PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS ETHNO-HERITAGE DI KAWASAN PERCANDIAN MUARA TAKUS KABUPATEN KAMPAR PROVINSI Andri Sulistyani1, Rd. Siti Sofro Sidiq2, Mariaty Ibrahim3 Universitas Riau [email protected]; [email protected]; [email protected]

ABSTRAK Kawasan Percandian Muara Takus merupakan satu-satunya destinasi wisata yang berupa bangunan cagar budaya berwujud kompleks percandian dan memiliki kesejarahan yang erat kaitannya dengan peradaban masa lalu Zaman Sriwijaya. Lokasinya terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, atau berjarak sekitar 196 km dari pusat Kota Pekanbaru. Kedekatan lokasi dan kemudahan aksesibilitas menuju destinasi ini menjadi salah satu keunggulannya dalam menunjang kedatangan wisatawan. Namun demikian, hingga saat ini potensi keunggulan destinasi tersebut dirasakan belum optimal, sebagaimana layaknya kompleks percandian lainnya seperti , Prambanan, serta candi-candi lainnya di Pulau Jawa dan Bali. Penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi pariwisata yang dimiliki oleh Kawasan Percandian Muara Takus dengan cara: 1) mengidentifikasikan sumber-sumber daya pariwisata yang terdapat di dalamnya; dan 2) memberikan rekomendasi pengembangan wisata ethno- heritage di kawasan tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif deskriptif dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, bentuk potensi etno-heritage tourism yang terdapat di kawasan percandian Muara Takus meliputi; 1) bangunan warisan budaya di dalam kompleks percandian; 2) ragam budaya masyarakat sekitar percandian; dan 3) potensi wisata keagamaan di dalam kawasan percandian. Untuk itu, riset ini memberikan rekomendasi berupa pembentukan desa wisata yang melibatkan penduduk sekitar dengan mengotimalkan bentuk-bentuk tradisi yang dimilikinya sebagai wujud kombinasi ethno-heritage tourism, tanpa mengesampingkan tradisi masyarakat lokal dan dapat mengakomodasi tradisi keagaaman yang terkait bangunan fisik percandian. Kata kunci : ethno-heritage tourism, muara takus

ABSTRACT .Muara Takus Temples Area is the only cultural heritage buildings destination and has a history that is closely related to the civilization of the Period. This temples complex is located in District XIII Koto Kampar, Kampar Regency, Riau Province, for about 80 km from Pekanbaru.The proximity of its location and ease of accessibility are giving the advantages in supporting tourist arrivals. However, these superioritiesare still categorizedas not fully being optimalized, as other holy temples such as Borobudur, Prambanan, and other temples on Java and Bali. This study aims to explore the potent of Muara Takus as the center of heritage destination, and combining those potential to residetnt nerby perpective on it in order to: 1) identifying the tourism resources contained therein; and 2) provide recommendations for the development of ethno-heritage tourism in the region. This research is using descriptive qualitative method by doing observation, interview, documentation. Results of the study show that the potential forms of ethno-heritage tourism found in the Muara Takus Temples area are including: 1) cultural heritage buildings inside the temple complex; 2) cultural diversity of the community around the temples area; and 2) the potential for religious tourism practicesinside the area. Further, this research provides recommendations to build a tourism village that involves the surrounding population by optimizing theirbelonging traditions as a combination of ethno-heritage tourism, without ignoring the traditions of the local community and being able to accommodate another religious traditions related to the physical building of the temples. Keyword: ethno-heritage tourism, muara takus

PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

di kawasan candi Muara Takus, sekaligus PENDAHULUAN menemukan konsep pengembangan Pemerintah telah menetapkan pariwisata terintegrasi sebagai alternatif kepariwisataan sebagai salah satu ancangan pembangunan kepariwisataan berbasis bidang pembangunan strategis nasional. budaya lokal dan bangunan cagar budaya Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi jalur yang koheren mengangkat harkat hidup dan kesejahteraan Wisata budaya yang berbasis pada masyarakat melalui konsumsi masyarakat, hasil-hasil budaya (culture based tourism) distribusi kesejahteraan material, dan bahkan merupakan bentuk pariwisata yang komersialisasi bagi pihak-pihak yang terlibat memanfaatkan pengalaman dan tradisi masa di dalamnya [1]. Berbagai upaya tindakan lampau yang dapat diteladani dan dinikmati. afirmatif kemudian dilakukan untuk Wisata budaya sarat akan nilai kesejarahan, merealisasikan paradigma gerakan mengajak wisatawan untuk mengenal adat perekonomian ini. tradisi lokal sebagai bentuk transmisi Kegiatan pariwisata didominasi oleh pengetahuan dari penduduk lokal kepada sektor domestic yang mayoritas wisatawan. Material wisata budaya dapat menggunakan fasilitas transportasi darat dan berwujud artefak-artefak dan bangunan mencakup semua tujuan kunjungan, budaya yang ditinggalkan oleh kehidupan termasuk bisnis, konferensi, dan mencari masa lampau dan masih dapat disaksikan ilmu pengetahuan. Banyak pakar pariwisata sampai saat ini. Bentuk pariwisata ini yang berpendapat bahwa pariwisata akan bertujuan untuk memperoleh kepuasan dapat menggerakkan sektor-sektor ekonomi batiniah, kekayaan pengetahuan masa lalu, kerakyatan dengan pembukaan peluang- menggali adat dan tradisi para leluhur. peluang usaha sebesar-besarnya [2]. Perpaduan pencapaian kepuasan dan Namun demikian, terdapat stigma pembelajaran ini diharapkan akan bahwa pengembangan kepariwisataan di memberikan makna dan hasil berwisata yang suatu wilayah lebih cenderung menekankan mendalam bagi wisatawan saat dan setelah aspek ekologis dan fungsionalnya daripada menikmati sajian wisata budaya. peran aspek sosial dan budaya manusia yang Wisata budaya memiliki konsep dan mendiami wilayah tersebut, sehingga bentuk umum dari wisata minat khusus. keberadaanya menjadi terabaikan[3]. Wisata minat khusus menekankan pada Masyarakat lokal kehilangan fungsinya pelaksanaan prinsip-prinsip: 1) sebagai agen dan pelaku kegiatan pariwisata. berkelanjutan; 2) berkeadilan; 3) Jika hal ini dibiarkan, maka peluang bertanggung jawab; 4) berbasis masyarakat; peningkatan kesejahteraan dan peran 5) berwawasan lingkungan; 6) solidaritas; 7) mayarakat lokal pemangku kepentingan berbudaya; 8) mengangkat ekonomi kecil; utama dalam pariwisata menghilang. dan 9) pariwisata lintas batas [4]. Salah satu destinasi yang diunggulkan Berdasarkan beberapa pandangan di di Kabupaten Kampar adalah Candi Muara atas, maka konseptual pengembangan Takus. Candi ini merupakan bangunan kawasan Percandian Muara Takus sebagai bersejarah yang kerap dilekatkan dengan sebuah wisata budaya tidak boleh cerita kejayaan Sriwijaya. Sebagai destinasi melepaskan dirinya dari lingkungan dan yang telah dikenalkan kepada dukungan sosial masyarakat lokal di masyarakat luas, ternyata pamornya tidak sekitarnya. dibarengi dengan tingkat kunjungan METODE wisatawan yang stabil dan melimpah, sebagaimana layaknya kawasan percandiani Sesuai dengan hal tersebut, maka lainya, seperti di Jawa dan Bali. Oleh sebab tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan itu, perlu dilakukan kajian untuk konsep pengembangan pariwisata berbasis mengidentifikasikan potensi pengembangan heritage dengan unsur sosial budaya

PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

masyarakat, maka pendekatan etnografi diadaptasi dari sebutan sebuah anak sungai digunakan untuk mengambil data dari subjek kecil yang bermuara Sungai Kampar Kanan, penelitian. Analisis data dilakukan dengan yaitu Sungai Takus. Namun, dalam menggunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian ini, informan menyatakan bahwa analisis ditulis dengan metode penulisan nama sungai kecil itu adalah Sungai deskriptif kualitatif interpretif. Analisis Umpamo/Limpamo. kualitatif interpretif dilaksanakan dengan Tulisan tersebut mengemukakan mengolah dan hasil observasi, wawancara, bahwa kemungkinan penamaan Muara dan studi dokumen secara simultan selama Takus berasal dari dua kata, yaitu “Muara” proses penelitian berlangsung [5] [6]. dan “Takus”. Kata “Muara” menunjukkan Tahapan analisis ini dilakukan secara berakhirnya aliran sungai menuju laut, dan terpadu terhadap setiap bentuk data yang kata “Takus” yang berasal dari Bahasa Cina, ditemukan untuk mendapatkan hasil yaitu Ta (besar), Ku (tua), dan Se (candi atau penelitian [6]. kuil). Dengan demikian, sebutan Muara Takus digunakan untuk menyebut bangunan HASIL DAN PEMBAHASAN candi besar dan tua di muara sungai. Kawasan wisata merupakan kesatuan Kompleks Percandian Muara Takus wilayah yang berpotensi untuk dikenal oleh para arkelog dan sejarahwan dikembangkan dalam kegiatan pariwisata dunia sejak 1860, yaitu ketika ditemukan dan berpengaruh penting dalam kembali oleh Cornets de Groot [9]. pembangunan ekonomi, sosial dan budaya, Publikasinya mengenai Muara Takus pengelolaan sumber daya alam, pelestarian menarik minat peneliti lain untuk lingkungan hidup, serta pertahanan dan mempelajari kompleks percandian ini, di keamanan [7]. Dalam pengertian ini, antaranya adalah Van Beest Holle[10] yang kawasan wisata mencakup keseluruhan menulis tentang gambaran Muara Takus dan wilayah secara geografis sebagai sumber Schnitge [11] yang menulis tentang suasana daya pariwisata. Seluruh sumber daya Muara Takus dengan kompleks manusia, alam, budaya, kehidupan sosial, percandiannya. hingga peninggalan sejarah menjadi aset Terkait dalam pengembangan yang dapat dikemas sebagai bagian produk kepariwisataan, pelaksaan kegiatan wisata secara integral. pariwisata yang menggunakan wujud Kawasan Percandian Muara Takus peninggalan masa lalu (heritage) dibedakan merupakan salah satu objek cagar budaya klasifikasinya berupa atraksi benda dan yang vital di Kabupaten Kampar dan telah atraksi tak benda. Klasifikasi heritage yang terkenal hingga ke mancanegara. Banyak dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata wisatawan asing yang sudah tersebut meliputi: 1) semua benda yang mengunjunginya. Begitu pula dengan identik dengan peninggalan masa lalu kunjungan wisatawan yang ribuan (relik); 2) produk modern yang dilekatkan jumlahnya setiap bulan. Namun demikian, dan terpengaruh oleh masa lalu; 3) semua perkembangan kawasan ini sebagai destinasi budaya dan produk artisitk yang dibuat di unggulan dirasakan masih kurang. masa lalu maupun masa sekarang; 4) semua Candi Muara Takus merupakan elemen yang bersifat alamiah yang mampu bangunan cagar budaya yang banyak bertahan sejak zaman dahulu, dipandang dinyatakan bernuansa Buddhis. Penelitian sebagai bentuk yang asli, bertipologi khusus R.D.M Verbeck dan E.Th. Van Delden [8] dan tepat untuk dijadikan warisan bagi bangunan candi ini diduga merupakan generasi mendatang; 5) bentuk aktivitas bangunan suci agama Budha yang berbentuk komersial penting, warisan kegiatan industri biara dan ruangan. Terdapat dua pendapat masa lalu yang berlandaskan pada aspek mengenai penamaan Muara Takus. Pendapat pertukaran barang dan jasa dengan pertama mengatakan bahwa nama tersebut menggunakan komponen sederhana; dan 6)

PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

ideologi politisi ekstrim yang digunakan untuk membedakan etnis atau eksklusivisme ras tertentu [12]. Pandangan lain terkait definisi dan pembagian warisan budaya yang dikembangkan menjadi daya tarik wisata dikemukakan oleh Swarbroke [13]. Ia menyatakan bahwa serangkaian situs peninggalan sejarah terbentuk dari Gambar 1. Candi Tua dan Candi Bungsu kombinasi antara daya tarik benda (tangibel product) dan daya tarik tak benda Struktur kaki bangunan hasil (intangible product). Di antara pembagian pemugaran memiliki wujud empat persegi ini meliputi: 1) bangunan bersejarah dan panjang pada tingkat I dengan banyak monument; 2) situs penting masa lalu, penampil. Jumlah sudut luarnya adalah 24 seperti medan pertempuran; 3) lanskap buah, termasuk sudut tangga naik. Bangunan tradisional dan kehidupan asli masyarakat ini memiliki dua (2) buah tangga naik di sisi lokal di wilayah konservasi; 4) bahasa, barat dan di sisi timur untuk mencapai sastra, musik, dan seni; 5) event tradisional puncak . dan praktik-praktik tradisional, seperti pengobatan, pernikahan, inisiasi,kematian, 2) Candi Mahligai dsb; dan 6) gaya hidup tradisional, meliputi Stupa Mahligai berbentuk bangunan makanan, minuman, dan olahraga. tinggi, menghadap ke arah gerbang masuk di sisi utara kompleks. Letaknya di sekitar 10 1. Identifikasi Potensi Sumber Daya meter di sebelah utara tembok pagar keliling Pariwisata di Percandian Muara Takus sisi barat dan di antara Candi Palangka dan 1.1 Sumber Daya Pariwisata Berwujud Candi Bungsu. Bangunan ini memiliki alas Benda dua (2) buah yang tinggi berukuran 4,10 Wujud daya tarik wisata berupa benda meter dengan satu (1) tangga naik berukuran dalam kawasan percandian Muara Takus lebar 1 meter. Pada bagian kaki pertama dapat diidentifikasikan dengan ragam ditemukan hiasan berupa pelipit bawah, bangunan candi beserta seluruh fasilitas pelipit padma, pelipit badan, dan pelipit atas. yang terdapat di dalamnya. Dalam hal ini, Namun, tidak ditemukan hiasan pada tepi perwujudannya dapat dibedakan menjadi tangga. beberapa bentuk, yaitu: 1) Candi Tua Candi Tua merupakan bangunan yang terbesar di dalam kompleks percandian Muara Takus. Bangunan ini nyaris menempel di sisi utara Candi Bungsu dengan jarak hanya sekitar 22 cm. Bangunan Candi Tua menjadi bangunan utama pertama yang ditemui jika wisatawan masuk melalui Gambar 2. Candi Mahligai pintu loket juru pelihara. Wujud bangunan utuh dan selesai dipugar. 3) Candi Bungsu Candi Bungsu terletak di sudut, sekitar 4,80 meter arah barat Candi Mahligai. Bangunan candi ini ditopang oleh tiga (3) kaki pada bangunan sisi utara, dan satu (1) kaki pada bangunan sisi selatan. Bangunan di atas kaki-kaki ini dibagi menjadi dua (2) bangunan berdasarkan jenis bahan yang

PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

digunakan, yaitu bangunan berbahan bata 8) Bangunan III dan bangunan berbahan batu pasir. Bangunan III telah dipugar sehingga bentuknya seperti sebuah kotak dengan 4) Candi Palangka bagian atasnya berbentuk teratai. Denahnya Candi Palangka merupakan bangunan berbentuk empat persegi panjang. Lokasi kaki tanpa badan atas. Letaknya sekitar 4 bangunan ini 137 meter menuju arah barat meter di timur Candi Mahligai. Seluruh daya Candi Mahligai, di luar tembok pagar bangunan dibuat dari bata, berbentuk keliling. Bahan bangunannya dari bata bujursangkar dengan tambahan sayap tangga merah dengan sisipan batu pasir (sandstone) naik berukuran 2,28 meter. berbentuk kerikil.

5) Pagar Keliling 9) Bangunan IV Pagar keliling kompleks percandian Bangunan ini masih terletak di dalam Muara Takus terbuat dari susunan balok- lingkungan tanggul tanah, tetapi di luar balok batu pasir (sandstone). Denah pagar pagar tembok keliling Candi Muara Takus. berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 74 x Letaknya sekitar 160 meter menuju arah 74 meter. Pemugaran telah dilakukan, tetapi barat laut dari Bangunan III, atau sekitar 300 belum mampu mengembalikan kondisi meter menuju arah timur laut dari Candi pagar seperti semula. Bagian utara pagar Mahligai. Bangunan ini ditemukan di dahulunya berfungsi sebagai pintu gerbang sebidang tanah perkebunan kelapa sawit Saat ini yang tertinggal hanyalah milik penduduk desa Muara Takus. pondasinya. Lokasinya berada di dekat posko penerimaan tamu kantor Juru 9) Bangunan V dan VI Pelaksana BPCB saat ini. Runtuhan kedua bangunan ini terletak di seberang sisi barat Sungai Kampar Kanan, 6) Bangunan I berjarak sekitar 300 meter menuju arah barat Bangunan ini terletak di sebelah timur daya. Untuk mencapai lokasi kedua runtuhan laut candi Mahligai, atau di sebelah timur tersebut harus menyeberangi Sungai Kampar candi Tua. Denahnya berbentuk bujur Kanan yang sekarang sudah menjadi bagian sangkar dengan ukuran 12 x 12 meter, dan dari danau PLTA dan sudah tenggelam. tinggi sekitar 1 meter. Kondisi bangunan saat ini sudah tidak terlihat karena telah 10) Bangunan VII ditimbun tanah lagi dan tertutup rumput. Di sebelah timur Candi Muara Takus Satu-satunya penanda adalah gundukan mengalir sungai kecil yang disebut tanah yang menimbunnya. Umpamo. Sungai kecil ini berasal dari daerah rawa-rawa dan kemudian bermuara 7) Bangunan II di Sungai Kampar Kanan. Di tepi jalan aspal Bangunan II diperkirakan tidak jauh yang letaknya sekitar 50 meter ke arah timur dengan Bangunan I. Diperkirakan, dari tepi Sungai Umpamo pernah ditemukan ukurannya lebih kecil. Ukuran tinggi sisa bangunan yang berukuran 4 x 6 meter. bangunan tidak dapat diketahui karena Menurut keterangan dari Juru Pelihara Candi ketika ditemukan keadaannya hampir rata Muara Takus, sisa bangunan ini telah hilang dengan tanah di sekitarnya. Bata yang masih sebagai akibat pembuatan jalan aspal pada tersisa terdiri dari 2-3 lapis. Bentuk fisik tahun 1987. bangunan II saat nyaris tidak terdeteksi lagi oleh wisatawan karena rata dengan tanah 11) Bangunan Tanggul dan Parit Kuno dan telah tertutup rumput hijau.Lokasinya Peninggalan arkeologis di kawasan terletak di antara gundukan tanah Bangunan Muara Takus lainnya adalah tanggul dan I dan Candi Palangka. parit kuno yang mengelingi kawasan percandian Muara Takus dengan panjang

PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

sekitar 4,19 km. Tanggul yang berada di dan Desa Gunung Malelo). Lalu sebagai sepanjang tepian Sungai Kampar Kanan ucapan terima kasihnya, Sang Raja terbuat dari material campuran tanah dan membangun istana yang serupa dengan batu kerikil, sedangkan yang berada di Istananya di Campa, yaitu Percandian Muara perbukitan seluruhnya terbuat dari tanah. Takus di tepian Sungai Kampar. Kondisi tanggul dan parit ini sebagian sudah Legenda kedua adalah Datuk Laweh hilang akibat terkena proyek pembangunan Talingo yang berubah menjadi gajah setelah PLTA Koto Panjang. meninggal dunia. Legenda ini dikeramatkan, sehingga tidak dituturkan kepada sembarang 1.2 Sumber Daya Pariwisata Tak Benda orang. Masyarakat Muara Takus sangat Bentuk-bentuk sumber daya pariwisata menghormati gajah sebagai anak keturunan lain yang tak kalah pentingnya adalah atraksi Datuk Laweh Talingo, serta berpantang tak benda. Atraksi tak benda ini dihasilkan untuk menyakitinya. Pada saat bulan oleh kebudayaan masyarakat sekitar, baik purnama tertentu, sekumpulan gajah akan yang tidak memiliki kaitan maupun yang melewati kawasan percandian ini. Mereka memiliki keterkaitan erat dengan keberadaan dipercaya akan mengelilingi candi ini untuk Candi Muara Takus. Pengalian informasi ini melaksanakan ritualnya. memerlukan teknik-teknik etnografi [14] agar hasil penelitian dapat menggambarkan 2) Tradisi Masyarakat Muara Takus pandangan yang dianut masyarakat terhadap Keberadaan Sungai Kampar juga dirinya selaku pemangku kepentingan berpengaruh kepada kehidupan sosial pariwisata yang menerima kedatangan ekonomi dan kemasyarakatan masyarakat wisatawan, cara pandangnya terhadap sekitar Percandian Muara Takus. Mayoritas wisatawan, maupun paradigma yang mereka penduduknya beragama Islam. Mereka miliki terhadap Percandian Muara Takus dibedakan dalam beberapa ikatan kesukuan, sebagai warisan budaya nenek moyangnya. yaitu Melayu Tanjung, Domo, Ocu, Piliang, Hasil kajian etnografi yang dilakukan dan Patopang. Masing-masing bersatu dalam terhadap masyarakat Muara Takus ikatan kekerabatan yang diatur oleh Ninik mengungkapkan ragam sumber atraksi Mamak yang memiliki kekuasaan dalam wisata yang dimiliki masyarakat. Hasil interaksi kehidupan sehari-hari maupun budaya tersebut meliputi: dalam perayaan tradisi. 1) Peninggalan Sastra Lisan Terdapat beberapa tradisi keagamaan Masyarakat Muara Takus memiliki yang dilaksanakan oleh masyarakat Muara beberapa peninggalan cerita rakyat yang Takus. Tradisi Balimau Kasai merupakan menjadi sastra lisan. Cerita rakyat ini ritual mandi bersama di Sungai Kampar menjadi warisan turun-temurun. Namun jelang pelaksanaan ibadah puasa. Seluruh demikian, seiiring berjalannya waktu, tradisi warga tanpa memandang suku turun ke satra lisan ini mulai hilang tergerus zaman. sungai dan berbahagia menyambut puasa. Hanya beberapa penduduk Muara Takus Mereka membawa ban, perahu, maupun alat yang berusia tua saja yang masih mampu berenang lainnya untuk mandi. menuturkan sastra lisan ini. Perlengkapan yang dibawa meliputi bunga- Beberapa sastra lisan yang masih dapat bungaan, jeruk purut, irisan pandan, dan ditemukan adalah adanya cerita mengenai wangi-wangian. Balimau mengandung Legenda Puti Biru dan Legenda Datuk makna mandi dengan air limau (air jeruk). Laweh Talingo. Legenda Puti Biru bercerita Tradisi lain adalah perayaan Rayo mengenai hilangnya Putri Raja Campa dan Onam untuk menyambut hari ketujuh setelah diselamatkan oleh 3 datuk (Datuk Nan lebaran pertama. Masyarakat biasanya Batigo) dari kawasan Minangga Kanvar membuat perayaan besar-besaran untuk Idul (kawasan sekitar Muara Takus saat ini, Fitri setelah 6 hari melaksanakan puasa meliputi desa Muara Takus, Desa Tanjung, Syawal. Itulah sebabnya, perayaan ini

PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

disebut rayo onam. Suku Ocu sangat kawasan wisata religi. Unsur religi ini menghormati ritual puasa syawal. Setelah melekat kepada Candi Muara Takus sebagai merayakan Idul Fitri di hari pertama, mereka Candi Budha. Adapun unsur edukasi akan langsung melaksanakan puasa syawal. melekat pada fungsi percandian Muara Makna puasa syawal melekat erat sebagai Takus sebagai benda cagar budaya dan tradisi yang tidak boleh ditinggalkan dan bangunan bersejarah. dilalaikan. Oleh sebab itu, pada hari Pemanfaaatan unsur wisata religidi selesainya puasa syawal, mereka Percandian Muara Takus membutuhkan merayakannya dengan meriah. kajian mendalam untuk bisa dikembangkan dengan beberapa pertimbangan. Hal ini 1.3 Potensi Tradisi Keagamaan bagi disebabkan mayoritas penduduk sekitar Pemeluk Agama Lain Percandian Muara Takus yang lekat dengan Keberadaan Candi Muara Takus yang kebudayaan dan aturan adat berlandaskan lekat dengan rumah ibadah bagi penganut agama Islam. Dalam paradigma masyarakat, agama Budha dipahami oleh warga sekitar keberadaan Candi Muara Takus adalah Muara Takus. Dalam beberapa kesempatan, musyrik, rumah ibadah bagi agama lain, beberapa pemeluk agama Budha yang akan sehingga kebanyakan dari mereka enggan melaksanakan wisuda sebagai biksu berdekatan ataupun berurusan dengan melaksanakan ritual terakhirnya di kawasan candi. Percandian Muara Takus. Dalam tradisi Dengan demikian, maka pendekatan masyarakat sekitar Muara Takus pariwisata edukasi merupakan satu-satunya mengenalnya sebagai tradisi Budha Turun jalan untuk mendekatkan masyarakat lokal Tanah. Mereka memberikan kesempatan dengan candi yang dimilikinya. Adanya kepada pemeluk agama Budha tersebut kedatangan wisatawan mampu menarik untuk tinggal dan beribadah dengan nyaman minat warga setempat untuk membuka di sekitar candi sambil memberikan sektor-sektor usaha mikro pelayanan jasa penjagaan keamanan dan pelayanan bagi pariwisata, seperti kedai makan minum. kebutuhan mereka selama tinggal di sana. Sementara untuk usaha jasa penginapan dan lainnya, mereka masih enggan 2. Rekomendasi Kebijakan Pembangunan menyediakannya. Pariwisata di Desa Muara Takus Pendekatan wisata edukasi dianggap Pengelolaan wisata warisan budaya lebih sesuai dengan pandangan masyarakat. dipengaruhi dan dibentuk oleh gabungan Mereka dapat menerima pengembangan elemen supply (penawaran) dan demand percandian Muara Takus sebagai wahana (permintaan), karakter dasar lanskap budaya edukasi bagi anak sekolah maupun peneliti yang dikonservasi dan dilestarikan, dampak sebab dianggap tidak menimbulkan efek dari keberadaan dan musnahnya sebuah situs negatif bagi masyarakat, tidak mengandung warisan budaya di sebuah wilayah tertentu, unsur maksiat, dan memberikan manfaat bagaimana warisan budaya itu dikelola, lebih besar secara ekonomi. Unsur halal dan bagaimana warisan budaya tersebut haram yang sangat dipegang teguh oleh diinterpretasikan dan disajikan, serta masyarakat dapat dikontrol, sehingga segala peranan kebijakan politik dalam membangun bentuk kegiatan di luar syariat Islam dapat pengalaman berwisata wisatawan. Dalam hal dihindari. Selain itu, wisatawan program ini, kawasan percandian Muara Takus sangat edukasi lebih mudah mengadopsi potensial untuk dikembangkan menjadi kebudayaan masyarakat setempat. Konsep kawasan wisata terpadu (integrated tourism wisata edukasi tak lepas dari mempelajari village) [15]. kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar Kawasan cagar budaya dapat objek wisata, bahkan untuk menginap dan dikembangkan secara terpadu untuk mengikuti keseharian warga Muara Takus menjadi: 1) kawasan wisata edukasi dan 2) (living in). Oleh karena itu, selain

PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

mempelajari percandian Muara Takus [2] Snepenger, D. J., J. D. Johnson, dan R. sebagai benda cagar budaya dan warisan Rasker. 1995.”Travel-simulated sejarah, wisatawan juga dapat menikmati Entrepreneurial Migration”. Journal of sajian atraksi budaya dari masyarakat lokal. Travel Research, 34 (1): 40—44. Dengan demikian, potensi pemerataan [3] Ashworth, G. J. Dan Tunbridge, J. E. ekonomi di sekitar objek wisata dapat 1999. ”Old Cities, New Pasts: Heritage meningkat dan potensi eksklusivitas Planning in Selected Cities of Central pemanfaatan kawasan percandian Muara Europe”. Geojurnal (49): 105—16. Takus mampu dihindari. Inilah yang [4] Baiquni. M. 2011. “Pariwisata Alternatif dimaksudkan dengan pengembangan wisata di Wilayah Yogyakarta dan Sekitarnya”. ethno-heritage di kawasan Percandian Muara Jurnal Kepariwisataan , 6 (2): Takus. 133—145 [5] Patton, M. Q. 2009. Metode Evaluasi SIMPULAN Kualitaitf. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Analis terhadap persoalan pembangun [6] Bungin, B. 2004. Metode Penelitian kepariwisataan di kawasan percandian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Muara Takus menunjukkan bahwa adanya Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Raja sumber daya pariwisata berwujud bangunan Grasindo Persada. candi–candi dan segala fasilitas pendukung [7] Pemerintah Republik Indonesia. 2009. dan penunjang yang dimiliknya belum Undang-Undang Kepariwisataan No 10 mampu dimanfaatkan secara optimal untuk Tahun 2009. Jakarta. menumbuh kembangkan potensi ekonomi [8] Verbeek, R.D.M. dan E. Th. van Delden, dan kesejahteraan masyarakat luas di 1880, “De Hindoe-Ruinen bij Moeara sekitarnya. Adanya hambatan paradigma dan Takoes aan de Kampar-Rivier”, dalam VBG keterbukaan masyarakat terhadap perbedaan 41: 1-19 –perbedaan yang dimilikinya dengan [9] Groot, Cornet de., 1860,“Kota Tjandi” wisatawan maupun dengan objek fisik (’s Westkust), dalam TBG 9: 531- bangunan candi belum sepenuhnya mampu 533. dipisahkan dari kehidupan mereka sehari- [10] Beest Holle, G. du Rij van, 1879, hari. Namun demikian, ancangan “Beschrijving van de Hindoe-Oudheden te pembangunan desa wisata berbasis ethno- Moeara Takoes, XII Kota Kampar”, dalam heritage dapat memberikan alternatif atraksi TBG 25: 217-220 budaya setempat sebagai tambahan yang [11] Schnitger, F.M., 1937, The melekat pada atraksi utama. Konsep ethno- archaeology of Hindoo Sumatra. Leiden: heritage ini diharapkan mampu menjadi E.J. Brill, hlm. 11-12.: Schnitger, F.M., salah satu metode untuk menjembatani 1939, Forgotten Kingdoms in Sumatra. keterbukaan masyarakat terhadap Leiden: E.J. Brill, hlm. 33-46 pengembangan kepariwisataan di [12] Ashworth, G. J. Dan Tunbridge, J. E. lingkungannya. Inisiasi kegiatan harus 1999. ”Old Cities, New Pasts: Heritage dilaksanakan oleh pemuka agama dan adat Planning in Selected Cities of Central setempat, sehingga masyarakat umum dapat Europe”. Geojurnal (49): 105—16. dengan mudah mengikutinya. [13] Swarbrooke, J. 2002. Sustainable DAFTAR PUSTAKA Tourism Management. Oxon: CABI Publishing [1] Albayrak, T. dkk. 2010. “Relationships [14] Spradley., J. P. 2007. Metode Of The Tangible And Intangible Elements Etnografi.Yogyakarta: Tiara Wacana. Of Tourism Products With Overall [15] Armiati, L. 2016. “Eksplorasi Cagar Customer Satisfaction”. International Budaya sebagai Upaya Pengambangan Journal of Trade, Economics and Finance 1 Pariwisata dengan konsep Integrated (2) Agustus 2010. Tourism di Kabupaten Cilacap” dalam

PROSIDING SEMINAR NASIONALRISET TEKNOLOGI TERAPAN: 2020.

https://www.researchgate.net/publication/32 3119436