UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PAGODA ( paniculatum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus DAN Staphylococcus epidermidis

SKRIPSI

Oleh:

NOVITA RAHAYU 1701012125

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN 2019 UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PAGODA (Clerodendrum paniculatum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus DAN Staphylococcus epidermidis

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Oleh:

NOVITA RAHAYU 1701012125

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN 2019 HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus DAN Staphylococcus epidermidis Nama Mahasiswa : Novita Rahayu Nomor Induk Mahasiswa : 1701012125

Menyetujui

Medan, 27 September 2019

Pembimbing I Pembimbing II

(Ihsanul Hafiz, S.Farm., M.Si., Apt) (Yettrie Bess C. Simarmata, S.Farm., M.Si., Apt)

Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi dan Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan

(H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si., Apt.) NIDN: 0125096601 Telah diuji pada tanggal : 27 September 2019

Panitia Penguji Skripsi Ketua : Ihsanul Hafiz, S.Farm., M.Si., Apt Anggota : 1. Yettrie Bess C. Simarmata, S.Farm., M.Si., Apt 2. Mandike Ginting, S.Si., M.Si., Apt HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi dan Kesehatan umum Institut Kesehatan Helvetia Medan. 2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing dan masukan tim penguji. 3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Medan, September 2019 Yang membuat pernyataan,

Materai Rp. 6000

Novita Rahayu 1701012125

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Nama : Novita Rahayu Tempat Tanggal Lahir : Pantan Sile 26 November 1996 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Anak Ke : 2 dari 3 bersaudara Nama Ayah : Ismail Nama Ibu : Irawati

II. Riwayat Pendidikan Tahun 2002-2008 : SD Negeri 4 Kute Panang Tahun 2009-2011 : SMP Negeri 10 Takengon Tahun 2012-2014 : SMA Negeri 1 Takengon Tahun 2015-2017 : D3 Farmasi Institut Kesehatan Helvetia Medan Tahun 2017-2019 : Mengikuti Pendidikan S1 Farmasi di Institut Kesehatan Helvetia Medan

ABSTRAK

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN PAGODA (Clerodendrum paniculatum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus DAN Staphylococcus epidermidis

NOVITA RAHAYU 1701012125 Program Studi S1 Farmasi

Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan kesehatan di masyarakat yang sulit diatasi secara tuntas. Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Penyakit yang timbul karena adanya infeksi oleh bakteri salah satunya adalah jerawat yang disebabkan oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) adalah tanaman yang biasa di tanam di pekarangan rumah, taman dan tepi jalan sebagai tanaman hias tetapi ternyata memiliki khasiat obat. Daun bunga pagoda mengandung beberapa senyawa yang bersifat antibakteri seperti flavonoid, tanin dan triterpenoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pagoda terhadap bakteri yang umumnya menginfeksi jerawat yaitu Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Jenis penelitian ini eksperimental dengan metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etanol 70%. Sampel penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pagoda dengan pengenceran konsentrasi 5%, 10% dan 20%. Uji daya hambat menggunakan metode difusi cakram. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pagoda memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ditandai dengan hasil uji statistik yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol negatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pagoda memiliki aktivitas antibakteri terahadap bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dan memiliki respon dengan kategori kuat.

Kata Kunci : Daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.), Ekstrak, Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis

i

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Seiring shalawat dan salam penulis sampaikan keharibaan junjungan besar Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau semoga kelak mendapat limpahan safaat beliau. Adapun judul Skripsi adalah :”Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) Terhadap Pertumbuhan Bateri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga terutama kepada kedua orang tua Ayahanda dan Ibunda yang telah tulus ikhlas memberikan kasih sayang, cinta, do’a, perhatian, dan dukungan moril maupun materil yang telah diberikan selama ini. Dan penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan serta fasilitas sehingga skripsi ini dapat disusun, antara lain penulis sampaikan kepada : 1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku Pembina Yayasan Helvetia Medan. 2. Iman Muhammad, SE., S.Kom., M.M., M.Kes., selaku ketua Yayasan Helvetia Medan. 3. Dr. H. Ismail Efendy, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia Medan. 4. H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Kesehatan Institut Kesehatan Helvetia Medan. 5. Adek Chan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi. 6. Ihsanul Hafiz, S.Farm., M.Si., Apt., selaku Pembimbing I yang senantiasa menyediakan waktu dan tenaga dalam memberikan pengarahan, bimbingan serta memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. 7. Yettrie Bess C. Simarmata, S.Farm., M.Si., Apt., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing penulis selama penyusunan Skripsi ini. 8. Mandike Ginting, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyelesaikan Skripsi ini. 9. Seluruh Staf Dosen Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama pendidikan. 10. Rekan-rekan mahasiswa program Studi S1 Farmasi yang telah memberikan motivasi dalam membantu penyelesaian skripsi ini.

iii

Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini kiranya Allah SWT dapat melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi sempurnanya skripsi ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pemikiran yang berupa kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis juga mengharapkan skripsi ini menjadi sesuatu yang berarti bagi ilmu pengetahuan.

Medan, September 2019 Penulis

Novita Rahayu

iv

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK ...... i ABSTRACK ...... ii KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL...... vii DAFTAR GAMBAR ...... viii DAFTAR LAMPIRAN ...... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...... 1 1.2. Perumusan Masalah ...... 5 1.3. Hipotesis Penelitian ...... 5 1.4. Tujuan Penelitian ...... 6 1.5. Manfaat Penelitian ...... 6 1.6. Kerangka Pikir Penelitian ...... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunga Pagoda ...... 8 2.1.1. Nama ...... 8 2.1.2. Klasifikasi ...... 8 2.1.3. Morfologi tanaman pagoda ...... 9 2.1.4. Khasiat tanaman pagoda ...... 9 2.1.5. Kandungan kimia pagoda ...... 10 2.2. Bakteri ...... 10 2.2.1. Propionibacterium acnes ...... 12 2.2.2. Staphylococcus aureus ...... 13 2.2.3. Staphylococcus epidermidis ...... 14 2.3. Antibakteri ...... 15 2.3.1. Mekanisme kerja antibakteri ...... 15 2.3.2. Metode pengujian antibakteri ...... 16 2.3.2.1. Metode Difusi ...... 17 2.3.2.2. Metode Dilusi ...... 18 2.4. Antibiotik ...... 19 2.4.1. Bakterisidal ...... 19 2.4.2. Bakteriostatik ...... 20 2.5. Klindamisin ...... 20 2.6. Simplisia ...... 20 2.7. Ekstrak ...... 21 2.8. Ekstraksi ...... 21 2.9.1. Metode ekstraksi ...... 22 2.9.1.1. Cara dingin ...... 22 2.9.1.2. Cara panas...... 22

v

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ...... 24 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian...... 24 3.2.1. Tempat penelitian ...... 24 3.2.2. Waktu penelitian ...... 24 3.3. Sampel ...... 24 3.4. Alat, Bahan dan Media ...... 24 3.4.1. Alat...... 24 3.4.2. Bahan dan media ...... 25 3.5. Prosedur Kerja ...... 25 3.5.1. Pengumpulan sampel ...... 25 3.5.2. Pembuatan ekstrak etanol daun pagoda ...... 25 3.5.3. Sterilisasi alat ...... 26 3.5.4. Pembuatan media MHA...... 26 3.5.5. Pembuatan standar kekeruhan larutan (Larutan Mc. Farland) ...... 26 3.5.6. Pembuatan suspensi bakteri ...... 27 3.5.6.1. Suspensi bakteri Propionibacterium acnes .... 27 3.5.6.2. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus ...... 27 3.5.6.3. Suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis 27 3.5.7. Pengenceran ekstrak etanol daun pagoda ...... 27 3.5.8. Uji daya hambat ekstrak etanol daun pagoda ...... 28 3.5.9. Pengolahan data ...... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ...... 29 4.2. Hasil Uji Antibakteri ...... 29 4.3. Pembahasan Uji antibakteri ...... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...... 36 5.2. Saran ...... 36

DAFTAR PUSTAKA ...... 37 LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Ekstrak Etanol Daun Pagoda Terhadap Bakteri ...... 29 Tabel 4.2 Kategori Zona Hambat Bakteri ...... 31

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian ...... 7 Gambar 2.1. Tanaman Bunga Pagoda ...... 9 Gambar 2.2. Bentuk Sel Bakteri ...... 11 Gambar 2.3. Propionibacterium acne ...... 13 Gambar 2.4. Staphylococcus aureus ...... 14 Gambar 2.5. Staphylococcus epidermidis ...... 15 Gambar 4.1. Hasil uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pagoda ...... 30

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Surat Permohonan Pengajuan Judul Skripsi ...... 40 Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian ...... 41 Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ...... 42 Lampiran 4. Lembar Bimbingan Proposal ...... 43 Lampiran 5. Lembar Bimbingan Skripsi ...... 45 Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian ...... 47 Lampiran 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibakterium acnes ...... 51 Lampiran 8. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus ...... 52 Lampiran 9. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis ...... 53 Lampiran 10. Hasil Pengukuran Zona Hambat ...... 54 Lampiran 11. Perhitungan ...... 55 Lampiran 12. Hasil Uji Statistika Aktivitas Antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acnes ...... 57 Lampiran 13. Hasil Uji Statistika Aktivitas Antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus ...... 59 Lampiran 14. Hasil Uji Statistika Aktivitas Antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis ...... 61

ix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan kesehatan di masyarakat yang sulit diatasi secara tuntas. Penyakit ini paling banyak diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia. Istilah infeksi menggambarkan pertumbuhan atau replikasi mikroorganisme didalam tubuh inang. Penyakit timbul bila infeksi menghasilkan perubahan pada fisiologi normal tubuh. Penyakit karena infeksi dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia (1). Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri.

Bakteri merupakan mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop (2).

Penyakit yang timbul karena adanya infeksi oleh bakteri salah satunya adalah jerawat. Jerawat biasanya muncul pada permukaan kulit wajah, leher, dada dan punggung pada saat kelenjar minyak pada kulit terlalu aktif sehingga pori- pori kulit akan tersumbat oleh timbunan lemak yang berlebihan. Jika timbunan itu bercampur dengan keringat, debu dan kotoran lain, maka akan menyebabkan timbunan lemak dan bintik hitam diatasnya yang disebut komedo. Pada komedo terdapat bakteri, maka terjadilah peradangan yang dikenal dengan jerawat yang ukurannya bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar serta berwarna merah, kadang-kadang bernanah serta menimbulkan rasa nyeri. Bakteri yang umumnya menginfeksi jerawat adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis (3).

1

2

Bakteri Propionibacterium acnes merupakan bakteri gram-positif anaerob yang dapat menyebabkan inflamasi pada kulit. Bakteri ini merupakan organisme utama yang berperan dalam pembentukan jerawat (4).

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang hidup dipermukaan tubuh individu sehat tanpa membahayakan, terutama sekitar hidung, mulut, alat kelamin, dan rectum. Namun, ketika kulit kita mengalami luka atau tusukan, bakteri ini akan masuk melalui luka dan menyebabkan infeksi (5).

Staphylococcus epidermidis merupakan salah satu bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti anggur dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini tidak patogen pada kondisi normal, tetapi bila terjadi perubahan kondisi kulit, maka bakteri tersebut berubah menjadi invasive. Bakteri Staphylococcus epidermidis umumnya dapat menimbulkan penyakit pembengkakan (abses) seperti infeksi kulit atau jerawat (1).

Bakteri-bakteri ini menimbulkan efek yang berbeda. Propionibacterium acnes menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit yang akan menyebabkan terjadinya inflamasi jaringan sehingga mendukung terbentuknya acne. Staphylococcus aureus menyebabkan infeksi termasuk jerawat yang menghasilkan nanah. Sedangkan Staphylococcus epidermidis berkembang pada kelenjar sebaceous dan tersumbat, akan menghasilkan zat-zat yang akan menyebabkan iritasi pada daerah sekitarnya selanjutnya akan membengkak, pecah dan kemudian menyebarkan radang ke jaringan kulit (6).

Obat antibakteri yang banyak beredar di pasaran mengandung antibiotik sintetik seperti eritromisin dan klindamisin, namun tidak sedikit yang memberikan

3

efek samping seperti iritasi, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan resistensi bahkan kerusakan organ dan imuno hipersensitivitas. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan antibiotik sebagai terapi jerawat menaikan prevalensi terjadinya resistensi pada bakteri (7). Oleh karena itu, diperlukan pencarian senyawa antibakteri alami yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap manusia, yaitu dengan memanfaatkan zat aktif pembunuh bakteri yang terkandung dalam tanaman (8).

Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antibakteri adalah tanaman bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.). Tanaman bunga pagoda

(Clerodendrum paniculatum L.) adalah tanaman milik Clerodendrum di antara 580 spesies yang berbeda dan tersebar luas di , Afrika, Amerika, dan

Australia. Beberapa spesies dari genus ini telah digunakan dalam pengobatan tradisional di Asia dan Afrika. , Cina, Korea, Thailand dan Jepang adalah

Negara yang telah menggunakan beberapa spesies dari genus ini dalam praktek medis (9). Bagian terpenting dari tanaman bunga pagoda yang digunakan sebagai bahan obat yaitu daun, bunga dan akar. Akar rasanya pahit, sifatnya dingin, daun rasanya asam, agak kelat, sifatnya netral, bunga rasanya manis, sifatnya hangat

(10).

Secara empiris tanaman genus Clerodendrum digunakan untuk pengobatan rematik, asma, inflamasi, batuk, infeksi serofulous, penyakit kulit, penurun demam, penyakit Beriberi, diabetes, hipertensi, jaundice, tifoid, sifilis, tumor, ascariasis, gonoroe, dispepsia, dan batu ginjal. Tanaman genus Clerodendrum

4

memiliki efek sedatif, astringensia, diuretik, antibakteri, dan dapat digunakan sebagai antidotum keracunan ikan (11).

Pada penelitian ini sampel yang akan digunakan adalah daun dari tanaman bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.). Hasil skrining fitokimia pada ekstrak etanol daun pagoda mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain:

Flavonoid, steroid/triterpenoid tanin dan glikosida (12). Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada tumbuhan yang memiliki aktivitas biologis seperti antimikroba, antivirus, antiaterosklerosis, kardioprotektif, antiulcerogenik, sitotoksik, antineoplastik, mutagenik, antidiabetes, anti-inflamasi, antioksidan, anti-penuaan, antihepatotoksik, antihipertensi, hipolipidemik dan antiplatelet (13).

Flavonoid berkecenderungan mengikat protein sehingga dapat mengganggu proses metabolisme bakteri. Pada konsentrasi rendah tanin berfungsi sebagai bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi tinggi tanin berfungsi sebagai antimikroba dengan cara mengkoagulasi protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri (4).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Joseph J., dkk. ekstrak daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) dengan ekstraksi yang berbeda menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap berbagai bakteri gram negatif yaitu

Salmonella newport, Escherichia coli dan Vibrio parahaemolyticus. Ekstrak alkohol memiliki aktivitas antibakteri yang baik terhadap Salmonella newport dan ekstrak air memiliki aktivitas antibakteri yang baik terhadap Escherichia coli serta ekstrak petroleum eter, kloroform, dan etil asetat menunjukkan aktivitas antibakteri yang baik terhadap Vibrio parahaemolyticus (14).

5

Hasil penelitian Praveen, M. dkk. Menyimpulkan bahwa ekstrak metanol dan kloroform daun Clerodendrum paniculatum L. menunjukkan aktivitas antimikroba yang efektif terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Candida albicans (15).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pagoda

(Clerodendrum paniculatum L.) terhadap pertumbuhan bakteri

Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

1.2. Perumusan Masalah

a. Apakah ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)

memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri

Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus

epidermidis?

b. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum

paniculatum L.) mempunyai efek optimum sebagai antibakteri terhadap

pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus,

dan Staphylococcus epidermidis?

1.3. Hipotesis Penelitian

a. Ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) memiliki

aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium

acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

6

b. Konsentrasi ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)

dapat memberikan efek optimum terhadap pertumbuhan bakteri

Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis yaitu pada konsentrasi 20%.

1.4. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pagoda

(Clerodendrum paniculatum L.) terhadap pertumbuhan bakteri

Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

epidermidis.

b. Untuk mengetahui konsentrasi berapakah yang paling efektif menghambat

aktivitas bakteri terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes,

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

1.5. Manfaat Penelitian

Untuk memperoleh data ilmiah mengenai aktivitas ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) terhadap bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang dapat memperkuat kegunaan dan manfaat dari daun pagoda. Serta dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan peningkatan pengetahuan dan menjadi bahan kajian lebih lanjut.

7

1.6. Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Pagoda Ekstrak Etanol Terhadap Bakteri Pengukuran Daun Pagoda 5%, Propionibacterium acnes, Berdasarkan Zona

10% dan 20% Staphylococcus aureus dan Hambat Staphylococcus epidermidis.

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bunga Pagoda

Tanaman bunga pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) adalah jenis tanaman yang termasuk dalam genus Clerodendrum. Di Indonesia terdapat 17 tanaman dari genus Clerodendrum yang tumbuh, yaitu C. calamitosum, C. colebrookianum, C. deflexum, C. disparifolium, C. haematolasium, C. indicum, C. infortunatum, C. intermedium, C. japonicum, C. laevifolium, C. minahassae, C. myrmecophila, C. nutans, C. paniculatum, C. umbratile, dan C. Villosum dan C.

Serratum (11).

2.1.1. Nama

a. Nama ilmiah : Clerodendrum paniculatum L.

b. Nama daerah : Tumbak raja (Bali), Singgugu (Sunda), Srigunggu (Jawa),

Tinjau handak (Lampung), Punggur tosek (Madura).

c. Nama asing : Pagoda flower (Inggris), Bai jek hong (Cina) (16) .

2.1.2. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta

Class : Magnoliophyta

Ordo :

Family : Verbenaceae

Genus : Clerodendrum

Species : Clerodendrum paniculatum L. (12).

8

9

2.1.3. Morfologi tanaman pagoda

Tumbuhan ini berbentuk perdu meranggas dengan tinggi mencapai 1-3 m.

Batangnya dipenuhi rambut halus. Daun tunggal, bertangkai, letak berhadapan.

Helaian daun berbentuk bulat telur melebar, pangkal daun berbentuk jantung, panjangnya dapat mencapai 30 cm. Bunga majemuk berwarna merah, terdiri atas bunga kecil-kecil yang berkumpul membentuk piramid, muncul dari ujung tangkai. Buahnya bulat. Biji berbentuk bulat telur, permukaan beralur jala, dan berwarna putih. Akar tunggang dan berwarna putih kotor (17) . Bunga pagoda dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Tanaman Bunga Pagoda

2.1.4. Khasiat tanaman pagoda

Akar bunga pagoda berkhasiat sebagai antiradang, peluruh kencing, menghilangkan bengkak, dan menghancurkan darah beku, sakit pinggang, nyeri pada rematik, tuberkulosis paru yang disertai batuk berdarah, wasir berdarah, berak darah, susah tidur, dan bengkak akibat terbentur benda keras.

10

Daun berkhasiat sebagai antiradang dan mengeluarkan nanah. Bunga berkhasiat sebagai sedatif, menghentikan perdarahan, penambah darah pada penderita anemia, keputihan, wasir berdarah dan susah tidur (18).

2.1.5. Kandungan kimia pagoda

Hasil skrining fitokimia ekstrak daun pagoda dengan berbagai pelarut menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder. Pada pelarut air ekstrak daun pagoda teridentifikasi senyawa flavonoid, glikosida dan protein.

Pada pelarut petroleum eter teridentifikasi senyawa alkaloid, kumarin, fitosterol, flavonoid, glikosida, protein, saponin, steroid dan terpenoid. Pada pelarut kloroform teridentifikasi senyawa karbohidrat, kumarin, flavonoid, glikosida, fenol, fitosterol, kuinin, protein, saponin, steroid dan terpenoid. Pada larutan aseton teridentifikasi senyawa alkaloid, flavonoid, fenol, dan terpenoid. Pada larutan etanol ekstrak daun pagoda teridentifikasi senyawa alkaloid, flavonoid, fenol, protein, kuinin, steroid dan terpenoid (19).

2.2. Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop, mikroorganisme tersebut akan nampak.

Ukuran bakteri berkisar anatara panjang 0,5 sampai 10 µ dan lebar 0,5 sampai 2,5

µ tergantung dari jenisnya (µ = 1 mikron = 0,001 mm).

Walaupun terdapat beribu jenis bakteri, tetapi hanya beberapa karakteristik bentuk sel yang dikemukakan yaitu:

a. Bentuk bulat atau cocci (tunggal = coccus ),

b. Bentuk batang atau bacilli (tunggal = bacillus),

11

c. Bentuk spiral atau spirilli (tunggal = spirillum),

d. Bentuk koma atau vibrios (tunggal = vibrio).

Sel-sel ini dapat dijumpai dalam keadaan tunggal, berpasangan, tetrad, kelompok kecil, gerombolan atau rantai (20).

Gambar 2.2. Bentuk sel Bakteri

Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram

(klasifikasi ini dilakukan oleh ahli histology Hans Christian gram) dan struktur dinding bakteri, bakteri diklasifikasikan menjadi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

a. Bakteri gram positif memiliki dinding sel mengandung peptidoglikan yang

tebal serta diikuti pula dengan adanya ikatan benang-benang teichoic acid

dan teichoronic acid, pada umumnya berbentuk bulat (coccus), pada

pewarnaan gram bakteri ini berikatan dengan zat warna utama yaitu

Gentian Violet dan tidak luntur bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol

dan dibawah mikroskop tampak berwarna ungu.

b. Bakteri gram negatif mengandung sedikit sekali ikatan peptidoglikan dan

tidak terdapat ikatan benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid,

pada umumnya berbentuk batang (basil), pada pewarnaan gram bakteri

12

jenis ini tidak mampu berikatan dengan zat warna utama yaitu Gentian

Violet dan luntur bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol dan dibawah

mikroskop tampak berwarna merah apabila di beri zat warna safranin (21).

2.2.1. Propionibacterium acnes a. Klasifikasi

Domain : Protophyta

Class : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

family : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Species : Propionibacterium acne b. Sifat dan morfologi

Propionibacterium acnes adalah termasuk gram-positif berbentuk batang, tidak berspora. Propionibacterium acnes pada umumnya tumbuh sebagai anaerob obligat. Beberapa jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan pertumbuhan lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionat, sebagaimana ia mendapatkan namanya (22).

Bakteri Propionibacterium acnes menyebabkan akne dengan menghasilkan lipase yang mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang menyebabkan sebum menjadi padat. Jika produksi sebum bertambah, bakteri

Propionibacterium acnes juga akan bertambah banyak yang keluar dari kelenjar sebasea, karena bakteri ini merupakan pemakan lemak (23). Bakteri

Propionibacterium acnes dapat dilihat pada gambar 2.2.

13

Gambar 2.3. Propionibacterium acne

2.2.2. Staphylococcus aureus a. Klasifikasi

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Family : Streptococccaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus b. Sifat dan morfologi.

Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk kokus berukuran garis tengah sekitar 1 µm yang pada pewarnaan bersifat gram-positif, jika dilihat dibawah mikroskop berbentuk seperti kelompok anggur. Staphylococcus aureus tidak aktif bergerak dan tidak membentuk spora. Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada tubuh manusia yang terdapat pada kulit, konjungtiva, hidung, faring, mulut, usus bagian bawah, uretra anterior dan vagina.

Staphylococcus aureus dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, emfisema,

14

infeksi tulang dan sendi maupun endokarditis. Staphylococcus aureus berperan pada banyak infeksi kulit misalnya acne dan impetigo (24). Bakteri

Staphylococcus aureus dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.4. Staphylococcus aureus

2.2.3. Staphylococcus epidermidis a. Klasifikasi

Phylum : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus epidermidis b. Sifat dan morfologi

Staphylococcus epidermidis adalah bakteri gram-positif. Sel-sel berbentuk bola, berdiameter 0,5-1,5 µm, terdapat dalam tunggal dan berpasangan dan secara khas membelah diri pada lebih dari satu bidang sehingga membentuk gerombolan yang tak teratur. Anaerob fakultatif, tumbuh lebih cepat dan lebih banyak dalam keadaan aerobik. Suhu optimum 35-40 C. Terutama berosiasi dengan kulit,

15

selaput lendir hewan berdarah panas (25). Bakteri Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.5. Staphylococcus epidermidis

2.3. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada aktivitas zat antibakteri adalah pH, suhu stabilitas senyawa tersebut, jumlah bakteri yang ada, lamanya inkubasi dan aktivitas metabolisme bakteri (26).

2.3.1. Mekanisme kerja antibakteri

Mekanisme zat antibakteri dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri umumnya dapat menyebabkan perubahan pada komponen makromolekul dari bakteri. Mekanisme kerja antibakteri yaitu dengan cara sebagai berikut:

a. Merusak struktur dinding sel bakteri dengan cara menghambat

pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk.

16

b. Menggangu keutuhan atau fungsi membran sel mikroba yang akan

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. Membran

sitoplasma berfungsi mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel,

mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain dan membran

memelihara integritas komponen-komponen selular.

c. Menghambat sintesis protein sel mikroba dengan mendenaturasi protein

dan asam-asam nukleat yang dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki

kembali.

d. Mengganggu metabolisme sel mikroba dengan menghambat enzim

didalam sel yang dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau

matinya sel.

e. Menghambat sintesis asam nukleat dan protein dengan cara menggangu

pembentukan atau fungsi DNA, RNA dan protein yang memegang

peranan penting dalam kehidupan normal sel, gangguan pada

pembentukan dan fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan

total pada sel (27).

2.3.2. Metode pengujian antibakteri

Pada pengujian antibakteri ini diukur respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antibakteri. Kegunaan uji antibakteri adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat dua metode pokok uji antibakteri terhadap penentuan kepekaan bakteri patogen yaitu difusi dan dilusi. Adapun macam-macam metode pengujian tersebut sebagai berikut:

17

2.3.2.1. Metode difusi a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)

Metode ini untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi

agen antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami

mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikrorganisme oleh agen

antimikroba pada permukaan media agar. b. E-test

Metode ini untuk mengestimasi KHM (kadar hambat minimum) yaitu

konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Metode ini menggunakan strip plastik yang

mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan

diletakkan pada permukaan media Agar yang telah ditanami mikroorganisme.

Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang

menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan

mikroorganisme pada media Agar. c. Ditch-plate technique

Sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat

dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah

secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah

parit yang berisi agen antimikroba.

18

d. Cup-plate technique

Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media

Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut

diberi agen antimikroba yang akan diuji. e. Gradient-plate technique

Konsentrasi agen antimikroba pada media Agar secara teoritis bervariasi dari

0 hingga maksimal. Media Agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan.

Campuran kemudian dituang kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi

miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang diatasnya. Plate diinkubasi selama

24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan

media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah

mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang

total pertumbuhan mikroorganismemaksimum yang mungkin dibandingkan

dengan pembandingpertumbuhan hasil goresan (28).

2.3.2.2. Metode dilusi a. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM

(kadar hambat minimum) dan MBC (minimum bactericidal concentration)

atau KBM (kadar bunuh minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan

membuat seri pengenceran agen antimiroba pada medium cair yang

ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar

terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan

sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya di

19

kultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen

antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang ditetapkan

terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM. b. Metode dilusi padat/solid dilution test

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media

padat (solit). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen

antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji

(28).

2.4. Antibiotik

Antibiotik adalah segolongan zat yang dihasilkan oleh cendawan atau bakteri yang dapat menentang atau mematikan cendawan atau bakteri lain (29).

Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik. Resistensi merupakan dampak negatif dari pemakaian antibiotik yang irasional, penggunaan antibiotik dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaian tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat status obat yang tidak jelas, serta pemakaian antibiotik secara berlebihan (30).

2.4.1. Bakterisidal

Bakterisidal merupakan aktivitas antibiotik yang dapat membunuh mikroba. Contoh antibiotik yang bersifat bakterisidal antara lain aminoglycoside, beta-lactam, metronidazole, kuinolon, rifampicin, pirazinamide, vancomycin, isoniazide dan bacitracin (31).

20

2.4.2. Bakteriostatik

Bakteriostatik merupakan aktivitas antibiotik yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. Contoh antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik antara lain chloramphenicol, clindamycin, ethambutol, macrolide, sulfonamide, tetracycline dan trimethoprim (31).

2.5. Klindamisin

Klindamisin bekerja dengan menghambat sintesis protein subunit 50s pada ribosom bakteri, sehingga mengganggu proses pembentukan rantai peptidoglikan bakteri. Klindamisin dapat menghambat protein bakteri, racun, enzim dan sitokinin didalam jaringan.

Klindamisin memiliki aktivitas yang tinggi terhadap berbagai bakteri fakultatif anaerob. Organisme gram positif yang rentan terhadap klindamisin adalah Actinomyces, Eubacterium, Lactobacillus, Peptostreptococcus, propionibacterium dan spesies Staphylococcus, termasuk strain yang resisten terhadap penisilin. Obat ini memiliki aktivitas yang lemah terhadap organisme gram negatif (32).

2.6. Simplisia

Dalam buku “Materia Medika Indonesia” ditetapkan definisi bahwa simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mangalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa

21

tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan isi selnya, atau senyawa tumbuhannya belum berupa senyawa kimia murni (33).

2.7. Ekstrak

Dalam buku Farmakope Indonesia Edisi IV, disebutkan bahwa:

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (33).

2.8. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat-zat dari bahan asal dengan mempergunakan cairan penarik atau pelarut. Tujuan utama ekstraksi ialah mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan dari zat-zat yang tidak berfaedah, agar lebih mudah dipergunakan (kemudahan diabsorbsi, rasa, pemakaian, dan lain-lain) dan disimpan dibandingkan simplisia asal, dan tujuan pengobatannya lebih terjamin (29).

22

2.8.1. Metode ekstraksi

2.8.1.1. Cara dingin a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

2.8.1.2. Cara panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. b. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruang (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

23

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air

(bejana infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit). e. Dekok

Dekok adalah infuse pada waktu yang lebih lama (≥30°C) dan temperatur sampai titik didih air (33).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan secara eksperimental yaitu untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu (34).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Sumatera Utara (USU).

3.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2019.

3.3. Sampel

Sampel penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pagoda dengan pengenceran konsentrasi 5%, 10% dan 20% dan bakteri Propionibacterium acnes,

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

3.4. Alat, Bahan dan Media

3.4.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah beaker glass (pyrex), kawat ose, erlenmeyer (pyrex), lampu bunsen, kaki tiga penyangga, cawan petridist (pyrex), autoclave, kertas label, korek api, cooton buds steril, oven

(Memmert UP400), pipet tetes (pyrex), pisau, kain lap, kertas padi, pinset, batang

24

25

pengaduk (Pyrex), labu ukur (pyrex), rotary evapirator (Rotavapor II BUCHI), tabung reaksi (pyrex), rak tabung reaksi, inkubator, kertas saring, tissu, asbes, jangka sorong, spatel, pipet mikro, kertas cakram dan timbangan.

3.4.2. Bahan dan media

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pagoda, etanol 70%, Natrium alginat, metil paraben, gliserin, dan aquadest, MHA

(Muller Hinton Agar), NaCl 0,9%, H2SO4 0,36 N, BaCl22H2O 1,175%, antibiotik klindamisin, DMSO dan Bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.

3.5. Prosedur Kerja

3.5.1. Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan tumbuhan dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun pagoda yang diambil dari tanaman yang tumbuh di halaman warga yang ada disekitar Takengon, Aceh Tengah.

3.5.2. Pembuatan ekstrak etanol daun pagoda

Proses ekstraksi bahan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Sebanyak 3 kg daun dibersihkan, dirajang, dijemur di bawah sinar matahari secara tidak langsung dan kemudian digiling untuk diperoleh serbuk simplisia. Serbuk simplisia dimaserasi selama 5 hari, yang mana sebanyak 500 g simplisia dimasukkan ke dalam toples kaca kemudian direndam menggunakan sebanyak 3.750 ml pelarut etanol 70% ditutup dengan aluminium foil selama 3 hari (sesekali diaduk) lalu disaring menggunakan

26

kertas saring dan diperoleh filtrat 1 dan ampas. Ampas direndam ulang dengan menggunakan sebanyak 1.250 ml pelarut etanol 70% selama 2 hari (sesekali diaduk) kemudian disaring menggunakan kertas saring dan diperoleh filtrat 2 dan ampas. Selanjutnya satukan filtrat 1 dan 2 pekatkan di rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental.

3.5.3. Sterilisasi alat

Alat-alat non gelas disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C. Sedangkan alat-alat gelas disterilisasi dengan oven suhu

160-170°C selama 2 jam. Kawat ose disterilkan dengan cara flambir di nyala bunsen (35).

3.5.4. Pembuatan media MHA

Pembuatan media MHA (Muller Hinton Agar) ditimbang sebanyak 9,5 g

(38g/1000 ml) dan masukkan ke dalam erlenmayer. Larutkan dengan aquadest sebanyak 250 ml dan dipanaskan diatas penangas air, ditutup dengan kapas.

Kemudian disterilkan ke dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C.

Kemudian dinginkan sampai suhu ± 40-45°C, media siap digunakan untuk pengujian pertumbuhan dan pembiakan bakteri.

3.5.5. Pembuatan standar kekeruhan larutan (Larutan Mc. Farland)

Larutan H2SO4 0,36 N sebanyak 99,5 ml dicampurkan dengan larutan

BaCl2.2H2O 1,175% sebanyak 0,5 ml dalam erlenmeyer. Kemudian dikocok sampai terbentuk larutan yang keruh. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar kekeruhan suspensi bakteri uji (35).

27

3.5.6. Pembuatan suspensi bakteri

3.5.6.1. Suspensi bakteri Propionibacterium acnes

Untuk membuat suspensi bakteri Propionibacterium acnes yaitu dengan cara biakan Propionibacterium acnes diambil dengan kawat ose steril, kemudian disuspensikan kedalam tabung reaksi yang berisi 10 ml NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan sama dengan standar kekeruhan larutan Mc. Farland.

3.5.6.2. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus

Untuk membuat suspensi bakteri Staphylococcus aureus yaitu dengan cara biakan Staphylococcus aureus diambil dengan kawat ose steril, kemudian disuspensikan kedalam tabung reaksi yang berisi 10 ml NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan sama dengan standar kekeruhan larutan Mc. Farland.

3.5.6.3. Suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis

Untuk membuat suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis yaitu dengan cara biakan Staphylococcus epidermidis diambil dengan kawat ose steril, kemudian disuspensikan kedalam tabung reaksi yang berisi 10 ml NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan sama dengan standar kekeruhan larutan Mc. Farland.

3.5.7. Pengenceran ekstrak etanol daun pagoda

Ditimbang ekstrak konsentrasi 20% dengan melarutkan 1 gram ekstrak kental dalam 5 ml DMSO, untuk konsentrasi 10% dilarutkan 1 ml dari ekstrak

20% dan di ad kan dalam 2 ml DMSO dan untuk konsentrasi 5% dilarutkan 0,5 ml dari ekstrak 20% di ad kan dalam 2 ml DMSO. Klindamisin sebagai kontrol positif. DMSO sebagai kontrol negatif.

28

3.5.8. Uji daya hambat ekstrak etanol daun pagoda

Uji daya hambat menggunakan metode difusi agar yaitu kertas cakram.

Disiapkan cawan petri yang telah disterilkan dengan autoclave. Masukkan 0,1 ml masing-masing suspensi bakteri uji. Tuangkan 20 ml media MHA dihomogenkan dan diamkan hingga agar mengeras. Kemudian diambil 5 buah kertas cakram menggunakan pinset yang sebelumnya dipanaskan diatas api bunsen. Dipipet sebanyak 250 µL masing-masing kertas cakram ekstrak yang telah ditentukan konsentrasi yaitu 5 %, 10%, 20%, DMSO sebagai kontrol negatif dan klindamisin sebagai kontrol positif selama 15 menit. Setelah itu diletakkan diatas permukaan media agar secara hati-hati menggunakan pinset dan ditandai setiap letak konsentrasi masing-masing. Lalu media diinkubasi dalam inkubator dengan suhu

37 °C selama 24 jam. Setelah itu diukur zona hambat yang terbentuk disekitar cakram menggunakan jangka sorong. Ditandai dengan zona bening disekitar cakram.

3.5.9. Pengolahan data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel yang merupakan hasil dari pengukuran zona hambat. Selanjutnya data yang diperileh dari hasil penelitian diolah dengan statistik yaitu uji Analysis of varian (ANOVA).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun pagoda terhadap bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-

Agustus 2019 di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Sumatra Utara.

Pada penelitian ini digunakan pelarut etanol 70% dan untuk ekstraksi menggunakan metode maserasi. Berat simplisia yang basah sebanyak 3 kg dan serbuk yang ditimbang untuk maserasi yaitu 500 g, rendemen simplisia diperoleh sekitar 16,67% menghasilkan ekstrak kental 153,7 g sehingga diperoleh rendemen ekstrak kental yaitu 30,74%.

4.2. Hasil Uji Antibakteri

Hasil rata-rata zona hambat uji antibakteri pada sampel ekstrak etanol daun pagoda dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Ekstrak Etanol Daun Pagoda Terhadap Bakteri Diameter Zona Hambat (mm) Kategori Zona Kelompok Propionibacterium Staphylococcus Staphylococcus acnes aureus epidermidis Hambat Kontrol (-) 0 0 0 Sangat Kontrol (+) 34,10 ± 0,00* 32,00 ± 0,00* 28,80 ± 0,00* Kuat Ekstrak 5% 12,07 ± 1,32* 14,30 ± 2,83* 13,23 ± 1,59* Kuat Ekstrak 12,33 ± 0,49* 12,43 ± 0,49* 13,03 ± 0,37* Kuat 10% Ekstrak 10,73 ± 0,63* 11,30 ± 0,69* 11,50 ± 1,09* Kuat 20% Keterangan: * (Berbeda secara signifikan terhadap kontrol negatif p ≤ 0,05)

29

30

Hambat

Zona

Konsentrasi

Gambar 4.1. Hasil Uji Antibakteri Ekstak Etanol Daun Pagoda

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pagoda memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat yaitu Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis ditandai dengan hasil uji statistik yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol negatif. Hasil pengukuran zona hambat dapat dilihat pada Lampiran 10.

4.3. Pembahasan Uji Antibakteri

Pada penelitian ini pengujian aktivitas antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis menggunakan metode difusi agar yaitu kertas cakram. Dasar pemilihan metode ini adalah karena cepat, mudah dan sederhana dalam pengerjaannya.

Kontrol negatif yang digunakan ialah larutan DMSO, karena DMSO tidak memberikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri. Dimetil sulfoksida (DMSO) adalah senyawa organosulfur, yang dapat melarutkan baik senyawa polar dan

31

nonpolar dan larut dalam berbagai pelarut organik maupun air, selain itu DMSO tidak bersifat toksik sehingga tidak akan menganggu pengamatan (36).

Kontrol positif yang digunakan adalah klindamisin. Klindamisin bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja klindamisin adalah dengan menghambat sintesis protein mikroorganisme dengan mempengaruhi sub unit ribosom 50S pada bakteri, sehingga menggangu proses pembentukan rantai peptidoglikan bakteri

(32). Untuk menilai kekuatan zona hambat bakteri dikategorikan menurut Davis dan Stout (1971) dapat dilihat pada tabel 4.2 (37).

Tabel 4.2. Kategori Zona Hambat Bakteri Zona Hambat Bakteri Kategori ≥ 20 mm Sangat kuat 10-20 mm Kuat 5-10 mm Sedang ≤ 5 mm Lemah Sumber : Suriaman,E dkk (2016)

Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pagoda dengan konsentrasi 5%, 10% dan 20% masing-masing memiliki zona hambat terhadap bakteri Propionibacterium acnes. Diameter zona bening rata-rata yang terbentuk disekitar kertas cakram pada masing-masing konsentrasi yaitu: 5% (12,07 mm),

10% (12,33 mm) dan 20% (10,73 mm). Masing-masing konsentrasi yaitu 5%,

10% dan 20% memiliki respon hambatan yang dikategorikan Kuat. Zona hambat terbesar dihasilkan pada ekstrak dengan konsentrasi 10% lalu kembali menurun daya hambatnya pada konsentrasi 20%.

Pada bakteri Staphylococcus aureus dari rata-rata zona hambat terbesar dihasilkan pada ekstrak dengan konsentrasi 5%. Diameter zona bening rata-rata yang terbentuk disekitar kertas cakram pada masing-masing konsentrasi yaitu: 5%

32

(14,30 mm), 10% (12,43 mm) dan 20% (11,30 mm) masing-masing konsentrasi memiliki respon yang dikatergorikan Kuat. Dari tabel dapat dilihat hasil dari rata- rata zona hambat ekstrak semakin tinggi konsentrasi maka zona hambat yang terbentuk semakin menurun.

Pada bakteri Staphylococcus epidermidis zona hambat terbesar juga terbentuk pada konsentrasi 5%. Diameter zona bening rata-rata yang terbentuk disekitar kertas cakram adalah 5% (13,23 mm), 10% (13,03 mm) dan 20% (11,50 mm) memiliki respon hambatan yang juga dikategorikan Kuat.

Dari ketiga bakteri zona hambat tidak lebih besar dari kontrol positif pada bakteri Propionibacterium acnes zona bening yang terbentuk yaitu 34,10 mm, pada bakteri Staphylococcus aureus zona bening yang terbentuk disekitar cakram yaitu 32,00 mm dan pada bakteri Staphylococcus epidermidis zona bening yang terbentuk disekitar cakram yaitu 28,80 mm. Masing-masing kontrol positif memiliki respon yang dikategorikan sangat kuat.

Diameter zona hambat tidak selalu naik sebanding dengan naiknya konsentrasi antibakteri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Armedita (2018) pada ekstrak etanol kulit batang Angsana (Pterocarpus indicus Willd) daya hambat tertinggi berada di titik tengah yaitu pada konsentrasi 50%, lalu kembali menurun daya hambatnya pada konsentrasi 75% tetapi tetap lebih besar dibanding dengan konsentrasi 25%. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan kecepatan difusi senyawa antibakteri pada media agar. Jenis dan konsentrasi senyawa antibakteri yang berbeda memberikan diameter zona hambat yang berbeda (38).

33

Fenomena yang sama juga terjadi pada hasil uji zona hambat yang dilakukan oleh Rahman (2012) pada ekstrak etil asetat meniran (Phyllanthus niruri Linn) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus konsentrasi

80% zona hambat yang terbentuk lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi

40%. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kepekatan stok konsentrasi 80% yang lebih pekat sehingga mengurangi daya difusi pada media Muller Hinton Agar.

Dengan demikian meskipun konsentrasi bertambah, tetapi banyaknya zat bioaktif yang dapat berdifusi kedalam medium lebih sedikit, sehingga pengaruhnya pada pembentukan zona hambat juga sedikit (39).

Ditinjau dari senyawa aktifnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh

Sinarsih (2016) bahwa adanya kinerja antibakteri yang tidak stabil pada konsentrasi tinggi kemungkinan disebabkan karena senyawa-senyawa metabolit metabolit sekunder umumnya memiliki batas kemampuan dalam bioaktivitasnya.

Sehingga pada peningkatan konsentrasi tertentu senyawa metabolit sekunder tidak memberikan peningkatan respon yang signifikan atau tidak berbeda nyata. Hal ini juga kemungkinan berkaitan dengan pelarut etanol yang digunakan dalam ekstrak.

Pelarut etanol merupakan pelarut yang memiliki spektrum luas untuk melarutkan senyawa dalam tumbuhan. Sifat tersebut mengakibatkan senyawa polar ataupun nonpolar yang tidak memiliki aktivitas antibakteri ikut terekstraksi. Pada saat tingkat konsentrasi ekstrak etanol daun tinggi, konsentrasi senyawa-senyawa yang tidak memiliki aktivitas antibakteri juga semakin tinggi sehingga menyebabkan laju difusi senyawa aktif menjadi berkurang sehingga kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga tidak maksimal (40).

34

Menurut WHO adapun faktor-faktor teknis yang mempengaruhi ukuran daya hambat pada metode difusi cakram, antara lain: kepekatan inokulum, waktu pemasangan cakram, suhu inkubasi, ukuran lempeng, ketebalan media agar, dan pengaturan jarak cakram antimikroba, potensi cakram anti mikroba, komposisi media (41).

Beberapa senyawa aktif antibakteri yang terkandung dalam tanaman ini dan diduga mempunyai daya hambat antibakteri antara lain seperti flavonoid, tanin, dan triterpenoid. Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, dan aseton.

Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur.

Senyawa-senyawa flavanoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Senyawa flavanoid dan turunanya memilki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antibakteri) dan anti virus bagi tanaman (41). Mekanisme kerja Flavonoid dengan cara merusak membran sel bakteri pada bagian fosfolipid sehingga mengurangi permeabilitas yang mengakibatkan bakteri mengalami kerusakan (42).

Senyawa tanin berperan sebagai antibakteri karena memiliki kemampuan membentuk senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen, jika terbentuk ikatan hidrogen antara tanin dengan protein maka protein akan terdenaturasi sehingga metabolisme bakteri menjadi terganggu (42).

35

Senyawa triterpenoid dapat menyebabkan terjadinya lisis pada sel bakteri dengan mengikat protein, lipid dan karbohidrat yang terdapat pada membran sel.

Triterpenoid dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroba dengan menggangu proses terbentuknya membran atau dinding sel, sehingga membran atau dinding sel terbentuk tidak sempurna bahkan dapat tidak terbentuk (43).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: a. Ekstrak etanol daun pagoda memiliki aktivitas antibakteri terhadap

pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis. b. Masing-masing konsentrasi (5%, 10% dan 20%) ekstrak etanol daun pagoda

pada hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium

acnes, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis memiliki

respon yang dikategorikan Kuat, sedangkan pada kontrol positif (Klindamisin)

memiliki respon yang dikategorikan Sangat Kuat.

5.2. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap ekstrak etanol daun pagoda sebagai antibakteri yang diperoleh dari metode lain contohnya metode dilusi agar dapat mengukur KHM (Kadar Hambat

Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dari ekstrak etanol daun pagoda.

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Qomar MS, Budiyanto MAK, Sukarsono, Wahyuni S, Husamah H. Efektivitas Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmannii [Ness.] BI) terhadap Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis. J Biota. 2018;4(1):12–8. 2. Mpila DA, Fatimawali, Wiyono WI. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mayana (Coleus atropurpureus [L] Benth) terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa secara In-Vitro. Pharmacon. 2012;1(1):13–21. 3. Pelen S, Wullur A, Citraningtyas G. Formulasi Sediaan Gel Antijerawat Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis ( Cinnamomum burmanii ) dan Uji Aktivitas terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Pharmacon. 2016;5(4):136–44. 4. Meilina NE, Hasanah AN. Review Artikel: Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garnicia mangostana L.) terhadap Bakteri Penyebab Jerawat. Farmaka. 2018;16(2):322–8. 5. Misna, Diana K. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Bawang Merah ( Allium cepa L .) terhadap Baktri Staphylococcus aureus. Galen J Pharm. 2016;2(2):138–44. 6. Kursia S, Lebang JS, Taebe B, Burhan A, Wa OR. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etilasetat Daun Sirih Hijau ( Piper betle L .) terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis. IJPST. 2016;3(2):72–7. 7. Maria B, Sikawin B, Yamlean PVY, Sudewi S. Formulasi Sediaan Gel Antibakteri Ekstrak Etanol Tanaman Sereh ( Cymbopogon citratus ( DC .) Stapf ) dan Uji Aktivitas Antibakteri ( Staphylococcus aureus ) secara In Vitro. Pharmacon. 2018;7(3):302–10. 8. Marselia S, Wibowo MA, Arreneuz S. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun soma (Ploiarium alternifolium Melch) terhadap Propionibacterium acnes. JKK. 2015;4(4):72–8. 9. Hafiz I, Rosidah, Silalahi J. Antioxidant and anti-inflammatory activity of pagoda leaves (Clerodendrum paniculatum L.) ethanolic extract in white male rats (Rattus novergicus). Int J PharmTech Res. 2016;9(5):165–70. 10. Musa WJA. Isolasi Senyawa Antifeedant dari Tumbuhan Cleodendrum paniculatum. Yogyakarta: Zahir Publishing; 2017. 11. Kalonio DE, Hendriani R, Barung EN. Aktivitas Antikanker Tanaman Genus Clerodendrum (). Maj Obat Tradis (Traditional Med Journal). 2017;22(3):182–9. 12. Hafiz I. Uji Aktivitas Antioksidan Dan Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Pagoda (Clerodendrum Paniculatum L.) terhadap Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus). [Medan]: Universitas Sumatera Utara; 2016. 13. Rathee P, Chaudhary H, Rathee S, Rathee D, Kumar V, Kohli K. Mechanism of Action of Flavonoids as Anti-Inflammatory Agents: A Review. Inflamm allergy-drug targets (formerly Curr drug targets- inflammation allergy). 2009;8(3):229–35. 14. Joseph J, Bindhu AR, Aleykutty NA. Antimicrobial Activity of

37 38

Clerodendrum paniculatum Linn. leaves. Int J Res Ayurveda Pharm. 2011;2(3):1003–4. 15. Praveen M, Radha K, R HK, Padmaja V, Mathew A, P AK. Preliminary Phytochemical , Antimicrobial and Toxicity Studies on Clerodendrum paniculatum Linn leaves. Hygeia J D Med. 2012;4(1):41–50. 16. Hariana A. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya; 2015. 17. Setiawati W, Murtiningsih R, Gunaeni N, Rubiati T. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Bandung: Prima Tani Balitsa; 2008. 18. Hartati S. Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Bogor: IPB Press; 2011. 19. Florence AR, Joselin J, Jeeva S. Intra-specific Variation of Bioactive Principles in Select Members of The Genus Clerodendrum L. J Chem Pharm Res. 2012;4(11):4908–14. 20. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press); 2009. 21. Nasution M. Pengantar Mikrobiologi. Medan: USU Prees; 2010. 22. Hidayah ND. Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Klika Anak Dara (Croton oblangus burn F.) terhadap Bakteri Penyebab Jerawat. Universitas Islam Negeri Alaudin; 2016. 23. Hafsari AR, Cahyanto T, Lestari RI. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica (L.) LESS.) terhadap Propionibacterium acnes Penyebab Jerawat. ISSN. 2015;IX(1):141–61. 24. Soedarto. Mikrobiologi Kedokteran. Surabaya: Sagung Seto; 2014. 25. Yuliati M. Uji Aktivitas Antibakteri Antimikroba Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) terhadap Beberapa Mikroba Patogen Secara Klt-Bioautografi. Universitas Islam Negeri Alaudin; 2012. 26. Apriyani YM, Priani SE, Gadri A. Aktivitas Antibakteri Minyak Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Ness Ex BI.) terhadap Bakteri Propionibacterium acnes. Pros Penelit Spes Unisba. 2015;348–53. 27. Pelczar MJ, Chan ECS. Dasar Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press); 2008. 28. Pratiwi ST. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga; 2008. 29. Syamsuni A. Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2007. 30. Mahmudah F, Sumiwi SA, Hartini S. Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan ATC / DDD dan DU 90 % di Study of the Use of Antibiotics with ATC / DDD System and DU 90 % in Digestive Surgery in Hospital in Bandung. Farm Klin Indones. 2016;5(4):293–8. 31. Amin LZ. Pemilihan Antibiotik yang Rasional. Medicinus. 2014;27(3):40– 5. 32. Ramadhan A. Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa-senyawa Hasil Modifikasi Struktur Etil P-Metoksisinamat melalui Reaksi Esterifikasi terhadap Bakteri Gram Negatif dan Gram Positif. UIN Syarif Hidayatullah; 2015. 33. Ditjen POM. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2000.

39

34. Notoatmodjo S. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2005. 35. Kumesan YAN, Yamlean PVY, Supriati HS. Formulasi dan Uji Aktivitas Gel Antijerawat Ekstrak Umbi Bakung ( Crinum asiaticum L .) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Pharmacon. 2013;2(2):18– 26. 36. Kusumawati E. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M. Smith) terhadap Bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli Menggunakan Metode Difusi Sumur. PolhaSains. 2016;4(1):26–34. 37. Suriaman E, Permana ASH, Warman M. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mentimun (Cucumis sativus Linn) terhadap Salmonella typhi dan Bacillus cereus Secara In Vitro. Stigma J Sci. 2016;9(1):1–5. 38. Armedita D, Asfrizal V, Amir M. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun,Kulit Batang, dan Getah Angsana (Pterocarpus indicus Willd) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans. ODONTO Dent J. 2018;5(1):1–8. 39. Rahman DT, Sutrisna EM, Candrasari A. Uji Efek Antibakteri Ekstrak Etil Asetat dan Kloroform (Phyllanthus niruri Linn) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 DAN Escherichia coli ATCC 11229 secara In Vitro. Biomedika. 2012;4(2):18–25. 40. Sinarsih NK, Rita WS, Puspawati NM. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Trembesi (Samanea saman (jacq.) Merr) sebagai Antibakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Cakra Kim (Indonesian E-Journal Appl Chem. 2016;4(2):129–36. 41. Darsana IGO, Besung INK, Mahatmi H. Potensi Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenor) Steenis) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli secara In Vitro. Indinesia Med Veterinus. 2012;1(3):337– 51. 42. Angelina M, Turnip M, Khotimah S. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. J Protobiont. 2015;4(1):184–9. 43. Sari IP, Wibowo MA, Arreneuz S. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teripang Butoh Keling (Holothuria Leucospilota) dari Pulau Lemukutan terhadap Bakteri Propionibacterium Acnes dan Staphylococcus Epidermidis. JKK. 2015;4(4):21–8.

40

Lampiran 1. Surat Permohonan Pengajuan Judul Skripsi

41

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian

42

Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

43

Lampiran 4. Lembar Bimbingan Proposal

44

Lampiran 4. (Lanjutan)

45

Lampiran 5. Lembar Bimbingan Skripsi

46

Lampiran 5. (Lanjutan)

47

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

Tumbuhan Bunga Pagoda

Daun segar Daun kering

Serbuk simplisia Proses maserasi

48

Lampiran 6. (Lanjutan)

Proses pembuatan ekstrak kental Ekstrak kental

Proses sterilisasi menggunakan oven

Media MHA

49

Lampiran 6. (Lanjutan)

Autoclave Sterilisasi media MHA steril

Pengenceran Ekstrak

Suspensi Bakteri

50

Lampiran 6. (Lanjutan)

Proses memasukkan suspensi Proses meletakkan kertas cakram

Alat inkubator

51

Lampiran 7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Bakteri Propionibakterium acnes

Kontrol positif dan negatif Pengulangan I bakteri Propionibakterium acnes

Pengulangan I Pengulangan III

52

Lampiran 8. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus

Kontrol positif dan negatif Pengulangan I bakteri Staphylococcus aureus

Pengulangan II Pengulangan III

53

Lampiran 9. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis

Kontrol positif dan negatif Pengulangan I bakteri Staphylococcus epidermidis

Pengulangan II Pengulangan III

54

Lampiran 10. Hasil Pengukuran Zona Hambat

Tabel hasil pengukuran zona hambat pada pengujian ekstrak etanol daun pagoda terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes

Ekstrak Etanol Daun Diameter Zona Hambat Kontrol Kontrol Pagoda I II III (+) (-) Konsentrasi 5% 12 14,4 9,8 Konsentrasi 10% 11,7 13,3 12 34,1 0 Konsentrasi 15% 12 10,2 10,7

Tabel hasil pengukuran zona hambat pada pengujian ekstrak etanol daun pagoda terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

Ekstrak Etanol Daun Diameter Zona Hambat Kontrol Kontrol Pagoda I II III (+) (-) Konsentrasi 5% 9,3 19,1 14,5 Konsentrasi 10% 11,8 12,1 12,4 32,0 0 Konsentrasi 15% 10,1 12,5 11,3

Tabel hasil pengukuran zona hambat pada pengujian ekstrak etanol daun pagoda terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis

Ekstrak Etanol Daun Diameter Zona Hambat Kontrol Kontrol Pagoda I II III (+) (-) Konsentrasi 5% 14,3 10,2 15,2 Konsentrasi 10% 13,0 12,4 13,7 28,8 0 Konsentrasi 15% 13,4 11,5 9,6

55

Lampiran 11. Perhitungan

1. Rendemen Simplisia = x 100%

= x 100%

= 16,67%

2. Rendemen Ekstrak = x 100%

= x 100%

= 30,74%

3. Pembuatan Larutan Stok ekstrak 20%

Larutan 20% = 20 g/100 ml → 2 g/10 ml → 1 g/5 ml

Jadi pembuatan larutan stok 20% ekstrak etanol daun pagoda dibuat dengan

cara 1 g ekstrak dilarutkan dalam 5 ml larutan DMSO.

4. Pembuatan Konsentrasi Ekstrak 10%

Diketahui : Konsentrasi (C1) = 20%

Konsentrasi (C2) = 10%

Volume (V2) = 2 ml

Ditanya : Volume (V1) = ...?

Jawab : C1 . V1 = C2 . V2

20% . V1 = 10% . 2 ml

V1 = 1 ml

Jadi untuk membuat konsentrasi ekstrak 10%, dipipet 1 ml larutan ekstrak

20% ditambahkan larutan DMSO hingga volumenya 2 ml.

56

Lampiran 11. (Lanjutan)

5. Pembuatan Ekstrak 5%

Diketahui : Konsentrasi (C1) = 20%

Konsentrasi (C2) = 5%

Volume (V2) = 2 ml

Ditanya : Volume (V1) = ...?

Jawab : C1 . V1 = C2 . V2

20% . V1 = 5% . 2 ml

V1 = 0,5 ml

Jadi untuk membuat konsentrasi ekstrak 5%, dipipet 0,5 ml larutan ekstrak

20% ditambahkan larutan DMSO hingga volumenya 2 ml.

57

Lampiran 12. Hasil Uji Statistika Aktivitas Antibakteri terhadap bakteri Propionibacterium acnes Descriptives

Propionibacterium acnes

95% Confidence Interval for Mean Std. N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

Kontrol negatif 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00

Kontrol positif 3 34.1000 .00000 .00000 34.1000 34.1000 34.10 34.10

5% 3 12.0667 2.30072 1.32832 6.3514 17.7820 9.80 14.40

10% 3 12.3333 .85049 .49103 10.2206 14.4461 11.70 13.30

20% 3 10.7333 1.10151 .63596 7.9970 13.4696 10.00 12.00

Total 15 13.8467 11.54401 2.98065 7.4538 20.2395 .00 34.10

ANOVA

Propionibacterium acnes

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1851.237 4 462.809 320.062 .000

Within Groups 14.460 10 1.446

Total 1865.697 14

Propionibacterium

Tukey HSDa

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2 3

Kontrol negatif 3 .0000

20% 3 10.7333

5% 3 12.0667

10% 3 12.3333

Kontrol positif 3 34.1000

Sig. 1.000 .513 1.000

58

Lampiran 12. (Lanjutan) Multiple Comparisons

Propionibacterium Tukey HSD

95% Confidence Interval Mean Difference (I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Kontrol negatif Kontrol positif -34.10000* .98184 .000 -37.3313 -30.8687

5% -12.06667* .98184 .000 -15.2980 -8.8354

10% -12.33333* .98184 .000 -15.5646 -9.1020

20% -10.73333* .98184 .000 -13.9646 -7.5020

Kontrol positif Kontrol negatif 34.10000* .98184 .000 30.8687 37.3313

5% 22.03333* .98184 .000 18.8020 25.2646

10% 21.76667* .98184 .000 18.5354 24.9980

20% 23.36667* .98184 .000 20.1354 26.5980

5% Kontrol negatif 12.06667* .98184 .000 8.8354 15.2980

Kontrol positif -22.03333* .98184 .000 -25.2646 -18.8020

10% -.26667 .98184 .999 -3.4980 2.9646

20% 1.33333 .98184 .665 -1.8980 4.5646

10% Kontrol negatif 12.33333* .98184 .000 9.1020 15.5646

Kontrol positif -21.76667* .98184 .000 -24.9980 -18.5354

5% .26667 .98184 .999 -2.9646 3.4980

20% 1.60000 .98184 .513 -1.6313 4.8313

20% Kontrol negatif 10.73333* .98184 .000 7.5020 13.9646

Kontrol positif -23.36667* .98184 .000 -26.5980 -20.1354

5% -1.33333 .98184 .665 -4.5646 1.8980

10% -1.60000 .98184 .513 -4.8313 1.6313

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

59

Lampiran 13. Hasil Uji Statistika Aktivitas Antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Descriptives

Staphylococcus_aureus

95% Confidence Interval for Mean Std. N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

Kontrol negatif 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00

Kontrol positif 3 32.0000 .00000 .00000 32.0000 32.0000 32.00 32.00

5% 3 14.3000 4.90306 2.83078 2.1201 26.4799 9.30 19.10

10% 3 12.4333 .85049 .49103 10.3206 14.5461 11.80 13.40

20% 3 11.3000 1.20000 .69282 8.3190 14.2810 10.10 12.50

Total 15 14.0067 10.82955 2.79618 8.0095 20.0039 .00 32.00

ANOVA

Staphylococcus_aureus

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 1589.503 4 397.376 75.825 .000

Within Groups 52.407 10 5.241

Total 1641.909 14

Staphylococcus_aureus

Tukey HSDa

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2 3

Kontrol negatif 3 .0000

20% 3 11.3000

10% 3 12.4333

5% 3 14.3000

Kontrol positif 3 32.0000

Sig. 1.000 .526 1.000

60

Lampiran 13. (Lanjutan) Multiple Comparisons

Staphylococcus_aureus Tukey HSD

95% Confidence Interval Mean Difference (I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Kontrol negatif Kontrol positif -32.00000* 1.86916 .000 -38.1516 -25.8484

5% -14.30000* 1.86916 .000 -20.4516 -8.1484

10% -12.43333* 1.86916 .000 -18.5849 -6.2818

20% -11.30000* 1.86916 .001 -17.4516 -5.1484

Kontrol positif Kontrol negatif 32.00000* 1.86916 .000 25.8484 38.1516

5% 17.70000* 1.86916 .000 11.5484 23.8516

10% 19.56667* 1.86916 .000 13.4151 25.7182

20% 20.70000* 1.86916 .000 14.5484 26.8516

5% Kontrol negatif 14.30000* 1.86916 .000 8.1484 20.4516

Kontrol positif -17.70000* 1.86916 .000 -23.8516 -11.5484

10% 1.86667 1.86916 .850 -4.2849 8.0182

20% 3.00000 1.86916 .526 -3.1516 9.1516

10% Kontrol negatif 12.43333* 1.86916 .000 6.2818 18.5849

Kontrol positif -19.56667* 1.86916 .000 -25.7182 -13.4151

5% -1.86667 1.86916 .850 -8.0182 4.2849

20% 1.13333 1.86916 .971 -5.0182 7.2849

20% Kontrol negatif 11.30000* 1.86916 .001 5.1484 17.4516

Kontrol positif -20.70000* 1.86916 .000 -26.8516 -14.5484

5% -3.00000 1.86916 .526 -9.1516 3.1516

10% -1.13333 1.86916 .971 -7.2849 5.0182

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

61

Lampiran 14. Hasil Uji Statistika Aktivitas Antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis

Descriptives

Staphylococcus_epidermidis

95% Confidence Interval for Mean Std. N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

Kontrol negatif 3 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00

Kontrol positif 3 28.8000 .00000 .00000 28.8000 28.8000 28.80 28.80

5% 3 13.2333 2.66521 1.53876 6.6126 19.8541 10.20 15.20

10% 3 13.0333 .65064 .37565 11.4171 14.6496 12.40 13.70

20% 3 11.5000 1.90000 1.09697 6.7801 16.2199 9.60 13.40

Total 15 13.3133 9.57541 2.47236 8.0107 18.6160 .00 28.80

ANOVA

Staphylococcus_epidermidis

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1261.364 4 315.341 141.578 .000

Within Groups 22.273 10 2.227

Total 1283.637 14

Staphylococcus_epidermidis

Tukey HSDa

Subset for alpha = 0.05

Kelompok N 1 2 3

Kontrol negatif 3 .0000

20% 3 11.5000

10% 3 13.0333

5% 3 13.2333

Kontrol positif 3 28.8000

Sig. 1.000 .628 1.000

62

Lampiran 14. (Lanjutan) Multiple Comparisons

Staphylococcus_epidermidis Tukey HSD

95% Confidence Interval Mean Difference (I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Kontrol negatif Kontrol positif -28.80000* 1.21856 .000 -32.8104 -24.7896

5% -13.23333* 1.21856 .000 -17.2437 -9.2230

10% -13.03333* 1.21856 .000 -17.0437 -9.0230

20% -11.50000* 1.21856 .000 -15.5104 -7.4896

Kontrol positif Kontrol negatif 28.80000* 1.21856 .000 24.7896 32.8104

5% 15.56667* 1.21856 .000 11.5563 19.5770

10% 15.76667* 1.21856 .000 11.7563 19.7770

20% 17.30000* 1.21856 .000 13.2896 21.3104

5% Kontrol negatif 13.23333* 1.21856 .000 9.2230 17.2437

Kontrol positif -15.56667* 1.21856 .000 -19.5770 -11.5563

10% .20000 1.21856 1.000 -3.8104 4.2104

20% 1.73333 1.21856 .628 -2.2770 5.7437

10% Kontrol negatif 13.03333* 1.21856 .000 9.0230 17.0437

Kontrol positif -15.76667* 1.21856 .000 -19.7770 -11.7563

5% -.20000 1.21856 1.000 -4.2104 3.8104

20% 1.53333 1.21856 .720 -2.4770 5.5437

20% Kontrol negatif 11.50000* 1.21856 .000 7.4896 15.5104

Kontrol positif -17.30000* 1.21856 .000 -21.3104 -13.2896

5% -1.73333 1.21856 .628 -5.7437 2.2770

10% -1.53333 1.21856 .720 -5.5437 2.4770

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.