ANUTAN ROHANI DAN FAKTA SOSIAL DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA : KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik, Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc. (CTM), Sp.A. (K) dipertahankan pada tanggal 13 Februari 2013 di Medan, Sumatera Utara

PERTAMPILAN S. BRAHMANA NIM 098107013

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2 0 1 3

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANUTAN ROHANI DAN FAKTA SOSIAL DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik, Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Dengan Wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM@H., M.Sc. (CTM), Sp.A. (K) Dipertahankan pada tanggal 13 Februari 2013 Di Medan, Sumatera Utara

PERTAMPILAN S. BRAHMANA NIM 098107013

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2 0 1 3

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANUTAN ROHANI DAN FAKTA SOSIAL DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik, Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Terbuka

Pada Hari: Rabu Tanggal : 13 Februari 2013 Pukul : 9.30 Wib

Oleh

PERTAMPILAN S. BRAHMANA NIM 098107013

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HASIL PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI UNTUK SIDANG TERBUKA TANGGAL 13 FEBRUARI 2013

Oleh Promotor

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si

Ko-Promotor

Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D

Mengetahui Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D NIP 19540916 198003 2 003

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Judul Disertasi : Anutan Rohani Dan Fakta Sosial Dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer: Kajian Sosiologi Sastra Nama Mahasiswa : Pertampilan S. Brahmana Nomor Pokok : 098107013 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Kajian Sastra

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si Promotor

Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D Ko Promotor Ko. Promotor

Ketua Program Studi, Direktur,

Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang. M.SIE

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diuji pada Ujian Terbuka Tanggal:

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si Universitas Sumatera Utara Anggota Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP Universitas Sumatera Utara Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D Universitas Sumatera Utara Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A Universitas Sumatera Utara Dr. Asmyta Surbakti, M.Si Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M Pd. Universitas Negeri Padang Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S Universitas Sumatera Utara

Dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara No : 42/UN.5.1.R/SK/SSA/2013 Tanggal : 15 Januari 2013

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TIM PROMOTOR

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si Guru Besar Tetap Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D Guru Besar Tetap Ilmu Sastra dan Bahasa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TIM PENGUJI LUAR KOMISI

DR. T. THYRHAYA ZEIN, M.A

DR. ASMYTA SURBAKTI, M.Si

PROF. DR. HARRIS EFFENDI THAHAR, M.Pd.

PROF. DR. ROBERT SIBARANI, M.S

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BUKTI PENGESAHAN PERBAIKAN DISERTASI

Judul Disertasi Anutan Rohani Dan Fakta Sosial Dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer: Kajian Sosiologi Sastra Nama Mahasiswa Pertampilan S. Brahmana NIM 098107013 Program Studi Linguistik Konsentrasi Kajian Sastra

No Nama Tandatangan Tanggal

1 Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si

2 Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP

3 Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D

4 Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A.

5 Dr. Asmyta Surbakti, M.Si

6 Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M Pd.

7 Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TIM PENGUJI

Ketua : Prof. Dr. Ikhwanudin, M.Si Anggota : Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP : Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D : Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. : Dr. Asmyta Surbakti, M.Si : Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M Pd. : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERNYATAAN

Judul Disertasi

ANUTAN ROHANI DAN FAKTA SOSIAL DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

Penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor Linguistik pada Konsentrasi Kajian Sastra Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara Medan, adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian isi disertasi ini, bukan hasil karya penulis sendiri atau plagiat, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang telah diberikan dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Desember 2012

Penulis

Pertampilan S. Brahmana

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi Nama Lengkap : Pertampilan S. Brahmana Tempat/Tanggal : P. Brayan/Medan 13-10-1958 Lahir NIP : 19580101.198601.1.002 Pangkat/Golongan : Pembina/IV A Jabatan Fungsional : Lektor Kepala Pekerjaan : Staf Pengajar Departemen Sastra Indonesia Instansi : Fakultas Ilmu Budaya USU Alamat Kantor : Jln. Universitas No. 19 Kampus USU Medan 20155

Nama Ayah : L. Sembiring Brahmana (Alm) Nama Ibu : M. Br. Sebayang Alamat : Jln Setia Budi Kel. Tanjung Rejo Medan 20122

B. Riwayat Pendidikan Sekolah Lokasi Tahun Lulus SD SD Negeri 2 Medan 1971 SMP SMP Negeri VI Medan 1973 SMA SMA Negeri IV Medan 1977 S1 Fakultas Sastra USU Medan 1982 S2 Kajian Budaya, Udayana Denpasar 1998

C. Pengalaman Kerja Dosen Fakultas Sastra USU/Fakultas Ilmu Budaya Sejak 1986-sampai sekarang.

D. Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah Judul Media Tahun Marga Sembiring Pada Masyarakat Dinamika Kebudayaan, Univ. 2005 Karo Udayana Denpasar Dari Malaikat Ke Doa Mohon Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan 2007 Kehancuran Agama : Dekonstruksi Sastra Logat Atas Pandangan Keagamaan Dalam Sastra Indonesia Sastra Sebagai Sebuah Disiplin Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan 2008 Ilmu Sastra Logat FS. USU Penegakan Hak Asasi Manusia Historisme. FS USU 2009 (HAM) dan Kebangkitan Nasional Estetika Nyanyi Sunyi Karya Amir Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan 2009 Hamzah Sastra Logat FS. USU Pelarangan Pentas Kesenian dan Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan 2010 Buku (Sastra) pada Masa Orde Sastra Logat FS. USU 12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Baru Kisah Putri Hijau: Satu Kajian Dalam Buku „Mitos Cerita 2011 Rasional dan Irasional Rakyat“ Editor T. Silvana Sinar dan Ikhwanuddin Nasution. USU Press, ISBN: 979-458-556-4

E. Penghargaan

1. Satyalencana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden Republik Indonesia

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Disertasi ini berjudul Anutan Rohani Dan Fakta Sosial Dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer: Kajian Sosiologi Sastra, Pertampilan S. Brahmana, Program S3, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Latar belakang peneliti mengkaji karya PAT pernah mendapat larangan dari Pemerintah, dengan alasan mengandung ideologi realisme sosial, kemudian ingin mengidentifikasi fakta sosial dan anutan rohani yang terdapat di dalam Novel Bumi Manusia, serta ingin mengetahui bagaimana PAT menjabarkan anutan rohaninya dengan menggunakan fakta-fakta sosial. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), objek atau korpus penelitian yaitu teks karya sastra berupa novel Bumi Manusia. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Inilah data primer, sedangkan sumber data sekunder yaitu data-data yang bersumber dari buku-buku acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Data sekunder ini dicari melalui dokumen di perpustakaan dan internet. Teori yang digunakan teori anutan rohani dan fakta sosial. Teori anutan rohani menjelaskan bahwa gagasan, ide, kepentingan selalu bersembunyi di balik teks, dan teori fakta sosial menjelaskan kenyataan merupakan sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Fakta sosial itu merupakan milik bersama. Fakta sosial merupakan barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi dan fakta sosial adalah bagian dari dunia nyata (external world). Hasil penelitian ini menunjukkan anutan rohani yang terdapat dalam Novel Bumi Manusia ini berbentuk materialisme ekonomi yaitu untung rugi. Kemudian dijabarkan ke dalam bentuk ideologi perlawanan dan pertentangan klas. Perlawanan yang terdapat di dalam Novel Bumi Manusia ini “melawan sedarah”, melawan tradisi, melawan kezaliman. Pertentangan klas yang terdapat di dalam Novel Bumi Manusia ini: antara klas Borjuis dan klas Proletar, antara Pribumi dan Belanda, bangsa Pribumi dan bangsa Eropa, perbedaan klas antara orang pribumi dan orang Eropa, pertentangan klas antar Pribumi, perlawanan kaum Proletar kepada Borjuis. Kemudian pemikiran materialisme ekonomi yang terdapat dalam novel ini adalah untung rugi. Fakta sosial yang digunakan terdiri dari lima puluh unsur delapan kategori Adapun hubungan fakta sosial dengan anutan rohani, Pramoedya Ananta Toer menggunakan fakta sosial untuk menyalurkan, menjabarkan anutan rohaninya. Fakta- fakta sosial yang digunakan adalah perzodiakan, kepintaran, melalui Herman Mellema dan Robert Mellema, melalui Nyai Ontorosoh, melalui nama Minke, melalui tradisi Jawa, melalui kasus perkawinan Minke dengan Annelies, melalui perilaku hukum zaman kolonial Belanda, dan kritik terhadap gereja. Kemudian setelah dilihat dari realitas yang terbayang dari cerita novel Bumi Manusia dan dihubungkan, dibandingkan dengan realitas Ordebaru, pelarangan Novel ini hanya karena pengarangnya (PAT) sebagai anggota Lekra yang berafiliasi kepada komunis. Isi Cerita sama sekali tidak berisi perlawanan kepada Orde Baru. Adapun makna Bumi Manusia sebagai judul novel ini, bahwa apa yang dilukiskan dalam novel ini sama dengan kehidupan nyata yang juga terdiri dari berbagai persoalan

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

hidup. Artinya masalah di dalam novel Bumi Manusia adalah masalah manusia, seperti di dunia nyata. Misalnya masalah kemanusiaan, ingin bebas, masalah kecantikan, ancaman pembunuhan, konflik dalam keluarga, nasib tragis, bangga, merendahkan wanita, persahabatan, percintaan, rasa kemanusiaan, ada penindasan, ada rasisme, ada pertengkaran, ada kepatuhan, ada prasangka, ada prinisip hidup, ada pembelaan seperti pembelaan Darsam, ada rasa kagum, ada kerinduan ada produk teknologi mutahir, ada relativisme, ramalan yang meleset.

Kata kunci: Novel Bumi Manusia, Anutan Rohani, Fakta Sosial.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The title of this dissertation is “Spiritual Role Model and Social Facts Novel Earth of Mankind Work In Pramoedya Ananta Toer: Sociology Literary Studies”, Doctoral Program, Postgraduate University of Sumatera Utara.

This study employed spiritual and social fact approach. The result of this study showed that spiritual role model found in this novel is in the form of economic materialism, specifically the loss and profit which was then translated into the ideological resistance and class conflict. The form of resistance found in this novel is “melawan sedarah” (against those of the same blood), against tradition, and against tyranny. Class conflict found in this novel is between the Bourgeois and the Proletarian, between the Natives/Indigenous and the Dutch, between the Natives/Indigenous and the Europeans, between the Natives/Indigenous and the other Natives/Indigenous, and the fight of the Proletarian against the Bourgeois. The thoughts of economic materialism found in this novel is the loss and profit. The social facts (which are) used are fifty elements and eight categories The relationship between social facts and spiritual role model is that Pramoedya Ananta Toer used the social facts to socialize and describe his spiritual role model. The social facts used are zodiac and intelligence through Herman Mellema, Robert Mellema, Nyai Ontosoroh, Minke, Javanese Tradition, the marriage between Minke and Annelies, the legal behavior of Dutch Colonial Era, and criticism against the Church. After being seen from the reality based on the story in the novel 'Bumi Manusia' and then related and compared to the reality of New Order regime, the banning of this novel is because the author - PAT - is the member of Lekra which affiliated to Communist Party. The story of the novel is nothing to do with the rejection to the New Order regime. The meaning of Bumi Manusia as the title of this novel that what portrayed in this novel is the same as the real life comprising various problems. Meaning, the problems found in this novel belong to the human being who live in a real world, for example, problems of humanity, want to be free, problems of beauty, death threat, family conflict, tragic fate, pride, women degradation, friendship, romance, sense of humanity, oppression, racism, fighting, obedience, principle of life, defense like the one given to Darsam, sense of awe, sense of longing, sophisticated technology product, relativism and missed prediction.

Keywords: Novel, Bumi Manusia, Spiritual Role Model, Social Facts

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Selesainya disertasi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: Rektor Universitas Sumatera Utara (1994-2010), Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&H., Sp.A(K) dan Rektor USU Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM@H., M.Sc. (CTM), Sp.A. (K), atas kesempatan dan fasilitas serta bantuan dana yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Doktor. Juga kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang. M.SIE. Juga kepada mantan Dekan Fakultas Sastra USU Prof. Syaifuddin, M.A.,Ph.D., dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Dr. Syahron Lubis,M.A. Terima kasih yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si selaku pembimbing utama Juga kepada Dr. Edy Setia, M.Ed. TESP, dan Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D sebagai ko promotor yang telah memberikan bimbingan dan arahan hingga selesainya disertasi ini. Selanjutnya, penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya serta penghargaan yang tinggi kepada dewan penguji Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si, Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP, Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D, Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A, Dr. Asmyta Surbakti, M.Si, Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S dan Prof. Dr. Harris Effendi Thahar, M Pd. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S, sebagai penasehat akademik. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada staf administrasi Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU. Terakhir ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Orang tua penulis Ayahanda L. S. Brahmana (Alm) dan Ibunda M. Br Sebayang. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada semua keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu atas dorongan dan nasehatnya.

Medan, Desember 2012 Penulis

Pertampilan S. Brahmana

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

PERNYATAAN……………...... ……………...... ……………...... XI RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………………….. XII ABSTRAK……………...... ……………...... ……………...... XIV KATA PENGANTAR……………...... …………...... ………...... XVIII DAFTAR ISI……………...... ……………...... …………...... XIX

BAB I PENDAHULUAN……………...... ……………...... …..... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...... 1 1.2 Perumusan Masalah……...... ……...... ……...... 6 1.3 Tujuan Kajian……...... ……...... ……...... 6 1.3.1 Tujuan Umum……...... ……...... 6 1.3.2 Tujuan Khusus……...... ……...... 6 1.4 Manfaat Kajian……...... ……...... ……...... 7 1.4.1 Manfaat Teoritis……...... ……...... 7 1.4.2 Manfaat Praktis……...... ……...... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KAJIAN TEORI……...... 9 2.1 Kajian Pustaka……...... ……...... ……...... 9 2.1.1 Skripsi……...... ……...... ……...... 10 2.1.1.1 Analisis Novel “Bumi Manusia” Karya Pramoedya Ananta Toer (Ditinjau Dari Segi Sosiologi Historis) ……...... …….... 10 2.1.1.2 Eksistensi Perempuan dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Sebuah Kajian Kritik Sastra Feminisme) .... 11 2.1.1.3 Konflik Budaya dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Pendekatan Fenomenologi- Sosiologis……...... 13 2.1.1.4 Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Kajian Struktur, Sosial, Budaya, Agama Dan Nilai Pendidikan)…… 14 2.1.2 Tesis……...... ……...... ……...... 16 2.1.2.1 Kontak Budaya Pribumi dengan Kolonial dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer……...... 16 2.1.2.2 Analisis Strukturalisme Genetik Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer……...... 18 2.1.2.3 Kajian Problem Sosial Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Nilai

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pendidikan).………………………………... 19 2.1.2.4 Hibriditas Tokoh Pribumi Dan Indo Dalam Dominasi Kolonial Pada Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer…. 20 2.1.2.5 Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan Strukturalisme Genetik……...... 21 2.1.3 Disertasi……...... ……...... ……...... 22 2.1.3.1 Caturlogi Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Kajian Sosial, Historis, dan Nilai Pendidikan) ……...... 22 2.1.4 Perbedaan dan Kontribusi...... 23 2.2 Konsep……...... ……...... ……...... ……... 25 2.2.1 Novel ………. ……...... ……...... 25 2.2.2 Anutan Rohani ……………………………………… 25 2.2.3 Fakta Sosial……...... ……...... 27 2.3 Kajian Teori……...... ……...... ……...... 29 2.3.1 Novel …………………………………………………. 29 2.3.2 Sastra dan Kehidupan……...... ……...... 31 2.3.2.1 Pengertian Sastra …………………………. 31 2.3.2.2 Ciri Umum Karya Sastra ………………… 36 2.3.2.3 Ciri Karya Sastra yang Baik……...... 37 2.3.2.4 Sastra dan Kehidupan……...... 38 2.3.3 Sosiologi Sastra ……………………………………… 39 2.2.4 Realisme Sosial ………………………………………. 46 2.3.5 Anutan Rohani dan Karya Sastra …………………...... 51 2.3.5.1 Pengertian Anutan Rohani ……………… 51 2.3.5.2 Anutan-Anutan Rohani ………………….... 57 2.3.5.2.1 Mendekonstruksi Ajaran Agama 57 2.3.5.2 Hamzah Fansuri dan .1.1 Syekh Siti Jenar ……... 57 2.3.5.2 Saeful Badar dan Puisi .1.2 Malaikat ……...... 59 2.3.5.2 Gendhotwukir dan Doa .1.3 Mohon Kehancuran Agama...... 64 2.3.5.3 Anutan Rohani: Nasionalisme …………... 66 2.3.5.4 Anutan Rohani: Melawan Kapitalis (Pemilik Modal) ...... 68 2.3.6 Fakta Sosial ………………………………………...... 72 2.3.6.1 Fakta Faktual...... 75 2.3.6.2 Fakta Fiksi...... 79 BAB III METODE PENELITIAN……...... ……...... ……...... 82 3.1 Pendekatan Penelitian...... 82 3.2 Sumber Data...... ……...... 83 3.3 Teknik Pengumpulan Data ……………………………………...... 83

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.4 Teknik Analisis Data……...... ……...... ……...... 85 3.5 Penafsiran Terhadap Data...... ……...... ……...... 86 BAB IV ANUTAN ROHANI……...... ……...... ……...... 87 4.1 Pendahuluan………………………………………….…...... 87 4.2 Roman Bumi Manusia……… ……………………………...... 87 4.2.1 Tokoh-Tokoh dalam Novel Bumi Manusia ……………..... 87 4.2.1.1 Tokoh Utama ……………………………...... 88 4.2.1.2 Tokoh Pendukung ………………………...... 92 4.2.2 Klas dalam Novel Bumi Manusia …………………...... 96 4.2.2.1 Klas Penguasa …………………………...... 96 4.2.2.2 Klas Tertindas ……………………………...... 97 4.2.2.3 Klas Netral…….…………………………...... 97 4.2.2.4 Klas Sampah ……………………………...... 97 4.3 Anutan Rohani Tokoh Dalam Novel Bumi Manusia…………….... 97 4.3.1 Anutan Rohani Perlawanan ………………………...... 98 4.3.1.1 Melawan Tradisi Jawa……………………...... 98 4.3.1.2 Melawan Kezaliman ……………………...... 99 4.3.1.3 Melawan Kaum Borjuis …………………...... 103 4.3.2 Anutan Rohani Pertentangan Klas ……………….…...... 106 4.3.2.1 Antara Klas Borjuis dan Klas Proletar …...... 108 4.3.2.2 Antara Pribumi dengan Belanda …………...... 111 4.3.2.3 Antara Bangsa Pribumi dengan Bangsa Eropa . 113 4.3.2.4 Antara Orang Pribumi Dengan Orang Eropa..... 113 4.3.2.5 Antar Pribumi ……………………………...... 115 4.3.3 Anutan Rohani Materialisme – Ekonomi ……………….... 115 4.3.3.1 Materialisme ……………………………...... 115 4.3.3.2 Ekonomi ……………………………………… 117 4.3.3.3 Materialisme Ekonomi ………………………. 118 4.3.3.4 Anutan Rohani Materialisme Ekonomi dalam Novel Bumi Manusia ...... 118 BAB V FAKTA SOSIAL (FAKTA FAKTUAL DAN FAKTA FIKSI)...... 121 5.1 Pendahuluan...... 121 5.2 Fakta-Fakta Sosial Dalam Roman Bumi Manusia………...... 127 5.2.1 Ilmu Pengetahuan Teknologi.…...... 127 5.2.1.1 Iptek ...... ……………………...... 127 5.2.1.1.1 Iptek Sebagai Faktual ……….... 127 5.2.1.1.2 Iptek Sebagai Fakta Fiksi …….. 128 5.2.1.2 Zincografi …………………………………… 129 5.2.1.2.1 Zincografi Sebagai Fakta Faktual ...... 129 5.2.1.2.2 Zincografi Sebagai Fakta Fiksi . 130 5.2.2 Transportasi .…...... 130 5.2.2.1 Transportasi Sebagai Fakta Faktual……….... 130 5.2.2.2 Transportasi Sebagai Fakta Fiksi………….... 131 5.2.3 Hubungan Sosial ...... 132 5.2.3.1 Hubungan Guru Dengan Murid ……………. 132

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.3.1.1 Hubungan Guru Dengan Murid Sebagai Fakta Faktual...... 132 5.2.3.1.2 Hubungan Guru Dengan Murid Sebagai Fakta Fiksi...... 132 5.2.3.2 Ramah ……………………………………… 132 5.2.3.2.1 Ramah Sebagai Fakta Faktual 132 5.2.3.2.2 Ramah Sebagai Fakta Fiksi … 133 5.2.3.3 Humanisme (Kemanusiaan) ……………….. 133 5.2.3.3.1 Humanisme (Kemanusiaan) Sebagai Fakta Faktual...... 133 5.2.3.3.2 Humanisme (Kemanusiaan) Sebagai Fakta Fiksi………….... 134 5.2.4 Masalah Sosial...... 135 5.2.4.1 Meninggalkan Istri ………………………..... 135 5.2.4.1.1 Meninggalkan Istri Sebagai Fakta Faktual…...... 135 5.2.4.1.2 Meninggalkan Istri Sebagai Fakta Fiksi……...... 136 5.2.4.2 Menuntut Harta ………………...... 136 5.2.4.2.1 Menuntut Harta Sebagai Fakta Faktual………...... 136 5.2.4.2.2 Menuntut Harta Sebagai Fakta Fiksi ……...... 136 5.2.4.3 Tidak Diakui Sebagai Anak ………………... 137 5.2.4.3.1 Tak Diakui Sebagai Anak Sebagai Fakta Faktual...... 137 5.2.4.3.2 Tak Diakui Sebagai Anak Sebagai Fakta Fiksi…...... 137 5.2.4.4 Rasialisme...... 138 5.2.4.4.1 Rasialisme Sebagai Fakta Faktual ...... 138 5.2.4.4.2 Rasialisme Sebagai Fakta Fiksi.. 139 5.2.4.5 Perlawanan Terhadap Rasisme …………...... 140 5.2.4.5.1 Perlawanan Terhadap Rasisme Sebagai Fakta Faktual...... 140 5.2.4.5.2 Perlawanan Terhadap Rasisme Sebagai Fakta Fiksi……...... 140 5.2.4.6 Gila Jabatan ...... 142 5.2.4.6.1 Gila Jabatan Sebagai Fakta Faktual…………...... 142 5.2.4.6.2 Gila Jabatan Sebagai Fakta Fiksi……………...... 142 5.2.4.7 Adopsi Anak...... 143 5.2.4.7.1 Adopsi Anak Sebagai Fakta Faktual...... 143 5.2.4.7.2 Adopsi Anak Sebagai Fakta

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Fiksi...... 144 5.2.4.8 Belanda Merampas ………………………….. 144 5.2.4.8.1 Belanda Merampas Sebagai Fakta Faktual ...... 144 5.2.4.8.2 Belanda Merampas Sebagai Fakta Fiksi……...... 145 5.2.4.9 Perdukunan ……………………………...... 146 5.2.4.9.1 Perdukunan Sebagai Fakta Faktual……...... 146 5.2.4.9.2 Perdukunan Sebagai Fakta Fiksi. 147 5.2.4.10 Anti Pribumi. ……………………………….. 148 5.2.4.10.1 Anti Pribumi Sebagai Fakta Faktual………...... 148 5.2.4.10.2 Anti Pribumi Sebagai Fakta Fiksi…………...... 148 5.2.4.11 Bentrokan …………………………………… 149 5.2.4.11.1 Bentrokan Sebagai Fakta Faktual ………...... 149 5.2.4.11.2 Bentrokan Sebagai Fakta Fiksi... 149 5.2.4.12 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar ...... 151 5.2.4.12.1 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar Sebagai Fakta Faktual ………… 151 5.2.4.12.2 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar Sebagai Fakta Fiksi ...... 151 5.2.4.13 Perang ……………………………………...... 152 5.2.4.13.1 Perang Aceh dan Perang Kolonial Sebagai Fakta Faktual.. 152 5.2.4.13.1.1 Perang Aceh…… 153 5.2.4.13.1.2 Perang Kolonial.. 153 5.2.4.13.2 Perang Aceh dan Perang………. 154 Kolonial Sebagai Fakta Fiksi...... 5.2.4.13.2.1 Perang Aceh…… 154 5.2.4.13.2.2 Perang Kolonial... 154 5.2.4.14 Perdagangan Wanita ………………………… 155 5.2.4.14.1 Perdagangan Wanita Sebagai Fakta Faktual ...... 155 5.2.4.14.2 Perdagangan Wanita Sebagai Fakta Fiksi ...... 155 5.2.4.15 Konflik ……………………………………… 156 5.2.4.15.1 Konflik Sebagai Fakta Faktual ... 156 5.2.4.15.2 Konflik Sebagai Fakta Fiksi …. 161 5.2.4.15.2.1 Konflik (Melawan)

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hukum Pemerintahan Hindia Belanda...... 161 5.2.4.15.2.2 Konflik Batin Nyai Ontosoroh .. 162 5.2.4.15.2.3 Melawan Tradisi Jawa……...... 163 5.2.4.15.2.4 Konflik Melawan Citra Nyai ...... 165 5.2.4.15.2.5 Konflik Batin Nyai Ontosoroh dengan Herman Mellema...... 168 5.2.4.15.2.6 Konflik Maurits Mellema terhadap Herman Mellema 169 5.2.4.15.2.7 Konflik Minke Dengan Dewan Guru dan Tuan Direktur ...... 170 5.2.4.15.2.8 Konflik Antara Annelies dengan Robert Mellema. 171 5.2.5 Budaya (Jawa) ...... 172 5.2.5.1 Batik ………………………………………... 172 5.2.5.1.1 Batik Sebagai Fakta Faktual….. 172 5.2.5.1.2 Batik Sebagai Fakta Fiksi …….. 172 5.2.5.2 Blanko dan Keris …………………………… 173 5.2.5.2.1 Blanko dan Keris Sebagai Fakta Faktual…...... 173 5.2.5.2.2 Blanko dan Keris Sebagai Fakta Fiksi …...... 174 5.2.5.3 Gamelan …………………………………..... 174 5.2.5.3.1 Gamelan Sebagai Fakta Faktual.. 174 5.2.5.3.2 Gamelan Sebagai Fakta Fiksi…. 175 5.2.5.4 Syukuran ……………………………...... 175 5.2.5.4.1 Syukuran Sebagai Fakta Faktual. 175 5.2.5.4.2 Syukuran Sebagai Fakta Fiksi…. 176 5.2.6 Suku ...... 177 5.2.6.1 Suku Jawa ...... ….……… 177 5.2.5.1.1 Suku Jawa Sebagai Fakta Faktual...... 177 5.2.5.1.2 Suku Jawa Sebagai Fakta Fiksi... 177 5.2.6.2 Suku Madura ...... 178

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.5.2.1 Suku Madura Sebagai Fakta Faktual...... 178 5.2.5.2.2 Suku Madura Sebagai Fakta Fiksi...... 178 5.2.6.3 Suku Aceh...... ….…...... 179 5.2.5.3.1 Suku Aceh Sebagai Fakta Faktual...... 179 5.2.5.3.2 Suku Aceh Sebagai Fakta Fiksi...... 179 5.2.7 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota)...... 179 5.2.7.1 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota) Sebagai Fakta Faktual...... 179 5.2.7.1.1 Jepang …………………...... 180 5.2.7.1.2 Belanda ……………………..... 180 5.2.7.2.3 Perancis ……………………..... 181 5.2.7.2.4 Maroko…………………...... 181 5.2.7.1.5 Lybia………………………...... 182 5.2.7.1.6 Aljazair ……………………..... 182 5.2.7.1.7 Mesir ………………………...... 183 5.2.7.1.8 Afrika Selatan ……………...... 183 5.2.7.1.9 Hongkong …………………...... 184 5.2.7.1.10 Sidoarjo …………………...... 184 5.2.7.1.11 Surabaya…………………… .... 185 5.2.7.1.12 Pulau Jawa …………………..... 185 5.2.7.1.13 Hindia Belanda………… …...... 186 5.2.7.1.14 Aceh………………………...... 186 5.2.7.1.15 Wonokromo ………………...... 187 5.2.7.2 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota)...Sebagai Fakta Fiksi ...... 187 5.2.8 Penggunaan Bahasa Belanda …………………………...... 188 5.2.8.1 Penggunaan Bahasa Belanda Secara Fakta Faktual ……...... 188 5.2.8.2 Penggunaan Bahasa Belanda Secara Fakta Fiksi...... 188 5.2.8.2.1 Nama Tempat ……………...... 188 5.2.8.2.2 Nama Jabatan ……………...... 190 5.2.8.2.3 Nama Orang ………………...... 191 5.2.8.2.4 Istilah Pemerintahan dan Nama Organisasi …………...... 195 5.2.8.2.5 Istilah-Istilah Lain…………...... 197 5.2.9 Lain-Lain...... …………………………...... 197 5.2.9.1 Marsose ……………………………………. 197 5.2.9.1.1 Marsose Sebagai Fakta Faktual.. 197 5.2.9.1.2 Marsose Sebagai Fakta Fiksi….. 198 5.2.9.2 Asosiasi ……………………………………. 198 5.2.9.2.1 Asosiasi Sebagai Fakta Faktual.. 198

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.2.2 Asosiasi Sebagai Fakta Fiksi…. 199 5.2.9.3 Perusahaan Pertanian ………………………. 199 5.2.9.3.1 Perusahaan Pertanian Sebagai Fakta Faktual……………...... 199 5.2.9.3.2 Perusahaan Pertanian Sebagai Fakta Fiksi …...... 200 5.2.9.4 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya ……… 200 5.2.9.4.1 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya Sebagai Fakta Faktual. 200 5.2.9.4.2 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya Sebagai Fakta Fiksi…. 200 5.2.9.5 Perkawinan ………………………………… 201 5.2.9.5.1 Perkawinan Sebagai Fakta Faktual…………...... 201 5.2.9.5.2 Perkawinan Sebagai Fakta Fiksi……………...... 201 5.2.9.6 Peradilan Kolonial ...... 201 5.2.9.6.1 Peradilan Kolonial Sebagai Fakta Faktual...... 201 5.2.9.6.2 Peradilan Kolonial Sebagai Fakta Fiksi...... 203 5.2.9.7 Pendidikan ………………………….…...... 204 5.2.9.7.1 Pendidika Sebagai Fakta Faktual 204 5.2.9.7.2 Pendidikan Sebagai Fakta Fiksi . 207 5.2.9.8 Kantor ……………………………………...... 207 5.2.9.8.1 Kantor Sebagai Fakta Faktual.... 207 5.2.9.8.2 Kantor Sebagai Fakta Fiksi …... 207 5.2.9.8.2.1 Kantor Kabupaten 207 5.2.9.8.2.2 Kantor (Gedung) Pengadilan ...... 207 5.2.9.8.2.3 Kantor Polisi ….. 208 5.2.9.9 Surat Menyurat …………………………… 208 5.2.9.9.1 Surat Menyurat Sebagai Fakta Faktual …...... 208 5.2.9.9.2 Surat Menyurat Sebagai Fakta Fiksi………...... 208 5.2.9.10 Wanita ………………………………………. 216 5.2.9.10.1 Wanita Sebagai Fakta Faktual… 216 5.2.9.10.2 Wanita Sebagai Fakta Fiksi … 216 5.2.9.11 Hukum ……………………………………… 218 5.2.9.11.1 Hukum Sebagai Fakta Faktual .. 218 5.2.9.11.2 Hukum Sebagai Fakta Fiksi ….. 219 5.2.9.12 Liberalis …………………………………….. 220 5.2.9.12.1 Liberalis Sebagai Fakta Faktual………………………… 220 5.2.9.12.2 Liberalis Sebagai Fakta Fiksi…. 220

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.13 Nilai Ekonomi ……………………………… 221 5.2.9.13.1 Nilai Ekonomi Sebagai Fakta Faktual...... 221 5.2.9.13.2 Nilai Ekonomi Sebagai Fakta Fiksi...... 221 5.2.9.14 Tradisi Satria Jawa ………………………… 222 5.2.9.14.1 Tradisi Satria Jawa Sebagai Fakta Faktual…...... 222 5.2.9.14.2 Tradisi Satria Jawa Sebagai Fakta Fiksi …...... 222 5.2.9.15 Rumah …………………………………...... 222 5.2.9.15.1 Rumah Sebagai Fakta Faktual… 222 5.2.9.15.2 Rumah Sebagai Fakta Fiksi…… 223 5.2.9.16 Rumah Bordil ………………………………. 224 5.2.9.16.1 Rumah Bordil Sebagai Fakta Faktual……...... 224 5.2.9.16.2 Rumah Bordil Sebagai Fakta Fiksi………...... 224 5.2.9.17 Taman ……………………………………… 225 5.2.9.17.1 Taman Sebagai Fakta Faktual...... 225 5.2.9.17.2 Taman Sebagai Fakta Fiksi….... 225 5.2.9.18 Perpustakaan ……………………...... 225 5.2.9.18.1 Perpustakaan Sebagai Fakta Faktual ...... 225 5.2.9.18.2 Perpustakaan Sebagai Fakta Fiksi …………...... 226 5.2.9.19 Mendidik ………………………………….... 227 5.2.9.19.1 Mendidik Sebagai Fakta Faktual 227 5.2.9.19.2 Mendidik Sebagai Fakta Fiksi...... 227 5.2.9.20 Dekonstruksi ……………………………….. 228 5.2.9.20.1 Dekonstruksi Sebagai Fakta Faktual...... 228 5.2.9.20.2 Dekonstruksi Sebagai Fakta Fiksi……………...... 228 5.2.9.21 Ratu Wilhelmina ...... 230 5.2.9.21.1 Ratu Wilhelmina Sebagai Fakta Faktual ...... 230 5.2.9.21.2 Ratu Wilhelmina Sebagai Fakta Fiksi...... 230 5.3 Fakta Faktual dan Fakta Fiksi Dalam Novel Bumi Manusia... …… 230 BAB VI FAKTA SOSIAL DAN ANUTAN ROHANI SERTA HUBUNGAN PELARANGAN NOVEL BUMI MANUSIA OLEH ORDE BARU ...... 232 6.1 Fakta Sosial Dan Anutan Rohani ...... 232 6.1.1 Pendahuluan...... 232

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6.1.2 Melalui Perzodiakan..…………………………………..... 232 6.1.3 Melalui Kepintaran ……………………………………. 233 6.1.4 Melalui Herman Mellema ……………………………….. 233 6.1.5 Melalui Robert Mellema ………………………………… 234 6.1.6 Melalui Nyai Ontosoroh ………………………………… 234 6.1.7 Melalui Misteri Nama Minke ………………………….... 234 6.1.8 Melalui Tradisi Jawa ……………………………………. 235 6.1.9 Melalui Kondisi Perusahaan Pertanian Buitenzorg …… 236 6.1.10 Melalui Perkawinan Minke dengan Annelies ...... 237 6.1.11 Melalui Perilaku Hukum Zaman Kolonial ...... 237 6.1.12 Kritik Terhadap Gereja ………………………………….. 238 6.2 Hubungan Pelarangan Oleh Orde Baru Terhadap Novel Bumi Manusia ...... 238 BAB VII MAKNA BUMI MANUSIA ……………………………...... 245 7.1 Pendahuluan ……………………………………………...... 245 7.2 Ambisi Jabatan …………………………………………...... 246 7.3 Perang ……………………………………………………...... 246 7.3.1 Perang Aceh …………………………………………... 246 7.3.2 Perang Kolonial …………………………………...... 247 7.4 Penghinaan ………………………………………………...... 247 7.5 Gila Darah Biru …………………………………………...... 247 7.6 Ramalan Yang Tidak Benar ……………………………...... 248 7.7 Ingin Bebas ………………………………………………...... 248 7.8 Kecantikan ………………………………………………...... 248 7.9 Ancaman Pembunuhan …………………………………...... 249 7.10 Konflik Dalam Keluarga …………………………………...... 249 7.11 Nasib Tragis ……………………………………………...... 249 7.12 Bangga ……………………………………………………...... 250 7.13 Merendahkan Wanita ……………………………………...... 250 7.13.1 Sikap Pria Pribumi Terhadap Wanita ……………….... 250 7.14 Persahabatan ……………………………………………...... 250 7.15 Percintaan …………………………………………...... 250 7.16 Rasa Kemanusiaan …………………………………...... 251 7.17 Penindasan …………………………………………...... 251 7.18 Kepatuhan …………………………………………...... 251 7.19 Prasangka ……………………………………………...... 251 7.20 Prinsip Hidup ………………………………………...... 252 7.21 Pembelaan Seperti Pembelaan Darsam ...... 252 7.22 Rasa Kagum …………………………………………...... 253 7.23 Kerinduan …………………………………………...... 253 7.24 Konflik ……………………………………………………...... 253 7.25 Rampas Merampas ………………………………………...... 255 7.26 Pengaruh Mempengaruhi ………………………………...... 265 7.27 Tuntut Menuntut Harta …………………………………...... 257 7.28 Rasialisme ………………………………………………...... 258 7.29 Magda Peters Melawan Rasis ……………………………...... 261

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB SIMPULAN, SARAN DAN TEMUAN ANLISIS PENELITIAN ……… 263 VIII 8.1 Simpulan …………………………………………………...... 263 8.1.1 Anutan Rohani ...... 263 8.1.2 Fakta Sosial ...... 263 8.1.3 Jabaran Anutan Rohani ke dalam Bentuk-Bentuk Fakta Sosial...... 265 8.1.4 Hubungan Pelarangan Orde Baru Terhadap Novel Bumi Manusia…………………………………………………. 265 8.1.5 Makna Bumi Manusia Terhadap Kehidupan Nyata...... 265 8.2 Saran ……………………………………………………...... 266 8.3 Temuan Anlisis Penelitian...... 267 DAFTAR PUSTAKA……...... ……...... ……...... ……...... 268

LAMPIRAN 1 TENTANG PRAMOEDYA ANANTA TOER LAMPIRAN 2 SINOPSIS

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra yang ditulis seorang penulis, terutama penulis “berpengalaman” tidak akan pernah terlepas dari anutan rohani1 yang dianutnya. Dikatakan penulis

“berpengalaman” karena dia “dengan sadar” menerjemahkan anutan rohaninya tersebut ke dalam karya-karya yang ditulisnya. Namun, bila ditanya masalah anutan rohani ini kepada pengarangnya, akan diragukan pengarangnya menjawab atau menjelaskannya..

Dalam posisi seperti ini, sastrawan menerjemahkan anutan rohaninya ini dikatakan sang sastrawan berpolitik, tetapi bukan tipe politik praktis.

Sastra dan politik memang berbeda. Keduanya mempunyai wilayah kerja yang berbeda, baik wujud maupun kegunaannya. Sastra berwujud kesenian dengan kegunaannya untuk kepentingan rohani, sedangkan politik berwujud kekuasaan.

Keduanya sama-sama sebuah ekspresi. Sastra adalah ekspresi yang berkaitan dengan kesenian (seni), sedangkan politik adalah ekspresi (pengatur) kekuatan yang bersifat fisik.

Keduanya kadangkala saling merangkul, kadang kala saling bertolak belakang, misalnya ada seni berpolitik dan ada pula politik seni.

Seni berpolitik adalah tatacara pengaturan kekuasaan agar tidak begitu vulgar pengekspresiannya. Seandainya ada orang yang tidak setuju maka perlulah dibuat cara- cara agar orang yang tidak setuju tersebut menjadi dapat menerima tanpa harus

1 Istilah lain untuk menyebut ini adalah aliran atau paham atau ideologi yang bersifat individual. Istilah Anutan Rohani diambi dari buku Bahrum Rangkuti, Pramoedya Ananta Toer. : Gunung Agung. 1963. 29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mengubah tujuan. Politik seni adalah tatacara mengatur kehidupan seni itu agar sesuai dengan yang dikehendaki.

Walaupun sastra dan politik mempunyai wujud dan kegunaan yang berbeda dan mempunyai kadiah masing-masing, batasan-batasan yang mereka gunakan kerapkali tidak jelas. Artinya politik sering memasuki wilayah sastra dan sastra juga sering kali memasuki dan mengklaim ke wilayah politik. Permasalahan ini kerapkali menimbulkan persoalan karena sama-sama mengklaim wilayahnya masing-masing. Sebagai contoh penyair F. Rahardi batal membacakan sajak-sajaknya di Taman Jakarta pada tahun 1986. Sementara di kompleks Asdrafi (Akademi Seni Drama dan Film) di

Yogyakarta Hari Pamuju gagal membacakan cerita pendek Langit Makin Mendung karya

Ki Panji Kusmin dan Harris Effendi Tahar, juga gagal membacakan cerpennya dengan judul Pemilihan Umum (Tempo, 1 Februari 1986). Pelarangan terhadap naskah kesenian di atas, tentulah berdasarkan kebijaksaan politik, bukan atas kebijaksanaan kesenian.

Pelarangan buku Sang Pemula dan Novel Jejak Langkah dan Rumah Kaca, karya

PAT oleh Pemerintah Ordebaru melalui keputusan Jaksa Agung No. 036/J.A./5/1986, bertanggal 1 Mei 1986 dan No. 061/J.A/6/1988, bertanggal 8 Juni 1988, dikarenakan oleh

Pemerintah Ordebaru dianggap bertentangan dengan TAP MPR dengan no TAP

XXV/MPRS/1966. Buku/Novel tersebut merupakan karya novel sejarah yang bertitik tolak pada konsep kontradiksi sosial dan perjuangan klas berlandaskan ralisme sosialis yaitu tipe sastra yang dianut kaum komunis. Pengaruh tersebut dapat menganggu ketertiban umum (Kompas, 22 Mei 1986, Kompas 10 Juni 1988 dan Tempo 31 Mei

1986).

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Para politikus selalu bertitik tolak memandang suatu masalah dan tujuan untuk mencapai sesuatu yang berada di luar dirinya. Sastrawan bertolak dari dalam dirinya.

Politik bersifat praktis dan pragmatis, sementara sastra bersifat idealistik dan imajinatif.

Pada karya-karya sastra, sastrawan terkadang menjadikan tokoh-tokoh politik sebagai proyeksi (sarana ekspresi) bagi tokoh-tokoh ceritanya. Sementara para politikus selalu memandang para sastrawan sebagai pemimpi di siang bolong yang selalu suka melebih-lebihkan sesuatu persoalan dan karena perbedaan pandangan inilah maka selalu saja terjadi benturan antara para sastrawan dan politikus. Masing-masing bertitik tolak dari pandangannya. Bila bentrokan versi sastra, paling-paling adu agumentasi (polemik), akan tetapi bila bentrokan versi politik apalagi disertai dengan suhu yang memanas dapat menjadi bentrokan fisik dan sifatnya berkelompok.

Di dalam kesusastraan dunia, terlihat juga antara sastra sebagai kesenian dan politik ada yang saling berangkulan dan ada pula yang saling bertentangan. Seolah-olah sastra dan politik adalah ranjau sepanjang jalan. Di Rusia misalnya barangkali dengan menyebut Joseph Brodsky dan Alexander Solzheitsyn sudah dapat membayangkan apa yang terjadi dengan kedua pemenang hadiah Nobel Kesusastraan ini. Kedua penulis ini terpaksa hidup di pengasingan. Di RRC, novelis Liu Binyan dan Rouwang, walaupun nasibnya tidak seberat kedua pengarang Rusia di atas, tetapi peranannya dimatikan, caranya tidak ada penerbit di RRC yang mau menerbitkan karya-karyanya. Terakhir adalah Salman Rusdhi, novelis India yang menetap di Inggris. Novelnya yang berjudul

The Satanic Verses menimbulkan kemarahan besar umat Islam diberbagai penjuru dunia.

Banyak negara yang umumnya masyarakatnya beragama Islam, melarang peredaran novel ini.

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada masa lalu, antara sastra dan politik belum begitu terperinci seperti sekarang, beberapa karya sastra sudah mendapat tantangan misalnya karya-karya Hamzah Fansuri.

Karya-karya Hamzah Fansuri dibakar. Pembakaran terhadap karya-karyanya ini bukan dikarenakan pandangan keagamaannya, akan tetapi karena pendapat Hamzah Fansuri yang bertentangan dengan pandangan penguasa. Kalau pandangan Hamzah Fansuri ini berkembang di tengah-tengah masyarakat, dapat menggoyangkan kedudukan penguasa pada masanya.

Kalau kita berpaling kepada Hikayat Hang Tuah, terlihatlah bahwa penguasa melindungi pengarang karya tersebut. Justru karena perlindungan inilah maka karya besar ini sesuai dengan zamannya. Memang karya ini tidak melukiskan kehidupan rakyat jelata, tetapi pengarang hikayat ini meramu hikayat ini dengan politik dan sastra. Mengagung- agungkan kerajaan beserta isinya adalah salah satu sifat seni (sastra) (fiksi), melukiskan jalur-jalur perhubungan antara kerajaan dan dunia luar (kerajaan) adalah bersifat politik.

Akan halnya novel Bumi Manusia, Novel ini juga pernah dilarang pada masa pemerintahan Ordebaru. Novel Bumi Manusia adalah salah satu Novel karya Pramoedya

Ananta Toer (PAT) yang terbit pada tahun 1985, selepas dia keluar dari Penjara karena pilihan politiknya. Delapan Belas Tahun dari usianya dihabiskannya di dalam penjara yaitu 3 tahun dalam penjara Kolonial Belanda, 1 tahun pada masa Orde Lama, dan 14 tahun pada masa Orde Baru. Bumi Manusia merupakan tetralogi dari Pulau Buru (Bumi

Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca).

Sebagai penganut aliran realisme sosialis dan LEKRA, PAT, ia pernah dipenjara selama 14 tahun pada masa Orde Baru, dan buku-bukunya dilarang beredar dan terbit di

Indonesia. Alasan pelarangan terhadap buku-buku PAT termasuk dengan yang lainnya,

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

yang sama-sama pendukung LEKRA adalah karena isi buku-bukunya dianggap

“menganggu ketertiban umum”. Uraiannya adalah sebagai berikut (Fauzan, 2002:142-

143):

1 Bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 2 Mengandung dan menyebarkan ajaran atau faham Marxisme- Leninisme/Komunisme 3 Merusak Persatuan dan kesatuan masyarakat, bangsa dan Negara RI 4 Merusak kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan nasional 5 Merusak ahlak dan memajukan pencabulan/pornografi 6 Memberikan kesan anti-Tuhan, anti agama dan penghinaan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia, sehingga merupakan penodaan dan merusak kerukunan hidup beragama 7 Merugikan dan merusak pelaksanaan pembangunan yang tengah dilaksanakan dan hasil-hasil yang dicapai 8 Menimbulkan pertentangan SARA 9 Bertentangan dengan GBHN.

Karya-karya PAT tersandung kepada salah satu dari kriteria yang disebut

Ordebaru di atas.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mengambil judul Anutan Rohani

Dan Fakta Sosial Dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer: Kajian

Sosiologi Sastra.

Penelitian ini mengkaji bagaimana PAT menjabarkan anutan roahninya di dalam novel Bumi Manusia ini, dengan menggunakan bentuk-bentuk fakta sosial dalam menjabarkan anutan rohaninya. Penelitian ini sama sekali tidak mengkaitkan dengan diri pengarang (PAT). Penelitian ini murni berdasarkan realitas yang terbayang di dalam

Novel Bumi Manusia.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.2 Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada wacana anutan rohani dan fakta sosial yang terdapat pada novel Bumi Manusia

1. Bagaimanakah bentuk anutan rohani tokoh dalam novel Bumi Manusia ini?

2. Bagaimana bentuk fakta sosial dalam novel Bumi Manusia ini?

3. Bagaimanakah anutan rohani dijabarkan dengan menggunakan fakta-fakta sosial

di dalam novel Bumi Manusia?, serta bagaimana hubungan pelarangan Oleh Orde

Baru dengan anutan rohani yang terdapat di dalam buku Novel Bumi Manusia

4. Bagaimana realitas terbayang di dalam novel Bumi Manusia dengan realitas

kehidupan nyata.

1.3 Tujuan Kajian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengungkap anutan rohani tokoh, untuk mengungkap fakta-fakta sosial yang digunakan pengarang, untuk mengungkapkan bagaimana pengarang menjabarkan anutan rohaninya dengan menggunakan fakta-fakta sosial dan untuk melihat hubungan pelarangan oleh Orde Baru terhadap Novel Bumi

Manusia serta untuk melihat hubungan novel Bumi Manusia dengan kehidupan nyata.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengungkap anutan rohani, metode- fakta sosial, dan bagaimana PAT menjabarkan anutan rohani dengan menggunakan fakta-fakta sosial yang ada serta apa makna Bumi Manusia terhadap kehidupan nyata.

1. Untuk mengungkap anutan rohani tokoh dalam novel Bumi Manusia.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Untuk mengungkap fakta-fakta sosial yang digunakan pengarang di dalam

novel Bumi Manusia.

3. Untuk mengungkapkan bagaimana pengarang menjabarkan anutan rohaninya

dengan menggunakan fakta-fakta sosial dan untuk melihat hubungan

pelarangan oleh Orde Baru terhadap Novel Bumi Manusia

4. Untuk melihat hubungan realitas terbayang yang terdapat di dalam novel

Bumi Manusia dengan realitas kehidupan nyata.

1.4 Manfaat Kajian

Ada dua manfaat peneltian yaitu manfaat teoretis dan praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memajukan wawasan kajian sastra yaitu studi tentang bagaimana pengarang menterjemahkan anutan rohaninya ke dalam karya-karya yang dia tulis dengan menggunakan fakta-fakta sosial.

Selain memajukan wawasan kajian sastra, penelitian ini juga diharapkan dapat memajukan kajian interdisiplin karena sifat kajian ini sampai menjangkau maksud secara teoretik

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan untuk membina minat baca masyarakat terhadap karya sastra Indonesia.

1. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat pembaca

sastra mengenai hubungan sastra dengan politik. Jelasnya hubungan pada gilirannya

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

karya sastra tidak dianggap karya angan-angan saja dari pengarangnya. Ini sangat

bermanfaat bagi masyarakat pembaca sastra.

2. Menambah pengetahuan pembaca tentang cara memahami karya-karya PAT

khususnya karya-karya sastra yang berdimensi anutan rohani pada umumnya.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian terhadap karya-karya Pramoedya Ananta Toer sudah cukup banyak, baik yang dilakukan oleh peneliti dalam negeri maupun oleh peneliti luar negeri. Misalnya oleh Alexander Geoffrey Bardsley, dengan judul A Political Subject: Changing

Consciousness In Pramoedya Ananta Toer’s Bumi Manusia And Anak Semua Bangsa, A

Thesis Presented To The Faculty Of The Graduate School Of Cornell University, pada

August 1996. Kemudian Koh Young Hoon disertasi dengan judul Pemikiran

Pramoedya Ananta Toer dalam Novel-novel Mutakhirnya, yang diterbitkan oleh

Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Selangor, 1996. Kemudian Keith Foulcher, dengan judul On a Roll: Pramoedya and the Postcolonial Transition, The University of

Sydney, January 2008. Hong Liu, dissertation, 'The China Metaphor': Indonesian

Intellectuals and the PRC, 1949-1965", Ohio University, 1995, dan Stephen Miller,

Pramoedya And Politics: Pramoedya Ananta Toer and Literary Politics in Indonesia,

1962–1965, Faculty of Asian Studies The Australian National University February 1994

Untuk penulisan disertasi dengan data Novel Bumi Manusia, sepanjang pengetahuan penulis, baru ada satu orang yang menelitinya, selainnya dalam bentuk penulisan skripsi, dan tesis.

Berikut ini sepuluh kajian terdahulu yang pernah membahas Novel Bumi Manusia karya PAT yang diambil dari skripsi, tesis dan disertasi dari beberapa Universitas di

Indonesia.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.1 Skripsi

2.1.1.1 Analisis Novel “Bumi Manusia” Karya Pramoedya Ananta Toer (Ditinjau Dari Segi Sosiologi Historis).

Analisis di atas ditulis oleh Nur Hidayati dalam bentuk skripsi pada Universitas

Negeri Sebelas Maret Solo. Nur Hidayati meneliti novel Bumi Manusia ini dari segi unsur-unsur intrinsik, fakta historis dan nilai sosial budaya yang terdapat dalam novel

Bumi Manusia.

Penelitiannya menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi historis. Hasil penelitiannya disimpulkan:

(1) Unsur-unsur intrinsik yang membangun novel ini, antara lain: (a) menggunakan alur

maju; (b) penokohan terdiri dari dua, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh

utama, yaitu Minke, Annelies, Nyai Ontosoroh, Ir. Mellema. Tokoh bawahannya

adalah Robert Mellema, Tuan Herman Mellema, Robert Suurhof, Darsam, Ayah

Minke, yaitu Mister B., Bunda Minke, Jean Marais, Assisten Residen De La Croix,

(c) latar terdiri dari tiga: waktu, terjadi sekitar tahun 1898 pada masa pemerintahan

Hindia Belanda. Tempat, dalam novel ini terjadi di Jawa Timur tepatnya di sekitar

kota Wonokromo. Suasana, dalam novel ini, Pramoedya mengangkat kehidupan

kalangan masyarakat menengah ke atas atau pada waktu itu disebut ningrat,

terpelajar, dan masyarakat intelektual; (d) Tema, mengisahkan percintaan antara

Minke dan Annelies, yang melibatkan perbedaan kebudayaan, sosial, dan politik pada

masa pemerintahan Hindia Belanda.

(2) Fakta historis yang ada, antara lain; (a) Boerderij Buitenzorg, (b) H.B.S., Surabaya,

(c) E.L.S., (d) Tuan Asissten Resident B, Tuan Resident Surabaya, Tuan Kontrolir,

(e) Max Havelaar, De koffieveillingen der Nerderlandsche Handelsmaatschappij,

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Multatuli, Eduard Dauwes Dekker, (f) Pabrik Gula Tulangan, Sidoharjo, (g) golongan

liberal, (h) Majoor der Chaineezen; (i) Dokter Snouck Hurgronj, (j) Van Heutsz, (k)

politik kolonial, (l) Forum Prifilelegiatum, Connexiteit, (m) Belum pernah penduduk

Wonokromo menyaksikan pesta perkawinan sebesar ini, (n) Maresose; dan

(3) Nilai budaya yang ada antara lain; (a) Nilai moral, adanya pembatas yang sangat

tinggi atau sangat ketat hubungan antara laki-laki dan perempuan yang belum

menjadi pasangan suami istri di kalangan masyarakat Jawa pada masa itu. Hal ini

dilakukan untuk menjaga kehormatan antara keduanya dan menjunjung tinggi

kehormatan keluarga, (b) Nilai kemanusian, tercermin dalam usaha tokohnya untuk

menggugat ketimpangan-ketimpangan kemanusian yang ditemuinya, juga dalam

usahanya mengembalikan harkat kemanusian, (c) Nilai sosial dalam novel Bumi

Manusia ini dapat dilihat dari tokoh-tokohnya yang menyadari sepenuhnya bahwa

manusia hidup tidak sendiri, oleh sebab itu diperlukan sikap menasihati antarteman,

bersikap sopan santun dengan atasan atau orang yang lebih tua.

(Sepenuhnya diambil dari abstrak skripsi tersebut

(http://www.scribd.com/doc/46019145/abstrak-analisis-novel-%E2%80%9Cbumi-

manusia%E2%80%9D-karya-pramoedya-ananta-toer-ditinjau-dari-segi-sosiologi-historis).

2.1.1.2 Eksistensi Perempuan dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Sebuah Kajian Kritik Sastra Feminisme).

Tulisan di atas adalah judul skripsi Auliana Sofi, pada Program Studi Bahasa dan

Sastra Indonesia Jurusan Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Negeri Malang.

Penelitian ini mendeskripsikan tentang eksistensi perempuan dalam novel Bumi

Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Metode yang digunakannya dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan feminisme. 39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berdasarkan hasil analisis datanya diperoleh kesimpulan:

Pertama eksistensi pribadi perempuan dalam novel Bumi Manusia karya

Pramoedya Ananta Toer, terefleksi melalui sikap, tindakan, jalan pikiran, rencana hidup serta ucapan tokoh perempuan yang memiliki ciri-ciri: (1) tokoh sebagai perempuan yang memiliki ciri seperti perempuan terpelajar dan cerdas, (2) tokoh sebagai perempuan yang kuat dan berkuasa, (3) tokoh sebagai perempuan yang berani mengambil keputusan, dan

(4) tokoh sebagai perempuan yang pendendam dan mandiri. Tokoh perempuan sebagai perempuan yang memiliki ciri seperti perempuan terpelajar dan cerdas terlihat dari pelafalan bahasa Belanda tokoh yang fasih, menguasai banyak istilah-istilah Eropa, gemar membaca buku-buku Eropa, memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam berdagang dan mampu menerangkan layaknya seorang guru-guru di sekolah. Tokoh perempuan yang memiliki ciri-ciri sebagai perempuan yang kuat dan berkuasa terbukti dari kemampuan tokoh perempuan dalam mengurus semua kepentingannya (dirinya, keluarga, dan perusahaan) sendiri, tokoh memiliki kekuatan dalam mengetahui dan mengendalikan pedalaman orang lain, tokoh yang berani menghadapi kekuasaan Eropa dan pengendali seluruh perusahaan. Tokoh perempuan memiliki ciri sebagai perempuan yang berani mengambil keputusan terlihat dari berani mengambil keputusan untuk tidak mengakui orangtuanya, mempunyai keberanian dalam mengambil keputusan untuk tetap dipanggil dengan sebutan Nyai bukan Mevrouw. Tokoh sebagai perempuan yang memiliki ciri sebagai perempuan pendendam dan mandiri terlihat dari sikap yang menaruh dendam yang dalam kepada orangtuanya dan tuannya, tokoh perempuan tidak bergantung dengan suaminya, tokoh yang dapat melakukan semua pekerjaan kantor dan

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perusahaan dengan tangannya sendiri, serta mampu mengurusi kepentingan dirinya, keluarga dan perusahaan dengan tangannya sendiri.

Kedua eksistensi perempuan dalam keluarga yang terdapat dalam novel Bumi

Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, terefleksi dari tokoh perempuan yang berperan sebagai seorang istri, seorang ibu dan ibu mertua dalam keluarganya.

Ketiga eksistensi perempuan dalam lingkungan masyarakat yang terdapat dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, terefleksi dari tokoh perempuan yang berkedudukan sebagai majikan dalam perusahaan, tokoh sebagai warga negara dari sistem pemerintah kolonial atau sebagai perempuan pribumi, dan sebagai perempuan yang berstatus sebagai gundik. (Sepenuhnya diambil dari abstrak skripsi tersebut

(http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Eksistensi-Perempuan-dalam-Novel-Bumi-

Manusia-Karya-Pramoedya-Ananta-Toer-Sebuah-Kajian-Kritik-SastraFeminisme.pdf)

2.1.1.3 Konflik Budaya dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Pendekatan Fenomenologi-Sosiologis.

Judul di atas merupakan skripsi Dhian Hari Martha Dwi Atmaja pada Program

Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Yogyakarta 2008,

Dhian Hari Martha Dwi Atmaja, menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan fenomenologi yang digunakan untuk analisis teks untuk menentukan bentuk fenomena konflik budaya dan pendekatan sosiologis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara konflik budaya yang terdapat di dalam Bumi Manusia dengan sejarah perkembangan kebudayaan Indonesia.

Hasil temuannya menyimpulkan bahwa 1) bentuk fenomena konflik budaya terdiri dari a) konflik tentang konsep “Nyai” dalam Novel Bumi Manusia sebagai kontradiksi pemahaman budaya, b) sistem budaya demokrasi, yaitu antara nilai 41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

keterbukaan dan ketertutupan atau éthok-éthok, c) status sosial yaitu antara nilai kesetaraan sosial dan hirarkis sosial, dan d) paham individualitas dan kebersamaan, yaitu antara nilai individualitas dan kebersamaan, dan 2) hubungan antara konflik budaya dalam Novel Bumi Manusia dengan sejarah perkembangan kebudayaan Indonesia adalah a) konflik tentang konsep “Nyai” tercermin di dalam pergaulan generasi muda Indonesia modern, b) sistem budaya demokrasi, masih terdapatpertentangan antara keterbukaan dan ketertutupan, c) status sosial masih terdapat adanya status sosial yang sama, yaitu antara kesetaraan dan hirarkis sosial, dan d) paham individualitas dan kebersamaan yaitu terdapat adanya ketidak-selaran budaya dalam bentuk penyalahgunaan wewenang.

(Sepenuhnya diambil dari abstrak skripsi tersebut

(http://118.97.11.134/archivelama/UAD-KONFLIKBUDAYA-SIND.pdf)

2.1.1.4 Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Kajian Struktur, Sosial, Budaya, Agama Dan Nilai Pendidikan).

Judul di atas merupakan skripsi Margaretha Erlin Astri Widyastuti pada FKIP

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UNS tahun 2011.

Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra.

Berdasarkan analisis data hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Struktur dari novel Bumi Manusia adalah Tema yang terdapat pada novel Bumi

Manusia ini adalah percintaan dan perbedaan sosial. Alur pada novel Bumi Manusia

ini adalah menggunakan alur mundur karena novel Bumi Manusia ini tokoh utama

Minke menceritakan kejadiannya saat ia masih bersekolah di HBS. Latar terdiri dari

tiga macam yaitu :

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(a) Waktu : Terjadi pada tahun 1889 pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

(b) Tempat :Jawa Timu tepatnya di Wonokromo.

(c) Suasana : Suasana yang diangkat Pramoedya pada novel ini adalah mengangkat

kelas pribumi dan kelas nonpribumi. Penokohan : Minke, Annelies, Nyai

Ontosoroh, Tuan Herman Mallema, Ir Maurits Mallema, Robert Mallema, Robert

Suurhof, Jean Marais, Darsam, dr Martinet, Magda Peters, Babah Ah Tjong, dan

Resisten De La Croix.

(2) Latar Belakang Sosial dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer yaitu

di mana kedudukan kaum laki-laki lebih tinggi daripada wanita.

(3) Latar belakang budaya pada Bumi Manusia ini pada kebudayaan zaman dahulu masih

sangat tertinggal. Terutama pada orang-orang pribumi yang masih berada di bawah

jajahan orang Indo Eropa.

(4) Latar belakang agama pada novel Bumi Manusia ini terdapat perbedaan keyakinan

antara Minke dan Annelies. Minke beragama Islam sedangkan Annelies beragama

Kristen Protestan.

(5) Nilai pendidikan dalam penelitian ini terdapat tiga macam yaitu :

(a) Nilai Pendidikan Moral Pada novel Bumi Manusia ini nilai pendidikan moral

sangat terlihat saat Nyai Ontosoroh memperbolehkan Annelies dan Minke tidur

satu ranjang bahkan Nyai Ontosoroh menyelimuti mereka berdua padahal mereka

belum terikat pernikahan. Perbedaan pergaulan yang dilakukan bangsa Eropa

dengan pergaulan orang pribumi sangat jelas yaitu pada bangsa Eropa secara

bebas melakukan hal yang dilarang agama tanpa mendapatkan sangsi hukum,

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

bangsa pribumi lebih membatasi pergaulannya satu sama lain antara laki-laki dan

perempuan.

(b) Dalam novel Bumi Manusia ini nilai pendidikan religius yang dapat diambil yaitu

diajarkan untuk saling bertoleransi kepada sesama manusia dan menghormati

kepercayaan yang dianutnya.

(c) Nilai pendidikan sosial dalam novel Bumi Manusia ini mengajarkan untuk

bersikap sopan santun terhadap sesama bukan hanya dengan kalangan menengah

keatas namun kepada semuanya. Manusia hidupa di dunia tidak sendiri dan saling

membutuhkan satu dengan yang lainnya.

(Sepenuhnya diambil dari abstrak skripsi tersebut

(http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=19487)

2.1.2 Tesis

2.1.2.1 Kontak Budaya Pribumi dengan Kolonial dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer

Judul di atas merupakan tesis Siti Subariyah di Universitas

Semarang pada tahun 2005

Teori yang digunakan untuk mengkaji novel ini adalah teori struktrural, dan teori kebudayaan. Melalui teori struktural diketahui bahwa tokoh utama novel Bumi Manusia ini adalah Minke, tokoh lain adalah Nyai Ontosoroh, Annelies, Herman Mellema, Robert

Mellema dan Bunda.

Teori kebudayaan yang digunakan yang berasal dari Kessing yaitu adaptif sistem dan ideasional sistem yang diwujukan ke dalam tiga wujud kebudayaan yaitu gagasan, sebagai aktivitas dan sebagai benda. Dalam wujud sebagai gagasan dapat diperoleh

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

gagasan yang melawan penindasan dan gagasan tentang ekonomi. Gagasan-gagasan melawan penindasan ditujukan kepada budaya lokal dan pemerintah kolonial beserta aparatnya. Budaya lokal yang ditentang adalah beberapa pranata yang dirasa menindas serta tidak sesuai dengan perkembangan, Perlawanan terhadap kolonial dilakukan karena dirasa mereka melakukan diskriminasi, tidak adil dan menindas. Wujud sebagai aktivitas berupa pengelolaan perusahan, menulis fiksi dan artikel di koran, serta surat menyurat.

Hasil diperoleh dari gagasan dan aktivitas tersebut berupa benda-benda budaya seperti perusahan, koran dan surat.

Orientasi nilai yang dicapai setelah terjadi kontak budaya dalam novel Bumi

Manusia diketahui terjadi perkembangan, Dalam hakikat hidup, para tokoh menganggap bahwa hidup pada hakikatnya untuk bekerja dan berusaha. Mereka tidak pasrah, tetapi berjuang mencapai cita-cita. Orientasi nilai tentang hakikat kerja dan usaha sangat erat kaitannya dengan persepsi tengang waktu yaitu memanfaatkan waktu untuk berusaha dan bekerja guna mencapai tujuan sesuai dengan gagasanm ide yang muncul sebagai hasil adaptasi atau merupakan titik tolak melakukan adaptasi. Sementara orientasi nilai berhubungan dengan manusia berjalan dengan baik mereka bekerja sama karena memiliki tujuan sama dan saling membutuhkan. Hubungan tidak harmonis terjadi dengan tokoh antagonis (Sepenuhnya diambil dari abstrak tesis tersebut (http://eprints.undip.ac.id/15116/).

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.2.2 Analisis Strukturalisme Genetik Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer.

Analisis Strukturalisme Genetik Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta

Toer, merupakan tesis Virry Grinitha dari Universitas Bengkulu, 2010.

Penelitian terhadap novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan Strukturalisme Genetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Bumi

Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan fokus penelitian ini kepada (1) struktur novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta

Toer yang mencerminkan problematika tokoh akibat hubungan antar tokoh dan lingkungannya, (2) kehidupan sosial pengarang Pramoedya Ananta Toer yang berhubungan dengan novel Bumi Manusia, dan (3) latar belakang sejarah atau peristiwa sosial masyarakat Indonesia yang mengkondisikan lahirnya novel Bumi Manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh-tokoh yang terdapat pada novel Bumi

Manusia dalam menghadapi problemnya dengan perjuangan, nilai-nilai perjuangan tersebut diharapkan mengingatkan kita bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dan orang lain harus menghormati hak-hak tersebut tanpa melihat ras, status sosial, bangsa maupun jenis kelamin, sesuai dengan sosiologis Ananta Toer dalam novel Bumi

Manusia serta sejarah yang melatarbelakangi lahirnya novel Bumi Manusia karya

Pramoedya Ananta Toer (Sepenuhnya diambil dari abstrak tesis tersebut

(http://library.unib.ac.id/koleksi/Virry%20Grinitha-Abst-FKIP-PendBIN-Des2010.pdf).

2.1.2.3 Kajian Problem Sosial Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Nilai Pendidikan).

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Judul di atas Kajian Problem Sosial Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya

Ananta Toer (Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan), merupakan tesis Anies

Khusnul Varia S pada Program Pendidikan Bahasa Indonesia. Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret .

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Hasil penelitian Anies Khusnul Varia S adalah:

(1) karakter tokoh utama dan hubungan antartokoh dalam novel. Minke sebagai tokoh

utama digambarkan sebagai laki-laki pribumi yang memiliki pemikiran dan gaya

hidup maju dibandingkan pribumi pada umumnya.

(2) hasil analisis kajian problem sosial yang menjadi masalah dalam novel meliputi:

(a) problem sosial antara masyarakat pribumi dan masyarakat Indo Eropa,

(b) problem sosial antara anak dan orang tua,

(c) maraknya dunia prostitusi yang tidak terlepas dari masalah alkoholisme,

(d) kekuasaan pemerinatah Belanda yang otoriter,

(e) kemerosotan moral para tokoh dalam novel, dan

(f) peperangan antara tentara Belanda dan penduduk pribumi,

(3) nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Bumi Manusia adalah

(a) nilai vitalitas atau kehidupan sosial, membuktikan bahwa manusia mahluk sosial

yang harus saling tolong-menolong dan menghargai antar sesama manusia, dan

(b) nilai spiritual yang mencakup:

(1) nilai agama yang mengatur penganutnya, bahwa agama adalah dogma bagi

penganutnya, dan

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2) nilai ajaran hidup tentang kebenaran, kemandirian, dan kepribadian yang baik,

dan

(3) nilai budaya Jawa. Nilai vitalitas atau kehidupan sosial adalah nilai yang mudah diubah, dan nilai spiritual adalah nilai yang sulit dirubah

(Sepenuhnya diambil dari abstrak tesis tersebut (http://pasca.uns.ac.id/?p=1540).

2.1.2.4 Hibriditas Tokoh Pribumi dan Indo dalam Dominasi Kolonial pada Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer

Hibriditas Tokoh Pribumi dan Indo Dalam Dominasi Kolonial pada Novel Bumi

Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer, merupakan tesis Wenas Haritama Pada tahun 2-

08, di Universitas Airlangga Surabaya

Wenas Haritama memfokus penelitiannya kepada hibriditas dalam perspektif poskolonial. Penelitiannya menggunakan metode penelitian kualitatif yang disajikan secara deskriptif analitis, yaitu menguraikan data-data dan mendeskripsikan unsur-unsur di dalam teks yang mengandung aspek hibriditas kultural untuk dianalisis.

Hasil penelitian Wenas Haritama diperoleh penjelasan bahwa tokoh-tokoh

Pribumi dan Indo menunjukkan pembentukan hibriditas kultural yang imanen dalam karakteristiknya, sebagai akibat dari proses interaksi kebudayaan melalui ketegangan kolonial. Bentuk-bentuk hibriditas pada tokoh-tokoh Pribumi dan Indo ditunjukkan dengan dualitas dalam orientasi kultural mereka, dan juga dengan adanya reformasi identitas sebagai akibat pendidikan Barat, pergundikan, dan kamuflase identitas kultural sebagai bentuk hibriditas dari keterasingan Indo.

Penelitian ini juga menunjukkan adanya proses politis oleh Belanda dalam pembentukan reformasi identitas terhadap tokoh-tokoh Pribumi dan Indo. Konstruksi

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

politis ini ditujukan sebagai pemberadaban orang-orang Pribumi sesuai cita-cita Politik

Etis Kerajaan Belanda melalui pem-Barat-an. Pem-Barat-an inilah yang kemudian bermutasi dalam kepribadian tokoh-tokoh Pribumi dan Indo sebagai bentuk-bentuk hibriditas kultural yang menciptakan kecenderungan untuk berbicara dan berpikiran

Eropa. Dapat dikatakan, bentukan-bentukan hibriditas kultural inilah yang kemudian mendorong tokoh-tokoh Pribumi dan Indo untuk melakukan peniruan (mimikri) kolonial.

Secara tidak langsung, keberadaan tokoh-tokoh hibrida yang ada dalam teks memberikan pemahaman terhadap pembaca tentang keberadaan jejak-jejak kolonial dalam karya sastra terutama dalam novel Bumi Manusia ini. (Sepenuhnya diambil dari abstrak tesis tersebut (http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-haritamawe-

7026&width=150&PHPSESSID=50ca26d5044393ea72f0655ca0df2941)

2.1.2.5 Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan Strukturalisme Genetik

Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Tinjauan Strukturalisme

Genetik merupakan Tesis Mohammad Amin Hisbullah, pada tahun 2006, di Universitas

Airlangga Surabaya

Mohammad Amin Hisbullah, menggunakan Strukturalisme Genetik. Hasilnya dalam novel Bumi Manusia, pandangan dunia yang diformulasikan adalah pandangan dunia nasionalisme Indonesia. Dengan nasionalisme yang berkarakter ini diharapkan bangsa Indonesia dapat melewati beban-beban masa lalu dan masa sekarang untuk bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain di masa depan. Nasionalisme pada masa ini sedang dihadapkan pada globalisasi nilai-nilai di segala bidang kehidupan. Sejalan dengan ini

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

bangsa Indonesia dituntut untuk mengetahui bagaimana awal mula nasionalisme

Indonesia muncul dan memberontak pada nilai-nilai kolonial.

Dalam Bumi Manusia, tokoh Minke ditampilkan sebagai strategi didaktis dari pengarang, yang secara rumit merupakan subjek trans-individual yang menyadari gerak- gerik dari subjek kolektif bangsa Indonesia. Termasuk pula bahwa penggambaran dari

Minke sebagai pemilik kesadaran nasionalisme di waktu itu.

Akhirnya Bumi Manusia dipandang sebagai novel yang memiliki makna didaktif yakni bahwa dengan Minke sebagai tokoh didaktif berusaha menjelaskan kepada bangsa

Indonesia dan seluruh generasi yang akan datang bahwa bangsa Indonesia pernah mengalami proses sebagaimana dihadapi oleh Minke pada masa awal tumbuh kembangnya nasionalisme (Sepenuhnya diambil dari abstrak tesis tersebut http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-hisbullahm-

1467&width=150&PHPSESSID=932654c2f87c17cdce029105d4054195).

2.1.3 Disertasi

2.1.3.1 Caturlogi Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer (Kajian Sosial, Historis, dan Nilai Pendidikan).

Judul adalah disertasi B. Jurahman yang dipertahankan pada Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.

Metode yang digunakan adalah dengan kualitatif deskriptif, dengan cara penafsiran dan menyajikan dalam bentuk deskripsi.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Caturlogi novel Bumi Manusia karya

Pramoedya Ananta Toer, ditinjau dari segi sosial dan nilai sosiologis, dapat ditemukan jalinan antartokoh berupa hubungan yang bersifat sosio-humanistik-universal. Perspektif

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

historis diperoleh adanya kaitan antara data historis dan konstruk dan rekonstruksi dalam novel. Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Caturlogi novel Bumi Manusia

Edukatif umum berupa: Nilai-nilai sosio-humanistik-universal. Perspektif historis, novel ini dapat dimanfaatkan untuk memahami jiwa zaman dan semangat zaman sebagaimana yang digambarkannya. Nilai edukatif memberikan pelajaran tentang kehidupan manusia berupa ajaran etika dan moralitas, kejujuran dan keadilan, sopan santun, kesetiaan dan perjuangan hidup (Sepenuhnya diambil dari abstrak disertasi tersebut

((http://pasca.uns.ac.id/?p=2030).

2.1.4 Perbedaan dan Kontribusi

Secara umum sudut perbedaan sudut pandang penelitian adalah sebagai berikut:

Penulis Judul Bidang Kajian. Nur Hidayati Analisis Novel “Bumi Manusia” Sosiologi Histories. Auliana Sofi Eksistensi Perempuan dalam Novel Kajian Kritik Bumi Manusia Karya Pramoedya Sastra Feminisme Ananta Toer Siti Subariyah, Kontak Budaya Pribumi Dengan Kontak Budaya Kolonial dalam Novel Bumi Manusia Pribumi dengan Karya Pramoedya Ananta Toer Kolonial Anies Khusnul Kajian Problem Sosial Novel Bumi Tinjauan Sosiologi Varia S Manusia Karya Pramoedya Ananta Sastra dan Nilai Toer (Tinjauan Sosiologi Sastra dan Pendidikan Nilai Pendidikan) Jurahman Caturlogi Novel Bumi Manusia Kajian Sosial, Karya Pramoedya Ananta Toer Historis, dan Nilai (Kajian Sosial, Historis, dan Nilai Pendidikan Pendidikan). Virry Grinitha Analisis Strukturalisme Genetik Analisis Novel Bumi Manusia Karya Strukturalisme Pramoedya Ananta Toer, Genetik Dhian Hari Martha Konflik Budaya Dalam Novel Bumi Pendekatan Dwi Atmaja Manusia Karya Pramoedya Ananta Fenomenologi- Toer Pendekatan Fenomenologi- Sosiologis Sosiologis Haritama, Wenas Hibriditas Tokoh Pribumi dan Indo Hibriditas Dalam

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam Dominasi Kolonial pada Perspektif Novel Bumi Manusia Karya Poskolonial Pramoedya Ananta Toer Hisbullah, Novel Bumi Manusia Karya Tinjauan Mohammad Amin Pramoedya Ananta Toer Tinjauan Strukturalisme Strukturalisme Genetik Genetik Margaretha Erlin Novel Bumi Manusia Karya Kajian Struktur, Astri Widyastuti Pramoedya Ananta Toer ( Kajian Sosial, Budaya, Struktur, Sosial, Budaya, Agama dan Agama dan Nilai Nilai Pendidikan ) Pendidikan Peneliti Novel Bumi Manusia Karya Kajian Anutan Pramoedya Ananta Toer: Kajian Rohani, Fakta Anutan Rohani dan Fakta Sosial Sosial

Kalau Nur Hidayati meneliti dari sisi sosiologi histories, Auliana Sofi meneliti dari sisi kajian kritik sastra feminisme, Siti Subariyah meneliti dari sisi kontak budaya pribumi dengan kolonial, Siti Subariyah, dari sisi Kontak Budaya Pribumi Dengan

Kolonial, Anies Khusnul Varia S dari sisi Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai

Pendidikan, Jurahman dari sisi Kajian Sosial, Historis, dan Nilai Pendidikan, Virry

Grinitha, dari sisi Analisis Strukturalisme Genetik, Dhian Hari Martha Dwi Atmaja dari sisi Pendekatan Fenomenologi-Sosiologis, Wenas Haritama dari sisi Hibriditas Dalam

Perspektif Poskolonial, Mohammad Amin Hisbullah dari sisi Tinjauan Strukturalisme

Genetik, Margaretha Erlin Astri Widyastuti dari sisi Kajian Struktur, Sosal, Budaya,

Agama Dan Nilai Pendidikan dan disertasi ini meneliti dari sisi Kajian Anutan Rohani dan Fakta Sosial.

Berdasarkan perbedaan sudut pandang dengan penelitian sebelumnya, maka kontribusi hasil penelitian ini terhadap penelitian yang telah dilakukan adalah perbedaan sudut pandang kajian (penelitian) dalam melihat masalah.

Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan yang sangat berharga pada perkembangan penelitian karya sastra terutama pada penerapan model-model penelitian

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dan kritik sastra untuk meningkatkan hasil pemahaman terhadap karya sastra. Juga membantu memahami karya sastra, mendorong laju perkembangan sastra baik kualitatif yaitu bagaimana pengarang menjabarkan anutan rohaninya ke dalam karya-karyanya, maupun kuantitatif yaitu diharapkan semakin banyak penelitian dengan pendekatan anutan rohani dan fakta sosial terdapat dalam karya sastra.

2.2 Konsep

2.2.1 Novel. Novel adalah salah satu bentuk karya sastra berbentuk prosa. Sebagai karya

sastra, novel bersifat fiksi (rekaan). Novel adalah karangan prosa yang panjang

yang mengandung serangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang

di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel

dibangun melalui dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrensik. Unsur

intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun novel dari dalam. Sedangkan unsur

ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, seperti

ideology, lingkungan, kondisi sosial masyarakat dan sebagainya.

2.2.2 Anutan Rohani. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya. Walaupun

karya sastra penuh dengan fantasi dan imajinasi, terdapat berbagai respons

pengarang terhadap berbagai teks yang dihadapinya di dunia nyata.

Sastra adalah lembaga sosial yang menyuarakan pandangan dunia pengarangnya.

Pandangan dunia pengarang ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat

langsung, tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi, dan perasaan. Eksistensi

sastra yang sarat dengan nilai sosial menjadikan karya sastra tidak bersifat pasif

tetapi selalu terbuka pada berbagai pendekatan sosiologis, termasuk anutan rohani

tokoh-tokohnya (ideologis).

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Istilah anutan rohani, pertama sekali penulis temukan dalam tulisan Bahrum

Rangkuti di dalam bukunya yang berjudul Pramoedya Ananta Toer. Penerbit

Gunung Agung Jakarta tahun 1963. Bahrum tidak menjelaskan secara detail apa

pengertian anutan rohani, namun penulis menafsirkannya anutan rohani adalah

paham, aliran, ideologi tetapi paham yang bersifat individual. Menurut KBBI

Ideologi adalah kumpulan konsep bersistem yg dijadikan asas pendapat (kejadian)

yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, cara berpikir

seseorang atau suatu golongan, paham, teori, dan tujuan yg merupakan satu

program sosial politik. Beberapa ahli mendefinisikan ideologi sebagai berikut:

Destertt de Tracy, ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu.

Descartes ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. Machiavelli,

ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.

Thomas H, ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah

agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. Francis Bacon, ideologi adalah

sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.

Karl Marx, ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan

bersama dalam masyarakat. Napoleon, ideologi keseluruhan pemikiran politik

dari rival–rivalnya (http://herydotus.wordpress.com/2011/11/12/pengertian-

ideologi-menurut-para-ahli/). Ideologi adalah pernyataan daripada kepentingan

sesuatu klas (Adinda, dan Usman. 1954).

Ada berbagai macam ideologi. Antara lain liberalisme yang mengusung

kebebasan individu, konservatisme yang mengusung memelihara kondisi yang

ada, mempertahankan kestabilan, baik berupa kestabilan yang dinamis maupun

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kestabilan yang statis, komunisme mengusung perjuangan kelas dan penghapusan

kelas-kelas dimasyarakat, sehingga negara hanya sasaran antara dan Marxisme

mengusung filsafat dialectical and historical materialism. Maka anutan rohani

sama dengan ideologi, tetapi ideologi yang bersifat individual.

2.2.3 Fakta Sosial. Fakta sosial (Soekanto, 1985a:180) adalah suatu unsur realita yang

terbukti atau dapat dibuktikan adanya. Dalam KBBI, fakta adalah hal (keadaan,

peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.

Maka fakta adalah keadaan, kejadian, yang benar-benar terjadi dan bisa

dibuktikan kebenarannya ini disebut fakta faktual.

Menurut Emile Durkheim (Soekanto, 1985b:11), fakta sosial merupakan setiap

cara berperilaku, baik yang tetap maupun tidak, yang mampu memberikan

tekanan eksternal pada individu, atau setiap cara bertingkah laku yang umum

dalam suatu masyarakat, yang pada waktu yang bersamaan tidak tergantung pada

manifestasi individunya.

Menurut Soekanto (1985a:180) fakta sosial adalah setiap hal yang dapat

diidentifikasi yang berkenan dengan hakikat hubungan sosial, nilai sosial atau

proses sosial. Dalam pengertian lain fakta sosial adalah sebagai ”cara-cara

bertindak, berpikir dan merasa”, yang ”berada di luar individu” dan dilengkapi

atau dimuati dengan sebuah kekuatan memaksa yang dapat mengontrol individu.

Fakta sosial itulah yang akan mempengaruhi setiap tindakan, pikiran dan rasa dari

individu. Fakta sosial ini ada dua, pertama yang disebut dalam bentuk non

material disebut fakta fiksi dan kedua disebut dalam bentuk material disebut fakta

faktual. Tidak ada material (fakta faktual) tanpa non material (fakta fiksi),

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

material (fakta faktual) seiring sejalan dengan non material (fakta fiksi). Istilah lain beroposisi binner.

Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide.

Barang sesuatu menjadi obyek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Fakta sosial tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif), tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil di luar pemikiran manusia.

Ini bermakna arti penting pernyataan Durkheim terletak pada usahanya untuk menerangkan bahwa fakta sosial tidak dapat dipelajari melalui introspeksi. Fakta sosial harus diteliti di dalam dunia nyata (Ritzer, 1992:16-17). Maka Emile

Durkheim, membagi fakta sosial atas dua macam (Ritzer, 1992:14-15).

1. Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap

dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari

dunia nyata (external world). Fakta sosial ini sering kali mengekspresikan

kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama – sama berada diluar

individu dan memaksa mereka. Misalnya arsitektur, norma hukum, keluarga,

perkawinan, kejahatan dan lainnya. Ini disebut fakta faktual.

2. Dalam bentuk non material yaitu sesuatu yang dianggap nyata (external).

Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat inter subjective yang

hanya muncul dalam kesadaran manusia. Durkheim mengatakan bahwa fakta

sosial non material (fakta) memiliki batasan tertentu, ia ada dalam pikiran

individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai interaksi secara

sempurna maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Ini disebut

fakta fiksi.

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3 Kajian Teori

2.3.1 Novel

Novel adalah salah satu bentuk karya sastra berbentuk prosa. Sebagai karya sastra, sama dengan karya sastra yang lain seperti puisi, roman, hikayat, syair, pantun dan lainnya, novel juga bersifat fiksi (bersifat rekaan), tidak berdasarkan kenyataan, kalaupun kenyataan cuma kenyataan terbayang. Dalam sastra Indonesia ada karya sastra

Pujangga Lama dan Pujangga Baru, novel termasuk ke dalam karya sastra Pujangga

Baru. Dikatakan karya sastra Pujangga Baru karena novel masuk ke dalam sastra

Indonesia, setelah mendapat pengaruh barat.

Banyak definisi novel diberikan para ahli. Menurut KBBI, novel adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Menurut

Santoso (1996:91) novel merupakan ragam cerita rekaan yang mengundang unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang. Sebuah novel mengandung nilai kehidupan yang diolah dengan seluruh kisahan dan ragam sehingga menjadi dasar konvensi penulisan. Cerita dalam novel lebih panjang dan lebih kompleks. Beda dengan Roman, roman adalah juga karangan prosa yang melukiskan perbuatan-perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwanya masing- masing. Keduanya novel dan roman sama-sama fiktif, fiksi. Sudjiman (1990:55) menjelaskan bahwa novel adalah cerita rekaan yang panjang, menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar belakang secara terstruktur.

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Novel dan juga roman terdiri dari dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrensik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun novel dari dalam.

Menurut Damono (2000:10), unsur intrinsik antara lain alur, tokoh, latar, tema. Menurut

Wellek dan Warren (1990:77) unsur-unsur ekstrinsik novel antara lain unsure biografi, psikologi, masyarakat, dan pemikiran. Sedangkan unsur ekstrinsik menurut Nurgiyantoro

(2002:23). adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, seperti ideology, lingkungan, kondisi sosial masyarakat dan sebagainya, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.

Walaupun novel bersifat fiksi, novel juga menggambarkan realitas kehidupan ini, namun tetap realitas fiksi. Dalam realitas fiksi ini, novel juga berisi nilai-nilai, seperti nilai sosial akan membuat orang lebih memahami kehidupan ini, nilai hedonik, nilai ini yang dapat memberikan kesenangan kepada pembacanya sehingga pembaca ikut terbawa ke dalam suasana cerita, nilai cultural, novel sebagai yang dapat melestarikan budaya dan peradaban masyarakat, sehingga pembaca dapat mengetahui kebudayaan masyarakat lain dan nilai lainnya. Novel juga berisi pandangan hidup, anutan rohani. Demikianlah novel dijadikan sarana media untuk mengungkapkan hal-hal yang terjadi di sekitar manusia.

Membaca novel dapat memberikan kepuasan batin, memberikan penghayatan yang mendalam terhadap kehidupan ini, serta dapat menolong pembaca menjadi manusia yang berbudaya. Membaca novel, kita juga melihat kehidupan masyarakat walau bersifat fiktif.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3.2 Sastra dan kehidupan

2.3.2.1 Pengertian Sastra

Istilah sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata

sas biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka itu sastra dapat berarti alat untuk

mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Awalan su berarti baik, indah, sehingga susastra dapat dibandingkan dengan belles-lettres (Teeuw. 1988:23)

Dalam KUBI (1996:882) dijelaskan sastra adalah:

1. Bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai di kitab-kitab (bukan bahasa

sehari-hari).

2. Karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai

ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan

ungkapannya.

3. Kitab suci Hindu, kitab ilmu pengetahuan.

4. Pustaka; kitab primbon (berisi ramalan, hitungan dan sebagainya)

5. Tulisan, huruf.

Kesusastraan, karya tulis yang jika dibandingkan dengan yang lain, memiliki berbagai ketentuan seperti keaslian, keartisikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.

Kesastraan, perihal sastra (maknanya lebih luas daripada kesusastraan). Sastrawan, (1) ahli sastra, (2) pujangga, pengarang prosa dan puisi, (3) (orang) pandai-pandai, cerdik cendekia.

Dalam Kamus Sinonim Bahasa Indonesia yang disusun oleh Harimurti

Kridalaksana (Kridalaksana, 1977:154), sastra bersinonim dengan bahasa indah, pustaka,

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

buku, persuratan. Kesusastraan bersinonim dengan literatur, kepustakaan, seni kata.

Sastrawan bersinonim pujangga, pengarang, penyair.

Kemudian berdasarkan Simposium Bahasa dan Kesusastraan Indonesia pada tanggal 25-28 Oktober 1966 (1967:184), diungkapkan kesusastraan adalah sebuah peristiwa seni2 yang memakai bahasa sebagai mediumnya.

Lalu apakah (kesu)sastra(an) itu? Eagleton (1988:1-2) mengatakan kesusastraan adalah karya tulisan yang bersifat "imajinatif. Kesusastraan adalah sejenis karya tulisan yang mewakili suatu keganasan3 yang teratur terhadap pertuturan biasa.

Kesusastraan mengubah dan memadatkan bahasa harian. Luxemburg (1984:5,9) mengatakan kesusastraan merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi. Sastra bukanlah adalah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan.

Sudjiman (1986) mengatakan sastra, karya lisan atau tertulis yang

memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapan.

Menurut Ahmad (1952:6) kesusastraan ialah himpunan segala sastera atau karangan yang indah, karangan yang baik. Kesusastraan atau seni sastra ialah segala

2 Pengertian seni. Menurut Gazali, seni adalah segala sesuatu yang indah. Menurut Zuber Usman, kesenian atau seni berarti ciptaan keindahan atau sesuatu yang indah. Menurut Usman Efendi, seni ialah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang dapat menimbulkan rasa kebagusan dan perasaan lain-lain yang berhubungan dengan kebagusan/keindahan di dalam lubuk hati pendengar, penglihat dan pembacanya. Jadi seni berkaitan dengan keindahan. Menurut M. Nasroen seni yaitu keindahan yang dihasilkan oleh keseimbangan perasaan dan pikiran. 3 Istilah keganasan ini adalah istilah Malaysia. Pengutipan di atas dikutip dari terjemahan dalam bahasa Malaysia. 60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pensahiran fikiran atau perasaan manusia dengan memakai alat bahasa, baik dengan lisan maupun tulisan yang memenuhi syarat-syarat kesenian.

Menurut Nasution, dkk (1973:11) kesusastraan ialah segala karangan yang baik bentuk dan isinya, yang dimaksud bentuk dan isi ialah pemakaian bahasa dan teknik pengolahan sesuatu karangan, sedangkan isi, berarti pikiran atau ide yang dikemukakan.

Luxemburg, dkk (1984:4-5) berdasarkan pengertian dan sejarah sastra sejak zaman romantik, mengemukakan pengertian sastra adalah:

1. Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah

imitasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses

penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sastra terutama

merupakan suatu luapan emosi yang spontan.

2. Sastra bersifat otonom, tidak mengacu kepada sesuatu yang lain; sastra tidak

bersifat komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselaraan di dalam karyanya

sendiri. Dalil ini masih bergema di dalam hampir setiap pendekatan terhadap

sastra.

3. Karya sastra yang otonom itu bercirikan suatu koherensi. Pengertian koherensi

itu pertama-tama dapat ditafsirkan sebagai suatu keselarasan yang mendalam

antara bentuk dan isi. Setiap isi berkaitan dengan suatu bentuk atau ungkapan

tertentu. Dalam pandangan ini puisi dan bentuk-bentuk sastra lainnya

„menggambarkan“ isi, bahasanya bersifat plastis.

4. Sastra menghidangkan sebuah sintesa dari hal-hal yang saling bertentangan.

Pertentangan-pertentangan tersebut aneka rupa bentuknya, ada pertentangan

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

antara yang disadari dan yang tidak disadari, antara pria dan wanita, antara roh

dan benda dan seterusnya.

5. Sastra mengungkapkan yang-tak-terungkapkan. Oleh puisi dan bentuk-bentuk

sastra lainnya ditimbulkan aneka macam asosiasi dan konotasi. Dalam sebuah

teks sastra kita berjumpa dengan sederetan arti yang dalam bahasa sehari-hari tak

dapat diungkapkan.

Berdasarkan uraian di atas, istilah-istilah kreasi, ekspresi, otonomi, koherensi, sintesa dan yang-tak-terungkapkan masih tetap dijumpai dalam ulasan-ulasan tentang sastra.

Pendapat-pendapat di atas, menurut Luxemburg (1984:9-11) masih terikat pada zaman dan lingkungan kebudayaannya. Namun untuk memberikan satu definsi yang universal, juga tidak mungkin, karena sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan. Jan van Luxemburg lebih suka menyebut sejumlah faktor yang dewasa ini mendorong para pembaca untuk menyebut teks ini teks sastra dan teks itu bukan sastra. Maka:

1. Yang dikaitkan dengan pengertian sastra ialah teks-teks yang tidak melulu disusun atau dipakai untuk suatu tujuan komunikatif yang praktis dan yang hanya berlangsung untuk sementara waktu saja. 2. Bagi sastra Barat dewasa ini, kebanyakan teks drama dan cerita mengandung fiksionalitas. Bagi teks-teks rekaan disebut sastra. 3. Puisi lirik tidak begitu saja dinamakan „rekaan“. Di sini kategori yang lebih suka dipakai ialah konvensi distansi. 4. Dalam sastra bahannya diolah secara istimewa. Ini berlaku baik bagi puisi maupun prosa. Cara pengolahan tersebut berbeda-beda. Ada yang menekankan ekuivalensi, ada yang menekankan penyimpangan dari tradisi bahasa atau tata bahasa seperti yang diperlihatkan Angkatan 45. 5. Sebuah karya sastra dapat dibaca menurut tahap-tahap arti yang berbeda-beda. Dalam sebuah novel misalnya kita tidak hanya menjadi maklum akan pengalaman dan hidup batin tokoh-tokoh fiktif, tetapi

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

lewat peristiwa-peristiwa itu kita juga memperoleh pengertian mengenai tema-tema yang lebih umum sifatnya, misalnya tema sosial, penindasan dalam masyarakat, praktek-praktek korupsi dan lainnya. 6. Juga karya-karya yang bersifat nonfiksi dan yang juga tidak dapat digolongkan kepada puisi, karena ada kemiripan, digolongkan pada karya sastra. Yang dimaksud adalah karya-karya yang bersifat naratif. 7. Terdapat karya-karya yang semula tidak dianggap sebagai suatu karya astra, tetapi kemudian dimasukkan ke dalam kategori sastra.

Simpulannya karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif yang menggunakan bahasa sebagai media kreasinya yang berisi pengalaman. pemikiran, dan keyakinan dari seorang pengarang. Karya sastra bersifat fiksi, walau karya sastra menggambarkan realitas sosial (masyarakat)

Maka untuk menilai sastra Luxemburg (1984:11-12) mengajukan pandangan sebagai berikut:

1. Karena bersifat rekaannya, sastra secara langsung tidak mengatakan sesuatu mengenai kenyataan dan juga tidak menggugah pembaca untuk langsung bertindak. 2. Sambil membaca sebuah karya sastra, kita dapat mengadakan identifikasi dengan seorang tokoh, dengan orang-orang lain. 3. Bahasa sastra dan pengolahan bahan lewat sastra dapat membuka batin kita bagi pengalaman-pengalaman baru atau mengajak kita untuk mengatur pengalaman tersebut dengan suatu cara baru. Oleh kaum formalis disebut deotomatisasi pencerapan. 4. Selain itu bahasa sastra dan sarana-sarana sastra masih mempunyai suatu nilai tersendiri. Filusuf Kant dan tokoh-tokoh Romantik selalu menekankan dan merumuskan kembali pengalaman estetik, ini merupakan bagian dari pergaulan kita dengan sastra dan bentuk- bentuk seni lainnya. 5. Kita tidak perlu mencari jauh-jauh untuk menetapkan bahwa dalam lingkungan kebudayaan kita, sastra merupakan sebuah sarana yang sering digunakan untuk mencetuskan pendapat-pendapat yang hidup di dalam masyarakat. Ini tidak berarti bahwa pendapat-pendapat tersebut selalu bermutu. Sastra dapat disalahgunakan guna mengungkapkan hal-hal yang tidak diinginkan atau untuk membela pendirian-pendirian amoral.

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Demikian beragam bervariasinya pengertian sastra (dan kesusastraan). Namun satu pengertian tunggal karya sastra adalah karya fiktif, fiksi karena berdasarkan imajinasi pengarangnya.

2.3.2.2 Ciri Umum Karya Sastra

Menurut Siswanto (2008:72-82) ciri umum karya sastra adalah

1. Sebuah karya dapat dikatakan sebagai (calon) karya sastra bila ada niat dari sastrawan untuk menciptakan karya sastra. Pada dasarnya, karya sastra adalah semua karya yang dimaksudkan oleh sastrawan sebagai karya sastra dan mempunyai potensi untuk menjadi karya sastra. Disebut mempunyai potensi karena masih harus memerhatikan konvensi sastra, konvensi bahasa dan konvensi budaya. 2. Karya sastra adalah hasil proses kreatif. Karya sastra bukanlah hasil pekerjaan yang memerlukan ketrampilan semata. Karya sastra memerlukan perenungan, pengendapan ide, pematangan, langkah- langkah tertentu yang akan berbeda antara sastrawan yang satu dengan sastrawan yang lain. 3. Karya sastra diciptakan bukan semata-semata untuk tujuan praktis dan pragmatis. Meskinpun di dalam karya sastra terdapat ajaran moral, karya sastra tidak seperti ajaran moral di sekolah-sekolah. Meskipun di dalam karya sastra terdapat ajaran agama dan filsafat, karya sastra tidak sama dengan buku-buku agama dan buku-buku filsafat. 4. Bentuk dan gaya karya sastra khas. Khas yang dimaksud sebagai bentuk dan gaya yang berbeda dengan bentuk dan gaya nonsastra. 5. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra khas. Memang tidak menutup kemungkinan adanya kesamaan bahasa dalam karya sastra dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bahasa karya sastra juga diambil dari bahasa sehari-hari. Namun dalam penerimaan pembaca, bahasa karya sastra diterima secara berbeda dengan bahasa sehari-hari. 6. Karya sastra mempunyai logika tersendiri. Logika karya sastra erat kaitannya dengan konvensi sastra. Logika karya sastra mencakup isi dan bentuk karya sastra. 7. Karya sastra merupakan dunia rekaan. Dalam kenyataannya karya sastra bukan hanya berdasarkan khayalan saja. Karya sastra merupakan gabungan dari kenyataan dan khayalan Semua yang diungkap oleh pengarang dalam karya sastranya adalah hasil pengalaman dan pengetahuannya, yang diolahnya dengan imajinasinya. 8. Karya sastra mempunyai nilai keindahan tersendiri. Karya yang tidak indah tidak termasuk karya sastra.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

9. Karya sastra adalah sebuah nama yang diberikan masyarakat kepada hasil tertentu. Hal ini juga mengisyarakatkan adanya penerimaan secara mutlak oleh masyarakat sastra.

2.3.2.3 Ciri Karya Sastra yang Baik.

Adapun ciri karya sastra yang baik, menurut Siswanto (2008:82-87)

1. Karya sastra yang baik bisa mengkristal. Karya sastra yang baik bisa melampaui ruang dan waktu. 2. Karya sastra yang baik mempunyai sistem yang bulat, baik sistem bentuk, bahasa dan isi. Di dalam karya sastra harus ada unity (keutuhan), balance (keseimbangan), harmoni (keselarasan), dan right emphasis (tekanan yang tepat). 3. Karya sastra yang baik bisa mengungkapkan isi jiwa sastrawan dengan baik. Karya sastra tersebut harus bisa mengungkapkan isi pikiran, perasaan, emosi, keinginan, dorongan, ciri khas atau cita-cita dari pengarangnya. 4. Karya sastra yang baik adalah penafsiran kehidupan dan mengungkapkan hakikat kehidupan. Karya sastra yang baik dapat mengungkapkan hal-hal yang orang lain tidak bisa mengungkapkannya dan melihatnya. 5. Karya sastra yang baik tidak bersifat menggurui. Di dalam karya sastra memang bisa ditemui adanya ajaran moral, filsafat, tingkah laku, karena memang karya sastra merupakan latihan intelektual dan moral. Meskipun demikian bukan berarti karya sastra harus seperti buku filsafat atau buku agama. 6. Karya sastra yang baik tidak terikat oleh nilai-nilai dan fakta-fakta setempat, tetapi lebih bersifat universal. Makin baik karya sastra, makin universal masalah hidup yang diungkapkannya seperti cinta kasih, ambisi, kebencian, kematian dan kesepian. 7. Karya sastra yang baik tidak melodramatis, tidak mempunyai kesan diatur. Memang setiap kejadian dalam karya sastra semuanya diatur oleh sastrawan, namun semuanya ditulis harus sesuai dengan karya sastra. Jangan sampai diri sastrawan justru yang menonjol dalam karangannya sendiri. 8. Karya sastra yang baik harus menunjukkan kebaruan, keindividualan dan keaslian. Kebaruan mengisyaratkan adanya peningkatan kualitas dan munculnya sesuatu yang lain dari pada karya sastra yang mendahuluinya. Keindividualan merujuk pada kekhasan bentuk dan isi karya sastra. Keaslian merujuk pada keaslian gagasan, keaslian bentuk dan keaslian mengolah dan menyampaikan isi. Karya sastra yang asli tidak menjiplak karya orang lain.

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3.2.4 Sastra dan Kehidupan

Sapardi Djoko Damono menyatakan bahwa karya sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Karya sastra bukanlah hasil angan-angan imajinasi belaka tanpa ada maksud tertentu. Maka karya sastra dapat dikatakan sebagai gambaran sosial yang menggambarkan kehidupan pribadi manusia, antar manusia, antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

(Damono, 1984:1-5)

Sastra ditulis oleh seorang pengarang berdasarkan realitas (kenyataan) sosial yang ada dalam masyarakatnya. Hal inilah maka karya sastra dikatakan, karya sastra mencerminkan kenyataan. Melalui asumsi seperti ini karya sastra tidak lahir atau ditulis dalam kekosongan sosial. Karya sastra lahir dari lingkungan sosial di mana pelaku- pelakunya merupakan cerminan wakil kelompok sosial. Realitas karya sastra tidak jauh berbeda dengan realitas masyararakat. Karya sastra ditulis sebagai bayangan dari masalah sosial yang ada di dalam masyarakat.

Pengarang adalah bagian dari masyarakat, karena pengarang adalah bagian dari masyarakat, maka pengarang akan selalu berinteraksi dan interelasi dengan masyarakatnya, sehingga ketika dia menulis karya sastra wajar dia menampilkan wajah budaya zamannya, merekam setiap gejolak sosial yang terjadi di dalam masyarakatnya.

Dari keterangan di atas, jelas ide karya sastra bersumber dari kehidupan nyata.

Hal ini karena kehidupan ini merupakan komunitas yang sangat kompleks, yang memiliki dinamika kehidupan yang beraneka-ragam. Kondisi inilah yang diamati oleh pengarang dan menuliskannya kembali ke dalam bentuk karya sastra. Maka karya sastra merupakan gejala atau fenomena sosial yang tidak bisa lepas dari kondisi masyarakat sekitarnya.

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sangidu (2004:43) berpendapat bahwa karya sastra adalah tanggapan pencipta

(pengarang) terhadap dunia sekelilingnya (realitas sosial) yang diwujudkan dalam bentuk karya sastra merupakan pencerminan karya sastra. Dengan demikian dalam karya sastra tidak hanya sebuah imajinasi yang dapat dinikmati, tetapi bisa dipelajari mengenai: sosiologi, psikologi, adat istiadat, moral, budi pekerti, agama, tutunan masyarakat, dan tingkah laku manusia di suatu masa. Banyak hal yang bisa kita ambil pelajaran yang berharga dari sebuah karya sastra.

Sesuai dengan kegunaan (karya) sastra yakni dulce et utile (indah dan berguna) maka karya sastra memberikan kontribusi terkait yang dijadikan pembelajaran bagi masyarakat. Beberapa karya sastra yang dapat dijadikan pembelajaran masyarakat adalah karya sastra berdasarkan pada fakta. Adapun karya sastra yang didasarkan fakta antara lain fiksi historis (historical fiction) jika yang menjadi dasar penulisannya fakta sejarah, fiksi biografi (biographical fiction) jika yang menjadi dasar penulisannya fakta biografis, dan fiksi sains (science fiction) jika yang menjadi dasar penulisan ilmu pengetahuan

(Nurgiyantoro, 1995: 4).

Namun karya sastra bukanlah kehidupan masyarakat secara nyata, tetapi mimesis dari kehidupan, karena walaupun seperti berdasarkan atas kenyataan sosial, telah dibumbui oleh pengarangnya dengan berbagai hal termasuk anutan rohani si pengarang.

2.3.3 Sosiologi Sastra

Sosiologi adalah ilmu yang membahas tentang masyarakat. Ada banyak definisi tentang sosiologi. Pitirin Sorokin misalnya mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari (1) hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka gejala–

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya. (2) hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dan gejala-gejala non sosial misalnya gejala geografis, biologis, dan sebagainya (3) ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

Atau Roueck dan Warren, mengatakan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok atau Selo Soemardjan dan Soeleman

Soemardi mengatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial (Soekanto,

2005:20).

Definisi lain diberikan oleh Mannheim (1987:1) yang menyebutkan sosiologi adalah cabang ilmu sosial. Ilmu sosial adalah keseluruhan disiplin yang berhubungan dengan manusia dalam arti bukan sebagai bagian dari alam belaka, tetapi ada membentuk kehidupan bermasyarakat dan kultur.

Adapun obyek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat

(Soekanto, 2005:25). Masyarakat mencakup beberapa unsur (Soekanto, 2005:26-27):

1. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun

angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi

secara teoritis angka minimnya adalah dua orang yang hidup bersama.

2. Bercampur untuk waktu yang lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan

kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja, dan sebagainya. Oleh

karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia manusia baru.

Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-

perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, tumbuhlah sistem komunikasi dan

tumbuhlah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia dalam

kelompok tersebut.

3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.

4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya

terikat satu dengan lainnya.

Dengan demikian maka setiap masyarakat mempunyai komponen-komponen dasarnya (Soekanto, 2005:28-29) yakni:

1. Populasi yakni warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut pandang

kolektif. Secara sosiologis maka aspek-aspek sosiologis yang perlu

dipertimbangkan adalah misalnya aspek-aspek genetik yang konstan, variabel-

variabel genetik, variabel-variabel demografis.

2. Kebudayaan yakni hasil karya cipta dan rasa dari kehidupan bersama yang

mencakup (1) sistem lambang-lambang, (2) informasi.

3. Hasil-hasil kebudayaan material.

4. Organisasi sosial yakni jaringan hubungan antar warga-warga masyarakat yang

bersangkutan yang antara lain (1) warga masyarakat secara individual (2)

peranan-peranan, (3) kelompok-kelompok sosial (4) kelas-kelas sosial.

5. Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya.

Kondisi-kondisi di atas, turut menjadi perhatian pengarang ketika dia menulis karyanya. Namun karya yang ditulisnya tetap adalah karya fiktif, fiksi karena telah

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ditambahi pengarang berdasarkan imajinasinya dengan membingkainya baik secara tersirat maupun tersurat. Membingkai secara tersirat, maksudnya pengarang memasukkan imajinasinya, anutan rohaninya sedangkan secara tersurat pengarang menuliskan apa adanya.

Sosiologi sastra adalah kajian terhadap karya sastra yang berpusat kepada tema kemasyarakatan. Pandangan lain tentang sosiologi sastra dikemukakan Junus (1986:1-3), sosiologi sastra terdiri dari empat bidang (1) sosiologi dan sastra, (2) teori-teori sosial tentang sastra, (3) sastra dan strukuralisme dan (4) persoalan metode.

Pandangan pertama, sosiologi dan sastra, ada tiga pendekatan, pertama karya sastra dilihat sebagai dokumen sosiobudaya yang mencerminkan suatu zaman, kedua yang melihat segi penghasilan karya sastra, terutama kedudukan sosial seorang pengarang, dan ketiga pendekatan yang dihubungkan dengan penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya sastra.

Pandangan kedua teori-teori sosial tentang karya sastra, pandangan ini berhubungan dengan latarbelakang sosial yang melahirkan suatu karya sastra.

Pandangan ketiga, sastra dan strukuralisme, pandangan ini berhubungan dengan formalisme dan linguistik.

Pandangan keempat persoalan metode, apakah mempergunakan metode yap atau dialektika. Metode positif tidak mengadakan penilaian terhadap karya sastra yang dijadikan sebagai data. Karya sastra dianggap sebagai dokumen sosiobudaya yang mencatat unsur-unsur sosiobudaya.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Metode dialektika, justru sebaliknya, mengadakan penilaian terhadap karya-karya sastra yang dianggap baik. Maka metode kajian sosiologi sastra mempunyai beberapa konsep dan prinsip yang harus ditaati.

Pertama, (kajian) sosiologi sastra menganggap karya sastra seperti novel atau roman adalah sebagai puncak kegiatan berkreatif seorang sastrawan. Tema-tema, simbol- simbol yang terdapat di dalam karya sastra tersebut, tidak dipergunakan secara kebetulan, tetapi disengaja, diatur ditata secara sistematis. Tujuannya dapat dipahami sebagai simbol dari sesuatu entah itu perbedaan kelas, perbedaan anutan rohani dan sebagainya, atau tujuan lainnya baik yang tersirat maupun yang tersurat.

Kecakapan dan kemampuan menyusun dan menata simbol-simbol seperti tersebut, apalagi untuk tujuan-tujuan tertentu dengan segala dimensi sosialnya untuk sebuah karya sastra dianggap sebagai sebuah kecakapan yang baik. Kecakapan bagi pendekatan ini ialah kemampuan menggorganisasikan dan memanfaatkan simbol-simbol untuk sesuatu tujuan di luar dari masalah kesenian semata.

Kedua, penekanan yang penting dan utama dalam pengkajian dan (analisis) sosiologi sastra ini ialah dengan melihat gaya pribadi atau stail individualisme. Gaya ini adalah hasil kepintaran seorang pengarang menggunakan simbol dan bahasa untuk memperlihatkan keunggulannya dalam berkarya.

Ketiga, dalam sebuah karya sastra terdapat berbagai-bagai jenis dan kategori permasalahan masyarakat, sosiologi sastra akan membuat uraian terhadap dinamika masyarakat tersebut berdasarkan pandangan sebuah karya sastra. Sosiologi sastra bermaksud menguraikan istilah tertentu seperti anutan rohani pengarang, sistem sosial

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

budaya, sistem sosial politik yang ada dan terdapat di dalam (sebuah) karya sastra yang dibahas.

Keempat, pendekatan sosiologi sastra juga menguraikan bagaimana sebuah karya dapat dipahami dan dihargai oleh pembaca sebagai sebuah dokumen sosiobudaya.

Sosiologi yang berurusan dengan masalah struktur sosial kemasyarakatan, akan membantu memahami sebuah realitas yang terdapat di dalam sebuah karya sastra.

Kelima telaah sosiologi sastra hanya sebatas mengindentifikasi unsur-unsur kajian sosiologi. Hal ini karena kalau kajian sosiologi sastra menyamai dan sejauh kajian sosiologi, maka kajian sosiologi sastra sudah menjadi kajian sosiologi. Dalam telaah sosiologi ini akan terdapat beberapa kecenderungan utama. Pertama, misalnya pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial-ekonomi, atau cermin sebuah masyarakat berdasarkan kurun waktu tertentu.

Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Kelemahan pendekatan ini ialah bahwa teks sastra tidak dianggap gejala pertama dan utama. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan telaah. Metode ini dipergunakan dalam sosiologi sastra untuk mengetahui keadaan teks melalui strukturnya untuk selanjutnya digunakan memahami lebih dalam mengenai gejala sosial yang terkandung di dalam karya sastra (novel). Pendekatan inilah arah kajian sosologi sastra.

Dalam kaitan kajian karya sastra dari segi sosiologi sastra, seperti yang dikemukakan oleh Grebstein tentang karya sastra (Damono, 1978:2-5):

1. Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dari lingkungan,

atau kebudayaan ataupun peradaban yang telah menghasilkannya. Karena itu, karya

sastra harus dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya.

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Masyarakat dapat mendekati karya sastra dari dua arah. Pertama, sebagai suatu

kekuatan atau faktor material istimewa. Kedua, sebagai tradisi kecenderungan

spiritual maupun kultural yang bersifat kolektif. Bentuk dan isi karya sastra dapat

mencerminkan perkembangan sosiologis, atau menunjukkan perubahan-perubahan

halus dalam watak kultural suatu bangsa.

Dari uraian-uraian di atas, dapat dijelaskan betapa besarnya peranan yang dimainkan oleh sosiologi dalam bidang pemahaman, pentafsiran, penyelarasan cita rasa dan penilaian sebuah karya sastra sebagai sebuah dokumen budaya.

Sosiologi sastra menggunakan metode pendekatan karya sastra dengan memperhatikan segi kemasyarakatan dan melihat hubungan antara sastra, pengarang, dan masyarakat. Kajian seperti ini karena dalam pandangan sosiologi sastra, karya sastra adalah sebagai dokumen budaya.

Sosiologi sastra bermaksud menguraikan seperti anutan rohani pengarang, sistem sosial budaya, sistem sosial politik yang ada dan terdapat di dalam (sebuah) karya sastra yang dibahas. Kajian-kajian seperti ini jelas mempunyai hubungan dengan cabang sosiologi atau bidang ilmu lainnya yang sama-sama berurusan dengan aspek kemasyarakatan. Secara tidak langsung, seseorang yang ingin mengkaji sebuah karya sastra dari sudut pandang sosiologi sastra memerlukan banyak pengetahuan dalam bidang sosiologi, tergantung fakta real di dalam sebuah karya sastra. Anutan rohani dan fakta sosial, adalah bagian dari dokumen sosiobudaya dan itu adalah bagian kajian dari sosiologi sastra.

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3.4 Realisme Sosial

Realisme sosial berasal dari kata real tambah isme tambah sosial. Real artinya nyata. Realis artinya (1) orang yang dalam tindakan, cara berpikir, dan sebagainya, selalu berpegang atau berdasarkan pernyataan; (2) penganut paham realisme. Kemudian isme adalah sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial, atau ekonom, maka sama dengan aliran, atau paham. Maka realisme adalah (1) paham atau ajaran yg selalu bertolak dari kenyataan; (2) aliran kesenian yang berusaha melukiskan (menceritakan sesuatu sebagaimana kenyataannya). Sosial adalah golongan, negara yang menganut paham sosialisme; penganut sosialisme.

Sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pergaulan hidup.

Sosialisme adalah paham bahwa dalam masyarakat tidak terdapat lagi penindasan oleh manusia atas nama manusia. Dalam paham komunis, sosialisme ini adalah tingkatan pertama dari masyarakat komunis, paham ini bertentangan oposisi binner kehidupan.

Realisme sosial adalah anutan rohani atau paham. Realisme adalah paham atau ajaran yang selalu bertolak dari kenyataan. Dalam kesenian aliran ini berusaha melukiskan, menceritakan sesuatu sebagaimana kenyataannya.

Menurut para realis, sesuatu tidak boleh diperindah atau dilukiskan lebih buruk daripada keadaan yang sebenarnya. Para realis menganjurkan agar suka menghadapi zaman dan masyarakat sendiri. Oleh karena itu seni bukan kemegahan lagi seperti di zaman klasik, yang menjadi hiasan bibir dalam bangsal-bangsal kaum bangsawan, melainkan mempunyai tugas untuk memperjuangkan kaum yang tertekan, maka mereka sangat menentang sikap seniman-seniman yang berpaham l’art pour l’art (seni untuk seni) (Hadimadja: 1972:71).

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Realisme sosial, paham berupaya menggambarkan keadaan menurut yang sebenarnya, tugas realis tidak semudah yang terdengar, sebab semua yang tampak dalam masyarakat misalnya menghendaki pengetahuan yang harus dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaannya sendiri, mempunyai sejarah adat istiadat, bahkan tiap lapisan dalam masyarakat itu mempunyai adat sendiri-sendiri (Hadimadja: 1972:71-72).

Maka realisme sosial adalah paham atau aliran yang bertolak dari kenyataan

(realita), data bersifat faktual. Ia berusaha menggambarkan dengan sejujur-jujurnya tanpa prasangka dan tanpa usaha memperindahnya. Sebagai metode sosialisme, realisme- sosialis menempatkan realitas sebagai bahan global untuk menyempurnakan pemikiran dialektikanya. Bagi realisme-soaialis setiap realitas, setiap fakta, hanya sebagian dari kebenaran, bukan kebenaran itu sendiri.

Apa tugas sastrawan (pengarang) menurut realisme sosialis? Menurut Bakri

Siregar (Siregar, 1953:88) kalau benar-benar kita akui, bahwa kita ini bersifat kerakyatan, maka mau tidak mau, fungsi tugas kesusastraan harus sesuai dengan sifat masyarakat itu, jadi dia memenuhi kebutuhan rakyat. Lebih lanjut Bakri Siregar (Siregar, 1953:89) kesusastraan harus kita pakai sebagai suatu faktor usaha penyempuraan kehidupan, dengan itu tidak mungkin kesusastraan mempunyai fungsi tugas hanya bikin orang senang-senang dan ngelamun, kayal, lebih-lebih dalam masyarakat Indonesia yang serba

– yang pasti bukan serba makmur....Kesusastraan adalah seni, jadi fungsi tugas kesusastraan untuk manusia masyarakat Indonesia ialah alat pembangunan. .... Bagi saya

(Bakri Siregar) satu-satunya jalan yang berhak ditempuh oleh mereka yang menamakan

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dirinya sastrawan Indonesia ialah pengabdian kepada masyarakatnya, karena dia adalah anak masyarakat itu juga adanya.

Adapun watak realisme sosialisme ini dalam bidang kesusastraan (Toer, 2003: 29-

31) ada dua, pertama militansi sebagai ciri tak kenal kompromi dengan lawan, kedua karena segaris dengan perjuangan politik sosialis, maka dia terus menerus melakukan effensi atas musuh-musuhnya dan pembangunan yang cepat di kalangan barisan sendiri.

Kemudian dalam watak sastra realisme sosialisme selalu tampak adanya peringatan bahwa setiap kapitalisme adalah musuh manusia dan kemanusiaan. Jadi watak sastra realisme sosialisme bukan saja nampak dari militansinya terhadap kapitalisme yang dihadapinya sehari-hari, tapi lebih jauh lagi adalah juga militansinya dalam mempertahankan dan mengembangkan semangat anti-kapitralisme internasional. Sastra realisme sosialis tidak pernah memberikan konsesi atau kompromi dengan musuh- musuhnya, karena yang demikian sudah menyalahi sosialisme itu sendiri, sedangkan sastra memang bukanlah politik yang berusaha mendapatkan kemenangan semutlak mungkin atas lawan.

Selanjutnya menurut Pramoedya (Toer, 2003:31) pada segi lain watak ini nampak pada semangat yang diberikannya pada rakyat, pengungkapan paedagogik dan sugestif, ajakan dan dorongan untuk lebih tegap dan perwira memenangkan keadilan merata, untuk maju, untuk melawan dan menentang penindasan dan penghisapan serta panjajahan nasional maupun internasional, bukan saja berdasarkan emosi atau sentimen tetapi juga berdasarkan ilmu dan pengetahuan, terutama memberanikan rakyat untuk melakukan orientasi terhadap sejarahnya sendiri.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Maka itu sastra realisme sosialisme (Toer, 2003:69-70) selalu mendukung amanat penderitaan rakyat, yang selalu didasari dengan kesadaran sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. Sebelum pena diguratkan di atas kertas, sebelum mesin tulis mendapat kesempatan untuk berdetak, sastrawan realisme sosialis harus mampu menjawab beberapa pertanyaan pokok yaitu (a) Untuk apa dan mengapa orang-orang menulis? (b)

Benar atau tidakkah materi penulisan dan bagaimana perkembangan dari materi-materi tersebut sesuai dengan arah yang dikehendaki untuk menguntungkan sosialisme, untuk memenangkan keadilan sosial bagi semua dan setiap orang membutuhkannya?

Singkatnya sastra realisme sosialis selalu dapat dimasukkan dalam klasifikasi applied art, seni yang memikul tugas sosial.

Dalam bidang sastra, sastra realisme sosialis tendensinya kepada komitmen sosial sangat tinggi. Sastra seperti ini (Kurniawan, 1999:98) tumbuh subur di awal abad ke 20 seiring dengan meningkatnya militansi gerakan sosialisme di Hindia Belanda. Munculnya sastra jenis ini tidak lepas dari kondisi objektif masyarakat yang timpang di masa kolonial yang menggerakkan para sastrawan untuk menuliskannya serta terbukanya akses terhadap penerbitan-penerbitan dan surat kabar surat kabar.

Sastra sosialis jauh lebih banyak menggambarkan kondisi serta gejolak masyarakat. Sastra sosialis banyak muncul di surat kabar-surat kabar yang dikelola oleh para aktivis gerakan, serta sebagian lagi diterbitkan oleh penerbit-penerbit swasta atau badan-badan tertentu (Kurniawan, 1999:99).

Maka hakikat realisme sosialis ini, sungguh-sungguh menempatkan seni sebagai wahana “penyadaran” masyarakat untuk menimbulkan kesadaran akan keberadaan

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dirinya sebagai manusia yang terasing dan mampu menyadari dirinya sebagai manusia yang memiliki kebebasan (Kurniawan, 1999:8).

Karya sastra yang beraliran realisme sosial, di Indonesia pertama sekali ditemukan melalui karya Hadji Moekti, Hikayat Siti Sariah. Sebuah karya yang dimuat sebagai cerita bersambung dalam Koran terbitan tanggal 7

November 1910 hingga 6 Januari 1912. Dalam karyanya ini Hadji Moekti berhasil menggambarkan tokoh-tokoh bojuis pribumi sebagai makhluk-makhluk tanpa cita-cita, tanpa sedikitpun pengetahuan bahwa segala rahmat hidup yang mereka terima sebenarnya berasal dari keringat rakyat pekerja dan karenanya kegiatan satu-satunya hanyalah berdosa, alias menghabiskan jatah dosa yang dikaruniakan kepadanya.

Kedua Tirto Adhi Soerjo, Nyai Permana, juga diterbitkan oleh Medan Prijaji.

Tirto Adhi Soerjo mengisahkan kezaliman sosial yang diderita Nyai Permana sebagai anak seorang lurah yang karena kecenderungan feodal birokrat dari keluarganya dikawinkan dengan seorang mantri polisi yang mengkorup pembagian tanah buat petani untuk dirinya sendiri karena kalah ceki melulu. Di sini Nyai Permana sampai pada kesadaran bahwa ia harus memilih pihak petani. Ditinggalkannya suaminya dan kembali

Nyai Permana ke desa, ke masyarakat petani semula.

Ketiga Mas Marco. Mas Marco Menerbitkan 3 novel yaitu Student Hijo, Rasa

Merdika dan Hikayat Kadirun. Dalam novel Rasa Merdika, Mas mengisahkan perjalanan hidup Sudjarmo yang muak terhadap kehidupan birokrat feodal dan menempuh jalannya sendiri memasuki dunia politik atau pergerakan menurut istilah waktu itu. Sesuai dengan zaman itu, pergerakan Indonesia terbelah menjadi beberapa golongan nasionalis, agama, dan komunis, sedangkan Boedi Oetomo telah sedemikian

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

merosot perkembangannya sehingga tinggal jadi semacam society. Mas Marco sendiri mengikuti dan mencemplungkan diri ke dalam pergerakan Boedi Oetomo, kemudian pindah ke , kemudian menggabungkan diri dengan kekuatan kiri dalam

Sarekat Islam yang kelak menjadi PKI. Dalam novel ini ia memberikan kesaksian dari pengalaman revolusionernya melalui tokoh Sudjarmo.

Realisme di Indonesia yang dikembangkan Lekra, jauh lebih ditekankan kepada semangat keberpihakan kepada rakyat daripada berlandaskan kepada logika Marxisme

(Kurniawan, 1999:20).

2.3.5 Anutan Rohani dan Karya Sastra

2.3.5.1 Pengertian Anutan Rohani

Anutan rohani sama dengan ideologi. Secara harfiah, kata idelogi berasal dari bahasa Yunani, idea dan logos; Idea berarti gagasan, sedangkan logos berarti pengetahuan. Kemudian istilah ideologi pertama sekali dikemukakan oleh Destutt de

Tracy tahun 1796

Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideology adalah pedoman normatif yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.

Dalam KBBI ideologi dijelaskan (1) kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup:

(2) cara berpikir seseorang atau suatu golongan, (3) paham, teori, dan tujuan yg merupakan satu program sosial politik. Atau ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan.

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Beberapa ahli mendefinisikan ideologi sebagai berikut, Destutt de Tracy, ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu. Descartes ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. Machiavelli, ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. Thomas H, ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. Francis Bacon, ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.

Karl Marx, ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Napoleon, ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival– rivalnya (http://herydotus.wordpress.com/2011/11/12/pengertian-ideologi-menurut-para- ahli/). Ideologi adalah pernyataan daripada kepentingan sesuatu klas. (Adinda. 1954).

Dalam istilah politik, ideologi adalah sistem ide yang menyangkut filsafat, ekonomi, politik, kepercayaan sosial dan ide-ide. Atau dalam ungkapan yang lebih sederhana bisa didefinisikan dengan pemikiran yang mendasar, yang tidak dibangun berdasarkan pemikiran lain.

Manusia hidup dengan keyakinannya, yang dalam hal tertentu dapat digolongkan kepada ideologi (Noer, 1983:30). Ciri dari suatu ideologi ialah bahwa ia merupakan cita- cita yang dalam dan luas, bersifat jangka panjang, malah dalam hal-hal dasar bersifat universal atau diyakini bersifat universal . (Noer, 1983:31)

Ada berbagai macam ideologi. Liberalisme yang mengusung kebebasan individu. Konservatisme yang mengusung memelihara kondisi yang ada, mempertahankan kestabilan, baik berupa kestabilan yang dinamis maupun kestabilan yang statis. Komunisme mengusung perjuangan kelas dan penghapusan kelas-kelas dimasyarakat, sehingga negara hanya sasaran antara. Marxisme mengusung filsafat

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dialectical and historical materialism. Melalui metode dialektika yang dipinjam dari

Hegel Marx berpendapat perubahan-perubahan dalam pemikiran, sifat dan bahkan perubahan masyarakat itu sendiri berlangsung melalui tiga tahap, yaitu tesis (affirmation), antitesis (negation), dan sintesisI (unification). Feminisme, mengusung emansipasi wanita. Sosialisme mengusung kolektifitas (kebersamaan) (gotong royong). Fasisme mengusung tema negara diperlukan untuk mengatur masyarakat. Kapitalisme mengusung perkonomian individu. Demokrasi mengusung kedaulatan ditangan rakyat

Neoliberalisme mengusung mengembalikan kebebasan individu. Dekonstruksi mengusung pembongkaran, pembalikan logika berpikir. Jadi ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan.

Menurut Suseno (1992:230) ada tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu (1) ideologi sebagai kesadaran palsu; (2) ideologi dalam arti netral; dan (3) ideologi dalam arti keyakinan yang tidak ilmiah.

Ideologi sebagai kesadaran palsu biasanya dipergunakan oleh kalangan filosof dan ilmuwan sosial. Ideologi dalam pengertian kesadaran palsu ini adalah teori-teori yang tidak berorientasi pada kebenaran, namun hanya kepentingan pihak yang mempropagandakannya.

Ideologi dalam arti netral adalah ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial atau kebudayaan tertentu. Ideologi dalam arti netral ini terutama ditemukan dalam negara-negara yang menganggap penting adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti netral karena baik buruknya tergantung kepada isi ideologi tersebut.

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ideologi sebagai keyakinan yang tidak ilmiah, biasanya digunakan dalam filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak dapat dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah suatu ideologi. Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran metafisis termasuk dalam wilayah ideologi (Asshiddiqie hal 1-2)

Dari tiga arti kata ideologi tersebut, yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah ideologi dalam arti netral, yaitu sebagai sistem berpikir dan tata nilai.

Bedanya ideologi dan anutan rohani kalau ideologi bersifat umum, sedangkan anutan rohani bersifat khusus. Kekhususannya karena dia bersifat individual, bergantung perseorangan. Sebagai contoh ideologi sosialisme. Sosialisme adalah sebagai ideologi, namun bila ada yang mengkombinasikannya dengan unsur lain seperti humanisme sehingga menjadi sosialis humanisme, sosialis humanisme disebut anutan rohani. Maka anutan rohani sama dengan ideologi individual.

Anutan rohani ini, ditemukan dalam setiap karya sastra yang dikenal dengan

(sastra) bertendens. Bertendens maksudnya berkecondongan, berkecenderungan kepada sesuatu misalnya ideologi atau paham atau aliran tertentu yang fungsional ke dalam karya sastra.

Kesusastraan sebagai bagian dari kebudayaan juga mempunyai 3 wujud yaitu

No Wujud Kebudayaan Wujud Kesusastraan Sebagai Bagian dari Kebudayaan 1 Wujud kebudayaan sebagai Ini adalah anutan rohani yang dijabarkan ke suatu kompleks ide-ide, dalam dan yang terdapat di dalam karya-karya gagasan-gagasan, nilai- sastra. nilai, norma-norma, Melalui ide, atau gagasan kita dapat memahami peraturan dan sebagainya. tema-tema dan anutan rohani yang terdapat di dalam karya sastra. Adapun tema-tema dalam karya sastra seperti konflik, romantisme

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(percintaan), humanisme dan sebagainya. 2 Wujud kebudayaan sebagai Ini adalah bentuk atau jenis-jenis atau genre dari benda-benda hasil karya karya sastra. Melalui wujud material kita dapat manusia (material). melihat bentuk-bentuk karya sastra. Misalnya bentuk puisi dengan variasinya, bentuk fiksi dengan variasinya seperti roman, novel, novellet dan sebagainya 3 Wujud kebudayaan suatu Ini adalah dampak atau pengaruh yang kompleks aktivitas serta ditimbulkan oleh karya sastra terhadap kehidupan. tindakan berpola dari Melalui aktivitas berpola kita dapat memahami ke manusia dalam masyarakat arah mana pengarang mengarahkan karya- karyanya, untuk mempengaruhi pembacanya. Sastra yang bersifat keagamaan diharapkan pembacanya menjadi manusia relegius. Sastra yang bertema feminisme diharapkan pembacanya kalau wanita mau lebih mengambil posisi lebih baik dari hari ini. Kalau pria pembacanya, diharapkan si pria mau lebih menghargai hak-hak wanita.

Letak tendens atau ideologi atau anutan rohani sebuah karya sastra berdasarkan wujud kebudayaan di atas, adalah pada wujud pertama yaitu berupa ide atau gagasan dan ini adalah metamoforsis dari ideologi atau anutan rohani si sastrawan.

Dari segi materialnya para sastrawan menggunakan unsur-unsur pembangun sebuah karya sastra. Puisi misalnya diksi (pilihan kata), diksi ini dapat pula dibagi dua yaitu (1) diksi konvesional yaitu diksi atau pilihan kata yang sudah bersifat umum dan,

(2) diksi inkonvesional, yaitu diksi atau pilihan kata yang diciptakan si penyair sendiri.

Imaji (imagery) atau citraan atau daya bayang yaitu kesan-mental atau bayangan visual yang ditimbulkan dari sebuah puisi. Citraan ini dapat dibagi atas (1). citraan lihatan

(visual image). Citraan Lihatan (visual image) adalah citraan yang dapat membawa pembaca seperti melihat sendiri apa yang dikemukakan si penyair, seperti citraan alam, citraan keagamaan, citraan tragedy dan lainnya, dan (2) Citraan Bukan Lihatan (non isual

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

image). Citraan Bukan Lihatan (non visual image) adalah gambaran yang menyarankan hal-hal yang merangsang pancaindra yang bukan mata seperti pendengaran, penciuman, perabaan dan pencicipan. Kata Nyata (the concrete word) adalah salah satu cara untuk membangun citraan pada sebuah puisi, sebab kata-kata kongkrit ini dapat menyarankan suatu pengertian yang menyeluruh. Semakin tepat kata-kata yang dipergunakan seorang penyair, semakin baik pula dia menjelmakan citraan, sebab dengan demikian para pembaca atau pendengar akan benar-benar melihat, merasakan segala kesan-kesan yang ingin disampaikan si penyair. Majas/Gaya Sajak (figuratif language). Majas adalah kata- kata yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna diantaranya. Jadi majas adalah kata yang bermakna, yang maknanya dipakai melewati batas-batas makna kata yang lazim atau kata yang menyimpang dari arti harafiahnya. Ritme dan Rima (rhythm and rime), yang melahirkan persajakan.

Dari segi materialnya para sastrawan dapat menggunakan unsur-unsur pembangun sebuah roman atau novel atau cerpen, misalnya unsur penokohan bagaimana pengarang memberikan pencitraan tokoh, pencitraan latar, pencitraan sudut pandang, pencitraan bahasa (penggunaa bahasa) dan sebagainya.

Untuk memahami ada tidaknya „politisasi“ karya sastra oleh penulisnya harus mencermati unsur-unsur tersebut di atas. Baik dari segi tema, maupun dari segi materialnya.

Dalam sejarah sastra Indonesia, hubungan sastra dan anutan rohani, cukup seru.

Peristiwa ini terjadi setelah Indonesia merdeka yaitu sekitar tahun 1950-1965.

Perseteruan disebabkan terseretnya sastrawan Indonesia ke dalam kegiatan anutan rohani

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

praktis ke dalam tiga kubu yaitu Kubu Humanisme, Kubu Realisme Sosial dan Kubu

Manikebu (Nasionalis). Kubu humanisme universal diwakili Seniman Gelanggang,

Seniman Gelanggang membuat pernyataan politiknya tentang kesenian yang kemudian dikenal dengan Surat Kepercayaan Gelanggang, sedangkan kubu Realisme Sosial diwakili oleh Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Kubu nasionalis diwakili oleh antara lain HB. Jassin dan kawan-kawan yang dikenal dengan kelompok manikebu (manifestasi kebudayaan).

2.3.5.2 Anutan-Anutan Rohani

Anutan-anutan rohani di dalam karya sastra Indonesia antara lain:

2.3.5.2.1 Mendekonstruksi Ajaran Agama

2.3.5.2.1.1 Hamzah Fansuri dan Syekh Siti Jenar

Karya-karya Hamzah Fansuri (1550-1600) dibakar. Pembakaran terhadap karya- karyanya ini bukan dikarenakan pandangan keagamaannya, akan tetapi karena pendapat

Hamzah Fansuri yang bertentangan dengan pandangan penguasa pada masanya. Kalau pandangan Hamzah Fansuri ini berkembang di tengah-tengah masyarakat, dapat menggoyangkan kedudukan penguasa pada masanya. Pandangan Hamzah Fansuri tersebut jelas bersumber dari anutan rohaninya. Melalui puisinya Syair Perahu, Hamzah

Fansuri menganut anutan rohani yang bersifat mistik ekstrim. Inti ajaran Hamzah Fansuri adalah AKU adalah YANG MAHA TUNGGAL dan YANG MAHA TUNGGAL adalah

AKU. Maknanya Aku adalah Tuhan dan Tuhan adalah Aku (Hamba dan Tuhan tiada berbeda).

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LIIA itu kesudahaan kata Tauhid makrifat semata-mata Hapuskan hendak sekalian perkara Hamba dan Tuhan tiada berbeda (Fang, 1991)

Makna ekstrimnya Tuhan tidak ada dimana-mana tetapi Tuhan ada di dalam hati

(rumah).

Hamzah Fansuri di dalam Makah Mencari Tuhan di baitul Ka'abah Di Barus ke Kudus terlalu payah Akhirnya dapat di dalam rumah (Fang, 2011:383)

Pandangan di atas jelas berbeda, bertentangan, bertolak belakang dengan padangan yang ada masa itu, di mana antara Tuhan dan manusia tidak mungkin bersatu.

Hubungan Tuhan dengan manusia, seperti pencipta dengan karya ciptaannya. Tuhan itu pencipta dan manusia itu ciptaan Tuhan. Keduanya tidak mungkin sama atau disamakan.

Akibat pandangannya tersebut, konsekuensi yang harus ditanggung Hamzah

Fansuri adalah semua karya-karyanya dibakar habis oleh pihak yang berkuasa pada masa ini, yang yang paling keras menentang pandangan Hamzah Fansuri tersebut adalah

Nurruddin Al-Raniri dan Abdul Rauf Singkel.

Kasus yang lebih kurang sama juga dialami oleh Syeh Siti Jenar dari Jawa salah seorang dari 9 wali. Syeh Siti Jenar adalah seorang tokoh Sufi dan juga salah satu penyebar agama Islam di pulau Jawa yang sangat kontroversial.

Ajarannya yang kontroversial membuat gelisah dan gusar para pejabat kerajaan

Demak Bintoro pada masanya. Kerajaan Demak khawatir bila pikiran-pikiran Syekh Siti

Jenar berkembang di kerajaan Demak akan bermuara kepada pemberontakan terhadap kerajaan Demak, mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau

Ki Kebokenanga adalah keturunan elite Majapahit.

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Inti pikiran (ajaran) Syekh Siti Jenar, kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian, dan apa yang disebut sebagai kematian justru sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi. Konsekuensinya, manusia itu tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian (hukum negara dan lainnya), tidak termasuk di dalamnya hukum syariat peribadatan sebagaimana ketentuan syariah. Maka manusia ini tidak harus memenuhi rukun Islam (syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji). Syekh Siti

Jenar berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi.

Para wali di kerajaan Demak menganggap pikiran-pikiran tersebut tidak sesuai dengan pendapat umum. Pikiran-pikiran Siti Jenar dipandang tidak sesuai Al Qur'an dan hadits. Akhirnya para Wali dan pihak kerajaan sepakat menjatuhkan hukuman mati bagi

Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja.

Hamzah Fansuri dan Syekh Siti Jenar, sama-sama mengembangkan anutan rohaninya yang bersifat intelek dan rasional di tengah-tengah masyarakat pada masanya.

Akibatnya ada kelompok tertentu di dalam masyarakat yang merasa dirugikan bila ajaran mereka dibiarkan berkembang.

2.3.5.2.1.2 Saeful Badar dan Puisi Malaikat

Puisi ini pertama sekali dipublikasikan pada rubrik Khazanah harian Pikiran

Rakyat Bandung edisi 4 Agustus 2007. Penulisnya adalah Saeful Badar, seorang pengelola Sanggar Sastra Tasik (SST) dari Tasikmalaya.

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MALAIKAT

Mentang-mentang punya sayap Malaikat begitu nyinyir dan cerewet Ia berlagak sebagai makhluk baik Tapi juga galak dan usil Ia meniup-niupkan wahyu Dan maut Ke saban penjuru

2007

Puisi Malaikat tersebut di atas, oleh Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII)

Jawa Barat dianggap menghina agama Islam. Argumen yang dikemukakan oleh DDII tersebut adalah:

1 Sajak berjudul "Malaikat" karya Saeful Badar tersebut, jauh dari nilai estetika seni sastra, sekaligus tidak mengandung etika penghormatan terhadap agama, khususnya agama Islam. Oleh karena itu, sajak tersebut dapat dikategorikan menghina agama, khususnya Islam. 2 Jika penulisan dan pemuatan sajak tersebut dilakukan tanpa ada maksud melecehkan Islam, hal itu mengindikasikan "kebodohan" penulis dan redaktur tentang konsep malaikat dalam agama-agama samawi, khususnya Islam. 3 Jika penulisan dan pemuatan sajak tersebut dilakukan dengan sengaja untuk memancing amarah umat Islam dan menista ajaran Islam, tindakan tersebut serupa dengan apa yang dilakukan para penista Islam, seperti kasus Salman Rushdie dengan novel "Ayat-ayat Setan", koran Jylland- Posten Denmark dengan karikatur Nabi Muhammad saw., dan kasus- kasus lainnya yang dinilai melecehkan Islam dan kaum Muslimin. 5 Kami menganggap permohonan maaf saja tidak cukup, karena ini menyangkut akidah Islam, sehingga harus ada tindakan lebih jauh, seperti klarifikasi tentang sosok malaikat yang sebenarnya, sekaligus meng-counter opini yang dibangun penulis sajak lewat judul sajak "Malaikat" yang telanjur dipublikasikan. 7 Dalam konsep ajaran Islam, Malaikat adalah satu dari sekian banyak makhluk ciptaan Allah SWT yang mendapat keistimewaan tersendiri. Mereka merupakan makhluk rohani bersifat gaib, tercipta dari cahaya (nur), selalu tunduk patuh, taat, dan tak pernah ingkar kepada Allah SWT. Malaikat menghabiskan waktu siang-malam untuk mengabdi kepada Allah SWT. Mereka tidak pernah berbuat dosa dan tidak pernah mengerjakan apa pun atas inisiatif sendiri, selain menjalankan titah kuasa perintah Allah SWT semata. Mereka diciptakan Allah SWT dengan tugas-tugas tertentu.

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8 Bagi umat Islam, percaya (iman) kepada Malaikat, adalah bagian dari rukun Iman yang enam, di samping iman kepada Allah, Rasul-rasul Allah, Kitab-kitab Allah, Qodlo-Qodar (takdir), dan hari akhir. Iman kepada Malaikat menjadi bagian terpenting dari tauhid (mengesakan Allah) dan membebaskan manusia dari syirik (menyekutukan Allah). 9 Dengan demikian, bagi umat Islam, Malaikat bukan sosok yang bisa dipermainkan atau diolok-olok, baik oleh ucapan, kalimat, maupun tindakan, oleh seorang penyair, sekalipun atas nama kebebasan berekspresi. Sumber: Faith Freedom International - Forum Indonesia. 20 Aug 2007

Protes DDII ini mendapat perlawanan juga dalam bentuk protes antara lain dari

AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Bandung. Menurut AJI (Aliansi Jurnalis Independen)

Bandung, pelarangan terhadap Puisi “Malaikat: adalah bertentangan dengan konstitusi negara, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pasal 28 yang menjamin hak warga negara untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

Tindakan-tindakan yang berupaya memasung kemerdekaan berpikir dan berekspresi, merupakan pelanggaran atas konstitusi tertinggi negara--Undang-Undang

Dasar tahun 1945. Tindakan tersebut jelas-jelas ancaman bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.

Maka Aliansi Jurnalis Independen Kota Bandung, pada tanggal 13 Agustus 2007, menyatakan pendapatnya bahwa:

1 Mengecam segala tindakan yang memasung kemerdekaan berpikir dan berekspresi. 2 Mendesak kepolisian untuk bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar konstitusi negara (dalam hal ini pihak yang melakukan intimidasi terhadap karya sastra). 3 Mendesak media massa agar bertanggungjawab terhadap segala kemungkinan yang akan dihadapi yang menyangkut penerbitannya. Segala beban tanggungjawab agar tidak diserahkan semata-mata terhadap wartawan secara individu. Sumber: www.ajiindonesia.org

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pernyataan Aliansi Jurnalis Independen Kota Bandung tersebut ditandatangangi oleh Sekretaris Mulyani Hasan dan Koordinator Divisi Advokasi Ahmad Yunus.

Dukungan protes juga datang dari 21 komunitas seniman dan elemen masyarakat,

Komunitas Azan-Tasikmalaya, Sanggar Sastra Tasikmalaya, Teater Bolon-Tasikmalaya,

Komunitas Malaikat-Ciparay, Institut Nalar-Jatinangor, Aliansi Jurnalis Independen

Bandung, Forum Studi Kebudayaan Institut Teknologi Bandung, Masyarakat

Antikekerasan, Gerbong Bawah Tanah-Bandung, BPK 0I-Tasikmalaya, Teater 28-

Tasikmalaya, Study Oriented Culture Tasikmalaya, Teater Prung Jatinangor, Lingkar

Studi Sastra Cirebon, Komunitas Cupumanik-Bandung, Forum Diskusi Wartawan

Bandung, Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Ikatan Keluarga Orang

Hilang, Lembaga Kajian Agama dan HAM Tasikmalaya, Rumah Kiri, dan Forum

Solidaritas Jurnalis Garut.

Mereka juga turut prihatin dan penyesalan terhadap pemberangusan sajak

“Malaikat” karya Saeful Badar. Menurut 21 komunitas seniman dan elemen masyarakat di atas

1 Hak tiap individu untuk mengungkapkan diri baik secara lisan maupun secara tertulis patut dilindungi. Dalam konteks tata kehidupan di Indonesia, perlindungan akan hak tersebut telah menjadi kesepakatan kolektif, bahkan dinyatakan secara tegas dalam konstitusi. Oleh karena itu, kami sangat prihatin dan turut menyesalkan pemberangusan atas sajak “Malaikat” karya penyair Saeful Badar. Kami juga sangat prihatin dan menyesalkan pendiskreditan nama baik penyair Saeful Badar, yang disebut- sebut seperti Salman Rusdhie, sehingga penyair Saeful Badar mengalami berbagai tekanan. 2 Kami juga menentang dan menyesalkan segala bentuk pemutlakan tafsir atas karya seni dan sastra oleh individu dan golongan tertentu, serta menentang dan menyesalkan segala bentuk sikap yang tidak toleran. Pemutlakan tafsir dan sikap tidak toleran merupakan bentuk kekerasan simbolis yang bisa membuka gerbang ke arah berbagai kekerasan fisik dan psikis. Perbedaan

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pandangan, pikiran, dan sikap sehubungan dengan suatu hal sepatutnya tidak sampai menutup peluang bagi terwujudnya keadilan. 3 Kami juga menentang dan menyesalkan sikap dan tindakan yang cenderung membawa-bawa agama, atau menekankan pertimbangan bernada keagamaan, sebagai tameng bagi pemutlakan dan pemaksaan sikap dan pandangan individu dan golongan tertentu. Janganlah mempermain-mainkan agama demi tujuan-tujuan yang sempit, picik, dan pendek. 4 Pada hemat kami, ruang publik sebagai wahana ekspresi kolektif perlu dipelihara dan dikembangkan. Dalam hal ini, kami menyatakan bahwa media massa, sebagai salah satu institusi sosial yang mengelola ruang ekspresi kolektif, sepatutnya dapat menjaga integritasnya sehingga tidak mudah dipermainkan oleh individu dan kelompok tertentu yang sikap dan tindakannya tidak sejalan dengan pemeliharaan ruang publik. Sumber: http://kapasmerah.wordpress.com/2007/08/14/pernyataan- bersama-menyikapi-polemik-puisi-malaikat/

Puisi Malaikat tersebut sebenarnya mendekonstruksi pandangan umum tentang

Malaikat. Pandangan umum tentang Malaikat seperti yang dikemukakan oleh DDII

Dalam ajaran Islam, Malaikat adalah satu dari sekian banyak makhluk ciptaan Allah SWT yang mendapat keistimewaan tersendiri. Mereka merupakan makhluk rohani bersifat gaib, tercipta dari cahaya (nur), selalu tunduk patuh, taat, dan tak pernah ingkar kepada Allah SWT. Malaikat menghabiskan waktu siang-malam untuk mengabdi kepada Allah SWT. Mereka tidak pernah berbuat dosa dan tidak pernah mengerjakan apa pun atas inisiatif sendiri, selain menjalankan titah kuasa perintah Allah SWT semata. Mereka diciptakan Allah SWT dengan tugas-tugas tertentu. Bagi umat Islam, percaya (iman) kepada Malaikat, adalah bagian dari rukun Iman yang enam, di samping iman kepada Allah, Rasul-rasul Allah, Kitab-kitab Allah, Qodlo-Qodar (takdir), dan hari akhir. Iman kepada Malaikat menjadi bagian terpenting dari tauhid (mengesakan Allah) dan membebaskan manusia dari syirik (menyekutukan Allah).

Saeful Badar mendekonstruksi citra tersebut dengan mengungkapkan /Mentang- mentang punya sayap/Malaikat begitu nyinyir dan cerewet/Ia berlagak sebagai makhluk baik/Tapi juga galak dan usil/Ia meniup-niupkan wahyu/Dan maut/Ke saban penjuru.

Sehingga menimbulkan kesan mengolok-olok, mempermain-mainkan Malaikat.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3.5.2.1.3 Gendhotwukir dan Doa Mohon Kehancuran Agama

Puisi ini dipublikasikan pada situs Rumah Kiri. Melihat lokasi publikasinya, puisi ini termasuk puisi siber. Puisi ini berbeda dengan puisi Malaikat“ karya Saeful Badar.

Puisi Gendhotwukir, justru mendoakan dan memohon agar agama hancur.

Gendhotwukir

Doa Mohon Kehancuran Agama

kepada Allah yang dipuja di label dunia atas nama agama diagung-agungkan sebagai pencipta dan pengatur semesta aku mohon kehancuran agama jika atas nama agama tidak ada penghargaan martabat sesama manusia jika atas nama agama, ada yang terluka bahkan mati binasa terinjak-injak oleh bejat dan nafsu belaka bahkan oleh teriak para pemangku agama jika salaman saja bagi yang berbeda menjadi sia-sia dan nista hukumnya jika kedatangan sesama manusia menjadi berjarak hanya karena beda agama jika karena pantang-pantang, persaudaraan menjadi baur mengudara jika manusia telah menjadi "allah" atas sesamanya jikapun dengan cara demikian orang masuk surga, maka akulah orang yang pertama memilih masuk neraka sekali lagi aku mohon kehancuran agama

Jerman, 18.02.06

Sumber: http://rumahkiri.net/index.php?option=com_content&task=category§ionid=5 &id=12&Itemid=271 (30/08/2007)

Dibandingkan dengan puisi Malaikat di atas, puisi Gendhotwukir ini jauh lebih kuat kesan tendensnya walaupun keduanya bermain-main di wilayah agama. Puisi

Malaikat mendekonstruksi, membongkar pandangan masyarakat perihal „malaikat“, sehingga memberi kesan puisi Malaikat seperti melecehkan „Malaikat“ salah satu simbol yang dihormati baik dalam agama Islam maupun Kristen, puisi Doa Mohon Kehancuran

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Agama justru ingin „menghancurkan“ agama. Menghancurkan sama dengan menaklukkan atau membinasakan.

Soal rasional tidaknya isi doanya, memang dapat diperdebatkan, kehancuran agama yang dimaksud, kehancuran yang bagaimana? Kalau menghancurkan semua agama yang ada, jelaslah tidak mungkin, agama atas nama kelompok seperti Islam,

Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan lainnya tidak akan pernah dapat hancur, dalam filsafat, agama sudah berada, bukan mengada, artinya agama sudah benar-benar hadir di dunia ini, didukung oleh jutaan manusia, agama bukan lagi sebagai wacana-wacana.

Bahasa yang ada untuk eksistensi agama ini adalah pengikut atau umat beragama dapat mengalami masa surut seperti air laut yang ada pasang surutnya. Ketika masa surut umatnya berkurang, ketika masa pasang umatnya banyak. Justru dimasa depan dengan hancurnya ikatan kekerabatan (hubungan darah), karena berkembangnya paham pragmatisme dalam berkerabat, atau karena jauhnya kerabat dari tempat tinggal seseorang, acara suka dan duka yang dialami yang selama ini ditangani oleh kaum kerabat, akan diambil alih oleh kerabat baru yang bernama seagama. Merekalah yang mengisi kekosongan peran kerabat sedarah tersebut, terutama di kota-kota besar khususnya di Indonesia. Hancurnya kekerabatan ini bukan seratus persen karena faktor agama, tetapi karena faktor pragmatisme dalam berkerabat, sehingga kelompok tetangga yang seagama yang akhirnya dianggap sebagai kerabat terdekat yang dapat menggantikan peran dan fungsi kerabat sedarah tersebut.

Kalaupun hancur agama atas nama kelompok seperti Islam, Protestan, Katolik,

Hindu, Budha dan lainnya, kehancurannya akan diisi oleh kelompok „agama“ baru.

Kelompok „agama“ baru ini, akan mengambil sisi-sisi positip dari agama atas nama

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kelompok tersebut. Bibit ini saat ini berkembang, tetapi belum pesat yaitu aliran teosofi.

Aliran teosofi ini, mengkaji, mempelajari Tuhan bersifat lintas agama. Saat ini kelompok teosofi ini, hanya sebatas mengkaji Tuhan lintas agama, belum mengambil alih peran kerabat dalam suka dan duka.

Jadi puisi Gendhotwukir dengan judul Doa Mohon Kehancuran Agama tidak akan terbukti. Hancur agama kelompok seperti Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan lainnya, akan melahirkan kelompok agama baru dengan nama yang berbeda dengan ajarannya diambil (sintesa) dari hal-hal yang dianggap positif dari agama kelompok tersebut.

Tetapi misi puisi Gendhotwukir tersebut di atas jelas. Kekecewan Gendhotwukir karena dia menganggap atas nama agama saat ini tidak ada penghargaan kepada martabat sesama manusia, atas nama agama, banyak yang terluka, mati, bahkan jika bersalaman saja bagi yang berbeda agama dihindari, yang ada saat ini adalah manusia telah menjadi "allah" atas sesamanya.

2.3.5.4 Anutan Rohani: Nasionalisme

Nasionalisme adalah suatu paham yang mengemukakan kesetian tertinggi individu diberikan kepada negara kebangsaan. Puisi JJ. Kusni di bawah ini dapat dikategorikan puisi yang berisi anutan rohani kebangsaan tersebut.

Puisi Kembalikan Tanahair Ke Pemiliknya! Juga dapat dikategorikan puisi siber.

Puisi ini ditulis oleh JJ. Kusni seorang eksil dari Indonesia.

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KEMBALIKAN TANAHAIR KE PEMILIKNYA! kami buktikan sudah dengan ini kembara betapa tanahair betapa hidup kita cintai mungkin memang belum seluas angkasa tapi tanyakan tanjung dan rantau bumi jika bisa menghitung duka jatuh bangun yang menolak kalah setia mimpi kami memang sudah lama tak masuk hitungan kami memang sudah lama dilupakan lama menjadi kijang terbuang dari padangnya dan kami masih saja jadi bidikan cerca tak boleh jadi indonesia ingkar kemanusiaan terlalu percaya pada kesementaraan di manapun kami bangga berkata: ya, tuan, ya nona dan nyonya ya, nona dan sinyo-sinyo, aku memang indonesia ya, aku memang dayak! bangga kunyatakan putra katulistiwa, anak kalimantan! tak ada khianat pada predikat ini karena indonesia itu bhinneka sampai detik ini indonesia bagiku masih tanahair entah besok atau lusa, terserah kau dan tanahair itu tempat hidup ribuan suku di mana mereka mengalirkan darah demi merah putih satu lambang kutanyakan sekarang mengapa kami dihalau diasingkan mengapa akbar yang maling itu kau bebaskan hingga bandit berkuasa kepadamu kutanyakan makna setia, merah putih dan indonesia kutanyakan juga masihkah indonesia layak dicintai masihkah layak jadi tanahair bersama tak usah bicara dengan bedil apalagi menggertak siapa pun bisa berperang, suku-suku tak asing dengan senapang pasukan elite yang paling elite kebanggaan bisa dikubur bedil tidak bisa menggantikan kebenaran apalagi keadilan sebelum hutan dan sungai sebelum gunung dan laut sebelum kampung dan lembah bangkit kuanjurkan kembalikan indonesia kembalikan negeri ke pemiliknya kembalikan ke penduduk ribuan pulau itulah tanahair dan indonesia!

Paris, Februari 2004.

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perasaan nasionalismenya tergambar dalam baris puisinya berikut ini:

sampai detik ini indonesia bagiku masih tanahair entah besok atau lusa, terserah kau dan tanahair itu tempat hidup ribuan suku di mana mereka mengalirkan darah demi merah putih satu lambang

Sebagai seorang eksil, kaum eksil ini dicap tidak nasionalis, selama orde baru berkuasa sehingga timbul antipati kepada mereka. Ternyata walaupun dia tinggal bertahun-tahun di luar negeri (Eropah) dia masih tetap mencintai Indonesia.

2.3.5.5 Anutan Rohani: Melawan Kapitalis (Pemilik Modal)

Kapitalisme adalah suatu paham yang berambisi menguasai pemilikan sarana produksi dan distribusi demi keuntungan diri sendiri semata-mata. Kapitalisme ini berbeda dengan sosialisme, sosialisme menghendaki agar produksi dan perdagangan dikendalikan oleh pemerintah dan pemerintahlah yang mendistribusikannya kepada rakyat (Endra,1979).

Pengertian lain dari kapitalisme adalah stelsel atau suatu sistem perekonomian, di mana alat-alat produksi menjadi milik majikannya dan produksi diatur menurut kehendak majikan yang menerima untungnya. Hanya sebagian kecil saja dari keuntungannya diberikan kepada buruhnya. Pengertian lain produksi barang dagangan pada tingkat kemajuan yang tertinggi, pada waktu tenaga kerja sendiri menjadi barang dagangan; susunan masyarakat di mana alat-alat produksi dimiliki oleh beberapa orang, sedangkan rakyat banyak tidak memiliki alat-alat produksi tersebut. Dalam kapitalis produksi bersifat sosial, pemiliknya bersifat perseorangan (A.M. Adinda dan Usman BR). Kerja dilakukan bersama, keuntungan menjadi milik siempunya modal.

Munculnya karya-karya sastra dari kalangan buruh, tidak terlepas dari dampak dan impak kapitalisme itu sendiri. Sastra buruh pada umumnya membela nasib mereka

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

akibat dijadikan „kelas pekerja“ yang kurang dihargai. Padahal kekayaan yang didapat majikan adalah hasil kerja dari buruh tersebut.

Wiji Thukul adalah salah satu contoh seorang penyair dari kalangan buruh yang puisi-puisinya melawan penindasan dan berisi protes terhadap majikan (pemilik modal), atas ketidakadilan tersebut. Wiji Thukul adalah simbol perlawanan rakyat kecil (buruh) terhadap kekuasaan majikan.

jika tak ada kertas aku akan menulis pada dinding jika aku menulis dilarang aku akan menulis dengan tetes darah! (penyair Wiji Thukul)

Contoh lain dari puisi Wiji Thukul

Derita Sudah Naik Seleher

kaulempar aku dalam gelap hingga hidupku manjadi gelap kausiksa aku sangat keras hingga aku makin mengeras kaupaksa aku terus menunduk tapi keputusan tambah tegak darah sudah kauteteskan dari bibirku luka sudah kaubilurkan ke sekujur tubuhku cahaya sudah kaurampas dari biji mataku derita sudah naik seleher kau menindas sampai di luar batas

Bahasa puisi Wiji Thukul adalah bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti, cukup lugas, tidak berbunga-bunga, dan tidak memerlukan banyak tafsir. Pesan yang dibawanya jelas, protes /kausiksa aku sangat keras/derita sudah naik seleher/ ungkapnya.

Selain Wiji Thukul ada Wowok Hesti Prabowo dari Tangerang.

Alasan PHK

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

katamu, ibarat suami istri bila tiada kecocokan harus cerai mengapa begitu? lantas kau menceraikan sepihak tanpa pengadilan tanpa pesangon katamu, ada jumpa ada pisah selalu saja kau katakan itu lantas kau phk aku tanpa salah Bah! manusia apa kau ini kau anggap aku istri selama ini tak kau sayangi apakah karena dulu aku yang melamarmu? Bah! manusia apa kau ini istrimu kau perkosa setiap hari demi kepuasanmu tapi bila tak lagi nikmat kau kata tak cocok lagi baiklah kita cerai di pertempuran!

(Cikokol, Tangerang, 1994)

Sumber: Sastra Buruh Melawan Represi (http://climacusclimacus.blogspot.com/2007/03/sastra-buruh-melawan- represi.html)

Hubungan buruh dengan pemilik modal dikatakan dan diibaratkan hubungan suami dengan istri. Namun ketika tidak terdapat kecocokan, bila antara suami istri bercerai, ada pembagian harta gono-gini, namun ketika hubungan antara buruh dengan pemilik modal tidak serasi, langsung saja pemilik modal mem-phk-kan buruhnya tanpa pesangon. Ini adalah bentuk penindasan lain terhadap buruh.

Puisi ini ditutup dengan penyataan /baiklah kita cerai/di pertempuran!/ ini dapat dimaknai adalah simbol perlawanan. Arena perlawanan tersebut, melalui jalur pengadilan atau jalur mogok kerja.

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hal inilah yang menyebabkan puisi karya buruh ini banyak tidak memperhatikan masalah estetika.

Berdasarkan contoh-contoh yang dikemukakan di atas, para sastrawan jelas menjabarkan anutan rohaninya dengan gayanya masing-masing. Ada yang bersifat perlawanan terbuka seperti Wiji Thukul dan Wowok Hesti Prabowo, JJ. Kusni,

Gendhotwukir, dan ada yang bersifat perlawanan tertutup seperti Saeful Badar. Mereka bermain rapi melalui ideologi yang dianutnya. Dikatakan bermain rapi karena karya mereka tidak terkesan bernuansa politis, mereka menulis karyanya secara santun, jauh dari kesan karya-karya bersifat slogan atau pamlet.

Karya Wiji Thukul dan Wowok Hesti Prabowo, JJ. Kusni, Gendhotwukir, terkesan seperti karya pamlet, mereka mengungkapkan anutan rohaninya secara transparan dan terkesan bersifat slogan. Di balik ini memang ada yang ingin mereka sampaikan secara tegas.

Jadi karya sastra tidak dapat dilepaskan dari anutan rohani. Anutan rohani adalah jabaran atau bentuk paham seorang sastrawan. Sastrawan menjabarkan anutan rohani tujuannya ada dua (1) tujuan jangka pendek, istilah lain sasaran antara dan (2) tujuan jangka panjang. Pada contoh kasus puisi Wowok Hesti Prabowo (Alasan PHK) tujuan jangka pendeknya adalah untuk menyadarkan para pengusaha akan tanggungjawabnya kepada buruhnya. Sasarannya antaranya adalah mengingatkan para penguasaha dalam hal ini selalu disimbolkan kaum kapitalis. Tujuan jangka panjangnya boleh jadi di masa depan para buruh dapat lebih sejahtera dari hari ini.

Para sastrawan Indonesia selain pernah terlibat ke dalam jabaran anutan rohani praktis pada tahun 1965, juga pernah terlibat ke dalam pertarungan anutan rohani, yaitu

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

antara kubu kaum komunis (sosialis) di satu sisi dan kubu agama dan nasionalis di sisi lain.

Akibat pertarungan anutan rohani ini, pada masa orde baru sastrawan-sastrawan

Indonesia yang beranutan rohani komunis, banyak mengalami hambatan dalam berkarya.

Mereka dilarang berkarya, mereka dipenjarakan karena dituduh pro komunisme dan karya-karya mereka dilarang beredar. Sastrawan Indonesia yang beranutan rohani komunis yang berada di luar Negeri pada saat terjadinya G30S/PKI dilarang kembali pulang ke Indonesia, kewarganegaraanya di cabut, statusnya kemudian menjadi tanpa kewarganegaraan. Mereka ini menjadi sastrawan eksil.

2.3.6 Fakta Sosial

Fakta (Soekanto, 1985a:180) adalah suatu unsur realita yang terbukti atau dapat dibuktikan adanya. Dalam KBBI, fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Jadi fakta adalah keadaan, kejadian, yang benar-benar terjadi dan bisa dibuktikan kebenarannya ini disebut fakta faktual.

Fakta beda dengan opini. Opini adalah pendapat; pikiran; pendirian; opini politik pendirian atau pandangan berdasarkan ideologi atau sikap politik. Maka opini adalah pendapat seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya, sedangkan fakta adalah yang merupakan kenyataan, sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Faktual berdasarkan fakta mengandung kebenaran material, fakta, juga mengandung kebenaran, tetapi kebenaran gagasan. Maka fakta belum tentu faktual, tetapi faktual jelas fakta.

Menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 1985a:180) fakta sosial adalah setiap hal yang dapat diidentifikasi yang berkenan dengan hakikat hubungan sosial, nilai sosial atau proses sosial. Dalam pengertian lain fakta sosial adalah sebagai ”cara-cara bertindak,

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

berpikir dan merasa”, yang ”berada di luar individu” dan dilengkapi atau dimuati dengan sebuah kekuatan memaksa yang dapat mengontrol individu. Fakta sosial itulah yang akan mempengaruhi setiap tindakan, pikiran dan rasa dari individu.

Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide.

Barang sesuatu menjadi obyek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Fakta sosial tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif), tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. Ini bermakna arti penting pernyataan Durkheim terletak pada usahanya untuk menerangkan bahwa fakta sosial tidak dapat dipelajari melalui introspeksi. Fakta sosial harus diteliti di dalam dunia nyata (Ritzer, 1992:16-17).

Menurut Comte dan Spencer fakta sosial merupakan proses alamiah yaitu kejadian-kejadian yang berlangsung dan dapat disaksikan oleh semua orang. Fakta sosial terbentuk secara alamiah ini, sesuai dengan perkembangan masyarakat. Misalnya terbentuknya hukum, dalam hukum terdapat aturan-aturan, kehidupan sehari-hari tercatat dalam angka-angka dan monumen-monumen historis, kebiasaan dipelihara dalam adat istiadat dan selera dipelihara dalam kesenian. Secara alamiah hal-hal ini berlangsung di luar diri manusia atau kesadarannya (Soekanto, 1985b:27-28).

Menurut Emile Durkheim (Soekanto, 1985b:11), fakta sosial merupakan setiap cara berperilaku, baik yang tetap maupun tidak, yang mampu memberikan tekanan eksternal pada individu, atau setiap cara bertingkah laku yang umum dalam suatu masyarakat, yang pada waktu yang bersamaan tidak tergantung pada manifestasi individunya. Atau dengan kata lain, fakta sosial adalah cara berfikir, bertindak dan

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

merasa yang berada diluar kesadaran manusia yang bersifat memaksa, dengan tiga karakteristik yang berbeda.

Pertama, gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu. Ini merupakan cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang memperlihatkan sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang berada di luar kesadaran individu.

Kedua, bahwa fakta sosial itu memaksa individu. bagi Durkheim, individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Tipe – tipe perilaku atau berfikir ini mempunyai kekuatan memaksa individu terlepas dari kemauan individu itu sendiri”.

Ini tidak berarti bahwa individu harus mengalami paksaan fakta sosial dengan cara yang negatif atau membatasi seperti memaksa seseorang untuk berperilaku yang bertentangan dengan kemauannya.

Karakteristik fakta sosial yang ketiga, adalah bahwa fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam satu masyarakat. Fakta sosial itu merupakan milik bersama, bukan bersifat individu atau perorangan. Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil dari penjumlahan beberapa fakta individu. Fakta sosial benar – benar bersifat kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat kolektifnya ini (Putra).

Fakta sosial berada di bawah kekuasaan manusia, dan dapat diubah oleh manusia.

Fakta tidak berada di bawah kekuasaan manusia dan tidak dapat dirubah oleh manusia.

Durkheim membedakan fakta sosial atas dua jenis yang pertama fakta sosial yang bersifat material (material entity) dan fakta sosial yang bersifat non material (non- material entity) yakni barang sesuatu yang dianggap ada (Ritzer, 1992:102).

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata

(external world). Fakta sosial ini sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama – sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Misalnya arsitektur, norma hukum, keluarga, perkawinan, kejahatan dan lainnya. Ini disebut fakta faktual.

Dalam bentuk non material yaitu sesuatu yang dianggap nyata (external). Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat inter subjective yang hanya muncul dalam kesadaran manusia. Durkheim mengatakan bahwa fakta sosial non material (fakta) memiliki batasan tertentu, ia ada dalam pikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai interaksi secara sempurna maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Ini disebut fakta fiksi.

2.3.6.1 Fakta Faktual

Faktual artinya berdasarkan kenyataan; mengandung kebenaran. betul-betul ada

(terjadi), sesungguhnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia faktual dapat diartikan sebagai hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.atau juga bisa diartikan sebagai sesuatu hal yang berdasarkan kenyataan; mengandung dan kebenaran.

Suatu fakta adalah keadaan faktual (yang sebenarnya) dan harus diterima apa adanya, faktual tidak memiliki konotasi nilai, maka faktual adalah suatu kondisi yang benar-benar terjadi, ada, dan dapat bersifat historis tentang bagaimana suatu peristiwa terjadi, dan sebagainya. Maka fakta fakual adalah berdasarkan fakta yang mengandung kebenaran.

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Contoh faktual bahwa bumi ini berputar, mobil atau mobil berjalan, rumah, gedung,

Gunung Galunggung meletus tahun 1982, .pada tahun 2007 gempa bumi di Yogya, Gunung

Merapi meletus, longsor di Manggarai NTT, pesawat garuda Indonesia Airlines (G1A) terbakar tahun 2007 di Yogyakarta, tsunami di Aceh terjadi tanggal 26 Desember 2005 yang menewaskan ribuan manusia dan lainnya.

Misalnya tentang Taj Mahal sebagai fakta faktual. Ada sepuluh tentang Taj

Mahal sebagai fakta faktual (http://www.bebaspantas.com/1556/10-fakta-mengenai-taj- mahal.html) yaitu:

1. Salah satu yang paling menarik mengenai Taj Mahal adalah bangunan ini nampak dengan berbagai macam warna tergantung harinya, dan apakah ada bulan atau tidak pada malam harinya. 2. Taj Mahal merupakan tempat wisata paling terkenal di kota Agra. dan bangunan megah ini dibangun oleh Shah Jahan. 3. Tidak ada tur pariwisata di India yang tanpa paket mengunjungi Taj Mahal. Tempat historis ini telah dikenal oleh seluruh penduduk dunia, walaupun belum pernah ke sana. 4. Fakta yang sedikit mengerikan dari semua fakta adalah bahwasanya setelah selesai pembangunan Taj Mahal ini, semua ahli dan pekerja terlatihnya dipotong tangannya Untuk memastikan bahwa tidak akan ada bangunan lain yang bisa menandingi keindahannya. 5. Konstruksi Taj Mahal membutuhkan waktu selama 20 tahun untuk diselesaikan, dan membutuhkan lebih dari 2000 pekerja, dan membutuhkan 1000 ekor gajah untuk mengangkut bahan material bangunan ini. 6. Fakta menarik lainnya adalah bahwasanya struktur bangunan ini nampak sangat simetris. 7. Banyak tempat wisata di kota Agra yang menggunakan bahan material marmer hitam. Hal ini dilakukan sebagai cerminan bangunan Taj Mahal yang juga menggunakan bahan ini. 8. Taj Mahal pernah dimasukkan ke dalam 7 Keajaiban Dunia, dan hal ini menyebabkan makin banyaknya orang di dunia untuk mengunjunginya. 9. Taj Mahal dibangun di lahan yang agak miring ke luar, agar jika terjadi gempa bumi, jatuhnya pillar bisa dikontrol. 10. Terakhir, banyak batu permata dan mutiara berharga digunakan untuk mendekorasi Taj Mahal. Selama perang, beberapa batu permata diambil dan bahkan pernah dijarah.

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Taj Mahal sebagai fakta faktual karena memang demikian adanya.

Fakta sosial beda dengan opini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia opini adalah pendapat, pikiran, atau pendirian. Menurut Wikipedia, opini adalah pendapat, ide atau pikiran untuk menjelaskan kecenderungan atau preferensi tertentu terhadap perspektif dan ideologi akan tetapi bersifat tidak objektif karena belum mendapatkan pengujian, dapat pula merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu yang berlaku di masa depan dan kebenaran atau kesalahannya serta tidak dapat langsung ditentukan misalnya menurut pembuktian melalui induksi. Maka opini adalah pendapat, pribadi atau pendapat umum.

Salah satu contoh opini adalah Tajuk rencana atau editorial yang berisi pendapat dan sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di masyarakat. Opini yang ditulis pihak redaksi diasumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi media yang bersangkutan.

Sebagai contoh pernyataan berikut ini:

Pernyataan Faktual dan Opini Maraknya Ikan Paus Ikan Paus adalah fakta faktual karena memang ada terdampar akibat perubahan bendanya, sedangkan pernyataan akibat perubahan cuaca laut. cuaca laut adalah opini, sebab belum tentu terdamparnya ikan Paus akibat perubahan cuaca, bisa saja akibat faktor lain, misalnya tersesat Pelayanan kesehatan di Pelayanan kesehatan di klinik maupun di rumah sakit klinik maupun rumah sakit, adalah fakta faktual karena memang nyata, namun akan menjadi baik bila akan menjadi baik bila dilengkapi dengan peralatan dilengkapi dengan peralatan canggih adalah opini, sebab pelayanan di klinik atau canggih. di rumah sakit agar menjadi baik bukan saja ditentukan oleh adanya peralatan canggih.

Adapun perbedaan antara faktual dan opini adalah sebagai berikut:

Perbedaan Faktual Dan Opini

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Faktual Opini Isi sesuai dengan kenyataan Isi dapat sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan Mengandung kebenaran sesuai Bisa benar bisa salah bergantung pada dengan kenyataan data pendukungnya Kalau diungkapkan cenderung Cenderung argumentatif dan persuasive deskriptif dan analisis (bersifat membujuk secara halus)

Maka faktual mempunyai ciri-ciri, antara lain:

1. Objeknya jelas, kalau objeknya sebuah peristiwa, maka peristiwa yang sudah terjadi

atau benar-benar terjadi, atau sungguh terjadi, menjadi kenyataan, atau ada bendanya

dan ini disebut objektif, tidak mengandung unsur imajinasi

2. Sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, ada data atau bukti misalnya ada benda, ada

orang, ada waktu, ada tempat, ada peristiwa, ada jumlah dan lainnya.

3. Kebenarannya tidak diragukan lagi, bisa dipertanggungjawabkan, dapat diobservasi

atau diuji kebenarannya.

Fakta sosial beda dengan realitas sosial. Realitas adalah kenyataan, sosial berkenaan dengan masyarakat. Maka realitas sosial berkenan dengan masyarakat adalah suatu yang benar-benar terjadi di masyarakat, sifatnya proses sosial.

Jadi antara fakta faktual dan realitas sosial sama-sama faktual, tetapi realitas sosial sudah tentu fakta faktual, namun fakta faktual belum tentu realitas sosal, karena fakta faktual sifatnya bukan proses sosial, fakta faktual adalah obyek yang digunakan masyarakat. Contoh realitas sosial ini adalah sejarah, kondisi kehidupan kemasyarakatan di sekeliling manusia, sedangkan contoh fakta faktual misalnya adalah norma hukum, keluarga, perkawinan, kejahatan, mobil, gedung-gedung, teknologi dan lainnya.

Novel adalah fiksi, maka realitas novel adalah realitas fiksi. Jadi novel dapat dikaji dari realita sosial tetapi menjadi realitas sosial fiksi.

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3.6.2 Fakta Fiksi

Fiksi adalah cerita rekaan, hasil imajinasi pengarang yang biasanya diberisi kultur, pengalaman batin, filosofi, pendidikan, religiusitas dan latar belakang pengarang lainnya.

Semua karya sastra bersifat fiksi. Artinya semua cerpen, novel, drama dan puisi adalah hasil kreatifitas, ide/gagasan pengarang yang ditulis secara artistik dan intens. Walaupun bersifat fiksi karya sastra memiliki kebenaran faktual, misalnya karya-karya sastra bertema ketimpangan sosial, kebobrokan moral, keserakahan dan sebagainya.

Maka istilah fiksi mengandung pengertian rekaan atau khayalan. Karya fiksi disebut cerita rekaan karena sebagai karya naratif, isi yang terkandung di dalamnya tidak mengacu pada kebenaran material. Karya fiksi menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata. Fiksi adalah sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi di dunia nyata (Nurgiantoro, 1995:2).

Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia, ketika manusia berinteraksi dengan lingkungan atau sesamanya. serta interaksi antara manusia dan

Tuhannya. Fiksi merupakan hasil kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan di sekelilingnya. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah cerita, yang di dalamnya terkandung tujuan pendidikan, memberikan hiburan kepada pembaca disamping tujuan estetik (keindahan).

Sebagai contoh fakta faktual dan fakta fiksi adalah misalnya bila menyebut Jepang

(sebagai negara atau bangsa), Inggris, Cina, Kamboja, India, atau arsitektur, bentuk teknologi, perundang – undangan dan norma hukum adalah fakta faktual, karena secara nyata negara atau bangsa, arsitektur, bentuk teknologi, perundang – undangan dan norma

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

hukum, aturan legal, beban moral, kesepakatan sosial, agama, bahasa, stratifikasi sosial, ras, profesi, gender tersebut ada. Namun bila menyebut negara di atas angin, negeri antahberantah, negara atau negeri ini tidak ada, atau setan, dewa-dewa turun dari kayangan, iblis atau jalinan kisah dalam sebuah cerita yang hanya ada dalam pikiran manusia ini dikategorikan fakta fiksi.

Dalam cerita-cerita sastra moderen, fakta faktual dan fakta fiksi ini sulit membedakannya, karena pengarang menggunakan fakta-fakta sosial yang faktual untuk menyalurkan, menjabarkan anutan rohaninya.

Sebagai contoh untuk mengukur sampai dimana kadar sejarah sebuah karya sastra sekurang-kurangnya dapat menjawab lima pertanyaan yang dikenal dengan 4 W, 1 H

(What, Who, When, Where, dan How).

Kelima pertanyaan ini adalah:

1. Apa (What). Cerita tentang apa, misalnya kerajaan.

2. Siapa (Who). Siapa tokoh-tokoh cerita dalam kerajaan tersebut.

3. Kapan (When). Tahun berapa peristiwa yang diceritakan terjadi.

4. Dimana (Where). Diman kejadiannya, dimana pusat cerita.

5. Bagaimana (How). Bagaimana proses terjadinya.

Karya-karya sastra moderen, dapat menjawab kelima pertanyaan di atas, namun karya-karya sastra moderen tetap tidak dapat dijadikan fakta (faktual) sejarah atau bukti sejarah. Karya sastra tetap digolongkan karya yang bersifat fiksi, dia hanya dapat dijadikan kajian ideology, kajian norma atau kajian lainnya tetapi tidak dapat dijadikan fakta sejarah.

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hal ini terjadi juga dalam Novel Bumi Manusia ini. Walaupun nuansa di dalam novel Bumi Manusia dapat menjawab 4 w 1 h, sebagai data atau bukti sejarah, namun data 4 w 1 h tetap dianggap fiksi, bukan data sejarah. Data sejarah dijadikan pengarang untuk mentransformasi dan mentransimisikan ideologi materialisme ekonomi dan pertentangan klas. Maka Novel Bumi Manusia ini dapat disebut mengandung peseudo sejarah (bayang-bayang sejarah). Sebagai bayang-bayang sejarah, fakta faktual adalah nyata, tetapi pengarang sudah memasukkan, menjabarkan anutan rohaninya (ideologinya) ke dalam karya sastra yang ditulisnya.

Adapun ciri-ciri fiksi adalah :

1) Bersifat rekaan/hasil olah imajinasi pengarang.

2) Memiliki kebenaran yang relatif.

3) Bahasa bersifat denotatif dan konotatif, tetapi lebih condong ke sifat

konotatifnya..

4) Sasarannya emosi (perasaan) pembaca dan

5) Biasanya memiliki amanat (pesan) tertentu.

Maka fakta fiksi adalah penggunaan fakta-fakta sosial secara imajiner untuk menjabarkan ideologi, estetika, etika, edukatif, komunikasi, kreatifitas dan hiburan dalam karya sastra.

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi kepustakaan yaitu penelitian yang mengandalkan data yang diperoleh dari perpustakaan. Menurut Semi (1993:9). penelitian kepustakaan adalah cara penelusuran teori yang dilakukan oleh peneliti di ruang data atau perpustakaan, di mana seseorang memperoleh informasi dan pengetahuan tentang objek yang diteliti melalui referensi-referensi, jurnal dan buku-buku ilmiah.

Data primer penelitian ini adalah Novel Bumi Manusia karya PAT, sedangkan data sekundernya adalah berbagai karya tulis yang mendukung data primer.

Metode penelitian kualitatif adalah metode untuk mentelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka atau ukuran lain yang bersifat eksakta. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami (to understand) fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi variabel-variabel yang saling terkait. Harapannya ialah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori (http://mudjiarahardjo.com/artikel/215.html?task=view), karena penelitian ini bersifat kwalitatif maka data penelitian ini berupa anutan rohani (ideologi) tokoh utama dan fakta sosial yang terdapat dalam Novel Bumi Manusia, serta hubungan pelarangan Oleh Orde Baru terhadap Novel Bumi Manusia dan hubungan pelarangan

Oleh Orde Baru terhadap Novel Bumi Manusia, dan makna Bumi Manusia terhadap kehidupan bersifat kwalitatif.

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.2 Sumber Data.

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), objek atau korpus penelitian yaitu teks karya sastra berupa novel Bumi Manusia. Maka sumber data seluruhnya terdapat di dalam novel Bumi Manusia tersebut.

Data penelitian:

Judul Novel : Bumi Manusia Pengarang : Pramoedya Ananta Toer Penerbit : Hasta Mitra Jumlah Halaman : 353 Halaman Cetakan : Kedua Tahun terbit : 1980

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Novel dibaca. Data yang terkumpul dari Novel Bumi Manusia dianalisis langsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Analisis data mempergunakan tiga tahap model seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Tadjoer Ridjal, dalam

Bungin, 2003:99) yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi - pemetaan data

Alurnya sebagai berikut:

-Seleksi Pengumpulan - Klasifikasi Data - Ditasirkan

Penulisan

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Data yang terkumpul kemudian dipilah dan dianalisa berdasarkan fokus data.

Hasilnya, disajikan dalam bentuk verifikasi (pemetaan) data dan penulisan.

Sebagai contoh perumusan masalah dalam disertasi dan datanya adalah

Perumusan Masalah Datanya 1 Bagaimanakah bentuk anutan rohani tokoh Anutan Rohani dalam novel Bumi Manusia ini? 2 Bagaimana bentuk fakta sosial dalam novel fakta sosial Bumi Manusia ini? 3 Bagaimanakah anutan rohani dijabarkan Bagaimana pengarang dengan menggunakan fakta-fakta sosial di menjabarkan anutan rohani dalam novel Bumi Manusia? Dan bagaimana dalam Novel Bumi hubungan pelarangan Oleh Orde Baru dengan Manusia, dan hubungan anutan rohani yang terdapat di dalam buku pelarangan oleh Orde Baru Novel Bumi Manusia terhadap Novel Bumi Manusia ini. 4 Apa makna Bumi Manusia terhadap Makna Bumi Manusia kehidupan nyata. terhadap kehidupan nyata.

Maka teknik pengumpulan datanya adalah:

1. Novel Bumi Manusia dibaca, selanjutnya.

2. Teks novel Bumi Manusia diseleksi yang sesuai dengan objek penelitian yaitu (a)

unsur anutan rohani, (b) fakta-fakta sosial,

3. Hasil seleksi lalu diklasifikasikan sesuai dengan objek penelitian

4. Ditasirkan, sesuai obyek penelitian yaitu anutan rohani tokoh, fakta-fakta sosial, fakta

sosial dan anutan rohani dan hubungan pelarangan Oleh Orde Baru terhadap Novel

Bumi Manusia, dan makna Bumi Manusia terhadap kehidupan.

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.4 Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul lalu ditafsirkan

1. Unsur anutan rohani tokoh ditafsirkan dari:

a. Penggambaran tokoh oleh Pengarang

b. Perilaku terbayang tokoh

c. Pemikiran para tokoh.

2. Fakta-fakta sosial

Unsur fakta sosial ditafsirkan dari fakta sosial yang faktual yang menjadi bagian dari

dunia nyata. Misalnya konflik sebagai fakta sosial dikelompokkan menjadi satu

kelompok, demikian juga nama negara dan nama kota yang terdapat dalam novel

Bumi Manusia ini dikelompokkan menjadi satu kelompok pula. Demikian

seterusnya.

3. Bagaimana pengarang menjabarkan anutan rohani dalam Novel Bumi Manusia, dan

hubungan pelarangan Oleh Orde Baru dengan anutan rohani yang terdapat di dalam

buku Novel Bumi Manusia ini.

Bagaimana pengarang menjabarkan anutan rohani dalam Novel Bumi Manusia, yaitu

dengan mencermati fakta-fakta sosial yang digunakan pengarang.

Hubungan pelarangan oleh Orde Baru terhadap Novel Bumi Manusia, dilihat dari

realitas terbayang dari cerita novel Bumi Manusia dan dihubungkan, dibandingkan

dengan realitas Orde Baru. Salah satu perbedaan mendasar antara Orde Baru dengan

realitas yang terbayang dari Novel Bumi Manusia adalah Orde Baru ada setelah

kemerdekaan Indonesia dan Orde baru dimulai tahun 1966 dan berakhir 21 Mei 1998

dengan tokoh utamanya adalah Presiden republik Indonesia yang kedua yaitu

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Soeharto. Sedangkan realitas yang terbayang dari Novel Bumi Manusia adalah

suasana jaman penjajahan Belanda yaitu sebelum Indonesia merdeka sebagai sebuah

Negara. Diperkirakan antara tahun 1890-1900 pada masa Ratu

Wilhelmina (Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau; (lahir 31

Agustus1880 – meninggal 28 November 1962 pada umur 82 tahun).

4. Makna Bumi Manusia terhadap kehidupan

Makna Bumi Manusia terhadap kehidupan, ditafsirkan dari masalah-masalah sosial

yang terdapat di dalam Novel Bumi Manusia dengan kehidupan nyata.

3.5 Penafsiran Terhadap Data

Ideologi tokoh ditafsirkan dari penggambaran tokoh oleh pengarang, dialog-dialog atau ucapan-ucapan para tokoh dan perilaku terbayang dari para tokoh. Penulis tidak mengkaitkannya dengan ideologi atau anutan rohani pengarang atau latarbelakang pengarang. Ideologi tokoh atau anutan rohani tokoh murni ditasirkan dari teks.

Terhadap bagaimanakah anutan rohani dijabarkan di dalam novel Bumi Manusia.

Penulis bertolak dari penggunaan fakta sosial yang berhubungan “pertentangan”.

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV ANUTAN ROHANI

4.1 Pendahuluan

Anutan rohani sama dengan ideologi. Bedanya kalau ideologi bersifat umum, sedangkan anutan rohani bersifat khusus. Kekhususannya anutan rohani bersifat individual. Sebagai contoh ideologi sosialisme. Sosialisme adalah sebagai ideologi, namun bila ada yang mengkombinasikannya dengan unsur lain seperti humanisme sehingga menjadi sosialis humanisme, sosialis humanisme disebut anutan rohani. Maka anutan rohani sama dengan ideologi individual atau ideologi pengarang.

Dalam novel Bumi Manusia ini, terdapat tiga ideologi yang dijabarkan pengarang yaitu ideologi perlawanan dan ideologi pertentangan klas. Ideologi pertentangan klas dalam bentuk perlawanan. Perlawanan dalam bentuk tidak mengakui

“hubungan darah” dan perlawanan antara pribumi melawan Belanda atau perlawanan antara pribumi melawan Eropa, serta ideologi materialisme ekonomi.

Ideologi atau anutan rohani ini ditafsirkan dari “perilaku terbayang” dan dialog para tokoh utama dari tokoh-tokoh yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia ini.

4.2 Roman Bumi Manusia

4.2.1 Tokoh-Tokoh dalam Novel Bumi Manusia

Tokoh artinya pemegang peran (peran utama) di roman atau drama. Penokohan perbuatan menokohkan; atau penciptaan citra tokoh dalam karya sastra. Penokohan merupakan salah satu faktor terpenting dalam sebuah cerita fiksi. Setiap karya fiksi otomatis terdapat tokoh di dalamnya. Terdapat dua macam jenis tokoh dalam setiap karya

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

fiksi menurut keterlibatannya yaitu tokoh utama (sentral) dan tokoh penunjang

(periferal). Cara menentukan yang mana tokoh utama dan yang mana tokoh penunjang adalah dengan membandingkan setiap tokoh di dalam cerita. Adapun kriteria tokoh utama adalah tokoh utama bertindak sebagai pusat pembicaraan dan sering diceritakan, sebagai pihak yang paling dekat kaitannya dengan tema cerita, dan lebih sering melakukan interaksi dengan tokoh lain dalam cerita (Sayuti, 2009:66). Maka penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh cerita, baik keadaan lahir maupun batinnya termasuk keyakinannya, pandangan hidupnya, adat-istiadat, dan sebagainya, karena itu, penokohan merupakan unsur cerita yang sangat penting. Melalui penokohan, cerita menjadi lebih nyata dalam ruang visual pembaca.

Dalam novel Bumi Manusia, tokoh yang ditampilkan pengarang ada dua kategori yaitu tokoh utama dan tokoh pendukung.

4.2.1.1 Tokoh Utama

Minke

Anak seorang Bupati B, yang bersekolah di sekolah Belanda. Minke berprinsip

“Duniaku bukan dunia jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya, hanya ingin jadi manusia bebas, tidak diperintah, tidak memerintah”.

Minke digambarkan seorang Pribumi tulen, tetapi berdarah . Pandangan

Minke tentang budaya Jawa, “Apa gunanya belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil dan barang kali buta huruf pula? God, God!

Menghadap seorang Bupati sama dengan bersiap menampung penghinaan tanpa boleh

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

membela diri. Apa teman-teman akan bilang bila melihat aku jalan berlutut begini sekarang ini, seperti orang tidak punya paha merangkak mendekati peninggalan V.O.C. menjelang bangkrutnya? kursi yang tidak bergerak dekat pada dinding dalam pendopo itu?”

Minke memprotes budaya Jawa yang menerapkan prinsip merangkak, beringsut dan menyembah raja.

“Apa gunanya belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil dan barang kali buta huruf pula? God, God! Menghadap seorang Bupati sama dengan bersiap menampung penghinaan tanpa boleh membela diri. Tak pernah aku memaksa orang lain berbuat semacam itu terhadapku. Mengapa harus aku lakukan untuk orang lain? Samber geledek!”.... “Apa teman-teman akan bilang bila melihat aku jalan berlutut begini sekarang ini, seperti orang tak punya paha merangkak mendekati peninggalan V.O.C. menjelang bangkrutnya? kursi yang tak bergerak dekat pada dinding dalam pendopo itu?” (Toer, 1980:116).

Minke sangat anti terhadap budaya Jawa seperti yang dilukiskan di atas.

Kemudian Minke kagum, akan Zincografi, alat percetakan yang sudah dapat memperbanyak potret berpuluh ribu lembar dalam sehari.

“Salah satu hasil ilmu pengetahuan yang tak habis kukagumi adalah percetakan, terutama Zincografi...aku lebih mempercayai ilmu pengetahuan, akal. Coba, orang sudah dapat memperbanyak potret berpuluh ribu lembar dalam sehari. (Toer, 1980:2)

Minke anti feodalisme Jawa. Feodalisme Jawa dianggapnya hanya membebani dan memperbudak. Keberadaan Minke seperti saat ini, (murid H.B.S, memuja ilmu pengetahuan) bukan dikarenakan budaya Jawa.

Seperti Mama aku siap meninggalkan semua keluarga ini, raungku lebih keras, keluarga yang hanya membebani dengan tali pengikat

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

yang memperbudak! Ayoh, teruskan, teruskan, darah raja-raja Jawa! Teruskan! Aku pun bisa meledak (Toer, 1980:119).

Jelas aku keturunan satria Jawa maka sendiri seorang satria Jawa juga. Hanya mengapa justru bukan orang Jawa yang membikin aku jadi begini gagah? dan ganteng? Mengapa orang Eropa? Mungkin Italia? mungkin tak pernah mengenakannya sendiri? Sudah sejak Amangkurat I pakaian raja-raja Jawa dibikin dan direncanakan oleh orang Eropa, kata Tuan Moreno, maaf, Tuan hanya punya selimut sebelum kami datang. Pada bagian bawah, bagian atas, kepala, hanya selimut! Sungguh menyakitkan (Toer, 1980:128)

Dan di kiri-kananku bersebaran hiasan lantai berupa kerang- kerangan. Dan lantai itu mengkilat terkena sinar empat lampu minyak. Sungguh, teman-teman sekolah akan mentertawakan aku sekenyangnya melihat sandiwara bagaimana manusia, biasa berjalan sepenuh kaki, di atas telapak kaki sendiri, sekarang harus berjalan setengah kaki, dengan bantuan dua belah tangan. Ya Allah, kau nenek-moyang, kau, apa sebab kau ciptakan adat yang menghina martabat turunanmu sendiri begini macam? Tak pernah terpikir olehmu, nenek-moyang yang keterlaluan! Keturunanmu bisa lebih mulia tanpa menghinakan kau! Sial dangkal! Mengapa kau sampaihati mewariskan adat semacam ini? (Toer, 1980:116- 117)

Annelies Mellema

Annelies Mellema anak kedua dari Herman Mellema dengan Nyai Ontosoroh atau

Sanikem. Annelies digambarkan sebagai gadis cantik. Kecantikan kreol yang sempurna, dalam keserasian bentuk. Kecantikannya mengalahkan Ratu Wilhelmina, Belanda.

Sanikem mendidik Annelies menjadi sosok yang mandiri sekaligus penuh pesona.

Annelies Mellema akhirnya menikah dengan Minke. Namun karena putusan pengadilan, akhirnya Annelies ke kembali ke negeri Belanda, Negara asal ayahnya, dengan meninggalkan Nyai Ontosoroh (Ibunya) dan Minke suaminya.

“Seorang gadis berkulit putih, halus, berwajah Eropa berambut dan bermata Pribumi. Dan mata itu, mata berkilauan itu seperti sepasang kejora; dan bibirnya tersenyum meruntuhkan iman. Kalau gadis ini yang dimaksud Suurhof, ia benar: bukan saja menandingi malah

118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mengalahkan Sri Ratu. Hidup dari darah dan daging, bukan sekedar gambar” (Toer, 1980:12)

Nyai Ontosoroh

Nyai Ontosoroh atau Sanikem adalah seorang perempuan yang hidup di daerah

Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur. Nyai Ontosoroh atau Sanikem adalah anak seorang jurutulis Sastrotomo. Sastrotomo menjual Sanikem kepada Herman Mellema untuk dijadikan gundik. Sejak itulah Sanikem membenci ayahnya. Sanikem mengalami kepahitan hidup yang teramat sangat. Namun, kepahitan ini justru membuatnya menjadi perempuan yang mandiri dan tangguh.

Setelah dijadikan gundik, Sanikem dididik oleh Herman Mellema dengan sistem

Barat. Diajarinya segala tentang pertanian, perusahaan, pemeliharaan hewan, pekerjaan kantor, juga bahasa Melayu, kemudian membaca dan menulis, setelah itu juga bahasa

Belanda, lalu menggunakan kedua bahasa itu untuk menulis dan bicara. Dengan kedua bahasa itu, ia mulai meluaskan wawasan dan menggali pengetahuan. Herman Mellema bukan hanya mengajar, dengan sabar juga memuji semua yang telah diajarkannya. Juga diajarinya berurusan dengan Bank, ahli-ahli hukum, aturan dagang. Akibatnya Sanikem tumbuh jadi pribadi baru dengan penglihatan dan pandangan baru.

Ada lima bentuk ketidakadilan yang yang dialami wanita Indonesia, yaitu marjinalisasi, subordinasi, kekerasan, pelabelan (stereotype), dan beban-ganda.

Nyai Ontosoroh, mengalami semua bentuk ketidakadilan tersebut. Nyai

Ontosoroh mengalami marjinalisasi ketika tanpa ditanya orang tuanya atas kesediaannya menjadi istri Herman Mellema, dia diserahkan begitu saja kepada Herman Mellema oleh

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

orang tuanya. Bila dia menolak, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Seorang anak perempuan pada masa itu, ketika belum menikah masih menjadi milik ayahnya.

Ini dia contoh gamblang dari subordinasi: ketika seseorang perempuan, tidak memiliki dirinya sendiri, akan tetapi menjadi bagian dari milik pihak lain, dalam hal ini orang tuanya.

Soal kekerasan. Ketika Sanikem dijual oleh ayahnya. Ketika Sanikem melayani

Herman Mellema, ketika Maurits Mellema menghinanya di rumahnya ketika segala miliknya dialihkuasakan oleh pemerintah Hindia Belanda, ketika Herman Mellema meninggal, ketika anak Annelies dipisahkan dari Nyai Ontosoroh, adalah serangkaian kekerasan yang mewarnai kehidupan Sanikem atau Nyai Ontosoroh.

Pelabelan (stereotype), sehebat apapun seoang Nyai, bila dia seorang Nyai, tetap seorang Nyai. Secantik apapun, sebagus apapun pakaian dan perhiasan, sesopan apapun tingkahlaku seorang Nyai, dia tetap seorang Nyai, seorang gundik. Inilah yang disebut pelabelan alias stereotype.

Kemudian dalam kehidupannya sebagai seorang Nyai yang mengelola Boerderij

Buitenzorg, dia dituntut untuk mengelola perusahaan perkebunan tersebut sekaligus tetap menjalankan tugas domestiknya dalam menata dan memelihara rumahnya, serta tugasnya sebagai ibu baik bagi Robert maupun Annelies. Beban kerja yang bertumpuk-tumpuk inilah yang dikenal dengan istilah beban-ganda.

Prinsipnya dunia kita adalah untung dan rugi berdasarkan materialisme.

“Minke, telah lama kurenungkan keanehan hidup ini. Kalau aku tak berhasil menyelamatkan perusahaan ini, aku akan merosot jadi nyai-nyai biasa yang boleh dihinakan semua orang, dipandang dengan sebelah mata. Annelies akan sangat menderita. Percuma aku nanti sebagai ibunya. Dia harus lebih terhormat daripada seorang Indo biasa. Dia harus jadi Pribumi terhormat di tengah-

120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tengah bangsanya. Kehormatan itu bisa didapatnya hanya dari perusahaan ini. Memang aneh. Nak, begitulah maunya dunia ini.”(Toer, 1980:285)

“Dunia kita adalah untung rugi” (Toer, 1980:82)

4.2.1.2 Tokoh Pendukung

Robert Mellema

Putra Sulung Herman Mellema dengan Nyai Ontosoroh. Dirinya tidak menganggapnya Indo atau Pribumi, tetapi orang Eropah walau Ibunya seorang Pribumi.

Selalu memandang rendah terhadap pribumi. Robert selalu mencari-cari kesulitan dan tidak dapat keluar daripada kesulitan tersebut. Mungkin inilah yang dinamakan tragis.

Apa yang didapat Robert dari kehidupan keluarganya? Dari ibunya tidak ada, dari bapaknya pun tidak ada. Dari saudarinya juga tidak ada. Kasih pun tidak, sayang pun tidak.

Herman Mellema

Herman adalah seorang tuan tanah dan mengepalai pabrik gula di wilayah sekitar

Sidoarjo. Ia memiliki istri dan anak di Belanda, yang bernama Amelia Mellema-

Hammers, dan mempunyai satu orang anak yang bernama Insinyur Maurits Mellema.

Amelia Mellema-Hammers diterlantarkannya dan di Jawa Herman Mellema mengambil

Sanikem menjadi gundik atau Nyai. Herman kemudian mendidik Sanikem. Bahkan,

Sanikem menganggap Herman sebagai suami, guru, dan dewanya. Hasil „perkawinan“

Herman Mellema dengan Nyai Ontosoroh (Sanikem) melahirkan dua orang anak yaitu yaitu Robert Mellema dan Annelies Mellema. Herman Mellema akhirnya meninggal di rumah bordil Ah Tjong.

121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ir. Maurits Mellema

Ir. Maurits Mellema adalah anak dari Herman Mellema dari istrinya Mevrouw

Amelia Mellema-Hammers yang ditinggalkannya di Negeri Belanda.

Robert Suurhof

Robert Suurhof adalah teman Minke. Robert Suurhoflah yang pertama sekali memperkenalkan Minke dengan keluarga Nyai Ontosoroh.

122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Darsam

Darsam seorang lelaki Madura yang yang tegap, dan bekerja pada perusahaan

Nyai Ontosoroh. Darsam seorang pegawai yang patuh kepada tuannya. Darsam adalah adalah seorang Bodyguard setia dari keluarga Nyai Ontosoroh.

Bupati B Ayah Minke

Tokoh lainnya adalah ayah Minke yaitu Mister B. Pengarang melukiskan tokoh ini sebagai seorang Bupati di daerah B. Dia seorang yang keras.

Bunda Minke

Pramoedya Ananta Toer, menggambarkan Bunda Minke, seorang yang penyayang kepada anaknya. Taat kepada adat Jawa.

“Jadi kau pulang akhirnya, Gus. Syukur kau selamat begini?” diangkatnya daguku, dipandanginya wajaku, seperti aku bocah empat tahun. Dan suaranya yang lunak menyayang, membikin aku menjadi terharu. Mataku sebak berkaca-kaca. Ini lah Bundaku yang dulu juga, Bundaku sendiri” (Toer, 1980:121).

Jean Marais

Pengarang melukiskan tokoh Jean Marais seorang pelukis, mantan serdadu

Belanda yang mempunyai anak satu bernama May. Sebagai seorang pelukis, lukisan- lukisan Jean Marais tidak pernah menjadi perhatian masyarakat, akhirnya bosan terhadap dunianya. Akhirnya Jean Marais masuk kompeni menjadi serdadu kemudian perang ke

Aceh.

123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Residen Herbert De La Croix

Tokoh lainnya adalah Assisten Residen De la Croix, Pramoedya melukiskan tokoh ini sebagai atasan bupati B yang tidak lain adalah atasan ayah Minke.

Babah Ah Tjong

Babah Ah Tjong pemilik rumah bordil, tempat Herman Mellema dan anaknya

Robert Mellema bersembunyi.

Magda Peters

Magda Peters seorang Belanda, berprofesi sebagai guru bahasa dan sastra

Belanda, dengan pandangan politik liberal. Sebagai seorang liberal, Magda Peters membela kaum pribumi. Akibat pembelaannya ini, kemudian Magda Peters diusir oleh pemerintah Kolonial Belanda ke Colombo.

Sastrotomo

Sastrotomo adalah ayah kandung Sanikem (Nyai Ontosoroh). Sastrotomo punya ambisi menjadi seorang juru bayar - seorang kassier - jabatan yang menurutnya identik dengan harta dan penghormatan. Untuk ambisi menjadi seorang juru bayar, Sastrotomo menjual Sanikem pada seorang Belanda totok yaitu Tuan Administratur, Tuan Besar

Kuasa Herman Mellema.

Miriam de la Croix dan Sarah de la Croix

Miriam de la Croix dan Sarah de la Croix adalah anak Herbert De La Croix, kakak kelas Minke di H.B.S teman surat menyurat Minke.

124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Maiko

Maiko seorang wanita Jepang. Maiko salah seorang wanita penghibur di rumah bordil Babah Ah Tjong.

Mevrouw Telinga

Mevrouw Telinga adalah ibu kost Minke di Surabaya.

Jan Dapperste

Jan Dapperste, anak pribumi yang dijadikan anak angket oleh pendeta Dapperste.

Sejak kecil, Jan Dapperste telah dibaptiskan dan ditambahkan nama keluarga Dapperste, pada namanya. Pendeta Dapperste, telah berusaha mengambilnya sebagai anak adopsi melalui Pengadilan, tetapi usahanya tidak pernah berhasil, karena hukum perdata Belanda tidak mengenal adopsi. Maka namanya tinggal hanya nama yang diakui hanya oleh masyarakat, tidak oleh Hukum.

Jan Dapperste, pada orang-orang mengaku Indo, hanya pada Minke mengaku pribumi tulen.

4.2.2 Klas Dalam Roman Bumi Manusia

4.2.2.1 Klas Penguasa

Klas penguasa diwakili oleh Ratu Wilhelmina beserta aparat Pemerintahan

Kolonial Belanda yang ada di Hindia Belanda yang kerjanya menindas rakyat jajahan.

Aparat Pemerintahan Kolonial Belanda dalam hal peradilan Eropa atau peradilan putih.

125

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.2.2.2 Klas Tertindas

Klas tertindas atau klas proletar diwakili oleh Minke dan Nyai Ontsoroh. Minke dan Nyai Ontosoroh sama-sama merasa ditindas. Minke merasa ditindas oleh lingkungan penjajahan Belanda. Nyai Ontosoroh ditindas oleh sistem peradilan penjajahan Belanda.

4.2.2.3 Klas Netral

Klas Netral diwakili oleh Magda Peters dan keluarga Asisten Residen Herbert de la Croix. Dari mereka inilah Minke mempelajari keburukan penjajahan kolonial Hindia

Belanda. Magda Peters dan keluarga Asisten Residen Herbert de la Croix, mengkritik sistem pemerintahan kolonial Hindia Belanda, tetapi mereka sendiri tidak dapat melepaskan dari sistem itu sendiri.

4.2.2.4 Klas Sampah

Klas sampah diwakili oleh Herman Mellema dan Robert Mellema. Herman

Mellema sampai meninggal di rumah Bordil Babah Ah Tjong. Robert Mellema, anak dari

Herman Mellema juga menjadi pelanggan rumah Bordil Babah Ah Tjong. Dilihat dari sudut pandang etika, anak-bapak ini sudah menjadi sampah.

4.3 Anutan Rohani Tokoh Dalam Novel Bumi Manusia

Adapun anutan rohani atau ideologi individual yang terdapat di dalam Novel Bumi

Manusia adalah anutan rohani perlawanan, anutan rohani pertentangan klas dan anutan rohani materialisme ekonomi.

126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.3.1 Anutan Rohani Perlawanan

4.3.1.1 Melawan Tradisi Jawa

Kemudian Minke juga memprotes terhadap tradisi Jawa. Misalnya ketika dia akan dihadapkan kepada Bupati B, ayahandanya. Dalam tradisi Jawa, untuk berhadapan dengan pejabat haruslah merangkak dan mengangkat sembah pada setiap titik kalimat.

Bagi Minke ini tidak logis, apalagi dia sudah menjadi siswa H.B.S. Apa gunanya belajar ilmu dan pengetahuan Eropah, bergaul dengan orang-orang Eropah, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali butahuruf dan sama sekali tidak dikenal pula?

Maka bagi Minke menghadap seorang bupati sama dengan bersiap menampung penghinaan tanpa boleh membela diri. Minke tidak pernah memaksa orang lain berbuat semacam itu terhadap dirinya.

Jadi aku akan dihadapkan pada Bupati B. God! Urusan apa pula? Dan aku ini, siswa H.B.S., haruskah merangkak di hadapannya dan mengangkat sembah pada setiap titik kalimatku sendiri untuk orang yang sama sekali tidak kukenal? Dalam berjalan ke pendopo yang sudah diterangi dengan empat buah lampu itu aku merasa seperti hendak menangis. Apa gunanya belajar ilmu dan pengetahuan Eropah, bergaul dengan orang-orang Eropah, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali butahuruf pula? God, God! Menghadap seorang bupati sama dengan bersiap menampung penghinaan tanpa boleh membela diri. Tak pernah aku memaksa orang lain berbuat semacam itu terhadapku. Mengapa harus aku lakukan untuk orang lain? Sambar geledek! (Toer, 1980: 116)

.... Sungguh teman-teman sekolah akan menertawakan aku sekenyangnya melihat sandiwara bagaimana manusia, bisa berjalan sepenuh kaki, di atas telapak kaki sendiri, sekarang harus berjalan setengah kaki, dengan bantuan dua belah tangan. Ya Allah, kau nenek moyang, kau, apa sebab kau ciptakan adat yang menghina martabat turunamu sendiri begini macam? Tak pernah terpikir

127

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

olehmu, nenek moyang yang keterlaluan! Keturunan bisa lebih mulia tanpa menghinakan kau! Sial, dangkal! Mengapa kau sampaihati mewarisikan adat semacam itu?” (Toer, 1980: 116-117)

Minke juga melawan terhadap darah kebangsawanannya. Perlawanan pertama

Minke adalah dia tidak mau menunjukkan nama keluarganya.

Ia masih juga menjabat tanganku, menunggu aku menyebutkan nama keluargaku. Aku tak punya, maka tak menyebutkan. Ia mengernyit. Aku mengerti: barangkali dianggapnya aku anak yang tidak atau belum diakui ayahnya melalui pengadilan;’tanpa nama keluarga adalah Indo hina, sama dengan Pribumi. Dan aku memang Pribumi. Tapi tidak, ia tak menuntut nama keluargaku. (Toer, 1980: 11-12)

“Selamat. Tuan tunggu terus dia sampai bebas dari pengaruh bius. Siapa nama keluarga Tuan kalau aku boleh bertanya?” (Toer, 1980:196)

“Mengapa Tuan sembunyikan nama keluarga Tuan?” . “Memang tak punya.” “Apa nama Kristen Tuan?” “Tak punya, Tuan.” (Toer, 1980:197)

“Bagaimana mungkin di H.B.S. tanpa nama keluarga, tanpa nama Kristen? Kan Tuan tidak bermaksud mengatakan Pribumi?” ”Memang Pribumi, Tuan.” Ia menoleh padaku. Suaranya menyelidik: “Bukan begitu adat Pribumi sekali pun sudah di H.B.S. Tuan menyembunyikan sesuatu.” “Tidak.” (Toer, 1980:197)

“Juffrouw Magda Peters, rasanya sangat berlebihan kalau tulisan demikian dibicarakan dalam diskusi-sekoiah H.B.S. Hanya bikin kotor saja, Juffrouw. Kalau aku tak salah ~ dan aku yakin tidak — penulis tulisan tsb., bahkan nama keluarga pun tidak punya.” (Toer, 1980: 207)

“Minke! Benar kau tak punya nama keluarga?” “Benar, Juffrouw.” (Toer, 1980:210)

4.3.1.2 Melawan Kezaliman

128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Keduanya Minke dan Nyi Ontosoroh melawan terhadap keputusan pengadilan kolonial Belanda. Perusahaan Pertanian Buitenzorg. Seluas lebih 180 hektar, yang selama ini dikelola Nyai Ontosoroh, digugat oleh Ir. Maurits Mellema, anak Herman

Mellema dari istri pertamanya yaitu Mevrouw Amelia Mellema-Hammers.

Berdasarkan permohonan dari Ir. Maurits Mellema dan ibunya, Mevrouw Amelia

Mellema-Hammers, anak dan janda mendiang Tuan Herman Mellema, melalui advokatnya Tuan Mr. Hans Graeg, yang berkedudukan di Amsterdam. Pengadilan

Amsterdam, berdasarkan surat-surat resmi dari Surabaya, memutuskan menguasai seluruh harta-benda mendiang Tuan Herman Mellema. Separoh untuk Mevrouw janda

Amelia Mellema-Hammers yang jadi haknya sebagai istri yang syah, dan separohnya lagi dibagi antara anak-anak syah/diakui sebagai warisan. Ir. Maurits Mellema sebagai anak syah mendapat bagian 4/6 x 1/2 harta peninggalan; Annelies dan Robert Mellema sebagai anak yang diakui masing-masing mendapat 1/6 x 1/2 harta peninggalan. (Toer, 1980:

321-322)

Pengadilan Amsterdam juga telah menunjuk Ir. Maurits Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema, karena yang belakangan ini dianggap masih berada di bawah umur, sedang haknya atas warisan, juga dikelola oleh Ir. Maurits Mellema (karena

Annelies dianggap belum dewasa). Dalam menggunakan haknya sebagai wali, melalui advokatnya, Mr. Graeg telah mensubstitusikan kuasa pada confrere-nya, seorang advokat di Surabaya, yang mengajukan gugatan terhadap Sanikem alias Nyai’ Ontosoroh dan

Annelies Mellema kepada Pengadilan Putih di Surabaya tentang perwalian atas Annelies dan pengasuhannya di Nederland. (Toer, 1980: 322)

129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kemudian pernikahan Minke dengan Annelies, dianggap tidak sah oleh pengadilan kolonial, sementara menurut hukum Islam, syah.

Kemudian padaku, “Akhirnya datang juga, Nak, Minke, Nyo, yang aku kuatirkan selama ini. Aku tak tahu banyak tentang hukum. Tapi kita harus mencoba melawan dengan segala daya dan dana.” (Toer, 1980: 320)

Pada saat itu juga aku mengerti, kami akan kalah dan kewajiban kami hanya melawan, membela hak-hak kami, sampai tidak bisa melawan lagi — seperti bangsa Aceh di hadapan Belanda menurut cerita Jean Marais. Mama juga menunduk. Ia justru yang lebih daripada hanya mengerti. Ia akan kehilangan semua: anak, perusahaan, jerih-payah dan milik pribadi. “Ya, Minke, Nak, Nyo, kita akan melawan,” bisik Mama. (Toer, 1980: 326)

Biar pun tanpa ahlihukum. Kita akan jadi Pribumi pertama yang melawan Pengadilan Putih, Nak, Nyo. Bukankah itu suatu kehormatan juga?” Aku tak punya sesuatu pengertian bagaimana harus melawan, apa yang dilawan, siapa dan bagaimana. Aku tak tahu alat-alat apa sarananya. Biar begitu: melawan! Berlawan, Mama, berlawan. Kita melawan. (Toer, 1980: 327)

“Ya, Nak, Nyo, memang kita harus melawan. Betapa pun baiknya orang Eropa itu pada kita, toh mereka takut mengambil risiko berhadapan dengan keputusan hukum Eropa, hukumnya sendiri, apalagi kalau hanya untuk kepentingan Pribumi. Kita takkan malu bila kalah. Kita harus tahu mengapa Begini Nak Nyo, kita, Pribumi seluruhnya, tak ..bisa menyewa advokat. Ada uangpun belum tentu bisa . Lebih banyak lagi karena tak ada keberanian. Lebih umum lagi karena tidak pernah belajar sesuatu. Sepanjang hidupnya Pribumi ini menderitakan apa yang kita deritakan sekarang ini. Tak ada suara, Nak, Nyo – membisu seperti batu-batu kali dan gunung, biarpun dibelah-belah jadi apa saja. Betapa ramainya bila mereka bicara seperti kita. Sampai-sampai langit pun mungkin akan roboh kebisingan.” (Toer, 1980: 330)

”Dengan melawan kita takkan sepenuh kalah” dan nada ucapannya adalah pengetahuan bakal kalah. (Toer, 1980: 330)

Menurut Ibu Minke, Belanda sangat berkuasa, namun tidak merampas istri orang seperti raja-raja Jawa. Namun faktanya menurut Minke adalah sebaliknya Belanda justru

130

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

merampas menantu, istri Minke, juga merampas anak dari ibunya, istri dari suaminya, dan juga hendak merampas jerih-payah, harta Nyai Ontosoroh selama lebih dari dua puluh tahun tanpa mengenal hari libur yang dia bangun. Perampasan dilakukan hanya didasarkan pada surat-surat jurutulis-jurutulis ahli.

Dalam mendengarkan itu terngiang kata-kata Bunda: Belanda sangat, sangat berkuasa, namun tidak merampas istri orang seperti raja-raja Jawa. Apa sekarang, Bunda? Tidak lain dari menantumu, istriku, kini terancam akan mereka rampas, merampas anak dari ibunya, istri dari suaminya, dan hendak merampas juga jerih-payah Mama selama lebih dari dua puluh tahun tanpa mengenal hari libur. Semua hanya didasarkan pada surat-surat indah jurutulis- jurutulis ahli, dengan tinta hitam takluntur yang menembus sampai setengah tebal kertas (Toer, 1980:322)

“Pengadilan Amsterdam, berdasarkan surat-surat resmi dari Surabaya yang tidak dapat diragukan kebenarannya, memutuskan menguasi seluruh harta benda mendiang Tuan Herman Mellema untuk kemudian tidak ada tali perkawinan sah antara Tuan Herman Mellema dengan Sakinem” (Toer, 1980:321)

“Lebih dua puluh tahun aku membanting tulang, mengembangkan, mempertahankan, dan menghidupi perusahaan ini, baik dengan atau tanpa mendiang Tuan Mellema. Perusahan ini telah ku urus lebih baik dari pada anak-anak ku sendiri. Sekarang semua akan dirampas dari padaku. Sikap, penyakit dan ketidak kemampuan Tuan Mellema telah menyebabkan kehilangan anak pertamaku. Sekarang Mellema lain akan merampas bungsuku pula. Dengan menggunakan hukum Eropa orang menghendaki aku tertendang dari segala yang menjadi hakku dan jadi kekasihku” (Toer, 1980:335)

Kemudian pengadilan Amsterdam telah juga menjunjuk Ir. Maurits Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema, karena Annelies Mellema dianggap masih berada di bawah umur, padahal Annelies Mellema telah syah menjadi istri Minke, karena

Annelies Mellema dianggap belum dewasa maka hak warisnya dikelola oleh Ir. Maurits

Mellema.

131

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Pengadilan Amsterdam telah juga menjunjuk Ir. Maurits Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema, karena belakang ini dianggap masih berada di bawah umur sedangkan haknya atas warisan sementara dianggap belum dewasa juga dikelola oleh Ir. Maurits Mellema” (Toer, 1980:322)

“Aku bilang juga: anak itu sudah kawin. Dia istri orang. Orang itu hanya tersenyum tak ketara dan jawab: dia belum kawin dia masih dibawah umur. Kalau toh ada yang mengawinkan atau mengawininya perkawinan itu tidak sah, kau dengar itu, Minke?” (Toer, 1980:323)

Dengan kenyataan seperti ini, timbullah pertanyaan dalam hati Minke, dengan perampasan terhadap istrinya dari gengamannya sesuai dengan keputusan pengadilan, adakah perbudakan terkutuk itu akan dihidupkan kembali? Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?

“Dengan akan diadakan perampasan terhadap istriku dari padaku sesuai dengan keputusan pengadilan, bertanyalah aku kepada nurani Eropa: Adakah perbudakan terkutuk itu akan dihidupkan kembali? Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat- surat resmi belaka dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?” (Toer, 1980:336)

“Memprotes? Lebih dari itu - menyangkal. Aku tahu mereka orang Eropa, dingin, keras seperti tembok. Kata-katanya mahal. Dia anakku, aku bilang. Hanya aku yang berhak atas dirinya. Aku yang melahirkan, membesarkan. Hakim itu bilang: Dalam surat-surat disebutkan Annelies Mellema anak akuan Tuan Herman Mellema. Siapa ibunya, siapa yang melahirkan . tanyaku. Di dalam surat- surat itu disebutkan perempuan sanikem alias Nyai Ontosoroh, tapi……… Akulah Sanikem. Baik, katanya, tapi Sanikem bukan Mevrouw Mellema Aku bisa ajukan saksi, kataku, akulah yang telah melahirkan dia. Dia bilang. Annelies Mellema berada di bawah Hukum Eropa Nyai tidak. Nyai hanya Pribumi. Sekiranya dulu Juffrouw Annelies Mellema tidak diakui Tuan Mellema, dia Pribumi dan Pengadilan Putih tidak punya sesuatu urusan. Nah, Minke, betapa menyakitkan! Jadi aku bilang, aku akan sangkal keputusan itu, dengan advokat siapa saja yang mampu. (Toer, 1980:323)

4.3.1.3 Melawan Kaum Borjuis

132

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perlawanan kaum proletar kepada borjuis, yang terdapat dalam Novel Bumi

Manusia ini adalah:

“Sekarang sedang ada pesta besar,” kataku. Mengapa mereka tidak diberi libur” (Toer, 1980: 24)

Teks ini membela kaum proletar. Kalau kalau kaum borjuis, tidak pernah membela kaum pekerjanya yang proletar, maka Nyai Ontosoroh, justru membela pekerjanya kaum proletar dengan memberikan hari libur.

Perlawanan Nyai Ontosoroh kepada Tuan Mellema

“Dalam satu tahun telah dapat kukumpulkan lebih dari seratus golden. Kalau pada suatu kali Tuan Mallemma pergi pulang atau mengusir aku, aku sudah punya modal pergi ke Surabaya dan berdagang apa saja” (Toer, 1980: 81)

133

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nyi Ontosoroh yang mengusir orang Eropa

“Pergi” raungku. Dia tetap tidak menggubris aku.”bikin kacau rumah tangga orang. Mengaku insinyur, sedikit kesopanan pun tak punya” (Toer, 1980: 92)

Perlawanan Nyi Ontiosoroh sebagai orang Pribumi dia melawan kepada orang

Eropa yakni suaminya sendiri

“Jadi begitu macamnya anak dan istrimu yang syah” raungku pada tuan. “begitu macamnya peradaban Eropa yang kau ajarkan padaku berbelas tahun? Kau agungkan setinggi langit? Siang dan malam? Menyelidiki pedalaman rumah tangga orang, menghina, untuk pada suatu kali dating memeras? Memeras? Apalagi kalau bukan memeras? Untuk apa menyelidiki urusan orang lain?” (Toer, 1980: 92-93)

Ibunda dari minke mengingatkan Minke agar jangan sampai terpengaruh kepada budaya belanda atau jangan sampai pindah agama menjadi agama Kristen

“Kau memang sudah bukan Jawa lagi. Dididik Belanda jadi Belanda, belada coklat semacam ini. Barangkali kaupun sudah masuk Kristen” (Toer, 1980: 124)

Orang Pribumi tidak suka terhadap lagu kebangsaan Belanda

“Lagu kebangsaan Belanda, Willhelmus, dinyanyikan. Orang berdiri. Sangat sedikit yang ikut menyanyi. Sebagian terbesar memang tidak bias. Pribumi hanya seorang dua. Yang lain-lain hanya bias terlongok-longok mungkin sedang menyumpahi melodi yang asing dan mengganggu persaan itu” (Toer, 1980: 129)

Perlawanan antara Minke sebagai seorang Pribumi kepada Annelis sebagai seorang bangsa Eropa

“Tapi daerah loteng ini tempat larangan kecuali untuk mama dan kau. Kan ketentuan itu harus juga dihormati?” dan masih barang dua puluh kalimat lagi kuucapkan” (Toer, 1980: 218)

Nyai yang bersikukuh kalau dia lebih tepat dipanggil seorang Nyai

“Seperti dongeng seribusatu malam. Coba, ia merasa lebih tepat di panggil Nyai. Aku kira hanya untuk membenarkan dendamnya.

134

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Memang Nyai sebutan Pribumi lebih tepat untuk gundik seorang bukan Pribumi. Dia tidak suka diberlakukan , manis-manis. Dia tetap mengukuhi tentang keadaan dirinya-dengan kebesaran ditaburi dendam” (Toer, 1980: 227)

Pembelaan Minke terhadap mamanya yaitu Nyai

“Tapi Mama bukan pembenci Eropa. Dia banyak urusan dengan orang Eropa, malah dengan orang-orang ahli, seperti tuan sendiri. Dia malah membacai pustaka Eropa” (Toer, 1980: 244)

Nyi ontosoroh yang maasih menaruh rasa benci kepadaTuan Mallemma

“Ya, waktu mulai jadi sinting juga, sambung Nyai, juga seperti pertama kali tuan jadi begitu. Jangan mendekat Ann, jangan” (Toer, 1980: 266)

Pembelaan Minke kalau dia tidak bersalah dalam pembunuhan

“Cuti seminggu dari sekolah kupergunakan untuk menulis, membantah berita-berita tak benar dan bersirat……” (Toer, 1980: 270)

Pembelaan Nyai sebagai ora

“Siapa yang menjadikan aku gundik? Siapa yang membikin mereka menjadi Nyai-Nyai? Tuan-tuan bangsa Eropa, yang dipertuankan. Mengapa di forum resmi kami ditertawakan? Dihinankan? Apa tuan-tuan menghendaki anakku juga jadi gundik?” (Toer, 1980: 283)

Upaya Pribumi yang akan melawan pengadilan putih

“Biarpun tenapa ahli hukum. Kita akan jadi Pribumi pertama yang akan melawan pengadilan putih, nak, Nyo. Bukankah itu suatu kehormatan juga” (Toer, 1980: 327)

Perlawanan orang Pribumi terhadap orang Eropa

“Keputusan pengadilan Surabaya menerbitkan amarah banyak orang dan golongan. Serombongan orang madura, bersenjata parang dan sabit besar, clurit, telah mengepung rumah kami, menyerang orang Eropa dan hamba negerinya yang berusaha memasuki pelataran kami” (Toer, 1980: 338)

135

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.3.2 Anutan Rohani Pertentangan Klas

Teori pertentangan klas berawal dari Karl Marx. Dalam pandangan Marx negara adalah alat suatu klas yang berkuasa untuk menindas dan menguasai klas yang lain untuk mempertahankan dan melindungi kepentingan dan kekuasaan klas yang berkuasa. Negara sebagai alat kekuasaan berarti alat pelaksana politik atau alat pelaksana ide klas yang berkuasa. Karena itu negara merupakan suatu faktor dari bangunan atas, dan sebagai bangunan atas, negara lahir dan berdiri diatas basis serta yang melindungi basis itu. Maka watak suatu negara tidak bisa lepas dari watak basisnya atau watak dan kepentingan sistem ekonomi yang berlangsung. Watak dan fungsi tentu sesuai dengan watak dan kepentingan basis atau sistem ekonominya, dan sesuai denga watak serta kepentingan klas yang berkuasa (http://dc205.4shared.com/img/lcWWqgcI/preview.html). Demikian negara lahir sebagai alat kekuasaan dan alat penindas dari klas yang berkuasa terhadap klas lain, dan bukan sebagai alat pendamai dalam pertentangan klas yang berdiri diatas semua klas yang saling bertentangan. Negara sesuai dengan fungsinya, selalu berwatak dan bersifat diktatur dari klas yang berkuasa terhadap klas yang lain

(http://dc205.4shared.com/img/lcWWqgcI/preview.html ).

Marxisme meyakini pertentangan klas (antara kapitalis dan proletar, tuan tanah dan petani tidak bertanah, majikan dan buruh) dan menganjurkan perjuangan klas untuk menghancurkan klas yang lain melalui revolusi sosial menuju pembentukan pemerintahan diktator proletariat. Marxisme memandang segala-galanya dengan perhitungan ekonomis dan materialistis. Marxisme melarang pemilikan harta pribadi dan tidak mengakui hak perorangan terhadap harta benda (sama rata sama rasa).

136

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pertentangan klas ini, sudah mulai terlihat di awal novel ini. Dimulai melalui perbintangan. Minke dan Ratu Wilhelmina lahir pada tanggal bulan dan tahun kelahiran sama, tetapi nasib tidak sama. Minke sebagai rakyat biasa sedangkan Ratu Wilhelmina sebagai Ratu dari sebuah negara.

Ratu Wilhelmina lahir dari klas feodal, klas raja yang menjadi penguasa dan penjajah. Minke lahir dari klas orang terjajah dan merasa dirinya klas proletar. Minke menolak kenyataan dirinya sebagai anak Bupati. Perbedaan klas menyebabkan perbedaan nasib.

Dara kekasih para dewa ini seumur denganku: delapanbelas. Kami berdua dilahirkan pada tahun yang sama 1880. Hanya satu angka berbentuk batang, tiga lainnya bulat-bulat seperti kelereng salah cetak. Hari dan bulannya juga sama: 31 Agustus. Kalau ada perbedaan hanya jam dan kelamin. Orangtuaku tak pernah mencatat jam kelahiranku. Jam kelahirannya pun tidak aku ketahui. (Toer, 1980: 4)

Waktu hendak memadamkan lampu minyak masih kuperlukan memandangi potret Ratu Wilhelmina. Bumi manusia! Betapa seorang bisa menjadi kekasih para dewa begini. Aman dalam istananya. Tak ada sesuatu kesulitan, kecuali mungkin, dengan hati dan pikiran, sendiri. Sedang aku? Kawulanya? yang dijanjikan oleh perbintangan akan bernasib sama, bahkan di sudut-sudut bilik mungkin mengintip maut bikinan Robert Mellema (Toer, 1980:150)

Dan sekarang seluruh Jawa berpesta pora, mungkin juga seluruh Hindia Belanda. Triwarna berkibar riang di mana-mana: dara yang seorang . Dewi kecantikan kekasih para dewa itu, kini naik tahta. Ia sekarang ratuku. Aku kawulanya. Tepat seperti cerita Juffrrouw Magda Peters tentang Thomas Aquinas. Ia adalah Sri Ratu Wihelmina. Tanggal, bulan dan tahun kelahiran telah memberikan kesempatan para astrolog untuk mengangkatnya jadi ratu dan menjatuhkan aku jadi kawulanya. Dan ratuku itu malahan tidak pernah tahu, aku benar-benar ada di atas bumi ini. (Toer, 1980: 6)

137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Menurut Umar Junus (Junus, 1981:23), novel Bumi Manusia, penguasa penindas penjajah pada satu pihak bertentangan dengan yang dikuasai/ditindas dijajah pada pihak lain. Pertentangan ini benar-benar dipertajam, sehingga kelihatan setiap orang bertindak menurut klasnya. Mereka lebih merupakan wakil-wakil dari suatu klas (representative figures). Tidak ada faktor kemanusiaan ikut campur dalam tindakan mereka. Semuanya diperhitungkan dari segi kepentingan klas masing-masing. Penindas bertindak sebagai seorang penindas tanpa ada pertimbangan kemanusiaan, yang ditindas terpaksa menerima kekalahan tanpa perlu kehilangan semangat penentangan.

Pada novel ini, pertentangan klas itu sebenarnya antara pribumi dan Eropa

(Belanda), namun dipilah-pilah menjadi antara pribumi dan Eropa, antara pribumi dan

Belanda atau antara Borjuis dan Proletar. Tiga hal yang berbeda tetapi sebenarnya sama, sama-sama antara pribumi dan Belanda. Bedanya satu berdasarkan terminologi keilmiahan dan yang satunya lagi berdasarkan terminologi kebangsaan.

Berikut ini, akan diuraikan bentuk-bentuk pertentangan klas tersebut. Dalam novel Bumi Manusia ini, pertentangan klas ini disebut dalam beberapa istilah, misalnya antara klas borjuis dan klas proletar, antara Pribumi dan Belanda, antara Bangsa Pribumi dan Bangsa Eropa, antara klas antara orang Pribumi dan orang Eropa.

4.3.2.1 Antara Klas Borjuis dan Klas Proletar.

Borjuis adalah sebuah klas sosial dari orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan modal dan kelakuan yang terkait dengan kepemilikan tersebut. Mereka adalah bagian dari klas menengah atau klas pedagang, dan mendapatkan kekuatan ekonomi dan sosial dari pekerjaan, pendidikan, dan kekayaan

(http://id.wikipedia.org/wiki/Borjuis ).

138

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Marxisme mendefinisikan borjuis sebagai klas sosial yang memiliki alat-alat produksi dalam masyarakat kapitalis. Marxisme memandang bahwa kelompok ini muncul dari klas-klas orang kaya di perkotaan di masa pra (sebelum) dan awal masyarakat kapitalis (http://id.wikipedia.org/wiki/Borjuis ).

Proletariat adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan klas sosial rendah; anggota klas tersebut disebut proletarian. Awalnya istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan orang tanpa kekayaan; istilah ini biasanya digunakan untuk menghina.

Di era Roma Kuno penamaan ini memang sudah ada dan bukan hanya orang tanpa kekayaan saja, melainkan juga klas terbawah masyarakat tersebut

(http://id.wikipedia.org/wiki/Proletariat).

Dalam pemikiran Karl Marx, ini adalah klas kedua dalam stratifikasi sosial yang ia ciptakan. Proletar adalah klas yang menerima gaji oleh klas pertama yaitu klas majikan. Mereka bekerja guna memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Sedang klas majikan bekerja dengan mencari untung atau laba (http://id.wikipedia.org/wiki/Proletariat).

Menurut Marx hanya ada dua kelompok yang berkonflik yang disebutnya dengan klas, yaitu klas orang kaya (borjuis) dan klas orang miskin (proletar). Kedua klas ini dibedakan oleh kepemilikan alat-alat produksi (the ownership of means of production).

Klas borjuis terdiri dari orang-orang yang memiliki alat produksi, sedangkan klas proletar adalah orang-orang yang tidak memiliki alat-alat produksi4.

Teori konflik Marx menekankan pada pandangan bahwa kedua klas tersebut terlibat dalam konflik yang mendalam. Menurut Marx, bukanlah keberadaan (existence) seseorang yang menentuksn kesadarannya (consciousness), tetapi kesadarannyalah yang

4 Yang dimaksud alat-alat produksi adalah setiap alat yang dapat menghasilkan komoditas (barang kebutuhan masyarakat). Jadi alat produksi dapat membuat kaya pemilik alat-alat produksi, yang memang sudah kaya. 139

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menentukan keberadaannya, dengan pemikiran seperti ini, kedua klas tersebut tidak bisa dipertemukan kepentingannya karena adanya perbedaan dalam cara hidup dan cara berpikir (http://duniajunaedi.blog.com/).

Ia sodorkan padaku surat-surat, salinan dan asli, berasal dari Pengadilan Amsterdam, cap-cap dari Biro Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Jajahan, Kementerian Kehakiman. Pada bagian teratas tumpukan salinan surat Ir. Maurits Mellema dari Afrika Selatan kepada ibunya, Amelia Mellema-Hammers, yang memberikan kuasa pada yang belakangan untuk mengurus hak waris dari mendiang Tuan Herman Mellema, ayahnya, yang telah terbunuh mati di Surabaya, sebagaimana pernah diketahuinya beritanya dari surat ibunya. Kemudian salinan surat Amelia Mellema-Hammers atas nama anaknya, Ir. Maurits Mellema dan dirinya sendiri, memohon pada Pengadilan Amsterdam untuk menguruskan hak-haknya atas harta-benda mendiang Tuan Herman Mellema (Toer, 1980:320).

Selanjutnya: salinan surat-menyurat antara Pengadilan dan Kejaksaan Surabaya dengan Pengadilan Amsterdam, berkisar pada ada-tidaknya akta perkawinan antara mendiang Herman Mellema dengan Sanikem, ada-tidaknya surat wasiat mendiang sebelum meninggal, keputusan-keputusan Pengadilan dalam peristiwa yang dilakukan oleh Ah Tjong, penegasan tentang hilangnya Robert Mellema, salinan akta-akta pengakuan anak dari Herman Mellema atas Annelies dan Robert, dua-duanya anak yang dilahirkan oleh Sanikem berdasarkan keterangan resmi Kantor Catatan Sipil Surabaya. Kemudian salinan surat-menyurat antara Akontan Nyai dengan Pengadilan Surabaya, yang ri!nya berkisar pada penolakan Akontan tersebut untuk memberikan keterangan tentang kekayaan Boerderij Buitenzorg tanpa seijin yang berwenang. Salinan Kantor Pajak tentang jumlah pajak yang telah dibayar oleh perusahaan. Salinan Kantor Tanah tentang luas dan daerah perusahaan. Laporan Kantor Pertanian dan Kehewanan tentang jumlah sapi dan keadaannya (Toer, 1980:320-321)

Kemudian menyusul salinan surat-surat resmi keputusan Pengadilan Amsterdam. Isi: memutasikan keputusannya pada Pengadilan Surabaya. Secara ringkas berbunyi: Berdasarkan permohonan dari Ir. Maurits Mellema dan ibunya, Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, anak dan janda mendiang Tuan Herman Mellema, melalui advokatnya Tuan Mr. Hans Graeg, berkedudukan di Amsterdam, Pengadilan Amsterdam, berdasarkan surat-surat resmi dari Surabaya yang tidak dapat diragukan

140

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kebenarannya, memutuskan menguasai seluruh harta-benda mendiang Tuan Herman Mellema untuk kemudian karena dalam perkawinan antara Tuan Herman Mellema dengan Mevrouw Amelia Mellema-Hammers tidak diadakan syarat-syarat menjadi dua bagian; separoh untuk Mevrouw janda Amelia Mellema- Hammers yang jadi haknya sebagai istri yang syah, dan separohnya lagi dibagi antara anak-anak syah/diakui sebagai warisan. Tuan Ir. Maurits Mellema sebagai anak syah mendapat bagian 4/6 x 1/2 harta peninggalan; Annelies dan Robert Mellema sebagai anak yang diakui masing-masing mendapat 1/6 x 1/2 harta peninggalan. Berhubung Robert Mellema dinyatakan belum ditemukan baik untuk sementara atau pun untuk selama-lamanya, warisan yang jadi haknya akan dikelola oleh Ir. Maurits Mellema (Toer, 1980:321-322).

Pengadilan Amsterdam telah juga menunjuk Ir. Maurits Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema, karena yang belakangan ini dianggap masih berada di bawah umur, sedang haknya atas warisan, sementara ia dianggap belum dewasa, juga dikelola oleh Ir. Maurits Mellema. Dalam menggunakan haknya sebagai wali, melalui advokatnya, Mr. Graeg telah mensubstitusi-kan kuasa pada confrere-nya, seorang advokat di Surabaya, yang mengajukan gugatan terhadap Sanikem alias Nyai’ Ontosoroh dan Annelies Mellema kepada Pengadilan Putih di Surabaya tentang perwalian atas Annelies dan pengasuhannya di Nederland (Toer, 1980:322).

Pertentangan klas borjuis ini melawan klas proletar ini dapat diwakili oleh Ir

Maurits Mellema dan Pengadilan Amsterdam, Biro Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Jajahan, Kementerian Kehakiman sebagai symbol klas borjuis melawan

Nyai Ontosoroh dan Minke, sebagai simbol klas proletar.

4.3.2.2 Antara Pribumi dan Belanda

Pada masa penjajahan Belanda pembagian klas penduduk diatur secara hukum berdasarkan pasal 162 juncto pasal 131 Indische Staatregeling (IS). Dalam pasal tersebut komposisi penduduk dibagi menjadi 3 golongan:

1. Golongan Kulit Putih (Eropa, Amerika dan Jepang disetarakan dengan penduduk kulit

putih serta warga campuran (indo) dengan kriteria tertentu)

141

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Golongan Timur Asing (Tionghoa, Arab, India)

3. Golongan Bumiputera.

Masing-masing golongan berlaku hukum yang berbeda. Golongan satu dan golongan dua berlaku hukum barat (Belanda) dan golongan tiga berlaku hukum adat.

Masing-masing memiliki posisi dan tempat tersendiri di dalam masyarakat. Sekolah dibedakan, transportasi umum juga dibedakan, maka bentuk politik kolonial Belanda adalah memilah warga menjadi tiga golongan, yakni golongan satu adalah golongan kulit putih, golongan dua adalah golongan timur asing, dan golongan tiga adalah golongan

Pribumi. Bentuk hukum dari klas ini, untuk kelas satu adalah raad van justitie5 untuk klas dua adalah gelijk gestellt6, dan untuk klas tiga adalah landraad7.

Dalam Novel Bumi Manusia ini, pertetangan klas terlihat pada teks berikut ini.

“Kowe kira, kalo sudah pakaian Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bahasa Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!” (Toer, 1980: 37)

Bila pakaian Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bahasa Belanda lantas dituding jadi Eropa. Ini bentuk penghinaan terhadap kemanusiaan.

Kemudian pribumi tidak diakui secara hukum bila kawin dengan orang Eropa

“Mamamu hanya seorang Pribumi, akan tidak mempunyai suatu hak atas semua, juga tidak bisa berbuat sesuatu untuk anakku sendiri, kau Ann. Percuma saja akan jadinya kita bedua membanting tulang tanpa hari libur……” (Toer, 1980: 69)

5 Badan pengadilan bagi orang Eropa yang tertua, yang sudah dikenal sejak zaman VOC atau pengadilan tingkat tinggi khusus orang Eropa. 6 Adalah peradilan untuk golongan Timur Asing (Tionghoa, Arab, India), dizaman Hindia belanda. Namun bukan semua warga Timur Asing (Tionghoa, Arab, India), tetapi dipilih, terutama yang mempunyai latarbelakang pendidikan Belanda, jadi harus fasih berbahasa Belanda, dan juga yang memegang jabatan dalam administrasi atau perusahaan Belanda. 7 Landraad merupakan pengadilan tingkat pertama bagi golongan Bumiputra. Maka badan peradilan ini untuk orang-orang pribumi. Sebagian besar hakim landraad adalah orang Belanda. Landraad inilah yang menjadi cikal bakal pengadilan negeri Indonesia. 142

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Robert Membenci Minke Karena Minke Orang Pribumi

“Baik. Jadi kau membenci Minke hanya karena dia Pribumi dan aku berdarah Eropa. Baik. Memang aku mampu mengajar dan mendidik kau. Hanya orang Eropa yang bisa lakukan itu untukmu…….” (Toer, 1980: 154)

Pribumi Tidak Dikehendaki Bergaul Dengan Orang-Orang Eropa.

“Sama, kalau begitu kita bisa sama-sama pergi berlayar menjelajah dunia. Minke, kau dan aku. Kita bias bikin rencana, buka? Sayang kau hanya Pribumi.” (Toer, 1980: 100)

Pertentangan klas antara orang Eropa dan orang Pribumi,

“Mama ada di pihakmu, kata wanita itu, tapi di depan hukum kau tak bakal menang. Kau menghadapi orang Eropa, Nyo. Sampai- sampai jaksa dan hakim akan mengeroyok kau, dan kau tak punya pengalaman pengadilan. Tidak semua pokrol dan advokat bisa dipercaya, apa lagi soalnya Pribumi menggugat Eropa. Tulisan itu Jawab saja dengan tulisan. Tantang dia dengan tulisan juga” (Toer, 1980: 273)

Pandangan Insinyur Maurits Mellema

Pandangan Insinyur Maurits Mellema, terhadap pribumi yang tidak netral, karena mengawini gundik, bukan kristen, dianggap menyalahi adat istiadat bangsa

Eropah dan dianggap kafir.

“Tuan Mellema,” katanya lagi dalam Belanda, tetap tak menggubris aku. “Biar pun Tuan kawini Nyai, gundik ini, perkawinan syah, dia tetap bukan Kristen. Dia kafir! Sekiranya dia Kristen pun, Tuan tetap lebih busuk dari Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, lebih dari semua kebusukan yang Tuan pernah tuduhkan pada ibuku. Tuan tekah lakukan dosa darah, pelanggaran darah! Mencampurkan darah Kristen Eropah dengan darah kafir Pribumi berwarna! dosa tak terampuni” (Toer, 1980:92)

4.3.2.3 Antara Bangsa Pribumi dan Bangsa Eropa

Pertentangan antara klas Eropah dan Pribumi juga terjadi dalam hal mencapai derajat kesarjanaan.

143

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Bagaimana pendapatmu sendiri? Mungkin kiranya Pribumi bisa jadi sarjana dalam keilmuan Eropa? Terus terang, Papa sebenarnya meragukan. Kata papa dan kau jangan gusar seperti dulu-kejiwaan Pribumi belum berkembang setinggi Eropa; terlalu mudah pertimbangannya yang baik terdesak oleh rangsang berahi……..” (Toer, 1980: 216-217)

4.3.2.4 Antara Orang Pribumi dan Orang Eropa

Pandangan pribumi terhadap guru orang Eropah, tergambar dalam kutipan berikut ini.

“Tentu dada ini menjadi gembung. Aku belum pernah ke Eropa. Benar tidaknya ucapan tuan direktur aku tak tahu. Hanya karena menyenangkan aku cendrung mempercayainya. Lagi pula semua guruku kelahiran sana, dididik di sana pula. Rasanya tak layak tak mempercayai guru. Orang tuaku telah mempercayakan diriku pada mereka. Oleh masyarakat terpelajar Eropa dan indo dianggap terbaik dan tertinggi nilainya di seluruh hindia Belanda. Maka aku harus memepercayainya” . (Toer, 1980:2)

Jadi pribumi tetap salah,

“Tak bisa mereka melihat Pribumi tidak penyek terinjak-injak kakinya. Bagi mereka Pribumi mesti salah, orang Eropa harus bersih, jadi Pribumipun sudah salah. Dilahirkan sebagai Pribumi sudah lebih salah lagi. Kita menghadapi keaadaan yang lebih sulit Minke anakku….” (Toer, 1980: 272-273)

Klas proletar dianggap dianggap tidak memiliki ilmu pengetahuan

“……… Jangan hukum sahaya lebih berat dari kesalahan sahaya. Sahaya hanya mengetahui yang orang Jawa tidak mengetahui, karena pengetahuan itu milik bangsa Eropa, dan arena memang sahaya belajar kepada mereka” (Toer, 1980:125).

Perbedaan klas antara orang pribumi dan orang Eropa

“……. Tuan telah mempelajari adab Eropa selama ini, tentu tuan tahu perbedaan antara sikap pria Eropa dan pria Pribumi terhadap wanita. Kalau tuan sama dengan pria Jawa pada umumnya, anak ini tak akan berumur panjang….” (Toer, 1980:198)

144

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Orang Eropa sebagai borjuis dan orang Pribumi sebagai proletar

“Seorang Eropa, Eropa totok, telah membeli diriku dari orang tuaku.” Suarnya pahit mengandung dendam yang tak bakal tertebus dengan lima istana. “aku dibeli untuk dijadikan induk untuk anak-anaknya” (Toer, 1980: 224)

Pertentangan klas antara orang Eropa dan orang Pribumi.

“Dan tuan di bawah kerajaan-kerajaan Pribumi, rakyat tuan tidak pernah mendapatkan keamanan dan ketausaan, tidak mendapat perlindungan hokum, karena memang tidak ada hokum,. Kurang baik apa pemerintah hindia Belanda? Orang-orang liberal itu memang mempuNyai impian aneh tentang India…” (Toer, 1980: 290)

“Apa yang kau sahayakan? Nenek moyangmu dulu, raja-raja Jawa itu, semua menulis Jawa. Malu kau kiranya kau jadi orang Jawa? Malu kau tidak jadi Belanda?” (Toer, 1980:304)

“Akhir-akhirnya, katanya kemudian dengan suara rendah” persoalannya tetap Eropa terhadap Pribumi, Minke, terhadap diriku. Ingat-ingat ini: Eropa yang menelan Pribumi sambil menyakiti secara sadis. E-ro-pa …. Hanya kulitnya yang putih” Ia mengumpat, hatinya bulu semata” (Toer, 1980:324)

Pertentangan klas Pribumi tidak diakui dan tidak mempunyai hukum yang jelas

“…….dia bilang Annellies Mellemma berada di bawah hukum Eropa, Nyai tidak. Nyai hanya Pribumi. Sekiranya dulu Jurrof Annelias Mllemma tidak diakui Tuan Mallemma, dia Pribumi dan pengdilan putih tidak punya sesuatu urusan” (Toer, 1980:323)

4.3.2.5 Antar Pribumi.

Para Lurah Tidak Layak Menjabat Tangan Bupati.

“Salaman ucapan itu tak lama. Lurah-lurah tak layak menyalami bupati. Maka ayahanda menghemat tangannya dari barang seribu duaratus jabatan para punggawa desa. Mereka tinggal duduk di atas tikarnya di pelataran sana” (Toer, 1980:130)

4.3.3 Anutan Rohani Materialisme – Ekonomi

145

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.3.3.1 Materialisme

Kata materialisme terdiri dari materi(al) dan isme. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia materi adalah bahan benda; segala sesuatu yang tampak. Materialis adalah pengikut paham (ajaran) materialisme atau juga orang yang mementingkan kebendaan

(harta, uang dan sebagainya). Kata ”isme” artinya adalah paham atau aliran. Maka materialisme adalah paham materi (Bagus 2000:593-600).

Materialisme adalah salah satu aliran filsafat yang memiliki prinsip dasar bahwa segala sesatu itu beresensi materi

(http://www.sisilainrevolt.org/bebas/MaterialismeDanManusia.htm).

Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.(http://wikimedia.or.id/wiki/Definisi_Materialisme)

Maka materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti roh, hantu, setan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada. Tidak ada Allah atau dunia adikodrati/supranatural. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada penggerak pertama atau sebab pertama. Tidak ada kehidupan, tidak ada pikiran yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi, yang kembali lagi ke dasar

146

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

materi primordial, abadi, dalam suatu peralihan wujud yang abadi dari materi.

.(http://wikimedia.or.id/wiki/Definisi_Materialisme)

Materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti roh, hantu, setan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada. Tidak ada Allah atau dunia adikodrati/supranatural. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada penggerak pertama atau sebab pertama. Tidak ada kehidupan, tidak ada pikiran yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi, yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi, dalam suatu peralihan wujud yang abadi dari materi

(http://wikimedia.or.id/wiki/Materialisme):

Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu di dalam alam kebendaan dengan mengesampingkan yang mengatasi alam indra. Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa hal yang dapat di katakan benar-benar ada adalah materi atau realita, faktual.

4.3.3.2 Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa

(http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi).

Dalam dunia ekonomi ini ada namanya tindakan ekonomi. Tindakan ekonomi adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan.

Tindakan ekonomi dilandasi dengan motif ekonomi. Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga seseorang itu melakukan tindakan ekonomi. Maka

147

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ilmu ekonomi adalah ilmu tentang untung rugi, bernilai jual dan tidak bernilai jual. Kalau bernilai jual berarti bernilai ekonomi.

Pada praktiknya terdapat beberapa macam motif ekonomi:

1. Motif memenuhi kebutuhan

2. Motif memperoleh keuntungan

3. Motif memperoleh penghargaan

4. Motif memperoleh kekuasaan

5. Motif sosial/menolong sesama

Maka prinsip ekonomi merupakan pedoman untuk melakukan tindakan ekonomi yang di dalamnya terkandung asas dengan pengorbanan seminimal mungkin akan diperoleh hasil yang maksimal. Kalau bernilai jual berarti bernilai ekonomi. Ini sama dengan untung rugi.

148

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.3.3.3 Materialisme Ekonomi.

Berdasarkan pengertian materialisme dan ekonomi, maka dapat disimpulkan materialisme ekonomi adalah suatu aliran atau paham yang mendasarkan pandangan bahwa segala sesuatu berdasarkan pertimbangan untung rugi, bermanfaat dan tidak bermafaat berdasarkan sudut pandang penganutnya.

4.3.4 Anutan Rohani Materialisme Ekonomi dalam Novel Bumi Manusia

Materialisme ekonomi adalah suatu aliran atau paham yang mendasarkan pandangan bahwa segala sesuatu berdasarkan pertimbangan untung rugi. Nuansa pemikiran tersebut ditemukan dalam Novel Bumi Manusia melalui tokoh Nyai

Ontosoroh.

Dunia kita adalah untung dan rugi (Toer, 1980:82)

Pandangan Nyai Ontosoroh terhadap kehidupan dunia ini bahwa kehidupan ini hanya dapat dibela melalui materialisme yaitu dengan memajukan perusahaan Boerderij

Buitenzorg (Perusahaan Pertanian Buitenzorg) yang luasnya lebih 180 hektar.

“Minke, telah lama kurenungkan keanehan hidup ini. Kalau aku tak berhasil menyelamatkan perusahaan ini, aku akan merosot jadi nyai-nyai biasa yang boleh dihinakan semua orang, dipandang dengan sebelah mata. Annelies akan sangat menderita. Percuma aku nanti sebagai ibunya. Dia harus lebih terhormat daripada seorang Indo biasa. Dia harus jadi Pribumi terhormat di tengah- tengah bangsanya. Kehormatan itu bisa didapatnya hanya dari perusahaan ini. Memang aneh. Nak, begitulah maunya dunia ini.” (Toer, 1980:285)

Nyai Ontosoroh juga tega tidak mengakui orang tuanya, hanya gara-gara dia dijual ke Herman Mellema dan dijadikan Nyai.

Aku telah bersumpah dalam hati: takkan melihat orangtua dan rumahnya lagi. Mengingat mereka pun aku sudah tak sudi. Mama

149

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tak mau mengenangkan kembali peristiwa penghinaan itu. (Toer, 1980: 80)

Nyai Ontosoroh melawan terhadap nasib yang menimpanya. Nyai Ontosoroh yang bernama asli Sanikem, tumbuh jadi pribadi baru dengan penglihatan dan pandangan baru, setelah dijadikan Nyai oleh Herman Mellema. “Rasanya dia sekarang bukan budak yang dijual di Tulangan beberapa tahun yang lalu. Rasanya dia sudah tidak punya masalah lagi” (Toer, 1980: 84). Sanikem tumbuh menjadi wanita yang mandiri.

Nyai Ontosoroh telah bersumpah dalam hati tidak akan melihat orangtua dan rumahnya lagi, mengingat orangtuanya pun sudah tidak sudi. Demikian juga terhadap

Herman Mellema. Sejak itu lenyaplah rasa hormat Nyai Ontosoroh pada orang tuanya dan Herman Mellema. Herman Mellema tidak lebih dari seorang Sastrotomo dan istrinya

(ayah dan ibu Nyai Ontosoroh).

Ibuku dulu tak mampu mempertahankan aku, maka dia tidak patut jadi ibuku. Bapakku menjual aku sebagai anak kuda, dia pun tak patut jadi bapakku. Aku tak punya orang tua. (Toer, 1980: 77)

Ann, upacara sederhana bagaimana seorang anak telah dijual oleh ayahnya sendiri, jurutulis Sastrotomo. Yang dijual adalah diriku: Sanikem. Sejak detik itu hilang sama sekali penghargaan dan hormatku pada ayahku; pada siapa saja yang dalam hidupnya pernah menjual anaknya sendiri. Untuk tujuan dan maksud apa pun (Toer, 1980: 77)

Sejak detik itu, Ann, lenyap hormatku pada ayahmu. Didikannya tentang hargadiri dan kehormatan telah jadi kerajaan dalam diriku. Dia tidak lebih dari seorang Sastrotomo dan istrinya. Kalau cuma sampai di situ bobotnya dalam menghadapi ujian sekecil itu, tanpa dia pun aku dapat urus anak-anakku, dapat lakukan segalanya seorang diri. Betapa sakit hatiku, Ann, lebih dari itu takkan mungkin terjadi dalam hidupku (Toer, 1980: 93-94)

150

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lalu pandangan materialisme Minke. Minke iklas tidak menganggap ayahnya lagi sebagai ayahnya. Apalagi sejak kecil Minke sudah mengikut Neneknya. Ayahnya lebih banyak hanya tinggal sebutan.

Surat Bunda yang mengibakan menyatakan berduka cita disamping menyampaikan murka Ayahanda yang sudah sedemikian memuncak sampai keluar dari mulut: tak sudi mengakui sebagai anak, dan sendiri mengirimkan surat pada Tuan Direktur H.B.S. Surabaya menyatakan mengeluarkan aku. (Toer, 1980:270)

Lagi pula aku tak begitu kenal ayahku. Sejak kecil aku ikut Nenenda, maka Ayahanda lebih banyak hanya tinggal sebutan. Dalam setiap penghadapanku ia lebih banyak menuntut diakui kewibawaannya sebagai ayah. Terserahlah padanya sendiri! Aku tak ada urusan dengan amarah dan sikapnya. Ada pun Ayahanda mengeluarkan aku dari H.B.S., itu memang haknya. Dan H.B.S. bagi Pribumi hanya mungkin kalau ada orang berpangkat menanggungnya. Hanya yang menanggung aku bukan Ayahanda, tapi almarhum Nenenda. Dan belum tentu Tuan Direktur dapat membenarkan. Kalau membenarkan pun apa boleh buat. Aku sudah merasa punya perbekalan cukup untuk belajar sendiri, cukup kuat untuk memasuki dunia dengan kaki sendiri. (Toer, 1980: 271)

Semua dimensi di atas, bersumber dari untung dan rugi, ini adalah materialisme ekonomi.

151

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB V

FAKTA SOSIAL (FAKTA FAKTUAL DAN FAKTA FIKSI)

5.1 Pendahuluan

Istilah fakta sosial ini pertama sekali dikemukakan oleh Emile Durkheim (1858 –

1917). Pengertian fakta sosial adalah setiap hal yang dapat diidentifikasi yang berkenan dengan hakekat hubungan sosial, nilai sosial atau proses sosial.

Emile Durkheim, menjelaskan fakta sosial merupakan setiap cara berperilaku, baik yang tetap maupun tidak, yang mampu memberikan tekanan eksternal pada individu, atau setiap cara bertingkah laku yang umum dalam suatu masyarakat, yang pada waktu yang bersamaan tidak tergantung pada manifestasi individunya (Soekanto.

1985b:11). Adapun contoh fakta sosial adalah aturan legal, beban moral, kesepakatan sosial, agama, bahasa, stratifikasi sosial, ras, profesi, gender, benda-benda yang ada dan lainnya.

Fakta sosial ada dua pertama yang disebut fakta fiksi dan kedua disebut fakta faktual. Tidak ada fakta faktual tanpa fakta fikisi, fakta faktual berasal dari fakta fiksi.

Masalahnya apakah fakta fiksi selalu menjadi fakta faktual, belum tentu, sebab ada fakta fiksi yang tidak dapat difaktualkan. Contohnya Bidadari. Bidadari sebagai fakta fiksi ada, tetapi Bidadari sebagai fakta faktual tidak ada.

Dalam KBBI dijelaskan fakta adalah merupakan kenyataan, sesuatu yang benar- benar ada atau terjadi. Definisi dari KBBI ini, sebenarnya yang dia tuju adalah fakta faktual. Faktual berdasarkan fakta mengandung kebenaran material, fakta, juga mengandung kebenaran, tetapi kebenaran gagasan. Maka fakta dibagi dua yaitu fakta faktual dan fakta fiksi.

152

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam Novel Bumi Manusia ini yang disebut oleh pengarang atau pelaku cerita disebut fakta faktual sedangkan yang diceritakan oleh pengarang atau pelaku cerita disebut fakta fiksi. Sebagai contoh pengarang menyebut dan menceritakan tentang

Jepang:

Tulisan itu memperkaya catatanku tentang negeri Jepang yang banyak dibicarakan dalam bulan-bulan terakhir ini. Tak ada di antara teman sekolahku mempunyai perhatian pada negeri dan bangsa ini sekali pun barang dua kali pernah disinggung dalam diskusi-sekolah (Toer, 1980: 106)

Opini tentang Jepang dalam kutipan di atas disebut fakta fiksi karena cerita tentang

Jepang di atas adalah hasil rekaan pengarang, sedangkan Jepang sebagai negara disebut fakta faktual karena memang ada negara Jepang.

Secara ringkas fakta sosial yang terdapat di dalam Novel Bumi Manusia sebagai berikut:

Fakta-Fakta Sosial Dalam Roman Bumi Manusia 1. Ilmu Pengetahuan Teknologi 1.2 Iptek 1.2.1 Iptek Sebagai Faktual 1.2.2 Iptek Sebagai Fakta Fiksi 1.3 Zincografi 1.3.1 Zincografi Sebagai Fakta Faktual 1.3.2 Zincografi Sebagai Fakta Fiksi 1.4 Transportasi 1.4.1 Transportasi Sebagai Fakta Faktual 1.4.2 Transportasi Sebagai Fakta Fiksi 2 Hubungan Sosial 2.1 Hubungan Guru Dengan Murid 2.1.1 Hubungan Guru Dengan Murid Sebagai Fakta Faktual 2.1.2 Hubungan Guru Dengan Murid Sebagai Fakta Fiksi 2.2 Ramah 2.2.1 Ramah Sebagai Fakta Faktual 2.2.2 Ramah Sebagai Fakta Fiksi 2.3 Humanisme (Kemanusiaan) 2.3.1 Humanisme (Kemanusiaan) Sebagai Fakta Faktua 2.3.2 Humanisme (Kemanusiaan) Sebagai Fakta Fiksi 3. Masalah Sosial

153

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.1 Meninggalkan Istri 3.1.1 Meninggalkan Istri Sebagai Fakta Faktual 3.1.2 Meninggalkan Istri Sebagai Fakta Fiksi 3.2 Menuntut Harta 3.2.1 Menuntut Harta Sebagai Fakta Faktual 3.2.2 Menuntut Harta Sebagai Fakta Fiksi 3.3 Tak Diakui Sebagai Anak 3.3.1 Tak Diakui Sebagai Anak Sebagai Fakta Faktual 3.3.2 Tak Diakui Sebagai Anak Sebagai Fakta Fiksi 3.4 Rasialisme. 3.4.1 Rasialisme Sebagai Fakta Faktual 3.4.2 Rasialisme Sebagai Fakta Fiksi 3.5 Perlawanan Terhadap Rasisme 3.5.1 Perlawanan Terhadap Rasisme Sebagai Fakta Faktual 3.5.2 Perlawanan Terhadap Rasisme Sebagai Fakta Fiksi 3.6 Gila Jabatan 3.6.1 Gila Jabatan Sebagai Fakta Faktual 3.6.2 Gila Jabatan Sebagai Fakta Fiksi 3.7 Adopsi Anak 3.7.1 Adopsi Anak Sebagai Fakta Faktual 3.7.2 Adopsi Anak Sebagai Fakta Fiksi 3.8 Belanda Merampas 3.8.1 Belanda Merampas Sebagai Fakta Faktual 3.8.2 Belanda Merampas Sebagai Fakta Fiksi 3.9 Perdukunan 3.10.1 Perdukunan Sebagai Fakta Faktual 3.10.2 Perdukunan Sebagai Fakta Fiksi 3.11 Anti Pribumi 3.11.1 Anti Pribumi Sebagai Fakta Faktual 3.11.2 Anti Pribumi Sebagai Fakta Fiksi 3.12 Bentrokan 3.12.1 Bentrokan Sebagai Fakta Faktual 3.12.2 Bentrokan Sebagai Fakta Fiksi 3.13 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar 3.13.1 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar Sebagai Fakta Faktual 3.13.2 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar Sebagai Fakta Fiksi 3.14 Perang 3.14.1 Perang Aceh dan Perang Kolonial Sebagai Fakta Faktual 3.14.1.1 Perang Aceh 3.14.1.2 Perang Kolonial. 3.14.2 Perang Aceh dan Perang Kolonial Sebagai Fakta Fiksi 3.14.2.1 Perang Aceh. 3.14.2.2 Perang Kolonial. 3.15 Perdagangan Wanita 3.15.1 Perdagangan Wanita Sebagai Fakta Faktual

154

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.15.2 Perdagangan Wanita Sebagai Fakta Fiksi 3.16 Konflik 3.16.1 Konflik Sebagai Fakta Faktual 3.16.2 Konflik Sebagai Fakta Fiksi 3.16.2.1 Konflik (Melawan) Hukum Pemerintahan Hindia Belanda 3.16.2.2 Konflik Batin Nyai Ontosoroh 3.16.2.3 Melawan Tradisi Jawa 3.16.2.4 Konflik Melawan Citra Nyai 3.16.2.5 Konflik Batin Nyai Ontosoroh dengan Herman Mellema 3.16.2.6 Konflik Maurits Mellema terhadap Herman Mellema 3.16.2.7 Konflik Minke Dengan Dewan Guru dan Tuan Direktur 3.16.2.8 Konflik Antara Annelies dan Robert Mellema. 4 Budaya (Jawa) 4.1 Batik 4.1.1 Batik Sebagai Fakta Faktual 4.1.2 Batik Sebagai Fakta Fiksi 4.2. Blanko dan Keris 4.2.1 Blanko dan Keris Sebagai Fakta Faktual 4.2.2 Blanko dan Keris Sebagai Fakta Fiksi 4.3 Gamelan 4.3.1 Gamelan Sebagai Fakta Faktual.. 4.3.2 Gamelan Sebagai Fakta Fiksi…. 4.4 Syukuran 4.4.1 Syukuran Sebagai Fakta Faktual. 4.4.2 Syukuran Sebagai Fakta Fiksi 5 Suku 5.1 Suku Jawa 5.1.1 Suku Jawa Sebagai Fakta Faktual. 5.1.2 Suku Jawa Sebagai Fakta Fiksi... 5.2 Suku Madura 5.2.1 Suku Madura Sebagai Fakta Faktual 5.2.2 Suku Madura Sebagai Fakta Faktual. 5.3 Suku Aceh 5.3.1 Suku Aceh Sebagai Fakta Faktual.. 5.3.2 Suku Aceh Sebagai Fakta Fiksi. 6 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota) 6.1 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota) Sebagai Fakta Faktual. 6.1.1 Jepang 6.1.2 Belanda 6.1.3 Perancis 6.1.4 Maroko 6.1.5 Lybia 6.1.6 Aljazair 6.1.7 Mesir 6.1.8 Afrika Selatan

155

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6.1.9 Hongkong 6.1.10 Sidoarjo 6.1.11 Surabaya 6.1.12 Pulau Jawa 6.1.13 Hindia Belanda 6.1.14 Aceh 6.11.5 Wonokromo 6.2 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota)...Sebagai Fakta Fiksi 7 Penggunaan Bahasa Belanda 7.1 Penggunaan Bahasa Belanda Secara Fakta Faktual 7.2 Penggunaan Bahasa Belanda Secara Fakta Fiksi 7.2.1 Nama Tempat 7.2.2 Nama Jabatan 7.2.3 Nama Orang 7.2.4 Istilah Pemerintahan dan Nama Organisasi 7.2.5 Istilah-Istilah Lain 8 Lain-Lain 8.1 Marsose 8.1.1 Marsose Sebagai Fakta Faktual 8.1.2 Marsose Sebagai Fakta Fiksi 8.2 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya 8.2.1 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya Sebagai Fakta Faktual. 8.2.2 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya Sebagai Fakta Fiksi 8.3 Asosiasi 8.3.1 Asosiasi Sebagai Fakta Faktual. 8.3.2 Asosiasi Sebagai Fakta Fiksi 8.4 Perusahaan Pertanian 8.4.1 Perusahaan Pertanian Sebagai Fakta Faktual 8.4.2 Perusahaan Pertanian Sebagai Fakta Fiksi 8.5 Perkawinan 8.5.1 Perkawinan Sebagai Fakta Faktual 8.5.2 Perkawinan Sebagai Fakta Fiksi 8.6 Peradilan Kolonial 8.6.1 Peradilan Kolonial Sebagai Fakta Faktual 8.6.2 Peradilan Kolonial Sebagai Fakta Fiksi 8.7 Pendidikan 8.7.1 Pendidikan Sebagai Fakta Faktual 8.7.2 Pendidikan Sebagai Fakta Fiksi 8.8 Kantor 8.8.1 Kantor Sebagai Fakta Faktual. 8.8.2 Kantor Sebagai Fakta Fiksi 8.8.2.1 Kantor Kabupaten 8.8.2.2 Kantor (Gedung) Pengadilan 8.8.2.3 Kantor Polisi 8.9 Surat Menyurat 8.9.1 Surat Menyurat Sebagai Fakta Faktual

156

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8.9.2 Surat Menyurat Sebagai Fakta Fiksi 8.10 Wanita 8.10.1 Wanita Sebagai Fakta Faktual 8.10.2 Wanita Sebagai Fakta Fiksi 8.11 Hukum 8.11.1 Hukum Sebagai Fakta Faktual .. 8.11.2 Hukum Sebagai Fakta Fiksi 8.12 Liberalis 8.12.1 Liberalis Sebagai Fakta Faktual.. 8.12.2 Liberalis Sebagai Fakta Fiksi 8.13 Nilai Ekonomi 8.13.1 Nilai Ekonomi Sebagai Fakta Faktual 8.13.2 Nilai Ekonomi Sebagai Fakta Fiksi 8.14 Tradisi Satria Jawa 8.13.1 Tradisi Satria Jawa Sebagai Fakta Faktual 8.13.2 Tradisi Satria Jawa Sebagai Fakta Fiksi 8.14 Rumah 8.15.1 Rumah Sebagai Fakta Faktual… 8.15.2 Rumah Sebagai Fakta Fiksi 8.16 Rumah Bordil 8.16.1 Rumah Bordil Sebagai Fakta Faktual 8.16.2 Rumah Bordil Sebagai Fakta Fiksi 8.17 Taman 8.17.1 Taman Sebagai Fakta Faktual 8.17.2 Taman Sebagai Fakta Fiksi 8.18 Perpustakaan 8.18.1 Perpustakaan Sebagai Fakta Faktual 8.18.2 Perpustakaan Sebagai Fakta Fiksi 8.19 Mendidik 8.19.1 Mendidik Sebagai Fakta Faktual 8.19.2 Mendidik Sebagai Fakta Fiksi..... 8.20 Dekonstruksi 8.20.1 Dekonstruksi Sebagai Fakta Faktual 8.20.2 Dekonstruksi Sebagai Fakta Fiksi 8.21 Ratu Wilhelmina 8.21.1 Ratu Wilhelmina Sebagai Fakta Faktual 8.21.2 Ratu Wilhelmina Sebagai Fakta Fiksi

Berikut ini akan diuraikan fakta sosial yang terdapat di dalam Novel Bumi

Manusia.

157

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2 Fakta-Fakta Sosial dalam Roman Bumi Manusia

5.2.1 Ilmu Pengetahuan Teknologi

5.2.1.1 Iptek

5.2.1.1.1 Iptek Sebagai Faktual

Iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Pengembangan ilmu pengetahuan dan menganggap kemajuan teknologi sebagai solusi dari permasalahan manusia yang ada.

Sementara orang bahkan sebagai liberator yang akan membebaskan manusia dari kungkungan kefanaan dunia.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi telah menghasilkan kemajuan yang sangat pesat. Dampak positipnya antara lain:

1. Manusia lebih cepat mendapatkan informasi yang akurat dan terbaru di bumi ini walau

dari bagian bumi manapun yaitu melalui teknologi komunikasi telepon dan internet

2. Manusia dapat berkomunikasi dengan teman, keluarga yang jauh hanya dengan

menggunakan telepon atau handphone atau internet.

Di samping sisi-sisi positip kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga bersisi negatif antara lain:

1. Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan tertentu untuk tujuan-tujuan merusak,

misalnya oleh para pembobol kartu kredit (karding), menyebar ideologi radikal

158

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Penggunaan informasi tertentu dan situs tertentu di internet dapat disalahgunakan

pihak tertentu untuk tujuan tertentu

Dalam Bidang sosial dan budaya kemajuan teknologi berdampak:

1. Dapat meningkatnya rasa percaya diri. Perkembangan dan kemajuan ekonomi dapat

meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri sebagai suatu bangsa. Bangsa-

bangsa Barat tidak lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.

2. Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi

globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras.

Meskipun demikian kemajuan teknologi akan berpengaruh negatip pada aspek budaya. Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar, akibat meluasnya budaya instan dan hedonisme.

Dalam bidang pendidikan. teknologi mempunyai peran yang sangat penting antara lain:

1. Munculnya media massa, media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan.

Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.

2. Munculnya metode pembelajaran baru, yang memudahkan siswa dan guru dalam

proses pembelajaran. Melalui kemajuan teknologi pendidikan terciptalah metode baru

yang membuat siswa mampu memahami materi-materi pelajaran yang diajarkan,

karena materi tersebut dapat diakses melalui bantuan teknologi.

5.2.1.1.2 Iptek Sebagai Fakta Fiksi

159

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam novel Bumi Manusia, juga ada disinggung soal kemajuan iptek ini. Orang sudah mulai membikin mesin-mesin, tenaga-tenaga alam mulai diubah manusia.

Akhirnya disimpulkan ilmu pengetahuan makin banyak melahirkan keajaiban.

Dan di Eropa sana, orang sudah mulai membikin mesin yang lebih kecol dengan tenaga yang lebih besar, atau setidaknya sama dengan mesin uap. Memang tidak dengan uap. Dengan minyak bumi. Warta sayup-sayup mengatakan: Jerman malah sudah membikin kereta digerakkan listrik. (Toer, 1980: 3)

Tenaga-tenaga alam mulai diubah manusia untuk diabdikan pada dirinya. Orang malah sudah merancang akan terbang seperti Gatotkaca, seperti Ikarus. Salah seorang guruku bilang: sebentar lagi, hanya sebentar lagi dan ummat manusia tak perlu lagi membanting tulang memeras keringat dengan hasil sedikit. Mesin akan menggantikan semua dan setiap macam pekerjaan (Toer, 1980: 3-4)

Ilmu Pengetahuan makin banyak melahirkan keajaiban. Dongengan leluhur sampai pada malu tersipu, tak perlu lagi orang bertapa bertahun untuk dapat bicara dengan seseorang di seberang lautan. Orang Jerman telah mema-sang kawat laut dan Inggris sampai India! Dan kawat semacam itu membiak berjuluran ke seluruh permukaan bumi. Seluruh dunia kini dapat mengawasi tingkah-laku seseorang. Dan orang dapat mengawasi tingkah-laku seluruh dunia. (Toer, 1980: 316)

5.2.1.2 Zincografi

5.2.1.2.1 Zincografi Sebagi Faktual

Zincografi Mesin percetakan pada masa dulu. Terobosan besar datang sekitar tahun 1440 oleh Johannes Gutenberg dari kota Mainz, Jerman. Gutenberg menciptakan sebuah metode pengecoran potongan-potongan huruf di atas campuran logam yang terbuat dari timah. Potongan-potongan ini dapat ditekankan ke atas halaman berteks untuk percetakan. Metode penemuan pencetakan oleh Gutenberg secara keseluruhan bergantung kepada beberapa elemennya di atas penggabungan beberapa teknologi dari

Asia Timur seperti kertas, pencetakan dari balok kayu dan mungkin pencetakan yang

160

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dapat dipindahkan, ciptaan Bi Shen, ditambah dengan permintaan yang meningkat dari masyarakat Eropa untuk pengurangan harga buku-buku yang terbuat dari kertas

(http://id.wikipedia.org/wiki/Mesin_cetak).

Gutenberg adalah orang pertama yang membuat cetakan dari campuran timbal, timah, dan antimon yang kritis untuk menghasilkan cetakan tahan lama yang menghasilkan buku cetak bermutu tinggi dan terbukti menjadi lebih cocok untuk percetakan daripada cetakan tanah liat, kayu atau perunggu yang diciptakan di Asia

Timur (http://kisah-penemu.blogspot.com/2010/03/penemu-mesin-cetak.html).

5.2.1.2.2 Zincografi Sebagi Faksi

Minke sangat mengagumi alat percetakan ini karena sudah mampu memperbanyak gambar.

Salah satu ilmu pengetahuan yang tak habis-habis kukagumi adalah percetakan, terutama zincografi. Coba, orang sudah dapat memperbanyak potret berpuluh ribu lembar dalam sehari (Toer, 1980: 2).

5.2.2 Transportasi

5.2.2.1 Transportasi Sebagai Fakta Faktual

Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari http://id.wikipedia.org/wiki/Transportasi).

Kereta api adalah kereta yang terdiri atas rangkaian gerbong (kereta) yang ditarik oleh lokomotif, dijalankan dengan tenaga uap atau listrik, berjalan di atas rel. Sejarah

161

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perkeretaapian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia

Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh

"Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari

Sabtu, 10 Agustus 1867. Kereta listrik pertama beroperasi 1925, menghubungkan

Weltevreden dengan Tandjoengpriok

(http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia).

5.2.2.2 Transportasi Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini, alat transportasi yang digunakan hanya dua yaitu dokar dan kereta api. Mungkin saja alat transportasi pada kurun waktu pada cerita ini terbatas pada dokar dan kereta api.

Dokar

Dokar adalah transportasi tradisional berupa kereta kuda. Dokar adalah kereta beroda dua yg ditarik oleh seekor kuda atau bendi. Pada masa ini, Dokar hanya dimiliki oleh priyayi-priyayi dan orang-orang terpelajar lainnya.

Dokar yang menunggu ternyata bukan kereta polisi – dokar preman biasa. Kami naik dan berangkat ke jurusan Surabaya. (Toer, 1980: 112)

Dokar membawa kami ke Kantor Polisi Surabaya (Toer, 1980: 113)

Kereta Api

Jaringan jalan kereta api, telah membelah-belah pulauku, Jawa. Kepulan asapnya mewarnai langit tanahairku dengan garis hitam, semakin pudar

162

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

untuk hilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tidak berjarak lagi – telah dihilangkan oleh kawat. Kekuatan bukan lagi jadi monopoli gajah dan badak. Mereka telah digantikan oleh benda-benda kecil buatan manusia: torak, skrup dan mur (Toer, 1980: 3).

163

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.3 Hubungan Sosial

5.2.3.1 Hubungan Guru Dengan Murid

5.2.3.1.1 Hubungan Guru dengan Murid Sebagai Fakta Faktual

Dalam dunia pendidikan, hubungan guru dengan murid haruslah ditata seperti hubungan orangtua dengan anaknya. Keduanya harus saling menyayangi secara ikhlas sesuai norma-norma yang berlaku. Guru bertanggung jawab membimbing dan membantu murid mempelajari suatu pelajaran.

5.2.3.1.2 Hubungan Guru dengan Murid Sebagai Fakta Fiksi

Namun hubungan guru dengan murid, walau dikatakan harmonis dalam novel

Bumi Manusia ini, tetap fakta.

Tentu dada ini menjadi gembung. Aku belum pernah ke Eropa. Benar tidaknya ucapan Tuan Direktur aku tak tahu. Hanya karena menyenangkan aku cenderung mempercayainya. Lagi pula semua guruku kelahiran sana, dididik di sana pula. Rasanya tak layak tak mempercayai guru. Orang tuaku telah mempercayakan diriku pada mereka. Oleh masyarakat terpelajar Eropa dan Indo dianggap terbaik dan tertinggi nilainya di seluruh Hindia Belanda. Maka aku harus mempercayainya. (Toer, 1980: 2)

5.2.3.2 Ramah

5.2.3.2.1 Ramah Sebagai Fakta Faktual

Ramah adalah baik hati, menarik budi bahasanya, manis tutur kata dan sikapnya, suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan. Dalam kehidupan sehari-hari ini selalu kita temui.

164

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.3.2.2 Ramah Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini, tokoh Nyai Ontosoroh dan Annelies digambarkan ramah kepada pekerjanya.

Annelies Ramah Kepada Pegawai

Antara Annelies Mellema dengan Pekerjanya. “Annelis mendekati mereka seorang demi seorang, dan mereka memberi tabik, tanpa bicara, hanya dengan isyarat. Itulah untuk pertama kali kuketahui, gadis cantik kekanak-kanakan ini ternyata seorang pengawas yang harus diindahkan oleh para pekerja, lelaki dan perempuan” (Toer, 1980: 23)

Beberapa orang perempuan menahan Annelies dan mengajaknya bicara, minta perhatian dan bantuan. Dan gadis luarbiasa itu seperti seorang ibu melayani mereka dengan ramah. Jangankan kepada manusia, pada kuda pun ia berkasih-sayang selama mereka semua memberinya kehidupan. Ia nampak begitu agung di antara penduduk kampong, rakyatnya. Mungkin lebih agung daripada dara yang pernah kuimpikan selama ini dan kini telah marak ke atas tahta, memerintah Hindia, Suriname, Antillen dan Nederland sendiri. (Toer, 1980: 30-31)

Nyai Ontosoroh Ramah Kepada Minke

Mama mempersilahkan aku duduk di ruang belakang. Ia sendiri duduk di sampingku dan mengajak aku bicara tentang perusahaan dan perdagangan. (Toer, 1980: 33)

Keramahtamahan tokoh di atas dianggap sebagai fakta.

5.2.3.3 Humanisme (Kemanusiaan)

5.2.3.3.1 Humanisme (Kemanusiaan) Sebagai Fakta Faktual

Humanisme adalah aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik; atau paham yang menganggap manusia sebagai objek studi terpenting. Maka humanisme adalah berbagai jalan pikiran

165

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia.

Humanisme juga dipandang sebagai sebuah gagasan positif oleh kebanyakan orang. Humanisme mengingatkan akan gagasan-gagasan seperti kecintaan akan peri kemanusiaan, perdamaian, dan persaudaraan.

5.2.3.3.2 Humanisme (Kemanusiaan) Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia, nuansa-nuansa humanisme tercermin dari kutipan berikut ini:

Kisah Jean Marais Dengan Perang Aceh

Jean Marais. seorang serdadu kompeni yang pernah bertugas di Aceh, yang puntung satu kakinya, mempunyai anak yang bernama May hasil perselingkuhannya dengan seorang wanita Aceh, yang tewas terbunuh oleh saudaranya sendiri karena telah dijamah oleh kafir. “Kejam sekali, Jean” “Ya.” Ia mendehem. Kemudian mengisap rokoknya. “kau suka bicara tentang keindahan, Jean. Di mana keindahan suatu kekejaman8, Jean?” “Tidak sederhana keterangannya, Minke. Gambar ini bersifat pribadi, bukan untuk umum. Keindahannya ada di dalam kenang-kenangan.” ...... “Telah kau lakukan kebiadapan ini?” ia menggeleng “Kau pembunuh wanita muda ini?” ia menggeleng lagi. “Jadi kau lepaskan dia?” ia mengangguk. “Dia akan berterimakasih padamu.” “Tidak, Minke, dia yang minta dibunuh-gadis Aceh kelahiran pantai ini. Dia malu telah terjamah oleh kafir” “Tapi kau bunuh dia”

8 Seorang serdadu Kompeni, nampak dari topi bambu dan pedangnya, sedang menginjakkan kaki pada perut seorang pejuang Aceh. Serdadu itu menyorongkan bayonet pada dada kurbannya. Dan bayonet itu menekan baju hitam kurbannya, dan dari balik baju itu muncul buah dada seorang wanita muda. Mata wanita itu membeliak. Rambutnya jatuh terurai di atas luruhan daun bamboo. Tangan sebelah kiri mencoba meronta untuk bangun. Tangan kakan membawa parang yang tak berdaya. Di atas mereka berdua memayungi rumpun bamboo yang nampak meliuk diterjang angina kencang Di seluruh alam ini seakan hanya mereka berdua saja yang hidup, yang hendak membunuh dan yang hendak dibunuh. (Toer, 1980: 46) 166

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Tidak, Minke, tidak” jawabnya lesu, dan seakan tidak ditujukan padaku, tapi pada masa lalunya sendiri yang telah jauh tak terjangkau lagi. “Di mana perempuan itu sekarang?” tanyaku mendesak. “Mati, Minke,” jawabnya berdukacita. “Jadi kau sudah membunuhnya. Seorang wanita muda tidak berdaya” “Tidak, bukan aku. Adiknya lelaki menyusup ke dalam tangsi, menikamnya dengan rencong dari samping. Dia mati seketika. Rencong itu beracun. Pembunuh itu sendiri terbunuh di bawah pekikan sendiri: mampus kafir, pengikut kafir!” “Mengapa adiknya menikamnya?” Sudah lupa sama sekali aku pada kesulitanku pribadi. (Toer, 1980: 46-47)

Kisah kemanusiaan yang dialami Jean Marais dengan wanita Aceh

Minke Diterima Kembali Bersekolah

Atas dasar kemanusiaan, Minke kembali diterima melanjutkan pendidikannya.

“Pekerjaan pendidikan dan pengajaran tak lain dari usaha kemanusiaan. Kalau seorang murid di luar sekolah telah menjadi pribadi berkemanusiaan seperti Minke, sebagaimana dibuktikan dalam tulisan- tulisannya terakhir, kemanusiaan sebagai faham, sebagai sikap, semestinya kita berterimakasih dan bersyukur, sekali pun saham kita terlalu amat kecil dalam pembentukan itu. Pribadi luarbiasa memang dilahirkan oleh keadaan dan syarat-syarat luarbiasa seperti halnya pada Minke. Maka usulku: hendaknya dia diterima kembali sebagai siswa untuk dapat memberikan) padanya dasar yang lebih kuat bagi perkembangannya di masa-masa mendatang.” (Toer, 1980: 288)

Humanis yang digambarkan pengarang di dalam novel Bumi Manusia ini, hanya bersifat fakta, bukan faktual hal ini disebabkan tokoh-tokoh dalam novel ini adalah rekayasa pengarang saja.

5.2.4 Masalah Sosial

5.2.4.1 Meninggalkan Istri

5.2.4.1.1 Meninggalkan Istri Sebagai Fakta Faktual

167

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Suami meninggalkan istrinya, juga bukan masalah baru. Sudah sering terdengar ada suami meninggalkan istrinya dengan berbagai faktor penyebabnya.

168

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.4.1.2 Meninggalkan Istri Sebagai Fakta Fiksi

Herman Mellema Meninggalkan Istrinya di Nederland.

Ann, Insiyur Mellema mengatakan begini: “Tuan telah tinggalkan Mevrouw Amelia Mellema-Hammers satu tuduhan telah berbuat serong. Aku, anaknya, ikut merasa terhina. Tuan tak pernah mengajukan soal ini ke depan Pengadilan. Tuan tidak memberi kesempatan pada ibuku untuk membela diri dan kebenarannya. Entah pada siapa lagi tuduhan kotor terhadap ibuku telah Tuan sampaikan atau ceritakan. Kebetulan sekarang ini aku sedang berdinas di Surabaya, Tuan Mellema. Kebetulan pula pada suatu kali terbaca olehku dalam koranlelang sebuah iklan penawaran barang-barang susu dan dari susu bikinan Boerderij Buitenzorg dan nama Tuan terpampang di bawahnya. Telah aku sewa seorang tenaga penyelidik untuk mengetahui siapa Tuan. Betul H. Mellema-Hammers bisa kawin lagi dan hidup berbahagia. Tetapi Tuan telah menggantung perkaranya”. (Toer, 1980: 90)

5.2.4.2 Menuntut Harta

5.2.4.2.1 Menuntut Harta Sebagai Fakta Faktual

Masalah menuntut harta, juga bukan masalah baru dalam kehidupan manusia.

Sudah sejak lama, masalah harta jadi permasalahan. Faktor penyebab terjadinya kekisruhan bervariasi. Bisa karena perceraian, sehingga harta yang diperoleh bersama selama ini antara suami istri, harus dibagi.

5.2.4.2.2 Menuntut Harta Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini, Maurits Mellema anak Herman Mellema dari

Istrinya Amelia Mellema-Hammers, menuntut terhadap harta Herman Mellema.

Berdasarkan permohonan dari Ir. Maurits Mellema dan ibunya, Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, anak dan janda mendiang Tuan Herman Mellema, melalui advokatnya Tuan Mr. Hans Graeg, berkedudukan di Amsterdam, Pengadilan Amsterdam, berdasarkan surat-surat resmi dari Surabaya yang tidak dapat diragukan kebenarannya, memutuskan menguasai seluruh harta-benda mendiang Tuan Herman Mellema untuk kemudian karena dalam perkawinan antara Tuan Herman Mellema dengan

169

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Mevrouw Amelia Mellema-Hammers tidak diadakan syarat-syarat menjadi dua bagian; separoh untuk Mevrouw janda Amelia Mellema- Hammers yang jadi haknya sebagai istri yang syah, dan separohnya lagi dibagi antara anak-anak syah/diakui sebagai warisan. Tuan Ir. Maurits Mellema sebagai anak syah mendapat bagian 4/6 x 1/2 harta peninggalan; Annelies dan Robert Mellema sebagai anak yang diakui masing-masing mendapat 1/6 x 1/2 harta peninggalan. Berhubung Robert Mellema dinyatakan belum ditemukan baik untuk sementara atau pun untuk selama- lamanya, warisan yang jadi haknya akan dikelola oleh Ir. Maurits Mellema. (Toer, 1980: 321-322)

Tuntut menuntut harta ini, hanya sebagai fakta, bukan faktual, walau secara faktual ada kasus tuntut menuntut harta.

5.2.4.3 Tidak Diakui Sebagai Anak

5.2.4.3.1 Tidak Diakui Sebagai Anak Sebagai Fakta Faktual

Ada orang tua yang tidak mengakui anak kandungnya, sudah sering terjadi.

Faktornya penyebabnya bermacam-macam, bisa saja si anak tidak mau menuruti kemauan orang tuanya, bisa saja ada pria yang tidak mengakui anak yang dilahirkan istrinya.

5.2.4.3.2 Tidak Diakui Sebagai Anak Sebagai Fakta Fiksi

Tragedi yang dialami oleh anak-anak hasil perkawinan campuran antara pribumi dan Belanda adalah tidak diakuinya anak-anak hasil perkawinan ini menurut hukum

Belanda. Pengalaman Nyai Ontosoroh untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap anak-anak yang dilahirkannya mengalami nasib tagis. Nyai Ontosoroh pernah datang ke

Pengadilan mengurusnya, namun pengadilan menolak. Robert dan Annelies Mellema tidak diakui sebagai anak Herman Mellema. Robert dan Annelies Mellema tetap dianggap anak tidak syah, hanya diakui sebagai anak Herman Mellema dan punya hak

170

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menggunakan namanya. Melalui pengadilan ini hukum justru tidak mengakui Robert dan

Annelies Mellema.

Demikian juga dengan pihak gereja, Pendeta menolak pembaptisan Robert dan

Annelies Mellema.

Kemudian, Ann, kemudian kebahagiaan itu terguncang dahsyat, menggeletarkan sendi-sendi kehidupanku. Pada suatu hari aku dan Tuan datang ke Pengadilan untuk mengakui9 Robert dan kau sebagai anak Tuan Mellema. Pada mulanya aku menduga, dengan pengakuan itu anak-anakku akan mendapatkan pengakuan hukum sebagai anak syah. Ternyata tidak, Ann. Abangmu dan kau tetap dianggap anak tidak syah, hanya diakui sebagai anak Tuan Mellema dan punya hak menggunakan namanya. Dengan campurtangan Pengadilan hukum justru tidak mengakui abangmu dan kau sebagai anakku, bukan anak-anakku lagi, walau Mama ini yang melahirkan. Sejak pengakuan itu kalian, menurut hukum, hanya anak dari Tuan Mellema. Menurut hukum, Ann, hukum Belanda di sini, jangan kau keliru. Kau tetap anakku. Pada waktu itu baru aku tahu betapa jahatnya hukum. Kalian mendapat seorang ayah, tapi kehilangan ibu. Kelanjutannya, Ann, Tuan menghendaki kalian berdua dibaptis. Aku tidak ikut mengantarkan kalian ke gereja. Kalian pulang lebih cepat. Pendeta menolak pembaptisan kalian. Papamu menjadi murung. “Anak-anak ini berhak mempunyai ayah” kata Tuan “Mengapa mereka tidak berhak mendapatkan karunia pengampunan dari Kristus?” (Toer, 1980: 85-86)

5.2.4.4 Rasialisme

5.2.4.4.1 Rasialisme Sebagai Fakta Faktual

Rasialisme sebagai faktual memang ada. Rasialisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras menusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya http://id.wikipedia.org/wiki/Rasisme).

9 Mengakui (Belanda: erkennen) sehingga anak-anak itu menjadi “erkend natuurlijk kind” anak sedarah. 171

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia rasialisme diartikan sebagai paham atau golongan yang menerapkan penggolongan atau pembedaan ciri-ciri fisik (seperti warna kulit ) dalam masyarakat. Rasisme juga bisa diartikan sebagai paham diskriminasi suku, agama, ras, golongan ataupun ciri-ciri fisik umum untuk tujuan tertentu. Rasialisme adalah prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan yang berat sebelah terhadap bangsa (suku) yang berbeda-beda.

Beberapa penulis menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing

(xenofobia), penolakan terhadap hubungan antarras (miscegenation), dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Rasisme)

Rasialisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida. Politisi sering menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara (http://id.wikipedia.org/wiki/Rasisme).

Diskriminasi rasial merupakan politik diskriminasi yang sudah berlangsung sejak lama di Indonesia, bahkan jauh lebih tua dari umur Republik Indonesia. Politik diskriminasi rasial berakar dan mulai diterapkan sejak zaman penjajahan Belanda dengan kebijakan segregasi rasialnya, melalui pembedaan hukum keperdataan ‘Indische

Staatsregeling’nya sejak tahun 1849, kemudian sangat mempengaruhi praktik-praktik dan politik diskriminasi rasial hingga saat ini (Laporan Alternatif)

5.2.4.4.2 Rasialisme Sebagai Fakta Fiksi

Rasialisme dalam kutipan di atas tidak faktual, hasil rekayasa pengarang, sebab semua tokoh-tokoh di atas adalah fiktif. Rasialisme dalam novel Bumi Manusia adalah.

172

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Herman Mallema ayah Annelies suami dari Nyai Ontosoroh, berpikir rasialis

“Siapa kasih kowe ijin datang kemari, monyet!” dengusnya dalam Melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya. (Toer, 1980: 37)

“Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda, lantas jadi Eropa? Tetap monyet!” (Toer, 1980: 37)

Robert Mellema Menghina Minke

“Cuma Suurhof bilang: Hati-hati pada Pribumi dekil yang bernama Minke itu, buaya darat dari klas kambing” (Toer, 1980: 101)

Pandangan Belanda Terhadap Pribumi

“Minke, kalau kau bersikap begitu terus, artinya mengambil sikap Eropa, tidak kebudak-budakan seperti orang Jawa seumumnya, mungkin kelak kau bisa jadi orang penting. Kau bisa jadi pemuka, perintis, contoh bangsamu. Mestinya kau sebagai terpelajar, sudah tahu, bangsamu sudah begitu rendah dan hina. Orang Eropa tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya. Pribumi sendiri yang harus memulai sendiri” (Toer, 1980: 143)

Robert Suurhof Yang Rasis

“Dia, Juffrouw,” Suurhof meneruskan, “Indo pun bukan. Dia lebih rendah lagi daripada Indo yang tidak diakui ayahnya. Dia seorang Inlander, seorang Pribumi yang menyelundup di sela-sela peradaban Eropa.” (Toer, 1980: 208)

5.2.4.5 Perlawanan Terhadap Rasisme

5.2.4.5.1 Perlawanan Terhadap Rasisme Sebagai Fakta Faktual

Rasisme di mana-mana dilawan, karena rasisme menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida.

5.2.4.5.2 Perlawanan Terhadap Rasisme Sebagai Fakta Fiksi

173

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perlawanan rasisme di dalam novel Bumi Manusia karena semua tokoh dalam novel Bumi Manusia ini adalah hasil rekayasa pengarang, maka menjadi fakta fiksi.

Perlawanan Nyai Ontorosoroh terhadap pemberitaan pers kolonial.

“Tak bisa mereka melihat Pribumi tidak penyek terinjak-injak kakinya. Bagi mereka Pribumi mesti salah, orang Eropa harus bersih; jadi Pribumi pun sudah salah. Dilahirkan sebagai Pribumi lebih salah lagi. Kita menghadapi keadaan yang lebih sulit, Minke, anakku!” (Itulah untuk pertama kali ia memanggil anak’ ku, dan aku berkaca-kaca terharu mendengarnya). Apa akan lari dari kami, Nak?” (Toer, 1980: 272-273)

Annelies, anakku, Tuan, hanya seorang Indo, maka tidak boleh melakukan apa yang dilakukan bapaknya? Aku yang melahirkannya, membesarkan dan mendidik, tanpa bantuan satu senpun dari Tuan-Tuan yang terhormat. Atau bukan aku yang telah bertanggungjawab atasnya selama ini? Tuan- Tuan sama sekali tidak pernah bersusah-payah untuknya. Mengapa usil? (Toer, 1980: 282)

Siapa yang menjadikan aku gundik? Siapa yang membikin mereka jadi Nyai-Nyai? Tuan-tuan bangsa Eropa, yang diperban. Mengapa di forum resmi kami ditertawakan? dihinakan? Apa Tuan-Tuan menghendaki anakku juga jadi gundik? (Toer, 1980: 283)

Komer Melawan Rasis

“Tulisnya, perbuatan jaksa dan hakim itu menghina semua golongan Indo Eropa yang berasal dari pergundikan dan per-Nyaian. Anak-anak mereka, kalau diakui ayahnya, menjadi bukan Pribumi. Tidak diakui, menjadi Pribumi. Artinya: Pribumi sama dengan anak gundik yang tidak diakui sang ayah. Ia juga mengecam pengungkapan perkara pribadi. Kommers menilai jaksa dan hakim itu tidak berbudi Eropa, lebih buruk dari pengadilan Pribumi yang dilakukan Wiroguna atas diri Pronocitro — barang dua ratus lima puluh tahunan yang lalu. Minke, siapa mereka. Aku tak tahu.” (Toer, 1980: 284-285)

Magda Peters Melawan Rasis

Magda Peters tidak setuju dengan kolonial. Menurut Magda Peters, kolonial memang begitu di mana saja, Asia, Afrika, Amerika, Australia. Semua yang tidak Eropa,

174

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

lebih-lebih tidak kolonial, diinjak, ditertawakan, dihina, hanya untuk berpamer tentang keunggulan Eropa dan keperkasaan kolonial. Magda Peters mengatakan:

“Memang begitu kehidupan kolonial di mana saja: Asia, Afrika, Amerika, Australia. Semua yang tidak Eropa, lebih-lebih tidak kolonial, diinjak, ditertawakan, dihina, hanya untuk berpamer tentang keunggulan Eropa dan keperkasaan kolonial, dalam segala hal - juga kejahilannya. Kau sendiri jangan lupa, Minke, mereka yang merintis ke Hindia ini — mereka hanya petualang dan orang tidak laku di Eropa sana. Di sini mereka berlagak lebih Eropa. Sampah itu.” (Toer, 1980:274)

175

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.4.6 Gila Jabatan

5.2.4.6.1 Gila Jabatan Sebagai Fakta Faktual

Gila artinya sakit ingatan (kurang beres ingatannya); sakit jiwa (sarafnya terganggu; tidak normal pikirannya), tidak biasa; tidak sebagaimana mestinya; berbuat yang bukan-bukan (tidak masuk akal); terlalu; kurang ajar (dipakai sbg kata seru, kata afektit); terlanda perasaan sangat suka (gemar, asyik, cinta, sayang, kasih), dan tidak masuk akal. Jabatan pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi, fungsi; dinas; jawatan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa). Maka gila jabatan adalah orang yang kerjanya mengejar-ngejar jabatan.

Dalam dunia nyata, gila jabatan ini faktual. Banyak cara dilakukan orang untuk mendapatkan jabatan. Mulai dari membayar sejumlah uang, mengumpankan wanita cantik, sampai berdukun.

5.2.4.6.2 Gila Jabatan Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini, tokoh yang gila jabatan adalah Paiman. Paiman rajin bekerja, tetapi lebih sepuluh tahun jabatan dan pangkatnya tidak naik. Memang gaji dan persen tahunan selalu naik. Jadi agar jabatannya naik ditempuhnya segala jalan termasuk bantuan tenaga dukun, jampi, mantra, bertirakat memutih, berpuasa senin- kamis. Jabatannya yang dia impikan jabatan jurubayar: kassier.

Kepercayaannya pada kemurahan dan perlindungan tuan-tuan kulit putih tidak terpatahkan. Orang muak melihat usahanya menarik tuan-tuan Belanda itu agar sudi datang ke rumah Seorang-dua memang datang juga dan disuguhinya dengan segala apa yang bisa menyenangkan mereka. Tetapi jabatan itu tidak juga tiba. Malah melalui dukun

176

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dan tirakat ia berusaha menggendam Tuan Administratur, agar sudi datang ke rumah.

Juga tidak berhasil. Tuan Administratur tidak pernah mempedulikannya.

Gila jabatan seperti ini, dianggap fakta, karena cerita novel Bumi Manusia ini, bukan faktual.

Ia bekerja rajin dan semakin rajin. Lebih sepuluh tahun. Jabatan dan pangkatnya tak juga naik. Memang gaji dan persen tahunan selalu naik. Jadi ditempuhnya segala jalan: dukun, jampi, mantra, bertirakat memutih, berpuasa senin-kamis. Tak juga berhasil. (Toer, 1980: 71-72)

Tapi jabatan itu tak juga tiba. Malah melalui dukun dan tirakat ia berusaha menggendam Tuan Administratuur, Tuan Besar Kuasa, agar sudi datang ke rumah. Juga tak berhasil, Sebaliknya ia sendiri sering berkunjung ke rumahnya. Bukan untuk menemui pembesarnya karena sesuatu urusan. Untuk membantu bekerja di belakang! Tuan Administratuur tak pernah mempedulikannya. (Toer, 1980: 72)

Perilaku Paiman, agar jabatannya naik ditempuhnya segala jalan termasuk bantuan tenaga dukun, jampi, mantra, bertirakat memutih, berpuasa senin-kamis, malah melalui dukun dan tirakat dan berusaha menggendam Tuan Administratur, Tuan Besar

Kuasa, agar sudi datang ke rumah, dianggap fakta.

5.2.4.7 Adopsi Anak

5.2.4.7.1 Adopsi Anak Sebagai Fakta Faktual

Adopsi berasal dari kata adoptie dalam Bahasa Belanda, atau adopt (adoption) dalam Bahasa Inggris yang berarti mengangkat anak /pengangkatan anak sebagai anak kandung. Istilah tersebut dalam kenyataannya secara utuh dialihkan ke dalam Bahasa

Indonesia menjadi adopsi yang sama artinya dengan mengangkat anak/pengangkatan anak. Jadi, penekanannya pada persamaan status anak angkat dari hasil pengangkatan anak sebagai anak kandung (Kartiningrum, 2008:33).

177

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Adopsi anak dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia. Adopsi anak adalah pengangkatan anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya.

5.2.4.7.2 Adopsi Anak Sebagai Fakta Fiksi

Keluarga Pendeta Dapperste mengadopsi anak, dan anak adopsi itu diberi nama

Jan Depperste

Keluarga Pendeta Dapperste tak punya anak. Ia dipungut mereka sejak kecil, dibaptiskan dan ditambahkan nama keluaga mereka Dapperste, pada namanya. Sejak itu ia bernama Jan Sanperste Nama sebelum itu ia tak tahu. Tuan Pendeta telah berusaha mengambilnya sebagai anak adopsi melalui Pengadilan. Usahanya tak pernah berhasil, karena hukum perdata Belanda tidak mengenal adopsi. Maka namanya tinggal hanya nama yang diakui hanya oleh masyarakat, tidak oleh Hukum (Toer, 1980: 300)

5.2.4.8 Belanda Merampas

5.2.4.8.1 Belanda Merampas Sebagai Fakta Faktual

Masalah Belanda merampas pada masa kolonial Belanda, sudah sering terjadi.

Tahun 1596, Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di

Kesultanan Banten (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Banjarmasin).

Pada tanggal 21 November, Di pulau Brayan, Belanda merampas harta benda penduduk, dan pada hari berikutnya Belanda membuat persoalan lagi dengan menembaki pos-pos pasukan Laskar di Stasiun Mabar, juga Padang Bulan ditembaki. Pihak Laskar membalas. Kolonel Schalten ditembak ketika meliwati di depan pos Lasykar. Belanda

178

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

membalas dengan serangan besar-besaran di pelosok kota

(http://verdy.blog.com/2009/07/31/pertempuran-medan-area).

Pada 13 Oktober 1822 Gubernur Belanda merampas cogan dari Engku Putri Raja

Hamidah di Penyengat. Sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta

(http://www.museumindonesia.com/museum/26/2/Museum_Sultan_Sulaiman_Badrul_Alamsyah

).

Pada kepemimpinan HB V (1822) yang masih berusia 3 tahun, karena masih kecil maka kepimpinannya dilakukan dengan perwalian dan pemerintahan sehari-hari dipegang

Patih Danurejo dan Residen Belanda, dan Diponegoro menjadi salah satu anggota wali.

Cara perwalian dimana ada wali dari pemerintah kolonial Belanda inilah yang tidak disetujui Diponegoro karena menjadikan ketergantungan kerajaan pada kekuasaan asing.

Termasuk juga kultur Barat telah merasuki kerajaan, misalnya meluasnya peredaran minuman keras, baik di kalangan bangsawan maupun rakyat kebanyakan. Sehingga dalam menghadapi Belanda posisi Sultan sangat lemah dengan kesan diperintah penjajah, begitu mencolok. Selain itu Belanda merampas tanah-tanah milik rakyat serta bangsawan yang tidak disukai untuk dijadikan perkebunan pengusaha Belanda

(http://forum.um.ac.id/index.php?topic=1472.0).

Belanda merampas adalah fakta faktual.

5.2.4.8.2 Belanda Merampas Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia, juga ada digambarkan Belanda Merampas. Menurut

Ibu Minke Belanda sangat berkuasa, namun tidak merampas istri orang seperti raja-raja

Jawa. Namun faktanya menurut Minke adalah sebaliknya Belanda justru merampas menantu, istri Minke, juga merampas anak dari ibunya, istri dari suaminya, dan juga

179

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

hendak merampas jerih-payah, dan harta Nyai Ontosoroh yang selama lebih dari dua puluh tahun, tanpa mengenal hari libur, dia bangun. Perampasan dilakukan hanya didasarkan pada surat-surat jurutulis-jurutulis ahli.

Dalam mendengarkan itu terngiang kata-kata Bunda: Belanda sangat, sangat berkuasa, namun tidak merampas istri orang seperti raja-raja Jawa. Apa sekarang, Bunda? Tidak lain dari menantumu, istriku, kini terancam akan mereka rampas, merampas anak dari ibunya, istri dari suaminya, dan hendak merampas juga jerih-payah Mama selama lebih dari dua puluh tahun tanpa mengenal hari libur. Semua hanya didasarkan pada surat-surat indah jurutulis-jurutulis ahli, dengan tinta hitam takluntur yang menembus sampai setengah tebal kertas (Toer, 1980:322)

“Lebih dua puluh tahun aku membanting tulang, mengembangkan, mempertahankan, dan menghidupi perusahaan ini, baik dengan atau tanpa mendiang Tuan Mellema. Perusahan ini telah ku urus lebih baik dari pada anak-anak ku sendiri. Sekarang semua akan dirampas dari padaku. Sikap, penyakit dan ketidak kemampuan Tuan Mellema telah menyebabkan kehilangan anak pertamaku. Sekarang Mellema lain akan merampas bungsuku pula. Dengan menggunakan hukum Eropa orang menghendaki aku tertendang dari segala yang menjadi hak ku dan jadi kekasihku” (Toer, 1980:335)

Dengan kenyataan seperti ini, timbullah pertanyaan dalam hati Minke, perampasan terhadap istrinya dari gengamannya sesuai dengan keputusan pengadilan, apakan bukan perbudakan terkutuk itu akan dihidupkan kembali? Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?

“Dengan akan diadakan perampasan terhadap istriku dari padaku sesuai dengan keputusan pengadilan, bertanyalah aku kepada nurani Eropa: Adakah perbudakan terkutuk itu akan dihidupkan kembali? Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?” (Toer, 1980:336)

Masalah perampasan yang dilakukan oleh Belanda (Pengadilan Amsterdam, Ir.

Maurits Mellema) adalah fakta, karena tokoh cerita adalah hasil rekayasa pengarang.

180

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.4.9 Perdukunan

5.2.4.9.1 Perdukunan Sebagai Fakta Faktual

Dukun adalah orang yang mengobati, menolong orang sakit, memberi jampi- jampi seperti mantra, guna-guna, dan lain sebagainya yang terdapat di Asia tenggara seperti di Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura

(http://id.wikipedia.org/wiki/Dukun).

Dukun sangat kental dengan budaya tradisi sebagai penolong orang sakit atau sebagai media perantara dunia nyata dengan dunia gaib. Perdukunan sangat erat dengan kepercayaan.

Sejak kapan orang mulai mengenal dukun atau perdukunan? Tiada tahun yang pasti, dukun sudah mempunyai peran di hati masyarakat. Bagi mereka dukun adalah tempat untuk menyelesaikan masalah. Tempat untuk meminta saran dan pendapat.

Tempat untuk menunjang keberhasilan dan kesuksesan yang mereka inginkan. Hingga kini praktik perdukunan ini, masih dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.

5.2.4.9.2 Perdukunan Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia masalah perdukunan ini juga ada diungkapkan.

Abang Sanikem atau Nyai Ontosoroh yang bernama Paiman, yang rajin bekerja, tetapi lebih sepuluh tahun jabatan dan pangkatnya tidak naik, walau gaji dan persen tahunan selalu naik. Agar jabatannya naik ditempuhnya segala jalan termasuk bantuan tenaga perdukunan. Melalui jampi, mantra, bertirakat mutih, berpuasa senin-kamis, dia berusaha untuk mendapatkan jabatan yang dia impikan. Adapun jabatannya yang dia impikan adalah jabatan jurubayar atau kassier.

181

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kepercayaannya pada kemurahan dan perlindungan tuan-tuan kulit putih tidak terpatahkan. Orang muak melihat usahanya menarik tuan-tuan Belanda itu agar sudi datang ke rumah Seorang dua orang memang datang juga dan disuguhinya dengan segala apa yang bisa menyenangkan mereka. Akan tetapi jabatan itu tidak juga didapat. Malah melalui dukun dan tirakat ia berusaha „menggendam“ Tuan Administratur, Tuan Besar

Kuasa, agar sudi datang ke rumah. Juga tidak berhasil. Tuan Administratur tidak pernah mempedulikannya.

Ia bekerja rajin dan semakin rajin. Lebih sepuluh tahun. Jabatan dan pangkatnya tak juga naik. Memang gaji dan persen tahunan selalu naik. Jadi ditempuhnya segala jalan: dukun, jampi, mantra, bertirakat memutih, berpuasa senin-kamis. Tak juga berhasil. (Toer, 1980: 71-72)

Malah melalui dukun dan tirakat ia berusaha menggendam Tuan Administratuur, Tuan Besar Kuasa, agar sudi datang ke rumah. Juga tak berhasil. Sebaliknya ia sendiri sering berkunjung ke rumahnya. Bukan untuk menemui pembesarnya karena sesuatu urusan. Untuk membantu bekerja di belakang! Tuan Administratuur tak pernah mempedulikannya. (Toer, 1980: 72)

5.2.4.10 Anti Pribumi

5.2.4.10.1 Anti Pribumi Sebagai Fakta Faktual

Anti Pribumi adalah salah satu bentuk dari rasisme. Anti pribumi berbeda dengan pribumi anti orang asing. Anti pribumi adalah orang asing yang anti dengan pribumi.

Orang asing sebagai orang pendatang yang anti pati dengan penduduk lokal yang disebut pribumi.

5.2.4.10.2 Anti Pribumi Sebagai Fakta Fiksi

Robert Mellema, walaupun berdarah Indo karena ber-ibu Nyai Ontosoroh yang pribumi, sangat anti dengan pribumi

182

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Terimakasih Mas.” Jawabnya senang. “Kau tak perlu perhatikan Robert. Dia benci pada semua dan segala yang serba Pribumi kecuali keenakan yang bisa didapat daripadanya. Rasanya dia bukan anak sulung Mama, bukan abangku, seperti orang asing yang tersasar kemari” (Toer, 1980: 58)

“Dia pembenci Pribumi, kecuali keenakannya, kata Mama. Bagi dia tak ada yang lebih agung daripada jadi orang Eropa dan semua Pribumi harus tunduk padanya. Mama menolak tunduk. Dia mau menguasai seluruh perusahaan. Semua orang harus bekerja untuknya, termasuk Mama dan aku” (Toer, 1980: 58)

Heman Mellema juga demikian anti pribumi.

“Siapa kasih kowe ijin datang kemari, monyet!” dengusnya dalam Melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya. (Toer, 1980: 37)

“Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda, lantas jadi Eropa? Tetap monyet!” (Toer, 1980: 37)

183

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.4.11 Bentrokan

5.2.4.11.1 Bentrokan Sebagai Fakta Faktual

Bentrok artinya bercekcok, berselisih, berlawanan, bertentangan, berlanggaran; bertumbukan. bentrokan tubrukan; perselisihan, percekcokan, bertubrukan; berlanggaran.

Masalah bentrokan adalah masalah hal biasa, dimana-mana bisa terjadi.

Penyebabnya pun bermacam-macam.

5.2.4.11.2 Bentrokan Sebagai Fakta Fiksi

Bentrokan yang diceritakan dalam novel Bumi Manusia ini, berasal dari

Keputusan Pengadilan Surabaya yang akhirnya menerbitkan amarah banyak orang dan golongan. Serombongan orang Madura, bersenjata parang dan sabit besar, clurit, mengepung rumah Nyai Ontosoroh dan menyerang orang Eropa. Madura, berpakaian serba hitam, berjalan mondar-mandir dengan baju terbuka, menampakkan dadanya, seakan sengaja disediakan untuk melawan dan menerima risiko.

Mereka tidak henti-hentinya mengutuk dan menyumpahi keputusan Pengadilan

Putih sebagai perbuatan kafir, durhaka, terkutuk dunia dan akhirat. Dari pagi benar sampai jam sebelas siang mereka menguasai pelataran sekitar rumah kami.

Dua regu Veldpolitie datang dalam iring-iringan kereta berkuda Gubermen. Dari kejauhan telah terdengar lonceng kuningan yang mereka bunyikan terus-menerus dari semua keretanya. Tanpa menghiraukan orang-orang Madura kereta-kereta itu langsung memasuki pelataran.

184

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Beberapa orang Madura menyerampangkan arit-besarnya pada kaki-kaki kuda.

Dua buah kereta lepas dari kekangan, memasuki taman, tercebur ke dalam kolam angsa.

Dari kereta-kereta yang berhasil dapat dihentikan orang berseragam dan berkerabin melompat turun, menghalau orang-orang Madura, yang dihalau tidak sudi meninggalkan pelataran. Pertempuran terjadi.

Keputusan Pengadilan Surabaya menerbitkan amarah banyak orang dan golongan. Serombongan orang Madura, bersenjata parang dan sabit besar, clurit, telah mengepung rumah kami, menyerang orang Eropa dan hamba negeri yang berusaha memaki pelataran kami...... Seorang Madura, berpakaian serba hitam, berjalan mondar-mandir dengan baju terbuka, menampakkan dadanya, seakan sengaja disediakan untuk melawan dan menerima risiko. Ujung ikat kepalanya menjulur panjang jatuh di atas bahu. Dari jendela kamar Annelies terdengar mereka tak henti-hentinya mengutuk dan menyumpahi keputusan Pengadilan Putih sebagai perbuatan kafir, durhaka, terkutuk dunia dan akhirat. Dari pagi benar sampai jam sebelas siang mereka menguasai pelataran sekitar rumah kami. Seluruh pekerjaan perusahaan berhenti. Para pekerja bubar ketakutan dan pulang ke kampung masing-masing. Dua regu Veldpolitie10 datang dalam iring-iringan kereta berkuda Gubermen. Dari kejauhan telah terdengar lonceng kuningan yang mereka bunyikan terus-menerus dari semua keretanya. Tanpa menghiraukan orang-orang Madura kereta-kereta itu langsung memasuki pelataran. Dari kamar kami dapat kulihat beberapa orang Madura menyerampangkan arit- besarnya pada kaki-kaki kuda. Dua buah kereta lepas dari kekangan, memasuki taman, tercebur ke dalam kolam angsa. Dari kereta-kereta yang berhasil dapat dihentikan orang berseragam dan berkerabin melompat turun, menghalau orang-orang Madura. Yang dihalau tak sudi meninggalkan pelataran. Pertempuran terjadi (Toer, 1980: 338-339)

Bentrokan yang terjadi hanyalah fakta saja, tidak dapat dijadikan faktual karena hasil rekayasa pengarang.

10 Veldpolitie (Belanda) Polisi Lapangan. 185

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.4.12 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar

5.2.4.12.1 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar Sebagai Fakta Faktual

Borjuis adalah sebuah klas sosial yang dari para pemilik modal. Mereka adalah bagian dari klas menengah atau klas pedagang, dan mendapatkan kekuatan ekonomi dan sosial dari pekerjaan, pendidikan, dan kekayaan (http://id.wikipedia.org/wiki/Borjuis).

Proletariat adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan klas sosial rendah; anggota klas tersebut disebut proletarian. Awalnya istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan orang tanpa kekayaan; (istilah ini biasanya digunakan untuk menghina).

Di era Roma Kuno penamaan ini memang sudah ada dan bukan hanya orang tanpa kekayaan saja, melainkan juga klas terbawah masyarakat tersebut

(http://id.wikipedia.org/wiki/Proletariat).

Menurut Marx hanya ada dua kelompok yang berkonflik yang disebutnya dengan klas, yaitu klas orang kaya (Borjuis) dan klas orang miskin (proletar). Kedua klas ini dibedakan oleh kepemilikan alat-alat produksi (the ownership of means of production).

Klas borjuis terdiri dari orang-orang yang memiliki alat produksi, sedangkan klas proletar adalah orang-orang yang tidak memiliki alat-alat produksi11.

Maka dimana-mana kaum borjuis jarang membela kaum proletar.

5.2.4.12.2 Pembelaan Kaum Borjuis Terhadap Kaum Proletar Sebagai Fakta Fiksi

11 Yang dimaksud alat-alat produksi adalah setiap alat yang dapat menghasilkan komoditas (barang kebutuhan masyarakat). Jadi alat produksi dapat membuat kaya pemilik alat-alat produksi, yang memang sudah kaya. 186

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam novel Bumi Manusia ini, justru sebaliknya, klas borjuis diwakli oleh

Keluarga Nyai Ontosoroh, sedangkan kaum proletar yang diwakili para pegawainya.

Dalam novel ini digambarkan Nyai Ontosoroh sangat menghargai para pekerjanya.

“Annelias mendekati mereka seorang demi seorang dan mereka memberikan tabik, tanpa bicara, hanya dengan isyarat….” (Toer, 1980:23)

“Beberapa orang perempuan menahan Annelies dan mengajaknya bicara, minta perhatian dan bantuan. Dan gadis luar biasa ini seperti seorang ibu melayani mereka dengan ramah……………“ (Toer, 1980:30)

Teks ini menunjukkan kedekatan kaum borjuis (Annelies) dengan kaum proletar

(para pekerjanya).

Majikan memberi kebebasan pada pekerjanya untuk berlibur

“Mereka boleh berlibur kalau suka. Mama dan aku tak pernah berlibur. Mereka pekerja harian” (Toer, 1980:24)

Kedekatan antara Nyai Ontosoroh dan Darsam Sebagai Pegawai Pribadinya

“Tidak. Sudah begitu banyak kesulitan Nyai karena anak dan tuannya. Darsam harus urus sendiri pekerjaan ini. Tuan muda sabar saja” (Toer, 1980:150).

“…………Dia perintahkan membunuh tuan muda? Dan aku bilang padanya: majikanku Nyai dan noni; orang yang mereka sukai aku sukai; kalau sinyo menghendaki terbunuhnya tuan muda, sebaiknya sinyo sendiri yang kutebang; kau bukan majikanku; awas, aku cabut parang, dan dia lari…” (Toer, 1980:259-260)

Klas borjuis yang digambarkan oleh Pramoedya di dalam novel Bumi Manusia ini, adalah klas borjuis kekecualiaan, dan ini dianggap sebagai fakta.

5.2.4.13 Perang

5.2.4.13.1 Perang Aceh dan Perang Kolonial Sebagai Fakta Faktual

187

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perang adalah permusuhan antara dua negara atau bangsa atau agama atau suku atau atau dan sebagainya. Atau pertempuran bersenjata antara dua pasukan atau lebih

(tentara, laskar, pemberontak, dan sebagainya, atau perkelahian; konflik: atau cara mengungkapkan permusuhan:

Ada satu ungkapan yang mengatakan sebagai berikut “Peperangan hanya menjanjikan kemenangan setelah kemusnahan dan kematian”. Ini artinya peperangan menjanjikan kemenangan setelah kehancuran dan kematian para pelakunya. Dalam ungkapan lain “menang jadi arang kalah jadi abu”.

Ternyata ungkapan di atas, sama sekali tidak diresapi oleh pelaku peperangan.

Peperangan terus saja terjadi walau sama-sama hancur.

Tidak pernah ada perang untuk perang. Banyak bangsa berperang bukan hendak keluar sebagai pemenang. Mereka turun ke medan perang dan berguguran seperti perang

Aceh, karena ada sesuatu yang dibela, sesuatu yang lebih berharga daripada hanya mati.

Maka peperangan dengan Belanda demi motif dagang atau ekonomi, namun peperangan di Aceh motif membela harga diri.

5.2.4.13.1.1 Perang Aceh

Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada

1873 hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tetapi perlawanan rakyat Aceh terus berlanjut,melalui perang gerilya.

5.2.4.13.1.2 Perang Kolonial

Perang kolonial adalah perang yang bertujuan menaklukkan bangsa lain untuk dijajah. Di wilayah Indonesia, perang kolonial adalah peperangan antara pribumi dan

188

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

penjajah (Belanda) (1800–1942). Sebelumnya di Nusantara (Indonesia) perang kolonial ini terjadi antara penduduk pribumi dan Portugis (1511-1526) di Kepulauan Maluku antara pribumi dengan Spanyol (1521-1560) di Manado antara pribumi dengan. VOC

(Belanda) (1602-1800).

5.2.4.13.2 Perang Aceh dan Perang Kolonial Sebagai Fakta Fiksi

5.2.4.13.2.1 Perang Aceh

Dalam novel Bumi Manusia ini, perang Aceh ada adalah fakta fiksi.

Pengalaman di Aceh membikin ia mengakui prasangkanya tentang kemampuan perang Pribumi ternyata keliru. Kemampuan mereka tinggi, hanya peralatannya rendah; kemampuan berorganisasi juga tinggi. Sebaliknya ia juga mengakui kehebatan Belanda dalam memilih tenaga perang. Prasangkaku, sekali waktu ia bercerita, bahwa parang dan tombak dan ranjau Aceh, takkan mampu menghadapi senapan dan meriam, juga keliru. Orang Aceh punya cara berperang khusus. Dengan alamnya, dengan kemampuannya, dengan kepercayaannya, telah banyak kekuatan Kompeni dihancurkan. Aku heran melihat kenyataan ini, tambahnya lagi. Mereka membela apa yang mereka anggap jadi haknya tanpa mengindahkan maut. Semua orang, sampai pun kanak-kanak! Mereka kalah, tapi tetap melawan. Melawan, Minke, dengan segala kemampuan dan ketakmampuan (Toer, 1980:52).

“Justru karena itu. Tuan. Aceh sendiri tahu pasti akan kalah. Belanda juga tahu pasti akan menang. Namun. Tuan,; Aceh tetap juga turun ke medan- perang. Mereka berperang bukan untuk menang. Berbeda dari Belanda. Sekiranya dia tahu Aceh sama kuat dengan dirinya, dia takkan berani menyerang, apalagi membuka medan-perang. Soalnya tak lain dari pertimbangan untung-rugi modal. Kalau soalnya hanya menang, mengapa pula Belanda tidak menyerang Luxemburg, atau Belgia, lebih dekat dan lebih kaya?” (Toer, 1980: 219-220)

5.2.4.13.2.2 Perang Kolonial

Perang kolonial yang dikisahkan dalam Novel Bumi Manusia ini adalah fakta fiksi.

189

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Tahu kau, Minke, sebagai orang Eropa aku sudah sangat malu telah ikut campur dalam soal kolonial. Kira-kira sama dengan orang yang kau ceritakan itu, orang yang kita sama-sama tidak kenal. Aku telah ikut berperang di Aceh, hanya karena unitnya menduga Pribumi takkan mampu melawan, maka mereka takkan melawan. Ternyata mereka melawan, dan melawan benar tidak kepalang tanggung. Gagah-berani pula, seperti dalam banyak perang besar di Eropa. Pengalaman Aceh yang memalukan itu. Minke: alat-alat perang terbaru Eropa melawan daging manusia Aceh. Karena kau menanyakan pendapatku, aku akan menjawab, setelah itu jangan lagi ajukan soal yang menyiksa nuraniku“ (Toer, 1980: 219)

190

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.4.14 Perdagangan Wanita

5.2.4.14.1 Perdagangan Wanita Sebagai Fakta Faktual

Ternyata perdagangan wanita mempunyai sejarah yang panjang di bumi

Nusantara ini, setidaknya dapat dilacak hingga kurun waktu tahun 1786. Pada masa itu, perempuan sudah menjadi komoditas yang menarik karena mempunyai harga jual yang lebih tinggi daripada laki-laki untuk keperluan domestik, pelacuran, atau dijadikan istri.

Perempuan dijual seharga 60 dollar Spanyol, sedangkan laki-laki hanya 40 dollar Spanyol

(http://www.indonesia-acts.com/002/?p=33

Berdasarkan penelitian Anatona tampak bahwa pada 1786-1820-an praktik perdagangan budak dan perbudakan di kawasan Selat Malaka berjalan legal dengan melibatkan berbagai kelas sosial, etnis, dan golongan. Namun, pada kurun waktu 1820-

1870 muncul kesadaran untuk menentang praktik perbudakan dan perdagangan budak.

Kesadaran itu ditandai dengan munculnya peraturan-peraturan yang melarang aktivitas perbudakan dan perdagangan budak. Larangan tersebut makin ketat pada periode 1870-

1880-an sehingga praktik perdagangan budak dan perbudakan, baik yang legal dan illegal, makin terbatas. Sebagian budak yang masih ada dimerdekakan melalui kebijakan penebusan. Tetapi, praktik perbudakan belum dapat sama sekali dihilangkan. Perlakuan- perlakuan yang serupa dengan perbudakan dialami oleh para kuli kontrak di sejumlah perkebunan di kawasan Selat (http://www.indonesia-acts.com/002/?p=33).

5.2.4.14.2 Perdagangan Wanita Sebagai Fakta Fiksi

Perdagangan wanita memang faktual, ada faktanya, namun yang diceritakan dalam novel Bumi Manusia ini, fiktif dan ini fakta.

191

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam novel Bumi Manusia ini juga ada digambarkan perbudakan wanita yaitu dari dari Jepang ke Hongkong, lalu ke Singapura dan tujuan akhir ke Jawa.

Aku datang dan berasal dari Nagoya, Jepang, ke Hongkong sebagai pelacur. Majikanku seorang Jepang, yang kemudian menjual diriku pada seorang majikan Tionghoa di Hongkong. Aku sudah tidak ingat siapa nama majikan kedua itu. Beberapa minggu di tangannya terlalu pendek untuk dapat mengingat namanya yang sulit diucapkan, Ia menjual diriku pada majikan lain, juga orang Tionghoa dan dengan begitu aku dibawa belayar ke Singapura. Majikan ketiga ini kukenal hanya pada namanya Ming. Selebihnya aku tak tahu. Ia sangat puas dan senang padaku karena tubuhku dan layananku mendatangkan banyak keuntungan baginya12. (Toer, 1980: 164)

5.2.4.15 Konflik

5.2.4.15.1 Konflik Sebagai Fakta Faktual

Konflik adalah produk manusia, sebagai produk manusia, terlepas negatif atau positip, maka konflik adalah salah satu bagian dari kebudayaan. Sejak kapan konflik hadir sebagai bagian dari kebudayaan manusia? Sulit menjawab dengan pasti, tetapi diperkirakan konflik hadir sebagai bagian dari kebudayaan manusia, ketika manusia itu ada di dunia ini. Kalau pada awalnya konflik mungkin dipicu oleh kepentingan membela harga diri sendiri atau keluarga, namun dalam perkembangannya konflik muncul karena adanya kepentingan lain. Mulai dari kepentingan ekonomi sampai kepada kepentingan politik (kekuasaan).

Menurut Peter du Toit (Toit, 2000:33) kata-kata yang berhubungan dengan konflik adalah perang, kekerasan, pembunuhan, kematian, tentara, perkelahian, kekacauan, perubahan, revolusi, terorisme, kerusuhan, keputusasaan, kebencian, perkosaan, kemajuan, ketidakbebasan, kemerdekaan, argumentasi, negosiasi, penjarahan,

12 Pengakuan Maiko seorang wanita penjaja diri pada rumah bordil Ah Tjong. 192

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perusakan, pembantaian, ketakutan, perselisihan, tantangan, rekonsiliasi, pertempuran, pemogokan, demonstrasi, protes, kerjasama, kelaparan, keserakahan, kekuasaan, politik, pembebasan, konsultasi, bom, perlawanan, oposisi, keluhan, hukuman, senjata, pergulatan, pembantaian, inisiatif, menjaga, perdamaian, penekanan, debat, keberanian, toleransi, stimulasi, perbedaan, keragaman, kriminal, jagoan, pasifis, kepemimpinan, persaingan, nasionalisme, pejuang, kemerdekaan kolaborator, manipulasi, dialog, persaingan, kemarahan, kebohongan, pengampunan, patriotisme, milisia, ancaman, diskusi, penyelesaian, kesempatan, tidak toleran, ancaman, diskusi, penyelesaian, kesempatan, tidak toleran.

Menurut Robert H. Lauer (Lauer, 2001:277) manusia membuat sejarah, tetapi tidak pernah bertindak dalam kevakuman; sejarah yang dibuat selalu terjadi dalam suasana intereaksi dengan orang lain. Manusia adalah mahluk sosial yang keberadaannya diciptakan dalam acuan interaksi sosial. Karena itu beberapa pemikir melihat intereaksi sosial sebagai mekanisme yang menggerakkan perubahan, terutama menggerakkan konflik. Seperti Khaldun dan Marx, sejumlah pemikir melihat jalannya sejarah didorong oleh konflik antarmanusia.

Lauer (Lauer, 2001:277-278), mencontohkan, sepanjang sejarah manusia, perhatian manusia terhadap konflik, telah tercermin dalam literatur keagamaan kuno.

Weber mengatakan, perang antardewa di zaman kuno bukan hanya untuk melindungi

“kebenaran nilai-nilai” kehidupan sehari-hari, tetapi juga keharusan memerangi dewa- dewa lain seperti mereka sendiri. Mitologi Yunani mengenal Ares, dewa perang yang dibenci oleh dewa-dewa karena sifanya yang kejam

193

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Maka sejarah manusia dipenuhi oleh kisah–kisah pertentangan kepentingan.

Kedewasaan sebuah komunitas masyarakat ditentukan oleh bagaimana komponen– komponen (angggota) di dalam me-manage kepentingan–kepentingan yang muncul.

Konflik juga dapat menciptakan perubahan. Konflik merupakan salah satu cara bagaimana sebuah keluarga, komunitas, perusahaan dan masyarakat berubah. Konflik juga dapat mengubah pemahaman manusia antar sesama, mendorong manusia ntuk memobilisasi sumber daya dengan cara–cara baru. Konflik membawa manusia kepada klarifikasi pilihan–pilihan dan kekuatan untuk mencari penyelesaiannya. Dalam pengertian ini konflik dapat dimaknai sebagai suatu ekspresi perubahan masyarakat.

Apa alasan pembenaran terhadap konflik yang terjadi? Atau faktor apa yang menyebabkan orang berkonflik? Jawaban terhadap pertanyaan ini dapat berbeda-beda.

Penjelasan teori konflik berbeda dengan penjelasan teori fungsionalisme stuktural. Teori fungsionalisme stuktural menganggap masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak ada atau akan hilang dengan sendirinya. Maka teori fungsionalisme stuktural menekankan kepada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep utamanya adalah fungsi, difungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibrium) (Ritzer, 2003:21).

Teori konflik memahami sebaliknya keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh

194

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

golongan yang berkuasa. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur, karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi, oleh Ralp Dahrendorf disebut sebagai persekutuan yang terkoordinasi secara paksa (imperatively coordinated associations). Kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai, maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung diantara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi di mana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo sedangkan golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan.

Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap struktur.

Karena itu kekuasaan yang sah selalu berada dalam keadaan terancam bahaya dari golongan yang anti status quo. Kepentingan yang terdapat dalam satu golongan tertentu selalu dinilai obyektif oleh golongan yang bersangkutan dan selalu berdempetan

(coherence) dengan posisi individu yang termasuk ke dalam golongan itu. Seorang individu akan bersikap dan bertindak sesuai dengan cara-cara yang berlaku dan yang diharapkan oleh golongannya. Dalam situasi konflik, seorang individu akan menyesuaikan diri dengan peranan yang diharapkan oleh golongannya oleh Ralp

Dahrendorf disebut sebagai peranan laten.

Melalui pengertian ini para penganut pendekatan konflik mengatakan bahwa di dalam setiap masyarakat selalu terdapat konflik antara kepentingan dari mereka yang memiliki kekuasaan otoritatif, berupa kepentingan untuk mengubah atau merombak

195

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

status quo dari pola hubungan-hubungan tersebut. Oleh karena kepentingan-kepentingan yang demikian tidak selalu disadari adanya, maka ia disebut sebagai kepentingan- kepentingan yang bersifat laten (latent interest), sementara mereka yang memilikinya disebut sebagai kelompok semu (quasi-groups) mengingat kenyataan bahwa pola hubungan-hubungan sosial yang berkembang di antara para anggotanya terbentuk melalui proses yang tidak mereka sadari.

Dari sisi lain tim Lesperssi berpendapat sumber terjadinya konflik terdiri dari:

1. Kebutuhan (Needs), yaitu esensi terhadap kesejahteraan dan keberadaan manusia.

2. Persepsi (Perceptions), yaitu cara pandang dan pemahaman terhadap suatu hal atau

masalah.

3. Kekuasaan (Power), yaitu kemampuan yang dimiliki seeorang untuk mempengaruhi

orang lain sesuai dengan kehendaknya.

4. Nilai (Values), yaitu kepercayaan atau prinsip dasar yang dipertimbangkan sebagai hal

yang amat penting.

5. Perasaan dan Emosi (feeling and emotions), yaitu respon yang timbul dari diri

individu/kelompok dalam menghadapi konflik

(http://Lesperssi.Or.Id/Report/Paperdom1.Htm).

Rauf (Rauf, 2001:6-7) mengemukakan faktor-faktor penyebab konflik antara lain, nafsu manusia yang ingin memperoleh keuntungan tanpa memperdulikan pihak lain, ini merupakan akar dari konflik yang terjadi di masyarakat. Kemudian keinginan manusia untuk menguasai sumber-sumber dan posisi yang langka (resource and position scarcity).. Selanjutnya kecenderungan manusia untuk menguasai orang lain, manusia selalu menginginkan orang lain menganut apa yang dianutnya karena dia berpendapat

196

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

bahwa apa yang dianutnya adalah yang terbaik bagi semua orang, di samping alasan keinginan untuk mendominasi. Karena itu kecenderungan manusia untuk menarik orang lain agar menganut ideologi atau agama yang dianutnya merupakan salah satu sumber konflik terpenting dalam masyarakat.

197

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.4.15.2 Konflik Sebagai Fakta Fiksi

Berikut ini akan dibicarakan konflik yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia.

5.2.4.15.2.1 Konflik (Melawan) Hukum Pemerintahan Hindia Belanda

Konflik yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia bukanlah konflik fisik, tetapi berupa pertarungan ideologi. Minke dan Nyai Ontosoroh yang sama-sama merasa terindas, melawan (hukum) peradilan Pemerintahan Hindia Belanda yang dapat disimbolkan sebagai kaum borjuis.

Perlawanan ini juga ditunjukkan Nyai Ontosoroh ketika memprotes di sidang pengadilan. Nyai Ontosoroh berkata Sanikem hanya seorang gundik. Dari kegundikannya lahir Annelies. Tidak ada yang menggugat hubungannya dengan mendiang Tuan

Mellema, hanya karena Tuan Mellema Eropa Totok. Mengapa hubungan antara Annelies dan Minke dipersoalkan? Apa karena Minke Pribumi? Mengapa tidak disinggung hampir semua orangtua golongan Indo? Antara Nyai Ontosoroh dan Tuan Mellema ada ikatan perbudakan yang tidak pernah digugat oleh hukum. Antara Annelies dan Minke ada cinta-mencintai yang sama-sama tulus. Tanpa ikatan itu pun anak-anak pun lahir, dan tidak ada seorang pun yang berkeberatan. Orang Eropa dapat membeli perempuan

Pribumi seperti diriku ini. Apa pembelian ini lebih benar daripada percintaan tulus?

Kalau orang Eropa boleh berbuat karena keunggulan uang dan kekuasaannya, mengapa kalau Pribumi jadi ejekan, justru karena cinta tulus?

“Annelies, hanya seorang Indo, mengapa tidak boleh melakukan apa yang dilakukan bapaknya? Nyai Ontosoroh yang melahirkannya, membesarkan dan mendidik, tanpa bantuan satu senpun dari Tuan-Tuan yang terhormat. Nyai Ontosoroh telah bertanggungjawab atasnya selama ini. Mengapa usil? Lalu siapa yang menjadikan Nyai Ontososoh gundik? Siapa yang

198

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

membikin mereka jadi Nyai-Nyai?. Apa Tuan-Tuan menghendaki anakku juga jadi gundik?“

Tuan Hakim yang terhormat, Tuan Jaksa yang terhormat, karena toh telah dimulai membongkar keadaan rumahtanggaku…… (ketokan palu; diperingatkan agar menjawab langsung). Aku, Nyai Ontosoroh alias Sanikem, gundik mendiang Tuan Mellema, mempunyai pertimbangan lain dalam hubungan antara anakku dengan tamuku. Sanikem hanya seorang gundik. Dari kegundikanku lahir Annelies. Tak ada yang menggugat hubunganku dengan mendiang Tuan Mellema, hanya karena dia Eropa Totok. Mengapa hubungan antara anakku dengan Tuan Minke di persoalkan? Hanya karena Tuan Minke Pribumi? Mengapa tidak disinggung hampir semua orangtua golongan Indo? Antara aku dengan Tuan Mellema ada ikatan perbudakan yang tidak pernah digugat oleh hukum. Antara anakku dengan Tuan Minke ada cinta-mencintai yang sama-sama tulus. Memang belum ada ikatan hukum. Tanpa ikatan itu pun anak-anakku lahir, dan tak ada seorang pun yang berkeberatan. Orang Eropa dapat membeli perempuan Pribumi seperti diriku ini. Apa pembelian ini lebih benar daripada percintaan tulus? Kalau orang Eropa boleh berbuat karena keunggulan uang dan kekuasaannya, mengapa kalau Pribumi jadi ejekan, justru karena cinta tulus? (Toer, 1980: 282)

Annelies, anakku, Tuan, hanya seorang Indo, maka tidak boleh melakukan apa yang dilakukan bapaknya? Aku yang melahirkannya, membesarkan dan mendidik, tanpa bantuan satu senpun dari Tuan-Tuan yang terhormat. Atau bukan aku yang telah bertanggungjawab atasnya selama ini? Tuan- Tuan sama sekali tidak pernah bersusah-payah untuknya. Mengapa usil? (Toer, 1980: 282)

Siapa yang menjadikan aku gundik? Siapa yang membikin mereka jadi Nyai-Nyai? Tuan-tuan bangsa Eropa, yang diperban. Mengapa di forum resmi kami ditertawakan? dihinakan? Apa Tuan-Tuan menghendaki anakku juga jadi gundik? (Toer, 1980: 283)

5.2.4.15.2.2 Konflik Batin Nyai Ontosoroh

Dalam perenungannya Nyai Ontosoroh bertanya kapan penghinaan atas Nyai selesai? Haruskah setiap orang boleh menyakiti hati Nyai? Haruskah Nyai mengutuki orangtuanya yang telah mati, yang telah menjual Sanikem menjadi Nyai seperti saat ini?

Apa orang tidak mengerti, orang terpelajar itu, insinyur pula, dia bukan hanya menghina

Nyai tetapi juga anak-anak yang dilahirkan Nyai! Haruskah anak-anak jadi keranjang

199

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sampah tempat lemparaan penghinaan? dan mengapa Tuan, Tuah Herman Mellema, tidak punya sesuatu kekuatan untuk membela teman-hidupnya, ibu dari anak-anaknya sendiri? Apalagi arti seorang lelaki seperti itu? Kan dia bukan saja guruku, juga bapak anak-anakku, dewaku? Apa guna semua pengetahuan dan ilmunya? Apa guna dia jadi orang Eropah yang dihormati semua Pribumi? Apa guna dia jadi tuanku dan guruku sekaligus, dan dewaku, kalau membela dirinya sendiri pun tidak mampu?

Kapan selesai penghinaan atas diri Nyai yang seorang ini? Haruskah setiap orang boleh menyakiti hatinya? Haruskah aku mengutuki orangtuaku yang telah mati, yang telah menjual aku jadi Nyai begini? Aku tak pernah mengutuki mereka Ann. Apa orang tidak mengerti, orang terpelajar itu, insinyur pula, dia bukan hanya menghina diriku, juga anak-anakku? Haruskah anak-anakku jadi kranjang sampah tempat lemparaan hinaan? Dan mengapa Tuan, Tuah Herman Mellema, yang bertubuh tinggi-besar, berdada bidang, berbulu dan berotot perkasa itu tak punya sesuatu kekuatan untuk membela teman-hidupnya, ibu anak- anaknya sendiri? Apalagi arti seorang lelaki seperti itu? Kan dia bukan saja guruku, juga bapak anak-anakku, dewaku? Apa guna semua pengetahuan dan ilmunya? Apa guna dia jadi orang Eropah yang dihormati semua Pribumi? Apa guna dia jadi tuanku dan guruku sekaligus, dan dewaku, kalau membela dirinya sendiri pun tak mampu? (Toer, 1980:93)

Persamaan antara Minke dan Nyai Ontosoroh sama-sama tega tidak mengakui asal usul keluarganya.

5.2.4.15.2.3 Melawan Tradisi Jawa

Minke, tokoh utama dalam novel Bumi Manusia ini adalah anak seorang priyayi

Jawa yang bersekolah di H.B.S. Minke berusaha melepaskan diri dari kejawaanya, karena kejawaan dianggapnya membelenggu dan kolot. Minke memandang bahwa Eropa adalah ikutan bagi budaya dan ilmu pengetahuan yang dapat membawa dirinya meraih yang diinginkannya, yang dicita-citakannya yaitu bebas dari tradisi Jawa yang dianggap feodal dan bebas dari belenggu penjajahan yang telah merendahkan martabat manusia.

200

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ilmu pengetahun, yang kudapatkan dari sekolah dan yang kusaksikan sendiri pernyataannya dalam hidup, telah membikin pribadiku menjadi agak berbeda dari sebangsaku pada umumnya. Menyalahi wujudku sebagai orang Jawa atau tidak, aku pun tidak tahu. Dan justru pengalaman hidup sebagai orang Jawa berilmu pengetahuan Eropa yang mendorong aku suka mencatat-catat. Suatu kali akan berguna, seperti sekarang (Toer, 1980:2)

Minke berkeyakinan dengan semangat ilmu pengetahuanlah, semua tembok yang menghambat semangat persamaan hak, bisa ditembus. Dengan ilmu pengetahuan, segala perilaku buruk kolonial yang merendahkan martabat kaum pribumi bisa dikalahkan.

Hanya dengan ilmu pengetahuan pula dapat melepaskan diri dari feodalisme Jawa, dan mampu menegakkan kebebasan.

Modern! Dengan cepatnya kata itu menggelembung dan membiak diri seperti bacteria di Eropa sana. (Setidak-tidaknya menurut kata orang). Maka ijinkanlah aku ikut pula menggunakan kata ini, sekalipun aku belum sepenuhnya menyelami maknanya. (Toer, 1980:4)

Setelah memasuki ranah modernitas, ia pun melepas tradisi masyarakatnya.

Tradisi dan kepercayaan mistis orang Jawa yang menjadi bagian dari tradisi orang-orang

Jawa ternyata sangat bertentangan dengan dunia modern. Gurunya, Magda Peters melarang untuk percaya astrologi. Katanya itu hanya omong kosong.

Dan memang aku tidak percaya. Bagaimana akan percaya? Dia tidak pernah menjadi petunjuk untuk kemajuan ilmu dan pengetahuan manusia….Aku lebih mempercayai ilmu pengetahuan, akal. Setidak- tidaknya ada kepastian-kepastian yang bisa dipegang. (Toer, 1980:5)

Keyakinan Minke ini menjadi titik penting bagi perubahan kepribadiannya yang kelak akan melangkah lebih jauh untuk berjuang.

Selanjutnya Minke mulai menuliskan ide-idenya di surat kabar dengan menggunakan nama Max Tollenaar. Melalui tulisannya di Surat Kabar, Minke berhasil mengaktualisasikan diri, pikiran-pikiran kemanusiaan dan kebangsaan.

201

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Akibat mendewa-dewakan Ilmu pengetahun dan modern, Minke merasa budaya

Jawa sudah ketinggalan zaman. Minke tidak mau lagi mengindahkan siapa yang lebih tua, lebih berhak akan kehormatan, Minke tidak mau lagi sujud berbakti pada yang lebih tua. Minke merasa bukan Minke yang dulu. Badan tetap, isi dan pengelihatan lain.

“ Putraku yang dulu bukan pembantah begini” “Dulu putra Bunda belum lagi tahu buruk-baik. Yang dibantahnya sekarang hanya yang tidak benar, Bunda” “Itu tanda kau bukan Jawa lagi, tak mengindahkan siapa lebih tua, lebih berhak akan kehormatan, siapa yang lebih berkuasa” “Ah, Bunda jangan hukum sahaya. Sahaya hormati yang lebih benar” “Orang Jawa, sujud berbakti pada yang lebih tua, lebih berkuasa, satu jalan pada penghujung keluhuran. Orang harus berani mengalah Gus. Nyanyian keliru dari orang Jawa yang keliru. Yang berani mengalah terinjak-injak, Bunda” “Gus!” “Bunda, berbelas tahun sudah sahaya bersekolah Belanda untuk dapat mengetahui semua ini. Patutkah sahaya Bunda hukum setelah tahu?” “Kau terlalu banyak bergaul dengan Belanda.Maka kau sekarang tak suka bergaul dengan sebangsamu, bahkan dengan saudara-saudaramu, dengan Ayahandmu pun. Surat-surat tak kau balas. Mungkin kau pun sudah tidak suka padaku” (Toer, 1980: 125)

Aku rasai diriku bukan Minke yang dulu. Badan tetap, isi dan pengelihatan lain. Tak lagi aku suka bercanda. Merasa diri lebih berbobot, lebih banyak bertimbang, sebaliknya teman-teman sekolah tetap kekanak- kanakan. Diri ini sekarang segan mengapung pada permukaan. Maunya terus juga tenggelam pada dasar persoalan dalam setiap percakapan dan perbincangan. (Toer, 1980: 204)

5.2.4.15.2.4 Konflik Melawan Citra Nyai

Istilah Nyai berkesan negatif. Nyai tidak mengenal perkawinan syah, melahirkan anak-anak tidak syah. Nyai sejenis manusia dengan kadar kesusilaan rendah, menjual kehormatan untuk kehidupan senang dan mewah. Nyai juga doyan kepada lelaki. Nyai cuma seorang budak belian yang kewajibannya hanya memuaskan tuannya. Sebaliknya setiap waktu Nyai harus bersiap-siap terhadap kemungkinan tuannya sudah merasa

202

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

bosan, kemudian bisa mengusirnya dengan semua anak, anak sendiri, yang tidak dihargai oleh umum Pribumi karena dilahirkan tanpa perkawinan syah.

Konsep Nyai secara faktual di atas, juga dialami oleh Nyai Ontosoroh.

Aku tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena puji-pujian itu. Tapi ia tidak marah. Terdengar peringatan pada kuping batinku: awas, jangan samakan dia dengan Bunda. Dia hanya seorang nyai-nyai, tidak mengenal perkawinan syah, melahirkan anak-anak tidak syah, sejenis manusia dengan kadar kesusilaan rendah, menjual kehormatan untuk kehidupan senang dan mewah….(Toer, 1980: 19)

Hidup sebagai nyai terlalu sulit. Dia cuma seorang budak belian yang kewajibannya hanya memuaskan tuannya. Dalam segala hal! Sebaliknya setiap waktu orang harus bersiap-siap terhadap kemungkinan tuannya sudah merasa bosan. Salah-salah bisa badan diusir dengan semua anak, anak sendiri, yarig tidak dihargai oleh umum Pribumi karena dilahirkan tanpa perkawinan syah (Toer, 1980: 80).

Kondisi di atas ingin dilawan oleh Nyai Ontosoroh. Nyai mendidik Annelies secara keras untuk bisa bekerja, tujuannya biar kelak tidak hanya tergantung pada suami.

“Ann, Annelies, mungkin kau tak merasa, tapi memang aku didik kau secara keras untuk bisa bekerja, biar kelak tidak hanya tergantung pada suami, kalau – ya, moga-moga tidak – kalau-kalau suami itu semacam, ayahmu itu” (Toer, 1980: 68)

Nyai Ontosoroh adalah perempuan yang mengalami kebangkitan dan pencerahan sehingga dia mempunyai cara pandang baru terhadap diri dan persepsinya terhadap realitas.

Nyai Ontosoroh seorang perempuan pribumi dari golongan kebanyakan, yang tidak pernah mencicipi pendidikan formal, mampu menjadi pengelola perusahaan perkebunan yang besar di zaman kolonial Belanda.

Dalam membicarakan bentuk-bentuk ketidakadilan yang banyak menimpa perempuan, ada lima bentuk ketidakadilan yang paling signifikan, yang dialami

203

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perempuan yaitu marjinalisasi, subordinasi, beban-ganda, pelabelan (stereotype), dan kekerasan.

Dalam diri Nyai Ontosoroh, ditemukan semua bentuk ketidakadilan tersebut.

Marjinalisasi dialaminya ketika ketika tanpa ditanya kesediaannya, diserahkan orang tuanya kepada Herman Mellema. Kalau pun pada waktu itu dia menolak kehendak ayahnya, juga tidak bisa berbuat apa-apa, sebab seorang anak perempuan pada masa itu, ketika belum menikah menjadi milik ayahnya. Lalu subordinasi, ketika seseorang perempuan, tidak memiliki dirinya sendiri, tetapi menjadi bagian dari milik pihak laki- laki yang jadi ’penguasa’ nasibnya yaitu ayahnya.

Kemudian ketika dia sebagai seorang Nyai dia mengelola Boerderij Buitenzorg, milik Herman Mallema. Ketika Herman Mellema menjadi linglung. Nyai Ontosoroh dituntut untuk mengelola perusahaan perkebunan, sekaligus tetap menjalankan tugas domestiknya dalam menata dan memelihara rumahnya, serta tugasnya sebagai ibu baik bagi Robert maupun Annelies. Beban kerja yang bertumpuk-tumpuk inilah yang dikenal dengan istilah beban-ganda.

Selanjutnya pelabelan atau stereotype. Sebagai seorang Nyai, sebagus apapun tingkah lakunya, hebatnya pengetahuan dan keterampilannya, namun ia tetap seorang

Nyai, tetap seorang gundik. Dalam hal ini penilaian umum terhadap seorang manusia bukan didasari oleh kebaikan karakternya namun didasarkan pada nilai-nilai yang merupakan asumsi orang lain terhadap dirinya.

Terakhir, soal kekerasan. Ketika Sanikem alias Nyai Ontosoroh, dijual oleh ayahnya, ketika ia terpaksa melayani Herman Mellema di tempat tidur, atau ketika

Maurits Mellema menghinanya di rumahnya sendiri, atau ketika segala miliknya

204

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dialihkuasakan oleh pemerintah ketika Herman Mellema meninggal, atau ketika anak kesayangannya dipisahkan darinya, merupakan serangkaian kekerasan yang mewarnai hidup Nyai Ontosoroh.

Dia telah banyak belajar dari suaminya, dan telah membawanya menjadi perempuan yang kuat dan cerdas. Dia berhasil mengelola usaha suaminya. Dia berani melawan kesewenangan-wenangan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Ilmu pengetahuan telah membawanya menjadi perempuan yang terhormat. Ia tidak lagi menjadi Nyai yang bergantung kepada tuannya.

“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri " (Toer, 1980: 34)

Namun, meskipun ia telah menguasai ilmu pengetahuan, tetapi tetap saja ia orang pribumi, tetap saja dia seorang Nyai.

5.2.4.15.2.5 Konflik Batin Nyai Ontosoroh dengan Herman Mellema

Konflik batin Nyai Ontosoroh tentang Herman Mellema berawal ketika Herman

Mellema mengalami suatu peristiwa yang membuat Nyai Ontosoroh kehilangan seluruh kebaikan, kepandaian, keterampilan, kecerdasan. Kejadian yang satu ini telah mengubahnya menjadi orang lain, jadi binatang yang tidak kenal anak dan isteri lagi.

Herman Mellema tidak tahu diurus lagi dan lebih suka mengembara tidak menentu.

Terpikir oleh Nyai Ontosoroh untuk membawanya ke rumahsakit jiwa. Nyai

Ontosoroh ragu, bagaimana nanti pendapat orang tentang Annelies. Kalau ayahnya ternyata gila dan oleh Hukum ditaruh onder curateele (di bawah pengampunan). Kalau di bawah pengampunan, maka seluruh perusahaan, kekayaan dan keluarga akan diatur seorang kurator yang ditunjuk oleh Hukum. Nyai Ontosoroh yang hanya gundik dan

205

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perempuan Pribumi, akan tidak mempunyai sesuatu hak atas semuanya, juga tidak dapat. berbuat sesuatu untuk anak Annelies sendiri. Akhirnya percuma saja akan jadinya nanti

Annelies dan Nyai Ontosoroh membanting tulang tanpa hari libur, kalau semua jerih payahnya selama ini di bawah kurator. Hukum tidak mengakui keibuan Nya Ontosoroh, hanya karena Nyai Ontosoroh Pribumi dan tidak dikawin secara syah oleh Herman

Mellema.

Ternyata Herman Mellema, selama lima tahun bersembunyi di rumah bordil

Babah Ah Tjong. Di rumah bordil Babah Ah Tjong inilah Herman Mellema, mengubah dirinya menjadi orang lain, jadi binatang yang tidak kenal anak dan isteri lagi.

“Bukan saja pandai, juga baik hati. Dia yang mengajari aku segala tentang pertanian, perusahaan, pemeliharaan hewan, pekerjaan kantor. Mula-mula diajari aku bahasa Melayu, kemudian membaca dan menulis dan bahasa Belanda, Papamu bukan hanya mengajar dengan sabar tetapi juga menguji semua yang telah diajarkannya. Kemudian diajarinya aku semua yang berurusan dengan Bank, ahli-ahli Hukum, aturan dagang. Semua yang sekarang mulai kuajarkan juga padamu.” “Mengapa papa bisa berubah begitu Ma?.” “Ada, Ann, ada sebabnya. Sesuatu telah terjadi, hanya sekali, kemudian dia kehilangan seluruh kebaikan, kepandaian, keterampilan, kecerdasannya. Rusak, Ann, binasa karena kejadian yang satu itu. Ia berubah menjadi orang lain, jadi binatang yang tak kenal anak dan isteri lagi.” “Kasihan, Papa.” “Ya. Tak tahu diurus lebih suka mengembara tak menentu.” (Toer, 1980:68-69)

“Tadinya terpikir olehku untuk membawanya ke rumahsakit jiwa. Ragu Ann. Pendapat orang tentang kau, Ann, bagaimana nanti? Kalau ayahmu ternyata memang gila dan oleh Hukum ditaruh onder curateele?13 Seluruh perusahaan, kekayaan dan keluarga akan diatur seorang curator yang ditunjuk oleh Hukum. Mamamu, hanya perempuan Pribumi, akan tidak mempunyai sesuatu hak atas semua, juga tidak dapat. berbuat sesuatu untuk anakku sendiri, kau, Ann. Percuma saja akan jadinya kita berdua membanting tulang tanpa hari libur ini. Percuma aku telah lahirkan kau, karena Hukum tidak mengakui keibuanku, hanya karena aku Pribumi dan tidak dikawin secara syah. Kau mengerti?.”

13 onder curateele (Belanda) di bawah pengampunan. 206

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Mama!” bisikku. Tak pernah kuduga begitu banyak kesulitan yang dihadapinya. “Bahkan ijin-kawinmu pun akan bukan dari aku datangnya, tapi dari curator itu – bukan sanak bukan semenda. Dengan membawa Papamu ke rumahsakit jiwa, dengan campurtangan pengadilan, umum akan tahu keadaan Papamu, umum akan…..kau, Ann, nasibmu nanti, Ann. Tidak!” (Toer, 1980:69)

5.2.4.15.2.6 Konflik Maurits Mellema terhadap Herman Mellema

Konflik Maurits Mellema terhadap Herman Mellema, berawal dari diterlantarkannya Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, ibu kandung Ir. Maurits

Mellema oleh Herman Mellema dengan tuduhan Mevrouw Amelia Mellema-Hammers telah berbuat serong

“Aku datang tidak untuk duduk di kursi ini. Ada sesuatu yang lebih penting daripada duduk. Dengarkan, Tuan Mellema! Ibuku, Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, setelah Tuan tinggalkan secara pengecut, harus membanting-tulang untuk menghidupi aku, menyekolahkan aku, sampai aku berhasil jadi insinyur. Aku dan Mevrouw Mellema-Hammers sudah bertekad tak mengharapkan kedatangan Tuan, Tuan Mellema. Tuan lebih kami anggap telah lenyap ditelan bumi. Kami tak mencari berita di mana Tuan berada.” “Tuan telah tinggalkan pada Mevrouw Amelia Mellema-Hammers satu tuduhan telah berbuat serong. Aku, anaknya, ikut merasa terhina. Tuan tak pernah mengajukan soal ini ke depan Pengadilan. Tuan tidak memberi kesempatan pada ibuku untuk membela diri dan kebenarannya. Entah pada siapa lagi tuduhan kotor terhadap ibuku telah Tuan sampaikan atau ceritakan. Kebetulan sekarang ini aku sedang berdinas di Surabaya, Tuan Mellema. Kebetulan pula pada suatu kali terbaca olehku dalam koranlelang sebuah iklan penawaran barang-barang susu dan dari susu bikinan Boerderij Buitenzorg dan nama Tuan terpampang di bawahnya. Telah aku sewa seorang tenaga penyelidik untuk mengetahui siapa Tuan. Betul, H.Mellema adalah Herman Mellema, suami ibuku, Nyonya Amelia Mellema-Hammers bisa kawin lagi dan hidup berbahagia. Tetapi Tuan telah menggantung perkaranya.” “Dari dulu dia bisa datang ke Pengadilan kalau membutuhkan cerai,” jawab papamu, lemah sekali, seakan takut pada anaknya sendiri yang sudah jadi segalak itu (Toer, 198089-90).

5.2.4.15.2.7 Konflik Minke Dengan Dewan Guru dan Tuan Direktur

207

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Minke, akhirnya berkonflik dengan Dewan Guru. Dewan Guru menilai jawaban- jawaban Minke ketika di depan Pengadilan, sebagai siswa H.B.S sudah terlalu dewasa, dan sudah terlalu dewasa pula untuk bergaul dengan teman-teman sekolah, dan dianggap berbahaya bagi para siswi. Sidang Dewan Guru tidak berani bertanggungjawab atas keselamatan para siswi pada orangtua atau wali mereka. Akibatnya Minke dikeluarkan dari sekolah.

“Minke, juga aku sebagai pribadi dan wakil semua guru dan siswa, mengucapkan selamat atas kemenanganmu di Pengadilan. Secara pribadi aku ucapkan selamat atas kegigihanmu dalam membela diri terhadap serangan umum. Aku dan kami semua bangga punya siswa berbakat seperti kau. Sidang Pengadilan telah diikuti oleh para guru dan siswa. Tentu kau sudah tahu juga. Minke memang mendapat perhatian besar dari kami, karena memang siswa sekolah ini. Sekarang dengarkan keputusan Dewan Guru dalam pertemuan-pertemuannya dan perbincangan yang tidak mudah tentang dirimu seorang. Berdasarkan jawaban-jawabanmu di depan Pengadilan, maksudku dalam hubunganmu dengan Annelies Mellema, Dewan Guru memutuskan, sebagai siswa kau sudah terlalu dewasa untuk bergaul dengan teman-teman sekolahmu, dan terutama sekali dianggap berbahaya bagi para siswi. Sidang Dewan Guru tak berani bertanggungjawab atas keselamatan para siswi pada orangtua atau wali mereka. Kau mengerti?” “Lebih dari mengerti. Tuan Direktur.” “Sayang sekali, beberapa bulan lagi kau semestinya sudah akan lulus.” “Apa boleh buat. Semua itu Tuan Direktur sendiri yang menentukan.” Ia mengulurkan tangan padaku dan mengucapkan: “Gagal dalam sekolah. Minke, sukses dalam cinta dan kehidupan.”(Toer, 1980: 280-281)

5.2.4.15.2.8 Konflik Antara Annelies dan Robert Mellema

Konflik antara Annelies dan Robert Mellema dapat dikategorikan konflik dalam keluarga. Karena perilaku Robert Mellema tidak dapat diterima oleh Nyai Ontosoroh dan

Annelies Mellema, membuat Annelies Mellema kesal dan jengkel melihat Robert

Mellema. Robert Mellema dianggap tidak dapat mandiri, egois tidak mau mengakui kebenaran perkataan Nyai Ontosoroh, hanya karena Nyai Ontosoroh pribumi, padahal

208

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nyai Ontosoroh ibu kandungnya sendiri. Annelies Mellema tidak mau menjadi pendamai karena perilaku Robert Mellema sudah keterlaluan.

“Perlukah kau bermusuhan dengan abangmu sendiri?” “Bukan begitu. Dia harus bekerja untuk mendapatkan nafkahnya sendiri.Dia bisa kalau mau. Tapi dia tidak mau” “Baik, tapi mengapa kalian berdua mesti bermusuhan?” “Tidak datang dari pihakku. Itu kalau kau mau percaya. Dalam segala hal Mama lebih benar dari dia. Dia tak mau mengakui kebenaran Mama, hanya karena Mama Pribumi. Lantas harus apa aku ini?” (Toer, 1980:103)

“Mengapa kau tak bertindak sebagai pendamai, Ann?” “Buat apa? Perbuatannya yang keterlaluan sudah bikin aku mengutuk dia”. “Mengutuk? Kau mengutuk?” “Melihat mukanya pun aku tidak sudi. Dulu memang aku masih sanggup berbaik dengannya. Sekarang, untuk seumur hidup- tidak. Tidak, Mas” (Toer, 1980:103)

Konflik yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia tidak spesifik seperti yang dikemukakan Rauf, namun ada kesamaan ide dalam penyebab munculnya konflik.

Dalam novel Bumi Manusia, makna konflik mencakup perubahan, kebencian, kemajuan, ketidakbebasan. Perubahan dan kemajuan adalah Minke yang sudah berubah akibat mendapat didikan dari H.B.S. Kebencian adalah kebencian Nyai Ontosoroh terhadap orang tuanya dan ketidakbebasan adalah ketidakbebasan yang dialami Nyai

Ontosoroh terhadap Annelies Mellema akibat keputusan pengadilan pemerintah kolonial

Hindia Belanda.

5.2.5 Budaya (Jawa)

5.2.5.1 Batik

5.2.5.1.1 Batik Sebagai Fakta Faktual

Batik adalah salah satu model pakaian. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad

209

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

XIX. Batik yang dihasilkan semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an

(http://id.wikipedia.org/wiki/Batik).

Maka batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa). Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini

(http://id.wikipedia.org/wiki/Batik).

5.2.5.1.2 Batik Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel ini, batik dikenakan para pegawai Annelies dan diberikan oleh

Bunda Minke kepada Annelies sebagai tanda bahwa Annalies menantunya.

Sebagian perempuan. Nampak dari kain batik di bawah baju putihnya. (Toer, 1980:23)

Dari tangga itu turun bidadari Annelies, berkain batik, berkebaya berenda (Toer, 1980: 34).

Dibandingkan dengan gadis-gadis lain barangkali pakaianku termasuk banyak dan mahal, maka kupelihara baik-baik. Kain batikku lebih dari enam. Di antaranya batikanku sendiri (Toer, 1980: 75).

“Nah, kenakan kain batik ini. Sekarang. Telah Bunda batikkan sendiri untukmu buat kesempatan ini. Bertahun lamanya aku simpan dalam peti khusus, setiap minggu ditaburi kembang melati, Gus. Setelah aku dengar cerita orang dari suratkabar tentang jalannya sidang itu, segera aku sucikan kain ini, Gus. Satu untuk kau, satu untuk menantuku. Coba periksa batikan Bunda ini, dan cium, harum melati bertahun itu. (Toer, 1980: 305)

5.2.5.2 Blanko dan Keris

210

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.5.2.1 Blanko dan Keris Sebagai Fakta Faktual

Dalam tradisi Jawa, blangkon dan keris, bagai dua sisi mata uang yang menyatu.

Artinya tidak mungkin dilepaskan satu sama lain. Dalam acara adat, blankon dan keris selalu dipakai para lelaki Jawa.

Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa (http://id.wikipedia.org/wiki/Blangkon).

Blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon

(http://elfarid.multiply.com/journal/item/703/Falsafah_Blangkon)

Lalu keris. Keris adalah senjata tajam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya). Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berliku-liku, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu guratan- guratan logam cerah pada helai bilah (http://id.wikipedia.org/wiki/Keris). Atau Keris adalah senjata tikam berbentuk asimetris bermata dua yang berasal dari Jawa. Dari hanya sekadar senjata tikam, keris kemudian berkembang menjadi simbol status sosial dan simbol kejantanan/kekuasaan bagi pemiliknya

(http://kerismataram.com/index.php/page/knowledge/id/2/title/deskripsi-singkat-keris- jawa.html).

5.2.5.2.2 Blanko dan Keris Sebagai Fakta Fiksi

211

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Blankon dan Keris faktual, ada bendanya, yang menjadi faka adalah peristiwa ketika Minke mengenakan Blankon dan Keris

Blangkon dan keris juga dikenakan Minke ketika pelantikan Bupati B. Sebuah blangkon, dengan gaya perpaduan antara Jawa-Timur dan Madura, sama sekali baru, kreasi Niccolo Moreno sendiri, terpasang pada kepalaku. Menyusul sebilah keris bertatahkan permata. Kemudian baju lasting hitam berbentuk jas pendek dengan cowak pada bagian punggung, sehingga keindahan keris bisa dikagumi semua orang. Dasi kupu-kupu hitam membikin leherku, yang biasa giat mengantarkan mataku mencari sasaran, serasa hendak dijerat hidup-hidup. Keringat panas mulai membasahi punggung dan dada (Toer, 1980:127-128)

5.2.5.3 Gamelan

5.2.5.3.1 Gamelan Sebagai Fakta Faktual

Gamelan adalah alat kesenian Jawa. Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya/alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama (http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan).

Namun ada pula yang mendefinsikan gamelan adalah sekelompok alat musik perkusi, terdiri dari kendang, gambang, gong, gender, siter, bonang, slenthem, demung, saron, kenong, kethuk, kempyang, kempul, berjajar dalam formasi khas. Dimainkan bersama alat musik gesek berupa rebab dan celempung. Inilah yang disebut gamelan

(http://www.anneahira.com/alat-musik-tradisional-gamelan.htm). Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending (http://www.yogyes.com/id/yogyakarta- tourism-object/performance/gamelan-show/).

212

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.5.3.2 Gamelan Sebagai Fakta Fiksi

Gamelan sebagai faktual ada bendanya, yang menjadi fakta adalah peristiwa yang dilukiskan dalam cerita di atas yaitu ketika syukuran ayah Minke ketika mendapatkan jabatan Bupati B.

Waktu aku sadari bunyi gamelan Jawa-Timur, yang mengayunkan suasana malam itu, aku terbangun dari renungan, berkaca lagi dan tersenyum puas — sangat puas (Toer, 1980:128)

Gamelan memainkan Kebo Giro, lagu selamat datang, menggebu-gebu memenuhi ruangan resepsi dan hati (Toer, 1980:128)

Gamelan kembali menderu riuh. Seorang penari dengan badan berisi seperti terbang memasuki gelanggang, membawa talam berisi sampur. Dengan talam perak itu langsung ia datang pada Tuan Assisten Residen. Dan pembesar putih itu berdiri dari kursinya, mengambil sampur dan menyelendangkan pada bahunya sendiri (Toer, 1980:130)

5.2.5.4 Syukuran

5.2.5.4.1 Syukuran Sebagai Fakta Faktual

Banyak jenis syukuran, kelahiran anak, dilakukan syukuran, khitanan anak dilakukan syukuran, ulang tahun dilakukan syukuran, tercapainya atau atas keberhasilan mencapai sesuatu, dilakukan syukuran, terhindar dari maut, sembuh dari penyakit, dilakukan syukuran dan sebagainya.

Syukuran sebagai rasa terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah yang diberikannya.

Maka syukuran bukanlah hal yang baru dalam kehidupan manusia.

5.2.5.4.2 Syukuran Sebagai Fakta Fiksi

213

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Orang tua Minke, atas keberhasilannya mendapatkan jabatan Bupati B, dilakukan syukuran. Tetapi acara syukuran ini hanyalah fakta, bukan faktual, karena bupati B adalah rekaan pengarang.

Sejak pagihari orang telah sibuk menyiapkan tempat untuk resepsi pengangkatan Ayahanda. Penari-penari tercantik dan terbaik seluruh kabupaten kabarnya telah disewa untuk keperluan itu. Ayahanda telah mendatangkan gamelan terbaik dari perunggu tulen dari kota T, gamelan Nenenda yang selalu terbungkus beledu merah bila tak ditabuh. Setiap tahun bukan hanya dilaras kembali, juga dimandikan dengan air bunga. Bersamaan dengan gamelan datang juga jurularas. Ayahanda menghendaki bukan saja gamelannya, juga larasnya harus murni Jawa- Timur. Maka sejak pagi pendopo telah bising dengan bunyi orang mengikir dalam melaras. Pekerjaan administrasi kantor kebupatian B, berhenti seluruhnya. Semua membantu Tuan Niccolo Moreno, seorang dekorator kenamaan yang didatangkan dari Surabaya. Ia membawa serta kotak besar alat-alat hias yang selama itu tak pernah kukenal. Dan pada waktu itu juga baru aku tahu: memajang adalah satu keahlian. Tuan Niccolo Moreno datang atas saran Tuan Asisiten Residen B, dibenarkan dan ditanggung oleh Tuan Residen Surabaya...... Pendopo itu telah dirubahnya menjadi arena dengan titik berat pada poster besar Sri Ratu Wilhelmina, dara cantik yang pernah aku impikan - dibawa dari Surabaya, dilukis oleh seorang dengan nama Jerman: Hùssenfeld. Aku masih tetap menganggumi kecantikannya. Bendera Triwarna dipasang di mana-mana, tunggal atau dua bersilang. Juga Triwarna pita panjang berjuluran dari protret Sri Ratu ke seluruh pendopo dan bakalnya meraih para hadirin dengan kedwibawaannya. Tiang-tiang pendopo dicat dengan cat tepung yang baru kuperhatikan waktu itu pula, dan dapat kering dalam hanya dua jam. Daun beringin dan janur kuning dalam keserasian warna tradisi mengubah dinding dan tiang- tiang yang kering kerontang menjadi sejuk dan memaksa orang untuk menikmati dengan penglihatannya. Maka mata pun diayunkan oleh permainan warna bunga-bungaan yang dalam kehidupan sehari-hari berpisahan dan dengan diam-diam berjengukan pada pagar-pagar. (Toer, 1980: 126-127)

Selanjutnya dilakukan pada saat pelantikan

214

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.6 Suku

5.2.6.1 Suku Jawa

5.2.6.1.1 Suku Jawa Sebagai Fakta Faktual

Suku Jawa (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku Jawa terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.

Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten,

Jakarta, dan Sumatera Utara.

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh.

Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.

Orang Jawa sebagian besar secara nominal menganut agama Islam. Tetapi ada juga yang menganut agama Protestan, Katolik, Buddha dan Hindu. Namun ada juga masyarakat Jawa penganut Kejawen. Kepercayaan kejawen ini berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat dalam masyarakat Jawa.

5.2.6.1.2 Suku Jawa Sebagai Fakta Fiksi

Pelaku dan tokoh utama dalam novel Bumi Manusiam yaitu Minke dan Nyai

Ontosoroh berasal dari suku Jawa. Maka suku Jawa yang disebut-sebut dalam Novel

Bumi Manusia ini adalah fakta fiksi.

215

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.6.2 Suku Madura

5.2.6.2.1 Suku Madura Sebagai Fakta Faktual

Darsam dan pengawal Nyai Ontosotoh digambarkan berasal dari suku Madura.

Suku Madura adalah salah satu suku yang ada di Indonesia, yang terletak di Propinsi

Jawa Timur, di Pulau Madura.

Suku Madura (http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur) mendiami di Pulau

Madura dan daerah Tapal Kuda (Jawa Timur bagian timur), terutama di daerah pesisir utara dan selatan. Di sejumlah kawasan Tapal Kuda, Suku Madura bahkan merupakan mayoritas. Hampir di seluruh kota di Jawa Timur terdapat minoritas Suku Madura, umumnya mereka bekerja di sektor informal.

Suku Madura seperti dengan suku-suku lain mempunyai ciri khas (stereotype).

Orang Madura digambarkan sebagai pribadi yang keras dengan bicara yang blak-blakan serta teguh mempertahankan prinsipnya. Mereka tidak segan mengajak berkelahi bila ada yang berani melanggar sesuatu yang mereka anggap hak mereka. Clurit, pisau dan carok sudah menjadi atribut pelengkap bila membicarakan orang Madura. Waktu kecil saya sempat takut kalau melihat orang Madura saat pergi ke pasar buah atau ikan karena umumnya di tempat-tempat tersebut dipenuhi dengan penjual yang berasal dari Madura.

Dengan pisau dan golok besar di tangan untuk mengupas buah atau membersihkan ikan seolah-olah mereka sudah siap sedia untuk berperang

(http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/24/orang-madura-clurit-sate-dan-warna- menyolok).

5.2.6.2.2 Suku Madura Sebagai Fakta Fiksi

216

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Suku Madura yang disebut-sebut dalam Novel Bumi Manusia ini adalah fakta fiksi.

5.2.6.3 Suku Aceh

5.2.6.3.1 Suku Aceh Sebagai Fakta Faktual

Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang mendiami ujung utara Sumatra, yang pada umumnya memeluk Islam sebagai agamanya. Suku Aceh tersebar hampir di seluruh wilayah Aceh, mulai dari Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Pidie, Aceh Utara, Aceh

Timur, Aceh Jaya, Aceh Barat Aceh Tamiang, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan,Aceh

Besar, Pidie, Bireun dan Nagan Raya. Suku Aceh memiliki sejarah panjang tentang kegemilangan sebuah kerajaan Islam hingga perjuangan atas penaklukan kolonial Hindia

Belanda. Banyak dari budaya Aceh yang menyerap budaya Hindu India, dimana kosakata bahasa Aceh banyak yang berbahasa Sanskerta. Suku Aceh merupakan suku di Indonesia yang pertama memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan Islam.

5.2.6.3.2 Suku Aceh Sebagai Fakta Fiksi

Kisah Jean Marais tentang suku Aceh adalah fakta fiksi.

5.2.7 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota)

5.2.7.1 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota) Sebagai Fakta Faktual

Dalam novel Bumi Manusia ada disebut nama-nama negara seperti Jepang, Libya,

Aljazair, Mesir, Maroko, Belanda, Hongkong, Hindia Belanda, nama pulau seperti Pulau

Jawa dan kota seperti Sidoarjo, Surabaya, Aceh. Nama negara, nama pulau dan nama kota adalah fakta faktual karena ada.

217

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.7.1.1 Jepang

Jepang adalah sebuah negara yang terletak di Asia Timur. Negara Jepang disebelah Barat berbatasan dengan Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea, dan Rusia. Pulau-pulau paling utara berada di Laut Okhotsk, dan wilayah paling selatan berupa kelompok pulau-pulau kecil di Laut Cina Timur, tepatnya di sebelah selatan Okinawa yang bertetangga dengan

Taiwan.

Menurut mitologi tradisional, Jepang didirikan oleh Kaisar Jimmu pada abad ke-7

SM. Kaisar Jimmu memulai mata rantai monarki Jepang yang tidak terputus hingga kini.

Meskipun begitu, sepanjang sejarahnya, untuk kebanyakan masa kekuatan sebenarnya berada di tangan anggota-anggota istana, shogun, pihak militer, dan memasuki zaman modern, di tangan perdana menteri. Menurut Konstitusi Jepang tahun 1947, Jepang adalah negara monarki konstitusional di bawah pimpinan Kaisar Jepang dan Parlemen

Jepang (http://id.wikipedia.org/wiki/Jepang).

5.2.7.1.2 Belanda

Belanda merupakan salah satu negara yang terletak di Benua Eropah. Ranahnya berada di bawah permukaan laut. Belanda terkenal dengan dijk (tanggul), kincir angin, terompa kayu, tulip dan sifat terbuka masyarakatnya.

Belanda (http://id.wikipedia.org/wiki/Belanda) pernah mempunyai beberapa koloni, salah satu yang paling ternama adalah Nederlands-Indië (Indonesia) dan

Suriname yang ditukar dengan Nieuw Amsterdam. Koloni ini pertama diadministrasi oleh

Vereeinigde Oost-Indische Compagnie (VOC) dan West-Indische Compagnie (WIC) atau

218

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Geoctroyeerde West-Indische Compagnie (GWIC)). Tiga abad kemudian, perusahaan ini mendapat kesulitan finansial dan teritori di mana mereka beroperasi diambil alih oleh pemerintahan Belanda (pada tahun 1815 dan 1791). Pada saat inilah daerah tersebut menjadi koloni resmi pemerintahan Belanda.

5.2.7.2.3 Perancis

Perancis (http://id.wikipedia.org/wiki/Perancis), secara resmi Republik Perancis

(République française) merupakan sebuah negara yang teritori metropolitannya terletak di Eropa Barat. Perancis juga memiliki berbagai pulau dan teritori seberang laut yang terletak di benua lain. Perancis Metropolitan memanjang dari Laut Mediterania hingga

Selat Inggris dan Laut Utara, dan dari Rhine ke Samudera Atlantik. Orang Perancis sering menyebut Perancis Metropolitan sebagai "L'Hexagone" (Heksagon) karena bentuk geometris teritorinya.

Perancis berbatasan dengan Belgia, Luksemburg, Jerman, Swiss, Italia, Monako,

Andorra, dan Spanyol. Karena memiliki departemen seberang laut, Perancis juga berbagi perbatasan tanah dengan Brasil dan Suriname (berbatasan dengan Guyana Perancis), dan

Sint Maarten (berbatasan dengan Saint Martin). Perancis juga terhubung dengan Britania

Raya oleh Terowongan Channel, yang berada di bawah Selat Inggris.

5.2.7.2.4 Maroko

Maroko adalah salah satu dari 22 Negara Arab yang tergabung dalam Organisasi

Liga Arab yang bermarkas di Cairo, Mesir. Negara ini terletak persis di ujung utara benua

Afrika dan berbatasan di sebelah utara dengan laut tengah, sebelah timur dengan aljazair, sebelah selatan dengan Mauritania dan sebelah barat dengan Samudera Atlantik. Letak

219

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Maroko yang sangat strategis di perairan Samudera Atlantik dan Laut Tengah menyebabkan Negara ini menjadi incaran kaum imperialis barat. Walaupun letak Maroko di benua Afrika, alamnya tidak jauh berbeda dengan wilayah asia yang subur, hijau.

Sehingga tidak jarang pelancong dari manca negara tercengang melihat kesuburan tanah

Maroko yang dipenuhi dengan pepohonan dan penghijauan di segenap wilayah.

Pemerintah Maroko juga memberikan perhatian yang cukup besar terhadap usaha penghijauan wilayah. Bahkan boleh dikatakan, diantara Negara-negara Arab dan Afrika,

Maroko termasuk Negara pertanian terkemuka dan unggul

(http://www.ppimaroko.org/index.php?option=com_content&view=article&id=88:marok o-selayang-pandang&catid=51:info-maroko&Itemid=83).

5.2.7.1.5 Lybia

Libya atau Libia terletak di Afrika Utara, berbatasan dengan Laut Tengah, Mesir di sebelah timur, Sudan di tenggara, Chad dan Niger di selatan serta Aljazair dan Tunisia di sebelah barat. Ibu kota negaranya adalah Tripoli (http://id.wikipedia.org/wiki/libya).

Nama "Libya" berasal dari bahasa Mesir "Lebu", sebutan bagi orang-orang Berber yang tinggal di sebelah barat Sungai Nil, dan diadopsi oleh bahasa Yunani sebagai

"Libya". Pada zaman Yunani Kuno, istilah ini memiliki arti yang lebih luas, yang mencakup seluruh Afrika Utara di sebelah barat Mesir, dan kadang ditujukan untuk seluruh benua Afrika.

Semula, Libya adalah sebuah kerajaan yang didirikan pada 24 Desember 1951.

Raja Idris I bertindak sebagai pemimpin pemerintahan. Italia merebut Libya dari

Kekaisaran Ottman (Tukri) dan menjadikannya wilayah jajahan. Sebuah negara yang

220

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

terletak di Afrika Utara dan berbatasan dengan Laut Tengah ini mendapat kemerdekaan setelah Italia menyerah kepada Sekutu dalam Perang Dunia II.

5.2.7.1.6 Aljazair

Aljazair terletak di barat-laut Afrika dengan pantai sepanjang Laut Tengah di sebelah utara. Aljazair berbatasan dengan Tunisia di timur laut, Libya di timur, Niger di sebelah tenggara, Mali dan Mauritania di barat laut, dan Maroko di barat

(http://id.wikipedia.org/wiki/Aljazair).

5.2.7.1.7 Mesir

Republik Arab Mesir (http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir), lebih dikenal sebagai

Mesir, adalah sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. Luas wilayah sekitar 997.739 km² Mesir mencakup Semenanjung Sinai

(dianggap sebagai bagian dari Asia Barat Daya), sedangkan sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika Utara. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara-timur. Perbatasannya dengan perairan ialah melalui

Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.

Mayoritas penduduk Mesir menetap di pinggir Sungai Nil (sekitar 40.000 km²).

Sebagian besar daratan merupakan bagian dari gurun Sahara yang jarang dihuni.

Mesir terkenal dengan peradaban kuno dan beberapa monumen kuno termegah di dunia, misalnya Piramid Giza, Kuil Karnak dan Lembah Raja serta Kuil Ramses. Di

Luxor, sebuah kota di wilayah selatan, terdapat artefak kuno yang mencakup sekitar 65% artefak kuno di seluruh dunia. Kini, Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan politikal utama di wilayah Arab dan Timur Tengah.

221

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.7.1.8 Afrika Selatan

'Republik Afrika Selatan (http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan)' adalah sebuah negara di Afrika bagian selatan. Afrika Selatan bertetangga dengan Namibia,

Botswana dan Zimbabwe di utara, Mozambik dan Swaziland di timur laut. Keseluruhan negara Lesotho terletak di pedalaman Afrika Selatan.

Afrika Selatan merupakan salah satu negara tertua di benua Afrika. Banyak suku telah menjadi penghuninya termasuk suku Khoi, Bushmen, Xhosa dan Zulu. Penjelajah

Belanda yang dikenal sebagai Afrikaner tiba disana pada 1652. Pada saat itu Inggris juga berminat dengan negara ini, terutama setelah penemuan cadangan berlian yang melimpah. Hal ini menyebabkan Perang Britania-Belanda dan dua Perang Boer. Pada

1910, empat republik utama digabung di bawah Kesatuan Afrika Selatan. Pada 1931,

Afrika Selatan menjadi jajahan Britania sepenuhnya.

Pada masa dahulu, pemerintahan negara ini dikecam karena politik 'apartheid'nya tetapi sekarang Afrika Selatan adalah sebuah negara demokratis dengan penduduk kulit putih terbesar di benua Afrika. Afrika Selatan juga merupakan negara dengan berbagai macam bangsa dan mempunyai 11 bahasa resmi. Negara ini juga terkenal sebagai produsen berlian, emas dan platinum yang utama di dunia.

Ibu kotanya Cape Town, Kota terbesar Johannesburg. Bahasa resmi Afrikaans,

Inggris, Zulu, Xhosa, Swazi, Ndebele, Sotho Selatan, Sotho Utara, Tsonga, Tswana dan

Venda

5.2.7.1.9 Hongkong

222

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hongkong (http://id.wikipedia.org/wiki/Hongkong), merupakan satu dari dua

Daerah Administratif Khusus yang merupakan bagian dari negara Republik Rakyat Cina, satunya lagi adalah Makau. Pada tanggal 1 Juli 1997, daerah ini secara resmi diserahkan oleh pemerintah Britania Raya kepada Republik Rakyat Cina. Sebelum diserahkan pada tahun 1997, Hong Kong adalah koloni Britania Raya.

5.2.7.1.10 Sidoarjo

Sidoarjo (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sidoarjo), merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Sidoarjo. Kabupaten ini berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik di utara, Selat Madura di timur,

Kabupaten Pasuruan di selatan, serta Kabupaten Mojokerto di barat.

Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, daerah Sidoarjo bernama Sidokare, yang merupakan bagian dari Kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibantu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung

Pangabahan.

5.2.7.1.11 Surabaya

Surabaya (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya) adalah ibukota Provinsi

Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah

Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur. Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah.

223

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pada zaman Hindia-Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibukota Karesidenan

Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik,

Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status kotamadya (Gemeente). Pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibukota provinsi

Jawa Timur. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di

Hindia-Belanda setelah Batavia.

5.2.7.1.12 Pulau Jawa

Pulau Jawa (http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Jawa) adalah sebuah pulau terbesar di Indonesia. Ibu kota negara Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa bagian barat.

Banyak sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Jawa dahulu merupakan pusat dari beberapa kerajaan Hindu-Budha, kesultanan Islam, pemerintahan kolonial Hindia

Belanda, serta pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pulau ini berdampak sangat besar terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. Pulau ini secara administratif terbagi menjadi empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, dan Banten; serta dua wilayah khusus, yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.

5.2.7.1.13 Hindia Belanda

Hindia-Belanda (http://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda) (bahasa Belanda:

Nederlands(ch)-Indië) adalah sebuah wilayah koloni Belanda yang diakui secara hukum de jure dan de facto. Hindia-Belanda juga merupakan wilayah yang tertulis dalam UU

Kerajaan Belanda tahun 1814 sebagai wilayah berdaulat Kerajaan Belanda, diamandemen tahun 1848, 1872, dan 1922 menurut perkembangan wilayah Hindia-Belanda.

224

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hindia-Belanda dahulu kala adalah sebuah jajahan Belanda, sekarang disebut

Indonesia. Jajahan Belanda ini bermula dari properti Vereenigde Oostindische

Compagnie (atau VOC) yang antara lain memiliki Jawa dan Maluku serta beberapa daerah lain semenjak abad ke-17. Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1798, semua properti VOC menjadi milik pemerintah Belanda.

Perbatasan Hindia-Belanda dengan negara tetangganya ditentukan dengan perjanjian-perjanjian legal antara Kerajaan Belanda dan Kerajaan Sarawak (protektorat

Inggris di bawah dinasti Brooke "the White Rajah"), Borneo Utara Britania (Sabah),

Kerajaan Portugis (Timor Portugis), Kekaisaran Jerman (Papua Nugini Utara), Kerajaan

Inggris (Papua Nugini Selatan).

5.2.7.1.14 Aceh

Aceh (http://id.wikipedia.org/wiki/Aceh) yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia. Daerah Aceh ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Meukuta Perkasa Alam,

Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal

Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris,

Ottoman, dan Belanda.

225

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya

(Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di

Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.

5.2.7.1.15 Wonokromo

Wonokromo (http://id.wikipedia.org/wiki/Wonokromo) adalah sebuah kecamatan di Kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Di sini terdapat Stasiun Kereta Api

Wonokromo dan sungai yang bernama Kali Jagir dan bangunan pasar baru yang bernama

DTC (Darmo Trade Center). Letaknya yang di tengah kota, menjadikan Wonokromo sebagai jalur utama lalu lintas Kota Surabaya.

5.2.7.2 Nama-Nama Wilayah (Negara, Pulau dan Kota) Sebagai Fakta Fiksi

Nama-Nama Wilayah (Negara: Jepang, Belanda, Perancis, Maroko, Lybia, Aljajair,

Mesir, Afrika Selatan, Hongkong, (Pulau dan Kota: Sidoarjo, Surabaya, Pulau Jawa,

Hindia Belanda, Aceh, Wonokromo, Sidoarjo, Medan) yang terdapat di dalam Novel

Bumi Manusia ini adalah fakta fiksi.

5.2.8 Penggunaan Bahasa Belanda

5.2.8.1 Penggunaan Bahasa Belanda Secara Fakta Faktual

Penjajahan Belanda yang selalu dikatakan 350 tahun, jelas meninggalkan jejak- jejaknya. Jejaknya ada yang bersifat negatif dan ada yang bersifat positip. Jejak yang bersifat positip ini akhirnya ditiru oleh bangsa Indonesia.

226

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Maka wajar saja, banyak peninggalan Belanda di Indonesia, termasuk Bahasa

Belanda dan ini adalah faktual.

5.2.8.2 Penggunaan Bahasa Belanda Secara Fakta Fiksi

Kurun waktu pengisahan cerita novel Bumi Manusia ini, di sekitar akhir abad 19 dan di awal abad 20. Pada masa ini adalah masa penjajahan Belanda. Maka wajar saja banyak ditemukan istilah-istilah dalam bahasa Belanda. Dalam novel Bumi Manusia ini, penggunaan bahasa Belanda ini ditemukan pada:

5.2.8.2.1 Nama Tempat

Adapun nama-nama tempat dalam bahasa Belanda yang terdapat di dalam novel

Bumi Manusia adalah Boerderij Buitenzorg, H.B.S, dan E.L.S.

Boerderij Buitenzorg

“Dokar tiba-tiba membelok, melewati pintu gerbang, melewati papan nama Boerderij Buitenzorg langsung menuju ketangga depan rumah” (Toer, 1980: 11).

Boerderij Buitenzorg adalah rumah Tuan Herman Mellema dan Nyai Ontosoroh, selain itu Boerderij Buitenzorg adalah sebuah perusahaan pertanian dan susu milik

Herman Mellema dengan Nyai Ontosoroh.

H.B.S

“Biar aku ceritakan: dia temanku sekolah di H.B.S., jalan H.B.S., Surabaya” (Toer, 1980: 5).

Pram menulis Minke tokoh utama dalam novel ini dan temannya Roobert

Suurhof bersekolah di H.B.S (Hoogere Burger School) yang merupakan sekolah

227

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kelanjutan dari E.L.S. (Europeesche Lagere School) yang merupakan Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di Indonesia.

Sekolah ini menggunakan bahasa pengantar Belanda dan pendidikannya berorientasi Barat. Lama belajar di H.B.S adalah tiga tahun.

E.L.S

“Apa sekolahmu dulu?” “E.L.S., tidak tamat, belum lagi kelas empat”(Toer, 1980: 17).

E.L.S. sekolah yang pernah dimasuki oleh Annelies. Sekolah ini adalah salah satu sekolah rendah yang didirikan pemerintahan Belanda pada tahun 1817. E.L.S

(Europesche Lagere School) atau sekolahan rendah Eropa ini diperuntukan bagi keturunan Eropa, keturunan Timur Asing, atau Pribumi dari tokoh terkemuka, dengan lama bersekolah tujuh tahun.

228

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.8.2.2 Nama Jabatan

Adapun nama-nama jabatan yang terdapat pada masa pemerintahan kolonial

Belanda yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia adalah Gubermen, Resident,

Asissten Resident dan Kassier.

Resident

“Bupati B? Tuan Assisten Resident B; Tuan Resident Surabaya; Tuan Kontrolir; dan semua Bupati tetangga akan hadir”(Toer, 1980: 120).

Gubermen

Gubermen (Toer, 1980: 153)

Asissten Resident

Dalam novel ini, disebutkan Tuan Asissten Resident B; Tuan Resident

Surabaya; Tuan Kontrolir. Resident adalah seorang penguasa tertinggi di daerahnya, yang diangkat oleh seorang Gubernur Jendral atas nama Raja. Asissten Resident adalah pimpinan kedua atau wakil Resident di daerahnya dan diangkat oleh Resident atas nama

Gubernur Jendral juga berkuasa secara Otokarasi. Tuan Kontrolir adalah eselon terendah di daerahnya dan dijabat oleh orang Belanda.

Kassier

“Jabatan yang diimpikannya adalah juru bayar: kassier pemegang kas Pabrik Gula Tulangan, Sidoharjo” (Toer, 1980: 72).

Kassier adalah salah satu jabatan di Paprik Gula Tulangan Sidoharjo sebagai tempat ayahnya Nyai Ontosoroh bekerja.

229

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Opas

Namun setiap hari seorang opas mengantarkan aku ke sekolah terbenci itu juga. (Toer, 1980: 28).

Opas adalah penjaga kantor atau agen polisi. Dalam novel ini makna opas lebih mendekati kepada agen polisi.

Majoor der Chineezen

“Kalau toh Tionghoa peranakan boleh jadi dari kalangan terpelajar, mungkin pegawai kantor Majoor der Chaineezen” (Toer, 1980: 146).

Gelar Majoor der Chineezen diberikan kepada tokoh masyarakat Tionghoa pada masanya. Majoor der Chineezen adalah nama pangkat Militer Tituler atau Letnan,

Kapten dan Mayor. Mereka ditugaskan melakukan pemungutan pajak di kalangan bangsawan sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Di bidang administrasi langsung di bawah pemerintahan Eropa.

Di Medan gelar Majoor der Chineezen diberikan kepada Tjong A Fie (1860-

1921) adalah seorang pengusaha, bankir dan kapitan yang berasal dari Tiongkok dan sukses membangun bisnis besar dalam bidang perkebunan di Sumatera, Indonesia. Pada tahun 1911, Tjong A Fie diangkat sebagai Kapitan Tionghoa (Majoor der Chineezen) untuk memimpin komunitas Tionghoa di Medan, menggantikan kakaknya, Tjong Yong

Hian (http://id.wikipedia.org/wiki/Tjong_A_Fie.htm).

5.2.8.2.3 Nama Orang

Adapun nama-nama orang yang menggunakan bahasa Belanda yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia adalah Max Havelaar atau De koffieveillingen der

230

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nerderlandsche Handels Maatschappij, Eduard Dauwes Dekker, Majoor der

Chaineezen, Van Heutsz dan Roorda van Eysinga.

“Karya utamanya tentu,” jawabku, “Max Havelaar atau De koffieveillingen der Nerderlandsche Handels Maatschappij” “Dan siapa Multatuli itu kiramu?”sekarang Sarah yang menerjang aku”. “Siapa?” Eduard Dauwes Dekker” (Toer, 1980: 135).

Max Havelaar adalah salah satu judul buku yang ditulis oleh Eduard Dauwes

Dekker. Multatuli adalah nama samarannya, lahir tahun 1820 di Amsterdam. Berasal dari keluarga Protestant. Dia dikirim ayahnya sekolah pendeta tahun 1832 di Latinje

School, tidak selesai. Ayahnya seorang kapten kapal mengantarkannya ke Hindia

Belanda ketika Eduard Dauwes Dekker berusia 18 tahun. Dia kemudian bekerja di

Dewan Pengawas Keuangan di Batavia.

Tahun 1852 dia kembali ke Belanda untuk cuti pertama. Mei 1855 dia kembali ke Hindia, dan diterima Gubernur Jenderal Duymer van Twist, serta ditugaskan ke

Lebak, Banten, sebagai asisten residen.

Setelah cukup adaptasi dengan Rangkas Bitung, dia mulai membongkar kasus- kasus kesewenangan dan penindasan dari Bupati, Demang. Bupati Lebak Raden Adipati

Karta Nata Nagara bersama menantunya, Demang Parangkujang sangat sewenang- wenang. Hal ini dilaporkan ke atasannya Residen Brest van Kempen, yang kemudian diteruskan ke Gubernur Jenderal.

Ternyata Eduard Dauwes Dekker yang malah ditegur dan dianggap tidak becus. Eduard Dauwes Dekker sangat marah karena reaksi yang tidak sesuai dengan apa yang dibayangkannya. Dia mengajukan pengunduran diri, dan diluluskan.

April 1857, Eduard Dauwes Dekker kembali ke Eropa. Di suatu losmen di

Brussel, dia menuliskan kasus itu ke dalam sebuah buku, sebagai protes, Max Havelaar

231

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Aku telah banyak menderita). Dwi fungsi dari buku itu adalah untuk diakhirinya pemerasan dan dikembalikan kehormatan rakyat jelata di Jawa; dan nama baiknya dipulihkan.

Dalam buku Max Havelaar, Eduard Dauwes Dekker yang menggunakan nama samaran Multatuli, membeberkan terang-terangan penyimpangan sistem tanam paksa dan penderitaan rakyat Lebak (Banten).

Munculnya buku, Max Havelaar yang ditulis oleh Eduard Dauwes Dekker telah menggugah masyarakat Belanda untuk menentang perilaku bangsanya yang kejam.

Selain itu juga Meriam de la Croix juga mengungkapkan tentang De

Koffieveillingen der Nerderlandsche Handels Maatschappij kepada Minke. Dahulu De

Koffieveillingen der Nerderlandsche Handels Maatschappij ini sebuah Badan Usaha

Dagang Belanda yang didirikan pada tahun 1924, memperoleh keuntungan besar setelah mendapat hak monopoli pengangkutan hasil tanam paksa.

“Aku ajukan pertanyaan tentang teori asosiasi Dokter Snouck Hurgronje” (Toer, 1980: 206).

“Sayang sekarang dia terlibat dalam pertengkaran dengan Van Heutsz” (Toer, 1980: 139).

Dokter Snouck Hurgronje adalah utusan pemerintahan Belanda untuk menyelidiki kehidupan dan struktur masyarakat Aceh. Dengan menyamar sebagai ulama dengan nama Abdul Gaffar. Dokter Snouck Hurgronje berhasil mengetahui kelemahan masyarakat Aceh. Dalam bukunya yang berjudul “De Atjehers”. Dokter Snouck

Hurgronje menyarankan pemerintahan Belanda menggunakan siasat kekerasan dalam menghadapi rakyat Aceh.

232

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berdasarkan kesimpulan Dr. Snouck Hurgronje pemerintah Hindia Belanda memperoleh petunjuk bahwa untuk menaklukkan Aceh harus dengan siasat kekerasan.

Pada tahun 1899, Belanda mulai menerapkan siasat kekerasan dengan mengadakan serangan besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman. Serangan-serangan tersebut dipimpin oleh van Heutz. Tanpa mengenal perikemanusiaan, pasukan Belanda membinasakan semua penduduk daerah yang menjadi targetnya. Satu per satu pemimpin para pemimpin perlawanan rakyat Aceh menyerah dan terbunuh. Dalam pertempuran yang terjadi di Meulaboh, gugur. Jatuhnya Benteng Kuto Reh pada tahun

1904, memaksa Aceh harus menandatangani Plakat pendek atau Perjanjian Singkat

(Korte Verklaring). Biar pun secara resmi pemerintah Hindia Belanda menyatakan

Perang Aceh berakhir pada tahun 1904, dalam kenyataannya tidak. Perlawanan rakyat

Aceh terus berlangsung sampai tahun 1912. Bahkan di beberapa daerah tertentu di Aceh masih muncul perlawanan sampai menjelang Perang Dunia II tahun 1939 (Anonim.

Perlawanan Menentang Penjajah: Perang Aceh (1873 – 1904)

Roorda van Eysinga (Toer, 1980: 184)

Roorda van Eysinga (1796-1856) adalah seorang perwira yang pada 1819 berlayar ke Hindia Belanda. Sebagai tentara, ia malah bekerja sebagai pegawai sipil di biro bahasa

Pribumi, ia ditugaskan untuk menerjemahkan surat menyurat yang dilakukan pemerintah dengan raja-raja Pribumi (http://taufiqumar.blogspot.com/2011/02/bahasa-alat- penguasa.html)..

Dengan kekuasaannya, Roorda membuka kursus bahasa Melayu dan bahasa– bahasa Timur di salah satu ruang di Bataviaasch Genootschap. Sebuah ide yang kemudian berpengaruh besar, bahkan sampai gubernur Jendral Hindia Belanda pun

233

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mengikuti kursus itu, khusus untuk mempelajari Bahasa Arab

(http://taufiqumar.blogspot.com/2011/02/bahasa-alat-penguasa.html).

Sejarah kolonial mencatat bahwa banyak pegawai kolonial dari kalangan non- militer yang bersimpati kepada masyarakat jajahan, misalnya Multatuli dan Roorda van

Eysinga di Jawa. Roorda van Eysinga telah menulis sebuah puisi berjudul “De Laatste dag de Hollanders op ”, ‘Hari terakhir orang Belanda di Jawa’, dia mengeritik keras

Pemerintah Kolonial Belanda, yang akhirnya memecatnya sebagai pegawai kolonial dan memulangkannya ke Belanda tanpa santunan (http://niadilova.blogdetik.com/?p=274)..

5.2.8.2.4 Istilah Pemerintahan dan Nama Organisasi

Adapun nama sistem pemerintahan dan nama organisasi yang menggunakan bahasa Belanda yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia adalah Golongan Liberal,

Politik Kolonial, Forum Prifilelegiatum, Connexiteit, dan Maresose.

“Karena gurumu itu, kalau benar ceritamu boleh jadi dia dari Golongan Liberal” (Toer, 1980: 135).

Joffrow Magda Peters guru bahasa dan sastra Belanda Minke yang menjadi anggota golongan Liberal yang berkeinginan memajukan pendidikan yang ada di Hindia

Belanda.

“Boleh jadi itu satu pokok yang disarankan dalam kehidupan Politik Kolonial” (Toer, 1980: 206).

Politik kolonial dapat dibagi atas 2 fase. Fase pertama politik kolonial konservatif (1800 – 1848), fase kedua permulaan politik kolonial liberal (1850 – 1870).

Politik kolonial konservatif (1800 – 1848) merupakan suatu periode yang ditandai oleh pertentangan – pertentangan yang tajam dalam melaksanakan politik kolonial, baik pada sistem konservatif maupun pada sistem liberal.

234

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kelompok liberal lebih memperhatikan prinsip – prinsip humaniter, dan mengintepretasikan prinsip liberal sebagai prinsip memberi keadilan dan perlindungan bagi semua kepentingan. Dalam menghadapi golongan liberal yang terpecah belah itu golongan konservatif dapat menunjukkan, bahwa sistem kompeni terbukti efektif dan bahwa kondisi ekonomi lokal di tanah jajahan memang tidak sesuai dengan sistem liberal.

Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun

1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan.

Permulaan politik kolonial liberal (1850 – 1870). Dengan dihapusnya

Cultuurstelsel, maka tanaman wajib Pemerintah diganti oleh perkebunan – perkebunan yang diusahakan oleh pengusaha – pengusaha swasta. Kalau disatu pihak modal Belanda diekspor, maka dilain pihak modal asing, khususnya Jerman, ditanam dibeberapa cabang industri di Nederland. Singkatnya, liberalisme politik perdagangan Belanda berarti pembukaan Nederland bagi perdagangan internasional. Soal yang dihadapi oleh golongan liberal, menurut kata – kata Money, adalah: bukan “bagaimana mengatur tanah jajahan untuk memperoleh uang”. Sejak Partai Liberal berkuasa dirilislah modernisasi seperti yang terdapat di Nederland. Bank, jalan, kereta api, dinas pos, perkabunan swasta timbul.

“Pengadilan putih, pengadilan Eropa! Bukan karena Ah Tjong punya Forum Prifilelegiatum, tapi adanya Connexiteit” (Toer, 1980: 276).

Forum Prefilegiatum adalah hak khusus yang dimiliki oleh pejabat-pejabat tinggi untuk diadili oleh suatu pengadilan yang khusus/tinggi dan bukan oleh pengadilan negeri.

235

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Minke disebutkan salah seorang anggota Forum Prifilelegiatum, dia ingin membela keluarga melalui forum tersebut. Faktanya Forum Prifilelegiatum ini adalah forum sederajat dengan orang Eropa di depan pengadilan untuk bangsawan Pribumi sampai ke bawah bergelar Raden Mas atau setarafnya dan anak sampai cucu bupati.

Connexiteit adalah suatu tindak pidana dalam persekutuan antara orang non-Eropa dan orang Eropa. Pada novel ini Connexiteit terjadi antara Robert Mellema yang orang

Eropa, berkerja sama dengan Ah Tjong yang orang Tiongkok non-Eropa dalam perencanaan pembunuhan Tuan Mellema.

“Satu pasukan Maresose baru menyelesaikan latihan di Malang” (Toer, 1980: 339)

Maresose adalah polisi militer Belanda. Dalam novel ini, diceritakan pasukan

Maresose sedang menyelesaikan latihan di Malang. Dalam fakta sejarah pada tahun 1899

Van Heutsz pernah mengerahkan pasukan ini untuk menyerang Aceh.

5.2.8.2.5 Istilah-Istilah Lain

Sinyo artinya anak laki-laki yang belum kawin (bangsa Eropa atau peranakan Eropa)

Mevrouw artinya nyonya, ibu

Onder Curateele artinya di bawah pengampunan

Vaandrig artinya letnan muda.

Nederlandsch-Indische Geschiedenis artinya Sejarah Hindia Belanda

Noni artinya nona kecil atau nona; gadis.

5.2.9 Lain-Lain

5.2.9.1 Marsose

236

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.1.1 Marsose Sebagai Fakta Faktual

Marsose (Korps Marechaussee te Voet), adalah satuan militer yang dibentuk di masa kolonial Hindia Belanda oleh KNIL (tentara kolonial) sebagai tanggapan taktis terhadap perlawanan gerilya di Aceh. Pada tahun 1899 Van Heutsz pernah mengerahkan pasukan ini untuk menyerang Aceh.

Belanda meresmikan berdirinya Marsose pada tanggal 2 April 1890 sebagai kesatuan khusus gerak cepat yang memiliki kelebihan tempur dibandingkan kesatuan- kesatuan infanteri lainnya. Kapten G.G.J. Notten diangkat sebagai Komandan Korps

Marsose yang pertama dan bertugas hingga bulan September 1893. Ciri khas pasukan

Marsose adalah setiap prajurit menggunakan dua senjata sekaligus ketika bertempur. Satu tangan memegang kelewang, tangan yang satu memegang karaben atau senjata api, dan untuk daerah operasi Aceh para anggota Marsose dibekali dengan senjata tradisional setempat, Rencong (http://sejarah.kompasiana.com/2011/02/04/long-march-detasemen- choesoes-gerak-tjepat-marsose-gayo-tanah-alas-1904).

5.2.9.1.2 Marsose Sebagai Fakta Fiksi

Pasukan marsose yang diceritakan dalam novel Bumi Manusia ini yang latihan di

Malang adalah fakta fiksi.

5.2.9.2 Asosiasi

5.2.9.2.1 Asosiasi Sebagai Fakta Faktual

Asosiasi (Basri, 1975:66) adalah sistem yang menghendaki hubungan pribumi dan golongan Eropah sebagai sekutu, yang saling membantu mencapai kemajuan. Dalam

237

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sistem asosiasi ini, semua penduduk Hindia Belanda mempunyai tempat yang sama dan masing-masing mempunyai fungsinya sendiri serta nilai-nilainya sendiri. Semua golongan mempunyai tujuan sama, hanya dalam mencapai tujuan itu golongan-golongan itu bergerak secara terpisah-pisah. Tujuan politik asosiasi hendak menyalurkan aliran- aliran paham dalam dunia pribumi dan menjembati paham yang berlawanan, tiruan atau penyesuaian. Masyarakat Hindia Belanda perlu berlandaskan pada persamaan kedudukan dan saling hormat menghormati. Alat yang utama untuk mencapai sistem asosiasi ini adalah pengajaran.

Faktualnya, dalam sejarah Indonesia, teori asosiasi ini pernah ingin digunakan pemerintah kolonial Hindia Belanda, untuk meredam tuntutan kemerdekaan.

5.2.9.2.2 Asosiasi Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini ada disebut-sebut politik asosiasi yaitu dalam surat menyurat antara Minke dan Miriam de la Croix, dan Sarah de la Croix.

Kalau Juffrouw Magda Peters tak tahu tentang teori assosiasi kami sepenuhnya dapat mengerti. Miriam dan aku pun sebenarnya tak tahu apa- apa kecuali yang pernah kami katakan itu saja. Lebih tidak. (Toer, 1980: 216)

Karena Miriam de la Croix, dan Sarah de la Croix adalah tokoh rekaan pengarang, maka gagasan asosiasi yang ditawarkan Miriam de la Croix, dan Sarah de la

Croix adalah fakta tidak faktual.

5.2.9.3 Perusahaan Pertanian

5.2.9.3.1 Perusahaan Pertanian Sebagai Fakta Faktual

238

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sebagai faktual, perusahaan pertanian Buitenzorg, tidak ditemukan dalam sejarah

Hindia Belanda. Yang diebut dan dikenal Buitenzorg adalah kota Bogor yaitu Kebun

Raya Bogor.

Pada tahun 1745 Bogor ditetapkan Sebagai Kota Buitenzorg yang artinya kota tanpa kesibukan dengan sembilan buah kampung digabungkan menjadi satu pemerintahan dibawah Kepala Kampung Baru yang diberi gelar Demang, daerah tersebut disebut Regentschap Kampung Baru yang kemudian menjadi Regentschap Buitenzorg.

Sewaktu masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff (1740) dibangunlah tempat peristirahatan, pada lokasi Istana Bogor sekarang yang diberi nama Buitenzorg..

Pada tahun 1905 Buitenzorg diubah menjadi GEMMENTE berdasarkan Staatblad 1926 yang kemudian disempurnakan dengan Staatblad 1926 Nomor 328

(http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/06/03/bogorbuitenzorg).

5.2.9.3.2 Perusahaan Pertanian Sebagai Fakta Fiksi

Boerderij Buitenzorg (Perusahaan Pertanian Buitenzorg) yang dimiliki oleh Nyai

Ontosoroh yang luasnya lebih 180 hektar diluar sawah dan ladang serta hutan dan semak-semak, hanyalah fakta. Secara faktual Perusahaan Pertanian Buitenzorg tidak ada.

Boerderij Buitenzorg (Perusahaan Pertanian Buitenzorg). (Toer, 1980: 10)

“Jadi berapa hektar saja tanamu ini?” tanyaku tak acuh. “Seratus delapan puluh” Seratus delapan puluh! Tak dapat aku bayangkan sampai seberapa luas. Dan ia meneruskan. “Sawah dan ladang. Hutan dan semak-semak belum termasuk” Hutan! Dia punya hutan. Gila. Punya hutan! Untuk apa? (Toer, 1980: 29- 30)

5.2.9.4 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya

239

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.4.1 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya Sebagai Fakta Faktual.

Harapan orang tua kepada anaknya, biasanya orang tua berharap agar anaknya lebih baik dari dia. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang sukses, mendapatkan pekerjaan yang layak dan berpenghasilan tinggi, dan mampu membahagiakan orang tua jika menjadi orang yang sukses kelak, sesuai dengan harapan orang tuanya, karena itu sebuah harapan amat diperlukan dalam kehidupan manusia untuk keteraturan hidupnya.

5.2.9.4.2 Harapan Orang Tua Kepada Anaknya Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini, harapan Nyai Ontosoroh kepada anaknya

Annelies, agar anaknya berbahagia untuk selama-lamanya. Tidak mengalami kesakitan, tidak mengalami kesunyian seperti seperti yang pernah dialami oleh Nyai Ontosoroh..

“Mama ingin melihat kau berbahagia untuk selama-lamanya. Tidak mengalami kesakitan seperti aku dulu.Tak Mengalami kesunyian seperti sekarang ini: tak punya teman, tak punya kawan, apalagi sahabat. Mengapa tiba-tiba datang membawa kebahagian?” (Toer, 1980: 67-68).

Harapan Nyai Ontosoroh, tetap sebagai fakta, sebab Nyai Ontosoroh adalah rekaan pengarang.

5.2.9.5 Perkawinan

5.2.9.5.1 Perkawinan Sebagai Fakta Faktual

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan, menjelaskan perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Perkawinan ini antara

240

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

seorang pria dan seorang wanita. Perkawinan diresmikan dengan berbagai cara. Ada yang berdasarkan adat istiadat, ada yang berdasarkan agama (Islam. Kristen, Hindu, Budha).

5.2.9.5.2 Perkawinan Sebagai Fakta Fiksi

Pernikahan Minke dengan Annelies Mellema yang dilukiskan pengarang dalam novel Bumi Manusia ini, adalah fakta bukan faktual. Minke akhirnya menikahi Annelies

Mellema secara Islam dan bertindak sebagai saksi Darsam. Pernikahan ini sah menurut hukum Islam.

Kami dinikahkan secara Islam. Darsam bertindak sebagai saksi dan Annelies diwali oleh seorang wali hakim. Itu terjadi pada jam sembilan pagi tepat. Sesuai dengan kebiasaan, dan seiring dengan perasaan terimakasih, kami berdua melakukan sembah dan sujud pada Bunda dan Mama. (Toer, 1980: 298-299)

5.2.9.6 Peradilan Kolonial

5.2.9.6.1 Peradilan Kolonial Sebagai Fakta Faktual

Menurut Mr. S.J. Foeckema Andreae, peradilan adalah organisasi yang diciptakan oleh negara untuk memeriksa dan menyelesaikan sengketa hukum; juga fungsinya disebut peradilan, sedangkan Dr. W.L.G. Lemaire mengartikan peradilan, sebagai suatu pelaksanaan hukum (http://i17s.com/perkembangan-peradilan-dari-zaman-kolonial- sampai-kemerdekaan).

Pada zaman pemerintahan Hindia-Belanda (1600-1942), Indonesia dibagi menjadi

2 (dua) daerah (http://i17s.com/perkembangan-peradilan-dari-zaman-kolonial-sampai- kemerdekaan) yaitu:

241

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Daerah langsung, yang diperintah oleh Belanda. Daerahnya lebih sempit dibandingkan

dengan daerah yang tidak langsung, yang diperintah oleh raja-raja. Pada daerah

langsung terdapat peradilan, sebagai berikut :

a. Landraad;

b. Raad van Justitie;

c. Hooggerechtshof.

2. Daerah tidak langsung. Pada daerah tidak langsung ini terdapat peradilan, sebagai

berikut :

a. Peradilan gubernemen;

b. Peradilan swapraja (oleh Raja).

Berdasarkan Stb. 1819 No. 20, ditentukan tentang akan dibuatnya reglement yang mengatur acara pidana dan perdata untuk seluruh Jawa dan Madura, kecuali Jakarta,

Semarang dan Surabaya serta daerah sekitarnya. Bagi Jakarta, Semarang dan Surabaya serta daerah sekitarnya untuk perkara pidana dan sipil tetap menjadi kekuasaan Raad van

Justitie.

Susunan Pengadilan untuk bangsa Eropa adalah sebagai berikut:

1. Hooggerechtshof di Jakarta dan Raad van Justitie masing-masing di Jakarta, Semarang

dan Surabaya.

2. Pengadilan Hooggerechtshof merupakan pengadilan tertinggi dan berkedudukan di

Jakarta dengan daerah hukum yang meliputi seluruh Indonesia yang memiliki

kewenangan sebagai berikut : a. Mengawasi jalannya peradilan dengan baik b. Bertindak sebagai “hof van Cassatie”

242

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

c. Bertindak sebagai pengadilan appel terhadap keputusan-keputusan Raad van Justitie.

Susunan pengadilan untuk bangsa Indonesia di daerah-daerah pedalaman adalah sebagai berikut:

1. Districtsgerecht, yaitu gantinya Division’s Court zaman Raffles

2. Regentschapsraad, yaitu gantinya District’s Court atau Bupati’s Court zaman Raffles

3. Landraad, yaitu gantinya Resident’s Court zaman Raffles

4. Ommegaande rechtbanken, yaitu gantinya Court’s of Circuit zaman Raffles.

Pada tahun 1847, Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO). diberlakukan tanggal 1 Mei 1848 dengan menetapkan sejumlah lembaga peradilan untuk mengadili perkara-perkara hukum yang terjadi diantara orang-orang Eropa atau yang dipersamakan dengannya, dan sejumlah lembaga peradilan lagi untuk mengadili perkara-perkara hukum yang terjadi di antara orang-orang Bumiputera (atau yang dipersamakan dengannya) http://i17s.com/perkembangan-peradilan-dari-zaman-kolonial-sampai-kemerdekaan).

5.2.9.6.2 Peradilan Kolonial Sebagai Fakta Fiksi

Beberapa kasus peradilan dalam novel ini yang dianggap fakta fiksi adalah:

Kasus Pembunuhan Herman Mellema yang dilakukan oleh Babah Ah Tjong

Sidang pengadilan tak dapat ditunda lebih lama. Robert Mellema dan si Gendut tetap tak dapat ditemukan. Maka Pengadilan akan menghadapkan Babah Ah Tjong sebagai terdakwa. Pengadilan Putih, Pengadilan Eropa! bukan karena Ah Tjong punya forum privilegiatum, tapi karena adanya connexiteit sebagaimana aku ketahui duduk-perkaranya di kemudian hari. Ia dituduh dengan sengaja dan direncanakan telah membunuh Herman Mellema baik secara pelahan-lahan maupun secara sekaligus. Mungkin ini sidang terbesar di Surabaya selama ini. Digalakkan oleh warta dan pertentangan dalam koran-koran, penduduk Surabaya dari segala bangsa memerlukan datang untuk menyaksikan. Dari kota-kota lain dikabarkan orang pada berdata- ngan. Juga abang Nyai dari Tulangan (Toer, 1980: 275-276)

243

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

. Kasus Perebutan Harta Herman Mellema

Ia sodorkan padaku surat-surat, salinan dan asli, berasal dari Pengadilan Amsterdam, cap-cap dari Biro Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Jajahan, Kementerian Kehakiman. Pada bagian teratas tumpukan salinan surat Ir. Maurits Mellema dari Afrika Selatan kepada ibunya, Amelia Mellema-Hammers, yang memberikan kuasa pada yang belakangan untuk mengurus hak waris dari mendiang Tuan Herman Mellema, ayahnya, yang telah terbunuh mati di Surabaya, sebagaimana pernah diketahuinya beritanya dari surat ibunya (Toer, 1980: 320)

5.2.9.7 Pendidikan

5.2.9.7.1 Pendidikan Sebagai Fakta Faktual

Pendidikan pada zaman Hindia Belanda diadakan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan penduduk Pribumi. VOC memang mendirikan sekolah-sekolah baru selain mengambil alih lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya berstatus milik penguasa kolonial Portugis atau gereja Katholik Roma.

Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut (http://londo43ver.blogspot.com/2010/03/pendidikan-di-zaman-penjajahan- belanda.html):

(1) Pendidikan Dasar

Berdasar peraturan tahun 1778, pendidikan dasar dibagi ke dalam 3 kelas berdasar peringkatnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca, menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk berhitung. Kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus pada alphabet dan mengeja kata-kata. Pendidikan dasar ini berupaya untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Sebagai contoh

244

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pendidikan dasar ini adalah Batavische School (Sekolah Betawi, berdiri tahun 1622);

Burgerschool (Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630).

(2) Sekolah Latin

Sekolah Latin, diawali dengan sistem numpang-tinggal (in de kost) di rumah pendeta tahun 1642. Sesuai namanya, selain bahasa Belanda dan materi agama, mata pelajaran utamanya adalah bahasa Latin. Setelah mengalami buka-tutup, akhirnya sekolah ini secara permanent ditutup tahun 1670.

(3) Sekolah Seminari (Seminarium Theologicum)

Sekolah Seminari, untuk mendidik calon-calon pendeta. Didirikan pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun 1745 di Jakarta. Sekolah dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1 belajar membaca, menulis, bahasa Belanda, Melayu dan

Portugis serta materi dasar-dasar agama. Kelas 2 pelajarannya ditambah bahasa Latin.

Kelas 3 ditambah materi bahasa Yunani dan Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya. Untuk kelas 4 materinya pendalaman yang diasuh langsung oleh kepala sekolahnya. Sistem pendidikannya asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari dan

Sekolah ini hanya bertahan selama 10 tahun.

(4) Akademi Pelayanan (Academie der Marine)

Akademi Pelayanan didirikan pada tahun 1743, tujuannya untuk mendidik calon perwira pelayaran dengan lama studi 6 tahun. Materi pelajarannya meliputi matematika, bahasa Latin, bahasa ketimuran (Melayu, Malabar dan Persia), navigasi, menulis, menggambar, agama, keterampilan naik kuda, anggar, dan dansa. Tetapi iapun akhirnya ditutup tahun 1755.

245

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5) Sekolah Cina

Sekolah Cina didirikan tahun 1737 untuk keturunan Cina yang miskin. Sekolah ini sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina) pada tahun

1740. Selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya dari masyarakat keturunan

Cina sekitar tahun 1753 dan 1787.

(6) Pendidikan Islam

Pendidikan Islam untuk komunitas muslim. Relatif lebih independen karena VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.

Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya politik etis dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan

(http://londo43ver.blogspot.com/2010/03/pendidikan-di-zaman-penjajahan- belanda.html).

Minke bersekolah di jenjang pendidikan dasar yaitu H.B.S. HBS (Hogere Burger

School) adalah sekolah lanjutan tingkat menengah pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa atau elite Pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.HBS setara dengan MULO + AMS atau SMP + SMA, namun hanya 5 tahun

(http://id.wikipedia.org/wiki/HBS).

Pendidikan Hogere Burger School (H.B.S) selama 5 tahun setelah HIS atau ELS adalah lebih pendek dari pada melalui jalur MULO (3 tahun) + AMS (3 tahun). Di sini dibutuhkan murid yang pandai, terutama bahasa Belanda.

246

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

247

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.7.2 Pendidikan Sebagai Fakta Fiksi

Minke bersekolah H.B.S adalah fakta fiksi.

Sekali direktur sekolahku bilang di depan klas yang dsampaikan oleh tuan- tuan guru di bidang pengetahuan umum sudah cukup luas, jauh lebih luas daripada yang dapat diketahui oleh para pejabat se tingkat di banyak negeri di Eropa sendiri. ... Lagi pula semua guruku kelahiran sana, dididik disana pula. Rasanya tak layak tak mempercayai guru. Orang tuaku telah mempercayakan diriku pada mereka. (Toer, 1980: 2)

Biar aku ceritakan: ia temanku sekolah di H.B.S., jalan H.B.S., Surabaya. Ia lebih tinggi daripadaku. Dalam tubuhnya mengalir darah Pribumi (Toer, 1980: 5).

5.2.9.8 Kantor

5.2.9.8.1 Kantor Sebagai Fakta Faktual

Kantor adalah balai (gedung, rumah, ruang) tempat mengurus suatu pekerjaan

(perusahaan dan sebagainya); atau tempat bekerja. Kantor sebagai salah satu tempat aktivitas bekerja.

5.2.9.8.2 Kantor Sebagai Fakta Fiksi

Adapun kantor yang bersifat fakta sebagai tempat jalannya cerita adalah sebagai berikut:

5.2.9.8.2.1 Kantor Kabupaten

Kuiringkan dia memasuki Kantor Kabupaten, terletak di depan sebelah samping gedung bupati. (Toer, 1980: 115)

5.2.9.8.2.2 Kantor (Gedung) Pengadilan

Sidang pengadilan tak dapat ditunda lebih lama. Robert Mellema dan si Gendut tetap tak dapat ditemukan. Maka Pengadilan akan menghadapkan

248

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Babah Ah Tjong sebagai terdakwa. Pengadilan Putih, Pengadilan Eropa! bukan karena Ah Tjong punya forum privilegiatum, tapi karena adanya connexiteit14 sebagaimana aku ketahui duduk-perkaranya di kemudian hari. Ia dituduh dengan sengaja dan direncanakan telah membunuh Herman Mellema baik secara pelahan-lahan maupun secara sekaligus ( Toer, 1980: 275)

5.2.9.8.2.3 Kantor Polisi

Dokar membawa kami ke Kantor Polisi Surabaya. Aku dipersilahkan duduk menunggu di ruangtamu. Sudah timbul keringintahuanku untuk menanyakan persoalanku. Nampaknya dalam undangan pagi berhalimun orang tak berada dalam suasana memberi keterangan. (Toer, 1980: 113)

5.2.9.9 Surat Menyurat

5.2.9.9.1 Surat Menyurat Sebagai Fakta Faktual

Surat merupakan serentetan tulisan di atas kertas yang berfungsi sebagai alat komunikasi, informasi maupun intruksi. Surat menyurat artinya berkirim-kiriman surat: perihal tulis-menulis (karang-mengarang) surat; korespondensi.

Adapun tujuan surat menyurat adalah untuk menyampaikan suatu maksud dalam bentuk tulisan agar maksud yang dikehendaki dapat tercapai dengan cepat dan tepat.

5.2.9.9.2 Surat Menyurat Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini terjadi surat menyurat antara Minke, Miriam de la Croix dan Sarah de la Croix.

Surat menyurat antara Minke dan Mariam de la Croix berkisar antara pembelaan de la Croix tentang penjajahan Belanda di Hindia Belanda. Menurut de la Croix, tidak

14 Connexiteit tindak pidana dalam persekutuan antara orang non-Eropa dengan Eropa. Mungkin dalam pemeriksaan didapatkan petunjuk bahwa Robert Mellema bekerjasama atau memberi bantuan atau informasi pada Ah Tjong dalam perencanaan pembunuhan terhadap Herman Mellema. Maka dari itu timbuk connexiteit 249

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

semua orang Eropa peserta dan penyebab kejatuhan bangsa Pribumi. de la Croix, sekali pun seorang assisten residen, tidak termasuk golongan yang menganggap rendah pribumi. de la Croix, memang ia tidak bisa berbuat banyak soal pembelaan ini. Salah satu yang berjasa kepada Pribumi adalah Multatuli. Multatuli pengarang yang diagungkan oleh kaum liberal sangat berjasa pada bangsa Pribumi. Selain Multatuli ada Domine Baron von Hoevel, ada Roorda van Eysinga. Hanya saja mereka tidak pernah bicara pada pribumi. Mereka minta perhatian pada Eropa agar memperlakukan bangsa pribumi secara patut.

Menurut de la Croix, Pribumi harus berbuat sesuatu untuk bangsanya sendiri.

Karena itu kalau bicara tentang Doktor Snouck Hurgronje sama sekali bukan suatu kebetulan. Sarjana tersebut. menempati kedudukan terhormat dalam pandangan de la

Croix.

Menurut de la Croix, bangsa pribumi pernah melahirkan beratus dan beribu pahlawan dan pemimpin dalam usaha menghalau penindasan Eropa. Tetapi seorang demi seorang dari mereka jatuh, kalah, tewas, menyerah, gila, mati dalam kehinaan, dilupakan dalam pembuangan. Tidak seorang pun pernah memenangkan perang.

de la Croix, ikut jengkel dengan kelakuan para pembesar pribumi yang menjuali konsessi kepada Kompeni untuk kepentingan sendiri.

Pahlawan-pahlawan Pribumi bermunculan dari latarbelakang penjualan konsessi, begitu terus-menerus, berabad-abad, dan tidak mengerti bahwa semua itu hanya ulangan dari yang sudah-sudah, dan begitulah menurut de la Croix, suatu bangsa yang telah mempetaruhkan jiwa-raga dan harta-benda untuk segumpal pengertian abstrak bernama kehormatan.

250

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pemimpin-pemimpin pribumi dikodratkan kalah, dan lebih mengibakan lagi karena mereka tidak mengerti tentang kodratnya. Bangsa besar dan gagah-perwira itu terus juga mencoba mengangkat kepala dari permukaan air, dan setiap kali bangsa Eropa memperosokkan kembali kepalanya ke bawah. Bangsa Eropa tidak rela melihat Pribumi menjengukkan kepala pada udara melihat keagungan ciptaan Allah. Mereka terus berusaha dan terus kalah sampai tidak tahu lagi usaha dan kekalahannya sendiri.

Kodrat ummat manusia kini dan kemudian ditentukan oleh penguasaannya atas ilmu dan pengetahuan. Semua, pribadi dan bangsa-bangsa akan tumbang tanpa itu.

Melawan pada yang berilmu dan pengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan.

Gung kehidupan Jawa tidak juga tiba. Gamelan Jawa lebih banyak menyanyikan kerinduan suatu bangsa akan datangnya seorang Messias – merindukan, tidak mencari dan tidak melahirkan. Gamelan itu sendiri menterjemahkan kehidupan kejiwaan Jawa yang ogah mencari, hanya berputar-putar, mengulang, seperti doa dan mantra, membenamkan, mematikan pikiran, membawa orang ke alam lesu yang menyesatkan, tidak ada pribadi.

Lalu surat Miriam de la Croix kedua menceritakan tentang kolonial di Afrika

Selatan. Bangsa Belanda imigran di Afrika Selatan tetapi telah menguasai penduduk asli. Pada gilirannya Belanda imigran diperintah kekuasaan Inggris, kekuasaan pendatang dari Eropa juga. Inilah kekuasaan berlapis-lapis dengan Pribumi di tempat paling bawah.

Kondisi ini kan sama dengan yang terjadi di Hindia. Memang ada perbedaan kecil, tetapi tidak mengurangi ujudnya. Pribumi Hindia, bukankah dikuasai para pembesarnya? raja- raja, sultan-sultan, dan para bupati? Pada gilirannya Pemerintah Coklat ini dikuasai oleh

251

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pemerintah Putih. Para raja, sultan dan bupati dengan semua alatnya di sini sama dengan kekuasaan Belanda immigran di Afrika Selatan.

Banyak yang kecewa setelah tahu, perang antara Inggris dan bangsa Boer - bangsa Belanda imigran itu - cuma hendak memperebutkan kekuasaan mutlak atas tanah, emas, dan Pribuminya. Pemuda-pemuda Belanda yang terpanggil ke sana, dari semua penjuru dunia, ternyata hanya datang untuk cedera atau mati buat satu perkara yang tidak punya kepentingan nasional Belanda. Sedang yang lain, melihat keadaan Pribumi Afrika

Selatan jauh lebih buruk daripada Pribumi Hindia, jauh lebih buruk daripada di Aceh.

Kalau ia membenarkan dirinya, ia merasa tidak beda dengan serdadu Kompeni di Aceh.

Sungguh keinsafan yang terlambat. Itu pun karena pertemuan tidak terduga dengan penduduk bukan kulit putih, juga bukan hitam, bernama Mard Wongs. Mard

Wongs hanya seorang dari sekian banyak petani kaya bukan Pribumi yang bisa berbahasa

Jawa. Dia dan mereka itu, biar pun berbicara Afrikan adalah bangsa Slameier, sebangsamu sendiri. Mard Wongs tidak lain dari nama yang sudah disesuaikan dengan bahasa Afrikan. Semestinya, Mardi Wongso, dan bangsa Slameier tidak lain dari keturunan Pribumi Jawa dan Bugis-Makassar-Madura, yang dahulu dibuang Kompeni ke

Afrika Selatan.

Ketika pasukan Mellema, memasuki rumah besar Mard Wongs minta penginapan.

Mard Wongs bukan saja menolak, malah mengusir mereka dengan garang. Mellema naik pitam, mengancam hendak menembak.

Mard Wongs meradang: Apa lagi kalian, Belanda, kehendaki? Di Jawa hak-milik kami kalian rampas, kebebasan kami kalian rampas, di sini kalian mengemis minta naungan di bawah atapku. Apa kau tidak pernah diajar arti perampasan dan pengemisan?

252

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tembak! Ini dada Mard Wongs. Bayangan dari selembar daun atap dan lindungan dari sebilah papan rumah ini tidak rela aku berikan. Pergi!

Nah, peristiwa ini menyedarkan yang “lain”. Sekarang baru tahu kebencian

Pribumi Hindia terhadap Belanda.

Surat Sarah de la Croix menceritakan pandangan del la Croix tentang Minke.

Menurut de la Croix, sebaiknya Minke meneruskan pendidikannya di Nederland melanjutkan ke universitas. Barangkali, baik kuliah pada fakultas hukum. Kalau toh gagal kuliahnya kelak paling tidak dia akan mengerti hukum menurut makna Eropa. Menurut de la Croix kejiwaan Pribumi Minke belum berkembang setinggi Eropa, terlalu mudah hilang pertimbangannya yang baik terdesak oleh rangsang berahi. Kenyataan memang demikian, terutama yang terlihat pada kalangan atas bangsa pribumi.

Kemudian Miriam de la Croix memuji teori asosiasi. Teori asosiasi (Basri,

1975:66) adalah sistem yang hendak diterapkan Belanda untuk menjembati antara

Belanda dan Pribumi. Sistem ini menghendaki hubungan antara pribumi dan golongan

Eropa sebagai sahabat sekutu, yang saling membantu mencapai kemajuan. Diantara mereka tidak dikenal batasan-batasan perbedaan ras. Melalui sistem asosiasi, semua penduduk mempunyai tempat dalam masyarakat Hindia Belanda dengan hak-hak yang sama dan masing-masing mempunyai fungsi sendiri serta nilai-nilainya sendiri. Semua golongan mempunyai tujuan sama, hanya dalam mencapai tujuan itu golongan-golongan itu bergerak secara terpisah-pisah. Tujuan politik asosiasi hendak menyalurkan aliran- aliran paham dalam dunia pribumi dan menjembatani paham yang berlawanan, tiruan atau penyesuaian. Masyarakat Hindia Belanda perlu berlandaskan pada persamaan

253

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kedudukan dan saling hormat-menghormati. Alat yang sangat utama untuk mencapai sistem asosiasi adalah pengajaran.

Maka melalui politik asosiasi diprogramkan agar lewat jalur pendidikan bercorak barat dan pemanfaatan kebudayaan Eropa diciptakan kaum pribumi yang lebih terasosiasi dengan negeri dan budaya Eropa.

Surat Miriam de la Croix. Kepada Minke (1)

Tulisnya: Sahabat,

Tentu kau sudah sampai di Surabaya dengan selamat. Kunantikan beritamu tapi tak juga kunjung tiba. Jadi aku yang mengalah. Jangan kau heran, Papa mempunyai perhatian besar terhadapmu. Sampai dua kali ia bertanya, ada atau belum surat dari kau. Papa ingin sekali mengetahui kemajuanmu. Sungguh ia terkesan oleh sikapmu. Kau, katanya, orang Jawa dari jenis lain, terbuat dari bahan lain, seorang pemula dan pembaru sekaligus.

Dengan senanghati aku tulis surat ini, malah merasa mendapat kehormatan dapat menyampaikan pendapat Papa. Mir, Sarah, katanya lagi pada kami, begitu kiranya wajah Jawa nanti yang terasuki peradaban kita, tidak lagi melata seperti cacing kena matari. Maaf, Minke, kalau Papa menggunakan perbandingan sekasar itu. Ia tidak bermaksud menghina. Kau tak marah, bukan? Jangan, jangan marah, sahabat. Tak ada pikiran jahat pada Papa mau pun kami berdua terhadap Pribumi apalagi terhadap pribadimu.

Papa merasa iba melihat bangsa Jawa yang sudah sedemikian dalam kejatuhannya. Dengarkan kata Papa lagi, sekali pun tetap menggunakan perbandingan kasar tsb.: Tahu kalian apa yang dibutuhkan bangsa cacing ini? Seorang pemimpin yang mampu mengangkat derjad mereka kembali. Kau dapat mengikuti aku, sahabat? Jangan terburu gusar sebelum memahami pintaku.

Tidak semua orang Eropa peserta dan penyebab kejatuhan bangsamu. Papa, misalnya, sekali pun seorang assisten residen, tidak termasuk golongan itu. Memang ia tidak bisa berbuat apa-apa sebagaimana halnya aku atau pun Sarah, sekali pun, ya, sekali pun ingin sekali kami mengulurkan tangan. Kami hanya menduga tahu apa mesti kami lakukan. Kau sendiri suka pada Multatuli, bukan? Nah, pengarang yang diagungkan oleh kaum liberal itu memang sudah sangat berjasa pada bangsamu. Ya, Multatuli, di samping Domine Baron von Hoevel itu, dan seorang lagi,

254

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

yang barangkali saja gurumu lupa menyampaikan, yakni Roorda van Eysinga. Hanya saja mereka tidak pernah bicara pada bangsamu, cuma pada sebangsanya sendiri, yakni Belanda. Mereka minta perhatian pada Eropa agar memperlakukan bangsamu secara patut.

Sahabat, Segala apa yang telah mereka lakukan untuk bangsamu pada akhir abad 19 ini sudah termasuk gaya lama, kata Papa. Sekarang ini, menurut Papa lagi, Pribumi sendiri yang harus berbuat sesuatu untuk bangsanya sendiri. Karena itu kalau dulu kita bicara tentang usaha Doktor Snouck Hurgronje sama sekali bukan suatu kebetulan. Sarjana tsb. menempati kedudukan terhormat dalam penilaian keluarga kami. Kami memuji assosiasi yang justru kau tertawakan itu. Jadi mengertilah, sahabat, mengapa Papa punya perhatian padamu. Memang belum pernah Papa dan kami berdua menemui orang Jawa seperti kau. Sikapmu, katanya, sepenuhnya Eropa, telah terlepas dari acuan budak Jawa dari jaman kekalahan semenjak orang Eropa menginjakkan kaki di bumi kelahiranmu.

Di malam sunyi dalam gedung kami yang besar dan lengang ini, apabila Papa tidak lelah, sukalah kami mendengarkan uraiannya tentang nasib bangsamu, yang pernah melahirkan beratus dan beribu pahlawan dan pemimpin dalam usaha menghalau penindasan Eropa. Seorang demi seorang dari mereka jatuh, kalah, tewas, menyerah, gila, mati dalam kehinaan, dilupakan dalam pembuangan. Tak seorang pun pernah memenangkan perang. Kami dengarkan dengan terharu, juga ikut menjadi jengkel dengan kelakuan para permbesarmu yang menjuali konsessi pada Kompeni untuk kepentingan sendiri sebagai pertanda kekroposan watak dan jiwanya. Pahlawan-pahlawanmu, dalam cerita Papa, bermunculan dari latarbelakang penjualan konsessi, begitu terus-menerus, berabad-abad, dan tidak mengerti bahwa semua itu hanya ulangan dari yang sudah-sudah, semakin lama semakin kerdil. Dan begitulah, kata Papa, suatu bangsa yang telah mempetaruhkan jiwa-raga dan harta-benda untuk segumpal pengertian abstrak bernama kehormatan.

Mereka dikodratkan kalah, kata Papa, dan lebih mengibakan lagi karena mereka tak mengerti tentang kodratnya. Bangsa besar dan gagah-perwira itu terus juga mencoba mengangkat kepala dari permukaan air, dan setiap kali bangsa Eropa memperosokkan kembali kepalanya ke bawah. Bangsa Eropa tidak rela melihat Pribumi menjengukkan kepala pada udara melihat keagungan ciptaan Allah. Mereka terus berusaha dan terus kalah sampai tak tahu lagi usaha dan kekalahannya sendiri.

Menurut Papa, kodrat ummat manusia kini dan kemudian ditentukan oleh penguasaannya atas ilmu dan pengetahuan. Semua, pribadi dan bangsa- bangsa akan tumbang tanpa itu. Melawan pada yang berilmu dan pengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan.

255

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Maka Papa menyetujui assosiasi. Hanya itu satu-satunya jalan yang baik untuk Pribumi. Ia mengharapkan, juga kami berdua, kau kelak duduk setingkat dengan orang Eropa, bersama-sama memajukan bangsa dan negeri ini, sahabat. Permulaan itu kau sendiri sudah mulai. Pasti kau bisa memahami maksud kami. Kami sangat mencintai ayah kami. Ia bukan sekedar seorang ayah, juga seorang guru yang memimpin kami melihat dan memahami dunia, seorang sahabat yang masak dan berisi, seorang administrator yang tak mengharapkan keuntungan dari keluh-kesah bawahan.

Mari aku ceritai kau tentang kata-katanya setelah kau pulang dari kunjunganmu yang pertama. Kau sendiri pergi dengan hati mengkal atau sebal, bukan? Kami dapat mengerti, karena kau belum mengerti maksud kami. Papa memang sengaja meninggalkan kau, agar kau bisa bicara bebas dengan kami. Tapi sayang, kau bersikap begitu kaku dan tegang. Begitu kau pergi Papa menanyakan pendapat kami tentang kau. Pada akhirnya Minke marah, Sarah melaporkan, Doktor Snouck Hurgronje dan assosiasinya sudah tiga ratus tahun ketinggalan, jadi: tepat seperti kau katakan. Papa terkejut dan terpaksa mendengarkan keterangan lebih jauh dari aku. Kemudian Papa bilang: Dia bangga sebagai orang Jawa, dan itu baik selama dia punya perasaan harga diri sebagai pribadi mau pun sebagai anak bangsa. Jangan seperti bangsanya pada umumnya, mereka merasa sebagai bangsa tiada tara di dunia ini bila berada di antara mereka sendiri. Begitu di dekat seorang Eropa, seorang saja, sudah melata, bahkan mengangkat pandang pun tak ada keberanian lagi. Aku setuju dengan pujian untukmu. Selamatlah untukmu, sahabat.

Kemudian, sahabat, dari gedung wayang-orang mulai terdengar suara gamelan. Sudah lebih dua tahun ini Papa menyuruh kami memperhatikan musik menurut pengucapan bangsamu itu. Kalian memang sudah lama belajar mendengarkan dan mungkin sudah bisa menikmatinya, katanya lagi. Perhatikan, semua nada bercurahan rancak menuju dan menunggu bunyi gung. Begitu dalam musik Jawa, tetapi tidak begitu dalam kehidupannya yang nyata, karena bangsa yang mengibakan ini dalam kehidupannya tak juga mendapatkan gungnya, seorang pemimpin, pemikir, yang bisa memberikan kata putus.

Sahabat, aku minta dengan amat sangat kau sudi memahami ucapan yang takkan kau dapatkan dari siapa pun kecuali ayahku itu, juga tidak dari sarjana besar Snouck Hurgronje. Maka kami bangga punya ayah seperti dia. Papa yakin, kau suka pada gamelan, lebih daripada musik Eropa, karena kau dilahirkan dan dibesarkan dalam ayunan gamelanmu yang agung itu.

256

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Minke, sahabatku, di mana gerangan gung Jawa di luar gamelan, dalam kehidupan nyata ini? Kaulah itu bakalnya? Gung yang agung itu? Bolehkah kami berdoa untukmu?

Dengarkan gamelan itu, kata Papa lagi. Begitulah berabad-abad belakangan ini. Dan gung kehidupan Jawa tak juga tiba. Gamelan itu lebih banyak menyanyikan kerinduan suatu bangsa akan datangnya seorang Messias – merindukan, tidak mencari dan tidak melahirkan. Gamelan itu sendiri menterjemahkan kehidupan kejiwaan Jawa yang ogah mencari, hanya berputar-putar, mengulang, seperti doa dan mantra, membenamkan, mematikan pikiran, membawa orang ke alam lesu yang menyesatkan, tidak ada pribadi. Itu tanggapan dari seorang Eropa, sahabat. Satu orang Jawa pun takkan punya tanggapan demikian. Kata Papa lagi: kalau dalam dua puluh tahun mendatang dia masih tetap begitu, tanpa perubahan, itulah tanda bangsa ini masih tetap tak mendapatkan Messiasnya.

Aduh, sahabat, bagaimana gerangan wajah bangsamu yang mengibakan sekarang ini pada dua puluh tahun mendatang? Pada suatu kali kelak kami akan pulang ke Nederland. aku akan bergerak di lapangan politik, Minke. Cuma sayang sekali Nederland belum membenarkan seorang wanita jadi anggota Tweede Kamer15. Aku punya impian, sahabat, sekiranya kelak sudah tidak demikian lagi, dan aku menjadi Yang Terhormat Anggota Tweede Kamer, aku akan banyak bicara tentang negeri dan bangsamu. Kalau aku datang ke Jawa pertama-tama akan kudengarkan kembali gamelanmu, gamelan yang indah dalam kesatuan bunyi tiada duanya itu. Kalau temanya tetap saja, suatu dambaan tanpa usaha itu, berarti belum ada Messias datang atau dilahirkan. Artinya juga: kau belum muncul jadi gung, atau memang tiada seorang Jawa pun akan muncul, hanya akan tenggelam terus dalam curahan nada-nada ulangan dan lingkaran setan. Kalau ada terjadi perubahan, aku akan cari kau, khusus untuk mengulurkan tangan hormat padamu.

Sahabat, dua puluh tahun! itu terlalu amat lama dalam jaman yang menderap berlumba ini, juga cukup panjang biar pun dilihat dari hidup seseorang. Nah, sahabatku Minke, inilah surat pertama yang kau terima dari sahabatmu yang tulus dan berpengharapan baik: (Toer, 1980: 184- 189)

Selanjutnya Minke juga menerima surat dari Miriam de la Croix, dan kembali

Minke menerima surat dari Sarah de la Croix.

15 Tweede Kamer (Belanda). Majelis Rendah Perlemen Belanda bernama Staaten General, terdiri dari Eerste Kamer (= Majelis Tinggi) dan Tweede Kamer. Eerste Kamer dapat disamakan dengan Senat di jaman R.I.S, adalah perwakilan provinsi-provinsi, sedang Tweede Kamer adalah perwakilan rakyat. 257

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karena tokoh-tokoh dalam novel Bumi Manusia ini adalah hasil rekayasa pengarang, maka peristiwa surat menyurat juga dianggap fakta, bukan faktual.

5.2.9.10 Wanita

5.2.9.10.1 Wanita Sebagai Fakta Faktual

Wanita adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui

(http://id.wikipedia.org/wiki/Wanita)

5.2.9.10.2 Wanita Sebagai Fakta Fiksi

Adapun wanita-wanita yang ada di dalam novel Bumi Manusia ini adalah

Nyai Ontosoroh

Nyai Ontosoroh, wanita yang diangkat menjadi gundik oleh Robert Mellema.

Nyai Ontosoroh akhirnya dia menjadi manajer bisnis keluarga yang berhasil, karena dijual oleh ayahnya, Nyai Ontosoroh menjadi dendam. Dendam kepada ayahnya yang menjualnya ke Robert Mellema demi posisi di pabrik gula, dendam pada ibunya yang lemah dan tidak berdaya, dan dendam pada Robert Mellema.

Pada akhirnya, Nyai Ontosoroh tumbuh menjadi wanita yang kuat, bijak, dan tangguh dalam menghadapi kehidupan. Pandangannya tentang kehidupan ini: Dunia kita adalah untung dan rugi (Toer, 1980:82)

258

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Annelies

Annelies, anak dari Nyai Ontosoroh dengan Herman Mellema. Annelies mencintai Minke, dan akhirnya menjadi suami istri, menikah berdasarkan agama Islam.

Namun hukum Hindia Belanda akhirnya tidak mengakui perkawinannya. Akhirnya

Annelies diambil paksa, dibawa ke Belanda.

Bunda Minke

Bunda Minke adalah gambaran sosok wanita Jawa priyayi. Dia masih menjunjung tinggi adat, tradisi, dan kebudayaan Jawa. Dia tetap berusaha memelihara nilai-nilai Jawa. Dia tidak henti-hentinya menasihati Minke supaya ingat jati dirinya sebagai seorang Jawa, tanpa mengekang dan memberi kebebasan sepenuh-penuhnya pada

Minke untuk memilih dan menentukan arah hidupnya sendiri.

Bunda Minke dapat dikatakan sebagai sosok ideal bagi wanita Jawa. Hidupnya diabdikan untuk kebahagiaan suami dan anak-anaknya.

259

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Magda Peters

Magda Peters guru bahasa dan sastra Belanda Minke, seorang yang liberalis.

Miriam dan Sarah de Croix

Telinga (Ibu Kost Minke)

Semua wanita yang disebut di atas, fiktif, maka hanya sebagai fakta.

Maiko

Pelacur yang tinggal di rumah bordil Babah Ah Tjong.

5.2.9.11 Hukum

5.2.9.11.1 Hukum Sebagai Fakta Faktual

Masyarakat Indonesia pada masa Kolonial Belanda dibedakan atas beberapa golongan (garis warna). Pemerintah Kolonial Belanda membagi golongan sosial di

Indonesia berdasarkan kepada hukum dan keturunan atau status sosial.

1. Pembagian masyarakat menurut hukum Belanda, terdiri atas

(http://www.indogamers.com/showthread.php?t=45319&page=1&s=c258c637cb18f34f5

1f931a9b2ea73ec) golongan Eropa, golongan Indo, c. golongan Timur Asing, dan d. golongan Bumiputera.

2. Pembagian masyarakat menurut keturunan atau status sosial, terdiri atas, a. golongan bangsawan (aristokrat), b. pemimpin adat, c. pemimpin agama, dan d. rakyat biasa.

Berdasarkan penggolongan tersebut, orang Eropa dianggap sebagai ras tertinggi, kedua orang-orang Indo (turunan Pribumi dan Eropa), ketiga orang-orang keturunan

Timur Asing (Cina), dan terakhir orang-orang Pribumi. Posisi Pribumi yang berada pada

260

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

urutan paling bawah masih juga dibedakan berdasarkan aspek keturunan, pekerjaan, dan pendidikan. Pembagian kelas ini bertujuan untuk menunjukan pada kaum Pribumi bahwa bangsa kulit putih kedudukannya jauh lebih tinggi dari Pribumi (kulit berwarna).

Golongan bangsawan (aristokrat) merupakan golongan tertinggi dari stratifikasi sosial yang diberlakukan oleh Kolonial Eropa. Aristokrat ialah golongan dari orang ningrat.

Adapun orang yang termasuk orang ningrat ini ialah Raja/Sultan dan keturunannya, para pejabat kerajaan, dan pejabat Pribumi dalam pemerintahan kolonial.

5.2.9.11.2 Hukum Sebagai Fakta Fiksi

Peristiwa-peristiwa hukum yang dikemukakan dalam novel Bumi Manusia ini, walaupun secara faktual ada, tetapi dianggap fiktif dan ini fakta.

“Tapi di depan hukum kau tak bakal menang. Kau menghadapi orang Eropa, Nyo. Sampai-sampai jaksa dan hakim akan mengeroyok kau, dan kau tak punya pengalaman pengadilan. Tidak semua pokrol dan advokat bisa dipercaya, apalagi kalau soalnya Pribumi menggugat Eropa. Tulisan itu jawab saja dengan tulisan. Tantang dia dengan tulisan juga.”(Toer, 1980: 273)

Sungguh di luar dugaan. Serangan padaku menderu-deru. Betul Mama — itu belum lagi kunaikkan jadi perkara pengadilan. Persoalan tidak tinggal memusat pada benar-tidaknya kedudukanku sebagai benalu penyedot harta mendiang Herbert Mellema. Titikbakar berpindah pada perbedaan kulit: Eropa kontra Pribumi. Koran kota-kota lain juga ikut menimbrung. Maka dalam satu bulan penuh tak ada kesempatan lagi padaku untuk melihat pelajaran sekolah. Kesibukan sehari-hari: melayani kejahilan orang. Dan semua serangan disampaikan Maartert Nijman padaku untuk dijawab. (Toer, 1980: 274)

Kalah di pengadilan

Kurasa sudah kuusahakan segala yang aku bisa, dan aku kalah. Pengadilan Amsterdam tak terlawankan. Pengadilan Putih Surabaya menyatakan: kami berdua tak ada sangkut-paut dengan istriku. (Toer, 1980: 346)

261

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.12 Liberalis

5.2.9.12.1 Liberalis Sebagai Fakta Faktual

Liberalisme (http://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme) atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, bercirikan kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.

5.2.9.12.2 Liberalis Sebagai Fakta Fiksi

Tokoh Magda Peters adalah fiktif, maka kasus liberalis Magda Peters dianggap fakta, bukan faktual.

Dalam novel Bumi Manusia ini, Magda Peters, dianggap penganut liberalis.

“Dia orang liberal fanatik, berlebih-lebihan. Dia termasuk golongan yang sibuk’ dengan Hindia untuk Hindia. Pernah dengar?” Aku menggeleng. “Dia menganggap Hindia sama dengan Nederland. Itu ciri orang liberal fanatik di Hindia ini. Dia dan golongannya tidak mau tahu tentang banyaknya pembatasan di Hindia. Celaka orang yang berani menentang apalagi melanggar pembatasan. Dan di antara begitu banyak pembatasan itu lebih banyak lagi yang tidak pernah ditulis. Memang di Nederland ada kebebasan yang utuh. Di sini sama sekali tak ada. Liberal saja tidak buruk selama orang menghormati pembatasan-pembatasan dan tidak bikin onar. Itu sesuatu yang patut Tuan ketahui. Untung tak ada Pribumi yang jadi pengikutnya. Coba, sekiranya Tuan terlanjur jadi pengikut. Sekali orang liberal dikutuk Pemerintah — tak peduli apa salahnya - kalau dia Totok, dia paling-paling diperintahkan meninggalkan Hindia. Kalau dia Indo, akibatnya lebih pahit, dia akan kehilangan pekerjaan. Kalau Pribumi, kiraku, dia akan kehilangan kebebasannya, disekap tanpa melalui pengadilan – karena memang tak ada hukum khusus tentang itu. Nah, Tuan, hati-hatilah, jangan sampai Tuan hanya kena getahnya. Negeri Tuan bukan Nederland, bukan Eropa, Hindia ini. Kalau Tuan mendapat getah itu, takkan ada seorang pun dari kelompok liberal itu dapat atau mau menolong Tuan.” (Toer, 1980: 289-290)

262

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.13 Nilai Ekonomi

5.2.9.13.1 Nilai Ekonomi Sebagai Fakta Faktual

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempersoalkan kebutuhan dan pemuasan kebutuhan manusia. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa.

Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang melakukan tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dalam dua aspek http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi).:

1. Motif Intrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tindakan ekonomi

atas kemauan sendiri.

2. Motif ekstrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tindakan ekonomi

atas dorongan orang lain.

Pada praktiknya terdapat beberapa macam motif ekonomi (a) motif memenuhi kebutuhan, (b) motif memperoleh keuntungan, (c) motif memperoleh penghargaan, (d) motif memperoleh kekuasaan, dan (e) motif sosial /menolong sesama

Prinsip ekonomi merupakan pedoman untuk melakukan tindakan ekonomi yang di dalamnya terkandung asas dengan pengorbanan tertentu diperoleh hasil yang maksimal. Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya, atau dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin.

5.2.9.13.2 Nilai Ekonomi Sebagai Fakta Fiksi

263

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Prinsip ekonomi ini ada tercermin dalam novel Bumi Manusia. Kalau pinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil sebesar- besarnya ini sama dengan cerita untung rugi.

Dunia kita adalah untung dan rugi (Toer, 1980:82)

5.2.9.14 Tradisi Satria Jawa

5.2.9.14.1 Tradisi Satria Jawa Sebagai Fakta Faktual

Masyarakat Jawa sangat kental dengan tradisi dan budaya. Masyarakat Jawa yang memiliki tradisi dan budaya banyak dipengaruhi ajaran dan kepercayaan Hindu dan

Budha, meskipun mereka sudah memiliki keyakinan atau agama yang berbeda, seperti

Islam, Kristen, atau yang lainnya.

5.2.9.14.2 Tradisi Satria Jawa Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini, ada lima ciri budaya kesatria Jawa yaitu wisma, wanita, turangga, kukila dan curiga.

”Kau keturunan darah para satria Jawa … pendiri dan pemunah kerajaan- kerajaan … Kau sendiri berdarah satria. Kau satria….. Apa syarat-syarat satria Jawa? (Toer, 1980: 306-307)

“Husy Kau yang terlalu percaya pada segala yang serba Belanda. Lima syarat yang ada pada satria Jawa: wisma, wanita, turangga, kukila dan curiga. Bisa mengingat” (Toer, 1980: 307)

5.2.9.15 Rumah

5.2.9.15.1 Rumah Sebagai Fakta Faktual

Rumah (http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah) adalah bangunan untuk tempat tinggal. Rumah berbentuk ruangan yang dibatasi oleh dinding dan atap, memiliki jalan

264

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

masuk berupa pintu, bisa berjendela ataupun tidak. Lantainya bisa berupa tanah, ubin, keramik, atau bahan lainnya. Rumah juga digunakan sebagai tempat beraktivitas antara anggota keluarga atau teman, baik di dalam maupun di luar rumah pekarangan.

Fungsi rumah sebagai tempat untuk menikmati kehidupan yang nyaman, tempat untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga dan tempat menunjukkan tingkat sosial dalam masyarakat

5.2.9.15.2 Rumah Sebagai Fakta Fiksi

Rumah tempat lokasi cerita, dalam cerita ini adalah rumah Herman Mallema, rumah kost Minke, rumah orang tua Minke di B dan rumah bordil Babah Ah Tjong dan

Rumah orang tua Nyai Ontorosoh.

Rumah Herman Mallema

Dan setiap penduduk Surabaya dan Wonokromo, kiraku tahu belaka, itulah rumah hartawan Besar Tuan Mallema- Herman Mallema. Orang menganggap rumahnya sebuah istana pribadi, sekali pun hanya dari kayu jati. (Toer, 1980: 10)

Rumah Minke

Kota B

Kost Minke

Kranggan

Rumah Orang Tua Minke di B

Rumah Bordil Babah Ah Tjong

265

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Hali bagus, Nyo, hali plesil sekalang. Ayoh, Nyo, mampil” Senyum Ah Tjong pagi ini membikin tawar kesebelan Robert, juga kebenciannya pada yang serba Tionghoa. “Baik, Bah, aku mampir sebentar”. Dan Robert membelokkan kudanya masuk ke pelataran tetangganya. (Toer, 1980: 158)

Di depan rumah beberapa kereta mulai berdatangan. Tamu-tamu pada langsung masuk ke dalam. Sebagian berpakaian Tionghoa, sebagain lagi piyama. Semua lelaki dan berkuncir. Tanpa mengindahkan tuanrumah ada atau tidak mereka langsung duduk dan mulai ramai bercericau, berdahak dan membuka permainan judi. (Toer, 1980: 160)

Rumah Jean Marais

5.2.9.16 Rumah Bordil

5.2.9.16.1 Rumah Bordil Sebagai Fakta Faktual

Rumah Bordil adalah tempat pelacuran. Bila tempat suatu membuka layanan seks lebih dari satu orang dapat disebut rumah bordil.

5.2.9.16.2 Rumah Bordil Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia ini, juga ada disebut-sebut rumah bordil.

“Hali bagus, Nyo, hali plesil sekalang. Ayoh, Nyo, mampil” Senyum Ah Tjong pagi ini membikin tawar kesebelan Robert, juga kebenciannya pada yang serba Tionghoa. “Baik, Bah, aku mampir sebentar”. Dan Robert membelokkan kudanya masuk ke pelataran tetangganya. (Toer, 1980: 158)

Di depan rumah beberapa kereta mulai berdatangan. Tamu-tamu pada langsung masuk ke dalam. Sebagian berpakaian Tionghoa, sebagain lagi piyama. Semua lelaki dan berkuncir. Tanpa mengindahkan tuanrumah ada atau tidak mereka langsung duduk dan mulai ramai bercericau, berdahak dan membuka permainan judi. (Toer, 1980: 160)

Rumah Bordil di sini menjadi fakta, karena belum tentu ada rumah bordil Babah

Ah Tjong.

266

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.17 Taman

5.2.9.17.1 Taman Sebagai Fakta Faktual

Taman adalah kebun yang ditanami dengan bunga-bunga dan sebagainya (tempat bersenang-senang); taman adalah tempat (yg menyenangkan dsb), taman adalah tempat duduk pengantin perempuan (yang dihiasi dengan bunga-bunga dan sebagainya).

Taman dapat dibagi dalam taman alami dan taman buatan. Taman yang sering dijumpai adalah taman rumah tinggal, taman lingkungan, taman bermain, taman rekreasi, taman botani (http://id.wikipedia.org/wiki/Taman).

5.2.9.17.2 Taman Sebagai Fakta Fiksi

Taman yang dilukiskan dalam novel Bumi Manusia ini adalah taman yang fiktif, jadi fakta.

Di hadapan kami terbentang taman yang indah, tidak luas, hampir-hampir dapat dikatakan kecil mungil, dengan kolam dan beberapa angsa putih bercengkrama – seperti dalam gambar-gambar. Sebuah bangku batu berdiri di tepi kolam. (Toer, 1980: 57)

5.2.9.18 Perpustakaan

5.2.9.18.1 Perpustakaan Sebagai Fakta Faktual

Perpustakaan adalah tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku, majalah, dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, dibicarakan.

Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah.

Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh

267

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sebuah kota atau institusi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.

Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia

Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penyimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya, mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD, LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-

ROM dan internet (http://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan).

5.2.9.18.2 Perpustakaan Sebagai Fakta Fiksi

Herman Mellema ternyata mempunyai perpustakaan sendiri, walau koleksinya tidak seperti seperti tersebut di atas. Pada masa ini belum dikenal yang namanya CD, tape video. DVD atau CR-ROM.

Perpustakaan sebagai fakta faktual. Namun perpustakaan Herman Mellema dianggap fakta, karena Herman Mellema adalah tokoh fiktif.

Kamar itu perpustakaan Tuan Herman Mellema. Luasnya sama dengan kamar Annelies. Tiga buah lemari dengan jajaran buku berjilid mewah berderet di dalamnya. Terdapat juga sebuah kotak kaca dalam lemari itu yang ternyata koleksi cangklong Tuan Mellema. Perabot semua bersih tanpa ada kotoran. Lantai tak ditutup dengan permadani, dan menampakkan geladak kayu biasa, bukan parket, juga tidak disemir. Meja hanya sebuah dengan sebuah kursi dan sebuah fauteuil. Di atas meja berdiri kaki lampu dari logam putih dengan empat belas lilin. Sebuah buku, yang ternyata bundel majalah, terbuka di atas meja. (Toer, 1980: 225)

Magda Peters sekarang memeriksa buku-buku dalam lemari. Sebagian besar bundel majalah yang dijilid indah. Seakan ia hendak memeriksa isi kepala Nyai. Ternyata ia tidak begitu tertarik: peternakan, pertanian, perdagangan, kehutanan dan kayu-kayuan. Kemudian: bundel berbagai

268

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

majalah wanita dan majalah umum dari Hindia, Nederland dan Jerman. Sebagian terbesar pustaka itu disapu saja dengan pandangnya. Kemudian balik lagi pada deretan bundel majalah kolonial, dan berhenti lama pada deretan sastra dunia dalam terjemahan Belanda. (Toer, 1980: 226)

5.2.9.19 Mendidik

5.2.9.19.1 Mendidik Sebagai Fakta Faktual

Mendidik anak menjadi tugas orang tua. Orang tua mendidik anaknya sesuai dengan keinginan orang tuanya, maka mendidik anak bukan hal yang mudah bagi orang tua

5.2.9.19.2 Mendidik Sebagai Fakta Fiksi

Dalam novel Bumi Manusia Nyai Ontosoroh gagal mendidik anak laki-lakinya

Robert Mellema.

“ Di mana Robert?” tanyaku untuk penenang jantung. “Apa guna kau tanyakan dia?” Mama pun tak pernah bertanya dimana dia berada” Nah, satu masalah sudah mulai timbul. Dan aku merasa tak patut untuk mencampuri. “Mama sudah merasa tak sanggup Mas,” ia menunduk dan suaranya mengandung duka. “Sekarang ini semua kewajibannya aku yang harus lakukan.” Aku perhatikan bibirnya yang pucat dan seperti lilin tuangan itu. “Dia tak menyukai Mama. Juga tidak menyukai aku. Dia jarang di rumah. Kan Mas sendiri pernah saksikan aku bekerja?” (Toer, 1980: 58)

Namun keras mendidik Annelies, anak perempuannya agar bisa bekerja, biar kelak tidak bergantung kepada seseorang.

“Ann, Annelies, mungkin kau tak merasa, tapi memang aku didik kau secara keras untuk bisa bekerja, biar kelak tidak hanya tergantung pada suami, kalau – ya, moga-moga tidak – kalau-kalau suami itu semaca, ayahmu itu” (Toer, 1980: 68)

Didik mendidik yang dilakukan Nyai Ontosoroh adalah fakta, bukan faktual.

269

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

270

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.20 Dekonstruksi

5.2.9.20.1 Dekonstruksi Sebagai Fakta Faktual

Dekonstruksi adalah sebuah metode pembacaan teks. Melalui dekonstruksi ditunjukkan bahwa dalam setiap teks selalu hadir anggapan-anggapan yang dianggap absolut. Tujuan dekonstruksi adalah membangun nilai relativisme. Maka dekonstruksi adalah suatu pembongkaran yang bertujuan menyusun kembali ke dalam tatanan dan tataran yang lebih signifikan sehingga tujuan akhir dekonstruksi adalah konstruksi baru.

5.2.9.20.2 Dekonstruksi Sebagai Fakta Fiksi

Magda Peters adalah seorang Guru Bahasa dan Sastra Belanda yang beraliran liberal. Magda Peters mendekonstrusi pemikiran para siswa Eropa. Menurut Magda

Peters, orang Eropa sendiri yang merasa totok 100% tidak pernah tahu berapa prosen darah Asia mengalir dalam tubuhnya. Dari pelajaran sejarah para siswa tentunya sudah tahu, ratusan tahun yang lalu berbagai bala-tentara Asia telah menerjang Eropa, dan meninggalkan keturunan Arab, Turki, Mongol, dan justru setelah Romawi menjadi

Kristen. Menurut Magda Peters dalam kekuasaan Romawi atas bagian-bagian tertentu

Eropa darah Asia, mungkin juga Afrika, meninggalkan keturunannya melalui warganegara Romawi dari berbagai bangsa Asia: Arab, Yahudi, Siria, Mesir.

Kemudian banyak dari ilmu Eropa berasal dari Asia. Malah angka yang saban hari digunakan para siswa adalah angka Arab. Termasuk angka nol. Coba, bisa para siswa kirakan bagaimana hitung-menghitung tanpa angka Arab dan tanpa nol? Nol pun pada gilirannya berasal dari filsafat India.

271

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nol, keadaan kosong. Dari kekosongan terjadi awal. Dari awal terjadi perkembangan sampai ke puncak, angka 9, kosong, berawal lagi dalam nilai yang lebih tinggi, belasan, ratusan, ribuan tanpa batas. Akan lenyap sistim desimal tanpa nol, dan para siswa harus menghitung dengan angka Romawi. Nama sebagian terbesar siswa nama pribadi, adalah juga nama Asia, karena agama Kristen lahir di Asia.

Kalau Pribumi tidak punya nama keluarga memang mereka tidak atau belum membutuhkan, dan itu tidak berarti hina. Kalau Nederland tidak punya Prambanan dan

Borobudur, jelas pada zamannya Jawa lebih maju daripada Nederland. Kalau Nederland sampai sekarang tidak mempunyainya, ya, karena memang tidak membutuhkan.

“Ya,” katanya keras-keras. “Orang Eropa sendiri yang merasa totok 100% tidak pernah tahu berapa prosen darah Asia mengalir dalam tubuhnya. Dari pelajaran sejarah para siswa tentunya sudah tahu, ratusan tahun yang lalu berbagai bala-tentara Asia telah menerjang Eropa, dan meninggalkan keturunan: Arab, Turki, Mongol, dan justru setelah Romawi menjadi Kristen. Dan jangan kalian lupa, dalam kekuasaan Romawi atas bagian- bagian tertentu Eropa darah Asia, mungkin juga Afrika, meninggalkan keturunannya melalui warganegara Romawi dari berbagai bangsa Asia: Arab, Yahudi, Siria, Mesir……” (Toer, 1980: 210)

“Banyak dari ilmu Eropa berasal dari Asia. Malah angka yang saban hari para siswa pergunakan adalah angka Arab. Termasuk angka nol. Coba, bisa para siswa kirakan bagaimana hitung-menghitung tanpa angka Arab dan tanpa nol? Nol pun pada gilirannya berasal dari filsafat India. Tahu kalian artinya filsafat? Ya, lain kali saja tentang ini. Nol, keadaan kosong. Dari kekosongan terjadi awal. Dari awal terjadi perkembangan sampai ke puncak, angka 9, kosong, berawal lagi dalam nilai yang lebih tinggi, belasan, dst., ratusan, ribuan……tanpa batas. Akan lenyap sistim desimal tanpa nol, dan para siswa harus menghitung dengan angka Romawi. Nama sebagian terbesar kalian, nama pribadi, adalah juga nama Asia, karena agama Kristen lahir di Asia.” (Toer, 1980: 210-211)

Magda Peters berargumen untuk mencoba mengubah pandangan para siswa Eropah.

272

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.2.9.21 Ratu Wilhelmina

5.2.9.21.1 Ratu Wilhelmina Sebagai Fakta Faktual

Ratu Wilhelmina (Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau, adalah

Ratu Kerajaan Belanda. Llahir 31 Agustus 1880 – meninggal 28 November 1962. Putri

Orange-Nassau, adalah Ratu Belanda sejak 1890 - 1948 dan Ibu Suri (sebutan Putri) sejak

1948 - 1962. Ia memimpin Belanda selama lebih dari 50 tahun. Masa kekuasannya menjadi saksi beberapa titik perubahan di Belanda dan sejarah dunia: Perang Dunia I dan

Perang Dunia II, Krisis Ekonomi tahun 1933, dan juga kejatuhan Belanda sebagai penguasa kolonial. Pada tahun 1901, ia menikah dengan Hendrik, Pangeran dari

Mecklenburg-Schwerin dan dikarunia seorang anak yang bernama Juliana pada tanggal

30 April 1909 (http://id.wikipedia.org/wiki/Wilhelmina_dari_Belanda).

5.2.9.21.2 Ratu Wilhelmina Sebagai Fakta Fiksi

Ratu Wilhelmina yang disebut-sebut dalam novel Bumi Manusia ini adalah fakta fiksi.

5.3 Fakta Faktual dan Fakta Fiksi Dalam Novel Bumi Manusia

Pengarang (PAT) menulis Novel Bumi Manusia dengan menggunakan fakta faktual sebagai medianya. Kejadian atau peristiwa yang digambarkan di dalam Novel

Bumi Manusia kelihatannya real, nyata, namun sesungguhnya hasil rekayasa pengarang.

Maka semua kejadian yang terjadi di dalam novel Bumi Manusia ini, adalah fakta fiksi.

Baik tokoh, kisah tokoh, konflik tokoh, hubungan antar tokoh adalah fiktif, karena fiktif maka hanya dapat disebut sebagai fakta fiksi, dengan menggunakan hal-hal yang faktual seperti penjajahan Hindia Belanda di Indonesia, perlakuan atas hukum, perlakuan

273

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

atas pendidikan, yang bersifat diskriminasi. Dalam hal fakta fiksi pengarang tidak menggunakan wilayah antar berantah atau bidadari atau lainnya yang hanya ada dalam konsep..

Jadi penggunaan fakta sosial dalam hal ini fakta faktual di dalam karya Novel

Bumi Manusia ini, menunjukkan bahwa Novel Bumi Manusia ini menganut realisme sosial.

274

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB VI FAKTA SOSIAL DAN ANUTAN ROHANI SERTA HUBUNGAN PELARANGAN NOVEL BUMI MANUSIA OLEH ORDE BARU

6.1 Fakta Sosial Dan Anutan Rohani 6.1.1 Pendahuluan

Salah satu metode penjabaran anutan rohani adalah dengan menggunakan fakta- fakta sosial. Fakta-fakta sosial digunakan sebagai alat atau media sarana menjabarkan anutan rohani.

Pramoedya menggunakan fakta sosial seperti perzodiakan, kepintaran, guru, tokoh Herman Mellema, Robert Mellema, misteri nama Minke, tradisi Jawa, kondisi perusahaan Pertanian Buitenzord, perilaku hukum zaman kolonial dan kasus perkawinan

Minke dengan Annelies untuk sebagai media penjabaran anutan rohani yaitu pertentangan klas, materialisme ekonomi.

6.1.2 Melalui Perzodiakan

Melalui menggunakan perzodiakan Pramoedya menjabarkan pertentangan klas antara klas rakyat jelata melawan klas borjuis. Klas borjuis diwakili oleh Sri Ratu

Wihelmina, Ratu Kerajaan Hindia Belanda, sedangkan rakyat jelata, diwakili oleh Minke.

Dara kekasih para dewa ini seumur denganku: delapanbelas. Kami berdua dilahirkan pada tahun yang sama 1880. Hanya satu angka berbentuk batang, tiga lainnya bulat-bulat seperti kelereng salah cetak. Hari dan bulannya juga sama: 31 Agustus. Kalau ada perbedaan hanya jam dan kelamin. Orangtuaku tak pernah mencatat jam kelahiranku. Jam kelahirannya pun tidak aku ketahui. (Toer, 1980: 4)

275

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Minke dan Sri Ratu Wihelmina, dilukiskan dilahirkan pada tanggal, bulan dan tahun yang sama, hanya jam kelahiran dan lokasi kelahiran yang berbeda. Seharusnya berdasarkan perzodiakan bernasib sama, ternyata nasibnya berbeda. Minke sebagai rakyat jelata, biasa, Sri Ratu Wihelmina sebagai Raja dari sebuah negara.

6.1.3 Melalui Kepintaran

Kepintaran Robert Suurhof, yang ternyata hanya pandai menghina dan mengecilkan, melecehkan dan menjahati orang, juga adalah fakta sosial yang dijadikan

Pramoedya sebagai media jabaran anutan rohaninya yaitu pertentangan klas.

Aku tersinggung. Aku tahu otak HBS dalam kepala Robert Suurhof ini hanya pandai menghina, mengecilkan, melecehkan dan menjahati orang. Dia anggap tahu kelemahanku, tak ada darah Eropah dalam tubuhku. Sungguh-sungguh dia sedang bikin rencana jahat terhadap diriku. (Toer, 1980: 6)

Robert Suurhof, digambarkan orang yang pintar, tetapi kepintarannya hanya pandai menghina, mengecilkan, melecehkan dan menjahati orang (Minke).

6.1.4 Melalui Herman Mellema

Ucapan Herman Mellema, juga dijadikan Pramoedya sebagai media penjabaran anutan rohani.

“Siapa kasih kowe ijin datang kemari, monyet!” dengusnya dalam Melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya. (Toer, 1980: 37)

“Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda, lantas jadi Eropa ? Tetap monyet!” “Tutup mulut!” bentak Nyai dalam Belanda denga suara berat dan kukuh. “Dia tamuku.”

Betapa Herman Mellema sangat-sangat memandang rendah terhadap pribumi, dan dia, Herman Mellema, menganggap dirinya klas atas dan Minke klas bawah.

276

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6.1.5 Melalui Robert Mellema

Robert Mellema, anak Herman Mellema dengan Nyai Ontosoroh, walaupun beribukan seorang pribumi, menganggap dirinya orang Eropah, klas atas. Maka semua pribumi harus tunduk kepadanya termasuk ibu kandungnya sendiri.

“Dua pembenci Pribumi, kecuali keenakannya, kata Mama. Bagi dia tak ada yang lebih agung daripada jadi orang Eropah dan semua Pribumi harus tunduk padanya. Mama menolak tunduk. Dia mau menguasai seluruh perusahaan. Semua orang harus bekerja untuknya, termasuk Mama dan aku” (Toer, 1980: 58)

6.1.6 Melalui Nyai Ontosoroh

Ucapan Nyai Ontosoroh jelas, inti dari pemikiran materialisme ekonomi yaitu untung rugi. Kalau untung mereka seide, kalau rugi, tidak seide. Dalam tingkat implementasi, orang-orang yang tidak seide ini, ada yang dibunuh, dipenjara, namun ada yang disisihkan. Semua itu karena berdasarkan kalkulasi politik yang berdimensi untung dan rugi.

Dunia kita adalah untung dan rugi (Toer, 1980:82)

6.1.7 Melalui Misteri Nama Minke

Misteri nama Minke. Minke tetap merahasiakan arti namanya, walau pada akhirnya dibukakannya juga arti namanya yaitu mongkey yang artinya monyet. Nama yang artinya monyet, menunjukkan, menggambarkan dia berasal dari klas bawah atau klas tertindas.

ORANG MEMANGGIL AKU: MINKE (Baca Mingke). Namaku sendiri ..... Sementara ini tak perlu kusebutkan. Bukan karena gila mysteri. Telah aku timbang: belum perlu benar tampilkan diri dihadapan orang lain. (Toer, 1980: 7)

277

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Memang bukan mauku bernama atau dinamai Minke. Aku sendiri tak kurang-kurang heran. Ceritanya memang agak bersbelit, dimulai kalau aku memasuki E.L.S, tanpa mengetahui Belanda sepatah pun. Meneer Ben Rooseboom, guruku yang pertama-tama, sangat jengkel padaku. Tak pernah aku dapat menjawab pertanyaannya kecuali dengan tangis dan lolong. Namun setiap hari seorang opas mengantarkan aku ke sekolah terbenci itu juga. Dua tahun aku harus tinggal di klas satu. Meneer Ben Rooseboom tetap jengkel padaku dan padanya aku takut bukan buatan. Pada tahun pengajaran baru aku sudah agak bisa menangkap Belanda. Teman-temanku sudah pada pindah ke klas dua. Aku tetap di klas satu, ditempatkan di antara dua orang gadis Belanda, yang selalu usil menganggu. Gadis Vera di sampingku mencubit pahaku sekuat dia dapat sebagai tanda perkenalan. Aku? Aku menjerit kesakitan. Meneer Ben Rooseboom melotot menakutkan, membentak: “Diam kau, monk... Minke!” Sejak itu seluruh klas, yang baru mengenal aku, memanggil aku Minke, satu-satunya Pribumi. Kemudian juga guru-guruku. Juga teman-teman semua klas. Juga yang di luar sekolah. (Toer, 1980: 28).

Sampai tamat E.L.S aku masih tetap percaya nama itu mengandung sesuatu yang tidak menyenangkan. Waktu menyebutkannya untuk pertama kali mata itu melotot seperti mata sapi. Alisnya terangkat seperti sedang mengambil ancang-ancang hendak melompat dari mukanya yang lebar.

Dalam kamus Belanda tak aku dapatkan kata itu.

Kemudian mulailah kami mendapat pelajaran Inggris. Enam bulan lamanya, dan aku temukan kesamaan bunyi dan huruf pada namaku. Aku mulai kenangkan kembali: mata melotot dan alis yang hendak copot dari muka yang lebar itu pasti menyatakan sesuatu yang buruk. Dan aku teringat pada Meneer Ben Rooseboom yang agak ragu menyebut nama itu. Dengan kecut pikiranku menduga, dulu ia mungkin bermaksud memaki aku dengan kata monkey. (Toer, 1980: 29)

6.1.8 Melalui Tradisi Jawa.

Tradisi Jawa juga dijadikan Pramoedya sebagai media jabaran anutan rohaninya.

Pramoedya tidak suka merangkak dan mengangkat sembah. Dia pun seperti Nyai

278

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ontosoroh (yang disebutnya Mama), siap meninggalkan tradisi Jawa tersebut karena dianggap membebani dan memperbudak saja,

Jadi aku akan dihadapkan pada Bupati B. God! Urusan apa pula? Dan aku ini siswa H.B.S. haruskah aku merangkak dihadapannya dan mengangkat sembah pada titik kalimatku sendiri untuk orang yang sama sekali tidak ku kenal? (Toer, 1980:115)

Tentu aku tak menjawab. Hanya menyembah. Selanjutnya: jalan setengah kali dengan bantuan tangan merangkak membawa beban kedongkolan di punggung seperti kerang. Tujuan: tempat dimana sepatu dan kaos kaki ku lepas, tempat di mana pengalaman terkutuk ini kumulai. Tak ada pribumi yang bersepatu di lingkungan gedung bupati. Dengan sepatu di tangan aku berjalan di samping pendopo, masuk ke plataran dalam” (Toer, 1980:121)

Seperti Mama aku siap meninggalkan semua keluarga ini, raungku lebih keras, keluarga yang hanya membebani dengan tali pengikat yang memperbudak! Ayoh, teruskan, teruskan, darah raja-raja Jawa! Teruskan! Aku pun bisa meledak. (Toer, 1980:119)

6.1.9 Melalui Kondisi Perusahaan Pertanian Buitenzorg.

Perilaku, atau upaya-upaya Nyai Ontosoroh membangun Perusahaan Pertanian

Buitenzorg, yang akhirnya dirampas oleh Anak Herman Mellema dari Istrinya Mevrouw

Amelia Mellema-Hammers, yang bernama Maurits Melemma. Juga dijadikan media sebagai penjabaran anutan rohani.

Lebih dua puluh tahun aku membanting tulang, mengembangkan, mempertahankan dan menghidupi perusahaan ini, baik dengan atau tanpa mendiang Tuan Mellema. Perusahaan ini telah kuurus lebih baik daripada anak-anakku sendiri. Sekarang semua akan dirampas daripadaku. Sikap, penyakit, dan ketidak mampuan mendiang Tuan Mellema telah menyebabkan aku kehilangan anak-pertamaku. Sekarang seorang Mellema lain akan merampas bungsuku pula. (Toer, 1980:335)

279

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6.1.10 Melalui Perkawinan Minke dengan Annelies

Melalui perkawinan Minke dengan Annelies, juga dijadikan media penjabaran anutan rohani yaitu melalui pertentangan dua keputusan tentang perkawinan. Putusan pertama yang berasal dari mahkaman agama di Betawi, perkawinan antara Minke dan

Annelies sah dan tidak dapat diganggu gugat. Namun berdasarkan pengadilan agama

Amstedam, perkawinan antara Minke dan Annelies tidak sah, karena Annelies masih dianggap di bawah umur.

Mahkamah Agama di Betawi mengeluarkan pernyataan: perkawinan kami syah dan dapat dipertanggungjawabkan, tidak dapat diganggu-gugat. (Toer, 1980:337)

Pengadilan Amsterdam telah juga menunjuk Ir. Maurits Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema, karena yang belakangan ini dianggap masih berada di bawah umur, sedang haknya atas warisan, sementara ia dianggap belum dewasa, juga dikelola oleh Ir. Maurits Mellema (Toer, 1980:322).

Annelies Mellema, dianggap masih berada di bawah umur, maka pengadilan

Belanda tidak mengakui perkawinan Minke dengan Annelies.

Melalui masalah perkawinan tersebut di atas juga dijadikan arena penjabaran anutan rohani yaitu perlawanan terhadap kondisi yang ada.

6.1.11 Melalui Perilaku Hukum Zaman Kolonial

Berhadapan dengan pengadilan putih, pribumi selalu kalah. Inilah yang dialami

Minke dan Nyai Ontosoroh. Walau demikian Minke tetap berusaha melawan pengadilan putih, walau tetap kalah.

Pada waktu itu baru aku tahu betapa jahatnya hukum. Kalian mendapat seorang ayah, tapi kehilangan ibu. (Toer, 1980: 85-86)

280

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Tapi di depan hukum kau tak bakal menang. Kau menghadapi orang Eropa, Nyo. Sampai-sampai jaksa dan hakim akan mengeroyok kau, dan kau tak punya pengalaman pengadilan. Tidak semua pokrol dan advokat bisa dipercaya, apalagi kalau soalnya Pribumi menggugat Eropa. Tulisan itu jawab saja dengan tulisan. Tantang dia dengan tulisan juga.”(Toer, 1980: 273)

Kurasa sudah kuusahakan segala yang aku bisa, dan aku kalah. Pengadilan Amsterdam tak terlawankan. Pengadilan Putih Surabaya menyatakan: kami berdua tak ada sangkut-paut dengan istriku. (Toer, 1980: 346)

6.1.12 Kritik Terhadap Gereja

Melalui kasus pembabtisan Robert Mellema dan Annies Mellema, yang tidak jadi dibaptis di geraja, hanya karena mereka anak Indo, Pramoedya seperti memprotes, ternyata Tuhan (Kristus) di tangan pendeta Belanda, berlaku tidak adil, sebab kedua anak

Herman Mellema tersebut tidak berhak mendapatkan karunia pengampunan dari Kristus.

Kelanjutannya, Ann, Tuan menghendaki kalian berdua dibaptis. Aku tidak ikut mengantarkan kalian ke gereja. Kalian pulang lebih cepat. Pendeta menolak pembaptisan kalian. Papamu menjadi murung. “Anak-anak ini berhak mempunyai ayah” kata Tuan “Mengapa mereka tidak berhak mendapatkan karunia pengampunan dari Kristus?” (Toer, 1980: 85-86)

6.2 Hubungan Pelarangan Oleh Orde Baru Terhadap Novel Bumi Manusia

Orde Baru pernah melarang beredar oleh Kejaksaan Agung dengan Surat

Keputusan Nomor 052/JA/5/81, bertanggal 29 Mei 1981, atas rekomendasi Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Novel Bumi Manusia. Alasan pelarangan karena isi Novel

Bumi Manusi dianggap menyebarkan paham terlarang di wilayah NKRI yaitu paham

Marxism-Leninisme (http://www.hastamitra.net/2010/03/bumi-manusia-novel- pramoedya-yang.html).

281

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Marxisme-Leninisme adalah suatu teori politik dan ekonomi yang dirumuskan oleh

Lenin dalam kerangka tafsirannya terhadap pemikiran Marx, maka Marxism-Leninisme adalah suatu paham yang berdasarkan historis materialisme dan perjuangan klas.

Atau pengertian dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999

Tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan

Kejahatan Terhadap Keamanan Negara menjelaskan Komunisme/Marxisme-Leninisme" adalah paham atau ajaran Karl Marx yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung, dan lain-lain, mengandung benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila (Pasal 107 Huruf a UU

Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara).

Marx atau nama lengkapnya Karl Heinrich Marx lahir di Trier, Jerman, 5

Mei 1818 – dan meninggal di London, 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun) Marx adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Walaupun

Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai

"Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto

Komunis. (http://id.wikipedia.org/wiki/Karl_Marx.htm)

Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl

Marx.. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, dan system politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis. Marxisme

282

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mencakup materialisme dialektis dan materialisme historis serta penerapannya pada kehidupan sosial (http://id.wikipedia.org/wiki/Marxisme.htm).

Adapun ajaran Marx adalah sebagai berikut:

1. Historisme materialism mengatakan bahwa keadaan masyarakat da;am penghasilan,

pengangkutan dan perdagangannya serta pemakaian barang-barang keperluan itu

oleh keadaan materi dan ekonominya.

2. Kaum mudal memeras tenaga buruh dan memperlakukannya tidak adil.

3. Sejarah dunia adalah sejarah perjuangan lapisan atas yang berkuasa dan lapisan yang

terjajah.

Ajaran Marx ini bersumber dari ajaran Lenin yang mengatakan untuk mencapai susunan masyarakat dan perekonomiannya yang tersusun secara komunis lepas dari kapitralisme, feodalisme dan imprealisme dengan jalan apa saja, baik kekerasan atau secara parlementer (Endra, 1979:224).

Hingga kini, ajaran Marxisme-Leninisme, masih tetap dilarang di Indonesia.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang perubahan kitab undang-undang hukum pidana yang berkaitan dengan ke.jahatan terhadap keamanan negara,

Pasal 107 a Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tu1isan dan atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme da1am segala bentuk dan perwujudannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama l2 (dua belas) tahun. Pasal 107 c Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tu1isan dan atau mela1ui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan da1am masyarakat, atau menimbu1kan korban jiwa atau kemgian harta benda, dipidana dengan pidana penjara pa1ing lama 15 (lima belas) tahun.

283

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pasal 107 d Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan 1isan, tu1isan dan atau melalui rnedia apa pun. menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 ( dua puluh) tahun. Pasal 107 e Dipidana dengan pidana penjara pa1ing lama l5 (lima belas) tahun : a. barangsiapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau da1am sega1a bentuk dan perwujudannya; atau b. barangsiapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di da1am maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme- Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau menggu1ingkan Pemerintah yang sah.

Undang-undang ini ditandatangani oleh Presiden Repubuk Indonesia pada waktu itu Bacharuddin Jusuf Habibie.

Wujud penolakan terhadap ajaran Marxisme-Leninisme ini.pernah dituangkan dalam keputusan Tap MPRS No. 25 Tahun 1966. Akan tetapi sepanjang Pemerintahan

Presiden Soeharto perintah MPRS tersebut tidak pernah dijalankan, yaitu berupa pembuatan UU untuk mengantisipasi perkembangan faham Komunis, akan tetapi hanya berupa jargon-jargon anti komunis yang tidak sistematis

(http://www.mabesad.mil.id/artikel/uuno271999_1.htm).

Dalam Tap MPRS No. 25 Tahun 1966, memutuskan Tentang Pembubaran Partai

Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Diseluruh Wilayah Negara

Republik Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme. Pasal 2 dari Tap

MPRS No. 25 Tahun 1966 ini menjelaskan “Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme

284

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang”.

Penjelasan yang diberikan terhadap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Faham atau ajaran Komunisme dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan menjelmakan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan azas-azas dan sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia yang ber- Tuhan dan beragama yang berlandaskan faham gotong royong dan musyawarah untuk mufakat. 2. Faham atau ajaran Marx yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung dan lain-lain mengandung benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila. 3. Faham Komunis/Marxisme-Leninisme yang dianut oleh PKI dalam kehidupan politik di Indonesia telah terbukti menciptakan iklim dan situasi yang membahayakan kelangsungan hidup Bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila. 4. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka adalah wajar, bahwa tidak diberikan hak hidup bagi Partai Komunis Indonesia dan bagi kegiatankegiatan untuk memperkembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme- Leninisme.

Begitu berbahayanya dianggap ajaran Marxisme-Leninisme ini. Ajaran Marxisme-

Leninisme ini, kalaupun ingin dipelajari secara ilmiah, hanya dibenarkan di Universitas-

Universitas, itupun dalam rangka mengamankan Pancasila“

Orde baru dimulai tahun 1966 dan berakhir 21 Mei 1998. Tokoh utama dari orde ini adalah Soeharto, presiden republik Indonesia yang kedua. Orde baru lahir, berawal dari Surat Perintah Sebelas Maret tahun 1967 yang diberikan Soekarno (Presiden

Indonesia yang pertama) kepada Jenderal Soeharto untuk mengamankan negara akibat tertadinya pembunuhan terhadap tujuh jenderal. Kemudian berdasarkan Tap MPRS No.

XXXIII/MPRS/1967 bertanggal 12 Maret 1967, tentang Pencabutan Kekuasaan

Pemerintahan Negara dari Presiden , Soeharto dikukuhkan menjadi Presiden

Republik Indonesia yang kedua.

285

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam pidato kenegaraan Soeharto yang pertama tanggal 16 Agustus 1967 Orde

Baru diartikan tidak lain adalah tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945. Landasan penting Orde baru terdiri dari landasan ideologi, yaitu Pancasila, landasan ketatanegaraan yaitu Undang-undang dasar 1945 dan landasan sikap mental yaitu kemurniaan pengabdian kepada kepentingan rakyat banyak ... yang dibersihkan dari segala bentuk penyelewengan, atau pun penunggangan untuk kepentingan yang lain dari kepentingan rakyat (Soeharto, 1985:4-7).

Menurut Mahmud (1986: 136-137) orde baru pada hakekatnya adalah sikap dan tekad mental dan itikad baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat dan kepentingan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan hakekat tersebut maka orde baru adalah: a. Satu orde yang merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang

diletakkan kembali kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945. b. Merupakan koreksi total atas penyelewengan yang terjadi pada masa-masa

sebelumnya. c. Suatu proses sosial yang panjang, sebab penyelewengan yang terjadi pada masa

lampau, berjalan bertahun-tahun sehingga menyentuh hampir seluruh segi kehidupan

bangsa kita. d. Perubahan sikap mental yang mendahulukan kepentingan bersama daripada

kepentingan pribadi atau golongan dan yang memerlukan sikap dan pola bekerja yang

berorientasi pada program. Karena itu urgensi yang implisit dalam perjuangan Orde

286

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Baru ialah menyusun kembali kekuatan bangsa dan menentukan cara-cara yang tepat

untuk menumbuhkan stabilitas nasional jangka panjang, untuk mempercepat proses

pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945.

Setelah dicermati kondisi realitas Orde Baru dengan realitas terbayang yang digambarkan dalam Novel Bumi Manusia, alasan pelarangan Novel Bumi Manusia oleh

Orde Baru sama sekali tidak signifikan, sama sekali tidak tepat. Pertama anutan rohani

(materialisme ekonomi) yang terdapat pada tokoh utama novel ini, memang terdapat di dalam kehidupan nyata, bukan hanya di negara-negara Barat, juga di negara-negara

Timur termasuk di Indonesia ada. Sebagai contoh orang-orang yang tidak seide dianggap sebagai “lawan”.

Kedua fakta faktual yang disajikan pengarang (PAT), secara tersurat tidak ada menganjurkan perlawanan terhadap pemerintah atau penguasa. Nyai Ontosoroh dan

Minke, melawan pemerintahan Belanda, tetapi hanya dari segi hukumnya, tidak ada anjuran melawan pemerintahan Belanda, pun secara tersirat juga tidak ada anjuran melawan pemerintahan Indonesia.

Jadi pelarangan terhadap Novel Bumi Manusia, bukan karena isi, tetapi lebih disebabkan faktor pengarang (PAT) sebagai anggota Lekra yang berafiliasi kepada komunis.

287

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB VII

MAKNA BUMI MANUSIA

7.1 Pendahuluan

Apa makna Bumi Manusia bagi kehidupan nyata? Jawabnya sederhana, dalam novel Bumi Manusia dilukiskan berbagai persoalan hidup, sama dengan kehidupan nyata yang juga terdiri dari berbagai persoalan hidup. Artinya masalah di dalam novel Bumi

Manusia adalah masalah manusia, seperti di dunia nyata. Misalnya masalah kemanusiaan, ingin bebas, masalah kecantikan, ancaman pembunuhan, konflik dalam keluarga, nasib tragis, bangga, merendahkan wanita, persahabatan, percintaan, rasa kemanusiaan, ada penindasan, ada rasisme, ada pertengkaran, ada kepatuhan, ada prasangka, ada prinsip hidup, ada pembelaan seperti pembelaan darsam, ada rasa kagum, ada kerinduan ada produk teknologi mutahir, ada relativisme, ramalan yang meleset.

Inilah yang disebut realisme sosial.

“Cerita Nyo, selamanya tentang manusia, kehidupannya, bukan kematiannya. Ya, biar pun yang ditampilkannya itu hewan, raksasa atau dewa atau hantu. Dan tak ada yang lebih sulit dapat difahami daripada sang manusia. Itu sebabnya tak habis-habisnya cerita dibuat di bumi ini. Setiap hari bertambah saja. Aku sendiri tak banyak tahu tentang ini. Suatu kali pernah terbaca olehku tulisan yang kira-kira katanya begini: jangan anggap remah si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana, biar penglihatanmu setajam mata elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari pada dewa, pendengaramu dapat menangkap musik dan ratap- tangis kehidupan: pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput” (Toer, 1980:105)

Kata-kata Bumi Manusia ada ditemukan 9 kali dalam novel Bumi Manusia ini.

Kesembilan kata ini, menggambarkan berbagai masalah.

288

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7.2 Ambisi Jabatan

Dalam novel Bumi Manusia ini, tokoh yang berambisi jabatan adalah Paiman.

Paiman rajin bekerja, tapi lebih sepuluh tahun jabatan dan pangkatnya tidak naik.

Memang gaji dan persen tahunan selalu naik. Jadi agar jabatannya naik ditempuhnya segala jalan termasuk bantuan tenaga dukun, jampi, mantra, bertirakat memutih, berpuasa senin-kamis. Jabatannya yang dia impikan jabatan jurubayar: kassier.

Ia bekerja rajin dan semakin rajin. Lebih sepuluh tahun. Jabatan dan pengkatnya tak juga naik. Memang gaji dan persen tahunan selalu naik. Jadi ditempuhnya segala jalan: dukun, jampi, mantra, bertirakat memutih, berpuasa senin-kamis. Tak juga berhasil. (Toer, 1980: 71-72)

Jabatan yang diimpikannnya adalah jurubayar: kassier, pemegang kas pabrik gula Tulangan, Sidoarjo. (Toer, 1980: 72)

7.3 Perang

Dalam kehidupan manusia di dunia ini, juga tidak terlepas dari perang. Dalam novel Bumi Manusia ini, perang yang disebut adalah perang Aceh dan perang melawan kolonial.

7.3.1 Perang Aceh

Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada

1873 hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh terus berlanjut,melalui perang gerilya.

289

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7.3.2 Perang Kolonial

Menurut Jean Marais, sebagai orang Eropa dia sudah sangat malu telah ikut campur dalam soal kolonial. Jean Marais, telah ikut berperang di Aceh, hanya karena unitnya menduga Pribumi takkan mampu melawan. Ternyata mereka melawan, dan melawan benar tidak kepalang tanggung. Pengalaman Aceh yang memalukan itu. Perang kolonial dalam dua puluh lima tahun belakangan ini tak lain daripada kehendak modal, kepentingan pasaran buat kelangsungan hidup modal di Eropa sana. Modal telah menjadi begitu kuasanya, maha kuasa.

7.4 Penghinaan

Penghinaan yang diterima Minke dari Herman Mellema.

Aku terdiam. Hanya hati meraung: jadi kau sudah menghina aku, darah raja! suami ibuku! Baik, aku takkan menjawab. Teruskan, ayoh, teruskan, darah raja-raja Jawa! Kemarin kau masih mantri pengairan. Sekarang mendadak jadi bupati, raja kecil. Lecutkan cambukmu, raja, kau yang tak tahu bagaimana ilmu dan pengetahuan telah membuka babak baru di bumi manusia ini! (Toer, 1980:119)

7.5 Gila Darah Biru

Masyarakat yang gila akan darah biru. Para orang tua mencari menantu yang berdarah biru.

Tak seorang pun di antara para pengirim pernah kukenal. Dugaanku tetap: semua mereka mencalonkan diri jadi mertua atau ipar. Coba: anak bupati, dianggap calon bupati, siswa H.B.S., klas akhir. Semuda ini telah diindahkan seorang assisten residen. Tuan Kontrolir pun sudah dikalahkannya! Kota B.! ah, pojokan kelabu bumi manusia. Demi kehormatan orang tua saja waktuku sepagi habis untuk minta maaf dalam surat balasan, tak dapat memenuhi undangan, harus segera kembali ke Surabaya (Toer, 1980:132)

290

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7.6 Ramalan Yang Tidak Benar

Soal ramal meramal yang tidak benar.

Suami-istri Telinga duduk di sitje menunggu aku keluar dari kamar untuk bercerita. Pasangan yang rukun dan baik itu! Tak tahu aku bagaimana perasaannya terhadapku. Aku tak keluar, pintu kamar kukunci dari dalam, ganti pakaian dan naik ke ranjang tanpa makan malam. Waktu hendak memadamkan lampu minyak masih kuperlukan memandangi potret Ratu Wilhelmina. Bumi manusia! Betapa seorang bisa menjadi kekasih para dewa begini. Aman dalam istananya. Tak ada sesuatu kesulitan, kecuali mungkin, dengan hati dan pikiran, sendiri. Sedang aku? Kawulanya? yang dijanjikan oleh perbintangan akan bernasib sama, bahkan di sudut- sudut bilik mungkin mengintip maut bikinan Robert Mellema (Toer, 1980:150)

7.7 Ingin Bebas

Rasanya sudah terlalu lama aku tak masuk kias. Dokter memberi sertifikat untuk tiga minggu. Buah palakia dalam kepala tumbuh jadi pohon tanpa seijin diriku sebagai pemilik tunggal dan syah. Betul kau, pohon palakia dalam kepala, memang aku harus lupakan Nyai dan Annelies. Hubungan harus putus! Tak ada guna. Hanya kesulitan saja buahnya. Tanpa mengenal keluarga seram dan aneh itu pun hidupku tidak merugi, tidak kena kusta. Aku harus sembuh. Cari order seperti sediakala. Menulis . untuk koran. Menamatkan sekolah sebagai diharapkan banyak orang. Bagaimana pun aku masih suka bersekolah. Bergaul.secara terbuka dengan semua teman. Bebas. Menerima ilmu baru yang tiada kan habisnya. Dan: menampung segala dari bumi manusia ini, dulu, sekarang dan yang akan datang. Pada akhir bulan mendatang Juffrouw Magda Peters akan membuka diskusi, menyuluhi bumi manusia-dari segala seginya yang mungkin. Dan aku sakit begini (Toer, 1980:183).

7.8 Kecantikan

Annelies yang cantik

Kecantikan kreol yang sempurna, dalam keserasian bentuk seperti yang aku hadapi sekarang ini, di mana dapat ditemukan lagi di

291

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tempat lain di atas bumi manusia ini? Tuhan mencipta-kannya hanya sekali saja dan pada tubuh yang seorang ini saja. Aku takkan lepaskan kau, Ann, bagaimana pun keadaan pedalamanmu. Aku akan bersedia hadapi apa dan siapa pun (Toer, 1980:201).

7.9 Ancaman Pembunuhan

Ada ancaman pembunuhan yang dialami Minke.

“Darsam ini, Tuanmuda, hanya setia pada Nyai. Apa yang disayangi Nyai, disayangi Darsam. Apa yang diperintahkan, Darsam lakukan. Tak perduli macam apa perintah itu. Nyai sudah perntahkan Darsam menjaga keselamatan Tuanmuda. Aku kerjakan, Tuanmuda: Keselamatan Tuanmuda jadi pekerjaanku. Tidak perlu percaya, Tuanmuda hanya ikuti saja nasihatku” ..... “Sinyo Robert, Tuanmuda. Dengan banyak janji dia perintahkan si Darsam ini membunuh Tuanmuda” (Toer, 1980:147-148)

7.10 Konflik Dalam Keluarga

Ada konflik dalam keluarga, seperti yang terjadi dalam keluarga Nyai Ontosoroh.

Konflik antara Robert Mellema dan Nyai Ontosoroh.

“Perlukah kau bermusuhan dengan abangmu sendiri?” “Bukan begitu. Dia harus bekerja untuk mendapatkan nafkahnya sendiri.Dia bisa kalau mau. Tapi dia tidak mau” “Baik, tapi mengapa kalian berdua mesti bermusuhan?” “Tidak datang dari pihakku. Itu kalau kau mau percaya. Dalam segalla hal Mama lebih benar dari dia. Dia tak mau mengakui kebenaran Mama, hanya karena Mama Pribumi. bLantas harus apa aku ini?” (Toer, 1980:103)

7.11 Nasib Tragis

Robert Mellema yang bernasib tragis.

“Karena itu kau pasti tertarik pada Robert. Ia selalu mencari-cari kesulitan dan tidak dapat keluar daripadanya. Kira-kira itu yang dinamakan: tragis. Sama seperti ayahnya.....”. (Toer, 1980:106)

292

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7.12 Bangga

Minke Bangga Dengan Pengetahuan Eropah

“.... Sahaya hanya mengetahui yang orang Jawa tidak mengetahui, karena pengetahuan itu milik bangsa Eropah, dan karena memang sahaya belajar dari mereka” (Toer, 1980:125)

7.13 Merendahkan Wanita

7.13.1 Sikap Pria Pribumi Terhadap Wanita

“…..Terutama ini kukatakan karena pria Pribumi belum terbiasa memperlakukan wanita dengan lemah-lembut dan sopan, ramah dan tulus. Setidak-tidaknya begitu yang dapat kuketahui, kudengar, juga kubaca. Tuan telah mempelajari adab Eropa selama ini, tentu Tuan tahu perbedaan antara sikap pria Eropa dan pria Pribumi terhadap wanita. Kalau Tuan sama dengan pria Jawa pada umumnya, anak ini takkan berumur panjang….” (Toer, 1980:198)

Dari nuansa-nuansa yang ada dalam kata Bumi Manusia di atas, jelaslah mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.

7.14 Persahabatan

Ada persahabatan antara Minke dan Robert Suurhof. Persahabatan yang kadang- kadang disertai rasa curiga karena rasisme.

7.15 Percintaan

Percintaan antara Minke dan Annelies

293

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7.16 Rasa kemanusiaan

Ada rasa kemanusiaan seperti nasib yang dialami May. May anak dari seorang wanita Aceh dengan Jean Marais. Wanita Aceh akhirnya dibunuh oleh saudara laki-lakinya karena dianggap berjinah dengan kafir, Jean Marais.

7.17 Penindasan

Ada penindasan seperti yang dilakukan peradilan Belanda.

7.18 Kepatuhan

Ada kepatuhan seperti yang dilakukan Darsam kepada Nyai Ontosoroh dengan keluarganya.

“Siapa saja berani mengganggu Nyai dan Noni, tak perduli dia itu Sinyo sendiri, dia akan tumpas di bawan golok ini. Sinyo boleh coba kalau suka, sekarang, besok atau kapan saja, juga kalau Sinyo coba-coba cari Tuan...... ” (Toer, 1980:96)

“Mulai kapan Nyai tidak percaya sama Darsam? Ia seka kumisnya dengan punggung lengan” (Toer, 1980: 262)

7.19 Prasangka

Minke selalu menunjukkan sikap curiga.

Seperti pada kedatanganku yang pertama juga sekarang timbul perasaan itu dalam hati: seram. Setiap waktu rasanya bisa terjadi peristiwa aneh. Waspadam hati ini memperingatkan. Jangan lengah. Seperti dulu juga sekarang sepantun suara bertanya padaku; mengapa kau begitu bodoh berkunjung kemari? Sekarang hendak coba-coba tinggal di sini pula? Mengapa tidak pulang pada keluarga sendiri kalau memang bosan tinggal di pemondokan? Atau cari pemondokan lain? Mengapa kau mengikuti tarikan rumah seram ini, tidak melawan, bahkan menyerakan diri mentah- mentah? (Toer, 1980: 56)

294

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dengan demikian aku mulai menjadi batih baru keluarga ini. Dengan catatan tentu: aku harus tetap waspada, terutama terhadap Darsam. Aku takkan terlalu dekat padanya. Sebaliknya harus selalu sopan padanya. Robert barangtentu akan membenci aku sebagai Pribumi tanpa harga. Tuan Herman Mellema tentu akan menyembur aku pada setiap kesempayan yang didapatnya. Pendeknya aku harus waspada - kewaspadaan sebagai bea kebahagiaan hidup di dekat gadis cantik tanpa bandingan: Annelies Mellema. (Toer, 1980: 61-62)

7.20 Prinisip Hidup.

Nyai Ontosoroh dan Minke yang mempunyai prinsip hidup.

Dunia kita adalah untung dan rugi (Toer, 1980:82)

Kau kudidik jadi pengusaha dan pedagang. Tidak patut melepas perasaan dan mengikutinya. Dunia kita adalah untung dan rugi. Kau tidak setuju terhadap sikap Mama, bukan? Hmm, sedang ayam pun, terutama induknya tentu, membela anak-anaknya, terhadap elang dari langit pun (Toer, 1980:82) . Begitulah aku mulai mengerti, sesungguhnya Mama sama sekali tidak tergantung pada Tuan Mellema. Sebaliknya, dia yang tergantung padaku. Jadi Mama lantas mengambil sikap ikut menentukan segala perkara. Tuan tidak pernah menolak. Ia pun tak pernah memaksa aku kecuali dalam belajar. Dalam hal ini ia seorang guru yang keras tapi baik, aku seorang murid yang taat dan juga baik. Mama tahu, semua yang diajarkannya pada suatu kali kelak akan berguna bagi diriku.dan anak-anakku kalau Tuan pulang ke Nederland (Toer, 1980:82)

Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya. (Toer, 1980:120)

7.21 Pembelaan seperti Pembelaan Darsam

Darsam yang patuh kepada keluarga Nyai Ontosoroh, dan siap membela Nyai

Ontosoroh mati-matian.

295

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7.22 Rasa Kagum

Kekaguman Minke kepada Ratu Wihelmina, Nya Ontosoroh dan Annelies

7.23 Kerinduan

Seperti kerinduan Annelies terhadap Minke.

Dalam perjalanan di atas bendi terbayang olehku betapa ruwetnya keadaan oleh banyaknya pertentangan. Sekarang tambah dengan Totok kontra Totok. Belum lagi dengan bangsa-bangsa Timur Asing lain. Sedang Maarten Nijman juga menghendaki kemanusiaan, tetapi ia menolak liberalisme. Ternyata semakin banyak bergaul semakin banyak pola persoalan, yang sebelumnya tak pernah kubayangkan ada, kini bermunculan seperti cendawan (Toer, 1980:290-291).

7.24 Konflik

Dalam kehidupan ini, manusia tidak terlepas dari konflik. Konflik yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia bukanlah konflik fisik, tetapi berupa pertarungan ideologi.

Ada berbagai macam konflik yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia. Konflik Batin

Nyai Ontosoroh, konflik karena tradisi. Minke, tokoh utama dalam novel Bumi Manusia ini adalah anak seorang priyayi Jawa yang bersekolah di H.B.S. Minke berusaha melepaskan diri dari kejawaanya, karena kejawaan dianggapnya membelenggu dan kolot.

Minke memandang bahwa Eropa adalah ikutan bagi budaya dan ilmu pengetahuan yang dapat membawa dirinya meraih yang diinginkannya, yang dicita-citakannya yaitu bebas dari tradisi Jawa yang dianggap feodal dan bebas dari belenggu penjajahan yang telah merendahkan martabat manusia. Konflik Melawan Citra Nyai. Istilah Nyai berkesan negatif. Nyai tidak mengenal perkawinan syah, melahirkan anak-anak tidak syah. Nyai sejenis manusia dengan kadar kesusilaan rendah, menjual kehormatan untuk kehidupan

296

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

senang dan mewah. Kondisi seperti ini ingin dilawan oleh Nyai Ontosoroh. Konflik

Batin Nyai Ontosoroh tentang Herman Mellema. Konflik batin Nyai Ontosoroh tentang

Herman Mellema berawal ketika Herman Mellema mengalami suatu peristiwa yang membuat Nyai Ontosoroh kehilangan seluruh kebaikan, kepandaian, keterampilan, kecerdasan. Kejadian yang satu ini telah mengubahnya menjadi orang lain, jadi binatang yang tak kenal anak dan isteri lagi. Herman Mellema tak tahu diurus lagi dan lebih suka mengembara tak menentu. Terpikir oleh Nyai Ontosoroh untuk membawanya ke rumahsakit jiwa. Nyai Ontosoroh ragu, bagaimana nanti pendapat orang tentang

Annelies. Kalau ayahnya ternyata gila dan oleh Hukum ditaruh onder curateele (di bawah pengampunan). Kalau di bawah pengampunan, maka seluruh perusahaan, kekayaan dan keluarga akan diatur seorang kurator yang ditunjuk oleh Hukum. Nyai

Ontosoroh yang hanya gundik dan perempuan Pribumi, akan tidak mempunyai sesuatu hak atas semuanya, juga tidak dapat. berbuat sesuatu untuk anak Annelies sendiri.

Akhirnya percuma saja akan jadinya nanti Annelies dan Nyai Ontosoroh membanting tulang tanpa hari libur, kalau semua jerih payahnya selama ini di bawah kurator. Hukum tidak mengakui keibuan Nya Ontosoroh, hanya karena Nyai Ontosoroh Pribumi dan tidak dikawin secara syah oleh Herman Mellema. Konflik Maurits Mellema terhadap

Herman Mellema. Konflik Maurits Mellema terhadap Herman Mellema, berawal dari diterlantarkannya Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, ibu kandung Ir. Maurits

Mellema oleh Herman Mellema dengan tuduhan Mevrouw Amelia Mellema-Hammers telah berbuat serong. Konflik Minke Dengan Dewan Guru dan Tuan Direktur, karena

Minke dikeluarkan dari sekolahnya, karena dianggap berbahaya bagi para siswi. Konflik

Antara Annelies dan Robert Mellema. Konflik antara Annelies dan Robert Mellema dapat

297

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dikategorikan konflik dalam keluarga. Karena perilaku Robert Mellema tidak dapat diterima oleh Nyai Ontosoroh dan Annelies Mellema, membuat Annelies Mellema kesal dan jengkel melihat Robert Mellema. Robert Mellema dianggap tidak dapat mandiri, egois tidak mau mengakui kebenaran perkataan Nyai Ontosoroh, hanya karena Nyai

Ontosoroh pribumi, padahal Nyai Ontosoroh ibu kandungnya sendiri. Annelies Mellema tidak mau menjadi pendamai karena perilaku Robert Mellema sudah keterlaluan.

7.25 Rampas Merampas

Dalam Novel ini digambarkan Belanda Merampas. Berdasarkan faktual, Belanda sudah sering terjadi. Tahun 1596, Belanda merampas 2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten

(http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Banjarmasin).

Pada tanggal 21 November, Di pulau Brayan, Belanda merampas harta benda penduduk, dan pada hari berikutnya Belanda membuat persoalan lagi dengan menembaki pos-pos pasukan Laskar di Stasiun Mabar, juga Padang Bulan ditembaki. Pihak Laskar membalas. Kolonel Schalten ditembak ketika meliwati di depan pos Lasykar. Belanda membalas dengan serangan besar-besaran di pelosok kota

(http://verdy.blog.com/2009/07/31/pertempuran-medan-area). Pada 13 Oktober 1822

Gubernur Belanda merampas cogan dari Engku Putri Raja Hamidah di Penyengat.

Sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta

(http://www.museumindonesia.com/museum/26/2/Museum_Sultan_Sulaiman_Badrul_Al amsyah).

Dalam novel Bumi Manusia ini menurut Ibu Minke, Belanda sangat berkuasa, namun tidak merampas istri orang seperti raja-raja Jawa. Namun faktanya menurut Minke

298

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

adalah sebaliknya Belanda justru merampas menantu, istri Minke, juga merampas anak dari ibunya, istri dari suaminya, dan juga hendak merampas jerih-payah, dan harta Nyai

Ontosoroh yang selama lebih dari dua puluh tahun, tanpa mengenal hari libur, dia bangun. Perampasan dilakukan hanya didasarkan pada surat-surat jurutulis-jurutulis ahli.

7.26 Pengaruh Mempengaruhi

Belanda mencoba mempengaruhi masyarakat Indonesia melalui teori Asosiasi.

Asosiasi (Basri, 1975:66) adalah sistem yang menghendaki hubungan pribumi dan golongan Eropah sebagai sekutu, yang saling membantu mencapai kemajuan. Dalam sistem asosiasi ini, semua penduduk Hindia Belanda mempunyai tempat yang sama dan masing-masing mempunyai fungsinya sendiri serta nilai-nilainya sendiri. Semua golongan mempunyai tujuan sama, hanya dalam mencapai tujuan itu golongan-golongan itu bergerak secara terpisah-pisah. Tujuan politik asosiasi hendak menyalurkan aliran- aliran paham dalam dunia pribumi dan menjembati paham yang berlawanan, tiruan atau penyesuaian. Masyarakat Hindia Belanda perlu berlandaskan pada persamaan kedudukan dan saling hormat menghormati. Alat yang utama untuk mencapai sistem asosiasi ini adalah pengajaran.

Kemudian Magda Peters, juga mencoba mempengaruhi pemikiran para siswa

Eropa. Magda Peters adalah seorang Guru Bahasa dan Sastra Belanda yang beraliran liberal. Magda Peters mendekonstrusi pemikiran para siswa Eropa. Menurut Magda

Peters, orang Eropa sendiri yang merasa totok 100% tidak pernah tahu berapa prosen darah Asia mengalir dalam tubuhnya. Dari pelajaran sejarah para siswa tentunya sudah tahu, ratusan tahun yang lalu berbagai bala-tentara Asia telah menerjang Eropa, dan meninggalkan keturunan Arab, Turki, Mongol, dan justru setelah Romawi menjadi

299

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kristen. Menurut Magda Peters dalam kekuasaan Romawi atas bagian-bagian tertentu

Eropa darah Asia, mungkin juga Afrika, meninggalkan keturunannya melalui warganegara Romawi dari berbagai bangsa Asia: Arab, Yahudi, Siria, Mesir.

Kemudian banyak dari ilmu Eropa berasal dari Asia. Malah angka yang saban hari digunakan para siswa adalah angka Arab. Termasuk angka nol. Coba, bisa para siswa kirakan bagaimana hitung-menghitung tanpa angka Arab dan tanpa nol? Nol pun pada gilirannya berasal dari filsafat India.

Nol, keadaan kosong. Dari kekosongan terjadi awal. Dari awal terjadi perkembangan sampai ke puncak, angka 9, kosong, berawal lagi dalam nilai yang lebih tinggi, belasan, ratusan, ribuan tanpa batas. Akan lenyap sistim desimal tanpa nol, dan para siswa harus menghitung dengan angka Romawi. Nama sebagian terbesar siswa nama pribadi, adalah juga nama Asia, karena agama Kristen lahir di Asia.

Kalau Pribumi tak punya nama keluarga memang mereka tidak atau belum membutuhkan, dan itu tidak berarti hina. Kalau Nederland tak punya Prambanan dan

Borobudur, jelas pada jamannya Jawa lebih maju daripada Nederland. Kalau Nederland sampai sekarang tak mempunyainya, ya, karena memang tidak membutuhkan.

7.27 Tuntut Menuntut Harta

Masalah tuntut menuntut harta, juga bukan masalah baru dalam kehidupan manusia. Sudah sejak lama, masalah harta jadi permasalahan. Faktor penyebab terjadinya kekisruhan bervariasi. Bisa karena perceraian, sehingga harta yang diperoleh bersama selama ini antara suami istri, harus dibagi.

Dalam novel Bumi Manusia ini, Maurits Mellema anak Herman Mellema dari

Istrinya Amelia Mellema-Hammers, menuntut terhadap harta Herman Mellema.

300

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berdasarkan permohonan dari Ir. Maurits Mellema dan ibunya, Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, anak dan janda mendiang Tuan Herman Mellema, melalui advokatnya Tuan Mr. Hans Graeg, berkedudukan di Amsterdam, Pengadilan Amsterdam, berdasarkan surat-surat resmi dari Surabaya yang tidak dapat diragukan kebenarannya, memutuskan menguasai seluruh harta-benda mendiang Tuan Herman Mellema untuk kemudian karena dalam perkawinan antara Tuan Herman Mellema dengan Mevrouw Amelia Mellema-Hammers tidak diadakan syarat-syarat menjadi dua bagian; separoh untuk Mevrouw janda Amelia Mellema- Hammers yang jadi haknya sebagai istri yang syah, dan separohnya lagi dibagi antara anak-anak syah/diakui sebagai warisan. Tuan Ir. Maurits Mellema sebagai anak syah mendapat bagian 4/6 x 1/2 harta peninggalan; Annelies dan Robert Mellema sebagai anak yang diakui masing-masing mendapat 1/6 x 1/2 harta peninggalan. Berhubung Robert Mellema dinyatakan belum ditemukan baik untuk sementara atau pun untuk selama- lamanya, warisan yang jadi haknya akan dikelola oleh Ir. Maurits Mellema. (Toer, 1980: 321-322)

Pengadilan Amsterdam telah juga menunjuk Ir. Maurits Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema, karena yang belakangan ini dianggap masih berada di bawah umur, sedang haknya atas warisan, sementara ia dianggap belum dewasa, juga dikelola oleh Ir. Maurits Mellema. Dalam menggunakan haknya sebagai wali, melalui advokatnya, Mr. Graeg telah mensubstitusi-kan kuasa pada confrere-nya, seorang advokat di Surabaya, yang mengajukan gugatan terhadap Sanikem alias Nyai’ Ontosoroh dan Annelies Mellema kepada Pengadilan Putih di Surabaya tentang perwalian atas Annelies dan pengasuhannya di Nederland. (Toer, 1980: 322)

7.28 Rasialisme

Dalam kehidupan sehari-hari juga kita temukan rasialisme. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia rasialisme diartikan sebagai paham atau golongan yang menerapkan penggolongan atau pembedaan ciri-ciri fisik (seperti warna kulit ) dalam masyarakat.

Rasisme juga bisa diartikan sebagai paham diskriminasi suku, agama, ras, golongan ataupun ciri-ciri fisik umum untuk tujuan tertentu. Rasialisme adalah prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan yg berat sebelah thd (suku) bangsa yg berbeda- beda.

301

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Rasialisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida. Politisi sering menggunakan isu rasial untuk memenangkan suara (http://id.wikipedia.org/wiki/Rasisme).

Rasialisme dalam novel Bumi Manusia ditemukan dalam tokoh Herman Mallema ayah Annelies, suami dari Nyai Ontosoroh, berpikir rasialis

“Siapa kasih kowe ijin datang kemari, monyet!” dengusnya dalam Melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya. (Toer, 1980: 37)

“Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda, lantas jadi Eropa? Tetap monyet!” (Toer, 1980: 37)

Kemudian pandangan Belanda Terhadap Pribumi yang bernuansa rasialisme.

“Minke, kalau kau bersikap begitu terus, artinya mengambil sikap Eropa, tidak kebudak-budakan seperti orang Jawa seumumnya, mungkin kelak kau bisa jadi orang penting. Kau bisa jadi pemuka, perintis, contoh bangsamu. Mestinya kau sebagai terpelajar, sudah tahu, bangsamu sudah begitu rendah dan hina. Orang Eropa tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya. Pribumi sendiri yang harus memulai sendiri” (Toer, 1980: 143)

Pandangan Rasis Pers Kolonial Terhadap Nyai Ontosoroh Atas Kematian

Herman Mellema

Ucapan yang seluruhnya tercurahkan sebagai sympati itu kemudian mendapatkan gemanya dalam pers kolonial, Melayu dan Belanda. Dokter Martinet jadi sasaran para juruwarta, dikehendaki perincian dari pidatonya. Ia, yang mengerti, perincian itu akan diubah jadi cerita bersambung yang sama sensasionil, membisu dengan gigih. Maka koran- koran kolonial berbahasa Belanda dengan cara dan gayanya sendiri tidak membenarkan sympati sang Dokter yang ditujukan hanya pada seorang wanita Pribumi, gundik pula, yang boleh jadi belum tentu bersih dari perkara. Sudah banyak terbukti Nyai-Nyai bersekongkol dengan orang luar untuk membunuh tuannya. Motif: kemesuman dan harta. Dalam abad sembilanbelas ini saja, kata sebuah koran, dapat dicatat paling tidak lima orang Nyai telah naik ke tiang gantungan. Boleh jadi Nyai Dasima bisa melakukan kejahatan yang sama sekiranya Tuan Edward Williams bukan seorang arif bijaksana. Walhasil: penutupnya pembunuhan juga. Hanya bukan Edward Williams yang jadi kurban — Dasima sendiri. Koran itu

302

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menutup dengan saran agar mengusut Nyai Ontosoroh lebih teliti. Sebuah Koran Betawi malah menampilkan si Minke ini sebagai oknum yang patut mendapat sorotan lebih cermat. (Toer, 1980: 272)

Rasisme dimana-mana dilawan, karena rasisme menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, segregasi dan kekerasan rasial, termasuk genosida.

Perlawanan terhadap rasisme ini di dalam novel Bumi Manusia juga ada ditemukan.

Nyai Ontorosoroh melawan pemberitaan pers kolonial yang rasis. “Tak bisa mereka melihat Pribumi tidak penyek terinjak-injak kakinya. Bagi mereka Pribumi mesti salah, orang Eropa harus bersih; jadi Pribumi pun sudah salah. Dilahirkan sebagai Pribumi lebih salah lagi. Kita menghadapi keadaan yang lebih sulit, Minke, anakku!” (Itulah untuk pertama kali ia memanggil anak’ ku, dan aku berkaca-kaca terharu mendengarnya). Apa akan lari dari kami, Nak?” (Toer, 1980: 272-273)

Aku, Nyai Ontosoroh alias Sanikem, gundik mendiang Tuan Mellema, mempunyai pertimbangan lain dalam hubungan antara anakku dengan tamuku. Sanikem hanya seorang gundik. Dari kegundikanku lahir Annelies. Tak ada yang menggugat hubunganku dengan mendiang Tuan Mellema, hanya karena dia Eropa Totok. Mengapa hubungan antara anakku dengan Tuan Minke di persoalkan? Hanya karena Tuan Minke Pribumi? Mengapa tidak disinggung hampir semua orangtua golongan Indo? Antara aku dengan Tuan Mellema ada ikatan perbudakan yang tidak pernah digugat oleh hukum. Antara anakku dengan Tuan Minke ada cinta- mencintai yang sama-sama tulus. Memang belum ada ikatan hukum. Tanpa ikatan itu pun anak-anakku lahir, dan tak ada seorang pun yang berkeberatan. Orang Eropa dapat membeli perempuan Pribumi seperti diriku ini. Apa pembelian ini lebih benar daripada percintaan tulus? Kalau orang Eropa boleh berbuat karena keunggulan uang dan kekuasaannya, mengapa kalau Pribumi jadi ejekan, justru karena cinta tulus? (Toer, 1980: 282)

Annelies, anakku, Tuan, hanya seorang Indo, maka tidak boleh melakukan apa yang dilakukan bapaknya? Aku yang melahirkannya, membesarkan dan mendidik, tanpa bantuan satu senpun dari Tuan-Tuan yang terhormat. Atau bukan aku yang telah bertanggungjawab atasnya selama ini? Tuan- Tuan sama sekali tidak pernah bersusah-payah untuknya. Mengapa usil? (Toer, 1980: 282)

303

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tuan Komer Melawan Rasis

“Tulisnya, perbuatan jaksa dan hakim itu menghina semua golongan Indo Eropa yang berasal dari pergundikan dan per-Nyaian. Anak-anak mereka, kalau diakui ayahnya, menjadi bukan Pribumi. Tidak diakui, menjadi Pribumi. Artinya: Pribumi sama dengan anak gundik yang tidak diakui sang ayah. Ia juga mengecam pengungkapan perkara pribadi. Kommers menilai jaksa dan hakim itu tidak berbudi Eropa, lebih buruk dari pengadilan Pribumi yang dilakukan Wiroguna atas diri Pronocitro — barang dua ratus lima puluh tahunan yang lalu. Minke, siapa mereka. Aku tak tahu.” (Toer, 1980: 284-285)

7.29 Magda Peters Melawan Rasis

Magda Peters tidak setuju dengan kolonial. Menurut Magda Peters, kolonial memang begitu di mana saja, Asia, Afrika, Amerika, Australia. Semua yang tidak Eropa, lebih-lebih tidak kolonial, diinjak, ditertawakan, dihina, hanya untuk berpamer tentang keunggulan Eropa dan keperkasaan kolonial. Magda Peters mengatakan:

“Memang begitu kehidupan kolonial di mana saja: Asia, Afrika, Amerika, Australia. Semua yang tidak Eropa, lebih-lebih tidak kolonial, diinjak, ditertawakan, dihina, hanya untuk berpamer tentang keunggulan Eropa dan keperkasaan kolonial, dalam segala hal - juga kejahilannya. Kau sendiri jangan lupa, Minke, mereka yang merintis ke Hindia ini — mereka hanya petualang dan orang tidak laku di Eropa sana. Di sini mereka berlagak lebih Eropa. Sampah itu.” (Toer, 1980:274)

Demikianlah makna Bumi Manusia. Dilukiskan berbagai persoalan hidup, sama dengan kehidupan nyata yang juga terdiri dari berbagai persoalan hidup. Ada masalah kemanusiaan, ingin bebas, masalah kecantikan, ancaman pembunuhan, konflik dalam keluarga, nasib tragis, bangga, merendahkan wanita, persahabatan, percintaan, rasa kemanusiaan, ada penindasan, ada rasisme, ada pertengkaran, ada kepatuhan, ada prasangka, ada prinisip hidup, ada pembelaan seperti pembelaan darsam, ada rasa kagum, ada kerinduan , ramalan yang meleset, ada konflik, ada rasisme.

304

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kondisi seperti tersebut di atas, dapat dipahami sebagai realisme sosialis. Dalam bidang kesenian aliran ini berusaha melukiskan, menceritakan sesuatu sebagaimana kenyataannya. Melukiskan, menceritakan sesuatu sebagaimana kenyataannya, tidak diperindah, tidak dilukiskan lebih buruk daripada keadaan yang sebenarnya.

Hal ini sesuai dengan tugas sastrawan (pengarang) menurut realisme sosialis, seperti yang dikemukakan oleh Siregar (1953:88) kalau benar-benar kita akui, bahwa kita ini bersifat kerakyatan, maka mau tidak mau, fungsi tugas kesusastraan harus sesuai dengan sifat masyarakat itu, jadi dia memenuhi kebutuhan rakyat. Lebih lanjut Siregar

(1953:89) kesuastraan harus kita pakai sebagai suatu faktor usaha penyempuraan kehidupan, dan dengan itu tidak mungkin kesusastraan mempunyai fungsi tugas hanya bikin orang senang-senang dan ngelamun, kayal, lebih-lebih dalam masyarakat Indonesia yang serba – yang pasti bukan serba makmur....Kesusastraan adalah seni, jadi fungsi tugas kesusastraan untuk manusia masyarakat Indonesia ialah alat pembangunan.

Maka sastra realisme sosialisme (Toer, 2003:69-70) selalu mendukung amanat penderitaan rakyat, yang selalu didasari dengan kesadaran sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. Sebelum pena diguratkan di atas kertas, sebelum mesin tulis mendapat kesempatan untuk berdetak, sastrawan realisme sosialis harus mampu menjawab beberapa pertanyaan pokok yaitu (a) Untuk apa dan mengapa orang-orang menulis? (b)

Benar atau tidakkah materi penulisan dan bagaimana perkembangan dari materi-materi tersebut sesuai dengan arah yang dikehendaki untuk menguntungkan sosialisme, untuk memenangkan keadilan sosial bagi semua dan setiap ortang membutuhkannya?

Singkatnya sastra realisme sosialis selalu dapat dimasukkan dalam klasifikasi applied art, seni yang memikul tugas sosial.

305

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB VIII SIMPULAN, SARAN DAN TEMUAN ANALISIS PENELITIAN

8.1 Simpulan

8.1.1 Anutan Rohani

Anutan Rohani yang terdapat dalam novel Bumi Manusia ini adalah realisme sosial dengan fokus kepada perlawanan dan pertentangan klas, sedangkan anutan rohani tokoh adalah mateialisme ekonomi..

. Perlawanan yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia ini “melawan sedarah”, melawan tradisi, melawan kezaliman. Pertentangan Klas yang terdapat di dalam novel

Bumi Manusia ini: Antara Klas Borjuis, dan Klas Proletar, Antara Pribumi dan Belanda,

Bangsa Pribumi dan Bangsa Eropa, Perbedaan Klas Antara Orang Pribumi dan Orang

Eropa, Pertentangan Klas Antar Pribumi, Perlawanan Kaum Proletar Kepada Borjuis.

Konflik yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia ini: melawan hukum Pemerintahan

Hindia Belanda, melawan budaya jawa, konflik melawan citra Nyai, konflik Nyai

Ontosoroh dengan Herman Mellema, konflik Maurits Mellema terhadap Herman

Mellema, konflik Minke dengan Dewan Guru dan Tuan Direktur. Tokoh utamanya yaitu

Minke dan Nyai Ontosoroh beranutan rohani materialisme ekonomi.

8.1.2 Fakta Sosial

Fakta-fakta sosial yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia ini terdiri dari dua bentuk yaitu bentuk fakta faktual dan fakta fiksi.

306

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dalam bentuk fakta faktual berupa, Iptek, Zincografi, transportasi (Dokar dan

Kereta Api), pendidikan, perdukunan, kantor, Batik, Blankon dan Keris, Gamelan, nama- nama wilayah (Negara: Jepang, Belanda, Perancis, Maroko, Lybia, Aljajair, Mesir,

Afrika Selatan, Hongkong), (Pulau dan Kota: Sidoarjo, Surabaya, Pulau Jawa, Hindia

Belanda, Aceh, Wonokromo, Sidoarjo), Perang (Perang Aceh, Perang Kolonial), rasialisme, perlawanan terhadap rasisme, ramah, humanisme (kemanusiaan), anti pribumi, bentrokan, surat menyurat, wanita, perdagangan wanita, kasus hukum, liberalis, nilai ekonomi, tradisi satria jawa, penggunaan Bahasa Belanda (nama tempat, nama jabatan, nama orang, istilah pemerintahan dan nama organisasi, istilah-istilah lain), pembelaan kaum borjuis terhadap kaum proletar konflik, rumah, rumah bordil, taman, perpustakaan, syukuran, hubungan guru dengan murid, belanda merampas, endidik, dekonstrusi, tak diakui sebagai anak, meninggalkan istri, menuntut harta, perusahaan pertanian, perkawinan, harapan orang tua kepada anaknya, gila jabatan, Marsose,

Asosiasi, Suku Jawa, Suku Madura adalah faktual karena ada bukti nyata.

Dalam bentuk fakta fiksi adalah transportasi (dokar dan kereta api), pendidikan perdukunan, kantor, rasialisme. perlawanan rasialisme. ramah, humanisme, anti pribumi, bentrokan, surat menyurat, wanita (Nyai Ontosoroh, Annelies, Bunda Minke, Magda

Peters, Telinga (Ibu Kost Minke), Maiko), perdagangan wanita, kasus hukum, liberalis, nilai ekonomi, tradisi satria jawa, pembelaan kaum borjuis terhadap kaum proletar, konflik dalam novel Bumi Manusia seperti konflik batin Nyai Ontosoroh, melawan tradisi jawa, konflik melawan citra nyai, konflik batin Nyai Ontosoroh Dengan Herman

Mellema, konflik Maurits Mellema terhadap Herman Mellema, konflik Minke dengan dewan Guru dan Tuan Direktur, konflik Antara Annelies dan Robert Mellema), konflik

307

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Melawan) hukum Pemerintahan Hindia Belanda, rumah, rumah bordil, taman, perpustakaan, syukuran hubungan guru dengan murid, mendidik, dekonstrusi, tak diakui sebagai anak, meninggalkan istri, kasus menuntut harta, perusahaan pertanian, harapan orang tua kepada anaknya, perkawinan, gila jabatan yang semuanya terdapat di dalam novel Bumi Manusia adalah fakta. Ini disebut fakta fiksi, karena kisah yang menyatukan, mengikat fakta-fakta sosial tersebut adalah rekayasa pengarang.

8.1.3 Jabaran Anutan Rohani ke dalam Bentuk-Bentuk Fakta Sosial

Adapun hubungan fakta sosial dengan anutan rohani, Pramoedya Ananta Toer menggunakan fakta sosial untuk menyalurkan, menjabarkan anutan rohaninya. Fakta- fakta sosial yang digunakan adalah perzodiakan, kepintaran, melalui Herman Mellema dan Robert Mellema, melalui Nyai Ontorosoh, melalui nama Minke, melalui tradisi

Jawa, melalui kasus perkawinan Minke dengan Annelies, melalui perilaku hukum zaman kolonial Belanda, dan kritik terhadap gereja.

8.1.4 Hubungan Pelarangan Oleh Orde Baru Terhadap Novel Bumi Manusia

Hubungan pelarangan oleh Orde Baru Terhadap Novel Bumi Manusia, hanya karena faktor pengarang (PAT) sebagai anggota Lekra, sebab dalam Novel Bumi

Manusia ini tidak ditemukan ide atau gagasan yang menganjurkan untuk melawan pemerintah yang berkuasa.

8.1.5 Makna Bumi Manusia Terhadap Kehidupan Nyata

Adapun makna Bumi Manusia sebagai judul novel ini, bahwa apa yang dilukiskan diceritakan dalam novel ini sama dengan kehidupan nyata yang juga terdiri dari

308

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

berbagai persoalan hidup. Artinya masalah di dalam novel Bumi Manusia adalah masalah manusia, seperti di dunia nyata. Misalnya masalah kemanusiaan, ingin bebas, masalah kecantikan, ancaman pembunuhan, konflik dalam keluarga, nasib tragis, bangga, merendahkan wanita, persahabatan, percintaan, rasa kemanusiaan, ada penindasan, ada rasisme, ada pertengkaran, ada kepatuhan, ada prasangka, ada prinisip hidup, ada pembelaan seperti pembelaan darsam, ada rasa kagum, ada kerinduan ada produk teknologi mutahir, ada relativisme, ramalan yang meleset.

8.2 Saran

Novel Bumi Manusia ini, sangat menarik diteliti dari disiplin bidang lain. Kalau

Nur Hidayati meneliti dari sisi sosiologi historis, Auliana Sofi meneliti dari sisi kajian kritik sastra feminisme, Siti Subariyah meneliti dari sisi kontak budaya pribumi dengan kolonial, Siti Subariyah, dari sisi Kontak Budaya Pribumi Dengan Kolonial, Anies

Khusnul Varia S dari sisi Tinjauan Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan, Jurahman dari sisi Kajian Sosial, Historis, dan Nilai Pendidikan, Virry Grinitha, dari sisi Analisis

Strukturalisme Genetik, Dhian Hari Martha Dwi Atmaja dari sisi Pendekatan

Fenomenologi-Sosiologis, Wenas Haritama dari sisi Hibriditas Dalam Perspektif

Poskolonial, Mohammad Amin Hisbullah dari sisi Tinjauan Strukturalisme Genetik,

Margaretha Erlin Astri Widyastuti dari sisi Kajian Struktur, Sosal, Budaya, Agama dan

Nilai Pendidikan dan disertasi ini meneliti dari sisi Kajian Anutan Rohani dan Fakta

Sosial, maka novel Bumi Manusia ini dapat juga diteliti dari segi kebahasaan, misalnya penggunaan bahasa dalam novel Bumi Manusia, atau ungkapan-ungkapan yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia. Penggunaan gaya bahasa, analisis nilai-nilai humanisme, semiotik dan lainya.

309

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8.3 Temuan Analisis Penelitian

Tokoh utama dalam Novel Bumi Manusia ini yaitu Minke dan Nyai Ontosoroh beranutan rohani materialisme ekonomi.

Pengarang atau PAT menggunakan fakta sosial seperti konflik untuk mengembangkan atau menjabarkan anutan rohani dan materialisme ekonomi melalui tokoh utama novel Bumi Manusia.

Pelarangan terhadap Novel Bumi Manusia pada masa pemerintahan Ordebaru. bukan karena isi, tetapi lebih disebabkan faktor pengarang (PAT) sebagai anggota Lekra yang berafiliasi kepada komunis.

310

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adinda, A.M. dan Usman BR. 1954. Kamus Politik. Surabaya: Penerbit Ksatrya. Ahmad, Sabaruddin. 1953. Seluk Beluk Bahasa Indonesia. Medan: BP dan Pertjetakan Saiful. Ali, Lukman. 1989. Dari Ikhtisar Masalah Angkatan Sampai Catatan Kaki. Bandung: Angkasa. Althuser, Louis. Tt. Tentang Ideologi. Yogyakarta: Jalasutra. Anonim.. Perlawanan Menentang Penjajah: Perang Aceh (1873 – 1904) Antara, IGP. 1985. Teori Sastra. Denpasar: Setiakawan. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Asshiddiqie, Jimly. Tt. Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi. Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori Dan Terapan. Padang: Angkasa Raya Bagus, Lorens. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: . Gramedia Pustaka Utama. Basri, Yusmar (ed). 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Penerbit Insan Cendekia. Benedict R. OG Anderson. 2000. Kuasa Kata Jelajah Budaya Indonesia Politik di Indonesia. Yogyakarta:Matabangsa Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada. Cahyono, Cheppy Hari dan Suparlan Alhakim. tt. Ensiklopedia Politika. Surabaya: Usaha Nasional. Dahrendorf, Ralf. 1986. Konflik Dan Konflik Dalam Masyarakat Industri. Jakarta: . Rajawali. Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud. Damono, Sapardi Djoko. 2000. Priyayi Abangan. Yogyakarta: Bentang Budaya. Drijarkara, N. 1966. Pertjikan Filsafat. Jakarta: . Pembangunan Djakarta. Endra,W. Surya 1979. Kamus Politik. Surabaya: Penerbit Study Grup. Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1997. Jakarta: Penerbit . Delta Pamungkas. Fang, Liaw Yock. 1991. Sejarah kesusastraan Melayu klasik. Jakarta : Erlangga Fang, Liaw Yock. 2011. Sejarah kesusastraan Melayu klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Faruk HT. Sosok Karya Sastra. Yogyakarta: BSI UGM. Fauzan. 2002. Mengubur Peradapan: Politik Pelarangan Buku di Indonesia. Yogjakarta: LkiS. Gaffar, Afan. 2004. Politik Indonesia. Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

311

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Galtung, Johan. 2003. Studi Perdamaian. Surabaya: Pustaka Eureka. Hadari Nawawi, Mimi M. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: UGM Press. Hadimadja, Aoh K. 1972. Aliran-Aliran Klasik, Romantik dan Realisma. Jakarta: Pustaka Jaya. Hae, Nur Zain; Marpaung, Rusdi; Setiawan Jawe. 2000. Konflik Multikutur. Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan. Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit Haska, Helmi Y. Kesadaran Geo-Politik Sastra KTT Asia-Afrika 2005: Tanpa Pengarang!. Sinar Harapan 2005. Hun, Koh Young. 2011. Pramoedya Menggugat. Melacak Jejak Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Imron, Ali. 2003. “Metode Pengkajian Sastra: Teori dan Aplikasi”. Makalah pada Diklat Pengkajian Sastra dan Pengajaran: Perspektif KBK. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Jaringan Kerja Budaya. 1999. Menentang Peradapan Pelarangan Buku di Indonesia. Jakarta: Elsam. Junus, Umar. 1981. Terperangkap dalam Kelas. Dewan Sastra. Mac Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra. Kuala Lumpur: Kementerian Pendidikan Pelajaran Malaysia. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kartiningrum, Novi. 2008. Implementasi Pelaksanaan Adopsi Anak Dalam Perspektif Perlindungan Anak (Studi Di Semarang Dan Surakarta). Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana (S2) Universitas Diponegoro. Kellner, Douglas. 2003. Teori Sosial Radikal. Yogyakarta: Syarikat Kurniawan, Eka. 1999. Pramoedya Ananta Toer Dan Sastra Realisme Sosialisme. Jakarta: Penerbit Yayasan Aksara Indonesia. Laporan Alternatif Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 2007 Larrain, Jorge. 1996. Konsep Ideologi. Yogyakarta: LKPSM. Lelland, David Mc.. 2005. Ideologi Tanpa Akhir. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Lesperssi. 2001. Demokratisasi dan Konflik di Indonesia. Makalah Orasi Ilmiah dalam Musyawarah Besar Ikatan Alumni Universitas Ibnu Chaldun-Jakarta, 31 Maret 2001. Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, Willem G. Westeijin 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: . Gramedia. Mahayana, Maman S.. 2005. 9 Jawaban Sastra Indonesia. Jakarta: Bening Publishing. Mahmud, Amir. 1986. Pembangunan Politik dalam Negeri Indonesia. Jakarta: Penerbit Gramedia. Maliki, Zainuddin. 2003. Narasi Agung (Tiga Teori Sosial Hegemonik). Surabaya: Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat. Mannheim, Karl. 1987 Sosiologi Sistematis. Jakarta: Bina Aksara. Moeljanto, D.S. dan Taufiq Ismail. 1995. Prahara Budaya, Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI Dkk. Jakarta: Penerbit Mizan dan Harian Republika. Mohammad, Goenawan. 1993. Kesusastraan Dan Kekuasaan. Jakarta: Pustaka Firdaus. Muhadjir, Noeng. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin

312

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Murwani, Christina Dewi Tri. Jejak Perlawanan DalamNovel Bumi Manusia dan Stille Kracht. Yogyakarta: Program Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Darma. Nasution, Ahmad Zaini, Djimma Purba, Ismail Sjahdin. 1973, Kesusastraan Indonesia, I, II,III. Medan: Monora. Newton, K.M. 1994. Menafsirkan Teks. Semarang: IKIP Semarang Pers. Noer, Deliar. 1983. Ideologi, Politik dan Pembangunan. Yayasan Perkhidmatan. Noor, Rusdian, Faruk. 2003. Mimikri Dan Resistensi Radikal Pribumi Terhadap Kolonialisme Belanda Dalam Roman Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer. Sosiohumanika, 168(2), Mei Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Paker, Dewitt H.. 1980. Dasar-Dasar Estetik. Surakarta: ASKI Plekhanov, G. 2006. Seni dan Kehidupan Sosial. Bandung: Ultimus Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-2 Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjahmada University. Pringgodigdo, A.K. S.H. 1978. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Putra, Heddy Shri Ahimsa, Rustono dan Rahayu Surtiati Hidayat. Pemikiran Emile Durkheim. https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ISNdWOAr- o4J:fisip.uns.ac.id/blog/sakti/files/2010/06/pemikiran-emile-durkheim-dan-max- weber.pdf+%22fakta+sosial+emile+durkheim%27&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid= ADGEESgS_wbDGUN8ChpeZ8ieRQjWlz6LxyEesHXdjESMtKb- s8RPe6lOCpTwXyqeJd1hgYJfDvqxsdI7yZ42m2AwyYcWfecHo9V- SenKqxoj16zO71q3lN5Hgw3sg6qehwF5PZEx0n_p&sig=AHIEtbQDoWYdEQv 4JtRIbrBSKYKnyiWS6w Rangkuti, B. 1963. Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Gunung Agung. Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Postkolonialisme Indonesia Relevansi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rauf, Maswadi. 2001. Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Retnaningsih, Aning. 1965. Roman Dalam Masa Pertumbuhan Kes. Indo. Moderen. Jakarta: Erlangga. Rien T. Segers. 2000. Evaluasi Teks Sastra. Yogyakarta: Adi Cita Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali Pers. Ritzer, George. 2004. Teori Sosial Postnodern. Yogyakarta: Juxtapose –Kreasi Wacana. Rosidi, Ajip. 1998. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta. Rosidi, Ajip. 1976. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Binacipta. Rosidi, Ajip. 1988. Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Bina Aksara

313

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sangidu. 2004. Metode Penelitian Sastra, Pendekatan Teori, Metode dan Kiat. Yogyakarta: UGM. Santoso, 1996. Pengetahuan dan Apresiasi kesusastraan dalam Tanya Jawab. Ende: Nusa Indah. Sardjono P, Partini. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: . Gramedia Pustaka Utama Sarup, Madan. 2003. Post-Structuralism And Postmoderinsm. Yogyakarta: Penerbit Jendela. Sayuti, Suminto A. 2009. Cerita Rekaan. Jakarta: Universitas Terbuka Schiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Selden, Raman. 1993. Teori Sastra Masa Kini, Panduan Pembaca. Yogyakarta: UGM Press. Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa. Sikana, Mana. 2007. Teras Sastera Melayu Tradisional. Selangor: Penerbit Pustaka Karya Sikana, Mana. 2009. Teori Sastera Kontemporeri Ed V. Selangor: Penerbit Pustaka Karya Siregar, Bakri. 1953. Tjeramah Sastra. Medan: Pustaka „Bali“ Siregar, Bakri. 1964 Sejarah Sastra Indonesia Moderen Jilid I. Akademi Sastra dan Bahasa "Multatuli". Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Penerbit . Grasindo. Soeharto. 1985. Amanat Kenegaraan I, 1967-1971. Jakarta: Inti Idayu Perss. Soekanto, Soerjono. 1985a. Kamus Sosiologi. Jakarta: Penerbit . Rajawali. Soekanto, Soerjono. 1985b. Emile Durkheim. Aturan-Aturan Metode Sosiologis. Jakarta: Penerbit . Rajawali. Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta. Penerbit . Gramedia. Sumardjo, Jakob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Penerbit Alumni Supartono, Alexander. 2000. Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965. Jakarta: Sekolah Tinggi Filsafat (Skripsi). Suseno, Franz Magnis. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Jakarta; Kanisius. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Thompson, John B. 2003. Analisis Ideologi. Yogyakarta: IRCiSoD. Toer, Pramoedia Ananta .2003, Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia. Jakarta: Lentera Dipantara. Toer, Pramoedia Ananta 1980. Bumi Manusia. Jakarta: . Hasta Mitra. Toit, Peter du. 2000. Reportase Untuk Perdamaian, Buku I Jurnalis dan Konflik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Usman, Zuber. 1959. Kesusastraan Baru Indonesia. Djakarta: Penerbit Gunung Agung. Veerger, M.A, K.J. 1986. Realitas Sosial, Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta. Gramedia. Wahyu, Ibnu. 2004. Menyoal Sastra Marginal. Jakarta: Wedatama Widya Sastra Weij, P. A. van der. 1988. Filsuf-filsuf Besar Tentang Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (Penterjemah: Melani Budianta). Jakarta: Gramedia pustaka Utama. 314

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Yudiono K.S. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: . Grasindo.

Majalah/Koran

Tempo, 1 Februari 1986 Tempo 31 Mei 1986 Kompas, 22 Mei 1986 Kompas 10 Juni 1988

Internet http://118.97.11.134/archivelama/UAD-KONFLIKBUDAYA-SIND.pdf(2011) http://adisulistyo.wordpress.com/2010/07/13/pramoedya-ananta-toer-dihargai-dunia- dipenjara-negeri-sendiri/(2011) http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-hisbullahm- 1467&width=150&PHPSESSID=932654c2f87c17cdce029105d4054195(2011) http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-haritamawe- 7026&width=150&PHPSESSID=50ca26d5044393ea72f0655ca0df2941(2011) http://blog123456789.student.umm.ac.id/2010/08/11/122/(2012) http://climacusclimacus.blogspot.com/2007/03/sastra-buruh-melawan-represi.html(2011) http://danakaryabakti-indonesianpoems.blogspot.com/2009/10/pramoedya-ananta- toer.html (2011) http://dc205.4shared.com/img/lcWWqgcI/preview.html(2011) http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=19487(2011) http://duniajunaedi.blog.com(2011) http://elfarid.multiply.com/journal/item/703/Falsafah_Blangkon(2011) http://eprints.undip.ac.id/15116/(2011) http://forum.um.ac.id/index.php?topic=1472.0 (2011) http://herydotus.wordpress.com/2011/11/12/pengertian-ideologi-menurut-para- ahli/(2012) http://i17s.com/perkembangan-peradilan-dari-zaman-kolonial-sampai- kemerdekaan(2012) http://id.wikipedia.org/wiki/Aceh(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Aljazair(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Batik(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Belanda(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Blangkon(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Borjuis(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Dukun(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Gamelan(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/HBS(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Hongkong(2011)

315

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Jepang(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sidoarjo(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Karl_Marx.htm /(2012) http://id.wikipedia.org/wiki/Keris(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/libya(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Marxisme.htm/(2012) http://id.wikipedia.org/wiki/Mesin_cetak (2012) http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Perancis(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Proletariat(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Jawa(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Rasisme (2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Banjarmasin(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Syekh_Siti_Jenar.(2009) http://id.wikipedia.org/wiki/Taman(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Tjong_A_Fie.htm(2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Transportasi(2012) http://id.wikipedia.org/wiki/Wanita, (2011). http://id.wikipedia.org/wiki/Wilhelmina_dari_Belanda (2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Wonokromo(2011) http://kapasmerah.wordpress.com/2007/08/14/pernyataan-bersama-menyikapi-polemik- puisi-malaikat/(2009) http://kerismataram.com/index.php/page/knowledge/id/2/title/deskripsi-singkat-keris- jawa.html(2011) http://kisah-penemu.blogspot.com/2010/03/penemu-mesin-cetak.html(2012) http://Lesperssi.Or.Id/Report/Paperdom1.Htm (2004) http://library.unib.ac.id/koleksi/Virry%20Grinitha-Abst-FKIP-PendBIN-Des2010.pdf (2011) http://londo43ver.blogspot.com/2010/03/pendidikan-di-zaman-penjajahan- belanda.html(2011) http://mudjiarahardjo.com/artikel/215.html?task=view/(2012) http://niadilova.blogdetik.com/?p=274(2011) http://pasca.uns.ac.id/?p=1540(2011) http://pasca.uns.ac.id/?p=2030(2011) http://penelitihukum.org/2012/10/30/k-komunismemarxisme-leninisme//(2012) http://rumahkiri.net/index.php?option=com_content&task=category§ionid=5&id=12 &Itemid=271 (2007)

316

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Eksistensi-Perempuan-dalam-Novel- Bumi-Manusia-Karya-Pramoedya-Ananta-Toer-Sebuah-Kajian-Kritik- SastraFeminisme.pdf(2011) http://sastraalam.blogspot.com/2007/08/pramoedya-ananta-toer-2.html(2011) http://sejarah.kompasiana.com/2011/02/04/long-march-detasemen-choesoes-gerak-tjepat- marsose-gayo-tanah-alas-1904/(2011) http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/06/03/bogorbuitenzorg//(22-8-2011) http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/24/orang-madura-clurit-sate-dan-warna- menyolok//(2011) http://taufiqumar.blogspot.com/2011/02/bahasa-alat-penguasa.html(2011) http://verdy.blog.com/2009/07/31/pertempuran-medan-area//(2011) http://wikimedia.or.id/wiki/Definisi_Materialisme(2011) http://wikimedia.or.id/wiki/Materialisme(2011) http://www.anneahira.com/alat-musik-tradisional-gamelan.htm(2011) http://www.bebaspantas.com/1556/10-fakta-mengenai-taj-mahal.html(2011) http://www.hastamitra.net/2010/03/bumi-manusia-novel-pramoedya-yang.html(2012) http://www.hastamitra.org/search/label/Pramoedya%20Ananta%20Toer%20Lengkap (2011) http://www.indogamers.com/showthread.php?t=45319&page=1&s=c258c637cb18f34f51 f931a9b2ea73ec(2011). http://www.indonesia-acts.com/002/?p=33(2011). http://www.ivankavalera.com/2009/07/pramoedya-ananta-toer-terbuang.html(2011) http://www.mabesad.mil.id/artikel/uuno271999_1.htm/(2012) http://www.museumindonesia.com/museum/26/2/Museum_Sultan_Sulaiman_Badrul_Ala msyah(2011) http://www.oocities.org/ticoalu2/publishers.html (2010) http://www.ppimaroko.org/index.php?option=com_content&view=article&id=88:maroko -selayang-pandang&catid=51:info-maroko&Itemid=83(2011) http://www.scribd.com/doc/46019145/abstrak-analisis-novel-%E2%80%9Cbumi- manusia%E2%80%9D-karya-pramoedya-ananta-toer-ditinjau-dari-segi-sosiologi- historis(2011) http://www.sisilainrevolt.org/bebas/MaterialismeDanManusia.htm(2011) http://www.xs4all.nl/~badjasur/kreasi/no4/seorangno4.htm(2009) http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/performance/gamelan-show/(2011)

317

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN 1

TENTANG PRAMOEDYA ANANTA TOER

1. Riwayat Hidup Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada 6 Februari 1925 dan meninggal dunia di Jakarta 30 April 2006 dalam usia 81 tahun. Pramoedya anak sulung. Ayahnya seorang guru dan ibunya seorang pedagang nasi. Secara luas Pramoedya

Ananta Toer dianggap sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam sejarah sastra

Indonesia.

Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari

Blora. Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa “Mas” dari nama tersebut dan menggunakan “Toer” sebagai nama keluarganya.

Pramoedya pernah menempuh pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di

Surabaya, dan kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.

1.1 Masa Penahanan

Penjara adalah tempat yang cukup akrab dengan kehidupan Pram. Dalam tiga periode (zaman Belanda, Orde Lama dan Orde Baru), ia selalu sempat mencicipi penjara.

Alasannya pun beragam, mulai dari keterlibatannya dalam pasukan pejuang kemerdekaan pada zaman penjajahan Belanda, masalah bukunya “Hoa Kiau di Indonesia” yang

318

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

merupakan pembelaan terhadap nasib kaum Tionghoa di Indonesia namun tidak disukai pemerintah Orde Lama, sampai akibat tuduhan terlibat dalam Gerakan 30 September

1965 oleh rezim Orde Baru yang dijalani tanpa melewati proses peradilan.

Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa

Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan.

• 13 Oktober 1965 - Juli 1969

• Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan

• Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau Buru

• November - 21 Desember 1979 di Magelang

Selama penahanannya di Pulau Buru, Pram dilarang menulis, namun secara sembunyi-sembunyi tetap menulis. Serial karya yang terkenal adalah Bumi Manusia.

Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S/PKI, tetapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga 1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, dan juga wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.

Selama masa itu ia menulis Gadis Pantai, novel ini berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995), otobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya namun tidak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus Balik (1995). Juga Tetralogi Buru.

319

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.2 Pendidikan

Pendidikan yang pernah ditempuh PAT adalah sebagai berikut:

SD Institut Boedi Oetomo (IBO), Blora

Radio Vakschool 3 selama 6 bulan, Surabaya

Kelas Stenografi, Chuo Sangi-In, satu tahun, Jakarta

Kelas dan Seminar Perekonomian dan Sosiologi oleh Drs. , Maruto

Nitimihardjo

Taman Dewasa: Sekolah ini ditutup oleh Jepang, 1942-1943

Sekolah Tinggi Islam: Kelas Filosofi dan Sosiologi, Jakarta

1.3 Pekerjaan

Juru ketik di Kantor Berita Domei, Jakarta, 1942-1944

Instruktur kelas stenografi di Domei

Editor Japanese-Chinese War Chronicle di Domei

Reporter dan Editor untuk Majalah Sadar, Jakarta, 1947

Editor di Departemen Literatur Modern Balai Pustaka, Jakarta, 1951-1952

Editor rubrik budaya di Surat Kabar Lentera, Bintang Timur, Jakarta, 1962-1965

Fakultas Sastra Universitas Res Publica (sekarang Trisakti), Jakarta, 1962-1965

Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai, 1964-1965

2. Kedudukan Karya Pramoedya Ananta Toer

Ajip Rosidi dalam bukunya Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1976), memasukkan Pramoedya Ananta Toer ke dalam periodesasi angkatan 1945, seangkatan

320

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dengan Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Avin, Idrus, Achdiat K. Miharja, Moehtar

Lubis, Utuy T. Sontani, Sitor Situmorang, Aoh K Hadimadja, M Balfas, Rusman

Sutiasumarga, Trisno Sumardjo dan Mh. Rustandi Kartakusuma. Mereka ini disebut

Periode 1945-1953. Hal yang sama juga dilakukan oleh Yudiono K.S (2007).

Namun dalam buku Zuber Usman (1959), nama Pramoedya Ananta Toer, tidak termasuk ke dalam angkatan 45, yang ada hanya nama Chairil Anwar, sebagai pelopor angkatan 45.

Menurut Yudiono K.S (2007), semasa revolusi Pramoedya telah menghasilkan novel Perburuan (1950), Keluarga Gerilya (1950), Mereka yang Dilumpuhkan (1951),

Bukan Pasar Malam (1951) Di Tepi Kali Bekasi (1951), kumpulan Cerpan Subuh (1950),

Cerita dari Jakarta (1957).

Menurut Rangkuti (1963:52), Rosidi, (1976: 110) Pramoedya adalah pengarang prosa yang dapat dikatakan paling terkemuka dan produktif, karya-karyanya berupa cerpen, roman, esai maupun kritik. Sekumpulan cerpen yang berpusat di Blora mendapat hadiah sastra nasional B.M.K.N tahun 1952.

Kerapkali terasa kepada kita bahwa pada tokoh-tokoh yang dilukiskannya ada membayang Pram sendiri, sampai kepada lukisan terang-terangan bahwa yang mengalami sesuatu cerita adalah ia sendiri, jadi cerita bersifat lukisan tentang anutan rohaninya sendiri, dilontarkan kepada latarbelakang masyarakat. Apa yang telah dialaminya dalam kehidupan, seringkali memperkaya tokoh yang diciptakannya, atau bahkan menjadi ia sendiri, walau tertuang dalam gaya orang ketiga (Rangkuti, 1963:25).

Walaupun karya-karya Pramoedya Ananta Toer, seperti alur dan mengandung data sejarah, namun karya-karyanya tetap fiktif. Untuk mengukur sampai dimana kadar

321

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sejarahnya, karya sastra sejarah sekurang-kurangnya dapat menjawab empat pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.

Keempat pertanyaan ini adalah:

1. Apa (What). Cerita tentang apa, misalnya kerajaan.

2. Siapa (Who). Siapa tokoh-tokoh cerita dalam kerajaan tersebut.

3. Kapan (When). Tahun berapa peristiwa yang diceritakan terjadi.

4. Dimana (Where). Diaman kejadiannya, dimana pusat cerita.

Walaupun karya-karya Pramoedya dapat menjawab keempat pertanyaan di atas, karya-karya sastra Pramoedya dianggap fiksi, sebab jalinan cerita yang dibangun sudah berisi hasil rekayasa pengarang.

3. Prestasi dan Penghargaan

Adapun prestasi dan penghargaan yang diterima Pramoedya Ananta Toer, selama ini adalah sebagai berikut:

Tahun Keterangan 1951 First prize from Balai Pustaka for Perburuan (The Fugitive) 1953 Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional for Cerita dari Blora (Tales from Blora) 1964 Yamin Foundation Award for Cerita dari Jakarta (Tales form Jakarta) - declined by writer 1978 Adopted member of the Netherland Center - During Buru exile 1982 Honorary Life Member of the International P.E.N. Australia Center, Australia 1982 Honorary member of the P.E.N. Center, Sweden 1987 Honorary member of the P.E.N. American Center, USA 1988 Freedom to Write Award from P.E.N. America 1989 Deutschsweizeriches P.E.N member, Zentrum, Switzerland 1989 The Fund for Free Expression Award, New York, USA 1992 International P.E.N English Center Award, Great Britain 1995 Stichting Wertheim Award, Netherland 1995 Ramon Magsaysay Award, Philliphine 1995 Nobel Prize for Literature nomination (Pramoedya has been nominated constantly since 1981.)

322

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1995 Wertheim Award, “for his meritorious serv ices to the struggle for emancipation of Indonesian people“, dari The Wertheim Fondation, Leiden, Belanda 1995 Ramon Magsaysay Award, “for Journalism, Literature, and Creative Arts, in recognation of his illuminating with briliant stories the historical awakening, and modern experience of Indonesian people“, dari Ramon Magsaysay Award Foundation, Manila, Filipina, 1996 UNESCO Madanjeet Singh Prize, “in recognition of his outstanding contribution to the promotion of tolerance and non-violance” dari UNESCO, Perancis 1999 Doctor of Humane Letters, “in recognition of his remarkable imagination and distinguished literary contributions, his example to all who oppose tyranny, and his highly principled struggle for intellectual freedom” dari Universitas Michigan, Madis on, AS 1999 Chancellor’s distinguished Honor Award, for his outstanding literary archievements and for his contributions to ethnic tolerance and global understanding“, dari Univer sitas California, Berkeley, AS, 1999 Chevalier de l’Ordre des Arts et des Letters, dari Le Ministre de la Culture et de la Communication Republique, Paris, Perancis/ 2000 New York Foundation for the Arts Award, New York, AS, 2000 2000 Fukuoka Asian Culture Grand Prize, Fukuoka, Japan 2004 The Norwegian Authors Union 2004 Centenario Pablo Neruda, Chili Sumber: http://adisulistyo.wordpress.com/2010/07/13/pramoedya-ananta-toer- dihargai-dunia-dipenjara-negeri-sendiri http://danakaryabakti-indonesianpoems.blogspot.com/2009/10/pramoedya- ananta-toer.html http://sastraalam.blogspot.com/2007/08/pramoedya-ananta-toer-2.html http://www.ivankavalera.com/2009/07/pramoedya-ananta-toer- terbuang.html

4. Buku

Adapun buku-buku yang dihasilkan Pramoedya Ananta Toer, mencakup buku- buku fiksi, non fiksi, terjemahan, cerita pendek dan puisi:.

323

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.1 Fiksi

Judul Tahun Sepoeloeh Kepala Nica (hilang di tangan penerbit 1946 Balingka, Pasar Baru, Jakarta, 1947 Krandji-Bekasi Djatuh 1947 Perburuan 1950 Keluarga Gerilya 1950 Subuh 1950 Pertjikan Revolusi 1950 Mereka Jang Dilumpuhkan (Bag 1 dan 2) 1951 Bukan Pasar Malam, 1951 Di Tepi Kali Bekasi 1951 Dia Yang Menyerah 1951 Tjerita Dari Blora 1952 Gulat di Djakarta 1953 Midah Si Manis Bergigi Emas 1954 Korupsi 1954 Tjerita Tjalon Arang 1957 Suatu Peristiwa di Banten Selatan 1958 Tjerita Dari Djakarta 1957 Bumi Manusia - HM 1980 Anak Semua Bangsa 1980 Tempo Doeloe, (ed.) 1982 Jejak Langkah 1985 Gadis Pantai 1987 Hikayat Siti Mariah, (ed.) 1987 Rumah Kaca 1988 Arus Balik 1995 Arok Dedes 1999 Mangir 1999 Larasati: Sebuah Roman Revolusi 2000 Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer 2001 Cerita Dari Digul 2001 Sumber: http://adisulistyo.wordpress.com/2010/07/13/pramoedya-ananta- toer-dihargai-dunia-dipenjara-negeri-sendiri http://danakaryabakti- indonesianpoems.blogspot.com/2009/10/pramoedya-ananta- toer.html http://sastraalam.blogspot.com/2007/08/pramoedya-ananta-toer- 2.html http://www.ivankavalera.com/2009/07/pramoedya-ananta-toer- terbuang.html

324

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.2 Non-Fiksi

Judul Tahun Hoakiau di Indonesia 1960 Panggil Aku Saja I & II 1962 Sang Pemula (Biografi Tirto Adhi Soerjo) 1985 Memoar Oei Tjoe Tat, (ed.) 1995 Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I, Lentera 1995 Nyanyi Sunyi Seorang Bisu II, Lentera 1997 Kronik Revolusi Indonesia 1, 2 1999 Kronik Revolusi Indonesia 3 2001 Sumber: http://adisulistyo.wordpress.com/2010/07/13/pramoedya-ananta-toer-dihargai- dunia-dipenjara-negeri-sendiri http://danakaryabakti-indonesianpoems.blogspot.com/2009/10/pramoedya- ananta-toer.html http://sastraalam.blogspot.com/2007/08/pramoedya-ananta-toer-2.html http://www.ivankavalera.com/2009/07/pramoedya-ananta-toer-terbuang.html

4.3 Karya Terjemahan ke Bahasa Indonesia

Karya-karya terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia, antara lain:

Judul Tahun J.Veth 1943 Frits van Raalte 1946 Lode Zielens, Bunda, Mengapa Kami Hidup? (Moeder, waarom leven wij?) 1947 John Steinbeck, Tikus dan Manusia (Of Mice and Men) 1950 Leo Tolstoi, Kembali pada Tjinta dan Kasihmu (Return to Your Love and Affection), 1950 Leo Tolstoi, Perdjalanan Ziarah jang Aneh (Strange Pilgrimage) 1954 Mikhail Sholokhov, Kisah Seorang Pradjurit Sovjet (The Fate of a Man) 1956 Maxim Gorki, Ibunda (Mother), 1956 He Tjing Tje & Ting Ji, Dewi Uban (The White-haired Girl) 1958 Alexander Kuprin, Asmara dari Russia (Love from Russia) 1959 Boris Polewoi, Kisah Manusia Sejati (A Story about a Real Man) 1959 Sumber: http://adisulistyo.wordpress.com/2010/07/13/pramoedya-ananta-toer-dihargai-dunia- dipenjara-negeri-sendiri http://danakaryabakti-indonesianpoems.blogspot.com/2009/10/pramoedya-ananta- toer.html http://sastraalam.blogspot.com/2007/08/pramoedya-ananta-toer-2.html

325

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

http://www.ivankavalera.com/2009/07/pramoedya-ananta-toer-terbuang.html

4.4 Cerita Pendek

Judul Media Karena Korek Api. Minggoe Merdeka, 6.1, (1947): 6. Kemana?? Pantja Raja, 5.2, (47): 141-2. Si Pandir Pantja Raja, 11-12.2, (47): 405-7. Kawanku Sesel. Mimbar Indonesia, 40.3, (49): 17-19. Kemelut. Mimbar Indonesia, 14.3, (49): 17-8, 22. Lemari Antik. Mimbar Indonesia, 43-44.3, (49): 18-9. Masa. Mimbar Indonesia, 39.3, (49): 17-20. Anak Haram. Daya, 5-6.2, (50): 98-101. Antara Laut Dan Keringat. Siasat, 164, 165.4, (50): 8; 6. Blora. Indonesia, 1.2, (50): 53-64. Bukan Pasar Malam Indonesia, 6.1, (50): 23-55. Cahaya Telah Padam. Siasat, 179-180.4, (50): 18-9. Demam. Mimbar Indonesia, 32.4, (50): 26-29. Dia Yang Menyerah. Poedjangga Baroe, 11-12.11, (50): 245-286. Fajar Merah. Gema Suasana, 1.3, (50): 81-96. Hadiah Kawin. Spektra, 42.1; 1.2, 3.2, (50): 27-31; 27-30; 27-30. Hidup Yang Tak Diharapkan. Siasat, 188 sd 193.4, (50): passim Inem. Mimbar Indonesia, 15.4, (50): 19-20. Jongos + Babu. Mimbar Indonesia, 2, 3.4, (50): 17-8; 17-8. Keluarga Yang Ajaib Gema Suasana, 5.3, (50): 440-8. Kenang-Kenangan Pada Kawan. Mimbar Indonesia, 9.4, (50): 20-1. Lemari Buku. Mimbar Indonesia, 48.4, (50): 20-1. Mencari Anak Hilang. Daya, 2.2, (50): 42-4, 48. Pelarian Yang Tak Dicari. Mutiara, 16.2, (50): 10-1, 14-9. Sebuah Surat. Spektra, 14.2, (50): 25-30. Berita Dari Kebayoran. Mimbar Indonesia, 11.5, (51): 20-1, 26. Idulfitri Mendapat Ilham. Indonesia, 6.2, (51): 17-29. Kemudian Lahirlah Dia. Mimbar Indonesia, 8, 9.5, (51): 20-2; 20-2. Yang Sudah Hilang Zenith, 2.1, (51): 112-128. Kampungku. Mimbar Indonesia, 30.6, (52): 20-1, 24, 26. Sepku. Waktu, 5.6, (52): 7-8. Kapal Gersang Zenith, 9.3, (53): 550-6. Keguguran Calon Dramawan Zenith, 11.3, (53): 659-71. Tentang Emansipasi Buaya. Zenith, 12.3, (53): 722-30. Kalil, Si Opas Kantor. Kisah, 3.2, (54): 85-90. Korupsi Indonesia, 4.5, (54): 165-245. Perjalanan. Mimbar Indonesia, 13.8, (54): 20-3. Suatu Pojok Di Suatu Dunia. Prosa, 1.1, (55): 5-7. Arya Damar. Star Weekly, 551.11, (56): 18-9.

326

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Biangkeladi. Roman, 6.3, (56): 16-8. Darah Pajajaran. Star Weekly, 546.11, (56): 26-7. Djaka Tarub. Star Weekly, 562.11, (56): 15-6. Gambir. Aneka, 3,4,5.7, (56): 12-3; 12-3, 20; 12-3, 19. Jalan Yang Amat Panjang. Kisah, 7-8.4, (56): 13-5. Kecapi. Kisah, 2.4, (56): 4-5. Kesempatan Yang Kesekian Zaman baru, 5, (56): 13-8. Ki Ageng Pengging. Star Weekly, 570.11, (56): 26-7. Lembaga. Roman, 5.3, (56): 7-8. Makhluk Di Belakang Rumah Kontjo, 5.2, (56): 20-1, 33. Mbah Ronggo dan Setan- Star Weekly, 541.11, (56): 26-8. Setannya. Nyonya Dokter Hewan Suharko. Roman, 9.3, (56): 4-6. Pelukis Purbangkara. Star Weekly, 549.11, (56): 26-7. Raden Patah dan Raden Husen. Star Weekly, 555, 556.11, (56): 38-41; 25-7. Sekali Di Bulan Purnama. Roman, 7.3, (56): 12-4. Suatu Kerajaan Yang Runtuh Star Weekly, 544.11, (56): 26-7, 35. Karena Rajukan Permaisuri. Sunyi-Senyap Di Siang Hidup. Indonesia, 6.7, (56): 255-268. Tanpa Kemudian Roman, 3.3, (56): 6-7, 11. "Djakarta," Almanak Seni 1957, Djakarta: Badan Musjawarat Kebudajaan Nasional, 1956. Kasimun Yang Seorang. Roman, 8.4, (57): 8-10. Keluarga Mbah Lono Jangkung. Roman, 12.4, (57): 22-6, 42. Shamrock Hotel 315. Roman, 10.4, (57): 5-6. Yang Cantik dan Yang Sakit. Pantjawarna, 120.9, (57): 16-7. Dia Yang Tidak Muncul. Star Weekly, 659.13, (58): 7-9. Yang Pesta dan Yang Tewas. Zaman Baru, 21-22, (58): 6. Paman Martil. Jang Tak Terpadamkan (Kumpulan Tjerita Pendek) Menjambut Ulang Tahun Ke-45 PKI. Pg. 5-27 Sumber: http://adisulistyo.wordpress.com/2010/07/13/pramoedya-ananta-toer-dihargai- dunia-dipenjara-negeri-sendiri http://danakaryabakti-indonesianpoems.blogspot.com/2009/10/pramoedya-ananta- toer.html http://sastraalam.blogspot.com/2007/08/pramoedya-ananta-toer-2.html http://www.ivankavalera.com/2009/07/pramoedya-ananta-toer-terbuang.html

327

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.5 Puisi

Judul Media Antara kita. Siasat, 103.2, (49): 9. Anak tumpah darah. Indonesia, 12.2, (51): 20. Kutukan diri. Indonesia, 12.2, (51): 19-20. Sumber: http://adisulistyo.wordpress.com/2010/07/13/pramoedya-ananta-toer-dihargai-dunia- dipenjara-negeri-sendiri http://danakaryabakti-indonesianpoems.blogspot.com/2009/10/pramoedya-ananta- toer.html http://sastraalam.blogspot.com/2007/08/pramoedya-ananta-toer-2.html http://www.ivankavalera.com/2009/07/pramoedya-ananta-toer-terbuang.html

5. Diterjemahkan Ke dalam Berbagai Bahasa

Karya-karya yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, diantaranya

(http://www.hastamitra.org/search/label/Pramoedya%20Ananta%20Toer%20Lengkap)

Inggris:

The Fugitive (Perburuan) by Harry Aveling [1975] The Fugitive (Perburuan) by Willem Samuels [1990] The Girl from the Coast (Gadis Pantai) (Bumi Manusia) Child of All Nations (Anak Segala Bangsa) (Jejak Langkah) House of Glass (Rumah Kaca) A Heap of Ashes Awakenings (Compilation of This Earth of Mankind and Child of All Nations) The Mute’s Soliloquy (Nyanyi Sunyi Seorang Bisu) Tales from Djakarta (Cerita Dari Djakarta) by SEAP (South East Asia Program) Cornell

Belanda:

Aarde Der Mensen (Bumi Manusia)

Kind Van Alle Volken (Anak Semua Bangsa)

Voetsporen (Jejak Langkah)

328

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Stroom Uit Het Noorden (Arus Balik)

Een Koude Kermis: Een Novelle (Bukan Pasar Malam)

Wat Verdwenen Is Verhalen Uit Blora (Cerita Dari Blora)

Guerrilla Familie (Keluarga Gerilya)

Korruptie (Korupsi)

In De Fuik (Mereka Yang Dilumpuhkan)

Midah Het Liefje Met De Gouden Tand (Midah Si Manis Bergigi Emas)

Vluchteling (Perburuan)

Een Koude Kermis: Een Novelle. En Dageraad Korte Verhalen Van De Revolutie

(Subuh)

Het Meisje van het Strand (Gadis Pantai)

Arok Dedes

Spanyol:

Tierra Humana (Bumi Manusia)

Hijo De Todos Los Pueblos (Anak Semua Bangsa)

Perancis:

Vie Nest Pas Une Foire Nocturne (Bukan Pasar Malam) Korupsi (Korupsi)

Jerman:

Familie Der Partisanen (Keluarga Gerilya) Spur Der Schritte (Jejak Langkah) Mensch Fur Mensch (Bukan Pasar Malam)

329

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ungewollte Leben Erzahlungen Aus Djawa (Cerita Dari Blora) Braut Des Bendoro (Gadis Pantai)

China:

Ssu Sheng Tzu (Anak Haram) by Li Hsui [1962]

Bumi Manusia (This Earth of Mankind),

Anak Segala Bangsa (Child of All Nations), dan

Keluarga Gerilya (Guerrilla Family)

Jepang:

Ningen No Daichi (Bumi Manusia) Gerira No Kazoku (Keluarga Gerilya)

Russia:

O Tom Chto Proshlo (Cerita Dari Blora) Eto Bylo V Iuzhnom Bantene (Sekali Peristiwa di Banten Selatan)

Czech:

Na Brehu Reky Bekasi (Di Tepi Kali Bekasi)

6. Karya-Karya Pramoedya yang Dilarang Pada Tahun 1965-1995

1965

1. Subuh, Jakarta: Balai Pustaka, 1950 (Instruksi Menteri PD&K) 2. Pertjikan Revolusi, Jakarta: Balai Pustaka, 1951 (SK No. 1381/1965) 3. Keluarga Gerilya, Jakarta: Gapura 4. Mereka yang Dilumpuhkan, Jakarta 5. Ditepi Kali Bekasi, Jakarta: Gapura 6. Bukan Pasar Malam, Jakarta: Balai Pustaka, 1951 7. Tjeritera dari Blora, Jakarta: Nusantara, 1954

330

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8. Gulat di Jakarta, Jakarta: Grafika, 1957 9. Tjeritera Tjalon Arang, Jakarta: Balai Pustaka, 1957 10. Sekali Peristiwa di Banten Selatan, Jakarta: Djawatan Penempatan Tenaga Kerja, PUT 11. Panggil Aku Kartini Sadja, Djilid I, Jakarta: Nusantara, 1962 12. Panggil Aku Kartini Sadja, Djilid II, Jakarta: Nusantara, 1962 13. Hoa Kiau di Indonesia, Jakarta: Nusantara, 1962

1981

14. Bumi Manusia, Jakarta: Hasta Mitra, 1980 (SK No. Kep-052/JA/5/1981) 15. Anak Semua Bangsa, Jakarta: Hasta Mitra, 1981

1986

16. Jejak Langkah, Jakarta: Hasta Mitra, 1985 (SK No. Kep-036/JA/5/1986) 17. Sang Pemula, Jakarta: Hasta Mitra, 1985

1988

18. Rumah Kaca, Jakarta: Hasta Mitra, 1988 (SK No. Kep-061/JA/1988) 19. Gadis Pantai, Jakarta: Hasta Mitra, 1988 20. Mukti, Hikayat Siti Mariah, (penyunting Pramoedya Ananta Toer) Jakarta: Hasta Mitra, 1988 (SK No. Kep-081/JA/8/1988)

1995

21. Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Jakarta: Lentera, 1955 22. Memoar Oei Tjoe Tat (penyunting Pramoedya Ananta Toer dan Stanley), Jakarta: hasta Mitra

(sumber: dokumentasi Jaringan Kerja Budaya)

7. Tentang Karya Pramoedya Ananta Toer

Menurut Junus (1981) suatu sifat yang dapat dilihat dengan cepat pada karya- karya Pramoedya Ananta Toer adalah hubungan karyanya dengan perjalanan hidup seseorang. Kemudian ini berhubungan dengan peristiwa tertentu dalam sejarah. Ada implikasi sesuatu yang mungkin dialaminya atau paling kurang sesuatu yang dirasanya dekat dengan dirinya sendiri. Atau dekat dengan tempat kelahirannya. Dengan begitu

331

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

banyak karyanya berhubungan dengan Blora, kota kecil kelahirannya, dan mungkin B dalam novel Bumi Manusia juga adalah Blora, walau diusahakan untuk mengacaukan hubungannya dengan mendekatkannya kepada Surabaya dan bukannya kepada

Semarang. Atau dalam bahasa Kurniawan (1999:8) Pramoedya seringkali melatar belakangi ceritanya dengan realitas sejarah. Tulisan-tulisan awalnya banyak mengambil latarbelakang masa sebelum perang dunia kedua, terutama kehidupan di sekitar Blora, tempat ia tinggal di masa kecil, serta masa-masa seputar revolusi kemerdekaan.

Adapun tahap perkembangan aktivitas sastra Pramoedya Ananta Toer menurut

Kurniawan (1999) dapat dibagi tiga.

1. Tahap Periode Lekra. Pada tahap ini, Pramoedya Ananta Toer menulis novel

cenderung moralis, sifat novelnya cederung kontemplatif daripada heroik. Karya-

karyanya sama sekali tidak mencerminkan seorang pengarang yang berapi-api secara

ideologis, tetapi menampilkan suatu kearifan khas Jawa dengan berbagai symbol

yang muncul sepanjang novelnya yaitu pertapaan, meditasi, gamelan, dan sejenisnya.

Di sini Pramoedya sebagai pejuang kemanusiaan dan keadilan. Ungkapan-ungkapan

politisinya lebih banyak muncul sebagai produk kekecewaan atas dunia yang

dihadapinya.

2. Tahap Bersama Lekra. Pada tahap ini, Pramoedya mulai bicara dan mempraktikan

apa yang disebut realisme sosialisme secara fanatik. Realisme sosialis yang

dipropagandakan Lekra semakin dikenal Pramoedya dan pandangannya semakin

sejalan dengan alian ini. Realisme sosialis menururnya adalah kreasi untuk

memenangkan sosialisme, karena itu sastra realisme sosialis selamanya punya warna

dan amanat politik yang tegas, militan, kentara, tidak perlu malu-malu kucing atau

332

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sembunyi-sembunyi. Realisme sosialis merupakan kesatuan integral dengan

perjuangan umat manusia dalam menghacurkan penindasan dan penghisapan atas

rakyat pekerja yakni buruh dan tani serta menghalau imperialisme-kolonialisme.

Ada dua watak utama realisme sosialis dalam karya-karya Pramoedya Ananta Toer

pertama, militansi sebagai ciri tidak kenal kompromi dengan lawan, dan kedua harus

terus menerus melakukan offense terhadap musuh-musuhnya serta pembangunan

yang cepat di kalangan barisan sendiri.

3. Tahap Pasca Lekra. Pada tahap ini Pramoedya Ananta Toer menggabungkan kondisi

tahap periode pertama dan kedua. Jika perode sebelum Lekra diletakkan tesis, maka

pada priode kedua anti-tesis dan periode ketiga disebut sintesa, sintesa baru dalam

lingkungan kreatifitas Pramoedya Ananta Toer. Pada periode ini Pramoedya Ananta

Toer mulai menggarap realitas sejarah, meskipun tetap bernuansa ideologis, dan tidak

pernah tendensinya untuk selalu berpihak kepada kemanusiaan dan keadilan. Karya-

karya dalam periode ini tidak jatuh pada tampilan konvensional dengan tokoh-tokoh

yang hitam putih. Justru karya-karya dimasa ini adalah sekumpulan karya yang

monumental. Ia banyak menampilkan karakter-karakter yang mampu berdiri sendiri

dalam sifat kemanusiaannya.

Pada periode ketiga ini, Pramoedya Ananta Toer terbukti telah mampu mensintesakan

sastra dan politik. Pramoedya Ananta Toer berhasil menepis anggapan umum yang

menempatkan sastra politik sebagai propaganda murahan. Dalam periode ketiga ini

juga karya-karya ideologis bisa muncul sebagai karya sastra yang bermutu estetis.

Lebih lanjut menurut Kurniawan (1999), pengaruh realisme sosialis jelas bukan sesuatu yang mengada-ada, dalam karya-karya Pramoedya, sebab beliau sendiri kerap

333

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mengungkapkan antusiasmenya terhadap aliran ini. Antara lain pernah menulis makalah dalam kesempatan memberikan prasaran untuk sebuah seminar di Fakultas Sastra

Universitas Indonesia pada tanggal 26 Januari 1963, dengan judul Realisme Sosialis dan

Sastra Indonesia. Selain itu Pramoedya, mengklaim realisme sosialis juga dipergunakan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sebagai dasar kreatif mereka.

Dalam kuartet tetraloginya, Pramoedya tidak hanya menampilkan sosok Minke, tetapi juga mengenai nasib sebuah bangsa, jika tidak bisa disebut nasib bangsa-bangsa.

Pengalaman sejarah tidak hanya milik Minke, tetapi juga milik orang-orang di sekitarnya.

Hampir dalam semua karya Pramoedya, tokoh-tokoh protagonisnya hadir untuk berjuang demi cita-citanya secara gigih, tetapi kemudian secara terpaksa menyerah kepada kenyataan yang ada. Sejarah Pramoedya bukanlah sejarah orang-orang yang menang.

334

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAMPIRAN 2

Sinopsis Novel Bumi Manusia

Novel Bumi Manusia bersetting abad 19 pada masa penjajahan Belanda di

Indonesia. Tokoh utama dalam novel ini adalah Minke, anak seorang bangsawan Jawa yang sedang menempuh pendidikan di H.B.S., sebuah sekolah terkenal yang mayoritas murid-muridnya orang kulit putih totok dan indo dan guru-gurunya juga orang Eropa.

Sebagai seorang anak bangsawan Jawa Minke bergelar Raden Mas, anak seorang bupati kota B.

Ketika seorang teman sekolahnya yang bernama Robert Suurhof mengajaknya ke

Wonokromo berkunung ke Buirderij Buitenzorg untuk mengunjungi temannya yang bernama Robert Mellema, Minke akhirnya berkenalan dengan Annelies Mellema, saudara perempuan dari Robert Mellema yang peranakan Indo (Ayah Belanda dan Ibu seorang Nyai) yang dikenal dengan Nyai Ontosoroh.

Tujuah Suurhof mengajak Minke ke Buirderij Buitenzorg agar temanya, Minke mendapat perlakuan yang memalukan dari keluarga Mellema. Ternyata yang terjadi adalah sebaliknya tidak hanya mendapat perlakuan yang baik dari Nyai Ontosoroh,

Minke pun mendapat perhatian khusus dari Annelies Mellema, putrid dari Nyai

Ontosoroh.

Hubungan Minke dengan Nyai Ontosoroh dan Annelies akhirnya semakin akrab.

Minke dan Annelies akhirnya saling jatuh cinta. Cinta antara Minke dan Annelies akhirnya berakhir ke jenjang perkawinan yang disahkan oleh agama Islam, tetapi ditolak oleh pengadilan putih (Belanda).

335

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nuansa pertentangan klas mulai terlihat di awal novel ini melalui perbintangan.

Minke dan Ratu Wilhelmina lahir pada tanggal bulan dan tahun kelahiran sama, tetapi nasib tidak sama. Minke sebagai rakyat biasa sedangkan Ratu Wilhelmina sebagai Ratu dari sebuah negara. Ratu Wilhelmina lahir dari klas feodal, klas raja yang menjadi penguasa dan penjajah. Minke lahir dari klas orang terjajah dan merasa dirinya klas proletar. Minke menolak kenyataan dirinya sebagai anak Bupati. Perbedaan klas menyebabkan perbedaan nasib. Nuansa pertentangan klas ini.

Nuansa pertentangan klas ini juga dpilih dengan berbagai istilah yaitu antara Klas

Borjuis dan Klas Proletar, antara Pribumi dengan Belanda, Bangsa Pribumi dengan

Bangsa Eropa, pertentangan Klas antar Pribumi, perlawanan Kaum Proletar kepada

Borjuis, tetapi pada intinya pertentangan klas.

Akibat Minke mendapat pendidikan Eropa Minke berusaha meninggalkan pemikiran dan tradisi ke-Jawa-annya dan berusaha merubah dirinya menjadi Eropa.

Minke berusaha melepaskan identitasnya dari seorang Jawa pribumi menjadi seorang

Eropa yang modern, tetap tetap menentang kolonialisme.

Akibatnya didikan Eropanya tersebut Minke akhirnya melawan tradisi Jawa melawan kezaliman.

Kemudian antara Minke dan Nyai Ontosoroh sama-sama penganut anutan rohani materialisme ekonomi yaitu paham yang mendasarkan pandangan bahwa segala sesuatu berdasarkan pertimbangan untung rugi, bermanfaat dan tidak bermafaat berdasarkan sudut pandang penganutnya.

336

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA