STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA DAN TENTANG KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Di susun oleh: ISNAWATI NIM (1111011000018)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H

ABSTRAK

ISNAWATI (1111011000018), “Studi Komparasi Pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam”

Kata Kunci: Komparasi, Pemikiran Hasan al-Banna, Pemikiran Ahmad Dahlan, Konsep Pendidikan Islam. Penelitian ini bertujuan mengetahui pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal, mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut, serta mengetahui relevansi dari pemikiran pendidikan Islam kedua tokoh tersebut. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa mempelajari dan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-buku sekunder yang berkaitan dengan kedua tokoh yang dibahas. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan/ library research yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan. Dari penelitian yang sudah penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al Banna adalah suatu sarana dan upaya sadar yang dilakukan demi terciptanya individu, keluarga, masyarakat, warga negara dan pemerintahan muslim yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan hadits. Sedangkan pendidikan Islam dalam perspektif Ahmad Dahlan adalah suatu sarana dan upaya sadar yang dialkukan dalam rangka mengentaskan pemikiran manusia yang statis menuju pemikiran yang dinamis yang bertujuan melahirkan manusia yang siap tampil sebagai ulama-intelek dan intelek-ulama yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, serta kuat jasmani dan rohani yang tetap mendasarkan semua itu pada al-Qur’an dan Hadits.

i

KATA PENGANTAR بسم اهلل الرّحمن الرّحيم

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia, hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini.

Shalawat beserta salam semoga Allah senantiasa melimpahkannya kepada Baginda Nabi SAW. Beserta keluarga dan sahabatnya yang telah memberikan tuntunan bagi kita semua (Umat Islam) kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi. Namun berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat meyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.Ag, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Abdul Madjid Khon. M.A, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Ibu Marhamah Shaleh, Lc. MA, Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. Serta staf administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Faza Amri, S.Th.I.

4. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag, selaku pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing, mengarahkan dan

ii

memberikan motivasi kepada penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulisan skripsi ini dapat selesei dengan baik. 5. Dosen Penasehat Akademi, Bapak Yudi Munadhi, M.Ag. yang banyak memberi masukan kepada penulis selama studi. Seluruh dosen di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang pernah memberikan ilmu kepada penulis, dan seluruh dosen yang ada di naungan UIN Syarif Hidayatullah. 6. Bapak Prof. Dr. Ahmad Syafi’e Noor, Bapak Muhammad Zuhdi, Ph.D dan Bapak Dr. H. Akhmad Shodiq, MA yang selalu memberikan bimbingan serta menjadi inspirasi dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

7. Ayahanda Dasuki dan Ibunda Suyatmi tercinta yang selalu memberikan limpahan kasih dan sayang yang tak terhingga, yang tidak bisa dibalas dengan apapun, dan selalu mendo’akan serta memberi dukungan dengan segala pengorbanan dan keihklasan. (semoga Allah membalas segala pengorbanan mereka). Kakak-kakak tercinta yang telah memberikan segala bantuan dan do’a untuk adiknya tercinta.

8. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan keleluasaan dalam peminjaman buku-buku yang dibutuhkan

10. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Agama Islam, Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, dan Fakultas Ekonomi Universitas Jakarta yang telah memberikan keleluasaan kepada penulis dalam peminjaman buku-buku yang dibutuhkan.

11. Terima Kasih juga buat sahabat sejati satu perjuangan yang selalu menginspirasi Mentari Nun Rezky, Nila Siska Sari dan Yumna Hidayatin

iii

yang selalu bersama-sama baik suka ataupun duka sejak di bangku kuliah semester awal hingga sekarang ini.

12. Terima kasih kepada kakak kelas dan adik kelas PAI, Para pengurus HMI Cabang Ciputat, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Para pengurus HMJ PAI periode 2013-2014, para pengurus FK2I (Forum Komunikasi dan Kajian Mahasiswa PAI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UKM FLAT (Foreign Language Asociation) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan teman-teman angkatan 14 Kahfi BBC Motivator School Jakarta yang selalu menjadi motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman PAI angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang selalu menjaga komitmen untuk terus bersama dan saling membantu dalam proses belajar dikampus UIN Jakarta tercinta.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan doa kehadirat Allah SWT. Semoga amal baik semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, memperhatikan dan membantu penulis dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Dan mudah-mudahan apa yang penulis usahakan dapat bermanfaat. Amiin…

Jakarta, 05 Mei 2015

Penulis

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL...... viii DAFTAR LAMPIRAN ...... ix BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 7 C. Pembatasan Masalah ...... 7 D. Rumusan Masalah...... 7 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………...... 8 BAB II KAJIAN TEORI ...... 9 A. Kajian Teori...... 9 1. Pendidikan ...... 9 a. Pengertian Pendidikan……………………………...... 9 b. Tujuan Pendidikan……………………………...... 10 c. Komponen-komponen Pendidikan...... 11 2. Pendidikan Islam ……………………………...... 11 a. Pengertian Pendidikan Islam……………………………. ... 11 b. Obyek Pendidikan Islam ……………………………...... 12 c. Tujuan Pendidikan Islam ……………………………...... 13 d. Materi dalam Pendidikan Islam …………………………. .. 15 e. Metode dalam Pendidikan Islam...... 16 f. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam …… .. 18 g. Evaluasi Pendidikan Islam ……………………………...... 20 B. Hasil Penelitian yang Relevan...... 21

v

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...... 23 A. Tempat dan waktu Penelitian………………………………… 23 B. Metode Penelitian...... ……...………………..……………. 23 C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data………………. 27 D. Analisis Data……………...... 27 BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ...... 43 A. Hasan al-Banna...... ……………………………… 28 1. Riwayat Hidup Hasan al-Banna...... 28 2. Riwayat Pendidikan Hasan al-Banna...... 29 3. Karya-karya Hasan al-Banna...... 31 4. Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna...... 32 a. Asas / pondasi Pendidikan Islam...... 33 b. Tujuan Pendidikan Islam...... 36 c. Materi Pendidikan Islam...... 38 d. Metode Pendidikan Islam...... 39 e. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam...... 40 f. Evaluasi Pendidikan Islam...... 41 B. Ahmad Dahlan...... ………….……………………… 41 1. Riwayat Hidup Ahmad Dahlan...... 41 2. Riwayat Pendidikan Ahmad Dahlan...... 52 3. Karya-karya Ahmad Dahlan...... 53 4. Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan...... 54 a. Asas / pondasi Pendidikan Islam...... 54 b. Tujuan Pendidikan Islam...... 55 c. Materi Pendidikan Islam...... 57 d. Metode Pendidikan Islam...... 58 e. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam...... 60 f. Evaluasi Pendidikan Islam...... 62 C. Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam...... 62

vi

D. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan...... ……………………..…… 69 BAB V PENUTUP...... 76 A. Kesimpulan…………...... 76 B. Implikasi……………………………...... 78 C. Saran………………………...... 78 DAFTAR PUSTAKA...... 80 LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Perbedaan antara Sistem Pendidikan Lama & Muhamamdiyah ...... 59 Tabel 4.2 Konsep Pendidikan Islam Hasan al-Banna & Ahmad Dahlan ...... 66

viii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan Skripsi 2. Uji Referensi

ix

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan dengan sangat cepat yang mewarnai seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam rangka mengimbangi perkembangan IPTEK tersebut pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi setiap warganya. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, manusia merupakan kekuatan sentral dalam pembangunan, sehingga mutu dan sistem pendidikan akan dapat ditentukan keberhasilannya melalui peningkatan motivasi belajar siswa.

Dewasa ini, kehidupan dan peradaban manusia telah mengalami banyak perubahan. Dalam merespon fenomena itu, lembaga pendidikan berusaha mengembangkan kualitas pendidikan disegala bidang ilmu dan termasuk juga penerapannya dalam kehidupam sehari-hari. Era yang demikian memunculkan sebuah krisis dimensi spiritual dalam kehidupan individu, masyarakat bahkan pada sektor yang lebih luas berbangsa dan bernegara.1

Dari paparan diatas, dapat kita ketahui betapa pentingnya peranan pendidikan agama Islam dalam membangun moral suatu bangsa dan negara menuju gerbang kesejahteraan dan perdamaian. Oleh karena itu, sudah selayaknya menjadi sebuah

1 M. Samsul Arifin, Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan Islam, (Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010), h. 1

1

2

keharusan apabila lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat yang paling bawah sampai dengan perguruan tinggi untuk memberikan materi- materi pelajaran yang bernuansa keagamaan.

Kedudukan Indonesia sebagai negara konsumen semakin dikukuhkan oleh kenyataan bahwa ketergantungan terhadap produk-produk manca negara bukan hanya pada dimensi material, tetapi juga merasuk kedalam ranah intelektual. Kemalasan berpikir dan ketiadaan rasa percaya diri menjadi penyumbang terbesar mengapa kita terus menerus menjadi bangsa pemamah, bukan produsen. Inilah tantangan terbesar yang harus dihadapi masyarakat Indonesia. Bila perjuangan sebelum tahun 1945 dialamatkan untuk melepaskan diri dari belenggu kolonialisme, maka generasi sesudahnya wajib berjuang untuk mentransformasikan Indonesia dari bangsa pemamah (konsumen) menjadi bangsa produktif (produsen).2

Selain hal diatas, perkembangan sains dan teknologi yang semakin hari semakin cepat sehingga tidak memungkinkan seseorang untuk mengikuti seluruh proses perkembangannya yang menuntut adanya penguasaan sains dan teknologi informasi bagi seluruh elemen bangsa dalam segala ranah kehidupan. Dewasa ini perkembangan dunia modern menuntut bangsa Indonesia untuk senantiasa berupaya meningkatkan mutu IPTEK, disamping untuk meningkatkan kualitas manusia dalam hal tersebut juga untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia dimasa yang akan datang.

Keadaan pendidikan suatu bangsa sangat mempengaruhi keadaan bangsa itu kedepan, karena pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan ini, tidak ada satu halpun yang bisa terlepas dari pendidikan, baik itu ekonomi, politik, hukum dan yang lainnya.

Begitu urgennya masalah pendidikan, sehingga begitu banyak para pakar ataupun tokoh yang senantiasa berupaya melahirkan pemikiran-pemikiran tentang

2 Mohamad Ali, Reinvensi Pendidikan Muhamadiyah, (Jakarta : al-Washat Publishing House, 2010), h. 3-4 3

pendidikan. Baik yang sifatnya pengetahuan yang benar-benar baru yang sebelumnya belum pernah ada ataupun pemikiran yang sifatnya pengembangan atau diadakan inovasi dari pemikiran yang sudah ada.3

Diantara para pemikir dan tokoh pendidikan Islam yang monumental adalah Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan. Pandangan yang luas dan wawasan yang dalam terhadap ajaran Islam mempengaruhi pemikiran kedua tokoh dalam memandang persoalan pendidikan Islam. Oleh karena itu, sejumlah ide dan pemikiran muncul dari kedua tokoh dalam menata sistem pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Hasan al-Banna adalah seorang pendidik istimewa dengan bakat dan proses belajar. Bakat dan pengalamannya ini ia terapkan dalam mendidik generasi mukmin yang diharapkan dapat membawa kebangkitan umat. Ia begitu kuat membekali generasi ini dengan keistimewaan-keistimewaan tertentu yang dapat mengemban misi perubahan dan komitmen pada pembaharuan dan reformasi total bagi negrinya, lalu bagi umatnya secara keseluruhan.4 Melalui metode sederhana dan cukup praktis dengan berbagai pendekatan, ternyata langkah-langkah Hasan al-Banna mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Lewat usahanya itu, ia dapat mendidik puluhan ribu umat dari berbagai strata kehidupan mulai dari buruh, petani dan pedagang. Baik dari kalangan laki- laki maupun perempuan yang selama ini belum dapat kesempatan memperoleh pendidikan, bahkan dalam sejarah dijelaskan, Hasan al-Banna berhasil mendirikan lembaga pendidikan formal yang di beri nama Ma’had Ummahat al-Muslimin sebagai tempat pendidikan khas bagi kaum muslimah.5

Di samping itu, Hasan al-Banna telah pula berhasil mencanagkan ide-ide pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam saat itu, yaitu berupa membuka kesempatan bagi setiap anak orang Islam dari berbagai strata kehidupan bahkan

3 Ibid, h. 8 4 Yusuf al-Qardhawi, 70 Tahun al-Ikhwan al-Muslimun; Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah dan Jihad, terj. Mustolah Maufur & Abdurrahman Husain, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 1999), h. 73 5 Abu Ridha, Risalah Pergerakan al-Ikhwan al-Muslimin, terj. Anis Matta, (Jakarta : Intermedia, 1998), h. 17 4

anak putus sekolah untuk memperoleh kesempatan belajar secara cuma-cuma (pendidikan gratis).6

Warisan pemikiran Hasan al-Banna tentang komponen-komponen pendidikan yang bersifat integral itu perlu di teliti untuk di kembangkan dan menjadikannya sebagai aset yang memperkaya konsep pendidikan di Indonesia, baik pendidikan agama yang ada di sekolah-sekolah umum di bawah Diknas maupun pendidikan yang di naungi Kementrian Agama. Karena di yakini, ide-idenya itu punya nilai signifikan dalam memformat ulang sistem pendidikan Islam di lembaga-lembaga pendidikan yang akhir-akhir ini semakin dirasakan sifat parsialnya, akibatnya adalah pendidikan baru mampu menciptakan output yang kokoh dalam dimensi kognitif-intelektual, akan tetapi rapauh pada dimensi afektif-moralitas religius.7

Munculnya pemikiran Hasan al-Banna dalam bidang pendidikan tidak terlepas dari faktor kondisi umat Islam Mesir. Umat Islam saat itu telah terlalu jauh dari ajaran agamanya karena mereka berada dalam kendali bangsa Barat. Lembaga pendidikan yang di kelola pemerintah semata-mata bertujuan mencetak calon pegawai pemerintah dan hanya mementingkan pengetahuan umum, sementara lembaga pendidikan madrasah terfokus dalam pelajaran agama bahkan sibuk mempertentangkan perbedaan madzhab serta melupakan pengetahuan umum.8 Meskipun banyak bukti yang menunjukkan ketokohan Hasan al-Banna dan sekaligus pemikir dalam pendidikan Islam, bahkan juga sebagai praktisi pendidikan, namun pemikirannya yang cukup brilian dalam pendidikan itu kurang terungkap, dan tidak muncul ke permukaan. Ia lebih di pandang dan di posisikan sebagai sosok mujahid yang berkiprah di dunia dakwah. Oleh karena itu, memposisikan beliau sebagai seorang pemikir pendidikan Islam adalah sesuatu yang menuntut adanya pembuktian dan penelitian.

Pendidikan Islam yang selanjutnya akan dikaji adalah berdasarkan pada pemikiran tokoh yang mempunyai kontribusi besar terhadap pendidikan yang

6 Saidan, Perbandingan Pemikiran Pendidikan islam antara Hasan al-Banna dan , (Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011), h. 4 7 Samsul Nizar, Reformulasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas, (Jakarta : The Minangkabau Foundation, 2005), h. 88s 8 Saidan, Op. Cit, h. 9 5

bersala dari Indonesia yakni K.H. Ahmad Dahlan. Beliau adalah seorang pemikir kontemporer yang menaruh perhatian besar terhadap upaya Islamisasi ilmu pengetahuan. Pemikirannya memiliki relevansi dengan perkembangan sains dan teknologi, serta bisa dikatakan mengikuti perkembangan zaman.

Ahmad Dahlan adalah sosok man of action, dia made history for his works than his words. Karena Ahmad Dahlan tidak pernah menorehkan gagasan pembaharuannya dalam warisan tertulis, tetapi lebih pada karya dan aksi sosial nyata. Sehinga Ahmad Dahlan lebih dikenal sebagai sosok pembaharu yang pragmatis.9

Dunia pendidikan pada masa itu telah diracuni oleh penjajah demi kepentingan pribadi dan kelangsungan hidup mereka dibumi pertiwi. Berangkat dari keprihatinan itulah yang mendorong beliau untuk melakukan perjuangan melalui bidang pendidikan. Karena menurutnya hanya dengan pendidikanlah bangsa ini bisa maju dan terbebas dari cengkraman kaum imperialisme.

Namun sistem pendidikan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan banyak di kritik. Ia dituduh meniru perbuatan orang kafir. Namun Ahmad Dahlan tidak peduli. Ternyata murid-murid nya terus bertambah. Bahkan sistem kalsikal yang ia terapkan kemudian diikuti pesantren-pesantren hingga kini. Baginya, tidak semua yang berasal dari penjajah itu buruk. Hal-hal yang baik boleh dan bahkan harus diikuti. Ini termasuk ketika ia memasukkan kurikulum pengetahuan umum sebagai mata pelajaran di madrasahnya. Ia juga membentuk Hizbul Wathan (kepanduan), mendirikan rumah sakit dan panti asuhan. Bahkan pendirian Muhammadiyah pada desember 1912, konon juga terinspirasi dari keberadaan penjajah. Ahmad Dahlan melihat penjajah sebagi kekuatan jahat bisa berkuasa mengalahkan kekuatan Islam. Menurutnya, itu karena penajajah terorganisasi

9 Pradana Boy ZTF dkk (Eds), Era Baru Gerakan Muhamamdiyah, (Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2008), h. 15 6

dengan baik. Ia pun berkesimpulan “kebaikan yang tak terorganisasi akan kalah dengan kejahatan yang terorganisir”.10

Pada hakikatnya cita-cita pendidikan yang digagas oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama- intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, serta kuat jasmani dan rohani.11

Kalau dianalisa lebih jauh gagasan yang mendasari cita-cita pendidikan yang digagas oleh Ahmad Dahlan tersebut sangat relevan dengan keinginan untuk mencerdaskan umat Islam, memberikan pemahaman yang benar terhadap ajaran Islam serta memiliki keterampilan yang memadai untuk memenuhi tuntutan hidup. Keberaniannya meniru model pendidikan Barat tersebut mendapat tanggapan seru dari masyarakat.12

Berangkat dari latar-belakang seperti yang dijelaskan diatas tadi, cukup menarik untuk menggali ataupun meneliti pemikiran Hasan al-Banna dan yang pernah mengapungkan pemikiran pendidikan Islam integral dan mengadakan perbandingan terhadap pemikiran kedua tokoh yang berlainan negara itu, karena diyakini bahwa pemikiran keduanya masih relevan untuk diaktualisasikan dan di kembangkan. Disamping adanya persamaan pendanagn tentunya di pihak lain akan ditemukan pula sisi-sisi perbedaan pendangan kedua tokoh, yang agaknya akan menambah dan memperkaya konsep pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk mengadakan penelitian yang berjudul “STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA DAN AHMAD DAHLAN TENTANG KONSEP PENDIDIKAN ISLAM ”.

10 Hery Sucipto & Najmudin Ramly, Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga Amien Raies dan Syafii Maarif, (Jakarta : Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu, 2005), h, 27 11 Adi Nugroho, K.H. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat 1869-1923, ( : Ar-Ruzz Media, 2010), h. 137. 12 M. Yunan Yusuf & Sjaiful Ridjal-Anwar Abbas, Cita dan Citra Muhammadiyah, (Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas, 1985), h. 87 7

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka dapat di pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apa dan bagaimana pemikiran Hasan al-Banna & Ahmad Dahlan tentang komponen-komponen pendidikan Islam yang ideal. 2. Bagaimana perbedaan dan persamaan pandangan kedua tokoh tersebut, 3. Pemikiran Hasan al-Banna yang brilian tentang Pendidikan Islam kurang terungkap dan belum muncul ke permukaan. 4. Pemikiran Ahmad Dahlan tentang sistem pendidikan integral yang di anggap meniru perbuatan orang kafir 5. Relevansi pemikiran kedua tokoh tersebut dalam dunia pendidikan Islam.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penulis Membatasi masalah yang akan diteliti hanya pada “Konsep Pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan”

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang dikemukakan diatas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal? 2. Apa persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut? 3. Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan?

8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal. b. Mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut. c. Mengetahui relevansi pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan. 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain : a. Bagi peneliti dapat menemukan dan memperdalam pemahaman tentang pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang konsep pendidikan Islam yang ideal, persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan kedua tokoh tersebut. b. Bagi civitas akademik adalah untuk menyumbang khazanah ilmu pengetahuan kepada semua insan akademisi. c. Bagi masyarakat umum adalah untuk Sebagai literature dan bahan bacaan, sehingga masyarakat bisa memetik pelajaran positif dari pemikiran kedua tokoh pendidikan Islam ini.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Pendidikan a. Pengertian Pendidikan

Bila kita berbicara mengenai arti pendidikan, maka kita akan menemukan bermacam-macam definisi yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Disini ada beberapa tokoh pendidikan yang memberikan pengertian pendidikan, diantaranya:

1) Menurut Lengeveld, mendidik ialah “mempengaruhi anak dalam upaya membimbingnya agar menjadi dewasa”. Usaha membimbing yang dimaksud disini haruslah usaha yang disadari dan dilakukan dengan sengaja. 2) Menurut S.A. Branata dkk, pendidikan ialah “usaha yang sengaja diadakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembagannya mencapai kedewasaan”. 3) Menurut , mendidik ialah menuntun segala potensi yang dimiliki anak agar ia dapat mencapai keselmatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik mereka sebagai manusia ataupun sebagai anggota masyarakat.1

1Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h. 6

9

10

4) Menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif.2

Dalam Ketentuan umum Bab I Pasal I Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 meyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang”. Sedangkan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pada Bab I, Pasal I, Ayat 1, menjelaskan bahwa

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3 b. Tujuan Pendidikan

dalam setiap usaha atau kegiatan tentu ada tujuan atau target sasaran yang akan dicapai. Demikian pula dengan pendidikan, yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Muhammad al-Thoumy al-Syaibani mengatakan bahwa hubungan antara tujuan dan nilai-nilai amat berkiatan erat, karena tujuan pendidikan meruapakan masalah itu sendiri. Pendidikan mengandung pilihan bagi arah ke mana perkembangan murid-murid akan diarahkan. Dan pengarahan ini sudah tentu berkaitan erat dengan nilai-nilai. Nilai-nilai yang dipilih sebagai pengarah dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada akhirnya akan menentukan corak masyarakat yang akan dibina melalui pendidikan itu.4

2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 28 3Ibid, h.7 4 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 47 11

c. Komponen-komponen Pendidikan

Komponen-komponen pendidikan yang berpengaruh dalam proses pendidikan dan fungsinya antara lain :

1) Komponen dasar yang akan diproses anak didik dengan segenap kondisi kognitif, afektif dan psikomotorik yang ada pada dirinya. 2) Komponen alat untuk memproses dalam rangka mempengaruhi anak didik agar terwujud kualitas proses dan hasil pendidikan. 3) Komponen penunjang yang dapat menunjang kelancaran dan motivasi siswa / anak didik dalam proses pendidikan. 2. Pendidikan Islam a. Pengertian Pendidikan Islam

Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-ta’dib dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut term yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-tarbiyah. Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan islam.5

Pengertian pendidikan dari segi bahasa yang dimiliki ajaran Islam ternyata jauh lebih beragam, dibandingkan denganpengertian pendidikan dari segi bahasa di luar Islam. Hal ini selain menunjukkan keseriusan dan kecermatan ajaran Islam dalam membina potensi manusia secara detail, juga menunjukkan tanggung jawab yang besar pula. Yakni, bahwa dalam melakukan tidak boleh mengabaikan seluruh potensi manusia.6

Terlepas dari perdebatan makna ketiga term diatas, secara terminoogi, para ahli pendidikan Islam mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam, yakni sebagai berikut :

5 Al-Rasyidin & Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), h. 25 6 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 35 12

1) Al-Syaibaniy ; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. 2) Muhammad Fadhil al-Jamaly ; pendidikan islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun perbuatannya. 3) Ahmad Tafsir ; pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.7

Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para tokoh di atas, dapat disimpulakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, melalui pendekatan Pendidikan Islam ini ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakini. b. Objek Pendidikan Islam

Sejalan dengan misi agama Islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi sekalian makhluk di alam ini, pendidikan Islam mempunyai objek pada tiga pengembangan fungsi manusia, yaitu:

1) Menyadarkan manusia sebagai makhluk individu, yaitu makhluk yang hidup di tengah makhluk-makhluk lain, manusia harus bisa memerankan fungsi dan tanggung jawabnya, manusia akan mampu berperan sebagai makhluk Allah yang paling utama di antara makhluk lainnya dan memfungsikan sebagai khalifah dimuka bumi ini. Menyadarkan fungsi manusia sebagai makhluk

7 Ahmad Tafsir, Op. Cit, h. 32 13

sosial. Sebagai makhluk sosial manusia harus mengadakan interrelasi dan interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. 2) Menyadarkan manusia sebagai hamba Allah SWT. Manusia sebagai makhluk yang berketuhanan, sikap dan watak religiulitasnya perlu di kembangkan sedemikian rupa sehingga mampu menjiwai dan mewarnai kehidupannya. Dalam fitrah manusia telah di beri kemampuan untuk beragama.8

Dengan kesadaran demikian, manusia sebagai khalifah di aats muka bumi dan yang terbaik di antara makhluk lain akan mendorong untuk melakukan pengelolaan serta mendayagunakan ciptaan Allah untuk kesejahteraan hidup bersama-sama dengan lainnya. Pada akhirnya, kesejahteraan yang diperolehnya itu di gunakan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat.9 c. Tujuan Pendidikan Islam

Sebelum menjelaskan bagaimana tujuan pendidikan Islam, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui tujuan pendidikan secara umum, menurut salah satu tokoh pendidikan yang terkemuka yakni John Dewey, ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan sikap hati-hati, awas dan kebiasaan- kebiasaan berpikir hati-hati.10

Para ahli berpendapat bahwa fungsi tujuan pendidikan ada tiga, yang semuanya masih bersifat normatif, Pertama, memberikan arah bagi proses pendidikan. Kedua, memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan, karena pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dan diinternalisasi pada anak didik. Ketiga, tujuan pendidikan merupakan kriteria atau ukuran dalam evaluasi pendidikan.11

Menurut Mahmud Yunus dalam bukunya Pendidikan dan Pengajaran, tujuan pendidikan Islam ialah “menyiapkan anak-anak supaya di waktu dewasa

8 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h. 25 9 Ibid, h. 26 10 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2011), h. 62 11 A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan islam, (Malang : UIN-Malang Press), h. 108 14

kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan bersama dunia-akhirat”.12

Kongres Pendidikan Islam Sedunia tanggal 15-20 Maret tahun 1980 di Islamabad Pakistan menetapkan Pendidikan Islam sebagai berikut: “ Pendidikan harus ditujukan ke arah pertumbuhan yang berkeseimbangan dari kepribadian manusia yang menyeluruh melalui latihan spiritual, kecerdasan, dan rasio, perasaan serta pancaindra. Oleh karenanya, maka pendidikan harus memberikan pelayanan kepada pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya, yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif, serta mendorong semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak di dalam sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah pada tingkat individual, masyarakat, dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya.13 Muhammad al-Thoumy al-Syaibany, menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi :

1) Tujuan yang berkaitan dengan individu yang mencakup perubahan berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup didunia maupun diakhirat. 2) Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat yang mencakup tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat serta memperkaya pengalaman masyarakat. 3) Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi dan kegiatan masyarakat.14

M. Natsir mengatakan bahwa perhambaan kepada Allah yang menjadi tujuan hidup dan menjadi tujuan pendidikan kita, bukanlah suatu penghambaan yang memberikan keuntungan kepada obyek yang di sembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan kepada yang menyembah; perhambaan yang memberi

12 Mahmud Yunus, Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung), h. 10 13 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 119-120 14 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 55 15

kekuatan kepada yang memperhambakan dirinya.15 Dalam uraian selanjutnya M. Natsir mengutip sebuah ayat al-Qur’an surat an-Naml ayat 40, yaitu :

            

Artinya: dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insan al-kamil). Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu, dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik di dunia maupun akhirat.16 d. Materi Pendidikan Islam

Dalam dunia pendidikan apabila kita berbicara tentang materi, maka akan sangat berhubungan dengan apa yang disebut kurikulum. Pendidikan Islam sebagai pendidikan yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah sangat luas jangkauannya. Karena Islam mendorong setiap pemeluknya untuk memperoleh pendidikan tanpa kenal batas.17

Ada beberapa pendapat ulama’ tentang materi yang harus diberikan terhadap anak didik, diantaranya adalah :

1) Menurut Umar bin Khattab, seorang anak hendaknya diajarkan berenang, berkuda, pepatah yang berlaku dan sajak-sajak yang terbaik. Semua ini

15 Abuddin Nata, Op. Cit, h. 50 16 Samsul Nizar, Op. Cit h. 38 17 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), h. 30 16

diajarkan setelah anak mengetahui prinsip-prinsip agama Islam, menghafal al- Qur’an dan mempelajari al-Hadits. 2) Ibnu Sina mengemukakan, bahwa pendidikan anak hendaknya dimulai dengan pelajaran al-Qur’an. Kemudian diajarkan syair-syair pendek yang berisi tentang kesopanan setelah anak selesai menghafal al-Qur’an dan mengerti tata bahasa Arab disamping diberi petunjuk dan bbimbingan agar mereka dapat mengamalkan ilmunya sesuai dengan bakat dan kesediaannya. 3) Abu Thawam berpendapat, setelah anak hafal al-Qur’an hendaknya anak tersebut diajarkan menulis, berhitung dan berenang. 4) Al-Ghazali mengemukakan, bahwa sebaiknya anak-anak diajarkan al-Qur’an, sejarah kehidupan orang-orang besar, hukum-hukum agama dan sajak-sajak yang tidak menyebut soal cinta serta pelaku-pelakunya. 5) Al-Jahiz, dalam bukunya “Risalat al-Mu’allimin” mengatakan bahwa sebaiknya anak-anak kecil tidak disibukkan dengan ilmu nahwu semata. Cukup sampai mereka dapat membaca, menulis dan bicara dengan benar. Anak-anak seharusnya diberikan pelajaran berhitung, karang-mengarang serta keterampilan membaca buah pikiran dari bacaannya.18

Dari pendapat beberapa ulama diatas, dapat dipahami bahwa materi pendidikan Islam yang paling utama adalah al-Qur’an; baik keterampilan membaca, menghafal, menganalisa dan sekaligus mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an tertanam dalam jiwa anak didik sejak dini. e. Metode Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya ke arah tujuan yang di cita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakal tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan

18 Ibid, h.31 17

metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma. Karenanya, metode adalah syarat untuk efesiensinya aktivitas kependidikan Islam. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai secara tepat guna manakal jalan yang ditenpuh menuju cita-cita tersebut benar-benar tepat.19

Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan / materi kepada peserta didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi itu sendiri. Sebuah adigum mengatakan bahwa “al- Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting dibanding materi), adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi oleh peserta didik walaupun sebenarnya materi yang disampaikan tidak terlalu menarik, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, penerapan metode yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar.20

An-Nahlawi mengemukakan beberapa metode yang paling penting dalam pendidikan Islam, yaitu :

1) Metode hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi. 2) Mendidik dengan kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi. 3) Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi. 4) Mendidik dengan memberi teladan. 5) Mendidik dengan pembiasaan diri dan pengalaman. 6) Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mauidhah (peringatan). 7) Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).21

Hal yang terpenting dari penerapan metode tersebut dalam aktivitas kependidikan Islam adalah prinsip bahwa tidak ada satu metode yang paling ideal untuk semua tujuan pendidikan, semua ilmu dan mata pelajaran, semua tahap

19 Samsul Nizar, Op. Cit, h. 65 20 Armai Arief, Op. Cit, h. 39 21 Ibid, h. 73 18

pertumbuhan dan perkembangan, semua taraf kematangan dan kecerdasan, semua guru dan pendidik, dan semua keadaan dan suasana yang meliputi proses kependidikan itu. Oleh karenanya, tidak dapat dihindari bahwa seorang pendidik hendaknya melakukan penggabungan terhadap lebih dari satu metode pendidikan dalam prakteknya di lapangan. Untuk itu sangat di tuntut sikap arif dan bijaksana dari para pendidik dalam memilih dan menerapkan metode pendidikan yang relevan dengan semua situasi dan suasana yang meliputi proses kependidikan Islam sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara maksimal. f. Pendidik dan Peserta Didik Pendidikan Islam 1) Pendidik

Secara umum pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, “pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam”.22

Dari pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu melaksanakan tugas-tugas kemanusiaannya. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas disekolah, tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak alam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua.23

Kedua orang tua harus mencari nafkah untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga, terutama kebutuhan material, maka orang tua kemudian menyerahkan

22 Samsul Nizar, Op. Cit h. 42 23 Ibid, h. 42 19

anaknya kepada pendidik disekolah untuk dididik. Para pendidik merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak.

Pendidik menurut Islam bukanlah sekedar pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan yang memiliki karaktersitik baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu, pendidik muslim haruslah aktif dari dua arah. Secara eksternal dengan jalan mengarahkan / membimbing peserta didik dan secara internal dengan jalan merealisasikan karakteristik akhlak mulia.24 Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Disamping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat terkatualisasi secara baik dan dinamis.

2) Peserta didik

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Disini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan, baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.25

Melalui paradigma diatas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.

24 Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2011) h. 112 25 Ibid, h. 47 20

Selanjutnya, menurut Asma Hasan Fahmi, bahwa tugas dan kewajiban peserta didik adalah : (a) Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih. (b) Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan. (c) Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu diberbagai tempat. (d) Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya. (e) Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.26 g. Evaluasi Pendidikan Islam

Secara etimologis, kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang berarti penilaian terhadap sesuatu. Berdasarkan kutipan ini, maka jelas bahwa mengevaluasi berarti memberi nilai, menetapkan apakah sesuatu itu bernilai atau tidak.27

Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spritual- religius peserta didik. Karena sosok pribadi yang diinginkan oleh Pendidikan Islam bukan hanya pribadi yang bersikap religius, tetapi juga memiliki ilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.28

Adapun fungsi evaluasi dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :

26 Ibid, h. 51 27 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 77 28 Armai Arief, Op. Cit, h.53 21

1) Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak. 2) Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa. 3) Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid. 4) Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. 5) Upaya membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan kualitas.29

B. Hasil Penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Saidan, dengan judul “Perbandingan Pemikiran Pendidikan Islam antara Hasan al-Banna & Mohammad Natsir ”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna & Mohammad Natsir ternyata ada relevansinya dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No. 20, bahkan boleh dikatakan pemikiran kedua tokoh ini telah mendahului Undang-undang tersebut.30

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Syamsul Arifin, dengan judul “Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan Islam”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa terlihat persamaan dan perbedaan pandangan kedua tokoh besar tersebut. K.H. Ahmad Dahlan cenderung bercorak pembaharuan sosial, sedangkan K.H. Hasyim Asy’ari dengan tetap mempertahankan budaya dan nilai-nilai tradisional yang telah dimiliki Islam dan Indonesia.31

Penelitian yang dilakukan oleh Ihsanuddin, dengan judul “Studi Komparasi antara konsep pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa menurut K.H. Hasyim Asy’ari bahwa peserta didik harus mampu mengaplikasikan pengetahuan

29 Ibid, h. 58 30 Saidan, Op. Cit. h.273-274 31 M. Samsul Arifin, skripsi, Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan Islam, (Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010), h. 208 22

dengan kesatuan aksi yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak yang luhur secara integratif, sedangkan gagasan pemikiran pendidikan Islam K.H. Ahmad Dahlan adalah memasukkan pendidikan agama Islam ke sekolah-sekolah yang didirikannya”.32

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Komala, dengan judul “Karakteristik Pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al-Banna ”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pendidikan Islam Menurut Hasan al-Banna adalah proses penyiapan manusia yang shalih, baik secara langsung (berupa kata-kata) maupun secara tidak langsung (berupa keteladanan), yakni agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan.33

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad al-Banna, dengan judul “Pemikiran Hasan al-Banna dalam pendidikan Islam”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa dasar-dasar pendidikan Islam bersumberkan dari ajaran al-Qur’an dan Hadist. Tujuan pendidikan Madrasah Hasan al-Banna adalah sebuah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang dikehendaki, yang mempengaruhi dan menggejala dalam perilaku yang merupakan realisasi dari pemahaman Islam yang kaffah.34

Penelitian yang dilakukan oleh Erwin Prayogi, dengan judul “Studi terhadap buku Majmu’atur Rasa’il karya Hasan al-Banna”. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa ditemukan enam nilai pendidikan menurut Hasan al-Banna yaitu : nilai pendidikan kepribadian, nilai pendidikan kemuslimahan, nilai pendidikan keluarga, nilai pendidikan ekonomi, nilai pendidikan jihad dan nilai pendidikan jihad.35

32 Ihsanuddin, skripsi, Studi Komparasi antara konsep pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan, (Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.58 33 Nur Komala, skripsi, Karakteristik Pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al-Banna, (Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 88 34 Muhammad al-Banna, skripsi, Pemikiran Hasan al-Banna dalam Pendidikan Islam, (Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 52-53 35 Erwin Prayogi, skripsi, Studi terhadap buku Majmu’atur Rasa’il karya Hasan al-Banna, (Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.88

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul “Studi Komparasi Pemikiran Hasan Al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam” ini dilaksanakan dalam waktu beberapa bulan, dengan pengaturan waktu sebagai berikut : bulan Januari sampai bulan Mei 2015 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan pemikiran pendidikan Islam kedua tokoh tersebut sebagai penguat dalam penulisan skripsi ini. Kemudian menyusun data dalam bentuk hasil penelitian (laporan) dai sumber- sumber yang telah ditemukan.

B. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.1

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan/ library research yaitu

1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung : Alfabeta, 2013), h. 6

23

24

mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan.2

Sesuai dengan masalah yang telah di rumuskan, data dan informasi yang di himpun dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dan dalam penyajian data di gunakan metode deskriptif analisis. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan dan menggambarkan data informasi yang diperoleh dalam bentuk kalimat yang disertai dengan kutipan-kutipan data.3

Penguraian secara teratur dari seluruh konsep yang dikemukakan oleh tokoh yang akan diteliti menggambarkan bahwa penelitian ini menggunakan metode komparasi, yakni membandingkan secara objektif dari pemikiran dua tokoh atu lebih tentang substansi yang akan dikaji dalam tulisan ini. Oleh karena itu, pendekatan studi komparatif memiliki dua pendekatan sebagai alat untuk mengungkapkan persamaan dan perbedaan serta kemudian membandingkan pemikiran dari dua tokoh tersebut. Adapun pendekatan studi komparatif yang di maksud adalah sebagai berikut : a. Pendekatan Historis

Pendekatan historis merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengkaji biografi Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan dalam karyanya, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Oleh karena itu, dalam pengungkapan sebuah pemikiran tokoh, maka aspek keseluruhan sejarah riwayat kehidupa dan setting sosial pada waktu itu menjadi sebuah keharusan yang hendaknya disampaikan dalam tulisan. Karena diakui ataupun tidak latar belakang sejarah sangat mempengaruhi pemikiran yang dihasilkan oleh tokoh tersebut.

2 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 60-61. 3 Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Rosda Karya, 2004), h. 6 25

b. Pendekatan Filosofis

Adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengkaji pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan secara kritis, evaluative, dan reflektif yang berkaitan dengan pendidikan Islam, sehingga meskipun dengan pemikiran kedua tokoh tersebut berlainan, dengan pendekatan ini akan ditemukan benang merah dari perbedaan pemikiran tokoh tersebut.

Dengan kedua pendekatan di atas, diharapkan mampu menemukan sebuah formulasi baru tentang pendidikan Islam yang mengupas dari pemikiran Hasan al- Banna dan Ahmad Dahlan.

2. Sumber Data Penelitian Untuk mendapatkan data valid, maka diperlukan sumber data penelitian yang valid pula, dalam penelitian ini ada dua sumber data yaitu : a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti. Dalam hal ini dalam hal ini data primer yang digunakan oleh peneliti adalah karya-karya Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan berupa buku-buku, cuplikan, naskah-naskah.

Adapun karya Hasan al-Banna yang monumental bermuatan pemikiran pendidikan Islam dalam berbagai aspek yang merupakan data primer di antaranya adalah :

1) Majmu‟at Rasa‟il al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, Penerbit Dar al-Da’wah al-Islamiyyah (1996). Karya ini memuat sejumlah percikan pemikiran Hasan al-Banna seputar dakwah, sarana untuk berdakwah, tujuan dan perspektif dakwah serta pembinaan individu, keluarga dan masyarakat Islam. Juga ditampilkan wasiat-wasiat sang Imam dalam menciptakan muslim/muslimah yang istiqomah melalui upaya tarbiyah (pendidikan) yang dikenal dengan istilah “al-ushul al-„isyran”. 26

2) Hadits Tsulatsi al-Imam Hasan al-Banna, Penerbit Maktab al-Qur’an. Karya ini berintikan interpretasi Hasan al-Banna terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan manusia, alam semesta dan alam metafisika yang meruapakan cuplikan ceramah-ceramah beliau setiap hari selasa. 3) Memoar Hasan al-Banna, (terj), Penerbit Intermedia (1999). Merupakan agenda perjalanan hidupnya dan rintangan yang dihadapi seputar pelaksanaan dakwah.4 4) Risalah Aqidatuna, risalah ini ditulis oleh Imam Hasan al-Banna pada tahun 1350 / 1931 M. Risalah ini menetapkan berbagai dimensi dakwah Islamiyah serta menegaskan kembali target dari gerakan al-Ikhwan al Muslimun adalah untuk mewujudkan kebaikan duniawi dan ukhrawi. 5) Risalah Da‟watuna, ditulis pada tahun 1936 mengenai program dan tujuan jamaah al Ikhwan al Muslimun, risalah ini menjelaskan tentang prinsip-prinsip dakwahnya, dimana salah satu bahasannya menjelaskan ajaran jihad yang menjadi tujuannya. 6) Risalah al-Ta‟lim, ditulis tahun 1359 H / 1940 M. Risalah ini banyak membicarakan tentang sistem pendidikan Hasan al-Banna dalam organisasinya.5 b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang mendukung data primer, yaitu buku- buku atau sumber-sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah buku-buku karangan tokoh- tokoh lain yang relevan dan berhubungan dengan pemikiran pendidikan islam kedua tokoh tersebut, ataupun data dari internet yang bisa mendukung penelitian ini.

4 Saidan, Op. Cit, h. 1007 5 Erwin Prayogi, Nilai-nilai Pendidikan Islam “Studi terhadap buku Majmu‟atur-rasail” Karya Hasan al-Banna, (Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 29 27

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-buku sekunder yang berkaitan dengan masalah yang sedang di bahas.

2. Pengolahan Data

Setelah data-data terku,mpul lengkap selanjutnya yang penulis lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi dan mengklasifikasi data-data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis analisis, dan kemudian menyimpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.

D. Analisis data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan masalah-masalah sebagaimana adanya, disertai argumen- argumen. Kemudian menguraikan susunan pembahasan kepada bagian yang signifikan. Setelah di analisis, kemudian dipadukan kembali unsur-unsur tersebut untuk mencapai suatu kesimpulan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasan Al-Banna 1. Riwayat Hidup Hasan al-Banna

Hasan Al-Banna dilahirkan pada tanggal 17 Oktober 1906 M, di sebuah desa yang bernama Al-Mahmudiyyah mudiriah, Al-Bauhairah Mesir.1 Mengenai tanggal kelahiran dari Hasan al Banna ada beberapa referensi yang berbeda, ada yang mengatakan beliau lahir diperkirakan pada 25 Sya‟ban 1324 H/14 Oktober 1906 M, dan wafat pada tanggal 13 Februari 1949 M.2 Nama lengkapnya adalah Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna. Ayahnya seorang ulama Hambali yang cukup terkenal dan memiliki sejumlah peninggalan ilmiah seperti Al- Fathurrabbani fi Tartib Musnad Al-Imam Ahmad Al-Syaibani. Beliau adalah Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna yang lebih dikenal dengan Al-Sa‟ati. Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna juga adalah seorang ahli dalam ilmu hadist, akidah, dan fiqih yang sangat menghargai waktu dan kedisiplinan. Al-Banna dididik sang ayah dengan kedisiplinan waktu ketat yang mempengaruhi jalan hidupnya.3

Selain dikenal memiliki daya ingatan dan kecerdasan yang kuat Hasan al- Banna jua dikenal sebagai orator yang mampu menggugah pendengar dengan kata-kata yang indah, jelas dan langsung dimengerti. Bila ia berbicara, tua dan muda selalu terpesona padanya. Pembicaraannya langsung dapat dipahami baik

1 Khalimi, Ormas-ormas Islam Sejarah, Akar Teologi dan Politik, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2010) , h. 140 2 A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2010), h. 62 3 Khalimi, Loc. Cit, h. 140

28

29

oleh orang yang berpendidikan tinggi maupun oleh kalangan buta huruf. Selain ahli pidato, ia juga dikenal sebagai seorang penulis yang berbakat. Disamping beberapa keterampilan yang ia miliki, ia pun memiliki tubuh yang kuat, sanggup mengadakan perjalanan jauh, bekerja hampir siang dan malam, berpidato dan menulis. Ia sering mengadakan pertemuan-pertemuan, memimpin rapat dan mengontrol kegiatan markas besar dan cabang-cabang organisasi yang dipimpinnya.4

Melalui organisasi al-Ikhwan al-Muslimun yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan itu menjadikan Hasan al-Banna semakin hari semakin populer. Pengikutnya semakin bertambah dan akhirnya melahirkan sebuah organisasi yang cukup tangguh bagaikan negara dalam negara.

Perjuangannya berakhir sampai dengan tanggal 12 februari 1949 tatkala ia ditembak mati oleh Kolonel Mahmud Abd al-Majid atas perintah Raja faraoq disebuah jalan kairo.5 Penembakan itu terjadi ketika Hasan al-Banna sedang giat- giatnya berdakwah dan menggalang kesatuan umat serta dielu-elukan oleh simpatisannya, tepatnya setelah dua bulan dia keluar dari penjara. Penembakan ini konon kabarnya sebagai “kado” ulang tahun Raja Faruq. Hanya saja beliau tidak langsung meninggal ditempat kejadian peristiwa (TKP), akan tetapi ia menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit al-Qashr al-„Aini.6

2. Riwayat Pendidikan Hasan al-Banna

Hasan al-Banna pada masa kecilnya mendapatkan pengajaran langsung dari orangtuanya, Syaikh Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad al-Banna As- Sadati yang mengajarkan al-Qur‟an, hadis, fiqih, bahasa dan tasawuf. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah agama Madrasah Ar-Rasyid Ad-Diniyyat, lalu ia

4 Ris‟an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 187-188, lihat pula di Ishak Mussa al-Husaini, Al-Ikhwan al-Muslimun, (Terj.) (Jakarta : Grafiti Press, 1983), h. 39-40 5 Ris‟an Rusli, Loc. Cit, h. 188, lihat pula Muhammad Abd al-Halim Hamid, Ma’an ‘Ala Thariq al-Da’wah Syaikh Hasan al-Banna, (Kairo : Dar al-Tauzi‟wa al-Nasyr al-Islamiyyah, 1988), h. 14 6 Saidan, Perbandingan Pemikiran Pendidikan islam antara Hasan al-Banna dan Mohammad Natsir, (Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011), h.127 30

melanjutkan belajar kesekolah menengah pertama di Al-Mahmudiyat. Tahun 1920 ia melanjutkan belajar ke Madrasah Al-Mu‟allimin Al-Awwaliyat, sekolah guru tingkat pertama di Damanhur. 7 Disekolah inilah ia menyelsaikan hafalan al- Qur‟an yang telah dimulai sejak bersama ayahnya. Pada waktu itu ia belum genap berusia 14 tahun. 8 Lalu tahun 1923, ia pindah ke Kairo dan belajar di Dar Al-Ulum sampai selesai pada tahun 1927. Disini ia mempelajari ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan logika serta ia juga tertarik pada masalah-masalah politik, industri dan olahraga.9 Perguruan Tinggi Dar al-„Ulum ini didirikan tahun 1873 sebagai lembaga pertama Mesir yang menyediakan pendidikan tinggi Modern (sains) di samping ilmu-ilmu agama tradisional yang menjadi spesialisasi lembaga pendidikan tradisional dan kalsik al-Azhar saat itu. Selama menjadi mahasiswa di kairo, Hasan al-Banna selalu menghabiskan hari-harinya diperpustakaan dan sangat antusias membaca dan mempelajari karya- karya Rasyid Ridha seperti halnya al-Manar. Dapat diasumsikan, itulah sebabnya pandanagn rasyid Ridha sangat banyak mempengaruhi pemikirannya terutama dalam hal keuniversalan ajaran Islam. Hasan al-Banna sendiri berkeyakinan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang memuat segala sistem yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya dan satu-satunya ajaran yang selaras dengan fitrah manusia. Oleh karena itulah Hasan al-Banna begitu giat dalam mempelajari disiplin ilmu-ilmu modern seperti ilmu-ilmu pendidikan, filsafat, psikologi dan ilmu mantik (logika). Dalam pandangan Hasan al-Banna, tidak mengenal istilah ilmu modern produk Barat, akan tetapi adalah merupakan intrepretasi dari ayat-ayat al- Qur‟an yang dijabarkan sesuai dengan kemampuan akal manusia. Ia benar- benar yakin bahwa al-Qur‟an adalah sumber dari segala sumber pengetahuan. Di samping itu ia juga memperhatiakn masalah-masalah politik, industri, perdagangan serta olahraga.10

7 A. Susanto, Loc. Cit, h.62 8 Muhammad Iqbal & Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 191 9 A. Susanto, Loc. Cit, h.62 10 Saidan, Op. Cit. h.120 31

Hasan al-Banna sangat banyak menyerap bacaan dari luar kurikulum sekolah. Ia memiliki ingatan kuat yang mampu menghimpun sangat banyak catatan tertulis, baik berupa prosa maupun puisi. Ia hampir tidak pernah berhenti membaca baik dari perpustakaan ayahnya maupun perpustakaan gurunya yang pertama, Syaikh Muhammad Zahran. Ketika itu ia memusatkan diri untuk mendalami tiga hal yaitu : a. Al-Qur‟an, Hadis dan ilmu agama keseluruhan, b. Sufisme dan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW, c. Karya sastra dan cerita rakyat. Selain itu ia juga banyak sekali membaca buku tentang politik, sejarah dan berbagai buku teori yang paling modern di bidang hukum, pendidikan, etika dan bidang-bidang lain. Aspek lain yang menonjol dalam kepribadian tokoh ini ialah kecerdasannya yang kuat. Hal ini mulai terlihat ketika ia sejak berada dibangku sekolah. Ia selalu mengalahkan teman-teman sekelasnya dalam menempuh pelajaran.11 Hasan al-Banna pernah menyampaikan sebuah pidato yang sangat menarik dan kata-katanya sangat menggugah dan mampu membakar semangat anak negeri, tentang westernisasi yang membakar akal umat Islam.12

3. Karya-karya Hasan al-Banna

Untuk mengarahkan masyarakat kepada tujuan yang diinginkannya, Hasan al- Banna menerbitkan serial risalah-risalah pendek dengan uslub-uslub yang mudah dan sederhana yang dapat dipahami dan dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan dan kalangan masyarakat. Dalam risalah-risalah itu Hasan al-Banna memaparkan ajaran Islam secara menyeluruh dengan memperhatikan realitas dan kondisi umat Islam saat itu. Risalah-risalah itu antara lain : a. Risalat Da’watuna. Risalah ini menjelaskan garis besar dakwah dan sikap Hasan al-Banna terhadap dakwah-dakwah lain.

11 Ris‟an Rusli, Op. Cit, h. 187, lihat pula di Ishak Mussa al-Husaini, Al-Ikhwan al-Muslimun, (Terj.) (Jakarta : Grafiti Press, 1983), h. 39-40 12 Muhammad Imarah, 45 Tokoh Pengukir Sejarah, (Surakarta : Era Intermedia, 2009), h. 247- 248 32

b. Risalah Nahw al-Nur. Risalah ini merupakan surat-surat Hasan al-Banna kepada Raju faruq dan Perdana Menterinya saat itu. Risalah ini juga dikirimkan kepada raja-raja dan presiden Negara-negara Islam. c. Risalah Ila al-Syabab. Risalah ini berisikan penjelasan tentang peran dan tugas para pemuda dalam hidupnya. d. Risalah al-Ikhwan al-Muslimin Taht Rayat al-Qur’an. Risalah ini bermuatan penjelasan tentang kewajiban, bekal dan manhaj dakwah organisasi al-Ikhwan al-Muslimun. e. Risalah Da’watuna fi Thir Jadid. Risalah ini membicarakan ciri-ciri khusus dan tujuan dakwah al-Ikwan al-Muslimun. f. Risalah Baina al-Ams wa al-Yaum. Risalah ini berisikan fikrah Islamiyyah dan tujuannya, analisis terhadap hal-hal yang merusak Islam, kebangkitan umat dan langkah-langkah penyelamatannya.13 g. Ila Ayyi Syai’ Nad’u An-Nas, berisi tentang tolok ukur dakwah, tujuan hidup manusia dalam al-Qur‟an, pengorbanan, tujuan, sumber tujuan dan lain-lain. h. Mudzakkirat Ad-Da’wat wa Ad-Da’iyat. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup Hasan al-Banna dan perjalanan dakwahnya. Buku ini membahas tentang perjalanan intelektual, rohani dan jasmani dalam berdakwah. Buku ini menggambarkan secara lengkap tentang kepribadian, intelektual dan gerak langkah dakwah Hasan al-Banna.14

4. Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna

Alur pemikiran seseorang tidak bisa dilepaskan dari siklus kehidupannya dan juga biografi intelektualnya serta kondisi sosial masyarakat yang mengitarinya. Artinya adalah, lingkungan dan kondisi sosial masyarakat di mana seseorang itu hidup dan dibesarkan akan mempengaruhi pola pikirnya. Dibawah ini akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai pemikiran Hasan al-Banna tentang konsep pendidikan Islam yang terdiri dari asas/pondasi, tujuan, materi, metode, pendidik dan peserta didik serta evaluasi dalam pendidikan Islam.

13 Saidan. Op. Cit, h. 135-136 14 A. Susanto, Op. Cit, h. 63 33

a. Asas / Pondasi Pendidikan Islam

Asas atau pondasi pendidikan Islam dalam pandangan Hasan al-Banna sama dengan sumber pengetahuan bagi manusia, yaitu : al-Qur‟an sebagai pondasi, Sunnah Rasul sebagai penjelas dan amaliyat sahabat sebagai operasionalnya.15

1) Al-Qur’an al-Karim

Al-Qur‟an al-Karim dalam pandangan Hasan al-Banna adalah mashdar (sumber petunjuk), dasar ajaran Islam, dan asal-usul syariat Islam. Dari al- Qur‟aan lah munculnya segala ketentuan syariat. Dengan demikian, asas dan mata air ajaran Islam dalam pandangannya adalah Kitab Allah. Menurut Hasan al- Banna, al-Qur‟an berisikan petunjuk untuk kemuliaan hidup baik untuk kehidupan dunia apalagi untuk kehidupan akhirat. Namun manusia tidak menjadikannya sebagai sebuah petunjuk. Oleh karena itulah manusia kehilangan pegangan dalam hidupnya. Diantara ungkapan yang muncul dari Hasan al-Banna yang menggambarkan kondisi umat yang semakin hari semakin jauh dari hidayah dan hidup dalam suasana yang memprihatinkan. Hal itu menurutnya karena mereka jauh dari petunjuk al-Qur‟an.16

Keberadaan al-Qur‟an sebagai asas dan pondasi pendidikan karena mengingat kandungan al-Qur‟an yang bersisikan isyarat-isyarat tarbawiyah. Keyakinan dan keteguhan hati Hasan al-Banna menempatkan dan menjadikan al-Qur‟an sebagai landasan utama dalam merancang dan melaksanakan pendidikan, dapat terlihat dari berbagai tema yang ia sampaikan pada ceramah-ceramah rutinnya setiap hari selasa lebih populer di kalangan para simpatisannya dengan istilah Hadits Tsulatsa.17 Hasan al-Banna mengatakan bahwa “al-Qur‟an yang mulia dan

15 Saidan. Op. Cit, h.159 16 Ibid, h. 161 17 Ibid, h. 165 34

Sunnah Rasul yang suci adalah tempat kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam”.18

Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari pemikiran Hasan al-Banna yang berkenaan dengan keberadaan al-Qur‟an sebagai sumber utama ajaran Islam dan sekaligus sebagai pondasi pendidikan Islam, yakni :

(a) Pengetahuan tentang dunia dan urusan akhirat berada dalam satu kesatuan yang saling mendukung. (b) Adanya perintah untuk mempelajari masalah dunia dan akhirat itu secara bersamaan. (c) Al-Qur‟an memberikan motivasi untuk mendalami pengetahuan (d) Menjadikan pengetahuan sebagai sebuah sarana ketaatan dan mengenal Sang Pencipta dengan sebaik-baiknya.19

2) Sunnah Rasul

Dasar kedua pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna adalah Sunnah Rasul. Sunnah Rasul menempati urutan kedua setelah al-Qur‟an sebagai asas dalam segala aspek kehidupan dan tidak terkecuali pendidikan Islam. Keberadaan Rasul SAW dalam pandangan Hasan al-Banna sebagai implementator kandungan al- Qur‟an yang berisikan konsep dan prinsip dasar. Artinya adalah, Rasul SAW secara aplikatif telah tampil sebagai murabby menerjemahkan muatan al-Qur‟an dalam kehidupan nyata selama hidupnya. Sunnah Nabi SAW dalam pandangan Hasan al-Banna merupakan manifestasi dari wahyu Allah SWT yang secara aplikatif sebagai terjemahan dari wahyu yang diturunkan kepadanya.20

Dibanding ulama modern lainnya, Hasan al-Banna telah terleih dahulu membuat pembagian yang sangat bagus dan sederhana berupa penjelasan hadits

18 Hasan al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Terj. Anis Matta dkk (Surakarta : Intermedia, 2012, cet.12), Jilid 2, soft cover, h.163 19 Ibid, h. 167 20 Ibid, h. 173 35

nabawi, bahkan juga dalam ilmu Musthalah Hadits. Hal ini yang membedakan Hasan al-Banna dengan tokoh lainnya didalam membahas ilmu syariat.21

Menjadikan Sunnah sebagai sebuah pondasi pendidikan Islam karena mengingat Nabi Muhammad SAW itu secara normatif merupakan qudwah hasanah dalam segala aspek kehidupan dan telah menerjemahkan kandungan al- Qur‟an melalui fi’liyah-nya. Bahkan menurut Abdul Al-Rahman al-Nahlawiy, Rasul SAW seorang pendidik agung, memiliki metode pendidikan yang luar biasa dan memperhatikan kebutuhan dan bakat anak didik.22

Hasan al-Banna mempunyai pemikiran tentang keberadaan Nabi SAW sebagai implementator al-Qur‟an dan selalu mengagungkan Nabi Muhammad SAW dihadapan para pengikutnya, dan sekaligus menanamkan tiga pilar perasaan ke dalam lubuk hati mereka seperti halnya Rasul dahulu kala membentuk manusia-manusia rabbaniy yang istiqamah ajarannya.23

3) Amaliyat Sahabat Rasul Kehidupan para sahabat Nabi itu dalam pandangannya penuh dengan nilai- nilai pendidikan yang menggambarkan kepatuhan kepada Rasul yang berada ditengah-tengah mereka saat itu. Mereka diyakini terpelihara dari kejahatan dan tidak pernah berbuat dosa besar, sebab mereka selalu bimbingan Rasul dan merekalah orang-orang yang paling dekat dengan rasul. Tentu mereka pulalah yang paling banyak mengetahui petunjuk dan paling dipercayai dalam menyampaikan semua perkataan dan perbuatan Rasul. Para sahabat Rasul SAW itu dimata Hasan al-Banna adalah manusia-manusia pilihan sebagai ut-put pendidikan yang diterapkan Nabi SAW di kala itu. Sahabat itu adalah gambaran didikan Rasul yang komit dengan ajaran yang dianutnya, mereka bagai seorang

21 Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Pemikiran Hasan al-Banna dalam Akidah & Hadits, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar, 2005), H. 151 22 Saidan, Op. Cit, h. 175, lihat pula „Abdul al-Rahman al-Nahlawiy, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj. (Bandung : , 1987), h.47 23 Saidan, Op. Cit, h. 177 36

pertapa dikala malam dan menajdi pejuang dikala siang. Oleh karena itu wajar saja amaliyah mereka menjadi salah satu asas pendidikan Islam.24 Amaliyah para sahabat Nabi SAW dalam pandangan Hasan al-Banna menempati posisi ketiga sebagai landasan ataupun pondasi setiap gerakan yang ditawarkannya. Para sahabat Nabi menurutnya adalah pelaksana / implementator dari seluruh perintah Nabi dan sebagai contoh orang-orang yang meninggalkan larangan Nabi. b. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan, karena tujuan dapat menentukan setiap gerak, langkah dan aktifitas dalam proses pendidikan. Penetapan tujuan pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan, serta menajdi tolok ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan.

Menurut Hasan al-Banna, tujuan adalah sebuah dasar yang mendorong manusia kepada suatu perjalanan. Dalam kaitan dengan tujuan pendidikan, Hasan al-Banna menegaskan bahwa tujuan pendidikan yang paling pokok adalah mengantarkan anak didik agar mampu memimpin dunia dan membimbing manusia lainnya kepada ajaran Islam yang syamil atau komprehensif serta memperoleh kebahagiaan di atas jalan Islam. Secara terperinci, Hasan al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini kedalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politi, negara samapai tingkat dunia. Hal tersebut diuraikan secara panjang lebar dalam kitabnya Risalat at-Ta’lim dalam Majmu’ Al-Imam Asy-Syahid Hasan al-Banna.25

Menurut Hasan al-Banna, tujuan pendidikan pada tingkat individu mengarah pada beberapa hal, diantaranya sebagai berikut :

1) Setiap individu memiliki kekuatan fisik sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi lingkungan dan cuaca.

24 Ibid, h. 179 25 A. Susanto, Op. Cit, h. 66 37

2) Setiap individu memiliki ketangguhan akhlak sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwatnya. 3) Setiap individu memliki wawasan yang luas sehingga mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang dihadapinya. 4) Setiap individu memiliki kemampuan kerja dalam dunia kerjanya. 5) Setiap individu memiliki pemahaman akidah yang benar berdasarkan al-Qur‟an dan sunnah. 6) Setiap individu memiliki kualitas beribadah sesuai dengan syariat Allah SWT dan rasul-Nya. 7) Setiap individu memiliki kemampuan untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas syariat Allah melalui ibadah dan amal kebaikan. 8) Setiap individu memiliki kemampuan untuk senantiasa menjaga waktunya dari kelalaian dan perbuatan sia-sia, dan 9) Setiap individu mampu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.26

Bila dicermati tujuan pendidikan seperti yang dijelaskan diatas, maka dapat dipahami bahwa pendidikan yang bersifat qur‟ani itu sejatinya bertujuan menciptakan manusia-manusia muslim yang betul-betul memperhambakan diri secara tulus kepada Allah. Menjadi manusia-manusia yang ibad Allah dan khalifah Allah dimuka bumi.

Menjadikan output pendidikan sebagai pribadi yang saleh dan sekaligus mensalehkan orang lain (shalih wa mushlih). Seperti ini pulalah yang diobsesikan Hasan al-Banna, yaitu terciptanya orang-orang yang kuat akidahnya dalam mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, sebab ajaran Islam itu menurut beliau selaras dengan fitrah manusia dan juga menjamin kebahagiaan bagi manusia secara sempurna pula.27

Mencermati karya monumental Hasan al-Banna, pemikirannya tentang tujuan pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :

26 Ibid, h. 67 27 Saidan, Op. Cit, h. 183 38

1) Terciptanya individu muslim, 2) Terciptanya rumah tangga muslim, 3) Terciptanya warga negara muslim, 4) Terciptanya pemerintahan muslim, yang kokoh akidahnya, benar ibadahnya, luas wawasannya, punya kemandirian hidup dan memiliki keanggunan moralnya.28

Perlu kiranya ditegaskan bahwa pendidika Islam memiliki cakupan yang beraneka ragam, antara lain :

1) Individu, dengan seluruh unsur yang dapat membangun kepribadiannya. 2) Rumah tangga muslim, dengan seluruh nilai dan moralitas yang harus ditegakkannya. 3) Masyarakat muslim, dengan seluruh interaksi sosial dan pengaturannya. 4) Umat muslimah, dengan seluruh aktifitas yang ada di dalamnya. 5) Negara Islam, dengan sistem dan undang-undang yang harus ditegakkan didalamnya.29 c. Materi Pendidikan Islam

Mengingat tujuan pendidikan yang akan dicapai begitu jauh kedepan, maka pemikirannya tentang aspek materi pendidikan tidak hanya terbatas dalam pendidikan rohani ataupun jasmani saja, akan tetapi mencakup kedua aspek itu secara seimbang. Baik pendidikan yang bermuara kepada aspek jasmani maupun rohani. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan seperti yang diobsesikan Hasan al-Banna yaitu satu sisi mencetak manusia sebagai hamba Allah yang taat kepada Allah dan di sisi lain berfungsi sebagai khalifah, maka materi pendidikan yang dicanangkannya harus benar-benar yang dapat menganatrkan peserta didik kepada tujuan tersebut.30

28 Ibid, h. 187 29 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, (Solo : Era Adicitra Intermedia, 2011), h. 30 30 Ibid, h. 190 39

Percikan pemikiran Hasan al-Banna yang tertuang dalam karyanya dan juga dari cuplikan ceramahnya yang disampaikan diberbagai tempat itu di memaknai bahwa materi ajar pendidikan Islam secara garis besarnya terdiri dari aspek akidah, aspek ibadah, aspek akhlak, aspek jasmani dan aspek jihad.31 d. Metode Pendidikan Islam Penetapan suatu metode dalam pendidikan ternyata harus berangkat dari tujuan pendidikan yang akan dicapai, sebab ia merupakan cara yang akan mengantarkan kearah tujuan yang telah digariskan. Hasan al-Banna sering mengutarakan perlunya umat Islam itu punya siasat / cara melumpuhkan jiwa yaitu pertama melalui keteladanan. Bahkan dalam karya monumentalnya ia secara tegas mengatakan : Aturlah pembelajaran, tiap-tiap umat dan bangsa yang Islami memiliki kiat tersendiri dalam mencetak generasi penerus dan dalam membina pemimpin umat masa depan dimana kejayaan umat masa depan berada ditangan mereka. Oleh karena itulah mestilah membangun sebuah cara yang tegak diatas kebijaksanaan yang bisa menjamin (munculnya) mata air keagamaan dan terpeliharanya akhlak bagi generasi, mengetahui hukum-hukum agama dan mempersiapkan kemuliaan yang cemerlang dan kemajuan yang luas merata.32 Kelima persyaratan dalam mendidik umat selalu dalam perhatian Hasan al- Banna, yaitu momentum yang tepat, redaksi ataupun ucapan yang memukau, kondisi kejiwaan peserta didik, kadar kemampuan menyerap dan kemampuan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Disamping kelima persyaratan tersebut, harus pula melandasi pengajaran sesuai dengan konsep kejadian manusi menurut al-Qur‟an yaitu melalui proses dan pentahapan, maka metode penagjaranpun menurut pemikiran Hasan al-Banna harus pula berangkat dari kondisi manusia itu sendiri. Metode pendidikan harus seirama dengan konsep dan martabat manusia sebagai Khilafah Allah. Artinya adalah, metode dan pendekatan dalam pendidikan haruslah mencontoh prinsip-prinsip qur‟ani yang rumusannya menurut beliau adalah sebagai berikut : 1) Bersifat komprehensif;

31 Ibid, h. 191 32 Ibid, h. 201 40

2) Mampu mendidik manusia untuk layak berintegrasi bagi kehidupan dunia akhirat; 3) Mengakui adanya kekuatan dalam diri manusi, ruh, akal, jasmani, dan bekerja demi memenuhi kebutuhannya; 4) Siap untuk diterapkan, artinya tidak terlalu idealis dan mungkin diikuti dan diterapkan oleh manusia; 5) Metode praktik, buka sekedar teoritis; 6) Bersifat kontinu, sesuai bagi seluruh manusia dan berlangsung sampai manusia menemui Rabbnya; 7) Menguasai seluruh perkembangan dalam kehidupan manusia, mencapai batasan yang mampu diakses oleh manusia dengan kekuatan yang dimilikinya.33

Rumusan metode yang diterapkan Hasan al-Banna dalam mendidik umat di eranya sekalipun terlihat cukup sederhana, akan tetapi bersifat fleksibel dan praktis. Tidak hanya sebatas teori yang terkadang kurang bersentuhan dengan kondisi yang dihadapi. Artinya adalah pemikiran Hasan al-Banna dalan hal metode pendidikan Islam beranjak dari isyarat ayat-ayat al-Qur‟an menurut pemahamannya dan dari hasil upaya eksplornya.34 e. Pendidik dan Peserta Didik

Diakui memang bahwa kehangatan hubungan antara seorang pendidik dengan anak didik merupakan suatu hal yang krusial yang mestinya diwujudkan dalam pendidikan, sebab hal itu menurut pendidikan akan memberikan pengaruh positif terhadap usaha belajarsiswa / anak didik.35

Suatu hal yang agaknya perlu diteladani dari pemikiran Hasan al-Banna terutama dalam hal hubungan pendidik dengan peserta didik yang merupakan

33 Ibid, h. 202 34 Ibid, h. 203 35 Ibid, h. 207 41

gambaran kompetensi kepribadian adalah mendidik dengan hati dan selalu mendoakan anak didik.36 f. Evaluasi Pendidikan Islam Evaluasi sebagai salah satu komponen pendidikan yang sasarannya adalah proses belajar mengajar, merupaka alat ukur untuk mengetahui tentang prestasi dan pencapaian hasil setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Namun bukan berarti evaluasi itu hanya tertuju kepada hasil belajar murid, ia juga bisa meramalkan tentang keuntungan yang diperoleh melalui penyelenggaraan yang tepat dalam merumuskan teknik-teknik. Hasan al-Banna ingin memberikan informasi tentang sebuah prinsip evaluasi pendidikan Islam yaitu, materi evaluasi harus sesuai dengan bahan ajar yang disampaikan. Allah dalam pandangan Hasan al-Banna pertama kali mengajarkan nama-nama benda kepada Adam, lalu Adam diperintahkan mempresentasikannya kepada para malaikat bukan kepada Allah. Dengan demikian, evaluasi pendidikan itu bisa saja dilakukan oleh orang lain. Namun suatu hal yang lahir dari pemikiran itu, mengujikan apa yang diajarkan dan mengajarkan apa yang akan diujikan. Jangan sampai terjadi yang sebaliknya.37 Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal yang muncul dari pemikiran Hasan al-Banna diantaranya yang paling urgen sekali adalah kejujuran. Untuk membentuk sifat jujur didalam diri peserta didik, ia menerapkan sebuah model evaluasi “al-muhasabah” sebagai sebuah metode untuk membentuk sikap percaya pada diri sendiri, yaitu membuat pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan oleh seseorang kepda dirinya sendiri dan ia sendiri yang menjawabnya dengan “ya” atau “tidak”. Instropeksi hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan orang lain. Tujuannya adalah menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.38

36 Ibid, h. 208 37 Ibid, h. 210 38 Ibid, h. 211 42

B. Ahmad Dahlan 1. Riwayat Hidup Ahmad Dahlan

K.H. Ahmad Dahlan secara biologis bukan keturunan kraton (bangsawan) yang ningrat dengan status kasta dan memiliki hierarki sosial politik yang berbeda.39 K.H. Ahmad Dahlan yang pada waktu kecilnya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tahun 1868 di Yogyakarta K.H. Abu Bakar dengan Siti Aminah. K.H. Abu Bakar adalah khatib di masjid Agung Kesulthanan Yogyakarta, sedangkan ayah Siti Aminah adalah Penghulu Besar di Yogyakarta.40 Namun ada juga yang mengatakan bahwa Ahmad Dahlan lahir pada tahun 1869 dengan nama Darwisy.41

Mengenai tahun kelahiran Ahmad Dahlan secara pasti banyak perbedaan pendapat, Junus Salam dalam bukunya Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan : Amal dan Perjuangannya, hanya menyebut tahun 1868 M atau 1285 H. Haji Soedja‟ dalam Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan Pembina Muhammadiyah hanya menyebut tahun 1869 M berbeda satu tahun dengan pendapat pertama. Sedangkan dalam buku yang berjudul Pembangun Indonesia yang dihimpun oleh Sinar Kaum Muhammadiyah menyebutkan bahwa Ahmad Dahlan lahir pada hari sabtu 24 Sya‟ban tahun 1827 H. Sedangkan menurut Drs. Oman Fathurrahman ahli falak dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyatakan bahwa Ahmad Dahlan lahir pada hari sabtu tanggal 24 Sya‟ban tahun 1827 H bertepatan dengan tanggal 19 November 1870 M. Dan wafat pada tanggal 23 Februari tahun 1923, dalam usia yang relatif muda yakni 55 tahun atau 54 tahun.42

39 Mukhaer Pakkana & Nur Achmad (Eds), Muhammadiyah Menjemput Perubahan, Tafsir Baru Gerakan Sosiak-Ekonomi-Politik, (Jakarta : kerja sama P3SE STIE Ahmad Dahlan Jakarta dan Penerbit Buku Kompas, 2005), h. 43 40 Weinata Sairin, Gerakan Pembaruan Muhammadiyah, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2008), h. 39 41 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), h. 98 42 Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah), h. 110-111. 43

Silsilah keturunannya adalah sebagai berikut : “Muhammad Darwis putra H. Abu Bakar, putra K.H.M. Sulaiman, Putra Kiai Murtadla, putra Kiai Ilyas, putra Demang Jurang Juru Kapindo, putra Demang Jurang Juru Sapisan, putra Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig, putra Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen), putra Maulana Ainul Yaqin, putra Maulana Ishaq dan Maulana Ibrahim”.43

Garis keturunan Ahmad Dahlan dari pihak ibu menurut buku Eyang Abdurakhman, Plasakuning, Yogyakarta adalah berasal dari Kyai Muhammad Ali-Kyai Haji Hasan-Haji Ibrahim. Seorang putri (anak perempuan) Haji Ibrahim menikah dengan Kyai Haji Abu Bakar, dan menjadi ibunya Ahmad Dahlan. Kemudian, seorang putra (anak laki-laki) Haji Ibrahim, yaitu Kyai Ahmad Fadhil (Kyai Penghulu), yang berarti saudara dari ibunda Ahmad Dahlan, mempunyai anak perempuan yaitu Siti Walidah yang lalu menikah dengan Ahmad Dahlan. Jadi, Siti Walidah dengan Ahmad Dahlan adalah saudara sepupu.44

Ahmad Dahlan mempunyai 6 orang saudara, beliau merupakan anak ke-4 dari 7 bersaudara tersebut. Secara berurutan nama 7 bersaudara Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut : a. Nyai Khatib Harun b. Nyai Muchsin, yang juga dikenal dengan Nyai Lurah Achmad Nur c. Nyai Haji Muhammad Shaleh d. Kyai Haji Ahmad Dahlan e. Nyai Haji Abdurrahman f. Nyai Haji Muhammad Faqih, dan g. Muhammad Basir, yang merupakan satu-satunya saudara laki-laki.45

Dari perkawinan dengan Siti Walidah tahun 1889 Ahmad Dahlan dikaruniai enam anak yaitu Djohanah, Siradj, Siti Busyro, Siti Aisyah, Irfan dan Siti Zuharah. Siradj Dahlan pernah menjadi Direktur Madrasah Mu‟allimin

43 weinata Sairin, Loc. Cit, h. 39 44 Sutrisno Kutoyo, Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), h. 41 45 Abdul Munir Mulkhan, Warisan Intelektual KH. Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah, (Yogyakarta : PT. Percetakan Persatuan, 1990), h. 62 44

Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan Irfan Dahlan bermukim di Bangkok Thailand.46

Selain Nyai Walidah, Ahmad Dahlan juga pernah memperistri beberapa wanita, yang semuanya janda dan tidak dikawini dalam waktu yang bersamaan, yaitu : a. Janda Haji Abdullah dan memperoleh seorang anak yang bernama R. Duri. b. Janda Nyai Rum, memperoleh seorang anak yang meninggal semasa bayi. c. Dengan janda Nyai Aisyah memperoleh seorang anak yang diberi nama Dandanah. d. Terakhir beliau menikah dengan janda Nyai Sholihah, namun tanpa dikarunia seorang anakpun.47

Sewaktu kecil, Ahmad Dahlan tidak sempat menikmati pendidikan Barat untuk anak-anak kaum ningrat yang lulusannya biasanya disebut kapir landa. Malahan ia mendapatkan pendidikan tradisional di Kauman, Yogyakarta, dimana ayahnya sendiri K.H. Abu Bakar menjadi guru utamanya yang mengajarakan pelajaran-pelajaran dasar mengenai agama Islam. Seperti juga anak-anak kecil lain ketika itu, Ahmad Dahlan dikirim ke pesantren di Yogyakarta dan pesantren- pesantren lain dibeberapa tempat di Jawa. Dilembaga-lembaga pendidikan inilah, ia belajar pelajaran qira‟ah, tafsir, fiqih, dan bahasa Arab.48

Ahmad dahlan dilahirkan disebuah kampung yang bernama Kauman. Kampung Kauman merupakan lingkungan keagamaan yang sangat kuat, yang berpengaruh besar dalam perjalanan hidup Ahmad Dahlan dikemudian hari. Kauman kemudian secara populer menjadi nama dari setiap daerah yang berdekatan letaknya dengan masjid.49

Bahkan dalam catatan sejarah, setelah Masjid Agung Kraton Yogyakarta Hadiningrat selesai dibangun, beberapa kerabat keraton yang ahli dalam maslah

46 Haidar Nashir, Op. Cit, h. 113 47 Abdul Munir Mulkhan, Loc. Cit, h. 62 48 Abuddin Nata, Op. Cit, h. 99 49 Weinata Sairin, Op. Cit, h. 40 45

Islam diminta untuk tinggal disekitar masjid dan diserahi tugas untuk memelihara dan memakmurkannya. Dari mereka inilah disebut-sebut sebagai cikal bakal penduduk asli Kampung Kauman. Maka, sangat wajar jika Ahmad Dahlan tumbuh menjadi seorang yang ahli agama, karena sejak kecil ia hidup dalam lingkungan yang didasari agama yang sangat kuat.50

Selain itu, kehidupan ekonomi sehari-hari di lingkungan Kauman juga disibukkan dengan bakulan yang pada umumnya berdagang kain batik. Oleh sebab itu, jalinan hubungan dagang antarsaudagar kain batik dari berbagai kota sudah lama terbentuk di kalangan mereka. Sejalan dengan itu, di bidang keagamaan yang mereka tekuni pun turut membentuk terciptanya jaraingan ulama, kiai di kota-kota Jawa dan bahkan sampai ke luar Jawa. Begitulah suasana kehidupan masyarakat kampung Kauman yang religius, giat usaha, militan dalam agama, percaya diri dan penuh keramahan yang berlandaskan akhlak mulia, menjadi lahan yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya jiwa kepribadian Muhammad Daswisy.51

Menjelang dewasa Ahmad Dahlan mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Diantaranya K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqih), K.H. Muhsin (Ilmu Nahwu), K.H.R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (Qira‟at Qur‟an), serta beberapa guru lainnya. Dalam usia relatif muda, ia telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuatnya selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.52

Setelah menyelasaikan pendidikan dasarnya di madarsah dan pesantren di Yogyakarta dan sekitarnya, ia berangkat ke Mekkah untuk pertama kali pada

50 Hery Sucipto, KH. Ahmad Dahlan , Pendidik dan Pendiri Muhammadiyah, (Jakarta : Best Media Utama, 2010), h.50 51 M. Yunan Yasin, dkk (eds), Ensiklopedia Muhammadiyah, (Jakarta : Kharisma Putra Utama Offset, 2005), h. 74 52 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), h. 101 46

1890,selama setahun ia belajar disana. Salah satu gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib, seorang pembaharu dari Minangkabau, Sumatra Barat.

Selama belajar di Mekkah, tampaknya Tafsir Al-Manar yang dikarang oleh Muhammad Abduh, mendapat perhatian serius dan yang paling digemarinya. Tafsir ini memberikan cahaya terang dalam hatinya serta membuka akalnya untuk berpikir jauh ke depan tentang eksisitensi Islam di Indonesia, yang pada waktu itu masih sangat tertekan dari penjajahan Belanda. Ketika masih belajar di Mekkah itulah ia juga berkesempatan untuk dapat bertukar pikiran langsung dengan Rasyid Ridha yang dikenal sebagai seorang pembaharu Islam. Pengalamannya inilah yang mendorong ia tertantang untuk mengadakan perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin di tanah airnya Indonesia.53

Sekitar tiga tahun kemudian, 1903, untuk kedua kalinya ia berkunjung ke Mekkah. Kali ini ia menetap lebih lama, yakni selama dua tahun. Diyakini bahwa selama ia tinggal di kota suci Mekkah, ia bertemu dengan ide-ide pembaruan Islam yang dipelpori Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.54 Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah membuka wawasannya tentang universalitas Islam. Ide-ide tentang reintrepretasi Islam dengan gagasan kembali kepada al-Qur‟an dan Sunnah mendapat perhatian khusus Ahmad Dahlan ketika itu.55

Sepulang dari Mekkah, pada tahun 1889 M, saat itu ia berusia 24 tahun, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri anak Kiai penghulu Haji Fadhil, yang dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang pahlawan Nasional dan Pendiri . Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu : Siti Johannah (lahir 1890), Siraj Dahlan (lahir 1898), Siti Busyro (lahir 1903), Irfan Dahlan dan Siti Aisyah (lahir kembar, tahun 1905) dan Siti Zuharoh (lahir tahun 1908). Disamping itu Ahmad Dahlan pernah

53 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1996), h. 115 54 Abuddin Nata, Loc. Cit, h. 99 55 Samsul Nizar, Loc. Cit, h. 101 47

pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kiai Munawwir Krapyak. Ia juga mempunyai putra dari perkawinan dengan Ibu Nyai Aisyah (Adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengann Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.56

Sebagai seorang ulama‟, Ahmad Dahlan tidak melalaikan fungsinya selaku kepala keluarga. Untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, Ahmad Dahlan diberi modal oleh ayahnya untuk berdagang batik. Usaha batiknya ternyata mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga jangkauan pemasarannya mampu menembus daerah-daerah Jawa Barat, Jwa Timur bahkan Sumatra Utara. Bersamaan dengan perdgangan batik inilah Ahmad Dahlan menyebar luaskan gagasan-gasannya melalui perjumpaan serta dialog dengan berbagai tokoh Islam didaerah-daerah yang ia kunjungi.57 Ahmad Dahlan bukan seorang penulis. Oleh karena itu, gagasan-gagasan pemikirannya ia sampaikan secara lisan dan karya nyata. Untuk itulah ia lebih dikenal sebagai pelaku dibandingkan sebagai pemikir.58

Selain berdagang, pada hari-hari tertentu Ahmad Dahlan memberikan pengajian kepada beberapa kelompok orang, terutama pada sekelompok murid pendidikan guru pribumi di Yogyakarta. Dia juga pernah mencoba mendirikan madrasah dengan memakai bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam lingkungan kraton Yogyakarta, namun usaha ini gagal. Selanjutnya pada tanggal 1 desember 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah sekolah dasar dalam lingkungan keraton Yogyakarta. Disekolah ini pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Sekolah ini dapat dikatakan sebagai sekolah Islam swasta pertama yang memenuhi

56 Hery Sucipto, Op. Cit, h. 52 57 Weinata Sairin, Op. Cit, h. 44 58 Abuddin Nata, Loc. Cit, h. 99 48

persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah dan kemudian mendapat subsidi tersebut.59

Pada tahun 1896 sang ayah K.H. Abu Bakar yang dicintainya berpulang berpulang ke Rahmatullah.60 Sesudah ayahnya meninggal, tahun 1890, maka Ahmad Dahlan ditetapkan sebagai pengganti kedudukan ayahnya, yaitu sebagai Khatib di Masjid Agung Kauman Yogyakarta. Semasa menjabat sebagai khatib, Ahmad Dahlan berusaha menerangkan arah kiblat sholat sebenarnya. Usaha-usaha untuk menyebarkan informasi tersebut dilakukannya dengan mengundang 17 ulama untuk menyepakati persoalan kiblat sholat di surau Khatib Amin. Meskipun pada akhirnya tidak memperoleh kesepakatan, namun sudah dianggap mendapat kemajuan positif dalam menjalankan musyawarah yang sopan dan tidak menimbulkan pertikaian. Persoalan arah kiblat ini menunjukkan sikap Ahmad Dahlan dalam memahami ajaran Islam. Beliau mencoba meluruskan cara-cara beribadah menurut contoh ataupun yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Paham Ahmad Dahlan yang melaksanakan ibadah beradasarkan kesadaran yag tumbuh dari dalam pribadinya.61

Djarnawi Hadikusuma dalam bukunya Matahari-matahari Muhammadiyah melukiskan sosok Ahmad Dahlan sebagai berikut :

Orangnya kurus dan agak tinggi, raut mukanya bulat telur dan kulitnya hitam manis. Hidungnya mancung dengan bibir elok bentuknya, kumis dan janggutnya rapih. Kacamata selalu melekat di depan matanya yang tenang dan dalam. Pandangan matanya lunak dan tenang tetapi menembus hati siapa yang dipandangnya. Cahaya matanya memancarkan kasih mesra dan keikhlasan yang tiada taranya, dan sinar yang tenang menandakan kedalaman ilmunya, terutama dalam bidang tasawuf. Gerak-geriknya lamban tetapi pasti dan terarah. Seolah-seolah setiap gerak telah dipikirkan masak-masak. Dari gelembung dibawah kedua matanya dapat ditandai bahwa dia kurang tidur malam, asyik membaca atau berpikir serta bedzikir kepada Allah. Dalam hal berpakaian sangat sederhana namun bersih. Bersarung palikat yang dililitkan tinggi dari atas mata kaki, mengenakan baju jas tutup bewarna putih, kepalanya berlilitkan sorban yang pantas letaknya. Kesemuanya itu menggambarkan

59 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001), h.204 60 Hery Sucipto, Loc. Cit, h. 52 61 Hery Sucipto, Op. Cit, h. 53 49

pribadinya sebagai manusia takwa kepada Allah, serba teliti dan hati-hati dalam setiap perkataan dan perbuatan.62 Ketika berusia 40 tahun, yakni pada tahun 1909 Ahmad Dahlan telah membuat terobosan dan strategi dakwah, ia memasuki perkumpulan Budi Utomo. Melalui perkumpulan ini, Ahmad Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggota-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja disekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah, Ahmad Dahlan berharap dapat mengajarkan pelajaran agama disekolah-sekolah pemerintah. Rupanya, pelajaran dan cara mengajar agama yang diberikan Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan Ahmad Dahlan membuka sendiri sekolah secara terpisah.63

Ahmad Dahlan melihat bahwa organisasi Jamiatul Khair yang didirikan di Jakarta 17 Juli 1905, memiliki hubungan dengan Timur Tengah, maka ia yang haus akan informasi serta perintisan hubungan dengan Timur Tengah, memasuki organisasi itu. Ahmad Dahlan berhasil berkenalan dengan Syeikh Ahmad Surkati, yang didatangkan oleh Jamiatul Khair dari Mesir tahun 1911. Keduanya saling berjanji untuk mendirikan organisasi kader dalam upaya mendukung cita-cita kemajuan Islam. Ahmad Dahlan juga memasuki organisasi Sarekat Islam, ketika organisasi itu didirikan tahun 1911 di Sala dan pernah menjadi anggota Panitia Tentara Pembela Kanjeng Nabi Muhammad, sebuah organisasi yang di dirikan di Sala untuk menghadapi golongan yang menghina Nabi Muhammad SAW.64

Ide pembaharuannya yang berhembus dari Timur Tengah sangat menggelitik hatinya, terutama bila melihat kondisi dinamika umat Islam Indonesia yang cukup stagnan. Untuk itu, atas saran beberapa murid Boedi Oetomo, maka dia merasa perlu untuk merealisasikan ide pembaharuannya melalui sebuah organisasi keagamaan yang permanen. Untuk itu ia mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Tujuan organisasi ini adalah

62 Djarnawi Hadikusuma, Matahari-matahari Muhammadiyah, (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2010), h. 3-4 63 Abuddin Nata, Op. Cit, h. 100 64 Weinata Sairin, Op. Cit, h. 45 50

“menyebarkan pengajaran Rasulullah kepada penduduk bumiputera dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya”. Untuk mencapai maksud ini, Muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan (tingkat dasar sampai pergutuan tinggi), mengadakan rapat-rapat dan tabligh, mendirikan badan wakaf dan masjid, serta menerbitkan buku-buku, brosur, surat kabar dan majalah.

Untuk menjaga tekad dan semangatnya yang tidak kunjung padam dan untuk menjaga agar tidak gentar menghadapi segala tentangan, beliau antara lain menulis hadist Nabi ditembok rumahnya, yang artinya : “Niscaya orang yang berpegang teguh pada sunnahku ketika umatku telah rusak, ibarat seorang yang menggenggam bara api”, dan dibawahnya diberi komentar sebagai berikut : “Karena tidak ada orang yang mendukung dan menyetujuinya”. Begirulah kerasnya semangat dan keyakinan dalam berjuang menegakkan dan menyiarkan Islam, hingga akhirnya berhasil menanamkan jiwa dan amalan agama yang bersih dan lurus sebagaimana yang ditentukan oleh al-Qur‟an dan as-Sunnah.65

Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 di Kauman- Yogyakarta, sesudah menderita sakit beberapa waktu lamanya. Hingga akhir hayatnya, semangat serta dinamikanya dalam membangun umat sangat berapi-api, sehingga ia melupakan kesehatannya sendiri. Jasanya yang besar diberbagai bidang diakui oleh pemerintah ketika Presiden Soekarno dalam Surat Keputusan No. 675 tahun 1961, tanggal 27 Desember, menetapkan Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional.

Konteks sosial di mana Ahmad Dahlan hidup mencerminkan tiga hal, yaitu modernisme, tradisionalisme, dan Jawaisme. Menghadapi modernisme, Ahmad Dahlan menyikapinya dengan mendirikan sekolah-sekolah model Barat. Tradisionalisme disikapi Ahmad Dahlan dengan metode tabligh, yaitu mengunjungi murid-muridya untuk melakukan pengajian. Pada masa itu, guru mencari murid merupakan aib sosial-budaya, tetapi Ahmad Dahlan melakukannya sebagai perbuatan yang luar biasa. Dari tabligh semacam ini, paling tidak

65 Musthafa Kamal Pasha, dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid, (Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri, 2003), h. 59 51

memiliki implikasi sebagai perlawanan terhadap paham pemujaan tokoh (idolatry) dan perlawanan terhadap mistifikasi agama. Sedangkan menghadapi Jawaisme, disikapi Ahmad Dahlan dengan metode positive action yang mengedepankan amar ma’ruf nahi munkar. Ahmad Dahlan dengan metode ini menekankan bahwa keberuntungan hidup semata-mata merupakan kehendak Tuhan yang diperoleh manusia melalui sholat, bukan melalui jimat, pengkeramatan kuburan atau memelihara takhayul. Ketiga sikap dan respons Ahmad Dahlan terhadap konteks sosial masa itu dilakukan Ahmad Dahlan sebagai wujud dari keinginannya untuk melakukan pembaruan.66

2. Riwayat Pendidikan Ahmad Dahlan

Pada saat usianya memasuki usia sekolah, Ahmad Dahlan tidak disekolahkan di sekolah formal, melainkan diasuh dan dididik mengaji al-Qur‟an dan dasar- dasar ilmu agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. Pada usia delapan tahun ia telah lancar membaca al-Qur‟an hingga khatam. Tidak hanya itu, ia juga mempunyai keahlian membuat barang-barang kerajinan dan mainan. Seperti anak laki-laki yang lain, Dahlan kecil juga sangat senang bermain layang-layang dan gasing.

Seiring dengan perkembangan usia yang semakin bertambah, ia pun mulai belajar ilmu agama Islam tingkat lanjut, tidak hanya sekedar membaca al-Qur‟an. Kemudian ia belajar fiqih kepada KH. M. Shaleh dan nahwu kepada KH. Muhsin (keduanya masih kakak ipar Ahmad Dahlan sendiri). Ia juga berguru kepada KH. Muhammad Nur dan KH. Abdul Hamid dalam berbagai ilmu. Pengetahuan dalam ilmu falaq diperoleh dari gurunya yang lain yaitu KH. Raden Dahlan (Putra Kiai Termas).67

Doktrin yang di ajarkan oleh Ahmad Dahlan dimaksudkan sebagai pelurus atau pemurnian tauhid (agama) dari unsur-unsur tradisi keagamaan. Kalangan

66 Toto , Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 306, lihat pula di Kuntowijoyo, Jalan Baru Muhammadiyah” pengantar untuk Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni dalam Masyarakat Petani, cet.1, (Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya, 2000), h. xii-xvi. 67 Hery Sucipto, Op. Cit, h. 57 52

Muhammadiyah menyebutnya sebagai penyakit TBC (takhayul, bid‟ah dan churafat). Seperti setiap malam pada tujuh malam pertama kematian dibacakan tahlil dan malam ketujuh diselenggarakan kenduru, malam ke-49, ke-100, malam satu tahun, malam dua tahun dan malam ke-1000 di adakan selamatan.68

Hal yang demikian itulah yang juga dilakukan Wali Songo ketika mengislamkan tanah Jawa. Tugas itu bukanlah ringan, mengingat ajaran animisme, Hindu dan Budha sudah begiru mengakar. Agar Islam bisa di terima masyarakat, para Wali terpaksa menggunakan idiom-idiom budaya serta agama setempat. Misalnya saja penggunaan gamelan untuk mengumpulkan masyarakat, bedug untuk menyeru orang melaksanakan sholat, selamatan untuk memperingati orang yang meninggal dunia dan seterusnya.69 Karena masyarakat Jawa pada waktu itu berkeyakinan bahwa, slametan bayi dan kematian serta tahlilan yang lahiriah diberi nilai batin dan peran kekuatan roh dirasionalisasi sebagai kekuatan dalam bentuk “perkenan” Tuhan dan fungsi tradisional magis yang sama.70

Para Wali Songo belum sempat menegakkan hukum Islam secara ketat sebagaimana dilakukan Rasulullah saat di Madinah. Penyakit TBC ini juga diperparah oleh kedatangan kaum penjajah. Mereka sengaja memelihara penyakit masyarakat itu, tujuannya agar umat Islam ternina bobokkan tidak memberontak.71 Melihat kondisi umatnya yang seperti itu, Ahmad Dahlan sebelum menunaikan ibadah haji sangat gundah. Namun itu tidak muncul serta merta. Sebagaimana umumnya anak pada zaman itu, Ahmad Dahlan juga menimba ilmu ke banyak Kyai.

Pengetahuan agama Islam Ahmad Dahlan juga diperoleh dengan membaca sejumlah referensi dari tokoh dan pemikir pembaruan Islam dari Timur Tengah,

68 Hery Sucipto & Najmuddin Ramly, Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan Hingga Amien Raies dan Syafii Maarif, (Jakarta : Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu, 2005), h. 22 69 Ibid,h.24 70 Abdul Munir Mulkhan, Marhaenis Muhammadiyah Ajaran & Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, (Yogyakarta : Galang Pustaka, 2013), h. 188 71 Hery Sucipto & Najmuddin Ramly, Loc. Cit. h. 24 53

seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Bin Abdul Wahab, Muhammad Rasyid Ridha dan lainya.72

Berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan oleh Ahmad Dahlan, sebagian besar adalah buku yang dipengaruhi oleh ide-ide pembaharuan. Diantara buku-buku yang sering dibaca Ahmad Dahlan antara lain : “Kosalatul Tauhid” dan “Tafsir Juz Amma,” “Al-Islam wa al-Nashraniyah” (Muhammad Abduh); “Khanz al-Ulum” dan “Dairah al-Ma’arif” (Farid Wajdi), “Fi al-Bid’ah” dan “al- Tawassul wa al-Wasilah” (Ibnu Taimiyah); “Izhar al-Haq” (Rahmah al-Hindi), “Tafshil al-Nasyatain Tashil al Sa’adatain,” “Matan al-Hikmah” (Atha Allah) dan “Al-Qashaid al-Aththasiyyah” (Abd al-Aththas).73

Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam belajar, sosok Ahmad Dahlan pada waktu itu dikenal sebagai seorang ulama‟ oleh kiai-kiai lain. Hal ini disebabkan karena Ahmad Dahlan tidak pernah merasa puas dengan hanya belajar dari satu guru. Berbagai guru dari beragam disiplin ilmu sudah ia temui.

Guru-gurunya antara lain : KH. Abu Bakar (ayahnya); KH. Muhammad Shaleh (kakak iparnya); Ilmu Fiqih (KH. Muchsin); Ilmu Nahwu (KH. Abdul hamid); Ilmu Falaq (KH. Raden Dahlan); Ilmu Fiqih dan Hadis (Kiai Machfud) (guru ilmu falaq, fiqih dan hadis keduanya dari Pesantren Termas); Ilmu Hadis (Syaikh Khayyat); Qiroatul Qur‟an (Syekh Amin dab Sayyid Bakri Satock), Ilmu Pengobatan dan Racun (Syekh Hasan); Ilmu Hadis (Sayyid Baabussijil); Ilmu Hadis (Mufti Syafi‟i); Qiroatul Qur‟an dan Ilmu Falaq (Kiai Asy‟ari Baceyan dan Syekh Misri Mekkah).74

3. Karya-karya Ahmad Dahlan

Berbeda dengan Hasan al-Banna yang meninggalkan banyak karya tulis berupa buku-buku. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh pendidikan yang tidak meninggalkan karya berupa tulisan. Ahmad Dahlan bukanlah seorang penulis

72 Ibid, h. 5 73 Ibid, h. 59 74 Ibid, h.60-61 54

sebagaimana pemikir lainnya. Gagasan-gagasan pemikirannya ia sampaikan secara lisan dan karya nyata. Untuk itu ia lebih dikenal sebagai pelaku dibanding pemikir.75 Atau kita kenal dengan sebutan “Man of Action”. Amal usahanya yang begitu banyak diantaranya dalam bidang pendidikan, kesehatan, dakwah dan panti sosial. Ini sesuai yang dikatakan oleh Alfian dalam disertasinya, Ahmad Dahlan adalah sosok man of action, dia made history for his works than his words. Karena Ahmad Dahlan tidak pernah menorehkan gagasan pembaharuannya dalam warisan tertulis, tetapi lebih pada karya dan aksi sosial nyata. Sehinga Ahmad Dahlan lebih dikenal sebagai sosok pembaharu yang pragmatis.76

4. Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan

Muhammadiyah merupakan organisasi yang didirikan oleh Ahmad Dahlan adalah salah satu organisasi Islam yang menekankan perbaikan hidup beragama dengan menggiatkan amal-amal pendidikan dan sosial. Dengan adanya kegiatan di bidang tersebut, diharapkan akan lahir intelektual ulama (seorang yang pandai dalam ilmu umum dan mengerti soal-soal keagamaan).77

Ada satu hal yang menarik dari Ahmad Dahlan, sungguhpun titik berangkat keprihatinanya adalah penjajahan bangsa barat atas umat Islam, namun Ahmad Dahlan tidak menutup diri untuk mengadopsi sistem pendidikan Barat. Ini menunjukkan bahwa beliau memiliki sikap arif dan jernih dalam melihat dan memilah persoalan. Barat harus dimusushi sebagai penjajah, namun harus dikawani sebagai peradaban.78 Dibawah ini akan dijelaskan secara mendalam tentang pemikiran pendidikan Islam Ahmad Dahlan yang mencaku asas/pondasi, tujuan, materi, pendidik & peserta didik serta evaluasi dalam pendidikan Islam. a. Asas / Pondasi Pendidikan Islam Menurut Ahmad Dahlan, pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh yaitu al-Qur‟an dan sunnah. Landasan ini merupakan

75 Abuddin Nata, Loc. Cit, h. 99 76 Pradana Boy ZTF dkk (Eds), Era Baru Gerakan Muhamamdiyah, (Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2008), h. 15 77 Syarifuddin Jurdi, dkk (eds), 1Abad Muhammadiyah, (Jakarta : Kompas, 2010), h. 100 78 Tarmizi Taher, Muhammadiyah sebagai Tenda Bangsa, (Jakarta : Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu, 2005), h.78 55

kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal konsep pendidikan Islam, baik secara vertikal maupun horizontal.79 Dalam proses kejadiannya, manusia diberikan Allah ruh dan akal. Untuk itu, media yang dapat mengembangkan potensi ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada khaliqnya. Disini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaannya.80 b. Tujuan Pendidikan Islam Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang sama dengan Ahmad Khan (tokoh pembaru Islam di India) mengenai pentingnya pembentukan kepribadian.81 Menurut Ahmad Dahlan pembentukan kepribadian merupakan target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Ia berpendapat bahwa tak seorangpun dapat mencapai kebesaran di dunia ini dan di akhirat kecuali mereka yang memiliki kepribadian yang baik. Seseorang yang berkepribadian yang baik adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran al-Qur‟an dan hadis, maka dalam proses pembentukan kepribadian siswa harus dipekerkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi.82 Sebagai seorang Kyai atau ulama yang merupakan tokoh utama yang melahirkan gagasan pembaharuan Islam, yang pada waktu itu ditengah-tengah masyarakat dimana mayoritas taqlid buta, jauh dari kemurnian Islam, terbelakang jauh dari apa yang dinamakan ilmu pengetahuan, oleh salah seorang muridnya ditanya : bagaimana yang di gagaskan tetang jenis pendidikan yang dapat menjadi amal usaha atau media mencapai tujuan muhammadiya? Dijawab dengan kalimat yang sederhana dalam bahasa Jawa : “Dadyo Kyai sing kemajuan, aja kesel anggonmi nyambut gawe kanggo Muhammadiyah”. Yang artinya adalah : Jadilah

79 Hery Sucipto, Op. Cit, h. 119 80 Ibid, h. 120 81 Abuddin Nata. Op. Cit, h. 101 82 Ibid, h. 102 56

seorang ulama yang dapat mengikuti perkembangan zaman, melengkapi dengan ilmu umum, disamping ilmu agama yang dimiliki.83 Menurut , “Tujuan umum pendidikn Muhammadiyah menurut Ahmad Dahlan adalah mencakup : a) Baik budi, alim dalam agama, b) Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum) dan c) Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya”.84 Menurut Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Disitu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang shalih, muttaqien dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali yang mengarah kepada pendangkalan terhadap agama.85

Melihat ketimpangan tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh, menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual serta dunia dan akhirat. Bagi Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spiritual, dan dunia- akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah. Walaupun Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan (Islam) namun perumusan mengenai Dasar dan Tujuan Perguruan Muhammadiyah mulai di susun pertama kali pada tahun 1936. Inti rumusan tersebut adalah “Menggiring anak Indonesia menjadi orang Islam yang

83 Darwis Abdullah, Muhammadiyah : dulu, seakarang dan masa depan, (Jakarta : Midada Rahma Press, 2008), h. 33 84 Hery Sucipto, Op. Cit, h. 123, lihat pula di Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 308, lihat pula di Muhammad Yunan Yusuf, dkk, Cita dan Citra Muhammadiyah, (Jakarta : Penerbit Pusaka Panjimas, 1985), h. 87 85 Ridjaluddin F.N, Muhammadiyah dalam Tinjauan Filsafat, (Jakarta : Pusat Kajian Islam Universitas Muhammadiyah Prof. DR. , 2011), h. 172 57

bersemangat, khusyuk, cerdas, sehat, cakap dan terampil serta berguna bagi masyarakat”.86 Dengan demikian, sebagai seorang pemikir pendidikan Ahmad Dahlan menekankan pentingnya pengelolaan pendidikan Islam yang dilakukan secara modern dan profesional. Sehingga diharapkan lembaga pendidikan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya. Untuk itu, pendidikan Islam perlu membuka diri, inovasi dan progresif. c. Materi Pendidikan Islam

Sesuai dengan asas dan tujuab pendidikan Islam, maka materi dalam pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan adalah pengajaran al-Qur‟an dan al- Hadis, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi dan menggambar. Materi al- Qur‟an dan Hadis meliputi : ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran al-Qur‟an dan Hadis menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubabahan, nafsu dan kehendak, demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia didalamnya dan akhlak (budi pekerti).

Oleh karena itu, muatan kurikulum dalam sekolah Muhammadiyah lebih memberikam muatan yang besar kepada ilmu-ilmu umum, sedangkan dalam aspek keagamaan minimal alumni sekolah Muhammadiyah dapat melaksanakan ibadah sholat lima waktu, shola-sholat sunah, membaca kitab suci al-Qur‟an dan menulis huruf Arab (al-Qur‟an) mengetahui prinsip-prinsip akidah dan dapat membedakan bid‟ah, khurafat, syirik dan muslim yang muttabi’ (pengikut) dalam pelaksanaan ibadah.87

Mengingat fungsi pendidikan Islam yakni mencetak kader-kader penerus cita- cita Islam dan sikap mengemban amanat Allah sebagai “Khalifah Allah” di muka bumi, yang tugas utamanya adalah menguapayakan terciptanya perdamaian

86 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial, (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), h. 113 87 Hery Sucipto, Op. Cit, h. 120 58

sesama umat manusia, serta mengupayakan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran hidup umat manusia. Maka ada satu kekurangan yang dirasa oleh Ahmad Dahlan yang harus segera disempurnakan, kalau pada awalnya sistem pondok pesantren hanya membekali kepada para santri ilmu-ilmu pengetahuan agama semata-mata, maka untuk penyempurnaannya mereka harus diberikan juga ilmu-ilmu pengetahuan umum sehingga dengan demikian akan lahirlah dari lembaga pendidikan ini manusia yang taqwa kepada Allah, cerdas lagi terampil , yang dalam terminologi al-Qur‟an disebut sebagai Ulul Albab.88

Ahmad Dahlan telah menciptakan lembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib. Ilmu bahasa dan ilmu pasti disampaikan dalam Muhammadiyah sebagai mata pelajaran yang mengimbangi mata pelajaran agama (akidah, al-Qur‟an, tarikh dan akhlak). Dengan ini, sistem Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, namun dalam bentuk yang berbeda dengan sistem tradisional. Dari sini dapat dikatakan bahwa Ahmad Dahlan telah berhasil melakukan modernisasi sekolah keagamaan tradisional.89 d. Metode Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat untuk mengantarkan proses pendidikan menuju tujuan yang telah dicitakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya sebuah kurikulum pendidikan Islam, tidak akan berarti apa-apa jika tidak memiliki metode atau cara yang tepat untuk mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar, yang pada gilirannya berakibat pada terbuangnya waktu dan tenaga secara percuma. Oleh karena itu, metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efisisen.90

88 Musthafa Kamil Pasha & Ahmad Adabi Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta : Penerbit Citra Karsa Mandiri, 2005), h.103 89 Toto Suharto, Op. Cit, h. 310 90 Ibid, h.133 59

Dalam mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca al-Qur‟an. Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian para siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa bahwa waktu pengajaran agama Islam pada hari sabtu sore itu belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa orang siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering datang kerumah Ahmad Dahlan di Kauman pada hari ahad untuk bertanya maupun melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama Islam.91

Didalam menyampaikan pelajaran agama Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.92 Dibawah ini akan penulis sajikan sebuah tabel yang menunjukkan empat pokok model pembaharuan pendidikan di pondok muhammadiyah, antara lain :93

Tabel 4.1 Perbedaan antara Sistem Pendidikan Lama & Muhammadiyah Sistem Pendidikan Lama Pondok Muhammadiyah Sistem belajar mengajar Sistem klasikal dengan cara-cara Wetonan-Sorogan. Barat. Bahan pelajaran semata-mata Bahan pelajaran tetap, ditambah agama, kitab-kitab karangan ilmu pengetahuan umum, kitab-kitab ulama, pembaharuan tidak agama dipergunakan secara luas, dipergunakan. baik klasik maupun kontemporer. Belum ada rencana pembelajaran Sudah diatur dengan rencana yang teratur dan integral pembelajaran. Hubungan guru dan bersifat Diusahakan suasana hubungan guru murid bersifat otoriter dan kurang dan murid lebih akrab, bebas dan demokratis. demokratis.

91 Hery Sucipto, Op. Cit,, h. 124 92 Ridjaluddin, Loc. Cit, h. 172 93 Ibid, h.177 60

Pembaharuan sistem pendidikan Islam yang dilakukan Ahmad Dahlan terlihat dari “pengembangan bentuk pendidikan dari model pondok pesantren dengan menggunakan metode sorogan, bandongan dan wetonan menjadi bentuk madrasah atau sekolah dengan menerapkan metode belajar secara klasikal”.94 Dengan sistem pendidikan seperti itu Muhammadiyah telah mengenal rencana pelajaran yang teratur dan integral, sehingga hasil belajar lebih dapat di evaluasi. Hubungan guru dan murid didalam lembaga pendidikan Muhammadiyah kiranya lebih akrab, bebas dan demokratis, yang berbeda dengan lembaga pendidikan tradisional yang mengesankan guru bersifat otoriter dengan keilmuannya. Pendirian lembaga Muhammadiyah dengan model pendidikan seperti itu merupakan kepedulian utama Ahmad Dahlan mengimbangi dan menandingi sekolah pemerintah Belanda. Dia merasa terkesan dengan kerja para misionaris Kristen yang mendirikan sekolah dengan fasilitas yang lengkap.95 e. Pendidik dan Peserta Didik

Pendidik dan peserta didik adalah dua hal yang tidak mungkin dipisahkan apabila kita berbicara mengenai pendidikan, dalam hal ini pendidikan Islam tentunya. Menurut Ahmad Dahlan etos kerja dan nalar pendidikan bisa dikaji dari doktrin pendidikan yang dikembangkannya dalam kalimat pendek “jadilah guru sekaligus murid” yang merupakan konsep dasar pembelajaran yang bersumber dari pemahaman terhadap Islam.96

Menjadi guru bagi Ahmad Dahlan berarti memiliki semangat atau etos penyebaran ilmu dan nilai kepada orang lain, sedang menjadi murid berarti memiliki semangat dan etos belajar kepada siapa saja dan kapan saja. Doktrin demikian sekaligus merupakan prinsip belajar sepanjang hayat selain prinsip “ballighuhu ‘anni walau aayat”. Namun etos belajar tersebut memerlukan sistem

94 Hery Sucipto, Loc. Cit, h.119 95 Toto Suharto, Loc. Cit, h. 309 96 Mukhaer Pakkana & Nur Achmad (Eds), Op. Cit, h. 11, lihat pula di Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1990), h. 225-235. 61

nilai epistomologis tentang ketaktuntasan ilmu dan keterbukaan belajar bahkan kepada musuh sekalipun seperti berkali-kali diwasiatkan Ahmad Dahlan.97

Guru merupakan salah satu unsur utama dalam sistem pendidikan yang menjadi penentu keberhasilan proses pendidikan, termasuk dilingkungan perguruan Muhammadiyah. Namun, agak berbeda dengan posisi guru atau kyai dalam sistem pendidikan Islam tradisional dilingkungan Nahdhatul Ulama‟ yang memiliki posisi dan peran kunci di lembaga pendidikan pesantren, posisi guru dilingkungan perguruan Muhammadiyah sama seperti halnya posisi guru di sekolah-sekolah swasta umum lainnya. Di lingkungan perguruan Muhammadiyah penentu kebijakan pendidikan adalah keputusan Majelis Pendidikan dan Pengajaran atau ketentuan organisasi lainnya. Karena itu, kedudukan dan peran guru di sekolah Muhammadiyah lebih sebagai pelaksana kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh Majelis Pendidikan dan Pengajaran. Hubungan guru-murid di perguruan Muhammadiyah berdasarkan norma bahwa murid harus berlaku hormat pada guru sebagai wujud dari budi akhlak Islam.98

Implementasi doktrin pendidikan dan belajar “jadi guru dan murid” dalam praktik pendidikan lebih mudah dipahami dari gagasan dasar Paulo Preire yang lahir bersamaan dengan gerakan Muhammadiyah resmi berdiri pada tahun 1912. Doktrin ini mewarnai hampir seluruh kegiatan Muhammadiyah pada awal kelahirannya, terutama ketika gerakan ini berada dalam kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan hingga beliau wafat.99

Beberapa persyaratan kompetensi guru dalam Muhammadiyah mengacu pada kriteria seorang pendidik, seperti:

1) Menguasai materi, 2) Program pengajaran 3) Pengelolaan kelas

97 Ibid, h. 12 98 Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pascakemerdekaan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 100-101 99 Ibid, h.13 62

4) Menguasai landasan kependidikan 5) Strategi pembelajaran 6) Evaluasi pembelajaran, dan 7) Menguasai administrasi sekolah.100 f. Evaluasi Pendidikan Islam Mengenai evaluasi pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan penulis sendiri belum menemukannya secara rinci dari beberapa literatur yang telah penulis baca yang berkiatan dengan Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dan pemikiran pendidikannya. Disana hanya dijelaskan bahwa pembaharuan sistem pendidikan Islam yang dilakukan Ahmad Dahlan terlihat dari “pengembangan bentuk pendidikan dari model pondok pesantren dengan menggunakan metode sorogan, bandongan dan wetonan menjadi bentuk madrasah atau sekolah dengan menerapkan metode belajar secara klasikal”. Dengan sistem pendidikan seperti itu Muhammadiyah telah mengenal rencana pelajaran yang teratur dan integral, sehingga hasil belajar lebih dapat di evaluasi.101 Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa evaluasi yang di maksud Ahmad Dahlan adalah evaluasi dalam pembelajaran yang relevan dan sesuai rencana pembelajaran yang integral, mengenai bentuk evaluasinya secara pasti penulis belum menemukan. Yang pasti evaluasi itu harus dapat mengukur hasil belajar yang sudah dilakukan oleh siswa.

C. Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Pendidikan Islam

Seperti yang dideskripsikan sebelumnya bahwa Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan adalah dua tokoh pemikir pendidikan Islam yang berlainan negara, berbeda kultur dan latar belakang pendidikan. Hasan al-Banna dibesarkan dikalangan orang-orang yang bergelut dengan ajaran sufi dan menikmati

100 Nurhayati Djamas, Loc. Cit, h. 101 101 Lihat pada penjelasan Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan point Materi Pendidikan Islam 63

pendidikan formal sampai perguruan tinggi yang berbasiskan keagamaan (ajaran Islam). Sedangkan Ahmad Dahlan adalah seorang pemikir pendidikan Islam yang lahir dikalangan keluarga yang memiliki basis agama yang kuat dan beliau juga tinggal di lingkungan yang memiliki nilai religiusitas yang kental dan kuat, namun Ahmad Dahlan tidak menikmati pendidikan secara formal, karena beliau hidup pada masa penjajahan Belanda, karena pada waktu itu anak-anak yang masuk sekolah pemerintahan Belanda akan di sebut sebagai “Kapir Landa” dan sebagai gantinya Ahmad Dahlan diajar langsung oleh ayah kandungnya. Setelah itu ia belajar ke Mekkah dan berinteraksi langsung dengan beberapa pemikir Islam yang berpengaruh pada waktu itu. Salah satu pemikir yang sangat mempengaruhi alur pemikirannya adalah Muhammad Abduh melalui tafsirnya al-Manar yang pada waktu itu menjadi kitab yang paling digenmari dn didalami oleh Ahmad Dahlan selama belajar di Mekkah.

Pada bagian ini akan dibahas mengenai bagaiamana ekuivalensi konsep pendidikan Islam antara Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan, dengan itu nanti akan terlihat segi-segi kesamaan dan perbedaan pandangan kedua tokoh yang berbeda latar belakang kehidupan dan pendidikan yang dilalui, akan tetapi sama- sama meniti dan menapaki jalan dakwah untuk membina umat di eranya masing- masing.

Ekuivalensi pemikiran pendidikan Islam antara Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut :

1. Al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai asas/pondasi pendidikan Islam

Salah satu kesamaan antara Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan terletak dalam pandangan yang sama terhadap keuniversalan kandungan al-Qur‟an sebagai sumber utama ajaran Islam dan pendidikan Islam. Keduanya melihat bahwa al- Qur‟an sebagai sebuah pedoman hidup yang lengkap dan merupakan marja’iyah dalam segala aspek kehidupan umat manusia. Namun yang membedakan pemikiran kedua tokoh ini dalam hal asas pendidikan Islam, Hasan al-Banna memasukkan amaliyat sahabat sebagai salah satu asas dalam pendidikan Islam 64

setelah al-Qur‟an dan Hadist, karena menurut beliau kehidupan para sahabat nabi itu penuh dengan nilai-nilai pendidikan yang menggambarkan kepatuhan kepada Rasul yang berada di tengah-tengah mereka saat itu.102 Sedangkan menurut Ahmad Dahlan yang menjadi asas dalam pendidikan Islam hanyalah al-Qur‟an dan hadist Nabi.

2. Tauhid sebagai materi utama pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya menjadikan tauhid sebagai materi utama dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini mengingat tujuan akhir pendidikan Islam itu adalah mempersiapkan manusia menjadi khalifah fi al-ardh dan sekaligus sebagai pengabdi serta menjadi hamba Allah yang sebenarnya. Melalui ajaran tauhid berarti secara langsung anak didik dari berbagai belenggu yang mengikat selain ketentuan Allah Sang Pencipta. Dengan demikian menurut Hasan al-Banna ajaran tauhid haruslah lebih dahulu tertanam diri anak didik dan materi ini haruslah mendapat porsi lebih dari materi-materi pendidikan lainnya. Dengan begitu anak didik akan tumbuh kembang dengan keyakinan yang kokoh dan kuat yang akan menjadi penggerak baginya untuk berbuat kebaikan.103 Sedangkan Ahmad Dahlan juga berpendapat bahwa Islam adalah agama yang fitrah, dimana ajaran-ajarannya juga selaras dengan fitrah manusia itu sendiri. Menurutnya tauhid adalah materi yang paling utama dan pertama yang harus diajarkan oleh peserta didik. Agar kelak peserta didik tumbuh menajdi insan yang memiliki kekuatan iman dan ideologi yang kuat. Ini sesuai dengan misi Ahmad Dahlan bahwa seyogyinya kita harus menghindari segala taqlid buta yang ajarannya tidak ada dalam al-Qur‟an dan hadist dan harus kembali pada ajaran tauhid yang masih murni yang sesuai dengan al-Qur‟an dan hadist. 3. Perlunya pendidikan keterampilan

Perlunya anak didik dibekali dengan pendidikan keterampilan adalah merupakan salahs atu kesamaan pandangan antara Hasan al-Banna dan Ahmad

102 Saidan, Op. Cit, h. 179 103 Ibid, h. 251 65

Dahlan. Dalam pandangan Hasan al-Banna, setiap materi pendidikan Islam itu punya tujuan tersendiri, seperti materi tarbiyah jasmaniyah bertujuan agar setiap anak didik berbadan sehat dan selalu berupaya memelihara kesehatan fisik dan mental dan dengan begitu mereka dapat beraktifitas secara lincah dan baik dan juga setiap anak didik punya daya tahan yang bersifat prima. Untuk itulah Hasan al-Banna memberikan latihan-latihan terhadap para jemaahnya untuk menguatkan badan seperti berlari, berenang, memanah dan lain sebagainya.

Begitu halnya dengan pandangan Ahmad Dahlan tokoh pendiri Muhammadiyah ini. Sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yang di gagas oleh beliau bahwa pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.104 Dan tujuan pendidikan Islam itu tidak akan tercapai bila peserta didik tidak dibekali dengan pendidikan keterampilan. Mereka nantinya tidak akan mampu terjun ke masyarakat apabila tidak dibekali berbagai keterampilan yang mereka butuhkan dalam bermasyarakat nanti. Karena menurut Ahmad Dahlan harus imbang antara ilmu agama dan ilmu umum sehingga dengan begitu akan seimbang pula antara hablum minallah dan hablum minnas nya.

4. Guru haruslah menjadi panutan dan memiliki kompetensi Menurut Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan perlunya seseorang yang berprofesi sebagai guru menjadi panutan, menjadi qudwah dalam segala aspek kehidupannya, dan juga harus memiliki kompetensi akademis, berupa kemampuan spesialis dalam bidang tugasnya dan juga bersifat generalis dalam bidang-bidang lainnya. Menjadi guru bagi Ahmad Dahlan berarti memiliki semangat atau etos penyebaran ilmu dan nilai kepada orang lain. Selain seorang guru dibekali dengan ilmu penegtahuan yang luas dan semangat penyebaran ilmu yang tinggi dia juga diharuskan untuk memiliki akhlak yang mulia. Karena sejatinya pendidik menurut Islam bukanlah sekedar pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan yang

104 Ridjaluddin F.N, Loc. Cit, h. 172 66

memiliki karaktersitik baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu, pendidik muslim haruslah aktif dari dua arah. Secara eksternal dengan jalan mengarahkan / membimbing peserta didik dan secara internal dengan jalan merealisasikan karakteristik akhlak mulia.105 Untuk lebih jelasnya perbandingan pemikiran pendidikan Islam antara Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan dalam berbagai aspek pendidikan Islam, berikut ini penulis sajikan dalam bentuk tabel untuk mempermudah dalam memahami perbandingan kedua tokoh tersebut : Tabel 4.2 Konsep Pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan Konsep No Pendidikan Hasan al-Banna Ahmad Dahlan Islam 1 Asas / - Qur‟an - Qur‟an Pondasi - Sunnah Rasul SAW - Sunnah Rasul SAW Pendidikan - Amaliyat Sahabat 2 Tujuan - Individu muslim Mampu membentuk manusia Pendidikan - Rumah tangga muslim yang berbudi pekerti luhur, - Warga negara muslim alim dalam agama serta luas - Pemerintahan muslim pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan. 3 Materi - Aspek Akidah - Pengetahuan agama Pendidikan - Aspek ibadah meliputi al-Qur‟an dan al- - Aspek akhlak Hadis. - Aspek jasmani - Pengetahuan umum - Aspek jihad meliputi ilmu sejarah, ilmu hitung, menggambar, bahasa Melayu, bahasa Belandaa dan bahasa Inggris. - Kurikulumnya secara umum berisi : Pendidikan moral, Pendidikan individu,

105 Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2011) h. 112 67

dan Pendidikan kemasyarakatan. 4 Metode - Keteladanan - Sistem klasikal dengan Pendidikan - Cerita cara-cara Barat. - Praktik - Metode pengajaran yang - Mendidik dengan hati disesuaikan dengan kemampuan siswa. - Tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. 5 Hubungan Menjalin hubungan yang - Murid harus berlaku hormat Pendidik harmonis, mendo‟akan pada guru sebagai wujud dengan kesuksesan peserta didik, dari budi akhlak Islam. menganggap peserta didik Peserta - Seseorang itu bisa sebagai anak kandung. Didik dikatakan guru apaabila dia memiliki semangat atau etos yang baik untuk menyebarkan ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada orang lain. - Murid adalah orang yang memiliki semangat dan etos belajar kepada siapa saja dan kapan saja. - Tidak ada batasan usia, waktu dan tempat untuk belajar. - Belajar adalah proses yang harus selalu berlangsung sepnjang kehidupan manusia didunia ini. - Diusahakan suasana hubungan guru dan murid lebih akrab, bebas dan demokratis 6 Evaluasi - Al-Muhasabah Belum menemukan Pendidikan - Evaluasi proses dilakukan pemikiran Ahmad Dahlan pendidik / guru yang membahas mengenai - Evaluasi hasil boleh evaluasi dalam pendidikan dilakukan orang lain - Materi ujian relevan Islam, yang pasti evaluasi 68

dengan yang diajarkan. harus mampu mengukur hasil belajar siswa dan sesuai dengan rencana pembelajaran yang integral. Mengenai bagaimana bentuk evaluasinya tidak dijelaskan.

D. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan

Setelah penulis memaparkan mengenai bagaimana pemikiran pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan, bagaimana persamaan pemikiran dinatara kedua tokoh tersebut beserta dengan perbedaannya. Pada sub bab ini penulis akan memaparkan bagaimana kontribusi kedua tokoh pemikir dalam pendidikan Islam.

1. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Hasan al-Banna

Pokok pikiran Hasan al-Banna tentang pendidikan Islam seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya, secara garis besar mencakup tentang ideologi ataupun dasar pendidikan yaitu bertumpu pada ajaran tauhid yang melahirkan pandangan terhadap pendidikan secara holistik non dikotomik, tujuan pendidikan, materi pendidikan yang bersifat komprehensif, metode yang harus disesuaikan dengan materi dan tujuan yang akan dicapai serta bagaimana hubungan guru denan murid dalam pendidikan Islam. Bila kita kaji secara lebih mendalam pemikiran beliau ini cukup relevan dengan Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Bahkan boleh dikatakan pemikirannya telah mendahului lahirnya UU Sisdiknas itu.106

Merujuk pada ide-ide pendidikan Islam yang dicetuskan oleh Hasan al-Banna yang paling mendasar ialah tentang pondasi ataupun asas pendidikan Islam yaitu berlandaskan ajaran tauhid sebagai ideologi dan pada gilirannya bertujuan membentuk manusia yang mengesakan Allah secara benar. Hal ini selaras dengan

106 Saidan, Op. Cit, h. 259 69

Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti yang termaktub pada bab I yang berbunyi : a. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan susana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. b. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. c. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. d. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. e. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitatator, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.107

Pembaharuan sistem pendidikan nasional itu adalah dalam rangka menyahuti tuntutan UUD tahun 1945 terutama yang menyangkut upaya perluasan dan perataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak bangsa yang selama ini dirasakan belum menyeluruh terhadap semua lapisan umat. Visi dan misi pendidikan nasional seperti ini sebenarnya telah sejak dulu ditawarkan oleh tokoh ini.

Selanjutnya, dalam hal pendidikan bagi wnaita, Hasan al-Banna berpendapat bahwa pendidikan bagi wanita itu adalah sangat penting sekali sebab wanita

107 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 70

adalah pendidik utama bagi anak-anaknya didalam pendidikan informal yaitu didalam rumah tangga. Oleh karena itu menurut Hasan al-Banna, wanita harus mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan sebagaimana halnya laki-laki.

Pemikiran pendidikan Hasan al-Banna seperti yang dicantumkan diatas relevan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 terutama yang menyangkut hak dan kewajiban warga negara. Pasal 6 ayat 1 menjeaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Pasal tersebut berbunyi : “Setiap warga negara yang berusis tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (wajar 9 tahun)”.108

Disamping itu, pemikiran Hasan al-Banna itu memberi kesan agar pendidikan tidak saja menjadi beban dan kewajiban pemerintah, akan tetapi menjadi tugas dan kewajiban bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pendidikan harus ada yang dikelola langsung oleh masyarakat dan itu lebih punya otoritas untuk membangun diri sendiri dan menentukan kebijakan sendiri.109 Selain itu pemikirannya juga cukup relevan dengan Sisdiknas No. 20 tahun 2003 terutama dalam hal keterlibatan masyarakat memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan yaitu pasal 9 yang berbunyi : “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.110

2. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan

Berdasarkan asas dan cita-citanya, Muhammadiyah bergerak dalam bidang pendidikan dengan beritikad beribadah kepada Allah, dan bukan karena dorongan yang lain. Dalam melaksanakan pendidikan itu, Muhammadiyah berusaha memajukan dan memperbarui pendidikan, pengajaran dan kebudayaan serta

108 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 109 Saidan, Loc. Cit, h. 262 110 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

71

memperluas ilmu pengetahuan melalui tuntutan Islam. Muhammadiyah menyusun sistem pendidikan dengan mengintegrasikan pendidikan agama Islam dengan pendidikan umum, pada tiap jenis dan tingkat sekolah. Alhamdulillah, dewasa ini sistem Muhammadiyah telah dipakai pula oleh pemerintah, yaitu ditetapkan disemua jenis dan tingkat sekolah. Didalam memberikan pendidikan dan pelajaran agama Islam, ditanamakan keyakinan paham tentang Islam sebagaimana diyakini oleh Muhammadiyah. Selanjutnya, penerapan sistem pendidikan Muhammadiyah selama ini membawa hasil yang tidak ternilai harganya bagi kemajuan bangsa Indonesia. Misalnya, perpisahan tajam antara golongan santri (putihan) dengan golongan nonsantri (abangan) yang sengaja dibuat oleh para cendikiawan- cendikiawan dari kalangan penjajahan menjadi semakin tipis, bahkan telah hilang. Dalam hal ini Muhammadiyah berdiri pada pemikiran : “mengkiaikan kaum intelektual, dan mengintelektualkan para kiai”.111

Mengenai Ahmad Dahlan, Prof. Dr. Mochtar Bukhori menilai bahwa beliau seperti halnya dengan Ki Hajar Dewantara, dr. , Mohammad Syafe‟i dan Ki Muhammad Said adalah perintis pemikiran pendidikan Indonesia. Penilaian ini adalah tepat, seperti yang dikemukakan oleh H.S. Prodjokusumo yang mengaitkannya dengan pendidikan Islam. Menurutnya Ahmad Dahlan telah merintis pendirian sekolah Muhammadiyah yang memberikan pendidikan agama Islam bersama dengan pelajaran umum.

Pada zaman Hindia Belanda openbare school dan neutrale school, pemerintah tidak mengajarkan pendidikan agama di sekolah pemerintah. Mulai pendudukan Jepang, sudah dirintis pengajaran pendidikan agama di sekolah negeri, tetapi belum mantap. Barulah sejak Indonesia merdeka di sekolah negeri di berikan pendidikan agama. Sejak orde baru pendidikan agama secara resmi di masukkan kedalam kurikulum dari tingkat pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi. Sejak tahun 1989 dikukuhkan dalam Undang-undang Pendidikan Nasional. Jadi, yang berlaku sekarang ini ialah Sistem Pendidikan Nasional yang mencakup subsistem pendidikan agama / keagamaan, baik

111 Sutrisno Kutoyo, Loc. Cit, h. 2020 72

pendidikan agama disekolah umum maupun pendidikan agama di sekolah agama. Sistem inilah yang dipelopori oleh Ahmad Dahlan 80 tahun yang lampau ketika beliau untuk pertama kali mendirikan sekolahnya, bahkan telah dipraktikkan sebelum sekolah Muhammadiyah berdiri.

Disamping itu, Ahmad Dahlan dalam memikirkan dan mengamalkan sistem pendidikannya juga berpegang pada surat Luqman ayat 12 sampai 20 yang berintikan bahwa pendidikan kepada anak hendaknya mengandung komponen- komponen : keimanan (tauhid), ibadah, akhlak, ilmu pengetahuan, dan amal (karya keterampilan). Sistem itulah yang diberikan oleh Ahmad Dahlan dalam pendidikan di Muhammadiyah. 112

Dapatlah disimpulkan, bahwa Ahmad Dahlan selain sebagai pendiri Muhammadiyah dan pembaru dalam keagamaan adalah juga perintis pendidikan Indonesia. Bagi Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah, amal usaha perintisan pendidikan merupakan kisah tersendiri yang penuh romantika.

Dewasa ini para pengamat sejarah sosial sering merasa heran dan kagum, betapa beraninya Muhammadiyah mendirikan Sekolah Menengah (MULO) pad waktu itu; kemudian juga Sekolah Menengah Tingkat Atas (AMS) dan Sekolah Guru (Kweek School). Dari mana di rekrut tenaga gurunya untuk mengajar, karena untuk menjadi guru (leeraar) MULO saja pada zaman Hindia Belanda sungguh susah, apalagi direkturnya. Ternyata banyak kaum cendekiawan Indonesia yang muda dan bersemangat berkebangsaan, seperti Ir. Soekarno di Bengkulu, Ir. Djuanda di Jakarta, dan RMG Dwijosiswoyo, sekretaris Budi Utomo turut aktif menagjar. Bahkan, banyak tamatan sekolah Guru Jetis adalah bekas murid Ahmad Dahlan, kemudian menjadi penyokong gerakan Muhammadiyah, misalnya Fachrurrozi dan Sosrosugondo. Jadi, modal utama ialah keberanian, kemauan dan rasa cinta serta tanggung jawab terhadap Muhammadiyah yang nerupakan ibadah.113

112 Ibid, h. 204 113 Ibid, h. 204 73

Sesudah Indonesi merdeka, Muhamamdiyah juga mendirikan dan mengembangkan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dalam bentuk universitas, institut, sekolah tinggi atau akademi.114 Hal ini sebagai bukti bahwa selain sebagai tokoh pemikir pendidikan Islam Ahmad Dahlan adalah tokoh yang memiliki aksi nyata yang kiprahnya telah terbukti dengan berdirinya berbagai lembaga pedidikan Islam di indonesia dengan nuansa Muhammadiyah.

Tabel Jumlah PTM sampai Oktober 1990115

No Jenis PTM Jumlah 1 Universitas 23 2 Institut IKIP 4 IAIM 6 3 Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi 1 Ilmu Ekonomi 4 Ilmu Hukum 2 Ilmu SIP 2 Ilmu Teknik 1 KIP 16 Ilmu Dakwah 2 Ilmu Tarbiyah 6 Ilmu Ushuluddin 1 4 Akademi Akuntansi 1 Analisis Kesehatan 1 Gizi 1 KUBANK 1 Perawatan 2 Pertanian 1 SMI 1 Teknologi 1 Jumlah 78 Sumber : Suara Muhammadiyah No : 04/76/1991.

114 Ibid, h. 211 115 Ibid, h. 212 74

Data perkembangan Muhammadiyah116 Amal Usaha 1912 1922 1932 1942 1952 1962 1972 1982 1990 Ket Anggota 9 988 7968 150 59 169 543 685 Mubaligh 232 3808 5399 7988 Cab / gr 1 25 463 1100 1835 2740 1130 Daerah 16 22 68 94 237 237 Wilayah 25 25 26 Sekolahan 7 1003 1700 2004 5828 14.461 TK-SMTA RS/RB 1 7 57 75 215

Keterengan : Kolom yang kosong menunjukkan belum adanya data. Sejak tahun 1965, tidak terdapat catatan data tentang ranting atau group (gr). Tahun 1962, masjid / mushola ; 2604 dan 1990 ; 4792, PTM sebanyak 73 buah. Dalam hal memajukan pendidikan, Ahmad Dahlan langsung memberi contoh yang sebenar-benarnya. Beliau sendiri yang langsung turun tangan dengan mengumpulkan dana, tanah dan bahan bangunannya. Dahulu beliau pernah mengundang para hartawan di Yogyakarta yang bersimpati terhadap usaha dan cita-citanya. Kepada mereka Ahmad Dahlan meminjam uang. Semula dikira mereka uang itu untuk kepentingannya sendiri. Tetapi rupanya uang itu digunakan untuk mendirikan rumah sekolah yang terdiri mula-mula dari tiga ruangan. Sesudah selesai, orang-orang yang meminjami uang itu diberi tahu bahwa uang itu dipergunakan untuk mendirikan madrasah. Sedangkan Ahmad Dahlan telah mendermakan tanah miliknya sendiri agar para hartawan itu tidak terburu-buru meminta kembali uangnya. Akhirnya, mereka mendermakan uang yang dipinjamkannya, bahkan ada pula yang menambahnya.117

116 Sutrisno Kutoyo, Op. Cit, h. 198 117 Ibid, h.201 75

Sekolah-sekolah di Jawa dan Madura Tahun 1932118

Tipe sekolah Jabar Jateng Jatim Madura Jumlah Volksschool 8 88 2 0 98 Standardschool 1 23 2 2 28 Schakel 0 17 5 1 23 HIS 7 32 10 1 50 MULO / Normal HIK 1 2 1 0 4 Kweekschool 1 3 0 0 4 Jumlah 18 165 20 4 207 Sekolah Agama - Diniah 2 59 12 4 77 - Wustha 1 9 1 0 11 Jumlah 3 68 13 4 88 Lain-lain - Aisyiyah / Sekolah Wanita 2 6 0 0 8 - Sekolah Yatim 0 7 0 0 7 - Bustanul Athfal 1 1 0 0 2 - Lain-lain 0 4 0 0 4 Jumlah 3 18 0 0 21

118 Syarifudin Jurdi, dkk (ed), 1 Abad Muhammadiyah Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan, (Jakarta : Kompas, 2010), h. 102

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mengenai “Studi Komparasi Pemikiran Hasan Al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam”, maka penulis menyimpulkan bahwa :

1. Pemikiran pendidikan Islam a. Hasan al-Banna

Asas/ pondasi pendidikan Islam adalah Qur’an, Sunnah Rasul SAW dan Amaliyat Sahabat. Tujuan pendidikan Islam adalah menjadikan Individu muslim, rumah tangga muslim, warga negara muslim dan pemerintahan muslim. Materi dalam pendidikan Islam harus mengandung 5 aspek yaitu aspek Akidah, aspek ibadah, aspek akhlak, aspek jasmani dan aspek jihad. Metode yang digunakan dalam pendidikan Islam adalah keteladanan, cerita, praktik dan mendidik dengan hati. Antara pendidik dan peserta didik harus terjalin hubungan yang harmonis, mendo’akan kesuksesan peserta didik, menganggap peserta didik sebagai anak kandung. Dan bentuk evaluasi dalam pendidikan Islam adalah dengan al- Muhasabah, evaluasi proses dilakukan pendidik / guru, evaluasi hasil boleh dilakukan orang lain dan materi ujian relevan dengan yang diajarkan. b. Ahmad Dahlan

Asas/ pondasi pendidikan Islam adalah Qur’an dan Sunnah Rasul SAW. Tujuan pendidikan Islam adalah Mampu membentuk manusia yang berbudi

76

77

pekerti luhur, alim dalam agama serta luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan. Materi dalam pendidikan Islam mencakup pengetahuan agama meliputi al-Qur’an dan al-Hadis, pengetahuan umum meliputi ilmu sejarah, ilmu hitung, menggambar, bahasa Melayu, bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Dan Kurikulumnya secara umum berisi : Pendidikan moral, Pendidikan individu, dan Pendidikan kemasyarakatan. Metode yang digunakan dalam pendidikan Islam disesuaikan dengan kemampuan siswa dan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Hubungan antara pendidik dengan peserta didik dalam pendidikan Islam adalah murid harus berlaku hormat pada guru sebagai wujud dari budi akhlak Islam.

2. Persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan Islam Persamaan pemikiran antara Hasan al-Banna dalam pendidikan Islam adalah, menjadikan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai asas/pondasi dalam pendidikan Islam, tauhid sebagai materi utama dalam pendidikan Islam, perlunya pendidikan keterampilan dan guru haruslah mampu menjadi panutan dan memiliki kompetensi. Sedangkan perbedaannya terletak pada Ahmad Dahlan tidak menjadikan amaliyat sahabat sebagai asas dalam pendidikan Islam, dan Hasan al-Banna bersikap lebih tertutup dengan peradaban Barat sedangkan kalau Ahmad Dahlan dia mau mengambil segala sesuatu yang baik dan patut di contoh dari Belanda, seperti sistem pendidikan klasikal. 3. Relevansi pemikiran pendidikan Islam a. Hasan al-Banna

Pemikiran pendidikan Islamnnya relevan dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa materi pendidikan harus bersifat komprehensif, metode yang digunakan guru harus disesuaikan dengan materi dan tujuan yang akan dicapai serta bagaimana hubungan guru dengan murid dalam pendidikan Islam.

78

b. Ahmad Dahlan

Buah dari hasil pemikirannya, beliau mampu menciptakan sekolah Muhammadiyah yang mengintegrasikan antara pengetahuan umum dengan pengetahuan agama serta sistem pendidikan keagamaan dari Ahmad Dahlan berkembang dan menjadi acuan utama dalam pendidikan keagamaan di sekolah- sekolah Indonesia dewasa ini.

B. Implikasi

Setelah penulis mengadakan penelitian dan kajian pustaka terhadap pemikiran pendidikan Islam Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan. Implikasinya adalah bahwa sesebenarnya dalam kitab yang menjadi pedoman umat Islam yakni al-Qur’an dan Hadist dan apabila kita mau menelaah secara lebih mendalam pemikiran pendidikan Islam dari tokoh muslim ternyata akan kita temukan konsep pendidikan yang ideal itu sudah mereka gagas sebelumnya, sesuai dengan nilai- nilai pendidikan yang ada dalam al-Qur’an dan hadist. Ini menunjukkan bahwa Islam sejatinya sudah memiliki sistem pendidikan yang sangat luar biasa dan masih relevan apabila kita terapkan dalam sistem pendidikan saat ini.

C. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada pendidik, untuk senantiasa memperbaiki sikap dan tingkah laku karena apa yang kita lakukan akan dilihat dan ditiru oleh anak didik kita, menjadi pendidik yang lebih profesional dan berkompetensi dalam bidangnya dan menguasai bidang-bidang yang lain, harus mampu menggunakan metode yang sesuai dengan gaya belajar dan materi yang akan diajarkan serta senantiasa mendalami dan mengikuti arus perkembangan ilmu pengetahuan agar pengetahuan kita selalu terupdate dan tidak tertinggal. 79

2. Kepada lembaga pendidikan, hendaknya mampu mengaplikasikan dan mendukung penerapan sistem pendidikan yang sesuai dengan al-Qur’an dan hadist, mampu menyediakan berbagai media yang dapat mendukung jalannya proses pembelajaran dan tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang proses belajar siswa tercapainya tujuan pembelajaran disekolah. 3. Kepada masyarakat, pendidikan seyogyayanya bukan hanya urusan sekolah namun masyarakat juga memiliki andil yang cukup besar dalam proses pembelajaran. 4. Kepada pemerintah, untuk senantiasa mampu menyesuaikan sistem pendidikan serta kurikulum yang dipakai dengan apa yang ada dalam al-Qur’an dan hadist sehingga tujuan pedidikan Islam dapat tercapai secara menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Bandung : CV Penerbit Diponegoro. 2009).

Abdul Aziz, Jum’ah Amin. Pemikiran Hasan al-Banna dalam Akidah & Hadits. Jakarta : Pustaka al-Kautsar. 2005.

Abdullah, Darwis. Muhammadiyah : dulu, seakarang dan masa depan. Jakarta : Midada Rahma Press. 2008.

Al-Banna, Hasan. Muzakkirat al-Da’wah al-Da’iyah. Beirut : Al-Maktabah al- Islamiyah. 1974.

------,Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Terj. Anis Matta dkk. Surakarta : Intermedia. 2012. cet.12. Jilid 2. soft cover.

Al-Banna, Muhammad. Skripsi. Pemikiran Hasan al-Banna dalam Pendidikan Islam. Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.

Al-Nahlawiy, ‘Abdul al-Rahman. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. terj. Bandung : Diponegoro. 1987.

Al-Halim Hamid, Muhammad Abd. Ma’an ‘Ala Thariq al-Da’wah Syaikh Hasan al-Banna. Kairo : Dar al-Tauzi’wa al-Nasyr al-Islamiyyah. 1988.

Al-Husaini, Ishak Mussa. Al-Ikhwan al-Muslimun. terjemahan, Syu’bah Asa. Jakarta : Grafiti Press. 1983

Al-Qardhawi, Yusuf. 70 Tahun al-Ikhwan al-Muslimun; Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah dan Jihad. terj. Mustolah Maufur & Abdurrahman Husain, . Jakarta : Pustaka al-Kautsar. 1999.

Al-Rasyidin & Nizar, Samsul. Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Press. 2005.

Ali, Mohamad. Reinvensi Pendidikan Muhamadiyah, Jakarta : al-Washat Publishing House. 2010.

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Pers. 2002.

Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. 2010.

------. Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta : Bumi Aksara. 2003.

80

81

Arifin, M. Samsul. Skripsi. Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan Islam. Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2010.

Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 2011.

Boy ZTF, Pradana. dkk (Eds). Era Baru Gerakan Muhamamdiyah. Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. 2008.

Djamas, Nurhayati. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pascakemerdekaan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2009.

F.N, Ridjaluddin. Muhammadiyah dalam Tinjauan Filsafat. Jakarta : Pusat Kajian Islam Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka. 2011.

Hadikusuma, Djarnawi. Matahari-matahari Muhammadiyah. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah. 2010.

Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 1996.

Ihsanuddin. Skripsi. Studi Komparasi antara konsep pendidikan Islam menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan. Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Imarah, Muhammad. 45 Tokoh Pengukir Sejarah. Surakarta : Era Intermedia. 2009.

Iqbal, Muhammad & Nasution, Amin Husein. Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hingga Indonesia Kontemporer. Jakarta : Kencana. 2010.

Jurdi, Syarifuddin. dkk (eds), 1 Abad Muhammadiyah. Jakarta : Kompas. 2010.

Khalimi. Ormas-ormas Islam Sejarah, Akar Teologi dan Politik. Jakarta : Gaung Persada Press. 2010.

Komala, Nur. Skripsi. Karakteristik Pendidikan Islam dalam perspektif Hasan al- Banna. Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2004.

Kuntowijoyo. Jalan Baru Muhammadiyah” pengantar untuk Abdul Munir Mulkhan, Islam Murni dalam Masyarakat Petani. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya. 2000.

82

Kutoyo, Sutrisno. Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah. Jakarta : Balai Pustaka. 1998.

Mahmud, Ali Abdul Halim. Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Solo : Era Adicitra Intermedia. 2011.

Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Rosda Karya. 2004.

Mulkhan, Abdul Munir. Marhaenis Muhammadiyah Ajaran & Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan. Yogyakarta : Galang Pustaka. 2013.

------.Pemikiran Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta : Bumi Aksara. 1990.

------. Warisan Intelektual KH. Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah. Yogyakarta : PT. Percetakan Persatuan. 1990.

Nashir, Haedar. Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah.

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu. 2001.

------. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana. 2010.

------. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2005.

Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta : Ciputat Pers. 2002.

------. Reformulasi Pendidikan Islam Menghadapi Pasar Bebas. Jakarta : The Minangkabau Foundation. 2005.

Nugroho, Adi. K.H. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat 1869-1923. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2010.

Nur Aulia, Muhammad Lili. Cinta di Rumah Hasan al-Banna. Jakarta : Pustaka Da’watuna. 2007.

Pakkana, Mukhaer & Achmad, Nur (Eds). Muhammadiyah Menjemput Perubahan, Tafsir Baru Gerakan Sosiak-Ekonomi-Politik. Jakarta : kerja sama P3SE STIE Ahmad Dahlan Jakarta dan Penerbit Buku Kompas. 2005.

Pasha, Musthafa Kamal & Adabi Darban, Ahmad. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta : Penerbit Citra Karsa Mandiri. 2005. 83

------. Dkk. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid. Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri. 2003.

Prayogi, Erwin. Skripsi. Studi terhadap buku Majmu’atur Rasa’il karya Hasan al-Banna. Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Ridha, Abu. Risalah Pergerakan al-Ikhwan al-Muslimin. terj. Anis Matta, .Jakarta : Intermedia. 1998.

Rusli, Ris’an. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2013.

Saidan. Perbandingan Pemikiran Pendidikan islam antara Hasan al-Banna dan Mohammad Natsir. Jakarta : Kementrian Agama RI. 2011.

Sabri, Alisuf. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta : UIN Jakarta Press. 2005.

Sairin, Weinata. Gerakan Pembaruan Muhammadiyah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 2008.

Sucipto, Hery. KH. Ahmad Dahlan Sang Pencerah, Pendidik dan Pendiri Muhammadiyah. Jakarta : Best Media Utama. 2010.

------& Ramly, Najmudin. Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga Amien Raies dan Syafii Maarif. Jakarta : Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu. 2005.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. 2013.

Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2011.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007.

Susanto, A. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : Amzah, 2010.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2005.

------Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 1997.

Taher, Tarmizi. Muhammadiyah sebagai Tenda Bangsa. Jakarta : Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu. 2005. 84

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidika Islam. Malang : UIN-Malang Press.

Yasin, M. Yunan. dkk (eds). Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta : Kharisma Putra Utama Offset. 2005.

Yunus, Mahmud. Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta : PT. Hidakarya Agung.

Yusuf, M. Yunan & Sjaiful Ridjal-Anwar Abbas. Cita dan Citra Muhammadiyah. Jakarta : Penerbit Pustaka Panjimas. 1985.

T

. UJI REFERENSI

Nama Isnawati

NIM 1111011000018

I Fak./Jur. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi Studi Komparasi Pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam Pernbimbing : Prof. Dr. H. Armai Ariel M.Ag

JUDUL BUKU

Abdul Aziz, Jum'ah Amin. Pemikiran Hasan al- Banna dalam Akidah & Hadits. Jakarta : Pustaka al-

Kautsar.2005.h. 151

Abdullah, Darwis. Muhammadiyah : dulu, seakarang

dan masa depan. Jakarta: Midada Rahma Press. 2008. h.33

Al-Banna, Hasan. Muzakkirat al-Da'wah al-Da'iyah.

Beirut : Al-Maktabah al-Islam iyah. 197 4. h.sg -69 Al-Banna, Hasan. Risalah Pergeraknn lkhwanul

Muslimin. Terj. Anis Matta dkk. Surakarta : Intermedia .2012. cet.ll. Jilid2.soft cover. h.163 Al-Bann4 Muhammad. Slaipsi. Pemikiran Hasan al- Banna dalam Pendidikan Islam. Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2Ol 4. h.52-53

Al-Nahlawiy,'Abdul al-Rahman. Prinsip-prinsip dan

Metode Pendidikan Islam. terj. Bandung : Diponegoro. 1987.h.33 Al-Halim Hamid, Muhammad Abd. Ma'an 'Ala

Thariq al-Da'wah Syaikh Hasan al-Banna. Kairo :

,P ,:.

Dw al-T auzi'wa al-Nasyr al-Islamiyyah. I 98 8. h. I 4

Al-Husaini, Ishak Mussa. Al-Ikhwan al-Muslimun.

8 te{emahan, Syu'b1h Asa. Jakarta: Grafiti Press. 1983. h.39-40 M Al-Qardhawi, Yusuf. 70 Tahun al-Ikhwan al- Muslimun; Kilas Balik Dala,vah, Tarbiyah dan Jihad. 9 terj. Mustolah Maufur & Abdurrahman Husain, M Jakarta : Pustaka al-Kautsar. 1999.h.73 Al-Rasyidin & Nizar, Samsul. Pendekatan Historis, l0 Teoritis dan Prahis Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta M : Ciputat Press. 2005.h.25,31-32 &36-37 Ali, Mohamad,. Reinvensi Pendidikan Muhamadiyah, l1 Jakarta : al-Washat Publishing House. 2010.h.3-4 M Arief, Armai. Pengantar llmu dan Metodologi t2 Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. 2002.h.30, 39-40,53-58 {

Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi 13 Aksara. 2010.h. I 19-120 M Arifin, M. Ilmu Pendidikon Islam Tinjauan Teoritis t4 dan Prahis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta : Bumi Aksara. 2003.h.23-26 tr Arifin, M. Samsul. Skripsi. Komparasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. HasyimAsy'ari tentang 15 pendidikan Islam. Malang : UIN Maulana Malik M Ibrahim Malang. 2010.h.1 &208

Assegaf Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis t6 Integratif-Interkonektif, Jakarta : PT. RajaGrafindo M Persada. 2011.h.62

t7 Boy ZTF, Pradana. dkk (Eds). Era Baru Gerakan

.-i, i, Muhamamdiyah. Malang : UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. 2008.h. I 5 & Djamas, Nurhayati. Dinamika Pendidikan Islam di l8 Indonesia Pascakemerdeknan. Jakarta : PT.' Raja Grafindo Persada. zl}g.h); &100-101 M F.N, Ridjaluddin. Muhammadiyah dalam Tinjauan Filsafat. Jakarta : Pusat Kajian Islam Universitas t9 Muhammadiyah Prof. DR. Hamka.20ll.h. 122, liz, { 175 & 177 Hadikusuma, Djarnawi. Matahari-matahari

20 Muh arnmadiy ah. Y o gy akata : Suara Muhammadiyah. 2010.3-4 { Hasbullah. Kapita Seleha Pendidikan Islam di

2t Indones ia. I akarta : PT. Raj aGrafi ndo Persada. 1 996. { h.115

Ihsanuddin. Skripsi. Studi Komparasi antara konsep

pendidilran Islam menurut K.H. Hasyim Asy'ari dan 22 ( K.H. Ahmad Dahlan Jakarta : FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 20I I.h.58

Imarah, Muhammad. 45 Tokoh Pengukir Sejarah. 23 Surakarta : Era Intermedia. 2009.h.27-2484 M Iqbal, Muhammad & Nasution, Amin Husein. Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik hWga 24 ( Indonesia Kontemporer. Jakarta : Kencana. 2010.h.191,193 &t94 Jurdi, Syarifuddin. dkk (eds), I Abad Muhammadiyah. 25 Jakarta : Kompas. 2010.h. 100 M Khalimi. Ormas-ormas Islam Sejarah, Akor Teologi 26 dan Politik. Jakarta : Gaung Persada Press. 2010.h.140 ( 27 Komala, Nur. Skripsi. Karaheristik Pendidiknn Islam tr -

dalam perspektif llasan al-Banna. Jakarta : flff UfN Syarif Hidayatullah J akarta. 2004.h. 8 8 & Kuntowijoyo . Jalan Baru Muhammadiyah" pengantar untuk Abdul Munir Mulk[arn, Islam Murni dalam 28 Masyarakat Petani- Yogyatarta : Yayasan Bentang Budaya. 2000.h. xii-xvi r Kutoyo, Sutrisno. Kiai Haji Ahmad Dahlan dan 29 Persyarilratan Muhammadiyah. Jakarta : Balai Pustaka. 1998.h.41,44 & 49 { Mahmud, Ali Abdul Halim. fnrongkot-pe*rgkat 30 Tarbiyah lkhwanul Muslimin. Solo : Era Adicitra Intermedia. 2011.h.30

Moelong Lexy J. Metodologi Penelitian, Kuatitatif. 3t Bandung: PT Rosda Karya.2004.h.6 M Mulkhan, Atdul Munir. Marhaenis Urh"*ioatyoh 32 Ajaran & Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan.yogyakarta : Galang Pustaka. 2013.h.188 { Mulkhan, Abdul Munir. Pemikiran Xyai niii,Anmaa 33 Dahlan dan Muhammadiyah dalam perspektif

Perubahah Sosial, Jakarta: Bumi Aksara. 1990.h.133 { Mulkfian, Abdul Munir. Warisan Intelehual KII. 34 Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah. ( Yogyakarta : PT. Percetakan Persatuan. 1990.h.42

Nashir, Haedar. Muhammadiyah Gerakan 35 Pembantan Yogyakarta : Suara ( Muhammadiyah.h.I I0-l I I

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : 36 Logos Wacana Ilmu. 2001.h.47 M Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta 37 Kencana. 2010.h.35 { f T

Nata, Abuddin. ' foruh-titcon p"*baharurn Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2005.h.89 &.99 Nizar, Samsul. Filsafat Pendiilikan Islam, pendekann Historis, Teoritis dan Pralis. Jakarta: Ciputat pers. 2002.h.38 Nizar, Samsul. Reformulasi Pendidikan Iskm Menghadapi Pasar Bebas. Jakarta : The Minangkabau Foundation. 2005.h.88

Nugroho, Adl K.H. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat

I 8 69 - I 9 2 3. Yogyakarta : Ar-Rttzz Media. ZOI 0.h.1 37

Nur Aulia, Muhammad Lili. Cinta di Rumah Hasan

al-B anna. I akaria : Pustaka Da'watuna . 2OO7 .h.lg Pakkana, Mukhaer & Achmad, Nnr-(Ed+ Muhammadiyah Menjemput Perubahan, Tafiir Baru

Gerakan Sosiak-Ekonomi-Politik. Jakarta : kerja sama P3SE STIE Ahmad Dahlan Jakartadan penerbit Buku Kompas. 2005.h. 11,43 &44

Pasha, Musthafa Kamal & Adabi Oarbin, Ahrnaa

Muhammadiy'bh Sebagai Gerakan Islam. yogyakarta : Penerbit Citra Karsa Mandiri. 2005.h.103

Pasha, Musthafa Kamal. Dkk. Muhammadiyah Sebagai Geraknn Tajdid. Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri. 2003.h.59

Prayogi, Erwin. Skripsi. Studi terhadap bulat Majmu'atur Rasa'il lwrya Hasan al-Banna. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarra. 201l.h.g8 Ridha, Abu. Risalah Pergerakan al- "l-tkhwan Muslimin. te{. Anis Matta, .Jakarta : Intermedia. 1998.17

.a ?' :n3-

t

Rusli, Ris'an. Petnboharuan Pemikiran Moderi 48 dalam Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo persada. ( 2013.h.39-40 & 187 Saidan. Perbandingan Pemikiran Pendidikan .islam antara Hasan al-Banna \on Mohammad Natsir. 49 Jakarta: Kementrian Agama RI. 201l.h. 4, B, g, 120, 127-134, 135-136, l5g-161, 166-167, 173-179, 259 & M 262

Sabri, Alisuf. Pengantar llmu Pendidikan. Jakarta : 50 UIN Jakarta Press. 2005.h.6 M Sairin, Weinata. Gerakan pembaruan 5l Muhammadiyah. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. ( 2008.h. 39,40,43 & 44

Sucipto, Hery. KH. Ahmad Dahlan Sang pencerah,

52 Pendidik dan Pendiri Muhammadiyah. takarta: Best { Media Utama. 20i0.h. 50-53

Sucipto, Hery ' & Ramly, Najmudin. Tajdid Muhammadiyah Dari Ahmad Dahlan hingga Amien 53 Raies dan Syafii Maarif. Jakarta : Penerbit Grafindo { Khazanah llmu. 2005.h. 5 & 23-24

Sugryono. Metode Penelitian Pendidilwn, Pendekatan 54 Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta. 2013.h.6 r Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta 55 : Ar-Ruzz Media. 201l.h. 133, 138, 306, 309 &3lO ( Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode penelitian 56 Pendidilran Bandung: Remaja Rosdakarya. ZOO7.b. ( 60-61

Susanto, A. Pemikiran Pendidiknn Islam. Jakarta : 57 Anlzah,2010.h. 63 &64 (

I

:*

. T

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalami*rp"kff Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2005.h.7 & 28 Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Aga*a lrla*. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya . lgg7.h.77 Taher, Tarmia. Muhammadiyah sebagai i""da Bangsa. Jakarta: Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu. 2005.78

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi pendidika iskm. Malang : UIN-Malang Press.h.l08

Yasin, M. Yunan. dkk (eds). Ensiklopedia Muhammadiyah. Jakarta : Kharisma putra Utama Off,set. 2005.h.74

Yunus, Mahmud. Pendidilwn dan pengajarar. Jakarta : PT. Hidakqrya Agung.h.t0

Yusuf, M. Yunan & Sjaiful Ridjal-Anwar Abbas. Cin dan Citra Muharnmadiyah. Jakarta : penerbit pustaka

Panjimas. 1985.h.87 I

Mengetahui, Pernbimbing

NIP 19560il9 198603 I 003

a a t =

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081 KEMENTERIAN AGAMAI Tgl. Terbit : 1 Maret 2010 UtN JAKARTA FORM (FR) FITK No. Revisi: : 01 Jl.li. H. JmNa tlo gscf,,,nat t5412 rn&nes& Hal 1t1 SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

Nomor : Un.O 1/F. l/KM.01.31...... 12014 . Jakarta 23 Desember 2014 Larnp. : - Hat : Bimbingan Sttripsi

KepadaYth.

Prof. Dr. ArmaiAriefl M.Ag Pembimbing Skipsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta"

As s alamu' al aihtm wr.wb. Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I/II (materiltekr.ris) penullsan skripsi m4hasiswa:

Nama Isnawati NIM 1111011000018

Jtrrusan Pendidikan Agama Islam

Semester 7 (Tujuh) Judul Skripsi Studi Komparasi Pemikiran Hasan al-Banna dan Ahmad Dahlan tentang Konsep Pendidikan Islam Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 23 Desember 2014 , abstaksiloutline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tet'sebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai d"lq. waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpaqiang selama 6 (enam) bulan berikutnyatanpa surat perpanjangan.

" Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan tedma kasih.

Was s al amu' alaihm wr.wb.

iid Khon, M.Ae

Tembusau: 1. DeIGnFITK 2. Mahasiswayts.

..8

:"r:.r.,_.ii. .:i ijr.i3-,ii:,.r,r*rr!.'.i#,:P:;..1.n : BIODATA PENULIS

Isnawati, kelahiran Bojonegoro, pada tanggal 06 Juni 1994.

Semenjak menjadi mahasiswa, penulis berdomisili d i Pondok Mawar, Jalan Semanggi No. 28 B, Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Ketika menjadi mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi, baik intra maupun ekstra kampus. Penulis pernah aktif di UKM FLAT (Foreign Language asociatiom), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), FK2I (Forum Komunikasi dan Kajian Mahasiswa PAI) dan penulis pernah menjabat sebagai Bendahara Umum HMJ PAI 2013/2014. Selain belajar di UIN penulis juga belajar di Kahfi BBC Motivator School, Jakarta dari tahun 2013 sampai sekarang.