AFDEELING SIBOLGA TAHUN 1906-1942

Skripsi Sarjana

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : MARSELINA MEGA DEWI

NIM : 160706031

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga memiliki kekuatan dan dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul “Afdeeling Sibolga Tahun 1906-1942”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang penulis alami namun, berkat bantuan dan dorongan serta arahan dari berbagai pihak terutama dari pembimbing skripsi dan staf pengajar Program Studi Ilmu

Sejarah FIB USU. Serta tidak lupa pula banyak pengalaman berharga yang penulis dapatkan selama proses penulisan skripsi ini.

Penulis merasa bahagia dan bangga atas penulisan skripsi ini. Tetapi penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya bagi para pembaca.

Medan, 5 Januari 2021

Penulis,

Marselina Mega Dewi

NIM. 160706031

ii

Universitas Sumatera Utara

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis sadari penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa doa, dukungan, dorongan semangat baik moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang berjasa dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Penasihat Akademik

yang telah membimbing penulis selama kuliah di Program Studi Ilmu

Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU. Terima kasih kepada para Wakil Dekan

beserta seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M. Hum., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Terimakasih

atas segala arahan dan motivasi dan ilmu yang bapak berikan kepada sayas

selama masa perkuliahan.

3. Ibu Dra. Nina Karina, M.SP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen

pembimbing skripsi penulis. Terimakasih atas segala arahan, bantuan,

semangat dan waktu luang yang ibu berikan. Segala pemikiran yang ibu

kemukakan penulis jadikan inspirasi dan motivasi dalam penulisan skripsi

ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

iii

Universitas Sumatera Utara

4. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan penulis banyak ilmu

pengetahuan, pengalaman, serta wawasan. Juga kepada staf administrasi

Program Studi Ilmu Sejarah, Bang Ampera yang telah banyak membantu

penulis dalam menyelesaikan persoalan administrasi selama masa

perkuliahan.

5. Kepada ibu Habsari yang telah membantu penulis selama penelitian di Arsip

Nasional Republik serta para pegawai ANRI yang membantu

dalam penelusuran data arsip. Tak lupa juga kepada pimpinan dan pegawai

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perpustakaan Universitas

Sumatera Utara. Yang telah memberikan data dan pelayanan selama

melakukan penelitian.

6. Terkhusus penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis yang

sangat penulis sayangi dan hormati, Bapak Edison Mendrofa dan Mama

Amaria yang selalu mencurahkan semangat dan kasih sayangnya kepada

penulis. Gelar Sarjana ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua

penulis. Terimakasih sebesar-besarnya atas doa yang tidak pernah putus

untuk penulis, dorongan dan motivasi baik moril dan materil selama penulis

megemban pendidikan, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kedua adik penulis Agus

Dermawan Mendrofa dan Agustus Miswan Mendrofa atas semangat yang

diberikan.

iv

Universitas Sumatera Utara

7. Terimakasih juga kepada Keluarga Besar Mendrofa, kakek Aroziduhu

Mendrofa, nenek Idama Zebua dan yang lainnya serta kelurga besar yang

berada di Lampung, kakek Askari (Alm), Nenek Masaini, Om Hayun (Alm)

dan lainnya. Yang telah memberikan dukungan dan segala hal yang telah

diberikan kepada penulis.

8. Kepada sahabat-sahabat terkasih penulis, Marasutan Pulungan, Ayuna Adha

Tanjung, Dicky Hendardi Girsang, Muhammad Ibrahim, Mahzar Lutfi

Lubis, Widya Ummairoh, Nurma Sari, M. Soultan Raliby (Buyung), Arkini

Sabrina, Falen Dina, Ita Servina, Agung Khatami, Dendi Reza Juliansya

Siregar, Miftah Nugraha Nasution, Ermanto Nainggolan, Muhammad Fazli,

Juli Aryanti, Agung Simanjuntak, semoga hal yang dilewati bersama tetap

terjaga dan terjalin. Terimakasih juga kepada seluruh teman-teman Ilmu

Sejarah Stambuk 2016 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas

pengalaman selama perkuliahan.

9. Sahabat penulis sedari SMA yang selalu mendukung dan menyemangati

penulis, Arveni Nasution, Selly Mairona Hutabarat, Nurfajriah, Rahma, Edo

Adma, Didik Hia dan Patricia.

10. Kepada Bang Handoko S.S, MA, Bang M. Aziz Lubis, S.S, serta Bang Kiki

Maulana Affandi, S.S, atas segala bantuan sepanjang proses penelitian

skripsi ini.

v

Universitas Sumatera Utara

Akhirnya untuk semua yang membantu baik secara langsung maupun tidak dalam penulisan skripsi ini penulis ucapkan terimakasih. Semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 05 Januari 2021

Penulis,

Marselina Mega Dewi

NIM. 160706031

vi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...... i

UCAPAN TERIMAKASIH...... ii

DAFTAR ISI ...... vi

DAFTAR TABEL ...... ix

DAFTAR ISTILAH ...... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...... xii

ABSTRAK ...... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 6

1.4 Tinjauan Pustaka ...... 6

1.5 Metode Penelitian ...... 10

BAB II AFDEELING SIBOLGA SEBELUM TAHUN 1906

2.1 Wilayah ...... 16

2.2 Penduduk ...... 23

2.3 Pemerintahan ...... 29

vii

Universitas Sumatera Utara

BAB III LATAR BELAKANG SIBOLGA DIJADIKAN AFDEELING

TAHUN 1906

3.1 Adanya Pelabuhan Sibolga ...... 36

3.2 Pintu Masuk, Pengawasan Wilayah ...... 43

3.3 Terbentuknya Keresidenan Tapanoeli ...... 45

BAB IV KONDISI AFDEELING SIBOLGA SELAMA TAHUN 1906-

1942

4.1 Wilayah ...... 50

4.2 Penduduk ...... 64

4.3 Pemerintahan ...... 72

4.4 Infrastruktur ...... 78

4.4.1 Pembangunan Jalan ...... 78

4.4.2 Pelabuhan ...... 83

4.4.3 Fasilitas Pendidikan ...... 89

4.4.4 Kesehatan ...... 92

4.4.5 Pasar ...... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...... 99

5.2 Saran ...... 103

DAFTAR PUSTAKA ...... 104

LAMPIRAN

viii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Penduduk Residentie Tapanoeli Tahun 1851 ...... 25

Tabel 2. Penduduk Residentie Tapanoeli Tahun 1856 Menurut Tempat Tinggal

...... 28

Tabel 3. Nilai Barang Masuk dan Keluar Dari Pelabuhan Sibolga Tahun 1846-1870

...... 40

Tabel 4. Nilai Barang Masuk dan Keluar Dari Pelabuhan Sibolga Tahun 1846-1870

...... 42

Tabel 5. Jumlah Pasukan Militer di Sibolga Tahun 1848-1860 ...... 44

Tabel 6. Kampung Afdeeling Sibolga Tahun 1935 ...... 56

Tabel 7. Jumlah Pemilik Kebun Karet Rakyat Pada 1937 ...... 61

Tabel 8. Onderneming Di Afdeeling Sibolga tahun 1938 ...... 63

Tabel 9. Jumlah Orang Pribumi Berdasarkan Etnis (asal daerah) di Afdeling Sibolga

Tahun 1930 ...... 68

Tabel 10. Daftar Jumlah Penduduk Pribumi Berdasarkan Agama Tahun 1930 ...

...... 69

Tabel 11. Daftar Nama-nama Assistent Resident dan Controleur di Afdeeling Sibolga

tahun 1906-1942 ...... 76

Tabel 12. Jumlah Gaji Pegawai di Afdeeling Sibolga tahun 1906 ...... 77

Tabel 13 Trayek Mobil ATOS Pada Tahun 1920 ...... 81

Tabel 14 Nilai Import Melalui Pelabuhan Sibolga ...... 85

Tabel 15 Nilai Eksport Melalui Pelabuhan Sibolga ...... 86

Tabel 16. Jumlah kapal yang keluar masuk dari Pelabuhan Sibolga ...... 88

ix

Universitas Sumatera Utara

Tabel 17. Jumlah Persentase Anak-Anak Yang Positif Terkena Limpa Pada Tahun

1913-1918 ...... 94

Tabel 18. Daftar Harian Pasar di Afdeeling Sibolga pada tahun 1917 ...... 97

x

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISTILAH

Afdeeling : Wilayah administrasi setingkat kabupaten

Assistent Resident : Kepala pemerintahan suatu Afdeeling

Controleur : Kepala pemerintahan suatu onderafdeeling

Bouw : Ukuran luas tanah, dengan 1 Bouw = 7.0965 m²

Datuk Pasar : Pemungut Pajak

Decentralisatie Wet : Undang-undang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial

Belanda pada tahun 1903

Resident : Kepala Pemimpin suatu Keresidenan

Wijmeesters : Pengganti sebutan Datuk Pasar pada tahun 1915

Onderafdeeling : Wilayah setingkat kecamatan

Demang : Pegawai yang diangkat oleh Pemerintah Kolonial,

biasanya adalah sebelumnya menjadi Kuria

Kuria : Sebutan untuk Raja yang dihapuskan gelar Raja nya dan

bertugas mengatur adat

Staatsblad : Peraturan perundang-undangan pemerintahan Kolonial.

xi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Gambar 1 : Kerusakan perkampungan Cina pasca kebakaran

Tahun 1890

Lampiran II. Gambar 2 : Peta Afdeeling Sibolga Tahun 1935

Lampiran III. Gambir 3 : Peta Onderneming Afdeeling Sibolga tahun 1935

Lampiran IV. Gambar 4 : Perkampungan Cina di Sibolga Pada Tahun 1920

Lampiran V. Gambar 5 : Kantor Cabang administrasi Afdeeling Sibolga tahun

1936

Lampiran VI. Gambar 6 : Jembatan Batang Toroe Jalan Sibolga-

Sidempoean

Lampiran VII. Gambar 7 : Penggunaan Kano Sebagai Transportasi Di Sorkam

Lampiran VIII. Gambar 8 : Terowongan dijalan antara Taroetoeng dan Sibolga

Lampiran IX. Gambar 9 : Goa Belanda, Jalan Sibolga-Taroetoeng

Lampiran X. Gambar 10 : Gudang Niaga di Pelabuhan Sibolga

Lampiran XI. Gambar 11 : Peta Pelabuhan Sibolga

Lampiran XII. Gambar 12 : Pembuatan parit disamping kiri kanan jalan 1913

Lampiran XIII. Gambar 13 : Parit yang selesai dibangun mengalir langsung ke laut

Lampiran XIV. Gambar 14 : Rumah Sakit Sibolga

Lampiran XV. Gambar 15 : Suasana pasar kotabaringin tahun 1917

Lampiran XVI : Surat Keputusan Pemisahan Tapanoeli dari wilayah

Sumatra’s Westkust

xii

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XVII : Keputusan Pemerintah Mengenai Penetapan

Keresidenan Tapanoeli Sebagai Wilayah yang Mandiri,

dan Afdeeling Sibolga sebagai Ibukota Keresidenan

Lampiran XVIII : Kantor Resident di Sibolga

Lampiran XIX : Rumah Ibadah di Sibolga

Lampiran XX : Rumah Masyarakat Eropa

Lampiran XXI : Kantor Perusahaan Dagang Sumatera Kalimantan

(Borsumij) di Sibolga

xiii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Afdeeling Sibolga tahun 1906-1942. Penelitian ini merupakan kajian sejarah pemerintahan pada masa Kolonial Belanda di Keresidenan Tapanoeli. Dalam penelitiannya, skripsi ini menggunakan metode sejarah yang akan dijelaskan secara deskriptif dengan periode peristiwa sejarah. Adapun tahapan dalam penelitian serta penulisan skripsi ini dimulai dengan Heuristik (pencarian data) pendukung mengenai Afdeeling Sibolga ke berbagai lembaga dan perpustakaan, misalnya Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Tengku Lukman Sinar, dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, serta juga mengunjungi situs arsip online, seperti Delpher dan Tropen Museum. Selanjutnya tahapan Verifikasi (Kritik) yaknikritik ekstren dan intern untuk menemukan fakta-fakta yang sesuai. Kemudian fakta-fakta tersebut diinterpretasi sehingga diperoleh fakta yang objektif yang akan dituangkan kembali dalam tahapan historiografi (penulisan kembali). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai pemerintahan wilayah Sibolga pada masa Kolonial Belanda. Dijelaskan sebelumnya Sibolga adalah sebuah Bandar pulau poncan ketek yaitu pusat pemerintahan Raja setempat yaitu Ompu Horinjom Hutagalung. Hingga pemerintahan Kolonial Belanda berhasil menaklukkan wilayah Sibolga dengan memindahkan pusat pemerintahan dari Pulau Poncan Ketek ke Sibolga dan membentuk wilayah otonomi yaitu Afdeeling setingkat dengan Kabupaten saat ini. Berdirinya Afdeeling Sibolga sebagai wilayah otonomi Kolonial Belanda merupakan sebagai pintu gerbang menguasai wilayah pedalaman dan sekitarnya. Dengan dibentuknya Keresidenan Tapanoeli dan Sibolga sebagai ibukotanya serta didukung oleh Pelabuhan yang semakin berkembang aktivitas eksport-importnya semakin membuat Afdeeling Sibolga berkembang kearah baik. Dengan untuk melancarakan penguasaan ke wilayah pedalaman, Pemerintah Kolonial Belanda merasa perlu melakukan reorganisasi pemerintahan dengan menyatukan atau membentuk wilayah otonomi baru yang berada di wilayah Afdeeling Sibolga.

Kata kunci : Afdeeling, Sibolga, Pemerintahan, Keresidenan Tapanoeli, Pelabuhan.

xiv

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sibolga1 merupakan suatu bandar kecil yang terletak di Teluk Tapian Nauli, yang berada di seberang Pulau Poncan Ketek. Di Pulau Poncan ini tempat pertama kali Raja Sibolga yaitu Ompu Hurinjom Hutagalung yang bertahta.2 Sebelumnya

Kota Sibolga belum ada dan merupakan rawa-rawa besar tempat ikan cati boga-boga3

.Jauh sebelum datangnya kolonial Belanda di daerah pesisir ini, Kota Sibolga sudah memiliki sistem pemerintahan sendiri. Kota Sibolga dahulunya sebuah kota yang juga dipimpin oleh raja-raja4 sama seperti kota-kota di Nusantara yang mana penyebutan

Raja disini diberikan oleh penduduk setempat karena telah membuka sebuah kampung yaitu kampung Sibolga.

1 Penyebutan nama Sibolga, diceritakan bahwa pada awalnya Ompu Datu Hurinjom yang membuka perkampungan Simaninggir, mempunyai postur tubuh yang besar. Dalam orang tabu menyebutkan nama orang secara langsung apalagi orang tersebut lebih tua, maka untuk menyebutkan nama kampung yang dibuka oleh Ompu Datu Hurinjom disebutkan kata “Sibalgai” yang artinya kampung untuk orang yang tinggi besar. Dalam penyebutan asal Kata Sibolga memang banyak versi, adalagi istilah “Bolga-bolga”, yaitu nama sejenis “Balga Nai” yang berarti untuk menunjukkan arah luasnya lautan. Orang Batak biasanya menggunakan kata “bidang”untuk menggambarkan sesuatu yang luas, bukan kata balga yang berarti besar. 2 Syawal Pasaribu. Bunga Rampai Pesisir Kota Sibolga. Sibolga : Pemerintah Kota Sibolga. 2014, hal. 3 3 Boga-boga sejenis hewan yang hidup di rawa-rawa Sibolga, yang dalam bahasa Batak artinya adalah lompat-lompat. Saat itu, Sibolga belum dikenal sebagai sebuah tempat pemukiman dan hanya tempat lintas tukang pikul garam, yang oleh masyarakat batak pada saat itu menyebutnya dengan istilah “Parlanja Sira‟ (Perdagangan Garam). 4 Menurut catatan Belanda, Sibolga didirikan kira-kira 1700 M oleh seorang yang bernama Raja Luka Hutagalung Gelar Tuanku Dorong (turunan ke XI dari marga Hutagalung klan Datu Sorga dan cucu dari ompu Hurinjom Hutagalung) berasal dari Silindung. Borunya bermarga Simatupang dan hula-hulanya bermarga Pasaribu. Lihat : Tim Penyusun. Mengenal adat dan Budaya Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Sumut: Forkala. 2010, hal. 49

1

Universitas Sumatera Utara

Sejak Kota Sibolga ditetapkan menjadi Ibukota keresidenan Tapanoeli pada tahun 1842 5 yang merupakan bagian Gouvernement van ’s Westkust yang dimana dibagi atas 7 Afdeeling 6 yang satu diantaranya adalah Afdeeling Sibolga.

Afdeeling Sibolga yang dipimpin oleh seorang Assistent Resident yang berkedudukan di Sibolga. Oleh karena Sibolga juga merupakan pusat ibukota dari Keresidenan

Tapanoeli maka Resident juga berkedudukan di Afdeeling Sibolga. Berdasarkan

Staatsblad No. 31 Afdeeling Sibolga dibagi atas 2 Onder-Afdeeling yaitu: Onder-

Afdeeling Sibolga dan Onder-Afdeeling Batang Toru dan berdasarkan Staatsbald No.

53 Tahun 1873 wilayah Afdeeling Sibolga diperluas pula meliputi Onder-Afdeeling

Barus, Singkil dan .7

Sibolga dijadikan sebagai Afdeeling karena wilayah Sibolga yang letaknya lebih strategis yang dimana dikelilingi oleh daerah-daerah pedalaman yang mempermudah Pemerintah Kolonial Belanda dalam menguasai daerah-daerah pedalaman sekaligus dalam mengawasi kegiatan baik itu pemerintahan, politik, ekonomi dan perdagangan maka dengan ini Sibolga juga dijadikan sebagai Ibukota

Keresidenan Tapanoeli berdasarkan Staatsblad 1905 No. 418 Resident Tapanoeli

5 Sibolga sejak saat itu terus-menerus menjadi ibu kota kecuali terhenti sebentar antar tahun 1885-1906 (kira-kitra 20 tahun) dimana waktu itu Padang Sidempuan yang menjadi Resident Tapanoeli. D i tahun 1906 Keresidenan Tapanoeli dipindahkan kembali ke Sibolga. 6 7 Afdeeling itu adalah Afdeeling Singkil, Afdeeling , Afdeeling Sibolga, Afdeeling Angkolayyyling Mandailing, Afdeeling Natal, Afdeeling Nias. 7 Tim Pengumpulan, Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatra Utara (Masa Pemerintahan/ Pendudukan Kolonial Belanda dan Jepang). Medan : Fasa USU. 1991, hal 259

2

Universitas Sumatera Utara

resmi dipisahkan dari Provinsi Sumatra Barat dan menurut Staatsblad tahun 1906 No.

496, maka Tapanoeli berdiri sendiri dan ibu kota ke Sibolga.8

Afdeeling Sibolga juga didukung oleh peranan dari pelabuhan Sibolga yang merupakan pelabuhan terbesar di daerah Tapanoeli. Di dunia perdagangan, Sibolga berfungsi sebagai kota transit barang-barang perdagangan hampir dari seluruh kawasan Tapanoeli untuk dikirim ke kawasan lainnya, bahkan keluar negeri 9 .

Perkembangan wilayah perkebunan di wilayah pedalaman Tapanoeli terkhusus

Tapanoeli Selatan. Kawasan Batang Toroe yang merupakan wilayah penghasil komoditi karet, yang mempengaruhi kegiatan eksport importnya di Pelabuhan

Sibolga semakin meningkat.10

Pada tahun 1912, populasi penduduk di kawasan Afdeeling Sibolga mengalami penurunan secara drastis. Hal ini disebabkan karena perkembangan wilayah Sumatera Timur sebagai wilayah ekonomi. Berkembangnya Sumatera Timur sebagai wilayah perkebunan mengakibatkan banyak pedagang yang pindah karena pusat perdagangan di Sumatera Timur lebih maju. Hal ini juga mengakibatkan penduduk Sibolga banyak yang berpindah ke Sumatera Timur. Selain itu

8 Tengku Lukman Sinar, Sumatera Utara Dibawah Kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (s/d awal abad ke XX). Jilid III . Medan : Lingkungan USU, hal. 61 9 Ibid hal. 241 10 Kota Sibolga yang dibangun di atas rawa dan tumbuhan bakau menjadi penyebab Sibolga terkenal sebagai sarang nyamuk malaria, sehingga kota ini dijuluki “kota malaria”. Penyakit malaria ini meresahkan siapapun yang ingin datang ke kota Sibolga dan juga meresahkan penduduk dan pemerintahan Hindia Belandadi Sibolga. Hal ini lah yang mengurungkan niat banyak para peagang untuk berdagang ke Sibolga. Lihat: Muhammad Nur. Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera Pada Abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. 2015. Padang: Balai Pelestarian Budaya Sumatera Barat, hal. 135

3

Universitas Sumatera Utara

berkurangnya penduduk di Sibolga juga disebabkan karena penyakit malaria yang yang ada di Sibolga.

Penurunan penduduk Afdeeling Sibolga bukan berarti mempengaruhi perkembangannya sebagai wilayah administratif. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan infrakstruktur di Sibolga. Sejak akhir tahun 1915, perkembangan infrakstruktur terus terjadi seperti pembangunan selokan, pembangunan jalan penghubung antara Sibolga dengan wilayah pedalaman dan pembangunan infrakstruktur lainnya.11 Hal unik lainnya yang dapat dilihat dari Afdeeling Sibolga ini adalah Afdeeling Sibolga dalam perjalanannya sering berganti nama seperti Afdeeling

Si Boga, Afdeeling Siboga, Afdeeling Beneden Tapanoeli, hingga pernah turun menjadi onderafdeeling Sibolga en Omelannden dan kembali lagi menjadi Afdeeling

Sibolga. Akan tetapi demikian Sibolga bertahan sampai akhir pemerintahan kolonial

Belanda tahun 1942 tetap menjadi Afdeeling Sibolga.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan diberi judul “Afdeeling

Sibolga Tahun 1906-1942”. Tulisan mengenai Afdeeling Sibolga ini sangat menarik untuk diteliti karena belum ada secara spesifik menulis mengenai Afdeeling Sibolga dalam pemerintahannya. Adapun karya lain yang menyinggung mengenai

Pemerintahan Sibolga adalah berupa buku yang ditulis oleh Muhammad Nur dengan judul “Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera Pada Abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20” yang hanya secara sekilas menyinggung mengenai

11 Burgerlijke Oprnbare Werken. Assaineering van Sibolga. 1919.Weltervreden : H.G Nieuwenhuis Architect van Den Waterstaat, hal. 5

4

Universitas Sumatera Utara

Afdeeling Sibolga dalam Keresidenan Tapanoeli. Penelitian ini akan mencakup mengenai bagaimana Perkembangan Afdeeling Sibolga hingga perannya sebagai bandar dalam Keresidenan Tapanoeli.

Penetapan tahun 1906 sebagai awal penelitian adalah, karena pada tahun tersebut Sibolga ditetapkan sebagai Ibukota Keresidenan Tapanoeli sudah berdiri sendiri dan telah keluar dari Sumatra Barat. Pada tahun ini juga terjadi pasang surut dalam pemerintahan Sibolga, mulai dari penurunan jumlah penduduk yang berpengaruh pada perekonomian Afdeeling Sibolga. Batas akhir penelitian pada tahun

1942 adalah karena pada tahun tersebut merupakan berakhirnya masa kependudukan

Kolonial Belanda khususnya di Keresidenan Tapanoeli dan masuklah pemerintahan

Jepang yang dimana mengubah sistem pemerintahan yang ada di Keresidenan

Tapanoeli yang salah satunya penamaan wilayah-wilayah administratif.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan hal yang paling mendasar yang akan memuat dengan jelas apa bahasan yang akan dilakukan dalam penelitian. Dengan kata lain, rumusan masalah itu untuk mempermudah penulis untuk menemukan garis besar tulisan yang akan diselesaikan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana Afdeeling Sibolgasebelum tahun 1906 ?

2. Apa latar belakang Sibolga dijadikan Afdeeling pada tahun 1906 ?

3. Bagaimana kondisi Afdeeling Sibolga selama tahun 1906-1942 ?

5

Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang penting bagi semua orang, bukan hanya bagi peneliti namun bagi masyarakat umum. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan bagaimana Afdeeling Sibolga sebelum tahun 1906 ?

2. Menjelaskan apa latar belakang Sibolga dijadikan Afdeeling pada tahun 1906

?

3. Menjelaskan bagaimana kondisi Afdeeling Sibolga selama tahun 1906-1942 ?

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan rujukan baru dalam penelitian sejarah khususnya mengenai

Pemerintahan Kota Sibolga untuk dijadikan sebagai sumber penelitian

berikutnya

2. Memberikan penegtahuan baru kepada masyarakat mengenai perkembangan

pemerintahan kota Sibolga

3. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi gambaran untuk Pemerintahan Kota

Sibolga saat ini dalam mengambil keputusan dan kebijakan dalam

perkembangan Kota Sibolga.

1.4. Tinjauan Pustaka

Belum banyak tulisan yang membahas mengenai sejarah Pemerintahan di

Sibolga. Hanya ada beberapa buku saja yang menyinggung mengenai sejarah

6

Universitas Sumatera Utara

pemerintahan kota Sibolga, bahkan belum ada buku yang secara fokus membahas perjalanan pemerintahan Kota Sibolga pada masa Kolonial Belanda. Dalam penelitian ini penulis menggunakan buku-buku dalam pengumpulan sumber yang akan menyinggung tentang pemerintahan kota Sibolga. Ada buku karya A. Hamid

Panggabean dalam Bunga Rampai Tapian Nauli, membahas tentang kondisi Tapian

Nauli yang ditaklukkan oleh Belanda menjadi pusat Keresidenan Tapanoeli dan disamping itu menjadikan Sibolga pemerintahan Afdeeling Sibolga.

H. T. Luckman Sinar, Dkk dalamMengenal adat dan Budaya Pesisir

Tapanuli Tengah Sibolga (2010). Menjelaskan bagaimana sejarah adat dan budaya pesisir Sibolga dalam perkembanganya lewat perdagangan sehingga bertambahnya keankeragaman etnis yang menetap di pinggir pantai barat ini. Hal ini juga tidak lepas dari perkawinan campur yang terjadi diantara penduduk setempat dengan masyarakat pendatang yang merupakan cikal bakal lahirnya adat pesisir Sibolga yang disebut adat Sumando12.

Tengku Luckman Sinar dalam Sumatera Utara Dibawah Kekuasaan

Pemerintah Hindia Belanda (s/d awal abad ke XX) (tanpa tahun terbit). Menjelaskan bagaimana kondisi Sumatera Utara dalam pemerintahan Kolonial Belanda pada awal abad ke 20 dan dijelaskan berkembangnya Sumatera Timur saat itu sebagai daerah

Perkebunan. Buku ini akan penulis jadikan sebagai referensi dalam penulisan skripsi

12 Sumando sendiri berasal dari bahasa Batak artinya cantik dan sesuai, secara mendalam mengandung makna besan berbesanan. Pengertian adat sumando mencakup tata cara adat pernikahan di daerah Pesisir Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga antara lain; dari tahap merisik sampai kepada acara saling kunjungan kepada keluarga kedua belah pihak. Lihat Syawal Pasaribu, Op Cit. hal 24.

7

Universitas Sumatera Utara

lebih lanjut terkhusus dalam perkembangan Afdeeling Sibolga pada masa Kolonial

Belanda.

Gusti Asnan dalam Pemerintahan Sumatera Barat: Dari VOC Hingga

Reformasi (2006). Membahas mengenai awal keberadaan VOC di Sumatera Barat. Di dalam buku ini juga membahas bagaimana perkembangan wilayah-wilayah administratif dalam Pemerintahan Sumatera Barat yang dimana Keresidenan

Tapanoeli menjadi salah satu wilayah di bawah Pemerintahan Sumatera Barat hingga terjadinya reorganisasi dan kelurnya Keresidenan Tapanoeli dari Sumatera Barat.

Buku ini sangat berguna dalam menunjang penelitian penulis dalam BAB II, yaitu kondisi Afdeeling Sibolga sebelum tahun 1906 yaitu sebelum terjadinya reorganisasi yang merubah sistem Pemerintahan di Sumatera Barat yaitu keluranya Keresidenan

Tapanoeli dari Sumatera Barat sehingga mempengaruhi juga perkembangan

Keresidenan Tapanoeli untuk selanjutnya.

Tim Pengumpulan Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan

Departemen Dalam Negeri Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara dalam Sejarah

Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di Provinsi Daerah Tingkat

I Sumatera Utara (Masa Pemerintahan Pendudukan Kolonial dan Jepang) (1991).

Menjelaskan bagaimana pemerintahan Sumatera utara yang dulunya meliputi wilayah

Sumatera Timur dan juga Tapanoeli. Dijelaskan wilayah yang termasuk dalam

Keresidenan Tapanuli salah satunya adalah Afdeeling Sibolga yang dijadikan sebagai

Ibukota. Buku ini akan penulis gunakan sebagai referensi dalam proses perkembangan Afdeeling Sibolga pada tahun 1906-1942, karena dalam buku ini juga

8

Universitas Sumatera Utara

dijelaskan bagaimana berkurangnya penduduk yang ada di Sibolga sangat mempengaruhi aktifitas ekonomi di Sibolga.

H.A. Hamid Panggabean dkk dalam Bunga Rampai Tapian Nauli : Sibolga.

Buku ini membahas mengenai sejarah masyarakat Sibolga mulai dari sejarah masa sebelum masuknya Kolonial Belanda, kemudian dalam masa perjuangan melawan penjajahan dan menyambut kemerdekaan. Buku ini juga menjelaskan bagaimana lahirnya adat pesisir Sibolga yaitu adat Sumando yang mana adat tersebut merupakan adat yang tercipta dari berbagai macam suku etnis yang ada di Sibolga. Adat

Sumando sendiri adalah adat yang bernafaskan agama islam.

Budhisantoso. Studi Pertumbuhan Dan Pemudaran Kota Pelabuhan Kasus

Barus Dan Si Bolga. Buku ini membahas mengenai perkembangan penduduk

Sibolga, gambaran umum kota, dan sosial budaya masyarakat Sibolga. Perubahan kota Sibolga sebagai kota pelabuhan menjadi pusat pemerintahan.

Muhammad Nur dalam Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera Pada Abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 (2015). Membahas bagaimana Sibolga sebagai

Bandar dagang. Dijelaskan perjalanan bandar Sibolga sebagai pusat perdagangan yang selalu di kunjungi oleh perahu dan kapal dagang pemerintahan Hindia Belanda dan orang Eropa lainnya seperti pedagang Gujarat dan Arab selain pedagang sesama penduduk sepanjang pantai barat, hingga akhirnya awal abad ke- 20 terjadi penurunan dalam kegiatan dagang daerah Sibolga terutama sebagai bandar ekspor impor yang dipengaruhi dengan semakin canggihnya teknologi dalam pelabuhan belawan dan perkembangan Perkebunan di Sumatera Timur. Buku ini berguna dalam menunjang

9

Universitas Sumatera Utara

sumber dalam penulisan perkembangan aktifitas dagang ekspor impor di pelabuhan

Sibolga yang merupakan salah satu alasan dijadikan Sibolga sebagai daerah

Pemerintahan. Dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana pengaruh pembentukan

Sibolga sebagai daerah pemerintahan yang dulunya adalah daerah rawa menyebabkan masalah kesehatan pada masyarakat Sibolga.

1.5. Metode Penelitian

Dalam penulisan penelitian sangat penting dalam menggunakan metode penelitian. Metode peneliaan adalah langkah ilmiah dalam memperoleh sebuah data dengan tujuan mendapatkan fakta-fakta yang membuktikan kebenaran dalam setiap peristiwa. Langkah ilmiah tersebut harus berpedoman pada suatu ilmu penegetahuan.

Maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sejarah. Metode sejarah sendiri merupakan proses pengujian dan menganalisis secara kritis rekaman dan jejak-jejak peninggalan sejarah13. Metode sejarah yang umumnya digunakan dalam

Ilmu Sejarah ada empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi yang menjadi langkah dalam penulisan sejarah.14

Tahapan pertama adalah heuristik. Heuristik merupakan pengumpulan sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Metode yang dilakukan oleh heuristik ini adalah studi arsip dan studi pustaka. Studi arsip dilakukan mengingat bahwa peneletian yang dilakukandalam periode masa kolonial yang

13 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 39. 14 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003, hlm 19

10

Universitas Sumatera Utara

memerlukan arsip sebagai sumber primer yang tentunya sesuai dengan penelitian penulis yaitu Afdeeling Sibolga. Dalam studi arsip ini penulis telah mengunjungi

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta Selatan, adapun penelitian arsip ini peneliti laksanakan selama satu bulan terhitung dari tanggal 12 Februari

2020 sampai dengan tanggal 13 Maret 2020 yang merupakan pengalaman pertama yang dilakukan oleh peneliti. Pada kunjungan ke Jakarta penulis tidak sendiri, disini penulis bersama dengan teman lainnya yang juga sedang melakukan penelitian. Pada minggu pertama pencaraian data di ANRI penulis mengalami kesulitan dalam pencarian arsip-arsip karena arsip yang ada di ANRI tersebut berupa bundel-bundel yang harus dipinjam dari peminjaman Arsip terlebih dahulu yang dapat dilihat dari katalog arsip. Akan tetapi dengan adanya pelayanan pegawai ANRI dalam menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan mencari arsip penulis dapat mengejar ketertinggalan dalma pencarian data. Para pegawai arsip terkhusus kepala bidang pelayanan arsip Ibu Habsari menjelaskan sangat baik dan jelas mengenai arsip, mulai dari arsip-arsip terkait, peminjaman dan penggandaan arsip. Dalam studi

Arsip ini pertama penulis melihat katalog Algemeene Secretarie yang merupakan daftar arsip-arsip pemerintahan yang dikeluarkan oleh Sekretariat Gubernur Jendral

Hindia Belanda. Bisa penulis kata bahwa pencarian data arsip ini seperti menyusun puzzle yang ditemukan satu-persatu dan saling terkait dengan data selanjutnya. Dari

Algemeene Secretarie ini penulis mendaptkan Algemeene Secretarie Grote Bundel ter

Zijden Grote Agenda 1891-1942 . Kemudian penulis juga menemukan arsip seri

Binnenlandsch Bestuur, yang merupakan arsip-arsip tentang desentralisasi wilayah

11

Universitas Sumatera Utara

pemerintahan. Dari Binnenlandsch Bestuur ini penulis menemukan Memorie van

Overgave Betreffende De Residentie Tapanoeli 7 October 1929-22 Februari 1935.

Serta penulis menemukan Burgerlijke Openbare Werken yang bersi tentang pembangunan infrastruktur.

Sebelum melanjutkan pencarian data arsip, penulis membaca Enyclopedia van

Nederlandsch Indie, yang merupakan rangkuman secara singkat mengenai wilayah di

Afdeeling Sibolga, hal ini saya lakukan untuk memudahkan saya dalam menemukan data arsip selanjutnya. Penulis kemudian menemukan lagi Memorie van

Overgave(MvO) van den Controleur van Sibolga en Ommelanden yang terdapat di

MvO 1 E Reel 26, MvO ini merupakan laporan serah terima jabatan pada pejabat sebelumnya yang habis masa jabatannya. Biasanya MvO ini ditulis oleh Assistent

Resident atau Controleur. Penulis juga menemukan Kolonial Verslag dalam bentuk microfilm.

Arsip terakhir yang penulis temukan di ANRI adalah Staatsblad van

Nederlandsch Indie yang merupakan peraturan perundang-undangan pemerintah

Hindia Belanda, berisi mengenai pasal-pasal dan ketentuan yang disahkan oleh

Gubernur Jendral. Dari Staatsblad ini ada peraturan pendukung Pemerintah yaitu

Bijblad op het Staatsblad van Nederlansch Indie. Kemudian segala peraturan pemerintah ini saling terkait dan akhirnya di catat pada laporan pemerintahan pusat yaitu Regeering Almanak (RA). Dalam RA ini ada dua seri yang pertama RA

Grondgebied en Bevolking Inrichting van Het Bestuur van Nederlandsch-Indie en

Bijlagen yang berisi tentang perubahan strukur organisasi wilayah, dan RA Tweede

12

Universitas Sumatera Utara

Gedeelte Kalender en Personalia yang berisi mengenai daftar personel dan jabatan yang diemban dalam suatu wilayah pemerintahan.

Selanjutnya data-data yang penulis dapatkan dari ANRI kemudian digandakan dalam bentuk fotocopyan dan ada juga dalam bentuk softfile atau dalam bentuk CD.

Untuk menunjang data yang didapatkan penulis juga mengunjungi situs arsip digital seperti Delpher, Digital Collections Universiteit Leiden, dan Tropen Museum.

Selain studi arsip, penulis juga melakukan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah sumber tertulis , yakni berupa buku-buku, skripsi, tesis, jurnal, dan beberapa karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Maka dalam pengumpulan studi pustaka ini penulis telah mengunjungi beberapa perpustakaan seperti, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, disini penulis menemukan laporan Residentie Tapanoeli P. TH Couperus, dan berupa surat kabar berupa Majalah Sri Poetaka. Penulis juga sempat mengunjungi Perpustakaan

Museum Nasional, pada perpustaakn ini banyak data berupa buku yaitu Tijdschrift van het Nederlandsch Aardrijkskundigr Genootschap (TNAG) yang berisi tentang penjelasan Topografi wilayah Hindia Belanda seperti kondisi tanah, batas wilayah, iklim dan cuaca serta jenis komoditi. Dalam Perpustakaan Museum Nasional ini saya tidak menumakan data mengenai Afdeeling Sibolga.

Selain Perpustakaan di Jakarta, penulis juga mengunjungi perpustakaan lain seperti Perpustakaan Universitas Sumatra Utara, Perpustakaan Daerah Kota Sibolga, dan Perpustakaan Tengku Luckam Sinar. Dalam pencarian data setelah kembali dari

Jakarta penulis mendapatkan kendala karena musibah pendemi Covid-19, penulis

13

Universitas Sumatera Utara

harus karantina mandiri selama 14 hari. Dan setelahnya juga karena musibah tersebut banyak instansi pemerintahan tutup seperti perpustakaan dan bahkan Universitas

Sumatera Utara tidak beroperasi.

Setelah sumber terkumpul, tahap selanjutnya yang penulis lakukan adalah kritik sumber. Sumber yang telah didapatkan selanjutnya akan di kritik secara internal dan eksternal untuk memperoleh sumber yang objektif yang telah diuji dan diverifikasi kebenarannya. Kritik internal akan menguji kebenaran dari isi sumber yang telah ditemukan, sedangkan kritik eksternal tahapan dimana penulis akan memilih sumber-sumber mana yang akan sesuai dengan topik penelitian serta menganalisis keaslian dengan mengamati tulisan, kertas, stempel dan tanda tangan.

Tahap selanjutnya adalah Interpretasi. Dimana dalam tahap ini menafsirkan data-data yang telah diuji dan diverifikasi sebelumnya, kemudian menghubungkan fakta-fakta dalam bentuk konsep yang disusun berdasarkan analisis terhadap sumber sejarah yang diperoleh seehingga mendapatkan fakta yang objektif. Setelahnya fakta- fakta yang ada tersebut disusun dan disatukan dalam menghasilkan kesimpulan.15

Tahap terakhir yang harus dilakukan adalah Penulisan Sejarah atau historiografi. Dalam tahap ini adalah proses dalam menuliskan hasil penelitian secara kronologis dalam bentuk tulisan yang menggambarkan dan menjelaskan secara jelas dan ilmiah mengenai Afdeeling Sibolga.

15 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm 99

14

Universitas Sumatera Utara

BAB II

AFDEELING SIBOLGA SEBELUM TAHUN 1906

Dalam bab ini, akan menjelaskan bagaimana kondisi Sibolga sebelum tahun

1906. Sibolga merupakan salah satu wilayah yang berada di pesisir barat pulau

Sumatera yaitu Teluk Tapian Nauli. Sibolga sendiri awalnya sebuah kampung yang dibuka oleh Ompu Hurinjom Hutagalung yang berasal dari daerah Silindung16 pada abad ke-17, Ompu Hurinjom Hutagalung ini adalah sebagai Raja 17 karena telah membuka kampung Sibolga dan terbentuklah suata Kerajaan Sibolga yang bersifat tradisional. Sekitar pada tahun 1842 Pemerintah Hindia Belanda memindahkan pusat

Keresidenan Tapanoeli yang semulanya di Airbangis pindah ke Sibolga sebagai ibukota, hal ini dilakukan oleh Belanda untuk mempermudah dalam pengawasan daerah Tapanoeli lainnya. 18 Kemudian untuk memperkuat posisi Belanda dalam menguasai daerah-daerah pedalaman Tapanoeli dibentuklah pada tahun itu juga

16 Silindung merupakan salah satu daerah pedalaman Tapanoeli yang didiami oleh orang Batak Toba. Penduduk Silindung pada umumnya hidup dari pertanian, dan mengalami tantangan hidup yang cukup keras. Untuk menghindari kesulitan hidup mereka mencari tempat baru yang cocok untuk tempat pemukiman. Lihat Muhammad Nur. Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera Pada Abad ke- 19 sampai pertengahan abad ke-20. 2015. Padang: Balai Pelestarian Budaya Sumatera Barat, hal. 129 17 Sebutan Raja ini diberikan oleh penduduk setempat karena Ompu Hurinjom Hutagalung yang membuka kampung Sibolga (1700) dalam prosesnya pengangkatan atau pemberian gelar Raja yang diangkat sendiri oleh rakyat dalam Kerajaan Sibolga ini berbeda dengan bentuk Kerajaan yang ada di Nusantara, yang mana Kerajaan Sibolga terbentuk berdasarkan teritorial. Hal yang dapat dilihat berbeda dari kebanyakan Kerajaan di Nusantara dengan Kerajaan Sibolga adalah tidak memiliki Istana kerajaan yang khusus. Raja bertempat tinggal di rumah Raja yang tidak berbeda dengan rumah orang kebanyakan yang tinggal di daerah pesisir Sibolga yang berbentuk panggung dengan hiasan ornamen khas pesisir pantai. Hal ini lah yang menyebabkan tidak ditemukannya peningglan istana Raja Sibolga. Hanya ada rumah peninggalan raja yang kini telah direnovasi bergaya modern. Rumah bekas raja Sibolga itu kini sebagian ditempati keluarga besar Alm Laksamana (Purn) Ombun Bahder Hutagalung sebagai salah seorang ahli waris. Tepatnya di jalan Dr. F. Lumban Tobing No. 28A Sibolga. Lihat Sahat Simatupang. Pasang Surut Kerajaan Sibolga Tempo Doeloe. 2014. Sibolga: Tanpa Penerbit, hal 5 18 Muhammad Nur. Op cit hal 233

15

Universitas Sumatera Utara

Afdeeling Sibolga oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang berada dalam pengawasan

Sumatera Weskust. Hingga dalam perjalanannya Afdeeling Sibolga keluar dari pengawasan Sumatera Westkust dan berdiri sendiri pada tahun 1906 sampai pada tahun 1942.

2.1 Wilayah

Sibolga yang awalnya adalah sebuah kampung yang disebut sebagai kampung

Sibolga atau Huta Si Balga 19 yang kemudian dalam perkembangannya menjadi bentuk Kerajaan yang memiliki batas wilayah kekuasaan. 20 Teluk Tapian Nauli tepatya Pulau Poncan Ketek, sekitar 3 mil (+ 4, 5 km) dari daratan Sibolga sekarang ini. Di perkirakan Pulau Poncan Ketek yang menghadap ke arah pantai barat Pulau

Sumatera merupakan pusat perdagangan.21 Perkampungan Sibolga yang sudah ada sekarang ini dibangun di atas dataran berupa rawa sepanjang 1.400 m dan lebar 700 m, berada di muara aliran gunung sungai Aek Doras22 yang langsung bermuara ke laut. Daratan di sepanjang laut dibagi menjadi 2 bagian oleh aliran pegunungan tersebut hanya bagian Selatan, dengan jarak 800 m, sedangkan di bagian utara hanya

19 Huta Si Balga artinya kampung si orang tinggi besar 20 Sahat Simatupang.Op.Cit, hal 7 21 Tim Peneliti Dan Penulis Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Studi Pertumbuhan Dan Pemudaran Kota Pelabuhan · Kasus Barus Dan Si Bolga. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Pengkajian Dan Pembinaan Nilai·Nilai Budaya Pusat. 1994, hal 14 22Aek Doras dalam artiannya merupakan air yang deras bahasa ini merupakan bahasa dari daerah Tapanuli selatan sekarang yaitu Padang Sidempuan . Lihat Dr. W. T. De Vogel. De Taak Van Den Burgerlijken Geneeskundigen Dienst In Nederlandsch-Indië. 1917. Amsterdam : En Steendrukkerij, hal 36

16

Universitas Sumatera Utara

ada satu kampung yaitu Si Mare-mare23 yang terdapat sebuah parit berukuran lebih besar berfungsi untuk menyalurkan air pegunungan yang melewati Sibolga mengalir ke laut melalui sungai Aek Doras.

Sungai-sungai yang ada di Sibolga merupakan sungai-sungai kecil yang disebabkan karena Sibolga berada di pesisir barat yang air sungainya begitu deras karena sungai-sungai yang mengalir di daerah kawasan barat umumnya pendek, kecil, berarir deras, dan dangkal hal ini disebabkan karena posisi pegunungan yang lebih dekat ke bibir pantai, topografi daerah yang berbukit-bukit dan struktur tanah yang curam sehingga sungai menjadi lebih dangkal dan kecil karena jarak antara hulu di daerah pegunungan dengan muara dikawasan pantai begitu dekat.24

Pada sebagian daerah sungai sangat berperan penting untuk menghubungkan wilayah hulu (wilayah pegunungan) dengan wilayah hilir (wilayah pantai) karena merupakan sarana transportasi utama di wilayah itu. Berbeda dengan Sibolga sungai hanya sebagai muara tempat berlabuh bagi kapal-kapal lokal yang ingin sekedar beristirahat dan mengisi persediaan air karena airnya jernih 25 , yang menjadi perhubung antara daerah pedalaman dan Pesisir Tapian Nauli hanyalah melalui jalan darat, dengan melewati jalan setapak, besar kemungkinan dari jalan setapak ini lah rombongan Ompu Hurinjom Hutagalung ini masuk ke kawasan Teluk Tapian Nauli

23 H. C. Gomperts. Bijdrage Tot De Kennis Der Nederlandsch-Indische Anophelinen, Amsterdam : S. L. Van Looy. 1934, hal 12 24 Gusti Asnan. Sungai dan Sejarah Sumatera. Yogyakarta. Ombak. 2016, hal 22 25 H. Bartstra. Memorie van Overgave van Den Controleur van Sibolga En Ommelanden, 1 Juni 1935, hal 1

17

Universitas Sumatera Utara

yaitu jalan setapak parlanja sira26 ditengah semak belukar antara pantai barat dengan

Toba. Disebutkan bahwa rombongan pertama datang dari Silindung dengan membawa rempah-rempah untuk kemudian ditukar dengan garam27, pulau Poncan

Ketek yang menjadi cikal bakal Pemerintahan Sibolga yang memang dikenal sebagai daerah kaya akan penghasilan garam.

Kemudian pada tahun 1700 Ompu Hurinjom Hutagalung membangun sebuah bandar dengan bantuan penduduk setempat di Pulau Poncan Ketek, yang berada di depan Teluk Tapian Nauli Sibolga sekarang. Pada tahun 1700-an Inggris mulai tertarik untuk mengenspansi wilayah Pantai Barat Sumatera yaitu pada tahun 1772.

Di Pulau Poncan Ketek Inggris mendirikan pos dagang.28 Bandar di Pulau Poncan ini nantinya akan berkembang menjadi pusat jual beli dan persinggahan kapal-kapal dagang.

Pada perjalanan sejarahnya Inggris lebih unggul daripada Belanda dalam memasuki kawasan pantai barat Sumatera, tahun 1755 Inggris sudah memasuki wilayah teluk Tapian Nauli yang dianggap sangat strategis membangun benteng pertahanan sebagai tempat untuk memantau dan mengontrol perarairan dari gangguan

26 Pemikul garam, yang mana orang-orang Batak menyebutkannya Parlanja Sira karena mereka memikul barang bawaan mereka menuju pulang ke kampung halaman mereka. 27 Terlihat ketika Ompu Horinjom membuka kampung Sibolga ini, ia bersama dengan robongan lainnya yang menyusuri daerah Teluk Tapian Nauli hanya berjalan kaki dari daerah asalnya Silindung menuju Teluk Tapian Nauli, mereka bukan hanya membuka kampung di Sibolga saja tetapi dalam perjalanannya Ompu Horinjom beserta rombongannya juga tinggal menetap di perjalanannya, diantaranya Aek Raisan, Sitahuis dan Rampah. Pada awalnya Suku Batak dari Silindung ini hanya ingin berdagang saja di daerah Teluk Tapian Nauli. Mereka membawa hasil dari daerahnya untuk dibarterkan dengan barang-barang yang ada disekitar kawasan teluk. Barang-barang tersebut dibawa dengan cara dipikul sendiri. Memakai tandu atau dengan kuda beban menelusuri jalan setapak yang berkelok dan mendaki di pegunungan bukit barisan. Lihat H.A. Hamid Panggabean, dkk. Bunga Rampai Tapian Nauli Sibolga-Indonesia. Jakarta: Tapian Nauli-Tujuh Sekawan, 1995, hal. 55 28 Ibid hal 11

18

Universitas Sumatera Utara

pihak lain. Hingga pada tanggal 17 Maret 1824 Inggris dan Belanda terikat dengan

Traktat London yang dalam perjanjian itu Inggris diharuskan untuk meningglakan haknya di pantai barat Sumatera dan sebagai gantinya Belanda menyerahkan kekuasaannya di Singapura dan sekitar Semanjung Malaysia sekarang kepada

Inggris.

Kemudian dengan perlahan Inggris menyerahkan Poncan Ketek kepada

Belanda pada tahun 1825, termasuk Air Bangis dan Natal. Oleh karena wilayah pantai barat Sumatera berada dalam kekuasaan Belanda pada tahun 1825 ini pula

Belanda melakukan reorganisasi pembagian wilayah administraitif yaitu Residentie van Padang en Onderhoorigheden menjadi tiga 29Afdeelingen yang salah satunya adalah Noordelijke Afdeeling (Afdeeling Utara) yang dimana Tapanoeli yaitu Pulau

29 Ketiga Afdeelingen itu adalah: 1. Zuidelijke Afdeeling (Afdeeling Selatan) yang meliputi kawasan mulai dari Ujung Masang hingga Indrapura. Ibu kotanya Padang. 2. Afdeeling Padangsche Bovelanden (Afdeeling Darek) yang mencakup kawasan Tanah Datar, Agam, dan LimaPuluh Kota. Ibu kota Afdeeling ini adalah Fort van Capellen. 3.Noordelijke Afdeeling (Afdeeling Utara), yang meliputi mulai kawasan dari Ujung Masang hingga Barus. Ibu kota dari Afdeeling ini adalah Tapanuli (Pulau Poncan). Pada tahun berikutnyatahun 1826 Resident H.J.J.L. de Stuers yang sebelumnya diangkat oleh van der Capellan, Struers melakukan perubahan penataan wilayah Sumatera Barat menjadi empat Afdeeling yaitu Afdeeling Padangsche Benedenlanden, Afdeeling Padangsche Bovelanden, Zuidelijke Afdeeling dan Noordelijke Afdeeling yang dibagi menjadi empat Onderafdeeling yaitu Barus, Tapanoeli, Natal, Air Bangis hingga pada tahun 1833 melukakan perubahan nama dan daerahnya saja yang bertujuan untuk mendukung perluasan kekuasaan serta melancarakan operasi militer. Pada reorganisasi selanjutnya pada tahun 1837 yang tujuannya bukan hanya sekedar perluasan kekuasaan akan tetapi lebih kepada tujuan demi pelaksanaan pemerintahan yang lebih baik agar rakyat daerah bisa menikmati untung yang banyak dari keberadaan pemerintah Hindia Belanda di daerah ini, karena dalam penataannya pembagian unit-unit pemerintahan semakin rinci, adapun perubahannya berdasarkan Besluit dari Gouvernement Commissaris Cochius tanggal 29 November 1837 diputuskan bahwa status Keresidenan Sumatera Barat ditingkatkan menjadi Gouvernement Van Sumatra’s Westkust yang dimana kedudukan Air bangis yang sebelumnya adalah Afdeeling berubah menjadi Residentie dengan nama Noordelijke Residentie bersama dengan Residentie van Padang. Lihat Gusti Asnan. Pemerintahan Sumatera Barat: Dari VOC Hingga Reformasi. Yogyakarta: Citra Pustaka. 2006, hal 37- 47

19

Universitas Sumatera Utara

Poncan menjadi ibu kota Afdeeling ini Hingga pada tahun 1840 berdasarkan Besluit

Merkus (Gouvernement-commissaris) tanggal 31 Agustus 1840 No. 289/599

(goedgekeurd bijGouvernements-besluit tanggal 11 Maret 1841 No.10) Tapanoeli menjadi Afdeeling Tapanoeli di bawah Residen Air Bangis.

Sebelumnya pada tahun 1837 Pemerintahan Belanda kembali melakukan perubahan yaitu dengan menaikkan status Keresidenan Sumatera Barat atau yang lebih dikenal dengan Sumatra’s Westkust menjadi sebuah Gouvernement dengan nama Gouvernement Sumatra’s Westkust berdasarkan Besluit dari Gouvernement

Commissaris Cochius tanggal 29 November 1837. Kemudian pada tahun 1842

Sumatra’s Westkust kembali melakukan perubahan lewat Besluit No. 1 tertanggal 7

Desember 1842 yang menghapuskan Residentie Air bangis dan menjadikan Tapanoeli yang sebelumnya pada tahun 1840 adalah Afdeeling menjadi Keresidenan yaitu

Keresidenan Tapanoeli yang akan ditempatkan di Sibolga yang sebelumnya di pulau

Poncan Ketek.

Perubahan ini dilakukan untuk memperjelas batas-batas dan daerah-daerah yang disatukan ke dalam satu unit administratif yang sama yang mempertimbangkan aspek perbedaan etnis. Dalam perubahan ini menjadikan pembagian administratif

Gouvernement Sumatra’s Westkust menjadi tiga yaitu, Keresidenan Padangsche

Benedenlanden, Keresidenan Padangsche Bovenlanden, dan yang Keresidenan

Tapanoeli yang terbagi lagi ke dalam tujuh Afdeeling dan beberapa unit pemerintahan yang lebih rendah seperti District, Onderafdeeling, Kuria dan Kampung. Ke-7

Afdeeling itu adalah :

20

Universitas Sumatera Utara

1. Afdeeling Singkel

2. Afdeeling Barus

3. Afdeeling Sibolga

4. Afdeeling Ankola

5. Afdeeling Mandahiling

6. Afdeeling Natal

7. Afdeeling Pulau Nias30

Setelah terbentuknya Keresidenan Tapanoeli maka dengan itu juga Afdeeling

Sibolga terbentuk yang terbagi dalam 8 Districten, yaitu Sibolga, Tapanoeli,

Sibulang, Bediri, Saruduak, Kala-ang, Tuka dan said Nahuta. Pada tahun 1842 ini juga wilayah pulau Poncan Ketek yang merupakan awal dari Kerajaan Sibolga mulai di tinggalkan ke daerah Teluk Tapian Nauli yang akhirnya Sibolga dibangun diatas rawa-rawa yang ditimbun dan dibangun juga sebuah Pelabuhan yang akan menjadi sentral ekonomi bagi Pusat pemerintahan Sibolga yang baru yakni Keresidenan

Tapanoeli sekaligus Afdeeling Sibolga.

Sejak tahun-tahun terakhir 1840-an yaitu perubahan yang terakhir tahun 1842, hampir tidak pernah dilakukan perubahan pemerintahan baik itu dalam segi wilayah ataupun pusat pemerintahan ditiap-tiap tingkat pemerintahan seperti Gouvernement,

Residentie, ataupun Dictrict (Onderafdeeling) hingga permulaan tahun 1860-an. Hal ini dikarenakan, perhatian pemerintah Belanda terfokus pada penataan pemerintahan masyarakat bumiputera (Inlandsche Bestuur). Dan juga pada saat itu perubahan fokus

30 Ibid, hal 53-56

21

Universitas Sumatera Utara

perhatian ini sangat berhubungan dengan dilaksanakannya Tanam Paksa Kopi oleh pemerintah Belanda di daerah Minangkabau sejak tahun 1847, yang tetera dalam surat keputusan Gubernur Micheals tetanggal 1 November 1847.31

Sibolga sebagai ibukota Keresidenan Tapanoeli dan juga sebagai wilayah dari

Afdeeling Sibolga sangat mempengaruhi dalam administrasi di Sibolga karena dalam tugasnya seorang Resident ditempat kan di Sibolga yang dibantu dengan controloeur di masing-masing wialayah onderafdeeling di Sibolga. Pada tahun 1885 terjadi perubahan sedikit pada Keresidenan Sibolga yaitu perpindahan ibu kota Keresidenan

Tapanoeli dari Sibolga ke Padang Sidempoean dari tahun 1885-1905 sehingga

Resident ikut berpindah ke Padang Sidempoean. Pada tahun terakhir Sibolga berada dalam pemerintahan dibawah Sumatra‟s Weskust ini, Afdeeling Sibolga dibagi atas empat onderafdeeling, yaitu :32

1. Onderafdeeling Sibolga en Ommelanden (berpusat di Sibolga)

2. Onderafdeeling Batang Toro districten (berpusat di Batang Toro)

3. Onderafdeeling Baros (berpusat di Baros)

4. Onderafdeeling Nias (Berpusat di )

Selanjutnya pada tahun 1905 terjadi perubahan besar dalam pemerintahan

Sumatera Barat, yakni dikeluarkannya Resident Tapanoeli dari Gouvernement

Sumatra’s Westkustyang menjadikan Keresidenan Tapanoeli menjadi wilayah yang

31 Surat itu mengatakan setiap kelurga yang tinggal di daerah-daerah yang memiliki tanah dan iklim yang cocok untuk tanaman kopi sebanyak 150 batang. Semua kopi yang dihasilkan harus dibawa (dijual) ke gudang-gudang kopi yang telah disediakan di kota-kota terpenting di daerah penghasil kopi. Lihat Gusti Asnan, Op Cit, hal 56 32Regeering almanak tahun 1906

22

Universitas Sumatera Utara

berdiri sendiri tanpa ikut campur tangan lagi oleh Sumatra Barat dalam setiap pengambilan keputusan dalam administrasi Tapanoeli dan wilayah bawahannya.

Dalam Staatsblad van Nederlandsche-Indie No. 418 tahun 1905 disebutkan pemisahan Keresidenan Tapanoeli disebabkan oleh diberlakukan otorisasi Kerajaan dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1906.

2.2 Penduduk

Sebelumnya sudah dikatakan bahwa yang membuka perkampungan di Sibolga ini adalah Rombongan orang Batak dari pedalaman Silindung yang dimana Silindung merupakan salah satu daerah pedalaman Tapanoeli yang didiami oleh orang Batak

Toba, namun Sibolga Teluk Tapian Nauli memang sudah banyak didatangi oleh orang-orang dari pedalaman wilayah Sibolga seperti orang-orang Aceh serta orang- orang dari pesisir Pariaman dan Tiku33, mereka datang hanya untuk berdagang hasil komoditi dari daerahnya dan membawa pulang hasil dari daerah itu atau yang ditukarkan pada saat berdagang di Sibolga dan tidak menetap.

Gusti Asnan dalam bukunya “Dunia Maritim Pantai Barat

Sumatera”menjelaskan bahwa beberapa tanjung dan teluk yang terkenal memainkan peran penting dalam kegiatan ekonomi, dimana teluk biasa dijadikan sebagai pelabuhan laut.34 Salah satunya adalah pelabuhan Sibolga yang berfungsi sebagai kota transit barang perdagangan yang berada di teluk, menjadikannya sangat begitu beruntung, jadi tidaklah mengherankan kalau wilayah Sibolga ini banyak di kunjungi

33 Sahat Simatupang, Op Cit, hal 4, 34 Gusti Asnan. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Yogyakarta : Ombak. 2007, hal 25

23

Universitas Sumatera Utara

oleh orang-orang dari pedalaman dan dari pesisir lainnya serta penduduk dari kawasan lain melakukan urbanisasi ke Sibolga sangat besar. Berbagai kelompok etnis seperti yang disebutkan sebelumnya seperti Toba, Aceh, Tiku, Pariaman bahkan etnis

Nias, Angkola, Mandailing, bahkan Cina 35 yang datang sebagai pedagang telah menambah kepadatan penduduk di Sibolga, hingga kedatangan Belanda ke Afdeeling

Sibolga, perpindahan atau datangnya penduduk baru dari luar daerah Sibolga juga didukung karena pada tahun 1850 sudah ada jalan dari Sibolga ke Barus dan Singkel sehingga orang-orang Aceh, orang Nias yang melepaskan diri dari perbudakan, orang-orang Cina dari Penang serta orang-orang Angkola yang pindah karena tidak amannya situasi di daerah asalnya samasa perang Padri.36

Minimnya data mengenai penduduk Afdeeling Sibolga sebelum tahun 1906, maka tidak ada data khusus mengenai berapa banyak jumlah penduduk di Afdeeling

Sibolga baik penduduk asing maupun penduduk pribumi. Dalam laporan yang dituliskan oleh Resident Tapanoeli P.T.H Couperus menjelaskan bahwa Afdeeling

Sibolga sebelum tahun 1851 jumlah peduduknya lebih banyak dari tahun pada 185137 hal ini dikarenakan wilayah Sibolga yang masih belum banyak dihuni, dijelaskan juga jalan menuju Sibolga ini hanya bisa digunakan oleh pejalan kaki dengan rute jalan yang sangat curam dengan pendakian dan penurunan yang sangat melelahkan bagi

35 Anonim. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Medan : Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Tanpa Tahun Terbit, hal 130 36Ibid, hal 64 37 P.Th Couperus. De Residentie Tapanoeli (Sumtra’s Weskust) In 1852. Amsterdam : Koninklijk Instituut. 1852, hal 19

24

Universitas Sumatera Utara

orang-orang yang datang ke Sibolga38. Namun Sibolga sebagai ibu kota Keresidenan

Tapanoeli sehingga hal itu mempengaruhi jumlah penduduk Afdeeling Sibolga, maka dapat dilihat jumlah penduduk Tapanoeli pada tahun 1851 pada tabel berikut :

Tabel 1

Jumlah Penduduk Residentie Tapanoeli Tahun 1851

Penduduk Laki- Perempuan Anak- Jumlah

laki anak

Penduduk Sumatera 19.139 21.044 4.224 74.407

(Melayu, Batak, dll)

Penduduk Eropa dan 34 9 25 68

keturunanya

Penduduk Cina 171 32 41 244

Penduduk Jawa dan 233 60 43 336

Timur Asing

Pekerja yang terikat 69 31 - 100

hutang

Budak 2.087 2.721 2.285 7.093

Total Penduduk 21.733 23.897 36.618 82.248

Sumber: P.Th. Couperus. De Residentie Tapanoeli (Sumatra’s Weskust) In 1852. Amsterdam: Koninklijk Instituut. 1852, hal 19

38Ibid, hal 16

25

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penduduk asli jumlahnya lebih banyak dari penduduk Eropa, dalam hal ini orang-orang Eropa masih sedikit dibandingkan juga dengan etnis Cina. Etnis Cina adalah salah satu etnis yang paling populer, dikatakan populer karena disetiap wilayah yang ada di wilayah Nusantara bahkan dunia, pasti dihuni oleh Etnis Cina. Etnis Cina terkenal karena keuletannya dalam perdagangan. Sama hal nya di Afdeeling Sibolga Etnis Cina datang sebagai pedagang.

Dari data diatas jumlah penduduk Cina sebanyak 244 jiwa. Namun Seiring perkembangan etnis Cina dalam wilayah Sibolga, mereka sangat dekat dengan

Pemerintahan Kolonial Belanda, hal ini menjadi sangat menonjol dikalangan penduduk pribumi. Kedekatan orang-orang Cina dengan Belanda sering kali membuat penduduk pribumi merasa iri, tak jarang juga pemerintahan Belanda mengistimewakan penduduk Cina dengan mendapatkan kemudahan fasilitas perdagangan dan terlebih lagi orang-orang Cina turut ikut campur dalam menggurusi masalah pajak masyarakat orang-orang. Bertolak belakang dengan orang-orang Cina, orang-orang pribumi sering mendapat kesulitan dari pemerintahan Hindia Belanda.

Kemudian karena perlakuan berbeda yang diberikan itu, memancing amarah penduduk pribumi sehingga pada tahun 1865 terjadi peristiwa terbakarnya dan rusaknya rumah-rumah orang Cina39 sehingga mengakibatkan terusirnya penduduk

Cina dari Sibolga dan orang-orang Cina melarikan diri ke daerah Sumatera Westkust dan Sumatera Timur. Dengan itu Pemerintahan Kolonial Belanda menangkap orang- orang pribumi yang bersifat brutal.

39 Lihat Sahat Simatupang, Op.Cit, hal 38

26

Universitas Sumatera Utara

Pembakaran dan kerusakan rumah orang-orang Cina di Sibolga yang terjadi pada tahun 1865 menghabiskan seluruh rumah orang-orang Cina, dan terlihat pada tahun 1890 belum ada pembangunan kembali rumah-rumah orang Cina, dan masih terlihat sepi dan tanah kosong beserta bekas puing-puing kebakaran. (Lihat Gambar

1 Lampiran I).

Ada lagi laporan dari J. Block, pada tahun 1857 penduduk Keresidenan

Tapanoeli etnis Batak, Minangkabau, Aceh, Jawa, Bugis, Cina, Arab, dan Eropa.

Mereka tersebar di setiap Afdeeling, baik di pedalaman maupun di pesisir dan Pulau

Nias. Umumnya sebagian besar diantara mereka tinggal di bandar Sibolga, baik sebagai pedagang maupun sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda. Mereka selalu menjaga hubungan baik dengan penduduk pedalaman dan pada suatu saat mencari barang dagangan ke sana. Pembagian penduduk Tapanoeli berdasarkan tempat tinggal dapat diperhatikan tabel berikut :40

40 J. Block. “ Algemeen Administratief Verslag van de Residentie Tapanoelie over het Jaar 1857, A Eerste Afdeeling Gewestelijk Bestur”. Arsip, Sumatra’s Weatkust, hal.5.

27

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.

Penduduk Residentie Tapanoeli Tahun 1856 Menurut Tempat Tinggal

Wilayah Tempat Tinggal Jumlah Penduduk

Sibolga 8.402 jiwa

Natal 4.956 jiwa

Mandailing dan Angkola 64.934 jiwa

Barus 4.379 jiwa

Singkel 2.101 jiwa

Gunungsitoli 12.602 jiwa

Lagundi 7.474 jiwa

Total penduduk Tapanoeli Tahun 1856 104.484 jiwa

Sumber : J. Block. “Algemeen Administratief Verslag van de Residentie Tapanoeliover het Jaar 1857, A Eerste Afdeeling Gewestelijk Bestur”. Arsip, Sumatra’s Westkust”, hal.5.

Dari tabel diatas terlihat bahwa penduduk yang berada di wilayah Sibolga pada masa pemerintahan Residen J. Block sebanyak 8.402 jiwa

Seiring perkembangannya, penduduk yang berada di Afdeeling Sibolga ini sangat beranekaragam suku etnis yang saling mengadakan interaksi, saling berhubungan baik dalam hal perdagangan maupun hubungan perkawinan. Pada tahun

1880 menjadi awal dimana kebudayaan yang akan berkembang dan menjadi dominan dalam perjalanan sejarah kebudayaan Sibolga, yaitu pada periode ini putra dari Kuria

Sibolga menikah dengan putri Datuk Pasar yang diantara kedua pihak berbeda ada

28

Universitas Sumatera Utara

istiadatnya. Kepala kuria adalah etnis Batak yang sudah beragama Islam sedangkan

Datuk Pasar menganut adat Melayu Minangkabau. Atas pemufakatan keluarga kedua belah pihak diadakan suatu kesepakatan baru dengan melahirkan adat yang disebut

Adat Sumando Kebudayaan Pesisir.41

2.3 Pemerintahan

Sibolga adalah wilayah pemerintahan yang berada di pesisir pantai yang awalnya berbentuk kampung. Pada pemegang kekuasaan yang tertinggi adalah seorang Raja yang diangkat oleh penduduk setempat, dianggap karena memiliki keistimewaan dan kekuaatan untuk dapat melindungi kampung beserta penduduknya.

Kerajaan Sibolga ini berdiri secara otonom dan bersifat Kerajaan tradisional yang dalam sistem pemerintahannya secara turun-temurun, hingga Belanda masuk ke wilayah Tapanoeli tahun 1824 sudah mulai melakukan perubahan pemerintahan.

Pada perkembangan selanjutnya tahun 1825 pemerintahan Hindia Belanda mengangkat Abdul Mutaholib sebagai Datuk Pasar Pertama di Tapanoeli. Datuk

Pasar ini bertugas untuk memungut pajak dari usaha dan pajak lainnya yang ditetapkan oleh pemerintahan Belanda. Datuk Pasar juga bertanggung jawab kepada

Assistent Residentie, oleh karena di Sibolga kaya akan berbagai etnis dan suku lainnya maka dalam mempermudah tugas Datuk Pasar, pemerintah Belanda

41 H.A. Hamid Panggabean, dkk. Op.Cit, hal 193

29

Universitas Sumatera Utara

mengangkat beberapa orang dari setiap masing-masing suku yang ada di Sibolga yang disebut dengan Penghulu42.

Perubahan-perubahan yang dilakukan Belanda juga turut mempengaruhi

Kerajaan Sibolga, yang mana pada tahun 1826 berdasarkan Staatsblad No.69 Tahun

1826, Belanda secara sepihak menghapus istilah Raja dengan menggantinya dengan sebutan Kepala Kuria atau Koeriahoofd. Dengan penghapusan ini Belanda memberikan santunan atau honor kepada raja-raja sebagai ganti rugi hak-hak dan kekuasaannya yang diambil alih oleh Pemerintahan Kolonial Belanda. Adapun daftar nama Raja-raja di Tapanoeli yang diberikan uang ganti rugi atau uang pensuinan :43

1. Radja Mamoeloe, Hoofd van Siebogha f 180,-

2. Semong, Hoofd van Tappanoullie f 180,-

3. Datoe Moeda Roda f 120,-

4. Datoe Radja Alam f 120,-

5. Datoe Pansah f 60,-

6. Datoe Sie Jaogoh ( Niasser?) f 60,-

7. Radja Ahiaah f 120,-

8. Radja Boendah f 120,-

9. Radja Goentong Allam f 120,-

10. Radja Ambatjang f 100,-

42 Penghulu dalam artiannya berarti bertugas sebagai Kepala Lingkungan disetiap wilayah- wilayah di setiap suku yang ada di Sibolga yang mana batas-batasnya telah diatur dalam UU Keresidenan. Lihat Sahat Simatupang, Op. Cit, hal 25. 43H. Bartstra. Op.Cit, hal 8

30

Universitas Sumatera Utara

11. Radja Sie Alland f 100,-

Dalam tugasnya Kepala Kuria dianggap oleh Belanda sebagai perwakilan

Hindia Belanda khususnya di bidang perdagangan di wilayah Kerajaan Sibolga. 44

Dari sistem pemerintahan yang berangsur-angsur di ubah oleh pemerintah Hindia

Belanda terlihat hubungan erat antara Kepala Kuria dengan Datuk Pasar, yang mana sebelumnya di jelaskan bahwa Datuk Pasar bertanggung jawab terhadap pemasukan keuangan lewat pemungutan pajak sedangkan Kepala Kuria mengurus adat dan kekuasaan dalam negeri. Keduanya sama-sama terlibat dalam urusan pemerintahan di

Tapanoeli.

Pada tahun 1837 Tapanoeli salah satu Afdeeling di Residentie Air Bangis dipimpin oleh seorang Controleur kelas 3. Jabatan Controleur merupakan jabatan penting karena Controleur banyak berhubungan dengan masyarakat bumiputera.45

Pada 1842 Belanda secara sah menjadikan Sibolga sebagai wilayah kekuasaanya dengan mendirikan serta memindahkan Pusat Pemerintahan Sibolga ke wilayah tepat dihadapan pulau Poncan, pusat pemerintahan yang dimaksud adalah Keresidenan

Tapanoeli yang didalamnya ada Afdeeling Sibolga dengan masing-masing wilayah

44 Dalam hal ini Belanda melakukan perubahan Raja menjadi Kepala Kuria semata-mata untuk mempermudah Belanda dalam menguasai wilayah-wilayah lain yang berada di Sibolga yang di pimpin oleh raja-raja yang berada di kawasan teluk Sibolga. Sebab ketika Belanda mulai menguasai wilayah Sibolga, raja-raja setempat telah melakukan perlawanan. Mereka melakukan penyerangan terhadap Belanda. Akan tetapi disini Belanda tidak mencampuri urusan adat, sehingga walaupun secara de jure Belanda telah menghapuskan istilah Raja menjadi Kepala Kuria namun secara de facto kekuasaan Kerajaan Sibolga baru berakhir pada tahun 1842 dan bagi penduduk Kerajaan Sibolga sebutan itu Raja masih tetap ada dan eksis hingga secara sah 1842 pemerintahan Sibolga dipegang oleh Belanda lewat Keresidenan Tapanoeli. Lihat Anonim, Op. Cit, hal 128, lihat juga ibid, 32-33 45 Gusti Asnan, Loc. Cit

31

Universitas Sumatera Utara

dan tingkat wilayah di pimpin oleh orang Eropa. Keresidenan Tapanoeli sendiri dipimpin oleh seorang Resident yang pada saat itu tahun 1842 oleh Resident.

Sejak awal pembentukan Afdeeling Sibolga salah satu wilayah dari

Keresidenan Tapanoeli telah dipimpin oleh seorang Controleur. Ada beberapa yang menyebabkan hal ini hal ini. Pertama, karena wilayah Sibolga sebagai pusat dari

Keresidenan Tapanoeli maka pimpinan tertinggi wilayah ini yaitu Resident berada di

Sibolga dan langsung membawahi Controleur di Afdeeling Sibolga. Kemudian dalam membantu tugas dari Resident untuk mengawasi wilayah lainnya di Tapanoeli maka

Resident dibantu oleh seorang Assistent Resident yang berada di Padang Sidempoean

Afdeeling Mandailing en Angkola. Kedua, harus di ingat bahwa wilayah Sibolga merupakan wilayah yang kecil dari pada wilayah Afdeeling lainnya yang berada di

Tapanoeli. Resident sendiri adalah orang-orang Eropa yang mana pada saat itu yang menjadi Resident adalah Luit. Col. Alezander van der Hart.

Pada tahun 1878 terajdi Perlawanan Sisingamangaraja dalam penolakan kristenisasi di daerah Tapanoeli bagian Utara, kristenisasi ini juga dilakukan oleh

Pemerintah Kolonial Belanda untuk mempermudah perluasan kekuasaanya di wilayah Tapanoeli bagian utara seperti dataran tinggi Toba, sekitaran Bakkara dan

Dairi.46 Dimana wilayah bagian utara belum dapat dikuasai oleh Belanda. Dalam perlawan Sisingamangaraja melakukan penyerangan terhadap Pemerintahan Belanda yang dikenal dengan nama Perang Batak. Pada masa perang itu, Sibolga dijadikan

46 Anonim, Loc.Cit

32

Universitas Sumatera Utara

sebagai pusat pertahanan militer melawan serangan dari utara. Sehingga dalam melakukan tugas administrasi dalam pemerintahan Afdeeling Sibolga ikut terhambat.

Pada perkembangan selanjutnya, akibat keberhasilan pemerintahan Belanda dalam menguasai wilayah Tapanoeli bagian utara pemerintahan Belanda melakukan perubahan batas dan pusat pemerintahan. Pada tahun 1885 pemerintahan Belanda kembali menguasai daerah lainnya, maka berdasarkan pertimbangan letak yang lebih strategis, terjadi reorganisasi dalam pemerintahan Tapanoeli, dimana Padang

Sidempoean Afdeeling Mandailing en Angkola menjadi pusat pemerintahan

Keresidenan Tapanoeli, sehingga terjadi tukar tempat yakni pemerintahan sipil dalam

Tapanoeli. Karena telah menjadi pusat pemerintahan maka Resident berada di Padang

Sidempoean sedangkan di Afdeeling Sibolga status Controleur ditingkatkan menjadi

Assistent Resident. Selama pusat pemerintahan Keresidenan Tapanoeli berada di

Padang Sidempoean, peran pemerintahan di Sibolga tidak terlalu terlihat, karena pada saat itu pejabat pemerintahan hanya berfokus di Padang Sidempoean dan wilayah utara yang baru ditaklukan serta juga berfokus pada perluasan pemerintahan ke wilayah lainnya. Pada Regeering Almanak tahun 1906 disebutkan bahwa Assistent

Resident Afdeeling Sibolga adalah E. F. L. J. H. Van Eelders.47

Pemerintahan Assistent Resident di Afdeeling Sibolga tidak berlangsung begitu lama, sebab pada tahun 1906 terjadi perubahan besar dalam pemerintahan

Tapanoeli. Pusat pemerintahan kembali lagi ditempatkan di Sibolga dengan kekuatan yang lebih besar, dimana dalam pemerintahannya Keresidenan Tapanoeli berdiri

47 Regeering Almanak tahun 1906

33

Universitas Sumatera Utara

sendiri, keluar dari wilayah kekuasaan Sumatra’s Weskust. Kemudian dengan ini,

Resident ditempatkan lagi di Sibolga, dan status Assistent Resident di Afdeeling

Sibolga dihapuskan dengan Controleur yang memimpin di Afdeeling Sibolga.

Dengan perubahan ini menjadikan nama Afdeeling Sibolga berubah menjadi

Afdeeling Sibolga en Batang Toroe-districten, dengan Controleur bernama H. K.

Manuppasan.

34

Universitas Sumatera Utara

BAB III

LATAR BELAKANG SIBOLGA DIJADIKAN AFDEELING

PADA TAHUN 1906

Pada suatu wilayah administrasi yang dibentuk oleh Pemerintahan Kolonial

Belanda, pastilah didukung oleh beberapa alasan dijadikan suatu wilayah adaministrasi. Sama halnya Afdeeling Sibolga. Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana latar belakang Sibolga dijadikan Afdeeling yang sebelumnya sudah dijelaskan bahwa Afdeeling Sibolga ini sudah ada sejak tahun 1842.

Sibolga yang sebelumnya tidak begitu dilirik oleh Belanda pada awal masuknya pemerintahan Belanda di Tapanoeli, terutama ketika pusat pemerintahan

Sibolga masih berada di Pulau Poncan Ketek. Kemudian pusat pemerintahan Sibolga dipindahkan ke seberang Pulau Poncan Ketek yaitu daerah Kota Baringin. Pada

Perkembangan selanjutnya menjadikan Sibolga sebagai wilayah administrasi

Pemerintahannya yang akan mendukung perluasan kekuasaan Hindia Belanda sehingga mejadikan Sibolga sebagai pintu masuk bagi kegiatan ekonomi dan serta sebagai wilayah untuk memantau wilayah-wilayah pedalaman atau pulau yang berada di kawasan Sibolga, yang merupakan Ibu kota Keresidenan Tapanoeli. Hal ini juga didukung oleh sebuah bandar yang ada di Pulau Poncan Ketek yang nantinya dalam perjalanannya menjadi pelabuhan penting yang ada di kawasan Tapanoeli.

35

Universitas Sumatera Utara

3.1 Adanya Pelabuhan Sibolga

Sibolga yang merupakan daerah yang berada di Teluk menyebabkan letak

Sibolga menjadi sangat strategis 48 . Letaknya yang berhadapan langsung dengan pulau-pulau di depannya membuat Sibolga sangat aman karena pulau-pulau tersebut berfungsi sebagai penyangga dan pembendung gelombang arus ombak yang menghempas dari Samudera Hindia, sehingga membuat gelombang di teluk Tapian

Nauli ini relatif tenang. Hal ini lah yang membuat Sibolga menjadi Pelabuhan yang lebih aman untuk berbagai aktivitas eksport-import. 49 Akhirnya Sibolga banyak dikunjungi dan disinggahi oleh perahu-perahu dan kapal-kapal dagang Eropa maupun pedagang-pedagang lokal.

Inggris memiliki peran penting dalam perkembangan pelabuhan Sibolga, yang sebelumnya adalah sebuah bandar yang dibangun di Pulau Poncan Ketek. Inggris yang sebelumnya telah melakukan aktivitas perdagangan di Sibolgamulai memainkan peran dalam perkembangan pelabuhan Sibolga. Dengan, Inggris mengajukan permohonan kepada penguasa Teluk Tapian Nauli, untuk mendirikan benteng

48 Dulu Sibolga disebut pula sebagai bandar. Bentuk bandar memanjang dari barat laut ke tenggara, mengikuti garis pantai pulau Sumatera. Bandar Sibolga terletak di posisi koordinat 144  Lintang Utara dan 9847 Bujur Timur. Bandar ini terletak pada posisi yang strategis, menghadap ke Samudera Hindia dan mudah dicapai dari arah utara dan selatan, serta mempunyai bandar alam yang dapat dilayari kapal sampai ke dermaga Bandar Sibolga diapit oleh pegunungaan Bukit Barisan dan teluk yang mempunyai pantai berliku-liku. Dataran tinggi pegunungan itu merupakan bagian dari dataran tinggi Bukit Barisan yang membujur di sepanjang Pulau Sumatera, yang membentuk dataran rendah yang luas di pantai timur dan dataran rendah yang sempit di pantai barat. Pegunungan Bukit Barisan membujur di sepanjang Pulau Sumatera. Jarak antara pegunungan dan pantai barat hanya lebih kurang 20 mil paling lebar, sedangkan ke timurnya mencapai 150 mil. Lihat Muhammad Nur, Op. Cit, hal 127 49 H.A. Hamid Panggabean, dkk. Op. Cit, hal 64

36

Universitas Sumatera Utara

pertahanan di pulau Poncan Ketek yang dikenal dengan Fort Tappanooly.50 Dengan di bangunnya pos dagang Inggris tersebut semakin menarik pedagang pribumi untuk melakukan aktivitas perdagangan di Tapian Nauli sehingga Bandar Sibolga saat itu menjadi tujuan terpenting sebagai jalur Niaga. Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan Inggris di Teluk Tapian Nauli dan terus memfokuskan kemajuan jalur niaga, Inggris mengadakan perjanjian saling melindungi diantara raja-raja di Teluk

Tapian Nauli, perjanjian tersebut sangat terkenal dengan nama Perjanjian “Batigo

Badusanak” yang diadakan pada tanggal 11 Maret 1815.51

Dapat dikatakan bahwa Pelabuhan Sibolga sebagai gerbang pintu masuknya segala kegiatan ekonomi, politik, dan kebudayaan baru dari interaksi masyarakat sekitar teluk Tapian Nauli yang menetap dan yang hanya sekedar singgah. Selain sebagai tempat persinggahan kapal-kapal Eropa maupun pribumi. Pelabuhan Sibolga digunakan sebagai gudang niaga serta tempat untuk melakukan kegiatan ekport- import hasil bumi dari pedalaman Tapanoeli seperti Hasil bumi dari

Padangsidempuan, Barus, Nias, dan dataran tinggi Toba di pedalaman.

Selanjutnya pada tahun 1842 secara resmi menguasai wilayah Tapanoeli yang menyebabkan segala kegiatan dan aktivitas ekonomi, politik, perdagangan dan yang

50 Ibid, hal 46 51 Adapun dalam perjanjian ini menghasilkan butiran perjanjian sebagai berikut: 1. Mengesahkan kembali hukum adat sebagaimana pernah berlaku pada masa kompeni. 2. Lebih meningkatkan kerjasama saling menguntungkan antara Raja Sibolga dengan raja-raja Tapanuli lainnya.. 3. Memberlakukan hukuman berdasarkan ketentuan kedua belah pihak anatara Raja Sibolga dan Inggris bagi para pelanggar hukum dan ketentuan. Perjanjian Batigo Badusanak ditandatangani oleh: Raja Bnadaro Poncan, Raja Sibolga, Datuk Mudo Mandiri, Raja Bukit Sorkam Kiri, Sutan Bagindo Tapanuli, Datuk Bandaro Kaya Kalangan, Datuk Rajo Amat Sorkam kanan, Raja Lumut. Lihat Ibid, hal 57

37

Universitas Sumatera Utara

lainnya berada di dalam genggaman Pemerintahan Kolonial Belanda. Dengan melancarkan kekuasannya, kolonial Belanda menjadikan Tapanoeli sebagai

Keresidenan yang berada dibawah pemerintahan Gouvernement Sumatera Westkust, yang artiannya Keresidenan Tapanoeli belum mandiri dalam mejalankan aktivitas pemerintahan yang masih diawasi oleh pemerintahan Sumatera Westkust. Bersamaan dengan pembentukan Keresidenan Tapanoeli, Afdeeling Sibolga pun dibentuk.

Perkembagan Sibolga sebagai wilayah administrasi mendorong pelabuhan Sibolga sebagai pintu gerbang menjadi tulang punggung bagi kehidupan Teluk Tapian Nauli sampai pertengahan abad ke-20.52

Dalam waktu yang singkat Sibolga telah menjadi pelabuhan yang ramai di pantai Barat Sumatera, adapun batas pelabuhan Sibolga ialah:

Di Selatan : garis ditarik sepanjang Poncan Kecil dan Ujung Batu Buru diTimur : garis ditarik dari pulau Babi ke Poncan Besar di Utara : garis ditarik sepanjang poncan kecil ke utara dan puncak-puncak

tertinggi gunung Batu, Poncan Kecil mulanya berada di luar dermaga

Sibolga. di Barat : berbatasan dengan Samudera india.53

Kegiatan dagang yang berjalan di Sibolga pada awal-awal pemerintahan

Hindia Belanda lebih banyak sebagai perdagangan dalam daerah sebagai perdagangan

52 Muhammad Nur, Loc. Cit 53 Tengku Lukman Sinar, Op. Cit, hal 64

38

Universitas Sumatera Utara

transit dari wilyah-wilayah Batak di Pedalaman Tapanoeli,seperti hasil-hasil komoditi hasil hutan, pertanian dan perkebunan rakyat yang dihasilkan daerah pedalaman

Tapanoeli seperti kemenyan, damar, kamfer, gambir, padi, rotan, kopi, karet dan yang lainnya 54, dibeli oleh pemerintah dari pedagang lokal dengan harga yang rendah melalui penguasa negeri. kemudian barang-barang hasil komoditi tersebut di kumpulkan di gudang niaga Sibolga yang kemudian akan dikapalkan ke Eropa. Akan tetapi barang dagangan Belanda berupa tekstil dijual dengan harga yang relatif tinggi kepada penduduk. Begitu juga pengangkutan garam Pemerintah ke daerah pedalaman dilakukan oleh penduduk dengan biaya yang sangat rendah, yakni sekitar F. 0,75 per pedati. Sebuah pedati dapat memuat 86 pak garam. Nilai barang yang dibawa oleh pedagang asal Eropa, Cina, dan India ke bandar tersebut melalui kapal dagang selama tahun 1846-1870 adalah sekitar F. 30 574 896,-(Gulden) dan barang keluar senilai F.

9 787 025,-(Gulden).55

Selain barang yang di ekspor dari daerah pedalaman Sibolga ada juga barang yang masuk dibawa ke pelabuhan Sibolga kemudian dikapalkan ke pelabuhan lain seperti tembikar, candu, buku, alat musik, hiasan, wangi-wangian, gelas, kristal, emas, perak, pakaian, rami, kain, wol, kain lenan, kain katun, makanan, alat keperluan kapal, baja, anggur, minumam keras, sutra, sabun, garam, obat, cerutu, payung, kopi, gula, Casia Vera, lada, beras, kemenyan, tembakau, makau, gambir, perak, kayu, kulit, gading, kapas, kapur barus, merica, rotan, lilin, buah-buahan,

54 H. Bartstra. Op.Cit, hal 48 55Ibid, hal 139

39

Universitas Sumatera Utara

cempedak, bingai, kuda, kuda Batak, pinang, pala, wajan, gula, tebu merah, garam, kubis, teri kering, minyak kelapa, minyak kinau, jeruk nipis, cabe, ubi, kentang, jeruk purut, bawang, damar, dan nipah. Dari 1846 ini terlihat perkembangan yang meningkat. Dapat dilihat dari laporan dagang ini :

Tabel 3.

Nilai Barang Masuk dan Keluar Dari Pelabuhan Sibolga Tahun 1846-1870

Tahun Nilai Barang Masuk (F) Nilai Barang Keluar (F) 1846 110 983,- 96 909,- 1847 160 841,- 130 761,- 1848 247 547,- 157 757,- 1849 168 869,- 149 081,- 1850 180 347,- 92 512,- 1851 18 311,- 91 980,- 1852 187 732,- 142 938, - 1853 178 832,- 158 985, - 1854 248 132,- 179737, - 1855 279 070,- 203 950, - 1856 212 804, - 273 739, - 1860 24 838, - 9 428, - 1861 18 320, - 8 037, - 1862 3 480, - 12 719, - 1864 61 998,- 2 170, - 1865 65 584, - 15 898, - 1866 95 748, - 180 630, - 1868 36 870, - 20 442, - 1869 95 969, - 187, - 1870 63 988, - 33 305, - Sumber : Muhammad Nur. Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera Pada Abad ke- 19 sampai pertengahan abad ke-20. 2015. Padang: Balai Pelestarian Budaya Sumatera Barat, hal. 140-142. Lihat juga : “Beknopt Overzigt van den Handel en de Scheepvaart ter Sumatra`s Westkust, Gedurende het Jaar 1846-1870”. Overzigt van den Handel en de Scheepvaart in de Nederlandsche Bezittingen in Oost-Indie, Buiten Java en Madoera over de Jaren 1846 tot 1870 Gedrukt te `s Gravenhage bij Gebroeders Giunta D`albani. Batavia: Landsdrukkerij”.

40

Universitas Sumatera Utara

Sibolga berkembang menjadi pusat perdagangan barang hasil bumi, hasil laut, bahan tekstil, hasil industri, dan barang komoditi lainya. Perkembangan selanjutnya

Sibolga telah diarahkan Pemerintah untuk meningkatkan peran dan jasa bagi pengangkutan hasil eksport komoditi yang berasal dari pedalaman. Hubungan perdagangan timbal balik antar pulau dan dengan berbagai pedagang terus ditingkatkan, dengan demikian hal ini juga mempengaruhi banyaknya kapal yang melintasi dan masuk ke Pelabuhan Sibolga. jenis kapal yang masuk dan yang keluar cukup beragam. Jenis kapal yang berada di bandar ini adalah kapal api, kapal layar,kapal Ferry, kapal Cargo, kapal Tug boat, kapal tanki, kapal Phonton, pencalang, dan perahu nelayan.56

56Ibid, hal, 164

41

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Nilai Barang Masuk dan Keluar Dari Pelabuhan Sibolga Tahun 1846-1870 Tahun Jenis Kapal Masuk Keluar Total kapal 1853 Kapal layar 3 67 Kapal api Eropa 13 24 Pencalang 55 55 Kapal api 6 36 Perahu 388 388 Total 465 550 1015 1872 Kapal api Inggris 7 7 Kapal Aceh 24 24 Kapal layar 111 109 Pencalang 168 168 Perahu 137 135 Total 447 443 890 1873 Kapal berbendera: -Belanda 2 2 -Inggris 6 6 -Aceh 6 6 kapal layar 35 35 Pencalang 203 199 Perahu 128 128 Total 380 376 756 1874 Kapal api 12 17 Kapal layar 89 36 Pencalang 236 32 Perahu 95 33 Total 432 118 550 1878 Kapal berbendera: -Belanda 1 1 -Inggris 7 3 kapal layar 162 83 Pencalang 149 51 Perahu 52 65 Total 371 203 574 Sumber : Muhammad Nur. Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera Pada Abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. 2015. Padang: Balai Pelestarian Budaya Sumatera Barat, hal. 165.

42

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 1853 telah terjadi lalu lintas kapal di bandar Sibolga sebanyak 465 kapal, yang terdiri 13 kapal api dari Eropa, 3 kapal layar, 55 pencalang, 388 perahu dagang, dan 6 kapal api lainnya.57

3.2 Pintu Masuk, Pengawasan Wilayah

Strategisnya wilayah Teluk Tapian Nauli sebagai pintu gerbang masuknya segala aktivitas perdagangan, semakin memperkuat keinginan Pemerintahan Hindia

Belanda menjadikan Sibolga sebagai suatu daerah administrasi. Salah satu tujuannya memperluas kekuasaannya ke daerah Tapanoeli sebagai benteng pertahanan untuk mempermudah Pemerintahan Kolonial Belanda dalam mengawasi daerah pedalaman.58 Sebagai bukti dan jejak dari kekuatan pertahanan yang ada di Sibolga ditemukan sejumlah bangunan pertahanan berupa kubu-kubu pertahanan (Bangker), gua-gua serta parit-parit pertahanan.

Pemerintahan Hindia Belanda tampaknya sudah memikirkan dengan matang tentang bangunan pertahanan di Sibolga dalam melindungi wilayah sekitarnya segala isinya selain untuk melindungi wilayah jajahannya, Pemerintahan Hindia Belanda memperhitungkan ke dalam segala aspek seperti tempat pengunduran diri bagi unit- unit pasukan yang dipukul mundur musuh hal ini mempengaruhi pula keamanan dan

57Lihat juga : “Beknopt Overzigt van den Handel en de Scheepvaart ter Sumatra`s Westkust, Gedurende het Jaar 1846-1870”. Overzigt van den Handel en de Scheepvaart in de Nederlandsche Bezittingen in Oost-Indie, Buiten Java en Madoera over de Jaren 1846 tot 1870 Gedrukt te `s Gravenhage bij Gebroeders Giunta D`albani. Batavia: Landsdrukkerij”. 58 Ery Soedewo. Arti Strategis Sibolga Dan Daerah Teluk Tapanuli Bagi Pertahanan Pantai Barat Pulau Sumatera. Diposting dalam https://balarmedan.wordpress.com/2008/05/13/arti-strategis- sibolga-dan-daerah-teluk-tapanuli-bagi-pertahanan-pantai-barat-pulau-sumatera/, diakses pada tanggal 15 Oktober 2020 pada pukul 16.07 wib

43

Universitas Sumatera Utara

perlindungan bagi kota-kota besar yang makmur, serta sebagai pos perantara ke daerah pedalaman sekitar Sibolga serta membangkitkan eksistensi Sibolga sebagai

Pelabuhan perdagangan.

Kemudian sejak tahun 1848 pusat pertahanan militer Belanda untuk wilayah pantai Barat Sumatera dan Tapanoeli dipusatkan di Sibolga pada 1848-1860 yang mana beberapa pasukan-pasukan Belanda dan pasukan bumiputera di tempatkan di

Sibolga. Dapat dilihat dari tabel dibawah ini :59

Tabel 5.

Jumlah Pasukan Militer di Sibolga Tahun 1848-1860

Tahun Kekuatan Militer Sibolga Serdadu Eropa Serdadu Bumiputera 1848 43 orang 80 orang 1849 48 orang 70 orang 1850 34 orang 82 orang 1851 36 orang 78 orang 1852 34 orang 81 orang 1853 32 orang 77 orang 1854 33 orang 82 orang 1859 30 orang 144 orang 1860 32 orang 130 orang Sumber : J. J de Wilde, Topographische Schots van Sibogha ( Weskust van Sumatra), d. Lan Geneskundig Tijhschrift voor Ned. Indie,

59 J.J de Wilde, Topographische Schots van Sibogha ( Weskust van Sumatra), d. Lan Geneskundig Tijhschrift voor Ned. Indie

44

Universitas Sumatera Utara

Pada tabel di atas terlihat bahwa pemerintah Hindia Belanda melibatkan kaum pribumi untuk serdadu militer dengan tujuan untuk merubah pandangan kaum pribumi terhadap Belanda. Pada tahun 1859 misalnya terlihat bahwa jumlah serdadu yang berasal dari kaum pribumi mencapai 144 orang. Sementara jumlahserdadu dari orang Eropa berkisar sekitar 25 % atau sekitar 30 orang serdadu.

Selain sebagai benteng pertahanan ditempatkannya serdadu militer di Sibolga bertujuan untuk menjaga ketenangan dan keamanan para pedagang yang datang ke

Sibolga supaya merasa aman berdagang di Sibolga. Antara tahun 1846-1868 merupakan masa turun naiknya nilai barang yang masuk dan keluar dari Sibolga.60

Pemerintah Hindia Belanda melakukan hal ini guna menarik pedagang asing dan pedagang pribumi untuk berdagang di Sibolga dan memperkuat posisi Sibolga sebagai Pelabuhan perdagangan.

3.3 Terbentuknya Keresidenan Tapanoeli

Kekuasaan Belanda terhadap wilayah Tapanoeli dengan ditandatanganinya

Traktat London pada tahun 1824 menjadi awal perkenalan Belanda dengan wilayah

Tapanoeli. Kekuasaannya secara sah berjalan ketika Tapanoeli dijadikan Keresidenan yang berpusat di Sibolga sebagai Ibukotanya pada tahun 1842. Meskipun demikian, walau pada tahun itu Pemerintahan Hindia Belanda sudah berhasil menaklukan wilayah Tapanoeli bukanlah berarti Belanda dapat menguasai sepenuhnya wilayah

60 Muhammad Nur. Op.Cit, hal 211. Lihat juga : “Overzicht van den handel en de Scheepvaart ter Sumatra`s Westkust en in de Afdeeling Bengkoelen en Onderhoorigheden, Gedurende de Jaren 1846, 1848”. Batavia: Landsdrukkerij, Deel I, 1853. Dan Lihat juga : Bernard H. M. Vlekke. Nusantara A History of Indonesia. The Hague: W. Van Hoeve, 1965, p. 234 en 245.

45

Universitas Sumatera Utara

Tapanoeli. Kawasan-kawasan lainnya baru dapat dikuasai sepenuhnya oleh Belanda pada tahun-tahun berikutnya.

Selanjutnya keresidenan Tapanoeli dapat terbentuk, karena untuk mengatur kawasan pantai Barat Tapanoeli seperti kawasan Natal yang saat itu masih masuk ke

Afdeeling Aer Bangis akan lebih strategis diletakkan di Tapanoeli. Dapat dilihat berdasarkan ususlan dari Raad van Indie No. 1 tanggal 13 April 1842 yang isinya antara lain menyatakan :61

6.e. “... dat de afdeeling Mandheiling en Angkola met al der meer noordelijke

Bataklanden tot Singkel en het Eiland Nias, benevens de andere eilanden

langs de kust gelegen zullen uitmaken de Residentie Tapanoeli”.

8.e. “... dat de Resident van Tapanoeli zal verblijf hounden te Siebogha en

aan hem zalzijn toegevoegd het personeel thans voor het bureau van de

resident van Aer Bangisbepaald”

Terjemahannya kurang lebih seperti berikut :

6.e. “... bahwasanya afdeeling Mandheiling dan Angkola termasuk semua

negeri Batak yang di Utara sampai Singkel dan Pulau Nias, juga termasuk

pulau-pulau yang ada di sepanjang pantai, adalah merupakan Keresidenan

Tapanoeli”.

8.e. “... bahwasanya pusat atau ibukota Residentie Tapanoeli akan menetap di

kota Sibolga dan petugas-petugas yang melaksanakan roda pemerintahan

adalah pegawai-pegawai yang tadinya bertugas di Aer Bangis.

61 Memorie van Advies, 21 November 1842

46

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan saran-saran dari Raad van Indie, maka pemerintahan Kolonial

Belanda mengeluarkan Surat Keputusan tertanggal 7 Desember 1842 yang berbunyi sebagai berikut :

“... dat met district Natal thans tot de Afdeeling Aer Bangis behorende,

uit hoofde van de zelfde ligging, weilight beter van Tapanoeli of Siebogha

waar de Resident zal dienen teverblijven, zou kunnen worden bestuurd

dan van padang”.

Terjemahannya kurang lebih seperti berikut :

“... bahwa distrik Natal yang kini masih masuk Afdeeling Aer Bangis,

berdasarkan pertimbangan letaknya lebih baik diatur dari Tapanoeli atau

juga dari Sibolga di mana residen juga ditempatkan di situ dari pada

diatur di kota Padang

Banyak dari kawasan-kawasan lainnya yang termasuk kedalam Keresidenan

Tapanoeli yang belum dukuasai oleh Pemerintahan Hindia Belanda sepenuhnya seperti daerah sekitar Bakkara dan Dairi yang baru dikuasai Belanda pada awal abad ke-20, disebabkan oleh karena pemerintahan Tradisional yang cukup kuat diwiayah ini, terbukti dengan adanya perlawanan Sisingamangaraja XII.62

Pada Pemerintahan Kolonial Belanda membagi wilayah kekuasaan berdasarkan status hukum ketatanegaraan (in saat Kundingen zin) yang dibagi sebagai berikut :

62 Anonim. Op.Cit, hal 130

47

Universitas Sumatera Utara

 Wilayah yang langsung berada dalam kekuasaan Pemerintahan Kolonial

Belanda (gouvernements gebied) atau yang disebut sebagai wilayah yang

berada dalam kawasan hukum Pemerintah Belanda (recht streeks bestuurd

gebied)

 Wilayah yang berada diluar kekuasaan hukum Pemerintah kolonial Belanda

(landschappen) atau wilayah yang dalam batas-batas tertentu tetap berada

dalam kekuasaan Pemerintah Tradisional daerah setempat (Zelfbestuurs

gebied).

Wilayah-wilayah yang termasuk dalam zelfbestuur ini satatus hukumnya terbagi menjadi dua, yaitu :

 Yang terikat dengan ikatan atau Perjanjian Politik Panjang (deLange Politiek

Contract). Yang ditujukan untuk kerajaaan-kerajaan tradisional yang

dianggap cukup mapan, baik dari sudut luas wilayah maupun pengaruhnya.

 Yang terikat denga Pernyataan Pendek (de Korte Verklaaring). Yang

ditujukan kepada kerajaan-kerajaan tradisional yang lebih kecil dan kurang

penting bagi Pemerintahan Kolonial baik dari sudut politik maupun ekonomi.

Terkhusus pada wilayah Keresidenan Tapanoeli kedua bentuk wilayah pemerintahan tradisional de lange politiek contract ataupun de Korte Verklaaring tidak dijalankan di

Tapanoeli. Hal ini karena kawasan Tapanoeli sangat kecil, hanya terdiri dari beberapa

48

Universitas Sumatera Utara

marga dan pemerintahan Belanda menganggap pada saat itu kawasan Tapanoeli belum begitu menguntungkan secara ekonomis.63

Dikeluarkannya Tapanoeli dari Gouvernement Sumatra’s Weskust selain karena wilayah Sumatera Selatan yang wilayahnya sangat luas untuk dijadikan satu pusat pemerintahan juga untuk memperluas kekuasaan pemerintahan Belanda di wilayah lainnya seperti di wilayah utara, mak dibentuk Pusat pemerintah Keresidenan

Tapanoelidengan menyatukan wilayah berdasarkan kesamaan etnis. Dengan pertimbangan yang matang dan melihat dari letak yang lebih stategis untuk menguasai wilayah utara maka pusat Keresidenan Tapanoeli berada di Sibolga yang secara langsung mempengaruhi perkembangan Afdeeling Sibolga.

63Ibid, hal 132

49

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

KONDISI AFDEELING SIBOLGA SELAMA TAHUN 1906-1942

Dalam sejarah panjang wilayah admistrasi Afdeeling Sibolga tentu sudah melewati banyak perubahan-perubahan hingga dapat mempertahankan pemerintahan yang berlangsung dalam waktu yang lama. Perubahan-perubahan tersebut menggambarkan bagaimana kondisi pemerintahan Sibolga dalam kurun waktu tersebut. Sebab peran pemerintahan Hindia Belanda dalam perubahan-perubahan ini sangat besar yang mempengaruhi segala aspek dalam wilayah administrasi Afdeeling

Sibolga. Ada banyak faktor yang menyebabkan perubahan-perubahan tersebut.

Seperti yang diketahui bahwa Pemerintahan Hindia Belanda menduduki Sibolga secara resmi dari tahun 1842 hingga tahun 1942 sekitar kurang lebih 100 tahun.

Afdeeling Sibolga masih tetap berdiri hingga Pemerintahan Hindia Belanda berakhir.

Oleh karena itu pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai perubahan- perubahan wilayah ini seperti wilayah, penduduk,sistem pemerintahan, pendapatan, pengeluaran, hingga perkembangan sarana dan prasarana.

4.1 Wilayah

Ketika Keresidenan Tapanoeli dibentuk menjadi Zelfstandig Gewest pada tahun 1906 64, adalah sebuah wilayah pemerintahan sendiri yang mandiri, pada saat itu juga pusat pemerintahan yang sebelumnya berada di Padang Sidempuan kembali lagi Sibolga menjadi Ibukota Keresidenan Tapanoeli. Maka secara langsung

64 Tengku Lukman Sinar, Loc. Cit

50

Universitas Sumatera Utara

perubahan ini mempengaruhi Afdeeling Sibolga. Berdasarkan otorisasi yang diberikan oleh Pemerintahan Hindia Belanda tertanggal 24 Juli 1905 No.14 dengan

Staatsblad No. 181, maka ditetapkan batas-batas wilayah Afdeeling Sibolga adalah sebagai berikut :65

Sebelah utara : Dari Pilar B, didirikan dikampung Sibolga Djulu pada

jarak 1483,13 (seribu empat ratus delapan puluh tiga dan

13/100) Meter diukur dalam garis lurus dari titik garis

trigulasi tersier (TT) No. 712 dan terjun darisana pada sudut

60° 30′ BT, garis lurus imajiner dengan azimut Timur 273°

ditarik ke pilar A yang berdiri dipantai (jarak BA dalam

garis lurus diukur 1674,81 (seribu enamratus tujuh puluh

empat dan 81/100) Meter.

Sebelah Barat : Dari pilar A tersebut diatas, mengikuti pantai arah tenggara

timur menuju pilar D, yang posisinya ditentukan lebih lanjut

oleh data batas selatan dan timur.

Sebelah Selatan : Garis lurus imajiner dari pilar D dengan azimut Timur 85°

15′ ditarik ke arah timur, dan di sisi timur jalan menuju

Padang Sidimpoean, berdiri pilar C.

65 Bijblad Op Het Staatsblad Van Nederlandsch Indie No. 8595 Tahun 1917

51

Universitas Sumatera Utara

Timur : Dari pilar C yang baru saja disebutkan garis lurus imajiner

dengan azimut Timur 347° 30′ ditarik ke pilar B, titik awal

batas Utara.

Secara astronomis (Lihat Gambar 2 Lampiran II) wilayah Afdeeling

Sibolga terletak di antara 1° Lintang Utara - 45° Lintang Utara dan 98° Bujur Timur -

46° Bujur Timur 66 dengan luas wilayah 1.207 km². 67 Keadaan iklim Afdeeling

Sibolga sangat panas sekitar 75 ° F di pagi hari; 90 ° F di sore hari; 80 ° F di malam hari.68Atau dalam perhitungan Celsius temperatur Afdeeling Sibolga sekitar 25° dan

27° C, walaupun wilayah sibolga ini tergolong panas, namun curah hujan di wilayah

Sibolga ini cukup tinggi.

Wilayah di Afdeeling Sibolga digolongkan menurut kelompok penghuninya.

Seperti Orang Eropa dan Belanda tinggal didaerah Simare-mare yang berada di pusat kota, wilayahnya yang elit yang dilengkapi dengan fasilitas, khususnya para pejabat- pejabat Belanda yang tinggal diwilayah ini, memiliki rumah besar dan pekarangan luas. Kemudian orang-orang Cina tinggal di perkampungan Cina yang berada dekat pusat perniagaan, dan pelabuhan. Disamping itu orang-orang pribumi sendiri semakin terdesak tinggal di pinggiran kota sesuai dengan distrik mereka.

Sejak perubahan pemerintahan Keresidenan Tapanoeli tersebut terjadi perubahan wilayah dan nama, yang mana onderafdeeling Sibolga dan onderafdeeling

66 Burgerlijke Oprnbare Werken. Op. Cit, hal 10 67Memorie Van Overgave Betreffende de Residentie Tapanoeli. 7 october 1929-22 Februari 1935, hal 4 68H. Barstra. Op.Cit, hal 9

52

Universitas Sumatera Utara

Batang Toroe-disctriten menjadi satu wilayah Afdeeling, kemudian sejak tahun 1906 nama Afdeeling Sibolga menjadi AfdeelingSibolga en Batang Toroe-dictricten dan wilayahnya dengan 13 Koeria‟s yaitu:69

1. Sibolga

2. Saroedoet

3. Si Boeloean

4. Kalangan

5. Badiri

6. Toeka

7. Sait ni Hoeta

8. Tapian na Oeli

9. Kolang

10. Oente Moengkoer

11. Pakpahi

12. Pinang Sore-Loemoet

13. Anggoli Manossor

Sejak saat Sibolga dijadikan satu wilayah dengan Batang Toroe Dictricten.

Kemudian perubahan wilayah selanjutnya terjadi dalam lingkup yang kecil, pada tahun 1912 terjadi penggabungan koeria Sait ni Hoeta digabung ke koeria

Kalangan dengan nama Koeria Sait ni Hoeta-Kalangan, perubahan wilayah. Pada

69Regeering Almanak tahun 1908

53

Universitas Sumatera Utara

perubahan Koeria ini terjadi kekosongan sementara ControleurSibolga, serta dengan reorganisasi ini, kepala Koeria akan digaji sebesar f 600/tahun sesuai dengan pasal 2

VI besluit 1 Desember 1906 No. 1.70

Pada tahun 1916 terjadi lagi perubahan wilayah dan nama pada Afdeeling

Sibolga yaitu menjadi Afdeeling Beneden Tapanoeli yang pusatnya masih berada di

Sibolga, dalam perubahan ini wilayah Afdeeling Beneden Tapanoeli dibagi atas tiga onderafdeeling, yaitu :

1. onderafdeeling Sibolga en Batang Toroe yang berpusat di Sibolga,

2. onderafdeeling Natal en Batang Natal yang berpusat di Natal, dan

3. onderafdeeling het eiland Nias en Omliggende Eilanden yang berpusat di

Gunungsitoli.

Perubahan pada tahun 1916 ini berpengaruh juga pada gaji dan penambahan beberapa pegawai yang terdiri dari seorang pegawai Eropa dengan gaji f 900.tahun dan seorang pegawai pribumi f 30/tahun.

Selanjutnya terjadi lagi reorganisasi wilayah dalam Afdeeling Sibolga, pada tahun 1920 Sibolga kembali berganti nama dan terjadi perubahan wilayah menjadi

Afdeeling Sibolga en Ommelanden dengan Koeria‟s :

1. Sibolga,

2. Sait ni Hoeta-Kalangan,

3. Badiri,

4. Tapanoeli,

70 Staatsblad 1911 No. 515

54

Universitas Sumatera Utara

5. Oentemoengkoer,

6. Pakpahi,

7. Pinang Sore Lomoet,

8. Anggoli Manossor,

9. Siboeloean dan Toeka.

Pada periode tahun 1938 hingga 1942 berakhirnya pemerintahan Kolonial

Belanda, terjadi perubahan wilayah dimana di Afdeeling Sibolga, wiayah onder distrik Sibolga dan Baros disatukan menjadi Distrik Sibolga en Loemoet dan distrik

Beneden Baros.

55

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6.

Kampung Afdeeling Sibolga Tahun 1935

Distrik Sibolga en Loemoet Distrik Baros

Nama Koeria Nama Kampung Nama Koeria Nama Kampung

Sipakpahi 1. Kampong Lamo Baros Moedik 1. Kinali kolang 2. Loboe Nasonang 2. Ladang Tengah 3. Pasar Onan 3. Oeratan 4. Sibatoenaggar 4. L. Toea 5. Sipakpahi 5. Kg. Moedik 6. A. Loboe 6. Aek Dakka 7. L. Doeri 8. Parhambingan 9. Panomboman 10. Hoeboe 11. Hoeta Batoe 12. Pamalian 13. Dk.Nagodang Tonga-Tonga Oente 1. Raso Baros Ilir 1. Sigambogambo Moengkoer 2. Gonting 2. Patoepangan 3. PoerbaToga 3. Boekit 4. Simenak-enak 4. Dj. Maria 5. Sidari 6. Hoeta Imbaroe 7. Oente Moengkoer 8. Pagaran Ri 9. Sitahan Barat 10. Singgamata Tapian Naoeli 1. Moengkoer Pasariboe 1. Silagalaga 2. Pasar Onan Ilir Dolok 2. Sibintang 3. Pagaran Ri 3. P. Toea 4. Siboestakboestk 4. H. Gidjang 5. Simaninggir 5. L. Holboeang 6. Pagaran Pinasa 6. Sitonong 7. P. Baringin 7. Barambang 8. Ht. Ambaroe 8. Sosor Gadong

56

Universitas Sumatera Utara

9. Laboeanangin 9. Sitombaga 10. Sipodang

Sibolga 1. Mela Toroean Pasariboe 1. Boengalapa 2. Mela Dolok Tobing 2. Tolang 3. Aloban 3. Logan 4. Bair 4. Simargarap 5. Simaninggir 5. Siraoe 6. Bonan Dolok 6. Pgr. 7. Sitonong Tombaksoegasoe 8. Sipan ga 9. Aek Habil 10. Saroedik Siboeloean 1. Siboenoboeni Sorkam kanan 1. Pasar Sorkam Toeka 2. Loeboek Toeka 2. Sorkam Kanan 3. Sihaporas 4. Siboeloean 5. Pagaran 6. Batoe Harimo 7. Pandan 8. Lon. Tonga-tonga 9. Nagatimboel 10. Borotan 11. Toekka 12. Hoeta Nabolon 13. Pamoekkahan 14. Siantar Goenoeng Sait Ni Hoeta 1. Kalangan Sorkam Kiri 1. Sorkam Kiri 2. Kalangan Djoeloe 2. Kampoeng 3. Sibaroengbaroeng Tengah 4. A. Natolbak 3. Botot 5. Sipange 4. Barabang 6. Silagalaga 7. Sigiring-giring 8. Sait Ni Hoeta 9. Paromaan 10. Tapiannaoeli 11. A. Godang 12. Ht. Boentoel 13. Haramonting

57

Universitas Sumatera Utara

14. Ht. Radja 15. Aek Bontar 16. Pagarana Honas 17. Moera Niboeng 18. Hadjoran Badiri 1. Aek Horsik Naipospos 1. Pearadja 2. L. Taroetoeng 2. Pargaroetan 3. Djagodjago 3. Rinabidang 4. Lopian 4. Paroetoeng Bolak 5. Loeboek Ampoloe 5. Gonting Mahe 6. Ht. Balang 6. Pangambatan 7. Ramboetan 7. Pantjoerbatu 8. Sitardas 8. A. Nadoea Loemoet 1. Pinang Sori 2. Goenoeng Maridjo 3. Aek Tolang 4. Aek Patik 5. Loemoet 6. Sihaporas 7. Masoendoeng 8. Koeala Bt. Toro Anggoli 1. Sibabangoen 2. Simanosor 3. Ht. Padang 4. Hoeta Goergoer 5. Siboentoean 6. Moeara 7. Anggoli 8. Nambang Baroe 9. Siboelanboelan Sumber : Memorie Van Overgave Van denControleur van Sibolga En Ommelanden, H. Barstra. 1 Juli 1935- 9 Juni 1938

Dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa perkembangan wilayah Afdeeling

Sibolga terlihat semakin kecil, namun demikian Sibolga masih tetap eksis menjadi wilayah Afdeeling. Banyak hal yang mempengaruhi hal ini. Dalam Hak

58

Universitas Sumatera Utara

Desentralisasi 71 yang dilakukan suatu pemerintahan Belanda, dimana atas dasar tuntutan ekonomi (keuangan), penduduk serta tuntutan pengawasan wilayah pemerintahan baik itu dalam Afdeeling, onderafdeeling bahkan Gemeente. Sehingga diperlukan pemisahan atau penggabungan atas bagian-bagian dari beberapa wilayah.

Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemerintahan yang terfokus dari segi keuangan, penduduk, dan tatanan pemerintahan. Seperti misalnya yang terjadi di

Afdeeling Bengkalis, wilayahnya terjadi pemekaran saat Keresidenan Sumatera Timur dinaikkan statusnya menjadi Provinsi Sumatera Timur, tujuan pemekarannya untuk memfokuskan sistem administrasi pemerintahan serta keuangan di Afdeeling

Bengkalis. Kemudian beberapa pejabat dari Bengkalis dipindahkan menjabat ke

Sumatera Timur untuk mendapatkan tatanan pemerintah yang lebih efektif.72

Hal yang sama terjadi di Keresidenan Tapanoeli khususnya dalam Afdeeling

Sibolga terjadi pengecilan wilayah. Kembali lagi yang menyebabkan hal ini adalah ekonomi dan penduduk. Awal abad ke-20 Wilayah bagian Sumatera Timur dalam keadaaan yang sangat memuncak, mengalami perkembangan yang sangat maju, wilayah yang saat itu sedang eksis oleh perkebunan tembakau, dan perusahaan- perusahaan yang ada disekitar wilayah Sumatera Timur. Serta fasilitas pelabuhan

Belawan sebagai pelabuhan ekpost import bahkan gudang niaga yang sangat maju.

71 Desentralisasi adalah undang-undaang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Dikenal juga dengan sebutan Decentralisatie Wet. Desentralisasi sendiri adalah undang- undang yang memberikan wewnang kepada setiap pejabat di daerah atau pemerintahan daerah yang bersifat mandiri dan otonom, yang mampu untuk mengelola wilayah, keuangan di wilayah sendiri yang terpisah dari pemerintahan pusat di Batavia. Lihat: Teti Hestiliani. Decentralisatie Wet van Nederland Indies 1903. Dalam Jurnal Istoria, Vol.15, No. 2. September 2019, hal 212 72 Nia Kumala Sari. “Afdeeling Bengkalis Tahun 1915-1942”. Dalam Skripsi S-1 belum diterbitkan. Medan : Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 2018, hal 58

59

Universitas Sumatera Utara

Maka sejak saat itu terjadi kelesuhan dalam kegiatan ekonomi Afdeeling Sibolga

Keresidenan Tapanoeli. Pelabuhan Sibolga yang selama ini menopang perekonomian

Afdeeling Sibolga lambat laun mulai terlupakan digantikan oleh pelabuhan Belawan.

Kelesuhan ekonomi ini turut mempengaruhi perkembangan penduduk. Banyak penduduk yang mulai berpindah ke Sumatera Timur dan semakin sedikit orang yang melakukan perdagangan di Sibolga.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara Tapanoeli dengan Sumatera

Timur, kedua wilayah ini memiliki komoditi ekport masing-masing. Di Tapanoeli khususnya Afdeeling Sibolga memiliki beberapa perkebunan yang cukup besar baik perkebunan rakyat maupun onderneming. Di Afdeeling Sibolga sendiri tercatat sebanyak 9.769 orang 73 jumlah pemilik kebun karet rakyat yang berada di beberapa

Koeria Sibolga, yakni dengan rincian sebagai berikut :

73 H. Bartstra. Op.Cit, hal 52

60

Universitas Sumatera Utara

Tabel 7

Jumlah Pemilik Kebun Karet Rakyat Pada 1937

Nama Pemilik Jumlah Pohon Jumlah Koeria Kebun Sudah Tidak dapat Yang dapat Pohon disadap disadap disadap Anggoli Simanosor 688 290.212 734.622 697.939 1.922.773 Pinang Sori Loemoet 656 248.619 407.068 501.373 1.157.260 Badiri 389 129.370 234.147 280.687 645.004 Sait ni Hoeta 742 493.860 531.704 302.312 1.327.876 Kalangan Siboeloan 1.135 290.380 401.687 745.606 1.437.673 Toeka Sibolga 1.027 589.863 399.819 422.351 1.412.033 Tapiannaoeli 778 298.152 386.894 482.121 1.167.167 Oente 495 310.122 437.104 410.855 1.158.881 Moengkoer Sipakpahi 610 322.251 466.488 382.262 1.170.999 Kolang Naipospos 828 264.776 300.747 269.165 834.588 Sorkam Kiri 396 68.245 48.215 149.322 265.782 Sorkam 326 43.337 57.642 91.902 192.891 Kanan Pasariboe 603 148.459 190.073 230.977 569.509 Tobing Pasariboe 828 391.894 285.827 190.400 868.949 Dolok Baroes Ilir 127 20.341 30.682 7.479 58.502 Baroes 141 4.397 16.357 12.776 33.530 Moedik 9.769 3.914.478 4.930.474 5.377.727 14.223.417 Sumber : Memorie Van Overgave Van den Controleurvan Sibolga En Ommelanden, H. Barstra. 1 Juli 1935- 9 Juni 1938

Dari data tabel diatas dapat dilihat jumlah pohon yang dapat disadap dan jumlah karet yang sudah disadap, terliat jumlah pohon yang dapat disadap lebih

61

Universitas Sumatera Utara

banyak dari pada jumlah pohon yang tidak dapat disadap, serta dapat dilihat jumlah pohon yang telah disadap. Hal ini dilakukan untuk penataan ulang jumlah pohon yang akan disadap mengingat pada tahun sebelumnya 1936 terjadi naik turun dari jumlah pohon karet yang mempengaruhi harga karet sebab pada tahun 1929-1939 adalah era

Krisis Malaise yang berdampak pada pertanian karet di Tapanoeli.74 Pada tahun 1937 terjadi kenaikan harga karet. Dengan penataan perkebunan karet ini harapannya produksi atas karet berkelanjutan dan menghindari dampak buruk yang lebih lanjut.

Maka, bukan berarti jumlah karet yang tidak dapat disadap tidak menghasilkan.

Melainkan pohon-pohon karet tersebut dijadikan sebagai cadangan untuk membantu pendapatan mereka dari karet.75

Selain dari perkebunan karet rakyat tersebut, ada juga onderneming di

Afdeeling Sibolga, namun tidak dapat dipastikan komoditi apa yang ada pada onderneming-onderneming tersebut.Onderneming tersebut tersebar dibeberapa wilayah Koeria Sibolga seperti yang terlihat dari peta Onderneming di Afdeeling

Sibolga (Lihat Gambar 3 Lampiran III).

Daftar Onderneming-onderneming itu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

74 Edi Sumarno, dkk. “Rubber Agriculture Tapanuli in the Malaise Era, 1929-1939”. Dalam BIRCI Journal, Vol. 3. No. 1. Februari 2020, hal. 154 75Ibid, hal 52

62

Universitas Sumatera Utara

Tabel 8

Onderneming Di Afdeeling Sibolga tahun 1938

Onderneming Pemilik Besluit Batas Luas lahan konsesi Melati Lim Niu Hong Hin 13-10-31 13-10-31 15.240 No. 17 No. 57 bouw Melati Ten Konjinog en Tao oen tek 29-7-9 20-70-16 55.120 No. 16 No. 5 bouw Badiri I N.V. Hollandsch Tapanoeli 21-7-11 20-7-12 710 bouw Cultuur Mij No.17 No. 5 Badiri II N.V. Hollandsch Tapanoeli 14-2-26 28-10-16 82 bouw Cultuur Mij No.44 No. 13 Badiri N.V. Hollandsch Tapanoeli 21-4-10 14-2-12 183 bouw Cultuur Mij No. 61 No. 1 Purroidonn N.V. Hollandsch Tapanoeli 29-3-18 26-10-12 700 bouw Cultuur Mij No. 32 No.16 Albion Cho holj ten 9-9-18 31-12-14 18 bouw No. 70 No. 23 Pandoeroo A.T.T.C.N 12-7-19 11-9-20 230 bouw No. 29 No. 6 Lopian N.V. Cooutohoue Cultuur Mij. 22-3-1900 20-12-118 1.000 bouw Noli Tengah No. 17 No. 13 Pinangsori N.V. Cooutohoue PlantuguMij 22-5-1900 29-12-1900 500 bouw Tapanoeli No. 17 No. 13 Moera Pinang N.V. Cooutohoue Plantugu Mij 22-3-1900 28-12-1900 650 bouw Sori Tapanoeli No. 16 No. 1 Aek Potik N. Mij Aek Potik 26-11-19 10-3-16 479 bouw No. 18 N0.14 Aek Gambir Cho Mij 23-6-17 27-2-27 38.310 No. 21 No.33 bouw Loemoet N.V. Rotterdam Tapanoeli 23-8-27 21-3- 29 82. 130 Baroe Cultuur Mij No. 6/18/12 No. 14 bouw Loemoet I N.V. Rotterdam Tapanoeli 21-9-27 7-9-28 381 bouw Cultuur Mij No. 6/32/22 No. 37 Dolok Patoean N.V. Rotterdam Tapanoeli 7-5-21 12-4-31 744 bouw Cultuur Mij No. 47 No. 23 Loemoet N.V. Rotterdam Tapanoeli 12-4-13 27-18-19 999 bouw Cultuur Mij No. 22 No.12 N.V. Rotterdam Tapanoeli 23-8-13 8-10-20 780 bouw Cultuur Mij No. 18 No. 14 Anggoli V N.V. Sumatera Coounboboun 7-18-16 26-10-17 6 bouw Plantogu Mij No. 6 No. 12 Anggoli N.V. Sumatera Coounboboun 26-8-09 6-5-10 2472 bouw

63

Universitas Sumatera Utara

Plantogu Mij No. 24 No. 9 Belabouc N.V. Sumatera Coounboboun 5-4-22 31-3-24 13 bouw Fabriek Plantogu Mij No. 20 No. 11 Anggoli II N.V. Sumatera Coounboboun 30-11-15 11-9-16 35 bouw Plantogu Mij No. 9 No. 11 Anggoli II Tan Coon Hjing ou Tan Coon 14-13-24 31-12-34 25.360 Tok No. 16/27/1 No. 22 bouw Anggoli II Cho Melj Ong 12-11-36 31-18-36 118 bouw No. 16/49/6 No. 36 Sumber :Burgerlijke Oprnbare Werken. Assaineering van Sibolga. 1919.Weltervreden : H.G Nieuwenhuis Architect van Den Waterstaat, hal 2

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa bukan hanya perusahaan-perusahaan

Eropa seperti Belanda saja yang memiliki onderneming di wilayah Sibolga ini, ada juga perusahaan-perusahaan yang pemiliknya adalah orang Cina terlihat dari nama perusahaannya. Dalam tabel diatas juga diketahui bahwa luas (dihitung dengan

Bouw) 76 ondernemingnyabermacam-macam serta dilengkapi dengan Besluit serta batas konsesi tanah ayang akan digarap oleh perusahaan

4.2 Penduduk

Ibukota Keresidenan Tapanoeli kembali dipindahkan ke Sibolga pada tahun

1906. Ketika itu penduduk Tapanoeli mengalami penurunan yang sangat drastis, hal ini terjadi berkaitan dengan perkembangan wilayah Keresidenan Sumatera Timur.

Perkembangan Sumatera Timur sebagai wilayah perkebunan khususnya perkebunan tembakau di Deli pada saat itu, ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang

76 Bouw juga merupakan sebutan untuk luas tanah yaitu Bau atau ada juga yang menebutkan bahu. Bouw sendiri merupakan Bahasa Belanda dalam agraria, adalah satuan luas lahan yang dipakai di beberapa tempat di Indonesia, terutama di Jawa. Ukuran Bouw 1 Bouw adalah 7096,5 meter persegi. Lihat Wikipedia. Bahu (Agraria). https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahu_(agraria). Diakses pada tanggal 25 November 2020.

64

Universitas Sumatera Utara

lebih canggih di Sumatera Timur, maka banyak penduduk Tapanoeli yang pindah ke

Sumatera Timur. Termasuk penduduk Afdeeling Sibolga.

Minangkabau misalnya, merupakan penduduk pribumi yang datang ke

Sibolga dan kemudian menatap untuk berdagang di Sibolga. Orang Minangkabau yang datang ke Sibolga hanyalah untuk berdagang, mereka menghindari bekerja sebagai kuli. Setiap orang Minangkabau yang menjadi penduduk Sibolga menjalankan adat dari asalnya sendiri. Ia bergabung dengan organisasi kampung mereka di Sibolga dengan mengikuti pola kampung sendiri dan menggangap diri mereka sebagai “anak dagang” atau tamu di Sibolga. Kedatangan orang Minangkabau di Sibolga terus bertambah, namun pada awal abad ke-20 mulai tidak terlihat pertambahan orang-orang Minangkabau di Sibolga. Memuncak pada tahun 1930an terjadi depresi ekonomi yang mempengaruhi perdagangan di Sibolga dan Pelabuhan

Sibolga. Akibatnya orang Minangkabau yang notabenenya adalah pedagang, 77 memantapkan hati untuk pulang ke kampung halaman mereka atau mengalihkan tujuan utama mereka ke Deli daerah Sumatera Timur. Pada tahun ini jumlah orang

Minangkabau menjadi penduduk Keresidenan Tapanoeli berkisar sebanyak 9.868 jiwa, sebanyak 1.995 jiwa diantaranya bermukim di Afdeeling Sibolga.78

77 Selain sebagai pedagang, ada juga orang Minangkabau yang bekerja sebagai penjahit. penduduk asal Minangkabau memiliki posisi yang lebih baik. Pada umumnya mereka tidak bekerja sebagai buruh kasar di bandar Sibolga, baik pria maupun wanita. Para wanita biasanya berdagang di pasar atau membantu suami berjualan. Mereka menyibukan diri dengan pekerjaan menjahit atau menyulam untuk menambah penghasilan keluarga. Bagian terbesar dari penjahit Sibolga asal Minangkabau berasal dari Pariaman. Mereka juga mengkhususkan diri pada usaha restoran atau Warung Padang. Lihat Muhammad Nur. Op. Cit, hal 193 78 Volkstelling 1930 Deel IV Inheemsche Bevolking van Sumatra, Cencus Of 1930 In The Nederlandsche Indie, hal 163

65

Universitas Sumatera Utara

Akibatnya populasi yang ada di AfdeelingSibolga juga mengalami penurunan yang mencapai 17.611 jiwa yang terdiri dari orang Eropa, keturunan Cina, bangsa

Timur Asing, dan penduduk Bumi Putera. Menurut Regeering Almanak tahun 1918, jumlah penduduk Sibolga sebagai berikut :79

- Penduduk Eropa 41 orang

- Penduduk Asli 16.902 orang

- Penduduk Cina 565 orang

- Penduduk Timur Asing lainnya 103 orang

Jumlah 17.611 orang

Dari jumlah keseluruhan penduduk di Afdeeling Sibolga terlihat jumlah penduduk asli atau penduduk bumi putera lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk Eropa, kemudian jumlah penduduk cina dengan jumlah sebanyak 565 orang, terjadi peningkatan penduduk Cina di Afdeeling Sibolga karena pasalnya pernha terjadi peristiwa pembakaran rumah-rumah orang Cina oleh penduduk pribumi yang menyebabkan berkurangnya penduduk orang Cina pada peristiwa itu, serta penduduk pribumi banyak yang ditangkap oleh Pemerintahan Kolonial Belanda.

Permasalahan yang terjadi antara penduduk pribumi dan orang-orang Cina terdengar oleh pemerintahan Residen van Coeverden, kemudian dia mengutus

Kepala Kuria Sibolga untuk sepenuhnya mengatasi masalah tersebut. Sebagai gantinya Kepala Kuria meminta kepada Pemerintahan Kolonial Belanda untuk

79 Reegering Almanak Tahun 1918, hal 10

66

Universitas Sumatera Utara

melepaskan semua orang pribumi yang ditangkap. Agar tidak mengistimewakan orang-orang Cina dalam segala hal. Akhirnya Kepala Kuria berhasil menyelesaikan masalah tersebut dengan cara bermediasi kepada orang-orang Cina maupun orang- orang pribumi. Dengan bijaknya Kepala Kuria mengajak orang-orang pribumi dan orang-orang Cina untuk kerja bakti bersama memperbaiki puing-puing rumah orang- orang Cina yang sebelumnya telah rusak dan dibakar.80 Kepala kuria juga meminta agara orang-orang Cina agar tidak bersifat arogan dan lebih sering bergaul dan membina hubungan baik dengan penduduk pribumi. Dengan selesainya masalah ini pun orang-orang Cina meminta maaf kepada masyarakat pribumi dan sebaliknya penduduk pribumi dinasehatkan untuk tidak bersifat anarkis.

Pada tahun 1920 perkampungan orang-orang Cina yang rumah-rumahnya terlihat telah di tata kembali (Lihat Gambar 4 Lampiran IV)yang sebelumnya habis dimakan oleh api.Dan pada kesempatan itu Kepala Kuria juga mengingatkan Orang- orang pribumi juga supaya tidak bersifat anarkis terhadap masalah apa pun juga.

Mulai saat itu orang-orang pribumi dan orang-orang Cina bersahabat dan bergaul serta hidup berdampingan.

Penduduk Sibolga terkenal dengan keberagaman etnis yang ada diwilayahnya.

Penduduk Afdeeling Sibolga selain suku yang disebutkan diatas ada juga suku

Mandailing, Angkola, Pak-pak, Padanglawas, Toba, Aceh dan Nias bahkan suku yang diluar Sumatera yaitu seperti etnis Jawa, Sunda, Madura. Dapat dilihat dalam tabel dibawah:

80 Ibid, hal 39.

67

Universitas Sumatera Utara

Tabel 9.

Jumlah Orang Pribumi Berdasarkan Etnis (asal daerah) di Afdeling Sibolga

Tahun 1930

Jenis kelamin

Etnis/asal daerah Laki-laki Perempuan Total

Angkola 493 442 938

Karo 3 6 9

Mandailing 529 469 998

Padang lawas 22 16 38

Pak-pak 35 16 51

Toba 13.855 12.445 26.300

Nias 877 292 1.169

Melayu 450 484 934

Melayu pesisir 206 212 418

Aceh 57 32 89

Minangkabau 1156 839 1.995

Jawa 1.975 1.861 3.836

Sunda 698 443 1.141

Madura 106 67 171

Sumber : Volkstelling 1930 Deel IV Inheemsche Bevolking van Sumatra, Cencus Of 1930 In The Nederlandsche Indie, hal 163

68

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa penduduk di Afdeeling Sibolga adalah mayoritas etnis Toba dengan jumlah 26.300 jiwa, kemudian ada etnis Jawa terbanyak setelah Toba dengan jumlah 3.836 jiwa. Etnis Jawa yang datang di Sibolga memang sengaja di datangkan dari Jawa untuk dijadikan pekerja di perkebunan, sama seperti di wilayah administrasi lainnya. Mereka termasuk para pekerja yang baik dan tekun.

Selain dari berbagai etnis yang ada di Afdeeling Sibolga, jumlah penduduk bisa di lihat dari agama di wilayah ini. Dapat dilihat pada tabel dibawah :

Tabel 10

Daftar Jumlah Penduduk Pribumi Berdasarkan Agama Tahun 1930

Afdeeling Sibolga

Agama Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuan

Tidak Beragama 2.826 2.426 5.468

Islam 12.547 10.897 23.444

Protestan 5.078 4.061 9.139

Katolik 4 7 11

Sumber : Volkstelling 1930 Deel IV Inheemsche Bevolking van Sumatra, Cencus Of 1930 In The Nederlandsche Indie, hal 85

Dari tabel diatas kita dapat melihat jumlah penduduk pribumi yang telah menganut agama dan yang belum menganut agama. Penduduk asli Afdeeling Sibolga awalnya memang telah menganut agama seiring perkembangannya walaupun penduduk asalinya adalah etnis Toba dari Silindung, sejak bermukim di wilayah

69

Universitas Sumatera Utara

pesisir telah menganut agama Islam terkhusus lagi karena lahirnya adat baru yaitu adat Sumando memperkuat wilayah Afdeeling Sibolga sebagai mayoritas penduduk beragama Islam, bukan hanya Islam penduduk pribumi di Sibolga juga menganut agama Kristen Protestan, Katolik dan tak jarang juga masih ada yang tidak beragama.

Umumnya penduduk Afdeeling Sibolga bermata pencaharian sebagai petani sawah dan ladang terkhusus penduduk yang tinggal juah dari pusat kota Sibolga, sedangkan bagi penduduk yang tinggal dipesisir bekerja sebagai pedagang dan nelayan. Dalam situasi ini bagi mereka yang berprofesi sebagai pedagang lumayan beruntung dari pada mereka yang bertani, karena para pedagang tidak tergantung pada musim panen dan peceklik. Ditambah lagi para petani ini tidak diberikan kesempatan untuk berkembang oleh pemerintah kolonial karena tidak diberikan kebebasan mengolah tanah pertaniannya sebab waktu mereka habis untuk dipaksa kerja rodi membangun jalan. Kadangkala pemerintah Kolonial merampas begitu saja tanah mereka tanpa ganti rugi yang sepadan. Pedagang yang ada di Afdeeling Sibolga juga ada Pedagang besar dan pedagang kelas menengah. Pedagang besar yang dimaksud disini adalah milik sejumlah perusahaan Eropa dan importir Cina.

Perusahaan Eropa itu diantara lainnya yaitu:

1. Deli Atjeh

2. Borneo Sumatera Handel Mastchappy

3. Guntsel & Schumacher

4. Becker & Brand

5. Rheinborn A. G. Hennemann & Co

70

Universitas Sumatera Utara

6. Gebroeders Veth

7. Nederlandsch Indiesche Ksoompto Maatschappy.

Sedangkan untuk pedagang kelas menengah adalah orang-orang pribumi seperti Minangkabau maupun Cina yang membuka toko-toko makanan dan minuman, kedai nasi, toko kain, toko peralatan.81

Tidak bisa dipungkiri juga bahwa selain mata pencaharian di atas, penduduk di Afdeeling Sibolga juga ada pertanian karet rakyat dan juga beberapa ondernemeing. Jelas bahwa Afdeeling Sibolga adalah wilayah Tapanoeli. Tapanoeli terkenal dengan perkebunan karet yang wilayahnya hampir ditanami oleh tanaman karet pada awal tahun 1900 terkhusus untuk wilayah tapanuli selatan, wilayah Batang

Toroe misalnya menjadi tongkat terpenting dalam perekonomian wilayahnya sebab tanaman karet menjadi primadona di wilayah ini ditambah lagi penanaman karet di

Batang Toroe bukan hanya sebagai tanaman karet rakyat, namun juga telah dipegang oleh pihakonderneming. 82 Pada perkembangannya tanaman karet semakin eksis dalam dunia perdagangan, pada tahun 1908 disebutkan pada tahun ini menjadi kebangkitan ekonomi bagi wilayah Tapanoeli 83 dan disebutkan lagi bahwa perkebunan-perkebunan besar telah berkembang di Tapanoeli. Hal ini justru berpengaruh pula bagi pendapatan Afdeeling Sibolga dalam ekport-import komoditi karet. Sebab permintaan akan komoditi karet pada tahun itu begitu tinggi.

81 H. Bartstra. Op.Cit, hal 61 82 M. Aziz Rizky Lubis. Pertanian Karet Rakyat di Tapanuli 1908-1942, dalam Skripsi , belum diterbitkan, Medan: Departemen Sejarah Fakultas Universitas Sumatera Utara , 2016, hal 84 83Ibid, hal 59

71

Universitas Sumatera Utara

Menjalankan suatu roda pemerintahan agar mampu untuk bertahan dan berkembang tentu memerlukan sumber pendapatan yang kemudian pendapatan ini akan menutupi segala pengeluaran yang dibutuhkan dalam pembangunan di wilayah pemerintahan. Di Afdeeling Sibolga pemerintah di beri hak untuk mengumpulkan pajak daerah sebagai pendapatan. Salah satunya adalah pajak Penghasilan. Pajak atas penghasilan yang dikenakan kepada penduduk pribumi dan pendatang. Pada tahun

1938 pajak yang dikenakan kepada penduduk pribumi adalah sebesar f 49.314.20 dengan rata-rata wajib pajak perkepala sebesar f 3,97. Ada juga pajak yang dikenakan kepada orang Cina sebesar f 1.499 .

4.3 Pemerintahan

Pemerintahan adalah kekuasaan yang terpusat dan terstruktur. Pemerintahan pada masa Kolonial Belanda di Tapanoeli terbagi dalam dua, yaitu Pemerintahan

Belanda dan Pemerintahan tradisional, namun pada pada posisinya pemerintahan tradisional (Raja) terlihat lemah . Dimana dalam penetapan pejabat Belanda diisi oleh orang-orang Eropa yang dilantik oleh Gubernur yang berada di pusat pemerintahan yaitu di Batavia dari tingkatan Resident hingga Controleur. Kemudian dalam pemerintahan tradisional adalah pemimpin yang bersifat turun-temurun dari penduduk setempat (pribumi) atau orang yang membuka perkampungan dan yang dianggap memiliki kekuasaan atas kampung tersebut. Dalam pembagian wewenang kekuasaan diantara raja-raja pribumi dengan pemerintahan kolonial belanda tentunya sudah melakukan kesepakatan politik kerjasama.

72

Universitas Sumatera Utara

Umumnya pemerintahan kolonial Belanda disetiap wilayah-wilayah resident tidak jauh berberbeda. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Resident. Jabatan

Resident biasanya di isi oleh orang-orang Belanda, seorang Resident ini memiliki kuasa di dalam satu wilayah Keresidenannya. Dalam menjalankan tugasnya Resident dibantu oleh seorang Assistent Resident. Kemudian dalam disetiap Afdeeling terrbagi dari beberapa Onderafdeeling yang dipimpin oleh seorang Controleur. Sampai dalam tahapan pemerintahan ini. Controleur membutuhkan pejabat pemerintahan yang berasal dari penduduk pribumi yang digaji oleh pemerintah, jabatan itu adalah

Demang84. Selanjutnya pada tahapan pemerintahan dari Demang hingga kebawah lah yang manjadi ciri khas dari struktur disetiap wilayah pemerintahan Kolonial Belanda.

Karena pada tahapan ini lah terlihat peran dan jabatan yang diisi oleh penguasa pribumi atau raja di wilayah tersebut.

Terlihat dalam pemerintahan di wilayah Keresidenan Tapanoeli yang sedikit berbeda dengan wilayah lainnya bahkan dalam satu wilayah Tapanoeli pun terlihat perbedaan mencolok, dalam hal ini ada di Afdeeling Sibolga yang dipimpin oleh

Controleur85, bahkan tidak jauh berbeda dengan tahun sebelum 1906. Hal ini lagi-lagi karena Sibolga juga sebagai pusat wilayah Keresidenan Tapanoeli. Dimana wilayah yang kecil mampu mejadi beberapa tingkatan pusat pemerintahan. Oleh sebab itu

Asistent Resident ditempakan di wilayah lain yaitu di Afdeeling Padang Sidempoean.

84 Lance Castles. Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatra-Tapanuli 1915-1940. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). 2001, hal 47 85Afdeeling Sibolga dipimpin langsung oleh seorang Controleur berdiri langsung dibawah Residen . Lihat : H. Bartstra. Op.Cit, hal 78

73

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun pertama Sibolga menjadi wilayah yang mandiri, disini Afdeeling Sibolga dipimpin oleh Controleur bernama H.K. Manuppasan, ia pun menjabat hingga tahun

1911. Controleur juga bertanggung jawab atas administrasi distrik Sibolga.

Dalam perkembangan selanjutnya Pemerintahan Belanda di Tapanoeli khususnya di Afdeeling Sibolga (Lihat Gambar 5 Lampiran V)semakin kuat, setelah Keresidenan Tapanoeli berdiri sendiri semakin mapan untuk menguasai penuh

Pemerintahan di Tapanoeli oleh orang-orang Eropa, sebelumya telah dihapuskan jabatan Raja menjadi Kuria oleh Belanda yang dimana tugas Fungsi Kuria hanya sebagai ketua adat yang mengurusi masalah adat, sedangkan dalam urusan pemerintahan wilayah diatur oleh Pemerintahan Belanda. Pada tahun 1916 terjadi perubahan pemerintahan di Afdeeling Sibolga, pemerintahan Belanda mengelurkan keputusan menghapuskan jabatan Datuk Pasar yang digantikan oleh aparat bumiputera yang disebut Wijmeesters (Kepala kampung)86 bersamaan itu pula kepala kampung dipimpin oleh oleh seorang Demang.Kepala Kampung ini umumnya adalah berasal dari para kuria. Kepala Kampung ini sama ini juga bertugas untuk memungut pajak yang ditetapkan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda seperti pajak penghasilan, pajak pemotongan hewan, pajak eksport-import, pajak jalan, dan pajak bisnis.87

Pajak penghasilan yang di bebankan kepada penduduk pribumi sebesar f 3,97 per kepala. Untuk penduduk Cina pajak dibebankan sebesar f 8.60 per kepala. Dan untuk orang timur asing dibebankan pajak sebesar f 8.36 per kepala. Selain pajak

86 Staatsblad No. 245 dan No. 398 tahun 1916 87 H. Bartstra. Op.Cit, hal 80

74

Universitas Sumatera Utara

penghasilan yang dibebankan kepada penduduk. Pajak kepada pegawai pemerintahan yaitu kepala kampung dibebankan sebesar 2%, dengan Demang sebesar 3%.

Jabatan Demang yang kemudian akan menggantikan peran kuria dalam perpanjangan tangan kekuasaan pemerintahan Belanda. Dalam pemerintahan

Kolonial Belanda demang berperan sebagai pembantu Controleur disetiap wilayah

Afdeeling Sibolga. Dan secara tidak langsung demang mejadi alat kekuasaan pemerintahan Belanda yang menghubungkan Controleur dengan para kepala

Kampung. Demang sendiri diangkat oleh Badan Pemerintahan Hindia Belanda, serta dalam pemilihannya demang tidak harus memiliki kaitan dengan pemerintahan tradisional yang sebelumnya Kuria yang bersifat turun-temurun.88

Semakin tidak terlihat lagi kuasa pemerintahan tradisional di Tapanoeli ketika pada tahun 1917, peranan dan jabatan para kuria dihapuskan.Sebelumnya peranan kuria selain mengurus urusan adat dikawasan masing-masing wilayah, juga peranannya sebagai perpanjangan tangan kekuasaan antara pemerintahan Belanda dengan masyarakat. Maka peranan Kuria saat ini hanya sebatas mengepalai urusan adat istiadat saja.

88 Anonim, Op.Cit, hal 141

75

Universitas Sumatera Utara

Tabel 11

Daftar Nama-nama Assistent Resident dan Controleur di Afdeeling Sibolga tahun

1906-1942

Tahun Nama Jabatan

1906 H. K. Manupassan Controleur

1912 A.A Lijsten Controleur

1914 G. L. Uljee Controleur

1916 H. L. C. Petri Assistent Resident

1917 C. J. Adamse Assistent Resident

1919 J. G. Becking Controleur

1920 A. J van der Hijden Controleur

1921 J. J. Fanoy Controleur

1922 G. H. Mulder Controleur

1923 H. C. A van Doutekom Controleur

1925 C. Th. Wedner Controleur

1926 P. Smit Controleur

1928 J. H. Statius Muller Controleur

1935-1938 H. Bartstra Controleur

1939-1941 Mr. K. A. M. Bastiaansen Controleur

Sumber : dirangkum dari Regeering Almanak Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia Tahun 1906-1942

76

Universitas Sumatera Utara

Dalam Staatsbald 1906 No. 496, Gaji seorang pegawai Eropa sebesar f

900/tahun sedangkan gaji seorang juru tulis pribumi sebesar f 240/ tahun.89 Adapun daftar jumlah gaji pegawai Afdeeling Sibolga:

Tabel 12.

Jumlah Gaji Pegawai di Afdeeling Sibolga tahun 1906

No Koeria Gaji/tahun

1 Sibolga f 600

2 Saroedoet f 600

3 Siboeloean f 600

4 Kalangan f 600

5 Badiri f 600

6 Toeka f 600

7 Sait ni Hoeta f 600

8 Tapian na olei f 600

9 Kolang f 360

10 Onte Moengkoer f 360

11 Pakpahi f 360

12 Pinang Sore Loemoet f 600

13 Anggoli Manossor f 600

Sumber : Staatsblad 1906 No. 496. Lihat juga Besluit 1 Desember 1906 no. 1

89Staatsblad 1906 No. 496

77

Universitas Sumatera Utara

Dari tabel diatas rata-rata jumlah gaji pegawai di Afdeeling Sibolga sebesar f

600/tahunnya, hanya beberapa koeria saja yang bergaji f 360/tahunnya yaitu koeria

Kolang, Oente Moengkoer dan Pakpahi.

4.4. Infrastruktur

Sebagai faktor pendukung dalam kemajuan suatu wilayah pemerintah di

Afdeeling Sibolga. Pemerintah Kolonial Belanda berusaha untuk meningkatkan fasilitas-fasilitas baik secara fisik maupun nonfisik. Pada periode 1906 pemerintah kolonial dalam mengupayakan perkembangan fasilitas sudah sangat baik.

Sebelumnya pun pemerintah Kolonila Belanda telah membangun dan telah membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhakan seperti pembangunan jalan penghubung ke daerah pedalaman. Pada periode 1906-1942 ini pun Pemerintahan

Kolonial belanda tidak henti-hentinya mengembangkan fasilitas seperti pembangunan

Jalan raya, jembatan, perbaikan pelabuhan, sekolah, bahkan pembangunan parit sebagai penanggulangan penyakit malaria oleh nyamuk malaria.

4.4.1 Pembangunan Jalan

Sebelum adanya fasilitas jalan yang menhubungkan antara wilayah Sibolga dan wilayah sekitar lainnya seperti ke Padang Sidempoean, ke Baros dan lainnya.

Sibolga hanya dapat dilewati dengan berjalan kaki melewati jalan setapak, seperti orang-orang Silindung dari dataran tinggi Toba yang ingin datang ke Sibolga, umunya mereka masuk melalui Dolok sanggul terus ke arah Barus. Kemudian ada rute perjalanan yang ditempuh oleh orang Toba melalui Andian Koting, Rampah,

Poriaha, selanjutnya melalui Bonan Dolok dan Mela dan sampai ke Sibolga.

78

Universitas Sumatera Utara

Sementara ada juga yang melalui jalur sungai yaitu para pedagang dari daerah Pak- pak (Dairi) yang menelusuri Sungai Simpang kanan maupun Simpang Kiri kemudian masuk ke sekitar Singkel, dari Singkel baru melanjutkan perjalan ke Sibolga. Satu lagi orang-orang dari Padang Sidempuan bisa melalui jalur sungai di Batang Toroe kemudian berlanjut dengan berjalan kaki hingga ke Sibolga.

Sejak Belanda berkuasa di Sibolga dan menempatkan Resident di Sibolga, pengawasan terhadap ekonomi semakin ketat oleh Pemerintah. Sarana transportasi antara Sibolga dan daerah pedalaman diambil alih oleh pemerintahan dengan menggunakan roda empat biasanya angkutan yang beroperasi adalah kuda beban.

Pemerintah menguasai daerah pedalaman sebagai sumber produksi komoditi dan mejadikan Afdeeling Sibolga sebagai agen tunggal pembelian dan aktivitas ekpot- impot di Tapanoeli. Melihat perlu adanya sarana penghubung disetiap wilayah pemerintahan, Belanda mulai membangun fasilitas-fasilitas jalan raya.

Pada tahun 1850 Belanda membangun jalan dari Sibolga menuju Barus, serta

Singkel hal ini dilakukan kolonial Belanda untuk mempermudah segala urusan pemerintahan baik dalam bidang ekonomi dan perluasan wilayah. Terbukanya jalan dari Singkel dan Barus menuju Sibolga, dari utara ke Sibolga, dari timur ke Sibolga, dari selatan ke Sibolga, dan dari barat ke Sibolga mengakibatkan semakin ramainya orang berdatangan ke Sibolga, seperti dari Aceh, Nias, Cina, Penang, dan daerah lainnya. Banyak orang Nias yang melepaskan perbudakan di Pulau Nias dan mereka pindah ke Sibolga. Dalam pembangunan jalan tersebut pemerintahan Belanda memperkerjakan tahanan. Para tahanan ini disebutkan adalah orang-orang Bugis yang

79

Universitas Sumatera Utara

mulanya mereka didatangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai serdadu untuk berperang, dan ada juga tahanan kolonial, dan tahanan kolonial inilah yang membangun jalan. Setelah bekerja, para tahanan dikembalikan ke penjara.90

Untuk mendukung segala aktivitas ekonomi Afdeeling Sibolga, dimana wilayah Padang Sidempoean yang merupakan wilayah perkebunan dan penghasil komoditi kopi dan juga karet serta komoditi lainnya dibangun jalan darat menuju pelabuhan Sibolga, berupa jalan darat yang belum diaspal hanya tanah saja yang dalam perkembangannya jalan tersebut akan diaspal. Dari Padang Sidempoean tersebut akan melewati wilayah Batang Toroe yang merupakan penghasil komoditi karet terbesar di Tapanoeli. Maka untuk mengangkut hasil komodiiti tersebut di

Batang Toroe pada tahun 1915 jembatan Batang Toroe ditingkatkan menjadi jembatan yang lebih kuat dengan dibangun jembatan besi (Lihat Gambar 6

Lampiran VI) yang lebih permanen yang sebelumnya terbuat dari rotan/kabel telegraf.91

Perkembangan jalan di Afdeeling Sibolga ini pun semakin pesat. Pada tahun

1920 mulai ada mobil yang beroperasi dari Sibolga ke Batangtoru, ,

Tarutung, Siborong-borong, dan Balige, yang bermerk dinding “ATOS” (Auto

Transports Onderneming Sumatra).

90 Muhammad Nur. Op.Cit, hal 199 91 Tapanuli Selatan Dalam Angka. Jembatan Batang Toru : Air Mengalir Sejak Tempoe Doeloe. http://akhirmh.blogspot.com/2013/07/jembatan-batang-toru-air-mengalir-sejak. Diakses pada tanggal 1 Desember 2020. Lihat juga Bataviaasch handelsblad, 04-08-1875.

80

Universitas Sumatera Utara

Tabel 13

Trayek Mobil ATOS Pada Tahun 1920

Dari Tujuan Jarak Ongkos Ongkos

Kelas I Kelas II

Sibolga Batang toroe 57 km f. 4,- f. 2,2,-

Sibolga Padangsidempuan 89 km f. 6,25,- f. 3,45,-

Sibolga Tarutung 66 km f. 4,6,- f. 2,55,-

Sibolga Siborong-borong 92 km f. 6,4- f. 3,55,-

Sibolga Balige 114 km f. 8,- f. 4,45,-

Sumber : Hindia Sepakat, Penjokong dan Pembantoe Kemadjoean Jang Lajak Bagi Keoetamaannja Bangsa Dengan Pendoedoek, Koran, 7 Desember 1920, No.29. Sibolga: N.V.H. Mij Boekhandel en Drukkerij Kemadjoean Bangsa, hal. 1.

Selain transportasi Mobil ATOS diatas, untuk menunjang segala segala aktivitas dari pedalaman menuju pelabuhan sibolga sebagai sentral perdagangan seperti pengangkutan barang komoditi, maka diperlukan sarana transportasi berupa mobil truk. Adapun jenis dari sarana transportasi darat, yaitu :

1. Truk sebanyak 20

2. Bis-bis sebanyak 105

3. Mobil penumpang sebanyak 103

4. Sepeda motor sebanyak 40

Selain dari sarana transportasi darat ada juga sarana transportasi sungai berupa

Kano (Lihat Gambar 7 Lampiran VII)yang merupakan sarana untuk mengangkut

81

Universitas Sumatera Utara

barang-barang dari Baros menuju Sibolga. Tidak seperti transportasi darat, Kano tidak begitu banyak digunakan oleh penduduk atau pemerintah kolonial Belanda, hanya dilakukan pada hari pasar di Sungai Kolang dan Sorkam.

Dari tahun 1928 Keresidenan Tapanoeli fokus dalam perbaikan dan pembuatan jalan, baik jalan raya maupun jalan lintas menuju daerah pedalaman, seperti daerah Baroes, Sorkam, Singkel, Taroetoeng serta ke Padang Sidempoeang dan wilayah lainnya. Seperti pada tahun 1928 perbaikan jalan dari Baroes menuju

Sorkam (29 km) dengan biaya f 500.000.92 Perbaikan yang dilakukan pemerintahan

Kolonial Belanda adalah dengan mengaspal jalan.

Kemudian pada tahun 1930 pemerintahan Belanda di Sibolga kembali melakukan perbaikan untuk jalan dari Sibolga menuju Baroes dari km 15-16 dan km31-32 jalan Sibolga-Baroes. Dalam perbaikan jalan tersebut, juga diperlukan dana sebesar f 4.300.93 Dari jalan Baroesweg ini lah wilayah Sorkam menuju Sibolga dapat dilalui dengan jarak dari Sibolga ke Sorkam 35 km.

Bukan hanya perbaikan jalan menuju Baroes saja, pembukaan jalan ke wilayah Taroetoeng juga dilakukan(Lihat Gambar 8 Lampiran VIII). Menurut sumber yang diperoleh, pembukaan jalan menuju Taroetoeng sangatlah memerlukan tenaga para buruh pekerja atau tenaga rodi, sebab dalam pembukaan jalan tersebut para pekerja harus membongkar bukit batu diwilayah ini karena pemerintahan

Belanda menginginkan jalan menuju Taroetoeng melewati lobang Batu ini.

92Memorie Van Overgave Betreffende de Residentie Tapanoeli. Op.Cit, hal 15 93 Burgerlijke Openbare Werken GB 1854-1933. No. 8501

82

Universitas Sumatera Utara

Pembukaan jalan Sibolga-Taroetong ini diperkirakan pada tahun 1900, dimana mulai dilakukan pembongkaran bukit batu. Banyak tenaga buruh yang meniggal akibat pembukaan jalan Taroetoeng ini. Hingga saat ini Bukit batu itu disebut dengan „Goa

Belanda”(Lihat Gambar 9 Lampiran IX). Jarak jalan dari Sibolga ke Taroetong sekitar 66 km,94 dari jalan ini juga dari Sibolga dapat melewati Medan.

4.4.2 Pelabuhan

Berhubungan dengan pembangunan pelabuhan sebelum tahun 1906 telah dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda mulai dari pembangunan gudang- gudang niaga. Pelabuhan Kota Sibolga dikenal juga dengan nama Pelabuhan

Kotabaringin yang telah dibangun sejak 1842, ketika itu pelabuhan merupakan tipe bandar pantai dan tempat pengumpulan barang. Di Pelabuhan ini segala aktivitas ekonomi bekerja mulai dari aktivitas perdagangan, ekport-import komoditi, hasil pelabuhan serta pertanian yang ada di wilayah Tapanoeli dan juga sebagai pelabuhan transit barang-barang dari wilayah bandar sekitar Sibolga.

Komoditi-komoditi yang di ekport-import leawat pelabuhan Sibolga ini adalah komoditi seperti hasil hutan dan juga perkebunan, misalnya komoditi Kopi,

Karet, kopra, benzoa, kapok, damar, kedelai, beberapa budidaya buah dan sayura, dan ada juga seperti peternakan lebah dan peternakan sapi.

Pada tahun 1915 pelabuhan Kotabaringin kembali diperbaiki oleh pemerintah

Belanda dengan membangun dermaga beton, dermaga kayu dan beberapa gudang

94 Memorie Van Overgave Betreffende de Residentie Tapanoeli. Op.Cit, hal 20

83

Universitas Sumatera Utara

permanen dan semi permanen sebagai gudang niaga (Lihat Gambar 10 Lampiran

X) yang dibangun dengan biaya sebesar f 1.722,-. Gudang permanen dan semi permanen berfungsi sebagai tempat pengumpulan produksi komoditi di wilayah

Keresidenan Tapanoeli. Selain gudang permanen dan semi permanen, di pelabuhan juga dibangun sebuah gudang tertutup dengan ukuran 2000 meter persegi, dibangun dengan laintai beton, dinding batu-bata dan atap seng. Lantai gudang itu berdaya piku

2 ton permeter persegi. 95

Dari peta pelabuhan Sibolga (Lihat Gambar 11 Lampiran XI)dapat dilihat bahwa Pelabuhan Kotabaringin Sibolga ini menjadi sentral aktivitas ekonomi

Afdeeling Sibolga, sebab dalam peta tersebut terlihat aktivitas perdagangan seperti pasar pun berada di wilayah Pelabuhan Sibolga ini, terlihat juga wilayah tempat tinggal orang Eropa, Orang Cina dan Orang Pribumi yang biasanya merupakan pegawai pemerintahan.

Pelabuhan Kotabaringin sebagai pelabuhan utama ekport-import barang perdagangan dari dan keluar negeri melalui pelabuhan Sibolga ini. Kegiatan ekonomi ekposr import Afdeeling Sibolga ditahun sebelum 1906 pernah mengalami penurunan namun sejak tahun 1906 dan didukung oleh perkembangan pesat komoditi Karet dari wilayah pedalaman seperti Padang Sidempoean dan Batang Toroe ikut meningkatkan aktivitas eksport import. Kegiatan ekport import tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

95Ibid, hal 147

84

Universitas Sumatera Utara

Tabel 14

Nilai Import Melalui Pelabuhan Sibolga

Tahun Dari Daerah Lain Dari Luar Negeri Total Import (Dalam Negeri ) 1903 690.000,- 538.000,- 1.228.000,-

1904 509.000,- 616.000,- 1.225.000,-

1905 898.000,- 523.000,- 1.427.000,-

1906 1.027.000,- 463.000,- 1.490.000,-

1907 1.152.000,- 9.000,- 1.161.000,-

1908 1.133.000,- 658.000,- 1.791.000,-

1909 1.091.000,- 798.000,- 1.889.000,-

1910 1.071.000,- 783.000,- 1.834.000,-

1911 1.307.000,- 1.044.000,- 2.351.000,-

1912 1.534.000,- 1.506.000,- 3.040.000,-

1913 1.613.000,- 1.447.000,- 3.060.000,-

Sumber : Schroder, B.E.W.G. (ass. Resident). Memorie van Overgave van de Residentie Tapanoeli, 897 blz. Met bijlagen, 1920, hal 576

85

Universitas Sumatera Utara

Tabel 15

Nilai Eksport Melalui Pelabuhan Sibolga

Tahun Ke luar Daerah Ke Luar Negeri Total Eksport (dalam kawasan Ned. Indie) 1903 652.000,- 140.000,- 792.000,-

1904 754.000,- 182.000,- 936.000,-

1905 840.000,- 165.000,- 1.005.000,-

1906 910.000,- 185.000,- 1.905.000,-

1907 1.113.000,- 120.000,- 1.233.000,-

1908 1.200.000,- 78.000,- 1.278.000,-

1909 1.061.000,- 176.000,- 1.237.000,-

1910 1.306.000,- 204.000,- 1.510.000,-

1911 1.634.000,- 143.000,- 1.777.000,-

1912 1.184.000,- 1.121.000,- 2.305.000,-

1913 1.553.000,- 1.479.000,- 3.032.000,-

Sumber : Schroder, B.E.W.G. (ass. Resident). Memorie van Overgave van de Residentie Tapanoeli, 897 blz. Met bijlagen, 1920, hal 576

Dari tabel eksport import terlihat peningkatan ekonomi dalam Afdeeling

Sibolga. dimulia dengan tahun 1906 mencapai jumlah eksport sebesar 1.905.000,- hingga pada tahun 1913 mencapai 3.032.000,-. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam aktivitas perdagangan di Afdeeling Sibolga sejak akhir tahun 1913 sudah mulai terlihat kelesuhan termasuk dalam eksport import Pelabuhan Sibolga. Hal ini

86

Universitas Sumatera Utara

disebakan karena penyakit malaria yang melanda Sibolga sehingga membuat orang enggan datang ke wilayah pelabuhan Sibolga dan mengganggu aktivitas perdagangan dan sekali lagi perkembangan yang terjadi di Sumatera Timur.96

Seperti yang terlihat pada jumlah eksport mulai mengalami penurunan pada tahun 1914 sebesar f 51.534,- dan dengan jumlah import sebesar f 47.665,-. Setelah nya pada tahun 1920 meningkat sedikit, jumlah ekport sebesar f 69.000,- dan dengan jumlah import sebesar f 56.690.-. Pada perdagangan karet sebagai komoditi ekport di wilayah Tapanoeli mengalami menurunan.97

Perdagangan Karet juga mengalami penurunan, pasalnya harga-harga yang tinggi di awal tahun 1906, mengalami penurunan dari tahun-tahun 1920-an. Seperti harga haret yang di ekport dari Sibolga pada tahun 1935, harga karet untuk onderneming dengan berat bersih 2150.883,- dengan harga sebesar f 817.376,-.

Sementara untuk pertanian karet rakyat dengan berat bersih 4526.977 dengan harga sebesar f 763.258.-. Kemudian naik pada tahun 1937 dengan harga untuk onderneming sebesar f 2.473.770 dan untuk pertanian karet rakyat dengan harga f5.731.619.98

96 Muhammad Nur. Op.Cit, hal 310 97 Schroder, B.E.W.G. Op.Cit, hal 521 98 Jaarverslag der Handelsvereeniging Sibolga over het jaar 1937, hal 9

87

Universitas Sumatera Utara

Tabel 16

Jumlah kapal yang keluar masuk dari Pelabuhan Sibolga

Tahun Jenis kapal Masuk Muatan Keluar Muatan Total dalam dalam M3 M3 1933 Kapal api 137 481.599 1318 481.599 Kapal motor 8 14.579 36 14.579 Kapal layar 127 7.130 127 7.130 Total 272 503.308 266 503.308 538 1934 Kapal api 160 466.859 157 466.865 Kapal motor 10 25.377 10 25.381 Kapal layar 134 4.749 134 4.749 Total 304 496.985 301 496.995 605 1935 Kapal api 161 484.334 167 484.325 Kapal motor 8 19.516 17 19.529 Kapal layar 128 4.109 159 4.119 Total 297 507.959 347 507.973 640 1936 Kapal api 162 485.063 171 485.069 Kapal motor 9 26.337 17 26.336 Kapal layar 435 10.777 447 10.775 Total 606 522.177 635 522.180 1.241 1937 Kapal api 162 496.192 161 496.180 Kapal motor 15 37.239 15 37.237 Kapal layar 457 11.512 453 11.512 Total 634 544.943 629 544.929 1.263 1938 Kapal api 160 482.084 149 482.079 Kapal motor 10 27.945 10 27925 Kapal layar 382 10.516 382 10.516 Total 552 520.545 541 520.520 1.093 Sumber :Muhammad Nur. Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera Pada Abad ke- 19 sampai pertengahan abad ke-20. 2015. Padang: Balai Pelestarian Budaya Sumatera Barat, hal. 173

88

Universitas Sumatera Utara

Namun demikian pentingnya pelabuhan Sibolga ini sebagai pelabuhan gudang niaga dan pelabuhan eksport import menjadi rantai pelayaran antara pelabuhan

Sibolga dengan pelabuhan lainnya di pantai barat Pulau Sumatera merupakan suatu pelayaran estafet, sebab di pelabuhan Sibolga telah menunggu kapal yang akanmenampung setiap muatan kapal yang datang dan kemudian diteruskan ke bandar berikutnya. Jalur pelayaran yang berfungsi sebagai tempat persinggahan kapal atau pencalang adalah rute utara dan rute selatan. Sepanjang musim di pantai barat ramai dengan pelayaran niaga, baik yang berasal dari kawasan itu sendiri maupun dari negeri lain.

4.4.3 Fasilitas Pendidikan

Masuknya pemerintahan Kolonial Belanda di Afdeeling Sibolga turut mempengaruhi perkembangan pendidikan di wilayah pesisir ini. Dengan mendirikan sekolah-sekolah umum dan negeri mempengaruhi perkembangan pendidikan.

Maksud dari pembangunan sekolah dan peningkatan pendidikan ini bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada pribumi yang bermaksud ketika menyelesaikan pendidikan, mereka dapat membantu pemerintahan Belanda sebagai pegawai di

Pemerintahan Kolonial, seperti Juru tulis.

Sekolah-sekolah yang didirikan di Afdeeling Sibolga dibagi atas dua yaitu sekolah pemerintah dan sekolah swasta. Sekolah pemerintahan untuk pendidikan orang Eropa dan sekolah pemerintah untuk pendidikan orang Pribumi. Sekolah

Pemerintah untuk orang Eropa yang didirikan di Sibolga ada 4, yaitu:

89

Universitas Sumatera Utara

1. Europeesche Lagere School/ ELS

2. Hollandsche Inlandsche School/ HIS

3. Hollandsche Chineeschhe School/ HCS

4. Sekolah Kursus Kerajinan untuk pengerjaan logam dan untuk pelatihan

pengemudi.

Kemudian sekolah pemerintah untuk penduduk pribumi, yaitu:

1. Volksscholen (sekolah rakyat), sekolah ini didirikan di :

 Anggoli

 Djago-djago

 Lopian

 Timbangan

 Sibolga Djoeloe

 Tapiannaoeli

 Sorkam kiri

 Baros

 Baros Moedik

2. Vervolgscholen (sekolah menengah) didirikan :

 Loemoet

 Toeka

 Timbangan

 Sibolga Djoloe

90

Universitas Sumatera Utara

 Baros

Selain sekolah pemerintah ada juga sekolah swasta. Sekolah swasta ini juga dibagi dua agi yaitu sekolah swasta untuk orang Eropa yaitu Christelijke Hollandsche

Inlandsche Schoo, Katholic Hollandsche Chinnesche School, Hollandsch Indishe

Scoolvereniging. Sekolah swasta Eropa ini didirikan di :

 Sibolga

 Hoeta Imbaroe

 Raso

 Hoeboe

 Pasar Onan Hoerlang

 Loemoet

 Sorkam Kiri

 Baros

 Pasar Batu Garigis

Sedangkan sekolah swasta untuk penduduk pribumi adalah Islamiijahschool,

Mohammadijahschool, Madrasah Sanawijah Moehammadijahschool, dan

Zendingsvolksscholen. 99

Pembangunan sekolah Eropa dianggarkan maksimal NLG 250. Dengan 3 guru ynag bekerjadi sekolah Eropa. Jumlah murid 77 orang dan pada permulaan

99 H. Bartstra. Op.Cit, hal 71

91

Universitas Sumatera Utara

kursus baru bahkan 95 orang, dari 95 anak itu hanya 39 orang Eropa dan 56 sisanya dalah pribumi.

4.4.4 Kesehatan

Sibolga yang dibangun diatas rawadan tumbuhan bakau, dimana hampir semua wilayah Afdeeling Sibolga adalah bekas rawa yang ditimbun oleh tanah.

Kondisi seperti ini yang mengakibatkan sibolga mengalami masalah kesehatan dikemudian hari hingga memakan korban jiwa. Akibat Sibolga adalah daerah rawa yang ditimbul, kemudian Sibolga dikenal sebagai sarang nyamuk malaria. Penyakit malaria ini menjadi momok dalam kondisi kesehatan penduduk baik pejabat di

Afdeeling Sibolga. Masalah penyakit malaria ini berlangsung cukup lama hingga petengahan abad ke-20.100 Penyakit malaria ini pun bukan hanya sekedar penyakit karena penyakit ini mampu menyebabkan kematian. Banyak orang yang sakit dan yang mati akubat terkena gigitan nyamuk malaria, awalnya membuat seseorang demam, dan semakin tinggi suhu badan dan mengakibatkan kematian. Akibatnya banyak pejabat dan penduduk yang meninggal. Ketika itu banyak para pedagang yang mengurungkan niatnya untuk berdagang ke Sibolga karena kuatir akan terkena penyakit malaria.101

100 Muhammad Nur. Op.Cit, hal 135 101 Koloniaal Verslag van 1918. “C. Tapanoeli, Mededeelingen Staatkundingen en Algemeen Aard”. Zitiing 1918-1919. Gedrukt ter Algemeene Landsdrukkerij, hal. 14.

92

Universitas Sumatera Utara

Dalam Tahun 1912 orang yang meninggal dunia di Sibolgalebih dari 79 %, serta pada tahun 1917 jatuh korban sebanyak 65 orang dewasa dan 183anak. 102

Selanjutnya pihak pemerintahan mulai menanggulangi penyakit malaria ini dengan membersihkan berbagai tempat yang menjadi sarang nyamuk serta menyuarakan dan memberi arahan kepada penduduk untuk menjaga kebersihan dan memastikan tidak ada air yang bergenang dan tetap mengalir. Sejak saat itu korban kematian mengalami penurunan setiap tahunnya dilihat dari hitungan persen, dapat dilihat sebagai berikut:103

 Tahun 1913 yang mati ada 52.2 %

 Tahun 1914 yang mati ada 42.4 %

 Tahun 1915 yang mati ada 32.4 %

 Tahun 1917 yang mati ada 35 %

 Tahun 1918 yang mati ada 22.5 %

Pada tahun yang sama juga terjadi penyakit gangguan pernapasan/limpa pada anak-anak yang berada di distrik-distrik, hal ini juga disebabkan karena pada tahun ini juga curah hujan yang ada di wilayah Afdeeling Sibolga cukup tinggi, dan lagi karena kondisi kesehatan yang kurang baik oleh keberadaan nyamuk malaria di kawasan ini. Berikut di bawah ini adalah tabel dari tahun 1913 dan akhir 1917 sampai awal 1918 dilakukan penelitian limpa pada anak-anak, sebagai berikut:

102 Departemen van Binnenlands Bestuur. “Tapanoeli”, Algemeen Verslag Tapanoeli Over 1917-23 Maart 1918. Hoofdstuk C, hal.3. 103 N. J. Spijkman. Soewaktoe Kemenangan Pekerdjaan Pemeliharaan Kesehatan di Sibolga. Sri Poestaka. Juli 1919, hal 31

93

Universitas Sumatera Utara

Tabel 17.

Jumlah Persentase Anak-Anak Yang Positif Terkena Limpa

Pada Tahun 1913-1918

Nama Kampong Jumlah yang Positif /Tahun

1913 (Dr.Volgel) Desember 1917 dan Januari

1918 (Dr. Scharp de Visser)

Hoeta Passer Sibolga 98 % 50 %

Hoeta Sibolga Hilir 66 % 25 %

Hoeta Barangan 30 % 10 %

Hoeta Aek Doras 15 % 10 %

Sumber:Burgerlijke Openbare Werken. Assaineering van Sibolga. 1919.Weltervreden : H.G Nieuwenhuis Architect van Den Waterstaat

Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa persentase jumlah anak-anak yang terkena gangguan pernapasan dari tahun 1913 sampai 1918 terus mengalami penurunan. Dan dalam periode 1913 itu ditangani oleh seorang Dokter bernama Dr. Volgel, dan pada periode 1917 dan 1918 ditangani oleh Dr. Scharp de Visser.

Melihat dampak dari peristiwa penyakit malaria ini, dari jumlah penduduk yang meninggal dunia, keadaan kesehatan penduduk dan pemerintahan Belanda yang tidak baik serta dampak bagi orang-orang yang ingin datang dan singgah ke Sibolga mengalami penurunan dan bahkan mempengaruhi tingkat perekonomian. Maka pemerintahan Kolonial Belanda memberikan beberapa upaya.

94

Universitas Sumatera Utara

Seorang ahli malaria Belanda yang bernama Schuffner, membuat rancang bangun kota Sibolga, yang sesuai dengan upaya mencegah timbulnya penyakit malaria dengan membuat susunan kota dengan sistem Assenering dan Drainering

(Lihat Gambar 12 Lampiran XII) sedemikian rupa sehingg dapat mencegah terjadinya tempat perkembangbiakan nyamuk malaria. Bentuk kota yang memanjang dari utara ke selatan dibelah oleh jalan-jalan, baik secara melintang maupun membujur. Jalan dibangun membujur dari pantai ke arah timur, seperti dari Simare- mare ke arah timur hingga sampai di perbatasan kota dekat tebing bukit. Jalan-jalan yang melintang dari utara ke selatan dibangun sejajar dengan garis pantai dan memotong jalan-jalan yang membujur dari pantai ke timur. Hasil perpotongan jalan- jalan tersebut membentuk tanah-tanah petak untuk tempat pemukiman penduduk.

Setiap jalan memiliki parit di samping kiri dan kanannya, sehingga air hujan dengan mudah dialirkan ke laut.

Dalam pertimbangan peanggulangan serta pencegahan nyamuk malaria, pemerintahan Kolonial Belanda ingin membuat parit dan selokan pembuangan air(Lihat Gambar 13 Lampiran XIII) langsung menuju laut di Afdeeling Sibolga.

Sebelum membangun parit itu pemerintah Belanda bersama seorang insiyur dari

BOW melakukan investigasi lokasi terlebih dahulu. Kemudian dengan persetujuan pemerintahan dengan Besluit Maret 1913 dana yang dibutuhkansebesar f 5000.

Namun seiring pembangunan dengan bersamaan akibat pasang surut air laut yang terjadi dua kali sehari, jumlah dana untuk pembangunan ditambahkan dengan besluit

25 Juli 1913 sebesar f 25.000 dan ditambahkan terus perbaikan selanjutnya pada

95

Universitas Sumatera Utara

besluit 29 Desember1915 No. 51 ditambah lagi sebesar f25.000. Diperkirakan total pengeluaran untuk pembangunan parit sebesar f 440.000.104

Dari data yang diperoleh mengenai kondisi kesehatan Sibolga pada tahun- tahun wabah penyakit malaria tersebut terlihat berangsur-angsur mengalami penurunan jumlah kematian. Pada tahun 1937 dicatat dalam laporan akhir tahunan jumlah kelahiran dan kematian untuk Afdeeling Sibolga dengan total jumlah 35.050 jiwa dengan rincian sebagai berikut :105

 Jumlah total kelahiran 793 = 22,6 %

 Jumlah total kematian 516 = 14,7 %

Dari data diatas terlihat jumlah kematian yang lebih kecil dari angka kelahiran. Ini menandakan bahwa penduduk Sibolga bertambah dari jumlah kelahiran sebanyak 277 jiwa dari perbandingan jumlah kematian dan kelahiran. Untuk Rumah sakit di Sibolga (Lihat Gambar 14 Lampiran XIV) sendiri belum dapat diketahui kapan mulai berdiri, namun dari data yang diperoleh pada tahun 1936 sudah ada rumah sakit di Sibolga.

4.4.5 Pasar

Sibolga sejak lama sudah menjadi wilayah ekonomi bagi pendatang dan penduduk setempat, di Kotabaringin di daerah belakang kota Sibolga selain disana ada Pelabuhan juga terdapat pasar yaitu Pasar Kotabaringin(Lihat Gambar 15

Lampiran XV)salah satu pasar di Afdeeling Siblga yang paling ramai dikunjungi.

104 Burgerlijke Oprnbare Werken.Op.Cit, hal 14 105 H. Barstra.Op.Cit , hal 66

96

Universitas Sumatera Utara

Pasar ini menjadi tempat kegiatan perdagangan di Afdeling Sibolga. Sistem perdagangan yang dilakukan masih bersifat tradisional. Ketika itu bentuk pasar di

Sibolga berupa bentuk pondok-pondok yang terbuat dari kayu, namun ada juga bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sekaligus kedai atau warung.

Pasar Kotabaringin selalu ramai dikunjungi oleh para pedagang lokal karena letaknya dibibir pantai sekaligus pelabuhan laut. Pasar tesebut diramaikan dua kali dalam seminggu, yakni setiap hari Selasa dan Sabtu, tetapi juga kadang-kadang diramaikan pula setiap hari Kamis.106Kadang-kadang hari pasar diadakan selama 4 hari berturut- turut dalam satu minggu. Hari-hari pasar lainnya di Tapian Nauli dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 18.

Daftar Harian Pasar di Afdeeling Sibolga pada tahun 1917

Kuria/Negeri Lokasi Pasar Hari Pasar Sibolga Sibolga Selasa, Sabtu Tapanoeli Pasar Onan Senin, Kamis Sipakpahi Sibatunanggar Rabu, Sabtu Sibuluan-Tuka Tuka Rabu Sait ni Hoeta-Kalangan Kalangan Jumat Badiri Lopian Minggu Lumut Lumut Rabu Anggoli Anggoli Sabtu Sumber :B.E.W.G. Schroder. “Memorie Van Overgave van de Residentie Tapanoeli, Sumatra”. Sibolga: Boek II, hal. 519.

106 B.E.W.G. Schroder. Op.Cit, hal. 519.

97

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya perkembangan pasar Kotabaringin semakin meningkat pada awal abad ke-20 didukung perkembangan jumlah pusat-pusat perekonomian di kawasan

Tapanoeli. Bandar Sibolga yang tadinya hanya berpusat pada pasar Kotabaringin berkembang menjadi 5 pusat kegiatan ekonomi. Hal ini berarti tingkat perekonomian di kota Sibolga semakin naik ketika itu. Selain menggunakan sistem barter, dalam dunia perdagangan pantai barat Tapian Nauli juga menggunakan mata uang yang terbuat dari Nikel, Perak, dan Emas. Sebutan mata uang tersebut adalah Sen,

Benggol, Kelip, Getep (Ketip), Tali, Rupiah, Ringgit, Tail, Pa, dan Gulden. Benggol dan Kelip terbuat dari Nikel, dan Getep terbuat dari Perak. Sedangkan Gulden terbuat dari Emas, yakni alat tukar yang digunakan oleh Pemerintah Hindia Belanda.107

Para pedagang yang berasal dari daerah pedalaman berkumpul di pasar

Kotabringin untuk bertemu dengan para pedagang yang datang dari bandar lainnya di pantai barat Sumatra.

107Ibid, hal 533

98

Universitas Sumatera Utara

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Afdeeling Sibolga merupakan salah satu wilayah Afdeeling yang berada di

Keresidenan Tapanoeli. Awalnya pusat pemerintahan Sibolga berada di Pulau Poncan yang kemudian dalam pembentukan Keresidenan Tapanoeli dipindahkan ke Sibolga.

Pemerintahan di Sibolga sebelum ditaklukkan oleh pemerintah Kolonial Belanda adalah sebuah bentuk Kerajaan Tradisional yang dipegang kuasanya oleh serang Raja yang membuka perkampungan Sibolga, kemudian mempunyai kuasa dan kekuatan dalam menjalankan pemerintahan. Raja Sibolga saat itu adalah Ompu Hurinjom

Hutagalung.

Wilayah Sibolga terkenal akan keindahan teluknya. Wilayah Sibolga juga sangat strategis yang berada diantara wilayah Tapanoeli Selatan yaitu Padang

Sidempoean dan wilayah Tapanoeli Utara yaitu Dataran tinggi Toba. Dari letak yang strategis ini lah pemerintahan Kolonial Belanda menjadikan Sibolga sebagai pintu gerbang segala aktivitas baik perdagangan, dan juga sebagai pintu keluar masuknya komoditi ekport import. Maka pada tahun 1842 Belanda resmi menaklukan kawasan

Tapanoeli dan memindahkan serta menjadikan Sibolga sebagai Ibukota Keresidenan

Tapanoeli yang sebelumnya Keresidenan berada di Ayer Bangis. Keresidenan

Tapanoeli ini berada langsung dibawah Pemerinathan Sumatra’s Weskust. Kemudian pada tahun ini juga terbentuklah Afdeeling Sibolga.

99

Universitas Sumatera Utara

Pada pemerintahan Kolonial Belanda di Sibolga, sistem pemerintahan taradisional di Sibolga lama kelamaan mulai mengalami perubahan, bahkan sebelum tahun 1842 yaitu tahun 1826 penyebutan nama Raja dihapuskan dan digantikan dengan sebutan Kuria. Kepala kuria ini nantinya akan mengurusi masalah adat dan juga merupakan perpanjangan tangan pemerintahan kolonial Belanda terhadap penduduk. Dalam keputusan penghapusan sebutan Raja ini, mereka diberikan biaya ganti rugi atau uang honor pensiunan.

Walaupun pemerintahan Kolonial Belanda berada diwilayah Sibolga, sistem pemerintahan negeri masih bersifat tradisional, hanya pada struktur kekuasaan yang hirearki vertikal disisipi dengan jabatan kolonial yang berfungsi sebagai pengatur dan pengawas, seperti Assistent Resident, Controleur, Kepala Kuria dan lainnya. Mereka bertugas untuk menarik pajak secara langsung dari rakyat. Pemerintah hanya mengawasi pemungutannya dan memanfaatkan bandar sebagai pusat perdagangan.

Dalam perkembangan wilayah Afdeeling Sibolga, pemerintah kolonial belanda sering melakukan reorganisasi wilayah baik reorganisasi kecil sampai reorganisasi besar yang mampu mempengaruhi sistem pemerintahan tradisional.

Awalnya ketika Keresidenan Tapanoeli dibentuk, pemerintahan kolonial Belanda ingin menciptakan wilayah Tapanoeli yang berdasarkan persamaan etnis. Hingga pada tahun 1878, Belanda mulai memasuki dan menguasai wilayah Tapanoeli Utara yaitu dataran Toba melalui kristenisasi, dan menyebabkan penyerangan dari

Sisingamangaraja, yang pada akhirnya dataran tinggi Toba berhasil ditaklukkan oleh

Belanda.

100

Universitas Sumatera Utara

Reorganisasi besar terjadi pada Keresidenan Tapanoeli pada tahun 1906, dimana Keresidenan Tapanoeli keluar dari Sumatra‟s Weskust dan berdiri mandiri sebagai suatu wilayah administrasi. Sejak saat itu pula perkembangan dalam perdagangan Sibolga mengalami kemajuan, peningkatan ekport import dan gudang niaga di Afdeeling Sibolga menjadikannya sebagai sentral perekonomian di

Tapanoeli. Didukung oleh hasil komoditi hutan dan komoditi perkebunan dari daerah pedalaman semakin membuat Sibolga menjadi ramai dikunjungi orang-orang untuk berdagang, mengakibatkan peningkatan jumalah penduduk di Afdeeling Sibolga.

Peningkatan permintaan ekport import komoditi Karet pada awal tahun 1900 juga ikut mendorong perkembangan Sibolga.

Kelesuhan perdagangan sempat melanda wilayah Sibolga pada tahun 1912 hingga tahun 1930an, banyak faktor yang mempengaruhi kondisi ini. faktor internalnya adalah karena wabah penyakit malaria yang melanda Sibolga, wabah ini cukup memakan korban jiwa dan meresahkan penduduk bahkan pemerintahan setempat. Akibat dari wabah malaria ini, banyak orang yang enggan datang ke

Sibolga, yang akhirnya para pedagang dan aktivitas dagang tidak berjalan dengan baik. Kemudian faktor eksternalnya disebabkan oleh perkembangan pesat wilayah

Sumatra Timur oleh perusahaan-perusahaan perkebunan dan pelabuhan Belawan yang jauh lebih memadai dan teknologi yang digunakan lebih baik dari pada wilayah

Tapanoeli.

Namun, kelesuhan dalam perdagangan di Sibolga tidak mempengaruhi dalam perkembangan pemerintahan dan perkembangan wilayah administrasi Afdeeling

101

Universitas Sumatera Utara

Sibolga. Terlihat, pada perkembangan infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah

Kolonial Belanda untuk kepentingan perdagangan dan pengawasan wilayah. Pada perkembangan infrastruktur tersebut seperti pemerintahan kolonial Belanda fokus dalam pembaikan dan pembukaan jalan raya dan jalan lintas menuju Sibolga dan wilayah pedalaman serta wilayah lainnya. Selain itu juga pemerintahan kolonial

Belanda mulai menata wilayah Sibolga dengan pembangunan parit di sisi jalan sebagi penaggulagan wabah malaria, yang kemudian saluran parit ini akan langsung terbuang ke laut. Dan fasilitas kesehatan yang diberikan oleh pemerintahan berupa pendirian rumah sakit di Sibolga. Serta pembangunan sekolah-sekolah yang berkembang untuk kepentingan pemerintahan.

102

Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran

Kajian mengenai pemerintahan pada masa Kolonial Belanda seperti penelitian Afdeeling ini sangat menarik untuk diteliti terutama untuk wilayah Sibolga, belum banyak dilakukan penelitian mengenai Sibolga apalagi mengenai

Pemerintahan Afdeeling Sibolga. Sebab sistem pemerintahan yang ada saat ini merupakan gambaran sistem pemerintahan yang diterapkan oleh pemerintahan

Belanda di wilayah Hindia Belanda. Afdeeling sendiri merupakan wilayah otonomi setingkat Kabupaten saat ini. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa Sibolga merupakan wilayah yang beranjak dari sebuah kampung yang kemudian memiliki kekuasaan administrasi pemerintahan Kolonial Belanda. Kemudian wilayah ini mengalami perkembangan wilayah Afdeeling Sibolga tahun 1906-1942.

Melihat bahwa penelitian tentang Afdeeling Sibolga masih sedikit diteliti oleh berbagai instansi baik instansi pendidikan maupun pemerintahan. Penulis menyarankan untuk lebih banyak lagi yang meneliti mengenai sejarah pemerintahan

Kolonial, atau pun sejarah Kolonial. Sebab dari penelitian ini penulis berfikir untuk menyarankan meneliti mengenai Peran masyarakat Toba dalam pemerintahan

Sibolga, atau mengenai perkembangan pendidikan pada masa kolonial.

103

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Sumber-Sumber Arsip:

Arsip. J. Block. “ Algemeen Administratief Verslag van de Residentie Tapanoelie over het Jaar 1857, A Eerste Afdeeling Gewestelijk Bestur”. Sumatra‟s Westkust

Bijblad Op Het Staatsblad Van Nederlandsch Indie No. 8595 Tahun 1917

Binnenlansch Bestuur No. 1937. Algemeene Nota Der Commissie Welsink-Colijn. Gouvernement Besluit Van 18 Februari 1905 No.31

Binnenladsch Bestuur No. 1211 “Memorie Van Overgave Betreffende de Residentie Tapanoeli”. 7 october 1929-22 Februari 1935

Departemen van Binnenlands Bestuur. “Tapanoeli”, Algemeen Verslag Tapanoeli Over 1917-23 Maart 1918. Hoofdstuk C

Regeering Almanak Tweede Gedeelte: Kalender en Personalia Tahun 1906-1942

Jaarverslag der Handelsvereeniging Sibolga over het jaar 1937 Staatsblad1916 No. 245 dan No. 398 Staatsblad 1911 No. 515

MvO 1E Reel 26

H. Bartstra. Memorie van Overgave van Den Controleur van Sibolga En Ommelanden, 1 Juni 1935

Sumber-Sumber Resmi Yang Dicetak

Beknopt Overzigt van den Handel en de Scheepvaart ter Sumatra`s Westkust Gedurende het Jaar 1846-1868”, Commerce Statistiek. Deel I. Batavia: Landsdrukkerij, 1868.

Beknopt Overzigt van den Handel en de Scheepvaart ter Sumatra`s Westkust, Gedurende het Jaar 1846-1870”. Overzigt van den Handel en de Scheepvaart in de Nederlandsche Bezittingen in Oost-Indie, Buiten Java en Madoera over de Jaren 1846 tot 1870 Gedrukt te `s Gravenhage bij Gebroeders Giunta D`albani. Batavia: Landsdrukkerij.

104

Universitas Sumatera Utara

Bernard H. M. Vlekke. Nusantara A History of Indonesia. The Hague: W. Van Hoeve, 1965

Burgerlijke Openbare Werken. Assaineering van Sibolga. 1919.Weltervreden : H.G Nieuwenhuis Architect van Den Waterstaat

Dr. W. T. De Vogel. De Taak Van Den Burgerlijken Geneeskundigen Dienst In Nederlandsch-Indië. 1917. Amsterdam : En Steendrukkerij,

H. C. Gomperts. Bijdrage Tot De Kennis Der Nederlandsch-Indische Anophelinen, Amsterdam : S. L. Van Looy. 1934

J. J de Wilde, Topographische Schots van Sibogha ( Weskust van Sumatra), d. Lan Geneskundig Tijhschrift voor Ned. Indie,

Koloniaal Verslag van 1918. “C. Tapanoeli, Mededeelingen Staatkundingen en Algemeen Aard”. Zitiing 1918-1919. Gedrukt ter Algemeene Landsdrukkerij Memorie van Advies, 21 November 1842

Overzicht van den handel en de Scheepvaart ter Sumatra`s Westkust en in de Afdeeling Bengkoelen en Onderhoorigheden, Gedurende de Jaren 1846, 1848. Batavia: Landsdrukkerij, Deel I, 1853

P.Th Couperus. De Residentie Tapanoeli (Sumtra’s Weskust) In 1852. Amsterdam : Koninklijk Instituut

Volkstelling 1930 Deel IV Inheemsche Bevolking van Sumatra, Cencus Of 1930 In The Nederlandsche Indie

Sumber Buku, Tesis, Skripsi, Surat kabar:

Asnan, Gusti. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Yogyakarta : Ombak. 2007 Asnan, Gusti. Pemerintahan Sumatera Barat: Dari VOC Hingga Reformasi. Yogyakarta: Citra Pustaka. 2006 Asnan, Gusti. Sungai dan Sejarah Sumatera. Yogyakarta: Ombak. 2016 Anonim. Sejarah Perkembangan Pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Medan : Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Tanpa Tahun Terbit

105

Universitas Sumatera Utara

Budhisantoso. Studi Pertumbuhan Dan Pemudaran Kota Pelabuhan Kasus Barus Dan Si Bolga. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Pengkajian Dan Pembinaan Nilai•Nilai Budaya Pusat. 1994 Castles, Lance. Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatra-Tapanuli 1915- 1940. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). 2001 Gottschalk,Louis.Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Notosanto, Jakarta: UI Press, 1985 Hestiliani, Teti. “Decentralisatie Wet van Nederland Indies 1903”. Dalam Jurnal Istoria, Vol.15, No. 2. September 2019 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995 Lubis, M. Aziz Rizky. Pertanian Karet Rakyat di Tapanuli 1908-1942, dalam Skripsi S-1 belum diterbitkan, Medan: Departemen Sejarah Fakultas Universitas Sumatera Utara , 2016 Nur, Muhammad. Bandar Sibolga di Pantai Barat Sumatera Pada Abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. 2015. Padang: Balai Pelestarian Budaya Sumatera Barat Panggabean,H.A. Hamid dkk. Bunga Rampai Tapian Nauli Sibolga-Indonesia. Jakarta: Tapian Nauli-Tujuh Sekawan, 1995 Pasaribu, Syawal. Bunga Rampai Pesisir Kota Sibolga. Sibolga : Pemerintah Kota Sibolga. 2014 Sari, Nia Kumala. “Afdeeling Bengkalis Tahun 1915-1942”. Dalam Skripsi S-1 belum diterbitkan. Medan : Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 2018 Simatupang, Sahat. Pasang Surut Kerajaan Sibolga Tempo Doeloe. 2014. Sibolga: Tanpa Penerbit Sinar, Tengku Lukman, Sumatera Utara Dibawah Kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (s/d awal abad ke XX). Jilid III . Medan : Lingkungan USU Spijkman, N. J. Soewaktoe Kemenangan Pekerdjaan Pemeliharaan Kesehatan di Sibolga. Sri Poestaka. Juli 1919

106

Universitas Sumatera Utara

Sumarno, Edi dkk. “Rubber Agriculture Tapanuli in the Malaise Era, 1929-1939”. Dalam BIRCI Journal, Vol. 3, No. 1. Februari 2020 Tim Pengumpulan, Penelitian Data dan Penulisan Sejarah Pemerintahan Departemen Dalam Negeri Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Sejarah Perkembangan Pemerintahan Departemen Dalam Negeri di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatra Utara (Masa Pemerintahan/ Pendudukan Kolonial Belanda dan Jepang). Medan : Fasa USU. 1991 Tim Penyusun. Mengenal adat dan Budaya Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Sumut: Forkala. 2010

Internet :

Ery Soedewo. Arti Strategis Sibolga Dan Daerah Teluk Tapanuli Bagi Pertahanan Pantai Barat Pulau Sumatera. Diposting dalam https://balarmedan.wordpress.com/2008/05/13/arti-strategis-sibolga-dan- daerah-teluk-tapanuli-bagi-pertahanan-pantai-barat-pulau-sumatera/,diakses pada tanggal 15 Oktober 2020 pada pukul 16.07 wib

Wikipedia. Bahu (Agraria). https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bahu¬¬_(agraria). Diakses pada tanggal 25 November 2020

107

Universitas Sumatera Utara

Lampiran I

Gambar 1

Kerusakan perkampungan Cina pasca kebakaran Tahun 1890

Sumber : Collectie Tropen Museum tahun 1890

Universitas Sumatera Utara

Lampiran II

Gambar 2

Peta Afdeeling Sibolga Tahun 1935

Sumber : Memorie Van Overgave Van den Controleur van Sibolga En Ommelanden, H. Barstra. 1 Juli 1935- 9 Juni 1938

Universitas Sumatera Utara

Lampiran III

Gambar 3

Peta Onderneming Afdeeling Sibolga tahun 1935

Sumber : Memorie Van Overgave Van den Controleur van Sibolga En Ommelanden,H. Barstra. 1 Juli 1935- 9 Juni 1938

Universitas Sumatera Utara

Lampiran IV

Gambar 4.

Perkampungan Cina di Sibolga Pada Tahun 1920

Sumber : Sahat Simatupang “Pasang Surut Kerajaan Sibolga Tempo Doeloe”Tahun

2014

Universitas Sumatera Utara

Lampiran V

Gambar 5.

Kantor Administrasi Afdeeling Sibolga tahun 1936

Sumber : KTLV 1936

Universitas Sumatera Utara

Lampiran VI

Gambar 6

Jembatan Batang Toroe Jalan Sibolga-Padang Sidempoean

Sumber : KITLV 1917

Universitas Sumatera Utara

Lampiran VII

Gambar 7

Penggunaan Kano Sebagai Transportasi Di Sorkam

Sumber : KITLV 1936

Universitas Sumatera Utara

Lampiran VIII

Gambar 8

Terowongan dijalan antara Taroetoeng dan Sibolga

Sumber : KITLV 1915

Universitas Sumatera Utara

Lampiran IX

Gambar 9

Goa Belanda, Jalan Sibolga-Taroetoeng

Sumber : KITLV 1936

Universitas Sumatera Utara

Lampiran X

Gambar 10

Gudang Niaga di Pelabuhan Sibolga

Sumber : KITLV 1920

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XI

Gambar 11

Peta Pelabuhan Sibolga

Sumber : KITLV 1936

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XII

Gambar 12

Pembuatan Parit Disamping Kiri Dan Kanan Jalan 1913

Sumber :Burgerlijke Openbare Werken. Assaineering van Sibolga. 1919.Weltervreden : H.G Nieuwenhuis Architect van Den Waterstaat

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XIII

Gambar 13.

Parit Yang Sudah Selesai di Bangun Mengalir Sampai Ke Laut.

Sumber :Burgerlijke Oprnbare Werken. Assaineering van Sibolga. 1919.Weltervreden : H.G Nieuwenhuis Architect van Den Waterstaat

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XIV

Gambar 14.

Rumah Sakit Sibolga

Sumber : Arsip KITLV tahun 1936

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XV

Gambar 15

Suasana Pasar Kotabaringin tahun 1917

Sumber : Tropen Museum-collectie 1917

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XVI

Surat Keputusan Pemisahan Tapanoeli dari wilayah Sumatra’s Westkust

Sumber: Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 418 Tahun 1905

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XVII

Keputusan Pemerintah Mengenai Penetapan Keresidenan Tapanoeli Sebagai Wilayah yang Mandiri, dan Afdeeling Sibolga sebagai Ibukota Keresidenan

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Staatsblad van Nederlandsch Indie No. 496 Tahun 1906.

Universitas Sumatera Utara

LampiranXVIII

Kantor Resident di Sibolga

Sumber: KITLV 1936

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XIX

Rumah Ibadah di Sibolga

1. Mesjid di Sibolga

2. Gereja Protestan di Sibolga Djoloe

Universitas Sumatera Utara

3. Gereja Katolik di Sibolga

Sumber : KITLV 1936

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XX

Rumah Masyarakat Eropa

Sumber: KITLV 1936

Universitas Sumatera Utara

Lampiran XXI

Kantor Perusahaan Dagang Sumatera Kalimantan (Borsumij) di Sibolga

Sumber: KITLV 1925

Universitas Sumatera Utara