KERTAS KARYA
Dikerjakan
O
L
E
H
HIDAYAT HIROSHI BABA
NIM : 142203066
PROGRAM STUDI D III BAHASA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KAMIKAZE
KERTAS KARYA
Kertas Karya ini diajukan Kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang Studi Bahasa Jepang.
Dikerjakan OLEH:
HIDAYAT HIROSHI BABA NIM: 142203066 PEMBIMBING
M.Pujiono,SS.,M.Hum.,Ph.D NIP: 19691011 200212 1 001
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui Oleh :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG
Ketua
Dr. Diah Syafitri Handayani, M.Litt
NIP: 197212281999032001
Medan, Juli 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGESAHAN
Diterima Oleh :
Panitia Ujian Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Bidang
Studi Bahasa Jepang.
Pada :
Tanggal :
Hari :
Program Studi D-III Bahasa Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Dr. Budi Agustono, M.S
NIP: 196008051987031001
Panitia Tugas Akhir :
No. Nama Tanda Tangan
1. ( ) 2. ( ) 3. ( )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tak henti-hentiknya saya ucapkan rasa syukur kepada Allah SWT,
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas berkah dan rahmatnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya yang berjudul KAMIKAZE.
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam Kertas Karya ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi dan pembahasan masalah. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca untuk kearah perbaikan.
Saya menyadari bahwa Kertas Karya ini tidak akan mungkin saya selesaikan sendiri, tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah dengan sangat baik hati memotivasi saya untuk segera menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya ucapkan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Diah Syahfitri Handayani, M.Litt selaku Ketua Program Studi Bahasa
Jepang D III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Mhd. Pujiono, SS., M.Hum., Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan
ikhlas telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
juga arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Kertas Karya ini.
4. Seluruh staf pengajar pada program studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Ibu tercinta saya, Ibu Siti Aisyah dan Ayah saya Bapak Hasmi Taufik Hajime
Baba yang telah memberikan doa dan segalanya serta kasih sayang yang tiada
putus kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Kertas Karya ini dengan baik.
Serta kedua abang saya Muhammad Elshied dan Mubarak Harada, yang telah
memberikan dukungan moril maupun materi sehingga penulis dapat
menyelesaikan Kertas Karya ini.
6. Seseorang yang disayangi Sarah Maulidia Milova yang telah memberikan
dukungan kepada penulis dan senantiasa telah menemani penulis untuk
menyelesaikan Kertas Karya ini.
7. Uwak saya Khalijah yang telah mengurus dan memperhatikan penulis disaat orang
tua penulis berada di Jepang. Serta abang sepupu dan adik sepupu, Tengku Kemal
Pasha dan Tengku Muhammad Zulham yang menemani kesunyian penulis.
8. Teman-teman Hinode angkatan 2014 yang telah menemani hari-hari penulis dari
awal semester sampai akhir semester serta melewati suka duka perkuliahan
bersama. Terutama untuk Rizki, Joy, Agi, Akram, dan Akbar, terima kasih telah
memberi dukungan dan senantiasa menemani penulis selama ini.
9. Teman-teman Aotake yang telah berbagi pengetahuan kepada penulis dan
memberikan dukungan kepeda penulis untuk menyelesaikan Kertas Karya ini.
10. Teman-teman “F.M.S” yang telah mendukung menyelesaikan Kertas Karya ini
dan memberikan keceriaan kepada penulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11. Seluruh teman-teman dan semua orang yang telah ada dan peduli dengan penulis
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih telah menorehkan pena
pada kehidupan penulis sehingga penulis memiliki berbagai cerita.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Kertas Karya ini dapat berguna bagi kita semuanya dikemudian hari.
Medan, Juli 2017 Penulis,
Hidayat Hiroshi Baba 142203066
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...... i DAFTAR ISI ...... iv BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Alasan Pemilihan Judul...... 1 1.2 Tujuan Penulisan ...... 2 1.3 Batasan Masalah ...... 2 1.4 Metode Penulisan ...... 3 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KAMIKAZE ...... 4 2.1 Asal-usul Nama Kamikaze ...... 4 2.2 Pembentukan Kamikaze ...... 5 BAB III KAMIKAZE ...... 14 3.1 Taktik Kamikaze ...... 14 3.2 Persenjataan Kamikaze ...... 21 3.2.1 Pesawat Kamikaze ...... 22 3.2.2 Gear Pilot Kamikaze...... 27 3.2.3 Bom Kamikaze ...... 28 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...... 31 4.1 Kesimpulan ...... 31 4.2 Saran ...... 32 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ABSTRAK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Pada Perang Dunia II, Jepang berpartisipasi aktif dalamnya. Sejalan dengan pembangunan besar-besaran sejak Restorasi Meiji, militer Jepang menjadi kuat, sehingga
Jepang mulai berani mencari daerah jajahan. Dimulai dari invasinya atas Cina dan Korea,
Jepang melebarkan wilayah invasinya ke Selatan. Untuk bisa mewujudkannya, militer Jepang
berpendapat bahwa harus menghancurkan kekuatan militer Amerika yang ada di Pearl Harbor.
Serangan Pearl Harbor pun terjadi pada tanggal 7 Desember 1941. Serangan itu menandai
dimulainya Perang Pasifik sebagai bagian dari Perang Dunia II. Pada awal Perang Dunia II,
persenjataan militer Jepang tergolong kuat.
Amerika yang marah atas serangan itu memutuskan untuk berperang menghadapi
Jepang. Keadaan yang semula menguntungkan Jepang, perlahan-lahan mulai berubah menguntungkan Amerika. Di tengan situasi genting untuk mempertahankan Filipina pada bulan Oktober 1944, dicetuskanlah pembentukan Korps Penyerang Khusus yang dikenal dengan nama Kamikaze oleh AL Jepang.
Prajurit yang tergabung di dalamnya ialah para pilot yang ditugaskan untuk menabrak pesawatnya kearah kapal-kapal sekutu. Pesawat diisi dengan bom. Serangan ini dianggap
lebih efektif dibandingkan serangan pesawat konvensional. Pemerintah militer Jepang
menaruh perhatian dan harapan besar pada serangan ini, sehingga pemerintah melakukan
berbagai propaganda supaya lebih banyak lagi masyarakat Jepang, khususnya para pemuda,
yang mau bergabung menjadi pilot Kamikaze. Oleh karena itu, serangan Kamikaze ini dapat
tetap dijalankan hingga saat menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berbagai pendapat berkembang mengenai perasaan para pilot Kamikaze. Ada yang
mengatakan terpaksa, ada pula yang mengatakan bahagia menjalaninya. Menjadi pilot
Kamikaze tidaklah mudah, harus memiliki keahlian dalam mengendalikan pesawat yang di gunakan untuk menyerang kapal induk musuh.
Dari pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis berminat ingin membahas
Korps Penyerang Khusus ini di pilih menjadi kertas karya yang berjudul KAMIKAZE
1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulis mengangkat Kamikaze sebagai judul kertas karya adalah :
1. Untuk mengetahui asal-usul nama Kamikaze
2. Untuk mengetahui proses pembentukan Kamikaze
3. Untuk mengetahui takti Kamikaze
4. Untuk mengetahui persenjataan Kamikaze
5. Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang Kamikaze
1.3 Batasan Masalah
Penulis akan memfokuskan pembahasan kertas karya ini hanya mengenai asal-usul nama Kamikaze, proses pembentukan Kamikaze, taktik penyerangan Kamikaze dan persenjataan Kamikaze.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan, yakni mengumpulkan sumber-sumber bacaan yang berupa buku sebagai referensi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam kertas karya ini. Selain itu, penulis juga memanfaatkan informasi dan teknologi internet sebagai sumber data tambahan agar lebih akurat dan jelas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG KAMIKAZE
2.1 Asal-usul Nama Kamikaze
Istilah Kamikaze yang secara harfiah berarti Angin Dewa berasal dari nama angin yang menyelamatkan Kepulauan Jepang dari invasi Mongol pada abad ke-13. Pada tahun
1281, Kubilai Khan memimpin pasukan menyerang Jepang. Usaha itu gagal karena angin
topan tiba-tiba muncul dan memukul mundur armada penyerang. Dua kali invasi demikian
gagal karena kapal-kapal para penyerbu dihancurkan topan besar yang di yakini oleh orang
Jepang dikirim oleh dewa, yang dalam bahasa Jepang disebut Kamikaze. Kami artinya dewa,
sedangkan Kaze artinya angin.
Nama resmi bagi korps penyerang khusus ini ialah tokubetsukōgekitai (特別攻撃隊),
yang biasa disingkat tokkōtai atau tokkō. Nama yang digunakan oleh bangsa Jepang untuk
kesatuan penyerang usara khusus ialah shinputokubetsu kōgekitai (神風 特別攻撃隊 / Unit
Penyerang Khusus Angin Dewa). Pemberian nama shinpu (神風) bagi unit khusus ini
merupakan pemikiran Kolonel (Laut) Inoguchi Rikihei selaku Perwira Staf Senior Armada
Udara Pertama Angkatan Laut Jepang di Filipina. Istilah shinpu merupakan cara baca lain
dari kanji 神風/ Kamikaze. Orang Jepang tidak menggunakan istilah Kamikaze untuk korps
penyerang khusus ini. Penerjemah Amerika menggunakan pelafalan asli Jepang dari karakter
kanji 神風sehingga disebutnya Kamikaze. Frase Kamikaze ini lebih diterima di dunia
internasional, dan setelah perang frase ini digunakan juga oleh Jepang (anemeigo). Di balik nama tersebut, para penggegas Kamikaze yakin bahwa unit pasukan khusus ini harus mampu menggunakan angin dewa (Kamikaze) bersama para pilot udara Kamikaze.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Pembentukan Kamikaze
Kolonel Inoguchi dan Letkol Nakajima (perwira penerbang Grup Udara 201) dari AL
Jepang dalam kata pengantar buku Kisah Para Pilot Kamikaze: Pasukan Udara Berani Mati
Jepang pada Perang Dunia II menyatakan ada dua pembeda Perang Dunia II dengan perang- perang sebelumnya. Perbedaan tersebut ialah: pertama, Perang Dunia II adalah perang total; kedua, Perang Dunia II didominasi pertempuran laut yang melibatkan banyak kekuatan udara.
Pernyataan kedua ini terbukti kebenarannya pada masa Perang Dunia II melalui misi
Kamikaze. Pada waktu itu, pasukan pertahanan Jepang hanya terdiri Angkatan Laut (Kaigun /
海軍) dan Angkatan Udara (Rikugun / 陸軍) saja. Kedua angkatan ini memiliki kekuatan udaranya masing-masing. Ide mengenai pembentukan pasukan khusus ini berasal dari panglima Armada Udara Pertama Angkatan Laut Jepang, Laksamana Madya Ōnishi Takijirō
(大西瀧治郎).
Mabalacat adalah sebuah kota kecil di Luzon, Filipina, sekitar 80 km barat daya
Manila. Di dekat kota ini terdapat lapangan terbang yang dijadikan pangkalan Grup Udara
Ke-201 AL Jepang. Pada sore 19 Oktober 1944, pangkalan udara Mabalacat mendadak didatangi oleh Laksamana Madya Takijiro Ohnishi, panglima baru Armada Udara Pertama, yang membawahi seluruh kekuatan udara AL Jepang di Filipina. Padahal Ohnishi baru dua hari tiba dari Tokyo untuk memulai jabatan barunya ini. Ohnishi diterima oleh perwira eksekutif 201 Commander Asaichi Tamai dan perwira staf senior Kolonel Rikihei Inoguchi, karena komandan 201 Kolonel Sakae Yamamoto tengah bertugas ke Manila.
Kepada kedua perwira ini, Ohnishi langsung meminta diantar ke markas pangkalan.
Setiba di markas, tiga perwira lain dipanggil ikut bergabung. Masing-masing Chuichi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Yoshioka, perwira staf dari Flotila Udara Ke-26, dan dua pemimpin skadron dari Grup Udara
201, Letnan Masanobu Ibusuki dan Letnan Ryo Yokoyama.
Komandan 201 Yamamoto yang pergi ke Manila karena dipanggil oleh ohnishi belum juga tiba. Rupanya di jalan mobilnya dan mobil Ohnishi sempat berpapasan, namun keduanya saling tidak menyadari, Ohnishi buru-buru ke Mabalacat karena tidak sabar menunggu tibanya Yamamoto di Manila. Mengetahui komandannya justru yang datang ke pangkalan, maka begitu tiba di Manila Ohnishi minta disiapkan sebuah pesawat agar cepat tiba di
Mabalacat. Tetapi sial, begitu mengudara pesawat Zero-nya rewel hingga terpaksa mendarat
di persawahan.
Di markas pangkalan, Ohnishi duduk berenam mengelilingi sebuah meja di ruangan
lantai dua. Ohinishi memandangi wajah anak buahnya satu persatu, seolah-olah ingin
membaca pikiran masing- masing. Suasana hening itu baru pecah ketika Ohinishi mulai
membuka suara. Ohnishi mengatakan bahwa situasi peperangan semakin genting ketika
munculnya armada amerika yang kuat di teluk Leyte dan nasib kekaisaran tergantung dari
pelaksanaan operasi Sho.
Operasi bersandi Sho atau Kemenangan ini dirancang Jepang setelah garis pertahanan
utamanya di Pasifik seperti Nugini (Papua) dan Kepulauan Mariana ditembus oleh AS.
Jepang memperkirakan Filipina akan jadi sasaran berikut, tanpa menutup kemungkinan
Formosa (Taiwan), Kepulauan Ryukyu, dan bahkan tanah Jepang sendiri juga menjadi
sasaran. Manapun yang pertama akan diinvasi oleh Amerika, rencana sho menegaskan
wilayah itu harus dijadikan rajang pertempuran yang menentukan. Seluruh kekuatan
pertahanan Jepang yang ada harus dikerahkan ke wilayah tersebut tanpa kecuali. Kapan
operasi ini diaktifkan, sepenuhnya diserahkan kepada Mabes Umum Kekaisaran. Ternyata
pada 18 Oktober 1944 pukul 17.01, Mabes telah memutuskan Sho diaktifkan menyusul
kuatnya ancaman invasi Amerika di Leyte.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Laksamana Ohnishi menegaskan, untuk memukul mundur Amerika dikerahkan
Armada Kedua Jepang pimpinan Laksamana Takeo Kurita yang tengah menuju Leyte.
Sedangkan tugas Armada Udara Pertama yang dipimpinnya adalah memberikan perlindungan
udara bagi Kurita Untuk melaksanakan tugas ini kita harus menghantam armada kapal induk
musuh. Setidaknya membuat kapal induk musuh terkapar selama satu minggu.
Waktu satu minggu tanpa ancaman pesawat dari kapal induk Amerika diperlukan,
karena armada Kurita sendiri tidak disertai kapal induk, namun oleh dua kapal tempur
kembar terbesar, Yamato dan Musashi. Apabila armada Jepang yang kuat ini dengan aman
berhasil mencapai Teluk Leyte, dapat dibayangkan betapa kapal-kapal pengangkut pasukan
Amerika akan dibantai oleh armada Kurita.
Ohnishi menyimpulkan bahwa Tokyo kini menggantungkan harapannya kepada
Armada Udara Pertama. Sho berarti kemenangan. Tetapi apabila Armada Udara Pertama sampai gagal, maka Operasi Kemenangan ini akan berbalik menjadi kekalahan yang tak mungkin diperbaiki lagi. dalam Operasi Sho rencananya Armada Udara Kedua di Formosa akan dipindahkan ke Filipina. Armada kedua akan membantu Armada Udara Pertama, yang jumlah pesawatnya tinggal sedikit akibat intensifnya gempuran udara Amerika di Seantero
Filipina.
Mendengar apa yang disampaikan panglima barunya, kelima perwira semakin merasa
ada sesuatu lebih penting yang akan dimunculkan. Sebab tidaklah mungkin apabila Ohnishi
jauh-jauh datang dari Manila hanya untuk mengulang mengenai perkembangan situasi
maupun tugas yang harus dilakukan pasukan udaranya. Para perwira ini menantikan apa lagi
yang akan disampaikan oleh Ohnishi. Para perwira berpikir keras bagaimana mampu melaksanakan misi memukul armada kapal induk Amerika. Jumlah pesawat yang sedikit harus berhadapan dengan kekuatan udara musuh yang begitu besar. Para perwira berharap
Ohnishi akan menyampaikan jawaban cerdas atas situasi sulit yang dihadapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sesudah terdiam beberapa saat, maka Ohnishi dengan raut serius berkata harus
mengorganisasikan unit-unit serangan bunuh diri dengan pesawat-pesawat tempur Zero yang
dipersenjatai bom 250 kilogram. Masing-masing pesawat harus menabrakkan diri ke pesawat
induk musuh.
Mata Laksamana ohnishi dengan tajam memandangi kelima perwira satu-persatu. Tak
seorang pun yang angkat bicara. Hanya mengingat bahwa taktik semacam ini pernah dipakai
oleh pilot AL Jepang dalam pertempuran udara melawan pesawat pengebom Amerika yang
besar-besar. Yaitu dengan menyerempetkan pesawatnya atau dalam kondisi tertentu bahkan menabrakka n diri ke pesawat musuh Sejumlah pilot AL pun juga pernah menyuarakan taktik
serupa terhadap kapal induk musuh. Apalagi tahun 1944 para pilot Jepang harus menghadapi
kekuatan yang kian tak imbang. Sehingga semakin banyak dari para pilot yang tidak berhasil
kembali lagi ke pangkalannya. Oleh karena itu daripada jatuh atau hilang sia-sia, mungkin
lebih baik mati tetapi sekaligus dengan menghancurkan musuh.
Akhirnya kesenyapan dipecah oleh Asaichi Tamai. Tamai bertanya seberapa
efektifkah pesawat dengan bom 250 kilo ditabrakkan ke geladak kapal induk. Setelah berpikir
sesaat, perwira staf ini pun menjawab bahwa cara itu memang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengenai sasaran daripada dengan pengeboman konvensional. Kerusakan yang ditimbulkan pun juga lebih parah sehingga membutuhkan waktu berhari-hari untuk memperbaiki geladak.
Tamai sebetulnya sudah tahu jawaban tersebut. Tetapi Tamai sengaja bertanya hanya untuk melepaskan suasana tegang. Tamai lalu menyampaikan kepada Laksamana Ohnishi, bahwa sebagai perwira eksekutif dia tidak dapat memutuskan persoalan segenting itu. sebab harus menanyakan dulu kepada komandan grup Kapten Yamamoto. Namun Ohnishi menjawab bahwa telah berbicara via telepon dengan Yamamoto yang sedang dirawat di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Manila karena kakinya patah akibat pendaratan darurat Zero nya. Yamamoto menyerahkan
segala sesuatunya kepada Tamai. Pendapat Tamai adalah pendapat Yamamoto.
Para perwira yang hadir pun memandang Tamai, menunggu apa yang akan dikatakannya. Tetapi cukup lama Tamai merenung dan membisu, sampai akhirnya meminta kepada Laksamana agar diizinkan untuk berpikir sejenak dengan tenang. Tamai lalu
menggamit Letnan Ibusuki untuk ikut ke ruang kerjanya. Mendiskusikan berbagai
kemungkinan reaksi dan sikap para pilot terhadap taktik serangan bunuh diri.
Beberapa waktu kemudian Tamai bergabung kembali. Kepada Ohnishi melaporkan
hasil diskusinya dengan Ibusuki dipercaya oleh komandan Yamamoto dan disertai rasa penuh
tanggung jawab, Tamai menyatakan setuju sepenuhnya dengan pendapat Laksamana. Grup
Udara 201 akan melaksanakan usulan tersebut. Tamai bertanya, apakah Laksamana
menyerahkan kepada Tamai untuk melakukan sendiri pembentukan satuan penyerang
tersebut.
Kapten Rikihei Inoguchi yang di kemudian hari menuliskan kesaksiannya,
menyatakan ingat betul akan ekspresi Laksamana Ohnishi sewaktu mendengar laporan Tamai.
Tampak kelegaan pada wajahnya, namun juga terbersit kemuraman karena rasa sedih, ohnishi
pun cuma mengangguk tanpa satu kata pun sewaktu menjawab pertanyaan Tamai. Artinya,
Ohnishi menyerahkan pembentukan satuan bunuh diri itu kepada 201 sendiri. Tak lama
kemudian Ohnishi minta diri untuk beristirahat, dan pertemuan bersejarah di markas 201 di
Mabalacat itu pun berakhir.
Begitu Laksamana Ohnishi meninggalkan ruangan tersebut. maka Tamai malam itu
pun langsung bekerja. Pikirannya dipenuhi dengan gambaran tentang kondisi 201 serta para
personelnya. Selaku perwira pelaksana 201 Tamai mengenal semua pilotnya. Bahkan banyak
dari para pilot sudah dikenalnya sejak masih dalam pendidikan. Para pilot muda itu tergabung
dalam Grup Udara 201 dari Armada Udara Pertama AL Jepang dalam bulan Agustus 1944.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Para pilot baru merampungkan latihan dasar pada Oktober 1943 sewaktu dimasukkan ke dalam Grup Udara 263 di Jepang, untuk menjalani latihan terbang tempur. Pelatihan baru berjalan separuh tatkala pada Februari 1944 para pilot mendadak diperintahkan ke Kepulauan
Mariana di Pasifik untuk tugas tempur.
Begitulah, dari Tinian, Palau, hingga Yap terus bertempur, menghadapi lawan yang begitu kuat dan berpengalaman. Banyak dari para pilot muda itu yang gugur atau hilang di
Pasifik. Para pilot yang tersisa pada bulan Agustus ditarik ke Filipina dan dimasukkan ke 201.
Namun para pilot muda itu kini sudah merasakan pengalaman dan kegetiran pertempuran yang sesungguhnya. Para pilot juga terinspirasi oleh Tamai dari masa pendidikan hingga sama-sama merasakan beratnya tugas di Pasifik. Tamai selalu menyemangati pilot muda bagai anak-anaknya sendiri, dan para pilot pun sebaliknya menganggap Tamai sebagai panutan, bahkan sebagai pengganti orangtua.
Oleh karena itu bagi Tamai, tugas menyampaikan taktik baru serangan udara bunuh diri kepada para pilot terasa bagai beban yang berat sekali. Setelah berkonsultasi dengan para komandan skadron, maka malam itu Tamai pun memanggil semua pilot untuk berkumpul.
Jumlahnya 23 orang. Tamai menjelaskan perkembangan situasi perang terakhir, dan kemudian dengan berhati-hati dia menyampaikan apa yang baru saja diusulkan oleh Ohnishi.
Ternyata penjelasannya disambut dengan antusias oleh para pilot. Tamai tidak menyangka reaksi yang begitu spontan. Tangan-tangan diangkat ke atas disertai sorak-sorai gembira. Moril dan semangat orang-orang muda ini terasa begitu tinggi. Kapten ini berusaha menyembunyikan rasa harunya seraya berpesan agar semua itu sungguh-sungguh dirahasiakan. Pertemuan pun bubar dan para pilot kembali ke barak dengan berbagai pikiran masing- masing.
Tengah malam Tamai kembali ke ruang perwira, menyampaikan hasil pertemuan dengan para pilot. Semuanya masih muda muda sekali. Meski Tamai tidak bisa membaca apa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang ada dalam hati para pilot, tetapi Tamai tak akan lupa wajah-wajah para pilot yang
menunjukkan tekad kuat. Mata para pilot pun bersinar-sinar. Para pilot tentu berpikir, inilah saatnya untuk membalaskan rekan-rekan yang gugur di Kepulauan Mariana, Palau dan Yap.
Para perwira kini yakin bahwa satuan serangan bunuh diri segera dapat dibentuk.
Untuk menentukannya tidaklah mudah, karena untuk memimpin satuan baru yang khusus ini
diperlukan perwira terbaik, dalam karakter maupun kemampuannya. Semua sependapat
pemimpin kesatuan ini haruslah perwira lulusan Akademi AL. Para perwira juga menilai
Naoshi Kanno adalah orang yang tepat. Namun letnan ini kebetulan sedang ditugaskan
bersama sejumlah pilot untuk mengambil pesawat zero yang baru keluar dari pabrik guna diterbangkan ke Filipina.
Kanno sebetulnya telah menolak ditugaskan ke Jepang, karena Kanno merasa front baru di Filipina segera pecah dan Kanno harus terjun langsung menghadapi musuh.
Reputasinya sebagai pilot andal dikenal di antara rekannya. Kisahnya menjatuhkan sebuah pengebom berat B-24 Liberator di sekitar Pulau Yap terbilang unik. Kanno berusaha
merontokkan pesawat Amerika itu dengan tembakan dari Zero nya namun tak pernah berhasil.
Akhirnya Kanno melakukan taktik baru dengan menyerempetkan baling-baling pesawatnya
ke rudder atau kemudi pesawat di ekor B-24. Kanno nekat menghadapi musuhnya dari depan
sembari menghindari tembakan maupun baling-baling lawannya. Baru pada putaran ketigalah
Kanno berhasil. Bomber Amerika itu pun jauh ke laut. Tetapi serempetan itu membuatnya
kehilangan kesadaran beberapa saat hingga akhirnya Kanno berhasil mendaratkan
pesawatnya yang rusak cukup berat
Akhirnya karena Kanno tidak di tempat, para perwira 201 setuju menunjuk Letnan
Yukio Seki yang dinilai memiliki kelebihan dibandingkan rekan-rekannya Segera di tengah
malam itu Seki di panggil, dan Tamai pun dengan mata berkaca-kaca menjelaskan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA maksudnya. Perwira muda yang baru satu bulan datang dari Formosa itu menutup muka
dengan tangan, terdiam tanpa gerak untuk beberapa waktu. Para perwira di sekelilingnya
menahan napas, merasa tegang. Akhirnya Seki pelan-pelan mengangkat kepalanya sambil mengusap rambutnya seraya berkata Komandan harus mengizinkan Seki melaksanakan tugas tersebut.
Dengan setujunya Yukio Seki menjadi pimpinan unit khusus tersebut, maka kesatuan serangan bunuh diri atau Tokkotai ini pun terbentuk sudah. Namun mengingat ini merupakan
kesatuan khusus, maka para perwira pun memikirkan nama yang akan diberikan. Inoguchi
mengusulkan bagaimana jika dinamakan Shinpu, yang merupakan cara lain membaca aksara
yang berarti Kamikaze atau angin dewata.
Subuh 20 oktober, terbentuknya kesatuan khusus serangan bunuh diri itu pun
dilaporkan kepada Ohnishi, yang mengurung diri dalam kegelapan di salah satu kamar markas 201. Dengan persetujuannya maka langsung dibuat pengumuman resmi yang ditandatanganinya. Pokok pengumuman ini adalah terbentuknya sebuah korps khusus penyerang, yang akan menghancurkan atau melumpuhkan kekuatan kapal induk musuh di perairan timur Filipina, jika mungkin sebelum 25 Oktober. Korps ini dinamai Kesatuan
Serang Shinpu, yang terdiri dari 26 pesawat tempur, dimana separuhnya bertugas
melaksanakan misi penabrakan diri, dan lain nya melakukan tugas pengawalan. Kesatuan ini
dibagi dalam empat kelompok: Shikisima, Yamato, Asahi, dan Yamazakura. Komandan
kesatuan serang ini adalah Letnan Yukio Seki.
Kini para pilot 201 tinggal menunggu instruksi selanjutnya, kapan harus melancarkan
serangannya. Tamai meminta para pilot beristirahat cukup terlebih dulu. Seki sendiri menuju
tempat tidurnya dengan ingatan kepada ibunya yang sudah menjanda serta istri yang baru
dinikahinya beberapa bulan berselang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
KAMIKAZE
3.1 Taktik Kamikaze
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pertempuran laut di perairan Filipina berakhir dengan kekalahan di Jepang. Armada pimpinan Laksdya Takeo Kurita yang bermaksud menyergap armada Amerika. di Teluk
Leyte terpukul akibat ketiadaan perlindungan udara. Salah satu kapal tempur supernya
Musashi, bahkan tenggelam dihujani born oleh pesawat musuh. Akibat kekalahan ini, awal invasi besar Amerika terhadap Filipina pun berhasil dilakukan. Dalam pertempuran ini untuk pertama kalinya Jepang melakukan taktik serangan Kamikaze. Sesuai arahan Laksdya
Takijiro Ohnishi, maka taktik ini terutama ditujukan terhadap kapal induk musuh guna melumpuhkan kekuatan udaranya. Tanpa kekuatan udara, armada Amerika di Leyte mudah dijadikan bulan-bulanan oleh Kurita.
Kendati taktik Kamikaze tidak berhasil menggagalkan invasi Amerika, namun
Laksdya Takijiro Ohnishi sebagai penggagas serangan bunuh diri itu, tetap bertahan dengan taktik tersebut. Dia bahkan minta ke Tokyo 300 lagi pesawat untuk serangan Kamikaze di perairan Filipina, guna mengantisipasi serbuan Amerika selanjutnya ke Luzon.
Tatkala serangan bunuh diri mulai diterapkan Oktober 1944 di Filipina, maka diupayakan standar setiap sorti hanya terdiri dari tiga pesawat untuk serangan Kamikaze ditambah dua lainnya sebagai pengawal. Jumlah lima pesawat per sorti dianggap menguntungkan, karena penyiapan dan lepas landasnya lebih cepat, lalu di udara kelompok kecil ini mobilitasnya pun tinggi, lebih lincah, serta lebih sulit terdeteksi oleh musuh Begitu pula jika menghadapi cuaca buruk, kelompok kecil ini lebih mudah terpelihara keutuhannya. hingga prinsip lebih sedikit lebih baik dijadikan pegangan meskipun ada yang berpendapat jumlah lima pesawat adalah minimal. Alasannya, apabila jumlah terlalu kecil, sulit menjamin mampu melumpuhkan sasaran sebesar kapal induk.
Akhirnya disepakati jumlah lima adalah standar setiap sorti namun hal ini berlaku luwes tergantung dari kondisi cuaca, situasi pihak musuh, dan ketersediaan pesawat untuk misi Kamikaze. Adanya pesawat pengawal juga dipandang sangat penting. Pesawat pengawal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA harus melindungi pesawat Kamikaze sampai pesawat ini dapat kesempatan menabrak kapal musuh. Apabila terjadi sergapan oleh pesawat musuh maka pesawat kawal harus tetap mendampingi pesawat Kamikaze dengan mengelak dan menggertak pesawat musuh. Karena tugas utamanya adalah melindungi pesawat bunuh diri, maka jika perlu harus berkorban diri demi pesawat yang dikawalnya. Oleh karena itulah untuk pesawat kawal, diperlukan para pilot berpengalaman dan terampil. Sehingga tidak mengherankan apabila para pilot yang situasi berkualifikasi demikian, banyak ditolak untuk menjadi pilot Kamikaze.
Biasanya begitu tinggal landas, pesawat Kamikaze dan pengawalnya langsung menanjak setinggi mungkin, karena terbang tinggi sekali akan memperkecil peluang bertemu dengan pesawat musuh. Pada ketinggian seperti itu, para pilot Kamikaze dan pengawalnya akan memakai masker oksigen mengingat tipisnya lapisan udara di atas. Begitu mendekati daerah sasaran, pilot Kamikaze mempercepat laju pesawat dan membuka pengaman bomnya, sementara pesawat pengawal mengambil posisi siaga untuk memblokir datangnya pesawat musuh.
Setelah dua bulan pertama taktik serangan bunuh diri di jalankan, maka dari pengalaman tersebut dipetik beberapa hal untuk dijadikan semacam pegangan bagi calon penerbang Kamikaze maupun pengawalnya. Sebelum menjalankan tugas, para pilot memperoleh pelatihan atau indoktriasi intensif selama satu minggu. Dua hari pertama untuk praktik lepas landas, mulai dari keluarnya perintah tugas sampai pembentukan formasi di udara. Dua hari berikutnya khusus buat terbang formasi, seraya tetap berlatih lepas landas dengan secepatnya.
Latihan intensifini diperlukan, mengingat para penerbang Kamikaze umumnya belum banyak pengalaman terbangnya bahkan banyak dari para pilot yang baru mengantongi sekitar
100 jam terbang atau malah kurang Kemudian tiga hari terakhir untuk mempelajari cara mendekati dan menyerang sasaran, sambil tetap meningkatkan kemahiran lepas landas dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terbang formasi. Apa bila belum juga ada perintah tugas maka paket pelatihan tadi akan
diulang kembali. Itulah setidak- tidaknya menurut tuturan Kolonel Rikihei Inoguchi yang
hadir pada pembentukan pertama satuan Kamikaze di Filipina, dan kemudian bertugas sebagai instruktur Kamikaze di Formosa (Taiwan).
Beberapa hal atau taktik yang ditekankan dalam pelatihan serangan Kamikaze adalah
cara mendekati sasaran, sudut serangan atau angle of attack, titik yang harus disasar, dan
bagaimana memilih sasaran. Dalam mendekati sasaran, pesawat Kamikaze dari jenis yang
ringan dan cepat terbangnya seperti Zero Zeke dan pengebom Suisei yang berpangkalan di
kapal induk (orang Amerika menyebutnya "Judy"), maka dua cara serangan yang dianggap
paling efektif adalah: dari ketinggian yang ekstrem atau sebaliknya dari kerendahan terbang
yang ekstrem pula.
Ketinggian ekstrem hingga 6.000 - 7.000 m dipilih untuk mengurangi kemungkinan
diserang oleh pesawat musuh, karena sekalipun terdeteksi radar, namun pada ketinggian itu
mata telanjang agak sulit melihatnya. Selain itu pesawat musuh yang dilepaskan untuk
menyergapnya, membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencapai ketinggian tersebut.
Ketika sampai ketinggian itu pun pilot lawan harus memakai masker oksigen sehingga
mengurangi dayanya, ditambah penglihatan juga tidak sebaik pada ketinggian terbang lebih
rendah. Tatkala sasaran mulai terlihat, maka penerbang Kamikaze langsung mengarah ke
sasaran dengan sudut 80 derajat seraya mempercepat laju pesawat dan pada ketinggian sekitar
1.000 m maka pesawat ditukikkan lebih tajam langsung ke sasaran.
Sedangkan pada terbang ekstrem rendah, pesawat berada hanya 10-20 m dari
permukaan laut. Tujuannya untuk menghindari deteksi dini dari radar musuh. Pada akhir
1944 kemampuan lacak radar yang efektif baru mencapai sekitar 160 km untuk sasaran
terbang tinggi, dan kurang dari 20 km terhadap pesawat yang terbang pada ketinggian
medium atau rendah. Pilot pesawat musuh juga lebih sulit mendeteksi pesawat penyerang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang terbang begitu rendah di atas permukaan laut. Menjelang mencapai sasarannya, pesawat
penyerang akan naik ke ketinggian 400-500 m, untuk kemudian langsung menukik ke
Sasaran.
Pada serangan Kamikaze dari jarak tinggi, pilot diingatkan untuk tidak menukikkan
pesawatnya terlalu tajam atau tegak lurus. Hal ini berbeda dengan pesawat yang semula
terbang rendah sekali, lalu naik sampai ketinggian hanya 400-500 m dan langsung terjun
menukik ke sasaran. Dalam hal ini menukik dengan posisi tajam hampir tegak lurus
dibenarkan mengingat jaraknya dengan kapal sasaran cukup dekat. Tetapi pesawat dari
ketinggian 1.000 m atau lebih, diminta menghindari tukikan tajam karena gaya tarik/gravitasi
semakin ke bawah semakin kuat. Akibatnya pesawat pun menjadi terlalu cepat dan sulit
dikendalikan. Oleh karena itu amat penting bagi penerbangnya untuk mencari sudut serangan
yang pas seraya terus mengamati arah dan kecepatan laju sasarannya.
Serangan Kamikaze dari jarak tidak terlalu tinggi dengan tukikan tajam, memang
dianggap efektif, apalagi jika tepat mengenai dek atau geladak kapal musuh. Seperti dialami
sekelompok pesawat Zero yang lepas landas dari Cebu untuk mencari sasaran dengan terbang
rendah. Para pilot memutari Selat Surigao menuju Tacloban. Mendadak menjumpai kapal
penjelajah atau setidaknya perusak Amerika di perairan dekat Dulag. Salah satu Zero segera mendaki naik lalu menukik tajam ke kapal tersebut, dan tepat mengenai deknya. Ledakan besar dari pesawat dan bom muatannya, langsung membelah kapal menjadi dua. Peristiwa ini dianggap membuktikan betapa efektifnya menghantam geladak dari sudut yang tajam oleh
Kamikaze yang terbang rendah.
Dalam menghadapi kapal induk musuh sebagai sasaran utama maka bagian yang dianggap paling rawan untuk ditabrak adalah elevator utama, yang berada pada titik sekitar
sepertiga panjang kapal dari arah depan/haluan. Hancur atau rusaknya bagian ini, akan
membuat kapal induk kehilangan efektivitas operasionalnya. Sedangkan buat kapal perang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jenis lain seperti tempur atau penjelajah maka bagian bawah/dasar menara atau bridge merupakan sasaran terbaik. Di situlah umum nya terletak pusat syaraf kapal Hantaman langsung ke bagian itu, akan membuat kapal lumpuh.
Terhadap kapal perang lebih kecil seperti perusak atau transpor, hantaman Kamikaze pada bagian mana pun di antara menara dengan bagian tengah kapal, umumnya berakibat fatal Karena ketiadaan pelindung geladaknya, maka kapal pada perang kecil dan transpor rawan sekali terhadap serangan. Sebuah pesawat Kamikaze tunggal, mampu mengaramkan kapal jenis tersebut apabila tepat mengenai titik lemahnya.
Laksdya ohnishi pada awal pembentukan Kamikaze menggariskan, sasaran utama serangan bunuh diri adalah kapal induk Amerika. Namun pada kenyataan nya, jumlah kapal induk musuh cukup banyak, sementara jumlah pesawat dan pilot Kamikaze Jepang terlalu sedikit. Sehingga sering hanya satu pesawat untuk satu kapal induk. Padahal apabila tidak terjadi kekurangan pesawat mau pun penerbangnya, maka idealnya empat pesawat lah yang berjibaku terhadap sebuah kapal induk besar. Dua menghantamkan diri pada elevator utama, dan masing masing lainnya menabrak elevator belakang dan depan.
Apabila kelompok Kamikaze menjumpai sasaran yang banyak dan beragam di laut, maka para penerbang harus mampu cepat menentukan sasaran dan memusatkan diri pada pilihannya. Dalam menentukan sasaran, maka pertimbangannya adalah kapal mana yang paling berharga untuk diserang. Misalnya pada peristiwa 30 Oktober 1944, ketika sekelompok Kamikaze terbang dari Cebu untuk menyerang satuan tugas armada Amerika yang terdiri dari tiga kapal induk dan sebuah kapal tempur.
Kelompok pertama terdiri dari tiga pesawat menyerang terlebih dulu, dua ke arah sebuah kapal induk besar dan satu lainnya ke kapal induk ukuran medium. Para pilot mengenai sasarannya. Kelompok kedua Kamikaze yang juga terdiri atas tiga pesawat, mengamati hasil serangan tersebut. Baru sesudah itu ketiganya menukik ke sasaran masing-
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masing. Sebuah ke arah kapal induk besar yang telah diserang, sebuah ke kapal induk paling
kecil, dan satu lagi menghantam kapal tempur. Akibatnya, kapal induk besar dan medium
mengepulkan asap tebal dan terhenti di laut, sedangkan kapal induk kecil dan kapal tempur
mengalami kerusakan hebat. AL Amerika mengakui dua kapal induknya USS Franklin (CV-
13) dan Belleau Wood (CVL-24) rusak berat.
Latihan melakukan lepas landas yang cepat merupakan bagian penting dalam pelatihan mengingat ancaman yang dihadapi. Adalah umum pesawat Amerika yang menguasai udara, setiap waktu dapat mengunjungi pangkalan udara Jepang yang mana pun, termasuk pangkalan untuk Kamikaze. Selama pesawat Jepang yang disamarkan selamat dari serangan musuh, hal ini tidak menjadi soal. Namun ketika dikeluarkan dari persembunyiannya dan disiapkan di landasan untuk terbang, maka itu adalah saat saat kritis.
Pesawat musuh dapat saja tiba-tiba muncul. Oleh karena itu menyiapkan diri dan menerbangkan pesawat sesegera mungkin, merupakan tuntutan penting bagi setiap pilot
Kamikaze, jangan pernah menjadikan diri dan pesawatnya sebagai sitting duck bagi pesawat musuh.
Perlu diingat bahwa pesawat pemburu seperti Zero yang dimuati 250 kg bom, selain lebih lamban mengudaranya, sesudah terbang pun juga tidak akan selincah biasanya karena menggendong bom tadi. Oleh karena itulah para penerbangnya dilatih intensif agar selain mahir lepas landas cepat, para pilot pun harus mampu menghindari penyergapan mendadak di udara. Oleh karena itu para pilot dilatih berkonsentrasi hanya pada mengudarakan pesawatnya, dan jangan sampai terganggu perhatiannya oleh misalnya sorak sorai rekan- rekan yang melepasnya terbang.
Lepas landas biasanya dilakukan dengan interval waku yang amat singkat. setiap jarak 100 m pertama yang ditempuh di udara, pesawat lain terbang menyusul di belakangnya.
Dengan demikian jarak satu pesawat dengan lainnya berdekatan sehingga pembentukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA formasi di udara bisa dilakukan cepat, tanpa perlu pesawat harus terbang berkeliling dulu
buat menunggu yang lainnya. Dalam kondisi cuaca seperti apa pun, terbang formasi tetap
merupakan keharusan Karena itu kemampuan navigasi juga ditekankan selama pelatihan
seperti mengenali setiap checking points yang ada dalam referensi mengetahui jarak maupun waktu terbangnya, dan sebagainya.
Pilot tersebut ternyata tidak dibekali peta maupun jam. Sehingga terbang sendirian tanpa pimpinan atau leader, banyak pilot Kamikaze yang terjebak dalam terbang buta. Oleh karena itu penerbang selain harus membekali diri dengan peta udara, juga mulai diharuskan menggambar sendiri peta Kepulauan Filipina. Maksudnya agar lebih semakin mengenali sendiri wilayah terbangnya.
Setelah setiap serangan kami kaze selesai dijalankan, maka akan ada laporan dari pilot pesawat pengawal mengenai hasil serangan bunuh diri tadi. Dalam laporan itu, acap kali disebutkan walau pesawat terlihat tepat mengenai sasaran, namun tidak terlihat ledakan besar.
Artinya bom 250 kg yang digendong pesawat tadi tidak meledak walau pesawatnya hancur.
Kejadian semacam ini tentu amat disesali oleh Jepang, karena berarti kehilangan pesawat dan pilot yang semakin langka, sementara kerugian yang ditimbulkan terhadap musuh pun kurang berarti. Oleh karena itu para pilot Kamikaze kemudian diinstruksikan agar langsung melepaskunci pengaman bom begitu pesawat sampai di atas laut sesudah lepas landas.
Apabila kemudian para pilot tidak berhasil menemukan kapal musuh yang akan dijadikan sasaran, maka sebelum terbang kembali ke pangkalannya harus membuang bomnya ke laut terlebih dulu. Maksudnya untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tak diinginkan karena bom meledak sewaktu para pilot mendarat kembali.
Tetapi cara ini dinilai boros, karena berarti membuangi bom dengan sia-sia. Sehingga instruksi baru keluar, yaitu mewajibkan penerbang baru melepas pengaman bom manakala kapal sasaran mulai terlihat. Namun mungkin karena lonjakan semangat tugas berjibaku,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kecapaian, atau faktor manusiawi lainnya, terkadang pilot lupa melepaskan pengaman bom
ketika melihat kapal sasarannya. Sehingga tak mengherankan apabila masih ada laporan tidak terjadinya ledakan besar walau pesawat telah menabrak sasarannya.
Untuk menghindari kelupaan seperti itu, maka leader dari pesawat pengawal diminta mendekati pesawat Kamikaze, untuk melihat apakah pilotnya telah melepas kunci pengaman bom. Apabila belum, mengingatkan dengan memberi tanda kepada penerbang Kamikaze, sebelum penerbang pelupa tadi mulai menukikkan pesawatnya.
3.2 Persenjataan Kamikaze
Untuk melancarkan serangan Kamikaze, Jepang tidak hanya menggunakan pesawat tempur tapi persenjataan lain yang dirancang secara khusus. Ohka misalnya, glider
bermuatan bom yang diluncurkar dari pesawat pengebom merupakan wahana Kamikaze yang
sanggup menghancurkan satu kapal induk karena dimuati ribuan kilogram bom. Kapal selam
mini, Kaiten juga merupakan andalan Kamikaze AL Jepang. Torpedo yang dikemudikan
manusia itu kendati hanya mampu menghancurkan sedikit kapal perang sekutu tetap
merupakan senjata yang mematikan dan menakutkan bagi armada laut sekutu. Berikut
berbagai penjelasan tentang pesawat Kamikaze, Gear pilot yang digunakan para pilot
Kamikaze dan Bom yang digunakan Kamikaze.
3.2.1 Pesawat Kamikaze
Sebagai pesawat tempur serba bisa Mitsubishi A6M 3 Zero Model 32 merupakan
andalan utama militer Jepang untuk melancarkan serangan Kamikaze. Sebelum dioperasikan
sabagi pesawat Kamikaze, kemampuan Zero telah dikenal baik oleh para pilot AL Jepang,
sehingga ketika Laksamana onishi memutuskan untuk menggunakan Zero sebagai Kamikaze
pilihannya memang tidak salah. Selama diterbangkan oleh para pilot AL Jepang, Zero dikenal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sanggup mengimbangi maneuver pesawat tempur AS, Hellcat dan mampu berperan sebagai
pesawat pengebom tukik (dive bomber) yang andal. Dengan menggendong bom seberat 250
kg, Zero sebelum dioperasikan sebagai Kamikaze menjadi ancaman serius bagai arsenal laut
maupun darat yang dimiliki oleh sekutu.
Dari sisi sejarahnya, Zero yang oleh sekutu lebih sering dipanggil Zeke dan dirancang oleh pakar penerbang Jepang, Jiro Horikoshi, mulai diproduksi dalam jumlah besar pada
Desember 1941 setelah AL Jepang memesannya sebanyak 400 unit. Zero yang dioperasikan oleh AL Jepang merupakan A6M2 Model II yang diproduksnya bekerja sama dengan produsen mesin dan pesawat Jepang, Nakajima. Ketika digunakan oleh AL Jepang untuk menyerang Pearl Harbor, Zero dipersenjatai dua senapan mesin caliber 7,7 mm dan dua canon caliber 20 mm yang terpasang di kedua sayapnya. Kehebatan Zero dalam misi tempur pertama di Pearl Harbor menjadi catatan sejarah tersendiri dan kemudian memicu para perancangnya untuk mengembangkan Zero ke generasi yang lebih moderen. Pada tahun 1942
Zero versi A6M5 mulai memenuhi ruang udara pasifik dan menjadi momok yang menakutkan bagi pesawat-pesawat pengebom sekutu.
Sewaktu difungsikan sebagai pesawat Kamikaze, Zero dipasang dudukan yang bisa menggendong bom seberat 250 kg, pada tahun 1944, Zero diproduksi ke varian A6M6 yang sudah dilengkapi pod untuk membawa bom seberat 250 kg, hingga mampu berperan ganda sebagai fighter bomber. Zero model A6M6 inilah yang terus diproduksi, sekaligus tergesa- gesa untuk keperluan Kamikaze. Sementara varian terakhir yang diproduksi adalam A6M7, tapi tak sempat digunakan karena perang keburu usai.
Sayang Jepang menggunakan taktik Kamikaze dalam kondisi sudah terdesak dan pada saat yang sama juga terus kekurangan pilot dan pesawat tempur. Ribuan unit Zero yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diterjunkan untuk misi Kamikaze memang mampu menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi kapal-kapal perang sekutu. Dari 1.189 Zero dan pesawat lainnya yang dikerahkan untuk misi Kamikaze setidaknya berhasil menenggelamkan 37 kapal perang sekutu dari berbagai jenis dan 59 kapal perang lainnya rusak berat.
B. Kaiten
Selain memiliki pasukan Kamikaze yang menggunakan pesawat tempur untuk menghantam targetnya, AL Jepang juga memiliki alat Kamikaze berupa kapal selam torpedo bermesin diesel yang dikendalikan manusia dan kemudian ditabrakkan ke kapal perang musuh. Kapal selam torpedo yang dinamai Kaiten itu merupakan turunan dari senjata torpedo tipe 93 dan mulai dibuat pada Februari 1944. Pada bulan Agustus, setelah prototipenya berhasil diproduksi, Al Jepang lalu memesan Kaiten sebanyak 100 unit. Tapi ketika Kaiten sedang diuji coba oleh Letnan Hiroshi Kuriki dan Letnan Sekio Nishima, Kaiten lepas kendali sehingga menewaskan keduanya. Namun pelatihan terhadap pilot Kaiten terus dilanjutkan dan para pilot yang secara suka rela berani mengendalikan akan mendapat hadiah
1.000 yen jika gugur. Seperti pilot Kamikaze, para pilot Kaiten juga masih berusia muda sekitar 18-20 tahun.
Sebagai torpedo bunuh diri yang dikendalikan seorang pilot, dalam misi tempurnya
Kaiten diangkut oleh kapal penjelajah atau kapal selam berukuran besar. Ketika bertemu armada kapal perang musuh yang akan menjadi sasaran, Kaiten yang membawa bom seberat
1.550 kg kemudian diluncurkan. Seperti kapal selam umumnya, pilot Kaiten mengamati sasarannya dengan menggunakan periskop. Kaiten akan meledak setelah berbenturan dengan kapal selam musuh tapi jika benturan itu tidak menimbulkan ledakan, pilot akan meledakkannya secara manual. Untuk mengaktifkan detonator, disiapkan tenaga aki yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berada di bawah tempat duduk pilot Kaiten. Sekitar 300 Kaiten diproduksi oleh AL Jepang
dan 100 di antaranya diluncurkan ke medan tempur.
Misi tempur dengan menggunakan Kaiten berlangsung pada 20 November 1944 Dua
kapal selam yang mengangkut delapan Kaiten melepaskan semua Kaitennya dan berhasil
menenggelamkan kapal perang USS Mississinewa (A0-59). Pilot Kaiten yang berhasil
menenggelamkan USS Mississinewa adalah Sekio Nishina yang juga salah satu perancang
Kaiten. Namun, karena dari delapan Kaiten, hanya satu Kaiten yang berhasil
menenggelamkan kapal musuh, sementera tujuh Kaiten lainnya ditenggelamkan destroyer AS,
keberhasilan itu oleh AL Jepang dianggap belum impas.
Misi yang cukup impas berlangsung ketika enam Kaiten yang diluncurkan pada Juli
1945 berhasil menenggelamkan kapal perang USS Underhill (DE-682). Tapi pada misi berikutnya sergapan Kaiten cenderung gagal. Kapal-kapal selam pengangkut Kaiten bahkan berhasil dihancurkan bom laut dalam yang diluncurkan destroyer atau hantaman torpedo dari pesawat tempur lawan sebelum mencapai sasaran. Berkat pertahanan laut Sekutu yang makin mendominasi kehadiran dan ancaman Kaiten akhirnya bisa diminimalisasi. Dari sisi militer serangan Kaiten tidak memberikan akibat yang signifikan terhadap kekuatan laut sekutu dibandingkan aksi Kamikaze dengan menggunakan pesawat tempur.
C. Ohka
Ohka merupakan bom terbang bertenaga roket dan diterbangkan oleh seorang pilot terlatih. Dalam misinya ohka diluncurkan dari bomber dan oleh pilotnya, ohka diarahkan kepada target yang sudah ditentukan. Ketika meledak di sasaran korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dibandingkan gempuran Kamikaze dengan menggunakan pesawat tempur. Bisa dibayangkan pilot ohka yang turut jadi korban pasti hancur berkeping-keping akibat ledakan bom seberat 1.200 kg.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bom terbang ini dirancang memiliki panjang 6,07 m, tinggi 1,16 m, dan rentang sayap
5,12 m. Roket pada sayap beratnya 140 kg, roket pada badan 360 kg, dengan badan pesawat
seberat 440 kg. Bahan peledaknya mencapai 1.200 kg, sehingga berat seluruh bom terbang ini
2.140 kg. Kendati telah dirancang dalam waktu cukup lama dan dalam massa percobaannya
sempat menimbulkan korban ohka baru digunakan pada akhir perang. Baru pada 21 Maret
1945 datang perintah resmi untuk menggunakan ohka dan misi pertama dilaksanakan oleh
Korps Dewa Guntur.
Setelah perang usai, tentara AS berhasil menyita sejumlah ohka yang belum sempat
diterbangkan. Sejumlah di antaranya kemudian dibawa ke AS untuk dipajang di museum.
Kalangan militer AS cukup mengagumi bom terbang yang kemudian dikembangkan menjadi
senjata rudal itu. Beruntung, ohka baru dioperasikan menjelang perang sehingga korban yang
jatuh masih sedikit. Jika ohka digunakan pada saat Jepang masih berjaya, perang Jepang-
Sekutu bisa lain. Tak hanya di AS, sejumlah ohka juga disimpan museum di Jepang dan
menjadi ajang yang menarik bagi pengunjung. Rata-rata ohka yang berada di museum masih dalam keadaan utuh dan terus diperbaharuhi warna catnya dalam tempo tertentu sehingga terkesan masih baru.
Ketika Nazi Jerman mulai memikirkan untuk menciptakan senjata pamungkas guna menghadang kampanye pasukan Sekutu yang mulai menduduki kawasan Eropa, sejumlah tokoh Lutfwaffe terinpirasi oleh ohka. Pesawat pengusung bom dalam jumlah ribuan kilogram pun lalu secara diam-diam diciptakan oleh sejumlah tokoh Luftwaffe tanpa sepengetahuan
Hitler. Namun ketika prototipe yang diproduksi Nazi siap terbang tak ada seorang pilot pun yang berani menerbangkannya. Bagi para test pilot secara aerodinamik bom terbang mirip ohka itu akan mengalami kesulitan baik saat didaratkan maupun diterbangkan. Selain itu, jumlah bom yang diusung ohka buatan Nazi itu terlalu berat sehingga sangat sulit bagi pilot
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk mengemudikan pesawat saat mengudara. Hitler yang kemudian mengetahui pembuatan bom terbang mirip ohka itu bahkan serta-merta marah dan memerintahkan untuk segera menghentikan program bom terbang itu.
D. Nakajima
Pesawat tempur produksi Nakajima mulai dioperasikan oleh AL Jepang pada tahun
1941. Pesawat Nakajima yang pertama kali dioperasikan AL Jepang adalah Nakajima A6M2-
N, pesawat amfibi yang bisa mendarat di air. Seiring dengan kebutuhan militer Jepang dalam
PD II sejumlah pesawat tempur dan variannya terus diproduksi dan kemudian dioperasikan sebagai pesawat Kamikaze seperti Nakajima B6N Tenzan, Nakajima J1N Gekko, Nakajima
Ki-27, Nakajima Ki-43 Hayabusa, Nakajima Ki-49 Donryu, dan Nakajima Ki-115 Tsurugi.
Salah satu faktor digunakannya Nakajima sebagai pesawat Kamikaze adalah karena militer
Jepang telah kekurangan pesawat Zero yang semula jadi andalan. Namun karena tidak semua pesawat Nakajima pesawat tempur, melainkan ada juga yang pengebom dengan awak lebih dari dua orang, seperti Nakajima Ki-49 Donryu, saat melaksanakan misi Kamikaze personel yang gugur lebih banyak. Awak pengebom biasanya terdiri dari pilot, kopilot, navigator, operator senjata, mekanik dan lainnya.
3.2.2 Gear Pilot Kamikaze
Gear atau perangkat pilot Kamikaze tidak berbeda jika dibandingkan dengan peralatan yang dikenakan oleh pilot reguler AL Jepang lainnya. Salah satu yang menarik pilot
Kamikaze yang bertugas menghantam sasaran di lautan juga mengenakan rompi pelampung.
Perlengkapan standar pelampung itu akan berguna untuk menyelamatkan nyawa pilot ketika pesawatnya dihantam meriam AAA dan pilotnya masih memiliki kesempatan untuk melompat dan jatuh di lautan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Jadi bagi pilot Kamikaze yang pesawatnya ditembak jatuh sebelum menghantam sasaran, diupayakan bisa bail out tanpa parasut dan menyelamatkan diri. Pilot Kamikaze yang terapung-apung di laut akan mujur jika diselamatkan oleh kapal perang Jepang karena bisa melanjutkan misi Kamikaze dengan pesawat lainnya. Sedangkan bagi pilot Kamikaze yang jatuh ke laut dan kemudian ditangkap oleh kapal Sekutu bisa bernasib lain. Akan terus hidup dan kemudian menceritakan pengalaman hidupnya sebagai pilot Kamikaze ketika perang sudah usai. Sejumlah pilot Kamikaze yang selamat gara-gara pesawatnya ditembak jatuh dan bail out dengan selamat bahkan sudah melahirkan sejumlah buku tentang Kamikaze yang tersebar di seluruh dunia.
Perangkat pilot Kamikaze lainnya adalah peralatan komunikasi radio dan earphone yang dipasang melekat pada helm pilot serta masker oksigen. Peralatan lain yang melekat di bagian kepala pilot adalah kaca mata goggles yang memiliki ventilasi udara, pistol Nambu untuk mempertahankan diri ketika pilotnya berhasil mendarat selamat di daerah musuh. Pistol
Nambu itu hanya dikenakan pilot yang bertugas di luar Jepang sementara pilot yang bertugas di dalam negeri tidak dilengkapi pistol.
Seragam pilot pun mengikuti musim yang sedang berlangsung. Untuk musim panas atau kemarau pilot mengenakan seragam yang tidak menimbulkan rasa gerah. Sedangkan pada saat musim penghujan atau dingin pilot mengenakan seragam anti dingin dan jaket berlapis kapas khusus. Untuk menandakan diri sebagai pilot Jepang di lengan kanan seragam yang dipakai terpasang badge bendera matahari terbit, Hinomaru.
Tapi pada umumya pilot Kamikaze atau pilot reguler AL Jepang mengenakan scraf sutera, sarung tangan kulit dan sepatu boot warna hitam khusus untuk pilot yang dibuat dari kulit. Yang jelas bagi pilot Kamikaze ada pertanda khusus berupa ikat kepala hacimaki yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dikenakan di kepala. Kadang pilot Kamikaze membawa pedang Kamikaze sebagai pertanda untuk terus mengobarkan semangat samurai hingga akhir hayat. Upacara khusus pun dilaksanakan sebelum para Kamikaze Jepang sementara untuk misi tempur para pilot reguler hanya diadakan upacara biasa. Yang pasti pilot reguler diharapkan pulang kembali ke pangkalan dengan selamat. Sedangkan pilot Kamikaze menjalakan misi untuk sekali terbang dan setelah itu mati.
3.2.3 Bom Kamikaze
Sebelum AL Jepang meluncurkan program Kamikaze untuk menghajar kapal-kapal perang Sekutu, AL Jepang sudah memiliki persenjataan khusus untuk pesawat tempurnya seperti bom 60 kg, 250 kg, 500 kg, dan 800 kg Berbagai jenis bom yang ditujukan untuk
menghancurkan kapal perang musuh itu kemudian dikenal sebagai bom yang dipergunakan
secara umum oleh AL Jepang atau lebih dikenal sebagai "Ordinary Bomb".
Untuk menghantam kapal perang musuh yang tidak dilindungi oleh pesawat tempur
(air cover), pesawat tempur AL Jepang langsung menggunakan bom pamungkas berbobot
800 kg. Bom berbobot hampir satu ton ini mempunyai efek yang sangat dahsyat karena lapisan pembungkus peledaknya terbuat dari baja Sementara untuk menghancurkan pesawat- pesawat tempur Sekutu yang masih berada di pangkalan, pilot AL Jepang cukup menjatuhkan bom seberat 30 kg.
Tak hanya untuk menghancurkan pesawat-pesawat musuh yang masih berada di darat, bom seberat 30 kg juga digunakan oleh pesawat penyergap Jepang untuk menghajar konvoi bomber Sekutu ketika sedang terbang di udara Selain menggunakan bom 30 kg untuk membuyarkan konvoi pengebom Sekutu, penyergap Jepang juga menggunakan roket bermuatan peledak seberat 7,5 kg. Sedangkan sewaktu latihan menjatuhkan bom, Pilot AL
Jepang antara lain menggunakan bom seberat 1 kg, 4 kg, dan 10 kg.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Khusus untuk senjata berupa torpedo yang diproduksi Jepang antara tahun 1937-1945,
AL Jepang menggunakan torpedo tipe 91 yang kemudin mengalami sejumlah modifikasi.
Langkah modifikasi pertama adalah produksi torpedo berbobot 785 kg dengan panjang 5.27
m. Torpedo generasi pertama ini mampu membawa peledak seberat 150 kg dan bisa
diluncurkan dari jarak 2000 m Sementara torpedo generasi kedua memiliki panjang 5.47 m dan sanggup mengangkut peledak berbobot 203 kg hingga 838 kg.
Untuk membuat pergerakkan torpedo di dalam air lebih cepat, AL Jepang kadang memasang alat stabilisator yang terbuat dari kayu. Torpedo dengan stabilisator kayu itu bahkan sudah dipergukan ketika Jepang menyerbu Pearl Harbour. Torpedo AL Jepang terus dikembangkan hingga tipe atau model yang memiliki panjang 5.71 m dan sanggup mengusung hulu ledak seberat 420 kg.
Dalam perkembangan berikut berat maksimal peledak atau hulu ledak yang kemudian bisa diangkut torpedo adalah 1.055 kg. Torpedo maut yang mampu meluncur dalam kecepatan 42 knot itu sangat akurat ketika diluncurkan dari jarak 1.500 m. Torpedo berhulu ledak ribuan kilogram peledak tersebut dipergunakan secara khusus untuk menghantam kapal induk kelas berat. Baik bom maupun torpedo kemudian sama-sama digunakan sebagai senjata
Kamikaze oleh AL Jepang. Kamikaze menggunakan torpedo lalu dikenal sebagai Kaiten.
Torpedo yang digunakan merupakan tipe 94 dan mempunyai sistem oksigen dan diperuntukkan bagi pilotnya. Tak hanya Kaiten, pesawat tempur pengebom torpedo juga digunakan untuk melancarkan serangan Kamikaze dari arah lambung kapal.
Laksamana Madya Onishi secara khusus memilih bom seberat 250 kg karena merupakan bom yang paling efektif ketika diusung oleh Zero. Dengan menggendong bom seberat 250 kg, pilot Zero masih bisa menerbangkan pesawatnya secara leluasa baik ketika bermanuver menghindari penyergap lawan maupun saat menukik. Tapi saat melaksanakan latihan bermanuver dengan membawa bom 250 kg para calon pilot Kamikaze tetap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengalami kesulitan sehingga hanya pilot Kamikaze terlatih yang mampu menjatuhkan bom
dan menabrakkan pesawat secara akurat ke sasaran.
Bom 250 kg yang dilepaskan sesaat sebelum pesawat Kamikaze menghantam sasaran akan mengakibatkan kehancuran hebat yang sulit ditanggulangi Kadang pesawat Kamikaze
menabrak sasaran terlebih dahulu baru disusul oleh bom 250 kg yang menggelinding jatuh
sehingga malapetaka yang diciptakan jadi berlipat ganda. Jika bom meledak di ruang senjata
kapal seperti torpedo, cara ini merupakan yang paling disukai oleh para pilot Kamikaze. Bom
250 kg yang meledak diruang torpedo akan memicu torpedo untuk meluncur dan
menghantam sasaran terdekat.
Tapi tidak semua bom yang digendong oleh Kamikaze meledak atau mengalami
kemacetan. Bom yang kemudian bisa diamankan itu kemudian akan diambil sebagai bahan
pengisi museum menemani aksesori Kamikaze lainnya seperti pesawat, pistol pilot, gear pilot, dan lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kamikaze sebenarnya merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Barat.
Bangsa Jepang sendiri menyebut unit pasukan khusus ini Shinpu. Baik Kamikaze maupun shinpu memiliki karakter kanji yang sama, 神風. Jepang baru mulai menggunkan istilah
Kamikaze setelah Perang Dunia II selesai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pembentukan Kamikaze terjadi saat Jepang tengah dalam kondisi genting
mempertahankan Filipina agar tidak lepas ke tangan Amerika. Awalnya, Kamikaze tidak dipertimbangkan untuk menjadi strategi utama perang. Saat pertama kali terbentuk di
Mabalacat, Filipina, pada tanggal 20 Oktober 1944, Kamikaze hanya dimaksud sebagai penjamin keberhasilan pelaksanaan operasi shō yang dipimpin oleh Laksamana Kurita Takeo, walaupun pada akhirnya operasi ini tidak berhasil.
Pesawat-pesawat yang digunakan dalam misi Kamikaze diisi dengan bom, untuk kemudian ditabrakkan kearah kapal-kapal sekutu supaya bisa menimbulkan ledakan hebat.
Target utama serangan ini ialah kapal induk. Serangan Kamikaze yang tepat sasaran bisa mematikan pergerakan kapal musuh Jepang selama beberapa hari, bahkan bisa menenggelamkan kapal-kapal tersebut.
Kamikaze ternyata dinilai jauh lebih unggul dibandingkan metode serangan konvensional oleh pesawat terbang. Oleh karena itu, strategi ini tetap dipertahankan hingga
10 bulan. Berbagai pembaharuan dilakukan agar misi ini semakin berjalan lancar, seperti diadakannya pelatihan intensif dalam seminggu dan indoktrinasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Setiap prajurit pilot yang ikut berperang harus siap menghadapi kematian. Dalam
Kamikaze, para pilot diminta untuk menabrakkan pesawat yang dimuati bom kearah kapal
musuh Jepang, atau dengan kata lain kematian adalah pasti bagi para pilot yang
menjalankannya. Hanya hal-hal di luar perencanaan yang bisa membatalkan kematian para pilotnya, terutama ialah karena kerusakan mesin. Oleh kaena itu, Kamikaze dinamakan taktik
serangan khusus.
4.2 Saran
Dari penjelasan tentang Kertas Karya yang telah diuraikan tadi, maka menurut penulis sudah seharusnya para pemuda-pemudi Indonesia lebih menanamkan rasa cintanya pada negara Indonesia. Contohnya seperti pasukan khusus atau Kamikaze yang memiliki rasa
cinta terhadap tanah airnya yang begitu dalam, yang merelakan nyawanya demi
menyelamatkan negaranya yang di ambang kekalahan oleh musuh sekutu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA
Adrianus darmawan. 2010. Majalah Angkasa edisi Koleksi Kamikaze (No. 70). Jakarta: PT Mediararona Dirgantara.
Inoguchi Rikihei, Nakajima Tadashi, Roger Pineau. 2008. Kisah Para Pilot Kamikaze: Pasukan Udara Berani Mati Jepang pada Perang Dunia II. Trans. Gatot Triwira. Depok: Komunitas Bambu.
Nando Baskara. 2008. Kamikaze: Aksi Bunuh Diri “Terhormat” Para Pilot Jepang. Yogyakarta: Narasi. https://id.wikipedia.org/wiki/Kamikaze http://wp.scn.ru/en/ww2/f/1039/65/10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN
Gambar 1. Pilot Kamikaze Gambar 2. Pilot Kamikaze
Gambar 3. Takijiro Ohnishi Gambar 4. Takeo Kurita Gambar 5. Yukio Seki
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 6. Upacara Minum Sake Sebelum Bertugas Perang Melawan Sekutu
Gambar 7. Para Pilot Kamikaze Yang Sedang Belajar Taktik Penyerangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 8. Penyerangan Kamikaze Kepada Sekutu Dengan Taktik Rendah
Gambar 9. Penyerangan Kamikaze Mengarah Ke Bagian Navigator
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 10. Kapal Sekutu Yang Mulai Tenggelam Akibat Serangan Kamikaze
Gambar 11. Kapal Sekutu Yang Terbakar Akibat Serangan Kamikaze
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 12. Kapal Sekutu Yang Berlubang Akibat Serangan Kamikaze
Gambar 13. Mitsubishi A6M Zero Gambar 14. Mitsubishi A6M Zero II
Gambar 15. Mitsubishi A6M2 Gambar 16. Mitsubishi A6M5
Gambar 17. Mitsubishi A6M6 Gambar 18. Mitsubishi A6M7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 19. Bom Kaiten Gambar 20. Bom Kaiten yang di musiumkan
Gambar 21. Bom Kaiten pada Kapal AL Jepang
Gambar 22. Simulasi Ohka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 23. Pesawat Ohka
Gambar 24. Nakajima B61N
Gambar 25. Nakajima J1N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 26. Nakajima Ki-27
Gambar 27. Nakajima Ki-43
Gambar 28. Nakajima Ki-43
Gambar 29. Nakajima Ki-115
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK
Awalnya Perang Dunia II hanya terjadi di wilayah Eropa, namun setelah Jepang membombardir pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Perang Dunia II merembet hingga ke wilayah Asia Pasifik. Jepang yang awalnya mendominasi di wilayah
Asia Pasifik mulai kehilangan kekuasaannya. Disaat yang kritikal, Muncul ide untuk membentuk sebuah kesatuan khusus yang bernama Kamikaze atau Shinpu.
Kamikaze adalah sebutan bagi Tentara Jepang yang merelakan hidupnya untuk melakukan serangan bunuh diri ke arah pasukan Amerika Serikat. Tugasnya adalah menabrakkan pesawat ke armada-armada perang Sekutu. Nama Kamikaze sendiri di ambil dari sebuah peristiwa invasi Mongol ke Jepang pada abad ke-13. Kesatuan khusus yang bernama Kamikaze tersebut mendapat banyak reaksi dari masyarakat Jepang sendiri baik itu reaksi yang positif maupun negatif.
Selama operasi Kamikaze dilaksanakan, terdapat 4000 pemuda yang tergabung didalamnya. 3000 pilot dari jumlah keseluruhannya merupakan pilot remaja yang baru saja melaksanakan wajib militer dan 1000 orang lainnya merupakan kelompok tentara pelajar.
Kamikaze berakar dari sebuah paham yang disebut Bushido. Konsep Kamikaze juga terdapat dalam ajaran Shinto. Dalam agama Shinto, Kaisar merupakan titisan dewa di bumi, maka kehendak kaisar merupakan sebuah kehendak dari dewa. Sebelum melaksanakan tugas, terlebih dahulu diadakan beberapa acara seremonial seperti minum sake bersama, dan berdoa di kuil Yasukuni, kuil Meiji, dan pelataran istana Kekaisaran Jepang. Menurut salah seorang saksi mata dari pasukan Sekutu, Kamikaze pertama yang dilakukan oleh angkata udara tentara Kekaisaran Jepang dilakukan pada tanggal 21 Oktober 1944.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Puncak serangan Kamikaze terjadi pada tanggal 6 April tahun 1945 di kepulauan
Okinawa. Serangan Kamikaze di kepulauan okinawa ini dipusatkan untuk menghancurkan kapal-kapal perusak milik sekutu. Serangan ini melibatkan sekitar 1465 pesawat dan menciptakan kekacauan yang cukup besar. Tetapi menjelang akhir pertempuran, sedikitnya
21 kapal Amerika Serikat berhasil diteggelamkan oleh Kamikaze. Menjelang berakhirnya
Perang Dunia II, industri pesawat terbang Jepang yang saat itu berlokasi di pulau Jawa telah mengorbankan 2525 buah pesawat dan telah mengorbankan 1387 pilot terbaiknya untuk digunakan dalam misi Kamikaze.
Menurut pengumuman resmi pihak militer Jepang, untuk melakukan misi menenggelamkan 81 kapal dan merusak 195 buah kapal, Jepang telah kehilangan hampir
80% dari kekuatan armada tempurnya. Akan tetapi pihak sekutu menyatakan Jepang telah mengerahkan 2800 pilot Kamikaze, menenggelamkan 34 kapal angkatan laut, merusak 368 kapal lain, membunuh 4900 awak kapal, dan melukai diatas 4800 orang pasukan sekutu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA