oleh sebagian besar masyarakat Sulawesi Selatan yang tak memahami sejarah yang sebenarnya memang akan mudah tergiring opini Arung

Palakka sebagai Pengkhianat berdasar fakta bahwa Arung Palakka-lah yang bersekutu dengan Belanda menyerang Kerajaan Gowa. Sejarah itu kemudian terlukis dalam Perang Makassar (1667) dan menjadi penyebab jatuhnya Kerajaan

Gowa sebagai imperium besar di Nusantara bagian timur.

Dalam Lontara‘ Akkarungeng ri Bone disebutkan bahwa La Tenri Tatta

Arung Palakka baru berusia 11 tahun, ketika Kerajaan Bone dibawah kepemimpinan La Tenri Ruwa diserang dan dikalahkan oleh Kerajaan Gowa

(1611) di masa kekuasaaan I Mangerangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin.

Orang tuanya La Pottobune ditangkap dan ditawan bersama Arumpone La Tenri

Ruwa serta bangsawan Bone lainnya.107Penaklukan Bone oleh Gowa tersebut dikenal dalam sejarah bernama Musu‘ Pasempe (Perang di Pasempe). Pasca

Perang inilah, rakyat Bone bersama raja dan bangsawannya digiring ke Gowa, dijadikan tenaga kerja paksa dalam membangun Benteng – benteng Makassar.

Singkat cerita, La Tenri Tatta Arung Palakka dan semua bangsawan Bugis

Bone Soppeng merasakan siri‟ yang luar biasa, rasa malu dan harga dirinya tercabik-cabik diperlakukan tak berperikemanusiaan. Arung Palakka menggabungkan diri dan bekerja juga sebagai penggali parit dan pembuat

107Juma Dharma Poetra. Biografi Arung Palakka Jejak Perjuanagn&Kepahlawanan dariTanah Bugua(Makassar: Arus Timur cet. 1, 2013), h. 15

111

benteng.Ia ikut merasakan bagaimana penderitaan bangsanya disiksa oleh punggawa dan bangsawan Gowa yang mengawasi pekerjaan itu. Ayah Arung

Palakka, La Pottobune‘ meninggal di Gowa paska diadakannya perburuan rusa di

Tallo oleh Karaeng Gowa dan para pengawalnya. La Pottobune‘ Datu Lompulle mengamuk karena membela dua pelarian kerja paksa bangsanya yang tidak tahan dilihatnya disiksa dan dipukuli. Dalam lontara‗ disebut bahwa sejak kejadian itu,

La Tenri Tatta Daeng Serang Arung Palakka tidak bisa lagi tidur. Setiap saat yang dipikirkannya adalah bagaimana menegakkan kembali kebesaran Tanah Bone.

Kisah selanjutnya, dalam Lontara‗ Bone disebutkan kisah Arung Palakka melarikan diri bersama bangsawan bugis Bone Soppeng lainnya dari barak–barak kerja paksa, terjadinya pengejaran terhadap dirinya, perjalanannya ke kerabatnya

Bangsawan Bone Soppeng dalam meminta dukungan, sumpah Arung Palakka ketika akan menyeberang dari Tanah Bugis ke Tanah Buton (1660). Dan dari

Buton, perjalanannya diteruskan ke Batavia (1663) untuk mencari sekutu dalam memerangi Gowa. Ketika Arung Palakka menawarkan persekutuan kepada

Belanda, Belanda sempat ragu namun setelah melihat sendiri kehebatan Arung

Palakka dan pasukan pelariannya dalam Perang Pariaman di Sumatera Barat maka yakinlah Belanda akan dapat memenangkan pertempuran melawan Gowa dengan bantuan pasukan Bugis. Kerajaan Gowa sendiri ketika itu telah menjadi negara yang modernis, sebagai imperium besar di Nusantara Bagian Timur dengan pasukan militer darat dan laut yang tangguh.108

108Andaya, L.Y. Surat Raja Bone a Patau Paduka Sri Sultan Idris Azim Ud-din, h. 103.

112

Dalam sejarah kemudian dikenal, terjadi Perang Makassar (1667) yang menjadi malapetaka runtuhnya dinasti Kesultanan Gowa. Posisi Arung Palakka selanjutnya dipertanyakan banyak sejarawan, namun seiring dengan semakin membaiknya pemahaman masyarakat akan sejarah dalam konteks sejarah lokal, dapat dipahami alasan Arung Palakka memerangi Gowa. Sejarawan asal Amerika,

L.Y. Andaya dalam buku ―Warisan Arung Palakka – Sejarah Sulawesi Selatan

Abad XVII‖ mengurai betapa terkunkungnya dominasi Belanda menguasai daratan Sulawesi Selatan selama Arung Palakka masih hidup dan menjadi penguasa atas semua negeri taklukan paska Perjanjian Bungaya (1668).

Sepeninggalnya, Arung Palakka telah meletakkan dasar–dasar hegemoni politik dengan cara mengawin-mawinkan kemenakannya, La Patau Matanna

Tikka dengan Gowa dan Luwu, yang diangkatnya menjadi Raja Bone XVI. Arung

Palakka pun kini di mata masyarakat Bugis, khususnya Bone-Soppeng dijuluki sebagai ―Sang Pembebas‖, bukan sebagai pengkhianat. menyebut julukan tersebut adalah hal yang pantas, karena ketika itu Bone adalah sebuah negara (kerajaan) yang merdeka dan berdaulat, sama halnya dengan Gowa, wajar jika seorang

Arung Palakka menuntut dan memperjuangkan kemerdekaan atas bangsanya109

3. Raja Bone Dari Masa Kemasa a. Manurunge ri Matajang, Mata Silompoe, 1323-1358(Laki-laki).

Dalam Lontara‘ tersebut diketahui bahwa setelah habisnya turunan

Puatta Menre‘E ri Galigo, keadaan negeri-negeri diwarnai dengan kekacauan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya arung (raja) sebagai

109Andaya, L.Y. Surat Raja Bone a Patau Paduka Sri Sultan Idris Azim Ud-din, h. 59.

113

pemimpin yang mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat. Terjadilah perang kelompok-kelompok anang (perkauman) yang berkepanjangan

(Bugis = siaeR belSianre bale).

Kelompok-kelompok masyarakat saling bermusuhan dan berebut kekuasaan. Kelompok yang kuat menguasai kelompok yang lemah dan memperlakukan sesuai kehendaknya. Keadaan yang demikian itu, dalam Bahasa

Bugis disebut siaeR belsianre bale(saling memakan bagaikan ikan). Tidak ada lagi adat istiadat, apalagi norma-norma hukum yang dapat melindungi yang lemah. Kehidupan manusia saat itu tak ubahnya binatang di hutan belantara, saling memangsa satu sama lain.

Menurut catatan Lontara‘, keadaan yang demikian itu berlangsung kurang lebih tujuh pariyama lamanya. Menurut hitungan lama, satu pariyama mungkin sama dengan 100 tahun. Jadi kalau mengacu pada perhitungan ini maka dapat dipastikan bahwa turunan Puatta MenreE ri Galigo telah hilang 700 tahun yang lalu. Bone dan negeri-negeri sekitarnya mengalami kekacauan yang sangat luar biasa. Wallahu a‘lam bissawab.

Adapun awal datangnya seorang arung (raja) di Bone yang dikenal dengan nama ManurungE ri Matajang Mata SilompoE, ditandai dengan gejala alam yang menakutkan dan mengerikan. Terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat, kilat dan guntur menyambar, hujan dan angin puting beliung yang sangat keras.

Setelah keadaan itu reda dan sangat tak terduga, tiba-tiba di tengah lapangan yang luas kelihatan ada orang berdiri dengan pakaian serba putih. Karena tidak diketahui dari mana asal usulnya, maka orang menyangka To Manurung yaitu

114

manusia yang turun dari langit. Orang banyak pun pada datang untuk mengunjunginya.

Adapun kesepakatan orang yang menganggapnya sebagai To Manurung adalah untuk mengangkatnya menjadi arung (raja) agar ada yang bisa memimpin mereka. Orang banyak berkata;‖Kami semua datang ke sini untuk meminta agar engkau jangan mallajang (menghilang). Tinggallah menetap di tanahmu agar engkau kami angkat menjadi arung (raja). Kehendakmu adalah kehendak kami juga, perintahmu kami turuti. Walaupun anak istri kami engkau cela, kami pun mencelanya, asalkan engkau mau tinggal‖.

Orang yang disangka To Manurung menjawab; ‖Bagus sekali maksudmu itu, namun perlu saya jelaskan bahwa saya tidak bisa engkau angkat menjadi arung sebab sesungguhnya saya adalah hamba sama seperti engkau. Tetapi kalau engkau benar-benar mau mengangkat saya menjadi arung, saya bisa tunjukkan orangnya. Dialah arung yang saya ikuti‖.

Orang banyak berkata; ‖ Bagaimana cara kami mengangkat seorang arung yang kami belum lihat?‖.

Orang yang disangka To Manurung menjawab;‖Kalau benar engkau mau mengangkat seorang arung, saya akan tunjukkan tempatmatajang (terang), disanalah arung itu berada‖.

Orang banyak berkata; ‖Kami benar-benar mau mengangkat seorang arung, kami semua berharap agar engkau dapat menunjukkan jalan menuju ke tempatnya‖.

115

Orang yang disangka To Manurung (konon bernama Pua‘ Cilaong dari Bukaka), mengantar orang banyak tersebut menuju kesuatu tempat yang terang dinamakan

Matajang (berada dalam kota Watampone sekarang).

Gejala alam yang mengerikan kembali terjadi. Guntur dan kilat sambar menyambar, angin puting beliung dan hujan deras disusul dengan gempa bumi yang sangat dahsyat. Setelah keadaan reda, nampaklah To Manurung yang sesungguhnya duduk di atas sebuah batu besar dengan pakaian serba kuning. To

Manurung tersebut ditemani tiga orang yaitu ; satu orang yang memayungi payung kuning, satu orang yang menjaganya dan satu orang lagi yang membawa salenrang.

To Manurung berkata; Engkau datang Matowa?

MatowaE menjawab; Iyo, Puang.

Barulah orang banyak tahu bahwa yang disangkanya To Manurung itu adalah seorang Matowa. Matowa itu mengantar orang banyak mendekati To

Manurung yang berpakaian serba kuning.

Berkatalah orang banyak kepada To Manurung; Kami semua datang ke sini untuk memohon agar engkau menetap. Janganlah lagi engkau mallajang

(menghilang). Duduklah dengan tenang agar kami mengangkatmu menjadi arung.

Kehendakmu kami ikuti, perintahmu kami laksanakan. Walaupun anak istri kami engkau cela, kami pun mencelanya. Asalkan engkau berkenan memimpin kami.

To Manurung menjawab; Apakah engkau tidak membagi hati dan tidak berbohong?

116

Setelah terjadi kontrak sosial antara To Manurung110 dengan orang banyak, dipindahkanlah To Manurung ke Bone untuk dibuatkan salassa (rumah).

To Manurung tersebut tidak diketahui namanya sehingga orang banyak menyebutnya ManurungE ri Matajang. Kalau datang di suatu tempat dan melihat banyak orang berkumpul dia langsung mengetahui jumlahnya, sehingga digelar

Mata SilompoE.

ManurungE ri Matajang inilah yang menjadi Mangkau‘ (raja) pertama di Bone.

ManurungE ri Matajang kemudian menikah dengan ManurungE ri Toro yang bernama We Tenri Wale. Dari perkawinan itu lahirlah La Ummasa dan We

Pattanra Wanuwa, lima bersaudara.

Adapun yang dilakukan oleh ManurungE ri Matajang setelah diangkat menjadi Mangkau‘ di Bone adalah mappolo leteng (menetapkan hak-hak kepemilikan orang banyak), meredakan pula segala bentuk kekerasan dan telah lahir yang namanya bicara (adat). ManurungE ri Matajang pula yang membuat bendera kerajaan yang bernama WoromporongE.

Setelah genap empat pariyama memimpin orang Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone dan menyampaikan; ‖Duduklah semua dan janganlah menolak anakku La Ummasa untuk menggantikan kedudukanku. Dia pulalah nanti yang melanjutkan perjanjian antara kita‖.

Hanya beberapa saat setelah mengucapkan kalimat itu, kilat dan guntur sambar menyambar. Tiba-tiba ManurungE ri Matajang dan ManurungE ri Toro menghilang dari tempat duduknya. Salenrang dan payung kuning turut pula

110 Rahman Rahim. Nilai-nilai Utama Budaya Bugis (Makassar: Hasanuddin University Press, 1992), h. 61

117

menghilang membuat seluruh orang Bone pada heran. Oleh karena itu diangkatlah anaknya yang bernama La Ummasa menggantikannya sebagai arung (Mangkau‘) di Bone. b. La Umasa, Petta Panre Bessie, 1358-1398 (Laki-laki).

Dialah yang menggantikan La Ubbi ManurungE ri Matajang sebagai

Mangkau‘ di Bone. Setelah La Umasa meninggal maka digelarlah To Mulaiye

Panreng (orang yang mula-mula dikuburkan). Mangkau‘ ini hanya dinaungi dengan kaliyao (tameng) kalau dia bepergian untuk melindungi dari teriknya matahari. Hal ini dilakukan karena tidak ada lagi payung di Bone.

La Umasa digelar pula Petta Panre BessiE (pandai besi) karena dialah yang mula-mula menciptakan alat-alat dari besi di Bone. Di samping itu La

Umasa sangat dicintai oleh rakyatnya karena memiliki berbagai kelebihan seperti; daya ingatnya tajam, penuh perhatian, jujur, adil dan bijaksana.Saudara perempuannya yang bernama We Pattanra Wanuwa kawin dengan Arung Palakka yang bernama La Pattikkeng. Konon La Umasa pernah bermusuhan dengan iparnya selama tiga bulan dan tidak ada yang kalah. Akhirnya berdamai kembali dan keduanya menyadari bahwa permusuhan tidak akan membawa keuntungan.

Untuk memperluas wilayah pemerintahannya, La Umasa menaklukkan wilayah- wilayah sekitarnya, seperti; Anro Biring, Majang, Biru, Maloi dan Cellu.

La Umasa111 tidak memiliki putra mahkota yang kelak bisa menggantikan kedudukannya sebagai Mangkau‘ di Bone. Dia hanya memiliki anak

111La Umasa Petta Panre Bessi Tomulaiye Panreng, Mangkau Bone ke-2 tahun 1358-1398 Masehi, La Umasa Putra To Manurung ri Matajang Mangkau ‘ Bone ke-1 bersama We Tenri Wale

118

perempuan,To Suwalle dan To Sulewakka dari isterinya yang berasal dari orang biasa atau bukan turunan bangsawan. Oleh karena itu, setelah dia tahu bahwa We

Pattanra Wanuwa akan melahirkan, La Umasa menyuruh anaknya pergi ke

Palakka ke rumah saudaranya We Pattanra Wanuwa yang diperisterikan oleh

Arung Palakka yang bernama La Pattikkeng.

Kepada anaknya To Suwalle dan To Sulewakka, La Umasa berpesan;

‖Kalau Puammu telah melahirkan, maka ambil anak itu dan bawa secepatnya kemari. Nanti di sini baru dipotong ari-arinya dan ditanam tembuninya‖.Tidak berapa lama setelah To Suwalle dan To Sulewakka tiba di istana We Pattanra

Wanuwa, lahirlah anak laki-laki yang sehat dan memiliki rambut yang tegak ke atas (Bugis:karang) sehingga dinamakan Karampeluwa. Ketika anaknya dibawa ke Bone, Arung Palakka tidak ada di tempat dan tindakan itu menyakitkan hatinya.

Sesampainya di istana Arumpone, bayi tersebut barulah dipotong ari- arinya dan dicuci darahnya. Bayi itu dipelihara oleh saudara perempuan

Arumpone yang bernama We Samateppa.

Arumpone La Umasa mengundang seluruh rakyatnya untuk datang berkumpul dan membawa senjata perang. Keesokan harinya berkumpullah seluruh rakyat lengkap dengan senjata perangnya. Dikibarkanlah bendera

WoromporongE dan turunlah Arumpone di Baruga menyampaikan; ‖Saya undang kalian untuk mendengarkan bahwa saya telah mempunyai anak laki-laki yang bernama La Saliyu Karampeluwa. Mulai hari ini saya menyerahkan kedudukan

To Manurung ri Toro’ (Berdasarkan Lontara’ Akkarungeng Bone, Para pakar sejarah Sulawesi Selatan menuliskan nama Arungpone . Rangkuman Nur Ismah)

119

saya sebagai Arumpone. Dan kepadanya pula saya serahkan untuk melanjutkan perjanjian yang pernah disepakati antara Puang‘ta Manurunge ri Matajang dengan orang Bone‖. Seluruh orang Bone mengiyakan kemudian Angngaru

(mengucapkan sumpah setia).

Dilantiklah La Saliyu Karampeluwa oleh pamannya La Umasa menjadi

Arumpone. Acara pelantikan itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.

Dalam acara itu pula nariulle sulolona (selamatan atas lahirnya) dan ditanam tembuninya. Setelah itu dinaikkanlah La Saliyu Karampeluwa ke Langkanae

(istana).

Sejak dilantiknya La Saliyu Karampeluwa menjadi Arumpone, maka setiap La Umasa akan bepergian selalu menyampaikan kepada pengasuhnya dalam hal ini saudaranya sendiri yang bernama We Samateppa.Suatu saat La

Umasa sakit keras yang menyebabkan ia meninggal dunia, maka digelarlah; La

Umasa Mulaiye Panreng (orang mula-mula dikuburkan). c. La Saliyu Korampelua, 1398-1470 (Laki-laki).

Dialah yang menggantikan pamannya menjadi Arumpone. Kedudukannya ini diterima dari pamannya sejak berusia satu malam (masih bayi). Kalau ada sesuatu yang akan diputuskan maka To Suwalle yang memangkunya menjadi juru bicaranya. Kemudian yang bertindak selaku Makkedang Tana adalah To

Sulewakka.

120

Ketika memasuki usia dewasa, barulah La Saliyu

Karampeluwa112mengunjungi orang tuanya di Palakka. Sesampainya di Palakka, kedua orang tuanya sangat gembira dan diberikanlah pusakanya yang menjadi miliknya, juga Pasar Palakka. Sejak itu orang tidak lagi berpasar di Palakka tapi pindah ke Bone.La Saliyu Karampeluwa dikawinkan oleh orang tuanya dengan sepupunya yang bernama We Tenri Roppo anak pattola (putri mahkota) Arung

Paccing. Dari perkawinan itu lahirlah We Banrigau atau Daeng Marowa, We

Pattana Daeng Mabela yang digelar MakkaleppiE kemudian menjadi Arung

Majang. Sementara bagi orang Bukaka, sebahagian dibawa ke Majang. Mereka itulah yang menjadi rakyat MakkaleppiE yang mendirikannya Sao LampeE di

Bone, yang diberi nama Lawelareng. Oleh karena itu, maka digelarlah

MakkaleppiE–Massao LampeE Lawelareng. Bagi orang banyak menyebutnya;

Puatta Lawelareng.

Pada masa pemerintahannya, La Saliyu Karampeluwa sangat dicintai oleh rakyatnya karena memiliki sifat-sifat; rajin, jujur, cerdas, adil dan bijaksana. Ia juga dikenal pemberani dan tidak pernah gentar menghadapi musuh. Konon sejak masih bayi tidak pernah terkejut bila mendengarkan suara-suara aneh atau suara- suara besar.113

La Saliyu Karampeluwa pulalah yang memulai mengucapkan ada passokkang (mosong/angngaru) terhadap musuh, sebagaimana yang pernah

112 La Saliyu Kerampeluwa Mangkau Bone ke-3 tahun 1398-1470 Masehi Arung Palakka pertama di Bone, putra la Pattikkeng (Aru Palakka) bersama I Patanra Wanuwwa adik Raja Bone ke-2. (Berdasarkan Lontara’ Akkarungeng Bone, Para pakar sejarah Sulawesi Selatan menuliskan nama Arungpone . Rangkuman Nur Ismah) 113H.L. Purnama. Kerajaan Bone Penuh Pergolakan Heroik (Makassar: Arus Timur, 2014), h. 18

121

dilakukan oleh arung-arung terdahulu seperti yang tercatat dalam Galigo. Ia pula yang membuat bate (bendera) yang bernama; CellaE ri abeo dan CellaE ri atau

(Merah di sebelah kiri dan Merah di sebelah kanan WoromporongE).

Pada saat itu orang Bone terbagi atas tiga bagian dan masing-masing bagian bernaung di bawah bendera tersebut. Yang bernaung di bawah bendera

WoromporongE adalah Arumpone sendiri dan orang Majang sebagai pembawanya. Yang bernaung di bawah bendera CellaE ri atau adalah orang

Paccing, Tanete, Lemolemo, Melle, Macege, Belawa pembawanya adalah Kajao

Paccing. Sedangkan yang bernaung di bawah bendera CellaE ri abeo adalah orang

Araseng, Ujung, Ta‘, Katumpi, Padaccengnga, Madello, pembawanya adalah

Kajao Araseng.

Untuk memperluas wilayah kerajaannya, La Saliyu Karampeluwa menaklukkan negeri-negeri sekitarnya seperti; Pallengoreng, Sinri, Anro Biring,

Melle, Sancereng, Cirowali, Bakke, Apala, Tanete, Attang Salo, Soga, Lampoko,

Lemoape, Bulu Riattang Salo, Parigi, Lompu. Pada masa pemerintahannya dia mempersatukan orang Bone dengan orang Palakka yang membuat Palakka sebagai wilayah bawahan dari Bone.

Beberapa negeri berikutnya menyatakan diri bernaung di bawah pemerintahannya, seperti; LimampanuwaE ri Alau Ale‘ (Lanca, Otting, Tajong,

Ulo dan Palongki). Datang pula Arung Baba UwaE yang bernama La Tenri Waru menemui menantunya menyatakan bernaung di bawah Kerajaan Bone. Begitu pula Arung Barebbo dan Arung Pattiro yang bernama La Paonro menemui

122

iparnya menyatakan bernaung di bawah Kerajaan Bone, juga Arung Cina, Ureng dan Pasempe.

Arung Kaju yang bernama La Tenribali di samping datang untuk menyatakan diri bergabung dengan Bone, sekaligus melamar anak Arumpone yang bernama We Banrigau dan dutanya diterima.

Selanjutnya Arung Ponre, Lima‟E Bate ri Attangale‟, Asera‟E Bate ri Awangale‟ datang bergabung dengan Bone. Boleh dikata pada saat pemerintahannya, seluruh wilayah disekitarnya menyatakan diri bergabung dengan Bone.

La Saliyu Karampeluwa dikenal sangat mencintai dan menghormati kedua orang tuanya. Hamba sendirinya dikeluarkan dari Saoraja dan ditempatkan di

Panyula. Sementara hamba yang didapatkan setelah menjadi Arumpone di tempatkan di Limpenno. Orang Panyula dan orang Limpennolah yang mempersembahkan ikan. Dia pula yang menjadi pendayung perahunya dan pengusungnya jika Arumpone bepergian jauh.

Setelah genap 72 tahun menjadi Mangkau‘ di Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone dan menyampaikan bahwa;‖Saya mengumpulkan kalian untuk memberitahukan bahwa mengingat usia saya sudah tua dan kekuatan saya sudah semakin melemah, maka saya bermaksud untuk memindahkan kekuasaan saya sebagai Mangkau‘ di Bone. Pengganti saya adalah anak saya yang bernama

We Banrigau Daeng Marowa yang digelar Makkaleppi‘E‖.

Mendengar itu, semua orang Bone menyatakan setuju. Maka dikibarkanlah bendera Woromporong‟E. Setelah itu berkata lagi Arumpone; ‖Di samping saya menyerahkan kekuasaan, juga saya serahkan perjanjian yang telah disepakati oleh

123

orang Bone dengan Puatta Mulaiye Panreng untuk dilanjutkan oleh anak saya‖.Setelah orang Bone kembali, hanya satu malam saja Arumpone meninggal dunia.

Anak La Saliyu Karampeluwa dengan isterinya We Tenri Roppo Arung

Paccing, adalah; We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE kawin dengan sepupunya yang bernama La Tenri Arung Kaju. Dari perkawinan itu lahirlah

La Tenri Sukki, La Panaungi To Pawawoi Arung Palenna, La Pateddungi To

Pasampoi, La Tenri Gora Arung Cina juga Arung di Majang, La Tenri Gera‘ To

Tenri Saga, La Tadampare (meninggal dimasa kecil), We Tenri Sumange‘ Da

Tenri Wewang, We Tenri Talunru Da Tenri Palesse.

Adapun anak La Saliyu Karampeluwa dari isterinya yang bernama We

Tenro Arung Amali yaitu La Mappasessu kawin dengan We Tenri Lekke‘.La

Saliyu Karampeluwa tiga bersaudara. Saudara perempuannya yang bernama We

Tenri Pappa kawin dengan La Tenri Lampa Arung Kaju melahirkan La Tenri

Bali114 (suami We Banrigau), sedangkan saudara perempuannya yang bernama

We Tenri Roro kawin dengan La Paonro Arung Pattiro, lahirlah La Settia Arung

Pattiro yang selanjutnya kawin dengan We Tenri Bali d. We Banrigau, Mallajange ri Cina, 1470-1509(Perempuan).

We Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE menggantikan ayahnya La

Saliyu Karampeluwa sebagai Mangkau‘ di Bone. We Banrigau115 digelar pula

114Muhammad Salim,Transliterasi dan Terjemahan lontarak “Tolok Rumpakna Bone” ( Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudyaan Provinsi Sulawesi Selatan, 1991), h. 45. 115We Banrigau arung Majang Aru Palakka Arungpone Bissu Lalempili Malla jang’e ri Cina, Raja Bone ke-4 tahun 1470-1509 Masehi. Putri Raja Bone ke-3 La Saliyu Kerampelua dan We Tenri Roppo (Berdasarkan Lontara’ Akkarungeng Bone, Para pakar sejarah Sulawesi Selatan menuliskan nama Arungpone . Rangkuman Nur Ismah)

124

Bissu Lalempili dan Arung Majang. Ketika menjadi Mangkau‘ di Bone, We

Banrigau menyuruh Arung Katumpi yang bernama La Datti untuk membeli Bulu‘

Cina (gunung Cina) senilai 90 ekor kerbau jantan. Akhirnya gunung yang terletak di sebelah barat Kampung Laliddong itu benar-benar dibelinya. Kemudian disuruhlah Arung Katumpi untuk menempati gunung tersebut dan sekaligus menjaganya. Karena jennang (penjaga) gunung Arumpone dibunuh oleh orang

Katumpi, maka digempurlah Katumpi oleh orang Bone sehingga dirampaslah sawahnya yang ada di sebelah timur dan barat Kampung Laliddong. Saudaranya yang bernama La Tenri Gora itulah yang diserahkan Majang dan Cina, maka La

Tenri Gora disebut sebagai Arung Majang dan Arung Cina. Sedangkan anak pertamanya yang bernama La Tenri Sukki dipersiapkan untuk menjadi Mangkau‘ di Bone.

Setelah kurang lebih 18 tahun lamanya dipersiapkan untuk memangku

Kerajaan di Bone, maka dilantiklah La Tenri Sukki menjadi Mangkau‘ di Bone dan menempati Saoraja Bone. MakkaleppiE bersama anak bungsunya yang bernama La Tenri Gora memilih untuk bertempat tinggal di Cina.

Suatu saat ketika berada di Cina, MakkaleppiE naik ke atas loteng rumahnya. Tiba-tiba ada api yang menyala di atas loteng (menurut keyakinan orang disebut=api dewata). Setelah api itu padam, maka MakkaleppiE tidak nampak lagi di tempat duduknya. Oleh karena itu, We Banrigau Daeng Marowa dinamakan MallajangE ri Cina.

La Tenri Sukki yang menggantikan ibunya sebagai Arumpone kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama We Tenri Songke, anak dari La

125

Mappasessu dengan We Tenri Lekke. Dari perkawinan ini lahirlah La Uliyo

Bote‘E. La Panaongi To Pawawoi yang kemudian menjadi Arung Palenna. La

Panaongi kawin dengan We Tenri Esa‘ Arung Kaju saudara perempuan We Tenri

Songke. Dari perkawinan ini lahirlah La Pattawe Daeng Sore MatinroE ri

Bettung.

Anak La Tenri Sukki yang lain adalah; La Pateddungi To Pasampoi kawin dengan We Malu Arung Toro melahirkan anak perempuan yang bernama We

Tenri Rubbang Arung Pattiro. La Tenri Gera‘ To Tenri Saga MacellaE

Weluwa‘na menjadi Arung di Timpa. Inilah yang kemudian kawin dengan We

Tenri Sumpala Arung Mampu, anak dari La Potto To Sawedi Arung Mampu Riaja dengan istrinya We Cikodo Datu Bunne. Dari perkawinan ini lahirlah We

Mappewali I Damalaka. Inilah yang kawin dengan anak sepupunya yang bernama

La Gome To Saliwu Riwawo, lahirlah La Saliwu Arung Palakka dan juga

Maddanreng di Mampu. La Saliwu kemudian kawin dengan MassalassaE ri

Palakka yang bernama We Lempe, lahirlah La Tenri Ruwa MatinroE ri Bantaeng.

Selanjutnya La Tenri Sukki melahirkan La Tadampare (meninggal dimasa kecil). Berikutnya We Tenri Sumange I Da Tenri Wewang kawin dengan La Tenri

Giling Arung Pattiro MaggadingE anak dari La Settia Arung Pattiro dengan istrinya We Tenribali. Lahirlah We Tenri Wewang DenraE yang kemudian kawin dengan sepupunya La Uliyo Bote‘E.

Anak berikutnya adalah We Tenri Talunru I Da Tenri Palesse. Kemudian

We Tenri Gella menikah dengan La Malesse Opu Daleng Arung Kung. Lahirlah

We Tenri Gau yang kemudian kawin dengan La Uliyo Bote‘E, lahirlah We

126

Temmarowe Arung Kung. Inilah yang kawin dengan La Polo Kallong anak La

Pattanempunga, turunan ManurungE ri Batulappa. e. La Tenrisukki, Mappajunge, 1510-1535 (Laki-laki).

Inilah Mangkau‘ di Bone yang diserang oleh Datu Luwu yang bernama

Dewa Raja yang digelar Batara Lattu. Mula-mula orang Luwu mendarat di Cellu dan disitulah membuat pertahanan. Sementara orang Bone berkedudukan di Biru- biru.

Adapun taktik yang dilakukan oleh orang Bone adalah memancing orang

Luwu dengan beberapa perempuan. Pancingan ini berhasil mengelabui orang

Luwu sehingga pada saat perang berlangsung orang Luwu yang pada mulanya menyangka tidak ada laki-laki, bersemangat menghadapi perempuan-perempuan tersebut. Namun dari belakang muncul laki-laki dengan jumlah yang amat banyak, sehingga orang Luwu berlarian ke pantai untuk naik ke perahunya. Dalam perang itu orang Bone berhasil merampas bendera orang Luwu.

Setelah perang selesai, Arumpone dan Datu Luwu mengadakan pertemuan. Arumpone mengembalikan payung warna merah itu kepada Datu

Luwu, tetapi Datu Luwu mengatakan; ‖Ambillah itu payung sebab memang engkaulah yang dikehendaki oleh DewataE (Tuhan) untuk bernaung di bawahnya.

Walaupun bukan karena perang engkau ambil, saya akan tetap berikan. Apalagi saya memang memiliki dua payung‖. Mulai dari peristiwa itu, La Tenri Sukki digelar MappajungE (memakai payung).

127

Selanjutnya La Tenri Sukki mengadakan lagi pertemuan dengan Datu

Luwu To Serangeng Dewa Raja dan lahirlah suatu perjanjian yang bernama; Polo

MalelaE ri Unynyi (gencatan senjata di Unynyi).

Dalam perjanjian ini Arumpone La Tenri Sukki berkata kepada Datu

Luwu; ‖Alangkah baiknya kalau kita saling menghubungkan Tanah Bone dengan

Tanah Luwu‖. Dijawab oleh Datu Luwu; ‖Baik sekali pendapatmu itu,

Arumpone‖.Merasa ajakannya disambut baik,Arumpone berkata; ‖Kalau ada yang keliru, mari kita saling mengingatkan kalau ada yang rebah mari kita saling menopang dua hamba satu Arung tindakan Luwu adalah tindakan Bone tindakan

Bone adalah tindakan Luwu baik dan buruk kita bersama tidak saling membunuh saling mencari kebaikan tidak saling mencurigai tidak saling mencari kesalahan walaupun baru satu malam orang Luwu berada di Bone, maka menjadilah orang

Bone walaupun baru satu malam orang Bone berada di Luwu, maka menjadilah orang Luwu bicaranya Luwu, bicaranya Bone bicaranya Bone, bicaranya Luwu adatnya Luwu, adatnya juga Bone, begitu pula sebaliknya kita tidak saling menginginkan emas murni dan harta benda barang siapa yang tidak mengingat perjanjiannya, maka dialah yang dikutuk oleh Dewata SeuwaE sampai kepada anak cucunya dialah yang hancur bagaikan telur yang jatuh ke batu‖

Kalimat ini diiyakan oleh Datu Luwu To Serangeng Dewa Raja. Perjanjian ini bernama ‖Polo MalelaE ri Unynyi‖ karena terjadi di Kampung Unynyi. Kemudian keduanya kembali ke negerinya.

128

Dimasa pemerintahan La Tenri Sukki,116 pernah pula terjadi permusuhan antara orang Bone dengan orang Mampu. Pertempuran terjadi di sebelah selatan

Itterung, diburu sampai di kampungnya. Arung Mampu yang bernama La

Pariwusi kalah dan menyerahkan persembahan kepada Arumpone. Arung Mampu berkata; ‖Saya serahkan sepenuhnya kepada Arumpone, asalkan tidak menurunkan saya dari pemerintahanku‖.

Arumpone menjawab; ‖Saya akan mengembalikan persembahanmu dan saya akan mendudukkanmu sebagai Palili (wilayah bawahan) di Bone. Akan tetapi engkau harus berjanji untuk tidak berpikir jelek dan jujur sebagai pewaris harta benda‖.

Sesudah itu, dilantiklah Arung Mampu memimpin kampungnya dan kembalilah

Arumpone ke Bone.

La Tenri Sukki menjadi Mangkau‘ di Bone selama 20 tahun, akhirnya menderita sakit. Dikumpulkanlah seluruh orang Bone dan menyampaikan ; ‖Saya sekarang dalam keadaan sakit, apabila saya wafat maka yang menggantikan saya adalah anakku yang bernama; La Uliyo‖. Setelah pesan itu disampaikan, ia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Anak La Tenri Sukki dari isterinya We Tenri Songke, adalah; La Uliyo

Bote‘E kawin dengan sepupunya yang bernama We Tenri Wewang DenraE, anak saudara kandung La Tenri Sukki yang bernama We Tenri Sumange‘ dengan suaminya yang bernama La Tenri Giling Arung Pattiro MaggadingE. Dari perkawinan ini lahirlah La Tenri Rawe BongkangE, La Inca, We Lempe, We

116 La Tenri Sukki MappajungE, Mangkau Bone ke -5 tahun 1509-1535 Masehi, Putra dari Mangkau Bone We Banregau bersama La Tenri bali Arung Kaju (sepupu satu kalinya) anak We Tenri rappa adik perempuan Mangkau bone ke-3 La saliyu Kerampelua (Berdasarkan Lontara’ Akkarungeng Bone, Para pakar sejarah Sulawesi Selatan menuliskan nama Arungpone . Rangkuman Nur Ismah)

129

Tenri Pakkuwa.Selain La Uliyo, ialah; We Denra Datu, We Sida (tidak disebutkan dalam lontara‘ yang digulung).

We Sida Manasa kawin dengan La Burungeng Daeng Patompo, anak dari La

Panaongi To Pawawoi Arung Palenna dari isterinya yang bernama We

Mappasunggu. Dari perkawinan ini lahirlah anak laki-laki yang bernama La

Paunru Daeng Kelli. f. La Uliyo Bote-e, Matinroe ri Itterung, 1535-1560 (Laki-laki)

La Uliyo Bote‘E menggantikan ayahnya La Tenri Sukki sebagai

Mangkau‘ di Bone. Digelar Bote‘E karena dia memiliki postur tubuh yang subur

(gempal). Konon sewaktu masih kanak-kanak ia sudah kelihatan besar dan kalau diusung, pengusung lebih dari tujuh orang.

La Uliyo dikenal suka menyabung ayam, kawin dengan We Tenri

Wewang DenraE anak Arung Pattiro MaggadingE dengan isterinya We Tenri

Sumange‘.Arumpone inilah yang pertama didampingi oleh Kajaolaliddong. Dia pulalah yang mengadakan perjanjian dengan KaraengE ri Gowa yang bernama

Daeng Matanre. Dalam perjanjian tersebut dijelaskan Sitettongenna SudengngE –

Lateya Riduni di Tamalate:

‖Kalau ada kesulitan Bone, maka laut akan berdaun untuk dilalui oleh orang Mangkasar. Kalau ada kesulitan orang Gowa, maka gundullah gunung untuk dilalui orang Bone. Tidak saling mencurigai, tidak saling bermusuhan Bone dengan Gowa, saling menerima dan saling memberi, siapa yang memimpin Gowa, dialah yang melanjutkan perjanjian ini, siapa yang memimpin Bone dialah yang melanjutkan perjanjian ini sampai kepada anak cucunya. Barang siapa yang mengingkari perjanjian ini, pecahlah periuk nasinya – seperti pecahnya telur yang jatuh ke batu‖.117

117A. Makmur Makka, Rumpa‟na Bone: Runtuhnya Kerajaan Bone(Jakarta: Kompas 2015), h.35.

130

Arumpone inilah yang mengalahkan Datu Luwu yang tinggal di Cenrana.

Pada masa pemerintahannya pulalah Bone mulai dikuasai oleh Gowa. Dalam lontara‘ dijelaskan bahwa KaraengE ri Gowa duduk bersama Arumpone di sebelah selatan Laccokkong.

Pada saat itu antara orang Bone dengan orang Gowa saling membunuh.

Kalau orang Gowa yang membunuh, maka Arumpone yang mengurus jenazahnya. Begitu pula kalau orang Bone yang membunuh, maka KaraengE ri

Gowa yang mengurus jenazahnya. Arumpone ini pula yang menemani KaraengE ri Gowa pergi meminta persembahan orang Wajo di Topaceddo.

Setelah genap 25 tahun menjadi Mangkau‘ di Bone, dikumpulkanlah seluruh orang Bone. Setelah semuanya berkumpul, disampaikanlah bahwa ; ‖Saya akan menyerahkan Akkarungeng ini kepada anakku yang bernama La Tenri

Rawe‖. Mendengar pernyataan Arumpone tersebut, seluruh orang Bone setuju.

Maka dilantiklah anaknya menjadi Arumpone. Acara pelantikan itu berlangsung meriah selama tujuh hari tujuh malam.

Karena kedudukannya sebagai Arumpone telah diserahkan kepada anaknya, maka La Uliyo Bote‘E hanya bolak balik antara isterinya di Bone dengan isterinya di Mampu.

La Uliyo Bote‘E pernah memarahi kemenakannya yang bernama La

Paunru dengan sepupunya yang menjadi Arung Paccing yang bernama La Mulia.

Keduanya pergi meminta bantuan kepada Kajaolaliddong agar diminta maafkan.

Tetapi sebelum rencana itu terlaksana, La Uliyo Bote‘E pergi ke Mampu untuk

131

menyabung ayam. Tiba-tiba ia melihat kemenakannya dan sepupunya membuat hatinya semakin dongkol. Ia pun segera kembali ke Bone.

La Paunru dan La Mulia berpendapat lebih baik kita menyerahkan diri kepada Kajao Laliddong di Bone untuk selanjutnya minta maaf kepada Bote‘E.

Makanya setelah Bote‘E meninggalkan Mampu, keduanya mengikut dari belakang.

Setelah sampai di Itterung, La Uliyo Bote‘E menoleh ke belakang, dilihatnya La Paunru bersama La Mulia berjalan mengikutinya. Karena disangkanya La Paunru dan La Mulia berniat jahat terhadapnya, maka ia pun berbalik menyerangnya. La Paunru dan La Mulia walaupun tidak bermaksud melawan, namun karena terdesak oleh serangan La Uliyo akhirnya keduanya terpaksa melawan. Dalam perkelahian tersebut, baik La Paunru maupun La Uliyo tewas di tempat, sedangkan La Mulia dibunuh oleh orang yang datang membantu

La Uliyo.Sejak itu, digelarlah La Uliyo Bote‘E MatinroE ri Itterung.

Adapun anak La Uliyo Bote‘E dari istrinya yang bernama We Tenri

Wewang DenraE, adalah La Tenri Rawe BongkangE. Inilah yang menggantikannya sebagai Mangkau‘ di Bone. La Tenri Rawe kawin dengan We

Tenri Pakiu Arung Timurung MaccimpoE.

Anak berikutnya adalah La Inca, dialah yang menggantikan saudaranya menjadi Mangkau‘ di Bone. La Inca kawin dengan janda saudaranya, We Tenri

Pakiu Arung Timurung MaccimpoE.

Anaknya yang berikut, We Lempe yang kawin dengan sepupu dua kalinya yang bernama La Saliwu Arung Palakka, anak dari We Mangampewali I

132

Damalaka dengan suaminya La Gome. Dari perkawinan ini lahirlah La Tenri

Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

Selanjutnya We Tenri Pakkuwa, kawin dengan La Makkarodda To Tenri Bali

Datu Mario. Sesudah We Tenri Pakkuwa adalah We Danra MatinroE ri Bincoro.

Tidak disebutkan turunannya dalam lontara‘

Adapun anak La Uliyo Bote‘E dari isterinya yang bernama We Tenri Gau

Arung Mampu adalah We Balole I Dapalippu. Inilah yang kawin dengan paman sepupu ayahnya yang bernama La Pattawe Arung Kaju MatinroE ri Bettung, anak dari saudara La Tenri Sukki MappajungE yang bernama La Panaongi To Pawawoi

Arung Palenna dengan isterinya We Tenri Esa‘ Arung Kaju.

Sesudah We Balole adalah Sangkuru‘ Dajeng Petta BattowaE Massao LampeE ri

Majang. Dia digelar pula sebagai Arung Kung, tidak disebutkan keturunannya dalam lontara‘. g. La Tenritatta, Daeng Serang, Malampe-E Gemme‟na, Arung Palakka,

1672-1696 (Laki-laki).

Setelah La Maddaremmeng MatinroE ri Bukaka meninggal dunia, maka digantikanlah oleh kemanakannya yang bernama La Tenri Tatta Arung Palakka

MalampeE Gemme‘na Petta To RisompaE.

La Tenri Tatta To Unru adalah anak dari We Tenri Sui Datu Mario Riwawo dengan suaminya yang bernama La Pottobune Arung Tanatengnga Datu

Lompulle. Ibu dari We Tenri Sui adalah We Baji atau We Dangke LebaE ri Mario

Riwawo dengan suaminya La Tenri Ruwa Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng.

La Tenri Ruwalah yang mula-mula menerima agama Islam dari KaraengE ri

133

Gowa yang juga dianggap sebagai orang pertama menerima agama Islam di

Celebes Selatan. Karena pada waktu itu orang Bone menolak agama Islam, maka

Arumpone La Tenri Ruwa pergi ke Bantaeng dan disanalah ia meninggal dunia sehingga dinamakan MatinroE ri Bantaeng.

Ketika La Tenri Tatta To Unru baru berusia 11 tahun, Bone dibawah kepemimpinan La Tenri Ruwa, Bone diserang dan dikalahkan oleh Gowa. Orang tuanya La Pottobune ditangkap dan ditawan bersama Arumpone La Tenri Ruwa serta beberapa anak bangsawan Bone lainnya oleh KaraengE ri Gowa dalam peristiwa yang disebut Beta Pasempe ( Kekalahan di Pasempe ). Pasempe adalah sebuah kampung kecil yang dipilih oleh Arumpone La Tenri Ruwa untuk melakukan perlawanan dan disitulah dia dikalahkan. Semua tawanan Gowa termasuk orang tua La Tenri Tatta Arung Palakka dibawa ke Gowa.

Sesampainya di Gowa, tawanan-tawanan itu dibagi-bagi kepada Bate

SalapangE ri Gowa. La Pottobune, isterinya We Tenri Sui dan anaknya La Tenri

Tatta To Unru diambil oleh KaraengE ri Gowa. Ditempatkan di SalassaE (Istana)

Gowa dan ditunjukkan sebidang tanah untuk digarap dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Disitu pulalah membuat pondok untuk ditempatinya.

Karena La Tenri Tatta To Unru dianggap masih anak-anak, maka To Unru selalu diikutkan oleh KaraengE ri Gowa apabila bepergian. La Tenri Tatta biasanya ditugasi untuk membawa tombak atau sebagai –pakkalawing epu

(pembawa perlengkapan) yang diperlukan oleh KaraengE ri Gowa dalam perjalanan itu. Sejak itu La Tenri Tatta dikenal banyak kalangan, termasuk para anggota Bate SalapangE ri Gowa. La Tenri Tatta To Unru memiliki sifat-sifat

134

yang baik, jujur dan cerdas. Oleh karena itu La Tenri Tatta To Unru diambil oleh

Karaeng Patingalloang untuk diajari tentang adat-istiadat Mangkasar (Gowa).

Setelah Karaeng Patingalloang Tu Mabbicara Butta ri Gowa meninggal dunia, maka yang menggantikannya adalah saudaranya yang bernama Karaeng

Karunrung. Karaeng Karunrung inilah yang terkenal sangat kejam terhadap orang- orang Bone yang menjadi tawanan Gowa. Ini pulalah sebagai Tu Mabbicara Butta ri Gowa yang minta kepada Tobala Jennang Bone untuk dikirimi sebanyak 10.000 orang Bone yang akan dipekerjakan sebagai penggali parit dan pembuat benteng.

Jumlah tersebut tidak bisa dikurangi, diganti atau dibayar. Walaupun seseorang yang telah ditunjuk itu ada yang bisa menggantikannya atau mampu untuk membayarnya, namun oleh Karaeng Karunrung tidak membenarkannya.

Ketika orang Bone yang jumlahnya 10.000 itu tiba, langsung dipekerjakan sebagai penggali parit dan pembuat benteng. Tiap-tiap 10 orang diawasi oleh seorang mandor dari orang Gowa sendiri. Mereka dipekerjakan mulai pagi sampai malam dan hanya diberi kesempatan istirahat pada waktu makan. Makanannya tidak ditanggung oleh Karaeng Karunrung, tetapi harus dibawa sendiri dari Bone.

Adapun La Tenri Tatta To Unru Daeng Serang, sudah kawin dengan seorang anak bangsawan Gowa yang bernama I Mangkawani Daeng Talele. Pada saat orang Bone yang jumlahnya 10.000 itu bekerja, La Tenri Tatta To Unru menggabungkan diri dan bekerja juga sebagai penggali parit dan pembuat benteng. Ia juga merasakan bagaimana penderitaan orang Bone disiksa oleh mandor-mandor orang Gowa yang mengawasi pekerjaan itu.

135

Suatu ketika, KaraengE ri Gowa akan memperingati Ulang Tahunnya, maka diadakanlah perburuan rusa di Tallo. Seluruh rakyat diharuskan mengikuti perburuan tersebut. La Tenri Tatta Daeng Serang yang biasa membawakan tombak KaraengE, kebetulan tidak ikut. Oleh karena itu orang tuanya La

Pottobune‘lah yang ditunjuk oleh KaraengE ri Gowa untuk membawakan tombaknya.

Sesampainya KaraengE ri Gowa pada lokasi perburuan rusa di Tallo, berpencarlah orang banyak baik sebagai pemburu atau sebagai penunggang kuda untuk menelusuri hutan-hutan mencari rusa. Kebetulan ada dua orang pekerja parit yang melarikan diri dan bersembunyi dihutan, karena disangkanya dirinya yang dikepung. Kedua orang tersebut ditangkap oleh pemburu dan dihadapkan kepada Karaeng Karunrung. Keduanya disiksa, dipukuli sampai meninggal dunia.

La Pottobune‘ orang tua La Tenri Tatta sangat prihatin menyaksikan penyiksaan itu, sehingga tidak dapat menahan perasaannya. Datu Lompulle tidak mampu menahan emosinya dan pada saat itu juga ia mengamuk dengan menggunakan tombak Karaeng Karunrung yang dibawanya. Setelah membunuh banyak orang

Gowa, barulah ia ditangkap dan disiksa seperti layaknya pekerja parit yang melarikan diri tadi. Karena La Pottobune‘ memiliki ilmu kebal terhadap senjata tajam, maka nantilah dia meninggal dunia setelah dimasukkan dalam lesung dan ditumbuk dengan alu.

136

Sejak kejadian itu, La Tenritatta To Unru Daeng Serang118 tidak bisa lagi tidur. Setiap saat ia selalu berdoa kepada Dewata SeuwaE agar diberi jalan yang lapang untuk kembali menegakkan kebesaran Tanah Bone.

Suatu saat pagi-pagi sekali La Tenritatta To Unru tiba di tempat penggalian. Lalu dipanggilnya keluarga dekatnya, seperti; Arung Belo, Arung Pattojo Arung

Appanang dan lain-lain. Semua keluarga dekatnya itu memang tidak pernah berpisah dengannya. Dalam kesempatan itu, dibuatnya suatu kesepakatan untuk membebaskan seluruh orang Bone dari penyiksaan orang Gowa di tempat penggalian tersebut. Kesepakatan ini sangat dirahasiakannya, tidak seorangpun yang bisa mengetahuinya termasuk kepada isteri mereka.

Pada waktu diadakan perburuan rusa terakhir di Tallo, rencana pembebasan yang akan dilakukan oleh La Tenritatta Daeng Serang, Arung Belo,

Arung Pattojo dan Arung Appanang juga sudah cukup matang. Semua keluarganya sudah dipersiapkan dan barang-barang bawaan sudah dikemas dengan rapi. Saat itulah La Tenritatta Arung Palakka memerintahkan kepada seluruh pekerja parit dan pembuat benteng untuk melarikan diri meninggalkan tempat itu. Sebelumnya seluruh mandor dari orang Gowa dibunuh dan dirampas senjata dan perlengkapan lainnya.

Sesampainya di Bone La Tenritatta To Unru langsung menemui Jennang

Tobala dan Datu Soppeng yang bernama La Tenribali yang tidak lain adalah

118 La Tenritatta’ To Appatunru, Mangkau Bone ke -15 tahun 1672-1696 Masehi, Sultan Saaduddin Aru PalakkaMatinroe ri Bontoala putra La Pattobune’ Datu Lompulle Aru Tana Tengnga bersama We Tenri Suwi’ Datu Mario Riwawo, Putri La Tenri Ruwa Mangkau Bone ke-11 Aru Palakka Matinroe ri Bantaeng bersama We Baji Datu Mario Riwawo (Berdasarkan Lontara’ Akkarungeng Bone, Para pakar sejarah Sulawesi Selatan menuliskan nama Arungpone . Rangkuman Nur Ismah)

137

pamannya sendiri. Datu Soppeng La Tenribali dengan Jennang Tobala memang telah membuat suatu kesepakatan untuk membangkitkan kembali semangat orang

Bone melawan Gowa. Kesepakatan antara Jennang Tobala dengan Datu Soppeng inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pincara LopiE ri Attapang

Kepada pamannya Datu Soppeng, La Tenritatta To Unru minta bekal untuk dipakai dalam perjalanan, karena dia akan pergi jauh mencari teman yang bisa diajak kerja sama melawan Gowa. Sebab menurut perkiraannya perjalanan ini akan memakan waktu yang lama dan akan menelan banyak pengorbanan.

Tidak berapa lama, datanglah orang Gowa dengan jumlah yang sangat besar lengkap dengan persenjataan perangnya mencari jejaknya. Terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat antara La Tenritatta To Unru bersama pasukannya melawan orang Gowa di Lamuru. Tetapi karena kekuatan Gowa ternyata lebih kuat, akhirnya La Tenritatta To Unu bersama pasukannya mundur kearah utara.

Sementara orang Gowa yang merasa kehilangan jejak, melanjutkan perjalanan ke

Bone. Di Bone orang Gowa betempur lagi melawan Tobala dengan pasukannya yang berakhir dengan tewasnya Jennang Tobala Petta PakkanynyarangE.

Setelah Tobala Petta PakkanynyarangE tewas dalam pertempuran, orang

Gowa terus ke Soppeng untuk menangkap Datu Soppeng La Tenribali dan selanjutnya dibawa ke Gowa (Mangkasar). Sedangkan pencaharian terhadap La

Tenritatta Arung Palakka tetap dilanjutkan.

Tewasnya Tobala Arung Tanete Petta PakkanynyarangE, oleh KaraengE ri

Gowa yang bernama I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape

Sultan Hasanuddin merasa perlu untuk mengangkat Jennang yang baru di Bone.

138

Ditunjuklah La Sekati Arung Amali sebagai pengganti Tobala, sementara Datu

Soppeng La Tenribali ditawan di Gowa dan ditempatkan di Sanrangeng bersama

Arumpone La Maddaremmeng.

Karena merasa selalu diburu oleh orang Mangkasar (Gowa), La Tenritatta

To Unru bersama seluruh pengikutnya semakin terjepit dan sulit untuk tinggal di

Tanah Ugi. Oleh karena itu bersama Arung Belo, Arung Pattojo dan Arung

Ampana sepakat untuk menyeberang ke Butung Tanah Uliyo. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan siapa tahu nanti di Butung Tanah Uliyo bisa mendapatkan teman yang dapat diajak bekerja sama melawan Gowa. Dipersiapkanlah sejumlah perahu dan pada saat yang tepat La Tenritatta To Unru bersama seluruh pengikutnya bertolak dari pantai Cempalagi Ujung Pallette menuju ke Butung

Tanah Uliyo.

Beberapa saat saja setelah meninggalkan Cempalagi Ujung Pallette, orang

Gowapun datang mencari jejaknya. Tetapi La Tenritatta To Unru bersama pengikutnya telah berada ditengah laut menuju ke Butung Tanah Uliyo. Dengan demikian orang Gowa segera kembali untuk menyampaikan kepada KaraengE ri

Gowa bahwa La Tenritatta To Unru bersama seluruh pengikutnya tidak berada lagi di daratan Tanah Ugi. Besar kemungkinannya ia menyeberang ke Butung

Tanah Uliyo untuk minta perlindungan kepada Raja Butung.

Mendengar laporan itu, KaraengE ri Gowa memerintahkan Arung

Gattareng untuk menyusulnya. Arung Gattareng berhasil bertemu La Tenritatta To

Unru di tengah laut. Setelah berbicara sejenak, Arung Gattareng lalu

139

membelokkan perahunya dan kembali ke Gowa. Sementara La Tenri Tatta Arung

Palakka bersama pengikutnya tetap melanjutkan perjalanan menuju ke Butung.

Sesampainya di Tanah Uliyo, La Tenri Tatta To Unru Arung Palakka diterima baik oleh Raja Butung dan diberinya tempat untuk istirahat dengan pengikutnya.

Kepada La Tenri Tatta To Unru, Raja Butung berkata; ‖Tinggallah sementara disini, nanti kalau kapal Kompeni Belanda yang akan menuju ke Ambon dan

Ternate singgah disini, barulah saya pertemukan denganmu. Sebab sesungguhnya saya sangat menghawatirkan kalau nantinya orang Gowa yang disuruh oleh

KaraengE ri Gowa bisa menemukan tempatmu disini. KaraengE ri Gowa memang sangat marah kepada saya, karena kapal-kapal Kompeni Belanda selalu singgah disini apabila akan berangkat menuju ke Ambon dan Ternate‖.

Pada saat La Tenri Tatta119 To Unru akan bertolak ke Butung, ia singgah bernazar di gunung Cempalagi dekat Pallette. Dalam nazarnya tersebut, La Tenri

Tatta To Unru bertekad tidak akan memotong rambutnya sebelum dirinya bersama seluruh pengikutnya kembali dengan selamat di Tanah Ugi. Sejak itu rambutnya dibiarkan menjadi panjang dan digelarlah MalampeE Gemme‘na.

KaraengE ri Gowa sudah mengetahui bahwa La Tenri Tatta To Unru Arung

Palakka bersama pengikutnya telah berada di Butung Tanah Uliyo. Oleh karena itu disiapkanlah pasukan dengan jumlah besar yang diperlengkapi dengan senjata perang untuk menyerang Butung Tanah Uliyo. Apalagi maksud untuk menyerang

Butung memang telah lama direncanakan, karena Butung selalu menjadi tempat

119Juma Dharma Poetra,Biografi Arung Palakka Jejak Perjuangan dan Kepahlawanan dari Tanah Bugis (Makassar: Arus Timur, 2015), h. 110.

140

persinggahan kapal-kapal Kompeni Belanda kalau akan berangkat ke Ambon dan

Ternate.

Tidak lama kemudian utusan KaraengE ri Gowa datang ke Butung untuk mencari La Tenri Tatta bersama pengikutnya. Tetapi sebelum utusan itu naik kedarat, Raja Butung menyampaikan kepada La Tenri Tatta To Unru bersama pengikutnya untuk bersembunyi disebuah sumur besar dan tidak berair tidak jauh dari istana Raja Butung. Kepada La Tenri Tatta To Unru, Raja Butung berkata;‖

Saya akan bersumpah nanti kalau utusan KaraengE ri Gowa naik untuk menanyakan keberadaanmu, bahwa kamu dengan seluruh pengikutmu tidak berada diatas Tanah Uliyo‖.

Karena pernyataan Raja Butung bahwa La Tenri Tatta bersama seluruh pengikutnya tidak berada diatas Tanah Uliyo dan utusan KaraengE ri Gowa memang tidak melihat adanya tanda bahwa orang yang dicarinya ada di tempat itu, maka utusan itupun pamit dan kembali ke Gowa.

KaraengE ri Gowa rupanya tidak kehabisan akal, maka disusunlah strategi baru dengan memperbanyak pasukan dan diperlengkapi dengan persenjatan untuk menyerang Butung sampai ke Ternate. Dipanggilah Datu Luwu La Setiaraja bersama Karaeng Bonto Marannu untuk memimpin pasukan ke Tanah Uliyo.

Menurut rencananya setelah Butung kalah, serangan akan dilanjutkan ke Ternate untuk menangkap Raja Ternate.

Berita tentang rencana KaraengE ri Gowa yang akan menyerang Butung dan Ternate telah sampai kepada Kompeni Belanda di Jakarta. Oleh karena itu

Kompeni Belanda mempersiapkan sejumlah kapal dan perlengkapan perang untuk

141

melawan Gowa. Kepada La Tenri Tatta To Unru yang sementara berada di

Butung dipesankan untuk melengkapi pasukannya dengan persenjataan. Begitu pula kepada Raja Butung agar bersiap-siap menunggu kedatangan Kompeni

Belanda.

Atas perintah KaraengE ri Gowa, Datu Luwu bersama Karaeng Bonto

Marannu berlayar ke Butung membawa pasukan untuk menyerang Butung dan selanjutnya Ternate. Sementara itu, berita tentang keberangkatan pasukan

Kompeni Belanda bersama La Tenri Tatta ke Butung telah sampai pula pada

KaraengE ri Gowa. Oleh karena itu, KaraengE ri Gowa segera mengembalikan

Arumpone La Maddaremmeng ke Bone dan Datu Soppeng yang bernama La

Tenribali dikembalikan ke Soppeng. Didudukkanlah Bone sebagai Palili (daerah bawahan) dari Gowa yang berarti Bone telah lepas dari penjajahan Gowa.

Adapun maksud KaraengE ri Gowa mengembalikan Arumpone La

Maddaremmeng untuk menduduki kembali Mangkau‘ Bone, agar orang Bone tidak lagi melihat Gowa sebagai lawan yang sedang bermusuhan dengan Kompeni

Belanda. Sementara La Tenribali Datu Soppeng yang tadinya ditempatkan di

Sanrangeng bersama Arumpone La Maddaremmeng sebagai tawanan, dikembalikan pula ke Soppeng. Selanjutnya Soppeng didudukkan pula sebagai

Palili dari Gowa sebagaimana halnya Bone. Sejak itu Soppeng bukan lagi sebagai jajahan Gowa melainkan sebagai daerah bawahan saja.

Kapal-kapal Kompeni Belanda yang memuat pasukan tempur yang dipimpin oleh Cornelis Speelman tiba di Butung. Diatas kapal ada La Tenritatta

To Unru Arung Palakka bersama dengan seluruh pengikutnya. Sesampainya di

142

Butung, La Tenritatta To Unru Arung Palakka MalampeE Gemme‘na memperoleh informasi bahwa yang memimpin pasukan Gowa adalah Datu Luwu

La Setiaraja dan Karaeng Bonto Marannu. Oleh karena itu La Tenritatta berkata kepada Cornelis Speelman agar jangan melepaskan tembakan. La Tenri Tatta memberi penjelasan kepada Cornelis Speelman bahwa Bone dengan Luwu sama- sama jajahan Gowa dan tidak pernah bermusuhan. Begitu pula Karaeng Bonto

Marannu tidak pernah terjadi perselisihan faham dengannya. Keduanya hanya disuruh oleh KaraengE ri Gowa unuk menyerang orang Bone.

Selanjuitnya La Tenri Tatta mengajak kepada Cornelis Speelman untuk mengirim utusan kedarat guna menemui Datu Luwu dan Karaeng

Bonto Marannu.Siapa tahu ada jalan yang bisa ditempuh dan tidak saling bermusuhan sesama saudara. Ajakan itu disetujui oleh Speelman dan diutuslah beberapa orang naik menemui Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu.

Sesampainya ditempat Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu, utusan itu menyampaikan bahwa Arung Palakka bersama Cornelis Speelman mengharapkan

Datu Luwu bersama Karaeng Bonto Marannu turun ke kapal dengan mengibarkan bendera putih untuk berbicara secara baik-baik.

Mendengar apa yang disampaikan oleh utusan itu, Datu Luwu La Setiaraja dan Karaeng Bonto Marannu sependapat bahwa lebih banyak buruknya dari pada baiknya jika kita saling bermusuhan sesama saudara. Kalau kita berdamai, hanyalah senjata kita yang diambil. Tetapi kalau kita bertahan untuk berperang, maka senjata beserta seluruh pasukan kita ikut diambil.

143

Setelah saling bertukar pendapat antara Datu Luwu dengan Karaeng Bonto

Marannu yang mendapat persetujuan dari seluruh pasukannya, maka turunlah ke kapal Kompeni Belanda menemui La Tenritatta Arung Palakka dan Cornelis

Speelman sebagai pimpinan pasukan Kompeni Belanda. Dari atas kapal nampak

Arung Belo, Arung Pattojo, Arung Appanang serta Arung Bila menjemput kedatangan Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu beserta beberapa pengikutnya.

Datu Luwu La Setiaraja dan Karaeng Bonto Marannu menyatakan bergabung dengan Arung Palakka, makanya keduanya minta perlindungan

Kompeni Belanda. Untuk mengamankan keduanya dari KaraengE ri Gowa, dibawa ke sebuah pulau oleh Cornelis Speelman. Nanti setelah perang selesai, barulah kembali ke negerinya. Sedangkan pasukannya dinaikkan ke kapal untuk dibawa pulang ke kampungnya setelah dilucuti seluruh senjatanya.

Sementara itu, berita tentang dikembalikannya La Maddaremmeng ke

Bone dan La Tenribali ke Soppeng oleh KaraengE ri Gowa dimana Bone dan

Soppeng didudukkan sebagai Palili (daerah bawahan), telah sampai kepada La

Tenri Tatta Arung Palakka.120 Lalu Arung Palakka mengirim utusan ke Bone dan

Soppeng agar Arumpone dan Datu Soppeng tetap mengangkat senjata untuk melawan KaraengE ri Gowa Sultan Hasanuddin.

La Tenritatta Arung Palakka bersama Cornelis Speelman dengan persenjatan yang lengkap meninggalkan Butung menyusuri daerah-daerah pesisir yang termasuk kekuasan KaraengE ri Gowa. Banyak daerah pesisir yang tadinya

120Juma Dharma Poetra,Biografi Arung Palakka Jejak Perjuangan dan Kepahlawanan dari Tanah Bugis, h. 123.

144

berpihak kepada Gowa, berbalik dan menyatakan berpihak kepada La Tenri Tatta

Arung Palakka. Sementara melalui darat, Arung Bila, Arung pattojo, Arung Belo dan Arung Ampana terus membangkitkan semangat orang Bone dan orang

Soppeng untuk berperang melawan Gowa. Beberapa daerah di Tanah Pabbiring

Barat berbalik pula melawan KaraengE ri Gowa.

Dengan demikian keadaan KaraengE ri Gowa Sultan Hasanuddin sudah terkepung. Kompeni Belanda dibawah komando Cornelis Speelman menghantam dari laut, sementara Arung Palakka dengan seluruh pasukannya menghantam dari darat. Semua arung yang tadinya membantu Gowa kembali berbalik menjadi lawan, kecuali Wajo tetap membantu Gowa.

Karena merasa sudah sangat terdesak dan pertempuran telah banyak memakan korban dipihak Sultan Hasanuddin, maka pada hari Jumat tanggal 21

November 1667 M. KaraengE ri Gowa I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng

Bonto Mangape Sultan Hasanuddin bersedia mengakhiri perang. Kesediaannya itu ditandai dengan suatu perjanjian yang bernama Perjanjian Bungaya. Perjanjian mana ditanda tangani oleh Sultan Hasanuddin dengan Cornelis Speelman Admiral

Kompeni Belanda. Sementara perjanjian Sultan Hasanuddin dengan Arung

Palakka adalah melepaskan Bone dan Soppeng sebagai jajahan Gowa.

Setelah perang berakhir, barulah La Tenri Tatta Arung Palakka bersama pengikutnya masuk ke Bone. Sesampainya di Bone, dijemput oleh Arumpone La

Maddaremmeng. Keduanya saling mengucapkan selamat atas kemenangannya melawan Gowa. Berkatalah La Maddaremmeng kepada kemenakannya La Tenri

Tatta; ‖Saya sekarang sudah tua dan semakin lemah, walaupun saya telah

145

dikembalikan oleh KaraengE ri Gowa untuk menduduki Mangkau‘ di Bone, namun hanyalah sebagai simbol. Sebab Bone hanya ditempatkan sebagai daerah palili yang berarti harus tetap mengabdi kepada Gowa. Oleh karena itu saya berpendapat sebaiknya engkaulah yang memangku Mangkau‘ di Bone. Sebab memang warisanmu dari MatinroE ri Bantaeng. Hanya karena orang Bone pada mulanya tidak mau menerima Islam, sehingga ia meninggalkan Bone‖.

La Tenri Tatta Arung Palakka menjawab ; ‖Saya menjunjung tinggi keinginan Puatta, tetapi saya tetap berpendapat bahwa nantilah api itu padam baru dicarikan penggantinya, artinya nantilah Arumpone benar-benar sudah tidak ada baru diganti‖.

Oleh karena itu La Maddaremmeng tetap memangku Mangkau‘ di Bone sampai ia meninggal dunia. Akan tetapi hanyalah simbol belaka, sebab yang melaksanakan pemerintahan adalah kemenakannya yang bernama La Tenri Tatta

To Unru Arung Palakka.

Bagi Kompeni Belanda hubungannya dengan arung-arung di Tanah Ugi harus melalui La Tenri Tatta Arung Palakka. Cornelis Speelman meminta kepada

Gubernur Jenderal di Betawe agar Arung Palakka diangkat menjadi Arumpone.

Selain itu ia juga diangkat menjadi pimpinan bagi arung-arung di Tanah Ugi, karena itu digelarlah To RisompaE.

Dalam tahun 1672 M. Arumpone La Maddaremmeng meninggal dunia, barulah Arung Palakka resmi menjadi Arumpone. Diseranglah Wajo pada bulan

Agustus 1670 M, karena Arung Matowa Wajo yang bernama La Tenri Lai belum mau mengalah pada saat diadakannya Perjanjian Bungaya. La Tenri Lai

146

menyatakan kepada KaraengE ri Gowa Sultan Hasanuddin bahwa perang antara

KaraengE dengan Kompeni Belanda telah berakhir, tetapi perang Wajo dengan

Arung Palakka belum selesai.

Oleh karena itu Sultan Hasanuddin menganjurkan kepada La Tenri Lai untuk kembali ke Wajo bersama seribu pengikutnya. Sesampainya di Wajo, disusul kemudian oleh Arung Palakka bersama seluruh pengikutnya dan berperanglah selama empat bulan. Korban berguguran baik dari Bone, Soppeng maupun Wajo. Batal sudah Perjanjian TellumpoccoE, akhirnya Wajo kalah.

Tosora terbakar, bobol sudah pertahanan Wajo.

Dalam peperangan yang dahsyat ini, Arung Matowa Wajo La Tenri Lai To

Sengngeng gugur terbakar, maka digelarlah MatinroE ri Salokona. Dengan demikian datanglah utusan PillaE PatolaE minta untuk diadakan gencatan senjata atau menghentikan perang kepada Bone dan Soppeng.

Permintaan itu dijawab oleh Arung Palakka bahwa hanya diberi kesempatan selama tiga hari untuk mengurus jenazah Arung MatowaE ri Wajo.

Setelah itu, sepakatlah orang Wajo untuk mengangkat La Palili To Malu menggantikan La Tenri Lai To Sengngeng sebagai Arung Matowa Wajo yang baru.

Arung Matowa Wajo inilah yang menyatakan diri kalah dengan Bone dan

Soppeng. Pada tanggal 23 Sepetember 1670 M. La Palili To Malu naik ke

Ujungpandang untuk menanda tangani perjanjian dalam Benteng Rotterdam.

Arung Palakka MalampeE Gemme‘na, ArungE ri Bantaeng, Datu Soppeng,

Arung Tanete serta beberapa petinggi lainnya yang mengantar Arung Matowa

147

Wajo La Palili To Malu masuk ke Benteng Rotterdam. Arung Matowa Wajo bersama dengan PillaE yang bernama La Pakkitabaja, PatolaE yang bernama La

Pangabo, CakkuridiE yang bernama La Pedapi, inilah yang dinamakan TelluE

Bate Lompo ri Wajo.

Setelah selesai berperang dengan Wajo tahun 1671 M. Dikawinkanlah adik perempuannya yang bernama We Mappolo BombangE yang juga diangkat menjadi Maddanreng di Palakka. We Mappolo BombangE dikawinkan dengan La

PakokoE Toangkone Arung Timurung yang juga Arung Ugi anak dari La

Maddaremmeng MatinroE ri Bukaka dengan isterinya yang bernama We Hadijah

I Dasaleng Arung Ugi.

Lima bulan setelah perkawinan adik perempuannya We Mappolo

BombangE Maddanreng Palakka, dalam tahun 1671 M. Arung Palakka

MalampeE Gemme‘na mengadakan keramaian untuk melepaskan nazarnya ketika hendak meninggalkan Tanah Ugi. Nazarnya itu, adalah ; Kalau nantinya saya selamat kembali ke Tanah Ugi menegakkan kembali kebesaran Bone dan

Soppeng, saya akan membuat sokko (nasi ketang) tujuh macam setinggi gunung

Cempalagi. Akan kusembelih seratus kerbau camara (belang) bertanduk emas, sebagai tebusan anak bangsawan Gowa –maddara takku – (berdarah biru) dan sebagai ganti kepala Karaeng Mangkasar (bangsawan tinggi) di Gowa.

Pada saat itulah La Tenri Tatta Arung Palakka menyampaikan kepada pengikutnya bahwa ia memanjangkan rambutnya selama dalam perantauan dan nanti akan dipotong setelah kembali menegakkan kebesaran Bone. Maka setelah melepaskan nazarnya di Cempalagi, iapun memotong rambutnya, kemudian

148

mangosong (bernyanyi); ‖Muaseggi belobelo, weluwa sampo genoaE mattipi nattowa wewe. Muaseggi culecule weluwa sampo palippaling ri accinaongi awana‖.

Ketika acara potong rambutnya yang diikuti oleh seluruh pengikutnya selesai, La Tenri Tatta 121To Unru melepaskan nazarnya dengan memotong 400 ekor kerbau dilereng gunung Cempalagi. Seratus ekor kerbau camara (Bulu hitam dengan belang dibagian ekor dan kepala) bertanduk emas (ditaruh emas pada tanduknya). Tiga ratus ekor sebagai pengganti kepala bangsawan Gowa dan bangsawan Mangkasar.

Setelah itu, diseranglah seluruh negeri yang belum menyatakan diri takluk kepada Bone. Negeri-negeri itu antara lain; Mandar, Palilina Tanah Luwu yang masih mengikut kepada Gowa. Selanjutnya serangannya ditujukan kepada

Pasuruan Jawa Timur, Galingkang dan Sangalla. Kesemua negeri tersebut dikalahkan dan terakhir adalah Letta.

Pada tanggal 3- 11- 1672 M. We Mappolo Bombang Maddanreng Palakka melahirkan anak laki-laki yang bernama La Patau Matanna Tikka WalinonoE La

Tenri Bali MalaE Sanrang. Anak ini lahir dari perkawinannya denga La PakokoE

Toangkone Arung Timurung.

Atas kelahiran La Patau Matanna Tikka membuat La Tenritatta Arung

Palakka Petta To RisompaE sangat gembira. Karena menurut pikirannya, sudah ada putra mahkota yang bisa melanjutkan akkarungeng di Tanah Bone. La Tenri

121Mattulada, La Toa Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h. 215.

149

Tatta Arung Palakka yang tidak memiliki anak, menganggap bahwa anak dari adik perempuannya itulah yang menjadi anak pattola (putra mahkota).

Setelah Arumpone La Maddaremmeng meninggal dunia dalam tahun 1672

M. Sepakatlah anggota Hadat Bone yang didukung oleh seluruh orang Bone serta

Pembesar Kompeni Belanda untuk mengangkat La Tenri Tatta Arung Palakka menjadi Arumpone menggantikan pamannya.

Agar dapat memperoleh keturunan La Tenritatta Arung Palakka kawin dengan We Yadda Datu Watu anak dari La Tenribali Datu Soppeng MatinroE ri

Datunna dengan isterinya yang bernama We Bubungeng I Dasajo. Namun dari perkawinannya itu, tetap tidak memperoleh keturunan.

Adapun saudara perempuan La Tenrtatta yang bernama We Kacimpureng yang kawin dengan To Dani juga tidak memiliki keturunan. Saudara perempuannya yang tua yang bernama We Tenri Abang, dialah yang diberikan

Marioriwawo. Dia pula yang diikutkan sewaktu La Tenritatta pergi ke Jakarta dimasa berperang dengan Gowa. We Tenri Abang kawin dengan La Mappajanji atau biasa juga dinamakan La Sulo Daeng Matasa. Dari perkawinannya itu lahir seorang anak perempuan yang bernama We Pattekke Tana Daeng Risanga.

Melihat bahwa tidak ada lagi musuh yang berarti, maka Arumpone La

Tenri Tatta To Unru Arung Palakka mengumpulkan seluruh Bocco (Akkarungeng

Tetangga) di Baruga TelluE Coppo‘na di Cenrana. Diadakanlah suatu pesta untuk disaksikan oleh arung-arung yang pernah ditaklukkannya, termasuk pembesar- pembesar Kompeni Belanda. Dalam kesempatan itu, Arumpone La Tenritatta

Arung Palakka menyampaikan kepada semua yang hadir bahwa dirinya telah

150

melepaskan nazar dan telah meletakkan samaja (sesaji) dan juga telah memotong rambutnya. Seluruh yang hadir pada pesta tersebut mendengarkan dengan baik tentang apa yang disampaikan oleh Petta To RisompaE.

―Dengarkanlah wahai seluruh orang Bone dan juga seluruh daerah passeyajingeng Tanah Bone, termasuk passeyajingeng keturunan MappajungE.

Besok atau lusa datang panggilan Allah kepadaku, hanyalah kemanakan saya yang dua bisa mewarisi milikku. Yang saya tidak berikan adalah harta yang masih dimiliki oleh isteriku I Mangkawani Daeng Talele. Sebab saya dengan isteriku I

Mangkawani Daeng Talele tidak memiliki keturunan.

Adapun kemanakanku yang bernama La Patau Matanna Tikka, anak dari

Maddanreng Palakka saya berikan akkarungeng ri Bone. Sedangkan kemanakanku yang satu anak Datu Mario Riwawo, saya wariskan harta bendaku, kecuali yang masih ada pada isteriku I Mangkawani Daeng Talele‖.

La Patau Matanna Tikka berkata ; ―Saya telah mendengarkan pesan pamanku Petta To RisompaE bahwa saya diharapkan untuk menggantikannya kelak sebagai Mangkau‘ di Bone. Namun saya sampaikan kepada orang banyak bahwa sebelum saya menggantikan Puatta selaku Arumpone, apakah merupakan kesepakatan orang banyak dan bersedia berjanji denganku?‖

Seluruh anggota adat dan orang banyak berkata ; ―Katakanlah untuk didengarkan oleh orang banyak‖.

Berkata lagi La Patau Matanna Tikka ; ―Saya akan menerima kesepakatan orang banyak dari apa yang dikatakan oleh Puatta To RisompaE, apabila orang banyak mengakui dan mengetahui bahwa ;

151

– Tidak akan ada lagi Mangkau‘ di Bone kalau bukan keturunanku.

– Ketahui pula bahwa keturunanku adalah anak cucu MappajungE tidak

akan dipilih dan didudukkan oleh keturunan LiliE. Begitulah yang saya

sampaikan kepada orang banyak‖.

Seluruh orang banyak berkata ; ‖Angikko Puang kiraukkaju Riyao miri riyakeng mutappalireng muwawa ri peri nyameng‖ (Baginda angin dan kami semua daun kayu dimana Baginda berhembus, disanalah kami terbawa – menempuh kesulitan dan kesenangan).

La Tenritatta To RisompaE, adalah Datu Marioriwawo, Arung di Palakka sebelum memangku Mangkau‘ di Bone menggantikan MatinroE ri

Bukaka.Sesudah perjanjian Bungaya 18 November 1667 M. Dia menegakkan kembali kebesaran Bone, melepaskan dari jajahan Gowa. Begitu pula Soppeng,

Luwu dan Wajo, semuanya dilepaskan dari jajahan Gowa. Datu Luwu MatinroE ri

Tompo‘tikka yang menguasai Tanah Toraja sampai di pegunungan Latimojong yang ikut membantu Bone, diangkat sebagai daerah passeyajingeng (daerah sahabat).

Oleh karena itu Arumpone La Tenritatta digelar Petta To RisompaE atas dukungan Kompeni Belanda yang memberinya kekuasaan sebagai Mangkau‘ dari seluruh Mangkau‘ di Tanah Ugi. La Tenritatta To Unru lalu membuat payung emas dan payung perak di samping Bendera SamparajaE. Oleh Kompeni Belanda diberinya selempang emas dan kalung emas sebagai tanda kenang-kenangan

Kompeni Belanda atas jasa baiknya menjalin kerja sama.

152

Selaku Mangkau‘ dari seluruh Mangkau‘ di Celebes Selatan, La Tenritatta

Petta To RisompaE belum merasa puas kalau TelluE Cappa‘ Gala yaitu Kerajaan

Besar Bone, Gowa dan Luwu tidak bersatu. Oleh karena itu, ia mengawali dengan mengawinkan bakal penggantinya sebagai Arumpone kelak yaitu La Patau

Matanna Tikka WalinonoE dengan anak PajungE ri Luwu La Setiaraja MatinroE ri Tompo‘tikka dari isterinya yang bernama We Diyo Opu Daeng Massiseng Petta

I Takalara. Anak Datu Luwu tersebut bernama We Ummung Datu Larompong.

We Ummung Datu Larompong kemudian diangkat menjadi Maddanreng

TellumpoccoE (Bone, Soppeng dan Wajo) dan seluruh daerah sahabat Bone dalam tahun 1686 M. Untuk Wajo diangkat dua orang berpakaian kebesaran, begitu pula Soppeng, Ajatappareng, Massenrempulu, Mandar PituE Babanna

Minanga tiga orang, Kaili, Butung, Tolitoli masing-masing tiga orang. Sedangkan

Ajangale‘ dan Alau Ale‘ masing-masing dua orang.

Adapun perjanjian La Tenritatta Petta To RisompaE dengan Datu Luwu La

Setiaraja MatinroE ri Tompo‘tikka, adalah; ‖Apabila La Patau bersama We

Ummung Datu Larompong melahirkan anak, maka anaknya itulah yang akan menjadi Datu di Luwu‖.Selanjutnya La Patau Matanna Tikka dikawinkan lagi di

Tanah Mangkasar dengan perempuan yang bernama We Mariama (Siti Maryam)

Karaeng Patukangang. Anak dari La Mappadulung Daeng Mattimung KaraengE ri

Gowa yang juga dinamakan Sultan Abdul Jalil dengan isterinya Karaeng Lakiung.

Dalam acara perkawinannya itu, datang semua daerah sahabat Bone menyaksikannya.

153

Adapun perjanjian Petta To RisompaE dengan KaraengE ri Gowa, pada saat dikawinkannya La Patau Matanna Tikka dengan We Mariama adalah; ‖Kalau nantinya La Patau dengan We Mariama melahirkan anak laki-laki, maka anaknya itulah yang diangkat menjadi Karaeng di Gowa‖. Oleh karena itu maka hanyalah anak We Ummung dari Luwu dan anak We Mariama dari Gowa yang bisa diangkat menjadi Mangkau‘ di Bone. Sementara yang lain, walaupun berasal dari keturunan bangsawan tinggi, tetapi dia hanya ditempatkan sebagai cera‘ biasa

(tidak berhak menjadi Mangkau‘). Kecuali kalau anak We Ummung dan We

Mariama yang menunjuknya.

Aturan yang berlaku di TellumpoccoE dan TelluE Cappa‘ Gala adalah tenri pakkarung cera‘E tenri attolang rajengE (cera‟ tidak bisa menjadi Arung dan rajeng tidak bisa menggantikan Arung). Kecuali semua putra mahkota telah habis dan tidak ada lagi pilihan lain.

Ketika kemanakan Petta To RisompaE yang bernama We Pattekke Tana

Daeng Tanisanga Petta MajjappaE Datu TelluE Salassana digeso‘ (tradisi orang

Bugis menggosok gigi dengan batu pada saat anak mulai dewasa), diundanglah seluruh Bocco dan seluruh Lili Passeyajingeng Bone. Pada saat itulah Petta To

RisompaE memberikan kepada kemanakannya itu Pattiro dan harta benda yang pernah dipersaksikan kepada orang banyak sesudah memotong rambutnya.

Selanjutnya We Pattekke Tana diberikan oleh ibunya Marioriwawo beserta isinya, dan ayahnya memberikan Tanete beserta isinya.

Pada acara maggeso‘nya We Pattekke Tana, hadir semua Lili

Passeyajingeng Bone, seperti ; TellumpoccoE, LimaE Ajattappareng, PituE

154

Babanna Minanga, LimaE Massenreng Pulu, TelluE Batupapeng, Butung, Toirate,

BukiE, Gowa, Cappa‘galaE dan petinggi-petinggi Kompeni Belanda.

Pada saat itu juga datang utusan PajungE ri Luwu untuk melamarkan putranya yang bernama La Onro To Palaguna kepada We Pattekke Tana. Petta To

RisompaE mengatakan kepada utusan Datu Luwu; ‖Saya bisa menerima lamaranmu wahai orang Ware, tetapi dengan perjanjian We Tekke (Pattekke

Tana) engkau angkat menjadi datu di Luwu. Walaupun dia nantinya tidak memiliki anak dengan suaminya (La Onro To Palaguna), apalagi kalau dia berdua melahirkan anak, maka harus mewarisi secara turun temurun tahta sebagai Datu

Luwu‖.

Permintaan tersebut diakui oleh orang Ware, berjanjilah Puatta MatinroE ri

Bontoala dengan MatinroE ri Tompo‘tikka untuk mengangkat We Pattekke Tana sebagai Datu Luwu sampai kepada anak cucunya. Kesepakatan ini disetujui oleh orang Ware yang disaksikan oleh TellumpoccoE.

Dari perkawinan We Pattekke Tana dengan La Onro To Palaguna lahirlah

Batara Tungke Sitti Fatimah. Kemudian Sitti Fatimah kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama La Rumpang Megga To Sappaile Cenning ri Luwu. Anak dari We Yasiya Opu Pelai Lemolemo dengan suaminya yang bernama La

Ummareng Opu To Mallinrung.

We Fatimah melahirkan tiga orang anak, yaitu; We Tenri Leleang, inilah yang menjadi pewaris Datu Luwu. Yang kedua La Tenri Oddang atau La Oddang

Riwu Daeng Mattinring, dialah yang menjadi pewaris Arung Tanete. Sedangkan yang ketiga La Tenri Angke Datu WaliE, dialah Datu Mario Riwawo.

155

Merasa usianya semakin renta, La Tenritatta To Unru Petta To RisompaE

MalampeE Gemme‘na memilih untuk menetap di Tanah Mangkasar. Tahun 1696

M. Ia meninggal dunia di rumahnya di Bontoala, maka dinamakanlah MatinroE ri

Bontoala. La Tenrittta Arung Palakka yang juga bernama Sultan Saaduddin dikuburkan di Bonto Biraeng berdampingan dengan makam Sultan Hasanuddin

MatinroE ri Bontoala.

Ade Pitu merupakan lembaga pembantu utama pemerintahan Kerajaan

Bone yang bertugas mengawasi dan membantu pemerintahan kerajaan Bone yang terdiri dari 7 (tujuh) orang yaitu :

 Arung Ujung, bertugas Mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone

 Arung Ponceng, bertugas Mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan

Pemerintahan

 Arung Ta, Bertugas Bertugas Mengepalai Urusan Pendidikan dan Urusan

Perkara Sipil

 Arung Tibojong, Bertugas Mengepalai Urusan Perkara/Pengadilan

Landschap/ Hadat Besar dan Mengawasi Urusan Perkara Pengadilan Distrik.

 Arung Tanete Riattang, Bertugas Mengepalai Memegang Kas Kerajaan,

Mengatur Pajak dan Mengawasi Keuangan

 Arung Tanete Riawang, Bertugas Mengepalai Pekerjaan Negeri (Landsahap

Werken LW) Pajak Jalan Pengawas Opzichter.

 Arung Macege, Bertugas Mengepalai Pemerintahan Umum Dan

Perekonomian.

156

Selain itu di dalam penyelanggaraan pemerintahan sangat mengedepankan asas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone122 yang hidup pada tahun 1507-1586 pada masa pemerintahan Raja Bone ke-7 Latenri Rawe Bongkangnge. Kajaolalliddong berpesan kepada Raja bahwa terdapat empat faktor yang membesarkan kerajaan yaitu:

1. esauani.tEmtiRoai mtn aru mKauea mitai moRin

gauea Seuwani, Temmatinroi matanna Arung Mangkau‘E mitai munrinna

gau‘e (Mata Raja tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan).

2. mduan.mcpi aru mKauea dupai ad Maduanna, Maccapi

Arung Mangkau‘E duppai ada‘ (Raja harus pintar menjawab kata-kata).

3. mtElun.mcpi aru mKauea PiRu ad Matellunna, Maccapi

Arung MangkauE mpinru ada‘ (Raja harus pintar membuat kata-kata atau

jawaban).

4. maEpn.tEtklupai suron Pw ad toGE Maeppa‘na,

Tettakalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa menyampaikan kata-

kata yang benar).123

Pesan Kajaolaliddong ini antara lain dapat diinterpretasikan ke dalam pemaknaan yang mendalam bagi seorang raja betapa pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat dipahami dan disikapi.

122H.L. Purnama,Kerajaan Bone Penuh PergolakannHeroil, h. 20. 123 Fachruddin Ambo Enre, dkk, Pappasenna ToMaccae Ri Luwuq Sibawa Kajao Lalidqdong Ri Bone (Makassar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan La Galigo 1985/1986), h.8.

157

Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik. Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu. Dan sebagai bentuk monumental dari pandangan ini di kenal dalam sejarah akan perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng yang melahirkan tEluPocoea

Tellumpoccoe atau dengan sebutan lain lmuPtuea ri timuru ―Lamumpatue

Ri Timurung‖ yang dimaksudkan sebagai upaya mempererat tali persaudaraan ketiga kerajaan untuk memperkuat posisi kerajaan dalam menghadapi tantangan dari luar.

Ketiga, warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu. Banyak hikmah yang bisa dipetik dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan dan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat.

Namun yang terpenting adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone dapat menjawab perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya.

Dalam perkembangan selanjutnya, Bone kemudian berkembang terus dan pada akhirnya menjadi suatu daerah yang memiliki wilayah yang luas, dan dengan Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, berkedudukan sebagai Daerah

Tingkat II Bone yang merupakan bagian integral dari wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Kabupaten Bone memiliki potensi besar,yang dapat

158

dimanfaatkan bagi pembangunan demi kemakmuran rakyat. Potensi itu cukup beragam seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan, pariwisata, dan potensi lainnya.

Demikian masyarakatnya dengan berbagai latar belakang pengalaman dan pendidikan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan pembangunan Bone itu sendiri. Walaupun Bone memiliki warisan sejarah dan budaya yang cukup memadai, potensi sumber daya alam serta dukungan SDM, namun patut digaris bawahi jika saat ini dan untuk perkembangan ke depan Bone akan berhadapan dengan berbagai perubahan dan tantangan pembangunan yang cukup berat. Oleh karena itu diperlukan pemikiran, gagasan, dan perencanaan yang tepat dalam mengorganisir warisan sejarah, kekayaan budaya, dan potensi yang dimiliki ke dalam suatu pengelolaan pemerintahan dan pembangunan.

Dengan berpegang motto sumGE etalr Sumange‟ Teallara‟, yakni Teguh dalam Keyakinan Kukuh dalam Kebersamaan, pemerintah dan masyarakat Bone akan mampu menghadapi segala tantangan menuju Bone yang lebih baik. a) Budaya dan Agama

Budaya masyarakat Bone demikian Tinggi mengenai sistem norma atau adat berdasarkan Lima unsur pokok masing-masing : adE Ade, bicr Bicara, rp Rapang, wri Wari dan sr Sara yang terjalin satu sama lain, sebagai satu kesatuan organis dalam pikiran masyarakat yang memberi rasa harga diri serta martabat dari pribadi masing-masing. Kesemuanya itu terkandung dalam satu konsep yang disebut ―siri ―merupakan integral dari ke lima unsur pokok tersebut

159

diatas yakni pangadereng (norma adat), untuk mewujudkan nilai pangadereng maka rakyat Bone memiliki sekaligus mengamalkan semangat/budaya; sipktauSipakatau artinya : Saling memanusiakan , menghormati / menghargai harkat dan martabat kemanusiaan seseorang sebagai mahluk ciptaan Allah tanpa membeda – bedakan, siapa saja orangnya harus patuh dan taat terhadap norma adat/hukum yang berlaku sipklEbiSipakalebbi artinya : Saling memuliakan posisi dan fungsi masing-masing dalam struktur kemasyarakatan dan pemerintahan, senantiasa berprilaku yang baik sesuai dengan adat dan budaya yang berlaku dalam masyarakat sipkaiGESipakainge artinya: Saling mengingatkan satu sama lain, menghargai nasehat, pendapat orang lain, menerima saran dan kritikan positif dan siapapun atas dasar kesadaran bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kekhilafan.

Dengan berpegang dan berpijak pada nilai budaya tersebut diatas, maka sistem pemerintahan Kerajaan Bone adalah berdasarkan musyawarah mufakat.

Hal ini dibuktikan dimana waktu itu kedudukan ketujuh Ketua Kaum ( Matoa

Anang ) dalam satu majelis dimana MenurungE sebagai Ketuanya

Ketujuh Kaum itu diikat dalam satu ikatan persekutuan yang disebut kewr Kawerang, artinya Ikatan Persekutuan Tana Bone. Sistem Kawerang ini berlangsung sejak Manurung sebagai Raja Bone pertama hingga Raja Bone ke IX yaitu Lappatawe Matinroe Ri Bettung pada akhir abad ke XVI

160

Pada tahun 1605 Agama Islam masuk di Kerajaan Bone dimasa pemerintahan Raja Bone ke X Latenri Tuppu Matinroe Ri Sidenreng. Pada masa itu pula sebuatan Matoa Pitu diubah menjadi Ade Pitu (HadatTujuh), sekaligus sebutan matoa mengalami pula perubahan menjadi arung misalnya Matua Ujung disebut Arung Ujung dan seterusnya. Anggota Hadat Tujuh mengajukan permohonan berhenti. Disusul pula beberapa tahun kemudian terjadi perubahan nama distrik/onder distrik menjadi kecamatan sebagaimana berlaku saat ini.

Kerajaan Bone pada masa lalu minimal terdapat tiga hal yang bersifat mendasar untuk diaktualisasikan dan dihidupkan kembali karena memiliki persesuaian dengan kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata kehidupan ke arah yang lebih baik. Ketiga hal yang dimaksud adalah :

Pertama, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan.

Dalam hubungannya dengan bidang ini.

Bone dahulu disebut Tanah Bone. Berdasarkan lontara‘ bahwa nama asli

Bone adalah pasir, dalam bahasa bugis dinamakan Bone adalah kEsi kessi (pasir).

Dari sinilah asal usul sehingga dinamakan BONE. Adapun bukit pasir yang dimaksud kawasan Bone sebenarnya adalah lokasi Bangunan Mesjid Raya sekarang ini letaknya persis di Jantung Kota Watampone Ibu Kota Kabupaten

Bone tepatnya di Kelurahan Bukaka. Kabupaten Bone adalah Suatu Kerajaan besar di Sulawesi Selatan yaitu sejak adanya ManurungngE Ri Matajang pada awal abad XIV atau pada tahun 1330. ManurungngE Ri Matajang bergelar MATA

Silompo‘e sebagai Raja Bone Pertama memerintah pada Tahun 1330–1365.

Selanjutnya digantikan Turunannya secara turun temurun hingga berakhir Kepada

161

Andi Pabbenteng sebagai Raja Bone ke–33 Diantara ke–33 Orang Raja yang telah memerintah sebagai Raja Bone dengan gelar Mangkau, terdapat 7 (tujuh) orang

Perempuan.

Struktur Pemerintahan Kerajaan Bone dahulu terdiri dari :

• aruPoen arumpone (Raja Bone) bergelar Mangkau

• mkEdeG tn Makkedangnge Tanah ( Bertugas dalam bidang hubungan/urusan dengan kerajaan lain (Menteri Luar Negeri)

• tomrillE Tomarilaleng (Bertugas dalam Bidang urusan dalam daerah

Kerajaan lain (Meteri dalam Negeri)

• adE pitu Ade Pitu (Hadat Tujuh)

Terdiri dari Tujuh orang, merupakan Pembantu Utama/Pemimpin Pemerintahan di

Kerajaan Bone, masing-masing :

1. aru auju Arung Ujung

Bertugas mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone.

2. aru pec Arung Ponceng

Bertugas mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintaha.

1. ar t Arung Ta‘

Bertugas mengepalai Urusan Pendidikan, dan mengetuai Urusan perkara

Sipil.

2. ar tibojo Arung Tibojong

Bertugas mengepalai Urusan perkara/Pengadilan Landschap/badan besar

dan mengawasi urusan perkara Pengadilan Distrik/badan kecil.

3. aru tenet ri at Arung Tanete Riattang

162

Bertugas mengepalai memegang Kas Kerajaan, mengatur Pajak dan

Pengawasan Keuangan.

4. aru tenet riaw Arung Tanete Riawang

Bertugas mengepalai Pekerjaan Negeri (Landschap Werken-LW) Pajak

Jalan dan Pengawas Opzichter.

5. aru meceg Arung Macege

Bertugas mengepalai Urusan Pemerintahan Umum dan Perekonomian.

•pogw Punggawa (Panglima Perang )Bertugas dibidang Pertahanan

Kerajaan Bone dengan membawahi 3 (tiga) perangkat masing-masing :

6. aerguru ankru Anreguru Anakarung. Bertugas mengkoordinir para

anak Bangsawan berjumlah 40 (Empat puluh) orang bertugas sebagai

pasukan elit Kerajaan.

7. pGulu joa Pangulu Joa

Bertugas mengkoordinir pasukan dari rakyat Tana Bone yang disebut

Passiuno artinya: pasukan siap tempur dimedan perang setiap saat; rela

mengorbankan jiwa raganya demi tegaknya Kerajaan Bone dari gangguan

Kerajaan lain.

8. dulu Dulung (Panglima Daerah)

Bertugas mengkoordinir daerah Kerajaan bawahan, di Kerajaan Bone

terdapat 2 (dua) Dulung (Panglima Daerah) yakni Dulungna Ajangale dari

kawasan Bone Utara dan Dulungna Awang Tangka dari Bone Selatan.

Selain itu, ada tugas lain, seperti berikut:

a. jEn Jennang (Pengawas)

163

Berfungi mengawasi para Petugas yang menangani bidang pengawasan

baik dalam lingkungan istana, maupun dengan daerah/ kerajaan bawahan. b. kdi Kadhi (Ulama)

Perangkatnya terdiri dari Imam, Khatib, Bilal, dan lain-lain, bertugas

sebagai Penghulu Syara dalam Bidang Agama Islam, Keberadaan Kadhi

(Ulama) di Kerajaan Bone ini senantiasa bekerja sama demi kemaslahatan

rakyat, bahkan Raja Bone(Mangkau) meminta Fatwa kepada Kadhi

khususnya menyangkut hukum islam. c. bisu Bissu (Orang Suci)

Bertugas merawat benda – benda Kerajaan. Disamping melaksanakan

pengobatan tradisional, juga bertugas dalam kepercayaan kepada Dewata

SeuuwaE. Setelah masuknya Agama Islam di Kerajaan Bone, kedudukan

Bissu di non aktifkan. Waktu bergulir terus maka pada tahun 1905

Kerajaan Bone di kuasai oleh Penjajah Belanda. Kemudian atas

persetujuan Dewan Ade PituE Ri Bone nama llE bt Laleng Bata

sebagai Ibu Kota Kerajaan Bone diganti namanya menjadi wtPoen

Watampone sampai sekarang. Pada tanggal 2 Desember 1905 oleh

Pemerintah Belanda di Jakarta menetapkan bahwa adapun pengertian

tEluPocoea Tellumpoccoe (Tri Aliansi) di Sulawesi Selatan ialah :

Bone, Wajo dan Soppeng. Disatukan dalam satu sistem pemerintahan yang

dinamakan Afdeling. Dimana Afdeling Bone dibagi menjadi 3 (tiga)

bagian dengan nama Onder Afdeling masing-masing :

164

1. Onder Afdeling Bone Utara Ibu Kotanya Pompanua, Ibu kota Afdeling

ini ditempati oleh Asisten Residen.

2. Onder Afdeling Bone Tengah Ibu Kotanya Watampone diperintah oleh

Controler.

3. Onder Afdeling Bone Selatan Ibu kotanya Mare diperintah Oleh

Aspiran Controler.

4. Pendidikan Pendidikan kelompok atau sekolah untuk pengetahuan umum 164iploma dan belum ada pada abad 19 di Bone. Namun yang ada adalah pola pendidikan perorangan yang diberikan dari orang tua kepada anak-anaknya di rumah masing- masing seperti menulis dan membaca. Mulai dari pelajaran sastra, ilmu kebatinan, dan ilmu-ilmu lain diberikan juga secaraperseorangan kepada mereka yang sudah remaja. Pendidikan semacam ini hanya diperoleh oleh mereka dari golongan bangsawan dan terkemuka. Pendidikan mengaji Al-Quran lebih demokratis, setiap anak baik laki-laki maupun perempuan dapat mengikutinya.

Walaupun proses belajar yang mereka peroleh dari perorangan akan tetapi seorang guru mengaji sering menghadapai berpuluh-puluh anak-anak dari usia 5 sampai

10 tahun bersama-sama. Anak-anak kemudian berlatih secara bersama-sama.

Biasanya guru-guru mereka tidak mendapat gaji akan tetapi setiap murid membantu meringangankan pekerjaan guru mereka di rumah. Misalnya mengisi penampungan air.

Pendidikan agama yang lebih lanjut. Pada tahun 1944 ketika tentara

Jepang semakin terdesak oleh Sekutu,Jepang berusaha mengajak rakyat untuk membela Tanah Airnya. Jika di Pulau Jawa dan daerah lainnya terbentuk oleh

165

suatu Wadah untuk menghimpun rakyat untuk mencapai Kemerdekaan, maka di

Tana Bone dibentuk suatu Organisasi yang dikenal dengan nama Saudara kepanjangan dari Sumber Darah Rakyat. Saudara ini dibentuk adalah merupakan persiapan Badan persetujuan yang sesungguhnya berjuang untuk mencegah kembali penjajahan Belanda di Indonesia. Kabupaten Bone setelah lepas dari

Pemerintahan Kerajaan, sampai saat ini tercatat 13 (tiga belas) Kepala Daerah di beri kepercayaan untuk mengembang amanah pemerintahan di Kabupaten Bone.

5. Pengislaman di Bone

Pada tahun 1611 Agama Islam masuk di Kerajaan Bone dimasa pemerintahan Raja Bone ke X Latenri Tuppu Matinroe Ri Sidenreng. Pada masa itu pula sebuatan Matoa Pitu diubah menjadi Ade Pitu ( Hadat Tujuh ), sekaligus sebutan Matoa Mengalami Pula Perubahan Menjadi Arung misalnya Matua Ujung disebut Arung Ujung dan seterusnya. Demikian perjalanan panjang Kerajaan

Bone, maka pada bulan Mei 1950 untuk pertama kalinya selama Kerajaan Bone terbentuk dan berdiri diawal abad ke XIV atau tahun 1330 hingga memasuki masa kemerdekaan terjadi suatu demonstrasi rakyat dikota Watampone yaitu menuntut dibubarkannya Negara Indonesia Timur, serta dihapuskannya pemerintahan

Kerajaan dan menyatakan berdiri dibelakang pemerintah Republik Indonesia

Beberapa hari kemudian para anggota Hadat Tujuh mengajukan permohonan berhenti.

Feodalisme yang ada di masyarakat telah membagi masyarakat ke dalam 3 kasta atau tingkatan masyarakat. Pertama bangsawan;kedua golongan merdeka

166

dan terakhir adalah budak.124 Rakyat Bone memeluk agama Islam pada awal abad

17 di bawah pemerintahan Raja XII La Tenri Pale To Akeppeang Sultan Abdullah

Matinroe ri Tallo.Mereka beralih ke agama Islam setelah kalah dalam perang melawan Gowa yang saat itu diperintah oleh Sultan Alauddin. Namun, setelah memeluk agama Islam rakyat Bone menjadi saat taat terhadap agamanya.Ketika menjadi Mangkau‘ di Bone, La Tenri Pale dikenal sangat ramah dan merakyat.

Dia sangat memperhatikan masalah pertanian. Arumpone inilah yang kawin dengan anak MatinroE ri Sidenreng dari suaminya yang bernama To Addussila bernama We Palettei KanuwangE Massao BessiE ri Mampu Riawa. Dari perkawinan ini lahirlah anak perempuan yang bernama We Daba.Selama menjadi

Arumpone, La Tenri Pale selalu bolak balik ke Gowa untuk menemui KaraengE ri

Gowa. Ia meninggal di Tallo sehingga digelar La Tenri Pale To Akkeppeang

MatinroE ri Tallo.

Setelahnya, Raja XIII La Maddaremmeng Matinroe ri Bukaka membangkitkan Islam. Bahkan karena ketaatannya terhadap agama memerdekakan hamba sahaya yang ada dalam kerajaannya. Mereka diantaranya berasal dari tawanan perang atau mereka yang menjadi alat pembayaran utang.

La Maddaremmeng mengamalkan Islam lebih ketat dibanding kerajaan lain termasuk Gowa-Tallo, di antara gebrakannya yang terkenal adalah menghapus sistem perbudakan Ata, karena manusia dilahirkan tidak untuk diperbudak; juga menghukum berat para penyembah berhala atau mensakralkan tempat dan benda-benda tertentu; pelaku zina; pencurian; miras, dan berbagai

124Tim proyek penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah.Makassar: Sejarah Daerah Lokal Sulawesi Selatan, 1978).

167

bentuk kemungkaran lainnya. Inilah sejarah awal penerapan syariat Islam secara formal. Maka terjadilah perlawanan dari para bangsawan Bone bahkan perlawanan tersebut dipimpin langsung oleh Ibu La Maddaremmeng sendiri yaitu

Datu Pattiro we Tenrisoloreng beliau menolak ajaran Islam versi anaknya karena diangganya keras dan tidak toleran, ibunya lebih tertarik dengan ajaran Islam versi kerajaan Gowa-Tallo karena lebih sufistik dan klop dengan ajaran kepercayaan pra-Islam di Bone.

Tercatat dalam Sejarah Bone tentang kepatuhan La Maddaremmeng dalam menjalankan ajaran Islam dan mengimplementasikan dalam pemerintahannya.

Bahkan diusahakan pula agar kerajaan tetangganya seperti Soppeng, Wajo dan

Ajattapareng menirunya, khususnya dalam memerdekakan hamba sahaya, kecuali yang memang budak turun temurun, sedang mereka inipun harus diperlakukan manusiawi. Baginda bertindak keras tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang melanggar kebijaksanaannya. Meski begitu, tak sedikit pula bangsawan dalam

Kerajaan Bone sendiri yang menentang penghapusan perbudakan.

Dengan dalih menciptakan stabilitas keamanan dalam negeri Bone dan penentangan terhadap penghapusan perbudakan, Gowa dibawah pemerintahan

Karaenge‘, Sultan Malikus Said kembali menyerang Bone (1644). Ini berarti

Gowa sendiri tidak mau dan tidak menyetujui penghapusan perbudakan. Oleh karena tindakan yang tidak biasa tersebut ia diperangi oleh mayoritas bangsawan

Bone yang mengakibatkan dirinya ditawan dan diasingkan ke Gowa. Semua hamba sahaya yang telah dimerdekakannya kembali lagi pada tuanya menjadi budak.

168

La Maddaremmeng menghadapi perang tersebut dengan dibantu saudaranya, La Tenriaji Tosenrima, namun serangan Gowa secara besar – besaran tersebut tak dapat ditahan pasukan Bone, Arumpone akhirnya menyingkir ke daerah Larompong. Di Cimpu, Arumpone ditawan lalu dibawa ke Gowa, diasingkan di suatu kampung bernama Sanrangang (1644). Rakyat dan Hadat

Bone akhirnya mengangkat La Tenriaji To Senrima sebagai Arumpone untuk melanjutkan perjuangan melawan Gowa. La Maddaremmeng dikembalikan ke

Bukaka dan disanalah Arumpone ini meninggal, hingga digelari Matinroe ri

Bukaka.

Dalam perkembangan kerajaan dan peristiwa masuknya VOC ke nusantara untuk berdagang, beberapa utusan Belanda mencoba menemui Raja, namun ditolak karena pihak kerajaan sudah mengetahui niat buruk dibalik kedatangan

Belanda ke Nusantara. Kedatangan VOC ditengari oleh keinginan mengusai sumber kekayaan alam dan melakukan monopoli dagang di jalur lintas perdagangan pelabuhan Bajoe dan Palime dan ikut campur dalam mengatur bea cukai serta administrasi perdagangan kerajaan.

Kegagalan VOC dalam mengambil kekuasaan perdagangan melalui jalur diplomasi membuat kekecwaan yang sangat besar di sisi Belanda dan akhirnya pecah perang antara Rakyat dan Belanda. Tiga Batalion tentara Belanda yang dilengkapi dengan senjata modern di masanyayakni Meriam melancarkan serangan di Pantai. Laskar Bone yang tidak dilengkapi dengan senjata lengkap kewalahan menghadapi gempuran Belanda, namun kegigihan perang dalam hati lebih besar dari letupan meriam.

169

Setelah dua hari menghadapi gempuran senjata modern dari pasukan

Belanda, Laskar Bone akhirnya mundur dan Panglima Perang Ajangale beserta para punggawa perang akhirnya gugur. Raja Bone beserta panglima tertinggi angkatan perang Abdul Hamid atau Baso Pagilingi Petta Punggawae akhirnya dipaksa mundur ke pegunungan di Bulu Awo, Pitungpanua Wajo. Melihat lascar

Bone mundur, pihak VOC melakukan pengejaran kemudian berakhir dengan perang. Laskar Bone yang sudah kewalahan dari awal akhirnya kalah telak dan berakhir pada gugurnya Petta Punggawae di Desa Matuju, Awangpone.

Kekalahan telak ini membuat raja Bone XXXI, Lapawowi Karaeng Sigeri tertangkap dan ditahan di Pare-pare. Selang beberapa lama, Karaeng Sigeri diasingkan ke Bandung dan wafat di Bandung. Tahun 1974 kerangkan dari

Karaeng Sigeri dipindahkan ke Taman Makam Kalibata di Jakarta. Jatuhnya kerajaan Bone dikenal dengan peristiwa Rumpa‘na Bone pada tahun 1905.

Peristiwa ini kemudian membuat kerajaan Bone mengalami kekosongan kepemimpinan selama 26 tahun lalu Andi Mappanyukki dinobatkan sebagai raja

XXXII yang bergelar sultan Ibrahim.

Adapun teks Sumpah yang diucapkan oleh penguasa Cina mewakili rakyat Bone berbunyi sebagai berikut ; aGiko kuraukju riyaomi riykE kutplirE elomu elorikE admukuw mtPko kilao. Mliko kisew. Milaukoki aeber. Muslimurike temdiGi. ― angikko kuraukkaju riyaaomi‟ri riyakkeng kutappalireng elomu elo rikkeng adammukkuwa mattampako kilao.. maliko kisawe. Millauko ki abbere. Mudongirikeng temmatippang. Muamppirikkeng temmakare. Musalimurikeng temmadinging ― Terjemahan bebas ;―engkau angin dan kami daun kayu, kemana berhembus kesitu kami menurut kemauan dan kata-katamu yang jadi dan berlaku atas kami, apabila engkau mengundang kami. Dan apabila engkau

170

meminta kami memberi, walaupun anak istri kami jika tuanku tidak senang kamipun tidak menyenanginya, tetapi engkau menjaga kami agar tentram, engkau berlaku adil melindungi agar kami makmur dan sejahtera engkau selimuti kami agar tidak kedinginan‖.

Budaya masyarakat Bone demikian Tinggi mengenai sistem norma atau adat berdasarkan Lima unsur pokok masing-masing: Ade, Bicara, Rapang, Wari dan Sara yang terjalin satu sama lain, sebagai satu kesatuan organis dalam pikiran masyarakat yang memberi rasa harga diri serta martabat dari pribadi masing- masing. Kesemuanya itu terkandung dalam satu konsep yang disebut ― Siri

―merupakan integral dari ke lima unsur pokok tersebut diatas yakni pangadereng (

Norma adat), untuk mewujudkan nilai pangadereng maka rakyat Bone memiliki sekaligus mengamalkan semangat/budaya; sipktau Sipakatau artinya: Saling memanusiakan, menghormati / menghargai harkat dan martabat kemanusiaan seseorang sebagai mahluk ciptaan Allah tanpa membeda–bedakan,siapa saja orangnya harus patuh dan taat terhadap norma adat/hukum yang berlaku. sipklEbi Sipakalebbi artinya: Saling memuliakan posisi dan fungsi masing- masing dalam struktur kemasyarakatan dan pemerintahan, senantiasa berprilaku yang baik sesuai dengan adat dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. sipkaiGE Sipakainge artinya: Saling mengingatkan satu sama lain, menghargai nasehat, pendapat orang lain, manerima saran dan kritikan positif dan siapapun atas dasar kesadaran bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kekhilafan

Dengan berpegang dan berpijak pada nilai budaya tersebut diatas, maka system pemerintahan Kerajaan Bone adalah berdasarkan musyawarah mufakat. Hal ini dibuktikan dimana waktu itu kedudukan ketujuh Ketua Kaum ( Matoa Anang )

171

dalam satu majelis dimana MenurungE sebagai Ketuanya Ketujuh Kaum itu diikat dalam satu ikatan persekutuan yang disebut Kawerang, artinya Ikatan Persekutuan

Tana Bone. Sistem Kawerang ini berlangsung sejak ManurungE sebagai Raja

Bone pertama hingga Raja Bone ke IX yaitu Lappatawe Matinroe ri Bettung pada akhir abad ke XVI.

Disusul pula beberapa tahun kemudian terjadi perubahan nama distrik/onder distrik menjadi Kecamatan sebagaimana berlaku saat ini. Pada tanggal 6 April 1330 melalui rumusan hasil seminar yang diadakan pada tahun

1989 di Watampone dengan diperkuat Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Bone

No.1 Tahun 1990 Seri C, maka ditetapkanlah tanggal 6 April 1330 sebagai Hari

Jadi Kabupaten Bone dan diperingati setiap tahun..

B. Eksistensi Pappaseng Bagi Masyarakat Bone

Seringkali kita mendengar istilah eksistensi dalam sebuah kalimat atau pembicaraan, eksistensi diartikan sebagai keberadaan. Artinya, eksistensi menjelaskan tentang penilaian ada atau tidak adanya pengaruh terhadap keberadaan seseorang tersebut. Apabila orang lain menganggap kita mempunyai sebuah eksistensi, maka keberadaan kita sudah dianggap dan dapat diperhitungkan oleh orang-orang di sekeliling kita.

Eksistensi125 biasanya dijadikan sebagai acuan pembuktian diri bahwa kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan seseorang dapat berguna dan mendapat nilai yang baik di mata orang lain. Contoh di dalam lingkup sekolah misalnya,

125Artinya adanya; keberadaan. Dalam Lukman Ali dkk Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke dua ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, 1993), h. 253.

172

eksistensi seorang siswa yang rajin akan selalu diingat oleh pengajar dan lebih terlihat menonjol dibandingkan dengan siswa yang malas belajar. Selain itu, eksistensi juga dianggap sebagai sebuah istilah yang bisa diapresiasi kepada seseorang yang sudah banyak memberi pengaruh positif kepada orang lain.

Kata eksistensi atau eksis di kalangan tertentu lebih berkonotasi negatif.

Alasannya adalah orang-orang yang dilabeli eksis dianggap tipe orang yang mencari perhatian untuk dihargai lebih oleh orang lain atau golongan lain. Dengan penghargaan tersebut, maka orang yang ngeksis akan menerima kepuasan batin tersendiri. Namun, jika kita kembalikan ke esensi kata eksistensi tersebut, maka mungkin kita semua yang sedang berhimpun disini memiliki tujuan memenuhi eksistensi kita masing-masing. Sama halnya dengan Pappaseng yang masih terjaga eksistensinya. Dapat dibuktikan dalam pembahasan berikut ini

1. Analisis Persepsi a. Persepsi anak-anak berdasarkan hasil pengambilan data yang dibagikan ke

masyarakat dalam kategori anak, hasil yang diperoleh dari pengambilan data

dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan

bahwa hampir semua anak-anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten

Bone pernah mendengar istilah PappasengE . Istilah Pappaseng yakni pesan

yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan

seperti Paman, Tante, Nenek, Kakek maupun keluarga dekat yang lainnya.

Anak-anak yang menjadi sumber informasi jauh lebih banyak yang pernah

mendengar istilah Pappaseng dibandingkan yang belum pernah

mendengarkannya.

173

Dari 50 jumlah informan, terdapat 48 orang anak yang pernah mendengarkan istilah Pappaseng di keluarganya artinya terdapat 96% yang pernah mendengar istilah Pappaseng, namun dari 50 jumlah koesioner terdapat 2 orang anak yang tidak pernah mendengar istilah Pappaseng artinya terdapat 4% dari jumlah kuesioner anak yang tidak pernah mendengar istilah

Pappaseng. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa lebih banyak anak yang pernah mendengar istilah Pappaseng yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan yang tidak pernah mendengar istilah Pappaseng.

Selanjutnya persepsi hasil pengambilan data yang dibagikan ke masyarakat dalam kategori anak, hasil yang diperoleh dari pengambilan data di berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa hampir semua anak-anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten

Bone mengetahui istilah Pappaseng. Istilah Pappaseng yakni pesan yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan seperti

Paman, Tante, Nenek, Kakek maupun keluarga dekat yang lainnya. Anak- anak yang mengisi kuesioner jauh lebih banyak yang mengetahui istilah

Pappaseng dibandingkan yang tidak sama sekali mengetahui istilah

Pappaseng.

Lain halnya dengan pertanyaan ke tiga, yang merupakan hasil pertanyaan yang dibagikan ke masyarakat dalam kategori anak, hasil yang diperoleh dari pengambilan data dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa hampir semua anak-anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone pernah diberikan atau

174

disuguhkanPappaseng dari orang tuanya. Pesan yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan seperti Paman, Tante, Nenek,

Kakek maupun keluarga dekat yang lainnya menjadi dasar kuat sebagai dasar maupun pagar diri seorang anak yang diberikan oleh orang tuanya. Anak-anak yang menjadi informan jauh lebih banyak yang pernah diberikan Pappaseng dari orang tuanya dibandingkan yang tidak sama sekali diberikan Pappaseng oleh orang tuanya.

Dari 50 jumlah anak yang dibagikan pertanyaan, pada poin ini terdapat 49 orang anak yang pernah ditanamkan atau diberikan Pappaseng dari orang tuanya artinya terdapat 98% yang pernah mendapatkan Pappaseng, namun dari 50 jumlah pertanyaan yang dibagikan, terdapat 1 orang anak yang tidak mengetahui istilah Pappaseng sebab tidak pernah diberikan atau ditanamkan oleh orang tuanya artinya terdapat 2% dari jumlah informan anak yang tidak pernah diberikan Pappaseng. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa lebih banyak anak yang pernah disuguhkan Pappaseng yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan yang tidak pernah diberikan atau ditanamkan

Pappaseng oleh orang tuanya.

Beda lagi pada poin dengan pertanyaan ke empat yang merupakan hasil pertanyaan yang dibagikan ke masyarakat dalam kategori anak, hasil yang diperoleh dari pengambilan data dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa lebih dari seperdua anak- anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone yang mengisi pertanyaan pada penelitian ini pernah membaca Pappaseng. Pesan yang

175

terdapat di buku, di jalan, di papan, di spanduk, maupun di tempat umum lainnya. Anak-anak lebih banyak yang pernah membaca Pappaseng yakni 26 orang dibandingkan yang tidak sama sekali pernah membaca Pappaseng yakni sebanyak 24 orang dan hampir seperdua dari jumlah anak yang mengisi koesioner tidak pernah membaca Pappaseng baik di buku maupun ditempat umum.

Dari 50 jumlah informan, pada poin ini terdapat 26 orang anak yang pernah membaca Pappaseng di berbagai tempat baik di media cetak maupun dimedia massa seperti buku, surat kabar, majalah dan media serupa lainnya artinya terdapat 52% yang pernah membaca Pappaseng, namun dari 50 jumlah pertanyaan yang dibagikan, terdapat 24 orang anak yang tidak pernah membaca Pappaseng dan itu hampir setengah dari jumlah informan sebab tidak pernah membacanya dimanapun, artinya terdapat 48% dari jumlah pertanyaan yang dibagikan kepada anak yang tidak pernah membaca

Pappaseng. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa lebih banyak anak yang pernah membaca Pappaseng yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak pernah membaca Pappaseng di tempat manapun, baik di media massa maupun di media elektronik.

Berbeda juga dengan pertanyaan pada poin yang ke lima yang merupakan hasil pertanyaan yang dibagikan ke masyarakat dalam kategori anak. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa hampir semua anak-anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone pernah diberikan

176

atau disuguhkan Pappaseng dari orang tuanya dan merasa Pappaseng memiliki manfaat untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Pesan yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan seperti paman, tante, nenek, kakek maupun keluarga dekat yang lainnya menjadi dasar kuat sebagai dasar maupun pagar diri seorang anak yang diberikan oleh orang tuanya yang bermanfaat bagi dirinya. Anak-anak yang mengisi kuesioner jauh lebih banyak yang pernah diberikan Pappaseng dari orang tuanya yang menurutnya memiliki manfaat baik untuk dirinya maupun untuk generasi selanjutnya dibandingkan yang tidak sama sekali merasakan manfaat yang diberikan Pappaseng oleh orang tuanya.

Dari 50 jumlah informan, pada poin ini terdapat 47 orang anak yang merasa bahwa Pappaseng yang ditanamkan atau diberikan Pappaseng dari orang tuanya memiliki manfaat bagi dirinya artinya terdapat 94% yang merasa

Pappaseng sangat bermanfaat untuk dirinya sendiri, namun dari 50 jumlah pertanyaan yang dibagikan, terdapat 3 orang anak yang merasa bahwa

Pappaseng tidak memiliki manfaat bagi dirinya sebab tidak pernah diberikan atau ditanamkan oleh orang tuanya artinya terdapat 6% dari jumlah peranyaan kepada anak yang tidak pernah diberikan Pappaseng. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa lebih banyak anak yang merasa bahwa E Pappaseng sangat bermanfaat yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan yang merasa

Pappaseng tidak bermanfaat bagi dirinya, hal tersebut bisa jadi karena tidak diberikan atau ditanamkan oleh orang tuanya atau merasa bahwa hal tersebut merupakan kebiasaan kuno atau ketinggalan.

177

Dengan melihat persentasi hasil data126 yang terdapat pada gambar

(lampiran) terlihat jelas bahwa masih sangat lebih dominan anak-anak yang pernah mendengar Pappaseng dibandingkan yang tidak pernah mendengar

Pappaseng, persentase menunjukkan bahwa 96% anak-anak pernah mendengar Pappaseng baik di lingkungan keluarganya maupun di lingkungan sekolah dan terlebih di lingkungan masyarakat. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten

Bone membuktikan bahwa hampir semua anak-anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone pernah mendengar istilah Pappaseng. Istilah

Pappaseng yakni pesan yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan seperti Paman, Tante, Nenek, Kakek maupun keluarga dekat yang lainnya. Anak-anak yang mengisi koesioner jauh lebih banyak yang pernah mendengar istilah Pappaseng dibandingkan yang belum pernah mendengarkannya. Bagan di atas pada bagian yang berwarna biru tua yang menunjukkan lebih dominan anak-anak yang pernah mendengar istilah

Pappaseng.

Berbeda dengan yang berwarna merah127, pada lampiran bagan mencerminkan anak yang mengetahui istilah Pappaseng. Terlihat jelas bahwa masih sangat lebih banyak anak yang mengetahui istilah Pappaseng dibandingkan yang tidak mengetahui sama sekali istilah Pappaseng pada hasil pengambilan data kuesioner, persentase menunjukkan bahwa 96% anak-anak mengetahui istilah Pappaseng baik di lingkungan keluarganya maupun di

126 Lampiran Bagan anak-anak bagian (a) 127 Lampiran bagan anak-anak bagian ( b )

178

lingkungan sekolah dan terlebih di lingkungan masyarakat dan 4% yang tidak mengetahui Pappaseng. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data koesioner dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa hampir semua anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone mengetahui istilah Pappaseng. Istilah Pappaseng yakni pesan yang disampaikan oleh orang tuanya.

Lain halnya dengan yang berwarna hijau pada bagan yang menjelaskan anak yang pernah diberikan dan mengetahui Pappaseng. Pada bagan terlihat jelas bahwa lebih banyak anak yang pernah diberikan Pappaseng dibandingkan yang tidak pernah sama sekali diberikan Pappaseng pada hasil pengambilan data, persentase menunjukkan bahwa 98% anak-anak mengetahui istilah Pappaseng yang pernah diberikan oleh orang tuanya dan

2% yang tidak pernah disuguhi Pappaseng. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data di berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten

Bone membuktikan bahwa hampir semua anak yang lahir dan besar di wilayah

Kabupaten Bone pernah ditanamkan dan diberikan Pappaseng.

Sangat jauh berbeda pada bagian yang berwarna ungu di bagan. Pada bagian ini menunjukkan anak yang pernah membaca Pappaseng. Pada bagan terlihat jelas bahwa hampir setengah anak yang mengisi koesioner pernah membaca Pappaseng yakni sebanyak 52% dibandingkan yang tidak pernah membaca Pappaseng pada hasil pengambilan data kuesioner, persentase menunjukkan bahwa 48% anak-anak yang tidak pernah membaca Pappaseng di tampat dan media manapun. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data di

179

berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa hampir seperdua anak yang mengisi kuesioner pernah membaca

Pappaseng masih lebih banyak dibanding yang tidak pernah membaca

Pappaseng di tempat manapun dan media apapun.

Pada bagan yang berwarna biru muda menunjukkan bahwa anak yang menganggap Pappaseng memiliki manfaat bagi dirinya. Pada bagan terlihat jelas bahwa lebih banyak anak yang pernah diberikan Pappaseng dibandingkan yang tidak pernah sama sekali diberikan Pappaseng dan menganggap tidak bermanfaat. Pada hasil pengambilan data, persentase menunjukkan bahwa 94% anak-anak menganggap Pappaseng yang pernah diberikan oleh orang tuanya member manfaat dan 6% yang tidak pernah menganggap Pappaseng memberikan manfaat dalam dirinya. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data di berbagai daerah atau desa yang terdapat di

Kabupaten Bone membuktikan bahwa hampir semua anak-anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone pernah diberikan atau disuguhkan

Pappaseng dari orang tuanya dan merasa Pappaseng memiliki manfaat untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Hasil pengambilan data yang diberikan kepada anak dari pengambilan data berupa persepsi di berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten

Bone membuktikan bahwa hampir semua anak-anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone mengetahui dan pernah mendengarkan serta pernah diberikan atau disuguhkanPappaseng dari orang tuanya. Presentasi menunjukkan bahwa Pappaseng menunjukkan eksistensinya di masyarakat

180

sekarang di kalangan masyarakat yang tergolong pada anak yang berasal dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone di era sekarang ini.

Secara aksiologi, manfaat pappaseng Kajao Laliddong bagi anak-anak adalah kejujuran dan kebijaksanaan menjadi kunci kepemimpinan yang ditekankan oleh Kajaolalliddong. Gagasan-gagasan Kajaolalliddong sangat dekat dengan demokrasi. Dalam gagasan-gagasannya, Kajao jelas sekali menentang kekuasaan raja yang tidak terkontrol dan tidak dibatasi. Seorang raja, di mata Kajaolaliddong, tidak boleh terpejam matanya siang dan malam untuk memikirkan kebaikan negerinya. Jika biasanya raja digambarkan berkuasa mutlak, dan karenanya kata-kata atau perintahnya tidak bisa dibantah, maka Kajaolalliddong menganjurkan kepada raja-raja Bugis untuk senatiasa mengkaji segala sesuatunya sebelum bertindak, pandai berbicara dan menjawab pertanyaan, dan memilih utusan yang senantiasa dapat dipercaya.

Pokok-pokok pikiran Kajaolalliddong menjadi acuan bagi anak-anak dalam perkembangannya menjadi dewasa dalam kehidupan sehari-hari apabila mendapatkan kepercayaan melaksanakan aktivitas pemerintahan. Buah pikirannya menyangkut ―Konsep Hukum dan Ketatanegaraan‖ dalam bahasa

Bugis disebut “Pangngadereng” yang menekankan bahwa raja dalam melaksanakan roda pemerintahannya harus berpedoman pada ―Sistem Norma‖ sesuai konsep sebagai berikut :

181

1). Ade‟, merupakan komponen pangngadereng yang memuat aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat. Ade‟128sebagai pranata sosial didalamnya terkandung beberapa unsur antara lain : a).Ade‟ pura onro, yaitu norma yang bersifat permanen atau yang sukar untuk diubah. b) Ade‟ a‟biasang, yaitu sistem kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dianggap tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia. c).Ade‟ maraja, yaitu sistem norma baru yang muncul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

2). Bicara, adalah aturan-aturan peradilan dalam arti luas. Bicara lebih bersifat refresif, menyelesaikan sengketa yang mengarah kepada keadilan dalam arti peradilan bicara senantiasa berpijak kepada objektivitas, tidak berat sebelah.

3). Rapang adalah aturan yang ditetapkan setelah membandingkan dengan keputusan-keputusan terdahulu atau membandingkan dengan keputusan adat yang berlaku di negeri tetangga.

4). Wari adalah suatu sistem yang mengatur tentang batas-batas kewenangan dalam masyarakat, membedakan antara satu dengan yang lainnya dengan ruang lingkup penataan sistem kemasyarakatan, hak, dan kewajiban setiap orang.

128Mattulada. Latoa Satu Lukisan Analits Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. H, 342

182

Semasa hidupnya Kajaolalliddong senantiasa berpesan kepada siapa saja, agar berperilaku sebagai manusia yang memiliki sifat dan hati yang baik. Karena menurutnya, dari sifat dan hati yang baik, akan melahirkan kejujuran, kecerdasan, dan keberanian. Diingatkan pula, bahwa di samping kejujuran, kecerdasan, dan keberanian maka untuk mencapai kesempurnaan dalam sifat manusia harus senantiasa bersandar kepada kekuasaan “Dewata SeuwwaE” (Tuhan Yang Maha

Esa). Dan dengan ajarannya ini membuat namanya semakin populer, bukan hanya dikenal sebagai cendekiawan, negarawan, dan diplomat ulung, tetapi juga dikenal sebagi pujangga dan budayawan. Kajao juga berpesan kepada seorang pemimpin apabila ingin mengambil keputusan, ―Jangan meminta pertimbangan pada perempuan kalau menyangkut keadaan perang negara, karena wanita lebih mengutamakan perasaannya.‖ Jika istri kepala pemerintahan menjadi dominan dalam memberikan pertimbangan kepada suaminya, celakalah keadaan negara. b. Berdasarkan hasil pengambilan data yang disebar ke masyarakat pada kategori

orang tua, hasil yang diperoleh dari pengambilan data di berbagai daerah atau

desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa semua orang tua

yang berada di wilayah Kabupaten Bone pernah mendengar istilah Pappaseng.

Istilah Pappaseng yakni pesan yang dititipkan oleh kedua orang tua maupun

keluarga yang dituakan seperti Paman, Tante, Nenek, Kakek maupun keluarga

dekat yang lainnya untuk anak-anaknya. Orang tua yang menjadi informan

semuanya pernah mendengar istilah Pappaseng dibandingkan yang belum

pernah mendengarkannya.

183

Dari 50 jumlah informan yang menjadi sumber data, terdapat 50 orang tua yang pernah mendengarkan istilah Pappaseng di keluarganya artinya

100% yang pernah mendengar istilah Pappaseng, namun dari 50 jumlah informan tidak ada orang tua yang tidak pernah mendengar istilah Pappaseng artinya terdapat 0% dari jumlah informan orang tua yang tidak pernah mendengar istilah Pappaseng. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa semua orang tua yang pernah mendengar istilah Pappaseng dibandingkan yang tidak pernah mendengar istilah Pappaseng.

Selanjutnya hasil pengambilandata yang dibagikan ke masyarakat dalam kategori orang tua, hasil yang diperoleh dari pengambilan data koesioner dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa semua orang tua di wilayah Kabupaten Bone mengetahui istilah Pappaseng. Istilah Pappaseng yakni pesan yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan seperti Paman, Tante, Nenek,

Kakek maupun keluarga dekat yang lainnya. Orang tua yang mengisi koesioner jauh lebih banyak yang mengetahui istilah Pappaseng dibandingkan yang tidak sama sekali mengetahui istilahPappaseng.

Dari 50 jumlah informan, terdapat 50 orang tua yang mengetahui istilahPappaseng di keluarganya artinya terdapat 100% yang pernah mendengar istilah Pappaseng, namun dari 50 jumlah pertanyaan yang dibagikan, tidak ada orang tua yang tidak mengetahui istilah Pappaseng artinya terdapat 0% dari jumlah informan yang tidak mengetahui istilah

Pappaseng. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa semua orang tua mengetahui

184

istilah Pappaseng yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mengetahui istilah Pappaseng.

Lain halnya dengan pertanyaan ketiga yang merupakan hasil pengambilan data yang dibagikan ke masyarakat dalam kategori pada orang tua, hasil yang diperoleh dari pengambilan data di berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa hampir semua anak- anak yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone pernah diberikan atau disuguhkan Pappaseng dari orang tuanya. Pesan yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan seperti Paman, Tante, Nenek,

Kakek maupun keluarga dekat yang lainnya menjadi dasar kuat sebagai dasar maupun pagar diri seorang anak yang diberikan oleh orang tuanya. Jauh lebih banyak anak-anak yang pernah diberikan Pappaseng dari orang tuanya dibandingkan yang tidak sama sekali diberikan Pappaseng oleh orang tuanya.

Dari 50 jumlah informan, pada poin ini terdapat 36 orang tua yang pernah membaca Pappaseng artinya terdapat 72% yang pernah mendapatkan

Pappaseng, namun dari 50 jumlah pertanyaan yang dibagikan, terdapat 14 orang tua yang tidak mengetahui istilah Pappaseng sebab tidak pernah membaca artinya terdapat 28% dari jumlah informan orang tua yang tidak pernah membaca Pappaseng. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa lebih banyak orang tua yang pernah membaca Pappaseng yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan yang tidak pernah membaca Pappaseng.

Beda lagi pada poin dengan pertanyaan keempat yang merupakan hasil koesioner yang dibagikan ke masyarakat dalam kategori orang tua, hasil yang

185

diperoleh dari pengambilan data di berbagai daerah atau desa yang terdapat di

Kabupaten Bone membuktikan bahwa semua orang tua yang berada di wilayah Kabupaten Bone yang menjadi informan pada penelitian ini pernah menanamkan Pappaseng ke anak-anaknya. Orang tua yang menjadi sumber data atau informan semuanya pernah memberikan Pappaseng untuk anaknya yakni 50 orang dibandingkan yang tidak sama sekali pernah memberikan atau menanamkan Pappaseng yakni sebanyak 0 orang dan semua dari jumlah informan senantiasa menamakan Pappaseng untuk anak-anaknya.

Dari 50 jumlah informan, pada poin ini terdapat 50 orang tua yang pernah menanamkanPappaseng di lingkungan keluarganya artinya terdapat

100% yang pernah mengenalkan dan menanamkan Pappaseng untuk anak- anaknya, namun dari 50 jumlah informan tidak ada sama sekali orang tua yang tidak pernah memberikanPappaseng untuk anak-anaknya dan semua dari jumlah informan sebab tidak pernah membacanya dimanapun artinya terdapat

0% dari jumlah pertanyaan yang dibagikan kepada orang tua, yang tidak pernah menanamkan Pappaseng. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa semua orang tua menanamkan Pappaseng yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak pernah memberikanPappaseng untuk anak- anaknya.

Pertanyaan pada poin yang kelima, hasil yang diperoleh dari pengambilan data dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten

Bone membuktikan bahwa semua orang tua yang berada di wilayah

Kabupaten Bone pernah menanamkan atau menyuguhkan Pappaseng untuk

186

anak-anaknya dan merasa Pappaseng memiliki manfaat untuk dirinya sendiri maupun untuk anaknya. Pesan yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan seperti Paman, Tante, Nenek, Kakek maupun keluarga dekat yang lainnya menjadi dasar kuat sebagai dasar maupun pagar diri seorang anak yang diberikan oleh orang tuanya yang bermanfaat bagi dirinya. Orang tua yang mengisi koesioner semuanya menganggap Pappaseng memiliki manfaat baik untuk dirinya maupun untuk generasi selanjutnya dibandingkan yang tidak sama sekali merasakan manfaat yang diberikan

Pappaseng oleh orang tua kepada anaknya.

Sebanyak 50 jumlah informan, pada poin ini terdapat 50 orang tua yang merasa bahwa Pappaseng yang menanamkan atau memberikan

Pappaseng dari orang tua kepada anaknya memiliki manfaat bagi dirinya artinya terdapat 100% yang merasa Pappaseng sangat bermanfaat untuk anaknya sendiri, dari 50 jumlah informan tidak ada orang tua yang merasa bahwa Pappaseng tidak memiliki manfaat bagi dirinya sebab tidak pernah memberikan atau menanamkan kepada anaknya artinya terdapat 0% dari jumlah koesioner anak yang tidak merasa Pappaseng tidak bermanfaat. Dari jumlahnya terlihat jelas bahwa semua orang tua merasa bahwa Pappaseng sangat bermanfaat yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan yang merasa Pappaseng tidak bermanfaat bagi anaknya.

Persentasi hasil informasi yang terdapat pada gambar di atas terlihat jelas persepsi orang tua yang menjadi informan bahwa masih sangat lebih dominan orang tua pernah mendengar Pappaseng dibandingkan yang tidak

187

pernah mendengarkan Pappaseng, persentasi menunjukkan bahwa 100% orang tua pernah mendengar Pappaseng baik di lingkungan keluarganya maupun di lingkungan sekolah dan terlebih di lingkungan masyarakat. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data koesioner dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa semua orang tua yang berada di wilayah Kabupaten Bone pernah mendengar istilah Pappaseng.

Istilah Pappaseng yakni pesan yang dititipkan oleh kedua orang tuanya maupun keluarga yang dituakan seperti Paman, Tante, Nenek, Kakek maupun keluarga dekat yang lainnya. Orang tua yang mengisi koesioner jauh lebih banyak yang pernah mendengar istilah Pappaseng dibandingkan yang belum pernah mendengarkannya. Bagan di atas pada bagian yang berwarna biru tua yang menunjukkan lebih dominan orang tua yang pernah mendengar istilah

Pappaseng.

Sama halnya dengan yang berwarna merah, pada bagan di atas mencerminkan orang tua yang mengetahui istilah Pappaseng. Terlihat jelas bahwa semua orang tua mengetahui istilahPappaseng dibandingkan yang tidak mengetahui sama sekali istilah Pappaseng pada hasil pengambilan data, persentase menunjukkan bahwa 100% orang tua mengetahui istilah

Pappaseng baik di lingkungan keluarganya maupun di lingkungan sekolah dan terlebih di lingkungan masyarakat dan 0% yang tidak mengetahui

Pappaseng. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa semua orang

188

tua yang lahir dan besar di wilayah Kabupaten Bone mengetahui istilah

Pappaseng. Istilah Pappaseng yakni pesan yang disampaikan kepada anaknya.

Lain halnya dengan yang berwarna hijau pada bagan yang menjelaskan orang tua yang pernah membaca Pappaseng. Pada bagan terlihat jelas bahwa lebih banyak orang tua pernah membaca Pappaseng dibandingkan yang tidak pernah sama sekali pernah membaca Pappaseng pada hasil pengambilan data, persentase menunjukkan bahwa 72% orang tua pernah membaca Pappaseng dan 28% yang tidak pernah membaca Pappaseng. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten

Bone membuktikan bahwa hampir semua orang tua yang berada di wilayah

Kabupaten Bone pernah membaca Pappaseng.129

Sangat jauh berbeda pada bagian yang berwarna ungu di bagan. Pada bagian ini menunjukkan orang tua yang pernah mengajarkan atau menanamkan Pappaseng kepada anaknya. Pada bagan terlihat jelas bahwa semua orang tua selalu menanamkan atau menyuguhkan Pappaseng yakni sebanyak 100% dibandingkan yang tidak pernah menanamkan Pappaseng pada hasil pengambilan data, persentase menunjukkan bahwa 0% orang tua yang tidak pernah memberikan atau menanamkan Pappaseng kepada anak- anaknhya. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data koesioner dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa semua orang tua yang mengisi koesioner menanamkan Pappaseng masih lebih

129Lampiran bagan Orang Tua bagian (a)

189

banyak dibanding yang tidak pernah memberikanPappaseng kepada anak- anaknya.

Pada bagan yang berwarna biru muda menunjukkan bahwa semua orang tua yang menganggap Pappaseng memiliki manfaat bagi anaknya. Pada bagan terlihat jelas bahwa lebih semua orang tua yang pernah memberikan

Pappaseng dibandingkan yang tidak pernah sama sekali memberikan

Pappaseng dan menganggap tidak bermanfaat. Pada hasil pengambilan data, persentase menunjukkan bahwa 100% orang tua menganggap Pappaseng yang pernah diberikannya memberi manfaat dan 0% yang tidak pernah menganggap

Pappaseng memberikan manfaat bagi anaknya. Hasil yang diperoleh dari pengambilan data dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten

Bone membuktikan bahwa semua orang tua yang berada di wilayah

Kabupaten Bone pernah memberikan atau menyuguhkan Pappaseng bagi anak-anaknya dan merasa Pappaseng memiliki manfaat untuk anaknya sendiri maupun untuk orang lain.

Persepsi orang tua dari pengambilan data di berbagai daerah atau desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa semua orang tua yang berada di wilayah Kabupaten Bone mengetahui dan pernah mendengarkan serta pernah memberikan atau menyuguhkan Pappaseng kepada anaknya.

Persentase menunjukkan bahwa Pappaseng masih terjaga keberadaannya dan eksistensinya di masyarakat sekarang di kalangan masyarakat yang tergolong

190

orang tua yang berasal dari berbagai daerah atau desa yang terdapat di

Kabupaten Bone di era sekarang ini.130

Kontribusi Pappasengmemiliki manfaat secara aksiologis bagi orang tua pada masyarakat Bugis di Kabupaten Bone, menanamkan nilai-nilai atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin dan rakyat, yaitu : lempu‟

(jujur), acca (pandai), asitinajang (kepatutan), getteng (keteguhan), reso

(usaha,kerja keras), siri‟ (harga diri). Pada suatu hari, sebagaimana dikisahkan dalam Lontara, raja Bone pernah bertanya kepada Kajao Lalliddong: “aga tanranna namaraja tanaé” (apa tandanya apabila negara itu menanjak kejayaannya)?‖ Kajao pun menjawab: dua tanranna namaraja tanaé

Arungponé, seuwani malempu namacca Arung Mangkaué, maduanna tessisala-salaé.” (Dua tanda negara menjadi jaya, pertama, raja yang memerintah memiliki sifat jujur lagi pintar, dan kedua, tidak bercerai-berai).

PappasengKajaolaliddong juga menjadi pelajaran untuk orang tua, senantiasa mengkaji segala sesuatunya sebelum bertindak, pandai berbicara dan menjawab pertanyaan, dan memilih utusan yang senantiasa dapat dipercaya.

130 Lampiran bagan Orang Tua bagian (b)

191

2. Pappaseng di Tempat Umum

Gambar 2. Kedai baca

Pada Gambar di atas menunjukkan bahwa masih ada Pappaseng yang terdapat di tempat umum yang bertuliskan huruf Lontara‘, Pappaseng tersebut disuguhkan untuk masyarakat umum di Kabupaten Bone. Bukti bahwa Pappaseng masih eksis hingga saat ini, dengan adanya fasilitas umum yang berada di tengah

Ibu Kota Kabupaten yang bertuliskan dan memberikan khazanah kelokalan untuk masyarakat setempat maupun pendatang. Dari gambar tersebut terlihat jelas bahwa psE Pappaseng yang hidup pada masyarakat Bugis di Kabupaten Bone masih eksis hingga saat ini.

Tulisan Lontara‘yang terdapat pada taman baca di pusat kota Bone bertuliskan sumGE etalr yang dibaca Sumangè‟ Teallara‟ yang artinya

Semangat yang tidak ada batasan. Makna tulisan yang terdapat padataman baca

192

tersebut adalah semangat yang tak henti-hentinya dalam melakukan sesuatu.

Apabila dihubungkan dengan tempatnya, Pappaseng tersebut mengajak kita agar senantiasa tidak henti-hentinya untuk belajar dengan membaca. Dengan menyuguhkan Pappaseng di tempat umum secara tidak langsung memperkenalkan Pappaseng bagi masyarakat, khususnya bagi anak-anak sebagai generasi penerus yang tidak boleh buta tentang kearifan lokal.Selain bentuk tulisan yang unik, kandungan makna yang dimiliki oleh Pappaseng bagi masyarakat Bugis memang menarik dan Filsafat. Hal ini seharusnya menjadi pondasi kuat serta pedoman dalam pengenalan dan penanaman dengan menyuguhkan atau dituangkan dalam bentuk tulisan yang terpasang di tempat umum sehingga baik secara sadar maupun tidak sadar masyarakat yang membaca mampu mengetahui Pappaseng tersebut.

Menuliskan Pappaseng di papan pengenal tempat umum merupakan upaya dalam memperkenalkan serta melestarikan Pappaseng yang menjadi kekuatan dalam penanaman moral dan budi pekerti masyarakat khususnya generasi penerus di Masyarakat Bugis. Hal ini harus terus dilakukan dan ditingkatkan agar masyarakat tetap mengenal dan mengetahui kearifan lokal yang pernah ada.

Pappaseng yang terdapat pada papan kedai baca tersebut menjadi bukti bahwa

Pappaseng masih eksis atau terjaga keberadaannya bagi masyarakat di Kabupaten

Bone.

193

Gambar 3. Papan Pengenal Sekolah

Sama halnya dengan tulisan yang terdapat di lingkungan sekolah yang merupakan bagian yang dapat dilihat langsung oleh siswa dan guru serta masayarakat di sekitar sekolah tersebut. Tulisan Lontara‗yang terdapat pada papan pengenal sekolah terlihat jelas bahwa perhatian serta keinginan pihak sekolah yang menempatkan tulisan tersebut di bagian yang paling atas. Secara tidak langsung, siswa diperkenalkan psE Pappaseng sebagai bentuk penanaman sikap dan pedoman hidup yang tersirat makna.

Di papan pengenal sekolah tersebut terdapat tulisan dengan huruf Lontara‗ yakni ersop tEmGiGi nmlomo neletai pmes edwt yang dibaca Resopa temmangingi namalomo naletei pammase dewata diartikan ―Hanya dengan kerja kerasdan ketekunan maka akan mudah mendapatkan ridho oleh

Tuhan”. Orang Bugis memang dikenal pantang menyerah dan gigih dalam berusaha. Pepatah inilah ―Resopa Temangingngi‟ Namalomo Naletei Pammase

Dewata‖ yang selalu dipegang kuat oleh mayoritas masyarakat Suku Bugis

194

sebagai pemicu semangat dalam keberhasilan. Dan dijadikan motivasi bagi mereka yang meninggalkan tanah Bugis ke tempat perantauan. Tak jarang pula pepatah ini dijadikan motto dalam organisasi-organisasi yang di dalamnya berkumpul banyak orang-orang Bugis.

Penempatan Pappaseng di bagian atas papan pengenal sekolah menanamkan sikap dan moral yang terkandung dalamPappaseng tersebut meliputi kejujuran yakni senantiasa menjunjung tinggi kejujuran dalam melakukan sesuatu utamanya dalam menuntut ilmu, sebab kejujuran merupakan modal yang paling berharga dan sangat penting ditanamkan kepada siswa agar menjadi pedoman dan dasar dalam menjalani hidup. Kearifan yang merupakan dicetuskannya penataan masyarakat ketindak terpuji dalam aspek adEade‟ (adat), bicr bicara, rp rapang (contoh), wri wari (tata cara) dan sr sara‟ dalam masyarakat Bugis.

Sikap yang diharapkan dapat tertanam dalam diri siswa adalah mc

Macca (pintar), mlEPu Malempu (jujur), mgEtE Magetteng (konsisten), wrni

Warani (berani), mpto Mapato (rajin), tEmpsielGETemmapasilengeng

(adil), edec kp Deceng Kapang (menghormati orang lain). Dari gambar yang terdapat di masyarakat dan sekolah membuktikan bahwa psEPappaseng menunjukkan eksistensinya di Bugis Bone.

195

3. Pappaseng di Buku Pelajaran

Gambar 4. Buku Pelajaran Sekolah Dasar

196

Gambar 5. Isi Buku Muatan Lokal Sekolah Dasar 1

197

Gambar 6. Isi Buku Bahasa Daerah Sekolah Dasar 2

198

Gambar 7. Buku Muatan Lokal kelas 1 SMP

199

Gambar 8. Isi Buku Muatan Lokal Kelas 1 SMP

200

Gambar 9. Sampul Buku Muatan Lokal Kelas VIII SMP

201

Gambar 10. Isi Buku Muatan Lokal Kelas VIII SMP

202

Gambar 11. Sampul Buku Muatan Lokal Kelas IX SMP

203

Gambar 12. Isi Buku Muatan Lokal Kelas IX SMP Eksistensi Pappaseng dapat dilihat dengan dituangkannya ke dalam buku pelajaran muatan lokal yang diajarkan di Sekolah Dasar dan di Sekolah Menengah

Pertama. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa Pappaseng ditanamkan dan

204

disuguhkan mulai pada tingkat sekolah dasar, Pappaseng diajarkan dengan cara disuguhkan dengan gambar agar terkesan menarik untuk dipelajari.

Terlebih pada buku Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah Bugis di tingkat Sekolah Menengah Tingkat Pertama,disampulnya menuangkan tema

―Ade‟ Pappaseng‖. Sangat jelas terlihat eksistensi Pappaseng bagi masyarakat

Bugis yang dituangkan pada buku mata pelajaran, mulai dari sampul hingga ke substansi mata pelajaran yang menyajikan Pappaseng

Aktualisasi keberadaan Pappaseng bagi masyarakat Bugis adalah daya upaya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri untuk masyarakat setempat. Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain dalam mengaktualisasikan keberadaannya di masyarakat.

C. Konstribusi Pappaseng Dalam Bermasyarakat

Bagi masyarakat awam mungkin kurang begitu memahami apa pengertian kontribusi secara teoritis. Masyarakat awam mengartikan kontribusi sebagai sumbangsih atau peran, atau keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan tertentu. Ada banyak definisi kontribusi dari berbagai ahli. Mereka mengartikan kontribusi menurut sudut pandangnya masing-masing. Mungkin sebagian dari anda pernah mendengar penggalan kalimat seperti ini dalam melakukan pembangunan di daerah masyarakat harus ikut berkontirbusi dalam pembangunan desa‖ kata kontribusi disini diartikan sebagai adanya ikut campur masyarakat baik dalam bentuk tenaga, pikiran dan kepedulian terhadap suatu program atau

205

kegiatan yang dilakukan pihak tertentu. Kontribusi tidak bisa diartikan hanya sebagai keikutsertaan seseorang secara formalitas saja, melainkan harus ada bukti nyata atau aksi nyata bahwa orang atau kelompok tersebut ikut membantu ikut turun ke lapangan untuk menyukseskan suatu kegiatan tertentu. Bentuk kontribusi yang bisa diberikan oleh masyarakat harus sesuai dengan kapasitas atau kemampuan masing-masing orang tersebut. Individu atau kelompok bisa menyumbangkan pikirannya, tenaganya, dan materinya demi menyukseskan kegiatan yang direncanakan demi untuk mencapai tujuan bersama. Itulah pengertian kontribusi secara umum. Kontribusi disini diartikan sebagai keikutsertaan atau kepedulian individu atau kelompok terhadap suatu kegiatan.

Kontribusi Pappaseng bagi masyarakat Bugis antara lain: a. Pappaseng Sebagai dasar Kepercayaan

Pappaseng merupakan warisan budaya yang dimiliki orang bugis yang diperuntukkan kepada generasi penerusnya, sebab didalamnya terdapat petuah dan falsafah yang memiliki makna dan menjadi dasar dalam mengarungi kehidupan.

Pada era yang modern ini, Pappaseng juga menjadi pegangan atau dasar pada kepercayaan masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Terlepas dari kepercayaan yang masih hidup di Tanah Luwu yang menamakan dirinya pengikut

Sawerigading yang hingga kini masih memegang teguh kepercayaannya dengan menjadikan Naskah Lontara‘ sebagai kitab dalam kepercayaan mereka, dan di dalam kitabnya mengandung banyak Pappaseng yang menjadi pedoman kehidupan mereka.

206

Selain di Luwu juga terdapat di daerah Sidenreng yang dikenal dengan komunitas masyarakat yang menganut kepecayaan To Lotang yang tersebar di beberapa wilayah. Masyarakat yang menganut kepercayaan ini juga menjadikan

Lontara‘ sebagai pegangan mereka, kepercayaan terhadap naskah Lontara yang mereka pegang juga memiliki banyak Pappaseng yang terkandung di dalamnya sebagai pegangan mereka. Beberapa tokoh yang terdapat dalam kitab mereka adalah Sawerigading, Nene Mallomo dan Kajaolaliddong yang merupakan tokoh yang banyak menuangkan landasan atau pedoman yang sangat dipegang teguh sebagai norna atau aturan yang mengikat masyarakat yang menganut kepercayaan

To Lotang ini.

Norma atau nilai menurut Polak, mengatakan bahwa ―nilai dimaksukan sebagai ukuran-ukuran, patokan-patokan, angapan-angapan, keyakinan-keyakinan yang dianut oleh orang luhur, dan baik untuk dikerjakan, dilaksanakan atau diperhatikan‖.131

Pesan Agama dalam Animisme

Sejak dahulu, masyarakat Sulawesi Selatan telah memiliki aturan tata hidup. Aturan tata hidup tersebut berkenaan dengan sistem pemerintahan, sistem kemasyarakatan dan sistem kepecayaan.132 Dalam hal kepercayaan penduduk

Sulawesi Selatan telah percaya kepada satu Dewa yang tunggal. Dewa yang

131Polak, 1985:30. Dalam Farmalinda Herlina, Komonitas Towani Tolotang Di Amparita Kabupaten sidenreng rappang( studi tentang pola beragama).(Makassar: Unhas, 2013). 132 Orang Bugis menyebut keseluruhan sistem tersebut Pangngadereng, orang Makassar Pangadakang, Orang Luwu menyebutnya Pangngadaran, Orang Toraja Aluk To Dolo dan Orang Mandar Ada‘.

207

tunggal itu disebut dengan istilah Dewata SeuwaE (dewa yang tunggal)133.Mereka pula mempercayai adanya dewa yang bertahta di tempat-tempat tertentu. Seperti kepercayaan mereka tentang dewa yang berdiam di Gunung

Latimojong.134Dihikayatkan bahwa dewa tersebut kawin dengan Enyi‘li‘timo‘ kemudian melahirkan PatotoE. Dewa PatotoE kemudian kawin dengan Palingo dan melahirkan . Batara Guru dipercaya oleh sebagian masyarakat

Sulawesi Selatan sebagai dewa penjajah. Ia telah menjelajahi seluruh kawasan

Asia dan bermarkas di puncak Himalaya. Kira-kira satu abad sebelum Masehi

Batara Guru menuju ke Cerekang Malili dan membawa empat kasta.135Selain itu

Batara Guru juga dipercaya membawa enam macam bahasa.136Keenam bahasa tersebut dipergunakan di daerah-daerah jajahannya.

Mereka dibekali dengan kesenian yangdisebut Pakkarena. Keturunan

Batara Guru tersebar ke mana-mana. Keturunannya terbagi-bagi pada seluruh wilayah jelajahannya yang meliputi wilayah bahasa tersebut diatas. Mereka

133 Terkadang pula disebut oleh orang Bugis dengan istilah PatotoE (dewa yang menentukan nasib). Orang Makassar sering menyebutnya dengan Turei A‘rana (kehendak yang tinggi). Orang Mandar Puang Mase (yang maha kedendak) dan orang Toraja menyebutnya Puang Matua (Tuhan yang maha mulia). 134 Dewa tersebut mereka sebut dengan nama Dewata Mattanrue. 135 Keempat kasta tersebut adalah kasta Puang, kasta Pampawa Opu, kasta Attana Lang, dan kasta orang kebanyakan. 136a. Bahasa TaE atau To‘da. Bahasa ini dipergunakan masyarakat yang bermukim di wilayah Tana Toraja , Massenrengpulu dan sekitarnya. Mereka dibekali dengan kesenian yang bernama Gellu‘. b. Bahasa Bare‘E. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Poso Sulawesi Tengah. Mereka dibekali dengan kesenian yang disebutnya Menari. c. Bahasa Mengkokak, bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Kolaka dan Kendari Sulawesi Tenggara. Mereka pula dibekali dengan kesenian, yang namanya Lulo‘.d. Bahasa Bugisi. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di Wajo seluruh daerah disekitarnya dan dibekali dengan kesenian Pajjaga. e. Bahasa Mandar. Bahasa ini dipergunakakan oleh masyarakat yang berdiam di wilayah Mandar dan sekitarnya. Mereka dibekai dengan kesenian Pattundu. f. Bahasa Tona. Bahasa ini dipergunakan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah Makassar dan sekitarnya.

208

menduduki tempat-tempat yang strategis seperti puncak-puncak gunung.

Beberapa gunung yang mereka jadikan tempat strategis adalah sebagai berikut:137

Dengan pengawasan Batara Guru melalui puncak gunung yang tinggi, ia melantik anak-anak keturunannya untuk menjadi raja di tiga kerajaan besar.

Ketiga kerajaan yang dimaksud adalah Pajung di Luwu, Somba di Gowa dan

Mangkau di Bone. Kemudian disusul dengan kerajaan-kerajaan bagian, seperti

Addatuang Sidenreng, Datu Soppeng, Arung Matoa Wajo, Arajang di Mandar,

Puang di Tana Toraja dan sebagainya. Kepemimpinan dari raja-raja ini dimotori oleh kharisma dan kesaktian dewa-dewa yang menguasai puncak ketinggian di

Sulawesi Selatan.

Di antara kepercayaan sebagian penduduk Sulawesi Selatan adalah Aluk

To Dolo oleh orang Toraja. Sebelum masuknya agama Islam sebagian penduduk

Sulawesi Selatan telah mempercayai terhadap sesuatu yang Maha Pencipta, pengatur segenap alam. Mereka menyebutnya dengan ―Puang Matua‖. Pemimpin

Aluk To Dolo disebut Burako memimpin dua aluk yaitu Aluk Mata Allo138dan

Aluk Mata Ampu.139Kedua aluk tersebut merupakan cara pengaturan jagad raya.

137 a. Dipuncak Gunung Latimojong. Mereka menyebut Puang ri Latimojong dengan gelar Puang Ma‘tinduk Gallang, Puang Ma‘taro Bessi, Dewata Kalandona Buntu, Puang Lajukna Tanete.b. Dipuncak Gunung Nonaji. Mereka mengelari Puang ri Sinaji dengan Dewata Mararang Ulunna, Maea Pa‘barusunna, Borrong Lise‘matanna.c. Di puncak Gunung A‘do, dengan nama Puang Tontoria‘do‘.d. Di tasik Mengkombong dengan nama Londong di Langie. Di Napo‘ (Dende‘) dinamakan Datue ri Naopo. 138Aluk Mata Allo dianut oleh penduduk Tana Toraja bagian Timur dengan tatacara upacara keagamaan dan kemasyarakatan bercorak aristokratis. 139Aluk Mata Ampu dianut oleh masyarakat Tana Toraja bagian Barat dengan tata upacara keagamaan kemasyarkatan yang bercorak kerakyatan.

209

Pelaksanaan aluk-aluk tersebut yang mengilhami kebudayaan masyarakat Tana

Toraja dalam aspek rohaniah, fisik dan tingkah lakunya.140

Puan Matua sebagai pencipta segala sesuatu, memberi berbagai aluk untuk tata tertib dalam kehidupan dunia. Puan Matua itu sendiri dapat dipahami pernyataannya melalui penyelenggaraan berbagai macam upacara aluk yang dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup dalam rangka hubungan yang tetap dengan dunia roh-roh yang terdapat dalam dunia ini.141

Sisa-sisa kepercayaan yang mirip dengan kepercayaan Aluk To Dolo masih terdapat diberbagai tempat di daerah Sulawesi Selatan. Hal itu dapat tampak dengan jelas di Tana Toa Kajang (Kabupaten Bulukumba) dan di Onto, pegunungan terpencil di Camba dan Barru. Kepercayaan mereka dikenal oleh masyarakat luar dengan agama Patuntung. Agama Patuntung mempercayai adanya sesuatu yang Maha Kuasa, MahaTunggal dengan berbagai nama.142Agama

Patuntung dipercayai oleh persekutuan dan dipimpin oleh seorang yang mereka telah mendapat petunjuk dari Yang Maha Kuasa dengan tanda-tanda tentang adanya sesuatu kelebihan di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, Dia dipilih untuk memimpin kaum dan sekaligus menjadi pemimpin agama. Kaum menghormatinya sebagai makhluk yang suci ditaati segala kehendak Nya. Saat ini penganut agama Patuntung sudah mendapat pengaruh dari luar. Penganut agama Patuntung yang dikenal sejak dahulu lebih memilih hidup memencilkan diri di daerah-daerah yang sukar dikunjungi oleh orang luar. Namun saat ini

140Surur, Umar R. Musda Mulia. KepercayaanAlukTodolo Badan Penelitian dan Pengembangan Agama 1998 dalam Maqib Najah― SukuToraja PanatismeFilosofi Leluhur. Seri KearifanLokal Indonesia Timur‖ Penerbit Arus Timur. 2014. 141Noorduyn, Sejarah Islam di Sulawesi Selatan (1964), h. 113 142Ada yang menamakannya Turia a‘rana (yang berkehendak) dan sebagainya

210

kebudayaan dari luar juga sempat mempengaruhi kebudayaan mereka. Hal ini dapat dilihat pada pernyataan-pernyataan ritual mereka yang tergambar keadaan sikritisme. Tampak dalam unsur kepercayaannya telah dipengaruhi oleh kepercayaan yang mirip dengan kepercayaan agama Budha dan Islam. Pada umumnya agama Patuntung berpakaian yang berwarna gelap yaitu hitam atau biru tua.

Selain kepercayaan Aluk To Dolo masih terdapat kepercayaan yang dianut oleh sebagian masyarakat Sulawesi Selatan, yaitu agama Towani Tolotang.

Agama Towani Tolotang dianut oleh sebagian masyarakat Sindenreng Rappang, terutama di beberapa bagian pedalaman. Agama tersebut merupakan suatu kepercayaan yang mempercayai adanya kekuasaan alam yang tinggi yang mereka namai to plRoea To PalanroE (orang yang mencipta), edwt esauwea Dewa Seuwae (Dewa yang tunggal). Dalam perurutan nama-nama yang mengandung aspek-aspek kedewaan terdapat nama Batara Guru,

Sawerigading, Galigo dan sebagainya.

Mereka mempercayai sebuah kitab suci, namanya Mitologi Galigo.

Mereka menganggap ajaran dalam kitab ini sebagai jalan kebenaran yang tinggi, dan disitulah mereka mengambil pedoman tentang tata cara hidup kemasyarakatan seperti perkawinan di antara mereka, termasuk upacara dalam hidup keagamaan mereka lakukan dengan sangat ketat. Pada zaman dahulu orang Bugis tidak menguburkan mayat mereka, akan tetapi dibakar dan hasil pembakarannya dimasukkan ke dalam guci. Tentang pembakarannya mayat tersebut ada

211

hubungannya dengan kepercayaan agama Tolotang atau Towani yang diduga asalnya dari Ware Luwu sebagai tempat asal Mitologi Galigo.

Pandangan tentang Konsep Dewata Seuwae

Kepercayaan orang Bugis kepada edwt esauwea ―Dewata

SeuwaE‖ dan ptotoea―PatotoE‖ serta kepercayaan ―Patuntung‖ orang

Makassar sampai saat ini masih ada saja bekas-bekasnya dalam bentuk tradisi dan upacara adat. Kedua kepercayaan asli tersebut mempunyai konsep tentang alam semesta yang diyakini oleh masyarakat pendukungnya terdiri atas tiga dunia, yaitu dunia atas (botilGiboting langi), dunia tengah (lino lino atau ael kw ale kawa) yang didiami manusia, dan dunia bawah (pErEtiwi peretiwi).

Tiap-tiap dunia mempunyai penghuni masing-masing yang satu sama lain saling mempengaruhi dan pengaruh itu berakibat pula terhadap kelangsungan kehidupan manusia.Menurut Gervaise143―orang-orang Makassar zaman dahulu menyembah Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang disembah pada waktu terbit dan terbenamnya Matahari atau pada saat Bulan tampak pada malam hari‖.

Mereka tidak mempunyai rumah suci atau kuil. Upacara sembahyang dan

Kurban–kurban(makassar:karoba) khususnya diadakan di tempat terbuka.

Matahari dan Bulan diberi kedudukan yang penting pada hari-hari ―kurban‖

(alo pkrob allo pakkarobang) yang selalu ditetapkan pada waktu Bulan

Purnama dan pada waktu Bulan mati, karena itu pada beberapa tempat yang sesuai disimpan lambang-lambang Matahari dan Bulan. Tempat ini dibuat dari tembikar, tembaga, bahkan juga dari emas. Selain menganggap Matahari dan

143Gervaise dalam ―Description Historique du Royaume de Macacar‖ sebagaimana dikutip Pelras memberikan uraian tentang agama tua di Makassar

212

Bulan itu sebagai Dewa, orang Bugis Makassar pra-Islam juga melakukan pemujaan terhadap kalompoang atau arajang.144Berusaha dicarikan padanannya dalam ajaran Islam. Untuk merukunkan kedua kepercayaan itu,145 bisa menghasilkan perpaduan, hingga kini masih bisa ditemukan dalam sejumlah naskah. Seperti yang telah digambarkan oleh G Hamonic, edwt esauwea ppunea ―Dewata SeuwaE‟ PapunnaiE‖ (Dewata Tunggal yang Mempunyai kita) telah disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa; edwt l ptign

―Dewa La Patigana‖ (Dewa Matahari) dan edwi tEpulu ―Dewi Tepuling‖

(Dewa Bulan) disebut masing-masing sebagai ―Malaikat Matahari‖ dan ―Malaikat

Bulan‖.

Para Dewata dianggap bangsa Jin dan mitos tentang sGia esri

‟Sangngiang Serri‟ sendiri tidak lagi dianggap sebagai ―Dewi Padi‖ melainkan

―jiwa padi‖. Penulis berkebangsaan Portugis, Tome Pires, yang mengunjungi

Indonesia pada tahun 1512-1515, menyebutkan bahwa di Sulawesi Selatan terdapat sekitar 50 kerajaan yang masyarakatnya masih menyembah berhala.

Salah satu bukti bahwa beberapa kerajaan di Sulawesi pada waktu itu tidak mendapat pengaruh Hindu tapi masih memiliki adat istiadat dan kepercayaan leluhur yang kuat, ialah dengan cara penguburan. Praktek penguburan pada masyarakat Bugis Makassar pada waktu itu masih mengikuti tradisi pra-sejarah, yaitu jenazah dikubur mengarah timur-barat dan pada makamnya disertakan

144 Kata ―Arajang‖ bagi orang Bugis atau ―Kalompoang‖ atau ―Gaukang‖ bagi orang Makassar berarti kebesaran. Yang dimaksudkan ialah benda-benda yang dianggap sakti, keramat dan memiliki nilai magis. Benda-benda tersebut adalah milik raja yang berkuasa atau yang memerintah dalam negeri. Benda-benda tersebut berwujud tombak, keris, badik, peris ai, payung, patung dari emas dan perak, kalung, piring, jala ikan, gulungan rambut, dan lain sebagainya 145menurut Dr. Christian Pelras, penyiar agama Islam berusaha mengembangkan dalam kalangan istana suatu aliran mistik Bugis kuno dengan Tasawuf Islam.

213

sejumlah bekal kubur seperti mangkuk, cepuk, tempayan, bahkan barang-barang impor buatan China, tiram, dan lain sebagainya. Juga dalam cara penguburan ini terdapat kebiasaan untuk memberi penutup mata (topeng) dari emas atau perak untuk jenazah bangsawan atau orang-orang terkemuka.146

Dilihat dari perjalanan sejarahnya, masyarakat Bugis Makassar dikenal sebagai masyarakat yang sangat kuat berpegang pada kepercayaan lama yang bersumber dari Kitab La Galigo. Meskipun Islam sudah menjadi agama resmi

Masyarakat Bugis Makassar namun Kepercayaan-kepercayaan lama itu masih mewarnai keberislaman mereka. Hal ini tercermin lewat berbagai ritual dan tradisi yang masih bertahan hingga kini.147 Menerima Islam, menurut mereka, akan berimplikasi pada perubahan budaya yang mendalam. Pada beberapa aspek tertentu, kepercayaan leluhur Bugis Makassar yang bersumber dari ajaran Sure‟

Galigo dapat pula disebut agama karena menganjurkan penganutnya dan dalam kepercayaan tersebut terdapat berbagai aturan dan tata cara, yang dilakukan sebagai bentuk pengabdian dan penghambaan diri terhadap Sang Maha Pencipta

(PatotoE).

146Thomas Macknight (1829-1899) editor Surat Kabar, penulis biografi dan penerbit. menyebutkan bahwa Penelitian arkeologi maupun berita Portugis melaporkan bahwa orang Makassar pada masa pra-Islam mempraktekkan penguburan kedua (sekunder), sebagaimana yang masih dipraktekkan orang Toraja sampai pada awal Abad XX dengan menggunakan gua-gua sebagai tempat penguburan. Raja dan bangsawan seluruh negeri Bugis, Makassar, bahkan termasuk Mandar dan Toraja di Sulawesi Selatan mengklaim diri mereka punya garis keturunan dengan Dewa – dewa melalui Tomanurung yang menjadi penguasa pertama seluruh dinasti yang ada. Mitos ini berkaitan dengan pandangan teologis (theology view) bahwa Dewata Seuwae‘ melahirkan sejumlah Dewata (Rewata), yang merupakan asal usul Tomanurung, yang juga merupakan asal-usul seluruh penguasa dinasti di semenanjung Sulawesi Selatan. Mitos ini sangat kuat dipercayai dan tak tergoyahkan. 147 DGE Hall( Daniel George Edward Hall), ahli sejarah, penulis, akademisi. Meninggal 12 Oktober 1979, di Hitchin Britania Raya, mengungkapkan bahwa terlambatnya Islam diterima di Sulawesi Selatan, disebabkan kuatnya masyarakat Bugis Makassar berpegang pada adat dan kepercayaan lama

214

Pemikiran Animisme

Sigmund Freud, psikolog sekuler, menjelaskankan bahwa Animisme sebagai konsep-konsep psikis teori tentang keberadaan spiritual secara umum.

Animisme sebenarnya berasal dari wawasan bangsa-bangsa primitif yang luar biasa tentang alam semesta dan dunia. Bangsa-bangsa primitif menempati dunia bersama-sama dengan begitu banyak roh. Bangsa primitif ini mampu menjelaskan keterkaitan proses gerakan alam dengan gerakan roh-roh ini. Mereka juga memercayai bahwa manusia juga mengalami ‘animasi‘. Manusia memiliki jiwa yang bisa meninggalkan tempatnya dan memasuki makhluk lain. Karena itulah, manusia bisa menjelaskan mengenai mimpi, meditasi, atau alam bawah sadar.

Animisme adalah suatu sistem pemikiran yang tidak hanya memberikan penjelasan atas suatu fenomena saja, tetapi memungkinkan manusia memahami keseluruhan dunia. Menurutfilosof lain seperti Tylor148dan Comte,149 mereka menyebutkan bahwa animisme adalahtahap pertama pembentukan agama. Dalam istilah mereka, peradaban itu dimulaidengan adanya pemikiran animisme, kemudian berkembang menjadi agama.

Dalam pandangan Tylor, manusia memiliki substansi yang sama yaitu keinginan untuk mengetahui keberadaan di sekitarnya. Manusia primitif berusaha memahami dan menjelaskan berbagai fenomena-fenomena yang aneh dan suara- suara yang dahsyat melalui pemikirannya. Tentunya, pengetahuan yang mereka maksudkan bukan sekedar menyaksikan suatu fenomena yang aneh atau

148 E.B. Tylor,Animisme dan Magis, yang diringkas dalam Jauharul Bar ― Seven Teoritis Primitive Culture‖ 19 Oktober 2011. 149 Comte, dalam Tahap-tahap Perkembangan Manusia menurut Comte. Oleh Daqaiqul Misbah . 16 Juni 2012.

215

mendengarkan suara yang dahsyat, tapi pengetahuan itu dihasilkan ketika hal tersebut menjadi pandangan. Misalnya, jika sekedar mendengar petir, maka hal ini tidak bisa disebut sebagai pengetahuan. Tapi, mendengar petir dan meyakininya sebagai murka dari dzat tertentu, maka hal inilah yang disebut sebagai pengetahuan.

Dari pengalaman-pengalaman yang manusia dapatkan seperti di antara hidup dan mati atau di antara tidur dan sadar, ia kemudian membedakan adanya dua hal yang berbeda; yaitu ruh dan badan atau jiwa dan materi. Kemudian ia meyakini bahwa manusia memiliki dua keberadaan yang bisa berpisah dan bersatu lagi. Badan dianggap hidup jika ruh berada bersamanya. Kapan saja ruh berpisah dari badannya maka badan tersebut tidak memiliki aktivitas sama sekali, ruh-lah yang merupakan sumber kehidupan dan aktivitas manusia.

Keyakinan ini berlanjut menjadi khurafat atau takhayul. Kepercayaan bahwa ruh adalah sumber gerak manusia melahirkan pemikiran lain. Timbullah keyakinan bahwa ruh orang yang sudah meninggal bisa memasuki jasad manusia lain atau bahkan memasuki jasad binatang. Selain itu, lahir pula keyakinan bahwa ruh manusia bisa melakukan apapun terhadap manusia yang masih hidup atau alam di sekitarnya, apalagi jika ruh tersebut berasal dari jasad manusia yang terhormat.

Pemikiran Dinamisme

Manusia mulai menganalisa setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

Sebelumnya, manusia primitif mulai mengeluarkan teori-teori tentang hakikat

216

benda atau materi. Ia mulai menggabungkan antara keberadaan ruh manusia dengan keberadaan benda lain seperti air, udara, api, dan tanah.

Animisme berkembang lebih awal daripada dinamisme. Animisme menitikberatkan pada perkembangan ruh manusia. Mulai dari sini, manusia primitif menyimpulkan bahwa setiap materi yang memiliki sifat yang sama, maka memiliki substansi yang sama pula. Jika manusia mati dan hidup, tidur dan terjaga, kuat dan lemah, diam dan bergerak, kemudian manusia diyakini memiliki ruh, maka pepohonan, binatang, laut, api, matahari, bulan, dan materi-materi lainnya pun memiliki ruh seperti manusia.

Menurut mereka, setiap materi memiliki kesamaan sifat dengan manusia.

Sebagai contoh, api memiliki sifat yang sama dengan manusia. Api memiliki kekuatan untuk membunuh atau melenyapkan apapun dengan panasnya sebagaimana manusia mampu membunuh binatang dengan kekuatan tangannya.

Karena itulah, api mempunyai ruh. Bagi manusia primitif, menyembah api adalah proses menghormati keberadaan api itu sendiri. Penyembahan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kebakaran seperti kebakaran hutan, sedangkan kebakaran diyakini sebagai bentuk kemurkaan api. Selanjutnya, berkembanglah paham banyak tuhan, banyak roh, banyak dewa, atau banyak kekuatan ghaib. Setiap kawasan bumi, hutan, sungai, laut, atau bahkan ruang angkasa, semuanya diyakini memiliki kekuatan tersendiri.

Sinkretisme agama dan sisa-sisa animisme-dinamisme

Sebelum Islam datang ke Nusantara khususnya di Sulawesi Selatan (abad ke-17M) masyarakat bugis sudah memiliki ―kepercayaan asli‖ dan menyebut

217

Tuhan dengan sebutan ‗Dewata Seuwae‘, yang berarti Tuhan kita yang satu.

Tuhan Yang Maha Esa secara monoteistis. Menurut Mattulada, kepercayaan orang Bugis masa Pra-Islam seperti telah digambarkan dalam Sure‘ La Galigo, sejak awal telah mempunyai suatu kepercayaan Dewa (Tuhan) yang tunggal, seperti berikut : Patotoe (Dia yang menentukan Nasib), Dewata Seuwae (Dewa yang tunggal), To-Palanroe (sang pencipta) dan lain-lain150.

Kepercayaan orang Bugis kepada ―Dewata Seuwae‖ dan ―Patotoe‖ serta kepercayaan ―Patuntung‖ orang Makassar sampai saat ini masih ada saja bekas- bekasnya dalam bentuk tradisi dan upacara adat. Kedua kepercayaan asli tersebut mempunyai konsep tentang alam semesta yang diyakini oleh masyarakat pendukungnya terdiri atas tiga dunia, yaitu dunia atas (botilangi‘), dunia tengah

(lino atau ale kawa) yang didiami manusia, dan dunia bawah (peretiwi). Tiap-tiap dunia mempunyai penghuni masing-masing yang satu sama lain saling mempengaruhi dan pengaruh itu berakibat pula terhadap kelangsungan kehidupan manusia151.

Dalam kehidupan masayarakat Bugis pada awalnya memiliki sejumlah mitos. Sure‘ Galigo menjelaskan tentang awal mula dihuninya negeri Bugis, ketika Batara Guru dari Botilangi‘ (dunia atas) bertemu di tanah Luwu dengan ,

We‟Nyelli‟ timo dari Buri‟liung (dunia bawah), Simpuru‟siang di Luwu.

150 kepercayaan dengan konsep dewa tertinggi To-Palanroe atau PatotoE, diyakini pula mempunyai anggota keluarga dewata lain dengan beragam tugas. Untuk memuja dewa–dewa ini tidak bisa langsung, melainkan lewat dewa pembantunya. 151Muhammad Bahar Akkase Teng, ―Filsafat dan Sastra Lokal (Bugis) Dalam Perspektif Sejarah” Seminar Nasional Sastra, Pendidikan Karakter dan Industri Kreatifdi Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 31 Maret 2015 (buku) ISBN 978- 602-361-004-4, h. 1.

218

Sengngridi di Bone. Petta Sekkanyili di Soppeng, Puteri Temmalate di Gowa, semuanya adalah Tomanurung yang membe ntuk masyarakat Bugis Makassar.152

Animisme dan dinamisme adalah kepercayaan kuno yang tumbuh lebih awal sebelum kedatangan Islam di nusantara. Walaupun pada hakikatnya, agama

Islam adalah kepercayaan yang pertama kali ada dalam kehidupan manusia. Nabi

Adam adalah manusia pertama yang menganut Islam. Oleh karena itu, animisme dan dinamisme tidak lain adalah salah satu bentuk dari penyelewengan ajaran

Allah. Namun bagaimanapun juga, penyebaran Islam di nusantara memang tidak bisa dipungkiri akan adanya perpaduan antara ajarannya yang agung dengan kepercayaan animisme dan dinamisme

Dampak dari adanya sinkretisme agama ini terlihat nyata di sekeliling kita.

Sebagai contoh, adanya penghormatan khusus terhadap roh nenek moyang yang menjadi leluhur kita. Atau adanya pemujaan khusus terhadap Ratu Pantai Selatan.

Atau bahkan menyebarnya cerita-cerita khurafat yang berkembang di tengah- tengah masyarakat muslim. Selain itu, menyebarnya praktik sihir dan perdukunan adalah produk asli dari animisme dan dinamisme. Terlebih, sinkretisme telah melegalkan bahwa praktik perdukunan adalah ajaran Islam juga. Hal ini terlihat dengan meluasnya praktik-praktik sihir yang dilakukan oleh orang-orang yang bertitel ‘kyai‘. Semua ini adalah realita yang nyata akibat sinkretisme agama.

152 Apakah mitos dapat dipandang mempunyai nilai kebenaran ? Ada yang sementara ahli yang tidak setuju. Tetapi menurut sejarah, tidak ada satupun kebudayaan besar di dunia yang tidak didominssi dan diliput oleh unsur-unsur mitologis. penjelajah yang kritis di bidang antropologi budaya berdasarkan pendapat Maclver beliau menegaskan ―tidaklah mungkin memisahkan nilai sosial dan kebudayaan pada mitos dari nilai kebudayaan (The Web of Govermment, New York, 1947. PP4-5 ) dan David Bidney, Theoretical Anthropology, Columbia University Press, New York. 1964. P.297.

219

Sebenarnya, banyak beberapa sisa-sisa animisme dan dinamisme, terutama di nusantara, baik ajaran tersebut masih murni ataupun telah ada pembauran dengan Islam. Berikut beberapa contoh sisa-sisa animisme dan dinamisme:

Upacara dan Ritual Adat

Banyak masyarakat kita yang masih mempertahankan beberapa macam upacara atau ritual yang masih murni berkaitan dengan animisme dan dinamisme atau telah mengalami pembauran dengan Islam. Salah satu contohnya dalah upacara kelahiran dan kematian. Hampir di setiap daerah nusantara menggelar upacara kelahiran dan kematian dengan ritual-ritual berbeda. Contoh, di Aceh terdapat upacara Peugot Tangkai. Upacara ini adalah perajahan barang/benda dengan membacakan mantera untuk dipakai pada wanita hamil empat bulan.

Tentang acara ritual kematian dalam adat masyarakat Aceh yang sampai sekarang ini masih diamalkan seperti, apabila ada kematian di sebuah keluarga, maka semua pakaian dan kain-kain yang menyelimuti mayat tadi disimpan pada suatu tempat. Kain-kain ini disebut dengan reuhab. Biasanya disimpan di atas tempat tidur untuk selama empat puluh hari atau empat puluh empat hari. Setelah selesai upacara penguburan tadi, mulai malam pertama sampai dengan malam ketiga diadakan samadiah atau tahlil. Masih banyak lagi ritual-ritual aneh seperti membakar kemenyan pada malam jum‘at kliwon dan selasa kliwon. Menyediakan sesaji pada hari kelahiran bayi. Di kamar bayi yang baru lahir digantungkan keris dan kain merah. Atau sesaji di bawah pohon beringin.

220

Kesenian Budaya

Di bumi nusantara ini, masih terdapat beberapa macam kesenian yang jelas berasal dari budaya animisme dan dinamisme. Satu contoh seperti Tarian

Kuda Lumping di Jawa Barat. Biasanya, sebelum pertunjukkan dimulai, para peserta wajib dibekali mantera-mantera tertentu oleh sang dukun sebagai pengendali acara. Setelah itu, sang penari kuda kesurupan dan bertingkah aneh layaknya orang gila. Para penari itu terlihat lincah memainkan kuda mainan dan bahkan mereka makan pecahan kaca atau beberapa ekor ayam yang masih hidup.

Para penari tidak merasakan sakit akibat pecahan kaca yang mereka makan atau merasa jijik dengan daging ayam yang dimakan hidup-hidup, semuanya karena ada roh lain yang merasuk dalam diri mereka. Roh itulah (jin) yang mengendalikan si penari.

Mitos

Cerita-cerita mitos yang menyesatkan memang masih merebak luas di tengah masyarakat. Masih banyak yang percaya bahwa ruh orang yang mati terbunuh akan menjelma menjadi hantu. Ada yang menyebutnya dengan istilah , genderewo, dan lain-lain. Yang pasti, hantu tersebut akan gentayangan ke setiap tempat untuk membalas dendam. Jika yang mati adalah orang jahat, maka ia akan menjelma menjadi babi atau kera. Jelmaan ini akan mengganggu warga sekitar yang masih hidup.

Lebih lanjut, terdapat pula sisa-sisa animisme dan dinamisme yang berkembang. Seperti, mitos bulan Safar yang dianggap membawa sial. Mitos ini sangat dikenal oleh masyarakat kita, terutama masyarakat muslim. Adanya mitos

221

demikian, sehingga terdapat ritual tertentu yang dijalankan untuk menolak bala di bulan Safar.

Di masyarakat Parahyangan dan Jawa, tersebar mitos-mitos yang berkembang sesuai dengan perkembangan budayanya. Dalam konsep ketuhanan orang Sunda sebelum Hindu, (sanghyang, sangiang) diyakini sebagai Sang

Pencipta (Sanghyang Keresa) dan Yang Esa (Batara Tunggal) yang menguasai segala macam kekuatan, kekuatan baik ataupun kekuatan jahat yang dapat mempengaruhi roh-roh halus yang sering menetap di hutan, sungai, pohon, atau di tempat-tempat dan benda-benda lainnya. Ketika muncul proses Islamisasi di

Nusantara, istilah sembahyang pun lahir dari tradisi menyembah Hyang (Yang

Tunggal).

Pesan-pesan dalam Islam

Pada masa akhir ini, arus kebebasan di negeri ini begitu transparan bahkan melebihi batas yang tak terduga dan cenderung mengerikan. Termasuk dalam hal hubungan antara rakyat (people) dan Negara (State). Dahulu adalah hal yang sangat tabu, jika ada yang mengekritik dan dan menasehati penguasa, sedangkan saat ini sudah tidak demikian. Ada yang memanfaatkan momen kebebasan ini sesuai tuntunan syariah, ada pula yang kebablasan membabi buta.

Sedangkan sikap yang benar adalah sikap pertengahan sebagaimana yang ditekankan oleh Islam.153

153Redaksi Arrahmah.com persembahkan penjelasan tata cara menasihati sesuai sunnah dan atsar para pendahulu Musimin oleh Ustadz Farid Nu‘man Hasan, pada Selasa, (24/3/2015).

222

Pemimpin juga mesti dinasihati

Imam An Nawawi Rahimahullah mengomentari makna ‗nasihat untuk imam kaum muslimin‘:

َٚأَ َِّب إٌَّ ِص١ َحخ ِْلَئِ َّّ ِخ ا ٌْ ُّ ْسٍِ ١ِّ َٓ َف ُّ ؼَب ََٚٔتٍَٝ ػَ ُْ ٙ ا ٌْ َح ّك ، َٚ َطب ػَتُُٙ ُْ ف١ِ ِٗ ، َٚأَ ِْ ُزُ٘ ُْ ثِ ِٗ ، َٚ َت ْٕجَٚ ُْ ٙٙ١ِ َت ْذو١ِز٘ ُْ ثِ ِز ْف ٍك ٌَُٚ ْط ٍف ، َٚإِ ػْ ََلِٙ ُْ ثِ َّب َغ َفٍُٛا َٚ ُْٕٗ ػَ ٌَ ُْ ٠َ ْجٍُغُٙ ُْ ِِ ْٓ ُحمُٛق ا ٌْ ُّ ْسٍِ ١ِّ َٓ ، َٚ َت ْزن ا ٌْ ُخ ُزٚج ػَ ٍَ ١ْ َٚ ، ُْ ِٙ َتأَ ٌُّف لٍُُٛة إٌَّبِ ٌِ َطب ػَتِ ِٙ ُْ

―Ada pun nasihat bagi para pemimpin kaum muslimin, adalah dengan menolong dan mentaati mereka di atas kebenaran, memerintahkan mereka dengannya, memperingatkan dan menegur mereka dengan santun dan lembut, memberi tahu mereka apa-apa yang mereka lalaikan, dan hak-hak kaum muslimin yang belum mereka sampaikan, tidak keluar dari kepemimpinan mereka, menyatukan hati manusia dengan mentaati mereka.‖ 154

Bahkan pemberian nasihat terhadap pemimpin yang zalim termasuk jihad yang paling afdhal. Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‗Anhu bahwa

Rasulullah Shallallahu ‗Alaihi wa Sallam bersabda:

أَ ْف َض ًُ ا ٌْ ِدَٙب ِد َوٍِ َّخُ ػَ ْذ ٍي ػِ ْٕ َذ ُس ٍْ َطب ٍْ َخبئِ ٍز أَ ْٚ أَ ١ِِ ٍز َخبئِ ٍز

―Dari Abu Said Al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‗Alaihi wa Sallam bersabda: ―Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang ‗adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim.‖ (HR. Abu Daud)155

Seseorang yang mati, karena dibunuh penguasa zalim disebabkan amar ma‘ruf nahi munkar, dia termasuk pemimpin para syuhada. Dari Jabir radhiallahu

‗anhu, Rasulullah Shallallahu ‗Alaihi wa Sallam bersabda,

154HR. Al Hakim, Al Mustdarak ‗Ala ash Shaihain, Juz. 11, hal. 214, No hadits. 4872. Ia nyatakan shahih, tetapi Bukhari-Muslim tidak meriwayatkannya. Adz Dzahabi menyepakatinya. Syaikh Al Albany mengatakan hasan, dia memasukkannya dalam kitabnya As Silsilah Ash Shahihah, No. 374. 155 Kitab Al Malahim Bab Al Amru wan Nahyu, No. 4344. At Tirmidzi, Kitab al Fitan ‗an Rasulillah Bab Maa Jaa‘a Afdhalul Jihad …, No. 2265. Katanya: hadits ini hasan gharib. Ibnu Majah, Kitab Al Fitan Bab Al Amru bil Ma‘ruf wan nahyu ‗anil Munkar, No. 4011. Ahmad, No hadits. 10716. Dalam riwayat Ahmad tertulis Kalimatul haq- perkataan yang benar. Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Misykah Al Mashabih, No. 3705)

223

س١ذ اٌشٙذاء حّزح ثٓ ػجذ اٌّطٍت ، ٚرخً لبي إٌٝ إِبَ خبئز فأِزٖ ٙٔٚبٖ فمتٍٗ

―Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang berkata melawan penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, namun akhirnya ia mati terbunuh.‖ 156

Menasihati pemimpin secara diam-diam

Dari ‗Iyadh bin Ghanm Radhiallahu ‗Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu

‗Alaihi wa Sallam bersabda:

ْ َِ ْٓ أَ َرا َد أَ ْْ ٠َ ْٕ َص َح ٌِ ُس ٍْ َطب ٍْ ثِأَ ِْ ٍز َف ََل ٠ُ ْج ِذ ٌَُٗ ػَ ََل١َِٔ ًخ َٚ ٌَ ِى ْٓ ١ٌَِأ ُخ ْذ ث١َِ ِذ ِٖ َف١َ ْخٍُ َٛ ثِ ِٗ َف إِ ْْ لَجِ ًَ ِِ ُْٕٗ َف َذا َن َٚإِ ََّل َوب َْ َل ْذ أَ َّدٜ اٌَّ ِذػَ ٞ ٍَ ١ْ ِٗ ٌَٗ ُ

―Barangsiapa yang hendak menasihati pemimpin terhadap suatu urusan, maka janganlah menampakkannya terang-terangan, tetapi hendaknya dia meraih tangannya lalu dia menasihati nya berduaan. Jika dia menerima nasihatnya, maka bagimu akan mendapat ganjaran, jika dia tidak menerima, maka dia telah menunaikan apa-apa yang layak bagi sultan tersebut.‖ H.R. Ahmad 157

Hadits di atas dijadikan argumen oleh sebagian kaum muslimin agar jangan menasihati pemimpin secara terang-terangan, bahkan mereka mengharamkan demonstrasi dengan alasan hadits ini pula. Anjuran dalam hadits ini adalah agar kita menasihati pemimpin secara face to face atau empat mata.

Anjuran yang ada dalam hadits ini, tidaklah sama sekali menunjukkan pembatasan bahwa inilah satu-satunya cara, melainkan hadits ini berbicara tentang salah satu bentuk cara nasihat terhadap pemimpin. Tak ada korelasi apa pun dalam hadits ini yang menunjukkan bahwa terlarangnya menasihati pemimpin secara terbuka.

Sebab, sejarah menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul, sebagian sahabat,

156 HR. Al Hakim, Al Mustdarak ‗Ala ash Shaihain, Juz. 11, hal. 214, No hadits. 4872. Ia nyatakan shahih, tetapi Bukhari-Muslim tidak meriwayatkannya. Adz Dzahabi menyepakatinya. Syaikh Al Albany mengatakan hasan, dia memasukkannya dalam kitabnya As Silsilah Ash Shahihah, No. 374. 157 (HR. Ahmad, No. 14792. Lihat juga Al Musnad Al Jami‘, 34/35)

224

tabi‘in, dan para imam kaum muslimin, pernah menasihati pemimpin secara terang-terangan sebagaimana yang akan dijelaskan berikut.

Menasihati pemimpin secara terang-terangan

Berikut ini adalah bukti bahwa cara ini juga pernah dilakukan oleh manusia mulia. Baik yang melakukannya di istana penguasa atau di tempat selain istana. Sekaligus paparan di bawah ini sebagai koreksi bagi pihak-pihak yang melarang menasihati dan menegur kesalahan penguasa secara terang-terangan.

Zaman Para Nabi „Alaihim Shalatu was Salam

Metode ini pun pernah terjadi pada umat-umat terdahulu. Di antaranya adalah nasihat terbuka yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‗Alaihissalam, bahkan bukan hanya nasihat, beliau melakukan aksi nyata dengan menghancurkan berhala-berhala saat itu. Bahkan beliau berdialog dengan Namrudz dari Babilonia yang disaksikan oleh para pembesar dan pengawalnya. Sebagaimana yang Allah

Ta‘ala ceritakan dalam al-Qur‘an:



. 



―Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: ―Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,‖ orang itu berkata: ―Saya dapat menghidupkan dan mematikan‖.Ibrahim berkata: ―Sesungguhnya Allah

225

menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat,‖ lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.‖ ( ‗S. Al Baqarah (2): 258)158

Makna ayat ini, sebagaimana dijelaskan oleh Zaid bin Aslam mengatakan, bahwa raja pertama yang diktator di muka bumi adalah Namrudz. Manusia keluar rumah serta menjejerkan makanan di depan Namrudz. Begitu pula Ibrahim pun ikut melakukannya bersama manusia. Masing-masing mereka dilewati oleh

Namrudz dan dia bertanya; ―Siapakah Tuhanmu?‖ Mereka menjawab:

―Engkaulah!‖ hingga giliran Ibrahim, Namrudz bertanya: ―Siapakah Tuhanmu?‖

Ibrahim menjawab: ―Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan.‖

Namrudz menjawab: ―Aku bisa menghidupkan dan mematikan.‖ Ibrahim berkata:

―Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari di Timur dan menenggelamkannya di

Barat.‖ Maka bungkamlah orang kafir itu.‖159

Ayat ini, dengan transparan menjelaskan Nabi Ibrahim mengkritik dan mendebat raja Namrudz secara terang-terangan di depan banyak manusia. Bukti lain bahwa Nabi Ibrahim mengkritik dan mendebat secara terang-terangan di depan kaumnya adalah isyarat yang Allah Ta‘ala sebutkan dalam ayatNya:





158Al-Qur‘an Surah al-Bararah : 258 (Kementrian Agama RI : 2012) h. 53. 159(Imam Abu Ja‘far bin Jarir Ath Thabari, Jami‘ Al Bayan fi Ta‘wilil Quran, 5/433. Muasasah Ar Risalah, Tahqiq: Syaikh Ahmad Muhammad Syakir)

226

―Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya.‖( QS Al An‘am 96: 83)160

Di samping itu apa yang dilakukan oleh Nabi Musa dan Nabi Harun

‗Alaihimassalam, mereka berdua menasehati Fir‘aun di depan para pembesar istananya. Bahkan Nabi Musa mempermalukan Fir‘aun di depan pasukannya sendiri di istana dengan mengalahkan para ahli sihirnya dengan mukjizat yang

Allah Ta‘ala berikan kepadanya. Bahkan akhirnya ahli sihir Fir‘aun bertobat dan beriman kepada Allah Ta‘ala. Semua ini terekam di dalam Al ‗uran, surat Thaha ayat 43-76.yang artinya ―Pergilah kalian berdua kepada Fir‘aun sesungguhnya telah melewati batas(mengaku Tuhan)‖,‖Maka bicaralah kalian berdua

(kepadaNya) dengan perkataan yang lemah lembut mudah-mudahn dia mengambil pelajaran atau dia takut lalu kembali‖,‖Keduanya berkata wahai

Tuhan kami, sesungguhnya kami takut bahwa dia akan segera menyiksa terhadap kami atau bahwa dia akan lebih zalim dan melewati batas‖,‖Allah berfirman, jangan kalian berdua takut sesungguhnya Aku beserta kalian berdua Aku mendengar perkataan kalian dan Aku melihat tindakan kalian ―,‖Maka kalian berdua datangilah dia dan lalu kalian berdua berkatalah sesungguhnya kami dua utusan (Rasul) Tuhan pencipta kamu maka lepaskanlah (biarkanlah pergi ke

Syam) bersama kami keturunan Israil, dan jangan kamu menyiksa mereka sungguh kami datang kepadamu dengan bukti mukjizat dari Tuhan pencipta kamu dan keselamatan melimpah kepada siapa yang ia mengikuti petunjuk (iman dan taqwa)‖ .

160Al-Qur‘an Surah al-An‘am : 83 (Kementrian Agama RI : 2012) h. 185.

227

Zaman Para sahabat Nabi Saw

Metode ini pun juga ada pada masa sahabat. Ketika Umar bin Al Khathab

Radhiallahu ‗Anhu menyampaikan khutbah di atas mimbar, dia menyampaikan bahwa Umar hendak membatasi Mahar sebanyak 400 Dirham, sebab nilai itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‗Alaihi wa Sallam, jika ada yang lebih dari itu maka selebihnya dimasukkan ke dalam kas negara. Hal ini diprotes langsung oleh seorang wanita, di depan manusia saat itu, dengan perkataannya:

―Wahai Amirul mu‘minin, engkau melarang mahar buat wanita melebihi 400 Dirham?‖ Umar menjawab: ―Benar.‖ Wanita itu berkata: ―Apakah kau tidak mendengar firman Allah:



  

‖ …. Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) yang nyata ?.‖ (QS An Nisa (4): 20)161

Umar menjawab; ―Ya Allah ampunilah, semua manusia lebih tahu dibanding Umar.‖ Maka umar pun meralat keputusannya.162 Inilah Umar bin Al

Khathab. Beliau menerima kritikan terbuka wanita tersebut, dengan jiwa besar dia mengakui kesalahannya, serta tidak mengatakan: ―Engkau benar, tapi caramu menasihatiku salah, seharusnya engkau nasihatiku secara diam-diam, tidak terang- terangan!‖ Tidak. Umar tidak sama sekali mengingkari cara wanita itu

161Al-Qur‘an Surah al-Nisa‘: 20 (Kementrian Agama RI : 2012) h. 105. 162(Tafsir Al Quran Al ‗Azhim, 2/244. Imam Ibnu katsir mengatakan: sanadnya jayyid qawi (baik lagi kuat). Sementara Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini menyatakan hasan li ghairih)

228

menasihatinya di depan banyak manusia. Bukan hanya itu, para sahabat yang melihatnya pun tidak pula mengingkari wanita tersebut. Jikalau wanita itu salah dalam penyampaiannya, maka tentunya serentak dia akan diingkari oleh banyak manusia saat itu. Faktanya tidak ada pengingkaran itu. Ini disebabkan karena keputusan khalifah Umar, akan membawa dampak bagi rakyatnya, maka meralatnya pun dilakukan secara terbuka.

Metode ini juga dijalankan oleh para tabi‘in serta generasi selanjutnya. Hal ini terekam dalam kitab-kitab para ulama. Jika, mereka menasihati pemimpin secara empat mata dan sembunyi-sembunyi, tentunya dari mana manusia bisa tahu peristiwa-peristiwaini? Jika ada manusia meriwayatkan Imam Fulan telah menashati khalifah, atau gubernur, maka ini sudah tidak bisa disebut diam-diam atau empat mata, sebab ada orang lain yang mendengarkan atau melihat, lalu orang tersebut meriwayatkan ke generasi selanjutnya hingga ke tangan kita.

Berikut ini adalah beberapa contoh para Imam kaum muslimin.

Sa‘id bin Jubeir Radhiallahu ‗Anhu terhadap Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsa

‗afi Tentang kecaman keras Said bin Jubeir Radhiallahu ‗Anhu terhadap gubernur zalim di Madinah, sangat terkenal. Beliau berkata tentang Hajjaj bin Yusuf dan pasukannya, sebagai berikut:

ػٓ أثٟ ا١ٌمظبْ لبي: وبْ س١ؼذ ثٓ خج١ز ٠مٛي ٛ٠َ د٠ز اٌدّبخُ ُٚ٘ ٠مبتٍْٛ: لبتٍٝػ ٍُ٘ٛ خٛرُ٘ فٟ اٌحىُ ٚخزٚخُٙ ِٓ اٌذ٠ٓ ٚتدجزُ٘ ػ ٍٝػجبد َّللا ٚإِبتتُٙ اٌصَلح ٚاستذَلٌُٙ اٌّس١ٍّٓ. فٍّب اٙٔزَ أً٘ د٠ز اٌدّبخُ ٌحك س١ؼذ ثٓ خج١ز ثّىخ فأخذٖ خبٌذ ثٓ ػجذ َّللا فحٍّٗ إٌٝ اٌحدبج ِغ إسّب١ػً ثٓ أٚسظ اٌجدٍٟ

―Dari Abu Al Ya ‗zhan, dia berkata: Said bin Jubeir pernah berkata ketika hari Dir Al Jamajim, saat itu dia sedang berperang (melawan pasukan Hajjaj): ―Perangilah mereka karena kezaliman mereka dalam menjalankan

229

pemerintahan, keluarnya mereka dari agama, kesombongan mereka terhadap hamba-hamba Allah, mereka mematikan shalat dan merendahkan kaum muslimin.‖ Ketika penduduk Dir Al Jamajim kalah, Said bin Jubeir melarikan diri ke Mekkah. Kemudian dia dijemput oleh Khalid bin Abdullah, lalu dbawanya kepada Hajjaj bersama Ismail bin Awsath Al Bajali.‖163

Demikianlah salah satu kecaman keras terhadap pemimpin Madinah, oleh seorang ulama fiqih dan tafsir, salah satu murid terbaik Abdullah bin Abbas

Radhiallahu ‗Anhuma, yakni Al Imam Sa‘id bin Jubeir Rahimallahu ‗Anhu. Dia adalah imamnya para imam pada zamannya, dan manusia paling ‗alim saat itu.

Dia tidak mengatakan: ―Aku akan pergi ke Hajjaj dan akan menasihatinya empat mata!‖ Tidak, dan tak satu pun ulama saat itu dan setelahnya, menjulukinya khawarij.

Tentang Imam Sa‘id bin Jubeir, berkata Abdussalam bin Harb, dari

Khushaif, katanya:

وبْ أٍّٙػُ ثبٌمزآْ ِدب٘ذ، ٚأٍّٙػُ ثبٌحح ػطبء، ٚأٍّٙػُ ثبٌحَلي ٚاٌحزاَ طبٚ ،ِٚٚأٍّٙػُ ثبٌطَلق س١ؼذ ثٓ اٌّس١ت، ٚأخٌٙ ُٙؼّذٖ اٍٛؼٌَ س١ؼذ ثٓ خج١ز

―Yang paling tahu tentang Al ‗uran adalah Mujahid, yang paling tahu tentang Haji adalah ‗Atha, yang paling tahu tentang halal dan haram adalah Thawus, yang paling tahu tentang thala ‗ adalah Sa‘id bin Al Musayyib, dan yang mampu mengombinasikan semua ilmu-ilmu ini adalah Sa‘id bin Jubeir.‖164

Sementara Ali Al Madini berkata:

١ٌس فٟ أصحبة اثٓ ػجبِ ِثً س١ؼذ ثٓ خج١ز. ل١ً: َٚل طبِٚٚ ؟ لبي: َٚل طبٚ َِٚٚل أحذ.

―Di antara sahabat-sahabat Ibnu Abbas tidak ada yang seperti Sa‘id bin Jubeir.‖ Ada yang berkata: ―Tidak pula Thawus?‖ Ali Al Madini menjawab: ―Tidak pula Thawus, dan tidak pula yang lainnya.‖ (Ibid)

163(Imam Muhammad bin Sa‘ad, Thabaqat Al Kubra, 6/265. Dar Al Mashadir, Beirut) 164 Imam Adz Dzahabi, Siyar A‘lam An Nubala, 4/341. Muasasah Ar Risalah, Beirut)

230

Imam Amr Asy Sya‘bi Radhiallahu ‗Anhu terhadap Al Hajjaj bin Yusuf

Ats Tsa ‗afi Beliau sezaman dengan Sa‘id bin Jubeir, dan juga berhadapan dengan

Hajjaj bin Yusuf Ats Tsa ‗afi, hanya saja dia tidak sampai melakukan perlawanan fisik.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Selain seorang ulama yang agung, beliau juga seorang mujahid. Tidak seperti prasangka sebagian kecil manusia, yang menuduhnya tidak pernah ikut berperang bersama kaum muslimin.

Justru beliau adalah bintangnya dan pemimpin mereka.Berkata Al Alusi tentang

Imam Ibnu Taimiyah:

―Adapun keberanian dan jihadnya, maka suatu penjelasan apa pun tidak dapat mencakupnya secara sempurna. Ia sebagaimana yang diceritakan Al Hafizh Sirajuddin Abu Hafsh dalam Mana ‗ib-nya adalah orang yang paling berani dan tegar hati menghadapi musuh. Aku belum pernah melihat manusia yang keberaniannya melebihi Ibnu Taimiyah dan semangat jihad melawan musuh melebihi semangatnya Ibnu Taimiyah. Ia selalu berjihad di jalan Allah dengan hati, lisan, dan tangannya dan tidak takut hinaan orang yang suka menghina dalam membela agama Allah Ta‘ala. Banyak orang menceritakan bahwa Syaikh Ibnu Taimiyah juga sering ikut bersama pasukan Islam dalam peperangan melawan musuh. Apabila ia melihat pasukan yang gelisah dan takut, maka ia memberikan semangat kepadanya, memantapkan hatinya, menjanjikan kemenangan dan ghanimah kepadanya, dan menjelaskan keutamaan jihad dan mujahidin.‖

Pemimpin harus bersikap adil

َح َّد َث َُا ُي َح ًَّ ُد ْت ٍُ َس ََّّل ٍو أ َ ْخثَ َرَا َع ْث ُد ََّّللاِ َع ٍْ ُعثَ ٍْ ِد ََّّللاِ ْت ٍِ ُع ًَ َر َع ٍْ ُخثَ ٍْ ِة ْت ٍِ َع ْث ِد ان َّر ْح ًَ ٍِ َع ٍْ َح ْف ِص ْت ٍِ َعا ِص ٍى َع ٍْ أَتًِ ُْ َر ٌْ َر َج َع ٍْ انَُّثِ ًِّ َص َّهى ََّّللاُ َع َه ٍْ ِّ َٔ َسهَّ َى َلا َل َس ْث َعحٌ ٌُ ِظ ُّهُٓ ْى ََّّللاُ ٌَ ْٕ َو ا ْنمٍَِا َي ِح ًِ ِظ ِّه ِّ ٌَ ْٕ َو ََل ِظ َّم إِ ََّل ِظ ُّهُّ إِ َيا ٌو َعا ِد ٌل َٔ َشا ٌّب َ َشأَ ًِ ِعثَا َد ِج ََّّللاِ َٔ َر ُج ٌم َذ َك َر ََّّللاَ ًِ َخ ََّل ٍء َِ َفا َض ْد َع ٍْ َُاُِ َٔ َر ُج ٌم َل ْهثُُّ ُي َعهَّ ٌك ًِ ا ْن ًَ ْس ِج ِد َٔ َر ُج ََّل ٌِ َذ َحاتَّا ًِ ََّّللاِ َٔ َر ُج ٌم َد َع ْرُّ ا ْي َرأَجٌ َذ ا ُخ َي ُْ ِص ٍة َٔ َج ًَا ٍل إِ َنى َ ْف ِس َٓا َلا َل إِ ًَِّ أَ َخا ُف ََّّللاَ َٔ َر ُج ٌم َذ َص َّد َق تِ َص َد َل ٍح َِأَ ْخ َفا َْا َحرَّى ََل َذ ْع َه َى ِش ًَانُُّ َيا َص َُ َع ْد ٌَ ًٍِ ُُّ

Abu hurairah r.a: berkata: bersabda nabi saw: ada tujuh macam orang yang bakal bernaung di bawah naungan Allah, pada hati tiada naungan kecuali naungan Allah: (Imam/pemimpin) yang adil, dan pemuda yang

231

rajin ibadah kepada allah. Dan orang yang hatinya selalu gandrung kepada masjid. Dan dua orang yang saling kasih sayang karena Allah, baik waktu berkumpul atau berpisah. Dan orang laki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan nan cantik, maka menolak dengan kata: saya takut kepada Allah. Dan orang yang sedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan orang berdzikir ingat pada Allah sendirian hingga mencucurkan air matanya.165 Penjelasan:

Meski hadis ini menjelaskan tentang tujuh macam karakter orang yang dijamin keselamatannya oleh Allah nanti pada hari kiamat, namun yang sangat ditekankan oleh hadis ini adalah karakter orang yang pertama, yaitu pemimpin yang adil. Bukannya kita menyepelekan enam karakter sesudahnya, akan tetapi karakter pemimpin yang adil memang menjadi tonggak bagi kemaslahatan seluruh umat manusia. Tanpa pemimpin yang adil maka kehidupan ini akan terjebak ke dalam jurang penderitaan yang cukup dalam.

Untuk melihat sejauh mana seorang peimimpin itu telah berlaku adil terhadap rakyatnya adalah melalui keputusan-keputuasan dan kebijakan yang dikeluarkannya. Bila seorang pemimpin menerapkan hukum secara sama dan setara kepada semua warganya yang berbuat salah atau melanggar hukum, tanpa tebang pilih, maka pemimpin itu bisa dikatakan telah berbuat adil. Namun sebaliknya, bila pemimpin itu hanya menghukum sebagian orang (rakyat kecil) tapi melindungi sebagian yang lain (elit/konglomerat), padahal mereka sama-ama melanggar hukum, maka pemimpin itu telah berbuat dzalim dan jauh dari perilaku yang adil.

165 Hadis riwayat Bukhary dan Muslim.

232

Kontrak politik sebagai mekanisme kontrol terhadap pemimpin

َح َّد َثًُِ ُي َح ًَّ ُد ْت ٍُ تَ َّشا ٍر َح َّد َث َُا ُي َح ًَّ ُد ْت ٍُ َج ْع َف ٍر َح َّد َث َُا ُش ْعثَحُ َع ٍْ ُِ َرا ٍخ ا ْن َم َّسا ِز َلا َل َس ًِ ْع ُد أَتَا َحا ِز ٍو َلا َل َلا َع ْد ُخ أَتَا ُْ َر ٌْ َر َج َخ ًْ َس ِسٍُِ ٍَ َِ َس ًِ ْعرُُّ ٌُ َح ِّد ُز َع ٍْ انَُّثِ ًِّ َصهَّى ََّّللاُ َع َه ٍْ ِّ َٔ َسهَّ َى َلا َل َكاَ ْد تَ ُٕ إِ ْس َرائٍِ َم َذ ُسٕ ُسُٓ ْى ا ْ َْل َْثٍَِا ُء ُكهَّ ًَا َْ َه َك َثِ ًٌّ َخ َه َفُّ َثِ ًٌّ َٔإََُِّّ ََل َثِ ًَّ تَ ْع ِدي َٔ َسٍَ ُكٕ ٌُ ُخ َه َفا ُء ٍََِ ْكث ُ ُرٔ ٌَ َلانُٕا َِ ًَا َذأْ ُي ُرَا َلا َل ُِٕا ِتثَ ٍْ َع ِح ا ْ َْل َّٔ ِل َِا ْ َْل َّٔ ِل َأ ْعطُُْٕ ْى َح َّمُٓ ْى َِإِ ٌَّ ََّّللاَ َسائِهُُٓ ْى َع ًَّ ا ا ْس َر ْر َعاُْ ْى

Abu hurairah r.a berkata : rasulullah saw bersabda : dahulu bani israil selalu dipimpin oleh nabi, tiap mati seorang nabi seorang nabi digantikan oleh nabi lainnya, dan sesudah aku ini tidak ada nabi, dan akan terangkat sepeninggalku beberapa khalifah. Bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: ya rasulullah apakah pesanmu kepada kami? Jawab nabi: tepatilah baiatmu (kontrak politik) pada yang pertama, dan berikan kepada mereka haknya, dan mohonlah kepada Allah bagimu, maka allah akan menanya mereka dari hal apa yang diamanatkan dalam memelihara hambanya. Penjelasan:

Pada umumnya, kata bai‘at diartikan sebagai janji. Namun sebenarnya, kata bai‘at berasal dari suku kata bahasa arab ba-ya-„a yang bermakna transaksi. Bila transaksi ini konteksnya adalah ekonomi maka ia berarti jual beli yang kemudian dikenal dengan kata kerja bu yu‟ yang berarti terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli. Akan tetapi bila konteks kata tersebut adalah politik, maka yang dimaksud transaksi di sini adalah sebuah perjanjian antar rakyat dan pemimpin. Karena itu, tak heran bila rasul S.A.W senantiasa menekankan pentingnya bai‘at dalam sebuah kepemimpinan, dengan bai‘at seorang pemimpin telah melakukan transaksi politik yang menuntut pemenuhan atas point-poin yang menjadi ksepakatan dalam transaksi mereka (pemimpin dan rakyat).

Akan tetapi, dalam konteks belakangan ini, kata bai‘at mengalami reduksi makna hanya sekedar sumpah jabatan yang biasanya bersifat pasif dan tidak memberikan ruang tawar menawar politik antara rakyat dan pemimpin. Bila kita melihat praktik sumpah jabatan di indonesia misalkan, sumpah jabatan presiden hanya dibacakan secara sepihak antara mpr dan presiden namun tidak menyisakan ruang negoisasi antara rakyat dan prsiden. Padahal, rakyat sebagai pihak yang dipimpin seharusnya berhak membuat kesepakatan-kesepakatan politik tertentu

233

dengan presiden yang bila kesepakatan itu dilanggar maka jabatan presidien dengan sendirinya akan gugur. Oleh sebab itu, agar sumpah jabatan ini tidak sekedar menjadi ritual dalam setiap pemilihan presiden atau pemimpin namun tidak memiliki dampak yang berarti dalam proses kepemimpinannnya, maka kemudian kita mengenal apa yang dalam istilah politik disebut sebagai ―kontrak politik‖.

Kontrak politik di sini mengandung pengertian sebuah ruang dimana antara pemimpin dan rakyat melakukan ―transaksi‖ dan membuat kesepakatan- kesepakatan tertentu yang memilki resiko-resiko bila kedua belah pihak melanggarnya. Kontrak politik, dalam hal ini tidak berbeda dengan ba‘at dalam istilah islam. Hanya saja, kontrak politik terjadi antara rakyat dan pemimpin secara setara dan diketahui secara publik, tetapi bai‘at dilakukan oleh rakyat, pemimpin dan di atas keduanya ada tuhan sebagai saksi. Oleh sebab itu, bila kita memaknai hadis di atas secara dalam dan kontekstual, maka kita dapat menangkap pesan bahwa rasul s.a.w menekankan betapa pentingnya sebuah kontrak politik dalam sebuah sistem kepemimpinan yang islami. b. Pesan sebagai Filsafat

Pesan Filosofi Bugis pada Pimpinan Yang Amanah. Ilustrasi pemimpin yang amanah dalam filsafat Bugis ― Ku Engkai ri Purennu, ku Dei‟ ri Undani‟‖ kurang lebih artinya: Pemimpin yang amanah apabila ―Kehadirannya menyenangkan semua orang, bila tidak berada di tempat sangat dirindukan semua orang‖ Dalam kamus bahasa Arab ada kata al-Amin adalah orang yang amanah,166 terpercaya, dan bertanggung jawab. Siapapun yang menjadi pemimpin hendaknya diawali pertanyaan. ―Apakah saya ri Purennu(dipercaya) atau ri Uddani (di rindukan) oleh orang yang saya pimpin?‖ Jika setiap orang merasa ragu dalam artian tidak dipercaya dan dirindukan kepada kita, maka kesediaan mereka untuk

166Sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain : Kemerdekaan Idonesia merupakan amanah dari para pahlawan bangsa. Lukman ali. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi II (Jakarta: Depeartemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama denga Balai Pustaka 1993), h 30.

234

mematuhi aktifitas apalagi berkorban menjadi minimal. Semakin banyak keraguan semakin tidak efektif dalam memimpin.

Berikut ini merupakan Pappaseng Kajao Laliddong yang merupakan dasar filsafat masyarakat Bugis dalam menangani pemerintahan dan rakyatnya:

Arompone : Aga Appongenna accae ?

Kajao : Lempue

Arumpone : Aga sa „binna lempue ?

Kajao : o„bie Arumpone. Iana rio „bireng makkadae : Aja„ muala taneng-

taneng tania taneng-tanemmu. Aja„ muala waramparang tania

waramparammu, nataniato manamu. Aja„to mupassu tedong

natania tedommu, enrengnge anyarang tania anyarammu. Aja „to

muala aju riwetta wali, nataniko mpetta waliwi.

Terjemahan dan penjelasan :

Arompone : Apa pangkal mulanya kepintaran ?

Kajao : Kejujuran

Arumpone : Apa saksi kejujuran itu ?

Kajao : Seruan Arumpone, adapun yang diserukan bahwa : Jangan mengambil

tanaman yang bukan tanamanmu. Jangan mengambil harta benda,

yang bukan harta bendamu & bukan pula pusakamu. Jangan pula

mengeluarkan kerbau dari kandangnya yang bukan kerbaumu.

Demikian pula kuda yang bukan kudamu. Jangan pula mengambil

kayu yang ditetak ujung pangkalnya , sedang bukan engkau yang

menetaknya.

235

Arompone : Aga sa „binna accae ?

Kajao : Gau„e sa „binna accae.

Arompone : Agana ripogau‗ ?

Kajao : Iana ripogau„ , temmengkalingae ada maja ada madaeceng .

Terjemahan dan penjelasan :

Arompone : Apa saksi (landasannya ) kepintaran itu ?

Kajao : Perbuatan itulah saksi kepintaran

Arompone : Apa yang diperbuat ?

Kajao : Adapun yang dikerjakan ,yaitu tidak mendengarkan perkatan yang

jelek maupun perkataan yang baik .

Arompone : Aga tanra cinna matena tana marajae ?

Kajao : Iana tanra cinna matena tana marajae , linga-lingae. Maduanna,

nakko teaniripakainge „ arungnge. Matellunna , dee tomacca ri

wanuae. Maeppana, nakko naenrekiwi waramparang toma „bicarae.

Malimanna, we „do pada gau„e ri lalampanua. Maennenna,

tennamaseiwiatanna arung mangkau „-e.

Terjemahan dan penjelasan :

Arompone : Apa tanda kekurangan atau kelemahan negeri yang besar ?

Kajao :

- Adapun tanda kelemahan suatu negeri besar, ialah sikap kegila-gilaan.

- Jika sudah tidak mau lagi raja itu mengindahkan pertimbangan yang

diberikan kepadanya.

- Jika sudah langkah orang bijaksana dalam negeri.

236

- Jika penegak hukum sudah mau menerima suap.

- Jika sudah merajalela kesewenang-wenangan dalam negeri.

- Jika sudah tak ada lagi rasa belas kasihan raja yang memerintah terhadap

rakyatnya.

Arumpone : Aga tanranna namaraja tanae ?

Kajao : Dua tanranna namaraja tanae :Seuani , malempui namacca arung

mangkau „-e. Maduanna, tessisala-salae ri lalempanua .

Terjemahan dan penjelasan :

Arumpone : Apa tanda kebesaran suatu negeri ?

Kajao : Dua tandanya negeri menjadi besar :

- Raja yang memerintah jujur lagi pintar

- Tidak terjadi silang sengketa dalam negeri.

Arumpone : Aga ttaulae pattaungeng

Kajao : Naia ttaulae pattaungeng. Seuani , nakko matanre cinnai arung

mangkau „-e. Maduanna, nakko nateriwi waramparang toma

„bicarae. Matellunna, nakko sisala-sala taue ri lalempanua .

Tanranna to paro , nakko maeloni baiccu „tana marajae.

Terjemahan dan penjelasan :

Arumpone : Apa yang menggagalkan panen (tahunan)

Kajao : Yang menggagalkan panen tahunan :

- Jika raja yang memerintah terlalu tinggi harap

- Jika penegak hukum sudah mau menerima suap

237

- Jika terjadi silang sengketa dalam negeri. Itulah pula tandanya jika suatu

negeri besar akan menjadi kecil.

Bagaimana kita agar ri Purennu (di percaya) dan ri Uddani (di rindukan) kepada orang?

Pertama, Merahasiakan aib orang lain, bukan yang sering membeberkan kekurangan rekan dan karyawannya, apalagi membeberkan kekurangan anggotanya. Makin banyak membeberkan rahasia dan kekurangan orang lain, makin jatuh kredibilitasnya.Berhati-hatilah terhadap orang yang sering membeberkan aib orang lain karena jika ia berani menceritakan aib-aib orang lain kepada kita, apa sulitnya dia membeberkan aib kita kepada orang lain.

Kedua, Berusaha menepati janji. Bisa dilihat dari kehati-hatiannya berjanji, sedikit janjinya, tetapi selalu ditepati.Berhati-hatilah terhadap calon pemimpin yang mudah mengobral janji. Seorang calon pemimpin yang banyak memberikan janji jangan langsung dipercaya. Jika akan memilih pemimpin, lebih baik pilihlah orang-orang yang sepanjang hayatnya memberikan bukti daripada yang hanya bisa memberikan janji. Menyebut sumpah itu sudah merupakan janji, apalagi menyebut ‗Demi Allah‘. Orang yang mempunyai jabatan, pangkat, kedudukan, jika dia tidak mampu mempertanggung-jawabkannya, maka semuanya itu justru menjadi jalan kehinaan bagi dirinya. Terlebih lagi masyarakat kita sekarang sudah semakin kritis.Semakin tinggi jabatan, jika terjatuh (karena tidak amanah), maka benturannya akan semakin meremukkan.

238

Ketiga, Bertanggung jawab dan pantang mengambil hak orang lain. Setiap berkata benar-benar tidak ada keraguan, tidak meremehkan waktu walau sedetikpun, karena detik juga berharga (telat sedetik, semenit, sejam, semuanya sama saja yaitu telat).Organisasi yang dipimpinnya selalu mendahulukan hak- hak orang lain, dibanding haknya utamanya dalam hal kesejatraan.

Keempat, Tegar dalam berumah tangga (Ketegaran Yang Berbuah

Kebahagiaan).

Pemmali yang merupakan sebagai salah satu kebudayaan dari sekian banyak kebudayan yang diciptakan oleh masyarakat Bugis yang telah tertanam sejak dahulu. Seperti yang kita ketahui, kebudayaan merupakan hal yang tak terpisahkan dari manusia.Dalam artian, kebudayan tidak dapat tercipta tanpa eksistensi manusia. Sebab, manusia merupakan mahluk yang diciptakan

Tuhan dengan akal yang dimilikinya yang tidak dimiliki mahluk hidup lainnya.

Pemmali dapat dimaknai sebagai salah satu aspek budaya yang merupakan hasil kreativitas masyarakat dalam membangun tatanan sosial yang diadopsi dari nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam setiap keluarga Bugis. Pemmali dapat pula dimaknai sebagai bentuk kehati-hatian masyarakat dengan belajar dari masa lalu sehingga kejadian masa lalu tidak berulang di masa yang akan datang

Akko Mappemali, yang namanya mappemali itu kaulalolo, jadi itu maksudnya taat hukum. Akko mappemali Iyana na kenna

239

denre. Makkeda akko Tania agagamu aja mu tanai. Ini masih dimaknai masyarakat sampai sekarang.167

Menurut informan diatas ajaran tentang mappemali lebih menekankan pada nilai kejujuran yang mengatakan bahwa janganlah mengambil sesuatu yang bukan hak mu. Hal ini menegaskan bahwa nilai kejujuran sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Penuturan lain diberikan oleh seorang informan;

Kalau mappemali masih dilakukan tapi waktu masih ana-ana saja kalau sekarang sudah tidak ada. Kalau malanca, mappere setiap pura panen tapi riolo bawang. Yaro bannsanna manggaribi ku kasi matio TV karena kalau magrib banyak film na suka ana-ana jadi kalau sudah magrib baru ku kasi menyala lagi. Kalau pergaulan saat ini luarbiasa. Kalau kita dulu masih kecil waktunya sembayang pergi ki sembayanag apalagi kalau sembayang subuh kalau tidak pergi batena di coeri ki. Jadi mitau ki. Kalau ajaran aja muala aju akko bukan punyamu, labbu esso aja mumessu, manggaribi aja kumpul-kumpul. Jadi kalau masih ada ana-anak duduk diluar na sudah manggaribi mi ukenna mettong. Jadi maggello ro ajaranna Kajao. Jadi itu ana-anak kalau makanja tomatoa na pangngajakai bagus sifatnya. Sebenarnya masih banyak ajaran kebaikannya La Mellong tapi tidak terlalu na tau orang disini hanya na lakukan saja kerna na kira itu hal yang biasa saja sebagai kebersamaan.168

Menurut informan diatas pemali ditanamkan sejak anak-anak masih kecil.

Sehingga nilai tersebut dapat tertanam dengan baik. Salah satu pemali yang paling sering dikatakan oleh orangtua misalnya jangan keluar rumah ketika sudah masuk waktu magrib dan tv harus dimatikan. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak segera masuk kedalam rumah dan melakukan shalat magrib. Pemali tujuannya untuk membatasi gerak anak-anak agar anak tidak melakukan aktivitas setelah magrib seperti duduk-duduk dipinggir jalan. Nilai-nilai ini kemudian diserap oleh anak sehingga ketika tumbuh dewasa nilai tersebut tetap dilakukan.

167 Salah satu Keturunan Kajaolaiddong Mahmud (wawancara bulan Juni 2017) 168 Kepala Desa Kajaolaliddong Syamsul Bahri (wawancara bulan Juli 2017)

240

Membangun kepemimpinan diawali dengan amanah terhadap hal-hal kecil terlebih dahulu. Pemimpin yang baik tidak hanya sukses di kantor, tapi juga harus sukses di rumah. Tidak sedikit para pemimpin yang mampu mengatur sistem, kantor, atau perusahaan dengan baik, tetapi tidak berhasil membangun keluarganya dengan baik. Kembali kepada filsafat bugis, pemimpin yang amanah kedatangannya ri Purennu (menggembirakan/menyenangkan) dan ri

Uddani(sangat dirindukan), kenyataan akhir-akhir ini di media (surat kabar dan televisi) banyak pemimpin yang mendatangi daerah-daerah tidak lagi menggembirakan dan dirindukan malah sebaliknya, disambut dengan demonstrasi, dan sangat disayangkan kadang tidak terkendali, diluar batas kemanusiaan bahkan menghilangkan nyawa seseorang.

Satu hal yang harus disadari oleh manusia, bahwa ia adalah seorang hamba dan bukan penguasa. Kemampuannya untuk mengatur dan membangun alam hanyalah sebuah amanah yang dititipkan kepadanya. Ia bukanlah yang berkuasa, kecuali hanya menjalankan tugas dari pemberi amanah. Dialah Allah Swt Sang

Pemilik, Sang Pencipta dan Sang Pengatur alam yang sesungguhnya.

Namun demikian, tidak jarang manusia yang kemudian berlaku sombong dan arogan. Kemampuan yang ia miliki, membuatnya lupa akan keberadaan diri sebagai hamba. Ia mulai mengatur alam, juga kehidupannya menurut hawa-nafsu dan hasratnya belaka.169Di sinilah pentingnya ajaran shalat yang bermakna

169 Demikianlah watak buruk manusia. Ketika ia menduduki jabatan tertentu, kesombongan akan menghinggapinya. Jabatan tidak lagi dipandang sebagai amanah yang harus dijalankan sesuai keinginan pemberi amanah. Manusia sering menjadikan jabatan sebagai milik dan kekayaan pribadi. Karena itu, ia jalankan jabatan tersebut dengan bebas sesuai kepentingannya. Ini terjadi karena jabatan itu telah membuatnya sombong. Ia tidak ingat lagi tentang kedudukannya di tengah kehidupan bersama.

241

penghambaan diri kepada Allah swt. Sejak dari awal sampai akhir, shalat mengajarkan kepada manusia untuk bersikap rendah hati. Dimulai dengan takbir yang berarti mengawali shalat dengan kesadaran akan kemahabesaran Allah swt.

Ini berarti tidak ada yang boleh merasa besar termasuk juga dirinya yang sedang shalat.

Puncak dari penghambaan manusia dalam shalatnya adalah ketika rukuk

170dan sujud. Di sinilah manusia benar-benar dituntut untuk bisa melepaskan segala atribut duniawi yang membuatnya merasa besar.Rukuk yang berarti berlutut merupakan simbol pengakuan akan kebesaran dan kemenangan orang lain atas dirinya. Mengakui kelebihan orang lain atas dirinya adalah awal dari sikap rendah hati. Sementara rendah hati adalah sumber dari segala kebaikan diri.

Begitu pula sebaliknya, tidak mau mengakui kelebihan orang lain adalah awal dari rasa sombong. Padahal kesombongan merupakan sumber dari setiap kejahatan.

Berikutnya,sujud171dalam shalat bermakna pengakuan akan ketidakberdayaan diri di hadapan Yang Maha Berdaya. Inilah hakikat manusia yang sesungguhnya. Manusia berawal dari nuthfah, berakhir sebagai maitah dan hidupnya senantiasa membawa jifah. Sungguh tidak ada yang patut dibanggakan oleh manusia dari dirinya. Ia berawal dari yang menjijikkan, berakhir menjadi bangkai yang menjijikkan, dan berjalan dengan membawa yang menjijikkan pula.Maka, sujud inilah yang menjadi puncak penghambaan diri seorang hamba

170 Rukuk adalah sikap membungkuk pada waktu sembahyang dengan tangan ditekankan di lutut sehingga punggung dan kepala sama rata sambil membaca tasbih (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi II Depeartemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama denga Balai Pustaka 1993 Jakarta, h. 850. 171Sujud berarti berlutut seta meletakkan dahi ke lantai (misalnya pada waktu salat) sambil membaca tasbih . (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi II Depeartemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama denga Balai Pustaka 1993 Jakarta, h. 969.

242

kepada Allah swt. Dengan menyungkurkan kepala, mahkota kehormatannya, ia melebur habis segala potensi kesombongan dan keangkuhan.

Sujud adalah gerakan yang menyimbolkan kepasrahan total terhadap yang disujudinya. Oleh karenanya, penghambaan diri seperti ini tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah swt. Allah swt mengharamkan sujud seperti ini dilakukan kepada sesama makhluk. Namun demikian, apapun batasan dan aturan yang telah digariskan oleh Allah swt, ruku‘ dan sujud telah mendidik manusia agar bersikap rendah hati. Bangunlah kehidupan ini dengan hiasan budi dan kerendahan hati, inilah salah satu misi shalat yang harus dijabarkan dalam kesehariaan manusia. Membersihkan diri dari kesombongan menjadi modal besar manusia dalam membangun peradaban yang maju, berkualiatas dan bermartabat.

Sementara Iktidal172(I‘tidal)dari sisi bahasa berarti menciptakan keadilan.

Di dalam shalat iktidal(i‘tidal) dilakukan dengan berdiri tegak setelah rukuk. Ini simbol bahwa Iktidal berarti berdiri di poros tengah, tidak condong ke kanan atau ke kiri, tidak ke depan atau ke belakang. Berdiri tegak dengan penuh keseimbangan.

Tradisi Tabuik di Pariaman tidak dapat dilepaskan dari peristiwa memilukan yang terjadi terhadap cucu173 nabi Muhammad saw, Peristiwa tersebut merupakan bagian dari perang saudara yang terjadi di kalangan umat

Islam saat itu. Rangkaian prosesi dalam tradisi Tabuik merupakan wujud ungkapan kesedihan warga Pariaman atas tragedi yang menimpa sayyidina

172 Iktidal berdiri tegak setelah rukuk, (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi II Depeartemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama denga Balai Pustaka 1993 Jakarta, h. 369 173 yaitu Hussein ra. Putra dari khalifah Ali bin Abi Thalib itu wafat dalam pembantaian di padang Karbala oleh pasukan Yazid bin Mu'awiyah pada tahun 61 H (680 M).

243

Hussein ra. Sejak prosesi mengambil tanah yang berlangsung pada tanggal 1

Muharram hingga puncaknya saat Tabuik dilarang ke laut, setiap tahapan membawa pesan Filsafat yang berkaitan dengan tragedi tersebut. Salah satu bagian dari prosesi dalam tradisi Tabuik adalah ritual mangarak jari-jari. Ritual ini adalah prosesi simbolis saat masyarakat di Pasar dan Subarang beramai- ramai mengarak sebentuk keranjang atau wadah yang disebut panja.174

Ada fenomena yang menarik jika kita membandingkan antara mata‘am dan mangarak jari-jari. Jika mata‘am didominasi oleh kaum ibu dan anak-anak, maka iring-iringan mangarak jari-jari lebih didominasi oleh kaum lelaki dari berbagai lapisan usia. Hal ini berkembang tak lepas dari adanya kebiasaan adu fisik antar rombongan yang mengiringi ritual ini dari tahun ke tahun.

Tahapan Ritual Tabuik masih sama seperti pada masa lalu walaupun terjadi banyak perkembangan dan pergeseran dalam pelaksanaannya seiring perubahan zaman. Hal ini pun terjadi dalam prosesi mangarak jari-jari. Di masa lalu, arak-arakan berlangsung dengan ekspresi duka cita menyelimuti seluruh anggota rombongan. Kini, meski makna Filsafatnya tetap berusaha dipertahankan, arak-arakan ini lebih banyak diwarnai nuansa keceriaan dan suka cita sebagai sebuah momentum tahunan yang semarak.

174 Di dalam panja ini terdapat potongan kertas yang melambangkan potongan jari-jari Hussein yang tercecer di Padang Karbala. Panja akan diarak keliling kampung-kampung bersama miniatur tabuik disertai iringan tabuhan gandang tasa yang bertalu-talu. Prosesi ini biasanya berlangsung pada malam kedelapan, yaitu setelah prosesi Mata'am dilangsungkan pada siang harinya.

244

Unsur cerita; Sinrilik175 adalah suatu bentuk seni sastra yang sangat diminati dan disenangi oleh masyarakat etnis Makassar. Oleh karena penyajian lagu, susunan kata dalam kalimat yang berirama, sangat mendapat perhatian dan simpati. Lagu yang puitis yang mengalung serta menghanyutkan para pendengarnya, mengandung usaha penyajian suatu informasi lewat suatu bentuk cerita dan peristiwa.

Sinrilik dapat dianggap sebagai suatu manifestasi berfikir bagi orang

Makassar. Kejayaan orang makassar di masa lampau, mampu menghidupkan nilai-nilai budaya yang tinggi, etika yang kuat sampai sekarang, norma-norma itu masih melekat dalam alur cerita, mampu merespon bagi siapa yang mendengar, apa yang dikatakan dan dibawakan oleh sang penutur Pasinrilik. c. Pesan dalam Sosial

Pesan yang dituangkan dalam tulisan dan perkataan diperuntukkan kepada orang banyak di lingkungan sosial, bertujuan untuk memberikan penguatan kepada masyarakat yang berdasar pada tradisi dan adat yang berlaku bagi orang Bugis. Pappaseng dari Kajaolaliddong untuk dapat dilihat berikut ini: Kajao : ag sio.aruPoen.muasE tEtroai rEb alEbirEmu.ptoko Pulnai alEbirE mbkuriea.aj nttEer tEer tau tEbEmu aj npd wEno pGPo wrPr mubkuriea

―Aga sio, Arumpone, muaseng tettaroi nre „ba ale „biremmu, patokkong pulanai ale „bireng mabakurie, aja „ natatterre-terre tau te „be „mu, aja „ napada wenno pangampo waramparang mubakurie ?‖

Terjemahan dan penjelasan :

175 Sastra tradisi lisan yang berasal dari Gowa Sulawesi Selatan , berisi cerita kepahlawanan , keagamaan , dan percintaan , di bawakan oleh seorang penyinrilik dengan diiringi musik instrumental dengan gesekan keso-keso (rebab) , dimainkan siang hari atau malam hari sesudah sembahyang Isya di anjungan rumah atau tempat terbuka pada waktu-waktu tertentu (perkawinan, syukuran, pesta panen dan sebagainya)

245

Kajao : ― Apa gerangan, wahai Arumpone, yang menurut pendapatmu tidak membiarkan rebah kemuliaanmu, yang senantiasa menegakkan kemuliaanyang engkau pelihara, supaya tidak cerai berai rakyatmu, tidak sepertipenghambur harta benda yang engkau simpan baik-baik―

Arumpone : lEPuea kjao.eaREeG acea

―Lempue Kajao , Enrengnge accae‖

Kajao : aia ton ritu aruPoen

―Ia tona ritu Arumpone,Tania to ritu ―.

Arumpone : ekg pel kjao

―Kega pale Kajao ?‖

Kajao : iaia inn wrPreG aruPoen.tEtroeaGi ttEer tEer tau tEbEea.tEmtiRopi mtn ri aEso ri wEni nw nw aedecGEn tnn.atGai aolon muRin gauea.npogauai

― Ia inanna waramparangnge Arumpone, tettaroengngi tattere-tere tau te „be „-e, temmatinropi matanna arungnge ri esso ri wenni, nnawa-nawai adecengenna tanana, natangngai olona munrinna gau „-e , napogau „gi. - mduan. Mcpi PiRu ad aru mKauea

Maduanna, maccapi mpinru ada arung mangkau „-e.

- mtElun. Mcpi dupai ad aru mKauea

Matellunna maccapi „duppai ada arung mangkau „-e,

- maEpn.tEGlupGE suron poad ad toGE

Maeppa„na, tengngallupange surona poada ada tongeng.

Terejemahan dan penjelasan :

Arumpone : Kejujuran bersama kepintaran ,nenek

Kajao : Itulah kiranya , Arumpone, tetapi juga bukan demikian .

Arumpone : Yang manalah kiranya wahai nenek.

Kajao :

246

- Pertama ; Adapun sumber segala harta benda , Arumpone, yang tidak membiarkan rakyatnya bercerai berai, ialah tidak tidur mata seorang raja (pemimpin) siang dan malam merenungkan kebaikan negerinya ; ditinjaunya pangkal kesudahan sesuatu perbuatan, barulah ia lakukan .

- Kedua ; seorang raja yang memerintah harus pandai merangkai kata.

- Ketiga ; seseorang raja yang memerintah harus pandai menyambut kata.

- Keempat; duta negerinya tak pernah lupa mengatakan perkataan benar.

Arumpone : ekg riasE mc PiRu ad

Kega riaseng macca mpiru ada ?

Kajao : aian ritu riasE mc PiRu ad. T au tEtslea ri pGdErEeG

Iana ritu riaseng macca mpinru ada , tau tettasalae ri

pangaderengnge.

Arompone : ekg riasE tau tEGlup suron ri ad toGEeG Kegariaseng tau tengngalupang surona ri ada tongengnge ?

Kajao : ianritu riasE tau tEGlup suron ri ad toGEeG.tau tEklupea ribicrn.Iana ritu riaseng tau tengngalupang surona ri ada tongengnge, tautakkalupae ribicarae .

Terjemahan dan penjelasan :

Arumpone : Yang mana disebut pandai merangkai kata ?

Kajao : Yang disebut merangkai kata, orang tidak pernah lepas dari adat istiadat

Arompone : Manakah yang dinamakan pandai menyambut perkataan?

Kajao : Yang dinamakan pandai menyambut perkataan ialah orang yang tak pernah menjauhi rapang.

Arompone : Yang manakah disebut orang yang tidak lupa dutanya (utusannya) pada perkataan benar

247

Kajao : Yang disebut orang yang tidak terlupa dutanya pada perkatan benar, ialah orang yang tidak lupa pada peradilan.176

Budaya gotong-royong merupakan budaya nenek moyang bangsa

Indonesia yang turun-temurun, bahkan menjadi kekuatan masyarakat Indonesia dalam melawan penjajahan dan mencapai kemerdekaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gotong-royong merupakan jati diri bangsa yang tidak boleh dibiarkan pudar begitu saja oleh perkembangan zaman. Gotong-royong diharapkan dapat mendarah daging dalam jiwa generasi-generasi penerus bangsa untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia.

Hal tersebut diatas dinyatakan bahwa beberapa orang mempercayai akan keberadaan Kajaolaliddong didasarkan atas bukti sejarah dan sumber-sumber lisan serta bukti tinggalan seperti sisa-sisa kulit kerang yang merupakan makanan sehari-hari Kajao.

Tolong-menolong, sebagai sebuah pranata dalam sistem kemasyarakatan, timbul dalam masyarakat sebagai akibat dari keterbatasan anggota masyarakat ataupun lingkungan dalam memenuhi kebutuhannya. Pranata tolong-menolong berfungsi mengatur anggota masyarakat dalam berinteraksi guna memenuhi kebutuhannya. Dalam perspektif struktural-fungsional, keberadaan pranata tolong- menolong dalam struktur sosial masyarakat karena pranata ini dapat menjadi komponen dalam struktur yang mampu mengatur pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam kondisi keterbatasan masyarakat; sekaligus menjadi daya pengikat dan daya gerak masyarakat.Ajaran-ajaran kebaikan tolong menolong dan

176Mattulada, La Toa Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h. 103-106.

248

aturan-aturan hukum yang diberikan oleh Kajaolaliddong masih dijalankan hingga saat ini di desa Kajao. Hanya saja masyarakat memaknainya dalam arti lain. Hal ini dibenarkan oleh penuturan informan, menurutnya:

kalau masalah retorika kata-katanya itu makurang kasih tapi pelaksanaannya masih dilakukan. Misalnya gotong royong. Tapi kalau kata-katanya tidak terlalu diketahui.bangsanna keamanan dan ketertiban makkaluku tenyilangi na siruntu kenyenni kajaolaliddo. Dianu bawang pammase na puang ritaala. Seddi- seddingeng, jadi de to ri pujiale akko desa-desa tetangga makkedai desanna Kajaolaliddo de to ri mabbali libongeng. Paddongeng na panggulue.177

Ajaran La Mellong tentang pentingnya membangun persatuan dan kesatuan serta gotong royong dalam melaksanakan suatu pekerjaan masih dilakukan hingga saat ini, namun banyak diantara warga tidak menyadari hal tersebut merupakabn warisan dari la Mellong. Mereka hanya menganggap bahwa sebagai makhluk sosial sudah sepatutnya kita saling membantu satu sama lain. Penjelasan mengenai tolong-menolong telah disampaikan oleh Malinowski dalam Koentjaraningrat,178 menyatakan bahwa sistem tukar-menukar kewajiban dan benda dalam banyak lapangan kehidupan masyarakat merupakan daya pengikat dan daya gerak dari masyarakat. Sistem menyumbang untuk menimbulkan kewajiban membalas merupakan prinsip dari kehidupan masyarakat kecil yang disebut prinsip timbal balik (principle of reciprocity).

Dalam hubungannya berbagai macam lapangan aktivitas kehidupan sosial,

Koentjaraningrat,179 menyatakan bahwa sistem tolong-menolong, yang dalam

177 Syamsul Bahri Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara, Di Desa Kajaolaliddong, Agustus 2017) 178Koentjaraningrat,Kebudayaan dan Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992). 179Koentjaraningrat. Kebudayaan dan Mentalitas , 1992

249

bahasa Indonesia disebut gotong-royong, memiliki perbedaan tingkat kerelaannya yaitu (1) tolong-menolong dalam aktivitas pertanian; (2) tolong- menolong dalam aktivitas sekitar rumah tangga; (3) tolong-menolong dalam aktivitas persiapan pesta dan upacara; dan (4) tolong-menolong dalam peristiwa kecelakaan, bencana, dan kematian.

Dari pandangan konseptual di atas, istilah tolong-menolong pada dasarnya telah diseruhkan dalam ajaran Agama Islam sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Maidah ayat 2 yang artinya ―Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran‖. Ayat di atas merupakan prinsip dasar dalam menjalin kerjasama dengan siapapun, selama tujuannya adalah kebajikan dan ketakwaan. Eksistensi tolong-menolong (asitulutuluGEassitulung-tulungéng) pada masyarakat

Bugis tertuang dalam falsafah hidup rEb siptoko.mli siprep.siruai emeR tEsuruai no.mlilu sippkaiGE maigEpi mupj―

Rébba sipatokkong, mali siparappe, Sirui menre téssurui nok, malillu sipakaingé, maingéppi mupaja”. Artinya, rebah saling menegakkan, hanyut saling mendamparkan, saling menarik ke atas dan tidak saling menekan ke bawah, terlupa saling mengingatkan, nanti sadar atau tertolong barulah berhenti.

Filosofi tersebut memberi pesan agar orang selalu berpijak dengan teguh dan berdiri kokoh dalam mengarungi kehidupan. Harus tolong-menolong ketika menghadapi rintangan dan saling mengingatkan untuk menuju jalan yang benar.

Filosofi hidup masyarakat Bugis inilah yang menjadi pegangan hidup di mana pun mereka berada dan dalam aktivitas apapun yang dianggap baik.

250

Penjabaran konsep saling tolong menolong di desa Kajaolaliddong juga terlihat saat pembangun masjid desa dan kehidupan sehari-hari di desa kajaolaliddong, dimana warga desanya saling bergotong-royong. Hal ini dibenarkan oleh penuturan:

contohnya saja mesjid, disini sudah lama itu mesjid dibangun tapi tidak ada bantuan dari pemerintah jadi dibangun dengan dana gotong royong saja. Kalau kita bicara anak cucunya Kajaolaliddong tentu makanja pangadereng nya akko kita kasi maja‘. Sehingga kenyyingne masarakakae kadang tengnga benni engka mabettu ban motor na makeddai anak muda ―tabe yaro motorku ta ala iya ala motoro ta‖. Jadi begitu pelaksanaanya jaran Kajao. Makeddai Arung Yelle manakala sobbo lancengnge arelle attanang ni. Attanang ki apapun nasaba maja‘ mua dau kajju. Sehingga begitu saya jadi kepala desa saya pagari itu sebab itu adalah bukti sejarah.180

Di desa Kajaolaliddong, praktek gotong royong masih dijalankan terbukti saat pembangun masjid, warga bersama-sama mengumpulkan dana untuk pembangunan masjid. Ketika ditengah jalan terdapat warga yang mengalami musibah seperti ban bocor maka warga lain akan membantu.

Sumbangsi yang diberikan oleh KajaoLaliddong terhadap Bone Itu sangat besar, sebagai seorang diplomat dan penasehat kerajaan Bone. Kajaolaliddong turut andil dalam berbagai perjanjian dan keputusan yang diambil oleh raja. Salah satunya ketika raja Wajo memberikan sebagian daerahnya untuk kerajaan Bone.

Yaro Bone agatosi na arenggi Kajaolaliddong? Nasaba Kajaolaliddong kan Penasehat di Bone, na tidak tanggung-tanggung na arengngi Bone. Yanaro daerah termasuk Cenrana kan daerahnya Bone riolo. Cenrana kan daerah na wajo, dengan adanya La Mellong accana mabbicara sehingga walai Ganru sibawa Wanua. Na Wajo na arengngi nasaba naseng batang- batang ni yaro na ternyata yang na maksud kampong. Areka Cenrana walai Ganru sibawa Wanua. Riolo ka ada na gau. Jadi itu, kalau saya liat

180 Syamsul Bahri ,Kepada Desa Kajaolaliddong (wawancara, Agustus 2017 di Desa Kajaolaliddong)

251

dampaknya untuk desa Kajao Laliddo itu sudah sangat luar biasa dan mudah-mudahan harapannya semua nilai-nilai kebaikan ini terwarisi untuk anak cucu kita. Karena Kenyengi, pertama belum ada kotak-kotak didesa ini, jadi masih gotong royong karena ada ceddi kampong de gaga wita meseddi. Jadi warisan La Mellong tentang persatuan masyarakat masih tumbuh sampai sekarang.181

Era globalisasi ialah sebuah era dimana tak ada lagi batas-batas negara maupunbudaya didunia,sehingganilaibudayadapat saling memasuki ruang sebuah bangsa, bahkan mempengaruhinya hingga kehilangan jati diri. Indonesia adalah sebuah bangsa yang memiliki kepribadian yang luhur,salah satu nilai luhur yang terwariskan adalah nilai gotong royong. Namun, dalam implementasinya dalam kehidupan sehari-hari saat ini, nilai tersebut mulai diselingkuhi oleh pemegang warisan itu sendiri dengan nilai budaya baru yang datang dari luar sebagai dampak era globalisasi. Keterlibatan pemerintah dalam menjaga situs bersejarah sangat penting, pemerintah dalam hal ini dapat melakukan pemugaran atau mengeluarkan undang-undang cagar budaya sehingga situs-situs sejarah dapat lestari. Upaya pelestarian benda cagar budaya membutuhkan keterlibatan banyak pihak dan yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat, terutama pada benda cagar budaya yang masih dipakai (living monument). Pelestarian living monument terkadang lebih sulit, dikarenakan kurangnya pemahaman sang pemilik tentang pentingnya pelestarian benda cagar budaya miliknya. Menurut penuturan salah seorang informan:

Jadi kalau saya liat seiring perkembangan zaman makurang ni anak-anak missengi pasennna Kajao. Maja na akko makedda ka ia mi sendiri. Kadang malas bacai. Jadi rencana ku dulu waktu saya pagari itu situs saya mau memperlihatkan kepada dinas kebudayaan Bone bahwa di desa Kajao

181Syamsul Bahri Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara, Agustus 2017 di Desa Kajaolaliddong)

252

Laliddong ada begini. Karena rencana disitu mau bikin ceddi kotak, engka na koro warakkalae semacam museum. Nasaba yaro paggalunge riolo sebelum masuk mekanisasi kita mau bikin semacam suatu tempat untuk berkumpul bagi orang-orang yang ada pengetahuannya sedikit tentang la Mellong. Misalnya susunan raja-raja nya kita buat.182

Menurut informan, sebagai aparat pemerintahan maka kami berinisiatif untuk melakukan pemugaran terhadap situs sejarah, sehingga anak cucu kita nantinya masih dapat menikmati dan mengamalkan ajaran dari kajao. Diluar dari hal itu, semakin derasnya arus globalisasi yang kemudian menggerus kecintaan generasi muda akan budaya tradisional. Maka dianggap sangat penting ketika pemerintah daerah berperan aktif dalam membudayakan budaya baca dan pengenalan akan tokoh-tokoh lokal sehingga kearifan lokal tetap terjaga.

Penuturan lain juga diberikan oleh seorang informan yang semakin menguatkan pernyataan diatas, menurutnya ajaran La Mellong masih dilakukan hingga saat ini meskipun hanya oleh orang tua saja. Sedangkan anak muda memaknainya sebagai bentuk hubungan sosial.

Masih diamalkan tapi hanya orang tua saja, kalau anak muda tidak terlalu mi. Kalau macam saya de wissengi pasti na nasaba tomatoa bawang uwangkalinga maccarita apa maega wae leccu-leccu adanna. Kalau La Mellong banyak ajarannya cara mappaloppo tedong, nasaba akko melo paloppo tedong na uru‘i karena dia ji yang ajar orang wajo sekalinna engka tedong na wajo wedede tonging maloppo nana lipPappaseng koro lapangan. Jadi dilappasa ro tedong na Bone sibawa tedong na Wajo na sipanyunyu. Kalau ajarannya Kajaolaliddong masih dikerjakan misalnya gotong royong kalau desa Kajao termasuk diakui dikecamatan masalah gotong royongnya. Kemudian kalau bicara sesuai dengan apa adanya183

Mitos dan cerita rakyat dan dongeng yang diturunkan dari generasi ke generasi menyimpan banyak nilai-nilai kehidupan seperti kejujuran dan gotong

182Syamsul Bahri, Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, Agustus 2017) 183H. Mahmud Salah satu Keturunan Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, September 2017)

253

royong. Kejujuran merupakan landasan pokok dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia dan merupakan salah satu faktor yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia. Kejujuran tidak boleh dianggap biasa, bahkan disepelekan dalam kehidupan bermasyarakat. Kejujuran hendaknya senantiasa dilestarikan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu penyebab terjadinya ketidakseimbangan dalam masyarakat adalah tidak diaplikasikannya nilai-nilai kejujuran itu.

Nilai-nilai itu kemudian dijadikan sebagai konsep jati diri bagi setiap individu dalam melakukan interaksi dengan individu lain sehingga tercipta pribadi yang mandiri dan berjiwa sosial. Konsep gotong royong yang ditanamkan oleh orang-orang terdahulu kemudian mengakar dan menjadi suatu hal yang biasa untuk dikerjakan. Sama halnya degan desa Kajao dimana hampir semua pekerjaan dikerjakan dengan cara bersama-sama sehingga pekerjaan menjadi terasa lebih mudah.

Harapan-harapan akan nilai tersebut terus lestari dan dijalankan oleh masyarakat di kabupaten Bone khususnya di lontarkan oleh salah seorang informan yang mengatakan bahwa;

harapan saya masyarakat kembali memaknai tradisi La Mellong bukan memaknai tentang islam dan tradisi itu. Intinya disini tentang bagaimana menjalin silaturahmi antara sesama manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan. Menjaga kearifan khususnya kalau masyarakat petani ini tentang penggunaan pupuk, bagaimana kita mengajarkan petani untuk kembali ke alam. Inikan semua yang sudah diajarkan oleh la mellong. Bagaimana kita menghargai alam, tidak ada yang membentuk hama selain kita sendiri. Pada dasarnya semua itu ciptaan Tuhan. Dan memiliki makna ada hikmah dibalik itu dimana kita diajarkan untuk memberi sedekah bukan kepada manusianya saja tapi juga kepada alam. Termasuk tikus bukan hama karena sama-sama butuh makan. Inikah semua binatang yang memb antu proses mengurai tanah. Jadi tidak ada istilah menanam sendiri-

254

sendiri. Harus bersamaan jadi karakter gotong royong tercermin disitu.Jadi ajaran La Mellong tentang gotong royong selalalu dilakukan oleh masyarakat karena dalam agama hal ini juga dianjurkan. La Mellong dalam hal ini pembawa Pappaseng.184

Menurut pernyataan diatas ia mengharapkan bahwa nilai-nilai gotong royong terus dilakukan dan dilestarikan. Selain itu praktek gotong royong ini pada dasarnya dapat dilakukan pada semua lini kehidupan termasuk pertanian.

Dalam memberantas hama tikus sudah seharunya kaum tani bersatu untuk membasmi tikus dengan cara melakukan penanaman padi secara bersama-sama dan memperahtikan tanda-tanda alam. Selain itu tetap berpegang teguh pada ajaran agama islam dengan jalan bersedekah untuk membantu kesusahan orang lain.

Ajaran tentang pemerintahansangat menjiwai, kalau disini kampung saya kadang mencermati itu. Manakala kita keluar daerah saya memperhatikana dearah lain agak amburadul. Atau bansanna matole-tole upikirri Negara amburadul pemerintahanna. Aja mu matinro sebelum matinro ra‘yamu, moto ko sebelum moto pa‘banua. Kemudian hal begitu ada memang tersirat disitu sebenarnya.185

Dari pernyataan Informan diatas mengatakan bahwa seorang raja tak boleh tidur ia harus memperhatikan rakyatnya dan berlaku adil sehingga tercipta.

Seorang raja yang baik adalah raja yang selalu memperhatikan nasib rakyatnya.

Agama itu adalah tradisi agama itu budaya Bone mengajarkan itu. Pangadereng, ajaran, syariat, asas. Salah satu asas hukum dalam pemerintahan kerajaan Bone. Ini yang harus dipahami karena La Mellong sudah meberikan pesan itu. Cirri-ciri pemerintah itu bagaimana? Mampu menjawab semua persoalan yang dialami masyarakatnya. Tetap ada ajaran La Mellong karena ada etika-etika yang dibungkus degan sikap kharisma benteng itu tetap ada supaya tidak adasifat sipakatuna.Harus ada sifat sipakatau, sipakalebbi sipatokkong, jadi pemerintah sipakatau rakyat

184Andi Baso bone Mappasisi Kepala Museum Kabupaten Bone (wawancara, Oktober 2017 di kota Bone) 185Syamsul Bahri Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, Agustus 2017)

255

mappakalebbi kemudia gotong royong jalan. Maseddi-seddi ki nasaba na ulle akko melo ki maseddi na maddua. Akko cilaleta to engka ki. Sebenarnya Cuma ada tiga pangadereng yaitu getteng,ada tongeng. Ada tongeng ini ada aplikasi daripada apa yang sudah di patok dan diyakini. Lempu ini adalah sebuah kebenaran disini diukur tingkat keimanan seseorang jadi pemerintah dulu itu memahami ilmu tauhid ilmu hakikat.jadi dulu sangat ramping sistem pemerintahan itu tidak terlalu banyak neko-nekonya. Jadi musyawarah itu bukan hasil voting tapi mencari kesamaan jadi disitulah Pappaseng. Sedangkan tongeng itu adalah harapan, doa. Jadi sebelum islam masuk ajaran tentang kebenaran itu sudah ada di ajarkan la mellong. Agama islam yang agama yang ditunggu karena sebagai penyempurna karena jauh sebelumnya Pappaseng sudah ada, maka kita di timur ini adalah saudara rasulullah bukan sahabat. Gotong royong, ada tongeng, asedi-seddingeng, dan getteng Jadi inilah semua yang menjadi tradisi orang Bone adat yang dipegang. Hal inilah yang digunakan ketika Kajao memberikan nasehata kepada raja yang memerintah. Semua berfikir assedingeng, hablul minannas. Jadi kalau anak-anak muda mereka mengerti tentang Pappaseng. Tapi hal ini sudah mulai bergereser karena ada pengaruh globalisasi dimana Eropa menjadi panutan. Ketika eropa mengambil kita punya budaya dan menampilkan di negaranya menjadi sebuah fenomena yang besar. Generasi yang hidup pada tahun 1940, 1960 dan 1970 ini mulai meniru kebudayaan Eropa. Seperti teknologi dan gaya hidup sama gaya berpakaian.186

Pesan sosial praktis terhadap kehidupan manusia Ilmu Sosial merupakan ilmu yang mempelajari perilaku dan aktivitas manusia dalam kehidupan bersama. Menurut Bung Hatta187. Ilmu Sosial, sebagaimana halnya ilmu yang lain adalah salah satu ragam dimana memiliki peran tiga wajah ilmu sosial, sebagai critical discourse, academic enterprise, dan aplied science. 1) Critical Discourse Wacana kritis, membahas tentang apa adanya yang keabsahannya tergantung padakesetiaan, pada prasarat sistem rasionalitas yang kritisdan padakonvensi akademis yang berlaku. Sangat gencar dalam percaturan teori dan metodedengan pertanyaan mendasar apa, bagaimana, mengapa. 2) Academic Enterprise

186Andi Baso Bone Mappasisi Kepala Museum Kabupaten Bone (wawancara,di kota Bone, Oktober 2017) 187Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia)

256

Bagaimana mestinya, yang memposisikan bahwa ilmu-ilmu sosial tidak bebas nilai. Taufik Abdullah188 ―ilmu sosial sebagai tetangga dekat ideologi, sebagai sistematisasi strategis dari nilai dan filsafat sebagai pandangan hidup.‖ 3) Aplied Science Ilmu sosial diperlukan untuk mendapatkan atau mencapai hal-hal praktis danberguna bagi kehidupan manusia. d. Pesan Sebagai Sejarah

Kajaolaliddong pada masa kecil bernama La Méllong. Lahir pada tahun

1507 di masa pemerintahan Raja Bone IV Wé Benrigau (1470-1510), dan wafat pada masa pemerinatahan Raja Bone VIII La Inca Matinroé ri Addénénna. Masa kecil hingga remajanya diperkirakan pada masa pemerintahan LaTenrisukki

Mappayungngé.

Semenjak kecil dalam diri La Méllong telah tampak adanya bakat-bakat istimewa untuk jadi ahli pikir yang cemerlang. Bakat istimewa itu kemudian tampak menjelang usia dewasa yang dilatarbelakangi oleh iklim yang bergolak, dimana pada masa itu Kerajaan Gowa telah menjadi sebuah kerajaan yang kuat di pesisir Pulau Sulawesi bagian selatan. Kerajaan-kerajaan merdeka satu demi satu ditaklukkan, baik secara damai maupun dengan senjata. Hanya Kerajaan Bone yang dapat mempertahankan diri ekspansi Kerajaan Gowa, akan tetapi seiring dengan waktu kerajaan Bone terkepung oleh kekuatan Kerajaan Gowa yang menyebabkan pemerintah dan rakyat Bone berada dalam situasi darurat.

Dalam keadaan demikian, pemerintah dan rakyat Bone terpanggil untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negerinya dan pada

188Taufik Abdullah. Sejarah dan Masyarakat : Lintasan Histori Islam di Indonesia. (1987) . Pakar sejarah Indonesia, Peneliti dan Peggiat Sosial.

257

gilirannya dihimpun lah mereka dalam pusat-pusat latihan perlawanan dan salah satu tempat tersebut di sekitar istana raja sendiri dimana pemuda La Méllong menjalani gemblengan fisik dan mental.

Menurut catatan lontara‘ pada masa pemerintahan La Tenri Rawe

Bongkangé, La Méllong to Suwallé alias Kajaolaliddong diangkat menjadi penasihat dan duta keliling Kerajaan Bone. Di sebutkan pula sebagai seorang ahli pikir, seorang negarawan dan diplomat ulung dari negara dan bangsanya.

Dalam perjanjian Caléppa (red. Ulu kanayya ri Caléppa) antara Gowa dan

Bone (1565), Kajaolaliddong memainkan peranan penting. Juga dalam perjanjian persekutuan antara Bone, Wajo dan Soppéng yang lazim disebut Perjanjian

LamumpatuE ri Timurung (1582) yang mempertemukan tiga raja, La Tenrirawe

BongkangéMangkau (Raja) Boné/Arungponé, La Mungkace Arung Wajo, La

Mappaleppe Datu Soppeng.

Ajaran-ajaran Kajaolaliddong termuat dalam berbagai lontara‘, diantaranya Latoa seperti yang dikutif di bawah ini:

Dalam dialog Kajaolaliddong dengan Arungponé; ―aga tanranna namaraja tanaé‖ (apa tandanya apabila negara itu menanjak kejayaannya)?‖

Berkata Kajao Laliddong; ―dua tanranna namaraja tanaé Arungponé, seuwani malempu namacca Arung Mangkaué, maduanna tessisala-salaé.‖ (Dua tanda negara menjadi jaya Arungpone, pertama raja yang memerintah memiliki sifat jujur lagi pintar, kedua tidak bercerai-berai/bersatu). ―Naiya tulaé pattaungeng

Arungpone, sewwani narekko matanré cinnai Arung Mangkaué, maduanna naterini warangparang tomabbicaé, matellunna nakko sisala-salani taué

258

ilalengpanua, tanranna toparo narekko maeloni baiccu tanamarajaé.‖ (adapun yang menyebabkan , apabila raja yang memirintah memiliki selera/keinginan yang tinggi melebihi kemampuannya,kedua apabila pejabat pemerintah menerima sogok, dan ketiga apabila apabila terjadi perselisihan di dalam negeri, tanda itu pula lah negara besar menjadi kecil.

Bertanya Kajaolaliddong kepada Arungpone: ―Aga sio Arungponé muaseng tettaroi rebba alebbiremmu, pattokkongpulanai alebbireng mubakurié, ajana tatterré-terré tau tebbe‟mu, ajana pada wenno pangampo warangparang mubakurié‖. Kemudian dijawab sendiri oleh Kajao Laliddong: ―Iya inanna warangparangngé tettaroéngngi tatterré- terré tau tebbenna, temmatinropi matanna Arung mapparentaé riesso- riwenni nawa-nawai adécéngenna tanana, natangngai olona monrinna gaué napogauI, maduanna maccapi pinru ada Arung Mangkaué, matellunna maccapi duppai ada Arung Mangkaué, maeppana tekkallupa surona poada ada tongeng.‖ (―Apa yang Arungpone maksud tidak akan membiarkan jatuhnya kemuliaanmu, menjaga dan menegakkan kemuliaan yang Arungpone miliki, tidak membiarkan rakyat bercerai berai, harta benda yang kamu miliki tidak seperti berondong jagung berhamburan.‖) Kemudian dijawab sendiri oleh Kajao Laliddong: (Adapun yang mengemban harta itu Arungpone, yang tidak membiarkan rakyatnya bercerai-berai, tidak terpejam siang-malam mata raja (pejabat pemerintah) memikirkan kebaikan negerinya, mengkaji sebab dan akibat (baik-buruk) sebelum bertindak, kedua raja harus pandai menyusun dan mengungkapkan kata-kata, ketiga raja harus pandai memberi jawaban, keempat utusan/yang mewakilinya tidak lalai untuk senantiasa berkata benar.‖)Berkata lagi Kajao Laliddong: ―engka tu matu narioloi dua wettu, iyanaritu wettu manu sibawa wettu pennyu. Naiya tanranna wettu manué itai kedona manu mabbitte sikomuatu mabbittena luppe‟ni sala seddinna menré ri coppo bolaé natingkoko tongeng, na dé manu bali tingkokona, luppe‟niro ri tanaé. Makkalejja‟na ajéna ri tanaé rilellunna ri manu naewaé mallotténg denre”. Menurut Kajao Laliddong: “iyyatu denre manu mattingkokoé ricoppobolaé iyatu manu cau. Makkuaniro gaunna tomaseng engngi alena ajjoareng.‖189

Ketika Kajaolaliddong inilah terjadi persekutuan atau ikrar perjanjian tiga kerajaan Bugis yakni Bone, Wajo dan Soppeng guna bekerjasama dalam militer

189 Fachruddin Ambo Enre, dkk, Pappasenna ToMaccae Ri Luwuq Sibawa Kajao Lalidqdong Ri Bone, h. 8-10.

259

menghadapi musuh dari luar. Hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat luar biasa mengingat ketiga kerajaan Bugis tersebut sering terlibat perang sesama mereka. Namun, dengan adanya ikrar perjanjian tersebut memberikan keuntungan bagi mereka termasuk bagi kerajaan Bone., dan perlu diketahui bahwa ikrar perjanjian tersebut terjadi berkat peranan Kajaolaliddong sebagai penasihat raja

Bone. Ketenaran Kajaolaliddong banyak disebut dalam berbagai lontara‘ Bugis dan Makassar sebagai seorang Cendikiawan, negarawan dan diplomat ulung pada zamannya. Diantara Pappaseng Kajaolaliddong yang terekam dalam lontarak sebagai berikut:

mkdai kjao llido dua tr nmrj wnuaea.

Esauwni erko mlpuai aru mkEauea. Nmc. duwn erko tEsisl slai tauea. Riill pEnuw.

Transliterasinya:Makkadai Kajao Laliddong: dua tanra namaraja wanuwaé, séuwani rékko malampu‟i arung mengkau‟é na macca, maduwanna rékko teng sisala-salai taué ri lalang penuwa.Artinya:Berkata Kajao Laliddong: dua pertanda suatu negeri menjadi besar, pertama jika jujur arung mangkau (pemimpinnya) lagi cerdas, kedua, jika tidak berselisih (terpecah-belah) masyarakat di dalamnya. Desa Kajaolaliddong hasil dari pemekaran desa Wallangi. Kalau saya dengar tentang kajaolaliddong itu KW–KW kemudian saya dengar juga Kajao itu penasehat raja, kemudian Kajao itu desa (kampung Laliddong) engka to tau makkeda madongi (la maddongi) engka to makkeda kajao ki ri laliddong, tapi hal ini saya bantah karena saya menyakini bahwa engka bola na Kajao Laliddong disini karena engka kanre bojo, engka bubunna. Kaena kalau dibilang kajao ri laliddong itu artinya sekedar lewat. Kemudian engka tanah riolo Na tella akkatongengnge, akkatongengnge berarti akkanarengeng. Berarti saya meyakini ini dulu akkanarengeng Kajaolaliddong nasaba pekkoga carana akkarena bojona ada. Nanti setelah itu baru orang-orang dari kampung sebelah pindah kesini ma galung. Itu akkanre bojona masih ada sampai sekarang. Makanya saya rencana untuk buat jalan yang bisa tembus kesana. Sekarang sudah bisa dilewati Cuma belum sampai. Rencana itu nanti mau dijadikan objek wisata. Jadi disini itu juga ada Aju Melle besar batangnya saya percaya itu kaju Kajao. Jadi

260

dulu itu sekitar tahun 1970 kepala desa mau tebang itu kayu karena banyak terima laporan dari warga bilang makkarama itu pohon jadi ambil mi mesin sengso tapi ternyata tidak na makan sengso itu pohon. Makanya sekarang saya bungkus pakai kain itu pohon sebagai penanda kalau ada orang lewat bilang bukan kayu biasa itu. Jadi yang datang keberatan itu pohon ditebang orang Bajoe. Makkedai aja lalo kasi tebbang yaro Kaju minnaja ko itu. Karena dulu ini pohon jadi kompasnya nelayan yang ada di Bajoe. Jadi ada dua versi kenapa pohon Aju Melle tidak boleh ditebang karena 1) setiap mau ditebang mati sengsoe, 2) aju Melle jadi kompasnya orang Bajoe.190

Menurut informan diatas bahwa Desa Kajao merupakan bagian dari pemekaran desa Wallangi. Desa ini merupakan tanah kelahiran dari seorang penasehat hebat yang mengantarkan kerajaan Bone pada puncak keemasannya.

Banyak dari nasehat-nasehatnya yang dijadikan bahan pertimbangan dalam setiap hubungan diplomasi antara kerajaan Bone dan kerajaan Bugis lainnya di Sulawesi

Selatan. Desa ini diyakini sebagai tanah kelahiran Kajaolaliddong karena banyaknya bukti tinggalan yang dipercayai sebagai bukti keberadaan

Kajaolaliddong di Desa tersebut. Antara lain sisa makanan laut (siput), atap rumah, dan kuburan. Keterlibatan Kajao dalam pemerintahan Kerajaan Bone diperkirakan pada masa jabatan Raja La Uliyo Bote‘E (1543-1568) dan masa pemerintahan raja Bone ke-7 yakni La Tenri Rawe BongkangngE (1568-1584).

Kerajaan Bone sangat berkembang berkat sumbangsih pemikirannya.

Selain itu ada beberapa tanda-tanda lain dari desa Kajao yakni pohon kayu Melle. Pohon ini dipercayai telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, pohon ini memiliki mitos sendiri dimana pohon tersebut tak dapat ditebang. Selain itu ada penjelasan lain dari pohon ini dimana beberapa orang mengatakan bahwa pohon kayu melle merupakan pohon penanda bagi suku Bajoe untuk melihat daratan. Cuma kita tidak bisa menyakini itu, Cuma yang bisa yang meyakinkan kita itu terhadap adanya fakta-fakta sejarah termasuk tongkat, kemudian akkanre bojona sibawa bubunna itu

190Syamsul Bahri Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, Agustus 2017)

261

yang menandakan bahwa dia sana tinggal. Kemudian bukti lain dengan adanya sejarah-sejarah yang kita baca yang kita pakai satu sama lain, kita kaitkan dengan fakta lapangan.191

Menurut catatan Lontara‘ bahwa pada masa pemerintahan Raja Bone ke

VII La TenriRawe Bongkange, La Mellong To Suwalie atau Kajaolaliddong diangkat menjadi penasehat dan Duta keliling Kerajaan Bone. La Mellong atau

Tosuwalle atau Kajao banyak disebut dalam banyak kepustakaan Bugis Makassar sebagai seorang ahli pikir besar, seorang negarawan dan diplomat ulung dari

Negara dan Bangsanya.

Dalam perjanjian Caleppa (Ulu kanayya ri Caleppa) antara Gowa dan

Bone (1565). Kajao memainkan peranan penting. Juga dalam perjanjian persekutuan antara Bone, Wajo dan Soppeng yang lazim disebut perjanjian La

Mumpatue Timurung (1582). Beliau Bersama-sama rekannya seperti disebutkan terdahulu ikut berperan, disamping raja masing- masing, ialah La Tenrirawe

Bongkange Raja Bone, La MungkaceToudamma Arung wajo dan La Mappaleppe

Patolae Datu Soppeng.

Pada masa kanak-kanak, Kajao bemama La Mellong. Menurut perkiraan, lahir pada tahun 1507 di masa pemerintahan Raja Bone ke IV We Benrigau

Makkaleppie (1496 -1516) dan wafat dalam tahun 1586 dimasa pemerintahan

Raja Bone ke VIII La Inca Matinroe ri Addenenna (1584 -1595).

La Mellong kecil menghabiskan masa kanak-kanak hingga menjelang remaja pada masa pemerintahan Raja Bone ke V La Tenrisukki Mappajungnge

(1516 – 1543) dikampung kecil yang bernama dalam Wanuwa Cina.

191 Syamsul Bahri Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, Agustus 2017)

262

Dalam berbagai catatan sejarah, baik Lontara‘ maupun tulisan lainnya, sering dijumpai dua sebutan, Kajao dan Kajaolaliddo yang hadir dalam berbagai versi. Tentang yang mana diantara dua nama tersebut yang memiliki unsur kebenaran, tidak terlalu dipermasalahkan. Sebutan Kajao maupun Kajaolaliddong, keduanya bebas digunakan.

Dalam berbagai catatan Lontara‘ disebutkan bahwa Kajao(Kajaolaliddong) adalah manusia panutan yang memiliki sifat jujur, cerdas dan berani. Tidak pemah berbohong, tegas dalam tindakan namun rendah hati. Sikapnya yang demikian mulai nampak sejak masa kanak-kanak, sehingga teman-teman sebayanya menganggap La Mellong sebagai idola yang asyik diajak bermain.

La Mellong melewati masa kecil pada lingkup keluarga sederhana. Ayah dan ibu La Mellong berasal dari golongan masyarakat menengah, bukan dari golongan bangsawan tinggi, tetapi dikalangan masyarakat Wanuwa Cina, keluarga

La Mellong termasuk keluarga terpandang, karena kejujuran, keberanian, dan suka membela hak-hak orang banyak.192

Nama orang tua La Mellong, tidak ditemukan dalam catatan Lontara‘ atau tulisan-tulisan lain, maupun dalam cerita rakyat di Desa Kajao. Meski demikian, dalam berbagai cerita menyebutkan ayah La Mellong berstatus Kepala Wanuwa

(mtow Matowa) Cina.193

Dimasa pemerintanannya di Wanuwa Cina, ayah La Mellong dikenal sangat arif dan bijaksana, tidak membedakan orang. Menurut cerita rakyat, dimasa pemerintahannya, kehidupan masyarakat Wanuwa Cina sangat sejahtera.

192Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h.16. 193Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 17.

263

Tanaman buah-buahan tumbuh subur, ternak berkembang biak dan situasi keamanan cukup terjamin. Oieh sebab itu ayah La Mellong mtow matowa kepala pemerintahan, menjadi sosok pemimpin yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan kepadanya diberi gelar tau toGE ri gaun Tau Tongeng ri

Gau‟na Orang yang benar dalam perbuatannya.

Disamping sebagai kepala pemerintahan matowa di Wanuwa Cina, Ayah

La Mellong tak segan mengolah tanah pertanian dan memelihara kerbau untuk membajak sawah. Kerbaunya digembalakan sendiri oleh anaknya La Mellong, sehingga tak heran jika sehari-harinya La Mellong lebih sering berada di padang rumput, di lereng gunung, atau pun di tengah sawah.194

Sebagai pengembala kerbau, La Mellong memperlihatkan kedisiplinan yang tinggi. Ia tidak pernah membiarkan kerbaunya bercerai-berai, apalagi mengganggu tanaman orang. La Mellong selalu berada tidak jauh dari hewan gembalaannya. Saban senja tiba, ia memandikan kerbaunya di tepi sungai, sebelum beranjak pulang ke rumah. Setiap kali pulang usai mengembala kerbau,

La Mellong selalu membawakan ibunya kayu bakar atau siput yang berhasil dikumpulkan dari pematang sawah. Begitu pula bila musim buah-buahan tiba, ia tidak pernah lupa membawa buah-buahan pulang kerumah. Dari sifat-sifatnya itu, membuat kedua orang tuanya sangat menyayanginya.

Disamping sebagai pengembala kerbau, La Mellong juga memelihara seekor anjing. Konon, kemanapun La Mellong pergi sang anjing selalu bersamanya. Anjing peliharaannya itu digunakan untuk mencari dan menghalau

194Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar Dari Tanah Bugis, h. 18.

264

kerbau yang terpisah dari gerombolannya. Juga sebagai penunjuk jalan kala tersesat ditengah semak-semak.

Suasana kampung La Liddong di Wanuwa Cina nan asri, terdiri dari tanah persawahan dan perbukitan. Disanalah La Mellong membentuk kepribadian diri, tumbuh menjadi seorang remaja yang memiliki berbagai keahlian. Tutur kata dan pikiran-pikirannya, membuat orang-orang di kampung ini sangat kagum. Apalagi dengan kepandaiannya menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

Hal tersebut membuat namanya semakin lama semakin dikenal di Wanuwa Cina dan sekitamya.

Bagi La Mellong, tidak ada pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Setiap jawaban dari La Mellong penuh dengan simbol dan metafora, sehingga orang yang mendegarkan menjadi takjub. Ucapan-ucapannya sering dinilai orang sebagai tidak berimbang dengan usianya ketika itu, yang masih terbilang kanak- kanak. Wawasannya sangat luas, pengetahuan yang dimilikinya jauh melebihi kepantasan usianya.

Seperti anak-anak kampung lain, pada waktu senggang La Mellong selalu menggunakan kesempatan untuk bermain dengan teman-temannya. Dalam bermain La Mellong selalu memperlihatkan sifat kejujuran, apabila tejadi perselisihan diantara teman bermainnya, La Mellong selalu tampil sebagai penengah. Ia selalu dapat menemukan jalan pemecahan dengan cara yang adil.

Dengan demikian di kalangan teman-temannya, La Mellong dianggap sebagai penengah yang bijaksana.

265

Rupanya pengalaman-pengalaman dalam memecahkan masalah itu membentuk sosok La Mellong menjadi cepat dewasa, cerdas dan terampil untuk berbagai hal. Kendati demikian, La Mellong tidak pemah memperlihatkan sifat- sifat bangga diri. Ia selalu tampil sederhana, bersahaja dan hormat kepada siapa saja. Patuh dan taat kepada kedua orang tuanya.

Ketika usia La Mellong beranjak dewasa, semakin nampak pula tanda- tanda gemilang, terutama dalam hal bertutur kata yang selalu membuat orang kagum. Seiring dengan itu, namanya sebagai orang yang memiliki kecerdasan luar biasa mencuat, terkenal bukan hanya sebatas di kampung La Mellong, tetapi meluas dalam wilayah Wanuwa Cina dimana ayahnya menjabat sebagai Matowa.

Kajao adalah nenek-nenek, dalam bahasa Bugis Kajao adalah cendekiawan, ilmuwan, terpelajar, atau orang yang memiliki keahlian tertentu dibanding yang lainnya. Dikalangan bugis Bone sering kita dengar ―kajao-kajao‖ atau ―nenek-nenek‖ artinya perempuan yang sudah tua. Kemudian ―lato‘-lato‘ tau

―kakek-kakek‖ artinya laki-laki yang sudah tua. Pada masa pemerintahan Raja

Bone ke-7 (Latenri Rawe BongkangE) dikenal seorang staf ahli kerajaan bidang politik dan pemerintahan, dia adalah La Mellong. Karena atas kemampuannya itu maka raja memberinya gelar ―Kajao‖. Karena beliau berasal dari sebuah desa yang bernama Liddo atau Lalliddong (salah satu desa/dusun dari desa yang masuk wilayah kecamatan Barebbo kabupaten Bone sekarang ini) maka lebih dikenal dengan sebutan ―Kajaolalliddong‖. Pada masanya beliau disapa sebagai peR bicr ―Panre Bicara‖ (pandai bicara).Karenanya itu apabila terdapat masalah antara kerajaan Bone dengan kerajaan lainnya maka dialah yang mewakili raja

266

Bone. Dan atas kepandaiannya berbicara dan kebijakannya yang dapat diterima lawan diplomasinya maka Kajaolalliddong sering juga disebut ―Diplomat ulung dari Tanah Bugis‖ Disamping itu Kajaolalliddong dikenal juga sebagai seorang yang ahli strategi baik pemerintahan maupun perang.

Kajaolaliddong disebut pula La Mellong. La Mellong berjenis kelamin laki-laki. Mengapa tidak digelar sebagai Latolliddong? Bukanlah

Kajaolalliddong?. Barangkali argumentasinya seperti ini, bahwa maju-mundurnya sebuah rumah tangga, perempuan (isteri) memiliki peranan yang sangat penting.

Perempuan memiliki kemampuan yang dapat mempengaruhi laki-laki (suami).

Mungkin demikian pengejawantahannya sehingga Lamellong bukan digelar Lato

Laliddong tetapi Kajaolaliddong. Nama ini, adalah nama yang sebenarnya dari

Kajaolaliddong, adalah seorang pemikir dan Filosuf pada zamannya. Ia juga sebagai juru bicara dari raja Bone ke VII La Tenrirawe di gelar BongkangE

Matinro Ri Gucinna yang berkuasa masa itu.

La Mellong hidup dan bertumbuh dalam iklim yang sangat bergolak pada zaman itu. Kerajaan Gowa telah berkembang sebagai kekuasaan yang terkuat di pesisir Selatan jazirah Sulawesi Selatan dan bersikap amat ekspansip terhadap tiap kerajaan dan negeri tetangganya. Semua kerajaan dan negeri merdeka di Suawesi

Selatan ditaklukkannya satu demi satu secara damai ataupun dengan kekerasan.

Hanya kerajaan Bonelah yang masih dapat mempertahankan diri dari offensive kerajaan Gowa. Akan tetapi lambat laun juga kerajaan Bone juga berada dalam keadaan terkepung, baik dalam arti tekanan-tekanan politis, maupun dalam arti strategi pertahanan serta tekanan psikologis yang terus menerus, sehingga

267

pemerintah dan rakyat Bone terpanggil untuk mengkonsolidasi dan memperkuat diri ke dalam dan keluar.

Dalam tahun 1560, dalam masa pemerintahan raja Bone ke-7, La Tenri

Rawe BongkangE, diangkatlah La Mellong To Sualle, Alias Kajaolaliddong menjadi penasehat dan duta keliling kerajaan Bone. Dalam kedudukan ini To

Sualle Kajaolaliddong melakukan banyak kegiatan diplomatik yang menguntungkan kedudukan kerajaan Bone.Yang terpenting diantaranya adalah penyerahan dengan jalan pembelian Pitumpanua dari kerajaan Luwu kepada kerajaan Bone, rupanya adalah berkat kebijaksanaan Kajaolaliddong perjanjian perdamaian Caeppa antara Bone dengan Gowa dalam tahun 1565. Yang sangat mengutungkan pihak Bone dan kerajaan-kerajaan Bugis lainnya seperti Wajo‘,

Soppeng, Lamatti dan Bulo-Bulo. Meskipun demikian pihak Gowa menganggap itu sebagai perdamaian yang terhormat. Peranan kebijaksanaan dan kepandaian

Kajaolaliddong sangat menentukan. Berkat perjanjian ini terciptalah iklim perdamaian antara Bone dengan Gowa sebagai dua kerajaan bersahabat yang sederajat, selama kurang lebih 10 tahun lamanya.Terutama sejak kekuasaan

Arungpone Latenritatta Malampe‘E Gemme‘na (1667-1697). Kesemua ini berkat pangngadereng yang dipatuhi dan dilaksanakan oleh Kajaolaliddong.

Pappaseng Kajao menjadi rekaman sejarah masyarakat Bugis khususnya di tanah Bone yang menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa kerajaan

Bone sebagai tertulis sebelumnya

Kajaolaliddong diperkirakan sejaman dengan filosuf politik Italia, Nicolo

Machiavelli. Akan tetapi pemikiran Kajaolaliddong menganjurkan agar penguasa

268

lebih jujur dan bijaksana, sedangkan Machiavelli mengabaikan etika atau moral dalam pertarungan politik. Pemikiran Kajaolaliddong mengenai adat, peradilan, yurisprudensi dan tata pemerintahan sudah cukup lengkap.

Mul muln emlo pkPi etdo mula-mulanna mellong pakkampi tedong, setelah itu pergi mcinau maccinaung di pohon kajue pohon cempa. Kemudian wetun mcinau tp aEK mnu mnu lutu kro doGi.np kjao mkEdai llidoGi ynro l lido wattuna Maccinaung tappa engka manu-manu luttu karo dongi. Nappa kajao makkedai lalidongi yanaro la liddong195 Menurut informan Sebelum menjadi seorang tokoh besar, La Mellong adalah seorang penggembala kerbau. Ia sangat gemar duduk merenung dibawa pohon kayu cempa memperhatikan tanda-tanda alam dengan mengamati tingkah laku burung-burung kecil. Dalam banyak literature mengatakan bahwa

Kajaolilidong dalam setiap nasehatnya merupakan hasil dari pengalamannya dengan memperhatikan setiap hal terkecil dalam perjalanannya menuju suatu tempat tertentu.

Kajao itu dalam artian orang cendikiawan yang banyak mendalami tentang falsafah-falsafah, hukum, tatanan pemerintahan, tentang ilmu masalah pedesaan tentang etika dan karakter. Jadi menurut bissu kajao itu tau ri asEeG diamesai psE.pau pau.werkd diasE kjaotau ri asengnge diammasei Pappaseng, pau- pau,werekada diaseng Kajao.Diaseng yang tertua dan dituakan. Tua dalam masalah ilmu dan pengetahuan tentang perkiraannya.Dialani kajao sebagai penasehat karena ad and etpun esekn ada-adanna teppuna sekenna keadaan. A gn Agana terjadi aiynro iyanato terjadi bahkan mpau pau kodo min mapau-pau kodong mi na terbukti terjadi. Pammasena dewata seuwae.Yaro Kajao mua na denna macua juga jadi penasehat yang penting banyak paddisengngenna mappada panrita. Akan terjadi sebelum

195H.Mahmud Salah satu Keturunan Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, September 2017)

269

terjadi, macca Makita-kita. Bonga-bonga mi natongeng karena riolo kajao itu merendah diri sikapnya.196

Menurut penuturan informan diatas Kajao adalah gelar yang diberikan pada seorang cendikiawan. Kajaolaliddong adalah seorang cendikiawan yang memiliki pengetahuan tentanghukum, falsafah, tatanan pemerintahan, etika, dan ilmu pedesaan. Selain itu kajao merupakan orang yang dituakan. Ia seorang penasehat kerajaan yang sangat dihormati dan hampir semua yang dikatakannya itu terjadi meskipun ia hanya bercanda.

Penuturan lain diberikan oleh seorang informan mengenai kajao;

bukti keberadaannya Kajao, bukti telapak kakinya. Tongkat, kuburan, atap bubunna, kanre bojonya. Jadi itu mi buktinya kalau kajao ada disini. Tapi istilahnya itu mallajang, karena sebenarnya edgg tau misEGi ekgro degage tau missing kegaro kubburuna.197

Menurutnya ada beberapa hal yang dapat menguatkan pernyataan bahwa

Kajaolaliddong memang berasal dari desa Kajao dibuktikan dengan beberapa hal antara lain tongkat, kuburan, atap rumah dan sisa makanan. Hanya saja tak ada yang dapat memastikan secara langsung dimana letak kuburannya. Mereka hanya menyakini.

Pendapat lain tentang Kajao juga diberikan oleh seorang informan;

Iya engka, tapi masih beda pendapat dari masyarakat, misalnya sulewatang Cina, dikatakan sebagai laliddong karna cendikiawan dari laliddong. Mappada rekeng ada lencana ada penghormatan. Dalam perjalanannya apapun kejadian alam dia rekam apapun kejadian disitu direkam memorinya. Ceddi tedong diselle lappa awo.Banyak juga orang perkirakaan masa tidak ada lautan na maega kanre bojona, kawarang engka to mappabitte manu, ma‟bumpungi ayamnya.

196Yusuf, Kepala Bissu Kabupateng Bone (Wawancara, di Kota Bone oktober 2017 ) 197 H.Mahmud Salah satu Keturunan Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, September 2017)

270

Istilahnya kampong dimana kejadian disitu digelar nama. Nama sesuai dengan alam, kegamonro bolana La Mellong padahal alena naTanya. La Mellong itu orang hanya memperkirakan saja mereka pandai berbicara, sebagai manusia titisan sama dengan bissu. Karena di bissu itu pammase juga mereka lahir sudah punya ilmu tanpa na pelajari. Apapun yang na ucapkan na memeng. Karena bissu itu tidak berkata bohong. Kalau sekarang kurang mi orang cendikia, kalau kitta bissue mannanawa to ki tentang kebaikan, yaro waseng wedding ki matinro ciale ale. De na wedding tottong mangkau akko dena Bissu makanya digelar mangkau. Mega laddi ni rekeng falsafah, asenu-sennuang.198

Menurutnya ada beberapa orang yang berpendapat bahwa Kajao merupakan bangsawan dari kerajaan Cina yang berada di Luwu. Dikatakan sebagai Kajao karena hal tersebut merupakan gelar yang disematkan pada seorang cendikiawan. Beberapa orang juga memperkirakan bahwa di Bone terhadap lautan dilihat dari sisa makanan Kajao yang merupakan siput dari laut.

Ada juga yang mengatakan bahwa Kajao bukanlah manusia biasa ia adalah seorang titisan dari langit sama halnya dengan bissu yang memiliki kemampuan khusus.

D. Fungsi Pappaseng Kajaolaliddong dalam Budaya Masyarakat di Desa Kajaolaliddong

Kajao Laliddong, seorang pemikir dan negarawan ulung dari tanah Bugis.

Kajaolaliddong sebagai ―bintang cemerlang tanah Ugi.‖ Pemikiran politik dan konsep ketatanegaraannya dianut dan dijalankan oleh sejumlah kerajaan di Bugis.

Kajaolaliddong adalah sebuah gelar, yang artinya: orang cerdik atau pandai dari kampung Laliddong. Nama aslinya adalah La Mellong. Ada yang menyebut La

198 Syamsul Bahri Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, Agustus 2017)

271

Mellong lahir pada tahun 1507, tetapi sumber pasti menyebut dia berkiprah antara abad ke-16 dan 17. Diperkirakan sezaman dengan filsuf politik Italia, Nicolo

Machiavelli. Akan tetapi, patut kita catat, bahwa ketika Machiavelli mengabaikan etika atau moral dalam pertarungan politik,199 maka Kajaolaliddong justru menganjurkan agar penguasa lebih jujur dan bijaksana.

Pemikiran Kajaolaliddong mengenai adat, peradilan, yurisprudensi, dan tata-pemerintahan sudah cukup lengkap. Bahkan, kata penyair yang dijuluki Si

Burung Merak itu, pemikiran Kajaolaliddong itu mendahului ―kode Napoleon‖.

Budaya masyarakat Kajaolaliddong yang diadopsi atau menjadi warisan budaya di wilayah tersebut adalah sebagai berikut:

Pemimpin Jujur dan Bijaksana

Kajaolaliddong diangkat menjadi penasehat kerajaan Bone pada masa pemerintahan La Tenri Rawe Bongkange. Pada masa pemerintahan ini, kerajaan

Bone mengalami perkembangan sangat pesat berkat sumbangsih pikiran Kajao

Laliddong.

Ia mencoba menanamkan nilai-nilai atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh raja dan rakyat, yaitu: Lempu‟ (kejujuran), Acca (kepandaian), Asitinajang

(kepatutan), Getteng (keteguhan), Reso (usaha,kerja keras), Siri‟ (harga diri).

Pada suatu hari, sebagaimana dikisahkan dalam Lontara‘, raja Bone pernah bertanya kepada Kajaolaliddong: ―aga tanranna namaraja tanaé‖ (apa tandanya apabila negara itu menanjak kejayaannya)?‖ Kajao pun menjawab: dua tanranna namaraja tanaé Arungponé, seuwani malempu namacca Arung

199Nicolo Machiavelli,Il Principle (Sang Pangeran): Buku Pedoman Para Diktator. (tahun cetak 2014 ISBN 978979754478.)

272

Mangkaué, maduanna tessisala-salaé.‖ (Dua tanda negara menjadi jaya, pertama, raja yang memerintah memiliki sifat jujur lagi pintar, dan kedua, tidak bercerai- berai/bersatu).200

Kejujuran dan kebijaksanaan menjadi kunci kepemimpinan yang ditekankan oleh Kajao Laliddong. Ia punya kemiripan dengan filsuf besar Yunani,

Plato, yang senantiasa menekankan kebaikan dan kebijaksanaan dalam inti filsafatnya. Padahal, hampir bisa dipastikan, Kajaolaliddong tidak pernah bertemu dengan Plato.

Ini menarik, setidaknya untuk membuktikan bahwa peradaban di timur sudah sangat maju jauh sebelum kedatangan kolonialisme. Alih-alih para kolonialis datang untuk membuat bangsa timur menjadi beradab, justru menghentikan perkembangan maju tersebut dan malah mempertontonkan kekejian kepada dunia timur.

Berbicara Soal Demokrasi

Gagasan-gagasan Kajaolaliddong sangat dekat dengan demokrasi. Dalam gagasan-gagasannya, Kajao jelas sekali menentang kekuasaan raja yang tidak terkontrol dan tidak dibatasi. Seorang raja, di mata Kajaolaliddong, tidak boleh terpejam matanya siang dan malam untuk memikirkan kebaikan negerinya.

Jika biasanya raja digambarkan berkuasa mutlak, dan karenanya kata-kata atau perintahnya tidak bisa dibantah, maka Kajaolaliddong sudah menganjurkan kepada raja-raja Bugis untuk senatiasa mengkaji segala sesuatunya sebelum

200Fachruddin Ambo Enre.dkk, Pappasenna ToMaccae Ri Luwuq Sibawa Kajao Lalidqdong Ri Bone,., h. 9

273

bertindak, pandai berbicara dan menjawab pertanyaan, dan memilih utusan yang senantiasa dapat dipercaya.

Bayangkan, pada abad ke-16 dan 17, jauh sebelum revolusi Perancis meletus di Eropa, kerajaan-kerajaan Bugis sudah mengenal pembatasan kekuasaan raja. Sementara di Eropa raja-raja masih memerintah dengan gaya absolutisme.

Di kerajaan Bone, sejak Tomanurung hingga Raja Bone terakhir Haji Andi

Mappanyukki, tidak semua kerajaan menggunakan penasehat, atau biasanya disebut Kajao. Akan tetapi, kekuasaan kerajaan sudah sangat dibatasi oleh dewan adat. Dewan adat dapat membatalkan keputusan seorang raja.

Menariknya, ketika Kajaolaliddong menjadi penasehat, Ia telah berani mengatakan: Luka taro arung telluka taro ade Luka taro ade telluka taro anang

(Terjemahan bebasnya: keputusan raja dapat dibatalkan oleh kehendak dewan adat, namun ketetapan dewan adat dapat dianulir oleh kesepekatan rakyat banyak). Terlepas bagaimana kerajaan Bone mempraktekkannya, tetapi sangat menarik bahwa seorang intelektual Bugis sudah berbicara mengenai pengutamaan rakyat sebagai pemegang kedaulatan dan keputusan tertinggi.

Sistem Norma (Pangngadereng)

Menurut Mattulada dalam ―Matoa‖, pada umumnya kerajaan-kerajaan

Bugis sudah menerapkan konsep normal sosial yang disebut ―pangngadereng”.

Konsep ini diturunkan dari pemikiran Kajao Laliddong, meliputi: ade‘ (adat), bicara (pengadilan) rapang (yurisprudensi), dan wari (strata sosial).

Ade‘ (adat) mengandung tiga hal: 1. Ade pura Onro (norma yang bersifat permanen atau menetap tidak mudah untuk diubah). 2. Ade Abiasang (sistem

274

kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat yang dianggap tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia). 3. Ade Maraja, (sistem norma baru yang muncul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi).

Bicara adalah konsep menyelesaikan persoalan atau pertikaian dalam masyarakat bugis. Mirip sistim pengadilan di zaman sekarang. Dalam pikiran

Kajao Laliddong, setiap pengambilan keputusan terkait sengketa atau pertikaian harus diputuskan secara objektif, tidak berat sebelah.

Rapang adalah bahwa sesuatu keputusan dapat diperbandingkan dengan keputusan-keputusan terdahulu atau dengan keputusan adat dari negara tetangga.

Wari adalah sistem yang mengatur keberadaan setiap orang dalam sebuah sistem sosial berikut hak dan kewajibannya menurut posisi sosialnya.

Konsep ―pangngadereng” terus berkembang menjadi konsep umum kerajaan-kerajaan di Bugis. Hanya saja, ketika pengaruh islam mulai masuk ke wilayah ini, konsep pangngadereng ini ditambah dengan sara‘ (syariat).201

Lamellong dikenal sebagai orang yang paling berperan dalam menciptakan pola dasar pemerintahan Kerajaan Bone di masa lampau. Tepatnya pada abad ke-

16 masa pemerintahan Raja Bone ke-6 La Uliyo Bote‘E (1543-1568) dan raja

Bone ke-7 Tenri Rawe BongkangngE (1568-1584). Lamellong muncul ibarat bintang gemilang di kerajaan. Dengan pokok-pokok pikiran tentang hukum dan ketatanegaraan. Pokok-pokok pikiran beliau menjadi acuan bagi Raja dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan.

201Mattulada. Latoa Suatu Lukian Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h. 339-341

275

Tentang Lamellong di tanah Bugis, dilacak melalui sumber-sumber lisan berupa cerita rakyat dan catatan sejarah, baik dari lontara maupun tulisan-tulisan lainnya. Serpihan tulisan yang ada lebih banyak mencatat tentang buah pikirannya yang menyangkut ―Konsep Hukum dan Ketatanegaraan‖ dalam bahasa Bugis

Bone disebut ―Pangngadereng‖.

Dalam lintasan perjalanan Kerajaan Bone dilukiskan, betapa besar jasa

Lamellong dalam mempersatukan tiga Kerajaaan Bugis, yakni Bone, Soppeng, dan Wajo, dalam sebuah ikrar sumpah setia untuk saling membantu dalam hal pertahanan dan pembangunan kerajaan.202 Ikrar ini dikenal dengan nama

―Lamumpatua‖ ri Timurung tahun 1582 pada masa pemerintahan La tenri Rawe

BongkangngE.

Dalam ikrar itu ketiga raja yakni, La Tenri Rawe BongkangngE (Bone),

La Mappaleppe PatoloE (Soppeng), dan La Mungkace To Uddamang (Wajo) menandai ikrar itu dengan menenggelamkan tiga buah batu.

Pokok-pokok pikiran Lamellong yang dianjurkan kepada raja Bone ada empat hal:

1. Tidak membiarkan rakyatnya bercerai-berai;

2. Tidak memejamkan mata siang dan malam;

3. Menganalisis sebab akibat suatu tindakan sebelum dilakukan; dan

4. Raja harus mampu bertututur kata dan menjawab pertanyaan.

Karena pola pikiran dan kemampuannya yang luar biasa itu, maka

Lamellong diberi gelar penghargaan dari kerajaan yang disebut ―Kajao

202 H.L. Purnama. Kerajaan Bone Penuh Pergolkan Heroik, h.19

276

Lalliddong‖. Kajao berarti orang cerdik pandai dari kampung Lalliddong. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Raja Bone ke-4 We Benrigau (1496-1516).

Sejak kecil dalam diri Lamellong telah nampak adanya bakat-bakat istimewa untuk menjadi seorang ahli pikir yang cemerlang. Bakat-bakat istimewa itu kemudian nampak menjelang usia dewasanya yang dilatarbelakangi iklim yang bergolak, di mana pada zaman itu Gowa telah berkembang sebagai kerajaan yang kuat di jazirah Sulawesi Selatan. Kerajaan-kerajaan kecil yang merdeka di

Sulawesi Selatan satu demi satu ditaklukkannya baik secara damai maupun kekerasan. Hanya Kerajaan Bone yang masih dapat mempertahankan diri dari ekspansi Gowa. Akan tetapi lambat laun Kerajaan Bone dalam keadaan terkepung menyebabkan kerajaan dan rakyat Bone dalam situasi darurat, namun akhirnya dua kerajaan yang berseteru berdamai.

Menurut catatan Lontara‘, bahwa pada masa pemerintahan Raja Bone ke-7

La Tenri Rawe BongkangngE. Lamellong atau Kajaolalliddong diangkat menjadi penasihat dan Duta Keliling Kerajaan Bone. Ia dikenal sebagi seorang ahli pikir besar, negarawan, dan seorang diplomat ulung bagi negara dan bangsanya.

Dalam perjanjian Caleppa (Ulu Kanaya ri Caleppa) antara Kerajaan Bone dan Gowa tahun 1565. Lamellong atau Kajaolalliddong memainkan peranan penting semuanya. Juga perjanjian persekutuan antara kerajaan Bone, Soppeng dan Wajo yang disebut Perjanjian LamumpatuE ri Timurung tahun 1582.

Ajaran-ajaran Kajao termuat dalam berbagai Lontara‘ diantaranya LATOA seperti beberapa alinea yang dikutip berikut ini:

277

Dalam dialog Kajao dengan raja Bone (berkata Raja Bone: Apa tandanya apabila negara itu mulai menanjak kejayaannya? Jawab Kajao : Duwa tanranna namaraja tanae, yanaritu seuwani namalempu namacca Arung MangkauE, madduwanna tessisala-salae.Artinya : dua tandanya negara menjadi jaya, pertama raja yang memerintah memiliki kejujuran serta kecerdasan, kedua di dalam negeri tidak terjadi perselisihan.

Selain itu, ajaran Lamellong Kajaolalliddong mengenai pelaksanaan pemerintahan dan kemasyarakatan yang disebut ―Inanna WarangparangngE‖ yaitu sumber kekayaan, kemakmuran, dan keadilan antara lain

1. Perhatian Raja terhadap rakyatnya harus lebih besar dari pada perhatian

terhadap dirinya sendiri;

2. Raja harus memiliki kecerdasan yang mampu menerima serta melayani orang

banyak;

3. Raja harus jujur dalam segala tindakan.

Tiga faktor utama yang ditekankan Kajao dalam pelaksanaan pemerintahan, merupakan ciri demokratisasi yang membatasi kekuasaan Raja, sehingga Raja tidak dapat bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan norma yang telah ditetapkan. Tentang Pembatasan kekuasaan, dalam lontara disebutkan, bahwa Arung Mangkau berkewajiban untuk menghormati hak-hak orang banyak.

Perhatian Raja harus sepenuhnya diarahkan kepada kepentingan rakyat sesuai amanah yang telah dipercayakan kepadanya.

Lebih jauh Lamellong Sang Kajao menekankan bahwa raja dalam melaksanakan roda pemerintahannya harus berpedoman kepada ―Pangngadereng‖

278

(Sistem Norma). Adapun sistem norma menurut konsep Lamellong

Kajaolalliddong sebagai berikut:

Ade merupakan komponen pangadereng yang memuat aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat. Ade‘ sebagai pranata sosial didalamnya terkandung beberapa unsur antara lain : a. Ade pura Onro, yaitu norma yang bersifat permanen atau menetap tidak mudah untuk diubah. b. Ade Abiasang, yaitu sistem kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat

yang dianggap tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia. c. Ade Maraja, yaitu sistem norma baru yang muncul sejalan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Bicara adalah aturan-aturan peradilan dalam arti luas. Bicara lebih bersifat refresif, menyelesaikan sengketa yang mengarah kepada keadilan dalam arti peradilan bicara senantiasa berpijak kepada objektivitas, tidak berat sebelah.

Rapang adalah aturan yang ditetapkan setelah membandingkan dengan keputusan-keputusan terdahulu atau membandingkan dengan keputusan adat yang berlaku di negeri tetangga.

Wari adalah suatu sistem yang mengatur tentang batas-batas kewenangan dalam masyarakat, membedakan antara satu dengan yang lainnya dengan ruang lingkup penataan sistem kemasyarakatan, hak dan kewajiban setiap orang.

Setelah agama Islam resmi menjadi agama kerajaan Bone pada abad ke-17, maka keempat komponen pangngadereng (Ade, Bicara, rapang dan wari) ditambah lagi satu komponen, yakni Sara (Syariah). Dengan demikian ajaran Kajaolalliddong

279

tentang hukum yang mengatur kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun komunitas dalam wilayah kerajaan, dengan ditambahkannya komponen sara diatas menjadi semakin lengkap dan sempurna. Ajaran Kajao ini selanjutnya menjadi pegangan bagi kerajaa-kerajaan Bugis yang ada di Sulawesi Selatan.

Dapat dikatakan, bahwa lewat konsep ―Pangngadereng‖ ini menumbuhkan suatu wahana kebudayaan yang tak ternilai bukan hanya bagi masyarakat Bugis di berbagai pelosok nusantara. Bahkan ajaran Kajaolalliddong ini telah memberi warna tersendiri peta budaya masyarakat Bugis, sekaligus membedakannya dengan suku-suku lain yang mendiami nusantara ini.

Semasa hidupnya Kajaolalliddong senantiasa berpesan kepada siapa saja, agar bertingkahlaku sebagai manusia yang memiliki sifat dan hati yang baik.

Karena menurutnya, dari sifat dan hati yang baik akan melahirkan kejujuran, kecerdasan dan keberanian. Diingatkan pula bahwa di samping kejujuran, kecerdasan dan keberanian maka untuk mencapai kesempurnaan dalam sifat manusia harus senantiasa bersandar kepada kekuasaan ―Dewata SeuwwaE‖

(Tuhan Yang Maha Esa). Dan dengan ajarannya ini membuat namanya semakin populer, bukan hanya dikenal sebagai Cendekiawan, negarawan, dan diplomat ulung, tetapi juga dikenal sebagi pujangga dan budayawan.

Nama dan jasanya sampai kini terpatri dalam hati sanubari masyarakat

Bone khususnya, bahkan masyarakat bugis pada umumnya. Dia adalah peletak dasar konsep-konsep hukum (Pangngadereng) dan ketatanegaraan yang sampai kini masih melekat pada sikap dan tingkah laku orang Bugis.

280

Mengingat usia Lamellong Kajaolalliddong pada akhir pemerintahan

Latenri Rawe Bongkangnge (1584) sudah mencapai 71 tahun, maka banyak yang berpendapat bahwa pada masa pemerintahan raja Bone ke-8 peranan

Kajaolalliddong secara fisik/psikis sebagai penasehat kerajaan tidak lagi terlalu nampak, kecuali buah-buah pikirannya tetap menjadi acuan bagi raja dalam melaksanakan aktivitasnya. Pada masa inilah Lamellong yang digelar

Kajaolalliddong meninggal dunia.

Sumber-sumber lisan misalnya cerita rakyat di Kabupaten Bone menyebutkan bahwa di saat usia uzur, beliau memilih meninggalkan istana raja dan kembali ke kampung kelahirannya di Lalliddong yang pada saat itu berada dalam wilayah wanua Cina. Tetapi bukan berarti buah-buah pikirannya tidak lagi dibutuhkan. Setiap saat raja dan aparatnya masih tetap meminta pendapat bila ada hal-hal yang sulit untuk dipecahkan.

Tentang pemberian gelar ―Kajao‖ yang menurut bahasa Bugis, hanya diperuntukkan bagi nenek perempuan, hal ini menimbulkan analisis, bahwa selama hidupnya Kajaolalliddong berperan sebagai ―Rohaniawan‖ (Bissu) di mana pada saat itu Kerajaan Bone masih dipengaruhi oleh agama Hindu atau animism. Dengan peranannya sebagai Bissu, maka tingkah lakunya selalu nampak sebagai layaknya seorang perempuan.

Di desa Kajaolalliddong Kecamatan Barebbo Kabupaten Bone ada dua versi tentang peristiwa meninggalnya ahli pikir kerajaan Bone itu. Versi pertama menyebutkan, bahwa Kajaolalliddong diakhir hidupnya ditandai dengan peristiwa

―Mallajang‖ (menghilang) bersama anjing kesayangannya. Pada saat itu

281

Kajaolalliddong bersama anjingnya berjalan-jalan di Kampung Katumpi sebelah selatan kampung Lamellong, namun setelah dilakukan pencarian, ternyata

Kajaolalliddong bersama anjingnya tidak dapat ditemukan. Dengan demikian orang-orang di kampung Lalliddong menyatakan ―Mallajang‖ (menghilang).

Versi kedua menyatakan di saat usia Kajaolalliddong bertambah uzur, pada akhirnya menghembuskan nafas terakhir dengan tenang. Hanya tidak disebutkan bagaimana proses pemakamannya, apakah mengikuti prosesi animisme atau agama Hindu, yakni dibakar atau dimakamkan sebagaimana kebiasaan orang Bugis saat itu.

Tentang makamnya yang terletak di Desa Lalliddong sekarang ini, menurut penduduk setempat pada mulanya hanyalah merupakan kuburan biasa yang ditandai sebuah batu sebagai nisan. Baru pada suatu saat beberapa turunannya mengambil inisiatif dengan memugarnya, sehingga sekarang nampak lebih unik dari kuburan lainnya. Di sekitar makam Kajaolalliddong terdapat beberapa kuburan tua. Menurut cerita penduduk di desa itu yang merasa turunannya, bahwa kuburan-kuburan itu adalah sanak keluarga Lamellong

Kajaolalliddong di masa hidupnya. Sedikitnya ada empat kuburan tua yang terdapat disekitar kuburan Kajaolalliddong sampai sekarang tetap terjaga dan terpelihara.

Menurut sumber yang dapat dipercaya, bahwa saat-saat terakhir kehidupan

Lamellong Kajaolalliddong memperlihatkan hal-hal yang istimewa tentang ilmu kebatinan. Bahkan masyarakat banyak menganggap Kajaolalliddong memiliki berkah, sehingga setiap saat dikunjungi oleh banyak orang.

282

Tongkat Lamellong

Di dusun Bakke sekarang ini terdapat sebuah pohon besar yang berdiameter kira-kira 20 meter lebih hingga sekarang masih nampak berdiri dan tumbuh menjulang tinggi. Masyarakat meyakini pohon itu adalah tongkat

Lamellong.

Konon pada suatu hari, Lamellong pernah mengambil pohon ‖Nyelle―

203yang masih kecil untuk dijadikan tongkat. Namun karena tongkat itu tidak lagi digunakan maka dipancangkannya di atas tanah. Ternyata tongkat kayu itu kemudian tumbuh dengan suburnya, sampai sekarang pohon itu masih ada.

Bahkan pohon besar itu dijadikan penanda oleh penduduk setempat kapan mulainya musim tanam jagung. Menurut para petani di kampung Lalliddong apabila pohon nyelle itu sudah betul-betul rimbun maka tibalah saatnya menanam jagung. Selain itu pelaut-pelaut dari Sulawesi Selatan dan Tenggara yang akan berlabuh di Barebbo, maka pohon itulah dijadikan sebagai pedoman. Menurut mereka, selagi masih jauh dari daratan sudah kelihatan, puncak pohon ini sayup- sayup melambai.

Benar atau tidak, yang jelas bahwa pohon nyelle tersebut yang diyakini masyarakat setempat sebagai tongkat Lamellong, masih dapat disaksikan keberadaannya hingga saat ini. Oleh sebagian masyarakat setempat menganggap pohon besar itu sangat “angker”

Dalam kedudukannya sebagai duta keliling, Kajaolaliddong melakukan banyak kegiatan diplomatik yang berhasil dengan gemilang.

203Asmat Riady Lamllongeng. Op. Cit., h. 37-38

283

1. Diantaranya yang terpenting dapat disebutkan adalah penyerahan dengan jalan

pembelian Pitungpanua dari Kerajaan Luwu kepada Kerajaan Bone.

2. Saat terjadi perang antara Bone melawan Gowa yang meletus dari tahun 1550-

1557, ketika itu Lamellong berusia 57 tahun. Oleh Raja Bone, Lamellong

diserahi tugas sebagai pemimpin laskar. Perang dengan Gowa ini merupakan

peluang emas bagi Lamellong untuk membuktikan keberanian, kecerdikan, dan

rasa cintanya terhadap perdamaian seperti yang selalu dianjurkan. Ketika raja

Gowa I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data tewas dalam pertempuran

melawan Bone, Lamellong mengusulkan kepada Raja Bone La Tenri Rawe

BongkangngE, agar jenazah raja Gowa tersebut diantar ke Gowa untuk

disemayamkan di sana. Usul ini diterima oleh raja Bone, maka

diperintahkanlah empat orang pembesar kerajaan untuk mengantar jenazah raja

Gowa.

Pengembalian jenazah raja Gowa I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng

Data, merupakan inisiatif Lamellong yang sangat gemilang, sebab dengan tindakan itu dapat menyadarkan para penguasa di Gowa, bahwa sesungguhnya

Bone sangat mencintai perdamaian. Dengan langkah ini pula, membuat kerajaan

Bone semakin disegani oleh kerajaan-kerajaan lainnya.

Peristiwa itu mengabadikan salah satu ungkapan Bugis adaemmi mappannessa tau(kata-katalah yang membuat seseorang dapat disebut sebagai manusia). Rupanya kalimat tersebut menjadi pegangan bagi Lamellong dalam berdiplomasi dengan siapa saja.

284

"Passokkui Resomu Musanre ri Totomu Ma\otajengngi Pammase".

(Bulatkan tekad usahamu pasrah kepada takdir menanti karunia), suatu nilai yang memberi spirit penulis hingga terwujudnya tesis ini. Tesis ini mengkaji nilai budaya Bugis dan perilaku aparat birokrasi yang bermaksud menyumbangkan beberapa konsep nilai budaya Bugis (Lempu‘, Acca, Asitinajang, Getteng, Reso dan Siri‘), yang berhubungan dengan perilaku (Disiplin, Tepat Waktu, Taat Pada

Aturan dan Tanggung Jawab)

‖Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis‖ mengatakan bahwa peranan budaya Bugis di Sulawesi Selatan dalam bentuk kedirian dan kemandiriannya, dan telah berhasil menampilkan suku Bugis sebagai orang-orang tegar menata, membina serta menambahkan pri kehidupannya, disamping suku-suku lainnya, sebagai bahagian dari bangsa Indonesia. Ungkapan budaya Bugis dipandang dapat menjadi jiwa dan moral pembangunan nasional.

Nilai-nilai utama harus dipandang sebagai nilai-nilai yang utuh dan mempunyai dua sisi, ibarat mata uang; harganya terletak pada dua sisinya. Satu dari padanya hilang tidak berhargalah ia, nilai-nilai utama (Adat) Kejujuran

(Lempu‘), Kecendekiaan (Acca), Kepatutan (Asitinajang), Keteguhan (Getteng),

Usaha (Reso) dan Harga Diri (Siri‘). Nilai-nilai tersebut bukan hanya hak kebudayaan tetapi juga kewajiban kebudayaan, baik berlakunya nilai-nilai itu di kalangan orang Bugis khususnya maupun diantara sesama makhluk insannya.

Oleh karena itu, penggalian dan telaah terhadap peninggalan budaya masa silam tetap mempunyai arti. Wujud kebudayaan Bugis yang idealnya, tersimpul dalam apa yang disebut singkeruang (sikap hidup) terjelma dalam berbagai bentuk

285

costum yang dinyatakan dalam konsep-konsep: Lempu‘, Acca, Asitinajang,

Getteng, Reso dan Siri‘.

Beranjak dari pengertian di atas maka orang Bugis yang mempunyai sejarah dan masyarakatnya tetap wujud dari zaman ke zaman. Pola-pola tingkah lakunya terbentuk secara kumulatif pada zamannya yang lampau. Generasi dibelakangnya memperolehnya sebagai warisan sosial yang dipandangnya sebagai ide-ide tradisionalnya. Ide-ide tradisional ini mengandung sejumlah nilai yang mempengaruhinya ketika membuat keputusan dalam menghadapi situasi tertentu.

Nilai-nilai ini merupakan warisan budaya karena dipunyai bersama dan dialihkan bersama. Ia dihargai dan dihormati oleh masyarakatnya. Ia mengatur kepatutan

(Asitinajang) bagi perempuan dan laki-lakinya, bagi anak-anak dan orang tuanya.

Siapa yang melanggarnya akan menimbulkan penyesalan bagi dirinya di samping dia direndahkan oleh masyarakatnya bahkan juga oleh keluarganya. Nilai-nilai ini dipelihara oleh mereka sebagai memelihara suatu kehormatan diri yang paling besar yang telah dimuliakan oleh leluhurnya. Oleh karena itu ia adalah nilai-nilai kebudayaan.

Nilai-nilai utama yang menentukan manusia ialah berfungsi dan berperannya sifat-sifat kemanusiaan, sehingga orang menjadi manusia, dan begitu juga nilai-nilai kebudayaan Bugis. Adapun nilai-nilai kejujuran, kecendekiaan, kepatutan, keteguhan, usaha dan harga diri, sebagai nilai-nilai utama yang akan dibahas disini, harus dilihat dari segi fungsinya. Keutamaannya secara fungsional dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan sesama makhluk, dengan cita- cita, dan dengan Tuhan.

286

Selanjutnya enam nilai-nilai utama kebudayaan Bugis dapat di uraikan sebagai berikut :

Lempu‘ : dalam bahasa Indonesia artinya jujur, sama dengan lurus sebagai lawan dari bengkok. Dalam berbagai konteks kata ini berarti ikhlas, benar, baik atau adil. Sehingga lawan katanya adalah culas, curang, dusta, khianat, seleweng, buruk, tipu, aniaya, dan semacamnya. Arti ini dapat dipahami ketika ditemukan kata lempu‘ dalam ungkapan-ungkapan Bugis atau lontara. Berbagai cara pula lontara menerankan kejujuran itu. Ketika Tociung, cendekiawan Luwu, diminta nasihatnya oleh calon raja (Datu) Soppeng, La Manussa‘ Toakkarangeng, beliau menyatakan ada empat perbuatan jujur, yaitu (a) memaafkan orang yang berbuat salah kepadanya; (b) dipercaya lalu tak curang, artinya disandari lalu tak berdusta;

(c) tak menyerakahi yang bukan haknya; (d) dan tidak memandang kebaikan kalau hanya buat dirinya, baginya baru dinamakan kebaikan jika dinikmati bersama.

Sejalan dengan pengertian ini Kajao Laliddong, cendekiawan Bone menjelaskan kejujuran ketika ditanya oleh Arumpone mengenai pokok-pangkal keilmuan. Apakah saksinya (sabbi) atau bukti kejujuran (lempu‘) ? ‘Seruan

(obbi‘) ya Arumpone!‖ Apa yang diserukan ya Kajao? ‖Adapun yang diserukan adalah : Jangan mengambil tanaman yang bukan tanamanmu; jangan mengambil barang-barang yang bukan barang-barangmu, bukan juga pusakamu; jangan mengeluarkan kerbau (dari kandangnya) yang bukan kerbaumu, juga kuda yang bukan kudamu; jangan ambil kayu yang disandarkan, yang bukan engkau menyandarkannya; jangan juga kayu yang sudah ditetak ujung pangkalnya yang bukan engkau menetaknya.

287

Betapapun dalam kesan nilai kejujuran itu pada diri pribadi La Manussa‘

To Akkarangeng. Pada waktu rakyat Soppeng mengajukan kesepakatannya untuk meminta kesediaan beliau menjadi Datu Soppeng, berkali-kali ditolaknya sambil menyatakan supaya mencari orang lain dari padanya. Ketika beliau pada akhirnya menerima, masih pun diminta tempo untuk pergi berguru, mencari bekal keilmuan bagi kepentingan pelaksanaan amanat rakyat Soppeng. Kalau sikapnya itu dikatakan berendah hati namun sikap itu lahir dari nilai kejujuran bercampur dengan keilmuan dan kepatutan. Dia tidak merasa rendah buat menyatakan kekurangannya dihadapan rakyat yang telah meyakini kelebihan dan kemampuannya. Rakyat Soppeng telah mengetahui bahwa syarat untuk seorang

Datu di Soppeng telah dimiliki olehnya.

Dipihak lain Raja Bone yang di tangannya tergenggam kekuatan besar di antara para raja Bugis lainnya, bersedia menerima nasihat, sedangkan pembantunya, Kajao, tanpa ragu-ragu memberikan pula nasihatnya. Mungkinkah pula ini tidak atas dasar kejujuran? Apabila tanaman dan kerbau dapat dimisalkan sebagai sumber makanan; kuda sebagai alat buat menyelenggarakan penghidupan, apakah ini tidak menunjukkan bahwa kejujuran itu bermakna pula menghormati hak-hak bagi pemiliknya? Biarpun empunya tidak mengawal miliknya, tetapi telah diketahui bahwa sesuatu kayu sudah tersandar dan sudah terletak, iapun harus diberlakukan secara jujur sebagai tanda berlaku jujur menghormati hak yang empunya.

Di lain pihak seorang anak di Sidenreng yang melanggar nilai kejujuran harus menerima hukuman mati sebagai imbalannya. Hukuman mati itu dijatuhkan

288

oleh si ayah sendiri sebagai hakim di negeri itu, Si ayah inilah yang bernama La

Pagala Nenek Mallomo (1546-1645) yang lahir di Panrenge di sebelah utara

Amparita. Jikalau orang harus merasa segan atau takut maka perasaan itu hanya patut diberikan kepada orang jujur. Memang pada mulanya kejujuran itu diatasi oleh kecurangan namun akhirnya yang menentukan kejujuran juga, ‖kata La

Tiringeng To Taba Arung Saotanre Raja cendekiawan Wajo di abad XV204

Demikian juga yang dapat memberikan harapan hidup yang panjang, memanjangkan usia, (Lamperi sunge‘) adalah dengan mengembangkan perilaku yang memelihara kejujuran (lempu‘), dengan membuktikan perbuatan yang : memaafkan orang yang bersalah padanya, tidak culas bila diberi kepercayaan, tidak serakah terhadap yang bukan haknya, dan tidak mencari kebaikan bila hanya dia yang menikmatinya.

Nilai-nilai dasar, Lempu‘, Adatongeng, Getteng menjadi sumber

Ammaccang (kepandaian). Nilai kejujuran mempunyai posisi sentral. Kepandaian yang tidak bersumber atau tidak disertai kejujuran, tidak akan menopang pemeliharaan ‘induk kekayaan‘ negara dan rakyat. Kejujuran harus diserukan, didakwahkan. Kalau sumber kepandaian adalah kejujuran, maka saksinya (sabbi) menurut Kajaolaliddong adalah perbuatan (Gau‘).

Berkata juga La Waniaga Arung Bila, terdapat empat macam permata bercahaya, yaitu ‖lempu‘‖, kejujuran; ‖adatongeng‖, kata-kata benar beserta ketetapan hati; ‖Siri‘‖ beserta keteguhan pada prinsip; dan akal pikiran disertai kebaikan hati.

204Rahman Rahim. Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 145-152

289

Adapun yang menutupi kejujuran adalah kesewenang-wenangan, yang menutupi kata-kata benar adalah kedustaan, yang menutupi ‖siri‖ adalah ketamakan, dan yang menutupi akalpikiran adalah kemarahan. Pada hakikatnya, apa yang dikemukakan Arung Bila merupakan penjabaran kreatif dari nilai-nilai yang telah dikemukakan Kajaolaliddong205

Acca : dalam bahasa Indonesia berarti kepandaian atau kepintaran dapat dipahami, baik dalam arti positif maupun negatif. Padahal acca bukan pandai atau pintar tetapi cendekia atau intelek, (cendekia dari Sangsekerta, kearifan dari bahasa Arab). Lontara juga menggunakan kata nawa-nawa yang berarti sama dengan acca. Jadi orang mempunyai nilai acca atau nawanawa oleh lontara disebut Toacca, Tokenawanawa atau Pannawanawa, yang dapat diterjemahkan menjadi cendekiawan, intelektual, ahli pikir atau ahli hikmah arif. Pengertian ini masih perlu dijelaskan guna membantu kita memahami nilai kecendekiaan yang dikemukakan oleh lontara.

Di dalam konsep nilai kecendekiaan terkandung, disamping nilai kejujuran, juga nilai kebenaran, kepatutan, keikhlasan, dan semangat penyiasatan atau penelitian. Tociung menyebutkan bahwa cendekiawan (toakenawanawa) mencintai perbuatan dan kata yang benar, waktu menghadapi kesulitan dia memikirkannya kembali, dan berhati-hati melaksanakan segala sesuatu. Petta

Matinroe ri Lariangbanngi (bangsawan tinggi Bone) menerangkan pula bahwa yang disebut pannawanawa (cendekiawan) ialah orang yang ikhlas, yang pikirannya selalu mencari-cari sampai dia menemukan pemecahan persoalan yang

205 Anwar Ibrahim. Sulasena, h. 88

290

dihadapinya demikian juga perbuatan yang menjadi sumber bencana dan sumber kebajikan.

Asitinajang : dalam bahasa Indonesia Artinya Kepatutan, kepantasan, kelayakan, kata ini berasal dari tinaja yang berarti cocok, sesuai, pantas atau patut.

Lontara mengatakan : ‖Duduki kedudukanmu, tempati tempatmu. Ade‘ wari‘

(adat pembedaan) pada hakikatnya mengatur agar segala sesuatu berada pada tempatnya.

Mengambil sesuatu dari tempatnya dan meletakkan sesuatu pada tempatnya, termasuk perbuatan mappasitinaja. Nilai kepatutan ini erat hubungannya dengan nilai kemampuan (makamaka) jasmaniah dan ruhaniah.

Penyerahan atau penerimaan sesuatu, apakah itu amanat atau tugas, haruslah didasarkan atas kepatutan dan kemampuan. Makamaka lebih banyak menekankan penampilan bagi pemangku tanggung jawab.

Lataddampare Puang ri Maggalatung (cucu raja Palakka) (1498-1528) pernah berkali-kali menolak tawaran Adat dan rakyat Wajo untuk diangkat menjadi Arung Matoa Wajo atas kematian Batara Wajo ke-3 La Patenddungi To

Samallangi‘ bukan karena beliau tak mampu memangku jabatan itu. Rakyat dan

Adat Wajo yakin akan kebolehan beliau. Tetapi yang menjadikan beliau tidak menerima tawaran tersebut adalah nilai kepatutan dalam dugaan atau persangkaan orang terhadapnya. Pada waktu Batara Wajo ke-3 memerintah sewenang-wenang, dan tidak seorangpun berani tampil menahan, ketika itu Puang ri Maggalatung diminta bantuannya, dan memang beliau pun mampu melaksankannya. Memang wajar beliau menerimanya, sebab baik membunuh raja yang zalim maupun

291

tawaran untuk dirajakan sama-sama kehendak adat dan rakyat Wajo. Nilai kepatutan yang berperan di dalam diri Lataddampare‘ Puang ri Maggalatung, mengingatkan kita kepada penerapan petaruh yang diwariskan oleh leluhur Bugis.

Getteng dalam bahasa Indonesia artinya teguh, kata inipun berarti tetap- asas atau setia pada keyakinan, atau kuat dan tangguh dalam pendirian, erat memegang sesuatu. Sama halnya dengan nilai kejujuran, nilai kecendekiaan dan nilai kepatutan, nilai keteguhan ini terikat pada makna yang positif. Ini dinyatakan oleh To Ciung Maccae ri Luwu bahwa empat perbuatan nilai keteguhan (a) Tak mengingkari janji, (b) tak mengkhianati kesepakatan, (c) tak membatalkan keputusan, tak mengubah kesepakatan, dan (d) jika berbicara dan berbuat, tak berhenti sebelum rampung.206 La Tenriruwa Sultan Adam Matinrioe ri Bantaeng

(kakek Latenri Tatta Arung Palakka) hanya tiga bulan menduduki takhta kerajaan

Bone (1611). Beliau raja Bone (Mangkau‘) pertama yang memeluk agama Islam, maka ramailah raja-raja Bugis lainnya dan diikuti oleh masing-masing rakyatnya memeluk Islam. Yang menyampaikan da‘wah Islamiah ini ialah kerajaan Gowa di bawah rajanya I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid

Tuminanga ri Papambatuna (1605-1653) beliau adalah ayahanda dari ‖I

Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin

Tuminanga ri Balla‘ Pakanna‖ yang telah lebih dahulu menerima Islam. Raja

Bone La Tenriruwa Sultan Adam menerima Islam yang disampaikan kepadanya oleh I Manuntungi Daeng Mattola Sultan Malikussaid.

206 Rahman Rahim.Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, h. 85

292

Dalam perjanjian persahabatan negara-negara Bugis-Makassar yang masih tetap diakui bersama, antara lain ditetapkan: ‖bahwa barangsiapa yang lebih dahulu menemukan suatu jalan yang lebih baik, maka berjanjilah siapa-siapa yang menemukan kebajikan itu lebih dahulu supaya memberitahukannya kepada raja- raja lainnya. Perjanjian inilah yang menjadi dasar penerimaaan Raja Bone dan raja-raja Bugis lainnya. Akan tetapi setelah beliau mengumumkan keislamannya ternyata rakyat Bone menolak seruan beliau. Ini terjadi pada waktu baru saja tiga bulan beliau bertakhta. Atas penolakan ini, beliau melepaskan kedudukannya, lalu pergi ke Pattiro, di negeri mana beliau dahulu sebagai Arung yang memerintah

(Arung Pattiro). Rakyat di sini pun menolak dakwah Islamiah yang disampaikan beliau, kemudian beliau berangkat ke Tallo, Gowa; dan dari sini beliau ke

Bantaeng untuk berdiam disitu. Di sinilah beliau mangkat, sehingga beliau disebut

Matinroe ri Bantaeng.

Sedangkan untuk mengembangkan (jumlah) manusia dan membiakkan ternak (pasawe tau, pabbija olok-olok) diperlukan pemeliharaan perilaku yang menunjukkan nilai keteguhan dan ketegasan dalam prinsip yang benar (getteng), dengan bukti perbuatan : tidak mengingkari janji, tidak menghianati ikrar

(komitmen) antar-kerajaan, tidak merusak ketetapan terdahulu, tidak mengubah kemufakatan, dan menyelesaikan dengan tuntas bila mengadili perkara.

Reso : dalam bahasa Indonesia artinya usaha merupakan nilai kunci bagi pelaksanaan nilai-nilai kejujuran, kecendekiaan, kepatutan dan keteguhan.

Barulah nilai-nilai ini berperanan secara bertepat guna dan berdaya guna apabila didukung oleh nilai usaha. Dengan sendirinya nilai usaha inipun tegak di atas

293

landasan nilai-nilai tersebut. Demikianlah nilai kejujuran yang berperanan di dalam diri To Akkarangeng Datu Soppeng dan La Pagala Nenek Mallomo; nilai kecendekiaan di dalam diri To Suwalle Kajao Laliddong, dan lain-lain; nilai kepatutan dalam diri La Taddampare‘ Puang ri Maggalatung, dan lain-lain; dan nilai keteguhan di dalam diri beberapa mangkau‘ (Arumpone), sebagaimana yang telah dikemukakan di atas.

Empat hal yang disuruh perhatikan oleh lontara bagi pengusaha atau peniaga : kejujuran karena menimbulkan kepercayaan; pergaulan, karena akan mengembangkan usaha; keilmuan, karena akan memperbaiki pengelolaan dan ketata-laksanaan; dan modal karena inilah yang ikut menggerakkan usaha.

Nilai budaya Bugis lain yang disebut Reso (kerja keras,usaha) dilihat dari beberapa ungkapan, serta pandangan pakar menyangkut hal ini. Reso dalam bahasa Bugis biasa dipadankan dengan kata kerja atau kerja keras (usaha) dalam bahasa Indonesia. Dalam kaitan dengan aktivitas manusia Bugis yang terkait dengan Reso sebagai manifestasi budaya dalam kehidupan manusia Bugis, sekaligus sebagai inti dari semua itu.

Reso merupakan salah satu dari enam nilai utama kebudayaan Bugis, sekaligus sebagai inti dari semua itu. Manusia Bugis memandang Reso sebagai simbol kehidupan, mungkin nilai utama lainnya bisa diabaikan tetapi kehidupan tetap berlangsung; tetapi meniadakan Reso sama artinya dengan mengabaikan kehidupan itu sendiri. Manusia Bugis pada masa lampau dapat dipandang memiliki penghargaan yang tinggi terhadap waktu dalam kaitan dengan usaha atau kerja keras (Reso). Sebagai indikasi ke arah itu sesuai catatan Lataddampare

294

Puang Ri Maggalatung Arung Matowa Wajo (Cucu Arung Palakka) seperti berikut ini :

‖Ee kalaki de‟ga gare pallaonmu muonro ri sere lalennge? ianaritu riaseng kedo matuna, gau‟ temmakketuju, de‟kua de‟gaga pallaonmu, laoko ri barugae mengkalinga bicara ade iarega laoko ri pasa‟e mengkalinga ada pabbalu”, mapatoko sia kalaki! Nasaba‟ "resopa namatinulu‟ natemmanginngi‟ namalomo naletei pammase dewata‖.‖Hai anakku! Apakah sudah tak ada lagi pekerjaanmu, lalu kamu bermain-main saja. Itulah yang dinamakan perbuatan hina dan perbuatan yang tak ada gunanya. Jikalau tidak ada pekerjaanmu, pergilah ke balairung mendengar soal adat, ataukah engkau ke pasar mendengar warkah penjual. Rajinlah berusaha, hai anakku, sebab hanya dengan jerih payah dan ketekunan serta ketatbosanan yang dilimpahi rahmat dewata.207

Pentingnya generasi muda bekerja keras mencari nafkah sebagai bekal menghadapi masa depan; tetapi kerja keras dalam mencari nafkah saja tidak cukup disamping itu harus mencari ilmu dari orang lain; baik yang berhubungan dengan pengetahuan umum (dibalairung) maupun pengetahuan praktis (di pasar). Dalam berusaha mereka dianjurkan melakukan semua itu dalam ketekunan, hanya dengan ketekunan cita-cita dapat diwujudkan.

Reso (usaha,kerja keras) sebagai roh dalam kehidupan manusia Bugis merupakan manifestasi dari sikap dan perilaku yang terbentuk atas pengaruh kuat dari aspek mental kebudayaannya, yang masih terpelihara dalam bentuk ungkapan. Reso telah membawa sebagian manusia Bugis meraih kehidupan gemilang sepanjang kompetisi yang dilaluinya. Dan sebagian lagi bernasib buruk seiring melemahnya etos kerja mereka, mereka kehilangan identitas kebugisannya sebagai akibat dari pemahaman keliru terhadap makna reso dalam kebudayaan.

207Abdul Rahim. Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar, h. 18-25

295

Reso adalah sebuah keharusan untuk di jalani, namun rambu-rambu dalam perjalanan itu tidak boleh diabaikan demi menghindari bencana.

Siri‟: dalam bahasa Indonesia artinya malu yang merupakan adat kebiasaan yang melembaga dan masih besar pengaruhnya dalam budaya kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan. Masalah siri selalu menarik perhatian mereka yang hendak mengenal manusia dan kebudayaan Bugis. Menjabarkan siri‘ itu dengan malu, schande, beschaamd, schroomvalig, verlegen, schaamte dan eergevoel. Diakui beliau, bahwa penjabaran baik dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Belanda, tidak menangkap maknanya secara tepat benar.

Apabila siri‟ raja (pemerintah) harus dibentengi oleh rakyat, maka siri‟ rakyatpun harus dihormati oleh raja. Satu terhadap lainnya harus saling memelihara dan menghormati untuk mencegah timbulnya perbuatan atau tindakan yang memalukan (Siakkasiriseng). Pengertian-pengertian siri‘ yang telah dicoba diangkat dari beberapa ungkapan lontara sendiri, menunjukkan bahwa siri‘ tidak lain dari suatu akibat. Bukankah baru timbul perasaan malu (siri‟) jika salah satu dari nilai-nilai utama yang dianut oleh kemanusiaan dalam keadaan terlanggar.

Seseorang bukan saja timbul perasaan malunya disebabkan dia diperlakukan tidak jujur, dia dipandang enteng tidak diperhitungkan, dia diberi sikap tak patut, tetapi sebaliknya perasaan malu (siri‟) inipun harus timbul pada diri orang yang berbuat curang, khianat, zalim; pada diri orang yang merasa senang dalam kebodohan dan kejahilannya; pada diri orang yang tidak berbuat patut; pada diri orang yang tidak teguh memegang adat dan panngadereng, dan pada diri orang yang suka bermalas-

296

malas menyianyiakan waktunya, sampai ditimpa kemiskinan dan kemelaratan sebab kosong dirinya dari nilai semangat usaha.

Nilai budaya Bugis lain yaitu Siri‘ Menurut Pappaseng ‖utettong ri-ade‟e, najagainnami siri‟ku‖ (saya taat kepada ade‘ hanya karena di jaga siri‘ saya).

Hakekat Siri‘, hendaknya dilihat dari segi aspek nilai dari panngadereng sebagai wujud kebudayaan yang menyangkut martabat dan harga diri manusia dalam lingkungan hidup kemasyarakatan. Nilai-nilai panngadereng yang amat dijunjung tinggi orang Bugis, yang dapat membawa kepada peristiwa Siri‘ dapat disimpulkan pada hal-hal yang tersebut dibawah ini :

Sangat memuliakan hal-hal yang menyangkut soal-soal kepercayaan

(keagamaan); Sangat setia memegang amanat (Pappaseng) atau janji (ulu-ada), yang telah dibuatnya; Sangat setia kepada persahabatan; Sangat mudah melibatkan diri kepada persoalan orang lain; Sangat memelihara akan ketertiban adat kawin-mawin (Wari).

Siri‘ adalah suatu hal yang abstrak dan hanya akibat konkritnya saja yang dapat diamati dan diobservasi. Siri‘ masih mempunyai arti yang essensial untuk dipahami, karena terdapatnya anggapan bahwa bagi orang Bugis ia masih tetap merupakan sesuatu yang lekat kepada martabat kehadirannya sebagai manusia pribadi atau sebagai warga dari suatu persekutuan. Orang Bugis menghayati Siri‘ itu sebagai panggilan yang mendalam dalam diri pribadinya, untuk mempertahankan nilai-nilai yang dihormatinya. Sesuatu yang dihormati, dihargai dan dimilikinya, mempunyai arti yang esensial, baik bagi diri maupun bagi persekutuannya.

297

Menurut Kepala Desa Kajaolaliddong Syamsul Bahri, bahwa:

‖Lamellong pada masa kecil suka menggembala kerbau, rumah Lamellong terletak di desa Kampubbu sekitar 1 (satu) kilometer dari dusun Laliddong, Lamellong setiap harinya berkeliaran (Makkaja) di Laliddong, sebagai tempat menggembala kerbau setiap hari ia membawa nasi dari rumahnya dan siang harinya makan nasi sebagai bekalnya dengan keong (bahasa bugis = bojo), begitulah setiap harinya ia bekerja tanpa terasa lelah dan sangat sabar. Pada suatu hari Lamellong di cari oleh utusan raja (Suro) menanyakan kepada Lamellong apakah anda mengenal nama Lamellong, kemudian Lamellong berkata ‖ De‘ gaga lame ellonna‖. Akhirnya Suro (duta) kerajaan Bone itu mengikuti Lamellong ke rumahnya sehigga mereka bercerita panjang lebar dan hari hampir gelap, Suro tersebut minta izin pamit pada Lamellong, akan tetapi jawab Lamellong ‖Muni pi manu‘ bunge nappa ki lisu‖, akhirnya Suro bermalam dan pada tengah malam tiba-tiba ayamnya Lamellong berbunyi ‖Kukkuruyuk‖, itu pertanda bahwa menurut suro itu adalah waktunya untuk kembali ke kerajaan tiba saatnya, namun Lamellong katakan bahwa sebenarnya bukan itu yang dimaksud dan akhirnya utusan raja tersebut bermalam hingga beberapa hari lamanya, dan pada suatu saat ayam Lamellong yang sementara mengeram telah menetas dan inilah dinamakan ‖Muni manu‘ bunge‖, barulah Suro itu mengerti apa yang dimaksud oleh Lamellong, kejadian ini merupakan pertanda bahwa Lamellong adalah orang yang cerdas dan cerdik merangkaikan kata-kata dan pada saat yang sama mereka berdua ke Istana Arung Pone‖208

Lamellong adalah seorang yang tidak diketahui asal usulnya sampai hari ini karena keberadaannya secara misterius, seperti ditegaskan oleh Cucu Arung

Laliddong Petta Winru :

‖Lamellong adalah sosok yang sangat sakti karena memiliki sifat-sifat kejujuran, kepandaian (kecendekiaan), kepatutan, keteguhan, usaha/etos kerja dan siri‘ (harga diri). Ia adalah kekasih Allah (Waliyullah, tau di amasei puang Allah Taala), karena nilai dasar ini dimiliki dan diamalkan Lamellong baik itu terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun kepada Tuhan. Ia mempunyai kelebihan yang bisa menghilang, mampu berjalan cepat meskipun perjalanannya sangat jauh, peninggalan Lamellong adalah tongkatnya dari pohon ‖nyelle‖ yang di tancapkan pada suatu saat setelah kembali dari tanah Bone (Istana Arung Pone) menuju Laliddong, Lamellong sempat beristirahat karena letih ia berjalan dari istana, setelah beristirahat sejenak memulihkan kondisi tubuhnya, maka dengan sangat

208Syamsul Bahri Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara, di Desa Kajaolaliddong, 25 Agustus 2017)

298

refleks Lamellong menancapkan tongkat tersebut ke tanah sambil meninggalkan tempat itu berjalan menuju Kampubbu. Pohon yang telah ditancapkan tumbuh subur sampai saat ini , konon kabarnya menurut rakyat di Desa Kajaolaliddong bahwa pohon ‖Nyelle‖ itu merupakan obat segala penyakit yang dipercaya turun temurun. Bahkan ada yang ingin menebangnya dengan memakai senso dan buldozer tapi sampai saat ini senso dan buldozer tersebut akan macet dengan sendirinya jika niat itu ingin dilaksanakan, Lamellong meninggalkan sesuatu yang sangat berharga dan bertuah, bahkan pohon tersebut dihuni oleh elang putih. Daerah Lamelllong di mulai dari Pajekko, Bakke, padang loang hingga Katumpi. Lamellong mengatakan daerah saya dihuni oleh ‖Manu‘ Pute Innong kinnong‖ yang berarti hati yang suci (hati nurani) dan biar sedikit asalkan tanah itu miliknya itulah prinsip Lamellong sebagai orang yang senantiasa memiliki 6 (enam) nilai dasar yakni Lempu, Acca, Asitinajang, Getteng, Reso dan Siri‘ (na bolai maneng ri watakkalena). Ini setiap hari diterapkan oleh Lamellong sebagai pabbicara na Mangkau‘E‖ makanya kerajaan Bone memperluas kerajaannya berkat jasanya Lamellong..209.

Di sisi lain Sekretaris Lembaga Adat Kabupaten Bone Petta Ile dalam tanggapannya pada sesi wawancara mengemukakan:

‖Sejak dulu sebelum Islam memang sudah termasuk modal utama bagi suku Bugis Makassar pada khususnya yang dikatakan sebagai Pappaseng, Pappaseng toriolo (pesan orang tua kita) mengandung sebuah makna, ada yang dikatakan pangaja sudah ada Pappaseng, Pappaseng sebelum terjadi memang sudah dipesan, sedangkan pappangaja nanti sudah ada kejadian baru di nasehati, jadi berbeda antara pesan dan nasehat. Orang tua kita dulu sebelum terjadi pada masyarakatnya memang sudah dipesankan. Manusia mempunyai adat (panngadereng) sehingga ia menggunakan karya, karsa, dan usahanya sehingga dapat meningkatkan budayanya. Seperti Raja Bone bertanya kepada penasehatnya ‖Kajao Laliddong‖ yaitu ‖tega allebbirenna rupa tauE?‖ , maka di jawab oleh Kajaolaliddong terhadap Arung Pone bahwa allebbirenna rupa tauE adalah panngadereng. Arung Pone bertanya lagi yang mana dikatakan panngadereng Kajao?, maka jawab Kajao hanya 4 (empat) pokok utamanya, tapi setelah agama Islam masuk di Kerajaan Bone menjadi lima yaitu tau missengenngi : Ada (Ade), Bicara (keputusan peradilan), Wiari (batas keturunan), Rapang (Hukum-hukum yang berlaku dari dulu sampai sekarang yang sangat baik) kemudian menjadi panngadereng. Dan setelah agama islam masuk di Kerajaan Bone (1611) yaitu Sara‘ (syariat Islam). Disegi pemerintahan bahwa ‖dena wedding mapparenta kodei na malampu‖ De to nulle

209Syamsul Bahri, Kepala Desa Kajaolaliddong (wawancara,26 di Desa Kajaolaliddong, Agustus 2017)

299

mapparenta kode na macca, tidak akan berarti lempu‟ dan acca apabila pemerintah tidak berani mengambil keputusan.210

Jadi pemimpin itu harus berani mengambil resiko, jika tidak Lempu‟ dan

Accana tidak berarti apa-apa. Jadi harus jujur, magetteng pi (teguh dalam pendirian), ada tongeng (satu kata dengan perbuatan), sipakatau (saling menghormat). Yanaritu awarinengEnasibawaiSiri‟. Na mo Korupsi manyameng na sedding, pa degaga siri‟na. Yang penting dijanji malahan dibohongi (karena tidak ada perasaan malu). Siri‟ itu berada pada tiga tempatnya yaitu masiri‟ ki ri aleta (diri sendiri), masiri‟ ki ri padatta rupa tau (orang lain), masiriki‟ na mitau tokki ri dewata seuae (Tuhan Yang Maha Esa).

Harus dipahami makna siri‘, jika kita mengeluarkan kata-kata atau perbuatan yang tidak di tepati. Nilai-nilai panngadereng inilah yang harus dilestarikan adalah salah satu jalan yang terbaik. Kalau tidak digali karena nanti bernilai setelah kita amalkan. Yang jelasnya harus diterapkan pada kehidupan sehari-hari barulah nilai-nilai itu berharga.

Ungkapan ‖Resopa temmanginngi namalomo naletei pammase dewata‖ atau ungkapan lain ‖ Passokku resomu usanre ri totomu utajenngi pammase‖.

Toto‘E sama dengan makkareso, iyaro resoe sanrei ko di pammase, makanya seluruh pekerjaan kita dipasrahkan kepa Tuhan Yang Maha Esa itulah sandaran kita. Jadi kunci panngadereng tidak akan berarti jika nilai Siri‟ (Harga Diri) dan awaraningenna tau mapparentae (keberanian dari pemerintah) dan menjadi pelayan masyarakat (memperhatikan masyarakatnya) sehingga kelima aspek tersebut dapat ditegakkan, jadi begitu tingginya nilai budaya Bugis‖.

210Petta Ile, Sekretaris Lembaga Adat Kabupaten Bone (wawancara, di Kota Bone, November 2017)

300

Lamellong mendampingi Raja Bone ke-VI (1543-1568) ‖La Uliyo Bote‘E

Matinroe ri Itterung‖ dan Raja Bone ke-VII (1568-1584) ‖La Tenri Rawe

BongkangE MatinroE ri Gucina‖. Nilai dasar yang digunakan pada masa itu diterima oleh Sara‘ (syariat) pada waktu masuknya agama islam di tana-Bone pada masa pemerintahan Raja Bone ke-XI ‖ La Tenri Ruwa Sultan Adam

Matinroe ri Bantaeng (1611-1612). Ajaran Islam sejalan dengan nilai dasar budaya Bugis yang diamalkan oleh Kajao Laliddong. Sebagaimana disampaikan oleh seorang cendekiawan, ulama, akademisi tana-Bone, Mujahid adalah sebagai berikut:

‖ Dalam kaitannya dengannya persoalan agama, disiplin itu dapat dilihat dari nas-nas alqur‘an maupun nas-nas hadits disamping secara kontekstual, di dalam pelaksanaan ibadah ritual itu ada pembelajaran yang dimulai dengan nas yang menyebutkan tentang disiplin itu, di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ada 6 (enam) hal yang lebih baik dimiliki oleh manusia : yang pertama kedisiplinan terhadap para umara itu adalah pada persoalan keadilan, yang kedua disiplin bagi ulama itu adalah wara‘ yang diartikan dengan kehati-hatian, disiplin bagi orang kaya itu kedermawanan (makacua), disiplin bagi orang-orang miskin itu adalah sabar,disiplin bagi pemuda (anak muda) adalah tobat, disiplin bagi wanita itu rasa malu, penekanan-penekanan kedisiplinan disegmen masyarakat sudah di patok seperti diatas. Disiplin itu berkaitan dengan ketepatan waktu, disiplin lebih luas artinya dari ketepatan waktu. Berkaitan dengan pengamalan suatu ibadah (kerja) tidak serampangan tapi harus disiplin. Persoalan tepat waktu harus ada komitmen yang dilandasi dengan kesabaran, ada semacam keteguhan (konsistensi) dalam melaksanakan suatu tugas. Kemudian ketaatan kepada aturan baik secara norma budaya maupun norma agama, ketaatan kepada aturan cukup diperhatikan oleh agama misalnya salah diambil contoh adalah taat kepada hukum, Nabi pernah mengatakan seandainya Fatima putri Muhammad mencuri akan kupotong tangannya, beliau mensabdakan ini karena adanya sekelompok masyarakat Mekkah menghadap kepada Nabi untuk meminta semacam pengampunan terhadap seorang wanita, yang konon wanita itu adalah tokoh di masyarakat itu tapi dia mencuri, sekalipun dia mencuri maka harus dipotong tangannya, begitu ketaatan pada aturan. Inilah merupakan penekanan dari Nabi bahwa rusaknya umat terdahulu karena ketika orang-orang kuatnya mencuri dibiarkan saja, ketika orang-orang lemahnya mencuri itu dikenakan sanksi (aturan itu di jalankan). Kemudian tanggung jawab seseorang menurut

301

agama yaitu tanggung jawab secara vertikal, tanggung jawab secara pribadi dan tanggung jawab secara sosial. Keterkaitan tanggung jawab dengan lingkungan sangat mempengaruhi seseorang dengan masyarakat disekitarnya‖211.

Selanjutnya nilai-nilai dasar dikemukakan oleh Mujahid:

‖Lempu‘ atau kejujuran sangat di tekankan karena kejujuran membawa kita kepada kebaikan, orang yang tidak jujur dianggap berkhianat, sesungguhnya kebaikan itu membawa kita kesurga, sesungguhnya dusta itu membawa kita kepada kerusakan, Kemudian Acca (kepandaian) di dalam alqur‘an bahwa Allah SWT mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan, Posisi orang pintar berada pada posisi ketiga setelah Allah, Malaikat kemudian orang pintar. Bahwa benar-benar orang pintar itu sangat di hargai posisinya oleh agama. Kemudian Asitinajang (Kepatutan) dalam hadits yaitu apabila suatu masalah yang diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (patut), maka akan menimbulkan kerusakan, Kemudian Getteng (keteguhan) atau kesabaran yang banyak ayat alqur‘an yang berkaitan dengan kesabaran. Misalnya Tuhan minta tolong kepada kita tentang kesabaran dan shalat. Di ayat lain mengatakan siapa yang teguh (Magetteng) bersabar akan memperoleh pertolongan. Seseorang yang berhasil karena keteguhan, dan keteguhan itu menjadi modal emosional (mental) kita dalam melaksanakan suatu kegiatan. Kemudian Reso (Usaha/Etos Kerja) bahwa bekerjalah kalian niscaya Allah beserta Rasulnya menilai kerja kita. Ada seorang pakar mengatakan bahwa kita harus mengikuti pola Tuhan bahwa Tuhan itu tidak pernah tidak sibuk dalam sekejap, dalam setiap hari itu ada saja yang dikerjakan Tuhan. Karena kita di tuntut untuk mengikuti pola Tuhan, maka harus menunjukkan etos kerja, giat bekerja, ada motivasi-motivasi untuk meningkatkan daya kerja kita. Kemudian mengenai Siri‘ (Harga Diri) Harga diri ini adalah sesuatu yang sangat dijaga oleh agama, yaitu ada 5 (lima) faktor yang perlu dijaga : yang pertama ‖Agama‖, yang kedua ‖Jiwa‖ (nyawa), yang ketiga ‖Kehormatan‖, yang keempat ‖Keturunan‖, yang kelima ‖Harta‖. Harga diri ini menjadi tolok ukur bagi setiap orang sebagai seorang yang mulia, harga diri ini dasarnya adalah ketaqwaan, jadi siapa yang memiliki diri ini kelak akan memiliki ketaqwaan. Jadi nilai- nilai ketaqwaan harus dipelihara karena ini merupakan harga diri kita. Keenam nilai-nilai ini sangat dijunjung tinggi oleh budaya kita‖212

211Mujahid , Tokoh Masyarakat Bone (Guru) (wawancara, di kota Bone, 27 Agustus 2017 ) 212Mujahid , Tokoh Masyarakat Bone (guru) (wawancara: di kota Bone 27 Agustus 2017 )

302

Nilai-nilai dasar budaya Bugis merupakan falsafah yang sangat cocok diterapkan di Sulawesi Selatan karena pengaruh budaya yang berasal dari masyarakat harus dipahami, di sikapi (diamalkan pada diri sendiri).

Gaya Pengungkapan Kajaolaliddong

Pemikiran Kajaolaliddong disampaikan secara dialogis, berupa tanya- jawab antara Kajaolaliddong dan Arumpone (Raja Bone) Bongkannge.

Dialog dimulai dengan pertanyaan Kajaolaliddong yang cenderung merupakan pertanyaan menguji pengetahuan Raja Bone. Jawaban Raja Bone kemudian dijelaskan oleh Kajaolaliddong. Inti penjelasannya merupakan intipemikiran

Kajaolaliddong. Gaya dialogis yang digunakan di dalam penyampaian pemikiran

Kajaolaliddong merupakan gaya tersendiri, yang tidak banyak digunakan cendekiawan Bugis-Makassar yang lain, kecuali MaccaE ri Luwu yang berdialog dengan La Basok To Akkarangeng, Datu Soppeng. Kata-kata yang digunakannya

(diksi) cenderung dipilih secara ketat sehingga mendukung makna yang hendak disampaikannya. Hal ini berkaitan dengan pandangan Kajaolaliddong yang mengemukakan pentingnya macca mpinruk ada (kepandaian menciptakan kata- kata) dan macca duppai ada (kepandaian menanggapi kata-kata). Kajaolaliddo misalnya, menggunakan kata mubakurie, yang diartikan engkau miliki 1, dan yang diartikanengkau punyai. 2 Kedua terjemahan itu, kurang mencerminkan makna secara utuh. Mubakurie secara harfiah berarti yang engkau bakuli 3. Diksi ini digunakan Kajaolaliddong untuk mengemukakan makna bukan memiliki, melainkan menjaga, memelihara atau mengayomi. Bakul adalah tempat menyimpan, memelihara dan menjaga benda yang disimpan di dalamnya. Sesuai

303

dengan akkatenningeng atau pegangan adat, raja tidak memiliki, tidak mempunyai apa-apa, melainkan hanya menjaga, memelihara dan mengayomi negara, rakyat, dan kekayaannya. Diksi mubakurie menunjukkan makna terakhir itu. Di dalam dialog itu, Kajaolaliddong tidak menggunakan sapaan honorifik. Kepada Raja

Bone, Kajaolaliddong menggunakan sapaan orang kedua mu, seperti muaseng

(yang engkau sebut), mubakurie dan Iain-lain. Di dalam etik berbahasa sapaan mu ditujukan kepada orang kedua yang usianya lebih muda, atau sahabat akrab, atau derajatnya lebih rendah. Demikian pula, Kajaolaliddong tidak menggunakan sapaan puang, petta atau junjunganku tetapi langsung menyebut jabatan Arum- pone (Raja Bone), padahal di dalam warik (aturan), seorang abdi yang berbicara dengan rajanya harus menyertakan kata puakku, atau petta. Kajaolaliddong menggunakan sapaan mu dan sapaan Arumpone, diduga merupakan pencerminan dari kedudukan to acca (orang pandai) di dalam stratifikasi sosial Bugis-

Makassar; yaitu sebagai guru-bangsa atau guru-negara.

Kejujuran dan Kepandaian Sebagai Dasar Moral

Pemikiran dasar Kajaolaliddo, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar budaya politik dan norma-norma pengaturan negara, antara lain dapat ditemukan di dalam Pappaseng (wasiat, pesan) Kajaolaliddong, terutama di dalam dialognya dengan Arumpone (Raja Bone). Pada bagian awal dialog itu,

Kajaolaliddong menanyakan pendapat Arumpone mengenai dasar-dasar pemeliharaan kemuliaan raja/kerajaan, penjagaan agar rakyat tidak tercerai-berai, serta pencegahan penghamburan kekayaan negara. Dialog tersebut berbunyi sebagai berikut:...aga siyo, Arumpone, muaseng tettaroi rebba alebbiremmu,

304

patokkong(m)pulanai alebbireng mubakurie; ajakna tatterre-terre tau-tebbekmu; ajakna pada wenno pangampo warang(m) mubakurie 4 Artinya:...apakah gerangan, Arumpone, yang kamu sebutkan tidak akan membuat rebah kemuliaanmu, yang akan mengekalkan kemuliaan yang kamu bakuli, tidak sampai tercerai-berai rakyatmu, jangan seperti bertih 5 terhambur kekayaan yang kamu bakuli. Di dalam dialog itu, Kajaolaliddong menggunakan kata mubakurie, yang menunjukkan pandangan Kajaolaliddong mengenai status dan fungsi raja, yaitu mengayomi rakyat dan negeri -nya. Pertanyaan Kajaolaliddong dijawab

Arumpone: Lempuk-e, Kajao, enrennge acca-e, kejujuran, Kajao, beserta kepandaian. Bagi Kajaolaliddong, jawaban Raja Bone itu kurang sempurna.

Kajaolaliddong merinci pendapatnya:...

iya inanna warang(m)parannge, Arumpone, tettaroenngi tatterre-terre tau-tebbek-e; temmatinropi matanna arunnge ri esso ri w enni, nawa-nawai adecengenna tanana;natanngaki olona munrinna gauk-e, napogauk-i; maduanna maccapi (m)pinruk-ada Arung Mangkauk-e; matelleunna, maccapi duppai-ada, Arung Mangkauk-e; maeppakna, tenngalupannge surona powada ada- tongeng.213Artinya; Induk kekayaan yaitu yang tak membiarkan rakyat tercerai- berai adalah (pertama), tak tertidur matanya sang raja pada siang dan pada malam- hari memikirkan kebaikan negerinya; diperhatikannya sebab dan akibat setiap tindakan baru dilakukannya; kedua, raja pintar menata kata-kata; ketiga, raja pintar menanggapi kata-kata; dan keempat, tidak terlupa, utusan mengatakan kata- kata-benar. Kekayaan bukan sekedar harta-benda. Kekayaan berinduk pada keadaan, yaitu bila rakyat negeri tidak tercerai-berai, tidak bersengketa. la berinduk pada persatuan. Untuk menjaga agar induk-kekayaan itu tidak rebah, maka raja harus terus-menerus memikirkan kebaikan dan kesejahteraan negeri dan rakyatnya; raja harus melakukan pertimbangan matang atas seluruh kebijakan dan tindakannya,

213Fachruddin Ambo Enre, dkk.Pappasenna ToMaccae Ri Luwuq Sibawa Kajao Lalidqdong Ri Bone, h. 8

305

serta memiliki kepandaian menyampaikan kata-kata dan menanggapi kata-kata, sesuai dengan warikkada, aturan atau etik berkata-kata; serta tak terlupa utusannya menyampaikan ada-tongeng, kata-kata yang benar. Di sini, secara tersurat dan tersirat, Kajaolaliddong menunjukkan principium in principii, nilai-dasar yang prinsipil, yaitu lempuk, ada-tongeng dan sipakatau; yaitu kejujuran, kata-kata yang benar dan saling memanusiakan, di dalam konsep budaya politiknya.

Kemudian, Kajaolaliddong menjelaskan :...riaseng macca mpinruk ada, tau tettassalae ri panngaderennge, dan...riaseng macca duppai ada, tau tetassalae ri rapannge, serta...tau tenngallupa surona ri ada-tongennge, tau tettakkalupae ri bicarae.214 Disebut pintar menata katakata adalah orang yang tak melanggar panngadereng ; disebut pintar menanggapi kata-kata adalah orang yang tak melanggar rapang, dan tak terlupa utusannya menyampaikan kata-kata benar, orang yang tak alpa pada bicara, hukum. Penjelasan Kajaolaliddong menunjukkan pandangannya mengenai supremasi hukum. Untuk menjaga persatuan, yang berarti memelihara induk kekayaan negara, hukum harus ditegakkan dan dijadikan pedoman di dalam berbagai aktivitas kenegaraan dan kemasyarakatan. Selanjutnya Kajaolaliddong menunjukan relasi antara acca, kepandaian, dengan lempuk, kejujuran, serta obbik-e, seruan/ penyampaian. Sumber-kepandaian adalah kejujuran, sedangkan saksi kejujuran adalah seruan atau penyampaian, dakwah. Di dalam relasi yang ditunjukkan itu, nilai kejujuran menduduki posisi sentral. Kepandaian yang tidak bersumber atau tidak disertai kejujuran, tidak akan menopang pemeliharaan induk kekayaan negara dan rakyat. Kejujuran harus diserukan, didakwahkan. Secara mendetail Kajaolaliddo menunjukkan contoh-contoh perbuatan yang merupakan perwujudan kejujuran yang harus diserukan:

214Fachruddin AmboEnre, dkk, Pappasenna ToMaccae Ri Luwuq Sibawa Kajao Lalidqdong Ri Bone, h. 9.

306

... iyana riobbireng, Arumpone, makkedae, ajak muala taneng-taneng, taniya tanengtanengmu, ajak muala warang(m)parang, taniy warang(m)parangmu, nataniyato manakmu, ajakto mupassuk tedong, nataniya tedongmu, enrennge annyarang, taniya annyarangmu, ajakto muala aju ripasanrek, nataniya iko pasanrek-i, ajakto muala aju riwetta- wali, nataniya iko (m)petta-waliwi.215 Yang diserukan ialah perbuatan yang merupakan perwujudan kejujuran, yang akrab dengan konteks kehidupan sehari-hari,...yaitu jangan mengambil tetanaman, yang bukan tanamtanamanmu, jangan mengambil harta benda, yang bukan harta bendamu, bukan pula pusakamu, jangan juga mengeluarkan kerbau, yang bukan kerbaumu, serta kuda yang bukan kudamu, jangan juga kau mengambil kayu yang disandarkan, yang bukan kamu menyandarkannya, dan jangan juga mengambil kayu yang ditetak sebelah-menyebelah, yang bukan kamu yang menetaknya.

Kalau sumber kepandaian adalah kejujuran, maka saksinya menurut

Kajaolaliddong adalah perbuatan, dan yang dilakukan ialah norma-norma panngadereng dengan tidak mendengarkan kata-kata buruk dan kata-kata baik.

Maksudnya, melakukan perbuatan sebagai manifestasi dari kepandaian yang bersumber dari kejujuran, tidak terpengaruh oleh bujuk-rayu, sanjungan dan pujian, serta tidak terpengaruh oleh hujatan dan caci-maki. Relasi acca, lempuk, obbi dan gauk, di dalam konsep pemikiran Kajaolaliddong adalah kepandaian bersumber dari kejujuran, kejujuran dipersaksikan dengan seruan, dakwah, dan kepandaian yang bersumber dari kejujuran itu dipersaksikan dengan perbuatan.

Kepandaian dan kejujuran harus diekspresikan dengan dakwah dan perbuatan; yang didakwahkan dan dilakukan adalah panngadereng, penjabaran nilai-nilai

215Fachruddin AmboFachruddin Ambo Enre, dkk, Pappasenna ToMaccae Ri Luwuq Sibawa Kajao Lalidqdong Ri Bone, h. 9

307

dasar. Tampak jelas bahwa pemikiran Kajaolaliddong berdasar pada moralitas yang diimplementasikan di dalam bentuk tindakan nyata.

Aslinya adalah La Mellong. Ada yang menyebut La Mellong lahir pada tahun 1507 M, tetapi sumber pasti menyebut dia berkiprah antara abad ke-16 dan

17. Dia diperkirakan sezaman dengan filosuf politik Italia, Nicolo Machiavelli.

Akan tetapi, patut kita catat, bahwa ketika Machiavelli mengabaikan etika atau moral dalam pertarungan politik, maka Kajaolaliddong justru menganjurkan agar penguasa lebih jujur dan bijaksana. Sejak kecil dalam diri Lamellong telah nampak adanya bakat-bakat istimewa untuk menjadi seorang ahli pikir yang cemerlang.. Bakat-bakat istimewa itu kemudian nampak menjelang usia dewasanya yang dilatarbelakangi iklim yang bergolak, di mana pada zaman itu

Gowa telah berkembang sebagai kerajaan yang kuat di jazirah Sulawesi Selatan.

Lamellong dikenal sebagai orang yang paling berperan dalam menciptakan pola dasar pemerintahan Kerajaan Bone di masa lampau. Tepatnya pada abad ke-16 masa pemerintahan Raja Bone ke-6 La Uliyo Bote E dan raja Bone ke-7 Tenri

Rawe BongkangngE. Lamellong muncul ibarat bintang gemilang di kerajaan.

Dengan pokok-pokok pikiran tentang hukum dan ketatanegaraan. Pokok-pokok pikiran beliau menjadi acuan bagi Raja dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan. Tentang Lamellong di tanah Bugis, dilacak melalui sumber-sumber lisan berupa cerita rakyat dan catatan sejarah, baik dari lontara maupun tulisan- tulisan lainnya. Serpihan tulisan yang ada lebih banyak mencatat tentang buah pikirannya yang menyangkut Konsep Hukum dan Ketatanegaraan dalam bahasa

Bugis Bone disebut Pangngadereng.(Sistem Norma). Adapun sistem norma

308

menurut konsep Lamellong (Kajao Lalliddong) sebagai berikut : 1.ADE. Ade merupakan komponen pangngadereng yang memuat aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat. Ade sebagai pranata sosial di dalamnya terkandung beberapa unsur antara lain: Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Raja Bone ke-4

We Benrigau. a. Ade pura Onro, yaitu norma yang bersifat permanen atau menetap dengan

sukar untuk diubah. b. Ade Abiasang, yaitu sistem kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat

yang dianggap tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia. c. Ade

Maraja, yaitu sistem norma baru yang muncul sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. 2.Bicara. Bicara adalah aturan-aturan

peradilan dalam arti luas. Bicara lebih bersifat refresif, menyelesaikan

sengketa yang mengarah kepada keadilan dalam arti peradilan bicara

senantiasa berpijak kepada objektivitas, tidak berat sebelah. c. Rapang. Rapang adalah aturan yang ditetapkan setelah membandingkan

dengan keputusankeputusan terdahulu atau membandingkan dengan keputusan

adat yang berlaku di negeri tetangga. d. Wari. Wari adalah suatu sistem yang mengatur tentang batas-batas

kewenangan dalam masyarakat, membedakan antara satu dengan yang lainnya

dengan ruang lingkup penataan sistem kemasyarakatan, hak, dan kewajiban

setiap orang. Setelah agama Islam resmi menjadi agama Kerajaan Bone pada

abad ke-17, maka keempat komponen pangngadereng (Ade, Bicara, rapang,

dan wari) ditambah lagi satu komponen, yakni Sara (Syariah). Dengan

309

demikian ajaran Kajaolalliddong tentang hukum yang mengatur kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kominitas dalam wilayah kerajaan, dengan ditambahkannya komponen sara diatas menjadi semakin lengkap dan sempurna. Ajaran Kajaolaliddong ini selanjutnya menjadi pegangan bagi kerajaan-kerajaan Bugis yang ada di Sulawesi Selatan. Dapat dikatakan, bahwa lewat konsep Pangngadereng ini menumbuhkan suatu wahana kebudayaan yang tak ternilai bukan hanya bagi masyarakat Bugis di berbagai pelosok nusantara. Bahkan ajaran Kajaolalliddong ini telah memberi warna tersendiri peta budaya masyarakat Bugis, sekaligus membedakannya dengan suku-suku lain yang mendiami nusantara ini. Semasa hidupnya

Kajaolalliddong senantiasa berpesan kepada siapa saja, agar bertingkah laku sebagai manusia yang memiliki sifat dan hati yang baik. Karena menurutnya, dari sifat dan hati yang baik, akan melahirkan kejujuran, kecerdasan, dan keberanian. Diingatkan pula, bahwa di samping kejujuran, kecerdasan, dan keberanian maka untuk mencapai kesempurnaan dalam sifat manusia harus senantiasa bersandar kepada kekuasaan Dewata SeuwwaE (Tuhan Yang Maha

Esa). Dan dengan ajarannya ini membuat namanya semakin populer, bukan hanya dikenal sebagai cendekiawan, negarawan, dan diplomat ulung, tetapi juga dikenal sebagai pujangga dan budayawan. Nama dan jasanya sampai kini terpatri dalam hati sanubari masyarakat Bone khususnya, bahkan masyarakat bugis pada umumnya. Dia adalah peletak dasar konsep-konsep hukum

(Pangngadereng) dan ketatanegaraan yang sampai kini masih melekat pada sikap dan tingkah laku orang Bugis.

310

Pemikiran Kajaolaliddong mengenai adat, peradilan, yurisprudensi, dan tatapemerintahan sudah cukup lengkap. Bahkan, kata penyair yang dijuluki Si

Burung Merak itu, pemikiran Kajaolaliddong itu mendahului kode Napoleon.

Kajaolaliddong (La Mellong) diangkat menjadi penasehat dan Ia hidup mendampingi beberapa Arumpone (gelar raja Bone), pada masa pemerintahan La

Tenri Rawe Bongkange. Pada masa pemerintahan ini, kerajaan Bone mengalami perkembangan sangat pesat dan membawa kerajaan Bone dalam kebesarannya, berkat sumbangsih pikiran Kajaolaliddong, dalam memajukan ekonomi, tata pemerintahan, militer dan hubungan luar negeri kerajaan Bone. Pemikiran La

Mellong ini mirip dengan pemikiran Karaeng Pattingalloang. Terlepas dari itu, semua warisan kearifan para pendahulu ini bukan untuk diperdebatkan, namun untuk diambil hikmahnya. Serta diaplikasikan pada konteks kekinian. Ada tonging nasibawa tike (kebenaran kata yang dibarengi kewaspadaan). Siri nasibawai getting (rasa malu atau harga diri dibarengi keteguhan hati).

Awaraningeng nasibawai nyamekkininnawa (keberanian dibarengi kasih sayang).

Appesona ri Dewata seuwae (berserah diri kepada tuhan yang maha esa) Dari lima komponen tersebut, kajaolaliddong menitikberatkan pada tiga komponen yakni ; kejujuran, kecerdasan dan keberanian. Dalam naskah-naskah filsafat, politik dan sosial, khususnya arahan dan nasehat terhadap pemimpin Negara atau kerajaan dan masyarakat, tampak bahwa jumlah naskahnya kelihatan lebih menonjol terutama terkait dengan proses dialog dan kerjasama antara satu kerajaan dengan kerajaan lain. Ajaran kajaolaliddong mengenai pemerintahan yang dikatakannya sebagai inanna waramparange yaitu pokok kekayaan,

311

kemakmuran dan keadilan ialah: a. Perhatian raja terhadap rakyatnya dengan mendahulukan kepentingan mereka daripada kepentingannya sendiri. b. Perhatian raja terhadap kecerdasan dan kepintran melayani kepentingan masyrakat, dan c.

Kejujuran pada setiap tindakan dan perbuatannya baik dalam penyelenggaran hukum maupun dalam penyelenggaraan kebutuhan masyrakat. Tiga macam ajaran demokrasi dengan pembatasan kekuasaan raja. Raja tidak boleh bertindak sewenang-wenang meskipun ia diberi kekuasaan menjalankan undang-undang.

Perhatian sepenuhnya diarahkan pada kepentingan rakyat sesuai dengan amanah yang dipercayakan kepadanya, oleh karena itu raja harus jujur, cerdas dan berani menjalankan hokum tanpa pilih kasih kepada siapa yang dikenai aturan hukum.

Kerajaan-kerajaan kecil yang merdeka di Sulawesi Selatan satu demi satu ditaklukkan oleh kerajaan Gowa, baik secara damai maupun kekerasan. Hanya

Kerajaan Bonelah yang masih dapat mempertahankan diri dari ekspansi Gowa.

Akan tetapi lambat laun Kerajaan Bone dalam keadaan terkepung menyebabkan kerajaan dan rakyat Bone dalam situasi darurat, namun akhirnya dua kerajaan yang berseteru itu berdamai. Dalam berbagai catatan Lontarak maupun sumber- sumber lisan lainnya menyebutkan, Kajaolaliddong semasa hidupnya tidak pernah berbohong, tegas dan jujur dalam segala tindakan, sangat bersahaja dan murah hati, berani menghadapi musuh dan tangkas dalam mengajukan argumentasi saat berdiplomasi.

Kepandaiannya menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya.hal tersebut membuat namanya semakin lama semakin dikenal di

Wanuwa Cina dan sekitamya. Bagi La Mellong, tidak ada pertanyaan yang tidak

312

ada jawabannya. Setiap jawaban dari La Mellong penuh dengan simbol dan metafora, sehingga orang yang mendegarkan menjadi takjub. Ucapan-ucapannya sering dinilai orang sebagai tidak berimbang dengan usianya ketika itu, yang masih terbilang kanak-kanak.wawasannya sangat luas, pengetahuan yang dimilikinya jauh melebihi kepantasan usianya. Seperti anak-anak kampung lain, pada waktu senggang La Mellong selalu menggunakan kesempatan untuk bermain dengan teman-temannya. Dalam bermain La Mellong selalu memperlihatkan sifat kejujuran, apabila tejadi perselisihan diantara teman bermainnya, La Mellong selalu tampil sebagai penengah.ia selalu dapat menemukan jalan pemecahan dengan cara yang adil. Dengan demikian di kalangan teman-temannya, La

Mellong dianggap sebagai penengah yang bijaksana. Rupanya pengalaman- pengalaman dalam memecahkan masalah itu membentuk sosok La Mellong menjadi cepat dewasa, cerdas dan terampil untuk berbagai hal.kendati demikian,

La Mellong tidak pemah memperlihatkan sifat-sifat bangga diri.ia selalu tampil sederhana, bersahaja dan hormat kepada siapa saja. Patuh dan taat kepada kedua orang tuanya. Ketika usia La Mellong beranjak dewasa, semakin nampak pula tanda-tanda gemilang, terutama dalam hal bertutur kata yang selalu membuat orang kagum. Seiring dengan itu, namanya sebagai orang yang memiliki kecerdasan luar biasa mencuat, terkenal bukan hanya sebatas di kampung La, tetapi meluas dalam wilayah Wanuwa Cina dimana ayahnya menjabat sebagai

Matowa.

Terdapat beberapa orang yang mengumpulkan dan memunculkan pappaseng Kajaolaliddong sehingga dapat dikenal oleh orang banyak antara lain:

313

Prof. Andi Zaenal Abidin, SH; Masalah Tradisi dengan Pembangunan Nasional

(1970: 12-13) mengangkat dari Lontara Dialog Raja Bone La Uliyo Bote‘E dengan La Mellong. Mattulada, Latoa (1975, 1986). Abdul Rasak Dg Patunru,

Sejarah Gowa, YKSST, Makassar 1967: Perjanjian Caleppa ini diangkat dalam

Lontara No: 121: ha; 76. YKSST. B.F. Mattes, Boeginesche Christomatie

(1872).

314

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Eksistensi psE Pappaseng Kajaolaliddong bagi Masyarakat Bugis

Persepsi anak-anak dari hasil pengambilan datadi berbagai daerah atau

desa yang terdapat di Kabupaten Bone membuktikan bahwa sekitar90 %

menunjukkan hampir semua anak-anak yang lahir dan besar di wilayah

Kabupaten Bone mengetahui dan pernah mendengarkan serta pernah

diberikan atau disuguhkanPappasengdari orang tuanya. Persepsi orang tua

dari pengambilan data di berbagai daerah atau desa yang terdapat di

Kabupaten Bone membuktikan bahwa sekitar 95% menunjukkan hampir

semua orang tua yang berada di wilayah Kabupaten Bone mengetahui dan

pernah mendengarkan serta pernah memberikan atau menyuguhkan

Pappasengkepada anaknya.

Eksistensi psEPappaseng di papan pengenal tempat umum juga

menunjukkan upaya dalam memperkenalkan serta melestarikan

psEPappaseng yang menjadi kekuatan dalam penanaman moral dan budi

pekerti masyarakat khususnya generasi penerus. Dengan menyuguhkan

Pappaseng di tempat umum secara tidak langsung memperkenalkan

Pappaseng bagi masyarakat, khususnya bagi anak-anak sebagai generasi

penerus tentang kearifan lokal.Menuliskan Pappaseng di papan pengenal

tempat umum merupakan upaya dalam memperkenalkan serta melestarikan

315

Pappaseng yang menjadi kekuatan dalam penanaman moral dan budi pekerti

masyarakat khususnya generasi penerus di Masyarakat Bugis. Hal ini harus

terus dilakukan dan ditingkatkan agar masyarakat tetap mengenal dan

mengetahui kearifan lokal yang pernah ada. Pappaseng yang terdapat pada

papan kedai baca tersebut menjadi bukti bahwa Pappaseng masih eksis atau

terjaga keberadaannya bagi masyarakat di Kabupaten Bone.

EksistensiPappaseng dapat dilihat dengan dituangkannya ke dalam buku

pelajaran muatan lokal yang diajarkan di Sekolah Dasar dan di Sekolah

Menengah Pertama. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa Pappaseng

ditanamkan dan disuguhkan mulai pada tingkat sekolah dasar.Terlebih pada

buku Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah Bugis di tingkat Sekolah

Menengah Tingkat Pertama, di sampulnya menuangkan tema ―Ada

Pappaseng‖. Sangat jelas terlihat eksistensiPappaseng bagi masyarakat Bugis

yang dituangkan pada buku mata pelajaran, mulai dari sampul hingga ke

substansi mata pelajaran yang menyajikan Pappaseng.

2. Kontribusi Pappaseng bagi masyarakat Bugis a. PappasengSebagai dasarKepercayaan

Pappaseng merupakan dasar kepercayaan yang menjadi dasar kepercayaan

masyarakat Bugis, Salah satu kepercayaan yang masih dipegang hingga

sekarang adalah Towani Tolotang. Agama Towani Tolotang dianut oleh

sebagian masyarakat Sindenreng Rappang, terutama di beberapa bagian

pedalaman. Agama tersebut merupakan suatu kepercayaan yang

mempercayai adanya kekuasaan alam yang tinggi yang mereka namai to

316

plRoea To PalanroE (orang yang mencipta), edwt esauwea

Dewa SeuwaE (Dewa yang tunggal). Mereka mempercayai sebuah kitab

suci, namanya Mitologi Galigo. Mereka menganggap ajaran dalam kitab ini

sebagai jalan kebenaran yang tinggi, dan disitulah mereka mengambil

pedoman tentang tata cara hidup kemasyarakatan seperti perkawinan di

antara mereka, termasuk upacara dalam hidup keagamaan mereka lakukan

dengan sangat ketat. Pada zaman dahulu orang Bugis tidak menguburkan

mayat mereka, akan tetapi dibakar dan hasil pembakarannya dimasukkan ke

dalam guci. Tentang pembakarannya mayat tersebut ada hubungannya

dengan kepercayaan agama Tolotang atau Toani yang diduga asalnya dari

Ware Luwu sebagai tempat asal Mitologi Galigo. b. Pappaseng sebagai Filsafat

Salah satu dasar Filsafat yang terjaga eksistensinya adalah tolong-

menolong (asitulutuluGEassitulung-tulungéng) pada masyarakat Bugis

tertuang dalam falsafah hidup rEb siptoko.mli siprep.siruai

emeR tEsuruai no.mlilu sippkaiGE maigEpi mupj― Rébba

sipatokkong, mali siparappe, Sirui menre téssurui nok, malillu sipakaingé,

maingéppi mupaja”. Artinya, rebah saling menegakkan, hanyut saling

mendamparkan, saling menarik ke atas dan tidak saling menekan ke bawah,

terlupa saling mengingatkan, nanti sadar atau tertolong barulah berhenti.

Filosofi tersebut memberi pesan agar orang selalu berpijak dengan teguh

dan berdiri kokoh dalam mengarungi kehidupan. Harus tolong-menolong

317

ketika menghadapi rintangan dan saling mengingatkan untuk menuju jalan

yang benar. c. Pappaseng Sebagai Sosial

Budaya gotong-royong merupakan budaya nenek moyang. Beberapa

orang mempercayai akan keberadaan Kajaolaliddong didasarkan atas bukti

sejarah dan sumber-sumber lisan serta bukti tinggalan seperti sisa-sisa kulit

kerang yang merupakan makanan sehari-hari Kajao. Tolong-menolong,

sebagai sebuah pranata dalam sistem kemasyarakatan, timbul dalam

masyarakat sebagai akibat dari keterbatasan anggota masyarakat ataupun

lingkungan dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam perspektif struktural-

fungsional, keberadaan pranata tolong-menolong dalam struktur sosial

masyarakat karena pranata ini dapat menjadi komponen dalam struktur yang

mampu mengatur pemenuhan kebutuhan masyarakat.Ajaran-ajaran kebaikan

tolong menolong dan aturan-aturan hukum yang diberikan oleh

Kajaolaliddong masih dijalankan hingga saat ini di desa Kajao. d. Pappaseng Sebagai Sejarah

Desa Kajao merupakan bagian dari pemekaran desa Wallangi. Desa ini

merupakan tanah kelahiran dari seorang penasehat hebat kerajaan Bone

yang mengantarkan kerajaan Bone pada puncak keemasannya. Banyak dari

nasehat-nasehatnya yang dijadikan bahan pertimbangan dalam setiap

hubungan diplomasi antara kerajaan Bone dan kerajaan Bugis lainnya di

Sulawesi Selatan. Desa ini diyakini sebagai tanah kelahiran Kajaolaliddong

karena banyaknya bukti tinggalan yang dipercayai sebagai bukti keberadaan

318

Kajaolaliddong di Desa tersebut. Antara lain sisa makanan laut (siput), atap

rumah, dan kuburan. Keterlibatan Kajao dalam pemerintahan Kerajaan

Bone diperkirakan pada masa jabatan Raja La Uliyo Bote‘E (1543-1568)

dan masa pemerintahan raja Bone ke-7 yakni La Tenri Rawe BongkangngE

(1568-1584). Kerajaan Bone sangat berkembang berkat sumbangsih

pemikirannya.

3. Fungsi Pappaseng sebagai budaya Kajaolaliddong di desa Kajaolaliddong

Menjadi spirit tersendiri bagi masyarakat dan menjadi kebanggaan yang dimiliki sebagai pewaris dan keturunan Kajaolaliddong yang berada di desa tersebut yakni Pemimpin Jujur dan Bijaksana, demokratis, Penanaman system norma, Peninggalan Pusaka, Gaya pengungkapan atau Gaya Bahasa,

Kejujuran dan Kepandaian Sebagai Dasar Moral, dan sikap secara individu dan bermasyarakat.

Kejujuran dan kebijaksanaan menjadi kunci kepemimpinan yang ditekankan oleh Kajao Laliddong. Ia punya kemiripan dengan filsuf besar Yunani,

Plato, yang senantiasa menekankan kebaikan dan kebijaksanaan dalam inti filsafatnya. Padahal, hampir bisa dipastikan, Kajaolaliddong tidak pernah bertemu dengan Plato.

Ini menarik, setidaknya untuk membuktikan bahwa peradaban di timur sudah sangat maju jauh sebelum kedatangan kolonialisme. Alih-alih para kolonialis datang untuk membuat bangsa timur menjadi beradab, justru menghentikan perkembangan maju tersebut dan malah mempertontonkan kekejian kepada dunia timur.

319

Gagasan-gagasan Kajaolaliddong sangat dekat dengan demokrasi. Dalam gagasan-gagasannya, Kajao jelas sekali menentang kekuasaan raja yang tidak terkontrol dan tidak dibatasi. Seorang raja, di mata Kajao Laliddong, tidak boleh terpejam matanya siang dan malam untuk memikirkan kebaikan negerinya.

Jika biasanya raja digambarkan berkuasa mutlak, dan karenanya kata-kata atau perintahnya tidak bisa dibantah, maka Kajaolaliddong sudah menganjurkan kepada raja-raja Bugis untuk senatiasa mengkaji segala sesuatunya sebelum bertindak, pandai berbicara dan menjawab pertanyaan, dan memilih utusan yang senantiasa dapat dipercaya.

Tentang Lamellong di tanah Bugis, dilacak melalui sumber-sumber lisan berupa cerita rakyat dan catatan sejarah, baik dari lontara maupun tulisan-tulisan lainnya. Serpihan tulisan yang ada lebih banyak mencatat tentang buah pikirannya yang menyangkut ―Konsep Hukum dan Ketatanegaraan‖ dalam bahasa Bugis

Bone disebut ―Pangngadereng‖.

Dalam lintasan perjalanan Kerajaan Bone dilukiskan, betapa besar jasa

Lamellong dalam mempersatukan tiga Kerajaaan Bugis, yakni Bone, Soppeng, dan Wajo, dalam sebuah ikrar sumpah setia untuk saling membantu dalam hal pertahanan dan pembangunan kerajaan. Ikrar ini dikenal dengan nama

―Lamumpatua‖ ri Timurung tahun 1582 pada masa pemerintahan La tenri Rawe

BongkangngE.

Sejak kecil dalam diri Lamellong telah nampak adanya bakat-bakat istimewa untuk menjadi seorang ahli pikir yang cemerlang. Bakat-bakat istimewa itu kemudian nampak menjelang usia dewasanya yang dilatarbelakangi iklim yang

320

bergolak, di mana pada zaman itu Gowa telah berkembang sebagai kerajaan yang kuat di jazirah Sulawesi Selatan. Kerajaan-kerajaan kecil yang merdeka di

Sulawesi Selatan satu demi satu ditaklukkannya baik secara damai maupun kekerasan. Hanya Kerajaan Bone yang masih dapat mempertahankan diri dari ekspansi Gowa. Akan tetapi lambat laun Kerajaan Bone dalam keadaan terkepung menyebabkan kerajaan dan rakyat Bone dalam situasi darurat, namun akhirnya dua kerajaan yang berseteru berdamai.

Sebagai pusaka peninggalan konon pada suatu hari, Lamellong pernah mengambil pohon ‖Nyelle― yang masih kecil untuk dijadikan tongkat. Namun karena tongkat itu tidak lagi digunakan maka dipancangkannya di atas tanah.

Ternyata tongkat kayu itu kemudian tumbuh dengan suburnya, sampai sekarang pohon itu masih ada. Bahkan pohon besar itu dijadikan penanda oleh penduduk setempat kapan mulainya musim tanam jagung. Menurut para petani di kampung

Lalliddong apabila pohon nyelle itu sudah betul-betul rimbun maka tibalah saatnya menanam jagung. Selain itu pelaut-pelaut dari Sulawesi Selatan dan

Tenggara yang akan berlabuh di Barebbo, maka pohon itulah dijadikan sebagai pedoman. Menurut mereka, selagi masih jauh dari daratan sudah kelihatan, puncak pohon ini sayup-sayup melambai.

Pemikiran Kajaolaliddong disampaikan secara dialogis, berupa tanya- jawab antara Kajaolaliddong dan Arumpone (Raja Bone) BongkanngE.

Dialog dimulai dengan pertanyaan Kajaolaliddong yang cenderung merupakan pertanyaan menguji pengetahuan Raja Bone. Jawaban Raja Bone kemudian dijelaskan oleh Kajaolaliddong. Inti penjelasannya merupakan intipemikiran

321

Kajaolaliddong. Gaya dialogis yang digunakan di dalam penyampaian pemikiran

Kajaolaliddong merupakan gaya tersendiri, yang tidak banyak digunakan cendekiawan Bugis-Makassar yang lain, kecuali MaccaE ri Luwu yang berdialog dengan La Basok To Akkarangeng, Datu Soppeng. Kata-kata yang digunakannya

(diksi) cenderung dipilih secara ketat sehingga mendukung makna yang hendak disampaikannya. Hal ini berkaitan dengan pandangan Kajaolaliddong yang mengemukakan pentingnya macca mpinruk ada (kepandaian menciptakan kata- kata) dan macca duppai ada (kepandaian menanggapi kata-kata). Kajaolaliddo misalnya, menggunakan kata mubakurie, yang diartikan yang engkau miliki 1, dan yang diartikan yang engkau punyai. 2 Kedua terjemahan itu, kurang mencerminkan makna secara utuh. Mubakurie secara harfiah berarti yang engkau bakuli 3. Diksi ini digunakan Kajaolaliddong untuk mengemukakan makna bukan memiliki, melainkan menjaga, memelihara atau mengayomi. Bakul adalah tempat menyimpan, memelihara dan menjaga benda yang disimpan di dalamnya. Sesuai dengan akkatenningeng atau pegangan adat, raja tidak memiliki, tidak mempunyai apa-apa, melainkan hanya menjaga, memelihara dan mengayomi negara, rakyat, dan kekayaannya. Diksi mubakurie menunjukkan makna terakhir itu. Di dalam dialog itu, Kajaolaliddong tidak menggunakan sapaan honorifik. Kepada Raja

Bone, Kajaolaliddong menggunakan sapaan orang kedua mu, seperti muaseng

(yang engkau sebut), mubakurie dan Iain-lain. Di dalam ivarikkada (etik berbahasa) sapaan mu ditujukan kepada orang kedua yang usianya lebih muda, atau sahabat akrab, atau derajatnya lebih rendah. Demikian pula, Kajaolaliddong tidak menggunakan sapaan puang, petta atau junjunganku tetapi langsung

322

menyebut jabatan Arum-pone (Raja Bone), padahal di dalam warik (aturan), seorang abdi yang berbicara dengan rajanya harus menyertakan kata puakku, atau petta. Kajaolaliddong menggunakan sapaan mu dan sapaan Arumpone, diduga merupakan pencerminan dari kedudukan to acca (orang pandai) di dalam stratifikasi sosial Bugis- Makassar; yaitu sebagai guru-bangsa atau guru-negara.

Pemikiran dasar Kajaolaliddo, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar budaya politik dan norma-norma pengaturan negara, antara lain dapat ditemukan di dalam Pappaseng (wasiat, pesan) Kajaolaliddong, terutama di dalam dialognya dengan Arumpone (Raja Bone).Kalau sumber kepandaian adalah kejujuran, maka saksinya menurut Kajaolaliddong adalah perbuatan, dan yang dilakukan ialah norma-norma panngadereng dengan tidak mendengarkan kata- kata buruk dan kata-kata baik. Maksudnya, melakukan perbuatan sebagai manifestasi dari kepandaian yang bersumber dari kejujuran, tidak terpengaruh oleh bujuk-rayu, sanjungan dan pujian, serta tidak terpengaruh oleh hujatan dan caci-maki.

Relasi acca, lempuk, obbi dan gauk, di dalam konsep pemikiran

Kajaolaliddong adalah kepandaian bersumber dari kejujuran, kejujuran dipersaksikan dengan seruan, dakwah, dan kepandaian yang bersumber dari kejujuran itu dipersaksikan dengan perbuatan. Kepandaian dan kejujuran harus diekspresikan dengan dakwah dan perbuatan; yang didakwahkan dan dilakukan adalah panngadereng, penjabaran nilai-nilai dasar. Tampak jelas bahwa pemikiran

Kajaolaliddong berdasar pada moralitas yang diimplementasikan di dalam bentuk tindakan nyata.

323

B. Implikasi Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengemukakan implikasi penelitian sebagai rekomendasi untuk dapat dijadikan bahan bacaan bagi yang membutuhkan dan pertimbangan bagi pemerintah, Kementerian Agama, para pakar agama dan budaya, bahwaEksistensi Pappaseng Kajaolaliddong bagi masyarakat Bugis masih terjaga dan masyarakat masih menggunakan sebagai pedoman di kehidupannya sehari-hari. Terbukti dengan masyarakat sebagai orang tua masih mengajarkan Pappaseng kepada anak cucunya dan anak masih mau mendengarkan petua dari orang tua berupa Pappaseng. Begitu pula konstribusi

Pappaseng dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berupa dasar kepercayaan, Sejarah, Sosial dan filosofi bagi masyarakat Bugis di Sulawesi

Selatan. Namun secara khusus, implikasi penelitian, diharapkan:

1. Pappasengmenjadi inspirasi bagi masyarakat lain untuk mengangkat filosofi

kearifan yang ada di daerahnya dan menggali aspek serta nilai kearifan lokal

yang terdapat di dalamnya.

2. Masyarakat senantiasa menanamkan nilai-nilai kearifan lokal mereka seperti

Pappasengdalam masyarakat Bugis sehingga berimplikasi positif dalam

kehidupan sehari-hari.

3. Setiap masyarakat harus memiliki pedoman yang sangat Filsafatsebagai

tameng dan filter dengan merekonstruksi bentuk dan makna kearifan lokal

dan menonjolkan kearifan lokal sebagai bentuk kepercayaan, Sejarah, Sosial

dan Filsafat.

324

4. Menjadi bahan bacaan tentang filosofi hidup masyarakat Bugis yang tertuang

dalam tulisan tentang eksistensi dan kontribusi Pappaseng Kajaolaliddong

bagi Masyarakat Bugis

325

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah , Hamid. Manusia Bugis Makassar .Jakarta Inti Idayu Press 1985. Abdullah, Irwan, dkk.,Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global. Cet. II; Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM dan Pustaka Pelajar, 2008. Abdullah , Taufik.. Sastra dan Akar Tradisi. Horison XXVIII (01) : 4—5, 1994 Abdullah, M. Amin, Problem Epistemologis-Metodologis Pendidikan Islam, dalam Abd. Munir Mulkhan et al., Religiusitas Iptek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998Ahmad, Ahmad, Kadir. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif . Edisi Pertama; Makassar: CV indobis, 2003. Al Ira ‗y. Muhammad ‗Athif. al Falsafah Al Isamiyyat Darul Ma‘arif Kairo, 1978. Adimihardja, Kasanka..Antropologi Sosial.Bandung Tarsito. 1983 Al-Attas, Syed M. Naguib.Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Bandung Penerbit Mizan, 1990. Alfisyah dkk. Kearifan Religi Masyarakat Banjar Pahuluan. (Banjarmasin: FIKP Unlam Banjarmasin Artikel Ilmiah.

Ali Syahbana, Sutan T. Antropologi Yang Dinamik pada Zaman yang menentukan dalam Sejarah.Dalam Effendi dkk. (Eds). Membangun Martabat Manusia (hl.269 – 274). Yogyakarta Gajah Mada University Press, 1992. Ali, Lukman, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1997 Ali. Wafirul. Anatomi Bubungan Tinggi Sebagaimana Rumah Tradisional Utama Dalam Kelompok Rumah Banjar. Jakarta: Universitas Muhammadiyah.

Aman, Rahim dkk..Profil Pemikiran Banjar suatu Kajian Perbandingan SUku Banjar Di Malaysia dan di Indonesia. Malaysia Journal of Society and Space 8 issue 8. Pusat Pengajian Bahasa, Kesusasteraan dan Kebudayaan Melayu, Fakulti Sains Sosial dan Kemanusiaan, Universiti Kebangsaan Malaysia.2012

Amir, Andi Rasdiana, dkk.. Bugis-Makassar dalam Peta Islamisasi. Ujung Pandang: IAIN Alauddin.1982

Andaya. L.Y. ―Surat Raja Bone, La Patau Paduka Sri Sultan Indris Azim Ud-din (memerintah 1696-1714) dan Sira Daeng Talele Karaeng Ballajawa kepada

326

pemerintah Agung 1697), Dalam Harta Karun , Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia Eropa dari Arsip VOC di Jakarta, dokumen 17. Jakarta Arsip Nasional Republik Indonesia, 2014.

Ariany. Farida .. Tradisi Kawin Cerai Pada Masyarakat Suku Sasak Lombok Serta Akibat Hukum Yang Ditimbulkannya.(Jurnal Angkareang Mataram Volume 2 No 4 Desember.2016

Asriati. Afifah.. Tari Pasambahan Dalam Falsafah Minang Dalam Perspektif Alim Ulama Kota Padang. (Padang : Fakultas Bhaasa dan seni, Humanis Volume XI No.2.2012

Ankersmit, Frank. Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah. (Jakarta: 1987).

Bao,Martia Valentine Bure .Tari Hode Ana Dalam Upacara Ritual Londong Ana Suku Liwun Etnik Lewolema Kecamatan Lewolema Kabupaten Flores Timur Propinsi Nusa tenggara Timur. Yogyakarta: UNJ, Skripsi Pendidikan Seni Tari.2014

Bekker, Anton, dkk. Metodologi Penelitian Filsafat (Kanisius, 2000)

Bigalke, Tracew. Sejarah Sosial Toraja. Terjemahan M.Yuanda Zara (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016) Bonneff.Marcel, dkk.. Citra Masyarakat Indonesia.Jakarta Sinar Harapan.1983 Broome, J.H. Rousseau ; a study of his thought (Edward Arnold, London, 1963) Cassirer, Ernest. “Manusia dan Kebudayaan” Terjemahan oleh Alois A. Nugroho. 1987. Jakarta Penerbi t PT. Gramedia. Daeng, Hans J., Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan: TinjauanAnropologisPengantar Dr. Irwan Abdullah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2000.

Danandjaja, James. 1988. Antropologi Psikologi : Teori Metode dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta Raja Wali Press. Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002 Digilib.UINSBY.ac.id.

Daulima, Farha. Terbentuknya Kerajaan Limboto-Gorontalo Limboto: Galeri Budaya Daerah LSM ―Mbu‘i Bungale‖ 2004.

Daulima, Farha. Dialog Tentang Budaya Daerah Bersama Bunda Farha Daulima. Gorontalo: Galeri Budaya Daerah LSM ―Mbu‘I Bungale‖ 2008.

327

Desfiarni. Rangsang Awal sebagai Motivasi dalam Pembelajaran Koragrafi di Jurusan Pendidikan sendratasik (2001) Dharmawan, Mas‘ud Rahman , Pengertian, Pengembangan Siri‟ Pada Suku Mandar ujung Pandang 14 April 1977 Djamaris, Edwar. Metode Penelitian Filologi. CV. Manasco, 2002 Enre, Fakhruddin. A..Ritumpanna Walenrengnge : Suatu Telaah Filologis. Ujung Pandang Istitut Kegruan dan Pendidikan Ujung Pandang, 1982 Enre, Fakhruddin. A. Pappaseng To Maccae ri Luwuq Sibawa Kajaolaliqdong ri Bone (Transliterasi dan terjemahannyake dalam bahasa Indonesia) (Makassar: Departemen Pedidikan dan Kebudayaan Sulawesi Selatan, La Galigo, 1986-1987). Enre, Fakhruddin. A. Beberapa Nilai Sosial Budaya Dalam Ungkapan Sastra Bugis. Phinisi Journal Pendidikn Bahasa dan Seni 1 (3) : 1—32, 1992. Erni, Budiwanti. Islam Sasak (Yogyakarta: LKis, 2016)

Ersina. Sriany dkk. Genius Loci Pada Perkampungan Senaru Suku Sasak Kabupaten Lombok Barat. (Makassar : Nature (National academic Jurnal of Architecture)).

Farid, A. Z. Abidin. Benih-benih Pancasila yang terpendam dalam Lontara Bugis : Suatu Percobaan Menggali Unsur-unsur Pancasila dari Naskah-Naskah Kuno. Jurnal Lontara Universitas Hasanuddin. Nomor 19 tahun ke XXIII : 69 - - 92 , 198. Farid, A. Z. Abidin. Siri‟ Dan Kriminalitas Serta Pembinaan Hukum Ujung Pandang 04 Juni 1977 Farid, A. Z. Abidin..Perbandingan Buku Sastra I La Galigodengan Cerita Rakyat di Sulawesi Tenggara tentang hubungan raja-raja di Sulawesi Selatan dan raja-raja di Sulawesi Tenggara.Makalah di sajikan pada Dies Natalis Universitas Haluoleo, di Kendari, 1991 Farid, A. Z. Abidin. Nilai Budaya Sirik sebagai Motivasi untuk meningkatkan Mutu Pendidikan di Sulawesi Selatan.Makalah disajikan pada seminar Nasional dan Diskusi Panel Pendidikan di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, Januari 1992. Fatimah. Siti .Gender Dalam Komunitas Masyarakat Minangkabau teori Kajian dan Praktek dan Runag Lingkup Kajian. Jurnal Ilmiah Kajian Gender. Fernandez, Stephanus Osias, Kebijakan Manusia Nusa Tenggara Timur DuludanKini.Ledalero: Sekolah Tinggi Filsafat Katolik.1990.

328

Fernandez, Inyo Yos., Relasi Historis Kekerabatan Bahasa Flores: KajianLinguistik Historis komparatif terhadap Sembilan Bahasa di Flores. Ende: NusaIndah.1996.

Gazalba, Sidi. Sistimatika Filsafat III. Jakarta Penerbit PT Bulan Bintang, 1980 George N. Atiyeh. Al-Kindi tokoh filosof muslim, Perpustakaan, salman institut teknologi bandung, Hal:7,cetakan I.1403 H-1983 M Ghono, John, ³Nilai Religius Budaya NTT Sebelum dan Sesudah Masuknya Pengaruh Kristianitas´ Makalah Diskusi Panel Sehari Pelestarian Budaya Lokal.1992.

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta Penerbit Kanisius, 1980 Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta Penerbit Kanisius, 1980. Hakim, Agus.Perbandingan Agama : Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi, Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Sikh.Bandung : CV . Diponegoro, 1993. Haddade, Muh.Naim. Ungkapan, Pribahasa, dan Pappaseng: Sastra Bugis. Jakarta : Depdikbud, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986. Hakim, Zainuddin. Pangngaja Tomatoa (Jakarta: Pusat Pembinaan dann Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Pengajaran, 1992). Hamersam, Harry. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1981) Hamid, Abu . To Manurung Dan Nilai Demokrasi Di Sulawesi Selatan Watampone , 14 – 16 -1986 Hanafie, Ahmad. Pengantar Filasafah. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991 Hanafi, M.A. Filsafat skolastik, Penerbit Pustaka Alhusna, jln kebon sirih barat/39 Jakarta Pusat,1986 Hatta, Muhammad..Alam Pikiran Yunani. Jakarta Universitas Indonesia Press dan Tinta Mas, 1986 Hasyimsyah Nasution, M.A. Filsafat islam. Penerbit Gaya Media Pertama Jakarta. Cetakan I, April 1999/Muharram 1429 H https://mawarputrijulica.wordpress.com/2011/03/07/filsafat-ilmu-hubungan-iptek- agama-budaya/

329

H.L. Purnama. Kerajaan Bone Penuh Pergolakann Heroik ( Makassar: Penerbit Arus Timur, 2014) Ibrahim, P.Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Gorontalo. STKIP Gorontalo. 2004 Jacob Sumardjo, dkk. 2001. Seni Pertunjukan Indonesia: Suatu Pendekatan Sejarah.Bandung: STSI Press. Jean Jac ‗ues Rouseau. Du Contract Social (Perjanjian Sosial). Jakarta:Visimedia , 2007. Kern, R.A.I La Galigo. Terjemahan oleh : La Side dan Sagimun M.D. Yogyakarta : Gajah Mada University Press,1993. KJ Veeger.Realitas Sosial: refleksi filsafat sosial atas hubungan individu- masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi. Jakarta: PT Gramedia PustakaKoentjaraningrat (Ed). 1975. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta Penerbit Jembatan, 1990. Koentjaraningrat (Ed). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta Aksara Baru,1989. Koentjaraningrat (Ed). Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional. Jakarta, Universitas Indonesia Press. 1993 Koentjaraningrat (Ed). Mentalitas Pembangunan. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1993. KoranHaluan,.(http://www.harianhaluan.com).14May2012 Kuntowijoyo.Paradigma Islam. Bandung, Mizan, 1989 Kuntowijoyo.Demokrasi dan Budaya Birokrasi.Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya, 1989 Lamallongi, Asmat Riady. Kajaolaliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis (Makassar: La Macca Press, 2006)

La Side Reprensi Tentang Pengertian Perkembangan Siri‟ Pada Suku Bugis Ujung Pandang 6 Mei 1977.

Litera. Volume 15 . nomor 1, April 2015.

Louis O. Kattsoff. Pengantar Filsafat. Penerjemah: Soejono Soemagono- Yogyakarta, 2004. Machiavelli. Sang Penguasa. Jakarta: PT Gramedia, 1987.

330

Madjid, Nurcholis. Islam, Doktrin dan Peraadaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan , dan Kemoderenan. Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina,1992. Mahmud. Kebudayaan Sulawesi Selatan (Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, 1976) M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Magnis - Suseno, Franz.Etika Jawa: SebuahAnalisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa.Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama, 1984. Magnis - Suseno, Franz..Filsafat, Kebudayaan, Politik: butir-butir Pemikiran Kritis Jakarta:Gramedia Utama, 1992. Magnis-Suseno, Franz.Fisafat sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta:Penerbit Kanisius, 1993. Mangemba H.D. Siri Dalam Pandangan Orang Makassar Ujung Pandang

14 Mei 1977

Maraji. 2015. Jurnal Studi Keislaman Volume 1, Nomor 2, Maret.

Masters, R.D. The Political Philosophy of Rousseau. Oxford University Press, Oxford ,1968. Mattalitti, M. Arif, dkk. Pappaseng To Riolotak. Ujung Pandang: Balai Penelitian Bahasa, 1986 Mattulada. Siri‟ Dan Pembinaan Kebudayaan. Ujung Pandang 15 Mei 1977 Mattulada. Latoa Suatu Lukian Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Gajah Mada University Press, 1985 Maududi, Maulana Abdul A‘ la.Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam. Jakarta:Bumi Aksara, 1995. MG. Andi Moein. Menggali Nilai-nilai Budaya Makassar dan Siri‟ Na Pacce. (diterbitkan Persatuan Perpustakaan Se Dunia, 1990) Michael Riffaterre. Semiotics of Poetry. Bloomington Indiana University Press, 1978. Mochtar. Naim, 1984. Merantau: Pola Migrasi Minangkabau. Gajah Mada University Press. Mochtar Na‘im. 2004. ―Dengan ABS-SBK ( Adat Basandi Syara‟, Syara‟ BasandiKitabullah) Kembali ke Jati Diri‖ dalam Latief, et al., (ed). 2004. Minangkabau Yang Resah. Bandung: CV.Lubuk Agung.

331

Mochtar Naim. 2012.―ABS_SBK: Bagai bunga kembang tak jadi. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-21 Bandung PT. RemajaRosda Karya, 2005 MS. Amir. Adat Minangkabau : Pola dan Tujuan Hidup. (1999) Mudofir, Ali. Kamus Filsuf Barat . Pustaka Pelajar Yogyakarta 2001. Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif Yogyakarta. Rake Sarasin, 1994 Mulia,Musdah.Islam dan Hak Asasi Manusia.Yogyakarta:Naufan Pustaka, 2010 Mustansyir Rizal. dan Munir Misnal. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001 Muzakka, Moh..Penelitian Naskah dalam Refleksi Pengalaman Penelitian Lapangan Ranah Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora. Mudjahirin Thohir (ed).Semarang: Penerbit Fasindo,2011. Nadilla, Dewicca Fatma. Eksplorasi Nilai Falsafah Hidup Orang Banjar pada Pembelajaran Sejarah sebagai Landasan Moral dan Karakter Siswa di Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Pemanfaatan Smartphone untuk Literasi Produktif Menjadi Guru Hebat dengan Smartphone Pascasarjana Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Sebelas Maret.

Naomi, Patiung, Indexicality in Ritual Speech of Death Ritual (Rambu Solo) in Toraja Culture, Function Semiotic analysis‖. Unpublished Dessertation Hasanuddin University, 2017).

Nasikun.Sistem Sosial Indonesia ,Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010. Nasroen. Dasar Falsafah adat Miinangkabau (Jakarta: Penerbit Pasaiman, 1971) Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1987. Noorduyn. Een Achttlende Eeuwse van Wajo. Proefchrift, Leiden,1955. Nur, S.R. Beberapa Aspek Hukum Adat Tata Negara Kerajaan Gorontalo pada masa Sultan Eyato. Ujung Pandang: UNHAS. 1979. Pabottingi, Mochtar. Pembangunan Kebudayaan sebagai Masalah Politik dan Ekonomi. Ulumul Quran V (02) : 4 –16, 1994. Paramadina.Insan Kamil Paham Kemanusiaan dalam Islam: Sebuah Analisis Filsafat – Tasawuf dan Studi Komparatif. Jakarta Yayasan Wakaf Paramadina, 1991

332

Pelras, Cristian. Manusia Bugis. Diterjemahkan oleh Abdul Rahman Abu, dkk. (Jakarta: Forum Jakarta Paris ―Ecole Frncais d‘Extreme Orient, 2006) Poedjawitna, I.R..Manusia dengan alamanya ( Filsafat Manusia ) Jakarta PT Bina Aksara, 1987. Poespowardojo.Soerjanto.Filsafat Pancasila: Sebuah Pendekatan Soso-Budaya. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama, 1994 Poole, Ross. Moralitas dan Modernitas: di Bawah bayang-bayang nihilism. Terjemahan oleh FB Hardiman .Yogyakarta : Penerbit Kanisisus, 1993. Poerwandari K. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi Depok: LPSP3. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007 Punagi, Andi Abu Bakar. Pappaseng (Wasiat Orang Dahulu). Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulsel, 1989 Punagi, H.A.A. Siri dalam Pembentukan Pribadi Dalam Bingkisan Budaya Sulawesi Selatan (Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan nomor II tahun 1986-1987). Purnama, Iman. 2010. Kerajaan Lombok Dulu dan Sekarang. Jakarta: Wadah Ilmu.

Rafael Ragaa Maran. Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya, Cetakan Ketiga, Juli 2007 Rahim, Abdul. Pappaseng Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar. Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provensi Sulawesi Selatan, 2012. Rahim, Rahman. Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis. Hasanuddin University Press, 1985. Ramli, Muhammad. Sinergitas Kearifan Lokal Masyarakat Bugis dalam ImpelementasiKebijakan Publik di Kabupaten Sidenreng Rappang. Disertasi Doktor, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar, 2008. Ratna, Nyoman Kutha. Metodologi Penelitian Kajian Budaya, Ilmu SosialHumaniora Pada Umumnya. Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2010. Rosidi, Ajip. Kebudayaan Daerah dan Keindonesiaan.Prisma. VIII (02) : 50 - - 33, 1979. Sahruddin. Mengenal Pitu Babana Binanga (Mandar) dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah Sulawesi Selatan (Ujung Pandang: CV. Mallomo Karya, 1985).

333

Sahriansyah. Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar. Banjarmasin: Antasari Press.2015.

Said DM, M.Ide. Kamus Bahasa Bugis-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1977 Said, D.M, M.Ide.Konsep Etos Kerja Menurut Sumber Bahasa, Sastra, dan Budaya Bugis. Makassar. Ujung Pandang IKIP. 1997. Said, Mashadi. Konsep Jati Diri Manusia Dalam Lontara‟ dan Pendidikan WatakBangsa.IKIP Malang, Program Strata tiga (S3), 1996. Saiful, Mujani.Muslim Demokrat.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Saleh, M. Idwar. Sekilas Mengenal Daerah Banjar dan Kebudayaan Sungainya Sampai Dengan Akhir Abad 19. Banjarbaru: Museum Negeri Lambung Mangkurat Provinsi Kalimantan Selatan.1986.

Salombe,C. Pengertian, Perkembangan Siri‟ Pada Suku TorajaUjung Pandang 08 Mei 1977. Sastrapratedja, M. S.J.. Konsep Kualitas dan Martabat Manusia: Konsep Budayawan dan Masyarakat . Dalam Effendi dkk . (eds) Membangun martabat Manusia (hlm. 59—63) Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993 Schwegler, Chris M. Anson dan Robert A.The Longman Handbook fr Writers and Readers edisi kedua Reading, M.A. Addison Wesley Educational Publisher, 2000 Siandari. Apriliasti.. Makna Simbolid Pakaian Adat Pengantin Suku Sasak Lombok Barat. (Yogyakarta: Skripsi Program, Pendidikan Seni Rup Fakultas Bahasa dan Seni UNJ.2013

Simon Petrus L. Tjahyadi. Petualangan intelektual. Yogyakarta Kanisius, hlm 73, 2004.

Sirajuddin, Zar. Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya.Pt Raja Grafindo Perada Jakarta cetakan iv , 2010.

Soetriono dkk.Filafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.Penerbit Andi Yogyakarta, 2007.

Sonny Rambet, ― Filsafat Sains ― Makalah Pribadi (PPS 702) Sekolah Pascasarjana/S3 Istitut Pertanian Bogor

Sudirman,. Gumi Sasak dalam Sejarah, Yayasan Budaya Sasak Lestari, Lombok Timur.2007

334

Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitataif dan RD. Bandung : CV. Alfa Beta, 2010. Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian PendidikanBandung: Rosdakarya, 2008 Suparlan M.Ed. Filsafat Sebagai Ilmu Pengantar, Universitas Hasanuddin, UjungPandang, Mei 1995 Suprayogo, Imam. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Cet.II; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003 Suyanto, Rahmat. Tradisi sayyang Pattu‘du di Mandar study Kasus Desa Lapeo Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar ( Mkassar: Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, 2014). Syafile, Ilnu Kencana. Pengantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama, 2004 Syamsul Rizal, Ahmad. Korelasi Sastra dengan Filsafat. www.iDaites.com, 2008 Syarafa, Ismail Asy. Ensiklopedi Filsafat. Penerbit Khalifa. Cetakan Pertama tahun 2002 M. Tandalintin, I.T. Toraja dan Kebudayan ( Tana Toraja, Cetakan III Yayasan Lepongan Bulan, 1987). Tandalintin, I.T. Toraja dan Kebudayan (Makassar: Penerbit Lembaga Kajian dan Penelitian Sejarah Budaya Sulawesi Selatan, 2014) Teeuw, A.Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta Pustaka Jaya, 1988. Tohopi, Ridwan. Tradisi Perayaan Isra‘ Mi‘raj Dalam Budya Islam Lokal Masyarakat Gorontalo. 2012.El Harakah. Volume 14, Nomor 1: 135-155. Wahid, Abdurahman.Islam, Negara, dan Demokrasi. Jakarta:Erlangga, 1999 Yasin, Suradil, dkk. Warisan Salabose sejarah dan tradisi Maulid. (Jakarta : t.t)

Yusrifa. Fitria dkk. Menoropong Strategi Kebudayaan Melalui Kesadaran Hiostoris Pantang Melupakan Leluhur Islam Wetu Telu (Universitas Gadjah Mada. Fakultas Filsafat

Zulfikar. Nilai ungkapan Tradisional Pada upacara Adat Nongimba di Desa Lero Kecamatan Sindue (Pendidikan Sastra Indonesia, t.t)

1

LAMPIRAN 1

Anak-anak

120 100 80 60 40 KOESIONER 1 Ya 20 KOESIONER 1 Tidak 0 KOESIONER 1 % (Ya)

KOESIONER 1 % (Tidak)

Paseng

manfaat

Pappaseng

Pernah diberikan Pernah

Pernah Membaca Pernah

Paseng Orang TuaOrang Paseng

istilah Pappaseng istilah

Mengetahui istilah Mengetahui

Pernah mendengar Pernah Pappasengmemiliki 1 2 3 4 5

Anak-Anak

1 Pernah mendengar istilah Pappaseng 94 % 96 % 2 Mengetahui istilah Pappaseng 3 Pernah diberikan Paseng 52 % Orang Tua

96 % 4 Pernah Membaca Paseng

98 % 5 Pappaseng memiliki manfaat

2

ORANG TUA

120 100 80 60 40 20 KOESIONER 2 Ya 0 KOESIONER 2 Tidak KOESIONER 2 % (Ya)

KOESIONER 2 % (Tidak)

Pappaseng

anak

Pappaseng

Mengetahui istilah Mengetahui

Mengajarkan Paseng Mengajarkan

Pernah Membaca Paseng Membaca Pernah

Pappaseng penting Pappasengpenting untuk

Pernah mendengar mendengar Pernahistilah kepada anak dan keluargaanak kepada dan 1 2 3 4 5

ORANG TUA

1 Pernah mendengar istilah 100% 100% Pappaseng 2 Mengetahui istilah Pappaseng 3 Pernah Membaca Paseng

100% 4 Mengajarkan Paseng 100% kepada anak dan keluarga 5 Pappaseng penting untuk anak 72%

3

LAMPIRAN 2

Hasil rekaman

Kepala desa: Cuma kita tidak bisa menyakini itu, Cuma yang bisa yang

meyakinkan kita itu terhadap adanya fakta-fakta sejarah termasuk

tongkat, kemudian akkanre bojona sibawa bubunna itu yang

mendakan bahwa dia sana tinggal. Kemudian bukti lain dengan

adanya sejarah-sejarah yang kit abaca yang kita sipakai satu sama

lain, kita kaitkan dengan fakta lapangan.

Ustad : iyanaro pak desa karena ini tulisan ilmiah makanya kita harus

turun lapangan, meskipun ada tulisan-tulisan tidak cukup atau

kurang akurat kalau kita tidak sampai ke bawah. Jadi pak desa

bagaimana dimasyrakat itu apakah Pappaseng-Pappasengnya masih

ada sekarang. Karena dalam tulisan-tulisan itu banyak pesannya

dipemerintahan karena memnag banyak khusus pesannya banyak

dipemerintahan namun ada juga pengaruhnya ke masyarakat apakah

masyarakat juga.

Kepala desa: kalau masalah retotika kata-katanya itu makurang kasih tapi

pelaksanaannya masih dilakukan. Mislanya gotong royong. Tapi

kalau kata-katanya tidak terlalu diketahui.

Ustad: makanya itu pak desa kita memang harus tahu dasra dari yang setempat.

Kepala desa : iye, apa bangsanna keamanan dan ketertiban makkaluku tenyilangi

na siruntu kenyenni kajaolaliddo. Dianu bawang pammase na puang

ritaala. Seddi-seddingeng, jadi de to ri pujiale akko desa-desa

4

tetangga makkedai desanna Kajaolaliddo de to ri mabbali

libongeng. Paddongeng na panggulue.

Ustad: islam belum masuk di tanah bone tapi ajaran Kajao Laliddo sudah

mengajarkan kebaikan.

Kepala desa : contohnya saja mesjid, disini sudah lama itu mesjid dibangun tapi

tidak ada bantuan dari peemrintah jadi dibangun dengan dana

gotong royong saja. Kalau kita bicara anak cucunya Kajaolaliddong

tentu makanja pangadereng nya akko kita kasi maja‘. Sehingga

kenyyingne masarakakae kadang tengnga benni engka mabettu ban

motor na makeddai anak muda ―tabe yaro motorku ta ala iya ala

motoro ta‖. Jadi begitu pelaksanaanya jaran Kajao. Makeddai Arung

Yelle manakalasobbo lancengnge arelle attanang ni. Attanang ki

apapun nasaba maja‘ mua dau kajju. Sehingga begitu saya jadi

kepala desa saya pagari itu sebab itu adalah bukti sejarah. yaro Bone

agatosi na arenggi Kajao Laliddo? Nasaba Kajao Laliddo kan

Penasehat di Bone, na tidak tanggung-tanggung na arengngiBone.

Yanaro daerah termasuk Cenrana kan daerahnya Bone riolo.

Cenrana kan daerah na wajo, dengan adanya La mellong accana

mabbicara sehingga walai Ganru sibawa Wanua.Na Wajo na

arengngi nasaba naseng batang-batang ni yaro na ternyata yang na

maksud kampong. Areka Cenrana walai Ganru sibawa Wanua.

Riolo ka ada na gau.

5

Jadi itu, kalau saya liat dampaknya untuk desa Kajao Laliddo itu

sudah sangat luar biasa dan mudah-mudahan harapannya semua

nilai-nilai kebaikan ini terwarisi untuk anak cucu kita.Karena

Kenyengi, pertama belum ada kotak-kotak didesa ini, jadi masih

gotong royong karena ada ceddi kampong de gaga wita meseddi.

Jadi warisan la mellong tentang persatuan masyarakat masih

tumbuh sampai sekarang.

Jadi kalau saya liat seiring perekmbangan jaman makurang ni anak-

anak missengi pasennna Kajao. Maja na akko makedda ka ia mi

sendiri. Kadang malas bacai. Jadi rencana ku dulu waktu saya

pagari itu situs saya mau memperlihatkan kepada dinas kebudayaan

Bone bahwa di desa Kajao Laliddo ada begini. Karena rencana

disitu mau bikin ceddi kotak, engka na koro warakkalae semacam

museum. Nasaba yaro paggalunge riolo sebelum masuk mekanisasi

kita mau bikin semacam suatu tempat untuk berkumpul untuk

orang-orang yang ada pengetahuannya sedikit tentang la Mellong.

Misalnya susunan raja-raja nya kita buat.

Ustad : adi ada dua raja yang memerintah yang dinasehati oleh La mellong

yaitu La tenrirawe dan La Ulio. Nappa la mellong yang rintis

perjajian tellumpoccoe nappa perjanjian Bone dengan Gowa Kajao

Juga. Disini juga banyak saya liat kuburan yang tinggi nisannya

Kepala desa : disini memnag banyak kuburan yang tinggi nisannya tapi belum

bisa kita pastikan niga kubburu yaro. Termasuk puang yaro kubburu

6

cappana watatanane seddena jembatange, yaro riolo saya meyakini kalau itu kuburan masih zaman budda belum islam itu. Nasaba yaoro messanna de na mengganaka bahasa arab. Tapi sekarang sudah saya suruh ubah karena kalau malam ma anu anu masarakae nasaba makkarama.Yaro asunna puang di katumpi I di Cina, engka koro bendungan di katumpi yaro jajinna, yarodo mengawinka de na riseengi kemudian na risengi yang aman duluan. Yaro katumpi engka to tau makkeda lollong asu engka to makedda mallajang.

Lainngi kuburu na laingi allajengngenna, allajengngenna kematian bukan berarti mati disitu tapi itu berarti terakhir dilihat disitu sehingga ada fakta yang dilihat dan yang ditinggalkan dengan adanya telapak kaki. Kalau tempat cemme na koro bulu-bulu bocco- boccoe.

Jadi akko melo ki misseng sejarah na Kajao sappa ki H.Mahmuddin nasaba maega ro naisseng.

Jadi saya pernah baca itu tentang ajarannya kajo ― aja muala aju akko Tania ajumu, aja muala akko Tania idi pasanraei, aja u pesos tedong akko Tania tedongmu‖. Jadi kalau saya liat ajarannya ini masih berlaku sampai sekarang. Karna pernah ada satu kasus disini kampung sepupu sekali berperkara ternyata dendam pribadi. Jadi disamping saya pernah baca kemudian saya perhatikan implementasinya dilapangan oh cocok tongeng mua. Maksudnya masyarakat disini masih erat kaitannya dengan itu semua.

7

Ustad : didalam buku latoa itu ada dibicarakan tentang pemerintahan,

bahwa raja yang baik itu yang bijaksana dan didalam kampung

masyrakat6 tidak bercerai berai. Apakah anda menjiwai hal

tersebut?

Kepala Desa : sangat menjiwai, kalau disini kampung saya akadang mencermati

itu. Manakala kita keluar daerah saya memperhatikana dearah lain

agak amburadul. Atau bansanna matole-tole upikirri Negara

amburadul pemerintahanna. Aja mu matinro sebelum matinro

ra‘yamu, moto ko sebelum moto pa‘banua. Kemudian hal begitu

ada memang gtersirat disitu sebenarnya.

Ustad: apakah kita masih menerapkan kata Mappemali?

Kepala Desa: Akko Mappemali, yang namanya mappemali itu kaulalolo, jadi itu

maksudnya taat hukum. Akko mappemali Iyana na kenna denre.

Makkeda akko Tania agagamu aja mu tanai. Ini masih dimaknai

masyarakat sampai sekarang.

Ustad: kalau disini ada juga hansip atau pos kamling?

Kepala Desa: kalau disini saya bentuk PSM (Pekerja Sosial Masyarakat) jadi

ibaratanya kalau dizaman modern seperti sekarang PSM itu kayak

intelejenku. Jadi saya bagi-bagi wilayahnya nkamu didini, dia sini

jadi bisa di tahu apa yang akan terjadi. Jadi sekecil apapu

permaslaahn cepat terdeteksi. Jadi yang jadi anggota PSM itu hanya

orang-orang tertentu saja.jadi salah satu contohnya ada warga yang

mau rubuh rumahnya jadi masyarakat gotong royong untuk bantu

8

bikin rumah, rumahn ya dibongkar baru dibuat pondasi sama rumah

baru.Jadi itu rumah dipondasi malam supaya jama-jamamna tau

dena tergangu. Jadi apa yang diwariskan la mellong dulu tetap ada

jalan walaupun tidak semuanya.

Makokoe masussni anak-anak mabahasa ugi jadi dena naiseng

ajaran na Kajao Laliddo tapi kalau filosofinya masih dilakukan

sampai sekarang karena diwariskan turun temurun. Cuma yang saya

katakana tadi tutur katanya. Jadi kalau filosofi da pelaksanaannya

masih, jadi yang susah itu ada-adanna.

Ustad: kajao juga punya pesan untuk paggalung, apa masih dilakukan?

Kepala Desa: masih, bahkan cukan cuma dalam bentuk filosofi action nya juga

dia lakukan. Contonya kalau hari jumat petani buat acara ucapan

rasa syukur. Misalnya sudah panen banyak hasil yang na dapat

petani buat mi syukuran mappadeba darame.

Kalau disini kampung syukuran itu mappadekko/mappadendang.

Jadi anak muda, orang tua aktif semua mappadekko. Jadi kalau

disini kampung bahkan ada kelompok-kelompok anak muda, orang

tua, rutin dilaksanakan Ini mappadekko satu kali satu tahun.

Ini desa kajao Laliddo hasi dari pemekaran desa Wallangi. Kalau

saya dengar tentang kajao laliddo itu KW –KW kemudian saya

denganr juga Kajao itu penasehatraja, kemudian Kajao itu desa

(kampung Laliddong) engka to tau makkeda madongi (la maddongi)

emgka to makkeda kajao ki ri laliddong, tapi hal ini saya bantah

9

karena saya menyakini bahwa engka bola na Kajao Laliddo disini karena engka kanre bojo, engka bubunna. Kaena kalau dibilang kajao ri laliddong itu artinya sekedar lewat. Kemudian engka tanah riolo Na tella akkatongengnge, akkatongengnge berarti akkanarengeng. Berarti saya menyakini ini dulu akkanarengeng

Kajaolaliddong nasaba pekkoga carana akkarena bojona ada. Nanti setelah itu baru orang-orang dari kampung sebelah pindah kesini ma galung. Itu akkanre bojona masih ada smapai sekarang. Makanya saya rencana untuk buat jalan yang bisa tembus kesana. Sekarang sudah bisa dilewati cuma belum sampai. Rencana itu nanti mau dijadikan objek wisata. Jadi disini itu juga ada Aju Melle besar batangnya saya percaya itu kaju Kajao. Jadi dulu itu sekitar tahun

1970 kepala desa mau tebang itu kayu karena banyak terima laporan dari warga bilang makkarama itu pohon jadi ambil mi mesin sengso tapi ternyata tidak na makan sengso itu pohon. Makanya sekarang saya bungkus pakai kain itu pohon sebagai penanda kalau ada orang lewat bilang bukan kayu biasa itu. Jadi yang datang keberatan itu pohon ditebang orang Bajoe. Makkedai aja lalo kasi tebbang yaro

Kaju minnaja ko itu. Karena dulu ini pohon jadi kompasnya nelayan yang ada di Bajoe. Jadi ada dua versi kenapa pohon Aju Melle tidak boleh ditebang karena 1) setiap mau ditebang mati sengsoe, 2) aju

Melle jadi kompasnya orang Bajoe.

10

Kalau disini tidak ada ji masyarakat dari luar yang datang siara

pohon , hanya waktu gerhana bulan saja banyak yang datang. Saya

liat kalau gerhana bulan yaro nyellee naala tebbana. Kadang ku

Tanya na bilang untuk pabbura, engka mala pobobo bedda

istilahnya tergantung keyakinannya. Tapi ini yang lakukan orang

dari luar karena kalau orang didalam kampung tidak.

WAWANCARA KEDUA TOKOH MASYARAKAT

Tokoh Masyarakat: mula-mulanna La mellong pakkambi tedong, setelah itu pergi

maccinaung di pohon kajue pohon cempa. Kemudian wattuna

Maccinaung tappa engka manu-manu luttu karo dongi. Nappa kajao

makkedai lalidongi yanaro la liddong. Kemudian yaro jolo engka to

mangkau na Bone sirekeng arunna Wajo makkedai engka manu pata

pulo pada-damui rupanna. Jaji mappikiri arumpone bah akko mana

engka manu pada-pada buluna pada-pada moninna. Naseng

naengkalingai Pappaseng naseng dena engka puang Kajaolaliddong

ko ki makkkutana, laoni passurona lokka makkeda lokkana

makkutana kegaro monro bolana la mellong?

WAWANCARA 23 MENIT KEPALA MUSEUM

Ustad: kira-kira bagaimana pandangan dan harapan ta kedepan dalam memaknai

filosofinya la Mellong?

Kepala Museum : harapan saya masyarakat kembali memaknai tradisi la mellong

bukan memaknai tentang Islam dan tradisi itu. Intinya disini tentang

bagaimana menjalin silaturahmi antara sesama manusia dengan

11

manusia, manusia dengan Tuhan. Menjaga kearifan khususnya

kalau masyarakat petani ini tentang pengngunaan pupuk, bagaimana

kita mengajarkan petani untuk kembali ke alam. Inikan semua yang

sudah diajarkan oleh la mellong. Bagaimana kita menghargai alam,

tidak ada yang membentuk hama selain kita sendiri. Pada dasarnya

semua itu ciptaan Tuhan. Dan memiliki makna ada hikmah dibalik

itu dimana kita diajarkan untuk member sedekah bukan kepada

manusianya saja tapi juga kepada alam. Termasuk tikus bukan hama

karena sama-sama butuh makan. Inikah semua binatang yang memb

antu proses mengurai tanah. Jadi tidak ada istilah menanam sendiri-

sendiri. Harus bersamaan jadi karakter gotong royong tercermin

disitu.Jadi ajaran la mellong tentang gotong royong selalalu

dilakukan oleh masyarakat karena dalam agama hal ini juga

dianjurkan. La mellong dalam hal ini pebawa Pappaseng.

Ustad: apakah Pappaseng ini masih ada dalam pemerintahan?

Kepala Museum: sebenarnya sudah mulai terkikis, butuh kepedulian dan

kesadaran dari masyarakat itu sendiri tentang pentingnya tradisi

budaya. Agama itu adalah tradisi agama itu budaya Bone

mengajarkan itu. Pangadereng, ajaran, syariat, asas. Salah satu asas

hukum dalam pemerintahan kerajaan Bone. Ini yang harus dipahami

karena la Mellong sudah meberikan pesan itu. Cirri-ciri pemerintah

itu bagaimana? Mampu menjawab semua persoalan yang dialami

masyarakatnya. Tetap ada ajaran la mellong karena ada etika-etika

12

yang dibungkus degan sikap kharisma benteng itu tetap ada supaya

tidak adasifat sipakatuna.Harus ada sifat sipakatau, sipakalebbi

sipatokkong, jadi pemerintah sipakatau rakyat mappakalebbi

kemudia gotong royong jalan. Maseddi-seddi ki nasaba na ulle akko

melo ki maseddi na maddua. Akko cilaleta to engka ki.

Ustad : pangadereng berkaitaan dengan tiga hal seperti kejujuran, getting,

attemme pasile, warani apakah masih ada pada masyarakat Bone?

Kepala Museum: sebenarnya Cuma ada tiga getteng,ada tongeng. Ada tongeng ini

ada aplikasi daripada apa yang sudah di patok dan diyakini. Lempu

ini adalah sebuah kebenaran disini diukur tingkat keimanan

seseorang jadi pemerintah dulu itu memahami ilmu tauhid ilmu

hakikat.jadi dulu sangat ramping sistem pemerintahan itu tidak

terlalu banyak neko-nekonya. Jadi musyawarah itu bukan hasil

voting tapi mencari kesamaan jadi disitulah Pappaseng. Sedangkan

tongeng itu adalah harapan, doa. Jadi sebelum islam masuk ajaran

tentang kebenaran itu sudah ada di ajarkan la mellong. Agama islam

yang agama yang ditunggu karena sebagai penyempurna karena

jauh sebelumnya Pappaseng sudah ada, maka kita di timur ini

adalah saudara rasulullah bukan sahabat.

Gotong royong, ada tongeng, asedi-seddingeng, dan getteng Jadi

inilah semua yang menjadi tradisi orang Bone adat yang dipegang.

Hal inilah yang digunakan ketika Kajao memberikan nasehata

kepada raja yang memerintah.

13

Semua berfikir assedingeng, hablul minannas. Jadi kalau anak-anak

muda mereka mengerti tentang Pappaseng. Tapi hal ini sudah mulai

bergereser karena ada pengaruh globalisasi dimana Eropa menjadi

panutan. Ketika eropa mengambil kita punya budaya dan

menampilkan di negaranya menjadi sebuah fenomena yang besar.

Generasi yang hidup pada tahun 1940, 1960 dan 1970 ini mulai

meniru kebudayaan Eropa. Seperti teknologi dan gaya hidup sama

gaya berpakaian.

KEPALA MUSEUM BONE

Kepala Museum : bissu itu tidak diterima disegeri, mereka diusir dari kalau di

Bone tidak ada Bissu diusir. Abbusungenna Bissue niga passulenna.

Penggantinya meninggal 1 bulan begitupun yang ketiga meninggal

juga. Igana selle makkokoe. Dulu itu ada penelitian tentang bissu

penelitiannya Pak Halilintar. Jadi makkedai ndi bagaimana caranya

kita bisa shoting pelantikan bissu karena bagus itu kalau ada

gambar. Nappa lao ni pettang bissu lolo book. Bissu yang dianggap

tua de na melo. Jadi inikan lolo boko yang mau diangkat sebagai

puang matoa disini mi meninggal lolo boko. Jadi itu ritual bissu na

tusuk dirinya pake keris tapi tidak ada darah keluar. Sebenarnya itu

membawa keris tidak boleh apalagi mencabut itu

namanyapenghinaan. Kecuali kondisi darurat boleh bawa keris

itupun kondisi darurat itupun ditutup. Kalau mangngaru itu boleh

14

karena apapun maknanya itu mangngaru ikrar sumpah setia pada

raja.

WAWANCARA 50 MENIT TENTANG BISSU

Bissu : Kajao itu dalam artian orang cendikiawan yang banyak mendalami

tentang falsafah-falsafah, hukum, tatanan pemerintahan, tentang

ilmu masalah pedesaan tentang etika dan karakter. Jadi menurut

bissu kajao itu tao ri aseengnge diammasei Pappaseng, pau-pau,

werekaja diaseng Kajao. Diaseng yang tertua dan dituakan. Tua

dalam masalah ilmu dan pengetahuan tentang perkiraannya.Dialani

kajao sebagai penasehat karena ada-adanna teppuna sekenna

keadaan. Agana terjadi iyanato terjadi bahkan mapau-pau kodong

mi na terbukti terjadi. Pammasena dewata seuwae.Yaro Kajao mua

na denna macua bias juga jadi penasehat yang penting banyak

paddisengngenna mappada panrita. Akan terjadi sebelum terjadi,

macca Makita-kita.

Bonga-bonga mi na tongeng karena riolo kajao itu merendah diri

sikapnya.

Ustad : apakah masih ada Pappaseng kajao?

Bissu : Iya engka, tapi masih beda pendapat dari masyarakat, misalnya

sulewatang Cina, dikatakan sebagai laliddong karna cendikiawan

dari laliddong. Mappada rekeng ada lencana ada penghormatan.

Dalam perjalanannya apapun kejadian alam dia rekam apapun

kejadian disitu direkam memorinya. Ceddi tedong diselle lappa

15

awo.Banyak juga orang perkirakaan masa tidak ada lautan na maega

kanre bojona, kawarang engka to mappabitte manu, ma‘bumpungi

ayamnya. Istilahnya kampong dimana kejadian disitu digelar nama.

Nama sesuai dengan alam, kegamonro bolana la mellong padahal

alena naTanya. La mellong itu orang hanya memperkirakan saja

mereka pandai berbicara, sebagai manusia titisan sama dengan

bissu. Karena di bissu itu pammase juga mereka lahir sudah punya

ilmu tanpa na pelajari. Apapun yang na ucapkkan na memeng.

Karena bissu itu tidak berkata bohong. Kalau sekarang kurang mi

oprang cendikia, kalau kitta bissue mannanawa to ki tentang

kebaikan, yaro waseng wedding ki matinro ciale ale. De na wedding

tottong mangkau akko dena Bissu makanya digelar mangkau. Mega

laddi ni rekeng falsafah, asenu-sennuang.

Alhamdulillah masih ada Pappaseng na Kajao na praktekkan

masyarakat, matu ye engka abbotingeng tanggal seppulu asera

ana‘na arung. Masih na lakukan maccera pitu atau maccera enneng

na ala. kalau accera seddi, accera lima meppe accera lima na

wedding ki makkeda accera lima.

` engka bola kasuwiyang na, engka nanre kasuwiyang na, jadi itu

kajao banyak sekali jasa-jasanya untuk kerajaan Bone makanya

dikasikan gelar.

Raja kan sudah mati jadi sudah tidak ada lagi hamba tidak ada lagi

perbudakan, aju lekka mupasikaju, mattuitu riwatatana, makkalari

16

lekko pattola, ricerra ni abbisa aje, ri patemme ulaweng. Riawana goa ringu tudang cokkong liawolo saolari campaniga.

Umur 53 tahun, Bissu Ancu (Lolo Ancu) samsul Bahri . Kalau di

Bone Angel asekku, itu ji na kenal masyarakat dan Pemerintah

Bone.Bissu itu berperan ketika ditebbeng ni walenrengnge ada didalam bukunya temanku, jadi pemerintah juga harus melibatkan kita.

Jadi waktu mau mi dilantik jadi bissu banyak ki berkumpul di galung disitu semua mi dikumpul di Bone.

17

LAMPIRAN 3

Peneliti dengan tokoh masyarakat (salah satu keturunan dari Kajaolaliddong) Bapak H. Mahmud di desa Kajaolaliddong

18

Peneliti di depan Kantor Desa Kajaolaliddong

Peneliti dengan tokoh masyarakat Ketua Musium KabupatenBone Bapak Andi Baso Bonse (kiri) dan guru tsanawiyah) Bapak H. Hasbi di Desa Kajaolaliddong (kanan) 19

LAMPIRAN 4 Pedoman Wawancara 1. Apakah Bapak menggunakan bahasa Bugis dalam keluarga? 2. Apa Bapak menggunakan bahasa Bugis untuk berkomunikasi di tetangga dan masyarakat? 3. Kapan Bapak menggunakan bahasa Indonesia? 4. Bahasa apa yang digunakan dalam pertemuan Desa? 5. Pernakah Bapak mendengar kata Kajaolaliddong? 6. Apakah Bapak tahu siapa Kajaolaliddong? 7. Apakah Kajaolaliddong itu seorang raja atau juru bicara? 8. Apakah Kajaolaliddong sebagai duta dan perwakilan Kerajaan Bone? 9. Apakah Kajaolaliddong seorang laki-laki atau perempuan? 10. Apakah Kajaolaliddong seorang kakek-kakek? 11. Apakah Kajaolaliddong seorang nenek-nenek? 12. Pernakah Bapak mendengar kata Pappaseng Kajo Laliddong? 13. Apakah Pappaseng itu ditujukan kepada Pemeritah? 14. Apakah Pappaseng itu ditujukan kepada masyarakat? 15. Apakah Pappaseng itu mengenai akhlak? 16. Apakah Isi Pappaseng itu mengenai kejujuran? 17. Apakah Isi Pappaseng itu mengenai kebenaran? 18. Apakah Isi Pappaseng itu mengenai harga diri? 19. Apakah Isi Pappaseng itu mengenai keberanian? 20. Apakah Isi Pappaseng itu mengenai berserah diri kepada Tuhan Yang Esa?

20

LAMPIRAN 6

Biodata Informan

No Nama Pekerjaan Umur Alamat T.Tangan

1 Andi Baso Bone Kepala Museum 55 Kota Bone

Mappasisi Kab. Bone tahun

2 H.Mahmud Pensiunan ( Salah 70 Desa Kajao

satu keturunan tahun Laliddong

Kajaolaliddong

3 H. Hasbi Guru Tsanawiyah 57 Desa Kajao

tahun Laliddong

4 Mujahid Tokoh 55 Kota Bone

Masyarakat tahun

(guru)

5 Syamsul Bahri Kepala Desa 60 Desa

Kajaolaliddong tahun Kajaolaliddong

6 Yusuf Ketua Bissu Kab. 65 Kota Bone

Bone tahun

7 Petta Ile Sekertaris Adat 65 Kota Bone

Bone tahun

Penelti

Muhammad bahar Akkase Teng

21

LAMPIRAN 7 Naskah Tentang Kajaolaliddong

1

H. Muhammad Bahar Akkase Teng, LCP.,M.Hum. merupakan staf pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin sejak tahun 2007. Penulis menamatkan pendididkan Sekolah Menengah Atas pada tahun 1977 dari Pesantren Gontor Ponorogo, Jawa Timur.

Melanjutkan kuliah (Diploma) pada Jurusan Aqidah Filsafat di Universitas Al-Azhar pada tahun 1979 dan kemudian melanjutkan ke jenjang Sarjana dengan jurusan sama tahun 1982. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan S2 di bidang Master Humaniora. Penulis juga sementara menyelesaikan studi S3 konsentrasi Pemikiran Islam di Universitas Islam Negeri Makassar. Sejak tahun 1993 penulisan telah aktif dalam berbagai penelitian dan mendapatkan hibah penelitian dari Kementrian Pendidikan Nasional berupa Hibah Fundamental dan Hibah Kompetensi. Beberapa karya yang telah dihasilkan berupa buku maupun jurnal antara lain; Logika, Negara Masyarakat Sulawesi-Selatan di Tahun 1950- an, Philosophical and Traditional Arts of Bugis-Makassar in Historical Perspective, Tuhfat Al-Nafis: Karya Sastra Sejarah (Melayu) Dalam Perspektif Sejarah, Filsafat Kebudayaan dan Sastra (Dalam Perspektif Sejarah), Rasionalis dan Rasionalisme Dalam Perspektif Sejarah. Karya yang baru saja diterbitkan adalah Buku Logika Dalam Presfektif Sejarah dan Sejarah Islam. Berikut Identitas diri Penulis:

Nama : H. Muhammad Bahar Akkase Teng, LCP.,M.Hum Nomor Induk Pegawai : 1957 1219 1989 03 1001 Nomor NIDN : 001912 5706 Nomor Peserta Sertifikasi/Sertifikat : 091100516180044/ 091100508607 Nomor Karpeg : E. 619129 Nomor NPWP : 49.227.125.9-801.000 Nomor Induk Kependudukan : 7371071912570004 Nomor Karsi : 303740C Nomor Karsu : 185196 BB Tempat dan Tanggal Lahir : Rappang, 19 Desember 1957 Jenis Kelamin : × Laki-laki Perempuan Status Perkawinan : × Kawin Belum Kawin Duda/Janda Agama : Islam Golongan / Pangkat : IV C / Pembina Utama Muda

2

Jabatan Fungsional Akademik : Lektor Kepala Perguruan Tinggi : Universitas Hasanuddin Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar Telp./Faks. : 0411-587223 Alamat Rumah : Jl. Sunu, Kompleks Perumdos UNHAS Baraya Blok R/3 Makassar Sulawesi Selatan Telp./faks : 0411-435618 / 08124246613 Alamat e-mail : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI Tahun Jurusan/ Jenjang Perguruan Tinggi Lulus Bidang Studi - Kandidat Doktor Universitas Islam Negeri Pemikiran Islam / (S3) Alauddin Makassar, Indonesia Filasafat Islam 2000 Universitas Hasanuddin Program kebahasaan Pascasarjana (S2) ,Makassar,Indonesia 1987 Al-Azhar A ‗idah Filsafat Sarjana (S1) University,Kairo,Mesir 1982 Islamic A ‗idah Filsafat Diploma MissionAcademy,Kairo,Mesir

RIWAYAT KEPEGAWAIAN DAN JABATAN No Pangkat /Gol. Ruang TMT Nama Jabatan & Pejabat yang No dan Tanggal SK TMT menetapkan 1 CPNS / . / 1 Maret 1989 - Uzair Maricar 868/PT.04.H15/C/89 Makassar 31 Juli 1989 2 Penata Muda /Gol 3/a . 01 Asisten Ahli A.M. Akil 480/PT04.H2/C/199 Apr il 1990 Madya 01 April 0 Makassar 05 Maret 1990 1990 3 Penata Muda TK I / Gol. Asisten Ahli Nasir Nessa 211/PT04.H2/C/199 3/b. 01 Oktober 1992 01 Oktober 1992 3. Makassar 20 Peruari 1993 4 Penata / Gol. 3/c . 01 Lektor Muda Nasir Nessa 276/PT04.H2/C/199 Oktober 1994 01 Oktober 1994 5 Makassar 10 Januari 1995 5 Penata Tk I / Gol. 3/d. 01 Lektor Madya Nasir Nessa 6232/J04.2/KP. Oktober 1996 01 Oktober 1996 W/1996 . Jakarta 25

3

Juli 1996 6 Pembina / Gol. 4/a. 01 Lektor 01 Mei H. Muji Yusuf 86906/A2.IV.I/KP/1 Oktober 1998 1998 . No. SK 998.Jakarta 20 57341/A2.IV.I/K Oktober 1998 P/1998.Tanggal 30 April 1998 7 Pembina TK 1 Gol. 4/b. 05 Lector Kepala Malik Fajar 38336/A2. 111. I Agustus 2002 01 Januari 2001 . /KP/ 2002. Jakarta Pej. : H. Wukir . 05 Agustus 2002 No SK.90872/A2.III. 1/KP/2001 8 Pembina Utama Muda . - Susilo Keppres Comer 1/K Gol. 4/c 01 Oktober 2006 Bambang 2007 Tgl 8 Januari Yudoyono 2007

KARYA TULIS ILMIAH Buku/Jurnal/penelitian /Modul Tahun Judul Penerbit 2018 Songka Bala : Reflection of the tenth Atlantis Press Muharram Tradition for the Tenro Advances in Social Community. Proccedings of the International Science, Education Seminar on Recent Language, Literature, and and Humanities Local Cultural Studies (BASA 2018) Research, volume 2018/10/19 ISSN 2352-5398 280 2018 Ritual Addingin-dingin Dalam Masyarakat Fakultas Ilmu Budaya Tenro Selayar Sulawesi Selatan . Arkeologi, Universitas Sejarah, Bahasa dan Budaya di Alam Melayu Hasanuddin (Asbam ke-7) 2(1) halaman 319-326. Juli 2018 Lombok (Prosiding) 2018 Filsafat Orang Bugis Dalam Pappaseng Fakultas Ilmu Budaya Kajaolaliddong. Arkeologi, Sejarah, Bahasa Universitas dan Budaya di Alam Melayu (Asbam ke-7) Hasanuddin 2(1) halaman 531-540. Juli 2018 Lombok (Prosiding) 2018 Social Messages of ‗Kajaolaliddong‘ in Living American Journal of Harmony: A Historical Perspective. Humanities and

4

American Journal of Humanities and Social Social Science Science Research . e-ISSN : 2378-703X Research volume 02 , Issue 07, pp 39-44 July 2018 2018 Arsitektur Makam pada Situs Makam Kuno Lembaga Penelitian Raja-raja Hadat Banggai di Ondongan sebagai dan Pengabdian Pada Bukti Awal Peradaban Islam Bercorak Masyarakat Maritim di Kabupaten Majene. 22-06-2018 Universitas Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Hasanuddin Masyarakat Universitas Hasanuddin 2018 Model Kebijakan Perbankan, Eksportir dan Lembaga Penelitian Industri Strategis di Wilayah Timur Besar dan Pengabdian Pada Untuk mendukung Poros Maritim Dunia. 22- Masyarakat 06-2018 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Pada Masyarakat Universitas Hasanuddin Hasanuddin 2018 Eksistensi Ritual Macceraq Tappareng Bagi Lembaga Penelitian Masyarakat Bugis. 22-06-2018 Lembaga dan Pengabdian Pada Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Masyarakat Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin 2018 Pemanfaatan Cerita Rakyat Dalam Lembaga Penelitian Pembelajaran Menyimak Tingkat Sekolah dan Pengabdian Pada Dasar di Kecamatan Ulaweng Kabupaten Masyarakat Bone. 22-06-2018 Lembaga Penelitian dan Universitas Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Hasanuddin Hasanuddin 2018 Kajaolaliddong, The Intelectual of Bugis International Journal Bone: From the Historical Perspective. of Malay Nusantara International Journal of Malay Nusantara studies Stdies 2018 1(1) – 40-61. 30-05-2018 2018 The Culture and Nationalism of the Arab International Journal World : In a Historical Perspective. of Science and International Journal of Science and Research Research 7(1)718-723 2018.01-012018 2017 Pappaseng To Riolo Falsafat hidup Orang Fakultas Ilmu Budaya Bugis dalam Perspektif Sejarah Konferensi Universitas IKADBUDI Tanggal Terbit 2017/9 jilid 1 Hasanuddin

5

2017 Pluralis dan Pluralisme dalam Perspektif Departemen Prancis Sejarah. Journal Ilmu Budaya jilid 3 terbitan 1 Fakultas Ilmu Budaya 30-08-2017 Universitas Hasanddin 2017 Kajaolaliddong, Cendikiawan Bugis Bone Fakultas Ilmu Budaya dalam Perspektif Sejarah.Arkeologi, Sejarah, Universitas Bahasa dan Budaya di Alam Melayu (Asbam Hasanuddin ke-6) 2(1) Juli 2017 Johor Baharu Malaysia Kerjasama dengan (Prosiding) Universiti Kebangsaan Malaysia 2017 Filsafat Kebudayaan dan Sastra dalam Departemen Prancis Perspektif Sejarah. Journal Ilmu Budya terbit Fakultas Ilmu Budaya 1 Juni 2017. Jilid 5 Universitas Hasanddin 2017 Sejarah Islam Hasanuddin University Press 2017 Korelasi Logika dan bahasa Indonesia dalam Program Master Perspektif Sejarah. Konferensi, seminar Nasional Linguistik Pascasarjana Linguistik dalam berbagai Perspektif. Di Makassar Fakultas Ilmu Budaya tanggal terbit 2017 Universitas hasanuddin Makassar 2017 Gerakan Islam dan Kebangkitan Karakter Bangsa di Jurusan Pendidikan Sulawesi Selatan Dalam Perspektif Sejarah. Sejarah Unemed Medan Konferensi Pendidikan Sejarah dalam Pembentukan Karakter Bangsa di Masa Depan jilid 1 tahun 2017 2017 Ritual songka Bala, Representase Tolak Bala dan Lembaga Penelitian dan harapan Bagi Masyarakat Selayar. Lembaga Penelitian Pengabdian Pada dan Pengabdian Pada Masyarakat Unhas Masyarakat Unhas 2016 Logika dalam Presfektif Sejarah De La Macca 2016 ― Karya Sastra Sejarah (Melayu) Dalam Fakultas Pendidikan Perspektif Sejarah ― Dalam Prosiding Forum Ilmiah Bahasa dan Sastra XII FPBS 2016 (Seminar Internasional Bahasa Sastra , Universitas Pendidikan Dan Pembelajarannya) Bandung 26 Oktober 2016 Indonesia 2016 dengan Tema ― Peranan Bahasa Pada Era Masyarakat Ekonomi Asean) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia 2016. ISBN 979378670-4 2016 ―Islam dan Peradaban Di Wilayah Sulawesi Tengah Faculty of Arts and Dalam Perspektif Sejarah‖ University of Malaya A Social Science

6

Decade Promoting Bilateral Prosperity proceeding of Univercity of Malaya 10 th International Conference on Malaysia-ndonesia Relation PAHMI 10. 16 s.d 18 Agustus 2016 Faculty of Arts and Social Science Univercity of Malaya ISBN 2016 ―Islam dan Peradaban di Wilayah Sulawesi Utara Fakultas Ilmu Budaya (dalam Perspektif Sejarah)‘ Revitalisasi nilai-nilai Universitas Hasanuddin Arkeologi, Sejarah, Bahasa, Budaya, dan Alam Makassar Melayu Melalui Riset Multidisipliner Prosiding Jl. P.Kemerdekaan Km. Seminar Antarbangsa Arkeologi, Sejarah, Budaya, dan 10 Makassar Bahasa di Alam Melayu Nusantara (ASBAM), ke-5 Makassar, 26 -27 Juli 2016. ISBN 978-602-99268-7-3 2016 ―Orientalis dan Orientalisme dalam Perspektif Departemen Sastra Sejarah‖ Prancis Fakultas Ilmu H.Muhammad Bahar Akkase Teng Departemen Ilmu Budaya – Universitas Sejarah Universitas Hasanuddin” JURNAL ILMU Hasanuddin BUDAYA ISSN 2354 -7294 Volume 4, Nomor 1, Jl. Perintis Kemerdekaan Juni 2016 km 10 Tamalanrea Makassar 90245. http://journal.unhas.ac.id/ index.php/jib email : [email protected] Jurnal Ilmu Budaya menerima sumbangan tulisan mengenai 2016 “Islam, Peradaban dan Pemikiran Di Nusantara The Departement of (Dalam Perspektif Sejarah ―Seminar Nasional dan History at Universitas Rapat Kerja Perhimpunan Program Studi Sejarah se Hasanuddin Makassar Indonesia Departemen Ilmu Sejarah Universitas Jl. P. Kemerdekaan Km Hasanuddin Makassar Prosiding Mempertimbangkan 10 Makassar Buku-buku Acuan Sejarah Indonesia, Meninjau Historiografi Mutakhir Indonesia 13 s/d 14 Mei 2016 Kampus Tamalanrea Universitas Hasanuddin, Makassar. ISBN 978- 602 -1222 -82- 9 2016 ― Logika Dalam Perspektif Sejarah ― disusun oleh : H. Penerbit de la macca Jl. Muhammad Bahar Akkase Teng, dan diedit oleh : Borong Raya No. 75 A Cecep Manggorai Tumajalo Al Makassari. Penerbit Telp. 0811 4124 - 0813 de la macca ISBN 978 602 263 102 6 Mei 2016 4370 3421 pos – el : [email protected] 2016 ―Perempuan Indonesia dalam berbagai Perspektif‖ The Departement of Proceeding International Seminar on Kartini in History at Universitas

7

Zaman Baru : Reflections on the Condition of Hasanuddin Makassar Contemporary Indonesian Women . April 23, 2016. Jl. P. Kemerdekaan Km Universitas Hasanuddin, Tamalanrea Campus , 10 Makassar Makassar. ISBN …….. 2015 ―Islam dan Peradaban di Jazirah Gorontalo Dalam Institut Alam da n Perspektif Sejarah‖ dalam buku ― Arkeologi, Sejarah Tamadun Melayu dan Budaya Prosiding Seminar Antarbangsa ke-3 (ATMA) Universiti Arkeologi, Sejarah dan Budaya di Alam Melayu‖ Kebangsaan Malaysia Pusat Penyelidikan Langkawi, Kampus Tuanku Abdul (ATMA) Halim mu‘adzamsyah, Langkawi 26 – 27 November 2015 (buku) ISBN ….. 2015 ―Filsafat dan Seni Tradisional Bugis Makassar (dalam Jurusan Sastra Daerah Perspektif Sejaah)‖ Tradisi Lisan dalam Sistem Fakultas Ilmu Budaya Matrilineal Prosiding Seminar nternasional 26 s.d 27 Universitas Andalas Oktober 2015 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas ISBN 978-602 2015 ―Historical Perspective of Islam And Civilization in Universitas Negeri Buton (Southeast Sulawesi) Universitas Negeri Yogyakarta Indonesia Yogyakarta – Universiti Malaya 9th International Conference on Malaysia – Indonesia Relation, 2015 ( Pahmi 9) Harmony in Diversity 2 Building Asean Community 2015. ISBN 978 – 602 – 72352-3-6. Yogyakarta 15 s.d 16 September 2015 2015 ―Pluralis dan Pluralisme dalam Perspektif Sejarah‖ Departemen Sastra H.Muhammad Bahar Akkase Teng Departemen Ilmu Prancis Fakultas Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin” JURNAL ILMU Budaya - Universitas BUDAYA ISSN 2354 -7294 Volume , Nomor 1, Juni Hasanuddin 2015 Jl. Perintis Kemerdekaan km 10 Tamalanrea Makassar 90245. http://journal.unhas.ac.id/ index.php/jib email : [email protected] Jurnal Ilmu Budaya menerima sumbangan tulisan mengenai 2015 ―Tuhfatu Al Nafis Karya Sastra Sejarah (Melayu) Universitas Negeri Dalam Perspektif Sejarah‖ Prosiding Seminar Surabaya Nasional Paramasastra 3 bahasa, sastra dan pengajarannya dalam paradigma kekinian. 30 Mei 2015 (buku) ISBN ……..Kampus Unesa Lidah Wetan

8

Gedung T2, Lt 3 Auditorium Prof Dr. Le Ida Ardina, M.Pd. 2015 “FILSAFAT DAN SASTRA LOKAL (BUGIS) DALAM Muhammadiyah PERSPEKTIF SEJARAH” SEMINAR NASIONAL University Press SASTRA, PENDIDIKAN KARAKTER DAN INDUSTRI Surakata KREATIF

di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 31 Maret 2015 (buku) ISBN 978-602-361-004-4

Program Studi Magister Pengkajian Bahasa Sekolah PascasarjanaUniversitas Muhammadiyah SurakartaBekerjasama dengan Balai Bahasa Provinsi Jateng

2015 ―Tuhfatu Al Nafis Karya Sastra Sejarah (Melayu) Jurusan Pendidikan Dalam Perspektif Sejarah‖ Paramasastra Jurnal Sendratasi FBS Unesa Ilmiah Bahasa Sastra dan Pembelajarannya Volume 2 Kampus Lidah Wetan Surabaya Tlp 031-752 No. 1 , Maret 2015. ISSN 2355-4126 Fakultas Bahasa 2876 Email : dan Seni Universitas Negeri Surabaya Jurnal_paramasastra- [email protected] 2014 ―Islam dan Peradaban di Sulawesi Selatan ― Prosiding dan Dialog Internasional Kemelayuaan III ― Melayu dalam Berbagai Perspektif Sejarah‖ Gedung Ipteks Unhas 26 s.d 27 November 2014 ISBN

2014 ―Islam dan Peradaban di Wilayah Tanah Mandar Institut Alam dan (Sulawesi Barat) dalam Perspektif Sejarah― dalam Tamadun Melayu buku ― Arkeologi, Sejarah dan Budaya Prosiding (ATMA) Universiti Seminar Antarbangsa ke-3 Arkeologi, Sejarah dan Kebangsaan Malaysia Budaya di Alam Melayu‖ Bilik Senat & Bilik Majlis (ATMA) Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi 23 – 24 Desember 2014 (buku) ISBN 978-983-2457-77-0 2014 ―Analisa Akar Kesejarahan Dinamika Politik Lokal Lembaga Penelitian dan Kontemporer di Sulawesi Selatan ― Laporan Pengabdian Pada Penelitian: Masyarakat Unhas Lappia Mokka , S.S., M.S. (Ketua) Unhas Dr. Abd. Latif, M.Hum (Anggota) Drs. Dias Pradadimara, M.A. (Anggota)

9

H.Muhammad Bahar Akkase Teng. Lcp., M.Hum ( anggota) 2014 ―Tarekat Muhdi Akbar Dalam Kehidupan Lembaga Penelitian dan Keberagamaan di Kabupaten Selayar‖ Laporan Pengabdian Pada Penelitian : Masyarakat Unhas Dr. Mardi Adi Armin, M.Hum (Ketua) Unhas Dra. Dafirah, M.Hum (Anggota) H.Muhammad Bahar Akkase Teng, Lcp., M.Hum (Anggota) 2014 ―Negara Masyarakat Sulawesi Selatan di Tahun 1950- Penerbit PT Kanisius 1n‖ sebagai Editor (buku) ISBN 978-979-21-4176-4 Yogyakarta Penerbit PT Kanisius Yogyakarta 2014 ―Islam dan Peradaban di Wiayah Bugis Makassar Universiatas Lancang (Sulawesi Selatan) dalam Perspektif Sejarah‖ Kuning Pekanbaru Prosiding dalam buku 1 , dengan tema‖ nomer 5 ― Sejarah dan Hubungan Internasional‖ pada Konferensi Internasional Hubungan Indonesia Malaysia ke – 8 tanggal 23 – 25 September 2014 Universiatas Lancang Kuning Pekanbaru (buku) ISBN 978-979-3185-11-8 2014 Nasionalisme, Bangsa dan Bahasa Dalam Perspektif Kantor Bahasa Provensi sejarah . Prosiding. ISBN 978-979-3185-11-8. Nusatenggara Barat, Prosiding dalam buku dengan tema‖ Bahasa, Sastra jalan Doktor Sujono Jempong Baru, dan Nasionallsme‖ pada Seminar Internasional Sekarbela, Mtaram, NTB Bahasa dan sastra tanggal 22 – 23 September 2014

KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Tahun Kegiatan 2018 Penyuluhan Kesadaran Sejarah dan Wisata bahari di Pulau Sembilan Kecamatan Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai 2018 Sirawu Sulo Pada Masyarakat Pongka Di Kabupaten Bone 2018 Sosialisasi dan Pelatihan Membaca aksara serang dalamm pembelajaran bahasa Makassar di Pesantren Guppi Kelurahan Romang , Kecamatan Somba Opu Kabaupaten Gowa 2017 Sosialisasi dide „ pada siswa SMA Negeri 1 Buki Kabupaten Selayar 2016 Pengabdian Jurusasn Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin 2016 Sosialisasi muatan lokal materi ajar sejarah sulawesi selatan periode 1945-1950 Kepada guru-guru sma di maros, sulawesi selatan. 2015 ―Pelatihan Penggunaan MultiMedia dalam Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa

10

Daerah Bagi guru-guru sekolah Dasar di Kecamatan Ulaweng Kab. Bone. Makassar, 04 November 2015. Tim Dosen : 1. Dr. Dafirah , M.Hum (ketua ) 2. Prof. Dr. Akin Duli, M.A. (Anggota) 3. Dra. Esti Pertiwinongsih, M.Hum (Anggota) 4. Dr. Gusnawaty ,M.Hum (Anggota) 5. Dr. Mukhlis Hadrawi, M.Hum (Anggota) 6. Dr. Rosmawati, M.Si (Anggota) 7. Drs. Abd. Madjid Djuraid (Anggota) 8. H. Muhammad Bahar Akkase Teng (Anggota) 2014 ―Peneydiaan Bahan Ajar Sejarah Lokal untuk sekolah Menengah dan Lokakarya Capacity Building bersama Forum Musyawarah Guru Sejarah dan Mata Pelajaran Sejenis‖ Ruang Senat Fakultas Sastra Makassar, 01 November 2014. Tim Dosen :

1. H.Muhammad Bahar Akkase Teng. Lcp., M.Hum (Ketua ) 2. Dr. Bambang Sulistyo Edi Purwanto , M.S (Anggota) 3. Margariet Lappia Mokka , S.S., M.S.(Anggota). 4. Dr. Suriadi Mappangara, M.Hum (Anggota ) 5. Prof. Dr. Abd Rasyid Asba, M.A. (Anggota) 6. Dr. Abd. Latif, M.Hum (Anggota) 7. Drs. Abd. Rasyid Rahman, M.Ag. (Anggota) 8. Drs. Dias Pradadimara, M.A. (Anggota)

KEGIATAN SEMINAR, LOKAKARYA DAN PELATIHAN

TAHUN PELAKSANA 2015 Seminar Nasional dengan Tema : Peran Mayor Masyarakat Sejarawan Jenderal TNI (Purn) H. Andi Mattalatta dalam Indonesia Cabang Sulawesi Merebut Kemerdekaan dan Mempertahankan Selatan NKRI) , makassar, 17 Oktober 2015, sebaga Peserta 2015 Seminar Nasional ― Sehari Bersama Jalaluddin Koordinator Rumi Istitute Rumi ― Makassar, 30 September 2015 ,sebagai Makassar peserra 2015 Workshop Teknik Penulisan Jurnal Jurusan Arkeologi Fakultas Internasional Bereputasi‖ Makassar , 22 Ilmu Budaya Universitas September . sebagai peserta Hasanuddin 2015 The 9th International Conference on Malaysia – Faculty of Social Sciences, Indonesia Relation (Pahmi 9 ) Under the Yogyakarta State University theme ― Harmony in Diversity : Building Asean and Faculty of Arts and Community 2015 ― sebagai pemateri . Held on Humanities, Malaya

11

15 – 16 Sembtember , 2015 University 2015 Instruktur Pelatihan BCSS Unhas Tahun 2015 Wakil Rektor III Universits (sebagai Instruktur) Hasanuddin 2015 Workshop Pendalaman BCSS bagi Instruktur Tim Pengembangan Pelatihan Basic Character & Study Skill Karakter/Komisi Disiplin (BCSS)‖ 11-14 Agustus 2015 Makassar Universitas Hasanuddin (sebagai Peserta) 2015 Seminar Nasinal Paraasatra 3 Bahasa, Sastra Fakultas Baasa dan Seni dan Pengajarannya dalam Paradigma Kekinian Universitas Negeri Surabaya ― Surabaya Sabtu, 30 Mei 2015 di Auditorium Prof. Dr. Leo. Idra Adriana , M.Pd. (sebagai Pemakalah) 2015 Internationl Seminar ―Islam is a Mercy to the Pusat Studi dan Pengabdian Universe‖ Makassar, Saturday 16 may 2015 Islam (PSPI) Unhas (sebagai peserta) 2015 Seminar Sejarah dengan Tema ― Profil Himbupan Mahasiswa Pendidikan Sulawesi Selatan Dar Masa ke Jurusan Ilmu Sejarah Masa‖ Senin, 6 April 2015, Aula Mattulada Fakultas Ilmu Budaya (sebagai peserta) Universitas Hasanuddin 2015 Seminar Nasional ― Penyelenggaraan Standar HIMTIK FMIPA Unhas Nasional Pendidikan dan Sertifikasi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Indonesia‖ Minggu , 5 April 2015 Aula Prof. Dr. Ahmad Amiruddin (sebagai peserta) 2015 SEMINAR NASIONAL ” SASTRA, Sekolah Pascasarjana PENDIDIKAN KARAKTER DAN INDUSTRI Universitas Muhammadiyah KREATIF ” Surakarta 31 Maret 2015di Ruang Surakarta Seminar, (sebagai Pemakalah )

2015 Diskusi Buku Pakkuru Sumange‘ Musik, Tari, Jurusan Ilmu Sejarah dan Politik Kebudayaan di Sulawesi Selatan . Unversiatas Hasanuddin pada hari Jumat 20 Maret 2015 di Gedung bekerjasama dengan Mattulada (sebagai peserta) penerbit Ininnawa Makassar 2015 The International Seminar of Bridging Conducted by Faculty of Language and Literature Across Culture on Letters, Hasanuddin March 19, 2015. (sebagai Pemakalah) University – Makassar 2015 Diskusi Publik Tentang ‖ Peran dan Makna Pengurus Wilayah NU Bid‘ah Dalam membangun Peradaban Islam‖ bersama Lembaga Bahtsul pada hari Ahad, 22 Februari 2015 di Gedung Masail (LBM) NU Sulawesi PWNU Lt. 5 Jl.P.Kemerdekaan No. 29 Selatan Makassar. (sebagai peserta) 2016 Seminar Asbam (Arkeologi, Sejarah, Bahasa Fakultas Ilmu Budaya

12

dan Budaya di Alam Melayu) Unhas-ATMA UKM Malaysia 2017 Seminar Internasional IKADBUDI Ikatan Fakultas Ilmu Budaya Dosen Budaya Daerah Indonesia Unhas 2017 Seminar Internasional ASBAM VI ATMA UKM Malaysia 2018 Seminar Internasional (Arkeologi, Sejarah, Lombok Nusa Tenggara Bahasa dan Budaya di Alam Melayu) ke VII Barat 2018 INCOLWIS #1 2018 UNY Yogyakarta

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya .

Makassar, 26Desember 2018 Yang Bersangkutan

. Muhammad Bahar Akkase Teng