wwwww ISSN Online : 2550-0813 ISSN Cetak : 2541-657X Vol 7 No 1 Tahun 2020 Hal. : 31-51 - NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial available online http://jurnal.um-tapsel.ac.id/index.php/nusantara/index

RIAU PASCAKELUAR DARI SUMATERA TENGAH 1957-1985 1 Destra Wati1), Nopriyasman 2), Wannofri Samry 3) 1,2 ) Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Andalas

Abstrak

Penelitian ini mengungkapkan sejarah pemerintahan daerah Provinsi . Batasan awal penelitian ini dimulai dari tahun 1957, karena pada tahun tersebut keluar Undang-Undang mengenai pembentukan Daerah Tingkat I. Keluarnya Undang-Undang ini dengan demikian Riau resmi keluar dari Sumatera Tengah, dan berdiri sebagai sebuah Provinsi. Batas akhir penelitian tahun 1985, ditandai dengan timbulnya sebuah peristiwa yang merupakan gerakan perlawanan terhadap hegemoni pemerintahan pusat yang berlangsung pada saat Orde Baru dan ABRI (TNI) Tengah berjaya. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode sejarah yang dibagi dalam empat tahap yaitu heuristik, kritik sumber interpretasi, dan penulisan sehingga berbentuk tulisan sejarah yang bersifat ilmiah deskritif dan analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa keadaan Riau pascakeluar dari Sumatera Tengah sama saja ketika berada di bawah kekuasaan pemerintahan Sumatera Tengah. Hanya terjadi peralihan kekuasaan dari Pemerintahan Sumatera Tengah ke tangan pemerintahan pusat yang sentralistik. Tuntutan masyarakat Riau masa tahun 1950-an untuk dipimpin oleh putera daerahnya juga tidak terwujud setelah Riau berdiri menjadi provinsi sendiri. Pemerintahan pusat sangat berperan dalam pengambilan keputusan atas pengangkatan Gubernur Riau. Gubernur Riau yang menjabat didominasi oleh orang di luar Riau (bukan putra daerah) dan juga sebagian besar berasal dari militer.

Kata Kunci : Sumatera Tengah, Putera daerah, Riau

*Correspondence Address : [email protected] DOI : 10.31604/jips.v7i1.2020.31-51

31 © 2020 UM-Tapsel Press NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

PENDAHULUAN kabupaten di Sumatera Tengah tidak

Berdengungnya momentum sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1948 perubahan (reformasi) tahun 1998, tentang Pemerintahan daerah yang mengakibatkan munculnya gerakan dikeluarkan pada tanggal 10 Juli 1948. menuntut Riau merdeka yang dipelopori Keputusan pemerintahan provinsi oleh kalangan intelektual kritis di Riau menimbulkan perasaan keberatan dan dengan basis pendukung utamanya tidak puas di kawasan Riau mengenai adalah mahasiswa. Munculnya tuntutan pembagian jumlah kabupaten yang lebih Riau merdeka terkait erat dengan besar di daerah Sumatera Barat lambatnya respon pemerintahan pusat dibandingkan daerah Riau dan Jambi. terhadap tuntutan bagi hasil minyak Kekecewaan masyarakat Riau juga antara pusat-daerah dan distorsi putra terlihat dari bagi hasil daerah yang daerah. Era otonomi daerah dan dieksploitasi di Riau tidak sesuai dengan desentralisasi pemerintahan yang ketetapan Undang-undang No.22 Tahun berlangsung zaman reformasi, 1948 yaitu mengenai penyerahan bagi merupakan pengulangan gejala-gejala hasil atas pungutan pemerintah dari yang pernah terjadi pada tahun 1950- sumber daya alam daerah. Hasil-hasil an. Tuntutan-tuntutan yang muncul di dari daerah yang dipungut puluhan juta atas sudah ada pada saat Riau masih rupiah setiap bulannya tidak tampak berstatus keresidenan di bawah dalam kenyataan dikembalikan kepada Pemerintahan Sumatera Tengah. daerah penghasil untuk pembangunan Tuntutan-tuntutan itu berawal dari dan kemajuan rakyat. Melalui sumber kekecewaan masyarakat Riau terhadap daya alam yang dimiliki daerah Riau, ketimpangan kebijaksanaan masyarakat Riau berkeyakinan bahwa kepegawaian dan personalia di niscaya daerah Riau dapat lebih Sumatera Tengah. Jabatan-jabatan makmur. Ditambah lagi adanya strategis di dalam pemerintahan keinginan masyarakat Riau untuk Sumatera Tengah sebagian besar membentuk Provinsi Riau yang diserahkan kepada tenaga-tenaga dari dipimpin oleh putera daerah Riau Sumatera Barat. Kekecewaaan dengan demikian daerah Riau akan lebih masyarakat Riau terhadap maju jika dibandingkan dengan hanya pemerintahan Sumatera Tengah juga terus berada di bawah pemerintahan terlihat dari pembagian jumlah Sumatera Tengah.

32

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985

Sangat menarik melihat menemukan, dan mengumpulkan pemerintahan daerah Riau sehubungan sumber data sejarah baik primer dengan upaya masyarakat Riau dalam maupun sekunder. Sumber primer mencapai tuntutan-tuntutan keluar dari berupa dokumen dan arsip-arsip akan Sumatera Tengah dan mewujudkan diperoleh melalui instansi-instansi impian untuk dipimpin oleh putera pemerintahan di Riau. Sumber sekunder daerah. Sehubungan dengan itu, ada yang digunakan dalam bentuk buku, beberapa pertanyaan yang ingin dijawab artikel, makalah, dan hasil-hasil dalam tulisan ini: (1) Bagaimana situasi penelitian lainnya yang relevan dengan dan kondisi Riau pada masa masalah penelitian akan dilakukan Pemerintahan Sumatera Tengah melalui studi kepustakaan antara lain di sehingga melahirkan tuntutan untuk perpustakaan Wilayah Tingkat I keluar dari Sumatera Tengah?; (2) Propinsi Riau, dan perpustakaan yang Bagaimana usaha masyarakat Riau ada disetiap instansi pemerintahan Riau. untuk mewujudkan tuntutannya keluar Penelitian ini juga menggunakan metode dari Sumatera Tengah?; (3) Bagaimana wawancara untuk melengkapi data pelaksanaan pemerintahan daerah Riau dengan tokoh-tokoh masyarakat, dosen- sehubungan dengan tuntutan dosen yang meneliti tentang sejarah masyarakat Riau pascakeluar dari Riau, pegawai-pegawai instansi Sumatera Tengah? pemerintahan dan lain-lain. METODE PENELITIAN Tahap kedua dilakukan kritik Penelitian ini menggunakan sumber, yakni merupakan tahap metode sejarah kritis, yang lazim pengolahan data atau menganalisis digunakan oleh sejarawan dalam sumber informasi yang dilakukan menyusun rekonstruksi sejarah. Louis setelah semua bahan dan sumber Gottschalk menjelaskan ada empat terkumpul. Tahap ketiga adalah analisis- tahap penting yang harus diteliti dalam sintesis. Fakta yang diperoleh, baik dari penelitian yakni: heuristik, kritik, sumber tertulis maupun lisan interpretasi dan historiografi. ditafsirkan dan dianalisis serta Kajian mengenai Riau Pascakeluar dihubungkan dengan kronologis dari Sumatera Tengah (1958-1985) kejadian dan berdasarkan hubungan ditempuh melalui empat tahap. Pertama, sebab akibat (interpretasi). Tahap heuristik merupakan tahap mencari,

33

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

keempat yaitu tahap penulisan yang Riau untuk keluar dari Sumatera bersifat ilmiah deskriptif analisis. Tengah. Sementara itu, kelompok tokoh Fenomena mengenai Riau politisi Riau mulai matang dalam kancah Pascakeluar dari Sumatera Tengah perpolitikan. Beberapa putra daerah (1957-1985) ditelaah kritis dengan Riau mewakili rakyat Riau dan duduk di menggunakan teori Strukturasi Anthony Parlemen. Di antaranya yaitu: Ma’rifat Giddens. Ada dua unsur penting dalam Marjani, Umar Amin Husein, dan Hanafi. teori strukturasi yaitu aktor (agensi) Perjuangan keluar dari Sumatera dan peranan struktur dalam perubahan Tengah dilakukan dari kongres ke sosial. Dengan demikian melalui teori ini kongres sampai dengan perjuangan dapat dijabarkan bahwa masyarakat parlemen.Perjuangan masyarakat Riau Riau ingin keluar dari Sumatera tengah untuk keluar dari Sumatera Tengah, adalah adanya ketidakpuasan terhadap seiring dengan lahirnya gerakan daerah jalannya permerintahan di Sumaetra menentang pemerintahan pusat yang Tengah, ketika Riau digabungkan dalam dikenal dengan Dewan Benteng. Pemerintahan Sumatera Tengah Keluarnya UU No.19/1957 tentang berdasarkan UU No. 10 Tahun 1948. pembentukan Provinsi Riau yang Ketidakpuasan tersebut diantaranya ditandatangani oleh Soekarno 19 yaitu adanya pembagian jumlah Agustus 1957, Mr. S.M. Amin merupakan kabupaten yang tidak seimbang Gubernur pertama daerah Provinsi Riau. antardaerah di Sumaetra Tengah dan Selanjutnya dengan alasan keamanan Ketidakpuasan juga dilihat dari daerah, maka pemilihan kepala daerah dominasi orang Sumatera Barat dalam didominasi oleh anggota pensiunan menduduki jabatan strategis dalam ABRI yang disesuaikan dengan pemerintahan. keinginan pemerintahan pusat. SM. Ketidakpuasan ini yang bahkan Amin yang hanya menjabat selama 2 berujung dengan tuntutan membentuk tahun digantikan oleh Kaharuddin provinsi sendiri yang dipimpin oleh Nasution. putera daerah Riau. Perjuangan untuk Daerah Riau dipimpin dari Jenderal keluar dari Pemerintahan Sumatera ke Jenderal ini berlanjut sampai masa Tengah dimulai dari munculnya kaum pemerintahan orde baru yang otoriter. terpelajar sebagai agen yang Pada tahun 1985, diakhir masa jabatan memperjuangkan keinginan masyarakat periode pertama Imam Munandar

34

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985 kembali dipilih sebagai calon Gubenur Ketiga daerah tersebut adalah Sumatera pilihan pemerintahan pusat. Ketika Utara; Sumatera Tengah; serta Sumatera praktik keotoritarian pemerintahan Selatan.(Asnan, 2011:136) pusat membawa persoalan bagi Pada tanggal 15 April 1948, kesejahteraan masyarakat Riau, maka didorong atas pertimbangan- muncullah agen-agen dalam masyarakat pertimbangan di atas, maka dibagilah Riau menuntut perubahan dengan cara Sumatera menjadi tiga provinsi yang menentang kebijakan dari pemerintahan diatur dengan Undang-Undang No. 10 pusat. Di antaranya tokoh Melayu H. Tahun 1948. Pemerintahan pusat Thamrin Nasution, H. Wan Ghalib, Ismail mengukuhkan ketiga daerah sub- Suko, dan dr. Muchtar Lutfi. gubernur di atas mejadi provinsi HASIL DAN PEMBAHASAN definitif. Sumatera Tengah memiliki dua Riau Masa Sumatera Tengah: belas kabupaten yaitu terdiri dari tujuh Munculnya Tuntutan keluar dari buah di Keresiden Sumatera Barat lama, Sumatera Tengah tiga di Riau, dan dua Jambi). Ini berarti Awal masuknya Riau ke dalam Jumlah kabupaten di Sumatera Barat Provinsi Sumatera Tengah berdasarkan lebih besar dari jumlah kabupaten yang rapat para Residen se-Sumatera Barat di ada di Riau dan Jambi bila disatukan. Bukittinggi pada tanggal 17 April 1946. Dalam pasal 3 Undang-undang Dalam rapat itu dibicarakan luasnya yang ditetapkan pada tanggal 15 April wilayah kerja gubernur Sumatera. itu mengatakan bahwa untuk sementara Wilayah kerja yang demikian dengan waktu anggota DPRD Provinsi akan berbagai keterbatasan sedangkan diambilkan dari wakil masing-masing persoalan daerah yang dibawahinya keresidenan (Sumatera Barat, Riau, dan sangat banyak dan kompleks. Apalagi Jambi) di Dewan Perwakilan Sumatera pada masa itu, Belanda yang datang (DPS). DPS Keresidenan Sumatera Barat bersama tentara sekutu telah memiliki 20 orang wakil, Riau lima menduduki beberapa pusat Orang wakil dan Jambi empat orang pemerintahan keresidenan. Sebagai wakil, dengan demikian jumlah anggota solusinya disepakatilah untuk membagi DPRD Sumatera Tengah adalah Sumatera menjadi tiga daerah sebanyak 29 orang. Dari komposisi subgubernur yang masing-masing anggota itu juga terlihat, bahwa dipimpin oleh seorang gubernur muda. mayoritas anggota dewan berasal dari

35

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

Sumatera Barat. Mohammad Nasrun keresidenan dihapuskan sehingga yang menjabat sebagai gubernur kepala tingkatan hirarkis dipersingkat. Kedua, daerah dalam rapat DPRDST yang menata ulang jumlah kabupaten yang pertama ditetapkan lima orang anggota semula berjumlah dua belas menjadi Badan Eksekutif Provinsi. Kelima sebelas, dengan rincian Keresidenan anggota badan tersebut adalah Sumatera Barat dari tujuh menjadi lima, Abdullah, dr. A. Rahim Usman, Dt. di Riau menjadi empat dan Jambi tetap Mangkuto, dan dr. Sjagaf Jahja. Sama dua (Dep. Penerangan, Prov. Sumatera dengan anggota DPRST, ada dominasi Tengah, 1953: 352). Keputusan ini wakil Sumatera Barat dalam Badan belum sempat terlaksana karena Eksekutif Provinsi. L. Lima dari anggota datangnya serangan Belanda pada badan tersebut, tiga orang merupakan tanggal 19 Desember 1948 yang dikenal wakil dari Sumatera Barat. Sedangkan dengan Agresi Belanda ke II. Maka wakil dari Riau dan Jambi masing- penyelenggaraan administrasi masing hanya satu orang. pemerintah daerah dimulai pada awal Pada tanggal 10 Juli 1948 februari 1950. Sejak saat itu keluarlah Keluarnya UU NO.22 Tahun 1948 Peraturan Pengganti Undang-Undang tentang Pemerintahan daerah. Pada Bab (PERPU) No. 4 Tahun 1950 tentang I, pasal 1 UU dikatakan bahwa daerah pembentukan Provinsi Sumatera negara RI tersusun atas tiga tingkatan, Tengah. Jumlah kabupaten di Sumaetra yakni provinsi, kabupaten (kota besar), Tengah yaitu: Sumatera Barat dijadikan dan desa (kota kecil, negeri, marga, dan delapan di Riau dijadikan empat dan di sebagainya. Dalam merespon keluarnya Jambi tetap dua. Jumlah kabupaten ini undang-undang tersebut maka kemudian dikukuhkan oleh dibentuklah Panitia Desentralisasi pemerintahan provinsi pada Sumatera Tengah, yang bertugas pertengahan tahun 1950. Pembagian merancang bentuk dan jumlah Jumlah kabupaten yang tidak seimbang pemerintahan tingkat kabupaten dan di Sumatera Tengah ini membawa desa (atau daerah terendah) yang ideal permasalah bagi daerah. Jumlah untuk Sumatera Tengah. kabupaten di Riau dan Jambi lebih Keputusan Panitia Desentalisasi sedikit dibandingkan kabupaten yang pada tanggal 25 November 1948 yaitu: berada di Sumatera Barat. Hal inilah Pertama, daerah kewedanan dan salah satunya jadi tuntutan masyarakat

36

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985

Riau untuk lepas dari dominasi orang Gubernur Kepala Daerah dari dua atau Sumatera Barat dalam Pemerintahan sebanyak-banyaknya empat calon yang Sumatera Tengah. diajukan DPRD.” Penentangan DPRST itu DPRD mengadakan sidang pleno akhirnya dilanjutkan dengan aksi boikot yang pertama tanggal 2 September terhadap acara pelantikan Ruslan yang 1950. Dewan legislatif memutuskan direncanakan akan diselenggarakan untuk mengajukan mosi yang dikenal tanggal 23 Desember 1950 (Asnan, dengan nama “Mosi Tan Tuah”. Anggota 2011:139). dewan menilai gubernur gagal dalam Sehubungan dengan penolakan tugasnya dan tidak memiliki DPRST terhadap pengangkatan Ruslan kemampuan dalam mewujudkan Mulyoharjo, beberapa tokoh Riau harapan daerah. Hal ini menimbulkan mengambil sikap sendiri yang membuat ketidak percayaan kepada Gubernur mereka berhadapan dengan Sumatera Mohammad Nasrun, yang memang Barat. Penolakan terhadap Ruslan ditunjuk dan diangkat oleh pusat. dikatakan sangat menyinggung Konsekuensinya penandatangan mosi perasaan warga Riau, sebab di mata oleh anggota dewan meminta kepada orang Riau itu sudah sangat tepat. pemerintahan pusat agar mengganti Ruslan adalah figur yang sangat tepat gubernur Mohammad Nasrun dengan memimpin Sumatera Tengah, dia netral, salah satu dari empat calon yang mereka tidak mewakili Sumatera Barat, Riau ajukan. Mulanya, Mendagri pada bulan atau Jambi. Ahmat Suka, wakil Riau Juli 1950 mengganti Nasrun dengan S. J. dalam DPRST dan juga di Dewan St. Mangkuto. Pada bulan November Pemerintahan Daerah (DPD) telah 1950, mengganti St. Mangkuto dengan mengikuti berbagai kegiatan Ruslan Ruslan Mulyoharjo sebagai acting sejak ‘acting’ gubernur itu belum gubenur. Keputusan pemerintah pusat dilantik, tanggal 21 Desember 1950. itu ditentang oleh anggota DPRST. Empat calon yang diajukan DPRST Mereka menginginkan yang diangkat sebagai pengganti Moh. Nasrun sebagai adalah gubernur definitif dan itu Gubernur Sumatera adalah tokoh-tokoh haruslah salah satu dari calon yang dari Sumatera Barat. Jadi pengangkatan mereka ajukan. Tuntutan itu mereka Ruslan, di mata orang Riau adalah juga kemukakan karena UU No. 22/1948 sebagai wakil dari warga Riau dan Jambi mengatakan, “Presiden mengangkat

37

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

yang tidak mendapat tempat di mata kepada mereka. Kesadaran itulah anggota DPRST (Asnan, 2007: 220) mempercepat munculnya keberanian Perjuangan Keluar dari Sumatera untuk menyuarakan keinginan Tengah membentuk sebuah Provinsi Riau. Setelah pengakuan kedaulatan RI, Kaum-kaum terpelajar ini rakyat berharap dengan UU N0. 22 membentuk suatu Badan Kongres Tahun 1948, Pemerintahan Daerah Pemuda Riau (BKPR) yang dapat diatur dengan sebaik-baiknya. berkedudukan di tanggal 17 Akan tetapi masyarakat daerah merasa Oktober 1954. Para pengurusnya terdiri kecewa disebabkan pelaksanaan UU No. dari Yahya Qahar, Atan bin Mat, H. Abdul 22 Tahun 1948 tidaklah sebagaimana Hamid Yahya, Anas Bey, Wan Mochtar yang diharapkan dan politik Hasan, Mahmud, Umar Awaluddin. kepegawaian yang menurut anggapan BKPR terus memotivasi pemuda Riau di orang-orang di daerah tidak sehat. beberapa daerah utuk mengadakan (Nevins, 1958: 6) pertemuan-pertemuan yang intinya Kekecewaan masyarakat Riau memperjuangkan berdirinya Provinsi dipelopori oleh kaum terpelajar Riau. Pada tanggal 17-19 Oktober 1957, umumnya terdiri dari murid-murid di Gedung Setia Darma Pekanbaru, setingkat SLTP, SLTA, dan mahasiswa. dilaksanakan Kongres Pemuda Pelajar Mereka ini adalah sekelompok warga dan Mahasiswa Mayarakat Riau se masyarakat yang telah menyadari . Kongres ini menuntut adanya ketimpangan dalam Pemerintahan Republik Indonesia agar pembangunan daerah serta pembagian secepat mungkin membentuk Provinsi jatah daerah. Sebagian besar telah Riau dengan cara melaksanakan melihat dengan langsung keadaan di Undang-undang Darurat No. 19 Tahun Sumatera Barat, sebagian lagi melihat 1957. bagaimana keadaan di daerah provinsi Selain suara kaum terpelajar, suara lain, seperti di Pulau Jawa. Tidak itu saja, tuntutan pembentukan Provinsi Riau berbekal ilmu pengetahuan yang juga berasal dari Kelompok tokoh mereka miliki, mereka juga telah politisi Riau yang mulai matang dalam mengikuti perkembangan pemerintahan kancah perpolitikan. Di antaranya yaitu: daerah dan nasional lewat surat kabar Ma’rifat Marjani, Umar Amin Husein, dan radio. Ini semua mengantarkan dan Hanafi, mereka inilah yang dengan

38

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985 gigih menyampaikan suara rakyat Riau. Moelyohardjo dan kemudian Mereka ini pulalah, bersama melakukan mengangkat Ahmad Husein menjadi perjuangan dengan mengadakan lobby- “Ketua Daerah” pada tanggal 20 lobby khusus dengan para petinggi Desember 1956. Daerah Sumatera negeri negeri . Ma’rifat Mardjani Tengah telah dikuasai oleh golongan putra daerah Riau kelahiran Taluk militer yang menamakan dirinya Dewan Kuantan ini, duduk mewakili Riau dari Banteng yang dipimpin oleh Letkol Partai Perti. Perjuangan menuntut Ahmad Husein. Otonomi Tingkat I Provinsi Riau Pada tanggal 15 Februari 1958 dilakukan dengan kerjasama antara malam, Dewan Banteng Ma’rifat Mardjani dan Badan memproklamirkan berdirinya Penghubung Panitia Persiapan Provinsi Pemerintahan Revolusioner Republik Riau (P3R). (Bunari, 2009:75) Indonesia (PRRI) melalui RRI Usaha memperjuangkan Bukittinggi. Hal ini berarti pembentukan Provinsi Riau ini tidak pemberontakan terhadap NKRI telah hanya dilakukan melalui kongres rakyat dimulai. Tindakan Dewan Banteng yang Riau saja, tetapi juga diperjuangkan memproklamirkan berdirinya PRRI, pada Tingkat DPRDS dan Parlemen. membuat pemerintahan pusat di Jakarta Dalam proses penyelesaian persoalan segera mengambil langkah untuk Riau ini, terjadi peristiwa-peritiwa yang menghentikan pemberontakan daerah menyebabkan lambatnya proses tersebut dan memutuskan untuk segera pemisahan diri Keresidenan Riau dari merealisasikan UU Darurat No. 19 Sumatera Tengah. Salah satunya yaitu Tahun 1957, dengan tujuan memecah meletusnya peristiwa Dewan Banteng di kekuatan PRRI. Sumatera Tengah yang berkelanjutan Riau Pascakeluar dari Sumatera dengan meletusnya pemberontakan Tengah PRRI. Keluarnya UU No.19/1957 tentang Ketika masyarakat Riau berjuang pembentukan Provinsi Riau yang untuk berpisah dari Sumatera Tengah, ditandatangani oleh Soekarno pada saat itu pula Dewan Banteng bertindak tanggal 19 Agustus 1957, membuat para sendiri dengan mengambil alih tokoh Riau di Jakarta sibuk untuk segera pemerintahan daerah Sumatera Tengah merealisasikannya. Diantara kegiatan di dari tangan Gubernur Ruslan Jakarta adalah menentukan tokoh yang

39

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

bakal menjadi Gubernur Riau sebagai Gubernur Riau. Pada akhirnya pilihan salah satu simbol keberadaan provinsi jatuh kepada Mr. S.M. Amin bukan Riau yang baru. Beberapa kalangan putera daerah Riau ia menghabiskan membuat hitungan siapa putra daerah masa kecil dan remajanya di Kepulauan yang layak menjadi gubernur. Pencarian Riau. Pelantikan Mr. S.M Amin sebagai putera daerah yang layak untuk Gubernur KDH Provinsi Riau dilakukan memimpin daerah Riau yang akan pada tanggal 5 Maret 1958 di segera terbentuk ini mengalami kendala. Tanjungpinang, oleh Menteri Dalam Minimnya pendidikan daerah di Riau Negeri yang diwakili oleh Sekjen Mr. masa Sumatera Tengah membuat putera Sumarman. Pengangkatan S.M Amin daerah masih sedikit yang memiliki sebagai Gubernur Riau pertama pendidikan tinggi. Hal ini juga penyebab merupakan kompromi pemerintah orang-orang Riau hanya sedikit pusat dengan berbagai pertimbangan, menduduki posisi jabatan di daerah termasuk soal putra daerah. (Biro ketika berada di bawah pemerintahan Perencanaan dan Perundang-Undangan Sumatera Tengah. Mencari siapa yang Kantor Gubernur Kepala Daerah Prop. layak untuk menjadi pemimpin di Riau. (Lembaran Daerah Prop. Riau, daerah yang baru terbentuk ini akan 1959-1962). menjadi sulit karena keterbatasan Lahirnya Riau menjadi sebuah pengalaman yang dimiliki putera Provinsi bersamaan dengan terjadinya daerah. pergolakan daerah yaitu berdirinya Pertimbangan pengalaman pada PRRI tahun 1958 di berbagai daerah akhirnya pilihan jatuh kepada Sis wilayah RI. Tidak terkecuali juga di Tjakradingrat yang bukan putra daerah wilayah Provinsi Riau daratan (terutama Riau. Pengalamannya memimpin daerah Pekanbaru) (Yusuf, 2002:12). Seiring Riau dengan jabatan Residen Riau 1956 mulai amannya situasi di daerah, akan dapat memahami aspirasi daerah. muncul wacana mengenai pemindahan Oleh karena itu Wan Ghalib ibukota Provinsi Riau ke Pekanbaru. mengusulkan Sis Tjakradingrat sebagai Pemerintah (Menteri Dalam Negeri) Gubernur Riau kepada Ketua mulai memikirkan penetapan ibukota Penghubung Pembentukan Provinsi Provinsi Riau secara sungguh-sungguh. Riau. Tetapi yang jadi masalah Presiden Sehubungan dengan hal ini, Pemerintah tidak menghendakinya menjadi (Menteri Dalam Negeri) mengirimkan

40

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985 kawat No. Sekr. 15/15/6 tanggal 30 menerima hasil penelitian Badan Agustus 1958 kepada Gubernur Riau Penasihat, Menteri Dalam Negeri yang meminta agar Dewan Penasihat mengeluarkan Keputusan No. Des. Gubernur segera mengajukan 52/1/44-25 tanggal 20 Januari 1959, pertimbangan kepada Menteri Dalam yang menetapkan Pekanbaru sebagai Negeri mengenai pemindahan ibukota ibukota yang baru. Pemindahan ibukota Daerah Swatantra Tingkat I Riau dari Provinsi Riau ke Pekanbaru Tanjungpinang ke Pekanbaru dengan dilaksanakan di bawah pemerintahan mempertimbangkan pula bahwa di Kaharuddin Nasution. Rombongan daratan ada tiga daerah swatantra pemindahan dimulai pada awal Januari tingkat dua dan satu kotapraja (Ghalib, 1960. 1980: 89). Keberadaan S.M. Amin sebagai Selain itu ada faktor yang lebih Gubernur Riau hanya berjalan dua penting dari Pekanbaru untuk dijadikan tahun. Dalam kepemimpinannya SM. ibukota Provinsi, yaitu perkembangan Amin juga giat menyuarakan desakan Pekanbaru yang semakin pesat. untuk segera merealisasikan Berkembangnya ladang-ladang pelaksanaan otonomi daerah, pertambangan minyak di Riau Daratan. kesempatan memperoleh hasil minyak, Sehingga pemindahan ibukota provinsi dan penempatan putera daerah dalam ini akan lebih memudahkan pengawasan berbagai lapangan di daerah Riau. S. M. sumber ekonomi yang menjanjikan Amin dalam pidatonya di depan tersebut. Salah satunya adalah ladang Konferensi Daerah juga lantang dalam minyak Minas yang telah berproduksi mengkritik kebijakan pemerintahan sejak tahun 1952. Ladang minyak Minas pusat. Keberanian S.M. Amin ini salah ini penghasil minyak terbesar di satu penyebab pemerintahan pusat Indonesia. memutuskan untuk mengganti S.M. Berdasar angket langsung yang Amin sebagai Gubernur Riau dengan dibuat panitia Panitia Penyelidik Letkol Kaharuddin Nasution. Selain itu, Penetapan ibukota Daerah Swatantra keinginan militer untuk terjun ke dalam Tingkat I Riau, diambil ketetapan bahwa dunia politik juga amat terasa, Pekanbaru dipilih sebagai ibukota. Hasil sementara S.M. Amin sendiri adalah angket ini langsung disampaikan kepada seorang sipil. Kaharuddin Nasution Menteri Dalam Negeri. Setelah

41

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

menggantikan S.M. Amin selaku memulihkan keamanan di daerah Riau gubernur Provinsi Riau. dari sisa-sisa pengaruh PRRI. Fenomena partisipasi militer ke Berdasarkan Penpres No. 6 Tahun 1959, dalam dunia politik sudah ada semenjak struktur pemerintahan pemerintahan tahun-tahun pertama Republik mengalami perubahan. Gubernur S.M. Indonesia berdiri. Tahun 1958, militer Amin digantikan oleh Letkol Kaharuddin diakui sebagai kekuatan politik Nasution yang dilantik di Gedung “golongan fungsionil”. Semenjak masa Sekolah Pei Ing Pekanbaru pada tanggal itu dengan cepat partisipasi militer di 6 Januari 1960. Dilantiknya Letkol dalam politik dan pemerintahan menjadi Kaharuddin Nasution sebagai Gubernur, semakin mantap, terutama sesudah maka struktur pemerintah Daerah militer dalam waktu singkat mengatasi Tingkat I Riau dengan sendirinya krisis nasional PRRI. Pengangkatan mengalami perubahan. Badan Penasehat Gubernur dari kalangan militer Gubernur Kepala Daerah dibubarkan berhubungan dengan letak daerah Riau dan ibukota mulai dipindahkan. Sesuai yang strategis berhadapan langsung Penpers No. 6 Tahun 1959, aparatur dengan negara Singapura dan Malaysia, pemerintahan daerah mulai dilengkapi. demi keamanan daerah maka pemilihan Untuk menindak lanjuti Penpres No. militer sebagai kepala daerah adalah 6/1959, seluruh Bupati Kepala Daerah keputusan yang tepat. Selain itu, sumber diganti. Formasi bupati yang baru yaitu: ekonomi Riau juga menjadi alasan Dt. Harunsyah sebagai Bupati Kampar, dipilihnya militer yang direstui oleh Zalik Aris sebagai Bupati Bengkalis, M. pemerintahan pusat. Masnoer sebagai Bupati Indragiri, dan Keberhasilan Kaharuddin Nasution M. Adnan Kasim sebagai Bupati selaku Komandan Baret Merah RPKAD Kepulauan Riau (Biro Humas Setda (Resimen Pasukan Komando Angkatan Provinsi Riau, 2014: 15). Penggantian Darat) membebaskan Pekanbaru dari seluruh struktur pemerintahan daerah cengkraman PRRI pada tanggal 12 Riau ini bertujuan untuk menghapus Maret 1958, membuat Pemerintahan pengaruh PRRI dalam pemerintahan pusat untuk memutuskan mengangkat Riau. Karena sebagian besar Riau Kaharuddin Nasution sebagai Gubernur Daratan di kuasai oleh PRRI dan Riau. Kaharuddin Nasution yang berasal pemerintahan daerah kabupaten tunduk dari militer dianggap mampu untuk

42

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985 kepada kekuasaan pada masa PRRI ketegangan-ketegangan antara berkuasa. Gubernur Riau dengan pemuka-pemuka Pada tanggal 14 April 1960 Badan masyarakat Riau. Dari segi politis, Pemerintah Harian dilantik dengan ketegangan dengan tokoh-tokoh Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri masyarakat tersebut berpangkal pada No. PD. 6/2/12-10. Badan Pemerintah masalah politik kepegawaian, yang telah Harian beranggotakan: Wan Ghalib, berjalan beberapa tahun. Gubernur , dan A. Muin Sadjoko (Biro Kaharuddin Nasution terlalu banyak Humas Setda Provinsi Riau, 2014: 15). memberikan kedudukan kunci kepada Pada tanggal 25 April 1962 diangkat orang-orang yang dianggap tidak seorang Wakil Gubernur kepala Daerah, mempunyai itikad baik terhadap Riau. yaitu Dt. Wan Abdurrahman yang Ketegangan bertambah dengan semula menjabat Walikota Pekanbaru, ditangkapnya Wakil Gubernur Dt. Wan jabatan Walikota dipegang oleh Tengku Abdurrachman yang difitnah oleh PKI Bay. BPH yang semula hanya atas keterlibatanya dalam gerakan beranggotakan tiga orang, ditambah membentuk negara RPI (Republik menjadi lima orang. Dua orang yang Persatuan Indonesia). Akibatnya Dt. ditambahkan adalah A. Karim Said dari Wan Abdurrachman diberhentikan dari PNI dan M. Yusuf, B.A., dari PKI. jabatannya dengan hak pensiun. Masuknya unsur-unsur Nasionalis dan Berkat demonstrasi angkatan 66 Komunis dalam tubuh BPH disebabkan Riau yang dipelopori oleh KAMI, KAPPI, saat itu sudah merupakan ketentuan KASI, KAGI, dan unsur ORBA lainnya di yang tidak tertulis, bahwa semua aparat DPRDS Tingkat I Riau yang mendesak pemerintahan harus berintikan pemerintahan pusat untuk mencopot “NASAKOM” (Nasionalis, Agama, kedudukan Kaharuddin Nasution Komunis). Penpers No. 6 Tahun 1959 sebagai gubernur dan menggantinya diganti dan disempurnakan dengan dengan Arifin Achmad, membawa babak Undang-undang No. 18 Tahun Tahun baru dalam perjalanan Riau selanjutnya. 1965 tentang Pokok-pokok Arifin Achmad adalah putra daerah Pemerintahan Daerah. (Tim Universitas pertama yang menjadi Gubernur Riau. Riau, 2006: 99). Arifin Achmad menduduki jabatan dua Pada tahun akhir masa jabatan kali periode masa pemerintahan orde Gubernur Kaharuddin Nasution, terjadi baru.

43

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

Gubernur Daerah Provinsi Riau Pembangunan ideologi dan politik Arifin Achmad diangkat berdasarkan SK di Propinsi Riau sejalan dengan Menteri Dalam Negeri No U.P.6/1/36- kebijakan pemerintahan pusat. Salah 260 tanggal 24 Februari 1969. SK satu diantara langkah-langkah Menteri Dalam Negeri tersebut terpenting yang telah dilakukan oleh diperbaharui dengan SK Presiden RI pemerintahan orde baru adalah di Nomor 146/M/1969 tanggal 17 bidang penataan kelembagaan atau November 1969. Masa jabatan pertama rekonstruksi institusionil, yang berlangsung sejak pelantikan Arifin disesuaikan dengan jiwa dan makna Achmad sebagai Gubernur Kepala ketentuan-ketentuan dalam Undang- Daerah Tingkat I Provinsi Riau pada Undang 1945. Maka ditetapkanlah tanggal 4 Maret 1967 sampai tanggal 4 struktur pemerintahan Daerah Tingkat Maret 1972. Masa jabatan kedua Arifin II se Propinsi: Abdul Rakhman Hamid Achmad ditetapkan kembali sebagai sebagai Walikota Madya Kdh Tk. II Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau Pekanbaru, R. Soebrantas Bupati Kdh Tk berdasarkan SK Presiden RI Nomor II Kampar, Himron Saheman sebagai 171/M/1972 tanggal 29 November Bupati Kdh Tk. II Bengkalis, Dullah 1972. Upacara pelantikan/pengambilan Harsono sebagai Bupati Kdh Tk. II sumpah jabatan dilaksanakan pada Indragiri Hulu, Firman Eddy SH. sebagai tanggal 5 Desember 1972 oleh Menteri Bupati Kdh Tk. II Kepulauan Riau, Dalam Negeri Letnan Jenderal Drs.Baharuddin Yusuf sebagai Bupati Amirmachmud atas nama Presiden RI di Kdh Tk. II Indragiri Hilir. muka sidang Pleno Istimewa DPRD Pada awal masa jabatan Gubernur Provinsi Riau (Propinsi Daerah Tingkat I Arifin Achmad, fungsi Sekretaris Daerah Riau, 1978: 16) dijabat berturut-turut oleh M. Yoebhar Gambar 1. Pelantikan Gubernur dan T. Mohammad. Sekrataris Daerah Riau Tahun 1972 oleh Menteri Dalam Provinsi Riau dari tahun 1968-1975 Negeri Letnan Jenderal Amirmachmud dijabat oleh Ismail Suko melalui proses di muka sidang Pleno Istimewa DPRD pencalonan dan pemilihan oleh Dewan Provinsi Riau Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau Sumber: Arsip Provinsi Daerah dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Tingkat I Riau Negeri No. Pemda. 8/3/43-256 tanggal 17 oktober 1968. Jabatan tersebut

44

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985 dipegangnya hingga tanggal 31 Januari Soebrantas merupakan pejabat Riau 1975 (Propinsi Daerah Tingkat I Riau, pertama yang direkrut dari daerah, yang 1978: 35) pada mulanya sebagai Bupati Kampar. Selama kepemimpinan periode Masa Pemerintahan Soebrantas relatif pertama dari Arifin Achmad berkuasa pendek, memerintah selama periode 9 merasa senang, tetapi pada periode Juni-2 Oktober 1980. Kol. H.R. kedua terjadi pergeseran-pergeseran Soebrantas meninggal karena sakit. Isu yang kurang memuaskan bagi banyak yang tersebar karena disantet. Setelah masyarakat. Mengenai rekrutmen Kol. H.R. Soebrantas meninggal, kepemimpinan calon-calon pemimpin sementara kursi Gubernur Riau dijabat untuk daerah ini pada level Eselon I/II oleh Prapto Prayitno, yang menjabat kurang mantap dipersiapkan dan sebagai Dirjen Pemerintahan Umum dan rekrutmen pada level Eselon III/IV yang Otonomi Daerah (PUOD) dan terakhir umurnya jauh lebih muda. Seperti sebagai Duta Besar RI di Swiss. Pada jabatan Ismail Suko yang merupakan masa ia menjadi Pejabat Gubernur Riau, putera daerah Riau yang berpengalaman sejumlah tokoh pendidikan di Riau sebagai Sekretaris Wilayah/Daerah mengusulkan kepada Sekjen Depdikbud Tingkat I Riau dari tahun 1968-1975. agar ia dikukuhkan sejak sebagai Arifin Achmad tidak memberi Gubernur Riau definitif. (Biro Humas kesempatan pada Ismail Suko untuk Setda Prop. Riau, 2014:30). Namun menjabat kembali pada periode kedua pemilihan Kepala Daerah juga kepemimpinannya. Ismail Suko bergantung kepada kemauan digantikan oleh Sjafruddin Lubis tahun pemerintahan pusat. Kepala Daerah 1975. yang akan diangkat adalah tokoh yang Berakhirnya Pelaksanaan tugas direstui (dikirim) oleh pusat atau Arifin Achmad selaku Gubernur Provinsi dengan kata lain para pengganti pejabat Riau selama dua priode, pelaksanaan yang akan mundur sebetulnya sudah Pemerintahan Daerah dilanjutkan oleh dipersiapkan terlebih dahulu. Brigjen Purn R. Soebrantas Siswanto Pemerintahan pusat telah sebagai Gubernur Riau ke empat (1978- mempersiapkan Mayjen TNI H. Imam 1980). Soebrantas bukan putra daerah Munandar sebagai Gubernur Riau masa Riau, namun perjuangannya banyak jabatan 1980-1985. Berita akan dilakukan di Sumatera terutama di Riau. didudukannyanya Imam Munandar

45

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

sebagai Gubernur Riau memberi reaksi Gubernur Riau (Arsil, 2002: 20). negatif terhadap berita ini. Reaksi Begitulah cara orde baru memainkan negatif tersebut muncul di kalangan monopolitik kekuasaan di daerah. pemuka masyarakat Riau, Imam Selanjutnya proses pencalonan berjalan Munandar dinilai memiliki reputasi yang lancar, sampai akhirnya mantan buruk. Mereka memandang karakter, Panglima Halilintar Mayjen TNI H. Imam sifat, dan pembawaan Imam Munandar Munandar terpilih dan dilantik menjadi tidak cocok untuk memimpin Riau. Gubernur Riau periode 1980-1985. Penolakan masyarakat dan DPRD Riau Berdasarkan SK Presiden Republik semakin mengkristal bahkan muncul Indonesia No. 124/M Tahun 1980 tekad untuk menolak pencalonan Imam tanggal 24 September 1980 Mayor Munandar. Ketua DPD Golongan Karya Jenderal Imam Munandar diangkat Provinsi Riau, Kol. Purn H. Abbas Jamil, menjadi Gubernur Kepala Daerah bersama Sekretaris DPD Golongan Karya Tingkat I Riau. Selanjutnya Imam Provinsi yang juga menjabat FKP DPRD Munandar mengadakan pengangkatan Provinsi Riau, H. Thamrin Nasution , dan Kepala Daerah Tingkat II Provinsi Riau, semua anggota Fraksi Karya yaitu pengangkatan Bupati sesuai Pembangunan di DPRD Riau sepakat dengan keputusan DPRD No. untuk mengambil sikap serupa. 5/Kpts.DPRD/1981 mengangkat Mendagri Mayjen TNI Purn. H. Ibrahim Arsyad, S.H sebagai Amirmachmud memanggil Mohammad Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat Adnan Kasim dan Kol. Purn. H. Abbas II Pekanbaru yang dilantik tanggal 29 Jamil dan H. Thamrin Nasution untuk Juli 1981 dan mengangkat kembali mengadakan pertemuan di Jakarta. Dullah Harsono, S.H. sebagai Bupati Thamrin sudah bertemu Sekmil Kepala Daerah Tingkat II Indragiri Hulu Presiden yang menegaskan bahwa Imam untuk masa jabatan ke dua yang dilantik Munandar sebagai Gubernur pilihan tanggal 26 September 1981. Dengan pusat yang tidak bisa ditolak. Imam telah dilantiknya kedua Kepala Daerah Munandar dipertemukan dengan di atas maka Kepala Daerah Tingkat II seluruh anggota FKP di gubernuran Riau dalam Provinsi Daerah Tingkat I Riau di Pekanbaru. Tahmrin menegaskan, kesemuanya telah berstatus definitif. merekalah yang akan memastikan Sartono Hadisumarto sebagai Bupati perjalan Imam Munandar menjadi Kdh Tk. II Kampar, Drs. Bakir Alie

46

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985 sebagai Bupati Kdh Tk II Indragiri Hilir, membelah buluh, artinya satu bagian Murwanto sebagai Bupati Kdh Tk. II diangkat dan bagian lainnya di Kepulauan Riau, Dullah Harsono sebagai berhentikan. Tokoh-tokoh masyarakat Bupati Kdh Tk. II Indragiri Hulu, Ibrahim Riau melalui anggota DPRD dan DPR RI Arsyad sebagai Walikotamadya Kdh Tk asal pemilihan Riau menyampaikan II Pekanbaru, Drs Wan Dahlan Ibrahim kepada Mendagri Supardjo Rustam dan sebagai Walikota Administratif Dumai pemimpin tingkat Pusat yang terkait (Propinsi Daerah Tingkat I Riau, lainnya agar periode berikutnya Imam 1981/1982: A1- A6). Munandar tidak dicalonkan kembali, Dalam pengangkatan kepala dan memilih calon yang lebih berpihak daerah Tingakat II Provinsi Riau, Imam kepada rakyat. Dominasi pemerintahan Munandar tidak memperioritaskan pusat yang kuat, tidak menanggapi putera daerah Riau untuk menduduki suara -suara masyarakat yang tidak jabatan tersebut. Kepala daerah berasal setuju. Suara masyarakat Riau ibarat dari luar daerah, seperti pengangkatan angin lalu. Orang Riau hanya bisa Sartono Hadisumarto sebagai Bupati meminta-minta, tidak seberani orang- Kampar, Murwanto sebagai bupati orang Aceh, Minangkabau, Irian dan Kepulauan Riau dan Dullah Harsono sebagainya yang berani memberontak sebagai bupati Indragiri Hulu, semuanya dominasi pemerintahan pusat di berasal dari daerah Jawa. Begitu juga daerahnya. Anggapan pemerintah pusat dengan pengangkatan kepala kantor terhadap SDM Riau yang tak bermutu, wilayah dan kepala-kepala dinas lebih sehingga aspirasi orang Riau tidak diutamakan orang-orang yang bisa diprioritaskan. Padahal orang Riau mendekatkan diri kepada Imam sangat ingin putera daerah Riau bisa jadi Munandar yang sebagian besar juga Gubernur Riau dan calon-calon yang bukan putera daerah Riau. memang bisa diandalkan. Kebijaksanaan Imam Munandar dalam Rasa tidak senang terhadap Imam pemerintah Riau yang berhubungan Munandar semakin mengkristal dan dengan bidang kemasyarakatan, mengental. Masalah-masalah yang membuat tokoh-tokoh Riau banyak yang muncul antara lain adalah pengangkatan kurang berkenan. Seperti memberikan Drs. Baharuddin Yusuf (Mantan Bupati jabatan dalam pemerintahan daerah, Indragiri Hilir) sebagai sekwilda yang Imam Munandar menerapkan sistem tidak mengacu pada senioritas (antara

47

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

lain Asisten II Drs. H. Rivaie Rachman), Pada setiap pertemuan, tokoh Riau tidak diprioritaskannya putra daerah mendiskusikan perkembangan situasi Riau dalam pengangkatan kepala-kepala dan membulatkan tekad untuk kantor wilayah dan kepala-kepala dinas menentang kebijakan pemerintahan provinsi, memberikan kewenangan pusat atas pencalonan Imam Munandar berlebih kepada beberapa pejabat yang untuk periode 1985-1990. Thamrin menjilat kepada Imam Munandar, mengadakan komunikasi dengan DPP campur tangan secara otoriter dalam Golongan Karya, dan mengemukakan rumah tangga Golongan Karya, bahkan kepada Sekjen DPP Golongan Karya tidak menghormati tokoh-tokoh tua (Sarwono Kusumaatmadja) bahwa yang terpandang dalam masyarakat mereka sudah menyiapkan calon, yaitu Riau. Sehingga muncul gagasan agar Ismail Suko. Pemilihan Gubernur Senin Imam Munandar tidak dicalonkan pagi, 22 September 1985 dilaksanakan kembali sebagai gubernur untuk periode di ruang sidang DPRD Tingkat I Provinsi kedua. Riau. Hasil pemilihan Gubernur Riau Gerakan perlawanan akhirnya dimenangkan oleh calon yang tidak muncul sebagai konsekuensi dari diunggulkan yaitu Drs. Ismail Suko akumulasi masalah-masalah di atas. dengan memperoleh suara lebih banyak Pada bulan september 1984 sejumlah dari calon yang diunggulkan, Mayjen tokoh Riau, baik yang berdomisili di TNI Purn Imam Munandar Pekanbaru maupun yang berdomisili di (perbandingan suara 19:17). Jakarta mengadakan pertemuan rahasia Situasi seusai pemilihan sungguh di Hotel Riau untuk membahas mencekam dan menakutkan, khususnya presfektif dan prospek kepemimpinan bagi Ismail Suko dan kelompok 19. daerah di Provinsi Riau. Hasil Mereka menjadi simbol perlawanan pertemuan tersebut dituangkan dalam sekaligus menjadi sasaran peluru. bentuk surat aspirasi yang Adanya laporan dari utusan Imam ditandatangani oleh tiga tokoh Riau Munandar yang menemui L.B. Moerdani yaitu Akil, Samad, dan Tambusai. (Asril, di Jakarta yang mengatakan Bahwa FKP 2002: 29-30). Mungkin karena surat DPRD Riau adalah orang-orang yang tersebut dianggap sebagai aspirasi yang anti-ABRI dan anti-Jawa. Usai mendapat dapat dikendalikan, pemerintah tidak laporan tersebut L.B. Moerdani langsung segera memberi respon. menghadap Presiden Soeharto dan

48

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985 mengatakan bahwa Mensesneg/Ketua kedudukan dalam birokrasi Umum DPP Golongan Karya pemerintahan. Sehingga tuntutan akan bertanggungjawab terhadap anggota kepemimpinan putra daerah yang FKP DPRD Riau yang mempermalukan didamba-dambakan hanyalah sebuah anak buah L.B. Moerdani, yaitu Imam isapan jari belaka. Munandar. Hal ini menjadi dasar bagi Simpulan Soedharmono untuk meminta Ismail Kelahiran Provinsi Riau karena Suko mengundurkan diri. Akhirnya perjuangan rakyat ditengah-tengah Thamrin menyetujui agar Ismail Suko usaha memperjuangkan keutuhan mundur. Selanjutnya, Thamrin meminta negara Indonesia. Pembentukan Soedharmono agar tidak melakukan Provinsi Riau, ditetapkan dengan recalling terhadap anggota dewan yang Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun tidak memberikan suara kepada Imam 1957, yang ditandatangani oleh Munandar. Akhirnya Soedharmono Presiden Soekarno tanggal 19 Agustus memberikan jaminan bahwa 18 teman 1957 di Bali, yang berisi tentang Thamrin tidak akan di recall dan Ismail pembentukan daerah-daerah Tingkat I, Suko akan menjadi anggota MPR RI yaitu Sumatera Barat, Jambi dan Riau. dalam Pemilu 1987. Baharuddin Yusuf Pembentukan Provinsi Riau ini berawal bersama Ismail Suko menemui dari adanya ketidakpuasan masyarakat Soedharmono di Sekretariat Negara Riau ketika Riau digabungkan dalam pada 9 September 1985 dengan maksud Pemerintahan Sumatera Tengah mengundurkan diri. Dengan demikian, berdasarkan UU No. 10 Tahun 1948, Penetapan Mayjen TNI Imam Munandar, Ketidakpuasan diantaranya yaitu S.H sebagai Gubernur Riau segera adanya pembagian jumlah kabupaten dilakukan. Pelantikan dijadwalkan 3 yang tidak seimbang antardaerah di oktober 1985 oleh Menhankam Jenderal Sumaetra Tengah, jumlah kabupaten di TNI Purn. Poniman (Asril, 2002: 52-57) Sumatera Barat lebih banyak dari pada Masa orde baru dengan di Riau. Ketidakpuasan juga dilihat dari memainkan budaya patronase tindakan- dominasi orang Sumatera Barat dalam tindakan sebagian dari masyarakat yang menduduki jabatan strategis dalam melakukan perlawaan terhadap pemerintahan. keputusan pemerintahan pusat dapat Berdasarkan hal-hal tersebut, dipatahkan dengan cara memberikan timbullah hasrat dan kesadaran rakyat

49

NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7 (1) (2020): 31-51

untuk mempunyai daerah otonom ditingkat Pemerintahan daerah Tingkat I tersendiri dalam lingkungan NKRI. dan Tingkat II Provinsi Riau di dominasi Masalah pembentukan Provinsi Riau oleh orang-orang yang bukan putera mulai dibicarakan dalam Konferensi daerah Riau. Keadaan Riau ketika PNI di Rengat pada tahun 1953. Usaha menjadi sebuah Provinsi sama saja memperjuangkan pembentukan dengan ketika berada di Sumatera Provinsi Riau ini tidak hanya dilakukan Tengah. Harapan masyarakat Riau untuk melalui kongres rakyat Riau saja, tetapi dipimpin oleh putra daerah jika keluar juga diperjuangkan pada Tingkat DPRDS dari Provinsi Sumatera Tengah tidaklah dan Parlemen. Dalam proses terwujud. Permasalah-permasalah penyelesaian persoalan Riau ini, terjadi ketidak adilan yang dirasakan ketika peristiwa-peritiwa yang menyebabkan berada di Sumatera Tengah tetap terjadi lambatnya proses pemisahan diri ketika Riau sudah menjadi sebuah Keresidenan Riau dari Sumatera provinsi. Ketika Riau berada dalam Tengah. Salah satunya yaitu meletusnya pemerintahan Provinsi Sumatera peristiwa Dewan Benteng di Sumatera Tengah, masyarakat Riau masih bisa Tengah yang berkelanjutan dengan bersuara lantang menuntut ketidak meletusnya pemberontakan PRRI. adilan yang terjadi. Namun ketika Setelah menjadi sebuah provinsi, berpisah dari Provinsi Sumatera Tengah terjadi peralihan kekuasaan di Riau dari Riau tidak bisa berbuat apa-apa, Pemerintahan Sumatera tengah ke dikarenakan kebijakan yang dibuat oleh tangan Pemerintahan Pusat. pemerintahan pusat. Pemerintahan pusat memainkan monopoli kekuasaannya, dengan DAFTAR PUSTAKA mendominasi dalam pembangunan Allan Nevins. 1958. Ringkasan Documenta Historica Perjuangan politik dan ekonomi di Provinsi Riau. Rakyat Riau membentuk Provinsi. Masyarakat Riau kehilangan hak-hak Pemda Provinsi Riau politiknya sejak Riau berdiri menjadi Asnan, Gusti. 2006. Pemerintahan sebuah Provinsi, gubernur Riau yang Daerah Sumatera Barat Dari VOC Hingga Reformasi. Yogyakarta: PT. diangkat adalah orang-orang pilihan Citra Pustaka. pemerintahan pusat. Begitu juga dengan Asnan, Gusti. 2007. Memikir Ulang Regionalisme Sumatera Barat penempatan jabatan pemerintahan Tahun 1950-an. Jakarta: Yayasan daerah dan jabatan legislatif baik Obor.

50

Destra Wati, Nopriyasman , Wannofri Samry Riau Pascakeluar Dari Sumatera Tengah 1957-1985

Asril, Zaili dkk. Peristiwa 2 September 1985. 2004, Tragedi Riau Suwardi MS, dkk. 2006. Sejarah Menegakkan Demokrasi. Perjuangan Rakyat Riau II 1942- Yogyakarta: PT. Adicipta Karya 2002 buku II. Pekanbaru: PT. Sutra Nusa. Benta Perkasa.

Biro Perencanaan dan Perundang- Tim Universitas Riau. 2006. Sejarah Undangan Kantor Gubernur Kepala Riau, Masa Revolusi Kemerdekaan- Daerah Prop. Riau. Lembaran Orde Baru. Pekanbaru: PT. Sutra Daerah Prop. Riau (Berita Resmi Benta Perkasa. Prop. Riau) Djilid I Tahun 1959- 1962. Undang-Undang No. 61 Tahun 1958

Biro Humas Setda Prop. Riau. 2014. Yusuf, Ahmad dkk. 2006. Sejarah Gubernur Riau dari Masa ke Masa. Perjuangan Rakyat Riau I 1942- 2002 buku I. Pekanbaru: PT. Sutra Bunari. 2009. “Ma'rifat Marjani Sebagai Benta Perkasa. Salah Seorang Pendiri Provinsi Riau.” Lentera, Jurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial. Vol 1, No 02.

Dep. Penerangan. 1953. Propinsi Sumatera Tengah. Djakarta.

Ghalib, Wan. 1980. Sejarah Kota Pekanbaru. Pekanbaru: Pemerintahan Daerah Tingkat II Pekanbaru.

Lutfi, Muchtar. 1998. Sejarah Riau. Pekanbaru: Team Penyusunan dan Penulisan Sejarah Riau UNRI.

Propinsi Daerah Tingkat I Riau. 1978. Memori Pelaksanaan Tugas Arifin Achmad). Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Riau 1966-1978. Pekanbaru: PD. Percetakan Riau

Propinsi Daerah Tingkat I Riau. Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau kepada DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Riau Tahun 1981/1982.

Sutjiatiningsih, Sri. 1999. Kepuluan Riau Pada Masa Dollar. Jakarta: CV. Ilham Bangun Karya. 51