perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PEMIKIRAN DAN PERGERAKAN POLITIK
HAJI MISBACH DI SURAKARTA
TAHUN 1912-1926
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh:
Tri Indriawati C 0508005
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTAcommit to user 2012 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PEMIKIRAN DAN PERGERAKAN POLITIK
HAJI MISBACH DI SURAKARTA
TAHUN 1912-1926
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh:
Tri Indriawati
C 0508005
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTAcommit to user 2012
i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Tri Indriawati
NIM : C0508005
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Pemikiran dan Pergerakan Politik Haji Misbach di Surakarta tahun 1912-1926” adalah benar- benar karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 17 September 2012 Yang membuat pernyataan,
Tri Indriawati
commit to user
iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
Di dalam diri manusia, terdapat kekuatan rindu yang mampu mengubah kabut
dalam dirinya menjadi matahari.
(Kahlil Gibran)
Aku bisa tenggelam di lautan, aku bisa diracun di udara, aku bisa terbunuh di trotoar jalan. Tapi aku tak pernah mati, tak akan terhenti. (Efek Rumah Kaca-Di Udara)
Scripta Manent Verba Vollant
(Yang ditulis akan kekal, yang diucapkan akan hilang terbawa angin)
commit to user
v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bunda yang telah damai di surga.
2. Dia yang selalu setia menanti di ujung senja.
3. Ayah
4. Kawan-kawan LPM Kalpadruma dan sahabat
Historia.
commit to user
vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, kesempatan dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk materi maupun dorongan moral.
Ucapan terima kasih dan penghargaan tulus, penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Drs. Riyadi Santoso, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan perijinan kepada
penulis untuk mengadakan penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Bapak Dr. Warto, M.Hum. sebagai pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, saran, petunjuk dan pengarahan hingga skripsi ini
selesai
3. Ibu Dra. Sawitri Pri Prabawati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan izin penelitian.
4. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Sejarah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan izin penelitian.
5. Bapak Drs. Soedarmono, S.U. selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan saran, pengarahan dan motivasi dari awal hingga akhir studi.
6. Ibu Umi Yuliati, S.S., M.Hum. dan Bapak Bagus Sekar Alam, S.S, M.Si. yang
berkenan memberikan bimbingan dalam penyusunan proposal skripsi.
commit to user
vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7. Segenap Dosen Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang
telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.
8. Bunda yang telah damai di surga, terimakasih atas segala pengorbanan,
didikan, dorongan, serta doa yang takkan pernah dapat ternilai harganya.
9. My only one, Witarso Warsojo, terimakasih untuk seluruh cinta, inspirasi,
dorongan, kesabaran, serta “teriakan kecil” yang tak pernah letih dilontarkan
hingga skripsi ini bisa terselesaikan.
10. Ayah, Kakak beserta tiga orang putra-putrinya, Rya, Linda, dan Raditya.
11. Keluarga Bapak Warsojo, atas dukungan dan doa, serta „tumpangannya‟
dalam pencarian arsip di Jakarta.
12. Kakak beradik Farhana Aulia dan Taufiq Effendi, atas coretan-coretan kecil di
skripsi serta sharing bukunya.
13. Kawan-kawan LPM Kalpadruma: Ika Yuniati, Kusnul, Farhana, Fonda,
Kurnia, Anggraini, Akbar, Ferry, Trian, Vicky, Chandra, Jeki, Kristin, Suryo,
Widi, Dias, Ricky, Avin, serta penghuni ruang independen lainnya,
terimakasih untuk setiap warna yang pernah kita lukiskan bersama.
14. Teman-teman seperjuangan dalam Ilmu Sejarah angkatan 2008.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih terdapat
berbagai kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi penyempurnaan karya ini.
Surakarta, 17 September 2012
Penulis commit to user
viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PERSETUJUAN ...... ii HALAMAN PENGESAHAN ...... iii
HALAMAN PERNYATAAN ...... iv HALAMAN MOTTO ...... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...... vi KATA PENGANTAR ...... vii DAFTAR ISI ...... ix DAFTAR ISTILAH ...... xi DAFTAR SINGKATAN ...... xiii DAFTAR GAMBAR ...... xiv ABSTRAK ...... xv ABSTRACT ...... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ...... 1 A. Latarbelakang Masalah ...... 1 B. Perumusan Masalah ...... 7 C. Tujuan Penelitian ...... 7 D. Manfaat Penelitian ...... 8 E. Kajian Pustaka ...... 8 F. Metode Penelitian ...... 12 G. Sistematika Penulisan ...... 14
BAB II. PERIODE AWAL PEMIKIRAN POLITIK HAJI MISBACH 1912 - 1918 ...... 17 A. Kondisi sosio-kultural yang mempengaruhi pemikiran Haji
Misbach...... 17
B. Tumbuhnya kesadaran politik Haji Misbach ...... 25 C. Pergerakan Islam dalam pandangan politik Haji Misbach ...... 30
D. Awal persentuhan dengan Komunisme ...... 42
BAB III. IMPLEMENTASI PEMIKIRAN HAJI MISBACH DALAM
PERGERAKAN POLITIK 1918-1920 ...... 50 A. Pergulatan Politik Haji Misbach dalam Sarekat Islam ...... 50 B. Geliat Haji Misbach dalam dunia Jurnalistik ...... 59
C. Membangkitkan Insulinde Surakarta ...... 64 D. Haji Misbach dan dimulainya zaman mogok Surakarta ...... 72
E. Tampil kembali dengan bendera Sarekat Hindia ...... 83
BAB IV. AKHIR PERGERAKAN: KONFLIK DALAM UPAYA
MEMPERTAHANKAN PEMIKIRAN POLITIK HAJI MISBACH 1922- 1926...... 96 A. Tampil kembali dalam panggung pergerakan ...... 96 B. Perpecahan dengan Muhammadiyahcommit to user ...... 102
ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Perseteruan dengan CSI ...... 108
D. Akhir gerakan radikal melawan kolonialisme Belanda ...... 114 E. Propaganda Islam-Komunisme di tanah pembuangan ...... 123
BAB V. KESIMPULAN ...... 130
DAFTAR PUSTAKA ...... 134
LAMPIRAN...... 138
commit to user
x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISTILAH
Abangan Pemeluk agama Islam, tetapi tidak taat menjalankan
ajarannya dan sangat dipengaruhi ajaran Hindu-
Budha
Abdi Dalem Pegawai Kerajaan
Afdeling Cabang dari sebuah organisasi Algemeene Badan penyelidik umum Rescherchedients (Departemen Penyelidikan) Bestuur Pengurus Binnenlandsch Administrasi dalam negeri Hindia Belanda Islam lamisan Islam semu Kaum putihan Kelompok orang Islam yang beriman sale Kring Kelompok-kelompok yang lebih kecil dari cabang atau di bawah cabang Kuli kenceng Petani yang berhak menerima setengah bau tanah (satuan ukuran luas tanah, sama dengan 7.096 meter persegi) yang tersedia dan sebidang tanah untuk rumah Hoofredactur Kepala Redaksi
Inlander Bangsa pribumi Hindia Belanda non Ambon
Persdelict Kasus hukum terkait dengan persoalan pers
Prapat lembaga yang berwenang menengahi/melerai
pertikaian antara petani dan pemilik perkebunan
Procureur Jaksa penuntut umum
Rally Pengumpulan Massa
Regent Polisi Kepala polisi pribumi dalam jenjang yang sama
dengan bupati
Regerings Reglement Peraturan Pemerintah
Rust en orde Keamanan dan ketertiban
Santri Murid-murid pesantren
commit to user
xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tablig Pertemuan keagamaan, khotbah umum tentang
Islam
Vergadering Pertemuan
Volksraad Dewan Rakyat Bentukan Belanda
Vorstenlanden Daerah-daerah bekas kerajaan Mataram meliputi
Karesidenan Surakarta dan Yogyakarta
Wargo pangarso Sekumpulan ketua SI yang ditunjuk dari tiap kampung
commit to user
xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
BO Boedi Oetomo
CSI Central Sarekat Islam
IJB Inlandsche Journalisten Bond
IP Indische Partij
ISDP Indische Sociaal Democratische Partij ISDV Indische Sociaal-Democratische Vereeniging NIP Nationaal Indische Partij NIP-SH Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia NIS Nederlandsch Indische Spoorwegen PFB Personeel Fabrics Bond PKBT Perkoempoelan Kaoem Boeroeh dan Tani PKI Partai Komunis Indonesia PPKB Persatuan Perserikatan Kaum Buruh PPPB Perserikatan Personeel Pandhuis Bond (Perkumpulan Pegawai Pegadaian) PSI Partij Sarekat Islam SATV Sidik Amanat Tableg Vatonah SDI Sarekat Dagang Islam
SH Sarekat Hindia
SI Sarekat Islam
SR Sarekat Rakyat
TKNM Tentara Kandjeng Nabi Muhammad
VSTP Vereeniging van Spooren Tremweg Personeel
commit to user
xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Suasana sekolah Islam di Surakarta sekitar tahun 1917...... 35
Gambar 2. Lambang awal Sarekat Islam...... 52
Gambar 3. Lambang Sarekat Islam setelah mengalami pergantian...... 58
Gambar 4. Gambar kartun yang dibuat oleh H.M. Misbach dalam Islam Bergerak...... 76 Gambar 5. Suasana buruh tani di pedesaan Surakarta sekitar tahun1919..... 78
commit to user
xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Abstrak
Tri Indriawati. C0508005. 2012. “Pemikiran dan Pergerakan Politik Haji Misbach di Surakarta tahun 1912-1926”. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini membahas tentang pemikiran dan pergerakan politik Haji
Misbach di Surakarta 1912-1926. Haji Misbach memiliki peran besar dalam perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda melalui pemikirannya yang unik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui periode awal pemikiran politik Haji Misbach, implementasi pemikiran politik Haji Misbach dalam aksi politiknya, serta konflik yang dialami Haji Misbach untuk mempertahankan pemikirannya pada babak akhir pergerakannya. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah yang meliputi empat tahap yang saling berkaitan. Tahap pertama adalah heuristik atau pengumpulan sumber- sumber sejarah melalui penelusuran dokumen tentang Haji Misbach serta studi pustaka. Tahap kedua adalah kritik sumber, yaitu memeriksa keaslian dan validitas sumber yang diperoleh. Tahap ketiga adalah interpretasi berupa penafsiran terhadap data yang diperoleh sehingga didapat fakta-fakta sejarah. Tahap keempat penulisan atau historiografi, yaitu menyajikan fakta-fakta yang telah diperoleh dalam bentuk tulisan sejarah. Pendekatan ilmu sosial lainnya juga digunakan untuk membantu menganalisa data dalam penelitian ini, yaitu dengan konsep-konsep gerakan sosial dan pemikiran politik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran dan pergerakan politik Haji Misbach mengalami perkembangan sejak awal keterlibatannya dalam panggung politik hingga akhir hidupnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran dan pergerakan politik Misbach antara lain adalah latar belakang pendidikan, kondisi sosial lingkungan tempat tinggal, serta perkenalannya dengan
tokoh-tokoh politik lain. Misbach merupakan seorang tokoh pergerakan berdarah Jawa yang berkeinginan untuk mensintesakan ideologi Islam dan Komunisme
sebagai jalan perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda. Ketertarikan Misbach dalam dunia pergerakan membawanya bergerak bersama berbagai organisasi, di antaranya adalah Sarekat Islam, Muhammadiyah, SATV, Insulinde, Sarekat
Hindia, PKI, serta Sarekat Rakyat. Misbach juga bergerak melalui dunia jurnalistik dengan menerbitkan Medan Moeslimin dan Islam Bergerak. Selain
melakukan perlawan terhadap pemerintah, Misbach juga menyerang organisasi Islam yang dinilainya lamisan, yaitu Sarekat Islam dan Muhammadiyah. Akibat aksinya yang terlampau radikal, Misbach beberapa kali harus mendekam di
penjara. Kekacauan di Surakarta yang ditimbulkan oleh PKI, membuat pemerintah kolonial memutuskan untuk membuang Misbach ke Manoekwari hingga akhir masa hidupnya.
commit to user
xv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Abstract
Tri Indriawati. C0508005. 2012. “Ideas and Political Movement of Haji Misbach in Surakarta at 1912-1926”. Thesis: Historical Science Department Letter and
Fine Art Faculty Sebelas Maret University Surakarta.
This research discusses about the ideas and political movement of Haji Misbach in Surakarta 1912-1926. Haji Misbach had a major role of the resistance to the Netherland Colonial Government through his unique ideas. This research purpose to know the early period of Haji Misbach‟s political ideas, the implementation of Haji Misbach‟s political ideas to his political action, and the conflict experienced by Haji Misbach to vindicate his ideas at the final round of his movement. This research used the historical method that consist of four interrelated phases. The first phases is heuristic or collecting of the historical sources by search the document and literature about Haji Misbach. The second phases is source criticism, which is to checking the authenticity and validity of the source obtained. The third phases is interpretation, which is stage to interpreted the documents obtained to get the historical facts. The fourth phase is writing or historiography, to present the facts which have been obtained in written history. The other social science approaches are also used to help analyze the document in this research, there are concepts of social movement and political ideas. The results of this research indicated that Haji Misbach‟s ideas and political movement has developed since the beginning of his involvement in politics until the end of his life. Factors that influence the ideas and political movement of Misbach were his educational background, his neighborhood social conditions, and his acquaintanceship with the other political figures. Misbach was a Javanese movement figure that wish to synthesize Islam and Communism
ideology as a way to resistance against Dutch Colonialism. Misbach‟s interested of the movement made him moved with some organization, there are Sarekat
Islam, Muhammadiyah, SATV, Insulinde, Sarekat Hindia, PKI, and Sarekat Rakyat. Misbach also moved in journalism by published Medan Moeslimin and Islam Bergerak. In addition to resistance the government, Misbach also attacked
Islamic organizations that he judged “lamisan”, there are Sarekat Islam and Muhammadiyah. Because of his action that too radical, Misbach must lived in the
prison at the several time. Chaos that caused by PKI in Surakarta, made Colonial Government decided to exiled Misbach to Manoekwari until the end of his life.
commit to user
xvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pemikiran dan Pergerakan Politik Haji Misbach di Surakarta
tahun 1912-1926
Disusun oleh: 1 Tri Indriawati Dr. Warto, M.Hum.2
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang pemikiran dan pergerakan politik Haji Misbach di Surakarta 1912-1926. Haji Misbach memiliki peran besar dalam perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda melalui pemikirannya yang unik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui periode awal pemikiran politik Haji Misbach, implementasi pemikiran politik Haji Misbach dalam aksi politiknya, serta konflik yang dialami Haji Misbach untuk mempertahankan pemikirannya pada babak akhir pergerakannya. Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah yang meliputi empat tahap yang saling berkaitan. Tahap pertama adalah heuristik atau pengumpulan sumber-sumber sejarah melalui penelusuran dokumen tentang Haji Misbach serta studi pustaka. Tahap kedua adalah kritik sumber, yaitu memeriksa keaslian dan validitas sumber yang diperoleh. Tahap ketiga adalah interpretasi berupa penafsiran terhadap data yang diperoleh sehingga didapat fakta-fakta sejarah. Tahap keempat penulisan atau historiografi, yaitu menyajikan fakta-fakta yang telah diperoleh dalam bentuk tulisan sejarah. Pendekatan ilmu sosial lainnya juga digunakan untuk membantu menganalisa data dalam penelitian ini, yaitu dengan konsep-konsep gerakan sosial dan pemikiran politik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran dan pergerakan politik Haji Misbach mengalami perkembangan sejak awal keterlibatannya dalam panggung politik hingga akhir hidupnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran dan pergerakan politik Misbach antara lain adalah latar belakang pendidikan, kondisi sosial lingkungan tempat tinggal, serta perkenalannya dengan tokoh-tokoh politik lain. Misbach merupakan seorang tokoh pergerakan berdarah Jawa yang berkeinginan untuk mensintesakan ideologi Islam dan Komunisme sebagai jalan perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda. Ketertarikan Misbach dalam dunia pergerakan membawanya bergerak bersama berbagai organisasi, di antaranya adalah Sarekat Islam, Muhammadiyah, SATV, Insulinde, Sarekat Hindia, PKI, serta Sarekat Rakyat. Misbach juga bergerak melalui dunia jurnalistik dengan menerbitkan Medan Moeslimin dan Islam Bergerak. Selain melakukan perlawan terhadap pemerintah, Misbach juga menyerang organisasi Islam yang dinilainya lamisan, yaitu Sarekat Islam dan Muhammadiyah. Akibat aksinya yang terlampau radikal, Misbach beberapa kali harus mendekam di penjara. Kekacauan di Surakarta yang ditimbulkan oleh PKI, membuat pemerintah kolonial memutuskan untuk membuang Misbach ke Manoekwari hingga akhir masa hidupnya.
Kata kunci: Misbach, Politik, Pergerakan, Pemikiran xvi + 133 halaman; 5 gambar; 21 lampiran Daftar Pustaka: 79 (1919-2011)
1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastracommit dan Seni to Rupa user Universitas Sebelas Maret 2 Dosen Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berakhirnya sistem liberal di Hindia Belanda pada akhir abad ke-19, dan
diterapkannya Politik Etis pada awal abad ke-20 membawa perubahan yang besar
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Eksploitasi besar-besaran terhadap tanah
Hindia yang dilakukan Belanda selama masa Cultuurstelsel dan berlanjut pada
sistem ekonomi liberal mulai menuai banyak pro dan kontra. Golongan-golongan
politik di negeri Belanda mulai mengeluarkan keluhan dan kritik terhadap politik
kolonial yang berlaku.
Terdapat tiga golongan masyarakat yang memperdebatkan persoalan
eksploitasi Pemerintah Kolonial Belanda di tanah Hindia, yaitu partai agama,
kaum sosialis, dan kaum ethis. Mereka mengkritik keras segala eksploitasi yang
dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda atas tanah jajahan. Kritikan keras
tersebut muncul setelah para intelektual negeri Belanda melihat kenyataan bahwa
masyarakat negeri jajahan hidup jauh dari kesejahteraan. Mereka kemudian
1 menuntut untuk dilakukannya pensejahteraan rakyat di tanah jajahan.
Di antara ketiga golongan masyarakat tersebut, terdapat satu gerakan
perbaikan yang paling terkenal, yaitu gerakan yang dilancarkan oleh kaum ethis
dengan tokohnya, Van Deventer. Politik Etis merupakan buah dari pemikiran
1 “Tentang Kolonialisme : Multatuli dan Pemikirannya”. Majalah Filsafat Driyakarya. Tahun XXII, No 3. STFcommit Driyakarya: to user Jakarta. hlm. 6
1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
kaum liberal di negeri Belanda. Konsep dasar dari pemberlakuan sistem tersebut
adalah sebagai upaya balas budi atas jasa tanah jajahan terhadap negeri induknya
dengan cara melakukan perbaikan dalam bidang pendidikan, pertanian dan
kependudukan untuk kemakmuran tanah jajahan.2
Di samping sebagai upaya balas budi, Politik Etis juga merupakan sebuah
usaha dari pemerintah kolonial untuk memperkuat eksploitasi atas tanah Hindia
Belanda. Kemajuan pendidikan, pertanian, dan kependudukan yang ditawarkan
tidak lain merupakan sebuah strategi untuk meningkatkan status sosial masyarakat
pribumi. Melalui politik etis, masyarakat pribumi dapat mengenyam pendidikan
barat, sehingga terciptalah tenaga kerja baru dengan harga murah untuk
perusahaan Belanda.
Zaman modern pun dimulai. Semakin banyak modal asing mengalir ke
tanah Hindia, yang pada akhirnya membawa kemajuan di bidang transportasi,
sistem pertanian, industri, pendidikan, bahkan persuratkabaran. Dalam era modern
tersebut, kemajuan tingkat intelektual masyarakat merupakan sebuah hal yang
tidak dapat dielakan. Semakin banyak pribumi yang bisa mengenyam pendidikan
gaya barat yang merupakan tanda resmi dari politik etis. Pendidikan ini tidak
hanya memproduksi jenis tenaga kerja yang diperlukan oleh negara dan kegiatan
bisnis swasta Belanda, tetapi juga menjadi alat utama untuk “mengangkat”
2 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3
bumiputra dan menuntun mereka menuju modernitas serta “persatuan Timur dan
3 Barat”.
Seiring berjalannya zaman, Politik Etis yang awalnya diharapkan mampu
memberi keuntungan bagi pemerintah kolonial, justru kian menjadi bomerang.
Hal tersebut disebabkan karena kemajuan pendidikan juga melahirkan kesadaran
baru bagi pribumi, yaitu kesadaran akan kemerdekaan dan kebebasan. Kaum
pribumi yang mengenyam pendidikan pun mulai menjadi pelopor pembentukan
ruang berkumpul dalam wadah organisasi yang mengusung semangat
nasionalisme. Lahirlah Boedi Oetomo (BO), Sarekat Dagang Islam (SDI) dan
perkumpulan-perkumpulan baru bagi masyarakat Hindia Belanda dengan lebih
terorganisir secara baik. Namun, dalam setiap organisasi masih terdapat
pengelompokkan-pengelompokkan warna. Seperti halnya BO yang dikenal
dengan nasionalisme Jawa ataupun SDI yang mengusung persatuan para pedagang
islam. Meski berjuang dengan mengusung warna-warna golongan masing-masing,
keberadaan organisasi tersebut telah sukses membentuk sebuah kesadaran
kebangsaan bagi masyarakat.
Pada awalnya, organisasi-organisasi tersebut berjalan dengan aman serta
cukup patuh terhadap peraturan Pemerintah Kolonial Belanda. Namun, seiring
berkembangnya zaman serta munculnya kaum-kaum intelektual pribumi yang
membawa pemikiran revolusioner, arah gerakan organisasi-organisasi tersebut
pun menjadi lebih radikal.
3 Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912- 1926, (Jakarta: PT.Pustaka Utamacommit Grafiti, to 1997), user hlm.37. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4
Selain para intelektual pribumi, orang-orang Eropa yang datang dan
menetap di Hindia Belanda pun turut menyumbangkan gagasan revolusioner.
Mahasiswa hasil didikan Belanda yang pulang ke Hindia Belanda juga memberi
warna tersendiri bagi pergerakan dengan menunjukkan keradikalan dalam
menghadapi penguasa kolonial. Paham yang dianut para kaum intelektual pribumi
awal tidak lepas dari pengaruh Eropa, yaitu Marxisme, Nasionalisme dan Sosial
Demokrasi. Oleh karena itu, pemimpin-pemimpin politik yang lahir dari golongan
ini tidak saja terdiri dari mereka yang mengibarkan bendera Islam melainkan juga
paham-paham dari Eropa.4
Kemunculan organisasi-organisasi di Hindia Belanda juga bersamaan
dengan munculnya surat kabar yang menggeser pola masyarakat Hindia Belanda
dari mendengar menjadi membaca. Pada satu segi kelahiran surat kabar pribumi
dapat dipandang sebagai lambang kelahiran modernitas dan kebebasan bersuara
bagi kaum Bumiputera pada masa kolonial. Surat kabar pada masa itu menjadi
media komunikasi organisasi politik yang strategis dalam membawakan visi misi
pada pemimpin gerakan, pendidikan kreatifitas, pembinaan sikap kritis, intelektual
dan kemandirian. Akibatnya, pergeseran pola ini menumbuhkan daya kritis
masyarakat Hindia ke tingkat yang lebih baik. Organisasi dan surat kabar pada
abad ke-19 menjadi sepasang alat untuk melakukan perlawanan terhadap
pemerintah kolonial Belanda.5
4 M. Pabotinggi, ”Intelektual Pemimpin”, Majalah Prisma, 6 juni 1982,
hlm. 43
5 Santana K., Septiawan, Jurnalisme Kontemporer, (Yogyakarta: Yayasan Obor, 2005), hlm 158-159 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
Kondisi tersebut menyebar merata di seluruh kawasan Hindia Belanda.
Tak terkecuali di Surakarta. Iklim perlawanan dan pergerakan juga terasa begitu
panas di salah satu wilayah Vorstenlanden tersebut. Hal tersebut terbukti dengan
lahirnya Sarekat Islam (SI) di bawah kepemimpinan Samanhudi pada tahun 1911.
Sarekat Islam yang awalnya diklaim sebagai cabang dari Sarekat Dagang Islam
(SDI) di Bogor milik Tirto Adi Soerjo, berkembang menjadi organisasi raksasa
pertama kali di Hindia Belanda, menyaingi Boedi Oetomo (BO)6. Dengan
mengusung asas keIslaman dan mencoba mengakomodir kepentingan para
pengusaha pribumi di Hindia, jumlah massa Sarekat Islam semakin banyak.
Berdirinya SI adalah tanda solidaritas dari bumiputera terutama terhadap
perlakuan orang Eropa yang di luar batas7.
Banyaknya anggota yang bergabung dalam SI juga menunjukkan bahwa
organisasi tersebut merupakan sebuah wadah perjuangan yang telah lama dinanti
oleh rakyat. Lain halnya dengan BO yang hanya mampu mengakomodir para
priyayi Jawa, SI dapat diikuti oleh setiap golongan masyarakat Islam Hindia.
Islam merupakan sebuah agama yang dengan jumlah pemeluk mayoritas di
Hindia. Oleh karena itu, bukanlah suatu hal yang sulit bagi SI untuk menarik
anggota dari kaum muslim Hindia.
Masuknya pengaruh ideologi komunis di Hindia juga turut membawa
perpecahan dalam tubuh SI. Sebagian anggota SI memilih untuk memasukkan
6 Soewarsono, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran
Semaon, (Lkis: Yogyakarta, 2000) hlm: 14
7 Daniel Dhakidae. 2000. Dalam “Seribu Tahun Nusantara”, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hlm. 636commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
ideologi komunis dalam pergerakan mereka, sebagian anggota yang lebih bersifat
konservatif pun menentangnya. Perbedaan ideologi tersebut pada akhirnya
membuat SI terpecah menjadi dua, yaitu SI Putih (konservatif) dan SI Merah yang
dekat dengan faham komunis.8
Melalui organisasi tersebut terlahirlah tokoh-tokoh pergerakan dengan ide
dan pemikiran untuk melawan pemerintah kolonial. Salah satu tokoh pergerakan
yang muncul di Surakarta di bawah sayap besar SI adalah Haji Mohammad
Misbach. Misbach sering kali disebut-sebut sebagai tokoh SI yang dekat dengan
paham komunis. Meski berada di garis kiri, Misbach berbeda dengan kaum
komunis lainnya. Ia tetap berpegang teguh pada keyakinan Islam dan menolak
menjadi Atheis. 9
Pemikiran Misbach dikenal sangat moderat atau berada pada titik tengah.
Misbach telah melahirkan sebuah pemikiran baru dalam era pergerakan bangsa.
Pemikirannya tersebut menjadi dasar bagi Misbach untuk melakukan pergerakan
demi membebaskan rakyat dari ketertindasan akibat Kolonialisme Belanda. Sepak
terjang Misbach dalam dunia pergerakan sangat menarik untuk dijadikan sebagai
bahan kajian. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah penelitian untuk
memperdalam pemahaman dan pengetahuan tentang pemikiran dan pergerakan
politik Haji Misbach di Surakarta tahun 1912-1926.
8 AK. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (Jakarta:
Penerbit Dian Rakyat, 1979), hlm. 43
9 “Haji Misbach: Muslim Komunis”, Tabloid Pembebasan, Edisi V Februari 2003, hlm. 23 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
B. Perumusan Masalah
Berangkat dari Latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran politik Haji Misbach pada periode 1912-1918?
2. Bagaimana implementasi pemikiran politik Haji Misbach dalam
pergerakan politiknya pada periode 1918-1920?
3. Bagaimana konflik yang dialami Haji Misbach dengan pihak lain
dalam upaya mempertahankan pemikirannya pada periode 1922-1926?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian yang berjudul Perkembangan Pemikiran dan
Pergerakan Politik Haji Misbach 1912-1926 adalah:
1. Untuk mengetahui pemikiran politik Haji Misbach pada periode 1912-
1918.
2. Untuk mengetahui implementasi pemikiran politik Haji Misbach
dalam aksi politiknya pada periode 1918-1920.
3. Untuk mengetahui konflik yang dialami Haji Misbach dengan pihak
lain dalam upaya mempertahankan pemikirannya pada periode 1922-
1926.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :
1. Sebagai bahan informasi mengenai geliat kehidupan politik dan
pemikiran Haji Misbach.
2. Sebagai bahan kajian bagi peneliti lain terhadap segala bentuk aktivitas
pergerakan dan jurnalistik.
3. Diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi historiografi
sejarah sosial politik, intelektual dan pergerakan.
E. Kajian Pustaka
Kajian mengenai Haji Misbach sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, meskipun tidak semuanya menampilkan Misbach sebagai tokoh utama
dalam penelitiannya. Beberapa penelitian terdahulu tersebut penulis gunakan
sebagai bahan kajian dalam penelitian ini, diantaranya adalah buku berjudul H.M
Misbach, Kisah Haji Merah (2006). Buku tersebut adalah Skripsi karya Nor
Hiqmah berjudul ”Konsepsi H.M Misbach tentang Islam dan Komunisme sebagai
Upaya Pembebasan Kaum Tertindas” yang disusun untuk meraih gelar Sarjana
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam buku tersebut, penulis
banyak mendeskripsikan ideologi yang dianut Misbach. Nor Hiqmah
menggunakan kajian filsafat dalam penyusunan buku ini. Oleh karena itu, begitu
banyak teori-teori filsafat yang digunakan untuk mengkaji pemikiran Misbach
dalam buku ini, khususnya adalah teori tentang Islam dan Komunisme. Sosok
Misbach digambarkan sebagai seorang ulama yang ingin mempersatukan ideologi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9
Islam dan komunis dalam pergerakan. Buku ini juga menyajikan landasan-
landasan teori filsafat yang relevan untuk mengkaji pemikiran Misbach. Meski
bukan ditulis dengan pendekatan historis, buku ini mampu menjadi referensi
penting untuk memotret pemikiran politik Misbach yang ditinjau dari segi filsafat.
Takashi Shiraishi dalam karyanya Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di
Jawa 1912-1926 juga menjadi referensi dalam penelitian. Buku ini mengkaji asal
dan evolusi pergerakan di panggung nasional dan lokal. Selain membahas Sarekat
Islam secara kritis, ia juga menggambarkan tentang pergerakan di wilayah
Surakarta dengan menyoroti kemunculan dan kehancuran sejumlah partai dan
perhimpunan politik, termasuk Sarekat Islam Surakarta. Buku ini juga mengulas
kemunculan Misbach dalam panggung pergerakan di Surakarta dengan cukup
lengkap. Terlebih jika mengingat bahwa konsepsi penyusunan buku ini berasal
dari pertemuan Takashi Shiraishi dengan serial artikel Haji Misbach mengenai
Islamisme dan Komunisme dalam Medan Moeslimin.
Referensi penting lain dalam penelitian ini adalah Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS tahun 2011 berjudul ”Peranan Haji Misbach
dalam Gerakan Politik Islam di Surakarta Tahun 1912-1926”. Sebagai penelitian
terdahulu, skripsi karya Fitriana Heni Hapsari ini juga penting dijadikan sebagai
pembanding dalam penelitian supaya hasil penulisannya tidak sama. Penulisan
skripsi tersebut dititikberatkan pada tiga hal. Pertama, mengenai struktur sosial
masyarakat Surakarta 1880-1912. Kedua, tentang pemikiran Haji Misbach dalam
gerakan Islam di Surakarta. Ketiga, keterlibatan Misbach dalam gerakan
radikalisme Islam di Surakarta. Data yang disajikan dalam skripsi tersebut commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
sebagian besar berasal dari sumber sekunder, yaitu buku dan majalah
kontemporer.
Buku Dewi Yuliati yang berjudul Semaoen Pers Bumi Putera Dan
Radikalisasi Sarekat Islam (2000), menjelaskan latar belakang perkembangan
dunia pergerakan dan pers di Semarang pada masa kolonial. Pergerakan nasional
dan pers seakan menjadi kembar siam dan saling melengkapi. Dewi Yuliati
memberikan deskripsi panjang lebar mengenai proses SI Semarang dari murni
sampai menjadi reaktif dibawah pimpinan Semaoen. Penjelasan ini amatlah
penting mengingat perkembangan organisasi kiri (sosialis-komunis) tercuat di
Semarang, dan SI Merah adalah benih awalnya. Sedangkan, radikalisasi SI di
Semarang juga berkaitan dengan perkembangan paham sosialis-komunis di
Surakarta. Misbach juga merupakan tokoh Islamis-Komunis yang dekat dengan
pemikiran Semaoen dan SI Merah.
Selain referensi dari studi terdahulu mengenai Haji Misbach, penelitian ini
juga menggunakan buku-buku tentang pemikiran dan pergerakan politik untuk
membangun kerangka teori. Salah satunya adalah buku Savitri Prastiti Scherer
yang berjudul Keselarasan dan Kejanggalan: Pemikiran-pemikiran priyayi
nasionalis Jawa abad XX (1985) perkembangan kehidupan dan pemikiran ketiga
tokoh priyayi Jawa dapat menjadi acuan dalam penelitian. Ketiga tokoh tersebut
adalah Soewardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soetomo.
Walaupun mereka disebut priyayi, mereka harus dibedakan dari para priyayi yang
diberikan jabatan birokratis oleh Belanda. Dari segi latar belakang sosial kaum
priyayi adalah orang yang berakar kuat dalam kebudayaan Jawa, akibat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
pendidikan Barat yang modern, untuk sementara mengalami kegoncangan,
merasa tercabut dari kosmos Jawanya. Soetomo memilih jalan yang lebih halus
lewat kebudayaan. Soewardi tradisionalis, yang lebih suka memilih jalur
kebudayaan ketimbang jalur politik sedangkan Tjipto memilih haluan politik.
Rupanya pandangan mereka kemudian hari mengalami perkembangan baru.
Perubahan itu disebabkan karena pola pikir baru yang terus berkembang di Hindia
dan diserap oleh para tokoh ini. Perubahan pola pikir dari ketiga tokoh tersebut
dapat menjadi gambaran dari perubahan pemikiran H. Misbach sebagai aktivis
pergerakan pada masa Hindia Belanda.
Selain itu, dalam buku yang berjudul Pemikiran Politik Indonesia, 1945-
1965, karya Herbert Feith dan Lance Castle (1988) dijelaskan pemetaan kekuatan
politik berbasiskan ideologi (pemikiran politik). Feith menekankan perbedaan
orientasi dasar, atau perbedaan basis ideologi antara satu partai dengan partai
lainnya. Basis ideologis itulah yang menentukan tujuan, program dan komposisi
kepribadian dalam politik. Perbedaan basis ideologis di dalam semua hal tersebut
di atas akan menentukan jarak politik dari kekuatan politik yang ada. Pemetaan
ala Feith ini merupakan pengembangan dari trikotomi (abangan, santri dan
priyayi) dari Clifford Geertz. Feith melihat adanya dua sumber utama pemikiran
politik di Indonesia. Pertama, bersumber dari tradisi (kebudayaan Hindu-Budha
maupun Islam) dan yang kedua bersumber pada aliran pemikiran barat. Meskipun
rentang waktu buku ini berbeda dengan rentang waktu penelitian, konsep yang
ditawarkan di dalamnya mampu menjadi salah satu acuan penulisan sejarah
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
intelektual dan politik. Karena adanya jiwa zaman dan pandangan pikiran-pikiran
yang mempengaruhi perilaku politik seseorang atau golongan.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang mencakup empat tahap
yaitu menghimpun sumber-sumber sejarah yang sesuai dengan permasalahan
(heuristik), kritik sumber, interpretasi yang merupakan analisa dan sintesa serta
penyusunan atas penulisan sejarah (historiografi) dengan penjelasan sebagai
berikut10:
Tahap pertama, menghimpun sumber-sumber sejarah berkaitan dengan
aktivitas dan perkembangan pemikiran politik Misbach serta dokumen-dokumen
lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dikaji (heuristik). Data
yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber. Penelitian ini
menggunakan metode historis, sehingga jenis sumber data yang digunakan adalah
sumber primer berupa surat kabar sezaman, peraturan pemerintah kolonial tentang
gerakan dan organisasi politik, serta dokumen-dokumen lain yang terkait dengan
peneltian. Surat kabar sezaman yang digunakan antara lain: Doenia Bergerak,
Medan Moeslimin, Islam Bergerak, Sinar Djawa, Sinar Hindia, Darma Kanda,
De Sumatra Post, Nieuwe Rotterdamsche Courant, Persatoean Hindia, Hidoep
dan lain-lain. Sumber-sumber ini ditemukan di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia.
10 Kuntowijoyo, 1994, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, hlm. 79 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
Tahap kedua adalah kritik sumber, yaitu langkah menguji atau menilai
sumber data. Setelah dari berbagai sumber terkumpul maka pengujian terhadap
sumber tersebut perlu dilakukan. Secara teoritis, pengujian atau kritik dibedakan
menjadi dua: kritik ekstern, yaitu untuk mencari otentitasnya dan kritik intern,
yaitu untuk mencari kredibilitasnya. Apabila kritik atau pengujian telah dilakukan
maka sumber-sumber yang dianggap benar atau valid dijadikan dasar untuk
membangun fakta.
Tahap ketiga adalah interpretasi, yang diartikan sebagai memahami makna
yang sebenarnya dari sumber-sumber atau bukti-bukti sejarah. Fakta sebagai hasil
“kebenaran” dari sumber sejarah setelah melalui pengujian yang kritis tidak akan
bermakna tanpa dirangkaikan dengan fakta lain. Proses perangkaian itu disebut
eksplanasi. Hasil eksplanasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tertulis
yang disebut rekonstruksi, yaitu dengan menyusun fakta-fakta kemudian menjadi
sebuah kisah sejarah. Tujuan kegiatan ini adalah merangkaikan fakta-fakta
menjadi kisah sejarah dari bahan sumber-sumber yang belum merupakan suatu
kisah sejarah.
Tahap keempat adalah historiografi yang merupakan penyajian hasil
penelitian dalam bentuk tulisan baru berdasarkan bukti-bukti yang telah diuji.
Sumber-sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan, selanjutnya dianalisis,
diinterpretasikan dan ditafsirkan isinya. Data-data yang telah dikaji kebenarannya
itu merupakan fakta–fakta yang dirangkai menjadi kisah sejarah yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
G. Sistematika Penulisan
Bab I berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II berisi pemikiran politik Haji Misbach pada tahun 1912 hingga
1918. Untuk mengkaji pemikiran Misbach, maka terlebih dahulu diulas mengenai
latar belakang terbentuknya pemikiran politiknya, mulai dari masa kecilnya
hingga pengaruh yang ia dapat dari lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya.
Pada tahun 1912, Misbach telah bergabung dengan SI Surakarta, namun tidak
begitu aktif. Ia baru aktif dalam pergerakan pada tahun 1914, saat bergabung
dengan Inlandsche Journalisten Bond (IJB) bentukan Mas Marco Kartodikromo.
Dari sanalah, pemikiran politik Misbach dalam pergerakan mulai terbentuk. Pada
tahun 1915, Misbach menerbitkan Medan Moeslimin bersama Haji Hisamzaijnie.
Dua tahun berselang ia juga menerbitkan Islam Bergerak. Pada periode
berikutnya, aktivitas politik Misbach menjadi lebih radikal. Pemikirannya
mengenai Islam dan Komunisme mulai terbentuk.
Bab III berisi tentang implementasi pemikiran politik Haji Misbach dalam
pergerakan politiknya pada periode 1918-1920. Pada 1918, Misbach mulai sering
melakukan propaganda melalui surat kabar terbitannya bersama rekannya di SI,
salah satunya adalah Sosrokoerneo. Setelah meninggalnya Sosrokoerneo pada
1918, Misbach mulai berhubungan dengan Tjipto Mangoenkoesoemo. Bersama
Tjipto Mangoenkoesoemo ia mendirikan Insulinde Surakarta sebagai penerus dari
Indische Party (IP). Ia juga mengajak anggota-anggota SI yang radikal untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
bergabung ke dalam Insulinde. Misbach juga ditetapkan sebagai wakil ketua
Insulinde Surakarta pada awal Desember 1918. Aktivitas pergerakan Misbach
juga menjadi kian radikal. Ia seringkali mendalangi aksi-aksi pemogokan buruh
pabrik gula di Klaten. Akibat aksi radikalnya tersebut, Misbach kemudian
ditangkap dan dipenjara di Tarukan selama dua tahun.
Bab IV memuat tentang konflik yang dialami Haji Misbach dengan pihak
lain dalam upaya mempertahankan pemikirannya pada periode 1922-1926, setelah
keluar dari penjara Tarukan hingga diasingkan kembali di Manokwari. Setelah
ditahan selama dua tahun, aktivitas pergerakan Misbach bukannya menurun, tapi
justru kian bertambah. Pada tahun 1922, ia mulai bergabung dengan Partai
Komunis Indonesia. Pada tahun 1923, Misbach pun segera tampil sebagai
propagandis garis keras PKI. Ia menyerang orang-orang Islam yang anti terhadap
paham Komunisme, khususnya Muhammadiyah dan Central Sarekat Islam (CSI).
Pilihan Misbach untuk bergabung dengan PKI kian menunjukkan tekadnya untuk
menentang Konialisme dan Kapitalisme. Misbach kemudian juga menjadi
pemimpin PKI di Vorstenlanden. Ia mendirikan PKI afdeling Surakarta serta
mengorganisir pertemuan-pertemuan dan rapat umum. Akhirnya, pada bulan
Oktober 1923, Misbach ditangkap dan dipenjara atas tuduhan mendalangi aksi-
aksi revolusioner. Meski belum terbukti bersalah, Pemerintah Kolonial Belanda
tetap memutuskan untuk membuang Misbach ke Manoekwari pada Juli 1924.
Selama dalam masa pembuangan Misbach masih aktif melakukan pergerakan
politik dengan menulis artikel di Medan Moeslimin untuk menyuarakan
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
ideologinya tentang Islam dan Komunisme, hingga akhirnya ia meninggal pada
tahun 1926.
Bab V berisikan kesimpulan yang menjawab perumusan masalah dan juga
terdapat analisa sejarah yang membahas penelitian ini.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
PERIODE AWAL PEMIKIRAN POLITIK HAJI MISBACH
1912-1918
A. Kondisi Sosio-Kultural yang Mempengaruhi Pemikiran Haji Misbach
Penerapan Politik Etis pada awal abad ke-20 telah membuat hawa
pergerakan di tanah Hindia Belanda memanas. Munculnya para intelektual
pribumi, lahirnya organisasi-organisasi pergerakan, dan menjamurnya surat kabar
merupakan penanda dimulainya sebuah babak baru dalam pergerakan rakyat
Hindia Belanda. Surakarta, merupakan sebuah wilayah yang menjadi saksi
penting dari panasnya hawa pergerakan pada masa itu. Di kota inilah, sebuah
organisasi politik yang memainkan peranan cukup penting dalam panggung
pergerakan Indonesia lahir, yaitu Sarekat Islam (SI). Organisasi yang lahir pada
tahun 1911 tersebut telah membawa perubahan besar dalam iklim politik di
Surakarta. Sebagai organisasi yang berbasis pada ideologi Islam, SI pun segera
tumbuh menjadi organisasi raksasa dengan beribu anggota. SI juga telah
menelurkan tokoh-tokoh pergerakan yang cukup berpengaruh pada masa itu,
seperti Samanhudi, Mas Marco Kartodikromo, Semaun, dan sebagainya.
Dalam masa seperti itulah, Haji Mohammad Misbach mulai muncul dalam
panggung pergerakan nasional. Ia Lahir di Kauman, Surakarta, sekitar tahun 1876,
dibesarkan sebagai putra seorang pedagang batik yang kaya raya. Kauman terletak
di sisi barat alun-alun utara, persis di depan keraton Kasunanan Surakarta dan
berada dekat dengan Masjid Agungcommit Surakarta to user . Kauman memiliki kaitan erat 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
dengan sejarah perpindahan Kraton Kartosuro ke Surakarta yang kemudian
berubah nama menjadi Kasunanan. Sebagaimana namanya, Kauman merupakan
sebuah wilayah di Surakarta yang kental dengan nuansa religius. Sebagian besar
orang yang tinggal di wilayah Kauman merupakan para pejabat keagamaan
Sunan. Kauman merupakan tempat ulama yang terdiri dari beberapa lapisan
masyarakat mulai dari penghulu tafsir Anom, Ketip, Modin, Suronoto dan Kaum.
Keberadaan kaum sebagai penduduk mayoritas di kawasan inilah yang menjadi
dasar pemilihan nama "kauman". Tulisan-tulisan pergerakan tentang Misbach
selalu menyebutkan bahwa rumah Misbach di Kauman terletak di Jalan Raya,
”berhadapan dengan penjara”.1
Selain sebagai pejabat keagamaan keraton, masyarakat kaum (abdi dalem)
juga mendapatkan latihan secara khusus dari kasunanan untuk membuat batik.
Pada awalnya, batik merupakan sebuah kesenian yang hanya dimiliki oleh
keluarga keraton, pakaiannya pun hanya dikenakan oleh mereka yang berdarah
ningrat. Berkat latihan tersebut, selain memahami ilmu keagamaan, masyarakat
Kauman juga memiliki keahlian dalam berbisnis batik. Kauman dikenal sebagai
sentra industri batik di wilayah Surakarta, sebagaimana Laweyan. Banyak pribumi
yang tinggal di Kauman dan menjadi pengusaha batik yang sukses. Keberadaan
para pribumi pengusaha batik yang sukses tersebut turut mewarnai aktivitas
gerakan politik di Surakarta. Sebagaimana diketahui, awalnya SI juga merupakan
sebuah organisasi yang terlahir akibat adanya pergerakan dari para pedagang batik
1 Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912- 1926, (Jakarta: PT.Pustaka Utamacommit Grafiti, to 1997), user hlm. 173 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
Laweyan untuk menghadapi persaingan dengan pedagang Tionghoa. Para
saudagar batik di Kauman juga turut menjadi penyokong gerakan Islam di
Surakarta, khususnya yang terkait dengan masalah dana.
Meski sebagian besar orang yang tinggal di Kauman merupakan pejabat
keagamaan, namun Takashi Shiraishi menyebutkan bahwa ayah Misbach
bukanlah pejabat keagamaan.2 Ia merupakan seorang pedagang batik yang cukup
sukses dan kaya raya. Sebagai seorang pedagang batik yang kaya, Ayah Misbach
pun menginginkan anaknya untuk melanjutkan usahanya tersebut. Oleh karena itu,
sebagaimana anak-anak para pedagang batik di wilayahnya, sejak usia dini,
Misbach telah diajari untuk mengelola usaha batik oleh orang tuanya.3
Meskipun sebagian besar orang Jawa, khususnya yang bukan berasal dari
kalangan ningrat, tidak begitu memperhatikan pendidikan untuk anaknya, namun
tidak demikian dengan ayah Misbach. Orangtua Misbach termasuk dalam
golongan masyarakat Jawa yang sadar akan pentingnya pendidikan. Hal tersebut
juga lah yang membuat Misbach mendapat kesempatan untuk menimba ilmu
keagamaan dalam pesantren selayaknya anak-anak pejabat keagamaan di
lingkungan tempat tinggalnya. Pada masa itu, orang-orang yang dapat menimba
ilmu hanyalah mereka yang memiliki status sosial tinggi atapun kaya.
2 Sebagian tulisan lain menyebutkan bahwa ayah Misbach juga merupakan pejabat keagaman keraton (lihat tulisan Husni Hidayat, 2005, “H. M. Misbach:
“Kyai Merah” dari Surakarta”, http://afkar.numesir.org., serta “Haji Misbach: Muslim Komunis”, dalam Tabloid Pembebasan Edisi V Februari 2003). Namun, pendapat tersebut belum dapat dibuktikan dengan sumber primer. Sebagian besar
tulisan se-zaman yang menguraikan tentang biografi Misbach tidak banyak menyebutkan latar belakang orang tuanya.
3 Majalah Hidoep, 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
Sebelum diterapkannya Politik Etis dan dibukanya sekolah-sekolah
bergaya Eropa, pendidikan pesantren merupakan satu-satunya tempat bagi
pribumi untuk menimba ilmu. Sebagian besar ilmu yang diajarkan dipesantren
adalah ilmu-ilmu keagamaan. Hal itulah yang membuat Misbach sangat
menguasai ilmu keagamaan, khususnya Islam. Latar belakang pendidikan tersebut
yang pada akhirnya membentuk pemikiran Misbach yang kuat tentang Islam.
Misbach tumbuh menjadi seorang pemuda yang berpegang teguh pada prinsip-
prinsip Islam. Namun, keislaman Misbach tidak dilakukan secara simbolis,
sempit, dan normatif.
Sebagai akibat dari penerapan Politik Etis, dibukalah kesempatan bagi
bumiputera untuk memperoleh pendidikan gaya barat. Rakyat Hindia dianggap
layak untuk mendapatkan pendidikan sehinga anak-anak Hindia mulai dapat
menimba ilmu di bangku sekolah. Namun, tingginya kelas status seseorang masih
mempengaruhi hak dalam pendidikan di Hindia. Sekolah-sekolah untuk
bumiputera mulai dibuka, bersanding dengan sekolah-sekolah Belanda. Sejak saat
itulah kesadaran dari pribumi untuk menyekolahkan anaknya mulai muncul,
khususnya bagi pribumi yang memiliki status sosial tinggi.
Ayah Misbach yang merupakan seorang pedagang batik berkecukupan pun
turut terdorong untuk membekali Misbach dengan pendidikan modern. Oleh
karena itu, selain menempuh pendidikan pesantren, Misbach juga sempat
mengenyam pendidikan di sekolah bumiputra pemerintah angka dua (tweede
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
4 klass) meski hanya selama delapan bulan. Meski hanya beberapa bulan
menempuh pendidikan modern, namun Misbach telah memiliki bekal untuk
mengikuti perkembangan pemikiran modern yang berkembang pada periode
berikutnya.
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara pendidikan gaya barat dan
pendidikan tradisional. Pendidikan gaya barat tidak hanya sekuler, tapi juga
masuk ke dalam tatanan kolonial yang terbagi secara rasial dan linguistik serta
terpusat secara politik. Di sisi lain, pendidikan tradisonal pada dasarnya bersifat
religius. Dalam hal ini, Misbach telah menempuh kedua model pendidikan
tersebut, meski pendidikan gaya barat hanya ditempuhnya dalam waktu singkat.
Hal tersebut juga lah yang membuat pemikiran Misbach lebih banyak memiliki
sisi religius dibanding sisi sekuler ala barat. Sejak masih kanak-kanak sehingga
hampir balig, ia menerima didikan yang terbanyak dari pesantren. 5
Sebagai seorang murid pesantren, Misbach sangat menguasai bahasa dan
tulisan Arab. Namun, ia tidak menguasai bahasa Belanda layaknya rekan-rekan
pergerakan di masanya yang lebih banyak mengenyam pendidikan gaya barat.
Dalam menulis artikel-artikel yang nantinya akan dimuat di surat kabar
terbitannya, Misbach lebih banyak menggunakan bahasa melayu dan beberapa
kali menyelipkan bahasa Arab dibanding bahasa Belanda.
4 Tweede Klass Inlandsche Scholen merupakan sekolah untuk anak-anak dari rakyat kebanyakan. Selain itu, ada juga Eerste Klass Inlandsche Scholen (Sekolah Bumiputera Angka Satu) untuk anak-anak priyayi dan mereka yang
berada.
5 Nor Hiqmah, H.M. Misbach Kisah Haji Merah, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 14 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
Sebagai seorang anak dari pedagang batik, Misbach pun turut mewarisi
ketrampilan usaha dari orang tuanya tersebut. Ia mendirikan rumah kerja batik dan
6 menjadi pengusaha batik yang sukses. Pada saat itu, Misbach belum begitu aktif
dalam pergerakan, Ia justru lebih banyak berkonsentrasi untuk mengelola
usahanya. Meskipun sudah beberapa lama muncul pergerakan di Solo yang
dipimpin oleh H. Samanhudi, tapi Misbach hanya menunjukkan kesetujuannya
saja pada pergerakan tersebut.7
Misbach adalah seorang Jawa yang memiliki nama kecil Achmad. Namun,
semasa hidupnya ia sempat beberapa kali berganti nama. Seperti halnya kebiasaan
orang Jawa, setelah menikah Ia pun mengganti namanya menjadi Darmodiprono.
Dalam budaya Jawa, seseorang biasanya berganti nama setelah menikah. Nama
tersebut biasanya disebut sebagai nama tua. Pergantian nama Misbach menjadi
Darmodiprono menunjukkan identitas kejawaannya yang kental. Namun, nama
tersebut tidak lama disandangnya.
Setelah menunaikan ibadah haji di Mekkah, Misbach kembali mengubah
namanya menjadi Haji Mohammad Misbach, nama yang ia pakai hingga akhir
hidupnya. Nama tersebut yang seringkali digunakan sebagai nama pena dalam
tulisan-tulisannya di beberapa surat kabar. Sebutan haji pada masa itu memiliki
pengaruh sosial keagamaan tertentu bagi yang menyandangnya. Seseorang yang
memiliki gelar haji kerap diidentikkan sebagai orang dengan pengetahuan agama
yang tinggi. Gelar haji yang Ia tambahkan di depan namanya membuat Misbach
6 Surat kabar Medan Moeslimin, no. 10 1926
7Majalah Hidoep, 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
terhomat di komunitas santri Kauman. Karena giat berdakwah dan memiliki
8 pergaulan yang luas, Ia kemudian kerap dipanggil Kyai Haji Misbach.
Sebagian besar orang memuji kepribadian Misbach yang ramah kepada
setiap orang dan sikap egaliternya tak membedakan priyayi atau orang
kebanyakan. Ia mencintai identitasnya sebagai orang Jawa, karena sejak kecil ia
tumbuh dan dibesarkan di lingkungan tradisonal Jawa. Sebagai seorang haji ia
juga lebih suka mengenakan kain kepala ala Jawa daripada surban berwarna
putih.9 Selain itu, Misbach juga merupakan penikmat dari musik klenengan
sebagai mana orang Jawa lain yang mencintai budayanya. Namun, kecintaan
Misbach terhadap identitas Jawanya tak lantas membuatnya serta merta membela
setiap budaya Jawa yang berkembang di tengah masyarakat pada masa itu.
Misbach merupakan seorang penentang dari budaya feodal yang diterapkan dalam
masyarakat Jawa. Ketidak setujuannya terhadap sistem feodal tersebut yang kelak
membuat Misbach banyak melakukan perlawanan kepada keluarga kerajaan yang
dinilainya membantu penjajah dan kaum kapitalis untuk menghisap rakyat.
Sebagai seorang Jawa, Misbach juga memiliki kecenderungan untuk
berpikir sinkritis. Pembelahan kultural (cultural cleavage) di Jawa memungkinkan
orang Jawa seperti Misbach menjadi seorang muslim yang taat dan pada saat yang
bersamaan tetap terikat tradisi kultural ’abanganisme’. Dalam diri Misbach
terdapat karakter seorang sinkritis yang selalu terobsesi untuk mensintesakan atau
8 Ahmad Suhelmi, Dari Kanan Islam hingga Kiri Islam, (Jakarta: Darul
Falah, 2001), hlm. 133
9 “Haji Misbach: Muslim Komunis”, Tabloid Pembebasan, Edisi V Februari 2003, hlm. 23 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
menkombinasikan berbagai pandangan atau pemikiran yang berbeda bahkan
bertolak belakang. Gejala sinkretisme itulah yang tampak dalam dirinya ketika
mensintesakan Islam, abanganisme, dan Marxisme (Komunisme) di saat terlibat
dalam aktivitas politik melawan kapitalisme dan kolonialisme.10
Pemikiran Misbach yang berkembang sangat dipengaruhi oleh dua
variabel yang melatarbelakangi kehidupannya, yaitu Islam dan Jawa. Namun,
persentuhannya dengan beberapa tokoh pergerakan lain yang membawa beberapa
ideologi nantinya juga akan mampu menciptakan pemahaman baru dalam dirinya,
khususnya pemahaman akan Komunisme. Tokoh-tokoh yang banyak
mempengaruhi perkembangan pemikiran Misbach, antara lain adalah Semaun,
Tjipto Mangoenkoesoemo, Sneevliet, Marco, dan sebagainya. Melalui orang-
orang itulah Misbach kemudian juga mengenal cara-cara radikal untuk melakukan
perjuangan melawan Kapitalisme dan Kolonialisme.11
Herbert Feith dan Lance Castle memetakan pemikiran politik di Indonesia
menjadi lima aliran yang bersumber dari tradisi (kebudayaan Hindu-Budha
maupun Islam) dan yang bersumber pada aliran pemikiran barat. Kelima aliran
tersebut antara lain adalah Komunisme, Sosialisme Demokrat, Islam,
Nasionalisme Radikal, dan Tradisionalisme Jawa. Berdasarkan pemetaan tersebut,
pemikiran politik Misbach berada di tengah antara aliran Komunisme, Islam, dan
Tradisionalisme Jawa. Kecenderunan berpikir sinkritis yang dimiliki oleh
Misbach merupakan ciri khas dari para pemikir Tradisionalis Jawa. Tokoh-tokoh
10 Ahmad Suhelmi, loc. cit.
11 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
pemikir politik Jawa biasanya memiliki ketertarikan untuk mengambil beberapa
sisi dari sebuah aliran politik untuk kemudian disintesakan. Demikian juga dengan
Misbach yang mencoba menyatukan ideologi Komunisme dan Islam. Meskipun
merupakan seorang mubalig yang memiliki kecintaan yang tinggi terhadap Islam,
namun disisi lain Misbach juga meyakini Komunisme sebagai jalan yang efektif
untuk melakukan pergerakan.
Sebagai seorang muslim yang taat sekaligus memiliki kesadaran yang
tinggi akan pergerakan, Misbach juga sempat bergabung dalam gerakan kaum
muda Islam pada 1910. Saat SI mulai terbentuk di Surakarta, Misbach juga
menunjukkan ketertarikannya dengan turut bergabung pada 1912. Misbach aktif
dalam SI sejak awal dibentuknya karena merasa SI memiliki semangat anti
Kolonialisme atas dasar Islam. Namun, pada tahun-tahun awal bergabungnya
dalam SI, Misbach belum begitu menunjukkan pemikiran dan pergerakannya yang
radikal. 12
B. Tumbuhnya Kesadaran Politik Haji Misbach
Iklim politik di Surakarta yang mulai memanas pada awal abad ke-20 turut
mempengaruhi minat Misbach untuk turut serta dalam euforia pergerakan.
Kemunculan SI dalam panggung pergerakan Surakarta telah membangunkan
kesadaran Misbach untuk terjun dalam dunia politik. Pada masa itu, SI merupakan
sebuah organisasi raksasa yang mampu menarik simpati ratusan orang untuk
12 Fitriana Heni Hapsari, “Peranan Haji Misbach dalam Gerakan Politik Islam di Surakarta Tahun 1912-1926”, Skripsi, (Surakarta: FKIP UNS, 2011), hlm. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
bergabung di dalamnya, tak terkecuali Misbach. Ia telah tercatat sebagai anggota
resmi dari SI pada tahun 1912, meski tidak begitu aktif.
Pada awalnya, Misbach hanyalah seorang saudagar batik kaya raya yang
tidak begitu tertarik dengan urusan politik. Selama dua tahun setelah bergabung
dengan SI, Misbach juga tidak banyak turut campur dalam dunia politik. Selama
1912-1913, ia sama sekali bukan anggota afdeling bestuur maupun wargo
pangarso.13 Misbach lebih banyak berkonsentrasi dengan bisnis batiknya. Sebagai
seorang mubalig, Misbach juga sering kali menggelar tablig atau ceramah-
ceramah di sela waktunya mengelola usaha.
Pada tahun 1914, SI Surakarta mulai mengalami kemunduran akibat
timbulnya perpecahan antara Tjokroaminoto14 dan Samanhudi15. Kekuatan SI
13 Surat kabar Medan Moeslimin, no. 10 1926
14 De Ongekroonde van Java atau Raja Jawa tanpa Mahkota" adalah julukan pemerintah kolonial Belanda kepada Haji Umar Said Tjokroaminoto.
Tjokroaminoto lahir di Desa Bakur, Tegalsari Jawa Timur pada 1883 ini
(meninggal pada 1934) ditakuti oleh Belanda kendati ia tak memiliki pendidikan formal. Anak bangsawan putra dari Raden Mas Cokroamiseno ini hanya lulusan akademi pamong praja Opleiding School voor Inlandse Ambtenaren (OSVIA) di
Magelang. Karir Tjokroaminoto berawal setelah bertemu Haji Samanhudi, pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI), di Surakarta 1912. Saat itu, Tjokroaminoto mengusulkan agar nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam—tanpa meninggalkan
misi dagangnya—agar lebih luas cakupannya. Usul itu langsung diterima dan Tjokroaminoto diminta menyusun anggaran dasar SI. Dalam waktu singkat, SI
pun resmi berdiri (10 September 1912). Samanhudi menjadi Ketua dan Tjokroaminoto menjadi komisaris untuk Jawa Timur. Pada 1915, Tjokroaminoto menjadi Ketua Central SI, yang merupakan gabungan dari SI di daerah-daerah.
Sejak saat itu, ia kian berperan dalam mengukuhkan eksistensi SI. Pada Maret 1916, SI diakui secara nasional oleh pemerintah Hindia Belanda. Periksa Majalah Tempo No.24//13-19 Agustus 2001, Grafiti Multi Warna: Jakarta
15 Samanhudi adalah tokoh pembangkit kesadaran nasional melalui Pasar dengan membangun Syarikat Dagcommitang Islam to user (SDI) di Surakarta pada 16 Oktober 1905 sebagai jawaban atas upaya imperialisme modern yang menjadikan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
beralih dari Surakarta ke Surabaya di bawah pimpinan Tjokroaminoto. Sementara
16 itu pimpinan SI untuk Jawa Tengah juga beralih kepada RM Soerjopranoto ,
seorang anggota Pakualam Yogyakarta. Akhirnya pada awal 1915, SI Surakarta
benar-benar mengalami kemunduran bersamaan dengan renggangnya hubungan
SI Surakarta dengan Kraton Kasunanan.
Anggota SI semakin berkurang, fokus organisasi pun mulai bergeser
kepada persoalan agama dan ekonomi. Meskipun ada beberapa cabang SI yang
justru semakin radikal seperti SI Semarang, namun sebagian besar cabang SI lebih
memilih mengikuti Tjokroaminoto. SI pun segera terpecah menjadi dua kubu,
yaitu kubu Samanhoedi dan R. Gunawan, serta kubu Tjokroaminoto dan Abdul
Muis. Perpecahan dan kemunduran SI Surakarta itulah yang pada akhirnya
menggelitik kesadaran Misbach dalam dunia politik. Rangsang menuliskan awal
Indonesia sebagai pasar dan sumber bahan mentah. Ia dilahirkan di Surakarta pada
tahun 1868 dan meninggal pada 1956. Samanhudi juga merupakan pendiri Sarekat
Islam pada 1906 di Surakarta. (Ahmad Mansur Suryanegara, 2009, Api Sejarah, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, hlm. 349)
16 Soerjopranoto atau Bambang Soekowati Dewantara, lahir di Yogyakarta pada 11 Januari 1871, sebagai putera tertua dari Kanjeng Pangeran Haryo Soerjaningrat, putera sulung Sri Paku Alam III (yang tidak dapat menjadi Paku
Alarn IV karena buta). “De Staking Koning” alias Si Raja Mogok menjadi julukan pria yang menolak menjadi anggota Volksraad ini. Soerjopranoto Berkali-kali
terkena persdelict dan merasakan tinggal dipenjara. Meskipun bukan komunis dan bukan anggota PKI, namun aktivis komunis seperti Semaoen dan Alimin menaruh penghargaan karena eksistensinya menggerakkan dan bergabung dengan massa.
Soerjopranoto disegani oleh kalangan SI, namun akhirnya pada 1933 ia dan Soekiman Wirdjosandjojo mendirikan Partai Islam Indonesia (PII), setelah dikeluarkan oleh Tjokroaminoto dan Agoes Salim dari PSI (Partai Sarekat Islam)
karena membongkar korupsi. Untuk lebih jelasnya lihat: M. Nasruddin Anshoriy Ch, Djunaidi Tjakrawerdaya, 2008, “Rekam jejak dokter pejuang & pelopor kebangkitan nasional”, Yogyakartacommit : LKiS to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
keterlibatan Misbach dalam dunia pergerakan dalam artikel berjudul Tjatetan
Singkat Tentang Kawan Hadji Misbach:
…Sesoedah S.I. dalem 1914 menampakken tanda-tanda aken mendjadi petjah…sebab terbit perselisihan antara pimpinan Tjokro jang pada waktoe itoe mendjadi vice president, dengen kehendak Samanhoedi, president C.S.I. serta temen-temennja di Solo…sedjak itoelah kawan 17 Misbach toeroet tjampoer bener-bener dalem pergerakan S.I…
Tumbuhnya kesadaran politik Haji Misbach juga sangat dipengaruhi oleh
perkenalan dengan Mas Marco Kartodikromo18. Pada 1914, Misbach mulai
bergabung dengan Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang dibentuk oleh Mas
Marco Kartodikromo sebagai organisasi wartawan pribumi pertama di Hindia
Belanda. Kalangan IJB sendiri juga menyebut organisasi ini sebagai perkumpulan
para jurnalis bumiputra non jurnalis Tionghoa.19 Selain menjadi anggoa IJB,
Misbach juga turut menjadi pelanggan setia dari organ IJB, yaitu Doenia
Bergerak. Marco menuliskan awal pertemuannya dengan Misbach sebagai
anggota dan langganan dari IJB dan Doenia Bergerak, sebagai berikut:
17 Surat kabar Sinar Hindia, 4 Juli 1924
18 Mas Marco Kartodikromo lahir di Cepu pada tahun 1890. Marco tak seperti kebanyakan tokoh pergerakan yang dialiri darah priyayi. Ia merupakan
keturunan kelima dari Mas Karowikoro. Ayahnya hanya seorang asisten wedana, yang sehari-harinya juga mencari nafkah lewat bertani. Marco secara formal hanya sempat mengenyam sekolah Bumi Putera ongko loro (tweede klass) di
Bojonegoro. Marco kembali meneruskan sekolah Bumiputera swasta dengan bahasa pengantar bahasa Belanda di Purworejo. Marco adalah aktivis pergerakan yang juga menerjunkan dirinya kedalam dunia menulis. Karir awalnya dimulai
sebagai juru tulis di Dinas Pemerintahan pada awal tahun 1905. Pada 1911, Marco bergabung dengan penerbitan Surat Kabar Medan Prijaji pimpinan Tirto Adi
Soerjo. (lihat Taufiq Efendi, 2009, “Perkembangan Pemikiran dan Aktivitas Politik Marco Kartodikromo 1912-1927”, Skripsi, Surakarta: F. Sastra UNS) commit to user 19 Ibid., hlm. 35 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
Waktoe kami mengeloearken soerat kabar minggoean Doenia Bergerak di Solo (1914), jalah officel orgaan dari Inlandsche Journalisten Bond, kami
kenal dengen H.M. Misbach, kerna dia anggota dan lengganan dari persarekatan dan soerat kabar terseboet. Pada waktoe itoe dia seorang
Islam jang berniat menjiarken keislaman setjara djaman sekarang: membikin soerat kabar Islam; sekolahan Islam; berkoempoel-koempoel meremboek Agama Islam dan hidoep bersama…20
Melalui Marco dan IJB-nya, Misbach mulai belajar tentang dunia
jurnalistik. Ia pun mulai tertarik untuk menyuarakan pemikirannya tentang Islam
dalam bentuk tulisan, tidak hanya melalui tablig. Surat kabar merupakan sebuah
wahana yang efektif untuk menyampaikan beragam pemikiran guna membakar
semangat pergerakan masyarakat pada masa itu. Perubahan budaya masyarakat
pribumi dari mendengar menjadi membaca turut mempengaruhi besarnya peran
surat kabar pada masa pergerakan.
Haji Misbach yang sejak awal telah berniat untuk menyiarkan Islam
dengan lebih modern pun turut menyadari pentingnya keberadaan surat kabar
untuk menyampaikan aspirasinya. Pada tahun 1915, Misbach akhirnya
menerbitkan surat kabar bulanan bernama Medan Moeslimin, nomer satu surat
kabar itu tertanggal 15 Januari 1915. Hal tersebut merupakan langkah permulaan
21 Misbach masuk ke dalam pergerakan dan memegangi bendera Islam.
Melalui Medan Moeslimin, Misbach menyiarkan kefahamannya tentang
Islam dan mulai membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan politik. Pada
awalnya Misbach belum begitu mahir menulis artikel. Untuk menyampaikan
20 Majalah Hidoep, 1 September 1924
21 Majalah Hidoep, 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
aspirasinya dalam surat kabar tersebut, Ia banyak dibantu oleh jurnalis-jurnalis
yang paham ajaran agama dan mengetahui urusan politik, salah satunya adalah
Marco.
Ketika Medan Moeslimin belum genap berusia satu tahun, keributan telah
22 terjadi di antara kaum kyai di Surakarta karena pengaruh tulisan-tulisan di surat
kabar tersebut. Sebagian besar dari mereka takut mengikuti haluan Misbach yang
revolusioner.
C. Pergerakan Islam dalam Pandangan Politik Haji Misbach
Sejak remaja, Misbach telah memiliki pemikiran yang kuat tentang Islam
berdasarkan latar belakang pendidikan dan lingkungan tempat tinggalnya. Bagi
Misbach, Islam tidak hanya menjadi sebuah jalan keselamatan bagi umat manusia.
Melainkan juga sebuah jalan untuk membebaskan kaum tertindas dari
ketidakadilan kolonialisme. Itulah yang menjadi dasar bagi Misbach untuk
menyerukan kepada seluruh umat muslim di Hindia Belanda untuk melawan
kolonialisme. Dalam semangat religiusitasnya, Misbach ingin membebaskan
23 rakyat dari ketertindasan.
Selama menjadi pengusaha batik di Kauman Surakarta, Misbach telah
banyak melihat kesengsaraan pribumi yang diakibatkan oleh tindakan eksploitasi
dari Pemerintah Kolonial Belanda. Sebagai seorang muslim yang menjunjung
22 Tokoh- tokoh keagamaan Islam atau orang yang memiliki pemahaman
tinggi tentang agama Islam.
23 Nor Hiqmah, op. cit., hlmcommit 30 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
tinggi kesetaraan derajat kemanusian, Misbach pun sadar bertanggungjawab untuk
membebaskan rakyat dari penderitaan tersebut. Semenjak menerbitkan Medan
Moeslimin, ia menjadi lebih aktif melakukan propaganda Islam di mana-mana.
Islam mengajarkan kepada umat manusia untuk tidak membeda-bedakan
setiap golongan manusia. Itulah yang melandasi sikap Misbach yang terbuka dan
mudah bergaul dengan setiap golongan masyarakat. Marco pun turut
menggambarkan kepribadian dan sikap Misbach tentang Islam sebagai berikut:
...Di pemandangan Misbach, tidak ada bedanja diantara seorang pentjoeri biasa dengen seorang jang dikatakan berpangkat, begitoe djoega diantara rebana dan klenengan, diantara bok Hadji jang bertoetoep moeka dan orang perampoean jang mendjadi koepoe malem; diantara orang-orang jang bersorban tjara Arab dan berkain kepala tjara Djawa. Dari sebab itoe dia lebih gemar memakai kain kepala dari pada memakai petjis Toerki atau bersorban seperti pakaian kebanjaan orang jang diseboet “Hadji”. Tempoe- tempoe kalau perloe Misbach berkeroemoen-keroemoen dengen anak-anak moeda sambil mendengerken klenengan jang disertai soearanja tandak menembang jang amat merdoe...... dari sebab itoe dimana-mana golongan Rajat Misbach mempoenjai kawan oentoek melakoeken pergerakannja. Tetapi didalem kalangannja orang-orang jang mengakoe Islam dan lebih mementingken mengoempoelkan harta benda dari pada menoeloeng kesoesahan Rajat, Misbach seperti harimau didalem kalangannja binatang- binatang ketjil. Kerna dia tidak takoet lagi menjela kelakoennja orang-
orang jang sama mengakoe Islam tetapi selaloe mengisep darah temennja hidoep bersama….24
Dalam tulisan tersebut, Marco mencoba menggambarkan kepribadian
Misbach yang hangat serta memiliki pemikiran revolusioner tentang Islam. Apa
yang tersirat dari tulisan Marco adalah populisme Misbach. Populisme seorang
24 Majalah Hidoep, 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
haji, sekaligus pedagang yang sadar akan penindasan kolonialisme Belanda dan
25 tertarik dengan ide-ide revolusioner yang mulai menerpa Hindia pada zaman itu.
Takashi Shiraishi juga mencoba menguraikan kemiripan perhatian dan
kegiatan Misbach dengan Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Namun, proses pembentukan golongan reformis Islam di Surakarta berbeda
dengan di Yogyakarta. Oleh karena itu, posisi sosial dan ideologis Misbach serta
sekutu reformisnya juga berbeda dengan Dahlan dan anak didiknya.
Muhammadiyah yang didirikan pada akhir 1912 di Yogyakarta merupakan
gerakan Islam yang reformis dan modernis. Di bawah pimpinan Dahlan,
Muhammadiyah berkembang menjadi sebuah organisasi besar yang bertujuan
untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan tuntunan nabi Mohammad serta
menyiarkan Islam secara zaman sekarang. Ia mendirikan sekolah-sekolah Islam
modern yang segera tersebar di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. 26
Di Surakarta tidak ada tokoh yang begitu terkemuka dan berwibawa
seperti Dahlan dan tidak ada perkumpulan seperti Muhammadiyah. Hal tersebut
dikarenakan di Surakarta telah ada sekolah agama modern pertama di Jawa, yaitu
Mamba’oel Oeloem yang didirikan oleh Patih R. Adipati Sosrodiningrat pada
1906. Selain itu, sudah ada organisasi Islam yang kuat dan bertujuan untuk
memajukan Islam, yaitu SI. Para pegawai agama yang progresif, kyai, guru ngaji,
25 “Haji Misbach: Muslim Komunis”, Tabloid Pembebasan, Edisi V Februari 2003, hlm. 23
26 Takashi Shiraishi, op. citcommit. hlm. 176 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
dan pedagang batik menemukan forum bersama dalam Medan Moeslimin. Mereka
menyebut diri mereka sebagai kaum muda Islam.
Terdapat perbedaan antara sifat dari kaum pergerakan Muhammaditag
dengan kaum muda Islam di Surakarta. Jika watak Muhammadiyah reformis dan
modernis, maka kaum muda Islam di Surakarta bersifat modernis, tetapi belum
tentu reformis. Istilah modernis berarti menghendaki perubahan pengajaran agama
Islam dengan lebih maju atau sesuai ”zaman sekarang”, seperti dengan
mendirikan sekolah-sekolah Islam modern, hotel Islam, toko buku Islam, dan
sebagainya. Kaum muda Islam di Surakarta telah sadar dan mulai memikirkan
untuk memajukan Islam secara modern, tetapi tidak semuanya menghendaki
adanya perubahan atau reformasi dalam ajaran Islam. Sementara itu,
Muhammadiyah selain modernis, juga memiliki sifat yang lebih reformis.
Reformis yang dimaksud Ahmad Dahlan adalah dengan menekankan pemahaman
dan pendalaman (ijtihad) atas kitab suci dan mendorong kepercayaan kembali ke
bentuk suci seperti yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Nabi dan keempat
kalifahnya. 27
Seperti yang telah dilakukan oleh Dahlan untuk Muhammadiyah di
Yogyakarta, Misbach pun turut melaksanakan cara-cara modern untuk
menggerakkan Islam. Marco menceritakan bahwa Misbach, seorang muslim
ortodoks yang saleh, yang tinggal di kota Jawa macam Surakarta, mulai bergerak
”setjara djaman sekarang” dengan menerbitkan Medan Moeslimin pada 1915 dan
Islam Bergerak pada 1917, mendirikan hotel Islam, toko buku, dan sekolah agama
27 Ibid. hlm. 177 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
28 modern, dan mengadakan pertemuan tablig. Islam Bergerak merupakan surat
kabar kedua yang diterbitkan oleh Misbach untuk membawakan suara-suara
revolusioner. Surat kabar ini sebagian ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa,
sebagian lagi dengan aksara latin bahasa Jawa. Nomor 1 tahun I terbit di Surakarta
pada hari Senin Legi tanggal 1 Januari 1917. Islam Bergerak terbit tiga kali
sebulan dengan redaktur Joyodikromo, Tohir dan Koesen.
Gambar 1. Suasana sekolah Islam di Surakarta sekitar tahun 1917
(Sumber : www.kitlv.pictura-dp.nl)
28 Majalah Hidoep, 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
Selain melakukan propaganda Islam melalui dua surat kabar terbitannya,
Misbach juga sangat menyadari pentingnya menanamkan pendidikan Islam
kepada masyarakat. Oleh karena itu, setelah tahun 1914 mulai aktif dalam
pergerakan SI, Misbach juga mulai menjalin sebuah kemitraan dengan
Muhammadiyah Yogyakarta. Ia berkeinginan untuk mendirikan sekolah Islam
modern di Surakarta layaknya yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan29 sebagai jalan
penguatan dan perluasan Islam. Sebuah biografi Haji Misbach yang termuat dalam
Nieuwe Rotterdamsche Courant menuliskan:
Hadji Misbach kenmerkte zich door een eigenaardige opvatting en beweging, zelden voorkomemend bij vurige Islamieten. Hij werkte met vuur mee in Sarekat Islam, richtte in 1914 de eerste krant op Java op. gewijd aan de propaganda van den Islam. stichtte een Solo’sch pendant van het Jogja’sche Moehammadijja, eene vereeniging, die onderwijs op godsdienstigen grondslag gaf en zich wijdde aan de versterking en verbreiding van den Islam…30 Terjemahan: Haji Misbach memiliki konsepsi dan gerakan yang unik, yang jarang terjadi dalam pergerakan Islam yang sesungguhnya. Dia bekerja dengan rekan-rekannya dalam Sarekat Islam, menerbitkan sebuah Koran pertama
di Jawa pada tahun 1914 yang didedikasikan untuk propaganda Islam. Mendirikan sebuah mitra dari Mohammadiyah Jogja di Solo, sebuah organisasi pendidikan berdasarkan agama, memberikan dan mengabdikan
dirinya untuk penguatan dan perluasan Islam.
29 Ahmad Dahlan merupakan seorang kyai berpikiran modern yang
dilahirkan pada 1868. Di masa kecil ia bernama Mochammad Darwis bin Kyai Hadji Aboebakar. Dahlan merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati. Ia
merupakan pendiri Perserikatan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Reformasi kebangkitan organisasi dakwah Islam Kyai Haji Ahmad Dahlan terpengaruh dari reformasi metode dakwah yang dipelajari di Mekkah saat ia naik
haji untuk kedua kalinya pada 1903 dan bermukim di sana selama dua tahun. (Lihat Ahmad Mansur Suryanegara, log.cit.)
30 Surat kabar Nieuwe Rotterdamschecommit to user Courant , 2 Oktober 1926 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
Ketika perselisihan dalam tubuh SI antara kubu Tjokroaminoto dan kubu
Samanhudi mulai meruncing, disertai dengan kian melemahnya kekuatan SI
Surakarta, Misbach mulai menyadari bahwa Islam haruslah benar-benar bergerak.
Misbach melihat bahwa dominasi kekuatan Islam di bawah bendera SI tidak dapat
dipertahankan. Ia menilai bahwa sudah saatnya bagi kaum muslim untuk
melakukan gerakan Islam secara lebih modern. Pergerakan Islam merupakan
sebuah cara yang dipercaya Misbach mampu membantu membebaskan rakyat dari
penindasan kolonialisme.
Misbach juga merupakan seorang mubalig yang sangat menjunjung tinggi
kehormatan Islam. Ia tidak ingin orang dari golongan manapun melakukan
penghinaan terhadap Islam, jika hal tersebut tersebut terjadi maka Misbach tidak
segan-segan untuk melakukan perlawanan. Pembelaan Misbach terhadap kesucian
Islam dapat kita lihat ketika timbulnya perpecahan di tengah kaum muda Islam
Surakarta akibat terbitnya tulisan Martodharsono31 dalam Djawi Hisworo pada 11
Januari 1918. Artikel berjudul “Pertjakapan antara Marto dan Djojo” tersebut
31 Martodharsono adalah tokoh penting SI yang pertamakali mengenalkan sekaligus merancang gerakan dalam bentuk boikot. Bahkan kadang boikot tersebut dekat dengan kekerasan. Anak dari keluarga abdi dalem Kraton Surakarta
ini sangat pro dengan Samanhoedi. Sama seperti halnya Marco, ia adalah murid dari Tirto Adi Soerjo. Martodharsono juga murid Raden Pandji Natarata alias
Raden Sastrawidjaja, ahli sastra dari Yogyakarta, seorang aristokrat kraton (yang dikenal sebagai penulis serat siti jenar). Lepas dari sosoknya yang modern sebagai jurnalis, Martodharsono juga seorang guru kultural yang ahli dan seorang pengajar
ilmu kebal, Martodharsono memiliki ratusan murid dan berhubungan secara personal dengan dunia hitam di Surakarta dan juga dengan para pangeran serta para pegawai dan bangsawan Kasunanan Surakarta juga Mangkunegaran. Lihat
Iswara N Raditya. Aktor Obrolan “kafir”.
37
awalnya tidak banyak mengundang perdebatan dari kaum Islam Surakarta.
Respon awal terhadap artikel tersebut justru baru muncul pada 30 Januari 1918 di
Surabaya. Artikel tersebut dinilai telah menghina agama Islam, yaitu pada bagian:
Ah seperti pegoeron (tempat beladjar ilmoe). Saja boekan goeroe, tjoemah
bertjeritera atau memberi nasehat, keboetoelan sekarang ada waktoenja. Maka baiklah sekarang sadja. Adapoen fatsal (selamatan) hoendjoek makanan itoe tidak perloe pakai nasi woedoek dengan ajam tjengoek brendel. SEBAB GOESTI KANDJENG NABI RASOEL ITOE MINOEM TJIOE A.V.H. DAN MINOEM MADAT, KADANG KLE’LE’T DJOEGA SOEKA. Perloe apakah mentjari barang jang tidak ada. Maskipoen ada banjak nasi woedoek, kalau tidak ada tjioe dan tjandoe tentoelah pajah sekali.32
Tjokroaminoto pun akhirnya membentuk Tentara Kandjeng Nabi
Muhammad (TKNM) pada 6 Februari 1918, dengan tujuan membangun kesatuan
dan persatuan lahir dan batin antar-Muslimin, serta menjaga dan melindungi
kehormatan agama Islam, kehormatan Rasulullah Muhammad SAW dan
kehormatan kaum muslimin. Semenjak dibentuknya TKNM dan isu pembelaan
terhadap Islam dibuat secara nasional oleh Tjokroaminoto, kaum muda Islam di
Surakarta pun mulai bergerak untuk mendukung seruan tersebut, termasuk
Misbach. Misbach adalah salah satu tokoh yang paling serius menanggapi
pendirian TKNM tersebut. Ia berharap TKNM dapat bertindak lebih militan dalam
memerjuangkan Islam terutama untuk melawan para kafir.33
Di awal Februari 1918, Medan Moeslimin menerbitkan artikel Abikoesno
Tjokrosoejoso untuk Oetoesan Hindia, sedang Misbach menyebarkan pamflet
32 Surat kabar Djawi Hisworo, 11 Januari 1918
33 Surat kabar Medan Moeslimincommit, Februarito user 1918 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
yang menyerang Martodharsono dan Djojodikoro, serta meminta diorganisirnya
34 rapat umum protes dan dibentuknya subkomite TKNM. Militansi massa Islam
tersebut memiliki garis misi dan visi yang tegas yaitu mempertahankan
kehormatan Islam dan kaumnya juga kehormatan Nabi Muhammad SAW serta
tersebar di seluruh Hindia. Seperti yang dijelaskan dalam Islam Bergerak 10 Juni
1918 :
...Soedah antara lama telah berdirilah soeatoe comite penolakan anti agama Islam jang dinamakan comite T.K.N.M. ini penoelak anti didirikan di seloeroeh Hindia Nederland, dari ini semoea comite boeat melawan semoea penghinaan jang menimpali kepada agama Islam ...35
SI Surakarta pun akhirnya menggelar pertemuan akbar sebagai sikap
tegasnya terhadap artikel Djawi Hisworo pada tanggal 24 Februari 1918 Kebun
Raya Sriwedari. Pertemuan yang bertujuan untuk membentuk komite TKNM,
cabang TKNM Surabaya tersebut dihadiri oleh sekitar 4000 orang dari kalangan
bumiputera dan bangsa Arab. Haji Misbach pun turut hadir dalam pertemuan
tersebut bersama Hisamzaijnie, Samanhudi, perwakilan dari TKNM Surabaya,
serta para pemimpin organisasi lain di seluruh Surakarta. Misbach adalah salah
satu tokoh yang paling serius menanggapi pendirian TKNM tersebut. Ia berharap
TKNM dapat bertindak lebih militan dalam memerjuangkan Islam terutama untuk
36 melawan para kafir. Pembentukan TKNM di Surakarta yang mencuatkan nama
Misbach sebagai salah satu mubalig lokal.
34 Takashi Shiraishi, op. cit., hlm 178
35 Surat kabar Islam Bergerak 10 Juni 1918
36 Surat kabar Medan Moeslimincommit, Februarito user 1918 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
Meski pada awalnya menunjukkan dukungannya terhadap upaya TKNM
di bawah Tjokroaminoto untuk memerangi Martodharsono dan para misionaris
Kristen, namun pada pertengahan 1918 Misbach mulai merubah arah pandangnya.
Ia mulai kecewa dengan TKNM yang tidak melakukan tindakan nyata apapun.
Pengurus TKNM justru sibuk mengumpulkan dana. Satu-satunya tindakan yang
dilakukan hanyalah mengirim surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan
Sunan agar Martodharsono serta Djojodikoro dijatuhi hukuman. Oleh karena itu,
Misbach beserta pedagang batik muslim lainnya yang telah banyak menyumbang
di TKNM pun mulai mengungkapkan kekecewaannya dalam Medan Moeslimin
dan Islam Bergerak.
Kekecewaan Misbach terhadap TKNM membuatnya memilih untuk
melakukan gerakan pembelaan terhadap Islam dengan caranya sendiri. Sebagai
seorang mubalig, Misbach mulai menerbitkan tulisan pertamanya di Medan
Moeslimin pada 1918, tepatnya setelah menggantikan Hisamzaijnie sebagai
pemimpin redaksi surat kabar tersebut. Dalam tulisan tersebut Misbach menulis
layaknya seorang mubalig yang sedang berceramah dalam pertemuan tablig. Ia
mengutip ayat-ayat Alquran untuk memperkuat argumennya. Artikel berjudul
Sroean Kita tersebut menuliskan ajakan Misbach kepada seluruh umat muslim di
Hindia untuk bertindak sesuai dengan ajaran Islam, yang berarti berperang
melawan misionaris Kristen, kapitalis Belanda, dan pemerintah kolonial. Seruan
tersebut antara lain ditunjukkan pada kalimat berikut:
...Nah, sekarang njatalah bahwa printah Toehan, kita orang misti bergerak bersama-sama, artinja jang kaja membantoekan harta bendanja, jang pinter membantoekan kapinterannja dan dirinja. Agar soepaia bangsa kita Islam tiada kena tipoecommit dajanja to oranguser jang sengadja meroesak agama perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
Islam. Koembali tentang sifatnja pemerintah, djikalau kita dakwa pemerintah itoe memihak agama chresten, soeda barang tentoe pemerintah
bilang tida itoelah boekan model-baroe. Betoel pemerintah tatjampoer hal agama, tetapi kita taoe jang agama chresten di Hindia ini terbantoe oleh
beberapa Kapitalisme, boekan pemerintah tetapi capitalist. Capitalist dapet perlindoengan dari pemerintah, apakah ini boekan soeatoe soelapan jang soenggoeh aloes? … Marilah saudara saudara kaum moeslimin
memperendahken prentah toehan sebagi jang kita loekiskan terseboet di atas, ja itoe membantoekan harta benda dan diri kita oentoek berdjalan kapada Toehan Alloh, karena kalau kita tida menggoenakan prentah Toehan terseboet, soeda barang tentoe agama Islam di Hindia ini semangkin koeroesnja, sebab banjak rintangan jang sengadja memitjaken perasaannja kaum moeslimin, itoelah sebabnja kita orang moeslimin haroes melawan dengen sekeras-kerasnya…37
Tulisan perdana Misbach tersebut juga menandai berubahnya pemikiran
Misbach tentang Islam untuk menuju ke arah yang lebih radikal. Misbach mulai
berpikir tentang gerakan Islam yang harus lebih keras untuk melawan orang yang
mencoba menindas kaum muslim, baik misionaris Kristen, pemerintah kolonial,
dan kapitalis Belanda. Selain itu, Misbach juga mengecam orang-orang yang
mengaku sebagai umat muslim tetapi tidak menjalankan perintah agama dengan
baik, yaitu orang yang tidak mau membantu kaum muslim lain yang tertindas
dengan harta maupun pikirannya.
Berubahnya pemikiran Islam Misbach ke arah yang lebih radikal juga
diikuti dengan berubahnya gaya terbitan Medan Moeslimin. Pada awalnya surat
kabar tersebut memang tidak begitu vokal untuk menyerukan perlawanan terhadap
pemerintah kolonial. Namun, setelah terbitnya artikel Misbach tersebut, Medan
Moeslimin menjadi lebih sering menyerukan propaganda Islam untuk perlawanan.
Sebagaimana yang dituliskan Misbach dalam artikelnya:
37 Surat kabar Medan Moeslimincommit, toApril user 1918 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
Sebagaimana t.t. pembatja telah ma’loem, bahwa pesawat kita MEDAN MOESLIMIN selamanja tempat permoesjawaratan jang aloes-aloes sadja,
itoelah djoega kita poedji sekali, tjoema sadja soewara kita sekarang terpaksa tida bisa aloes bagai talingan Regeering, sebab zamannja soeda
amat soekarnja, sedang adanja tindesan malahan bertambah2 banjak dan beratnja. Politiek jang di lakoekan di Hindia pada ini waktoe, amatlah tida mengertiken orang, sifatnja agama Islam di Hindia kalang kaboet, geraknja soera pers dan pergerakan di tanah djawa amat bertambah-tambah 38 seroenja…
Selain propagandanya lewat Medan Moeslimin, Misbach juga membentuk
Sidik Amanat Tableg Vatonah (SATV) bersama pedagang batik muslim yang
saleh seperti Koesen, Harsoloemekso, dan Darsosasmito.39 Misbach menjadi
ketua, Darsosasmito wakil ketua, dan Harsoloemekso sekretaris.40 Organisasi
tersebut bertujuan untuk memperkuat kebenaran Islam dan memajukan Islam.
Dasar keyakinan SATV adalah “membuat agama Islam bergerak” atau sebagai
salah satu arti dari organ SATV, Islam Bergerak. Misbach tampil sebagai mubalig
SATV terkemuka, bukan karena kata-katanya, tetapi karena perbuatannya untuk
menggerakkan Islam”. Ia mengadakan pertemuan tablig, menerbitk an jurnal,
mendirikan sekolah-sekolah, dan menentang tindakan melawan wabah penyakit
41 yang merugikan serta semua bentuk “penindasan dan pengisapan”.
38 Surat kabar Medan Moeslimin, April 1918
39 Koesen adalah hoofredactuer Islam Bergerak dan pedagang batik
Kauman. Darsosasmito adalah pegawai Kasunanan dan pegadang batik. Harsoloemekso adalah administrator Medan Moeslimin dan pengusaha batik kaya di Keprabon.
40 Takashi Shiraishi, op.cit., hlm 184-185
41 Ibid., hlm 186 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42
D. Awal Persentuhan dengan Komunisme
Pada saat SI tengah berkembang pesat di tanah Hindia, seorang tokoh
42 perburuhan Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet hadir
mermaikan panggung pergerakan. Ia tiba di Hindia pada Februari 1913 untuk
mencari pekerjaan. Pria yang juga pernah menjadi ketua Sosial Democratische
Arbeiders Partij ini mengalami kesulitan dalam mencari kerja di Belanda setelah
memimpin pemogokan buruh galangan kapal di Amsterdam. Pada awalnya,
Sneevliet bekerja di Soerabajaasch Handelsblad43, dan dipindah ke Semarang
pada Mei 1913 untuk menjadi sekretaris Semarang Handelsvereeniging. Pada
bulan Mei 1914, Ia kemudian mendirikan Indische Sociaal Democratische
Vereeniging (ISDV). Selain itu, ia juga menjadi editor De Volharding, sebuah
surat kabar yang menjadi organ Vereeniging voor Spoor en Tramweg Personeel
(VSTP)44. Ia juga ikut aktif dalam comintern (asosiasi komunis internasional).
Dengan demikian, Sneevliet menjadi propagandis yang semakin gigih untuk
42 Sneevliet dilahirkan di Roterdam pada tahun 1883. Setelah menamatkan pendidikan di HBS di kota tersebut, ia aktif dalam gerakan buruh kereta api. Pada 1913 ia datang ke Indonesia dan pada 1914 ia mulai mengorganisir ISDV, sebuah
gerakan sosial kiri Belanda. Karena dilarang berpolitik oleh perusahaannya, maka ia pun dikeluarkan dari pekerjaannya. Setelah diusir dari Indonesia pada 1918, ia berdiam di Kanton sebagai kominterren dan berhubungan dengan kominterren
Sun Yat Sen. Pada 1942, karena aktivitasnya yang menentang Nazi, Ia pun akhirnya ditembak mati. (lihat Soe Hok Gie, 1999, Di Bawah Lentera Merah,
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya).
43 Soerabajaasch Handelsblad adalah sebuah surat kabar yang terbit di
Surabaya, menjadi media sindikat parik gula.
44 Vereeniging voor Spoor en Tramweg Personeel (VSTP) didirikan di Semarang pada tahun 1908 oleh C.J. Hulshoff dan H.W. Dekker. VSTP
merupakan perkumpulan pegawai Eropa dalam Nederlandsch Indische Spoorweg (NIS) dan Staatsspoor (SS). Namun, pada 1913 atas saran Sneevliet, VSTP juga menerima anggota dari kalangan bumiputera.commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
melaksanakan prinsip bahwa komunis harus bekerja di mana saja di kalangan
45 rakyat jelata dan melakukan penetrasi dalam organisasi-organisasi lainnya.
Melalui ISDV, Sneevliet mencoba untuk semakin memperluas paham
Komunisme kepada kaum pergerakan di Hindia. Pada awalnya, ISDV beraliansi
dengan Insulinde, tapi tidak begitu berguna untuk menekankan perjuangan kelas
dan konsisi sulit kaum buruh tani Indonesia.46 Akhirnya pada 1916, ISDV pun
mulai mengalihkan perhatiannya kepada SI, dengan membawa wacana
pembaharuan Islam Sosialisme. Sneevliet mulai mendekati tokoh-tokoh SI
semarang, khusunya Semaoen. Di bawah kepemimpinan Semaoen, SI Semarang
pun mulai bergeser ke arah sosialis revolusiner, setelah sebelumnya terkenal
dengan pergerakan yang lembek.
Pada periode 1916-1917, keadaan pergerakan Indonesia memang berada
dalam kondisi yang buruk. Setiap pemikir politik sosial Indonesia pun saling
mencari jawaban atas keadaan yang buruk tesebut. Mereka mulai mencari latar
belakang dari kondisi sosial yang pincang ini dan saling mengajukan berbagai
konsep untuk menyelesaikannya.47 Salah satu konsep yang ditawarkan untuk
menjawab realitas sosial tersebut adalah pergerakan revolusioner ala Marxistis
yang dibawa oleh Sneevliet. Ia bersama ISDV berhasil mempengaruhi
sekelompok angkatan muda dari SI baik di Semarang (Semaoen, Darsono, dan
45 Dewi Yuliati, Semaoen, Pers Bumiputera dan Radikalisasi Sarekat
Islam Semarang, (Semarang: Bendera, 2000), hlm. 8
46 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1993), hlm. 261
47 Soe Hok Gie, Di Bawah Lentera Merah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999), hlm.19 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44
lain lain), Jakarta (Alimin dan Muso), Solo (H. Misbach), maupun kota-kota
48 lainnya.
Melalui Sneevliet untuk pertama kalinya Misbach mengenal dan
mempelajari konsep Komunisme. Ia belajar menggunakan analisis Marxistis
untuk memahami realitas sosial yang ada. Misbach pun mulai memahami bahwa
kesengsaraan rakyat Indonesia adalah akibat dari struktur masyarakat yang ada,
yaitu struktur masyarakat tanah jajahan yang diperas oleh kaum kapitalis. Sejak
awal ketika sedang menunaikan ibadah haji, Misbach sebenarnya telah menyadari
akan bahaya dari Kapitalisme. Hal tersebut ia tunjukkan dengan tulisan mengenai
perjalan hajinya yang termuat dalam Medan Moeslimin. Tulisan berjudul
Perjalanan ke Makah-Madinah tersebut antara lain berisi:
...Malam ini banjak barang hilang sebab di tjoeri oleh pentoeri di Madinah. Dari itoe saudara-saudara Candidat kadji haroes hati-hati. (Sebab Kapitalisme, maka boeanja jang beratjoen menjerang di mana-mana tempat, tida pedoeli orang-orang pendoedoek negeri jang di djiarohi riboe manoesia Islam jalah di negeri Madinah djoega di serang oleh Kapitalisme sampai bandjir kemelaratan menjebabkan moril mereka sama roesak laloe mendjadi pentjoeri, penjamoen, pembegal dan penipoe, Dari 49 itoe Kaoem Moeslimin haroes mengoeboer Kapitalisme…
Artikel tersebut memberikan gambaran bahwa dalam pemikiran Misbach,
Kapitalisme merupakan sebuah kekuatan jahat yang harus diperangi. Gambaran
akan pencuri di Madinah tersebut tidak lain dengan realitas sosial yang terjadi di
Hindia, yaitu banyaknya pencuri-pencuri dari golongan kapitalis Belanda yang
terus menghisap rakyat. Kebencian Misbach dengan Kapitalisme juga pernah ia
48 Ibid.
49 Surat kabar Medan Moeslimincommit, 1to Januari user 1925 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
tunjukkan sebelumnya dalam tulisan pertamanya, Sroean Kita di Medan
Moeslimin pada 1918. Dalam tulisan tersebut Misbach juga menjelaskan
mengenai kejahatan Kapitalisme Belanda yang didukung oleh Pemerintah
Kolonial. Oleh karena itu, Misbach menyerukan untuk melakukan perlawanan
secara keras.
Konsep perlawanan radikal terhadap Kapitalisme tersebut ia temukan dari
konsep Marxistis yang ditawarkan oleh ISDV di bawah pengaruh Sneevliet.
Misbach yang sebelumnya mulai merasa kecewa dengan gerakan Islam dari SI di
bawah pimpinan Tjokroaminoto yang dianggapnya mulai “melembek” pun
akhirnya memilih untuk mengikuti konsep dari Sneevliet. Menurutnya, cara-cara
perjuangan yang ditawarkan oleh Komunisme untuk membebaskan rakyat dari
belenggu penjajahan Kapitalisme cukup efektif untuk dilaksanakan. Apa yang
Misbach pelajari dari komunis, terutama tulisan Semaoen, tidak sekedar
memahami bahwa pelaku kejahatan adalah Kapitalisme. Ia juga mendapatkan
jawaban bagaimana dan mengapa Kapitalisme secara bersama-sama
menghancurkan manusia baik fisik maupun mental.
Meski tidak langsung bergabung dengan ISDV maupun Partai Komunis
Indonesia (PKI), namun secara perlahan tapi pasti orientasi berpikir Misbach
mulai bergeser, dari seorang Islam Radikal menjadi pendukung Komunisme. Hal
tersebut ia tunjukkan dengan penyerangan yang mulai ia tujukan kepada orang-
orang “Islam lamisan”, kapitalis Belanda, maupun pemerintah kolonial. Misbach
mulai berseberangan jalan dengan tokoh-tokoh Islam di bawah SI Tjokroaminoto
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
maupun Muhammadiyah, yang ia anggap tidak melakukan pergerakan nyata
untuk membela rakyat.
Pergeseran ideologi Misbach tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa
faktor. Pertama, interaksinya dengan aktivis-aktivis politik sosialis dan komunis
50 radikal, seperti Sneevliet, Semaoen , Alimin, Marco, dll). Kedua, daya tarik
Marxisme dan Komunisme sebagai suatu ideologi perjuangan untuk melawan
kejahatan-kejaatan Kapitalisme, Kolonialisme, dan Imperialisme. Ketiga, daya
pikat serta pesona pribadi Karl Marx sebagai perumus gagasan dasar Komunisme.
Faktor keempat tumbuh dari kecenderungan berpikir Misbach yang sinkritis,
sehingga berkeinginan untuk menggabungkan beberapa pemikiran.
Namun, Komunisme yang dipahami Misbach tidak sama dengan ideologi
yang dianut oleh Sneevliet, Semaoen, Darsono, Marco, maupun tokoh komunis
lainnya. Sebagai seorang mubalig yang memiliki dasar keislaman yang kuat,
Misbach pun menjadi seorang tokoh dengan pemikiran yang unik tentang
Komunisme. Ia mencoba mensintesakan ideologi komunis dengan ajaran Islam.
Menurutnya, Komunisme dan Islam memiliki beberapa kesesuaian. Di antaranya
adalah sama-sama memiliki misi untuk membebaskan rakyat dari ketertindasan.
50 Semaoen lahir di Mojokerto pada tahun 1899 sebagai putera seorang pegawai kereta api. Ia bukanlah anak priyayi, tumbuh dalam era pergerakan, dan
sempat mengenyam pendidikan Barat Elementer dalam Sekolah Bumiputera klas satu. Pada tahun 1912, Ia bekerja di Staatsspoor (SS) sebagai juru tulis. Pada 1914, Ia bergabung dengan Sarekat Islam Surabaya dan terpilih menjadi
sekretarisnya. Pada awal 1915, barulah ia bertemu dengan Sneevliet yang memperkenalkan ideologi komunis kepadanya. Semaoen merupakan pimpinan dari Sarekat Islam Semarang dan sekaligus menjadi orang yang sangat
berpengaruh dalam menciptakan Sarekat Islam Merah. (lihat Dewi Yuliati, 2000, Semaoen, Pers Bumiputera dan Radikalisasi Sarekat Islam Semarang, Semarang: Bendera) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47
Untuk itulah, ia mencoba memadukan ajaran-ajaran Islam dan Komunisme untuk
51 menjawab persoalan rakyat dalam menghadapi imperalisme Belanda. Tulisan-
tulisan Misbach tentang Islam dan Komunisme baru dimuat dalam Medan
Moeslimin dan Islam Bergerak pada saat ia diasingkan di Manoekwari, tepatnya
setelah ia bergabung dalam PKI. Ia memaparkan bahwa Islam dan Komunisme
merupakan dua kekuatan yang dapat mematahkan Kapitalisme. Dalam tulisan-
tulisan tersebut Misbach tidak hanya menguraikan kesusuaian ajaran Islam dengan
Komunisme, namun juga mengungkapkan kekagumannya terhadap Karl Marx.52
Meskipun memiliki ketertarikan terhadap ideologi komunis, namun
menurut George Larson, kesetiaan Misbach terhadap Islam jauh lebih kuat
dibanding terhadap Komunisme. Fenomena Misbach merupakan sebuah contoh
tipikal dari kecenderungan orang Jawa akan sinkritisme, sebab kesetiaannya
terhadap Komunisme tidak lebih kuat dari pada kesetiaannya kepada Islam.53 Hal
itulah yang membedakan Misbach dengan tokoh-tokoh pergerakan berhaluan
komunis lainnya, yang sebagian besar cenderung meninggalkan agama. Mereka
juga memandang antara konsep agama dan ideologi komunis sebagai dua hal yang
tidak dapat disatukan.
Akan tetapi, Ahmad Mansur Suryanegara justru menganggap bahwa
keinginan Misbach untuk mensintesakan ideologi komunis dan Islam, merupakan
bentuk ketidakpahamannya akan Komunisme yang sebenarnya. Akibatnya, Haji
51 Nor Hiqmah, log.cit.
52 Surat kabar Medan Moeslimin, 5 Februari 1925
53 George Larson, Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan Politik di Surakarta, (Yogyakarta:commit Gadjah to Mada user University Press, 1990), hlm.196 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48
Misbach memahami Komunisme seperti apa yang dia mengerti saja. Ia tidak tahu
ajaran komunis menolak ajaran agama apapun. Kaum modernis Islam sedang
mencari sistem dakwah dan tema muatan dakwah mereka. Dalam pencarian ini,
dunia Barat dinilai mereka sebagai pilihan yang benar untuk dijadikan acuan
metode gerak pembaharuan dakwah. Mereka menemukan ajaran komunis dengan
sepotong pengertian yang mereka miliki. Kemudian, mereka menganggap telah
menangkap keseluruhan ajaran Komunisme.54
Komunisme mengukuhkan komitmen Misbach pada keharusan adanya
perubahan fundamental dalam kehidupan masyarakat Hindia. Semenjak mengenal
ideologi komunis, Misbach mulai mengubah gaya berpakaiannnya. Ia tetap
mengenakan jaket putih yang biasa dipakai para haji dan selalu mengenakan
aksesoris kepala bergaya Jawa atau blangkon. Hal tersebut merupakan penegasan
identitas baru Misbach, “Saya bukan haji tetapi Mohammad Misbach, seorang
komunis Jawa yang menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim.”55
Ikrar Misbach sebagai seorang komunis Jawa sekaligus menjandi penanda
bergesernya arah gerakan Misbach menuju ke kubu kiri. Ideologi Komunis Jawa
yang diusung Misbach memiliki perbedaan dengan ideologi komunis milik Karl
Marx. Paham komunisme yang dicetuskan melalui pemikiran Marx memandang
bahwa hakikat kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Paham komunisme
memandang hakikat hubungan Negara dengan agama diletakkan pada pandangan
filosofisnya yaitu materialisme diakletis dan materialisme historis. Hakikat
54 Ahmad Mansur Suryanegara, op.cit., hlm. 415
55 Takashi Shiraishi, op.cit.commit, hlm.375 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
kenyataan tertinggi menurut komunsime adalah materi. Marx tidak membenarkan
adanya absolut idea atau Tuhan sebagai sumber ide manusia. Tjokroaminoto
mengingatkan bahwa Historisch Materialisme mengklaim sebagai sosialisme
ilmiah, atau pada sesuatu yang dinilai benar apabila terindra. Dalam teori filsafat
validitas kebenaran Marxist, tolok ukur kebenarannya bersifat funomelogis dan
tidak membenarkan adanya (subtansi atau hakikat). Pandangan filsafat ini sangat
bertentangan dengan ajaran agama yang mempercayai sesuatu yang gaib.56
Misbach tidak begitu memahami hakikat filsafat marxist tersebut. Ia hanya
menangkap bahwa komunisme merupakan jalan untuk melakukan perjuangan
dalam membela ketertindasan rakyat, sebagaimana yang diajarkan Islam.
Komunisme Jawa ala Misbach lebih menekankan pada cara-cara kaum komunis
Eropa dalam memperjuangan kesetaraan kelas untuk diterapkan di tanah Jawa,
bukan pada filsafat tentang hubungan Tuhan dan manusia.
56 Ahmad Mansur Suryanegara,commit op.cit. to user, hlm. 413-414 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
IMPLEMENTASI PEMIKIRAN HAJI MISBACH DALAM
PERGERAKAN POLITIK 1918-1920
A. Pergulatan Politik Haji Misbach dalam Sarekat Islam
Perpecahan dalam tubuh SI antara kubu Samanhudi dan Tjokroaminoto
yang dimulai sejak tahun 1914, semakin memperburuk kondisi SI Surakarta
dalam tahun-tahun berikutnya. Tjokroaminoto lebih banyak mendominasi
kekuatan SI, sehingga keberadaan SI Surakarta kian lama kian melemah. Kondisi
tersebut semakin diperburuk dengan timbulnya perselisihan antara TKNM di
bawah pimpinan Tjokroaminoto dengan kaum Islam reformis Surakarta.
Memasuki tahun 1918, kondisi SI Surakarta bagaikan tidak bernyawa. Surakarta
hanya melekat dalam ingatan masyarakat sebagai tempat lahirnya SI dan posisi
Samanhudi sebagai pendirinya. Setelah terserang berbagai macam masalah, SI
Surakarta mengalami kemunduran, tidak bisa bergerak, dan hampir kehilangan
1 massa pendukungnya.
Tenggelamnya SI Surakarta diawali dengan bergesernya kekuatan
organisasi tersebut ke SI Surabaya di bawah pimpinan Tjokroaminoto.
Tjokroaminoto membuat SI tumbuh menjadi organisasi yang memiliki posisi
tawar. Tjokroaminoto bekerja dekat dengan wakil Penasehat Urusan Pribumi,
D.A. Rinkes. Akan tetapi, pada masa itu SI menunjukkan sikap yang kurang tegas
1 Surat kabar Sinar Hindiacommit, 22 Januari to user 1919
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
dalam melakukan pergerakannya. Pada satu sisi, SI terus membakar semangat
rakyat, namun pada sisi lain SI tetap bersikap lunak kepada pemerintah kolonial.
Sikap mendua tersebut tampak dari keputusan Tjokroaminoto saat menolak tegas
desakan Tjipto Mangoenkoesoemo untuk menghilangkan syarat agama dalam
penerimaan anggota. Tjipto juga berharap supaya SI (Sarekat Islam) dapat
menjadi SI atau Sarekat (H)India saja. Namun, Tjokroaminoto menegaskan bahwa
SI bukan partai politik, tidak menghendaki revolusi, dan memilih setia kepada
pemerintah.
Di bawah pimpinan Tjokroaminoto, SI juga mengalami pergeseran metode
pergerakan, dari boikot dan beating (fisik/berkelahi), menjadi rally (pengumpulan
massa/rapat) dan propaganda. Rapat Umum terbuka lantas menjadi andalan SI
pada waktu itu. Kelebihan cara ini adalah mampu mengumpulkan massa dalam
jumlah banyak dari berbagai golongan. Konsep kedua yang telah digagas dan
dijalankan oleh IP adalah dimaklumkannya pembicaraan politik secara terus
terang dan terbuka mengenai sistem kemasyarakatan kolonial, serta bisa diikuti
oleh siapapun.2
Di saat kekuatan SI berpindah ke Surabaya, suasana pergerakan di Surakarta
diramaikan kembali dengan hadirnya Boedi Oetomo (BO). Sebelumnya, dalam
kongres BO di Surabaya tanggal 8-9 Juli 1916, Soerjosoeparto mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai Ketua Umum BO. Jabatan tersebut akhirnya digantikan
oleh RMA Woerjaningrat (pengurus SI Surakarta) dari Keraton Surakarta.
2 Soewarsono, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaon, (Yogyakarta: Lkis, 2000),commit hlm. 16to -user18 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
Woerjaningrat semakin memperluas pengaruh BO di Surakakarta. Hal ini juga
melambangkan dukungan Keraton Surakarta bergeser kepada Boedi Oetomo.
Gambar 2. Lambang awal Sarekat Islam
Terdapat Paradigma Lima-K: Kemauan, Kekuatan, Kemenangan yang ditulis dengan
huruf Arab, serta Kawasa (Kekuasaan), Kemerdekaan yang ditulis dengan huruf Jawa.
Cita-cita persatuan: Innamal Mukminun Iwatun
Motto juang: Billahi Fi Sabilillil Haq Komponen lambang SI selanjutnya digunakan oleh Nahdlatul Ulama, Partindo, PNI,
dan lain lain.
(Sumber : Ahmad Mansur Suryanegara, 2009, Api Sejarah, Bandung: Salamadani
Pustaka Semesta)
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
Kekuatan SI Surakarta kian bertambah lesu ketika SI Semarang pada 1917
mulai tumbuh dengan kekuatan serikat buruh di bawah kendali Semaoen. Di
tengah tumbuhnya kekuatan SI, kubu SI Surabaya di bawah Tjokroaminoto dan SI
Semarang di bawah Semaoen saling berebut pengaruh.3 SI Surakarta yang berada
di tengah dua kekuatan tersebut seakan kian tergencet tak berdaya.
Kondisi SI Surakarta pun kian carut marut ketika muncul dua kekuatan
yang saling bertentangan di tubuh SI Surakarta sendiri. Kelompok pertama terdiri
dari Samanhudi beserta pedagang batik lainnya yang berperan penting di Rekso
Roemekso. Meski nyaris tidak berkecimpung dalam pergerakan politik Surakarta
secara langsung, kelompok tersebut tetap menempati posisi kunci dalam
kepemimpinan SI Surakarta yang hanya tinggal nama. Kelompok tersebut juga
yang pada akhirnya membentuk fraksi anti-Tjokroaminoto. Sedangkan kelompok
kedua terdiri dari pegawai keagamaan, kyai dan orang-orang Arab yang
mendominasi TKNM subkomite Surakarta. Kelompok tersebut sebenarnya juga
tidak aktif dalam pergerakan politik, namun mereka cukup mewakili kekuatan
kaum putihan pro Tjokroaminoto di Surakarta. Kepemimpinan SI Surakarta telah
dikendalikan oleh dua kelompok ini dalam keadaan yang susah bersatu. Namun,
dua kelompok ini secara efektif masih mampu menangkal kelompok lain yang
ingin menambil alih kepemimpinan SI dan bergerak atas nama SI. Dengan kendali
mereka, SI Surakarta sama sekali tidak beruang, tidak memiliki daftar
3 Suradi, Haji Agus Salim dan Konflik Politik dalam Sarekat Islam, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997),commit hlm. to user 27 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
keanggotaan, tidak menerbitkan surat kabar apapun, tidak mengadakan
4 pertemuan, dan tetap terbengkalai begitu saja.
Sebenarnya kaum pergerakan Surakarta telah memikirkan upaya
penyelamatan atas kondisi SI Surakarta sejak 27 Januari 1918 dengan
mengadakan algeemene vergadering (pertemuan umum). Pertemuan tersebut
dilakukan untuk membahas kondisi internal SI di Surakarta. Tujuan rapat tersebut
untuk membahas berbagai permasalahan internal SI, juga mengenai kebutuhan-
kebutuhan yang diperlukan segenap anggotanya.5
Akan tetapi, hingga akhir tahun 1918, SI Surakarta tidak juga bangkit dari
kelesuannya. Kenyataan tersebut membuat munculnya kelompok-kelompok yang
mulai berbalik menyerang kepemimpinan SI Surakarta. Haji Misbach bersama
SATV dengan Medan Moeslimin dan Islam Bergerak sebagai organnya adalah
salah satu kelompok yang melawan kepemimpinan SI Surakarta tersebut. Bersama
Sosrokoerneo yang merupakan sekretaris SI Surakarta, Misbach melanjutkan
propagandanya dengan keras itu dalam kalangan SI. Masalah utama yang
dibahasnya adalah persoalan ekonomi dan kehidupan di Hindia Belanda.
Tidak antara lama poela Misbach berkenalan dengen Sorsokoerneo, sekretaris S.I. Solo. Dengen temen baroe ini kawan Misbach
melandjoetken propagandanja jang keras itoe dalem kalangan S.I. Teroetama sekali jang diadjoeken olenja jaitoe soal-soal ekonomie, soal-
soal tentang penghidoepan. Ia mengedjar hilangnja tindesan-tindesan jang
4 Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912- 1926, (Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm. 190
5 Surat kabar Djawi Hisworo, 28 Januari 1918
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55
diterima oleh Ra‟jat dari pehak bangsawan dan dari pehak paberik- paberik.6
Pada saat itu, Misbach juga telah menjalin hubungan dengan Perhimpunan
Kaum Buruh dan Tani (PKBT) afdeling Surakarta di bawah pimpinan R. Santoso
7 yang juga berdiri di pihak penentang kekuatan SI. Sosrokoernio merupakan penghubung antara Misbach dan R. Santoso. Sejak bulan Agustus 1918, kerja
sama antara dua kubu penentang kekuatan SI tersebut mulai dijalankan, salah
satunya adalah meletusnya pemogokan buruh cetak di perusahaan percetakan
milik BO. Ketika pimpinan pusat PKBT di Demak hancur pada bulan Oktober
1918, perkumpulan tersebut dipulihkan di Surakarta dengan Santoso sebagai ketua
dan Misbach sebagai wakilnya. Misbach menyumbang banyak dana untuk
kebutuhan PKBT dan menjadikan kantor Medan Moeslimin dan surat kabar Islam
Bergerak sebagai kantor dan organ PKBT.8
Keberhasilan PKBT dalam melakukan aksi perlawanan membuat
kelompok oposisi dengan dukungan SI Semarang dan Insulinde Surakarta
menawarkan diri untuk mengambil alih kepemimpinan SI Surakarta pada awal
April 1919. Atas inisiatif Semaon dan Marco, pertemuan bestuur CSI pada
tanggal 15 Februari 1919 di Surabaya memutuskan untuk memulihkan SI
6 Surat kabar Sinar Hindia, 4 Juli 1924
7 R. Santoso merupakan pegawai opiumregie dan hoofredactuer Koemandang Djawi, surat kabar mingguan berbahasa Jawa. PKBT afdeling Surakarta yang dipimpinnya merupakan perpanjangan tangan dari ISDV dan SI
Semarang yang ditujukan untuk memperluas pengaruh mereka di SI-SI lokal. (lihat Takashi Shiraishi, op.cit., hlm. 191).
8 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 1 November to user 1918 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
Surakarta, dengan Marco sebagai ketua, Misbach sebagai wakil ketua, dan R.
9 Hadiasmara sebagai sekretaris. Darma Kanda pada 20 Januari 1919 memuat
kabar usulan pembentukan pengurus SI Surakarta yang terdiri dari:
1. T. H. Samanhudi (beschremheeren)
2. T. M Marco (president)
3. R. Ng Wiroekoesoemo (vice president)
4. M. H Abdoelsalam (thesaurer)
5. R. Hadiasmoro (Sekretaris 1)
6. R. Wirowongso (Sekretaris 2)
7. M. Ng. Darsosasmito
8. R. Ng. Djiwopradoto
9. M H Misbach
10. M Soekarno10
Para kandidat tersebut dipilih secara fleksibel, karena sebagian memang
tidak hadir dalam rapat di Surakarta pada 19 Januari 1919. Meskipun demikian,
para kandidat tersebut diharapkan mampu mengemban amanah sebagai pengurus
SI Surakarta yang baru dan mampu menghidupkan kembali kegiatan SI
11 Surakarta.
Pada awal Maret 1919, Hadiasmara dan aktivis pro SI Semarang mengirim
surat terbuka ke pemimpin SI Surakarta untuk menuntut diadakannnya
9 Takashi Shiraishi, op.cit., hlm. 192
10 Surat kabar Darma Kanda, 20 Januari 1919
11 Surat kabar Darma Kandacommit, 20 Januari to user 1919 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
vergadering umum dan dibangunnya kembali SI dengan Samanhudi menjadi
ketua kehormatan yang tidak punya kekuasaan, supaya SI Surakarta bergabung
dengan CSI dan bergerak di arena politik dan membuat SI Surakarta
menggerakkan Islam.12 Akhirnya, pada 6 Juli 1919 dilaksanakanlah vergadering
umum di Sri Wedari Surakarta untuk membahas kepengurusan SI Surakarta.
Samanhudi, para pedagang batik laweyan, abdi dalem Kasunanan, kyai, pegawai
keagamaan, dan orang Arab dari subkomite TKNM beramai-ramai datang ke
vergadering. Mereka berusaha untuk mendominasi pertemuan tersebut karena
khawatir bahwa Marco dan Misbach akan mengambil alih kepemimpinan SI
Surakarta.
Upaya Misbach untuk mengambil alih kepemimpinan SI pun akhirnya
gagal, karena pada saat itu Misbach dituduh menghasut pemogokan petani di
pedesaan Kasunanan. Hasil akhir dari vergadering tersebut memutuskan
Samanhudi naik menjadi ketua kehormatan dengan kekuasaan mengawasi,
sementara Hisamzaijnie dan R.M.A. Poespodiningrat menjadi penasehat.
Sedangkan jabatan ketua, sekretaris dan bendahara diduduki oleh R. Ng.
Wirokoesoemo yang juga seorang pegawai keraton, Poerwodiharjo yang
merupakan sekretaris TKNM, dan seorang pengusaha batik Laweyan bernama
13 M.H. Abdoelsalam. Kepemimpinan baru yang terbentuk usai vergadering
tersebut ternyata tidak juga efektif untuk menghidupkan kembali SI Surakarta.
12 Surat kabar Darma Kanda, 3 Maret 1919
13 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 20 Aprilto user 1919 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
Pada periode berikutnya, SI Surakarta tetap saja menjadi organisasi yang lesu dan
tidak memiliki gerakan yang berarti.
Gambar 3. Lambang Sarekat Islam setelah mengalami pergatian
(Sumber : www.zamrudkatulistiwa.com)
Akan tetapi, upaya Misbach untuk „menggerakkan‟ SI Surakarta tidak
berhenti begitu saja. Misbach bersama kekuatan penentang kepemimpinan SI
Surakarta lainnya telah bergabung dengan Insulinde Surakarta sebelum
vergadering tersebut dilaksanakan. Pada saat itu, setiap orang memang masih
diperbolehkan untuk memiliki keanggotaan ganda dalam organisasi. Misbach
memang telah terpilih sebagai pengurus dari SI Surakarta, namun ia tidak
memiliki kesempatan yang besar untuk kembali menghidupkan organisasi
tersebut. Pada saat itu, Misbach begitu kecewa dengan TKNM dan SI Surakarta.
Oleh karena itu, ia lebih memillih untuk melakukan pergerakan melalui Insulinde
dan dua surat kabar terbitannya. Misbach juga memiliki peran yang sangat penting
dalam upaya memasukkan orang-orang radikal SI ke dalam Insulinde Surakarta.
commit to user Melalui kehangatan, keterbukaan, dan keramahannya serta konsistensi antara perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59
kata-kata dan perbuatannya, Misbach berhasil menarik perhatian anggota SI yang
bersifat radikal untuk turut bergabung dalam gerakan Insulinde.
B. Geliat Haji Misbach dalam Dunia Jurnalistik
Perkembangan pergerakan politik di tanah Hindia tidak bisa dilepaskan
dari peranan kelahiran pers bumiputera. Surat kabar dan pergerakan merupakan
sebuah kesatuan yang sulit dipisahkan. Napoleon pernah mengatakan bahwa
empat surat kabar yang memusuhi pemerintah lebih berbahaya dari beribu-ribu
tentara.14 Pada masa pergerakan, sebenarnya telah banyak pers anti pemerintah
kolonial yang mulai tumbuh. Namun, pertumbuhan mereka belum terarah, bahkan
tidak jarang terjadi saling serang di antara beberapa surat kabar tersebut.
Upaya awal pernah dilakukan oleh Mas Marco Kartodikromo untuk
mempersatukan kekuatan pers tersebut dalam sebuah wadah perkumpulan
jurnalis, yaitu melalui organisasi Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Haji
Misbach yang sangat menyadari betapa pentingnya peranan pers pun telah
bergabung dengan IJB sejak awal dibentuknya. Perkenalan Misbach dalam dunia
jurnalistik melalui IJB juga merupakan penentu langkah awalnya dalam dunia
pergerakan. Misbach merupakan penyumbang dana bagi IJB dengan menjadi
pelanggan setia dari surat kabar terbitan organisasi tersebut, yaitu Doenia
Bergerak.15
14 Soe Hok Gie, Di Bawah Lentera Merah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999), hlm.46
15 Majalah Hidoep, 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60
Melalui Doenia Bergerak, Misbach memperoleh banyak wacana yang
pada akhirnya dapat memperluas pemahamannya tentang dunia pergerakan
politik. Misbach bukan hanya menjadi konsumen dari surat kabar bumiputera, ia
juga mempelajari dunia jurnalistik dari bacaan-bacaan tersebut. Misbach
menyadari benar bahwa pers merupakan sebuah jalan yang efisien untuk
menyuarakan aspirasinya tentang gerakan perubahan. Setelah belajar mengenai
dunia jurnalistik, Misbach pun akhirnya menerbitkan surat kabarnya sendiri, yaitu
Medan Moeslimin dan Islam Bergerak.
Pada awalnya, Misbach tidak begitu menguasai teknik pengelolaan surat
kabar ataupun cara untuk menulis artikel. Ia banyak dibantu oleh rekan-rekan
pergerakannya yang lebih menguasai bidang jurnalistik, seperti Marco. Misbach
terus belajar untuk menulis, hingga pada akhirnya ia mulai mahir menerjemahkan
propagandanya melalui tulisan yang termuat dalam dua surat kabarnya tersebut.
Dalem soerat kabar ini ia menjiarken kefahamannja tentang Islam dan membitjaraken al al jang bersangkoetan dengen politiek. Ia dibantoe oleh journalist-journalist jang faham isi agama dan jang mengenal oeroesan 16 politiek. Diantaranja jang terseboet terakhir ialah saudara Marco.
Setelah banyak belajar tentang dunia jurnalistik, pada tahun 1918, Misbach
menggantikan Hisamzaijnie sebagai pemimpin redaksi Medan Moeslimin. Sejak
saat itu, Misbach mulai sering menulis di surat kabar tersebut. Tulisan pertamanya
yang di muat dalam Medan Moeslimin adalah “Sroean Kita”. Tulisan tersebut
merupakan sebuah serangan untuk TKNM pimpinan Tjokroaminoto. Semenjak
saat itu, gaya penulisan dalam Medan Moeslimin bergeser ke arah yang lebih
16 Surat kabar Sinar Hindiacommit, 4 Juli to1924 user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
17 radikal. Selain itu, beberapa seri tulisannya tentang Islam dan Komunisme serta
artikel-artikel lainnya banyak dimuat di Medan Moeslimin pada saat ia sedang
berada dalam pembuangan. Bahkan ketika ia dalam pembuangan di Manoekwari,
namanya masih tercantum sebagai ketua dari Medan Moeslimin.18
Selain melalui Medan Moeslimin, Misbach juga melakukan
propagandanya melalui terbitannya yang lain, yaitu Islam Bergerak. Sesuai
dengan namannya, surat kabar tersebut bersifat lebih radikal dan ingin membuat
kaum muslim bersama-sama bergerak melawan kolonialisme dan kapitalisme.
Surat kabar tersebut juga menjadi kendaraan bagi Misbach dalam melakukan
pergerakannya di bawah bendera Insulinde. Pada masa-masa terakhir
perkembangannya, Islam Bergerak dipersatukan dengan Doenia Baru dan diubah
nama menjadi Ra’jat Bergerak. Namun, tidak lama setelah Misbach beserta
kawan-kawannya ditangkap dan dibuang, Ra’jat Bergerak pun mati.19 Beberapa
tulisan Misbach yang pernah dimuat dalam Medan Moeslimin dan Islam Bergerak
antara lain adalah:
- “Sroean Kita” dalam Medan Moeslimin 4 (1918)
- “Orang Bodo Joega Machloek Toean, Maka Fikiran Jang Tinggi Djoega
Bisa di Dalam Otaknja” dalam Islam Bergerak, 10 Maret 1919
- “Pembarisan Islam Bergerak: Pembatja Kita” dalam Islam Bergerak, 10
November 1922
17 Surat kabar Medan Moeslimin, April 1918
18 Surat kabar Medan Moeslimin, 1 Januari 1925
19 Surat kabar Sinar Hindiacommit, 4 Juli to1924 user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
- “Pembarisan Islam Bergerak: Sikap Kita” dalam Islam Bergerak, 20
November 1922
- “Moekmin dan Moenafik” dalam Islam Bergerak, 10 Desember 1920
- “Assalamoe‟alaikoem Waroeh Matoe‟ilahi Wabarakatoeh” dalam Medan
Moeslimin, No.7 (1922)
- “Verslag” dalam Medan Moeslimin No. 8 (1922)
- “Informatie – Kantor „Bale Tanjo‟ Kaoeman Solo” dalam Medan
Moeslimin, 4 Oktober 1923
- “Semprong Wasiat: Partijdiscipline SI Tjokroaminoto Mendjadi Ratjoen
Pergerakan Rak‟jat Hindia” dalam Medan Moeslimin No. 9 (1923)
- “Islam dan Gerakan” dalam Medan Moeslimin No.9 1923
- “Islam dan Atoerannja” dalam Medan Moeslimin No. 9, 1923
- “Pamitan Sadja” dalam Medan Moeslimin No. 10 1924
- “Djawa-Manokwari Baik di Ketahui” dalam Medan Moeslimin No. 10
1924
- “Hal yang Kejadian di Manokwari” dalam Medan Moeslimin No. 9 1924
- “Islamisme dan Kommunisme” dalam Medan Moeslimin 1 Januari 1925
- “Manokwari Berontjang, Reactie Ontoek Communist Tentoe dan Soeda
Bijasa” dalam Medan Moeslimin No.2 1925
- “Soerat Terboeka” dalam Medan Moeslimin No.2 1925
- “Foja-foja: Sikapnja Wakil Pemerintah Manokwari” dalam Medan
Moeslimin No. 2 1925
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
20 - “Nasehat” dalam Medan Moeslimin No. 12 1926
Selain aktif dalam menulis, Misbach juga giat melakukan gerakan untuk
mempersatukan kekuatan pers di Hindia. Sebelumnya, ia telah aktif dalam IJB
sejak awal terbentuknya pada 1914. Namun, dalam perkembangannya, organisasi
perkumpulan wartawan tersebut mati karena Marco dipenjara. Selama tahun 1915
sampai 1919 terjadi perubahan peraturan yang menyangkut persoalan pers. Bila
dulu persdelict diperiksa oleh Raad van Justitie, kini hal itu dilakukan oleh
Landraad. Pasal 154 dan 156 yang kejam tersebut diganti dengan peraturan 63b
dan 66b yang juga keras. Dalam tahun 1919, sejumlah besar wartawan
dipenjarakan oleh pemerintah.21
Melihat realitas tersebut, para wartawan di Hindia mulai memikirkan
untuk membentuk sebuah perkumpulan wartawan lagi. Wartawan haruslah bersatu
untuk melawan cengkeraman pemerintah. Atas inisiatif SI Semarang, antara 8 dan
9 Maret 1919, diselenggarakan pertemuan wartawan dari seluru h Indonesia
22 (Jawa). Hadir 33 utusan mewakili 13 surat kabar dan 33 wartawan majalah.
Tjipto Mangoenkoesomo yang menjabat sebagai ketua sidang mengusulkan untuk
dibentuknya kembali sebuah organisasi wartawan. Organisasi tersebut bernama
Indiers Journalist Bond. Misbach pun terpilih sebagai sekretaris dari organisasi
tersebut. Adapun susunan kepengurusannya adalah:
20 Nor Hiqmah, H.M. Misbach Kisah Haji Merah, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 9-10
21 Soe Hok Gie, log.cit.
22 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64
Ketua : Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo
Sekretaris : H. Misbach (Islam Bergerak)
Bendahara : Hardjasoemitro (Darmo Kondo)
Komisaris-komisaris : Sosrokardono (Surabaya)
Semaoen (Semarang)
H. Agoes Salim (Jakarta)
Darnakoesoemah (Bandung)23
Susunan kepengurusan tersebut terdiri dari orang yang bersifat kooperasi
dan non-kooperasi. Haji Misbach sendiri berdiri pada kubu non-kooperasi yang
menentang pemerintah kolonial dengan keras. Namun, pada 10 Mei 1919 terbit
kabar officel dalam Islam Bergerak yang menyatakan bahwa jabatan Misbach
bergeser menjadi Penningmeester (Bendahara) karena Hardjasoemitro tidak
bersedia menerima jabatan tersebut. Sedangkan jabatan sekretaris digantikan oleh
H. Soetadi. Selain itu, dalam pengumuman tersebut, Misbach juga menyampaikan
tentang kondisi keuangan Indiers Journalist Bond.24
C. Membangkitkan Insulinde Surakarta
Pada saat iklim politik di Surakarta kian lesu akibat ketidakberdayaan SI,
Insulinde atau yang juga dikenal sebagai Nationaal Indische Partij (N.I.P.)
kembali hadir meramaikan panggung pergerakan rakyat Surakarta. Pada awal
1918, Insulinde afdeling Surakarta hanya merupakan sebuah perkumpulan kecil
23 Ibid., hlm 47
24 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 10 Meito user 1919 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
dengan anggota sebagian besar orang Indo, Tionghoa peranakan, serta priyayi
profesional. Pada akhir 1918, terutama pada awal 1919, keangotaannya meluas
dengan cepat dalam jumlah besar pula. Dalam satu tahun saja anggotanya sudah
lebih dari sepuluh ribu orang dan pada Juni 1919 Insulinde Surakarta menjadi
afdeling terbesar dengan keanggotaan lebih banyak dari gabungan semua afdeling
Insulinde.25 Jumlah anggota Insulinde Surakarta yang besar tersebut cukup
mencengangkan bagi kaum pergerakan pada masa itu. Insulinde Surakarta dengan
cepat telah tumbuh menjadi organisasi massa raksasa yang mampu mengorganisir
perlawanan petani dan buruh terhadap pemerintah kolonial. Insulinde kembali
bangkit dan menghidupkan kembali iklim pergerakan di Surakarta yang lesu
seiring dengan terpuruknya SI.
Kebangkitan Insulinde di Surakarta tersebut tidak bisa dilepaskan dari
peran besar Haji Misbach di dalamnya. Misbach mulai bergabung dengan
Insulinde sejak bulan Maret 1918. Keterlibatan Misbach dalam Insulinde diawali
dengan perkenalannya dengan Tjipto Mangoenkoesoemo26 pada 1918, setelah
25 Proeureur Generaal (G.W. Uhlenbeck) aan GG. 24 Juni 1919. Mr. 391x/19. Vb. 6 September 1919. No. F7. Uhlenbeck memperkirakan keanggotaan Insulinde bulan Juni 1919 sebanyak 23.000 orang. (dalam Takashi Shiraishi, op.
cit., hlm. 186)
26 Dilahirkan pada 1886 di Desa Pecangan, Jepara, Jawa Tengah, Tjipto
menamatkan studi di School Ter Opleiding Van Indische Artsen (Stovia) atau Sekolah Dokter Bumiputra, di Jakarta, 28 Oktober 1905. Pada usia 21 tahun, dr.
Tjipto menulis artikel yang mengkritik kebangsawanan. Dijuluki "Bapak Kemerdekaan Indonesia", sikap egalitarianisme Tjipto memang mengilhami semangat kemerdekaan dalam makna luas. Pada 1912, pemerintah Belanda
menganugerahinya bintang penghargaan Ridder Orde van Oranye Nassau atas jasanya memberantas penyakit pes yang mewabah di daerah Malang. Tjipto memperlakukan penghargaan itu commitdengan to"rasa user humor" yang satir: Bintang itu tak dia sematkan di dada, melainkan disimpan di kantong belakang celananya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66
rekan seperjuangannya, Sosrokoerneo meninggal dunia. Pada saat itu Tjipto
tinggal di Surakarta dan menikah dengan seorang wanita Indo bernama Ny.
Vogel. Melalui Tjipto, Misbach akhirnya mengenal gerakan revolusioner beraliran
kiri milik Insulinde.27 Kolaborasi Misbach dengan Tjipto dalam Insulinde berjalan
dengan baik sehingga membuat organisasi tersebut benar-benar kelihatan
revolusioner dan menarik perhatian kaum radikal SI. Dalam organisasi tersebut,
Misbach mulai melakukan perlawanan-perlawanan revolusinernya kepada
pemerintah hingga akhirnya ia ditangkap untuk pertama kalinya. Nieuwe
Rotterdamsche Courant menuliskan:
Sociale misstanden hinderden hem en de verontwaarding daarover voerde hem niet alleen in de rijen der Nationaal Indische Partij, die zich door haar felle actie in 1918 berucht maakte, maar ook voor het eerst in de gevangenis28
Terjemahan: Pelanggaran sosial mengganggu dan membuatnya marah, tidak hanya ditunjukkan dengan kemarahannya dalam jajaran Nationaal Indische Partij, tapi juga dengan tindakan sengit pada 1918 yang terkenal, hingga
membuatnya dipenjara untuk pertama kalinya.
Awal keterlibatan Misbach dalam gerakan Insulinde dipicu oleh kampanye
perlawanan program perbaikan rumah oleh pemerintah untuk mencegah
penyebaran wabah pes. Pada waktu itu, wabah pes telah menyebar di Surakarta
Alhasil, tiap serdadu Belanda yang melihatnya tak hanya hormat kepada Tjipto, melainkan pada pantatnya. la mengembalikan bintang itu kepada Belanda, setelah
permintaannya untuk memberantas pes di daerah Solo ditolak. Sejak itu, Tjipto membelokkan perhatiannya kepada politik. (Periksa Majalah Tempo No.24//13-19 Agustus 2001, Grafiti Multi Warna: Jakarta)
27 Surat kabar Sinar Hindia, 4 Juli 1924.
28 Surat kabar Nieuwe Rotterdamschecommit to user Courant , 2 Oktober 1926 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67
dan terus meluas ke arah barat hingga Kartasura dan Delanggu. Wabah tersebut
membawa kesengsaraan bagi rakyat, namun kondisi tersebut justru diperburuk
dengan kebijakan pemerintah yang membebani rakat dengan kewajiban perbaikan
rumah. Melihat kondisi tersebut, Insulinde Surakarta membentuk komite untuk
menyelidiki kegelisahan penduduk akibat program perbaikan rumah secara paksa
dalam upaya mencegah penyakit serta berbagai tindakan administratif dari
pemerintah yang berlebihan. Misbach yang merupakan wakil aktif dari Kauman
pun akhirnya bergabung dengan Insulinde dan menjadi tokoh utma dalam komite
tersebut. Pemimpin Insulinde Surakarta menunjuk Misbach sebagai komisaris dan
memberinya wewenang mengadakan rapat umum propaganda melawan tindakan-
tindakan pemberantasan wabah pes dari pemerintah dan mendirikan kring di luar
kota Suarakarta.29
Hij heeft immers niet geschroomd haar op te zetten tegen de door de overheid bevolen woningverbetering in het belang der pestbestrijding te Soerakarta, onder meer door op een vergadering der bevolking te Kartasoera op 31 Maart 1918 aan te moedigen tot weigering van de terugbetaling van de voorschotten, verleend ten behoeven van bedoelde 30 verbetering der woningen.
Terjemahan:
Ia tidak ragu untuk melakukan kampanye penolakan terhadap kebijakan
pemerintah untuk mendirikan perumahan untuk kepentingan kontrol terhadap wabah pes di Surakarta, pada pertemuan umum di Kartasura pada
31 Maret 1918 dia mendorong masyarakat untuk menolak membayar kembali uang muka yang diberikan untuk perbaikan tempat tinggal.
29 Takashi Shiraishi, op.cit., hlm 194
30 Surat kabar De Sumatracommit Post, 15 to Juli user 192 4 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68
Sebagai komisaris, Misbach pun segera mengorganisir Insulinde Kartasura
bersama seorang pegawai pegadaian bernama Atmokertanto sebagai ketua dan
seorang pedagang batik bernama H. Bakri sebagai sekretarisnya. Di Kartasura
Misbach melakukan kampanye penolakan terhadap kewajiban perbaikan rumah.
Propagandanya tersebut berhasil dengan sukses, penduduk Kartasura benar-benar
berhenti mengembalikan pinjaman pemerintah untuk perbaikan rumah secara
paksa setelah diadakannya rapat umum pada 31 Maret 1918.31 Namun, pemimpin
Insulinde Surakarta pada waktu itu, Galestien dan Soetadi takut pada peringatan
asisten residen. Mereka pun akhirnya memerintahkan Misbach dan pemimpin
kring Kartasura untuk menghentikan kegiatannya sekaligus mengadakan rapat
umum lain untuk meminta maaf kepada penguasa.32
Pada awal Desember 1918 digelarlah vergadering umum Insulinde
Surakarta yang sekaligus menjadi titik balik dari kebangkitan kembali organisasi
revolusioner tersebut. Vergadering tersebut bertujuan untuk membentuk susunan
pengurus baru dalam Insulinde. Tjipto Mangoenkoesoemo mundur dari
jabatannya sebagai pemimipin Insulinde dan digantikan oleh istrinya, Ny.
33 Vogel. Sedangkan Misbach sendiri diangkat sebagai wakil ketua. Berikut
susunan kepemimpinan baru dalam Insulinde Surakarta:
31 Surat kabar De Sumatra Post, 15 Juli 1924
32 Resident van Surakarta aan GG, 8 Juni 1920, Mr. 661x/20, (dalam Takashi Shiraishi, op.cit., hlm. 194-195)
33 Pada saat itu, Tjipto harus kembali ke Batavia selama lebih dari setengah tahun karena ditunjuk sebagai anggota Volksraad. Oleh karena itu, ia sama sekali tidak menjadi anggotacommit berstuur to user dalam Insulinde Surakarta. Tjipto diangkat oleh Limburg Stirum sebagai anggota Dewan Rakyat dalam parlemen perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69
Ketua : Ny. Vogel
Wakil Ketua : H. Mohammad Misbach (ketua SATV, Hoofdredacteur
Medan Moeslimin dan redaktur Islam Bergerak)
Sekretaris I : Soedarman (sekretaris Toenggal Boedi, pemimpin
PPPB afdeling Surakarta)
Sekretaris II : R. Gatoet Sastrodihardjo (redaktur Panggoegah)
Komisaris : Moedio Wignjosoetomo (redaktur Panggoegah)
Sismadi Sastrosiswojo (redaktur Panggoegah,
administrator Islam Bergerak)
Doellatib (redaktur Panggoegah)
Noeriman (administrator Panggoegah)
Harsoloemekso (sekretaris SATV, administrator
Medan Moeslimin)
R. Ng. Darsosasmito (wakil ketua SATV, redaktur
Medan Moeslimin)
Koesen (anggota SATV, hoofdredacteur Islam
Bergerak)
34 R.M. Partowinoto (anggota SATV)
Selain Ny. Vogel, semua anggota pemimpin Insulinde Surakarta yang baru
itu juga tergabung dengan Fonds Samarasa atau mantan pengikut Tjipto, atau
pertama untuk negeri jajahan yang didirikan pada Mei 1918. (lihat Savitri Prastiti
Scherer, 1985, Pemikiran dan Keselarasan Pemikiran-pemikiran Priyayi Nasionalis Jawa Abad XX, Jakarta: Sinar Harapan)
34 Takashi Shiraishi, op.cit.commit, hlm. 195 to user-196 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70
keduanya. Orang yang duduk sebagai pemimpin tertinggi dalam Insulinde adalah
Ny. Vogel, namun yang lebih banyak memimpin gerakan Insulinde
sesungguhnya adalah Haji Misbach. Dalam teori Ny. Vogel mengawasi cabang
Surakarta, tetapi sesungguhnya cabang itu ada di bawah pengaruh Haji Misbach.35
Misbach memiliki wewenang untuk memimpin aktivitas propaganda
Insulinde di luar kota Surakarta, mengeluarkan kartu anggota yang menjadi
tanggung jawabnya sendiri, dan mendirikan kring-kring Insulinde atas nama
Insulinde Surakarta.36 Berbekal wewenangnya tersebut, Misbach memulai
kembali aktivitas propagandanya sebagai propagandis Insulinde sekaligus mubalig
SATV di perkebunan tembakau dan tebu Kasunanan dengan kring Surakarta
sebagai pos terdepannya. Misbach mengaktifkan kembali kring Kartasura yang
telah terbengkalai sejak bulan Mei 1918. Selain itu, Misbach juga mengadakan
propaganda di Banyudono dan Ponggok. Pada Desember 1918, cabang
Karangduren dari kring Kartasura dibentuk di perkebunan tembakau Tegalgondo
(distrik Banyudono, Kabupaten Boyolali), kira-kira 4 kilometer dari Kartasura.
Pada 16 Februari 1919, kring Nglungge didirikan di distrik Ponggok (Kabupaten
Klaten), kira-kira 12 kilometer dari Kartasura. Pada Maret, cabang Klaseman dari
kring Surakarta dan kring Pundung dibentuk di perkebunan Tegalgondo (distrik
Kartasura, kabupaten Surakarta) dan perkebunan tembakau Manjung (distrik
35 Savitri Prastiti Scherer, op.cit., hlm. 159
36 Resident van Surakarta aan GG, 23 Mei 1919. Mr. 322x/19, (dalam Takashi Shiraisi, log. cit.) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71
Ponggok). Pada April, kring Gawok didirikan di distrik Kartasura. Dan pada akhir
37 Mei, dua kring lagi dibentuk di perkebunan Polanhardjo (distrik Ponggok).
Di bawah kepemimpinan Misbach, Insulinde tumbuh dan berkembang
dengan pesat. Misbach gencar melakukan propaganda di desa-desa sekitar
Surakarta. Bagi Misbach melakukan propaganda untuk ”kebebasan kita”,
”kebebasan negeri”, sama seperti melakukan propaganda untuk Islam, dan dalam
pengertian itulah ia menunjukkan dirinya sebagai seorang mubalig sekaligus
propagandis Insulinde. Misbach melancarkan propagandanya dengan menghadiri
pertemuan-pertemuan dan langsung berbicara kepada rakyat. Di pedesaan-
pedesaan itulah Insulinde di bawah pimpinan Misbach mengalami perluasan yang
luar biasa. Sebuah perluasan yang kelak pada akhirnya justru berada di luar
kendali Misbach serta pemimpin Insulinde Surakarta lainnya.
Ekspansi kring-kring Insulinde di pedesaan Kasunanan sebenarnya sejak
awal sudah melampaui kontrol Misbach. Ketika Misbach datang dan menghadiri
pertemuan-pertemuan untuk meresmikan kring-kring Insulinde, kring sudah
terbentuk dengan beribu-ribu anggota petani. Hal tersebut dapat dipahami sebagai
sebuah fakta bahwa sejak lama para petani di pedesaan telah mengalami
penderitaan akibat kolonialisme. Kehadiran Misbach beserta Insulinde merupakan
37 “Chronologische Volgorde der Feiten” dalam Residen van Surakarta aan
GG, 23 Mei 1919, Mr. 322x/19 (sesudah itu Chronologische Volgorde, Mr. 322x/19. Resident van Surakarta aan Proureur Generaal, 3 Juli 1919, Mr. 474x/19), (dalam Takashi Shiraishi,commit op. cit. to, userhlm. 199) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72
sebuah gerakan revolusioner yang telah lama dinantikan oleh para petani pedesaan
38 tersebut.
D. Haji Misbach dan Dimulainya Zaman Mogok Surakarta
Bangkitnya Insulinde Surakarta dan meluasnya pengaruh organisasi massa
tersebut di pedesaan Kasunanan membuat gejolak di kalangan petani dan buruh
kian memanas. Para petani dan buruh yang telah hidup dalam ketertindasan
selama bertahun-tahun merasa menemukan sebuah jalan untuk melakukan
perlawanan. Sebelum Insulinde terbentuk, sebenarnya telah terjadi pemogokan
buruh cetak di Surakarta yang dimotori oleh PKBT pada Agustus 1918.
Pemogokan tersebut merupakan gerakan mogok terbesar sekaligus menandai
dimulainya zaman mogok di Surakarta. Pada saat itu, Misbach juga telah menjalin
relasi yang baik dengan PKBT di bawah pimpinan Santoso. Misbach menjabat
sebagai wakil ketua PKBT sekaligus menjadi penyumbang dana bagi organisasi
tersebut.
Ketika Insulinde menjadi semakin kuat di bawah pimpinan Misbach,
zaman mogok di Surakarta pun menjadi kian memanas. Namun, fokus gerakan
mogok tersebut bergeser ke pedesaan-pedesaan sekitar Surakarta, tempat di mana
gejolak Insulinde kian membara. Massa utama yang dituju oleh Misbach adalah
kaum buruh tani di pedesaan tersebut yang telah lama tertindas oleh kapitalis
Belanda, pemerintah kolonial, serta bangsawan pribumi. Misbach menunjukkan
keprihatinannya yang sangat besar kepada nasib kaum buruh tani.
38 Takashi Shiraishi, op. citcommit., hlm.210 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73
Dengan membawa bendera Insulinde, Misbach melakukan propagandanya
kepada para petani pedesaan. Menurut laporan residen kepada gubernur jenderal,
sejak hari-hari terakhir Desember 1918 sampai 7 Mei 1919, tanggal Misbach
ditangkap, ia memimpin sebelas vergadering Insulinde di pedesaan Kasunanan,
dan enam darinya adalah pertemuan pengukuhan kring Insulinde. Haji Misbach
aktif melakukan agitasi dan menyerukan para petani untuk ”jangan khawatir” dan
”jangan takut” melakukan aksi pemogokan.39
Max Weber menjelaskan konsep ‟karisma‟ dalam gerakan sosial. Daya
tarik seorang pemimpin politik atau agama akan berpengaruh besar untuk menarik
para pengikut dalam gerakan sosial. Dalam hal tersebut Misbach telah menjelma
sebagai seorang pemimpin karismatik yang mampu membuat petani mengalami
rasa ”mardika” dengan menekan rasa takutnya kepada penguasa negara. Namun,
Weber juga telah dikritik karena lebih memfokuskan pada kualitas pemimpin
daripada pada harapan para pengikut. Gerakan sosial yang terjadi di pedesaan
Surakarta bukan hanya terjadi karena karisma yang dibawa Misbach. Namun juga
karena adanya kesadaran dari rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap
ketertindasan.
Selain melakukan propaganda dengan menghadiri vergadering di
pedesaan, Misbach juga menuangkan simpati kepada para petani melalui surat
kabar terbitannya. Dalam Islam bergerak edisi 10 Maret 1919, Misbach
menerbitkan artikelnya yang berjudul Orang Bodo Djoega Machloek Toehan,
39 Syamsudin Haris, Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Transmedia,commit 2007) to hlm. user 360 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74
maka Fikiran jang Tinggi Djoega Bisa di Dalam Otaknja. Tulisan tersebut banyak
menguraikan keberpihakannya pada petani yang tertindas oleh kaum kapitalis
Belanda dan juga pemerintah kolonial.
Akan tetapi gampanglah kita berkata, pada hal: ROEKOEN itoe jang
terlampau soesa didapatnja, karena sebeloem kaoem kita Boemi poetera berbangoen lantaran tertoetoep oleh orang jang mempermainkan kaoem kita, lebih doeloe benih perseteroean dan benih bertjerai-berai soedah dimainkan oleh fihak jang sengadja memoeterkan Anak Hindia, teroetama poela pada kaoem kita Boemi poetra sendiri. Politiek ini tampaklah pada kita jang seolah-olah agar tanah Hindia bisa kekal selama-lamanja tergenggam oleh pemerentah Belanda, terboekti dari akal Regeering jang katanja melindoengi pada rajatnya, tetapi nampaklah pada kita, bahwa perkataan ini hanjalah OMONG KOSONG belaka, adanja masih banjak atoeran jang seolah-olah dengan memandang bangsa, lebih tegas perlindoengan pemarintah hanjalah pada kaum kapitalisme, sedang rajatnja paman tani atau si Kromo tinggal mendjadi koerbannja boekti mana tidak oesah kita oeraikan disini, krana t.t. pembatja soedah tentoe lebih makloemlah kiranja.40
Misbach seolah ingin menyadarkan kaum bumi putera terhadap kenyataan
bahwa masyarakat Hindia, terutama petani, tengah mengalami penindasan akibat
kolonialisasi Belanda. Bukan hanya itu, Misbach juga menyerukan rakyat Hindia
untuk bersama-sama berjuang membantu petani supaya dapat terlepas dari
penindasan tersebut. Ia menyatakan kepada para petani dan juga seluruh kaum
bumi putera untuk tidak takut melakukan perang melawan kapitalisme dan
kolonialisme di tanah Hindia. Dasar dari seruannya tersebut juga berasal perintah
agama Islam yang termuat dalam ayat suci Alquran. Layaknya tengah melakukan
tablig, Ia mengutib ayat Alquran untuk memperkuat argumennya tentang
perlawanan yang wajib dilakukan umat muslim untuk menolong siapa saja yang
40 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 10 Maretto user 1919 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75
tertindas. Bahkan, menurut Misbach, kita wajib melakukan perang jika
41 penindasan tersebut belum dihentikan. Misbach menyerukan:
Terangnja kita manoesia diwadjibkan mendjaga soepaia djangan ada orang teroes meneroes melakoekan perboeatan jang tidak benar, djika kita beriman tentoelah kita tidak sjak lagi mengindahkan firman Toehan itoe,
meski kita dibentji oleh orang jang berboeat salah itoe, tetapi kita diwadjibkan membenarkan poela, dengan tidak memandeng bangsa dan tidak memandeng pangkat besar atau kejtil, kendati radja-radja, atau pemerintah negri, dan Oelama-oelama of kijai kijai, tidak perdoeli siapa djoega djika dia poenja perboeatan tidak dengan sebenarnja, kita wadjib membenarkan. Akan tetapi memang soesah boeat ini waktoe kita melakoekan hal itoe, karena jang ini waktoe didoenia tanah Djawa hanjalah berisi TINDESAN jang ada pada kita, dan bagaimana djeritnja kaum jang tertindas, tetapi roepa-roepanja toch tidak di REWES, hanjalah kekoeatan jang disadjikan kepada kita, kekoeatan mana djika kita tidak maoe di LOEKOE- LOEKOEKAN, oedjoeng sendjatalah jang dihadepkan kepada kita kita. Djadi kalau begitoe Hindia diini waktoe sabagai halnja orang-orang dinegeri MAKAH tempo djaman poerbakala jang mana pri kehidoepannja melingkan tindesan jang ada padanja, disitoelah Toehan bersabda, kita ambil dalam bahasanja Melajoe sadja koerang lebih demikian: Mengapa kamoe sama tidak maoe menoeloeng orang laki dan perempoean dan anak-anak jang sama moehoen pada Alloh demikian: Toehan hamba ! moedah-moedahan Toehan mengloearkan hamba dari perdieman Makah sini jang isi orang sama beraniaja. Begitoe djoega Toehan moega memberi orang Moeqmin jang mengoewasai dan menoeloeng kepada hamba.
Nah ! sekarang njatalah bahwa perintah Toehan kita orang diwadjibkan menoeloeng kepada barang siapa jang dapat tindesan, hingga mana kita 42 berwadjib perang djoega djika tindesan itoe beloem dibrentikannja.
Setelah menerbitkan tulisan tersebut, Misbach juga membuat gambar
kartun yang berisi gagasan Misbach tentang kondisi petani pesan dasar yang
ingin disampaikan kepada petani, sekaligus peran yang ia rasa wajib dimainkan
dalam memimpin kring Insulinde. Gambar yang dimuat dalam Islam Bergerak
41 Surat kabar Islam Bergerak, 10 Maret 1919
42 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 10 Maretto user 1919 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76
edisi 20 April 1919 tersebut membuat pemerintah kolonial dan pihak Kasunanan
merasa terganggu.
Gambar 4. Gambar kartun yang dibuat oleh H.M. Misbach dalam Islam Bergerak
(Sumber : Islam Bergerak, 20 April 1919)
Dalam gambar tersebut, Misbach melukiskan bahwa penghisap dan
penindas yang paling kelihatan adalah ”kapitalis” Belanda. Kapitalis menghisap
pipa yang dihubungkan ke perut petani dan berkata: ”Ha! Manis rasanja.”. Selain
itu, kapitalis juga menyerukan kepada pemerintah kolonial untuk membantu
mereka dalam melakukan penghisapan kepada petani, ”Kamoe pegang jang
kras!!! Bijar kami moedah mengisepnjacommit ”.to user Selanjutnya, penindas dan penghisap perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77
yang setengah kelihatan adalah pemerintah yang dikomandoi oleh Residen
Surakarta. Pemerintah membungkam suara protes dan kegelisahan petani dengan
tangan mencengkeram kepala petani, yang bertuliskan pasal 154 dan 156 hukum
pidana, yaitu pasal yang mengatur kebebasan bicara dan kebebasan pers. Namun,
pemerintah membungkam suara petani bukan hanya karena perintah dari kaum
kapitalis, pemerintah juga ingin menghisap petani dengan pajak. 43
Selain kapitalis dan pemerintah, pihak ketiga yang menjadi penindas dan
penghisap adalah Susuhan Pakubuwana X. Hal tersebut dapat kita baca dari
tulisan di bawah kartun yang berbunyi: ”AWAS!!! Doeloe pakoekoe, sekarang
saoehkoe! Doeloe toewankoe, sekarang njata moesoehkoe!!!”. Kunci untuk
memahami kalimat itu terletak pada kata pakoe, yang berarti Susuhan
Pakubuwana X, pakunya dunia. Jadi, kalimat itu berarti bahwa ia yang sekali
waktu menjadi pakunya dunia, pusat semesta, sunan, sudah menjadi beban berat
yang menghalangi petani membebaskan diri dari kekuasaan penindasan dan
penghisapan kapitalis dan pemerintah. Oleh karena itu, Sunan yang dulu adalah
tuan sekarang musuh. Kartun itu dikerjakan sangat hati-hati karena menunjuk
sistem agraria Kasunanan yang sudah bobrok, di mana kapitalis jelas kelihatan,
pemerintah agak samar terlihat dan sunan sendiri tak tampak. Misbach juga
menuliskan seruan untuk ”Djangan koeatir” kepada petani yang mulai putus asa
pada nasibnya. Seruan tersebut bermaksud sebuah dukungan yang berasal dari
43 Takashi Shiraishi, op.cit.commit, hlm. 200 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78
luar dunia petani dan juga Tuhan untuk petani supaya mereka tetap bersemangat
44 untuk melakukan perlawanan.
Gambar 5. Suasana buruh tani di pedesaan Surakarta sekitar tahun 1919
(Sumber : www.kitlv.pictura-dp.nl)
Propaganda yang dilakukan Misbach di bawah bendera Insulinde telah
membuat petani di pedesaan kian bersemangat untuk melakukan perlawanan.
Kring-kring Insulinde di pedesaan terus bertambah kuat. Pemogokan merupakan
sebuah jalan yang banyak dipilih oleh para petani untuk melakukan perlawanan.
Sejak 23 Februari 1919, tepatnya setelah kring Insulinde dibentuk, kuli kenceng di
kelurahan Nglungge bahkan telah melakukan mogok kerja. Mereka mengajukan
tiga tuntutan kepada pemerintah, yaitu mengurangi wajib ronda dan patroli bagi
desa serta negara, membayar kerja wajib memelihara jalan umum, dan
44 Ibid., hlm. 201 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
79
mewajibkan pejabat desa untuk juga melakukan kerja wajib. Pada awalnya,
pemerintah tidak memenuhi tuntutan tersebut tapi juga cenderung tidak
45 menghalangi pemogokan.
Hal tersebut membuat pemogokan petani semakin meluas. Pada April
1919, terjadi pemogokan petani di Karesidenan Surakarta, terutama di perkebunan
Tegalgondo dan Nglunggge. Di perkebunan Tegalgondo, tempat Insulinde berdiri
di Karangduren dan Klaseman, 170 orang mogok. Mereka menolak kerja wajib
bagi perkebunan, menuntut naiknya glidig, dan menyatakan bahwa mereka adalah
anggota Insulinde. Pada 16 April, kuli kenceng desa Tempel mogok. Lalu pada 20
April, kring Karangduren mengadakan pertemuan dan menanggapi seruan
pemimpin kring supaya ”mengikuti contoh Dimoro”, sembilan puluh kuli kenceng
desa Karangduren pun mogok.46
Pada awal April 1919, Asisten Residen Surakarta sebenarnya telah
memperingatkan Ny. Vogel dan Misbach bahwa pemogokan di Nglunge ilegal.
Setelah petani di Tegalgondo juga melakukan pemogokan, tepatnya pada 19 April
1919, residen mengirim controleur urusan pertanian dan regent polisi Klaten ke
Nglunge untuk memperingatkan para petani. Sebenarnya, di saat Insulinde
Surakarta mengadakan ledenvergadering pada 11 Maret 1919, baik Tjipto
maupun Misbach telah menyarankan secara halus kepada anggota kring Insulinde
untuk menghentikan pemogokan dan melanjutkan kerja wajib.
45 Syamsudin Haris, log.cit.
46 “Rapport”, Mr. 322x/19, dan Cronologische Volgerde, Mr.322x/19, (dalam Takashi Shiraishi, op.cit., hlm.commit 214.) to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
80
Sejak awal, perkembangan kring-kring Insulinde memang telah berada di
luar kontrol Misbach. Bibit-bibit keradikalan dari para petani pedesaan telah ada
sejak lama, bahkan sebelum Insulinde Surakarta memperluas jangkauannya.
Misbach tidak memiliki cara untuk mengontrol gerakan para petani, bahkan jika
mereka berseru untuk beraksi, Misbach maupun pemimpin Insulinde Surakarta
lainnya tidak diminta demikian. Sebenarnya apa yang dikatakan pemimpin kring
kepada para petani sangat berbeda dengan apa yang diserukan Misbach. Pada
pertemuan-pertemuan, Misbach menyerukan untuk ”Djangan Koeatir”, sedangkan
pemimpin kring berbicara tentang ketidakpuasan petani atas pajak, kerja wajib,
kasepan, glidig, serta berjanji akan menghapus ketidakpuasan itu. Militansi kring-
kring Insulinde terus tumbuh dan hanya memberikan dua pilihan kepada Misbach:
mendukung dan memimpin gelombang keresahan petani atau mundur. Misbach
pun pada akhirnya memilih untuk memberikan dukungannya, karena pilihan
untuk mundur sangatlah mustahil baginya.
Situasi di pedesaan justru kian memanas sejak 19 April 1919. Pemerintah
mulai melakukan penangkapan terhadap para pemimpin kring Insulinde yang
melakukan pemogokan. Pak Ngabid beserta enam pemimpin kring lainnya
diciduk dengan tuduhan mengadakan aksi-aksi ilegal, dan membiarkan
administrasi desa mencabut hak mereka atas tanah komunal. Misbach pun segera
menanggapi hal tersebut dengan mengadakan pertemuan pada 27 April 1919.
Dalam pertemuan tersebut ia menyerang penguasa yang telah menangkap
pemimpin kring dan mendorong petani untuk terus melakukan pemogokan. Para
anggota kring Insulinde pun segera melakukan tuntutan kepada pemerintah untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
81
membebaskan pemimpin kring yang tertangkap pada sidang pengadilan mereka di
47 landraad Klaten 30 April 1919. Namun, upaya tersebut gagal, pemerintah justru
semakin gencar melakukan penangkapan pada para pemimpin kring lainnya. Para
petani yang melakukan aksi tersebut pun dibubarkan secara paksa. Pemogokan
petani di kring-kring Insulinde pun perlahan mulai lenyap.
Misbach akhirnya mulai terjun secara langsung untuk mendukung
pergerakan para petani pedesaan. Pada saat diundang oleh para pemimpin
Klaseman untuk menghadiri pertemuan peresmian kring tanggal 23 April 1919,
Misbach mulai menyampaikan tekadnya untuk menyerang penguasa. Ketika
pertemuan dibuka, Misbach menyatakan bahwa pertemuan tersebut adalah
ledenvergadering sehingga bisa diadakan tanpa kehadiran polisi dan bahwa polisi
hanya boleh hadir jika memang ”dibutuhkan”. Laporan polisi menggambarkan
pertemuan tersebut:
Pembicara: Misbach (Misbach berkata) Insulinde tiada kemaoean boedjoek2 orang boewat bikin pemogokan pada soeatoe pekerdjaan tetapi orang mesti mengerti
dan merasa apa jang mendjadiken kekoerangan hidoepnja. Tjoema sadja soerat kabar Panggoegah memang ada pemogokan (tepoeh
tangan rame) Ia kemudian bertanya pada anggota apa yang membuat mereka tidak puas. Wirosoekarto dan Martosenomo (Dimoro) mengeluh atas rendahnya
bayaran untuk menanam tembakau dan amat kecilnya upah. Sesudah penjelasan panjang lebar tentang keputusan pemerintah, oleh
mantra atak. Ketua Misbach menyatakan pada anggota mempermaloemkan lid2 perkara permintaannja itoe tjoema tergantoeng ada kekentjengannya orang ketjil sendiri. Sesudah itu ia bicara tentang kerja wajib dan 48 menunjuk pimpinan kring.
47 Surat kabar Persatoean Hindia, 14 Februari 1920
48 Chronologische Volgerde, Mr.322x/19. (dalam Takashi Shiraishi, op.cit., hlm. 218-217) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
82
Setelah pertemuan tersebut, pemogokan petani kembali meluas ke segala
penjuru. Kuli kenceng mogok di ladang tembakau, para pemimpin kring mulai
menyabotase prapat. Sehari setelah pertemuan, H. Bakri, pemimipin Karangduren
dan Wongsosoediro, pemimpin kring Klaseman mengadakan pertemuan di
Kagokan, dan setelah itu kuli kenceng Kagokan mogok. Aksi ini diikuti kuli
kenceng di Wironangan pada 25 April. Pada awal Mei, petani dari tujuh belas desa
mogok di perkebunan Tegalgondo dan menuntut kenaikan glidig. Pemerintah pun
tidak tinggal diam. Terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para pemimpin
pemogokan maupun anggota kring Insulinde yang turut serta dalam pemogokan. 49
Pada 7 Mei 1919, Residen A.J.W. Harloff mengadakan sidang darurat
dengan Asisten Residen Surakarta dan Boyolali, kontroleur urusan pertanian, dan
regent polisi, untuk membicarakan langkah-langkah tepat guna mengakhiri
pemogokan. Pada hari yang sama, Misbach, Darsosasmito, dan Gatoet
50 Sastrodihardjo (sekretaris Insulinde Surakarta) ditahan. Berita tentang
penangkapan Misbach dimuat dalam Islam Bergerak pada 10 Mei 1919, sebagai
berikut:
Toean H.M. MISBACH Red. I.B. ketika hari 2 ini boelan djam 12
siang kedatengan toean Commissaris dan toean Wedono Politie boeat priksa soerat-soerat, dan laloe dibawak kekantoor Ass. Resident, djam 2
siang beliau kloewar dari kantoor A.R. teroes dinaikkan auto dengan terhiring 2 Politie londo dimasoekkan di hotel prodeo alias boei, menoeroet bilangnja beliau H.M. Misbach terdakwa toesoek-toesoek.51
49 Takashi Shiraishi, log.cit.
50 Ibid. 51 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 10 Meito user 1919 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83
Residen Harloff dalam laporannya mengatakan bahwa mogok terjadi
bukan karena ketidakpuasan petani, tetapi akibat dari propaganda Insulinde. Ia
menandaskan bahwa dengan persetujuan pimpinan pusat Insulinde dan pemimpin
afdeling Surakarta, Misbach dengan tidak bertanggungjawab mendalangi
pemogokan, dan juga bahwa para pemimpin Insulinde di bawah petunjuknya
secara sistematis mengorganisir dan menyebarkan pemogokan petani.52 Akan
tetapi, dugaan Harloff tersebut sebagian tidak benar. Misbach tidak terbukti
mendalangi pemogokan. Mogok boleh saja tidak terjadi di perkebunan gula
Klaten, tetapi Harloff lupa begitu saja bahwa mogok adalah bentuk khas protes
petani, sama dengan ngogol. Dengan rendahnya upah di tengah pesatnya laju
inflasi, mogok pasti terjadi di Tegalgondo, tanpa Misbach maupun propaganda
Insulinde.53
E. Tampil Kembali dengan Bendera Sarekat Hindia
Sesaat setelah Haji Misbach ditangkap, kawan-kawannya dalam
pergerakan, baik yang tergabung dalam SATV, Insulinde, maupun
Muhammadiyah mulai mengirimkan seruan protes kepada pemerintah kolonial.
Harsoloemekso dan K.H Achmad Dahlan secara terpisah mengirimkan surat
kawat kepada gubernur jenderal dan meminta supaya Misbach segera dibebaskan
52 Parakitri Simbolon, Menjadi Indonesia. (Jakarta: Kompas, 2007), hlm. 308-309
53 Takasi Shiraishi, op.cit.,commit hlm.218 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
84
54 atas nama SATV dan Muhammadiyah. Hoofredactuer Islam Bergerak, Koesen
juga menuliskan dalam surat kabar tersebut bahwa Misbach dan aktivis lainnya
dipenjara bukan karena merampok, mencuri, menodong, membunuh, atau menipu,
tetapi justru karena melawan pihak yang bertindak sewenang-wenang atau lebih
55 tepatnya bandit-bandit yang selalu mengganggu kesejahteraan umum. Tjipto
Mangoenkoesoemoe juga menuliskan keprihatinannya atas penangkapan Misbach
dalam Panggoegah 12 Mei 1919. Dalam tulisannya tersebut, ia menyatakan
bahwa saudara laki-lakinya, yaitu Haji Misbach kini telah berada di tahanan
karena keberaniannya membantu rakyat untuk melawan ketertindasan. Tjipto juga
meminta kepada seluruh kaum pergerakan untuk tetap mempertahankan
keberanian dalam menentang kolonialisme melanjutkan posisi Misbach dalam
dunia pergerakan. Tulisan tersebut kemudian juga dikutip dalam De Sumatra Post
edisi 26 Mei 1919.
Aan mijn hoog-geacten jongen broeder Hadji Mas Misbach. Mijn broeder die in de gevangenis is gezet ! Heb genschap als liefde van God, den Hoog-Ver-evene, die U wil zegenen. Maar er is geen zegen van den
Heilige, welke niet gepaard gaat met pijn en ellende. Bekommer U niet over Uw vrouwen en kinderen. Wij zijn verplicht om voor hen te zorgen. Straks wanner de gevangenisdeur open gaat om U nit 56 te laten, zal ik u te gemoet gaan met vlaetjes, bloemen en muziek.
Terjemahan:
Saudaraku terkasih Mas Hadji Misbach. Sauadaraku sekarang sudah dipenjara untuk beberapa hari. Meskipun hukuman bagi saudara saya seolah hukuman bagi saya tetapi saya menanggapinya sebagai kebesaran
54 Surat kabar Islam Bergerak, 20 Mei 1919
55 Surat kabar Islam Bergerak, 20 Juni 1919
56 Surat kabar De Sumatracommit Post, 26 to Mei user 1919 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
85
dari Tuhan. Tetapi tidak ada restu dari Yang Kudus, yang tidak disertai rasa sakit dan penderitaan.
Kekhawatiran Anda tidak memiliki wanita dan anak-anak. Kita diwajibkan untuk merawat mereka. Kemudian, jika pintu penjara terbuka untuk Anda,
saya akan menyambut dengan vlaetjes, bunga, dan musik.
Penangkapan Haji Misbach beserta lebih dari 80 pemimpin dan anggota
kring Insulinde telah membuat Insulinde Surakarta mulai mengalami kelesuan.
Tjipto Mangoenkoesoemo mulai mengambil alih dan menyetir Insulinde
Surakarta dan kring-kringnya yang mulai rapuh. Ia mencoba memindahkan arena
aktivitas propaganda Insulinde dari pedesaan ke kota Surakarta dan Volksraad di
Batavia. Tjipto juga membangun kerja sama yang lebih erat dengan pemimpin
Insulinde pusat, khususnya dengan Douwes Dekker. Saat itu, Douwes Dekker
telah bersiap untuk mengumumkan rencananya guna mengubah Insulinde menjadi
Nationaal Indische Partij-Sarekat Hindia (NIP-SH) dalam Kongres kaum Hindia
yang dijadwalkan pada 7-9 Juni 1919.
Di bawah kepemimpinan Tjipto, Insulinde Surakarta pun akhirnya
mengalami perubahan arah gerakan. Karakteristik pergerakan Tjipto memang
tidak sama dengan Misbach. Jika Misbach lebih bersikap radikal dan mendukung
para petani untuk melakukan pemogokan guna melawan pemerintah kolonial,
maka tidak demikian dengan Tjipto. Ia bukanlah orang yang dapat mendukung
dan memimpin gerakan protes petani. Sebaliknya, Tjipto adalah orang yang selalu
waspada untuk tidak hanyut dalam kekuatan-kekuatan yang tidak dapat
dikontrolnya. Sebagai seorang anggota Volksraad, Tjipto lebih memilih untuk
menyerang kondisi agraria yang ”busuk” tersebut di Volksraad, dan bukan di
pedesaan. Jadi, arah baru yang commit pada dasarnya to user ia tuju adalah mundur secara perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
86
terhormat, menjauhkan Insulinde dari keterlibatan langsung dalam aksi-aksi protes
57 petani di pedesaan, dan melanjutkan aksi dengan cara lain.
Tjipto memulai langkahnya untuk memimpin Insulinde, yang pada saat itu
telah berubah menjadi NIP-SH dengan cara membuka ”medan temporer” baru
untuk menggantikan tugas Misbach. Ia melakukan kampanye anti-raja melalui
Panggoegah dan Volksraad. Pada awalnya, perubahan arah gerakan yang
dilakukan oleh Tjipto membawa reaksi protes dari anggota-anggota Insulinde
yang radikal. Pada umumnya mereka tidak sepakat dengan pilihan Tjipto untuk
mundur secara terhormat dari pemogokan petani. Namun, justru dengan jalan
tersebut Insulinde Surakarta dapat tetap bertahan di tengah serangan pemerintah
yang telah membuat sebagian besar afdeling Insulinde ambruk. Tjipto
membimbing Insulinde/NIP-SH untuk menuju ke arah perjuangan politik.
Afdeling dan kring-kring Insulinde/NIP-SH mulai bergerak lagi pada Oktober
1919. Rapat umum perdana dari Sarekat Hindia (SH) pun digelar pada 15 Oktober
1919 dengan dihadiri 2000 orang. Soewardi Soerjaningrat dan Tjokroaminoto pun
tampil dalam vergadering tersebut. Keduanya menyatakan harapan adanya kerja
sama antara SI dan SH.
Dalam kondisi itulah, Haji Misbcah dibebaskan oleh pengadilan
bumiputera (landraad) Surakarta pada 22 Oktober 1919. Di kalangan anggota dan
pendukung SH, bebasnya Misbach merupakan peristiwa kemenangan kedua
setelah bebasnya Douwes Dekker oleh Pengadilan Negeri (Raad van Justice)
57 Takashi Shiraishi, op.cit.commit, hlm. 225 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
87
58 Semarang. Kasus Misbach dibatalkan karena pasal 102 hukum pidana Hindia
yang dikenakan padanya dinyatakan oleh Raad van Justie tidak berlaku bagi
59 pranatan yang dikeluarkan bagi Vorstenlanden. Sesaat setelah Misbach
dibebaskan dari penjara, redaktur Islam Bergerak, Soerjosasmojo menuliskan:
Anam boelan lamanja pahlawan kita dalam pendjara berpisah dengan anak serta isteri, teman serta ra‟jat, pergerakan serta kemadjoean, sebagai boeroeng tioeng dalam sangkar. Anam boelan lamanja saudara kita itoe hidoep dalam ketapaan, karena kehilangan kemerdikaan, disamoen tida beralasan. Soeatoe horloge poen tiada bole terdekat pada badan saudara, sedang horloge itoe amat besar goenanja oentoek penoendjoek waktoe akan melakoekan saringat agama kita Islam ialah berbakti… Saudara itoe seorang ksatrija jang sesoengoehnja tetapi boekan ksatrija sebagai jang kebanjakan ialah kaoem anak radja d.l.s. Djahat benar bangsa kita jang mentjela tenaga ksatrija kita itoe, dan patoet lah diberinja neraka doenia misalnja wedana atau menteri radja…(sic).60
Bebasnya Misbach segera disambut dengan gempita oleh anggota SH
Surakarta. Mereka menyelenggarakan pesta dari malam ke malam yang dihadiri
oleh banyak orang. Potret besar Misbach dipampang di muka, pidato-pidato untuk
menghormatinya bersautan, musik dibunyikan, dan berbagai rupa makanan
dihidangkan. Pemimpin-pemimpin SH Surakarta juga menyewa mobil dan
berparade di muka kantor kabupaten, kantor kepatihan, dan kantor asisten
residen.61
58 Parakitri Simbolon, op.cit., hlm. 602
59 Resident van Surakarta aan GG, 8 Juni 1920, Mr. 661x/20 dalam Takashi Shiraishi, op.cit., hlm 253.
60 Surat kabar Islam Bergerak, 10 November 1919
61 Resident van Surakarta aan GG. 8 Junni 1920. Mr. 661x/20, dalam Takashi Shiraishi, log.cit. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
88
Misbach pun segera tampil menggantikan Ny. Vogel sebagai pemimpin
SH Surakarta, sedangkan Tjipto menjabat sebagai sekretaris. Semenjak saat itu,
SH Surakarta melakukan propaganda dengan tenaga dan semangat baru melalui
Panggoegah dan Islam Bergerak serta dalam ledenvergadering. Ketika keresahan
buruh meningkat akibat minimnya upah, serikat buruh pun menjadi pemimpin
terdepan dari SH Surakarta. Suhu pergerakan Surakarta pun menjadi kian
memanas setelah para buruh di bawah organisir Toenggal Boedi dan SH
melakukan pemogokan pada akhir 1919. Selain itu, afdeling FPB (Serikat Buruh
Pabrik Gula) yang menjadi barisan terdepan dari gerakan SH Surakarta di
pedesaan juga mengalami perluasan. Pemimpin-pemimpin kring Insulinde yang
ditahan sejak awal 1919 pun mulai dipulangkan ke desa masing-masing pada akhir
1919. Mereka kemudian menjadi pengorganisir afdeling-afdeling SH di pedesaan
Surakarta bersama dengan aktivis-aktivis PFB. Misbach dan para pemimpin SH
Surakarta pun menjadi pendukung dari gerakan afdeling-afdeling SH di pedesaan
tersebut.
Pada tanggal 21 Maret 1920, Misbach memimpin Kongres SH Surakarta,
yang sekaligus menjadi penanda dibukanya babak baru dalam dunia pergerakan.
Kongres tersebut dihadiri oleh seribu orang anggota, Santoso sebagai perwakilan
dari PFB, Mas Marco Kartodikromo mewakili CSI dan SI Semarang, serta
perwakilan dari Muhammadiyah, SATV, Fonds Sama Rasa, SI Delanggu, FPB
afdeling Mojosragen, Bangak dan Delanggu, PPPB, serta beberapa serikat lainnya.
Kongres tersebut berjalan dengan tegang karena dijaga ketat oleh polisi. Bukan
hanya itu, Asisten Residen Surakarta, polisi regent, komisaris polisi, serta petugas commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
89
polisi lainnya pun turut hadir dalam kongres. Selama kongres, tersiar pula kasak-
kusuk bahwa Misbach dan Tjipto akan dibuang akibat pidatonya yang terlalu
keras. Setelah Tjipto sebagai pembicara utama menyampaikan cerita Ki Ageng
Mangir beserta pidatonya yang sekaligus menjadi penentu tema kongres, yaitu
untuk apa SH berjuang dan melawan siapa, Misbach pun segera tampil ke atas
podium untuk menyampaikan pidatonya. Sismadi Sastrosiswojo melaporkan
pidato Misbach tersebut dalam Persatoean Hindia:
S.H. akan melawan dengan sekoeat-koeatnja segala tindesan dan hisapan baik dari fehak mana djoega. Pembitjara menerangkan bahwa S.H. memoedjikan serta mengharap kepada sekalian perhimpoenan ra‟jat Hindia akan berkerdja berat bersama dengan S.H. menjoesoen maksoed mentjapai kemerdekaannja tanah Hindia. … Barangkali zaman sekarang (kata pembitjara) Nabi kita itoe dikatakan orang “Penghasoet” sebagai halnja pemimpin-pemimpin ra‟jat di Hindia di zaman ini, dan selaloe diantjam akan dihoekoem dan diboeang. Akan tetapi sesoenggoehnja (kata pembitjara) djika dibandingkan dengan ksengsaraan nabi kita ketika mendjalankan koewadjibannja memimpin ra‟jat di tanah Arab dizaman dahoeloe itoe, maka bahaja kesengsaraan jang menimpa diri pemimpin-pemimpin ra‟jat Hindia ini, bagi pembitjara di pandanganja masih merasa ringan dan senang; karena pemimpin- pemimpin itoe didalam hoekoeman dan boeangan masih mendapat makan
dan tiada dilempar batoe sebagai halnja Nabi kita. Oleh karena itoelah bagi saudara-saudara kaum Islam jang benar-benar tjinta dan mendjalankan
perentah Igamanja “Islam” tentoe tiada takoet akan masoek ka dalam kalangannja S.H. jang bermaksoed melawan pada segala tindesan, fitnahan, dan penghisapan, karena maksoed S.H. itoelah bersertoedjoean
dengan Igama Islam, hingga tiada lajak poela bila kaum Islam tinggal diam sadja melihat tindesan-tindesan jang menimpa kepada dirinja ra‟jat 62 Hindia.
Kongres tersebut membuat konfrontasi antara SH dengan keraton dan
pemerintah kolonial kian menajam. Polisi dan Narpowandojo, perkumpulan para
62 Surat kabar Persatoean commitHindia, to10 user April 1920 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
90
Pangeran Kasunanan yang dipimpin oleh Pangeran Hadiwidjojo menebar mata-
mata dalam tubuh S.H. Kasak-kusuk yang menyebar menyatakan suatu isu bahwa
Misbach diam-diam sudah mengorganisir para jagoan dan mengutus mereka untuk
menghabisi nyawa Asisten Residen Surakarta. Semua isu itu menekankan unsur
“rahasia” dalam gerakan Tjipto dan Misbach, tetapi tidak ada jalan untuk
mengetahui apakah memang mereka membuat gerakan yang begitu “rahasia”.63
Sementara itu, situasi yang kian memanas juga terjadi di pedesaan. Para
buruh pabrik gula dan petani yang tergabung dalam SH, PFB, dan SI Delanggu
juga mengancam rust en orde sejak Maret hingga Mei 1920. Arena pusat aksi
front bersama tersebut terletak di perkebunan tembakau dan gula di daerah
Ponggok, Delanggu dan Tegalgondo. Laporan tentang vergadering SI yang
termuat dalam Nieuwe Rotterdamsche Courant menyebutkan bahwa sebuah rapat
umum antara SI dan Insulinde (NIP-SH) telah digelar di Delanggu pada bulan
Februari 1920 di bawah pimpinan Soerjopranoto, Tjipto, dan Misbach.64 Dalam
pertemuan tersebut Misbach kembali menyampaikan pidatonya yang keras untuk
melawan pemerintah:
Maka sekarang ini diadaken perkoempoelan jang di namai S.H. itoe goenanja soepaja orang-orang sama-sama djangan sampai di tindas dan di
peres darahnja oleh lain fihak. Oepamanja orang-orang ketjil itoe toch tida mengerti bila darahnja di isep oleh pemerintah.
Tjoba ingetlah, siapakah jang poenja tanah ini, toch boekan Ratoe atau Gouvernement; maka ada Ratoe atau Governement poenja tanah, toch tidak? Kalau begitoe hidoep kita tergantoeng pada satoe orang sadja dan
ingetkoe lagi: tanah ini doeloe2nja jang punya toch embah2 kita sendiri mendjadi kita haroeslah memikirken kembali itoe tanah. Dan lagi kalau
63 Takashi Shiraishi, op.cit., hlm. 262-263
64 Surat kabar Nieuwe Rotterdamschecommit to user Courant , 1 Maret 1920 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
91
keradjaan itoe hanjadi sachken oleh satoe orang, jaitoe jang diseboet Ratoe temtoe tida baik, jaitoe temtoe mikir badannja sendiri.
...maka soedara, ajo! Ingetlah, bila tanah ini boekan poenja siapa-siapa, terang bila poenja kita sendiri. Tida boleh tida. Ini tanah temtoe kembali
pada kita lagi. Betoel sehidoep saja ini tanah beloem temtoe kembali pada kita, tetapi saja mati, mendjadi mati satoe temtoe toemboeh sepoeloeh, mati sepoeloeh 65 temtoe toemboeh seratoes…begitu selandjoetnja.
Setelah rapat tersebut, aktivitas propaganda pergerakan di pedesaan mulai
benar-benar dilaksanakan. Gelombang rapat umum terbuka dan ledenvergadering
meningkat. Hal tersebut tentu saja membuat pemerintah merasa cemas akan
kekuatan SH yang kian meluas. Polisi mulai disiagakan untuk mengawasi setiap
pertemuan yang diselenggarakan oleh SH di pedesaan. Mereka mendata nama-
nama anggota SH yang datang dalam vergadering. Tindakan tersebut tentu saja
dikecam oleh Misbach karena telah membuat para petani merasa ketakutan
sehingga menjauhi SH. Anggota-anggota pun memilih untuk bergabung dengan
PFB untuk melakukan pemogokan.
Afdeling-afdeling PFB kemudian mengorganisir rapat umum terbuka
gabungan dengan SH, SI Delanggu, dan PFB di desa Sawahan pada tanggal 4
April 1920. Misbach dan para pemimpin lain mengarahkan rapat terbuka itu ke
masalah yang bisa membuat penduduk mampu menekan rasa takut mereka
terhadap penguasa dan membuat rasa ketakutan itu menjadi basis solidaritas baru.
Misbach mencaci dan menghina aturan pemerintah, seperti pembelian padi,
monopoli garam, denda, tambahan polisi dan keadaan rumah-rumah tahanan di
65 Surat kabar Persatoean commitHindia, to18 user September 1920 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
92
66 depan 2100 orang. Dalam kawat yang dikirim kepada gubernur jenderal, residen
menggambarkan Misbach pada rapat umum gabungan tersebut:
Vergadering gabungan SH, SI, dan PFB tanggal 4 April di Delanggu itu dihadiri oleh 2200 orang. Di sini Misbach membeberkan bahwa pemerintah telah membeli beras seharga 9 gulden dan menjualnya ke
orang kecil seharga 18 gulden. Ia kemudian bertanya siapa yang mengantongi untung dan semua perserta vergadering berteriak, pemerintah, pemerintah. Pemerintah memproduksi garam murah dan menjualnya mahal ke orang kebanyakan. Siapa yang mengantongi, hadirin berteriak pemerintah, pemerintah. Pemerintah terus memperluas jaringan polisi. Siapa yang membiayai. Massa berteriak, orang kecil, orang kecil. Dengan ekspansi polisi penjara jadi penuh dan tahanan dipaksa membuat berbagai jenis barang yang kemudian dijual pemerintah. Siapa mengantongi keuntungan, kerumunan berteriak, pemerintah, pemerintah.67
Pidato Misbach tersebut telah berhasil menanamkan keberanian kepada
para petani. Aksi pemogokan dan rapat umum pun kian ramai di gelar di
pedesaan. Dengan aksi pemogokan PFB dan meningkatnya gelombang rapat
umum dan vergadering, perlahan tali kendali penguasa atas rust en orde
melonggar. Hampir tiap hari ledenvergadering diadakan dan kadang berkali-kali
dalam satu waktu. Para pemimpin SH, PFB, dan SI Delanggu dengan penuh
kemenangan telah menguasai rapat-rapat umum tanpa diganggu oleh polisi. Petani
dan buruh yang merasakan kebebasan dan solidaritasnya dalam rapat-rapat umum
66 Surat kabar De Sumatra Post, 15 Juli 1924
67 Residen van Surakarta aan GG. Telegram aangeboden te Surakarta, 11 Mei 1920. Vb. 10 September 1920, No. 22. (dalam Takashi Shiraishi, op.cit., hlm. 269) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
93
itu bergabung dengan SH dan SI Delanggu dan kian berani menantang
68 penguasa.
Memasuki pertengahan tahun 1920, kondisi di pedesaan Surakarta kian
bertambah revolusioner, pemogokan semakin sering terjadi dan kian meluas.
Sebelumnya, pada September 1919, Mangoenatmojo, anak buah Misbach telah
mendirikan Islam Abangan (Sarekat Abang/Sarekat Merah).69 Awalnya,
organisasi tersebut hanyalah perkumpulan santri-santri yang tidak memiliki
bentuk. Namun, setelah pengaruh SH meluas, Sarekat Abang justru menjadi basis
anggota dari organisasi pimpinan Misbach tersebut.
Situasi di pedesaan Kasunanan yang kian memanas tersebut membuat
posisi Residen Harloff semakin terpojok. Desakan-desakan dari pihak perkebunan
terus mengalir guna meminta supaya pemerintah mengambil tindakan tegas untuk
mengakhiri kekacauan buruh yang kian meluas. Pada tanggal 11 Mei 1920,
akhirnya Harloff mengirim kawat panjang kepada gubernur jenderal dan
mengusulkan pencabutan hak berkumpul di karesidenan Surakarta. Pada 19 Mei
1920, Raad van Indie (Dewan Hindia) bersidang dan menyetujui usulan Harloff
untuk membatalkan hak berkumpul di keresidenan Surakarta. Pada saat itu,
Asisten Residen Klaten menangkap para pemimpin SH, SI, dan PFB. Pada tanggal
16 Mei 1920, Misbach pun akhirnya ditangkap di stasiun NIS Balapan ketika
68 Laporan-laporan tentang Gerakan Protes Di Jawa Pada Abad XX.
Penerbitan Sumber-sumber Sejarah. (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia,
1981)
69 George Larson, Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan Politik di Surakarta, (Yogyakarta:commit Gadjah to Mada user University Press, 1990) hlm.176 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
94
70 hendak melanjutkan tur propagandanya ke Kebumen. Misbach ditangkap dan
71 dipenjarakan di Tarukan karena spreekdelict. Tjipto pun segera mengeluarkan
sebuah deklarasi atas nama SH Surakarta dalam Panggoegah edisi 17 Mei 1920.
Jika terompet menggema untuk perjuangan. Dan kentongan dan beri
lantang terdengar. Batoro Kolo meminta korban. Saudara Mas Hadji Misbach 16 Mei 1920 sekali lagi dalam penjara. Pejuang SH, Bersatulah! Telur-telur dalam sarang yang sama satu pecah, yang lain pun pecah. Kita harus tunjukkan keikutsertaan kita. Ini dadaku: mana dadamu?72
Setelah Misbach ditangkap, hawa panas pada pergerakan politik di
Surakarta pun mulai lenyap. Pemogokan-pemogokan petani mulai padam. SH
secara perlahan namun pasti juga mengalami kehancuran karena sebagian besar
pemimpinnya telah ditangkap. Kehancuran SH, SI Delanggu, dan PFB di
pedesaan belum membuat Residen Harloff merasa puas. Ia tetap menganggap
bahwa Tjipto dan Misbach bertanggung jawab atas semua kekacauan di Surakarta.
Harloff menginginkan Misbach dan Tjipto ditahan di pos terpencil di luar Jawa
sehingga tidak dapat lagi melakukan kekacauan. Oleh karenanya, pada 8 Juni, Ia
mengirm laporan panjang kepada gubernur jenderal, mengusulkan pemberlakuan
73 Pasal 47 Regeerings Reglements untuk ”perlawanan” Tjipto dan Misbach.
Menanggapi usulan tersebut, akhirnya Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum
memberikan perintah bagi Tjipto untuk meninggalkan Surakarta dan melarangnya
70 Resident van Surakarta aan GG. 8 Juni 1920, Mr. 661/20, dalam Takashi Shirasi, op.cit., hlm. 282.
71 Surat kabar De Sumatra Post, 15 Juli 1924
72 Surat kabar Panggoegah, 17 Mei 1920, dalam Takashi Shiraishi, log.cit.
73 Takashi Shiraishi, op.cit.commit, hlm. 287 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
95
tinggal di daerah yang berbahasa Jawa untuk selamanya. Sedangkan Misbach,
tetap ditahan di dalam penjara Tarukan selama dua tahun.
Selama berada dalam penjara untuk waktu dua tahun, Misbach tetap
melakukan propagandanya. Dalam Gvts, besluit tanggal 27 Juni 1924 No.12 yang
dimuat dalam majalah Hidoep, pemerintah menuduh bahwa Misbach telah
melakukan propaganda selama dalam penjara bagi suatu kongsi penjahat, yang
maksudnya akan merampok dan mengecu serta membakar bangsal dan kebun
tebu.74 Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penahanan Misbach dan
pengasingan Tjipto telah membuat iklim pergerakan di Surakarta melemah. SH
Surakarta pun dengan segera mengalami kehancuran.
74 Majalah Hidoep, 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
AKHIR PERGERAKAN: KONFLIK DALAM UPAYA
MEMPERTAHANKAN PEMIKIRAN POLITIK
HAJI MISBACH 1922-1926
A. Tampil Kembali dalam Panggung Pergerakan
Banyak perubahan yang terjadi pada iklim pergerakan di Surakarta selama
Misbach berada dalam penjara. Zaman pemogokan telah berakhir, sedangkan
zaman partai dan zaman reaksi pun dimulai. Sarekat Hindia telah hancur, SATV
juga sudah tidak bernyawa lagi. Sebagian besar mubalig SATV telah bergabung
dengan Muhammadiyah dan menjadikan organisasi tersebut sebagai
Muhammadiyah afdeling Surakarta. Dua surat kabar milik Misbach pun turut
mengalami perubahan. Jika pada awalnya Medan Moeslimin dan Islam Bergerak
selalu menerbitkan artikel yang menyerang Muhammadiyah, kini surat kabar itu
menunjukkan sikap yang lebih pro terhadap organisasi pimpinan K. H. Achmad
Dahlan tersebut. Satu-satunya hal yang tidak berubah adalah pencabutan hak
berkumpul, sehingga aktivitas pergerakan politik di Suarakarta kian padam.
Sementara itu, perpecahan dalam tubuh SI kian menajam seiring dengan
semakin kuatnya pengaruh Komunisme pada para aktor pergerakan di dalamnya.
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sebenarnya telah terbentuk sejak 1914
sebagai kelanjutan dari ISDV, memiliki pengaruh yang semakin kuat saat
dimulainya zaman partai. Sejak tahun 1916, PKI telah melakukan aliansi dengan commit to user SI untuk memperluas pengaruhnya. Pada awalnya PKI jelas bermaksud 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
97
membentuk sekelompok elite kecil yang beroperasi sebagai sebuah sel di dalam
tubuh massa SI. Ini tampaknya salah satu usaha pertama partai komunis untuk
menginfiltrasi partai lain dan membentuk sel-sel di dalam tubuh organisasi itu
sebagai alat untuk mengembangkan propaganda dan sarana untuk berhubungan di
1 antara massa mereka.
SI Semarang di bawah pimpinan Semaoen telah tumbuh menjadi sebuah
basis dari pergerakan SI yang berhaluan Komunisme. Pengaruh Komunisme
dalam tubuh SI pun kian lama kian meluas. Oleh karena itu, munculah ide dari
para pemimpin SI untuk melakukan disiplin partai.2 Prinsip discipline (disiplin
partai) yang merupakan hasil dari Konggres CSI khusus bulan Oktober 1921
tersebut memberlakukan peraturan bahwa seorang pengurus CSI tidak dapat
merangkap sebagai anggota organisasi lain. Tujuan utama dari peraturan tersebut
adalah untuk memurnikan SI dari pengaruh Komunisme. Sejak saat itu garis tegas
antara fraksi merah dan SI putih pun terwujud. 3 Fraksi Merah (SI Merah) berada
di bawah kendali PKI, sedangkan SI Putih merupakan pendukung Tjokroaminoto.
1 Mints, Jeanne S, Muhammad, Marx dan Marhaen (akar sosialisme di Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm.58-59
2 Munculnya dua "haloean" di lingkungan SI terjadi seiring dengan berlangsungnya dua peristiwa pada tahun 1918. Di satu pihak, serangkaian pemogokan yang dilancarkan SI Semarang, dan di lain pihak, apa yang disebut
Tentara Kandjeng Nabi Moehammad (TKNM)
3 Soewarsono, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaon, (Lkis: Yogyakarta, 2000),commit hlm.87 to-88 user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
98
Pada situasi itulah Hadji Misbach dibebaskan dari penjara Pekalongan,
4 tepatnya pada tanggal 22 Agustus 1922. Pada hari itu juga ia kembali ke
rumahnya di Kauman dan harus menyaksikan kelesuan pergerakan di Surakarta.
Kebebasan Misbach disambut meriah oleh Panggoegah yang menyebutnya
sebagai “prajurit Islam” dan Islam Bergerak yang menyebutnya sebagai
“pahlawan”.5 Sambutan tidak hanya datang dari rekannya di pergerakan. Residen
Van der Marel pun mengundang Misbach ke rumahnya dan memberikan nasehat
supaya tidak bergerak di dunia politik dan melakukan propaganda di pedesaan
lagi.6 Oleh karena itu, sekembalinya di Surakarta, Misbach tidak dapat bergerak
bebas dalam dunia politik karena selalu diawasi oleh pemerintah. Procureur
Generaal menyebut Misbach sebagai satu di antara sepuluh tokoh penting
pergerakan yang harus diawasi pemerintah. Sejak hari pembebasannya, ia selalu
diawasi oleh recherchuers di bawah perintah van der Lely.7
Selama beberapa waktu setelah dibebaskan, Misbach masih mengambil
sikap netral terhadap perselisihan CSI dan PKI. Misbach mencoba mempelajari
apa yang telah terjadi selama ia berada di dalam penjara dengan membaca
terbitan-terbitan lama Medan Moeslimin dan Islam Bergerak. Selain itu, Misbach
juga bertemu dengan Soewardi, mentor kelompok Panggoegah di Yogyakarta,
4 Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-
1926, (Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm. 343
5 Surat kabar Islam Bergerak, 1 September 1922
6 Surat kabar Medan Moeslimin, September 1923
7 Procureur Generaal (Wolter Muller) aan GG (Gock). 18 November 1922. Mr. 1225x/22. Dalam Takashi Shiraishi.commit op.cit., to user hlm. 343 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
99
berbincang dengan Tjipto dan Douwes Dekker di Bandung, dan tinggal dengan
Semaoen di Semarang. Selain itu, Misbach juga bergabung dengan Tjokroaminoto
untuk menghadiri dan berbicara dalam rapat-rapat umum SI lokal. Pada suatu
rapat umum di Kebumen 30 September sampai 2 Oktober 1922, Misbach
berbicara tentang persamaan manusia di hadapan Tuhan, menceritakan
pengalamannya di penjara dan pelajaran yang bisa ditarik dari situ.8
Namun, sikap netral Misbach tidak dapat bertahan lebih lama lagi,
terutama setelah ia banyak mempelajari tentang kondisi pergerakan politik pada
saat itu dari rekan-rekannya. Selain pertikaian antara CSI dan PKI, Misbach juga
melihat adanya perselisian antara bekas mubalig SATV yang dipimpinnya dengan
Muhammadiyah. Perselisihan tersebut terkait persoalan sikap Muhammadiyah
dalam politik dan apa yang harus dilakukan seorang “Islam sejati” di dalam
pergerakan. Di tengah kondisi tersebut, Misbach akhirnya mengambil-alih jabatan
hoofdredacteur Medan Moeslimin dan Islam Bergerak pada bulan Oktober 1922.
Ia mulai memutuskan langkah apa yang harus dilakukan sebagai Islam sejati dan
posisi yang harus diambil terhadap Muhammadiyah serta dunia politik. Misbach
pun menerbitkan artikel pertamanya pasca dipenjara dalam Medan Moeslimin
edisi 15 Oktober 1922 berjudul Asslamoe’alaikoem Waroeh matoe’Lohi wa-
barekatoeh:
Hai saudara dan toean-toean pembatja M.M: teroetama saudara kaoem
moeslimin! Ketahoeilah kami terpisah kepada kekasih kami M.M. dan I.B. sehingga 2 tahoen 3 boelan lamanja, itoe sesoenggoehnja kami menjesel sekali. Adapoen sebab-sebabnja tidak oesah kami terangkan, toean-toean
telah mengetahoei sendiri. Kendatipoen kami mendjalani hoekoeman
8 Ibid. hlm 346 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
100
sekijan lamanja, jang sesoenggoehnja hoekoem dalam itoe atas pemandangan oemoem terpandang soesah dan mendjadikan keroesaan
bagai diri sendiri dan anak biniknja, akan tetapi oentoek pikiran kami boekan apa apa,begitoe djoega sebaik-baiknja, kasenangan dan kanikmatan
hidoep dalam doenia itoe djoega boekan apa-apa. Manoesia hidoep dalam doenia itoe, djikalau memang merasa dititahkan mendjadi manoesia dan tidak hilang perasaannja kemanoesiaan lebih poela jang mengakoe
moekmin dan Islam moesti soeka mendjalankan kabenaran dan kebranian, bersikap jang demikian itoe kami mengoewatkan sekali sebab kami menilik dari rasa ajat-ajat alkoran. Kami mendapat kejakinan, bahoewa djalannja manoesia jang di hanggap s‟lamat hidoep dalam doenia samapi achirat itoe, jalah djalan kita manoesia jang tidak meleset dari djalan kebaikan, kebenaran dan keadilan, didjalankan dengan fikiran jang merdika, djoega berani mengoerbankan tingkah lakoe, fikiran, harta benda dan njawanja djoega, lebih poela oentoek pengarang-pengarang dan pemimpin-pemimpin Islam, sahingga berani melahirkan fikirannja dalam vergadering dan di soerat-soerat chabar jang beralesan ajat alqoran, akan tetapi ajat alqooran jang diterangkannja itoe kebanjakan sengadja boeat pameran sahadja, boektinja tidak soeka mendjalankan sendiri, sehingga sifatnja pengakoean moekmin dan Islam, sebagi sifatnja kaoem moenafek sahadja. Lantaran dari keterangan jang terseboet, kami harep saudara jang mengakoe dirinja sendiri saorang moekmin dan Islam, teroetama sekalian pemimpin-pemimpin Islam, harep soeka memperhatikan keterangan kami jang terseboet di atas. Awas saudara awas! Djikalau ada saorang jang mengakoe ataoe menjeboet dirinja seorang moekmin dan Islam, teroetama pemimpinnja, tapi misi ada jang bersifat moenafik, djangan sampai kaget, moesti akan menerima tendangan dari saja.9
Tulisan perdana Misbach tersebut merupakan sebuah titik awal
kembalinya Misbach dalam pergerakan sekaligus tanda perselisihannya dengan
Muhammadiyah. Dalam tulisan tersebut dengan sengaja Misbach menantang
pemimpin-pemimpin organisasi Islam yang bersikap munafik, yang kemudian
juga ia sebut sebagai Islam lamisan. Tulisan tersebut merupakan sebuah sindirian
untuk pemimpin Muhammadiyah yang dianggapnya enggan turun dalam
pergerakan unuk membela rakyat yang tertindas. Misbach bahkan tak segan
9 Surat kabar Medan Moeslimincommit, 15 to Oktober user 1922. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
101
mengancam akan ”menendang” orang-orang mukmin, terutama pemimpinnya
10 yang mengaku Islam tapi masih bersikap munafik.
Setelah itu, Misbach juga lebih memperjelas posisinya dalam pergerakan
politik serta sikapnya terhadap para Islam lamisan dalam tulisan Pembarisan
Islam Bergerak: Sikap Kita.
Sebeloemnja hendaklah diketahoei lebih dahoeloe, betapakah nasibnja ra‟jat djajahan seperti di Hindia ini. Ra‟jat djajahan itoe, jalah boleh di ertikan ra‟jat perboedakan; segala peratoeran menoeroet sebagaimana kehendak toewannja, baik jang beragama Boedha, Kristen, Islam, dan l.l.s. sekalipoen peratoeran itoe banjak djoega jang tiada sesoewai dengan kemaoean ra‟jat, ataupoen bertentangan dengan kehendak agamanja, diharoeskanlah dan malah wajib mereka itoe memeloeknja; Inilah jang menjebabkan kita misti fikir lebi dalam. ...Menilik hal-hal jang terseboet diatas, bisakah kaum moeslimin di Hindia ini mendjalankan kehendak Islam jang sebenarnja djika kemerdekaan kita itoe masi terikat dalam tangan kemodalan ataoepoen dengan kekoewatannja goena membebaskan sebab-sebab tersebut. Tebaklah hei toean-toean pembatja! Agama Islam berkembang di Hindia, agama Islam bararoem gandanja di seloreoh Hindia, begitoe kata orang jang baroe birahi kata-kata, sehingga perkoempoelannja kaum modal poetih merasa perloe mendiriken perkoempoelan Islam dinamaken Djamitoel Kasanah, kaum modal Djawa di namaken Mohammadijah (M.D.) langkah dan tradjangnja 2 perserikatan itoe tida berbeda, jang dipentingken menjiarken agama Islam dengan tida
memerangi fitnah, walaoepoen jang ditindas tinggal tertindas, dan jang menindas tinggal menindas, en toch tidak ambil moemet asalkan soedah menjiarkan agama; malahan sebagaimana telah beroelang-oelang 11 dikabarken di I.B. sini ada djoega jang mendjadi rentenir.
Misbach mulai membicarakan tentang keadaan rakyat yang tertindas
akibat ulah para kapitalis di zaman modal. Ia menyerukan kepada umat muslim
untuk berani mengambil tindakan perlawanan demi menolong rakyat yang
10 Surat kabar Medan Moeslimin, 15 Oktober 1922.
11 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 20 Novemberto user 1922. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
102
tertindas. Namun, hal yang membuat Misbach lebih merasa terusik adalah
keberadaan kaum muslim munafik yang tidak mau melakukan perjuangan untuk
membela rakyat. Ia bahkan tidak segan-segan menyebutkan nama Muhammadiyah
secara terang-terangan sebagai golongan munafik tersebut. Perselisihan Misbach
dengan golongan Islam lamisan tersebut juga dilatarbelakangi oleh kedekatannya
dengan paham Komunisme. Antara pembebasannya dari penjara pada akhir tahun
1922 dan pengasingannya ke Irian pada bulan Juni 1924, Haji Misbach
menyebarkan Komunisme Islam di wilayah Surakarta.12
B. Perpecahan dengan Muhammadiyah
Hubungan antara Misbach dan Muhammadiyah semakin merenggang
setelah ia menerbitkan dua tulisannya tersebut. Misbach terus saja melakukan
serangan terhadap Muhammadiyah dan seluruh golongan mukmin munafik yang
dianggapnya telah menghianati agama Islam. Dalam pandangan Misbach, mereka
yang mengaku mukmin dan Islam, tetapi tidak berjuang melawan fitnah
Kapitalisme, dan imperialisme adalah munafik. Menurutnya, orang munafik jauh
lebih berbahaya daripada penguasa dan kapitalis yang jelas-jelas musuh kita,
karena orang munafik dapat memperdaya kita untuk melawan Kapitalisme dan
Kolonialisme.
12 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993), hlm 265
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
103
Setelah kembali dalam dunia pergerakan pada bulan Oktober 1922,
Misbach segera melakukan tindakan untuk ‟menendang‟ orang-orang yang
dianggapnya munafik. Tindakan pertama yang dilakukan adalah dengan tidak
mengirim delegasi dari Medan Moeslimin dan Islam Bergerak untuk hadir dalam
kongres Al Islam yang diadakan oleh Tjokroaminoto dan Agus Salim di Cirebon
dan mencela kongres tersebut sebagai TKNM kedua.13 Selain itu, Misbach juga
telah mengirimkan surat kepada staf Medan Moeslimin dan Islam Bergerak
dengan maksud menanyakan kesanggupan mereka untuk mengorbankan
segalanya dalam berperang melawan fitnah. Sebagian anggota Muhammadiyah,
diantaranya adalah K.H. Achmad Dahlan, H. Fachrodin, dan Soedjak, memilih
untuk mundur dari kepengurusan surat kabar tersebut. Mundurnya anggota
Muhammadiyah dari surat kabar tersebut menandai dimulainya perpecahan antara
Misbach dengan Muhammadiyah.
Beberapa anggota putihan Muhammadiyah yang memiliki komitmen
politik memilih untuk tetap bergabung dengan Misbach dan membentuk sebuah
kelompok sendiri. Namun, mereka sesungguhnya tidak menganggap dirinya
sebagai kelompok pecahan melainkan sebagai Muhammadiyah sejati. Sebaliknya,
mereka menilai bahwa Dahlan dan anggota lain yang memilih mundur dari dunia
politik bukanlah Muhammadiyah sejati. Muhammadiyah dalam bahasa Arab
berarti pengikut Nabi Muhammad. Dalam pandangan Misbach, satu-satunya cara
untuk mengikuti Nabi Muhammad di zaman modal adalah dengan melawan
Kapitalisme. Misbach pun menuliskan komentarnya atas keluarnya Dahlan dalam
13 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 20 Novemberto user 1922 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
104
Verslag Medan Moeslimin dengan menyebutnya telah menghianati Alquran
karena tidak bertindak sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad.
Nah, sekarang toean-toean pembatja bisa fikir sendiri, soedah terang sekali bahwa H.A. Dahlan dan sikap Moehammadija pada waktoe sekarang ini perloe memboeang IMAM kepada Al-QOERAN, bisa djoega
H.A. Dahlan menjalahkan sikapnja Kandjeng Nabi Moehammad, sebab Kandjeng Nabi tidak soeka mendjilat kepada orang moesrjik di Mekkah, hingga sampai mendjadikan kesoesaan anak-binik dan orang banjak, lantaran beliau lari dari Mekkah ke Madinah.14
Serangan Misbach bersama rekan-rekannya di Islam Bergerak dan Medan
Moeslimin kepada Muhammadiyah tidak berhenti sampai di situ. Hingga
memasuki tahun 1923, Misbach masih terus melancarkan serangannya kepada
organisasi di bawah pimpinan Dahlan tersebut. Dalam Pembarisan Islam
Bergerak: Kepada Moehammadijah, kubu Misbach kembali memberikan
tendangannya kepada Muhammadiyah karena selama ini tidak mau diberi
peringatan. Islam Bergerak juga menyebut-nyebut bahwa Muhammadiyah telah
membungakan uang atau menjadi rentenir.
Pembatja kita telah ma‟loem, bahoewa soerat-soerat chabar baik s.k. Melajoe maoepoen soerat chabar Djawa, masing-masing soedah memberi
tendangan kepada perserikatan Moehammadijah, tentang adanja Hoofdbestuur M.D. soedah memboengakan oeang (renten) kepada Hoofdbestuur P.P.P.B. Setelah I.B. kita member tendangan lebi doeloe
kepadanja….. Saudara !! Sesoenggoehnja I.B. kita itoe memberi nasehat kepada M.D.
itoe dengan baik-baik, dan bersoetji hati, artinja: boekan terbit dari kebentjiannja I.B. kepada M.D. sebab I.B. kita berdiri di medan kebenaran, sedang I.B. mengingat djoega kepada firman Toehan demikian:
Wadzakkir fa’ innadz dzikro tanfa’oelmoeminien. Artinja koerang lebih begini: haroeslah kamoe mengingatkan. Sebab peringatan itoe bisa mendjadi manfaat kepada orang moe’min sekalian.
14 Surat kabar Medan Moeslimincommit, No.24 to user 1922. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
105
Nah ! sekarang kami menilik firman Toehan jang terseboet diatas itoe, lantaran peringatan itoe bisa memberi manfaat kepada moe‟mien, maka
I.B. memberi peringatan kepada M.D. tidak sekali-kali mendjadikan manfaat, tandanja M.D. masih teroes berdjalan begitoe. Apakah Qour‟an
ada bohong? (artinja peringatan itoe tidak bisa memberi manfaat pada moe’min) ataukah M.D. juga tidak beri‟man?, maar kami jakin bahasa Qour‟an tidak sekali-kali bohong : Oleh karena M.D. tiada soeka diberi 15 ingat, maka sekarang diberi tendang.
Kelompok pendukung Muhammadiyah pun tidak ingin tinggal diam dalam
menanggapi serangan Misbach yang datang secara bertubi-tubi tersebut. Pada 1
April 1923, Koesen membalas serangan Misbach dengan menuliskan artikel
berjudul Menoendjoekkan kesalahan dalam Islam Bergerak. Artikel tersebut
menguraikan kesalahan-kesalahan Misbach tentang pandangannya terhadap
Muhammadiyah. Koesen menyatakan ketidaksetujuannya pada sikap Misbach
yang ingin menjatuhkan Muhammadiyah. Koesen menuliskan:
Oleh karena manoesia itoe beragama, djadi maksoednja t. H. Misbach hendak menghantjoerkan (meroesak) Md. itoe saja tidak moefakat. Pendapatan saja pengandjoer Md. jang toean rasa mengadoeng bidji P.E.B. sadja haroes divoorstel disingkirkan dari kalangan Md. (Saja moefakat dengan sikap t. A. Dasoeki). Ingatlah toean akan pepatah: “Hendak
memboenoeh tikoes djanganlah membakar roemah.” …
Toean H. Misbach hendak meroesak perkoempoelan jang hendak memperloeaskan agama Islam, soedah barang tentoe orang-orang jang segan (aras-arasen Dj.) mendjalani perinta agama laloe ssama mendjaoehi
terkadang malah membentji akan agamanja Islam. (Seorang dari sahabat saja serta membatja serangan t.H. Misbach kepada Md. laloe tidak soeka
membatja boekoe agama keloearan Md. sedang tadinja ia soeka). Inilah namanja t. H. Misbach membakar roemah, meskipoen perboetannja itoe tidak disengadjanja.16
15 Surat kabar Islam Bergerak, 10 Januari 1923
16 Surat kabar Islam Bergeracommitk, 10 Januari to user 1923 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
106
Setelah terbitnya tulisan Koesen tersebut, Misbach juga menjadi bahan
perbincangan dalam Kongres Muhammadiyah di Yogyakarta pada April 1923. Ia
mengusulkan supaya Muhammadiyah berganti nama menjadi Perserikatan Ra‟jat
atau Perserikatan Manoesia. Komite Bestuur Muhammadiyah pun menolak
usulannya, dengan mengatakan bahwa isinya tidak masuk dalam agenda kongres.
Misbach hanya didukung oleh sedikit orang dalam kongres tersebut. Bahkan
peserta kongres yang memusuhinya menyuruhnya turun dari podium di tengah-
tengah pidatonya. Namun demikian, ia tetap dapat mengakhiri pidatonya dengan
kemampuan luar biasa dan sama sekali tidak terganggu oleh suara-suara yang
mengganggunya. Ia selalu tampil sebagai seorang prajurit Islam, dan ini tidak
pelak mempengaruhi sikap komite Bestuur yang diserang Haji Misbach.17
Pidato yang disampaikan Misbach dalam kongres tersebut memang telah
berhasil membuat Hoofbestuur Muhammadiyah merasa cemas. Ia telah
menunjukkan sikapnya sebagai seorang prajurit Islam yang tengah berjuang
melawan golongan muslim yang munafik. Namun, serangannya tersebut tidak
berhasil membuat anggota Muhammadiyah merasa simpatik dan memutuskan
bergabung dengan gerakannya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, serangan itu
juga memperkuat sikap anggota yang memiliki komitmen kuat dengan
Muhammadiyah. Oleh karena itu, pertentangan antara Misbach dan
Muhammadiyah justru bertambah tajam.18
17 Verslag der jaarvergadering van de vereniging Mohammadijah van 28 Maart-April 1924. Mr. 644x/24, dalam Takashi Shiraishi, op.cit., hlm. 368.
18 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
107
Ketika Misbach dan rekan-rekannya di Islam Bergerak condong ke arah
komunis, serangan yang dilancarkan kepada Muhammadiyah pun menjadi kian
sengit. Artikel-artikel yang termuat dalam Islam Bergerak menjadi kian keras
mengkritik Muhammadiyah yang dianggap telah menghianati Al-Quran dan juga
Nabi Muhammad. Muhammadiyah dituding telah mendukung kapitalis, dengan
menjadi rentenir. Organisasi tersebut, menurut kelompok Misbach lebih
mementingkan keuntungannya sendiri. Sebuah artikel berjudul Muhammadijah
Menipoe koer’an dan chadis ? ? ? yang dimuat dalam Islam Bergerak edisi 1 Juni
1923, dengan keras menyebutkan:
Bahkan tiada djaoeh dari oekoeran mengaboei mata orang, nas koer‟an dan chadis diperpandjangkan sebagai karet, boeat memboeroe nafsoe dan kamorkaaan doenia, memberi boekti pada kita patoet sekali kaoem Mohammadijah takoet pada elmoe Communisme, sebab Iama Islam maoe diadjoekan dalam doenia kemodalan, di sini kita akan tjobak membikin pemandangan boeat mengoeboer atas tipoeannja H.B. Mohammadijah tentang renten dan pembrian djawaban atas pertanjakannya saudara Sismadi Sastrosiswojo. … Boektinja Mohammadijah mendjoendoeng koer‟an chadis dan Igama Islam dan memberi didikan djalan rente of caram atau riba sebagai
pindjeman P.P.PB. pada M.D. itoe sekarang telah dioekiri semata-mata, tetapi bagai orang jang sehat pikirannja berboeat riba itoe M.D. jang
mendjadi sebabnja itoe riba, itoe oeang boekan kepoenjaan M.D. tetapi oeang sebagai M.D. jang djadi banknja (jang djadi pelantarannja melakoekan itoe riba).
Begitoelah tjaranja M.D. jang mendjoendjoeng koer‟an dan Igama Islam? Bolehnja member pimpinan pada laden mendjoeng koer‟an itoe perkataan
percis peroempamaan ini: Hai ! Kaoemkoe en ledenkoe, kamoe djangan soeka merentenkan atau Riba ! bawaklah oeang kamoe kemari sajalah jang djadi pelantarannja, sebab saja nanti bisa mengolah itoe renten jadi 19 “Fadlah”.
19 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 1Juni to 1923user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
108
Dalam tulisan tersebut, telah disinggung persoalan pertentangan
Muhammadiyah dengan paham Komunisme yang telah dianut oleh Misbach dan
rekan-rekannya di Islam Bergerak. Nama penulis pada artikel tersebut bahkan
telah diinisialkan sebagai “Santri-Komunis”. Perpecahan yang kian tajam antara
Misbach dan Muhammadiyah pun tidak dapat dihindari lagi. Misbach yang
melihat adanya kesesuaian antara paham komunis dan Islam menghendaki kaum
muslimin bergerak berjuang melawan Kapitalisme. Ia terus menyerang setiap
golongan yang tidak dapat menerima ajaran Komunisme dan turun berjuang
melawan Kapitalisme. Muhammadiyah tidak setuju dengan pandangan Misbach
tersebut. Mereka menganggap bahwa pandangan Misbach tentang Islam dan
Komunisme tersebut salah, dan telah mencemari ajaran Islam.
C. Perseteruan dengan CSI
Perpecahan yang terjadi antara Misbach dengan Muhammadiyah sejak
tahun 1922, pada awalnya tidak terjadi dalam hubungannya dengan CSI. Sejak
November 1922 hingga Januari 1923, Misbach bahkan masih menghadiri dan
bicara dalam rapat-rapat umum SI lokal. Ia menentang disiplin partai dan
menyatakan perlunya mempertahankan kesatuan SI. Misbach juga mulai berbicara
tentang kesesuaian prinsip antara Islam dan Komunisme, sehingga tidak ada yang
salah dengan sikap netral PKI terhadap agama, sebab itu berarti tidak
menggunakan agama sebagai topeng.20 Namun, harapan Misbach untuk
menyatukan SI dalam upaya melawan Kapitalisme dan Imperialisme tersebut pun
20 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 1 Januari to user 1923. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
109
buyar pada saat Kongres CSI di Madiun. Peraturan disiplin partai yang ditetapkan
oleh pemimpin CSI membuat Misbach pada akhirnya harus memilih di jalan mana
ia akan berjuang, di kubu CSI/ PSI (Partai Sarekat Islam) atau PKI.
Akhirnya, Misbach pun menentukan pilihannya untuk bergabung dengan
kubu komunis dalam melakukan pergerakan politiknya. Pada Kongres SI di
Bandung 4 Maret 1923 yang dihadiri oleh 16 cabang PKI, 14 cabang S.I. Merah,
dan Perkumpulan sekerja komunis, Misbach memulai propagandanya sebagai
bagian dari kubu PKI/SI Merah. Haji Mohammad Misbach dari Solo, seorang
komunis keagamaan, menunjukkan dengan ayat-ayat Al-Quran hal-hal yang
bercocokan antara Komunisme dan Islam.21 Datoek Toemengoeng Landjoemin,
kolega Salim di Neratja akhir 1910, yang kemudian menjadi pejabat yang
ditempatkan di kantor Penasihat Urusan Bumiputra, dengan segera menjadi agen
Algemeene Recherchedients yang membantu pembuangan H. Batoeah dan Natar
Zainuddin, pemimpin komunis Sumatera, melaporkan pidato Misbach dalam
kongres tersebut.22
Di tengah tepuk tangan keras yang bergema itu Haji Mohammad Misbach menaiki podium.
Pembicara itu mulai memperkenalkan dirinya: Saya bukan Haji, tapi (sekadar) Mohammad Misbach, seorang komunis Jawa, yang telah
memenuhi kewajibannya sebagai muslim dengan melakukan perjalanan suci ke Mekah dan Medinah.
Dengan mendasarkan pada Quran, pembicara itu berpendapat bahwa beberapa hal yang bersesuaian antara Quran dan Komunisme. Misalnya,
Quran menetapkan bahwa merupakan kewajiban setiap muslim untuk
21 AK. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (Jakarta: Penerbit Dian Rakyat, 1979), hlm. 31.
22 Uittrreksel, Mr. 283x/23,commit dalam toTakashi user Siraishi, op.cit. hlm. 360-361 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
110
mengakui hak asasi manusia, dan pokok ini juga ada dalam prinsip prinsip program komunis.
Selanjutnya adalah perintah Tuhan bahwa (kita) harus berjuang melawan
penindasan dan penghisapan. Ini juga salah satu sasaran Komunisme.
Sehingga benar jika dikatakan bahwa ia yang tidak dapat menerima prinsip-prinsip Komunisme itu bukan muslim sejati. Dan itulah sebabnya mengapa Yang Maha Kuasa dengan keras mengutuk ibadat dan salat yang
dilakukan PEB: sebab setiap yang percaya padanya terikat kewajiban membasmi penidasan, penekanan dan penghisapan dan ini yang diabaikan oleh seksi agama PEB. Komunisme tidak toleran pada diskriminasi pangkat dan ras, dan demikian mengutuk keberadaan kelas-kelas di masyarakat. Slogannya adalah sama rasa, sama rata.23
Pada awal pidatonya, Misbach hanya mengungkapkan pandangan pada
Komunisme. Namun, selanjutnya Misbach juga melakukan serangan yang tajam
kepada CSI di bawah Tjokroaminoto seperti yang pernah ia lakukan kepada
Muhammadiyah sebelumnya. Misbach mengecam disiplin partai yang diterapkan
oleh CSI. Ia menyebut bahwa CSI bersekongkol dengan Muhammadiyah untuk
mendukung Kapitalisme.
(Sangat disesalkan, SI, yang bermaksud mendjadi suatu perkumpulan massa, telah menciptakan pemisahan dan perpecahan dalam gerakan rakyat dengan mengajukan disiplin partai. Pembicara pernah sekali waktu
bercakap-cakap dengan Tjokroaminoto di kereta api dan menanyakan bagaimana ia bisa punya ide meberlakukan disiplin partai. Tjokroaminoto
menjawab bahwa itu adalah kehendak SI-SI lokal. Bagi pembicara hal ini sangat tidak masuk akal. Ia kemudian memperlihatkan keterkejutannya ketika Tjokroaminoto berkata bahwa (sesungguhnya) pengenalan disiplin
partai ini benar-benar asli kehendaknya. (satu teriakan terdengar di tengah hadirin. Tjokroaminoto maoe djadi radja! Oeawang SI, kemana piginja?”) Ketika pembicara menerangkan bahwa disiplin partai itu bertentangan
dengan ajaran Islam, Tjokro menjawab bahwa ia mengambil tindakan ini karena kampanye berbahaya Darsono yang menyerang dia.
Jadi bisa dilihat, saudara-saudara terhormat, kata Haji Misbach, betapa persoalan pribadi itu bisa membahayakan sebuah perkumpulan.
23 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
111
Yang juga sangat aneh bahwa CSI itu bersekongkol dengan Mohammadijah. Apa yang sedang terjadi? Ketika Darsono mulai
melakukan kampanye publik melawan kebijakan keuangan CSI, markasnya cepat-cepat harus dipindahkan dari Surabaya ke Yogyakarta.
Dan yang luar biasa mengejutkan adalah fakta ketika perhitungan keuangan dilakukan, uang yang dibutuhkan itu ditemukan dalam rekening SI. Para hadirin menggerutu bahwa uang itu berasal dari bendahara
Moeammadijah. Sekarang, kita semua tahu bahwa Mohammadijah adalah perkumpulan kapitalis dan sangat dipengaruhi oleh kapital. Perkumpulan itu tidak melibatkan diri dalam masalah politik. Sekarang, sebuah perkumpulan yang tidak berdiri melawan Kapitalisme berarti wajar pasti didukung oleh kapital. Kasus ini juga berlaku pada PEB seksi agama. Tampaknya sekarang sudah biasa orang menyebut diri muslim, meski tidak memenuhi kewajiban yang diperintahkan oleh Islam. Bahkan bisa ditemukan di banyak tempat (pendirian tersebut) ”Hotel Islam”, ”Toko Islam”, dan sebagainya. Dengan ini sebenarnya orang sudah menyalahgunakan nama Islam untuk memperkaya diri.)24
Pidato Misbach yang menyerang Tjokroaminoto tersebut menuai protes
dari orang-orang pendukung CSI. Sukarno pun naik ke podium dan membalas
serangan Misbach terhadap Tjokro tersebut. Menurutnya, tidak pantas jika
Misbach menyerang orang yang tidak hadir dalam kongres tersebut. Ia melihat
bahwa serangan Misbach kepada Tjokro sama dengan serangan yang telah
dilakukan oleh Darsono, yang menyinggung soal martabat ksatria. Misbach pun
akhirnya meminta maaf jika ada kesan-kesan salah yang tak disengaja dalam
serangannya di kongres tersebut.
Namun, serangan Misbach terhadap Tjokroaminoto tidak berhenti sampai
di situ. Ia terus melakukan serangannya melalui Medan Moeslimin dan Islam
Bergerak. Permasalahan utama yang ia soroti adalah persoalan disiplin parat,
keuangan SI, dan ketidakikutsertaan CSI dalam pergerakan politik. Sesaat setelah
24 Ibid. hlm. 361-362 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
112
Kongres SI yang digelar di Bandung tersebut, Islam Bergerak menerbitkan tulisan
untuk menyerang SI dan berkaitan dengan keberpihakan Misbach kepada PKI.
Awas! Goetji wasiat dari sebagian bestuur P.S.I dan C.S.I terboeka lagi! Bestuur C.S.I. melambatkan datangnja Wakil-Ra’jat sedjati, sebab ……
Tjokroaminoto maoe tjari “pangkat” lid Volksraad. Batjalah motie Congres P.K.I. (Partij Kommunist India) jang kami moeatkan seanteronja di bawah ini: MOTIE KE 1 Congres P.K.I. pada hari Ahad pagi tanggal 4 Maret 1923 di Badoeng, enz. Mempoenjai kejakinan, bahwa keselamatan penghidoepan Ra‟jat dan kemerdikaannja hanjalah bisa ada dalam negeri dimana soember-soember keboetoehan hidoepnja dioeroes oleh Ra‟jat bersama, oeroesan mana haroes bersandar pada madjelis-madjelis Ra‟jat atas soember itoe (Sowjet- stelsel) jalah woedjoed negeri jang kita tjita-tjitakan. Mengetahoei djoega, bahwa dalam tanah djajahan oleh geraknja beberapa partij kebangasaan terpaksalah ada tingkat kemadjoean peratoeran negeri jang bersandar pada perwakilan Ra‟jat tjara koeno (parlement).25
Selain itu, tulisan tersebut juga lagi-lagi menyinggung persoalan
Kapitalisme yang dijalankan oleh CSI di bawah pimpinan Tjokroaminoto. Islam
Bergerak memperingatkan kaum tani tentang bahaya CSI dengan menyerukan:
Kaoem tani awas !! Sebagian bestuur C.S.I. maoe bikin memang keperloeannja kapitaal tembakau diatas Rajat kaoem boeroeh tani ! Goetji wasiatnja itoe 26 “bestuur” terboeka olih P.K.I.
Selain itu, artikelnya berjudul Semprong wasiat partij Discipline S.I.
Tjokroaminoto Mendjadi Ratjoen Pergerakan Ra’jat Hindia yang dimuat dalam
Medan Moeslimin pun turut menyoroti hal tersebut. Serangan Misbach kepada
Tjokro dalam artikel tersebut jauh lebih keras dibanding sebelumnya. Ia menuding
25 Surat kabar Islam Bergerak, 20 Maret 1923
26 Surat kabar Islam Bergerakcommit, 20 Maret to user 1923 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
113
bahwa SI hanyalah sebuah perkumpulan untuk memutar dan memeras kantong
anggotanya saja. Disiplin partai yang diterapkan SI, menurut Misbach hanyalah
cara dari Tjokoaminoto untuk melinduni kepentingannya sendiri di dalam CSI
supaya tidak terusik oleh partai lain.
Kami menoedoh bahoea adanja .D. itoe mendjadi ratjoen pergerakan rajat, karena Tjokroaminoto mengadakan atoeran partij diesiepline dalam S.I. itoe semata-mata tjoema sebagai peroesahaan jang mentjahari oentoeng badan sendiri. Roemah tangga sadja, semoea Bestuur di hanggapnja sebagai perkakas, dia merasa mendapat pengaroeh jang besar, dan karenanja maka moedahlah ia menggaroek oewang dari mana-mana Local oentoek kaperloean sendiri rumah tangga…dari itoe maka dengan ta‟blih ditahan lagi rasanja, men jerang S. Darsono kepada Tjokroaminoto tentang oeroesan oewang C.S.I sebab serangan itoe, Tjokroaminoto laloe membikin organisasi oentoek mendjaga Sarekat Islam jang sebagai keradjaannja itoe memboesoekkan Comminisme. … Maksoed partij diesipline Tjokroaminoto goena mendjaga djangan samapai S.I.nja itoe kemasoekan partij lain jang sekira partij lain lain itoe menghalang-halangi maksoednja. Partij S.I. kami pandang tjoema boeat meoetar dan memeras sakoe dan kantong segala lid-lidnja; perkara ini kami ta‟oesah mengoeraikan lebih landjoet, tetapi t.t. pembatja, teroetama jang soedah terdjirat dan terikat dalam P.S.I lebih locale P.S.I tentoe merasa sendiri. Partij diesipline S.I. Tjokroaminoto kami seboet mendjadi ratjoen pergerakan ra‟jat sebab:
a. Ra‟jat jang dalam S.I. Tjokro akan terdjeroemoes dalam kalangan P.E.B. b. Ra‟jat jang sedang dalam S.I. Tjokro akan di main-mainken 27 oewangnja.
Akan tetapi, terdapat beberapa kesalahan atas tuduhan Misbach terhadap
Tjokroaminoto. Disiplin partai bukan semata-mata peraturan yang digerakkan
oleh Tjokro, melainkan oleh Agus Salim dan Soerjopranoto. Serangan Darsono
kepada Tjokroaminoto bukan dilatarbelakangi oleh alasan ”Tjokro tidak dapat
27 Surat kabar Medan Moeslimincommit, No.9 to user 1923 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
114
mengendalikan hasratnya lebih jauh”, tetapi karena suatu startegi untuk
menghalangi Agus Salim dan Soerjopranoto menggelar Kongres tahun 1920
dalam rangka mengajukan disiplin partai. Misbach yang tidak menyaksikan
kondisi tersebut, hanya berpikiran untuk membawa semangat yang dihirupnya
pada tahun 1919 ke zaman reaksi dan zaman partai. Setelah kebebasannya dari
penjara dan kembali ke dalam dunia pergerakan di zaman partai, Misbach
memihak PKI/SI Merah dan menentang PSI/CSI. Namun pada dasarnya, Ia tidak
berubah. Misbach tetap mendengar perintah Tuhan, mengikuti teladan Nabi
Muhammad, dan membuktikan sikapnya sebagai Islam Sejati. Perang melawan
Kapitalisme berarti melawan setan, dan menunjukkan kesetiannya pada Allah. Hal
yang berubah adalah kenyataan bahwa jika dulu Misbach berseru ”jangan
takut”untuk mendukung pemogokan petani dan memohon ketakutan akan
kematian untuk menggerogoti kewibawaan negara, sekarang ia ”menggerakkan
Islam” melawan Muhammadiyah, Tjokroaminoto, dan PSI/CSI.28 Bagi Misbach,
Islam harus terjun ke lapangan politik. Tidak bisa tidak.29
D. Akhir Gerakan Radikal Melawan Kolonialisme Belanda
Sejak dibebaskan dari penjara pada tahun 1922, Misbach tidak pernah
dapat benar-benar melakukan pergerakan dengan leluasa. Segala sesuatu yang
dilakukannya selalu diawasi dengan ketat oleh pemerintah. Ketika Misbach mulai
muncul sebagai propagandis PKI, pengawasan terhadapnya pun kian diperketat.
28 Takashi Shiraishi, op.cit. hlm. 365.
29 Majalah Hidoep 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
115
Sesaat setelah bergabung dengan PKI, Residen Surakarta bahkan memanggil
Misbach ke kantornya untuk kembali memberikan nasehat supaya tidak lagi
berkecimpung di arena politik. Tetapi kali ini Misbach memperjelas sikapnya, ia
menyatakan bahwa tidak dapat meninggalkan gerakan politik karena rakyat yang
lemah dan takut itu diam saja ketika ditindas dan dihisap. Setelah melihat
penderitaan rakyat tersebut, ia bertekad untuk memobilisasi rakyat dan menolong
mereka seperti seharusnya.
Residen Van der Marel pun akhirnya memutuskan untuk memberikan
larangan bagi Misbach untuk mengadakan rapat-rapat umum dan pertemuan.
Pengawasan polisi atas Misbach dan rumahnya, yang juga merupakan kantor dari
Medan Moeslimin dan Islam Bergerak semakin diperketat. Gerak-geriknya selalu
diawasi oleh dua orang rechercheurs dalam satu tim yang bekerja siang malam
untuk membuntuti kemana pun ia pergi, mencatat setiap orang yang ia temui, serta
menanyai orang-orang yang sering ke rumahnya. Grebekan polisi pun terkadang
dilakukan untuk merongrongnya, seperti ketika VSTP mogok, Misbach
diperingatkan untuk tidak ikut campur dalam pemogokan tersebut. Rumahnya pun
tiga hari berturut-turut digrebek polisi untuk mencari propagandis VSTP yang
30 dilaporkan datang dari Madiun untuk mempimpin pemogokan buruh kereta api.
Ruang gerak Misbach dalam panggung politik pun menjadi kian sempit. Ia
hanya dapat melakukan propaganda dengan menulis di Islam Bergerak dan
Medan Moeslimin. Beberapa kali ia juga melakukan tur propaganda ke luar
Karesidenan Surakarta. Dengan kondisi seperti itu, banyak rekan-rekan
30 Takashi Shiraishi, op.cit.commit hlm. 367 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
116
pergerakan yang lebih memilih meninggalkan Misbach. Marco menceritakan
penuturan Misbach tentang pergerakan ketika mengunjunginya di penjara pada
bulan Januari 1923.
Dalem boelan Januari 1923, waktoe kami misih mendjalankan hoekoeman
dipendjara Vrijmetselaarsweg, Weltevreden, Misbach perloe datang ketemoe kami dengen seorang perempoeab dan seorang poela lelaki. „Kawan kita banjak jang melarikan diri sebab takut, tetapi saja mesti bekerdja sampai mati untuk pergerakan,‟ Begitoe kata kawan Misbach kepada saja.31
Meskipun Misbach berada dalam pengawasan ketat polisi, iklim
pergerakan Surakarta yang awalnya tenang pun tetap menjadi lebih memanas pada
pertengahan tahun 1923. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh banyak kasak-kusuk
yang beredar bahwa Misbach akan mengorganisir para aktivis VSTP untuk
melakukan kerusuhan di Surakarta. Pada bulan Juni 1923, sebuah bom
dilemparkan ke kereta api jurusan Poerwosari-Wonogiri. Selain itu, ada juga
kasak-kusuk yang menyebutkan bahwa para aktivis akan merusak jalur kereta
yang lain, memotong aliran listrik, bahkan melemparkan bom kepada sunan.
Polisi meyakini bahwa bom tersebut dilemparkan oleh para buruh kereta api yang
32 telah dipecat dan bergabung dengan VSTP di bawah pengaruh Misbach. Namun,
kecurigaan polisi bahwa Misbach berada di belakang semua kekacauan tersebut
tidak dapat dibuktikan.
Di tengah kasak-kusuk tersebut, Misbach justru mendirikan PKI afdeling
Surakarta. Guna menghindari serangan pemerintah, Misbach tidak memberikan
31 Majalah Hidoep, 1 September 1924
32 Surat kabar De Sumatracommit Post, 30 to Oktober user 1923 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
117
pengumuman tentang pembentukkan PKI afdeling Surakarta, keanggotaannya pun
tetap dirahasiakan. Namun, dua tindakan Misbach menampilkan keberadaan PKI
di Surakarta, yaitu dengan menjadikan Islam Bergerak sebagai organ resmi PKI
serta mendirikan Informatie Kantoor Bale Tanjo di rumahnya, dan Misbach
menjabat sebagai direkturnya. Awalnya, pembentukan kantor tersebut bertujuan
untuk menyediakan segala bentuk informasi bagi rakyat dan memberi bantuan
hukum kepada mereka yang terlibat dalam perkara perdata maupun kriminal.
Selain itu juga menyediakan pelayanan bagi fakir miskin dan membuka kursus
tata buku dalam bahasa Jawa dan Melayu. Kantor itu kemudian menjadi tempat
pertemuan utama aktivis-aktivis pergerakan serta aktivis VSTP dan serikat buruh
lainnya yang dipecat. Sehingga rumah tersebut berulang kali didatangi
rachercheurs dan informan.33
Kasak-kusuk tentang pembentukan PKI afdeling Surakarta segera
menyebar hingga ke telinga pemerintah kolonial. Polisi pun segera ditugaskan
untuk memperketat pengawasannya terhadap Haji Misbach serta rumahnya yang
sering dijadikan tempat untuk berkumpul para aktivis pergerakan. Dalam kondisi
yang terjepit seperti itu, Misbach akhirnya lebih memilih untuk memusatkan
aktivitas propagandanya di luar Karesidenan Surakarta. Ia menyerahkan
penerbitan Islam Bergerak dan jalannya infoormatie kantoor kepada Partoatmojo,
seorang anggota dalam PKI Surakarta. Dengan cara ini, Misbach jauh lebih sukses
33 Takashi Shiraishi, op.cit.commit hlm. 372 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
118
mengadakan tur propaganda di Nganjuk, Madiun, Magelang, Yogyakarta,
34 Kebumen, dan berbagai tempat lain di Vorstenlanden dan sekitarnya.
Pergerakan Misbach kemudian juga dilanjutkan dengan membentuk
Sarekat Rakyat (SR) Surakarta pada awal Oktober 1923. Rumah Misbach pun
dijadikan sebagai Kantor SR. Sehingga rumah tersebut semakin sering didatangi
oleh para aktivis dari berbagai wilayah. Islam Bergerak pun akhirnya disatukan
dengan organ PKI Yogyakarta, Doenia Baroe, dan berubah nama menjadi Ra’jat
bergerak pada bulan September 1924.
Popularitas Misbach di tengah-tengah aktivis pergerakan pun kian
mencuat di tengah semakin luasnya pengaruh PKI di wilayah Vorstenlanden.
Kampanye Misbach untuk memerangi fitnah dan tindasan dari pemerintah
kolonial menjadi pacuan semangat rakyat untuk melakukan perlawanan.
Sesungguhnya, Misbach tidak pernah menyuruh mereka untuk melakukan aksi
secara langsung dan radikal. Misbach justru menghimbau mereka untuk berhati-
hati dalam ”bergerak”. Namun, seruan Misbach tersebut ternyata tidak terlalu
didengarkan, para aktivis pergerakan tersebut tetap melakukan aksi langsung
sendiri-sendiri di sekitar PKI dan SI Merah/SR Semarang, Yogyakarta, Surakarta,
Madiun, dan kota-kota lain di Jawa Tengah. Kerusuhan pun segera meluas di
wilayah-wilayah tersebut. Mata-mata menyatakan kepada residen bahwa Misbach
berada di balik semua kerusuhan tersebut. Ia dituding telah membentuk organisasi
dengan nama Sabotase bersama komunis-komunis lain dari Semarang, Surakarta,
dan Yogyakarta, dan sedang melatih prajurit untuk melakukan pemboman,
34 Ibdi, hlm. 373 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
119
pembakaran rumah, perampokan, penggelinciran kereta api, sabotase, dan aksi
35 teror lainnya.
Menanggapi kerusuhan yang terjadi, pemerintah segera mengutus polisi
untuk melakukan penggrebekan di rumah Misbach, namun mereka tidak
menemukan bukti apapun. Pengawasan terhadap Misbach dan anggota PKI
lainnya semakin diperketat. Pada 17 Oktober, bom-bom kembali dilempar ke
tembok-tembok keraton Mangkunegaran, mobil-mobil para Sentana Dalem, dan
kediaman Sentana Dalem Kepatihan. Pada 20 Oktober, bom-bom dilempar ke
mobil sunan dan rumah peristirahatan R.M.A. Woerjojaningrat, mantan Ketua BO
dan saudara patih. Para pelaku pemboman segera ditangkap sesaat setelah
peristiwa tersebut. Polisi pun berulang kali menggrebek rumah Misbach, namun
mereka tidak menemukan bukti apapun mengenai keterlibatannya dalam teror
bom tersebut. Akan tetapi, residen tetap yakin bahwa teror tersebut ada di bawah
pengaruh Misbach. Oleh karena itu, setelah berkonsultasi dengan procureur
generaal dan residen Semarang, Residen Van der Marel memberi wewenang
kepada polisi untuk menciduk Misbach pada 20 Oktober 1923.36
Berita penangkapan Misbach beserta tuduhan terhadapnya segera dimuat
dalam beberapa surat kabar. Misbach disebut-sebut sebagai ketua dari kelompok
37 komplotan pemboman di Surakarta. Nieuwe Rotterdamsce Courant memuat
35 Surat kabar De Sumatra Post, 30 Oktober 1923
36 Residen van Surakarta aan GG. 29 Oktober 1923, Mr. 1052x/23. Dalam Takashi Shiraishi, op.cit. hlm. 388
37 Surat kabar De Sumatracommit Post, 30 to Oktober user 1923 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
120
sebuah berita singkat tentang penangkapan Misbach pada 22 November 1923,
sebagai berikut:
De N. V. meldt dat een der gearresteerifte communisten bekende schuldig te zijn aan de brandstiching op het terrein der missigit, en een poging tot brandstichting in het gamelan-huisje op Siti Inggil. Een communist
verklaarde in het bijzijn van getuigen, dat Hadji Misbach de oprichter is van een geheim sabotage-complot. Er is echter voldoende bewijsmateriaal om te voorkomen dat de communisten vrijt-uit zullen gaan.38
Terjemahan: N. V melaporkan bahwa salah satu Komunis ditangkap diketahui bersalah atas pembakaran di tanah missigit, dan berusaha melakukan pembakaran di rumah gamelan Siti inggil. Dinyatakan sebagai Komunis di hadapan saksi, bahwa haji Misbach adalah pendiri dari komplotan sabotase. Namun, ada barang bukti untuk mencegah Komunisme semakin meluas.
Setelah ditangkap, Misbach dibawa menuju penjara Semarang dan ditahan
di sana selama sembilan bulan. Beberapa rekan-rekan pergerakannya yang juga
turut dipenjara dapat dibebaskan karena terbukti tidak bersalah, namun tidak
demikian dengan Misbach. Ia tetap meringkuk dalam tahanan meskipun tidak ada
39 bukti yang menyatakan bahwa ia bersalah atas kerusuhan-kerusuhan tersebut.
Selama berada dalam tahanan Misbach tidak diijinkan untuk bertemu
dengan orang lain, kecuali dengan anak dan istrinya. Namun, jika istri dan
anaknya ingin berkunjung pun harus melalui prosedur yang rumit. Ia tidak
diperbolehkan menerima kiriman makanan, rokok, dan sebagainya. Surat-surat
dari keluarganya pun harus diperiksa lebih dahulu oleh polisi dan diambil
turunannya. Ia juga tidak diijinkan untuk membaca surat kabar atau kitab lain
38 Surat kabar Nieuwe Rotterdamsce Courant, 22 November 1923
39 Surat kabar Sinar Hindiacommit, 4 Juli to1924 user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
121
40 selain Al-Quran. Selama berada dalam tahanan, Misbach beberapa kali
mengirimkan surat yang kemudian dimuat di Medan Moeslimin untuk
mengabarkan keadaannya, salah satunya adalah:
Ramanda di boei Central memang bertempat di kamar blok, jaitoe kamar
strappan, pintoe berlapis doea, pintoe di dalem besi lantas ditoetoep sama papan, pintoe di loear hanja dari papan sadja, toetoep moeloet dan tida tahoe orang, kecoeali masoeknja rangsoem dan bikin bersih slokan, dan saja moesti boeang pot kotoran sendiri, itoelah tida apa, asal doenia mendjadi baik hidoep dan hak bersama, kita dapet keslametan bagi oemoem. Selama manoesia takloek kepada harta doenia mesti mendjadi kaloet, sebab teranglah harta berfikiran saitan, atau harta tempat pengaroeh setan, dari itoe kita kaoem moeslimin wajib mengoeboer Kapitalisme (baidi harta), sehingga sampai harta takloek kepada kita manoesia. Timboelah rasa kemanoesiaan, tjinta kasihlah pada sesama hidoep, koboerlah boedi setan jang boesoek itoe.41
Pada tanggal 14 Juni, Residen Semarang menginterogasi Misbach dan
mengajukan beberapa pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya
berdasarkan dokumen-dokumen dari Van der Lely. Misbach menolak semua
tuduhan tersebut, namun ia tidak bersedia mengajukan surat bantahan yang
42 diminta oleh Gubernur Jendral. Setelah berada dalam penjara selama sembilan
bulan, pemerintah kolonial pun akhirnya memutuskan untuk memberlakukan
pasal 47 Regeering-Reglemen untuk membuang Misbach. Pada tanggal 27 Juni
pemerintah mengumumkan pembuangan Misbach ke Manoekwari di Nieuw
Guinea utara, Kerisidenan Ambon dan diberikan uang tunjangan sebesar f 50 tiap
40 Surat kabar Medan Moeslimin, Juli 1924
41 Surat kabar Medan Moeslimin, Juli 1924
42 Majalah Hidoep, 1 Septembercommit 1924 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
122
43 bulan. Istri dan tiga orang anaknya pun mengambil keputusan untuk
mendampingi Misbach ke tanah pembuangan. Pada tanggal 2-3 Juli, Misbach
diizinkan kembali ke rumahnya di Kauman Surakarta untuk membereskan semua
urusan rumah tangganya dan mengucapkan selamat tinggal kepada saudara dan
staf-staf Medan Moeslimin. Kemudian ia dipindahkan ke Surabaya, untuk
selanjutnya berlayar menuju Manoekwari pada 18 Juli 1924. Misbach pun
menuliskan ucapan perpisahannya kepada pembaca Medan Moeslimin melalui
surat kabarnya tersebut:
Pamitan Saja Harep diketakoei olih toean-toean pembatja Medan-Moeslimin teroetama toean-toean aboner, jang sekarang saja kedjadian diboeang olih pemerintah dari tanah toempah saja ke “Manoekwari”. Dari itoe salam dan hormat saja, saja kirimken kepada toean-toean semoeannja teroetama toean-toean aboner. Saja diboeang djangan sekali-kali mengetjilkan hati kawan-kawan kita kaoem pergerakan atau pembatja Medan-Moeslimin. Oempama ada tempo jang tjoekoep, saja misi perloe banjak membentengken fikiran saja dalem madjalah M.M. sini, aken tetapi oleh karena ta‟bertempoe sama sekali, nanti sadja kalau saja soedah dateng di tempat tinggal saja jang baroe, saja aken memboeka apa-apa jang mendjadi tjita-tjita saja.
Sesoedah saja dateng di Manoekwari, nanti adres saja aken saja oemoemken dalem Medan Moeslimin sini. Dan saja djandjiken, nanti saja
aken mengarang Islamisme-Communisme sampai sedjelas-djelasnja, agar mendjadi penerangan toean-toean kaum Moeslimin dan pehak Communist, dan karangan itoe moestinja nanti termoeat dalem madjalah “Medan-
Moeslimin”. Sadja harep toean-toean pembatja mendoaken kepada Toehan
ghofoeroerrohim, agar saja diberi selamet perdjalanan saja moelai ditanah toempah saja sampai tempat saja jang baroe, dan djoega selamanja saja hidoep dengen anak bini.
Maaflah: H. M. Misbach.44
43 Surat kabar De Sumatra Post, 15 Juli 1924
44 Surat kabar Medan Moeslimincommit, Julito user 1924 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
123
E. Propaganda Islam-Komunisme di Tanah Pembuangan
Setelah berlayar selama beberapa hari, Haji Misbach beserta istri dan tiga
anaknya yang masih kecil tiba di Makassar pada 22 Juni 1924. Ia tidak diijinkan
untuk naik ke darat hingga kapal berangkat kembali menuju Manoekwari pada 26
Juli 1924 pukul 8 pagi. Polisi hanya mengijinkan istri dan dua anak laki-laki yang
berusia sekitar lebih dari 10 tahun serta seorang anak perempuannya yang berusia
kurang lebih 13 tahun untuk naik ke daratan. Misbach harus menetap di kapal
selama empat malam. Jika ada rekan pergerakan dari Makassar yang ingin
bertemu dengannya maka mereka harus naik ke atas kapal. Namun, mereka tidak
diijinkan untuk membicarakan soal pererakan atau politik.45
Dari Makassar, Misbach dan keluarganya kemudian melanjutkan
pejalanan menuju Manoekwari. Pada tanggal 7 Agustus 1924, setelah 20 hari
perjalanan, Misbach dan keluarganya sampai di Manoekwari. Mulai saat itulah,
Haji Misbach menjalani hari-harinya sebagai orang buangan di tanah Papua.
Namun, selama dalam masa pembuangan, Misbach tidak berhenti dari dunia
pergerakan. Ia masih terus menumpahkan pemikiran politiknya dengan melakukan
propaganda tentang Islam dan Komunisme melalui tulisannya yang dimuat di
Medan Moeslimin.
Setibanya di Manoekwari pada tahun 1924, Misbach memang tidak secara
langsung memenuhi janjinya kepada pembaca Medan Moeslimin untuk segera
menerbitkan tulisan tentang Islam dan Komunisme. Hal tersebut dikarenakan anak
laki-lakinya, yang bernama Masdoeki sakit panas dalam yang keras. Tidak lama
45 Surat kabar Pelita Ra’jatcommit. 5 Agustus to user 1924 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
124
46 setelah anaknya sembuh, istrinya pun sakit karena mengalami pendarahan.
Setelah meminta maaf atas keterlambatan tersebut, Misbach pun mulai
menguraikan pemikirannya tentang kesesuaian Islam dan Komunisme tersebut
dalam Medan Moeslimim. Tulisan tersebut terbit dalam beberapa edisi Medan
Moeslimin, seri pertamanya terbit pada 1 Januari 1925. Artikel tersebut diawali
dengan serangan kepada Muhammadiyah dan S.I. terkait dengan ketidaksukaan
mereka terhadap Komunisme serta sikap mereka yang mau menggerakkan Islam:
Sesoenggoehnja karangan saja hal Islamisme Kommunisme itoe adalah penting bagi orang jang dirinja mengakoe Islam dan communist jan sedjati, ja‟ni soeka mendjalankan apa jang telah di wadjibkan kepada mereka olih agama Islam dan communist; sebaliknja oentoek orang jang palsoe mengakoenja, seperti Mohammadijah dan SI. Tjokroaminoto, moesti sadja keterangan al ini di hanggap sebagai ratjoen sadja. Kedoewa golonan ini (M.D. dan S.I. Tjokro) boekannja mereka menggerakkan agama Islam jang sedjati, betoel mereka senantiasa menoendjoek2kan keislamanja, tetapi sebeoelnja tjoema di atas bibir sadja, betoel mereka mendjalani atoeran agama Islam, akan tetapi di pilih atoeran jang di soekai olih hawa nafsoenja sadja, perintah jang tidak di soekai moeda diboewangkan sahadja tegasnja mereka melawan atau mentang perintah Toehan Allah Samioen‟alim dan takoet dan tjinta kepada keendak Saiton jang di pengaroehkan dalam Kapitalisme pada waktoe sekarang ini (La’natoe’llah Red.) jang telah trang kedjahatannja.
Begitoe djoega sekalian kawan kita jang mengakoei dirinja sebagai kommunist, akan tetapi mereka misi soeka mengeloewarkan fikrian jang
bermaksoed akan melinjapkan agama Islam, itoelah saja berani mengatakan baoewa mereka boekannja Kommunist jang sedjati atau mereka beloem mengerti dodoeknja communist,; poen sebaliknja, orang
jang mengakoe dirinja Islam tetapi tidak setoedjo adanja Kommunisme, saja berani mengatakan bahoewa ia boekan Islam jang sedjati, atau beloem 47 mengerti betoel2 tentang dodoeknja agama Islam.
46 Surat kabar Medan Moeslimin, 1 Januari 1925
47 Surat kabar Medan Moeslimincommit, 1to Januari user 1925 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
125
Uraian dalam pembukaan artikel tersebut ditujukan untuk memberikan
serangan kepada setiap golongan yang tidak mau menerima adanya kesesuaian
antara Islam dan Komunisme. Ia menyatakan bahwa baik orang Islam dan
Komunis tidaklah memiliki pemahaman yang baik jika tidak dapat menerima
keduanya. Menurut Misbach, Islam dan Komunisme memiliki tujuan yang sama,
yaitu melawan Kapitalisme dan ketertindasan. Islam mengajarkan kepada manusia
untuk selalu berjuang melawan ketertindasan, sedangkan ketertindasan yang
terjadi di Hindia diakibatkan oleh adanya sistem Kapitalisme dan kolonialisme.
Komunisme merupakan sebuah ideologi yang menentang adanya Kapitalisme dan
mengusung semboyan persamaan hak. Oleh karena itu, Misbach berkeyakinan
bahwa terdapat kesesuaian antara Komunisme dan Islam yang dapat digunakan
sebagai jalan bagi rakyat Hindia untuk melepaskan diri dari ketertindasan.48
Misbach juga menunjukkan ketertarikannya kepada pandangan Karl Marx.
Konsep-konsep Komunisme ala Marx mengalir melalui argumennya di dalam
tulisan tersebut untuk menyerang kapitalis.
Waktoe toewan Karl Marx memegang pimpinan Jaurnalis beliau
memperhatikan betoel-betoel akan nasibnja ra‟jat, beliau ketarik sekali pada adanja soeal2 tentang Economie dan doedoeknja kaoem miskin; dari itoe toewan Karl Marx dapat tahoe dengan terang pokok atau soember2
jang menimboelkan kekaloetan doenia. Sebab atau soember kekaloetan itoe sebagai berikoet:
1e. Doenia kamiskinan di sebabkan adanja Kapitalisme. Kapitalisme jalah ilmoe mentjahari kehoentoengan bersama hanja mendjadi hak miliknja (kepoenjaanja) sedikit orang. Kamismikan sebab adanja isapan dan
tindasan jang keloear dari Kapitalisme. … Maka olih karena hal-hal jang terseboet di atas itoe hingga bisa menarik
fikiran toean Karl Marx bahoewa Kapitalisme itoe djahat, ia bisa
48 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
126
memboesoekan Kapitalisme dengan historiche materialism. Pada waktu itoe toewan Karl Marx laloe mengarang boekoe jang di namai
“Kommunische Manifest” pada tahoen 1847 di kota Parijs. Dalam Manifest kita bisa mengatakan sendiri bagaimana doedoeknja
Kommunist itoe. Toean Karl Marx menerangkan bahoewa timboelnja Kommunisme itoe dari bibit Kapitalisme jang tertanam dalam sanoebarinja ra‟jat, teroetama 49 pada kaoem boeroeh.
Setelah menguraikan pandangannya tentang Komunisme, Misbach
kemudian melanjutkan tulisan seri keduanya tentang keterangan Islamisme
terhadap Komunisme. Misbach menjelaskan bahwa agama Islam mengajarkan
kepada manusia untuk mencapai keselamatan, dan keselamatan tersebut bukan
hanya untuk akhirat melainkan juga untuk dunia. Oleh karena itu, manusia harus
berjuang untuk menuju keselamatan demi menjadi Islam yang sejati.
Sebeloem saja menerangkan printah-printah agama Islam jang terhadap kepada Kommunis dan Kommunisme, lebih dahoeloe saja menerangkan doedoeknja agama Islam jang sedjati, agar soepaja kita jang sama memeloek masing-masing agama lantas bisa mengarti, begitoe djoega kita lantas bisa mengetaoeni dengan terang antara masing-masing manoesia ampoenja pendapatan tentang kebenarannja hidoep dalam doenia, maoepoen mereka itoe jang memeloek sesoewatoe agama didoenia ini atau
tida memeloeknja. … Toehan menjoeroeh mendjalani kebaikan dan melarang mendjalani 50 keboesoekan, agar soepaja semoea manoesia mendapat keselematan.
Kebusukan yang dimaksud oleh Misbach dalam tulisannya tersebut tidak
lain adalah Kapitalisme itu sendiri. Oleh karena itu, dalam tulisan selanjutnya,
49 Ibid.
50 Surat kabar Medan Moeslimincommit, 5to Februari user 1925 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
127
Misbach terus memberikan argumennya tentang alasan mengapa manusia,
khususnya umat Islam harus berperang melawan Kapitalisme.
Di tanah pembuangan tersebut, Misbach tetap setia melakukan jalan
pergerakannya, menuangkan gagasan-gagasannya tentang pembebasan Hindia. Di
Manokwari, ia tidak bisa diam, ia terus bergerak dan berhasil membuat orang-
orang di sana mendukung keinginan Misbach untuk kemerdekaan Hindia. Hal
tersebut tentu saja membuat pemerintah kolonial merasa gerah. Ketakutan
pemerintah kolonial akan sepak terjang Misbach di Manoekwari dituliskan dalam
artikel Medan Moeslimin edisi 1 Januari 1925:
Pemerintah mengasingkan beliau itoe, soepaja memberentikan kepada kemaoeannja jang membikin goemetarnja Pemrintah Indonesia. Akan tetapi, olih karena beliau mengingat seorang Islam, mengingat kemanoesiaannja dan lagi kejakinannja kommunisme, beliau maski soedah di Manoekwari tidaklah ketjil hati dan tinggal diam, akan tetapi menoeroet chabar jang terang, pada tanggal 14 November 1924 ketoewa H.M. Misbach di panggil olih Assistant-Resident Manoekwari perloe di beri tahoe oewang onderstan seboelan f 50 itoe di tahan karena ketoewa kita itoe maoe dipindah kelain tempat, tinggal menoenggoe perintah dari Betawi. Kedjadian begitoe sebab ketoewa Misbach di Manoekwari tidak bisa diam,
tetapi teroes begerak dan berhasil orang2 di Manoekwari sama moefakat kemaoennja H.M. Misbach jang moelia.51
Sepak terjang Misbach selama dalam tanah pembuangan tidak berjalan
lama. Setelah tulisan keduanya tentang Islam dan Komunisme terbit, tulisan
Misbach tidak muncul lagi dalam Medan Moeslimin. Salah satu alasannya adalah
karena penyakit TBC istri Misbach semakin bertambah parah setelah ia tiba di
Manoekwari. Namun, pesan pokok yang ingin disampaikannya tetap tercermin
51 Surat kabar Medan Moeslimincommit, 1to Agustus user 1925 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
128
dalam artikel kelimanya. Pesan itu adalah ”Jangan takut pada sesama manusia”
dan ”takutlah pada Allah”. ”Takut pada Allah” berarti ”melaksanakan semua
perintahNya.” semua seruan yang dibuatnya di Surakarta dan Manoekwari- berani
karena benar! Membenarkan yang benar menyalahkan yang salah! Jangan takut!
Lawan fitnah! Kuburkan Kapitalisme!- punya arti yang sama: takutlah pada
Allah.52
Tidak lama setelah berhenti menulis tentang Islam dan Komunisme,
Misbach minta izin pergi ke luar negeri pada Mei 1925, jika mungkin bersama
anak dan istrinya. Namun jika tidak memungkinkan ia meminta, supaya anak dan
istrinya bisa dipulangkan ke Surakarta. Alasan utamanya adalah karena penyakit
yang diderita oleh Misbach, anak-anaknya, dan juga istrinya. Namun, izin yang
diberikan pemerintah terlambat datang. Istri Misbach meninggal dunia pada bulan
Juli 1925. Dua bulan berselang, Misbach baru diberikan ijin untuk pergi ke luar
negeri namun dengan biaya sendiri. Haroenrasjid meminta pembaca Medan
Moeslimin untuk menyumbang uang guna mendanai perjalanan Misbach ke
Eropa. Hoofbestuur PKI juga mulai kampanye untuk mencari uang. Tetapi uang
yang berhasil mereka kumpulkan jauh dari cukup. Misbach tetap di Manoekwari
dan tetap bergerak. Ia berhasil mendirikan SR Manoekwari. Ia juga terus
53 mengirimkan artikel ke Medan Moeslimin tentang keadaan di Manoekwari.
Namun, pergerakannya di tanah pembuangan tidak berjalan lama. Pada 24 Mei
52 Takashi Shiraishi, op.cit. hlm. 408
53 Ibid. hlm. 408-409. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
129
54 1926, Misbach akhirnya tutup usia karena serangan malaria. Misbach
dimakamkan oleh SR Manokwari berdampingan dengan istrinya, di kuburan
Penindi, Manoekwari. Sedangkan tiga orang anaknya kemudian dipulangkan ke
tanah Jawa.55
54 Surat kabar Nieuwe Rotterdamsce Courant, 2 Oktober 1926
55 Surat kabar Medan Moeslimincommit, no.to user 12 1926 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN
Haji Mohammad Misbach memiliki posisi yang unik dalam dunia
pergerakan politik di Hindia Belanda abad ke-19. Sebagai seorang tokoh
pergerakan radikal, ia telah melahirkan sebuah pemikiran politik baru sebagai
jalan perlawanan terhadap Kolonialisme dan Kapitalisme Belanda. Misbach yang
merupakan seorang mubalig dengan dasar keagamaan kuat, mencoba
mensintesakan ideologi Islam dan Komunisme. Ia tidak ingin tinggal diam
menyaksikan ketertindasan yang dialami oleh bangsanya akibat sistem
Kapitalisme yang diterapkan di Hindia Belanda pada zaman modal.
Sinkritisme pemikiran Misbach tersebut dilatarbelakangi oleh identitas
Jawa yang dimilikinya. Sebagian besar tokoh politik berdarah Jawa memang
memiliki kecenderungan untuk mensintesakan beberapa ideologi politik. Misbach
berada di antara aliran Islam, Komunisme, dan Tradisionalisme Jawa dalam
pemetaan pemikiran politik Herbert Feith dan Lance Kastel. Misbach masih
berpegang teguh pada prinsip Islam dan mencintai identitas Jawanya, namun pada
saat yang bersamaan ia juga menunjukkan ketertarikannya pada ideologi
Komunisme. Menurutnya, Islam dan Komunisme memiliki kesamaan visi, yaitu
melawan setiap ketertindasan yang dialami rakyat demi menuju sebuah
kesetaraan. Sinkretisme pemikirannya tersebut, membuat Misbach kemudian
bangga menyebut dirinya sebagai seorang Komunis Jawa yang menjalankan dam
memegang teguh ajaran Islam. commit to user
130 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
131
Komunisme Jawa ala Misbach lebih menekankan pada cara-cara kaum
komunis Eropa dalam memperjuangan kesetaraan kelas untuk diterapkan di tanah
Jawa, bukan pada filsafat tentang hubungan Tuhan dan manusia. Misbach tidak
ingin meninggalkan kesetiaanya pada agama Islam meskipun ia melakukan cara-
cara perjuangan kaum komunis. Komunisme Misbach yang mengambil konsep-
konsep langsung maupun tidak langsung dari Barat pun akhirnya mendapat
dukungan kuat dari kalangan abangan tradisional.
Sebagai seorang mubaligh, Misbach tidak hanya bergerak melalui dakwah.
Ia juga terjun ke organisasi politik serta bergiat di dunia jurnalistik. Misbach
dilahirkan di tengah lingkungan religius kampung Kauman Surakarta sebagai
seorang putra pengusaha batik yang kaya raya. Ia mengenyam pendidikan di
dalam pesantren dan juga di sekolah modern. Ketika hawa pergerakan mulai
tumbuh di Surakarta, Misbach pun rela meninggalkan kemapanannya sebagai
pengusaha batik untuk terjun ke dalam dunia politik. Perkenalannya dengan
tokoh-tokoh pergerakan pada masa itu turut memicu tumbuhnya kesadaran politik
dalam diri Misbach.
Misbach memulai kiprahnya di dunia pergerakan dengan bergabung
bersama Sarekat Islam (SI) Surakarta pada tahun 1912. Perpecahan yang terjadi
dalam tubuh SI antara kubu Samanhudi dan Tjokroaminoto justru membuat
Misbach kian tertarik untuk menggeluti dunia politik secara lebih mendalam. Pada
tahun 1914, ia bergabung dengan Inlandsche Journalisten Bond (IJB) bentukan
Mas Marco Kartodikromo, sekaligus menjadi langganan tetap dari Doenia
Bergerak. Melalui konsumsi bacaannya tersebut, Misbach mulai mengenal dunia commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
132
jurnalistik sebagai jalan untuk melakukan pergerakan. Tidak lama berselang, ia
pun menerbitkan surat kabar miliknya sendiri, yaitu Medan Moeslimin pada tahun
1915 dan Islam Bergerak pada tahun 1917. Melalui dua surat kabar tersebut,
Misbach mulai menyuarakan pemikiran politiknya serta melakukan propaganda
untuk pergerakan di tanah Hindia.
Selain melakukan pergerakan melalui coretan penanya, Misbach juga
tercatat beberapa kali malang-melintang di berbagai organisasi untuk “bergerak”.
Dalam pandangan Misbach, Islam harus lah benar-benar bergerak untuk
membebaskan rakyat dari ketertindasan. Ia membentuk SATV di Surakarta untuk
menandingi TKNM di bawah pimpinan Tjokroaminoto yang ia nilai lembek
dalam pergerakan membela Islam. Ketika Tjipto Mangoenkoesoemo membentuk
kembali Insulinde Surakarta, Misbach pun tampil menjadi pemimpin gerakan dari
organisasi tersebut. Ia melakukan propaganda dan mengorganisir pemogokan
buruh tani hingga akhirnya pemerintah kolonial memenjarakannya pada tahun
1919.
Setelah enam bulan di penjara, Misbach dibebaskan dan segera kembali
meramaikan pergerakan politik yang kian memanas di Surakarta. Ia pun tampil
kembali sebagai seorang propagandis SH Surakarta yang radikal. Kekacauan yang
ia timbulkan di pedesaan Surakarta membuat pemerintah kian geram, sehingga
Misbach pun kembali ditangkap dan dipenjarakan di Tarukan pada tahun 1920. Ia
mendekam di dalam penjara selama dua tahun lamanya, selama itu pula banyak
yang berubah dalam pergerakan di Hindia Belanda. SH Surakarta yang pernah
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
133
dipimpinnya telah hancur. SI dan Muhammadiyah pun menjadi kian lesu, bahkan
enggan bergerak dalam dunia politik.
Mendekam di penjara selama dua tahun, ternyata tidak memupuskan
semangat pergerakan Misbach. Ia justru menjadi kian radikal dengan menyerang
setiap golongan yang tidak mau bergerak untuk melakukan perlawanan kepada
Kapitalisme dan Kolonialisme Belanda. Misbach juga kian keras dalam
melakukan serangan kepada pemerintah kolonial. Ia bergerak di sayap kiri dengan
mendirikan PKI afdeling Surakarta. Di tahun-tahun akhir pergerakannya, kondisi
Surakarta menjadi kian memanas. Kerusuhan dan pengeboman terjadi di mana-
mana. Misbach sebagai pemimpin PKI pun dituduh telah mendalangi kerusuhan
tersebut hingga akhirnya ia kembali ditangkap dan penjarakan oleh pemerintah
kolonial pada tahun 1923. Setelah sembilan bulan mendekam di penjara
Semarang, Misbach pun dibuang ke Manoekwari pada tahun 1924.
Selama berada di tanah pembuangan, Misbach masih aktif melakukan
proganda untuk menyerukan pemikirannya tentang Islam dan Komunisme melalui
Medan Moeslimin. Ia tetap saja menyerang pemerintah dengan mencoba
membentuk Sarekat Rakyat di Manoekwari. Setelah dua tahun berada di tanah
pembuangan, Misbach pun akhirnya menghentikan pergerakan untuk selamanya.
Ia meninggal pada tahun 1926 karena serangan Malaria.
commit to user