ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama

Rudini A. R. B. Lamahoda Program Studi Magister Arsitektur, Program Pascasarjana, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Indonesia, [email protected] Amos Setiadi Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Indonesia [email protected] Reginaldo Christophori Lake Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Indonesia, [email protected] Ricky Samara, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, [email protected]

Abstrak Kota Kupang adalah Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, terletak di pesisir Teluk Kupang, bagian Barat Laut Pulau . Perkembangan kawasan Kota Lama Kupang dimulai pada periode abad ke-15, diawali sebagai kota bandar yang dikuasi oleh Raja Helong hingga adanya intervensi pemerintahan Belanda, Portugis, dan Cina, sehingga memiliki morfologi kawasan kota yang unik untuk diteliti. Tujuan penelitian ini ialah mengidentifikasi perkembangan kawasan Kota Lama Kupang selama beberapa periode dan menganalisis perubahan serta perbandingan apa saja terkait morfologi kawasan Kota Lama Kupang. Penelitian deskriptif eksploratif dengan metode analisis sinkronik (tissue analysis) digunakan dalam penelitian ini untuk membaca sejarah yang terjadi pada kawasan Kota Lama Kupang dari periode awal terbentuk kawasan yakni abad ke-15 sampai pada abad ke- 21. Selanjutnya, metode analisis diakronik (historical reading) digunakan untuk menemukan perubahan serta perbandingan morfologi kawasan Kota Lama Kupang periode abad ke-15 sampai abad ke-21 dan memaparkan bagaimana ruang-ruang Kota Lama Kupang mulai bertumbuh serta berkembang. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kawasan Kota Lama Kupang mulai berkembang karena memiliki generator utama yaitu masuknya kekuasaan Raja Helong untuk menjadikan Kota Lama Kupang sebagai kota bandar yang ada di Pulau Timor. Temuan perubahan dan perbandingan perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ialah saat masuknya bangsa Belanda, Portugis, dan etnis Cina serta terjadi perubahan setelah Indonesia merdeka yakni perubahan status kawasan Kota Lama Kupang berdasakan aspek politik yang berkembang. Kata kunci: kawasan Kota Lama Kupang, kota bandar, morfologi kota,ruang-ruang Kota Lama

Abstract Kupang is the capital of East Nusa Tenggara Province, located on the coast of Kupang Bay, northwest of Timor Island. The development of Kupang old city area began in the 15th century, starting as a city initiated by King Helong until the Dutch, Portuguese, and Chinese governments' intervention. It has a unique morphology of the city area to research. The purpose of this study is to identify the development of the Kupang Old City area over several periods and analyze any changes and comparisons related to the morphology of the Kupang Old City area. Exploratory, descriptive research with tissue analysis method is used in this study to read the history that occurred in Kupang old city area from the early period formed the 15th-century area until the 21st century. Furthermore, the historical reading method was used to find changes and morphological comparisons of the Kupang Old City area from the 15th to

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 77 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 the 21st century and explain how Kupang old city spaces began to grow and develop. This research concluded that the Kupang old city area began to develop because it has the foremost generator that is the entry of King Helong's power to make Kupang Old City a city on Timor Island. The findings of changes and comparisons of the morphological development of Kupang Old City area are due to the influx of Dutch, Portuguese, and ethnic Chinese, and there is a change after Indonesia's independence, namely the change in the status of Kupang old city area based on the evolving political aspects Keywords: Kupang old town area, trading city, city morphology old town spaces,

Received: 2020-08-23 | Accepted: 2020-10-24 | DOI: 10.29080/eija.v6i2.1010| Page: 77-90 EMARA: Indonesian Journal of Architecture http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA This article is open access distributed under the terms of the Creative Commons Attribution ShareAlike 4.0 International License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium provided the original work is properly cited.

Pendahuluan Morfologi merupakan suatu artefak dalam Kupang adalah suku Timor, Rote, Sabu, sebuah kota (urban artefac) yang Tionghoa, Flores dan sebagian kecil menggambarkan proses perkembangan pendatang dari Bugis, Jawa dan Arab (Lake kota melalui artefak-artefak yang terjadi et al., 2019). pada suatu kawasan (Rossi, 1984). Awal perkembangan Kota Kupang Menurut Whitehand (1977), kajian berasal dari kawasan Kota Lama Kupang mengenai sejarah suatu kota merupakan yang sekarang sudah menjadi sebuah dasar yang sangat penting dalam kelurahan yang dikenal dengan Lahi Lai melakukan kajian morfologi suatu kota Bissin Kopan (LLBK). Kelurahan Lahi Lai yang di dalamnya memiliki karakter fisik Bissin Kopan berada di pantai teluk perkotaan berupa perubahan yang terjadi Kupang atau terminal Kota Lama Kupang dari waktu ke waktu dan menjadi (Lihat gambar 1). penilaian di masa yang akan datang dalam konsep desain perkotaan (Whitehand, 1977). Fenomena morfologi kota-kota di Indonesia pada umumnya memiliki perkembangan yang berbeda-beda, baik itu karakteristik geografis, sejarah, perekonomian, dan sosial budaya masyarakat (Setiadi, 2018). Proses perkembangan kota tentunya mempunyai Gambar 1. Terminal Kota Lama Kupang, proses yang panjang, sebab ditentukan Kelurahan Lahi Lai Bissin Kopan (LLBK) oleh pelbagai faktor penting yang terjadi (dokumentasi peneliti, 2019) (Ardhiansyah et al., 2019). Terbentuknya kawasan Kota Lama Kota Kupang sebagai objek studi Kupang dimulai dengan kedatangan dari penelitian ini memiliki sejarah yang bangsa Portugis dan Belanda pada awal cukup panjang jika dilihat dari masa-masa abad 16 untuk menguasai Kota Kupang. terbentuknya kota. Kota Kupang sebagai Bangsa Portugis pertama menginjakan kota terbesar di Provinsi Nusa Tenggara kaki di Kupang pada tahun 1645 dan Timur, didiami oleh pelbagai suku bangsa. mendirikan sebuah benteng. Kemudian, Suku yang signifikan jumlahnya di Kota terjadi perselisihan diantara bangsa

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 78 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Portugis sendiri, sehingga benteng Periode abad ke 19 perkembangan tersebut ditinggalkan. Di tahun 1653 kawasan lebih dominan ke arah bangsa Belanda datang dan merebut pembangunan yaitu perluasan jaringan benteng Portugis tanpa ada paksaan. jalan sampai di luar kawasan Kota Lama Selama berkuasa, bangsa Belanda Kupang, penambahan bangunan dan mempunyai pengaruh yang cukup besar peningkatan status kawasan Kota Lama dalam perkembangan Kota Lama Kupang, Kupang menjadi Kota Madya Kupang yakni perkembangan pada infrastruktur, (Lihat gambar 3). Pada abad ke 21 ekonomi, sosial, dan politik (Departemen kawasan Kota Lama Kupang terus Pendidikan dan Kebudayaan Republik berkembang mulai dari penambahan Indonesia, 1983). bangunan serta penambahan pemukiman Selama Belanda berkuasa, pada (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1655 terjadi krisis makanan di Sejarah dan Nilai Tradisional, 1983). kawasan Kota Kupang akibat terjadi peperangan antara Portugis yang bersekutu dengan raja pedalam di Timor untuk mengusir Belanda. Oleh karena itu, Belanda mendatangkan etnis Cina untuk membawa pasokan makanan dari luar(Situmorang, 2018) (Lihat gambar 2 bekas pelabuhan utama kawasan Kota Lama Kupang sebagai pintu masuk bangsa asing). Gambar 3. Foto udara kawasan Kota Lama Kupang tahun 1943 (Sumber: (Bakosurtanal, 1998) Perubahan fisik ruang kota tidak terjadi secara abstrak, langsung, dan secara otomatis, melainkan dipengaruhi proses dimensi waktu yang cukup lama, dan manusia sebagai pelaku utama. (Bintarto, 1977; Zahnd, 1999) (Yunus, 2008) menyatakan perubahan fisik ruang Gambar 2. Bekas pelabuhan Kota Lama tersebut dapat ditinjau dengan Kupang, Kelurahan Lahi Lai Bissin Kopan perkembangan kota melalui pendekatan (LLBK) (dokumentasi peneliti, 2019) morfologi kota (urban morphological Di periode abad ke 17 Belanda approach)(Yunus, 2008). mulai membangun beberapa bangunan Berdasarkan sejarah singkat yang dan pemukiman bagi sekutu-sekutunya. telah dipaparkan, kawasan Kota Lama Kemudian di periode abad ke 18 terdapat Kupang selama beberapa periode kejadian penting yaitu Belanda mengalami perkembangan yang cukup menetapkan batas-batas kota untuk panjang. Oleh sebab itu, penelitian ini menyangga kawasan Kota Lama Kupang. mencoba mengkaji tentang perkembangan Penetapan batas kota tersebut terjadi kawasan Kota Lama Kupang berdasarkan perluasan jaringan jalan dan penambahan sejarah kawasan, dan menganalisis pemukiman(Departemen Pendidikan dan perubahan serta perbandingan Kebudayaan Republik Indonesia, 1983; morfologinya dari periode abad ke 15, 16, Situmorang, 2018). 17, 18, 19, dan 21. Lokasi penelitian Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 78 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 berada di Kelurahan Lahi Lai Bissin Kopan Kupang, bagaimana perubahan serta (LLBK) Kecamatan Kota Lama Kupang, perbandingan perkembangan morfologi Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara kawasan Kota Lama Kupang, sehingga Timur (NTT) akan didapatkan faktor yang Metode memengaruhi perkembangan morfologi Penelitian morfologi kawasan Kota Lama kawasan dari periode abad ke 15 sampai Kupang menggunakan dua metode analisis abad ke 21. yakni metode sinkronik (tissue analysis) Analisis faktor yang dan diakronik (historical reading). Metode mempengaruhi perkembangan kawasan sinkronik (tissue analysis) digunakan Kota Lama Kupang menggunakan teori untuk membaca sejarah perkembangan (Branch, 1995) yaitu proses kawasan Kota Lama Kupang pada perkembangan sebuah kota akan beberapa periode waktu atau pada abad ke disesuaikan dengan perkembangan di 15 awal terbentuk sampai pada abad ke dalam masyarakat maupun pelbagai 21. sumber daya pendukungnya (Branch, Dalam beberapa periode tersebut 1995). Hasil analisis akan lebih ditekankan pada kejadian-kejadian diinterpretasikan sesuai tujuan penelitian penting di setiap periode abad yang yaitu membaca perubahan, dan berpengaruh terhadap aspek fisik berupa perbandingan perkembangan morfologi terbangunnya jalan, bangunan dan aspek Kota Lama Kupang. nonfisik berupa pengaruh ekonomi, sosial, Kasus studi politik terhadap perkembangan kawasan Kota Lama Kupang adalah salah satu Kota Lama Kupang berdasarkan sejarah Kecamatan dari 6 (enam) Kecamatan yang dan fakta-fakta sejarah yang terjadi. ada di wilayah Pemerintah Kota Kupang Kemudian, analisis diakronik (historical dengan luas wilayah 3,22 km² serta reading) digunakan untuk melihat terbagi dalam 10 (sepuluh) Kelurahan perubahan dan perbandingan (BPS Kota Kupang, 2014). Posisi perkembangan morfologi kawasan Kota Kecamatan Kota Lama Kupang sangat Lama Kupang periode abad ke 15 sampai strategis yakni terletak di tengah jantung abad ke 21, serta memaparkan bagaimana Kota Kupang, dan pusat perdagangan atau ruang-ruang kawasan Kota Lama Kupang jasa, serta terletak pada titik koordinat mulai bertumbuh, dan berkembang. 10°09'31.4" Lintas Selatan 123°35'36.0" Untuk memperkuat Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah perbandingannya maka digunakan administrasi sebagai berikut: (1) Sebelah metode superimpose yakni menumang Utara berbatasan dengan Teluk Kupang; tindihkan (overlay) peta berdasarkan (2) Sebelah Selatan berbatasan dengan beberapa periode. Pada penggambaran Kecamatan Oebobo; (3) Sebelah Timur peta sesuai dengan analisis sinkronik, berbatasan dengan Kecamatan Kelapa maka digunakan peta tahun 1900 sebagai Lima; dan (4) Sebelah Barat berbatasan dasar acuan dalam menggambarkan dengan Kecamatan Alak (Badan Pusat periode sebelumnya yaitu periode 1500, Statistik, 2014) (Lihat gambar 4). 1600, 1700, 1800 dan periode sesudah yaitu periode 1900, 2000, 2019. Kemudian, berdasarkan analisis sinkronik dan diakronik akan diketahui bagaimana perkembangan kawasan Kota Lama

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 79 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1983). Strategi Belanda menambah pasukan menjadikan benteng Concordia tidak dapat menampung seluruh pasukan. Sehingga, anggota- anggota pasukan dan tenaga penunjang yang terdiri dari para budak, harus di tempatkan di luar benteng. Penempatan pasukan tersebut diatur berdasarkan kelompok etnis, maka muncul tempat- Gambar 4. Peta Kota Lama Kupang tahun 2019 tempat pemukiman di luar benteng (analisis peneliti, 2019) sebagai tempat tinggal orang-orang Rote, orang Sabu, orang Solor, orang Madykers, Hasil dan Pembahasan para budak, dan orang Kupang (Helong) Sejarah kawasan Kota Lama Kupang (Detaq, 1971). Sejak terciptanya Kota Kupang semula merupakan tempat kelompok-kelompok pemukiman di luar tinggal orang Helong, Raja Helong (di benteng, bangsa Portugis/Topases dengan sebut Koepan) berkedudukan di lokasi mudah menyerang sekutu-sekutu yang bernama Kai Salun (daerah Fatufeto) Belanda, sehingga tempat tinggal orang dan Buni Baun (daerah Lahi-lai Bissi Helong akhirnya bergeser ke Pulau Semau Kopan). Pemukiman-pemukiman yang ada (Luitnan, 2012). merupakan milik Raja Helong yang Pada periode awal abad ke 18, letaknya tersebar di sekitar muara sungai para prajurit Belanda yang berasal dari Kupang (Kali Dendeng, dan Sungai golongan pribumi disediakan tempat Airmata) (Lake et al., 2019, 2019; Luitnan, tinggal yang berbeda. Satu wilayah tempat 2012). tinggal disediakan untuk penduduk Kedatangan Belanda ditandai campuran yakni budak-budak yang telah dengan kehadiran benteng Concordia. merdeka, disebut orang Mardykers. Satu Benteng Concordia dibangun oleh Belanda lagi ialah wilayah khusus disediakan bagi sebagai tempat tinggal aparat pemerintah para prajurit yang berasal dari Pulau Rote, dan pasukan Belanda, Tahun 1653 Kota dan Pulau Sabu (Fox, 1997). Pada periode Lama Kupang sudah ditempati orang- awal abad ke 19 terdapat satu golongan orang Solor, sebelum kedatangan Belanda. prajurit Belanda yang disebut papangers, Saat Belanda memerintah dengan yakni para prajurit yang berasal dari kedudukannya di benteng Concordia keturunan Philipina. Prajurit papangers selalu mendapat ancaman dari umumnya beragama Islam. Semula orang Portugis/Topasses yang bersekutu Spanyol yang menggunakan tempat dengan beberapa raja pedalaman di Pulau prajurit papangers, kemudian Belanda Timor. Untuk mempertahankan juga menggunakan tempat tinggal para kedudukannya Belanda harus papangers, Belanda memberikan hadiah memperkuat pasukan yang terdiri para tanah sebagai tempat koloni kepada orang orang kulit putih (Belanda), orang Solor, Spanyol, seperti prajurit-prajurit pribumi orang Rote, orang Sabu, dan orang yang lainnya (Fox, 1997). Namun, sampai Mardykers. Usaha menambah kekuatan abad ke 17 dan 18 Kota Kupang sebagai pasukan tersebut juga di perlukan untuk sebuah pusat kegiatan Belanda dan menaklukan Raja-raja yang ada di Pulau Timor dan sekitarnya (Departemen

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 80 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 sebagai kota benteng belum mempunyai teluk Kupang, daerah tersebut akhirnya batas-batas wilayah yang jelas. juga berfungsi sebagai penunjang Semakin banyak anggota-anggota pemenuhan kebutuhan bahan makanan di pasukan Belanda dan sekutu-sekutunya Kota Kupang. Hal tersebut diharapkan yang berada di Kota Kupang dan mengurangi ketergantungan Kota Kupang sekitarnya, penyediaan bahan makanan terhadap pemenuhan bahan makanan dari menjadi masalah yang serius. Raja-raja di luar. Sehingga, peristiwa tahun 1665 Kota daerah pedalaman terus melakukan Kupang terisolir akibat tidak datangnya perlawanan terhadap Belanda. Daerah- kapal dan bahan makanan. daerah subur di sekitar Kota Kupang Pada periode abad ke 18 tanggal kosong karena penduduknya mengungsi 25 April 1886 dengan lembaran negara no. akibat serangan Portugis. Dengan 171 tahun 1886, Residen Greeve demikian, bahan makanan sepenuhnya menetapkan batas-batas kota yang disebut bergantung dari luar. Untuk 'Vierkante paal gabied'. Adapun batas- mendatangkan beras dari luar, Belanda batas Kota Kupang yakni sebelah Barat ke memerlukan jasa orang Cina. Oleh karena arah tenau sampai kampung Nun Hila; itu di Kota Kupang berkembang kediaman sebelah Timur ke arah pasir panjang batas Cina di sekitar pantai dekat benteng di sampai di dekat kantor sinode GMIT. tempat yang nantinya berkembang Sebelah Selatan ke arah Air Mata sampai di menjadi kampung Cina (Lahi-Lai bessi jembatan gantung (daerah Mantasi). Kopan)(Departemen Pendidikan dan Wilayah Kota Kupang saat itu disebut Kebudayaan Republik Indonesia, 1983). 'Rechts treek Bestuurs gebied’ yakni Untuk kepentingan keamanan dan pemerintah daerah (salah satu bentuk pemenuhan pangan, maka oleh Belanda birokrasi pemerintah pada masa Hindia telah diatur tempat tinggal di luar benteng Belanda) meliputi Desa Fatufeto, Nun Hila, sebagai penyangga. Anggota pasukan airmata, Fontein, Solor, Tode Kisar, dan diharapkan dapat bercocok tanam sendiri Oeba (Departemen Pendidikan dan dengan bantuan tenaga budak di luar Kebudayaan Republik Indonesia, 1983). pusat kota. Untuk memperluas daerah Disamping desa-desa tersebut produksi, dan sumber tenaga pasukan, sebagai pusat pemukiman, benteng Belanda mulai memindahkan orang-orang Concordia merupakan pusat pertahanan. dari Pulau Rote dan membentuk daerah Pelabuhan Kupang yang terletak di muara kolonisasi di Babau dan Pariti sungai Kupang dekat benteng Concordia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan daerah pantai di antara pelabuhan dan Republik Indonesia, 1983) Kampung Solor merupakan pusat Atas pertimbangan kepentingan perdagangan dan daerah di pinggir sungai keamanan bagi pusat pemerintahan Kupang disebut herenstraat yakni pusat Belanda. Residen Greeve memohon pemerintahan dan kediaman Belanda kepada Gubernemen Hindia Belanda, agar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan batas-batas Kota Kupang Republik Indonesia, 1983). (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pada abad ke 19 atau tahun 1900 Republik Indonesia, 1983; Luitnan, 2012). kawasan Kota Lama Kupang bertumbuh Saat Belanda mendirikan daerah pesat akibat pembangunan bangunan- penyangga di sekitar teluk Kupang dengan bangunan, perluasan jaringan jalan, dan cara mendirikan kolonisasi dari golongan pemukiman-pemukiman masyarakat yang etnis Rote yang dipindahkan ke sekitar

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 81 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 mulai dibangun oleh Belanda (Lihat Kondsi kawasan Kota Lama Kupang gambar 5). masa sekarang (2019) Kota Kupang di tahun 1953 Perkembangan kawasan Kota Lama berstatus disamakan dengan Kecamatan Kupang khususnya area Kelurahan Lahi dan mempunyai luas wilayah 3.72 km2, Lai Bissin Kopan (LLBK) menjadi kawasan yang meliputi 11 buah Desa, yaitu Desa pusat perdagangan yang didominasi oleh Nunbaun Delha, Nunhila, Fatufeto, orang Tionghoa dan para pendatang dari Mantasi, Airmata, Fontein, Bonipoi, Solor, wilayah Arab, Bugis serta orang-orang asli Merdeka, Oetete dan Oeba(Departemen pribumi yaitu orang Solor, Rote dan Sabu. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Kemudian pada area pemukiman di Indonesia, 1983) . kawasan Kota Lama Kupang ditata lebih teratur dari periode-periode sebelumnya. Kawasan Kota Lama Kupang juga ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan jasa yang diatur dalam pembagian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2011-2031. Permukiman kawasan Kota Lama Kupang pada masa sekarang mempunyai batas-batas wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah dan berstatus sebagai

Kecamatan Kota Lama yang sudah mekar dan terbagi menjadi 10 kelurahan yakni: Kelurahan Pasir Panjang, Kelurahan Oeba, Gambar 5. Peta Kawasan Kota Lama Kupang Kelurahan Nefonaek, Kelurahan Airmata, tahun 1900 (jejakembara, 2014) kelurahan Merdeka, Kelurahan Fatubesi, Tahun 1969 Kota Kupang resmi Kelurahan LLBK, Kelurahan Tode Kisar, berstatus sebagai Kecamatan Kota Kupang Kelurahan Solor, dan Kelurahan Bonipoi. dengan luas wilayah 22.59 km2. Dengan Khususnya Kelurahan Lahi lai Bissin demikian, luas wilayah Kota Kupang Kopan (LLBK) pada zaman kolonial mengalami kenaikan 507%. Naiknya luas merupakan tempat tinggal Raja Helong wilayah yang menyolok selama 13 tahun dan menjadi pusat pemerintahan Belanda, disebabkan bertambahnya jumlah desa sekarang menjadi sebuah kelurahan. yang masuk dalam wilayah Kota Kupang. Periode abad ke 21, beberapa Sebelumnya jumlah desa hanya 11, bekas bangunan peninggalan Belanda kemudian pemekaran menjadi 24 desa. tidak difungsikan dan beberapa lainnya Jadi, jumlah desa naik 118%. Desa-desa dialih fungsikan. Pelabuhan laut atau yang masuk wilayah Kota Kupang adalah dermaga Kota Lama Kupang sudah dialih Airnona, Airmata, Bakunase, Fontein, fungsikan sebagai pelabuhan bagi para Kuanino, Mantasi, Naikoten I, Pasir wisatawan luar negeri yang berwisata di Panjang, Oeba, Merdeka, Tode kisar, Solor, Kota Kupang untuk berlabuhkan kapal- Bonipoi, Lahi lai Besi Kopan, Fatufeto, kapal wisatawan. Di area sekitaran Nunhila, Nunbaun delha, Nunbaun Sabu pelabuhan dijadikan sebagai tempat dan Namosain. berdagang oleh pedagan kaki lima (PKL), bar, penginapan, dan pertokoan

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 82 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Acuan dalam menganalisis Akibat perkembangan dan perpanjangan perkembangan morfologi kawasan Kota akses jalan maka muncul blok-blok Lama Kupang kawasan di area permukiman orang Solor Analisis penelitian menggunakan peta seperti permukiman masyarakat bangsa kawasan Kota Lama Kupang tahun 1900 Cina (Lihat gambar 7 dan gambar 8). sebagai acuan untuk menggambarkan peta Temuan hasil analisis sinkronik periode sebelumnya ialah periode 1500, perkembangan kawasan Kota Lama 1600, 1700, 1800 dan periode sesudahnya Kupang periode abad ke 16 ialah periode 1900, 2019. Analisis Berdasarkan hasil analisis sinkronik beberapa periode lebih ditekankan pada perkembangan kawasan Kota Lama kejadian-kejadian penting yakni Kupang maka didapatkan temuan sebagai terbangunnya elemen-elemen fisik berikut: (1) Masuknya bangsa Portugis kawasan Kota Lama Kupang berupa jalan, dan diberi tanah oleh Raja Helong, maka blok, guna lahan dan bangunan, Portugis membangun benteng pertama di berdasarkan fakta-fakta sejarah yang Teluk Kupang; (2) Masuknya Bangsa terjadi pada perkembangan kawasan Kota Belanda bekas benteng Portugis direbut Lama Kupang. dan diberi nama ‘Fort Concordia’; (3) Analisis sinkronik kawasan Kota Lama Masuknya etnis Cina dibangunnya camp Kupang periode abad ke 15 – 21 Cina oleh Belanda di area Teluk Kupang Periode Abad ke 15 yang berhadapan langsung dengan Berdasarkan sejarah perkembangan pelabuhan Teluk Kupang.; (4) Kedatangan kawasan Kota Lama Kupang dapat ketiga bangsa tersebut menciptakan dianalisis perkembangan kawasan Kota penambahan elemen jaringan jalan yang Lama kupang pada periode abad ke 15 menghubungkan benteng, pelabuhan dan sampai abad ke 21 pada peta berikut ini pemukiman pada kawasan Kota Lama (Lihat gambar 6). Kupang serta pembangunan kuil Cina dekat Teluk Kupang; (5) Kawasan Kota Lama Kupang mulai tumbuh menjadi pusat ekonomi karena adanya kegiatan

perdagangan.

Gambar 6. Peta kawasan Kota Lama Kupang abad ke 15.(analisis peneliti, 2019) Periode Abad ke 16 Periode abad ke 16 dipengaruhi oleh kedatangannya bangsa Portugis, Belanda dan Cina. Secara signifikan periode abad ke 16 Kota Lama Kupang terjadi Gambar 7. Peta kawasan Kota Lama Kupang perkembangan jaringan jalan ke arah abad ke 16, kedatangan bangsa Portugis dan Timur permukiman orang Solor dan ke Belanda (analisis peneliti, 2019) arah Barat menuju benteng Concordia. Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 83 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Gambar 8. Peta kawasan Kota Lama Kupang Gambar 10. Peta kawasan Kota Lama Kupang abad ke 16, kedatangan bangsa Cina (analisis abad ke 18 (analisis peneliti, 2019) peneliti, 2019) Temuan hasil analisis sinkronik Periode Abad ke 17 perkembangan kawasan Kota Lama Perkembangan Kota Lama Kupang pada Kupang periode abad ke 18 periode abad ke 17 dapat dilihat pada Berdasarkan hasil analisis sinkronik gambar 9. perkembangan kawasan Kota Lama Kupang maka didapatkan temuan sebagai berikut. (1) Belanda membuat daerah penyangga di luar benteng Concordia bagi anggota pasukan untuk bercocok tanam sendiri dan disediakan pemukiman untuk memperluas wilayah dengan mengatur pemukiman berdasarkan etnis. (2) Belanda menetapkan batas-batas kota untuk menyangga kawasan Kota Lama Kupang. (3) Perluasan elemen jaringan Gambar 9. Peta kawasan Kota Lama Kupang jalan menuju arah selatan kuanino, ke arah abad ke 17(analisis peneliti, 2019) Timur Kampung Solor sampai Pasir Panjang depan asrama Brimob, serta ke Temuan hasil analisis sinkronik arah Barat sampai Namosain. perkembangan kawasan Kota Lama Kupang periode abad ke 17 Periode Abad ke 19 (Pra Kemerdekaan Berdasarkan hasil analisis sinkronik Indonesia) perkembangan kawasan Kota Lama Periode awal abad 19 tahun 1900, Kupang maka didapatkan temuan sebagai berdasarkan sejarah kawasan Kota Lama berikut: (1) Pembangunan penjara, Kupang, perkembangan kawasan semakin gudang batu bara, perkuburan dan sekolah meningkat dari aspek ekonomi yaitu injil. (2) Penambahan elemen jaringan dengan bertambahnya etnis Cina, sehingga jalan menuju arah Selatan daerah munculnya permukiman perdagangan perbukitan serta penambahan blok-blok yang cukup padat di area Teluk Kupang jalan di daerah perbukitan karena dibangunnya pertokoan di area Periode Abad ke 18 Kota Lama Kupang. Gambar 10 memperlihatkan Pertumbuhan permukiman di perkembangan Kota Lama Kupang pada kawasan Kota Lama Kupang diawal abad periode abad ke 18. 19 berupa area kawasan yang semakin padat ialah dari daerah sekitaran benteng

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 84 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 sampai area sekitaran pelabuhan Teluk sebelumnya hanya jalan umum yang Kupang. Kemudian pertumbuhan menghubungkan Kota Kupang dengan penduduk di daerah luar kawasan Kota Desa Camplong (wilayah Kabupaten Lama juga mulai meningkat dan Kupang). Kemudian, setelah perang dunia memengaruhi perluasan permukiman ke kedua lokasi pasar yang terletak di area arah Timur, Barat, dan Selatan di luar Teluk Kupang dibangun toko-toko oleh kawasan Kota Lama Kupang. Kawasan etnis Cina, sedangkan pasar tersebut Kota Lama Kupang menjadi salah satu dipindahkan ke arah Selatan di terminal kawasan yang padat sampai tidak angkot sekarang (2019) (Soh & Damajanti, mempunyai ruang untuk memperluas 2008) (Lihat gambar 12). wilayah pemukiman. Hal ini karena Temuan hasil analisis sinkronik meningkatnya pertumbuhan penduduk perkembangan kawasan Kota Lama mulai tahun 1825 (Departemen Kupang periode abad ke 19 Pendidikan dan Kebudayaan Republik Berdasarkan hasil analisis sinkronik Indonesia, 1983) . perkembangan kawasan Kota Lama Berdasarkan peta kawasan tahun Kupang maka didapatkan temuan sebagai 1900 terdapat pembangunan berupa berikut. Masjid di area Selatan dekat Desa Fontein serta terdapat blok-blok yang mulai muncul di pemukiman masyarakat dan pusat pemerintahan Belanda (Lihat gambar 11).

Gambar 12. Peta kawasan Kota Lama Kupang

tahun 1947, periode setelah Indonesia

merdeka (analisis peneliti, 2019)

(1) Perluasan pemukiman ke arah Barat, Timur dan Selatan hingga keluar dari Gambar 11. Peta kawasan Kota Lama Kupang kawasan Kota Lama Kupang. (2) Pada abad ke 19 sebelum kemerdekaan Indonesia Tahun 1900 terdapat penambahan elemen (analisis peneliti, 2019) kota pada kawasan Kota Lama Kupang Periode abad ke 19 (Pasca Kemerdekaan berupa pembangunan Masjid dan Indonesia) penambahan blok-blok di setiap Pada tahun 1947 setelah kemerdekaan, pemukiman. (3) Setelah Kemerdekaan berdasarkan sejarah, jika dilihat pada peta Indonesia tahun 1947 terjadi tahun 1947 terdapat perkembangan perkembangan terhadap elemen kawasan jaringan jalan dan blok-blok jalan di dalam yakni perkerasan atau pengaspalan pemukiman. Hal ini dikarenakan periode jaringan jalan dan blok pada pemukiman. sebelumnya jaringan jalan dan blok-blok (4) Tahun 1953 adanya kebijakan politik tersebut belum diaspal atau dikeraskan. yang berpengaruh terhadap status Jalan yang diaspal pada periode kawasan yaitu Kupang disamakan dengan

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 85 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 kecamatan sehingga status kawasan Sekolah Menegah yang ada di Kota Kupang berubah menjadi desa yang digabungkan sebagai wadah sementara untuk kegiatan dengan Desa Bonipoi. (5) Tahun 1969 belajar. Selain itu, beberapa bekas adanya kebijakan politik yang bangunan serta perkuburan Kolonial berpengaruh terhadap status kawasan seperti penjara lama, kantor Asisten yaitu Kupang dengan resmi berstatus Residen, kantor Bea Cukai, perkuburan sebagai kecamatan sehingga status Belanda, perkuburan etnis Cina sudah kawasan Kota Lama Kupang berdiri tidak difungsikan lagi, hanya beberapa sendiri menjadi Desa Lahi Lai Bissin bangunan Kolonial yang bertahan seperti Kopan. (6) Tahun 1978 adanya kebijakan Gereja Reformasi, Masjid, Kuil Cina yang politik yaitu Kecamatan Kupang dengan sudah direnovasi (Lihat gambar 13). resmi berstatus sebagai Kota Administratif Perkembangan elemen fisik berupa jalan (Kotip) dan status kawasan Kota Lama di abad ke 21 yaitu tiga jalan umum ke Kupang masih menjadi Desa Lahi Lai arah Timur, Selatan, Barat dan jalan Bissin Kopan. (7) Tahun 1996 adanya kolektor yang membentang pada area kebijakan politik yang berpengaruh Kampung Solor masih sama dengan terhada status kawasan yaitu Kupang periode-periode sebelumnya, dengan resmi berstatus sebagai Pemukiman masyarakat di periode abad Kotamadya sehingga status kawasan Kota ke 21 sudah sangat padat dan tidak Lama menjadi Keluarahan Lahi Lai Bissin terdapat ruang kosong untuk perluasan Kopan. (8) Tahun 1999 adanya kebijakan kawasan. Kemudian, pertokoan yang politik yaitu Kotamadya Kupang dengan berada di kawasan Kota Lama Kupang resmi berstatus sebagai Kota Kupang dan sudah tidak layak bahkan dan ada yang status kawasan masih sama dengan roboh akibat kekuatan struktur mulai periode sebelumnya yakni Keluarahan rapuh. Lahi Lai Bissin Kopan. Periode abad ke 21 Periode abad ke 21 tahun 2019 kondisi fisik dari bangunan-bangunan bekas Kolonial seperti benteng “Fort Concordia” berubah fungsi menjadi benteng Tentara Nasional Indonesia (TNI) angkatan udara. Kemudian lelabuhan lama Teluk Kupang yang dulunya sebagai akses laut perdagangan kini sudah dialih fungsikan sebagai tempat berlabuh kapal-kapal dari luar negeri yang berwisata di Kota Kupang dan area sekitaran Teluk Kupang dijadikan Gambar 13. Peta kawasan Kota Lama Kupang sebagai tempat berjualan pedagang kaki tahun 2019 (analisis peneliti, 2019) lima (PKL), bar, dan penginapan. Bekas Temuan hasil analisis sinkronik rumah Residen Belanda dialih fungsikan perkembangan kawasan Kota Lama menjadi Kantor Bupati, kemudian Kupang periode abad ke 21 dipindahkan ke luar Kota Kupang karena Berdasarkan hasil analisis sinkronik terjadi perluasan wilayah, oleh karena itu perkembangan kawasan kota lama bekas rumah Residen Belanda tersebut Kupang maka didapatkan temuan sebagai difungsikan bagi Perguruan Tinggi dan berikut. (1) Adanya kebijakan politik pada

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 86 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 tahun 2010 terjadi pemekaran kecamatan membandingkan perubahan tersebut di Kota Kupang, sehingga dibentuk dengan periode sebelumnya berdasarkan Kecamatan Kota Lama sebagai pemekaran sejarah dan dari hasil analisis sinkronik. dari Kecamatan Kelapa Lima berdasarkan Temuan hasil analisis diakronik Peraturan Daerah Pemerintah Kota kawasan Kota Lama Kupang periode Kupang Nomor 04 tahun 2010. Status abad ke 15 dan 16 kawasan Kota Lama Kupang masih sama Perubahan dan perbandingan antara seperti periode sebelumnya yaitu periode abad ke 15 dan 16 yakni Kelurahan Lahi Lai Bissin Kopan. (2) perkembangan yang berpengaruh pada Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah kawasan Kota Lama Kupang terjadi saat Kota Kupang 2011-2031 yang mengatur masuknya kedua bangsa asing Portugis status Kelurahan Lahi Lai Bissin Kopan dan Belanda, kemudian ditambah dengan sebagai kawasan perdagangan dan jasa masuknya etnis China. Hal ini dapat dilihat dengan perpaduan kawasan peribadatan, pada periode abad ke 16, adanya perkantoran pemerintahan serta penambahan elemen jaringan jalan yang pariwisata. (3) Bangunan bekas membentang ke arah Timur (Kampung peninggalan Belanda yang berada di Solor), Barat, Selatan serta penambahan kawasan Kota Lama Kupang berupa pemukiman oleh Belanda untuk sekutu- benteng Concordia, rumah Residen, kuil sekutunya, dan pemukiman bagi etnis Cina, Gereja Reformasi, Masjid, yang masih Cina, sehingga terdapat pemukiman Cina berfungsi dan kantor Asisten Residen, di area Teluk Kupang (Lihat gambar 14). kantor Bea Cukai, penjara lama, sekolah, perkuburuan Belanda, dan perkuburan etnis Cina sudah tidak difungsikan lagi.

Kemudian, pelabuhan laut sudah dialih fungsikan sebagai tempat berlabuh bagi kapal-kapal dari luar negeri yang berwisata di Kota Kupang. (4)

Perkembangan elemen jaringan jalan masih seperti periode sebelumnya yaitu membentang ke arah Timur (Kampung

Solor), Barat (Namosain) dan Selatan

(Kuanino). (5) Pemukiman masyarakat sudah padat dan kondisi fisik bangunan pertokoan mempunyai struktur yang sudah mulai rapuh serta beberapa pertokoan yang dibangun di atas karang tepian laut.

Analisis diakronik kawasan Kota Lama Kupang periode abad ke 15 – 21 Analisis perubahan dan perbandingan morfologi kawasan Kota Lama Kupang berdasarkan periode waktu, yakni abad 15 Gambar 14. Peta perubahan dan perbandingan sampai abad ke 21 (2019). Untuk melihat morfologi kawasan Kota Lama Kupang abad 15 perubahan-perubahan yang terjadi pada dan 16 (analisis peneliti, 2019) kawasan Kota Lama Kupang serta

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 87 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Temuan hasil analisis diakronik dimana pada tahun 1900 terlihat cukup kawasan Kota Lama Kupang periode banyak blok-blok di setiap pemukiman abad ke 17 dan 18 sampai pada tahun 1947 mulai hilang Perbandingan antara kedua periode ini karena dalam penjelasannya tahun 1900 yaitu pada abad ke 17 kawasan Kota Lama jalan yang diaspal hanyalah jalan umum. Kiupang belum mempunyai batas-batas Kemudian blok-blok tersebut merupakan kota sehingga kondisi perubahan kawasan jalan setapak atau jalan kuda yang hanya tidak terlalu berkembang. Periode abad ke bisa dilalui oleh satu atau dua orang serta 18 terlihat perkembangan yang diaspal pada tahun 1947. Periode abad ke berpengaruh terhadap kondisi fisik 21 jalan umum tidak terdapat perubahan, kawasan yaitu dengan penetapan batas- masih seperti periode sebelumnya 1947 batas kota oleh Belanda, sehingga dan blok-blok pada pemukiman hampir bertambahnya jaringan jalan dan seluruhnya hilang, hanya terdapat pemukiman masyarakat. Perluasan sebagian yang masih ada. Ditinjau dari jaringan jalan berdasarkan batas-batas perubahan letak bangunan-bangunan kota yang sudah ditetapkan yaitu Km 0 masih seperti periode sebelumnya yaitu (depan rumah residen) ditarik 1 ½ km ke letak toko milik etnis Cina yang mulai arah Timur daerah Pasir Panjang, ke arah dibangun pada tahun 1947 masih sama, Barat daerah Namosain, dan ke arah kemudian letak bangunan-bangunan Selatan ialah Kuanino. Kemudian peninggalan Belanda letaknya masih sama pemukiman masyarakat yang diatur hanya beberapa bangunan dialih berdasarkan etnis (Lihat gambar 15). fungsikan menjadi kantor dan beberapa lainnya tidak difungsikan lagi. Kemudian berdasarkan RTRW Kota Kupang tahun 2011-2031 penggunaan lahan dikawasan Kota Lama Kupang menjadi kawasan perdagangan dan jasa (Lihat gambar 16).

Gambar 15. Peta perubahan dan perbandingan morfologi kawasan Kota Lama Kupang abad 17 dan 18 (analisis peneliti, 2019)

Temuan hasil analisis diakronik kawasan Kot a Lama Kupang periode abad ke 19 dan 21 Perbandingan periode abad ke 19 dan 21 Gambar 16. Peta perubahan dan terdapat perubahan yang cukup drastis perbandingan morfologi kawasan Kota Lama pada abad ke 21. Ditinjau dari Kupang abad 19 dan 21 (analisis peneliti, perkembangan blok-blok jaringan jalan 2019)

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 88 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Kesimpulan http://hdl.handle.net/1887.1/ite Berdasarkan hasil analisis sinkronik m:2407792 perkembangan dan analisis diakronik Bintarto, R. (1977). Pengantar geografi perbandingan morfologi kawasan Kota kota. Spring. Lama Kupang periode abad 15 hingga BPS Kota Kupang. (2014). Kota Kupang abad ke 21 dapat disimpulkan bahwa Dalam Angka 2014. generator penggerak utama https://kupangkota.bps.go.id/pub perkembangan kawasan Kota Lama lication/2014/08/15/58376aab8 Kupang pada periode abad ke 15 ialah (1) 84d1a8fea6071e9/kota-kupang- masuknya Raja Helong yang menguasai dalam-angka-2014.html kawasan; (2) kawasan Kota Lama Kupang Branch, M. C. (1995). Perencanaan kota menjadi salah satu kota bandar yang ada di komprehensif: Pengantar & Pulau Timor sehingga menjadi pintu penjelasan (B. H. Wibisono & A. masuk bagi para bangsa Portugis, Belanda, Djunaedi, Trans.; Terjemahan). Cina, dan orang dari luar kota untuk Gadjah Mada University Press. menguasai maupun berdagang; (3) Area Teluk Kupang menjadi tempat kegiatan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perdagangan dari periode abad ke 15 Republik Indonesia. (1983). sampai pada periode abad ke 21. Sejarah Sosial di Daerah Nusa Tenggara Timur. Departemen Pernyataan penulis Pendidikan dan Kebudayaan Dengan ini penulis menyatakan bahwa Republik Indonesia. penelitian ini terbebas dari konflik kepentingan dengan pihak manapun Fox, J. J. (1997). Harvest of the Palm: Harvard University Press. Ucapan terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada J Detaq. (1971). Memperkenalkan Kota Universitas Atma Jaya Yogyakarta Koepang. khususnya Program Studi Pascasarjana jejakembara. (2014, October 10). Kawasan Arsitektur dan Universitas Katolik Widya kota lama kupang. Baomong Mandira, serta semua pihak yang telah Kupang. mendukung kegiatan penelitian ini. https://baomongkupang.wordpre Referensi ss.com/2014/10/10/kawasan- kota-lama-kupang/ Ardhiansyah, N., Widyastuti, D. A. R., & Septiari, E. D. (2019). Perubahan Lake, R. C., Mberu, Y. B., Diaz, A., Lake, R. C., tata guna lahan kampung Mberu, Y. B., & Diaz, A. (2019). Prawirotaman kota Yogyakarta Elemen-Elemen Pembentuk sebagai dampak keberadaan Sistem Kota-Lama Kupang. Jurnal kawasan komersial. ARTEKS : Arsitektur Komposisi, 12(3), 257– Jurnal Teknik Arsitektur, 3(2), 131– 269. 138. https://doi.org/10.24002/jars.v1 https://doi.org/10.30822/arteks. 2i3.2235 v3i2.66 Luitnan, I. A. (2012). Koepang tempo Bakosurtanal. (1998). Kupang D M 16,28. doeloe: Kisah eksodus etnik Helong Leiden Universities Librarie | dari Nusa Ina, penghuni pemula Digital Collections. Kaisalun, Bunibaun, Kota Kupang,

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 89 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Nusa Tenggara Timur. Penerbit Kontribusi Penulis Ruas. Rudini A. R. B. Lamahoda berkontribusi Rossi, A. (1984). The Architecture of the dalam penyusunan konsep penelitian, City. MIT Press. metodologi, investigasi, analisis data, visualisasi serta penyusunan draft artikel dan Setiadi, A. (2018). Strategi implementasi revisi. konsep waterfront city kota Amos Setiadi berkontribusi dalam Kupang. ARTEKS : Jurnal Teknik metodologi. supervisi dan validasi Arsitektur, 3(1), 1–10. Reginaldo Christophori Lake berkontribusi https://doi.org/10.30822/arteks. dalam metodologi. supervisi dan validasi v3i1.49 Ricky Samara berkontribusi dalam Situmorang, N. (2018). Citra Kota Kupang metodologi. supervisi dan validasi dalam Arsip (https://anri.go.id/sekitar- arsip/arsip-statis/naskah- sumber). Citra Kota Kupanga dalam Arsip; Arsip Nasioanal Republik Indonesia. https://anri.go.id/download/nask ah-sumber-arsip-citra-daerah- kota-kupang-dalam-arsip- 1586396164 Soh, A. Zacharias., & Damajanti, M. N. (2008). Timor Kupang: Dahulu dan sekarang. Yayasan Kelompok Penggerak Aktivitas Kebudayaan. http://repository.petra.ac.id/171 56/1/Publikasi1_01026_1985.pdf Whitehand, J. W. R. (1977). The Basis for an Historico-Geographical Theory of Urban Form. Transactions of the Institute of British Geographers, 2(3), 400–416. https://doi.org/10.2307/621839 Yunus, H. S. (2008). Dinamika Wilayah Peri-Urban: Determinan Masa Depan Kota. Pustaka Pelajar. Zahnd, M. (1999). Perancangan Kota secara Terpadu: Teori Perancangan Kota dan Penerapannya (Vol. 2). Kanisius.

Perkembangan morfologi kawasan Kota Lama Kupang ©Lamahoda, Setiadi, Lake &Samari (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 90 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity

Faruq Ibnul Haqi1,2 1. School of Creative, University of South Australia, Adelaide, Australia [email protected] 2. Department of Architecture, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, Indonesia Sri Tuntung Pandangwati3,4 3. Department of Urban and Regional Planning, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia 4. School of Global Urban and Social Studies, Royal Melbourne Institute of Technology, Melbourne, Australia [email protected]

Abstrak Kepemimpinan memiliki arti yang sangat luas karena merupakan studi lapangan yang terdiri dari berbagai dimensi yang berbeda seperti psikologi, manajemen, organisasi dan politik. Di sisi lain, kajian tentang peran kepemimpinan dalam isu pembangunan perkotaan masih relatif langka, terutama dalam konteks negara berkembang. Literatur menunjukkan bahwa bagaimana pemerintah daerah di bawah walikota sebagai posisi tertinggi disebuah kota dalam memprioritaskan pembangunan perkotaan sangat dipengaruhi oleh norma- norma sosial budaya dan gaya kepemimpinan. Oleh karena itu, peran kepemimpinan walikota sangat penting terkait intervensi pemerintah daerah untuk mempromosikan kecantikan Kota di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kepemimpinan merupakan aspek penting dalam tata kelola perkotaan. Mengambil studi kasus di Surabaya, bukti menunjukkan bahwa kepemimpinan memainkan peran penting dalam tata kelola perkotaan terutama dalam hal proses fasilitasi dan konsultasi. Berdasarkan analisis literatur dokumen yang relevan dan wawancara dengan pengambil keputusan di Surabaya, temuan menunjukkan bahwa kualitas kepemimpinan walikota telah memainkan peran penting dalam meningkatkan keindahan bentuk perkotaan di Surabaya sebagai hasil dari proses desain perkotaan. Mekanisme yang mendasari peran ini antara lain bahwa walikota memiliki pemahaman yang baik tentang desain perkotaan dan telah mampu turun tangan untuk menuntut desain perkotaan yang baik sebagai sebuah kebijakan dan memiliki kedudukan untuk dapat mendekati pejabat dan anggota masyarakat dalam proses perkotaan yang cantik. Kualitas kepemimpinan walikota berperan penting dalam mewujudkan keindahan kota Surabaya yang lebih baik. Walikota yang memiliki pemahaman yang luas tentang desain perkotaan merupakan sebuah keuntungan bagi pemerintah daerah. Kata kunci: kepemimpinan walikota, keindahan kota, desain kota, pemerintahan kota

Abstract Leadership has an expansive meaning because it is a field study that comprises several different dimensions such as psychology, management, organization, and politics. On the other hand, the study of leadership’s role on urban development issues is still relatively scarce, especially in developing countries. The literature shows that local governments under the mayor as the highest-ranking position of municipal prioritise urban development is very much a function of socio-cultural norms and leadership styles. Therefore, mayoral leadership is vital regarding local government interventions to promote urban beautification in Indonesia. It is undeniable that leadership is a significant aspect of urban governance. Taking a case study in Surabaya, evidence shows that leadership plays important roles in urban governance,

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 91 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 especially in facilitating and advising processes. Drawing on analysis of relevant documents, literature, and interviews with key decision-makers in Surabaya, the findings indicate that the quality of mayoral leadership has played a vital role in enhancing the beautification of urban form in Surabaya as a result of the urban design process. The mechanisms underlying this role include that the mayor has a sound understanding of the urban design and has been able to intervene to insist on good urban design as policy and has the standing to approach officials and community members on the urban beautification process. The quality of mayoral leadership has played a vital role in shaping the better urban beautification of Surabaya. A Mayor who has a wide-ranging grasp of urban design has advantages for the local government. Keywords: mayoral leadership, urban beautification, urban design, urban governance

Received: 2020-09-02 | Accepted: 2020-02-12 | DOI: 10.29080/eija.v6i2.1010| Page: 77-90 EMARA: Indonesian Journal of Architecture http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA This article is open access distributed under the terms of the Creative Commons Attribution ShareAlike 4.0 International License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium provided the original work is properly cited.

Introduction Cities have grown in all countries and the implement urban design policies in the need for better planning and management process of urban development and urban of urban environments has become more planning, and they must also maintain the urgent in recent decades. A planned and elements of urban design that already well-designed city has an important exist. City planners face numerous benefit for the population. Sustainability in competing interests at both national and planning and urban development has local levels, and there is the issue of become an essential guiding principles overlapping regulations and competition among professionals and academics for resources so that local governments globally, commonly being applied to urban are having difficulty implementing any design elements (Childs, 2010). Applying worthwhile urban designs. A key figure in urban design elements to urban this whole subject is the mayor who is in a development processes is a reflection of strong leadership position and able to the high value that is placed on modern demand and implement a good urban cities. Whether a good urban design is design. achieved is a measure of the effectiveness Madanipour (2006) stated that of the planning process, and it also cities face many challenges when seeking indicates the extent of community leaders' to implement the urban design to address support for urban design. their respective urban issues. Urban designs are a response to Metropolitan cities have many differences, the specific problems of each city. Designs but they also have many problems in and plans indicate the need for city common (such as congestion and managers and planners to be responsible pollution), but one common issue is the for matters regarding the environment lack of strong leadership to motivate and and its inhabitants, the aim being to foster implement urban design within their cities as friendly environments and policies. This condition is particularly attractive as an effort to implement urban evident in developing countries, one of beautification. Many challenges are faced which is in Indonesia which has more than by Indonesian cities as they seek to 514 cities.

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 92 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Leadership has a broad definition future for their citizens and the because it is a field study that comprises municipalities they lead (Dávila, 2009). several dimensions such as psychology, Responding to the increasingly management, organization, and politics crucial urban governance issue, this article (John & Cole, 1999). Furthermore, aims to answer two main questions. The leadership is a popular and academic field first one is what leadership roles in urban of study with an extensive range of governance and what circumstances affect definitions involving practical issues and the quality of leadership in urban theories (Couto, 2010). Couto (2010) governance. The second one is the linkages defines leadership as the resources of between urban leadership and urban individuals that enables them to build beautification. Understanding what relationships in a particular context that situation forms a good leader is essential usually a complex system. These for urban planning because good planning definitions represent that leadership is a will be useless without support from a process that consists of three aspects: good leader in urban governance leader, follower and context. In terms of (Irazábal, 2017). Understanding urban urban governance, leadership is defined as leadership's role in establishing good ‘governing capacity’ (John & Cole, 1999). urban governance is beneficial to generate In this context, leadership is usually more reliable city leaders in the future. related to local governance, municipal Methods leaders, and the political system The critical research approach adopted in (Gissendanner, 2004; Haus & Erling this study is qualitative, and the primary Klausen, 2011; Sweeting, 2002). However, method is a case study. This study draws the discussion of leadership in urban upon relevant literature that addresses governance issues is still relatively limited, mayoral leadership and urban especially about leaders' role in governing beautification concepts, emphasizing the urban areas (Satterthwaite, 2009). City of Surabaya. All participants were Therefore, this paper discusses broadly interviewed to acquire information on the the three components of leadership role of mayoral leadership in influencing instead of focusing on a specific aspect of urban design principles to enhance urban leadership. development. In the interview, they were Leadership has an increasingly asked to express their views on their important role in urban governance perception of the urban leadership and the (Dávila, 2009; Haus & Erling Klausen, roles of mayoral. Other data-gathering 2011; Irazábal, 2017; John & Cole, 1999). methods were contained within the Some scholars argue that leadership and assortment of secondary data, including an community engagement are critical factors analysis of documents, government for successfully implementing urban reports, web pages, and other literature. planning (Haus & Erling Klausen, 2011; Irazábal, 2017). Moreover, local political The qualitative content analysis leaders have a significant role in method was used to analyze the data that accommodating local communities to has been collected. Bryman (2007) stated participate in collective action (John & that content analysis delivers technique to Cole, 1999). Additionally, city mayors have control raw data selected more played a critical role in generating a better controllable for the analysis and investigate integrally qualitative processes of leadership (Lakshman, 2012).

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 93 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

This analysis helps the researchers expand complex policy-making process. Directive a concept and model based on coding, means the ability to control and direct a categorizing, and connecting by each change in urban governance. element. All data interviews that have Table 1. Typology of leadership in been transcribed and categorized were urban governance organised, coded, and analyzed with QSR Type of power NVivo software.) Power to Power over Result and Discussions Type Respons Consensual Caretaker Types of leadership in urban governance of ive Facilitator Urban governance is defined as managing action Directive Visionary City Boss urban areas, including people, resources, Source:(John & Cole, 1999) and social-economic activities (Kearns & John & Cole (1999) suggest four Paddison, 2000). This process involving leadership types in urban governance (see different actors with different interests table 2). Firstly, a caretaker is one type of and backgrounds that work together to leadership that finds it hard to adapt to achieve a shared vision of an urban area rapid change and the policy-making (Steele & MacCallum, 2014) Governance process's complexity. It shows that this is capacity depends not only on institutional the weakest type of leadership. Secondly, issues but also on the leadership issue the consensual facilitator is far more related to leaders' ability to engage and adaptable than the caretaker, although it is persuade other individuals (stakeholders) still weak in directing change in the policy- to support particular public policies or making process. This type of leadership projects (Gissendanner, 2004). It is a considers the importance of networking governing process that requires a relation and partnership to manage change in the between various public and private actors urban system. Thirdly, a city boss is a and is centered on one particular actor strong leader, but they cannot make a who leads, maintains, and coordinates the sustainable change in the urban policy- workflow in this process (Gianoli, 2010). making system. Although urban This relation depicts leadership as one management strategies developed by the component of urban governance that city boss cannot stay long after the leader influences its quality. leave his/her office. Strong leaders made Literature defines types of significant innovations during their work, leadership that emerge in urban but some of these innovations were not governance. There are many typologies sustained (Satterthwaite, 2009). The last developed in the field study of leadership. one is visionary leadership, which However, these typologies can be combines strong characteristics of combined into one matrix (see table 1) leadership. It is directive because it adapts (John & Cole, 1999). This matrix shows the change and directs and makes leadership types in terms of their innovation to address the urban policy- character and how strong their power in making system's complexity and solve managing change and complex conditions urban issues. Moreover, it has a strong emerged in contemporary urban power that can make a significant change governance. In general, leadership has two to the system so that their innovations characters: responsive and directive. could last for many years after the Responsive means lack intervention in the leadership period over. rapidly changing policy and increasingly

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 94 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Table 2. Types of leadership competitive situation creates leadership emerge in different kinds of the cultural that focuses on productivity, goals, and system targets. Internal focus and External focus and These two kinds of typology look integration differentiation CLAN: Adhocracy: similar, but they use different approaches. Facilitator and Innovator and visionary John and Cole (1999) implicitly define Mentor which type of leadership is the most Hierarchy: Market: Monitor and Competitor and effective in dealing with contemporary coordinator producer urban problems. It is depicted by how he Source: (John & Cole, 1999) determines how powerful each leadership Another typology of leadership is type is. Martin and Simons (2002) established based on the culture consider the broader context of urban influencing the urban policy-making governance and use cultural aspects to system. Four types of leadership emerge in determine each type of leadership's four different urban cultural systems success. Each type of leadership's (Martin & Simons, 2002). Clan culture, effectiveness is based on where it is where community and society's value is implemented. Each type of leadership in robust, tends to generate facilitative and this typology looks contrast, but they are advising leadership (facilitator and not opposites because they work in mentor). This type of leadership focuses different cultural systems. Leadership on people and involves them formulating does not just talk about leaders but also its solutions and making decisions. In the follower and social-cultural context CLAN of leadership type, leaders have a (Couto, 2010). Furthermore, this typology vital position in establishing participatory helps develop an understanding of planning. Another sort of leadership different leadership needs and why generated by adhocracy culture. This various leadership kinds emerge in a cultural setting, which has a relatively contemporary urban context. flexible structure and lack of formal A more recent study suggests two structure, tends to create innovative and leadership types in the current urban visionary leadership. This type of leader is governance context: place leadership and future-oriented, and it can adapt to network governance (Mullins & Bortel, increasingly complex urban problems by 2010). Place leadership is a type of creating innovations. The typical action leadership in urban governance done by this type of leadership is the concentrating on places, local contexts, strategic direction to improve the existing and partnerships. Network governance is condition. a type of leadership that aims to create a In contrast, a hierarchy culture common interest in order to bring with a very formal structure tends to together different actors with various produce a monitor and coordinator. This backgrounds. These leadership types type of leadership influences controlling emerged because there is a shift from the process of governance and keeping its urban government to governance stability. Maintaining structure and strict nowadays. These two types of leadership management of work are the fundamental have a shared approach in networking, but principles of this leadership. Lastly, place leadership has a relatively more competitive and productive leadership are specific focus on spatial context (place). likely to be found in the market culture. A This study suggests that leadership that

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 95 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 can establish networking is a type of creating good urban governance (Barber & leadership needed to address Eastaway, 2010; Mullins & Bortel, 2010; contemporary urban problems. Rondinelli & Heffron, 2009). Overall, there are many types of Leadership became an important leadership found in the urban governance issue in urban governance in Europe and context. Each type has a different Latin America since the decentralization characteristic in running the governance reform in the late 1980s. Mayors became process, and they work in different kinds an important figure who has a critical role of the urban governance system. John and in directing the local policy-making Cole (1999) suggest that facilitator and process (Dávila, 2009; John & Cole, 1999). visionary leadership are more effective However, Latin America gains more than any other leadership kind. However, positive outcomes from this reform than Martin & Simons (2002) argue that a European countries. Gissendanner (2004) certain kind of leadership's effectiveness and John and Cole (1999) assert that this relies on its urban governance system. decentralization reform in Europe was a Mullins & Bortel (2010) also indicate that challenge because the urban governance changes in the present-day urban system has become more complex. On the governance system influence the other hand, Dávila (2009) and emergence of new leadership types such Satterthwaite (2009) suggest that this as place leadership and network reform, especially the presence of a governance. Therefore, understanding the directly elected Mayor, gave more benefit context is essential in defining which type for Latin American citizens because of leadership is needed. mayors tend to pay more in this system attention to the poor. This system requires The type of leadership needed in moral commitment for the directly elected addressing urban issues) leaders. Even though leadership is a process In terms of decentralization, involving leader, follower and occur in a facilitative leadership is the most effective particular situation (Couto, 2010), this leadership type in the decentralization era process is still centered on a single for European and Latin American contexts. dominant actor called a leader (Gianoli, In Latin America, mayors are responsible 2010). In this section, leaders' role in the for dealing with many problems related to urban governance system and their improving the citizens' well-being, approaches or characteristics in especially poverty, and coordinating addressing the present-day urban different stakeholders involved in problem is examined. Leaders can come development (Satterthwaite, 2009). In this from different actors involved in the urban context, Dávila (2009); Gissendanner governance process. Some literature (2004); Satterthwaite (2009) suggest that discusses the role of the mayor as the most a leader who can create frequent significant actor in urban governance interaction with the citizens is needed. (Dávila, 2009; Gianoli, 2010; John & Cole, This type of leader is defined as facilitative 1999; Satterthwaite, 2009), and some of leadership (Martin & Simons, 2002). them compare different types of urban European countries also face a similar leaders (Greasley & Stoker, 2008; Martin & challenge in terms of decentralization. The Simons, 2002). Several other pieces of urban governance system became much literature discuss how important the role more complicated during decentralization. of leadership and a particular figure in

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 96 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Agencies are much more competitive; the Another issue faced by many governance system is fragmented, citizens European countries is urban regeneration. and media are more critical (Greasley & Literature suggests that leadership plays a Stoker, 2008). In this context, significant role in addressing socio- decentralization needs a robust, economic issues through urban innovative, and facilitative leadership to regeneration (Barber & Eastaway, 2010; direct the urban decision-making process Heffron, 2014; Mullins & van Bortel, 2010). (Greasley & Stoker, 2008; John & Cole, A study conducted by (Heffron, 2014) 1999). analyses leadership's role in urban Facilitative leadership is also regeneration policy delivery in the UK's needed in the deindustrialization context. financial crisis period. This study suggests Gissendanner (2004) discusses municipal that urban regeneration policies need to leaders' role in improving the cities' be delivered by promoting leadership and governance capacity and strategic capacity restructuring the urban governance in the deindustrialization era. Two system. In this case, delivering German cities’ (Dortmund and Augsburg) regeneration policies in a limited fund is responses to deindustrialization are possible if supported by strong leadership. analyzed as two examples representing Furthermore, a study conducted attempts done by many other cities in by Barber and Eastaway (2010) compares addressing socio-economic problems such the performance of leaders in Birmingham as unemployment. Both Dortmund and and Barcelona in addressing the demand Augsburg faced a crisis in the for urban regeneration. This study found deindustrialization era and have similar that Barcelona performs better than institutional systems. However, the study Birmingham. Even though these two asserts that the mayor's leadership in municipalities have similar top-down Dortmund was more successful than types of leadership, Barcelona's Augsburg. This mayor could utilize governance process has more integration concealed resources such as aid, political and community engagement than in system, consensus, partnership, and Birmingham. Another evidence showed momentum to improve socio-economic the importance of facilitative leadership conditions during the crisis. style in addressing urban problems. Additionally, Dortmund's most Moreover, Mullins and van Bortel (2010) exciting aspect of leadership is the power also assert that a successful urban of the relationship between leader and regeneration is supported by a leadership follower. This kind of character is included that can engage with an extensive range of in facilitative leadership (Martin & Simons, actors, including citizens, and implements 2002). So, it is true that the mayor, as the a democratic and inclusive policy-making leader, has an essential role in creating process. improvement, but he did it by working Facilitative leadership style is a together with other individuals. In this type of leadership influential in addressing case, successful leadership is not just urban problems both in European and about a leadership skill of individual but a Latin American countries. Even though skill to generate and implement resources these groups have different problems, to induce other people, especially facilitative leadership provides effective followers, to support a shared vision. communication and integration between leaders and followers. In the Latin

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 97 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

American context, this enables leaders to who comes from a professional and create proximity to their people to academic institution has more freedom to understand better how to assist them in innovate than someone who comes from a solving poverty and inequality effectively. political party, which usually has a In European urban regeneration particular interest (Gissendanner, 2004). problems, facilitative leadership fosters Direct election is one aspect that regeneration policy delivery by has a positive influence on improving encouraging stakeholders to integrate and leadership performance in urban work together. governance. Dávila (2009) suggests that Circumstances that form a good leader directly elected mayors tend to be more The Municipal leader is an essential responsive to the poor's needs, mostly in political position in urban governance, but Latin American countries. The condition this does not guarantee the significance of creates morale and commitment the his/her role in addressing urban leaders must make readers. A similar thing problems. Several components affect the is suggested in the European context. John quality of leadership, such as institutional and Cole (1999) argue that directly elected and local settings and the leaders’ mayors can claim a mandate and avoid characters (Greasley & Stoker, 2008; faction fighting in party organizations. Sweeting, 2002). Moreover, a study done by Gianoli (2010) In the case of Dortmund and Augsburg, an asserts that leadership delivered by a urban leader's governing capacity is directly elected Mayor in Turin, Italy has a influenced by the presence of leader- vital role in addressing complex followers cooperation, ability to create governance systems and creating innovation, informal resources, and innovation in the policy-making process. political culture (Gissendanner, 2004). This direct election method has positive These two municipalities have impacts on increasing prominence and institutionally strong leaders during the governance performance of a mayor. deindustrialization crisis. They also have Psychological and personal party loyalty, friendship, and solidarity in aspects indeed affect the quality of their political culture. However, significant leadership, but this is also affected by the institutional segregation in Augsburg institutional aspect (Barber & Eastaway, political system became an obstacle for the 2010; Greasley & Stoker, 2008; John & mayor to create strong leader-follower Cole, 1999; Sweeting, 2002). The leadership and generate innovation to institutional aspect is formal and informal improve the city’s strategic capacity. organizations that give the leader formal Satterthwaite (2009) suggests that power and authority (Haus & Erling innovative leadership, one aspect Klausen, 2011; Sweeting, 2002). This influencing good urban governance, is institutional aspect is like a base that determined by the supportive national determines how a leader can work and use system, whether he/she comes from the his/her authority. An excellent outside political system, frequent institutional arrangement is a structure interaction made with followers and that delegates much power to the whether he/she is elected directly by the municipal leader to do his/her executive citizens. These external and internal function, and there is no need to share factors enable leaders to innovate in the his/her authority with any other governing process. For example, a mayor organizations (Greasley & Stoker, 2008).

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 98 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Moreover, the constitution is part of the 2008). Furthermore, Satterthwaite (2009) institution that also impacts determining argued that the municipal government certain types of leadership by requiring a requires a mayor who understands and knows about city planning. Therefore, the relationship between leaders and fundamental question ‘does mayoral followers (Greasley & Stoker, 2008). leadership matter in influence urban Also, local political culture design/planning policy as one of the influences fostering a suitable leadership strategies in urban beautification in type (Barber & Eastaway, 2010; Bochel & Surabaya?’. Bochel, 2010; Haus & Sweeting, 2006). Numerous respondents of this High social capital in a political culture study have answered this question. A senior officer in the environmental board, positively impacts fostering collaborative he states that: leadership (John & Cole, 1999). This “Another city leaders in Indonesia rarely enables followers and any actors with own it. Usually, their background is different interests to work together with politicians, businessmen, economics, artists, the leaders to support their better future. etc. Surabaya mayor’s background is an In terms of culture in the planning context, architect who influenced the urban Barber and Eastaway (2010) suggest that development of Surabaya.”. (Respondent #2) community engagement thoroughly Another view is from a critical implemented in Barcelona creates the policymaker in the department of waste strong clan culture in its local planning management and parks which mentioned practice. This fostered strong cooperation that: between leaders and followers in the “... Surabaya is lucky to have a high-quality urban governance process. mayor who concerns about the environment and urban development. Our Qualitative content analysis mayor is the 3rd best in the world. I knew Mayor and local government that she is an architect”. (Respondent #4) The literature above (in the Another perspective has come context of Western) discussed that from a senior officer in spatial planning leadership (aspects influencing its who further commented: capacity) and governance are the main “…she was a planner who knows about features of the urban development urban design, so she always intervened process. To describe these qualities in the directly in guarding all the process. It is one case study of the City of Surabaya, all of her commitments to urban design policy”. respondents who are the key player of (Respondent #3) policymakers volunteered to be interviewed. Most indicated that their responses express both their institutional and personal opinions concerning both aspects in influence urban design policy as one of the strategies of urban beautification in Surabaya. As a city leader of the local government, the mayor contributes to the urban development process, especially in influencing urban design or planning policy. It indeed that the mayor who has Figure 1. City hall of Surabaya (Source: strong leadership and high commitment Authors, 2015) He also commented regarding the can make a city more beautiful and able to role of the mayor in implement urban face the current municipal challenges design: through urban design strategies (Irvine,

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 99 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

“Before elected as mayor, she served as a urban design is advantageous for the local government employee in Surabaya, such as government. With the right leadership Chief of Research and Development, Head of attitude, she can make the urban design a DKP, and lastly, she was a Head of Bappeko policy and approach the community (Development Planning Agency). Thus, she mediated by urban design. This is in line understands Surabaya’s context and how to with Haqi's (2016) work, which stated that create an urban form of Surabaya much the urban policy focused on local action better through urban design. Simply an and community empowerment involving example, she placed elements of urban multiple agencies and stakeholders to design in front of city hall”. (Respondent achieve sustainable communities and #3) social sustainability. The mayoral From these responses, it is leadership and public involvement understandable that the respondents had together can affect legitimate and been aware that the Mayor of Surabaya has operational policy-making in the context a planner background. Mayor’s experience of urban governance (Haus & Erling includes following short courses abroad Klausen, 2011) has a significant influence on employ The links between mayor leadership and urban beautification and how to manage the municipality much better. It is urban beautification extensively acknowledged that a mayor’s From the findings discussed previously, municipal performance is shaped by their the role of the leadership of the mayor has knowledge (Avellaneda, 2009). This has been recognized by all respondents as the been reinforced by the work of Fiedler primary attribute in the urban design (1986), who acknowledged that: process to achieve urban beautification in “Cognitive resource theory assumes that Surabaya. As a municipality government more intelligent and knowledgeable leaders make better plans and decisions than do leader, the mayor impacts the urban those with less ability and knowledge.” development process, especially in It is indispensable for the city to influencing urban design. Irvine (2008) require a mayor who has exceptional found that a mayor who has strong understanding, a high commitment to the leadership can create a city more urban design policy, and a forward- attractive and face the current municipal thinking approach to the environment. It is challenges through urban design matching as stated by the senior officer respondent about the commitment of the strategies. Irvine also added that a mayor mayor in the development process who has strong leadership and high Surabaya: commitment could make a city more “... In the attendance of businessman forum beautiful and face the current municipal meeting, the mayor said that she has a challenges. commitment to build the city of Surabaya This is in line with one of the based on ecology approach”. (Respondent #3) critical policymakers of Surabaya who was He further commented: explained his view on what has been done “…she was a planner who knows about by the mayor in promoting urban design as urban design, so she always intervened one of the strategies to achieve urban directly in guarding all the process. It is one beautification in Surabaya as follows: of her commitments to urban design policy”. “Mayor is very concerned about the urban (Respondent #3) issues in Surabaya. One of her achievements It can be concluded that the quality of mayoral leadership has played a vital is reforming the dead-space that is derelict role in shaping urban beautification in and dirty to be superb of urban open space, Surabaya through urban design. A Mayor namely Bungkul Park, which won the who has a wide-ranging understanding of “United Nations Asian Townscape Award

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 100 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

2013”. In this place, she (Mayor) applied the acknowledged as a vital attribute of the principles of urban design in the planning mayor. Then, how are the links between process, in which the community can utilize leadership and urban beautification? all activities and facilities”. (Respondent #1 Urban design policies that intervene by the He further comments that: mayor who has strong leadership have “Her expectations are high in applying participated in urban beautification as a urban design in Surabaya. She compares part of the urban development process in Surabaya to other metropolitans like Surabaya. By providing more public space London, New York, Seoul, and others. To and urban design attributes inside. Then, achieve these targets, the mayor engages urban street trees also reduce pollution some stakeholders to assist the program from vehicles that are good for the health (urban beautification) in Surabaya; one of and environment (figure2). As such, as them is through Corporate Social stated by Haqi (2016) that the urban Responsibility (CSR). It is intended to save development process will be easily visible the budget”. (Respondent #1) with a 'high' environmental quality) In the case of Surabaya, it is recognizable that the mayor's background is a planner, so the mayor can be addressing urban development issues through urban design to shape urban beautification. This is recognized by Avellaneda (2009), who stated that their knowledge forms the mayor’s performance in the municipal. Furthermore, Haqi & Pieters Figure 2. urban street (Source: authors, (2019) found that Surabaya mayor has 2015) played a vital role in promoting urban Conclusion design as one of the urban policies. As It is undeniable that leadership is a indicated by Heath et al. (2006), the significant aspect of urban governance. municipal requires the effectiveness of Shreds of evidence show that leadership urban policy based on the ecological plays an essential role in urban approach for promoting urban policy. governance, especially in facilitating and They also argued that the mayor should advising processes. Several studies in the have policy interventions to promote literature suggest that leadership’s role in urban design as an excellent policy to establishing physical proximity with its achieve better urban beautification. This is followers and integrating different more worthwhile rather than interests is critical in determining the concentrating on shifting the behavior of urban governance process's success. people. However, in the implementation of Furthermore, several circumstances urban design, the local government needs influence leadership performance, collaboration from all parties, such as including external and internal aspects. It stakeholders, the community, and NGOs, to is affected by the leaders' characteristics achieve them (Purbani, 2017). and several external factors such as the What is more, the role of constitution, institutional system, and leadership in influencing urban design in local political culture where it is the urban beautification process has been implemented. Therefore, improving

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 101 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 leadership performance in urban https://doi.org/10.1080/014428 governance can create a more facilitative 71003723309 type of leadership. Additionally, improving Bochel, H., & Bochel, C. (2010). Local external factors can be done by Political Leadership and the establishing a constitution that requires Modernisation of Local Government. Local Government more community engagement, an Studies, 36(6), 723–737. institution that supports innovations, and https://doi.org/10.1080/030039 creates a local political culture with a 30.2010.523199 strong common interest. Bryman, A. (2007). Qualitative Research 2. Drawing on the interview's key SAGE Publications. findings and based on the qualitative Childs, M. C. (2010). A Spectrum of Urban analysis approach, this study has found a Design Roles. Journal of Urban close relationship between mayoral Design, 15(1), 1–19. leadership and the urban beautification https://doi.org/10.1080/135748 process. Based on Surabaya’s case in this 00903429357 study, the quality of leadership of a mayor Couto, R. A. (2010). Political and Civic Leadership: A Reference Handbook. who has a background as a planner or SAGE Publications. architect is convincingly beneficial for Dávila, J. D. (2009). Being a mayor: The municipalities. This is because the mayor, view from four Colombian cities. as the highest-ranking position in the Environment and Urbanization, municipal, understands how to shape the 21(1), 37–57. city more beautiful, comfort and active for https://doi.org/10.1177/095624 the community so that the mayor could 7809103003 promote urban design as one of the good Fiedler, F. E. (1986). The Contribution of ‘tool’ policies in achieving better urban Cognitive Resources and Leader beautification in Surabaya. Behavior to Organizational Performance1. Journal of Applied Disclosure statement Social Psychology, 16(6), 532–548. No potential conflict of interest was https://doi.org/10.1111/j.1559- reported by the author(s). 1816.1986.tb01157.x Acknowledgment Gianoli, A. (2010). Directly elected mayor The authors thank the anonymous and effectiveness of strategic city planning: The case of Turin, Italy. reviewers and the editors for their Journal of Town & City constructive comments on this paper. Management, 1(2), p186-196. References https://web.a.ebscohost.com/abst ract?direct=true&profile=ehost&s Avellaneda, C. N. (2009). Municipal cope=site&authtype=crawler&jrnl Performance: Does Mayoral =17569583&AN=87721988&h=V Quality Matter? Journal of Public 1uCmc4zbvb%2f6cu1zP6D%2fz4 Administration Research and daZ9vS3udrJOJMDDSL88robzPZ6 Theory, 19(2), 285–312. QQtXbTQ3Ul7L4iv1y8SaaE9j1BE https://doi.org/10.1093/jopart/ MPXiaTBvw%3d%3d&crl=c&resu mun001 ltNs=AdminWebAuth&resultLocal Barber, A., & Eastaway, M. P. (2010). =ErrCrlNotAuth&crlhashurl=login Leadership challenges in the inner .aspx%3fdirect%3dtrue%26profil city: Planning for sustainable e%3dehost%26scope%3dsite%2 regeneration in Birmingham and 6authtype%3dcrawler%26jrnl%3 Barcelona. Policy Studies, 31(4), d17569583%26AN%3d87721988 393–411.

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 102 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Gissendanner, S. (2004). Mayors, Systematic Review. Journal of Governance Coalitions, and Physical Activity and Health, 3(s1), Strategic Capacity: Drawing S55–S76. Lessons from Germany for https://doi.org/10.1123/jpah.3.s Theories of Urban Governance. 1.s55 Urban Affairs Review, 40(1), 44–77. Heffron, R. (2014). Leadership and policy https://doi.org/10.1177/107808 delivery in regeneration practice 7404267188 in a time of austerity. Journal of Greasley, S., & Stoker, G. (2008). Mayors Urban Regeneration & Renewal, and Urban Governance: 7(3), 243–250. Developing a Facilitative Irazábal, C. (2017). City Making and Urban Leadership Style. Public Governance in the Americas: Administration Review, 68(4), 722– Curitiba and Portland. Routledge. 730. Irvine, J. (2008). A Changing Climate for https://doi.org/10.1111/j.1540- Urban Design: An Examination of 6210.2008.00910.x the New Zealand Regulatory Haqi, F. I. (2016). Sustainable Urban Approach. New Zealand Journal of Development and Social Environmental Law, 12, 277. Sustainability in the Urban https://heinonline.org/HOL/Page Context. EMARA: Indonesian ?handle=hein.journals/nzjel12&id Journal of Architecture, 2(1), 21– =281&div=&collection= 26. John, P., & Cole, A. (1999). Political https://doi.org/10.29080/eija.v2i leadership in the new urban 1.15 governance: Britain and France Haqi, F. I., & Pieters, J. (2019). The Role of compared. Local Government Leadership Influencing the Health Studies, 25(4), 98–115. Equality Through Urban Design in https://doi.org/10.1080/030039 the City of Surabaya, Indonesia. 39908433969 International Journal of Kearns, A., & Paddison, R. (2000). New Engineering & Technology, 8(1.9), Challenges for Urban Governance. 434–438. Urban Studies, 37(5–6), 845–850. https://doi.org/10.14419/ijet.v8i https://doi.org/10.1080/004209 1.9.26703 80050011118 Haus, M., & Erling Klausen, J. (2011). Urban Lakshman, C. (2012). Structured content Leadership and Community analysis in leadership research: A Involvement: Ingredients for Good new method for international Governance? Urban Affairs Review, contexts. Leadership & 47(2), 256–279. Organization Development Journal, https://doi.org/10.1177/107808 33(5), 477–493. 7410388867 https://doi.org/10.1108/014377 Haus, M., & Sweeting, D. (2006). Local 31211241265 Democracy and Political Madanipour, A. (2006). Roles and Leadership: Drawing a Map. Challenges of Urban Design. Political Studies, 54(2), 267–288. Journal of Urban Design, 11(2), https://doi.org/10.1111/j.1467- 173–193. 9248.2006.00605.x https://doi.org/10.1080/135748 Heath, G. W., Brownson, R. C., Kruger, J., 00600644035 Miles, R., Powell, K. E., & Ramsey, L. Martin, J., & Simons, R. (2002). Managing T. (2006). The Effectiveness of Competing Values: Leadership Urban Design and Land Use and Styles of Mayors and CEOs. Transport Policies and Practices to Australian Journal of Public Increase Physical Activity: A

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 103 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Administration, 61(3), 65–75. Author(s) contobution https://doi.org/10.1111/1467- Faruq Ibnul Haqi contributed to the research 8500.00285 concepts preparation, methodologies, Mullins, D., & Bortel, G. van. (2010). investigations, data analysis, visualization. Neighbourhood regeneration and articles drafting and revisions. place leadership: Lessons from Sri Tuntung Pandangwati contribute to the Groningen and Birmingham. Policy research concepts preparation and literature Studies, 31(4), 413–428. reviews, data analysis, of article drafts https://doi.org/10.1080/014428 preaparation and validation 71003723325 Purbani, K. (2017). Collaborative planning for city development. A perspective from a city planner. Scientific Review Engineering and Environmental Sciences, 2017(vol.26(1)), 136–147. https://doi.org/10.22630/PNIKS. 2017.26.1.12 Rondinelli, D. A., & Heffron, J. M. (2009). Leadership for Development: What Globalization Demands of Leaders Fighting for Change. Kumarian Press. Satterthwaite, D. (2009). Editorial: What role for mayors in good city governance? Environment and Urbanization, 21(1), 3–17. https://doi.org/10.1177/095624 7809103505 Steele, W., & MacCallum, D. (2014). Australian environmental governance and environmental planning procedures. In J. Byrne, N. Sipe, & J. Dodson (Eds.), Australian Environmental Planning: Challenges and Future Prospects (1st ed., pp. 49–68). Routledge. Sweeting, D. (2002). Leadership in Urban Governance: The Mayor of London. Local Government Studies, 28(1), 3–3. https://doi.org/10.1080/714004 134

Mayoral Leadership in Shaping Urban Beautification in Surabaya and Aspects Influencing Its Capacity ©Hqqi &Pandangwati (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 104 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Housing adaptation in response to high-noise environment a case study: Jalan Maleber Utara settlement Adaptasi hunian di dalam kawasan dengan kebisingan tinggi studi kasus: permukiman Jalan Maleber Utara Monica Dewi Institut Teknologi Bandung, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Perancangan Kebijakan, ITB Bandung, Indonesia, [email protected] Agus Suharjono Ekomadyo, Kelompok Keahlian Perancangan Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Perancangan Kebijakan, ITB, Bandung, Indonesia, [email protected]

Abstrak Permukiman di sepanjang jalan Maleber Utara merupakan permukiman dengan kondisi yang unik yaitu permukiman berdekatan dengan sumber kebisingan yang paling mengganggu; lalu lintas jalan, lalu lintas kereta api, dan lalu lintas udara. Rumah yang ideal adalah rumah yang berada di lingkungan yang tenang. Paparan dari kebisingan secara terus menerus terbukti dapat merusak kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan adaptasi dalam hunian untuk mengurangi dampak dari kebisingan tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari adaptasi yang dilakukan oleh warga permukiman jalan Maleber Utara dalam menanggapi fenomena kebisingan tinggi. Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan rhythmanalysis. Data didapatkan melalui wawancara dan observasi. Sampel dipilih dengan cara snowball sampling. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kondisi kebisingan di permukiman jalan Maleber Utara ditanggapi dengan cara yang berbeda-beda oleh setiap penghuni. Eurhythmia dari kawasan dapat terjadi karena penciptaan ritme baru oleh setiap penghuni dalam mengatasi ritme sumber kebisingan yang bersifat patologi. Walaupun demikian, arrhythmia dari permukiman jalan Maleber Utara dapat terjadi apabila tidak ada tindakan lebih lanjut dalam menanggapi kondisi kebisingan di jalan Maleber Utara yang semakin lama semakin bertambah intensitasnya akibat kenaikan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sekaligus masukan kepada pemerintah dan pemegang kepentingan lainnya agar dapat memberikan solusi atas kondisi kebisingan di permukiman jalan Maleber Utara.. Kata kunci: Kebisingan, Lalu Lintas Jalan, Lalu Lintas Kereta Api, Lalu Lintas Udara, Permukiman, Rhythmanalysis

Abstract Jalan Maleber Utara Settlement is a unique case of settlement with a unique condition: it conjuncts with three known noise sources; road traffic, railway traffic, and air traffic. The ideal house is a house in a tranquil environment. Exposure to constant noise proofed could cause health and well-being problems. Hence, there must be some house adaptations to reduce the noise. This research aims to describe forms of adaptation that Jalan Maleber settlers did in response to high-noise environment situations. This research is a descriptive qualitative research conducted with interview and observation using the rhythm analysis approach. Data were collectedd by interview and observation, and Samples were chosen by the snowball sampling method. The result showed that noisy conditions various responses made by Jalan Maleber Utara settlers. The invention of a new rhythm could achieve Eurhythmia by every

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 105 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 settler in handling noise source rhythm that tends to be a pathology. Even so, arrhythmia could not be avoided, and it could happen if there were no advance action in response to this condition. The intensity of the noise increases, in line with population and economic growth. This research gave a description and solution for noise conditions in Jalan Maleber Utara Settlement. Keywords:: Air Traffic, Noise, Rhythmanalysis, Railway Traffic, Road Traffic, Settlement

Received: 2020-12-25 | Accepted: 2021-02-12 | DOI: 10.29080/eija.v6i2.1010| Page: 105-118 EMARA: Indonesian Journal of Architecture http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA This article is open access distributed under the terms of the Creative Commons Attribution ShareAlike 4.0 International License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium provided the original work is properly cited.

Pendahuluan Kekesalan akibat kebisingan merupakan Miedema & Oudshoorn (2001) dan hasil hal yang lumrah di perkotaan (Chung, penelitian tersebut menyatakan bahwa Chau, Masullo, & Pascale, 2019). kebisingan dari pesawat terbang paling Kebisingan di dalam kawasan mengganggu bila dibandingkan dengan permukiman dapat berasal dari lalu lintas darat ataupun kereta api. penggunaan kendaraan (Berglund, Desain bangunan merupakan Lindvall, & Schwela, 2000). Kebisingan variabel penting yang sering tidak dari lalu lintas jalan, lalu lintas kereta api, diperhatikan secara mendalam pada saat dan lalu lintas pesawat terbang adalah meneliti kenyamanan audial ruang sumber kebisingan yang paling (Torresin et al., 2019). Meskipun berpengaruh pada kesehatan (Guarinoni, demikian, hubungan antara lingkungan Ganzleben, Murphy, & Jurkiewicz, 2012). fisik dan kebisingan juga telah banyak Banyak penelitian yang telah dibahas dalam beberapa penelitian. membahas mengenai kebisingan dari Dzhambov & Dimitrova (2015) dalam penggunaan ketiga transportasi tersebut. penelitiannya menyatakan bahwa Penelitian mengenai paparan dari semakin dekat hunian seserang dengan kebisingan lalu lintas jalan pernah area hijau maka akan semakin kurang dilakukan oleh Ester dan rekan (2016). sensitivitas seseorang terhadap Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kebisingan. Han, Huang, Liang, Ma, & Gong kebisingan dari lalu lintas jalan di dalam (2018) menemukan bahwa bangunan permukiman secara terus menerus dapat yang banyak dan tersebar dalam suatu meningkatkan kemunculan gejala depresi permukiman dapat membantu dan mengurangi kualitas tidur terutama mengurangi kebisingan, begitu pula pada masyarakat golongan ekonomi dengan tanaman yang ditanam di pinggir rendah. Licitra, Fredianelli, Petri, & Vigotti jalan. Tenailleau dan rekan (2015) dalam (2016) membahas kebisingan dari lalu penelitiannya menyatakan bahwa ukuran lintas kereta api di dalam penelitiannya, dari hunian terbukti berpengaruh Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terhadap eksposur kebisingan ke dalam masyarakat yang tinggal dekat dengan rumah. Oral, Yener, & Bayazit (2004) kereta api utamanya terganggu oleh suara dalam penelitiannya menyatakan bahwa peluit kereta api, gesekan bernada tinggi selubung bangunan memiliki fungsi untuk dan gesekan bernada rendah. Kebisingan mengatur kondisi lingkugan fisik dalam dari pesawat terbang pernah diteliti oleh bangunan salah satunya memberikan

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 106 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 kenyamanan akustik. Pada teori efek memperjuangkan aspirasi (Ekomadyo, Doppler (Gill, 1965) dinyatakan bahwa Santri, & Riyadi, 2020), tetapi juga semakin dekat sumber suara maka perjuangan untuk beradaptasi (Ekomadyo semakin kencang bunyi yang terdengar et al., 2020). Secara lebih jauh, kajian ini akibat frekuensi yang lebih tinggi. Oleh akan memperkaya aspek sosial dalam karena itu, posisi pendengar terhadap penciptaan objek-objek teknis sebagai sumber suara menentukan tingkat delegasi kehendak manusia lewat kebisingan yang didengar, sehingga produksi arsitektur (Ekomadyo et al., sempadan dan tata letak ruang di dalam 2020). rumah yang mempengaruhi jarak antara Metode penghuni dan sumber bising Metode yang digunakan dalam penelitian mempengaruhi kebisingan yang diterima ini adalah deskriptif-kualitatif (Kumar, penghuni. 2008) dengan menggunakan pendekatan Permukiman di sepanjang jalan rhythmanalysis (Potts, 2015). Maleber Utara merupakan permukiman Rhythmanalysis digunakan untuk yang terpapar kebisingan tinggi. membaca ritme yang terjadi dalam Permukiman ini memiliki keunikan kehidupan sehari-hari. Metode yang biasa dimana permukiman berada di dekat jalan digunakan dalam penelitian dengan yang menjadi jalur alternatif (jalan pendekatan rhythmanalysis adalah Maleber Utara), rel kereta api (stasiun dokumentasi dan observasi. Seperti yang Andir), dan bandara (bandara Husein dilakukan oleh University of Kent Urban Sastranegara). Oleh karena itu, kebisingan Ethnography Summer School di Paris yang diterima oleh kawasan permukiman 2018 yang mengajarkan pada ini berasal dari penggunaan tiga moda mahasiswanya bahwa di dalam waktu transportasi sekaligus. yang bersamaan berbagai kejadian terjadi Tujuan dari penelitian ini adalah di satu tempat. Perbedaan hanya ada pada untuk menggali lebih dalam mengenai di sisi mana peneliti berada. Selain itu, adaptasi hunian seperti apa yang Simpson (2012) di dalam penelitiannya dilakukan oleh masyarakat di melakukan rhythmanalysis pada street permukiman jalan Maleber Utara dalam performance di Bath, United Kingdom. menanggapi fenomena kebisingan tinggi Metode yang digunakan adalah time-lapse tersebut. Hasil dari penelitian ini photography dimana sebuah kamera diharapkan dapat memberikan gambaran diletakkan di tempat yang sama dan mengenai kondisi permukiman di jalan mengambil gambar beberapa kali dalam Maleber Utara Bandung. Penelitian ini juga waktu yang berbeda kemudian ritme diharapkan dapat menjadi masukan bagi dibaca berdasarkan apa yang tergambar masyarakat ataupun pemerintah sekitar dari beberapa gambar tersebut. Lefebvre dalam memperbaiki kondisi kebisingan menyatakan bahwa foto dapat menjadi lingkungan di sekitar jalan Maleber Utara. media yang tidak jujur sehingga tidak bisa Penelitian ini diharapkan juga satu foto menjelaskan fenomena yang mampu memberikan kontribusi bagi benar-benar terjadi di dalam kawasan kajian sosio-spasial dalam arsitektur, yang terfoto. Oleh karena itu, dibutuhkan dengan menunjukkan ruang-ruang dokumentasi sekuensial dan bukan hanya arsitektural memang menjadi dalam satu waktu saja untuk menjelaskan representasi dari mereka yang ritme sebuah kawasan. memproduksinya, bukan saja untuk

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 106 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Pendekatan rhythmanalysis yang pertimbangan adalah 1) tinggal di digunakan berfokus pada dua konsep sepanjang jalan Maleber Utara, 2) tinggal ritme yaitu eurhythmia dan arrhythmia. lebih dari 10 tahun di dalam kawasan, dan Ritme yang dimaksud oleh Lafebvre 3) bersedia untuk dikunjungi rumahnya. (1992) dapat berukuran atom maupun Ketiga sampel yang telah didapatkan semesta, tetapi yang menjadi fokus dalam memiliki tipologi yang berbeda sehingga penelitian ini adalah ritme yang berkaitan dapat mewakili 124 hunian yang berjejer dengan arsitektur sebuah bangunan dan di sepanjang jalan Maleber Utara. aktivitas dari penggunanya. Eurhythmia Observasi langsung dilakukan adalah kondisi dimana terjadinya sebanyak tiga kali dengan bimbingan dan keharmonisan dan persatuan ritme, arahan dari dosen dikarenakan penelitian sedangkan arrhythmia adalah gangguan ini dilakukan dalam situasi pandemi pada ritme yang bersifat patologi dan Covid-19. Data tata letak ruang didapatkan dapat berakhir pada hilangnya ritme. dengan cara wawancara dan menggambar Selain itu, dalam pembahasan penelitian langsung di hadapan responden untuk juga akan diperhatikan hubungan ritme mendapatkan denah bangunan tanpa dan waktu yang dikategorikan ke dalam masuk ke dalam rumah, sehingga data dua jenis yaitu linear dan cyclical. Linear yang didapat merupakan hasil interpretasi berarti rutinitas dari suatu objek dan Hasil dan Pmbahasan cyclical berarti kumpulan dari rutinitas Ritme Permukiman Maleber dulu dan objek dalam sebuah setting. sekarang Pengumpulan data dilakukan Jalan Maleber Utara berada di dengan metode observasi dan wawancara. kelurahan Maleber, Kecamatan Andir, Observasi dilakukan untuk mendapatkan Kota Bandung (Gambar 1). Terdapat lima ritme di dalam aristektur permukiman Rukun Tetangga (RT) yang dilewati oleh jalan Maleber Utara. Aspek yang jalan Maleber Utara: RT 02, RT 03, RT 04, diperhatikan pada saat observasi yaitu; 1) RT 05, dan RT 06. Anang Rohimat, seorang selubung bangunan 2) tata letak ruang, 3) tokoh masyarakat berusia sekitar 80 sempadan, dan 4) vegetasi. Wawancara tahun mantan Ketua Rukun Warga (RW) dilakukan kepada tiga tokoh masyarakat 04, menuturkan rel kereta api di sepanjang dan tiga penghuni permukiman di permukiman Maleber sudah ada sejak sepanjang jalan Maleber Utara. jaman penjajahan. Begitu pula dengan Wawancara kepada tiga tokoh masyarakat bandara Husein Sastranegara. Ritme dilakukan untuk mendapatkan permukiman hadir setelah ritme kereta pengetahuan mengenai ritme dari api dan pesawat terbang muncul di pemukim dan permukiman di sepanjang kawasan tersebut. Kondisi terkini dari jalan Maleber Utara, tetapi ketiga tokoh konteks permukiman jalan Maleber Utara tersebut tidak termasuk ke dalam sampel dapat dilihat pada Gambar 2. penelitian karena lokasi rumahnya yang tidak berada di jalan Maleber Utara. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah snowball sampling (Kumar, 2008) dimana sampel didapatkan dari jejaring tokoh yang direkomendasikan oleh responden yang ditemui pertama kali. Adapun ktiteria sampel yang menjadi

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 107 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Tetapi, ketika penelitian ini dilakukan warga kelurahan Maleber sedang mengalami kesulitan air hingga menerima bantuan air dari pemerintah, sehingga menurut Pak Dani kenaikan penduduk dari permukiman Maleber di jaman sekarang bukan lagi disebabkan oleh sumber air yang melimpah, melainkan karena lokasinya yang strategis dan harga sewa kontrakan yang relatif Gambar 1. Peta Permukiman Jalan Maleber murah. Banyak pendatang dari Jawa Utara (sumber: google earth, 2020) Tengah dan Jawa Timur yang berdatangan dan tinggal di permukiman Maleber, bahkan populasinya melebihi jumlah penduduk asli dari lingkungan tersebut. Ajat Sudrajat merupakan tokoh masyarakat lain yang keluarganya telah

hadir di kelurahan Maleber, bersamaan dengan keluarga Anang Rohimat. Menurut penuturan beliau, kondisi rel kereta api, bandara, serta jalan Maleber Utara sekarang sangat berbeda dari jaman dulu Gambar 2. Kondisi Permukiman Jalan saat ia kecil. Rel kereta api pada jaman itu Maleber Utara (sumber: Dokumentasi tidak memiliki peredam suara sehingga pribadi, 2020) suara yang dihasilkan dari gesekan roda Dani Munandar, Ketua RT 02 kereta api dengan rel sangat bising. Selain mengatakan bahwa nama Maleber berasal itu, kereta api pada masa itu masih dari kata meleber. Dulu, kelurahan menggunakan kereta api tenaga batu bara Maleber terkenal dengan sumber daya dan menghasilkan suara yang lebih bising airnya yang melimpah. Faktor tersebut dari kereta api jaman sekarang. Bandara diduga menjadi awal mula terbangunnya Husein Sastranegara dulu masih berupa permukiman di kelurahan Maleber. Sisa bandara yang hanya melayani pesawat dari sumber daya air tersebut dapat dilihat tempur, berbeda dengan sekarang dimana dari selokan satu meter di samping rel bandara Husein utamanya merupakan kereta api (Gambar 3). bandara pesawat komersial. Pesawat tempur memproduksi suara yang lebih bising dibandingkan dengan pesawat

komersial. Frekuensi melintas dari pesawat tempur juga dirasa lebih sering dibandingkan dengan frekuensi melintas

pesawat komersial. Jalan Maleber Utara dulu masih berupa jalanan desa tanpa perkerasan sehingga orang yang melintas pada jalan Gambar 3. Selokan Bekas Peninggalan Sumber Daya Air Utama Dulu (sumber: tersebut kemungkinan besar adalah warga dokumentasi pribadi, 2020) sekitar saja. Tetapi, pada tahun 2000-an

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 108 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 jalanan diberi perkerasan. Sejak saat itu bangunan 2) tata letak ruang, 3) jalan Maleber Utara mulai diminati sempadan, dan 4) vegetasi. Terdapat tiga pengguna kendaraan bermotor. Menurut rumah yang dijadikan sebagai sampel dari penuturan Muktar, tokoh sekaligus penelitian. Ilustrasi dari letak ketiga masyarakat yang tinggal di pinggir Jalan sampel rumah dapat dilihat pada Gambar Maleber, kenaikan pengguna jalan 4. Maleber juga dipengaruhi oleh banyaknya masyarakat yang bekerja di Bandung dan tinggal di Cimahi sehingga Jalan Maleber Utara sering menjadi jalan alternatif dari Bandung ke Cimahi. Dari penuturan keempat tokoh di atas maka dapat diketahui bahwa ritme dari permukiman Maleber muncul sejak ditemukannya sumber daya air yang melimpah di dalam kawasan tersebut. Gambar 4. Titik Sampel Penelitian Ritme dari bandara, kereta api, serta jalan (sumber: google maps) Maleber sudah hadir dari awal Ketiga rumah dipilih berdasarkan permukiman terbangun dan telah pada tipologinya yang sudah dapat membentuk eurhythmia sejak saat itu. mewakili 124 rumah di sepanjang jalan Ritme linear dari kereta api, bandara, dan Maleber Utara. Rumah Pak Wasto adalah jalan berubah seiring berjalannya waktu. rumah yang tidak menampung fungsi Kemajuan teknologi dan pengembangan komersial sama sekali, rumah Pak Muktar yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah rumah yang menampung fungsi menjadi faktor penyebab pengubahan komersial berupa bengkel dengan ketiga ritme linear moda transportasi pembagian ruang komersial yang terpisah tersebut. Akan tetapi, ritme linear dari dari ruang hunian, sedangkan rumah Pak ketiga moda trasnsportasi masih dapat Wawan adalah rumah yang menampung menyatu dan berharmonisasi bersama fungsi komersial yang bercampur dengan dengan ritme permukiman Maleber ruang hunian. sehingga eurhythmia dari kawasan tetap Rumah Pak Wasto sudah berdiri terjaga. Hal ini terbukti dengan sejak tahun 1981 dengan status permukiman yang hingga sekarang masih kepemilikan bangunan adalah hak milik. hadir di sekitar jalur tiga moda Pak Wasto dulu adalah seorang pedagang transportasi tersebut. Oleh karena itu, warung kecil yang dulu berdiri di area diperlukan analisis terhadap kondisi depan rumahnya tetapi sekarang Pak hunian dari permukiman Maleber untuk Wasto sudah tidak bekerja. Rumah milik mengetahui apa yang menyebabkan Pak Wasto dihuni oleh sekitar delapan terjaganya eurhythmia dari kawasan. orang. Rumah Pak Muktar sudah berdiri Analisis Adaptasi Hunian Terhadap sejak 1982 denggan status kepemilikan Kondisi Kebisingan adalah hak milik, sebelumnya rumah Berdasarkan hasil observasi dan tersebut adalah milik orangtua Pak studi literatur, terdapat empat aspek yang Muktar. Pekerjaan dari Pak Muktar adalah perlu diperhatikan sebagai bentuk dari ustad sekaligus montir dari bengkel adaptasi hunian terhadap kebisingan. pribadi miliknya yang terletak di area Keempat aspek tersebut yaitu; 1) selubung depan rumah. Rumah dari Pak Muktar

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 109 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 dihuni oleh sekitar enam orang, sedangkan memasang selubung yang “hijau” pada rumah Pak Wawan adalah rumah yang bangunan dapat mengurangi bising. Pada berdiri sejak tahun 1996 dengan status rumah Pak Muktar dan Pak Wawan tidak kepemilikan rumah adalah hak milik. ditemui sikap terhadap bukaan seperti Rumah Pak Wawan dahulu adalah rumah yang dilakukan oleh Pak Wasto, tetapi milik kakaknya yang kemudian dibeli oleh kedua rumah ini menggunakan area depan Pak Wawan. Pak Wawan berprofesi rumahnya sebagai lahan bisnis sehingga sebagai penjahit dan rumahnya dihuni sikap tidak menyembunyikan jendela oleh tiga orang. depan ini dapat dikaitkan dengan Torresin et al (2019) dalam implikasi keberadaaan lahan bisnis yang penelitiannya menyatakan bahwa membutuhkan eksposur ke arah jalan selubung bangunan merupakan Maleber Utara. Petunjuk bahwa kedua penyambung antara luar dan dalam rumah menyediakan jasa bengkel/ bangunan sehingga bentuk dan penjahit menjadi penting, sejalan dengan materialnya dapat menyaring suara yang pernyataan Ebster (2011) bahwa signage masuk dan membentuk akustik dalam dan petunjuk merupakan strategi desain bangunan. Pada Appendix 1 dapat dilihat yang penting pada sebuah toko. ilustrasi dari selubung bangunan ketiga Tata letak ruang merupakan sampel rumah. bagian dari desain bangunan. Penghuni Susunan fasad dari ketiga rumah dari permukiman jalan Maleber Utara menunjukkan bahwa terdapat upaya memiliki status kepemilikan rumah yang untuk mengurangi bukaan yang beragam, tetapi ketiga rumah yang menghadap ke sumber kebisingan. De dijadikan sebagai sampel adalah rumah Salis, Oldham, & Sharples (2002) dalam dengan status kepemilikan milik sendiri, penelitiannya menyatakan bahwa sehingga pengguna memiliki kebebasan memang ada dilema pada perancangan dalam mendesain maupun ventilasi natural pada bangunan. Di satu mentransformasikan tata letak ruang dari sisi ventilasi harus memiliki bukaan yang rumah. Ilustrasi dari tata letak ruang lebar untuk dapat memasukkan banyak ketiga sampel dapat dilihat pada Appendix udara, tetapi di sisi lain untuk mengurangi 2. bising yang masuk maka ventilasi harus Rumah Pak Muktar memiliki ditutup rapat. Kondisi ini diatasi secara dimensi 6x12 meter, rumah Pak Wasto sederhana oleh ketiga rumah dengan cara 6x11 meter, dan rumah Pak Wawan 4x5 jendela yang jarang dibuka dan lebih meter. Dari tata letak ruang ketiga rumah memilih memanfaatkan lubang ventilasi ini dapat ditemui kesamaan yaitu yang kecil sebagai jalur keluar masuk ketiganya memiliki ruang luas tanpa sekat udara dibandingkan membuka jendela di lantai 2. Pada rumah Pak Muktar dan lebar-lebar. pak Wasto area ini dimanfaatkan sebagai Pada rumah Pak Wasto dapat tempat mengaji, beribadah, serta kegiatan dilihat bahwa jendela depan rumah besar lainnya, sedangkan Pak Wawan tersembunyi sehingga memungkinkan menggunakan ruangan ini sebagai kamar adanya reduksi kebisingan dari sekaligus ruang keluarga. keberadaan pagar semen yang dihalangi Berdasarkan tata letak ruang oleh vegetasi di depannya. Van dapat dilihat bahwa terdapat upaya untuk Renterghem, Hornikx, Forssen, & mereduksi kebisingan pada ruang Botteldooren (2013) menyatakan bahwa keluarga. Hal ini dapat terlihat dari

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 110 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 peletakan ruang tengah/ruang keluarga kebisingan untuk mereduksi kebisingan yang cenderung berada di area tengah dan ke dalam area rumah. Hal ini dapat terjadi belakang bangunan bukan di area depan karena perkembangan penduduk di dalam bangunan. Dari tata letak ruang ini juga kawasan yang memaksa bangunan untuk dapat dilihat bahwa penghuni di jalan dibangun semakin mendekati area rel. Maleber Utara tidak hanya melihat sumber Tabel 3. Sempadan dan Vegetasi pada kebisingan ini sebagai kekurangan, tetapi Ketiga Sampel Rumah Studi Kasus juga sebagai peluang bisnis. Pak Muktar Sempadan Vegetasi mendirikan bengkel di teras rumahnya, Hunian Rumah Pak kamar di sebelah teras rumah pak Wasto Muktar Tidak ada Tidak ada pernah menjadi warung sebelum anaknya No. 42/182 RT:05/04 bekerja, dan pak Wawan menjadikan Rumah Pak Wasto Iskam ruang menjahitnya transparan di area Tidak ada Ada (No. 120 depan rumah untuk menarik pelanggan. RT:04/06) Sumber dari kebisingan bukan hanya Rumah Pak menghasilkan suara yang mengganggu, Wawan Kuswandi Tidak ada Tidak ada tetapi juga dapat menjadi lahan bisnis bagi (No.141 penghuni permukiman jalan Maleber RT:03/06) Utara akibat kebisingan tersebut terjadi Sumber: Analisis Pribadi, 2020 karena lokasinya yang berada di simpul Pada kasus rumah Pak Muktar, area pergantian moda transportasi dan banyak sempadan yang tersisa ini dijadikan dilalui orang. sebagai lahan usaha yaitu bengkel, Gill (1965) mengemukakan sedangkan Pak Wasto membangun kamar sebuah teori bernama doppler effect yang untuk anggota keluarganya yang menyatakan bahwa semakin jauh sumber bertambah di area sempadan tersebut. Pak bunyi maka bunyi akan semakin terdengar Wawan dapat dikatakan penghuni baru di lemah, hal ini terjadi karena frekuensi dalam kawasan apabila dibandingkan bunyi yang mengecil. Oleh karena itu, dengan Pak Muktar dan Pak Wasto, sempadan dari bangunan dapat sehingga ketika Pak Wawan membeli berkontribusi dalam reduksi kebisingan rumah tersebut, rumah itu sudah berdiri yang masuk ke dalam bangunan. Ow & tepat di atas sempadan. Ghosh (2017) dalam penelitiannya Baik di rumah Pak Muktar maupun menyatakan bahwa penanaman vegetasi Pak Wawan tidak ditemui tumbuhan yang baik dengan intensitas lebat ataupun dapat menjadi peredam kebisingan dari jarang rata-rata dapat mereduksi lingkungan. Dari ketiga sampel, hanya kebisingan sebanyak 50%, sehingga pada rumah Pak Wasto yang memanfaatkan ketiga sampel rumah dilakukan vegetasi sebagai peredam kebisingan. identifikasi dari sempadan dan vegetasi di Fenomena ini dapat dikaitkan dengan usia area depan rumah. Hasil dari identifikasi dan kegiatan sehari-hari dari narasumber. dapat dilihat pada Tabel 3. Pak Wasto berusia 78 tahun, lebih tua dari Dari tiga rumah yang diteliti tidak Pak Muktar dan Pak Wawan. Berdasarkan ada yang memiliki sempadan terhadap publikasi dari WHO (Berglund et al., 2000) jalan. Tidak ada jarak antara jalan Maleber masyarakat lanjut usia merupakan Utara dan area teras rumah. Ketiadaan masyarakat yang rentan terhadap sempadan ini menyebabkan tidak adanya kebisingan sehingga Pak Wasto yang jarak antara rumah dengan sumber tergolong masyarakat lanjut usia memiliki tingkat ketergangguan yang tinggi

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 111 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 terhadap kondisi kebisingan lingkungan Rythmanalysis dari Fenomena Hunian sehingga dia berinisiatif menanam banyak di Sepanjang Jalan Maleber Utara tumbuhan sebagai peredam suara. Hunian di sepanjang jalan Maleber Utara Berdasarkan analisis ritme dari tidak menunjukkan adanya langgam ketiga narasumber, dapat dinyatakan arsitektur khas yang dianut maupun bahwa Pak Muktar dan Pak Wawan adalah bentuk adaptasi khusus yang diterapkan orang yang sibuk. Pak Muktar bekerja oleh setiap bangunannya. Setiap rumah sebagai montir setiap hari dan memimpin memiliki cerita dan caranya masing- pengajian sebagai ustaz dua kali dalam masing dalam menanggapi kondisi seminggu, sedangkan Pak Wawan adalah lingkungan rumahnya yang bising. Kolase seorang penjahit yang dapat bekerja dari dokumentasi permukiman di hingga lembur di hadapan mesin jahitnya. sepanjang jalan Maleber Utara dapat Berdasarkan hasil penelitian Paunović, dilihat pada Gambar 5. Jakovljević, & Belojević (2009) ditemukan Eurhythmia permukiman bahwa orang yang cenderung menganggur terwujud karena adanya ritme baru yang dan banyak berdiam diri di dalam rumah dimunculkan oleh masyarakat sekitar. pada siang hari akan cenderung lebih Bapak Muktar dan Bapak Wawan terganggu dengan kebisingan. Pak Wasto menciptakan ritme berupa membuka adalah warga lanjut usia yang sehari- lahan usaha. Sumber kebisingan di harinya mengamati apa yang terjadi di samping memiliki dampak negatif, tetapi lingkungan sekitarnya sehingga tingkat juga memiliki dampak positif bagi mereka, kepekaannya terhadap kebisingan seperti mendatangkan pelanggan bagi lingkungan lebih tinggi, oleh karena itu bengkel Bapak Muktar dan jasa menjahit kondisi ini terasa lebih mengganggu bagi Bapak Wawan. Ritme ini tidak hanya Pak Wasto dan menyebabkan Pak Wasto diciptakan oleh Bapak Muktar dan Bapak lebih berinisiatif menanam tanaman Wawan, tetapi juga dilakukan oleh sebagai penyaring kebisingan. Tetapi beberapa masyarakat lainnya. Hal ini fenomena yang terjadi pada Pak Muktar ditunjukkan dengan banyaknya warung, dan Pak Wawan juga dapat dijelaskan oleh pedagang kaki lima, dan bengkel yang temuan penelitian dari Kumalasari, berjajar di sepanjang jalan Maleber Utara Kumalasari, Gunawan, & Septiani (2019) (Gambar 6). Bapak Wasto dan beberapa mengenai coping stress di kawasan padat masyarakat menciptakan ritme lain yang dan bising di Jakarta. Hasil dari penelitian juga diciptakan untuk dapat berkompromi tersebut menyatakan bahwa 70% dengan ritme sumber kebisingan. Ritme responden mereka mengalihkan stres ini ada dalam bentuk adaptasi selubung tersebut dengan positive appraisal atau bangunan maupun penambahan vegetasi usaha untuk menciptakan hal yang positif yang dilakukan oleh Bapak Wasto dan dengan memusatkan pada pengembangan beberapa masyarakat lainnya (Gambar 7). personal. Pak Muktar dan Pak Wawan tidak melihat sumber kebisingan sebagai sumber masalah tetapi melihat peluang di dalamnya karena bising itu sebenarnya berasal dari lingkungan yang ramai dilewati orang dan dapat dijadikan lahan berbisnis.

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 112 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

jenis jalan kolektor dan lebih ramai dilewati dari jalan Maleber Utara. Bangunan pada kawasan tersebut berubah fungsi dari rumah menjadi toko sepenuhnya. Ilustrasi dari bangunan ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 5. Kolase Wajah Rumah di Sepanjang Jalan Maleber Utara (sumber: dokumentasi pribadi, 2020)

Gambar 7. Kolase Rumah dengan Adaptasi pada Fasad dan Area Depan Bangunan (sumber: dokumentasi pribadi, 2020)

Gambar 6. Kolase Toko dan Usaha Lainnya yang Dibuka di Sepanjang Jalan Maleber

Utara (sumber: dokumentasi pribadi,

2020)

Bapak Muktar, Bapak Wawan, dan

Bapak Wasto mencoba menciptakan ritme baru yang dapat berkompromi dengan ritme sumber kebisingan di dalam Gambar 8. Ujung Jalan Maleber Utara yang kawasan. Upaya ini perlu dilakukan untuk Telah Menjadi Pusat Kaki Lima dan menghindari terjadinya arrhythmia. Pertokoan (sumber: dokumentasi pribadi, 2020). Beberapa ritme berhuni di dalam kawasan telah menghilang akibat ketidakmampuan penghuni dalam menciptakan ritme baru Kesimpulan yang dapat mewujudkan eurhythmia Hasil dari penelitian menunjukkan antara ritme berhuni dan ritme sumber bahwa kondisi rumah dari ketiga sampel kebisingan. Dampak dari hilangnya ritme merupakan cerminan dari ritme masing- berhuni ini dapat dilihat dari berubahnya masing penggunanya. Setiap penghuni fungsi bangunan yang berlokasi dekat melakukan adaptasi yang berbeda-beda dengan pintu perlintasan kereta api. dan akhirnya menciptakan ritme baru Tingkat kebisingan dari lokasi tersebut yang dapat berharmonisasi dengan ritme lebih tinggi karena lokasinya yang sumber kebisingan. Tetapi, terdapat berdekatan dengan jalan Garuda dan pintu beberapa hal yang dapat digeneralisir perlintasan kereta api. Jalan Garuda adalah sebagai bentuk adaptasi permukiman di

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 113 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 jalan Maleber Utara. Ketiga sampel rumah Pernyataan penulis melakukan adaptasi pada selubung Dengan ini penulis menyatakan bahwa bangunan dengan cara mengurangi rasio penelitian ini terbebas dari konflik bukaan terhadap dinding dan jendela yang kepentingan dengan pihak manapun jarang dibuka. Pada tata letak ruang Ucapan terimakasih terdapat temuan bahwa ruang Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga/ruang tengah pada ketiga Bapak Anang Rohimat (Sesepuh Kampung sampel rumah diletakkan pada area Maleber), Bapak Ajat Sudrajat (Sesepuh tengah atau belakang dari bangunan. Kampung Maleber), Bapak Ridwan Ketiga rumah tidak memiliki sempadan Permana (Ketua RW 07), Bapak Dani karena area sempadan menjadi area Munandar (Ketua RT 02), Bapak Muktar, rumah sehingga tidak ada jarak antara Bapak Wasto Iskam, dan Bapak Wawan rumah dan sumber kebisingan. Kuswandi atas kesediaannya memberikan Penambahan vegetasi pada area depan informasi yang sangat berguna bagi rumah hanya dilakukan oleh satu sampel kelancaran penulisan artikel ini. rumah yaitu rumah Pak Wasto. Ritme dari kawasan jalan Maleber Referensi Utara akan selalu ada walaupun di Berglund, B., Lindvall, T., & Schwela, D. H. dalamnya terjadi arrhythmia. Ritme yang (2000). New Who Guidelines for Community Noise. Noise & Vibration hilang akan digantikan dengan ritme baru Worldwide, 31(4), 24–29. yang berkompromi dengan ritme yang https://doi.org/10.1260/09574560 sudah ada. Tetapi, ritme dari permukiman 01497535 jalan Maleber Utara mungkin dapat hilang. Chung, W. K., Chau, C. K., Masullo, M., & Tidak menutup kemungkinan bahwa Pascale, A. (2019). Modelling tingkat kebisingan dari lingkungan perceived oppressiveness and noise permukiman jalan Maleber Utara akan annoyance responses to window terus meningkat seiring dengan kenaikan views of densely packed residential jumlah penduduk dan pergerakan high-rise environments. Building and Environment, 157(February), 127– ekonomi. Pada saat itu, ritme yang 138. diciptakan di dalam hunian tidak dapat https://doi.org/10.1016/j.buildenv. lagi berharmoni dengan ritme sumber 2019.04.042 kebisingan dan arrhythmia akan terjadi. De Salis, M. H. F., Oldham, D. J., & Sharples, Seperti kasus yang banyak terjadi, S. (2002). Noise control strategies for permukiman di sepanjang jalan Maleber naturally ventilated buildings. Utara dapat berubah menjadi kawasan Building and Environment, 37(5), komersial sepenuhnya, ritme yang dapat 471–484. https://doi.org/10.1016/S0360- lebih berkompromi dengan kondisi bising 1323(01)00047-6 dan ramai. Oleh karena itu, dibutuhkan Dzhambov, A. M., & Dimitrova, D. D. perhatian pemerintah dan kesadaran (2015). Green spaces and pemegang kepentingan lainnya dalam environmental noise perception. menghadapi kondisi kebisingan Urban Forestry and Urban Greening, lingkungan di permukiman jalan Maleber 14(4), 1000–1008. Utara. https://doi.org/10.1016/j.ufug.2015 .09.006 Ebster, C. (2011). Store design and visual merchandising: Creating store space that encourages buying. Business

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 114 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Expert Press. areas. Science of The Total Ekomadyo, A. S., Santri, T., & Riyadi, A. Environment, 568, 1315–1325. (2020). Reassembling Traditionality https://doi.org/10.1016/j.scitotenv. and Creativity. A Study of Creative 2015.11.071 Community Movement in Cihapit Miedema, H. M. E., & Oudshoorn, C. G. M. Market Bandung International (2001). Annoyance from Conference of Architectural Education transportation noise: Relationships in Asia (Eduarchsia) Indonesian with exposure metrics DNL and Islamic University, Yogyakarta. DENL and their confidence intervals. Ester, O., Kelsey, M., Robynne, S., Barbara, Environmental Health Perspectives, H., B., F. K., Nico, D., … Susanne, M. 109(4), 409–416. (2016). Residential Road Traffic https://doi.org/10.1289/ehp.01109 Noise and High Depressive 409 Symptoms after Five Years of Follow- Oral, G. K., Yener, A. K., & Bayazit, N. T. up: Results from the Heinz Nixdorf (2004). Building envelope design Recall Study. Environmental Health with the objective to ensure thermal, Perspectives, 124(5), 578–585. visual and acoustic comfort https://doi.org/10.1289/ehp.14094 conditions. Building and 00 Environment, 39(3), 281–287. Gill, T. P. (1965). The Doppler Effect. https://doi.org/10.1016/S0360- 1323(03)00141-0 Guarinoni, M., Ganzleben, C., Murphy, E., & Jurkiewicz, K. (2012). Towards A Ow, L. F., & Ghosh, S. (2017). Urban cities Comprehensive Noise Strategy. and road traffic noise: Reduction Retrieved from through vegetation. Applied http://www.bny.it/pdf/ipol_envi_et_ Acoustics, 120, 15–20. 2012_492459_en.pdf https://doi.org/10.1016/j.apacoust. 2017.01.007 Han, X., Huang, X., Liang, H., Ma, S., & Gong, J. (2018). Analysis of the Paunović, K., Jakovljević, B., & Belojević, G. relationships between (2009). Predictors of noise environmental noise and urban annoyance in noisy and quiet urban morphology. Environmental streets. Science of The Total Pollution, 233, 755–763. Environment, 407(12), 3707–3711. https://doi.org/10.1016/j.envpol.20 https://doi.org/10.1016/j.scitotenv. 17.10.126 2009.02.033 Kumalasari, D., Gunawan, D., & Septiani, R. Potts, T. (2015). Rhythmanalysis: Space, P. (2019). Gambaran Coping Stress Time and Everyday Life. The Journal pada Pendatang Baru yang Tinggal di of Architecture, 20(3), 550–554. Lingkungan Padat dan Bising di https://doi.org/10.1080/13602365. Jakarta. Psikoislamedia Jurnal 2015.1052662 Psikologi, 3(2), 40–46. Simpson, P. (2012). Apprehending Kumar, R. (2008). Research Methodology. everyday rhythms: Rhythmanalysis, New Delhi. time-lapse photography, and the space-times of street performance. Lafebvre, H. (1992). Rhythmanalysis: Cultural Geographies, 19(4), 423– Space, Time and Everyday Life. In The 445. Journal of Architecture (Vol. 20). https://doi.org/10.1177/14744740 https://doi.org/10.1080/13602365. 12443201 2015.1052662 Tenailleau, Q. M., Bernard, N., Pujol, S., Licitra, G., Fredianelli, L., Petri, D., & Houot, H., Joly, D., & Mauny, F. (2015). Vigotti, M. A. (2016). Annoyance Assessing residential exposure to evaluation due to overall railway urban noise using environmental noise and vibration in Pisa urban models: Does the size of the local

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 115 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

living neighborhood matter? Journal greening to achieve quietness. of Exposure Science and Building and Environment, 61, 34–44. Environmental Epidemiology, 25(1), https://doi.org/10.1016/j.buildenv. 89–96. 2012.12.001 https://doi.org/10.1038/jes.2014.3 3 Kontribusi penulis Torresin, S., Albatici, R., Aletta, F., Babich, F., Oberman, T., & Kang, J. (2019). Monica Dewi berkontribusi dalam Acoustic design criteria in naturally konseptualisasi, kurasi data, analisis data, ventilated residential buildings: New investigasi, visualisasi, dan draft artikel research perspectives by applying Agus Suharjono Ekomadyo the indoor soundscape approach. berkontribusi dalam metodologi, supervisi Applied Sciences (Switzerland), 9(24). penelitian, validasi, dan penelaahan https://doi.org/10.3390/app92454 artikel.konseptualisasi, kurasi data, 01 analisis data, investigasi, visualisasi, dan Van Renterghem, T., Hornikx, M., Forssen, draft artikel J., & Botteldooren, D. (2013). The

potential of building envelope

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 116 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Appendix Appendix 1. Selubung Bangunan dari Ketiga Sampel Rumah Rumah Pak Muktar Rumah Pak Wasto Iskam (No. 42/182 RT:05/04) (No. 120 RT:04/06)

Rumah Pak Wawan Kuswandi (No. 141 RT:03/06)

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 117 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Appendix 2. Tata Letak Ruang dari Ketiga Sampel Rumah Rumah Pak Muktar Rumah Pak Wasto Iskam (No. 42/182 RT:05/04) (No. 120 RT:04/06)

Rumah Pak Wawan Kuswandi (No. 141 RT:03/06)

Sumber: hasil Analisis, 2020

Adaptasi Hunian di Dalam Kawasan Dengan Kebisingan Tinggi ©Dewi &Ekomadyo (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1010 118 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan Investigation of Spontaneous Behavior of Individuals During Natural Disasters: Inside and Outside Buildings

Ulfa Mazaya Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia [email protected] Marlisa Rahmi, Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia [email protected] Hanson E Kusuma Kelompok Keahlian Perancangan Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia [email protected]

Abstrak Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam, baik bencana yang dapat terjadi secara tiba-tiba maupun perlahan. Bencana alam yang terjadi dapat memberikan dampak kejutan akibat kurangnya kewaspadaan dan persiapan dalam menghadapi ancaman. Salah satu respons yang terlihat dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut adalah pada pola perilaku manusia. Perilaku manusia sangat sulit untuk diprediksi saat berada di keadaan darurat yang menegangkan dan kacau balau tersebut. Perilaku spontan yang terjadi dipengaruhi faktor lokasi keberadaan, yaitu saat berada di dalam bangunan seperti dalam bangunan tempat tinggal dan bangunan umum lainnya, atau di luar bangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap perilaku spontan manusia yang dilakukan saat terjadi bencana alam saat berada di dalam dan luar bangunan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner daring dengan pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended) dan dibagikan secara bebas. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam merespons kejadian bencana alam, terdapat kecenderungan manusia untuk tetap bertahan saat berada di bangunan umum dan memilih untuk menjauhi bangunan saat berada di tempat tinggal. Sedangkan individu yang sedang berada di luar bangunan, mereka akan cenderung memilih untuk tidak bertindak sama sekali. Kata kunci: bencana alam, perilaku manusia, perilaku spontan

Abstract Indonesia is prone to natural disasters that can occur unexpectedly and gradually. Natural disasters implement surprising impacts due to a lack of awareness and preparedness in facing the threats. One of the reasons caused by such a disaster that can be seen is through human behavior. Human behavior is challenging to predict in an emergency, stressful and chaotic. Spontaneous behavior is distinguished by location factors, indoor or outdoor, with indoor, divided by Home and Public Building. This research aims to reveal spontaneous human behavior during natural disasters while inside and outside the building. This research was conducted with a qualitative exploratory method. Data were collected using an online questionnaire with open-ended questions and distributed freely. The findings show tendencies to withstand when in the public building while going to distance themselves from building while at home, as for those outdoor opt to surrender as not to do anything

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 119 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Keywords:: natural disaster, human behavior, spontaneous behavior

Received: 2020-11-30 | Accepted: 2021-02-12 | DOI: 10.29080/eija.v6i2.1084| Page: 119-129 EMARA: Indonesian Journal of Architecture http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA This article is open access distributed under the terms of the Creative Commons Attribution ShareAlike 4.0 International License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium provided the original work is properly cited.

Pendahuluan Berdasarkan data yang alam. Perilaku yang terjadi berbeda saat dikeluarkan oleh Badan Perserikatan berada di dalam keadaan darurat yang Bangsa-Bangsa untuk Strategi baru, unik dan berbeda dengan keadaan Internasional Pengurangan Risiko hariannya (Ursano et al., 1995). Bencana (UN-ISDR), Indonesia merupakan Manusia hidup dalam lingkungan negara yang paling rawan terhadap fisik, dimana lingkungan tersebut bencana di dunia. Setiap tahun, terdapat mempengaruhi perilaku yang muncul. beberapa jenis bencana alam yang terjadi Lingkungan menentukan tingkah laku di Indonesia seperti angin puting beliung, (Environmemntal Determinism), dan juga tanah longsor, banjir, gempa bumi dan lingkungan dapat memberikan tsunami. Bencana-bencana tersebut dapat kesempatan atau hambatan terhadap terjadi secara tiba-tiba maupun tingkah laku (Enviromental Posibilism), berlangsung perlahan dan terprediksi (Haryadi, 2010; Rapoport, 2016). secara berkala. Ketidakpastian bencana Pada penelitian yang dilakukan alam tersebut akan memberikan dampak terkait gempa bumi di Jepang, ditemukan kejutan diakibatkan kurangnya bahwa pola perilaku yang terjadi saat kewaspadaan dan persiapan dalam gempa terpengaruhi keadaan lingkungan menghadapi ancaman yang ditimbulkan. fisik. Faktor dari gempa bumi saja Perilaku individu dapat dianggap tidak cukup untuk melihat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, dimana penyebab perilaku yang terbentuk. Faktor desain arsitektur berperan sebagai lingkungan fisik seperti jenis bangunan, lingkungan fisik. Manusia banyak luas, dan sebagainya menjadi suatu menghabiskan kehidupan sehari-hari di pertimbangan tersendiri (Ohta & Ohashi, lingkungan fisik. Perilaku manusia 1985). Dapat dilihat bahwa bangunan dipengaruhi oleh pola pikir yang telah sebagai lingkungan fisik, dalam terbentuk sesuai dengan lingkungan fisik menghadapi gempa bumi, memiliki peran yang mereka tempati. Lingkungan fisik dalam menentukan perilaku yang terjadi tersebut dapat berupa bangunan hunian, (Environmental Determinism). kantor, sekolah, hingga bagian di luar Lingkungan fisik juga dapat bangunan (Benthorn & Frantzich, 1999; memberikan kesempatan atau hambatan Sagun et al., 2013) terhadap suatu perilaku untuk terjadi Manusia sangat bergantung pada (Environmental Posibilism). Pada pengalaman pribadi yang pernah dilalui penelitian yang dilakukan terkait Great dalam mengambil suatu keputusan. Japan Earthquake (Yun & Hamada, 2012), Namun, perilaku manusia sulit untuk di data yang diambil menunjukkan bahwa prediksi, dan menjadi lebih sulit lagi saat 48% dari yang tidak selamat tidak berada di situasi darurat yang melakukan evakuasi atau tidak dapat menegangkan dan kacau, seperti bencana melakukan evakuasi. Pada penelitian Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 120 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 lainnya (Archea & Kobayashi, 1983), fisik di dalam bangunan dan di luar ditemukan bahwa penghuni harus bangunan. Penelitian ini dilakukan untuk melindungi diri dari objek yang mengungkap perilaku yang muncul saat berjatuhan dikarenakan kurangnya faktor menghadapi gempa bumi pada bangunan nonstruktural, seperti perabot, yang dapat dan luar bangunan pada pengalaman digunakan sebagai untuk berlindung. terdahulu Pengetahuan yang diungkap Faktor tersebut menjadi penghambat dapat memberkan rekomendasi dan untuk melakukan suatu tindakan pertimbangan desain bagi arsitek dalam menyelamatkan diri. menciptakan bangunan hunian dengan Penelitian yang telah dilakukan di pertimbangan perilaku penghuni saat Indonesia terkait perilaku saat bencana, gempa bumi. seperti gempa bumi, sejauh ini hanya Metode membahas pengaruh kesiapsiagaan saja Penelitian ini merupakan penelitian (Fahrevy et al., 2014; Firmansyah, 2014; kualitatif yang bersifat eksploratif. Kurniawati & Suwito, 2017). Penelitian Penelitian kualitatif eksploratif bertujuan tersebut kebanyakan berasal dari segi untuk mendapatkan data berupa studi kebencanaan tanpa ada kaitan lebih informasi mengenai perilaku spontan yang dalam mengenai perilaku tepat saat terjadi dilakukan saat bencana alam dan lokasi bencana. serta jenis bencana yang dialami dari para Penelitian lain yang kerap responden. Pengumpulan data dilakukan dilakukan adalah mempelajari perilaku dengan menyebarkan kuesioner daring manusia pada bencana alam secara dengan pertanyaan yang bersifat terbuka tradisional (Okabe & Hirose, 1985), (open-ended) yang dibagikan secara bebas walaupun minat penelitian ini lebih ke (non-random sampling) (Kumar, 2018). mengarah ke level perilaku spontan. Kuesioner dibagikan pada tanggal 1 Analisis yang banyak dilakukan sering September 2019. Responden diminta berkaitan dengan keadaan sebelum atau untuk menuliskan selengkap mungkin sesudah bencana alam, sementara kajian perilaku spontan yang diambil beserta akan perilaku manusia tepat di saat perasaan dan pikiran mereka saat terjadinya bencana alam masih sangat menghadapi bencana alam. Jumlah terbatas. Pengamatan terhadap perilaku responden yang diperoleh sebanyak 134 spontan tepat pada saat bencana ini orang. Sebanyak 96 responden (71,6%) memungkinkan identifikasi perilaku pernah mengalami bencana alam dan 38 spontan keselamatan yang diambil di saat responden (28,3%) belum pernah darurat. mengalami bencana alam (Gambar 1). Untuk mengindetifikasi perilaku Wilayah penelitian ini dibatasi pada spontan saat terjadi bencana, survei lebih wilayah Indonesia, dengan alasan baik dilakukan tepat setelah responden pemilihan dikarenakan, mengutip data mengalami kejadian terkait bencana alam dari Badan Nasional Penanggulangan dengan keadaan ingatan akan bencana Bencana (BNPB), Indonesia merupakan belum memudar. Tetapi, survei juga dapat salah satu negara dengan tingkat gempa dilakukan dengan menggali ulang (recall) yang tinggi di dunia. Walaupun yang dikaji memori pengalaman bencana. adalah seluruh Indonesia, namun dalam Penelitian ini bertujuan untuk pelaksanaan lebih difokuskan kepada kota mempelajari perilaku spontan saat yang pernah mengalami bencana skala keadaan darurat bencana pada lingkungan sedang hingga besar. Adapun responden

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 121 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 yang dipilih sebagai subjek penelitian alam berasal dari 11 kota di Indonesia difokuskan kepada masyarakat yang (Gambar2), yaitu: Aceh (34%), (3%), pernah mengalami bencana saat berada Banten (6%), DI Yogyakarta (11%), DKI pada bangunan dan luar bangunan di Jakarta (14%), Jawa Barat (7%), Jawa Indonesia. Jenis bencana merupakan Tengah (6%), Jawa Timur (10%), bencana yang kerap terjadi di Indonesia, Tengah (3%), Sumatera Barat (1%), dan seperti angin puting beliung, tanah Sumatera Utara (5%).Menurut data longsor, banjir, gempa bumi dan tsunami. UNISDR (United Nations Office for Bencana-bencana tersebut terjadi secara Disaster Risk Reduction) bahwa resiko tiba-tiba dan tidak terprediksi, karena bencana di Indonesia sangat tinggi. Data perilaku yang ingin diteliti adalah yang survei yang dilakukan PBB memaparkan terjadi secara spontan. bahwa untuk potensi Tsunami, Indonesia menempati peringkat pertama dari 265 negara di dunia.

Gambar 1. Histogram Pengalaman Responden (Sumber:peneliti, 2019) Data yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis isi yang dilakukan melalui tiga tahapan yaitu open coding, axial Gambar 2. Frekuensi kota lokasi bencana coding dan selective coding (Creswell, responden (Sumber: Analisis, 2019). 2013). Pada tahapan open coding, Hasil analisis korespondensi dilakukan identifikasi segmen makna, antara jenis bencana alam dengan kota kode, dan kategori dari jawaban yang tempat tinggal responden diperlihatkan diberikan responden. Selanjutnya pada pada dendogram gambar 3 (p value = tahap axial coding, dilakukan analisis <0,0001). Dendogram tersebut korespondensi antar kategori. Tahap akhir menunjukkan tingkat kebetulan adalah selective coding yang berupa (korespondensi/coincidence) antara jenis penyusunan model hipotesis berdasarkan bencana dan kota. Tsunami cenderung hasil analisis hubungan antar kategori terjadi di Aceh. Letusan gunung api dan yang didapat dalam tahap axial coding. gempa bumi terjadi di Bali, Jawa Barat, Result and Discussions Yogyakarta, dan Jawa Tengah, serta Latar belakang reponden Banten, Sumatera Utara, dan Sulawesi Dari hasil analisis, ditemukan responden Utara. Banjir cenderung terjadi di Jakarta terbagi menjadi dua kategori, yaitu yang dan Jawa Timur. Tanah longsor cenderung pernah mengalami bencana alam terjadi di Sumatera sebanyak 96 orang dan yang tidak pernah mengalami sebanyak 38 orang. Kota tempat responden mengalami bencana

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 122 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Tabel 1. Contoh Open Coding Kode-Kategori Perilaku Kode Kategori -Menjauhi Bangunan -Menuju Ruang Evakuasi Terbuka -Menuju Lokasi Aman -Mengamankan Harta Benda Sikap Tanggap -Mengumpulkan Keluarga Sumber: analisis peneliti, (2019) Gambar 3. Dendogram korespondensi Ditemukan 7 kategori perilaku antara kota lokasi bencana dengan jenis spontan yang diambil pada saat terjadi bencana alam (Sumber: Analisis, 2019) bencana alam (Tabel 3). Dengan melakukan analisis distribusi, diketahui Perilaku spontan saat bencana frekuensi kategori jawaban responden Data teks tentang perilaku spontan yang ditemukan dari yang tertinggi hingga yang diambil saat bencana dianalisis terendah, meliputi; Evakuasi (44 %), Sikap dengan open coding. Tabel 1 ini Tanggap (24%), Perlindungan (16%), menunjukkan contoh open coding. Bertahan (6%), Pasrah (5%), Spiritual Tabel 1. Contoh Open Coding Perilaku (3%) dan Kebutuhan Khusus (2%) Spontan (Gambar 4). Pertanya Jawaban Kode an Tabel 3. Open Coding Perilaku Spontan Kategori Kode Karena masih -Anak berumur 2 bergantung Menjauhi Bangunan Evakuasi tahun, saya di Pada orang Menuju Ruang Terbuka gendong keluar dewasa. Menghentikan Aktifitas rumah. -Menjauhi Sikap Tanggap Langkah Kemudian kami Mengontrol Emosi apa saja bangunan. berkumpul di Perlindungan Mencari Perlindungan -Menuju yang tengah ruang Berdiam Didalam anda lapangan/sawah Bertahan terbuka Bangunan lakukan kosong yang saat jauh dari tiang Tidak Bertindak terjadi Pasrah listrik Berdiam bencana tersebut? Segera keluar -Menjauhi Berdoa rumah dan bangunan. Spiritual Mitos menghindari -Menuju bangunan atau Kebutuhan Anak Bergantung Pada ruang Khusus Orang Dewasa pergi ke terbuka. lapangan Sumber: analisis peneliti, (2019) Sumber: analisis peneliti, (2019) Perilaku spontan yang merupakan Kode yang didapat dari open kategori evakuasi meliputi menjauhi coding seperti berdiam di dalam bangunan, menuju ruang terbuka hingga bangunan, berdoa, mencari perlindungan, menuju lokasi aman. Kegiatan yang menjauhi bangunan, menuju ruang dilakukan pada kategori sikap tanggap terbuka, kemudian dikelompokkan ke meliputi menghentikan aktifitas, dalam kategori-kategori tertentu yang mengontrol emosi yang timbul, bersifat lebih umum (Tabel 2).

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 123 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 mengamankan harta benda hingga Perilaku setiap individu akan berbeda saat berusaha untuk menganalisis kondisi berada di lingkungan keluarga dan sekitar (Tabel 3). lingkungan kerja(Murakami & Durkin, 1988).

Pada penelitian yang dilakukan saat gempa bumi di Jepang (Ohta & Ohashi, 1985) ditemukan bahwa keadaan lingkungan fisik memiliki peran terhadap perilaku yang terjadi. Lingkungan fisik tersebut dapat berupa bangunan, namun

lingkungan di luar bangunan juga termasuk. Pada penelitian yang dilakukan (Murakami & Durkin, 1988) menyatakan

lebih banyak korban jiwa ditemukan pada bangunan, seperti bangunan hunian, sekolah dan perkantoran. Namun, Gambar 4. Frekuensi kategori perilaku penelitian tersebut dalam konteks gempa spontan saat bencana alam (Sumber: bumi. Pada penelitian lain terkait gempa Analisis, 2019) bumi, yang kemudian disusul oleh bencana Kategori perlindungan muncul Tsunami (Goto, 2011; Yun & Hamada, dari tindakan untuk mencari 2012), menunjukkan bahwa perilaku saat perlindungan. Dalam kategori bertahan, dan setelah gempa bumi berpengaruh yang dilakukan responden adalah memilih pada keselamatan saat menghadapi untuk berdiam di dalam bangunan. bencana susulan Tsunami. Perilaku yang Terdapat pula kategori pasrah. Pada nenyebabkan korban yang tidak selamat kategori pasrah, responden tidak salah satunya adalah permasalahan terkait melakukan tindakan apapun dan memilih perilaku mereka yang terhambat saat berdiam saja tanpa mengetahui perilaku berada di lingkungan fisik di luar apa yang harus dilakukan. Kategori bangunan, yaitu di jalanan. spiritual meliputi kegiatan berdoa dan Dapat dilihat, bahwa perilaku yang juga mempercayai mitos tertentu terkait perlu dilihat dapat dibedakan menjadi saat bencana alam tertentu. Kemudian kategori berada di dalam bangunan, dan di luar kebutuhan khusus merupakan perilaku bangunan. Tentunya tidak terlepas dari spontan yang lebih mengarah ke faktor atribut responden seperti usia, jenis responden yang memiliki kebutuhan kelamin, dan pengalaman terdahulu sendiri, seperti pada anak-anak yang beserta jenis bencana alam itu sendiri membutuhkan bantuan orang dewasa (Ohta & Ohashi, 1985). untuk melindungi diri (Tabel 3). Oleh karena itu, untuk mengetahui Perilaku Spontan Dalam dan Luar perbedaan perilaku spontan saat di dalam Bangunan dan luar bangunan dilakukan analisis Dalam kegiatan harian, manusia korespondensi. Analisis ini merupakan beraktifitas di berbagai tempat sesuai tahap axial coding dari analisis ini. Hasil dengan kebutuhan dan prioritas tiap analisis korespondensi diperlihatkan pada individu. Faktor lingkungan tempat dendrogram diagram 5 (p value=0,0328). responden berada mempengaruhi variasi perilaku spontan (Huo et al 2014).

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 124 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Perilaku Spontan Dalam Bangunan mengalami bencana ketika sedang berada Identifikasi tempat seperti rumah, tempat di bangunan tempat tinggal. kerja, dan tempat khusus tertentu diperlukan untuk menganalisis perilaku spontan saat bencana (Song et al., 2014). Dari hasil open coding, lingkungan dalam bangunan terbagi menjadi dua sesuai kegiatan yaitu untuk bangunan: Tempat

Tinggal dan Umum. Dari gambar 5, dapat diketahui bahwa responden yang berada di tempat tinggal saat bencana cenderung melakukan perilaku spontan evakuasi. Dalam konteks evakuasi tersebut, frekuensi kode dari perilaku evakuasi, meliputi: menjauhi bangunan (52%), menuju lokasi yang lebih aman (20%), Gambar 5. Dendogram korespondensi menuju ruang terbuka (13%), menjauhi antara lokasi dalam dan luar bangunan lokasi bencana (4%) serta menyelamatkan dengan perilaku spontan yang diambil harta benda (11%) (gambar 6). Dapat (Sumber: Analisis, 2019) dilihat bahwa untuk bangunan tempat tinggal, perilaku spontan yang dilakukan oleh orang yang berada di sekitar area tersebut adalah cenderung menjauhi bangunan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Fujisaki (1979) terkait gempa Miyagi (Miyagi earthquake) pada tahun 1978 menunjukkan bahwa korban bencana lebih banyak ditemukan pada bangunan tempat tinggal dari pada kantor dan Gambar 6. Frekuensi kode dari kategori sekolah (Murakami & Durkin, 1988). perilaku dalam bangunan (Sumber: Analisis, Pada bangunan umum, 2019) Perilaku Spontan Luar Bangunan keselamatan dari banyak orang Hasil analisis kondisi lalu lintas segera tergantung pada perilaku yang diberikan setelah gempa bumi Hanshin-Awaji (Great oleh sosok tertentu seperti guru di Hanshin earthquake) terjadi menunjukkan sekolah, suster di rumah sakit, manajer di bahwa tidak hanya jalan utama saja yang pusat perbelanjaan, dan sebagainya (Song mengalami kerusakan, tetapi juga jalan- et al., 2014). Dari hasil analisis, ditemukan jalan kecil (Odani & Uranaka, 1999). bahwa responden yang berada di Dengan analisis open coding, didapat data bangunan umum seperti sekolah, kantor, lingkungan di luar bangunan berupa jalan kampus, pusat perbelanjaan, dan fasilitas (saat berkendara), lapangan, fasilitas kesehatan, cenderung memilih untuk olahraga luar bangunan, pasar, dan kebun. bertahan di dalam bangunan. Temuan ini Hasil analisis menunjukkan bahwa pada bertolak belakang dengan perilaku saat berada di luar bangunan, perilaku spontan yang dilakukan oleh individu yang spontan responden cenderung pasrah hingga tidak bertindak sama sekali (f: 5),

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 125 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 dan sikap tanggap (f: 25) seperti yang dapat dilihat pada gambar 5 dan gambar 7.

Temuan ini berbeda dengan perilaku spontan dari responden yang berada di tempat tinggal yang salah satunya adalah mencari lingkungan luar bangunan seperti lapangan dan ruang terbuka. Perilaku spontan sikap tanggap meliputi Gambar 7. Frekuensi kode dari kategori menghentikan aktifitas dan menghentikan perilaku luar bangunan (Sumber: Analisis, kendaraan. 2019) Berdasakan hasil analisis open coding dan axial coding, dilakukan selective coding

dengan menyusun model hipotesis hubungan perilaku spontan tepat saat bencana alam terjadi pada lingkungan di dalam dan luar bangunan. Model hipotesis

diperlihatkan pada gambar 8 berikut

gambar 8. Hipotesis hubungan perilaku spontan lingkungan di dalam dan luar bangunan (Sumber: Analisis peneliti (2019)

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 126 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Penelitian ini sangat dimungkinkan untuk Kesimpulan dilanjutkan secara kuantitatif untuk Hasil analisis perilaku spontan meneliti lebih lanjut kaitannya dengan dikorespondensikan dengan faktor atribut lingkungan fisik seperti luas lingkungan tempat responden berada, bangunan, akses keluar masuk hingga yaitu saat mereka berada di luar bangunan keberadaan faktor struktural dan dan saat di dalam bangunan. Lingkungan nonstruktural. Penelitian ini dapat di dalam bangunan dibagi sesuai dengan membuka peluang untuk dilakukan jenis bangunan yang ditempati: tempat penelitian sejenis dengan pertimbangan tinggal dan bangunan umum. Ditemukan variabel yang lebih terukur. bahwa pada bangunan tempat tinggal Pernyataan penulis perilaku spontan yang cenderung Dengan ini penulis menyatakan bahwa dilakukan adalah evakuasi. Evakuasi penelitian ini terbebas dari konflik dilakukan responden dengan menjauhi kepentingan dengan pihak manapun bangunan dan juga mencari tempat aman dan ruang terbuka. Sedangkan pada Ucapan terimakasih bangunan umum, yang terjadi adalah Penulis mengucapkan terimakasih kepada kebalikannya yaitu perilaku spontan yang Institut Teknologi Bandung beserta semua dilakukan adalah bertahan di dalam pihak yang telah mendukung kegiatan bangunan. Pada lingkungan luar bangunan penelitian ini seperti jalan (berkendara) dan fasilitas Referensi olahraga, ditemukan perilaku spontan Archea, J., & Kobayashi, M. (1983). The yang terjadi adalah pasrah dan sikap Behavior of People in Dwellings tanggap dari responden. During the Off-Urakawa Penelitian ini mengungkap perilaku Earthquake of 21St March 1982. spontan yang muncul tepat saat keadaan Disasters, 7(4), 312–312. darurat terjadi di bangunan rumah tinggal, https://www.safetylit.org/citatio ns/index.php?fuseaction=citation bangunan umum, dan di luar bangunan. s.viewdetails&citationIds[]=citjou Temuan yang didapat diharapkan dapat rnalarticle_35438_35 digunakan untuk memprediksi perilaku Benthorn, L., & Frantzich, H. (1999). Fire spontan dan memberikan sudut pandang alarm in a public building: How do baru untuk penyusunan kebijakan mitigasi people evaluate information and bencana. Misalnya, temuan dapat choose an evacuation exit? Fire and digunakan oleh arsitek dalam merancang Materials, 23(6), 311–315. bangunan yang aman terhadap bencana, https://doi.org/10.1002/(SICI)10 99- earthquake safety planner untuk 1018(199911/12)23:6<311::AID- merancang protokol keselamatan saat FAM704>3.0.CO;2-J bencana, hingga sektor pemerintah Creswell, J. W. (2013). Qualitative Inquiry maupun non-pemerintah (NGO). and Research Design: Choosing Bila ditinjau secara praktik, hasil dari Among Five Approaches (Third penelitian ini dapat menjadi pertimbangan Edition). SAGE. dalam desain, terutama bagi para arsitek Fahrevy, Sari, S. A., & Indra. (2014). Kajian yang menginginkan rancangan lingkungan Tingkat Pengetahuan Kepala fisik dengan mempertimbangan perilaku. Keluarga Dalam Menghadapi Terutama jika lingkungan yang akan Bencana Gempa Bumi Di Kecamatan Baitussalam dirancang berada dalam wilayah yang Kabupaten Aceh Besar. rentan pada jenis bencana alam tertentu.

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 127 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Cakradonya Dental Journal, 6(2), perspectives. STUDIES, 13, 3–1. 737–744. http://www.iitk.ac.in/nicee/wcee http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/ /article/9_vol7_681.pdf CDJ/article/view/10430 Odani, M., & Uranaka, K. (1999). Road Firmansyah, I. (2014). Hubungan block in area affected by the great pengetahuan dengan perilaku Hanshin-Awaji earthquake and kesiapsiagaan dalam menghadapi influence of blockage on traffic bencana banjir dan longsor pada flow. Journal of the Eastern Asia remaja usia 15-18 tahun di sma al- Society for Transportation Studies, hasan kemiri kecamatan panti 3(6), 151–164. kabupaten jember. Ohta, Y., & Ohashi, H. (1985). Field Survey http://repository.unej.ac.id/handl on Occupant Behavior in an e/123456789/56880 Earthquake. International Journal Fujisaki. (1979). Miyagi-ken-oki of Mass Emergencies and Disasters, Earthquake and Medical System. 3(1), 147–160. Newsletter of Miyagi Medical https://www.safetylit.org/citatio Association, 446–456. ns/index.php?fuseaction=citation Goto, Y. (2011). Fact-finding about s.viewdetails&citationIds[]=citjou evacuation from the unexpectedly rnalarticle_56018_35 large tsunami. Proc. of One Year Okabe, K., & Hirose, H. (1985). The General After. Trend of Sociobehavioral Disaster Haryadi. (2010). Arsitektur, lingkungan, Studies in Japan. International dan perilaku: Pengantar ke teori, Journal of Mass Emergencies and metodologi, dan aplikasi. Gadjah Disasters, 3(1), 7–19. mada University Press. https://www.safetylit.org/citatio ns/index.php?fuseaction=citation Huo, F. Z., Song, W. G., Liu, X. D., Jiang, Z. G., s.viewdetails&citationIds[]=citjou & Liew, K. M. (2014). Investigation rnalarticle_56019_38 of Human Behavior in Emergent Evacuation from an Underground Rapoport, A. (2016). Human Aspects of Retail Store. Procedia Engineering, Urban Form: Towards a Man— 71, 350–356. Environment Approach to Urban https://doi.org/10.1016/j.proeng. Form and Design. Elsevier. 2014.04.050 Sagun, A., Anumba, C. J., & Bouchlaghem, D. Kumar, R. (2018). Research Methodology: A (2013). Designing Buildings to Step-by-Step Guide for Beginners. Cope with Emergencies: Findings SAGE. from Case Studies on Exit Preferences. Buildings, 3(2), 442– Kurniawati, D., & Suwito, S. (2017). 461. PENGARUH PENGETAHUAN https://doi.org/10.3390/building KEBENCANAAN TERHADAP s3020442 SIKAP KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI BENCANA PADA Song, X., Zhang, Q., Sekimoto, Y., & MAHASISWA PROGRAM STUDI Shibasaki, R. (2014). Prediction of PENDIDIKAN GEOGRAFI human emergency behavior and UNIVERSITAS KANJURUHAN their mobility following large-scale MALANG. JPIG (Jurnal Pendidikan disaster. Proceedings of the 20th Dan Ilmu Geografi), 2(2), Article 2. ACM SIGKDD International https://doi.org/10.21067/jpig.v2i Conference on Knowledge 2.3507 Discovery and Data Mining, 5–14. https://doi.org/10.1145/262333 Murakami, H. O., & Durkin, M. E. (1988). 0.2623628 Studies of occupant behavior in earthquakes review and Ursano, R. J., McCaughey, B. G., & Fullerton, C. S. (1995). Individual and Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 128 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Community Responses to Trauma Kontribusi penulis and Disaster: The Structure of Ulfa Mazaya berkontribusi pada persiapan Human Chaos. Cambridge konsep penelitian, metodologi, investigasi, University Press. analisis data, visualisasi. penyusunan artikel Yun, N.-Y., & Hamada, M. (2012). dan revisi. Evacuation behaviors in the 2011 Great East Japan earthquake. Marlisa Rahmi berkontribusi pada Journal of Disaster Research, 7(7), penyusunan konsep penelitian dan tinjauan 458–467. pustaka, analisis data, penyusunan dan validasi draf artikel Hanson E. Kusuma berkontribusi pada penyusunan konsep penelitian dan tinjauan pustaka, analisis data, penyusunan dan validasi draf artikel

Investigasi Perilaku Spontan Individu Saat Bencana Alam: Dalam dan Luar Bangunan ©Mazaya, Rahmi &E Kusuma (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.1084 129 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur Studi Kasus: Taman PKP Application of City Park Criteria in East Jakarta, Case Study: PKP Park Ela Susilawati Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia, [email protected] Margaret Arni Bayu Murti, Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia, [email protected] Ramadhani Isna Putri Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia, [email protected] Abstrak Provinsi DKI Jakarta adalah ibukota Negara Republik Indonesia dengan penduduk berjumlah 10.467.600 jiwa. Adanya pertumbuhan populasi dan peningkatan area terbangun pada kota menyebabkan kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyeimbang lingkungan sekaligus meningkatkan estetika kota. Taman PKP yang berada di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur memiliki Situ Rawa Babon sehingga secara identitas estetika, tempat ini menarik pengunjung. Namun, berdasarkan hasil observasi, kondisi Taman PKP masih memiliki kekurangan sehingga memunculkan kebutuhan penelitan untuk memeriksa penerapan kriteria taman kota, yaitu aksesibilitas, estetika, dan kenyamanan. Jenis metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif dengan mengumpulan data primer dan sekunder. Analisis data dilakukan dengan membandingkan kriteria dengan kondisi di lapangan berdasarkan hasil kuisioner pengunjung. Penelitian memiliki kesimpulan bahwa Taman PKP sudah menerapkan kriteria taman kota pada variabel aksesbilitas, estetika, dan kenyamanan, namun belum lengkap, sehingga mengurangi kenyamanan pengunjung selama berada di dalam Taman PKP. Kata kunci: Ruang Terbuka Hijau, Kriteria Taman Kota, Taman PKP

Abstract DKI Jakarta Province is the capital of Indonesia which had a population of 10,467,600 people. Population growth and an increase in the city's built-up area cause green open space for the ecological balance and create the city's aesthetics. PKP Park, located in Ciracas District, East Jakarta, has Situ Rawa Babon, which suited the aesthetic identity. Thus, this place attracts visitors. However, based on the observation results, the condition of the PKP Park still has some weaknesses, which raises the need for research to examine the application of city park criteria. The criteria are accessibility, aesthetics, and comfort. The research method is quantitative by collecting primary and secondary data. Data analysis involved comparing the criteria with conditions in the field based on the visitor questionnaire results. The research concludes that the PKP Park has applied city park criteria to accessibility, aesthetics, and comfort variables. Nevertheless, it is incomplete, thus reducing the comfort of visitors in PKP Park Keywords: Green Open Space, City Park, City Park Criteria

Received: 2020-08-05 | Accepted: 2021-02-06 | DOI: 10.29080/eija.v6i2.979| Page: 130-144 EMARA: Indonesian Journal of Architecture http://jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA This article is open access distributed under the terms of the Creative Commons Attribution ShareAlike 4.0 International License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium provided the original work is properly cited.

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 130 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Pendahuluan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan Berdasarkan Badan Pusat Statistik lahan hijau yang berada di kawasan (BPS) Provinsi DKI Jakarta, (2019) perkotaan yang memiliki fungsi area Kotamadya Jakarta Timur adalah wilayah rekreasi, estetika, dan sosial budaya dengan jumlah penduduk paling padat sebuah kota. RTH juga merupakan elemen yaitu 2.916.020 jiwa. Salah satu ruang penting dalam menunjang ekologis sebuah terbuka hijau berupa taman kota yang kota, terutama di kota besar seperti DKI berada di Kecamatan Ciracas dan menjadi Jakarta. Pertumbuhan penduduk di lokasi rekreasi warga adalah Taman PKP wilayah DKI Jakarta setiap tahunnya selalu yang di dalamnya terdapat Situ Rawa mengalami peningkatan yang disebabkan Babon. Berdasarkan hasil observasi awal oleh tingginya angka urbanisasi sehingga pada 15 April 2019, pengunjung berdampak terhadap kebutuhan lahan, memanfaatkan area situ sebagai terutama lahan permukiman. pemancingan. Kondisi jalur pejalan kaki di Bertambahnya jumlah penduduk juga dalam taman belum tersedia, sehingga diiringi dengan meningkatnya aktivitas pengunjung yang datang dan melintasi penduduk, polusi udara akibat kendaraan taman langsung menginjak rerumputan, bermotor maupun mobil dan yang lain akibatnya merusak vegetasi tersebut. sebagainya. Kondisi tersebut memberi Selain itu, apabila malam hari tiba, dampak terhadap menurunnya kualitas penerangan di dalam taman juga tidak fisik dan keseimbangan ekologis tersedia sehingga mengurangi perkotaan. Jika hal tesebut dibiarkan maka kenyamanan masyarakat. akan mengakibatkan menurunnya kualitas Adanya situ di dalam Taman PKP serta estetika sebuah kota. menyebabkan kebutuhan terhadap Menurut Undang-Undang pelestarian sumber air tersebut. Situ, mata Republik Indonesia No 26 Tahun 2007 air, sungai, waduk, danau, sebagai bagian tentang Penataan Ruang sebuah kota dari Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi menyediakan ruang terbuka hijau yang sebagai tempat penampungan air yang proporsi luasannya ditetapkan paling berguna untuk penanggulangan banjir, sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas konservasi sumber daya air, wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik pengembangan ekonomi masyarakat, dan yang tumbuh secara alamiah maupun yang tempat rekreasi. Permasalahan yang kerap sengaja ditanam. Luasan tersebut muncul terkait dengan kondisi sumber air, merupakan ukuran minimal agar diantaranya terjadinya pendangkalan, keseimbangan ekologis dan estetika kota pencemaran dimana sampah kurang tetap terjaga. RTH Sebanyak 20 (dua terkendali. Oleh karena itu, sumber air puluh) persen berupa ruang publik dan 10 wajib dilindungi dan dilestarikan dalam (sepuluh) persen berupa ruang privat. bentuk penetapan luas dan status sumber Pada 2018, luas ruang terbuka air, penetapan status perlindungan hijau di Provinsi DKI Jakarta adalah 27,25 sumber air, penetapan tingkat kerusakan Km² yang terbagi dalam enam kotamadya. situ dan tata guna lahan sekitar sumber air Jakarta Selatan merupakan wilayah yang (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air- memiliki luas RTH tertinggi yaitu 6,21 Km² Direktorat Bina Operasi dan dan diikuti Jakarta Timur dengan luas Pemeliharaan, 2019) yaitu 5,89 Km² (Portal Data Terpadu Nursanto (2011) menyatakan Pemprov DKI Jakarta, 2018) bahwa terdapat tiga kriteria utama taman

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 131 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 kota yaitu: 1) Aksesibilitas; 2) Estetika; secara langsung bagaimana kondisi fisik, dan 3) Kenyamanan. Imansari & eksisting, estetika serta permasalahan di Khadiyanta (2015) juga menyatakan taman tersebut; (2) Kuisioner, dilakukan bahwa taman kota berfungsi sebagai saat hari libur dengan tujuan untuk sarana rekreasi, edukasi serta pendukung melihat seberapa ramai pengunjung yang kegiatan sosial di tingkat kota. Kegiatan datang ke Taman PKP pada hari libur. sosial memiliki pengaruh kepada interaksi Kuisioner yang dibuat tidak membedakan sosial di wilayah kota, sehingga jenis kelamin responden. Jumlah kuisioner menumbuhkan rasa kebersamaan yang yang dibagikan yaitu 50 responden. tinggi. Pengambilan data dilakukan pada 3 waktu Urgensi penelitian ini adalah untuk yaitu pagi hari, sore hari dan malam hari. mengetahui penerapan kriteria kualitas Data sekunder berupa penelusuran data taman kota di Taman Kota PKP supaya serta dokumen peraturan terkait ruang pemerintah kota bersama dengan terbuka hijau, taman kota, serta penilaian masyarakat dapat meningkatkan kualitas taman kota. pemeliharaan dan penambahan fasilitas Variabel yang digunakan untuk guna tercapainya fungsi RTH sebagai menilai kriteria taman kota (Agustan & penyeimbang ekologis dan estetika kota Cahyanti, 2018; Mahardi, 2013,; Nursanto, sebagaimana diamanatkan dalam Undang- 2011) yaitu: (1) Aksesibilitas, dengan Undang No 26 Tahun 2007 tentang indikator berupa eksternal dan internal; Penataan Ruang. (2) Estetika, dengan indikator berupa Penelitian serupa yang telah identitas keindahan, vegetasi, dan bentuk; dilakukan yaitu mengenai kualitas taman (3) Kenyamanan, dengan indikator berupa kota sebagai ruang publik di Kota fasilitas dan street furniture. Surakarta (Pratomo et al., 2019) namun Analisis data dilakukan dengan penilaian berdasarkan elemen aspek membandingkan kriteria dengan kondisi kebutuhan, hak, dan makna. Sedangkan di lapangan berdasarkan hasil kuisioner dalam penelitian ini elemen yang dinilai pengunjung. Pertanyaan yang diajukan berupa kondisi fisik taman kota merujuk kepada variabel penilaian kriteria taman kota. Metode Penelitian ini dilakukan di Jl. Raya PKP, Hasil dan Pembahasan RT.1/RW.8, Kelapa Dua Wetan, Kec. Aksesibilitas Ciracas, Kota Jakarta Timur. Letak Aksesibilitas terbagi menjadi dua, yaitu geografis berada di antara 106˚ 49’ 35” BT aksesibilitas eksternal dan internal. dan 6˚10’37” LS. Batas-batas lokasi Aksesibilitas eksternal merupakan ukuran penelitian yaitu sisi Utara berbatasan kemudahan pencapaian menuju taman dengan Jalan Rawa Babon; sisi Selatan sedangkan aksesibilitas internal adalah berbatasan dengan Jalan Raya PKP; sisi kemudahan pencapaian yang berada di Timur berbatasan dengan permukiman dalam taman. Aksesibilitas internal warga RW 08; dan sisi Barat berbatasan mencakup sarana dan prasarana yang Jalan. Lingkar PKP. berada di dalam taman yaitu jalan setapak, Metode yang digunakan yaitu pedestrian dan trek lari. Aksesibilitas di kuantitatif dengan mengumpulkan data dalam taman juga harus dilengkapi dengan primer dan data sekunder. Langkah- keamanan. Contohya bagi penggunan langkah pengumpulan data primer yaitu: difabel disediakan ramp dengan (1) Observasi, bertujuan untuk melihat

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 132 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 kemiringgan landai (Agustan & Cahyanti, pengunjung difabel, sehingga tidak pernah 2018). terlihat pengunjung difabel yang datang ke Berdasarkan hasil observasi (2019), taman tersebut. secara eksternal, Taman PKP hanya dapat Penyediaan jalur pejalan kaki yang diakses melalui Jalan Raya PKP dan menghubungkan antar titik di dalam memiliki dua jalur masuk untuk memasuki taman menjadi penting supaya koneksi lokasi, namun hanya pintu utama yang pengunjung lebih mudah dan cepat. Begitu digunakan dari arah utara. Gambar 1 pula penyediaan jalur khusus difabel menunjukkan peta lokasi Taman PKP. terutama pengguna kursi roda menjadi hal yang penting, sehingga Taman PKP tidak menjadi eksklusif. Penyediaan jalur pejalan kaki nantinya minimal 1,40 m untuk kebutuhan satu pengunjung dan pengguna kursi roda, karena kebutuhan ruang satu orang pejalan kaki adalah 0,60 m dan kursi roda 0.80 m. Jalur pejalan juga perlu memperhatikan faktor iklim, sehingga kebutuhan kanopi buatan selain Gambar 1.Peta Lokasi Taman PKP, Ciracas, vegetasi sebagai kanopi alami, dapat Jakarta Timur (Sumber: olahan dari Google mendukung aksesbilitas internal di Taman Earth, , 2019) PKP (Harris & Dines, 1998). Kondisi dan letak Taman PKP Bahan material jalur untuk tersebut menyebabkan dominasi aksesibilitas internal dapat menggunakan aksesibilitas eksternal adalah pengguna paving block guna penyerapan air hujan ke moda transportasi pribadi berupa motor dalam tanah. Bahan material ini juga telah (74%), selanjutnya sepeda (10%), dan dipakai di Taman Kota Balekambang, jalan kaki (16%). Surakarta dan telah mendukung Pada studi kasus Taman Kota kenyamanan pengunjung (Pratomo et al., Balekambang, Surakarta aksesbilitas 2019). eksternal diwujudkan dengan membuka Estetika dua akses yang ada di dalam taman Menurut Mahardi (2013), estetika sehingga warga dengan mudah memasuki merupakan suatu keindahan yang taman dan menikmatinya, sehingga memengaruhi kualitas suatu lingkungan. pencapaian mudah diakses dari berbagai Kualitas estetika memiliki peran penting jalan (Pratomo et al., 2019). Taman PKP dalam membentuk karakter dan identitas perlu melakukan hal yang sama sehingga suatu tempat. Estetika dapat dilihat kemudahan aksesbilitas ini dapat berdasarkan bentuk dan warna. mendukung kunjungan warga dari arah Identitas estetika Taman PKP yaitu barat. Situ Rawa Babon yang berfungsi sebagai Kemudian, aksesibilitas internal daerah resapan air, penampung, dan Taman PKP berupa jalur pejalan kaki pengendali air hujan (gambar 2). Situ belum tersedia sehingga menyulitkan seluas 3 Ha tersebut digunakan sebagai pengunjung untuk berjalan di taman. Jalur tempat memancing ikan air tawar (BPS pedestrian hanya tersedia di sekitar pintu Kota Jakarta Timur, 2020). masuk taman kota. Taman PKP juga belum Penataan dan pemeliharaan tepian menyediakan jalur khusus bagi Situ Rawa Babon juga penting supaya

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 133 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 keamanan dan kekuatan tanah terjaga. pemanasan melalui daun daun pada Penanganan masalah seperti tanaman peneduh/pohon dengan pendangkalan dan tumbuhnya gulma juga mengintersepsi, refleksi mengabsorbsi menjadi kegiatan rutin yang harus terus dan mentrasmisikan sinar matahari. dilakukan oleh Pemerintah Kota Jakarta Pohon juga memiliki kemampuan untuk Timur. Meski pada saat observasi, tidak mengurangi kecepatan angin dan terdapat sampah, namun kegiatan mengarahkannya. masyarakat di sekitarnya harus dijaga supaya kebersihan air situ tetap terkendali (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air- Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan, 2019). Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan, fungsi estetika Gambar 3.Pola Vegetasi di Taman PKP pada RTH dapat meningkatkan (Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2019) kenyamanan berupa kesegaran, Selain itu, pohon dapat menghalagi kesejukan, dan keteduhan; memperindah sinar matahari langsung ke permukaan lingkungan kota; serta menciptakan tanah, kemudian dibelokkan sehingga nilai suasana yang serasi dan seimbang antara temperatur menurun dan kelembapan area terbangun dan tidak terbangun. udara meningkat. Dengan kondisi tersebut, Taman PKP dapat menjadi pendukung kegiatan sosial sehingga menumbuhkan rasa kebersamaan masyarakat yang tinggi (Imansari & Khadiyanta, 2015). Berdasarkan hasil kuisioner, estetika berupa bentuk diperlukan yaitu berupa patung serta gapura (gambar 4). Hal ini menjadi alasan sebab saat ini Taman PKP belum memiliki penanda atau Gambar 2. Situ Rawa Babon di Taman PKP papan nama yang dapat terlihat langsung (Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2019) dari jalan utama, sehingga menyulitkan Taman PKP telah memiliki beragam pengunjung yang datang dari luar jenis tanaman baik tanaman perdu, Kecamatan Ciracas. tanaman peneduh serta tanaman hias. Patung merupakan hasil karya seni Keberagaman jenis tanaman ini membuat tiga dimensi yang dapat memberikan taman terlihat menarik (gambar 3). pesan kepada pemerhatinya. Patung yang Penataan pola vegetasi pada bagian taman indah dihasilkan dari bentuk dan warna dan tepi Situ Rawa Babon menciptakan serta proporsi yang dibuat berdasarkan suasana yang teduh dan sejuk. Menurut pengetahuan yang baik oleh seniman. Sanger et al (2016) karakteristik Karya seni patung dibutuhkan untuk tumbuhan tinggi dengan luasan dahan taman-taman kota, supaya masyarakat yang cukup lebar dapat mengurangi efek dapat menikmati hasil karya tersebut dan

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 134 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 merefleksikan apa maksud seniman Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menciptakan patung tersebut (Dewojati, di Kawasan Perkotaan bahwa selain 2017). Penyediaan patung di Taman PKP kenyamanan berupa kesegaran, dapat melibatkan seniman lokal dengan kesejukan, dan keteduhan, taman kota mengambil makna keberadaan taman juga membutuhkan fasilitas yang dapat tersebut, sehingga masyarakat dapat ikut dimanfaatkan penduduk untuk melakukan merasakan estetika saat berkunjung. berbagai kegiatan sosial seperti taman bermain (anak/balita), taman bunga, taman khusus (untuk lansia), fasilitas olah raga terbatas, dan kompleks olah raga, parkir, dan kursi.

Berdasarkan hasil observasi (2019)

fasilitas penunjang yang telah tersedia

N=50 yaitu: (1) Plaza yang memiliki bentuk

setengah lingkaran dan terbagi menjadi

dua sisi yaitu bagian kanan serta bagian

kiri, dengan material lantai paving block Gambar 4. Diagram persentase Kebutuhan (gambar 5). Plaza tersebut menghadap Estetika Bentuk Taman PKP menurut langsung ke arah Situ Rawa Babon. Plaza responden (Sumber: Analisis Peneliti, digunakan sebagai tempat berkumpul, 2019) bersantai, berinteraksi antar pengunjung

(Gambar 5); (2) Area parkir yang memiliki Dalam penelitian Widisono, et al luasan 120 m2 yang hanya digunakan oleh (2018), gapura pada masanya merupakan pengendara roda dua. Penyediaan fasilitas penanda pintu masuk kerajaan, kemudian parkir ini juga berguna untuk mendukung saat ini beralih menjadi penanda batas kemudahan aksesbilitas menuju ke Taman kawasan. Penelitian tersebut menyatakan PKP. bahwa gapura memiliki ciri fisik pada kepala, badan, dan kaki. Selain itu material, warna, bentuk, massa, dan tekstur menjadi dasar penciptaan gapura. Gapura di dalam

Taman PKP akan memiliki nilai lebih jika dikaitkan dengan makna taman di kawasan tersebut secara mikro dan kota secara makro. Pengadaan gapura di taman ini selanjutnya dapat menarik pengunjung dan menambah estetika kota Kenyaamanan Gambar 5. Plaza Taman PKP (Sumber: Nursanto (2011) menyatakan bahwa Dokumentasi Peneliti, 2019) taman kota memerlukan fasilitas Menurut hasil kuisioner terdapat penunjang seperti fasilitas olahraga, fasilitas yang diinginkan pengunjung tempat parkir, rekreasi, taman bermain untuk disediakan yaitu tempat serta sarana untuk berinteraksi. Hal memancing, parkir sepeda, dan parkir tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri mobil (Gambar 6). Keinginan mengadakan Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tempat pemancingan di Situ Rawa Babon tentang Pedoman Penyediaan dan dapat menjadi persinggungan dengan

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 135 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020 tujuan pelestarian sumber daya sebab bersepeda. Salah satu hal yang menjadi kemungkinan pencemaran berupa action plan adalah parkir sepeda. Sejak pembuangan sampah dapat menjadi kegiatan bersepeda semakin digandrungi ancaman karena kehadiran pemancing oleh masyarakat, taman kota kerap yang akan lebih meningkat daripada menjadi kunjungan pesepeda untuk sebelum dibuatkan khusus area melepas lelah. Penyediaan parkir sepeda memancing. Jika Situ Rawa Babon telah dibuat khusus namun tetap berada di ditetapkan sebagai area konservasi, maka dalam area parkir kendaraan yang masuk fungsi utama sebagai wadah ke dalam Taman PKP (ITDP, 2019). penampungan air hujan harus dipertahankan.

Namun, penataan di tempat pemancingan eksisting perlu dilakukan supaya kondisi tepian Situ Rawa Babon tetap aman dan kegiatan rekreasi masyarakat dapat berjalan dengan nyaman (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air-Direktorat Bina Operasi dan

Pemeliharaan, 2019). Gambar 7. Area Parkir Taman PKP

(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2019) Selain fasilitas, street furniture atau perabot jalan menjadi kebutuhan untuk

mendukung kenyamanan pengunjung. N=50 Street furniture dapat berupa tempat sampah, kursi taman, dan lampu taman (Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Gambar 6. Diagram distribusi persentase Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Kebutuhan Fasilitas Pengunjung (Sumber: Perkotaan, 2008; Harris & Dines, 1998). Analisis Peneliti, 2019) Penyediaan street furniture diharapkan Berdasarkan hasil observasi, bahan tidak menganggu jalur pejalan kaki, material lahan parkir belum seluruhnya sehingga dalam perancangan selanjutnya paving block (gambar 7) sehingga secara harus mengikuti standar yang telah keamanan belum terjamin. Ketika parkir ditentukan. mobil dibutuhkan, maka material jalan Menurut hasil kuisioner (2019), sebaiknya disesuaikan dengan kapasitas pengunjung menginginkan kebutuhan supaya jalan tidak cepat rusak. Penyediaan street furniture berupa lampu taman dan kios di area parkir dapat ditambahkan kursi taman (Gambar 8). Hal ini sejalan untuk mendukung kebutuhan makan dan dengan hasil observasi yang menunjukkan minum atau kebutuhan pengunjung bahwa menjelang sore hari, kondisi taman lainnya (Harris & Dines, 1998). akan gelap, serta selama berjalan-jalan di Pada April 2019, Institute for dalam taman belum tersedia kursi taman Transportation&Development Policy untuk beristirahat. (ITDP) bersama para pengguna jalan dan komunitas sepeda mengadakan konsensus untuk menjadikan Jakarta lebih ramah

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 136 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Taman PKP sebagai RTH di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur membutuhkan jalur N=50 pejalan kaki, jalur difabel terutama pengguna kursi roda, Taman PKP memiliki

identitas estetika berupa Situ Rawa Babon Gambar 8.Diagram persentase Kebutuhan dan vegetasi, sehingga keberadaannya pengunjung akan Street Furniture harus dilestarikan. Penyediaan kebutuhan (Sumber: Analisis Peneliti, 2019) estetika menurut responden berupa Lampu taman sebagai penerangan bentuk adalah patung dan gapura yang dapat diletakkan di area penting, seperti selayaknya dibuat oleh seniman lokal dan pintu masuk, jalur pejalan kaki, plaza, desainnya mengandung makna tentang parkir, tepian air, jalur tangga atau Taman PKP yang berperan penting untuk perbedaan kontur tanah, supaya keseimbangan lingkungan kota. Pada keamanan dapat terjaga. Penerangan variabel kenyamanan, responden eksterior ini dapat dikategorikan untuk membutuhkan fasilitas berupa parkir penerangan kendaraan, umum, pejalan sepeda, parkir mobil, dan tempat kaki, dan fitur. Penerangan kendaraan memancing. Untuk tempat memancing setinggi 10 m, penerangan umum setinggi perlu perhatian supaya tidak 7,5 m, penerangan pejalan kaki setinggi 3,6 bersinggungan dengan fungsi utama Situ m, dan penerangan fitur untuk menyorot Rawa Babon sebagai penangkap air hujan. benda (patung, vegetasi, penanda) dari Sedangkan kebutuhan street furniture bawah setinggi 0,30 m. Penerangan- berupa lampu taman dan kursi taman yang penerangan tersebut dapat diterapkan selayaknya disediakan supaya keamanan untuk Taman PKP sehingga menjelang dan kenyamanan pengunjung dapat sore saat pengunjung akan pulang, tercipta di Taman PKP. suasana tetap terasa terang dan aman Taman PKP sudah menerapkan (Harris, 2011) kriteria taman kota pada variabel aksesbilitas, estetika, dan kenyamanan, Prinsip desain tempat duduk yaitu namun belum lengkap, sehingga dapat kenyamanan, bentuk sederhana, detail mengurangi kenyamanan pengunjung sederhana, mudah perawatan, daya tahan selama berada di dalam Taman PKP. Untuk lama, dan mudah diperbaiki jika terjadi terus meningkatkan peran Taman PKP kerusakan. Bahan tempat duduk dapat maka dibutuhkan penataan dan memenuhi prinsip di atas yaitu batu alam, peningkatan kualitas sehingga masyarakat beton, dan perpaduannya (Direktorat dapat berinteraksi dengan nyaman tanpa Jenderal Cipta Karya, 2015). Kursi taman mengurangi fungsi RTH sebagai di dalam studi Taman Kota Balekambang, penyeimbang ekologis dan estetika kota. Surakarta telah menunjukkan bahwa Pernyataan penulis street furniture tersebut penting sebagai Dengan ini penulis menyatakan bahwa tempat pengunjung berinteraksi, sehingga penelitian ini terbebas dari konflik mendukung kegiatan sosial di dalam RTH kepentingan dengan pihak manapun (Imansari & Khadiyanta, 2015).

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 137 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Ucapan terimakasih Rakyat RI. Ucapan terima kasih kepada Pengelola https://simantu.pu.go.id/epel/ed Taman PKP, Ciracas, Jakarta Timur, ok/fe61d_Modul_Perlindungan_da n__Pelestarian_Sumber_Air.pd Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Harris. (2011). Time Saver Stamdard for Universitas Pancasila, dan Para Dosen Landscape Architecture. McGraw- Mata Kuliah Kajian dan Seminar asitektur. Hill Education (India) Pvt Limited. Referensi Harris, C. W., & Dines, N. T. (1998). Time- Agustan, A., & Cahyanti, T. W. A. (2018). Saver Standards for Landscape Analisis aksesibilitas transportasi Architecture. McGraw-Hill internal & eksternal kabupaten Education. merauke sebagai salah satu Imansari, N., & Khadiyanta, P. (2015). wilayah perbatasan nkri – png. Penyediaan Hutan Kota dan Mustek Anim Ha, 7(2), 134–148. Taman Kota sebagai Ruang https://doi.org/10.35724/mustek Terbuka Hijau (RTH) Publik .v7i2.911 Menurut Preferensi Masyarakat di BPS Kota Jakarta Timur. (2020). Kota Kawasan Pusat Kota Tangerang. Jakarta Timur Dalam Angka 2020. Ruang, 1(3), 101–110. Badan Pusat Statistik Kota Jakarta https://doi.org/10.14710/ruang. Timur. 1.3.101-110 https://jaktimkota.bps.go.id/publ ITDP. (2019). Langkah Mewujudkan ication/2020/04/27/8ed223342c Jakarta Ramah Bersepeda. d60b1c5bbccaaf/kota-jakarta- Institute for Transportation and timur-dalam-angka-2020.html Development Policy. BPS Provinsi DKI Jakarta. (2019). Kota http://www.itdp- Jakarta Angka 2019. BPS Prov indonesia.org/wp- Jakarta. content/uploads/2019/04/Langk https://jaktimkota.bps.go.id/publ ah-Mewujudkan-Jakarta-Ramah- ication/2019/08/16/62adc38db2 Bersepeda.pdf. 106409aea4e672/kota-jakarta- Mahardi, F. (2013). Evaluasi Fungsi timur-dalam-angka-2019.html. Ekologis dan Estetika pada Direktorat Jenderal Cipta Karya. (2015). Beberapa Taman Kota di Jakarta Bina Penataan Bangunan. [Undergraduate Thesis, Institut Kementerian Pekerjaan Umum Pertanian Bogor]. dan Perumahan Rakyat. http://repository.ipb.ac.id/handle http://ciptakarya.pu.go.id/dok/eb /123456789/67553 ook/visual/Bina%20Penataan%2 Nursanto, A. (2011). Analisa Taman 0Bangunan.pdf. Menteng Sebagai Taman Kota Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Berdasarkan Kriteria Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Taman Jakarta Pusat. Jurnal Perkotaan, Pub. L. No. Permen PU Planesa (Planologi), 2(1), 1016. No 5, 05/PRT/M/2008 (2008). https://ejurnal.esaunggul.ac.id/in http://sim.ciptakarya.pu.go.id/p2 dex.php/planesa/article/view/53 kh/knowledge/detail/permen-pu- 0 05-2008-rth Portal Data Terpadu Pemprov DKI Jakarta. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air- (2018). Data Rekap Luas Ruang Direktorat Bina Operasi dan Terbuka Hijau Per Kotamadya Di Pemeliharaan. (2019). Modul DKI Jakarta—Open Data Jakarta. Perlindungan dan Pelestarian Jakarta Open Data. Sumber Air. Kementerian https://data.jakarta.go.id/dataset Pekerjaan Umum dan Perumahan /rekapluasruangterbukahijauperk otamadyadidkijakarta. Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 138 ISSN 2460-7878 (print) - 2477-5975 (Online) jurnalsaintek.uinsby.ac.id/index.php/EIJA Vol 6, No 2, 2020

Pratomo, A., Soedwiwahjono, S., & Kontribusi penulis Miladan, N. (2019). Kualitas taman ElaSusilawati berkontribusi pada kota sebagai ruang publik di kota penyusunan konsep penelitian, metodologi, surakarta berdasarkan persepsi investigasi, analisis data, visualisasi, penulisan dan preferensi pengguna. Desa- draf asli. Kota, 1(1), 84–95. https://doi.org/10.20961/desa- Margaret Arni Bayu Murti berkontribusi kota.v1i1.12494.84-95 dalam penyusunan konsep penelitian dan Sanger, Y. Y. J., Rino ., R., & Rombang, J. A. tinjauan pustaka, analisis data penyusunan (2016). Pengaruh tipe tutupan dan validasi draf artikel, penelaahan-tulisan lahan terhadap iklim mikro di kota dan penyuntingan. bitung. Agri-Sosioekonomi, 12(3A), Ramadhani Isna Putri berkontribusi pada 105–116. https://doi.org/10.35791/agrsos persiapan konsep penelitian dan tinjauan ek.12.3A.2016.14355 pustaka, sumber daya, validasi

Penerapan Kriteria Taman Kota di Jakarta Timur ©Susilawati, Murti & Putri (2020) under the CC BY-SA license 10.29080/eija.v6i2.979 139