Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman VolumeSaintifika 4 No. Islamica1 Januari –: JurnalJuni 2017 Kajian Keislaman ISSN:Vol. 42407 No.1-053X Januari – Juni 2017 Halaman: 59-78

URGENSI PENDIDIKAN DALAM

Oleh: IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan belajar adab terlebih dahulu sebelum belajar ilmu, (2) mendeskripsikan kedudukan adab dalam Islam, dan (3) mendeskripsikan pendidikan adab dalam Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif kajian pustaka. Fokus penelitian ini adalah urgensi pendidikan adab dalam Islam, yang dirinci menjadi tiga subfokus, yaitu (1) Belajar adab terlebih dahulu sebelum belajar ilmu, (2) Kedudukan adab dalam Islam, dan (3) Pendidikan adab dalam Islam. Hasil penelitian ini adalah (1) Para ulama salaf lebih mendahulukan adab dibandingkan dengan ilmu dan mereka amat sangat menjaga adab Islami dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan mereka, (2) Dalam Islam, masalah adab dan akhlak mendapat perhatian serius yang tidak didapatkan pada tatanan mana pun, dan (3) Bagi umat Islam pendidikan karakter saja tidak cukup namun perlu juga pendidikan adab. Oleh karena itu, putra-putri kaum muslimin harus mendapatkan pendidikan adab sebelum mereka mempelajari ilmu lebih jauh sehingga mereka akan tetap tawaddu dan berakhlak mulia walaupun telah berilmu tinggi.

Kata Kunci: adab, pendidikan, akhlak mulia.

PENDAHULUAN Krisis adab merupakan satu tema pendidikan yang sering menjadi perbincangan serius di negeri ini. Tidak sedikit anak yang cerdas tetapi adabnya membuat cemas. Tutur katanya kepada orang tua sama dengan menyapa teman sebaya. Adabnya kepada guru juga membuat kita mengelus dada. Belum lagi adab kepada SWT, Rasulullah SAW, tetangga, sesama, bahkan dirinya sendiri. Ada pula orang dewasa yang gelarnya berderet-deret, namun adabnya terhadap kerabat dan tetangga jauh dari tuntunan ulama. Wataknya keras, susah tersenyum, dan mau menang sendiri. Hanya dirinya yang benar, sementara orang lain dianggap sesat. Betapa pentingnya adab sehingga ulama salafush shalih amat menaruh perhatian, bahkan Imam Malik mengatakan, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

59

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

Hal senada dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, “Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fikih karena dalam kisah mereka diajarkan adab dan akhlak luhur.” Bahkan, Makhlad bin al-Husain berkata pada Ibnul Mubarak, “Kami lebih butuh mempelajari adab daripada menguasai banyak hadits.” Tak heran jika karya-karya ulama legendaris tak pernah lupa membicarakan adab. Salah satunya adalah kitab Al-Muwaththa karya Imam Malik, ulama Madinah yang wafat pada tanggal 14 Rabiul Awal 179 H (796 M). Sebenarnya tema pokok kitab ini adalah persoalan fikih, namun bab Adab tidak ketinggalan. Referensinya diambil dari banyak hadits Nabi SAW, atsar sahabat, qaul tabiin, ijma ahlul Madinah, dan Imam Malik sendiri (Suara Hidayatullah Edisi Februari 2017: 51). Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang urgensi pendidikan adab dalam Islam. Pendidikan adab telah sering dibicarakan oleh beberapa penulis terdahulu, namun pendidikan adab belum dipahami secara utuh oleh pembaca (masyarakat). Selain itu, masih sedikit pembaca (masyarakat) yang bersedia mengimplementasikan pendidikan adab dalam kehidupan sehari-hari. Fokus penelitian ini adalah urgensi pendidikan adab dalam Islam, yang dirinci menjadi tiga subfokus sebagai berikut. 1. Belajar adab terlebih dahulu sebelum belajar ilmu. 2. Kedudukan adab dalam Islam. 3. Pendidikan adab dalam Islam. Berdasarkan fokus dan subfokus penelitian di atas, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan belajar adab terlebih dahulu sebelum belajar ilmu. 2. Mendeskripsikan kedudukan adab dalam Islam. 3. Mendeskripsikan pendidikan adab dalam Islam.

60

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

LANDASAN TEORI Pengertian Adab Adab adalah satu istilah bahasa Arab yang berarti adat kebiasaan. Kata ini menunjuk pada suatu kebiasaan, etiket, dan pola tingkah laku yang dianggap sebagai model. Selama dua abad petama setelah kemunculan Islam istilah adab membawa implikasi makna etika dan sosial. Kata dasar Ad mempunyai arti sesuatu yang mentakjubkan atau persiapan atau pesta. Adab dalam pengertian ini sama dengan kata Latin urbanitas, kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti masyarakat kota. Dengan demikian, adab sesuatu berarti sikap yang baik dari sesuatu tersebut. Bentuk jamaknya adalah Ādāb al-Islam, dengan begitu, berarti pola perilaku yang baik yang ditetapkan oleh Islam berdasarkan pada ajaran-ajarannya. Dalam pengertian seperti inilah kata adab. Adat kebiasaan di dalam banyak kebudayaan selain kebudayaan Islam sangat ditentukan oleh kondisi-kondisi lokal sehingga tunduk pada perubahan-perubahan yang terjadi di dalam kondisi-kondisi tersebut. Menurut W.G. Summer, dari berbagai kebutuhan yang timbul secara berulang-ulang pada satu waktu tertentu tumbuh kebiasaan-kebiasaan individual dan adat kebiasaan kelompok. Tetapi kebiasaan- kebiasaan yang muncul ini adalah konsekuensi-konsekuensi yang timbul secara tidak disadari, dan tidak diperkirakan lebih dulu atau tidak direncanakan. Akhlak dan adab Islam tidaklah bersifat “tanpa sadar” seperti dalam pengertian di atas. Adab dan kebiasaan-kebiasaan Islam itu berasal dari dua sumber utama Islam, yaitu al-Qur‟an dan , perbuatan-perbuatan dan kata-kata Nabi serta perintah- perintahnya yang tidak langsung. Oleh karena itu, akhlak Islam itu jelas berdasarkan pada wahyu Allah SWT (http://agussyafii.blogspot.co.id).

Macam-macam Adab yang Wajib Dimiliki Seorang Muslim Adab dan akhlak sangat penting dalam kehidupan, baik itu kehidupan sendiri, keluarga, ataupun sosial. Dan yang lebih penting lagi adalah adab keapada Allah dan Rasul-Nya.

61

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

Dengan adab seorang muslim yang sejati akan menjadi mulia di hadapan Allah dan Rasul-Nya juga di hadapan manusia. Bahkan, Allah Subuhanahu Wa Ta‟ala menjadikan akhlaq yang baik sebagai barometer sempurnanya seorang hamba, Rasulullah Shollallahu „alaihi Wasallam bersabda (artinya). “Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (H.R Tirmidzi (1162), Abu Dawud (4682)). Begitu pentingnya akhlaq dan adab, maka Allah Subuhanahu Wa Ta‟ala mengutus Rasulullah Shollallahu „Alaihi Wasallam untuk menyempurnakan akhlaq, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shohih berikut ini. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan baiknya akhlaq.” (HR. Ahmad 2/381 (8939), Bukhari dalam Adabul mufrad nomor 273, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami‟ No. 2349). Ruang lingkup akhlak yang terpuji mencakup hubungan terhadap sesama manusia, juga hubungan hamba terhadap Allah. Maka adab dan akhlak mulia yang wajib kita pelajari dan miliki adalah sebagai berikut. 1. Adab kepada Allah Azza Wa Jalla. 2. Adab kepada Rasulullah Shollallahu „Alaihi Wasallam. 3. Adab kepada diri sendiri, misalnya: a. adab ketika makan dan minum b. adab ketika berkendaraan c. adab ketika berbicara d. adab ketika tidur e. adab ketika mandi f. adab ketika menuntut ilmu g. adab ketika berpakaian h. adab ketika buang air. 4. Adab kepada manusia secara umum, di antaranya: a. Adab kepada orang tua b. Adab kepada guru c. Adab kepada karib kerabat

62

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

d. Adab dengan istri/suami e. Adab dengan anak f. Adab kepada tetangga, dan g. Adab kepada masyarakat secara umum. 5. Adab kepada binatang dan tumbuhan (http://albashiroh.com).

Pengertian Akhlak Mulia Akhlak mulia ialah tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus. Jika hanya sekali melakukannya, maka tidak dapat disebut dengan perbuatan terpuji. Manusia bisa berakhlak baik jika timbul dengan sendirinya didorong oleh tuntunan sesuai ayat-ayat suci Al- dan Islam. Akhlak mulia merupakan tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Tapi sebaliknya tegaknya aktivitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang bisa membuat manusia memiliki kelakuan yang baik. Akhlak terpuji bersumber pada Al-Quran dan Hadits. Pengertian akhlak terpuji adalah suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang. Pembentukan perangai ke arah baik atau buruk ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar yaitu lingkungan, mulai dari lingkup yang paling kecil adalah keluarga, teman, tetangga, dan orang lain. Sejak dari keluargalah kepribadian manusia bisa terbentuk. Dengan demikian, memahami pengertian akhlak mulia adalah hal penting dalam Islam. Hati berperan penting untuk melakukan perbuatan ahklak terpuji ataupun buruk. Walaupun demikian, tidak bisa dipungkiri pendidikan dari keluarga, pendidikan formal yang pernah diterima, dan lingkungan tempat tumbuh juga berpengaruh besar. Dalam Islam, Nabi SAW sebagai teladan yang patut dicontoh. Beliau tidak mengajarkan untuk membenci seseorang walaupun itu orang kafir. Bahkan, membalas dengan perlakuan baik kepada orang yang telah dengan sengaja berniat menyakiti. Sesungguhnya akhlak yang baik menyebabkan kebahagiaan dunia dan akhirat karena Allah Taala ridho kepada orang yang berakhlak baik. Berakhlak baik menyebabkan dicintai oleh semua orang dan menjadi pribadi yang mulia. Kebalikannya adalah akhlak yang buruk, menjadikan kesengsaraan dunia dan akhirat. Hidup tidak bahagia dan menyedihkan karena ia dibenci Allah Taala, keluarga, dan semua orang.

63

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

Membiasakan diri berakhlak mulia dan adab yang baik sejak kecil, agar terbiasa ketika beranjak dewasa. Membentuk kebiasaan baik hingga menjadi watak pada akhirnya. Rasulullah SAW bersabda yang terbanyak memasukkan manusia ke dalam surga adalah ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang baik. Orang muslim yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik perbuatannya kepada Tuhan dan manusia. Jika manusia telah beranjak remaja dan terbiasa dengan akhlak yang buruk, maka tidak mudah untuk mendidik sesuai ketentuan Al-Quran dan ajaran Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam kata mutiara, “Kadangkala adab itu bermanfaat bagi anak-anak pada waktu kecil, namun setelah itu tidaklah bermanfaat adab itu baginya, sesungguhnya ranting yang lunak akan lurus jika meluruskannya, dan tidaklah kayu menjadi lunak walaupun engkau meluruskannya.” Agama Islam dan Al-Quran merupakan sistem moral atau akhlak yang berdasarkan pada akidah yang diwahyukan Allah SWT kepada utusan-Nya kemudian disampaikan kepada umatnya. Nabi SAW diutus oleh Allah SWT ke dunia ini bertujuan untuk menyempurnakan akhlak mulia. Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir yang wajib diketahui. Beberapa ayat Al-Quran tentang akhlak yang baik di antaranya adalah sebagai berikut. 1. “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung”. (QS. Al-Qalam: 4). 2. “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8). 3. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra: 23).

64

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

4. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (mengolok-olok).” (QS. Al-Hujurat:11). 5. “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong…”. (QS. Al-Isra: 37). Orang berilmu yang buruk moralnya lebih dibenci oleh masyarakat daripada orang yang bodoh. Oleh karena itu, hendaklah kita memperhatikan pendidikan akhlak mulia sebagaimana mereka memperhatikan menuntut ilmu-ilmu dan pengetahuan lainnya (http://www.mohlimo.com).

Pengertian Pendidikan Menutut Poerwadarminta (1976:250), istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an” mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang untuk mempengaruhi seseorang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Sudirman, 1984:4). Dengan demikian, pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah dewasa. Di bawah ini beberapa rumusan para ahli tentang pengertian pendidikan.

65

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

1. Hasan Langgulung (1985:3) menyebutkan bahwa ”pendidikan dalam arti luas bermakna mengubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat”. 2. Zuhairini, dkk (1992:149) menyebutkan, “pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup”. 3. H.M. Arifin (1993:11) menyebutkan, “pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniyah juga berlangsung secara bertahap”. 4. Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa ”pendidikan adalah bimbingan dan pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribdian yang utama”. 5. Ahmad (1990:6) menawarkan definisi pendidikan sebagai berikut, yakni “pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dari segala aspeknya”. Definisi ini menurut dia dapat berlaku pada pendidikan yang melibatkan guru maupun yang tidak memerlukan guru (pendidik); mencakup pendidikan formal, non formal, maupun informal. Jadi, yang dibina oleh pendidikan dalam definisi ini adalah seluruh aspek-aspek kepribadian. Berdasarkan definisi beberapa pendapat para ahli pendidikan di atas, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah proses bimbingan secara sadar dari orang dewasa terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik, dengan cara mentransferkan berbagai aspek kehidupan, baik rohani maupun jasmani, berupa pengetahuan, kecakapan atau keterampilan sehingga membawa perubahan kepada kepribadian (personality) yang akhirnya dapat hidup bahagia (lahir maupun batin) baik secara individu maupun dalam masyarakat serta sadar terhadap Tuhan. Adapun pengertian Islam banyak para pakar yang mendefinisikannya antara lain adalah sebagai berikut. 1. Syekh Muhammad Syaltut yang dikutip dari Endang Saepudin Anshari dalam bukunya Wawasan Islam (1986:22) menyebutkan bahwa ”Islam itu adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya untuk mengajarkan tentang pokok-pokok serta peraturan-peraturannya kepada Nabi Muhammad dan menugaskannya untuk

66

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia dan mengajak untuk memeluknya.” 2. A. Gaffar Ismail (1986:23) menyatakan bahwa “ Islam nama agama yang dibawa oleh Muhammad SAW, berisi kelengkapan dari pelajaran-pelajaran meliputi kepercayaan, seremoni peribadatan, tata tertib pergaulan hidup, peraturan-peraturan Tuhan, bangunan budi pekerti yang utama dan menjelaskan rahasia penghidupan yang kedua (akhirat).” 3. Saepudin Anshari (1986:19) menyatakan bahwa “Islam dalam arti khas (sempit) adalah Arkanul Islam, rukun Islam yang lima. Islam dalam arti yang luas adalah sama dengan Dinul Islam.” Dari arti pendidikan dan Islam tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses bimbingan dan pengajaran oleh subjek terhadap objek didik dengan bahan-bahan atau materi-materi yang berdasarkan konsep-konsep Islam menuju pembentukan pribadi muslim yang sempurna. Konsep pendidikan menurut Islam yaitu manusia akan menjadi manusia karena berpendidikan, mendidik berarti memanusiakan manusia. Untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa diperlukan pendidikan. Ajaran-ajaran Allah SWT berupa petunjuk yang harus dikerjakan dan larangan yang harus ditinggalkan, perlu disampaikan dari generasi ke generasi melalui proses pendidikan. Setiap generasi dan bahkan individu akan selamat di dunia dan akhirat bilamana dididik dengan mengikuti petunjuk-petunjuk dari Allah SWT meskipun banyak yang ingkar. Singkatnya, kegagalan pendidikan menyebabkan manusia tidak lagi berkedudukan sebagai manusia dan bersifat manusiawi. Di saat inilah manusia tidak dapat lagi sebagai manusia sebenarnya yang menyandang gelar paling mulia, bahkan turut menjadi makhluk yang paling rendah, lebih rendah daripada binatang (http://www.definisi-pengertian.com).

METODOLOGI PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif kajian pustaka. Kajian pustaka adalah bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan objek penelitian yang pernah dibuat

67

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

dan didokumentasikan yang digunakan untuk menganalisis objek penelitian yang dikaji (http://www.eurekapendidikan.com).

2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan, yaitu dari bulan Januari 2017 sampai dengan bulan Juni 2017. Adapun tempat penelitian ini adalah tempat kediaman penulis sendiri, yaitu Kota Serang Provinsi Banten.

3. Data dan Sumber Data Data penelitian ini adalah tulisan-tulisan yang membicarakan konsep pendidikan adab dan biografi Imam Malik. Adapun sumber data penelitian ini adalah Al-Quran, hadits, sirah nabawiyah, biografi Imam Malik, dan sumber lain yang membicarakan konsep pendidikan adab.

4. Langkah-langkah Penelitian . Membaca karya-karya ilmiah hasil penelitian sebelumnya yang terkait. . Mencatat hasil intrepretasi terhadap bahan-bahan bacaan. . Menyusun kajian pustaka berdasarkan hasil analisis terhadap karya ilmiah sebelumnya yang relevan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Belajar Adab Terlebih Dahulu Sebelum Belajar Ilmu Kecintaan kita kepada seorang alim jangan sampai menimbulkan sikap taqlid dan menghilangkan sikap kritis. Namun hendaklah tetap selalu menjaga adab Islami. Syaikhul Islam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah berkata, “Rasa hormat saya kepada guru saya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tidak mengurangi kewajiban saya untuk tetap bersikap kritis terhadap fatwa dan pendapat beliau.” Ilmu memang memiliki derajat yang tinggi di hadapan Allah, namun adab adalah buah nyata dari ilmu itu sendiri. Sikap kritis terhadap pendapat manusia adalah kewajiban setiap orang yang tidak ingin disebut muqollid (taqlid). Namun adab terhadap ilmu dan ahlul ilmi melebihi tingginya kewajiban untuk bersikap kritis tersebut.

68

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

Para salafus shalih mengajarkan kepada kita betapa adab adalah tanda dalamnya ilmu dan tingginya wara‟ seseorang dan tawadhu‟ terhadap ilmu dan adab walaupun itu dimiliki oleh orang yang usianya jauh lebih muda daripadanya. Dari Ghudhoif bin Al-Harits Radhiyallohu „Anhu ia bercerita bahwa suatu hari ia lewat di depan Umar bin Khattab Radhiyallohu „Anhu, lalu Umar berkata, “Sebaik-baik anak muda adalah Ghudhoif”. Ghudhoif melanjutkan ceritanya, “Setelah peristiwa itu aku berjumpa dengan Abu Dzar, beliau berkata kepadaku, “Wahai saudaraku mintakan ampun kepada Allah untukku”. Ghudhoif menjawab, “Engkau shahabat Rasul yang terpandang, engkaulah yang lebih pantas berdoa dan memintakan ampun kepada Allah buatku”. Abu Dzar menjawab, “Sungguh aku mendengar Umar berkata, “Sebaik-baik anak muda adalah Ghudhoif”, sedangkan Rasulullah Shollallohu „alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah meletakkan kebenaran pada lisan dan hati Umar” (HR. Ahmad dan Imam Hakim dalam Al Mustadrak dan beliau menyatakan hadits ini shahih atas persyaratan Bukhari dan Muslim, Muhtashor Tarikh Dimasyq juz 6 hal 247).

Rasulullah shollallohu „alaihi wasallam bersabda sebagai berikut. “Sesungguhnya aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Oleh karena itulah, para ulama salaf lebih mendahulukan adab dibandingkan dengan ilmu dan mereka amat sangat menjaga adab Islami dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan mereka. Berikut beberapa nasehat mereka. 1. Imam Ibnul Mubarak berkata, “Aku belajar adab selama tiga puluh tahun, dan aku belajar ilmu selama dua puluh tahun.” 2. Seorang ulama Salaf menasehati anaknya, “Wahai anakku, aku lebih suka melihatmu mempelajari satu bab tentang adab dibandingkan dengan mempelajari tujuh puluh bab tentang ilmu.” 3. Al-Mikhlad bin Husain berkata kepada Imam Ibnul Mubarak, “Kita jauh lebih membutuhkan banyaknya adab dibanding banyaknya hadits.”

69

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

4. Imam Syafi’i pernah ditanya seseorang tentang bagaimana besarnya keinginan dan kesungguhan beliau untuk belajar dan memahami adab. Beliau menjawab, “Ketika aku mendengarkan satu huruf saja tentang adab yang belum pernah aku dengar sebelumnya, maka aku rasakan seluruh anggota tubuhku menginginkan untuk mempunyai pendengaran sehingga mereka mendengarnya dan mendapatkan nikmatnya adab.” Lalu orang itu bertanya lagi, “Lalu bagaimana keinginanmu mempelajari adab itu?” Beliau –rahimahullah- menjawab, “Seperti seorang ibu yang sedang mencari anak satu-satunya yang hilang.” Lalu beliau berkata, “Ilmu bukanlah diukur dengan apa yang telah dihafal oleh seseorang, tetapi diukur dengan apa yang bermanfaat bagi dirinya.” 5. Diriwayatkan dari Musa bin Nushair, beliau berkata: “Aku mendengar Isa bin Hammad menasehati para pelajar ilmu hadits, “Pelajarilah kelembutan hati dan kerendahan jiwa sebelum kalian belajar ilmu.” 6. Imam Ibnu Wahab berkata, “Aku lebih mengutamakan belajar adab kepada Imam Malik dibandingkan dengan belajar ilmu darinya.” 7. Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) berkata, “Kisah-kisah tentang kehidupan para ulama dan duduk dalam majelis mereka lebih aku sukai dari mempelajari banyak ilmu, karena kisah-kisah itu penuh dengan ketinggian adab dan akhlak mereka.” 8. Imam Ibnul Mubarak menyusun sebuah syair, “Wahai para penuntut ilmu, datanglah kepada Imam Hammad bin Zaid. Dan belajarlah ilmu dan kelembutan hati lalu ikatlah dengan pengikat yang kuat (http://www.muslimdaily.net).

Kedudukan Adab dalam Islam Adab adalah menggunakan sesuatu yang terpuji berupa ucapan dan perbuatan atau yang terkenal dengan sebutan Al-Akhlaq Al-Karimah. Dalam Islam, masalah adab dan akhlak mendapat perhatian serius yang tidak didapatkan pada tatanan mana pun. Hal ini dikarenakan syariat Islam adalah kumpulan dari , ibadah, akhlak, dan muamalah. Ini semua tidak bisa dipisah-pisahkan. Manakala seseorang mengesampingkan salah satu dari perkara tersebut, misalnya akhlak, maka akan terjadi ketimpangan dalam perkara dunia dan akhiratnya. Satu sama lainnya ada keterkaitan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam berikut.

70

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbuat baik terhadap tetangganya.” (HR. Muslim, Bab Al-Hatstsu‟ala Ikramil Jaar wadh Dhaif) Di sini terlihat jelas bagaimana kaitan antara akidah dan akhlak yang baik. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam menafikan keimanan orang yang tidak menjaga amanah dan janjinya. “Tidak ada iman bagi orang yang tidak menjaga amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menjaga janjinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami‟ no. 7179). Bahkan suatu ibadah tidak ada nilainya manakala adab dan akhlak tidak dijaga. Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) sebagai berikut. “Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan (amalan) meninggalkan makan dan minumnya (puasa, red.).” (HR. Al-Bukhari no. 1903). Yakni puasanya tidak dianggap. Allah Subhanahu wa Ta‟ala telah menjelaskan bahwa adab memiliki pengaruh yang besar untuk mendatangkan kecintaan dari manusia, sebagaimana firman-Nya berikut. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” ( 'Imran: 159) Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu menerangkan, “Akhlak yang baik dari seorang pemuka (tokoh) agama menjadikan manusia tertarik masuk ke dalam agama Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan menjadikan mereka senang dengan agama-Nya. Di samping itu, pelakunya akan mendapat pujian dan pahala yang khusus. (Sebaliknya) akhlak yang jelek dari seorang tokoh agama menyebabkan orang lari dari agama dan benci kepadanya, di samping bagi pelakunya mendapat celaan dan hukuman yang khusus. Inilah Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam, seorang yang ma‟shum (terjaga dari kesalahan). Allah Subhanahu wa Ta‟ala mengatakan kepadanya apa yang Allah Subhanahu wa Ta‟ala katakan (pada ayat ini). Bagaimana dengan selainnya? Bukankah

71

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

hal yang paling harus dan perkara terpenting adalah seseorang meniru akhlaknya yang mulia, bergaul dengan manusia dengan apa yang Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam contohkan berupa sifat lemah lembut, akhlak yang baik dan menjadikan hati manusia suka? Ini dalam rangka melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan menarik para hamba ke dalam agama-Nya.” (Taisir Al-Karimirrahman hal. 154) (https://www.facebook.com).

Pendidikan Adab dalam Islam “Mengenai sebab dalaman dilema yang kita hadapi sekarang bagi saya, masalah dasar dapat disimpulkan pada suatu krisis yang jelas saya sebut sebagai kehilangan adab (the loss of adab).” (Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, 2011, hal. 129). Adab merupakan salah satu prasyarat penting bagi para penuntut ilmu dan kepada siapa ilmu diberikan. Menurut Syaikh Muhammad Najih Maimoen, dalam pendidikan Islam terdapat tiga komponen penting yang harus dimiliki oleh mu‟allim dan muta‟allim, yaitu ilmu yang benar, amal, dan adab. Adab dijelaskan oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas sebagai pengenalan dan pengakuan atas tempat, kedudukan, dan keadaan yang tepat dan benar dalam kehidupan, dan untuk disiplin diri agar ikut serta secara positif dan rela memainkan peranan seseorang sesuai dengan pengenalan dan pengakuan itu (Syed Muhammad Naquib Al- Attas, Islam dan Sekularisme, hal. 129). Adab adalah disiplin rohani, akli, dan jasmani yang memungkinkan seseorang dan masyarakat mengenal dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dengan benar dan wajar, sehingga menimbulkan keharmonisan dan keadilan dalam diri, masyarakat, dan lingkungannya. Hasil tertinggi dari adab ialah mengenal Allah SWT dan „meletakkan‟-Nya di tempat-Nya yang wajar dengan melakukan ibadah dan amal shaleh pada tahap ihsan (Adian Husaini, Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, hal. 78). Adab merupakan sebuah keniscayaan dan telah lama berakar dalam ajaran Islam. Berwudlu‟ sebelum memegang kitab suci Al-Quran merupakan adab terhadap sumber ilmu yang benar. Keseluruhan ibadah terhadap Allah Ta‟ala sesungguhnya merupakan

72

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

bentuk adab manusia sebagai hamba terhadap Penciptanya. Dalam Al-Quran, seorang anak harus selalu berbuat dan bergaul baik dengan orang tuanya walaupun tanpa harus mengikuti kekafiran mereka. Pemimpin yang fasiq tidak semestinya dilengserkan kecuali ketika memerintahkan terhadap kekafiran, tetapi perlu diingatkan dengan nasehat yang benar. Adab ditampilkan sebagai sikap selayaknya terhadap otoritas yang sah, dan otoritas yang sah mengakui hirarki otoritas yang puncaknya adalah Nabi Muhammad SAW. Pengakuan tersebut adalah dengan penghormatan, cinta, kerendahan hati, dan kepercayaan yang cerdas atas ketepatan ilmu yang ditafsirkan dan dijelaskan oleh otoritas tersebut. Penghormatan, penghargaan, cinta, kerendahan hati, dan kepercayaan yang cerdas hanya akan terwujud pada seseorang jika ia mengakui hakikat bahwa ada suatu hirarki dalam tingkatan manusia dan dalam otoritas mengikuti kecerdasan, ilmu spiritual, dan budi pekerti (Al-Attas, Ibid., hal. 130). Pesantren telah menanamkan pendidikan adab sejak berabad-abad lamanya. Penanaman adab tersebut bukan hanya dalam beretika antara guru dan murid, namun juga dalam pemilihan ilmu-ilmu yang diajarkan yang berasal dari para otoritas berwibawa (ulama) yang diakui kesinambungan ilmu sampai pada ajaran Nabi Muhammad ShallaLlahu „alaihi wa Sallama dan tindakan para shahabat (maa ana „alaihi wa ashhabi) seperti Fath al-Qarib, Fath al-Mu‟in, Alfiyyah li Ibn Malik, Tafsir al- Jalalain, Bulugh al-Maram, Ta‟lim al-Muta‟allim, dan sebagainya. Maka dari itu, apabila sekarang di dunia pendidikan Indonesia sedang ramai menggalakkan pendidikan berkarakter, maka akan timbul pertanyaan, “Apakah cukup?” Sekarang kata “akhlak” diganti dengan kata “karakter”. Karakter diartikan sebagai ciri yang membedakan seseorang karena kekuatan moral atau reputasi. Tetapi karakter juga dimaknai sebagai sifat yang dimainkan seorang aktor dalam sebuah sandiwara drama atau lakonan. Berkarakter baik bisa diartikan sebagai ber”peran” baik. Sangat manusiawi tetapi tidak mesti berdimensi Ilahi. Seseorang bisa berkarakter tetapi belum tentu beradab. Pemimpin berkarakter jika ia seorang yang tekun, berwibawa, santun dengan masyarakat, namun ia tidak beradab jika melegalkan judi, minuman keras, tempat prostitusi, dan

73

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

sebagainya. Maka, bagi umat Islam pendidikan karakter saja tidak cukup namun perlu juga pendidikan adab. Pengingkaran terhadap adab menimbulkan kekacauan (chaos) dan ketidakadilan, yang pada gilirannya menampakkan kebingunan atau kekeliruan dalam ilmu. Dalam kehidupan bermasyarakat, kebingungan terhadap ilmu ini akan berdampak pada munculnya pemimpin-pemimpin palsu yang akan menambah pesatnya kekeliruan ilmu dan ketidakadilan. Dalam keadaan seperti inilah peran ulama yang benar akan hilang (mati) dan manusia-manusia jahil akan bermunculan. Hal inilah yang telah diingatkan Nabi Muhammad ShallaLlahu „alaihi wa Sallama beabad-abad lalu dalam Hadits dari Abdullah bin „Amr bin al-„Ash berikut. “Allah tidak mencabut ilmu dengan serta-merta dari hamba-hambanya, namun Allah mencabut ilmu dengan mencabut nyawa ulama sehingga ketika nanti tidak lagi ada orang alim maka manusia akan bertanya tentang perihalnya kepada orang-orang jahil lalu mereka memberi fatwa, dan akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.” (Ibn Abi Jamrah, Mukhtashar al-Bukhori, hadits no. 14). “Hari Kiamat tidak akan datang sehingga ilmu dicabut.” (Ibid., hadits no. 60). Mengenai peseorangan, kekeliruan dalam ilmu tentang Islam dan pandangan alamnya (worldview) sering menjadikan jenis individu yang angkuh; ia berfikir bahwa dirinya setara dengan orang lain yang sebenarnya lebih unggul darinya, keras kepala, angkuh, dan cenderung menolak otoritas. Ia merasa dirinya tahu padahal tidak tahu. Merasa benar padahal salah. Akhirnya nafsu yang menguasai tindakan dan keputusannya dalam hidup. Pengingkaran terhadap hirarki otoritas ini menimbulkan kebingungan terhadap ilmu yang akhirnya menjerumuskan mereka kepada keraguan. Sikap ragu (shakk, rayb, skeptic) inilah yang menimbulkan kesalahan ilmu yang terus-menerus. Kebingungan menurunkan murid yang bingung, begitu seterusnya. Kesalahan dalam menuntut ilmu dan memberi ilmu. Dengan memahami konsep adab ini akan mampu menggunakannya sebagai alat diagnose terhadap krisis keilmuan yang sedang mewabah di kalangan kaum muslimin. Syi‟ah tidaklah beradab karena mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, Umar, dan

74

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

Utsman, mencemooh Aisyah, bahkan menganggap Nabi Muhammad telah „menggarong‟ kenabian dari Ali. Tidak beradab pula golongan yang mengingkari madzahib al-arba‟ah sebagai rujukan syariat yang dapat dipertanggungjawabkan. Kaum liberal, feminis, dan sekuler juga sangat tidak beradab karena merombak hukum-hukum Allah yang telah dipertahankan oleh ulama selama beabad-abad dan mereka berguru kepada kaum orientalis yang mendasarkan pandangannya terhadap Islam pada sikap skeptis dan agnostis. Belum lagi tentang Ahmadiyah, Lia Eden, Bathiniyyah, dan sebagainya (http://www.voa-islam.com).

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Para ulama salaf lebih mendahulukan adab dibandingkan dengan ilmu dan mereka amat sangat menjaga adab Islami dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan mereka. 2. Dalam Islam, masalah adab dan akhlak mendapat perhatian serius yang tidak didapatkan pada tatanan mana pun. 3. Bagi umat Islam pendidikan karakter saja tidak cukup namun perlu juga pendidikan adab. Oleh karena itu, putra-putri kaum muslimin harus mendapatkan pendidikan adab sebelum mereka mempelajari ilmu lebih jauh sehingga mereka akan tetap tawaddu dan berakhlak mulia walaupun telah berilmu tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Arief Cholil, dkk. Studi Islam II. Semarang: SA-PRESS. 2011. Abdul Majid Khon. Hadis Tarbawi (Hadis-hadis Pendidikan). Jakarta: Kencana. 2014. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. IlmuPendidikan Islam. Jakarta :Kencana Prenada Media. 2010. Abdul Wahab khalaf. Hadits-Hadits Nabi. Bandung: Gema Risalah Perss. 1996. Abuddin Nata. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002.

75

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

Abu Huraira Wa Sumaira. “Pentingnya Adab dan Akhlaq dalam Islam.” http://albashiroh.com. May 27, 2015 at 11:06 am. Agus Syafii. “Pengertian Adab.” http://agussyafii.blogspot.co.id. Monday, February 16, 2009. at 9:48 PM. Al-Attas. Konsep Pendidikan dalam Islam. Bandung: Mizan. 1984. Anonim. “Adab dalam Islam dan Perhatian Generasi Pendahulu Terhadapnya.” https://www.facebook.com. 20 Mei 2010 pukul 19:10. Anonim. “Antara Adab dan Ilmu Manakah yang Didahulukan.” http://www.muslimdaily.net. December 15, 2013. Anonim. “Adab dalam Islam dan Perhatian Generasi Pendahulu Terhadapnya.” https://www.facebook.com. 20 Mei 2010 pukul 19:10. Anonim. “Konsep Adab dalam Islam.” http://www.voa-islam.com. Ahad, 9 Rajab 1438 H / 10 Juli 2016 09:40 WIB. Anonim. “Definisi dan Pengertian Pendidikan Menurut Islam.” http://www.definisi- pengertian.com. Mei 2015 at 19.38.00. Anonim. “Ayat Al-Quran tentang Akhlak Mulia.” http://www.mohlimo.com. A.W. Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif. 1997. Bukhari Umar. Hadis Tarbawi (Pendidikan dalam Perspektif Hadis). Jakarta: Amzah. 2014. Departemen Pendidikan Agama Islam. Tafsir Al-Qur‟an Terjemahan. Jakarta: Ummul Qura. 2001. Fikrotur Rofiah. “Kajian Pustaka.” http://www.eurekapendidikan.com. Desember 2014. KH. Ahmad Dimyathi Badruzzaman. Panduan Kuliah Agama Islam. Bandung: Sinar Baru. 2004. Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari. Keistimewaan Akhlak Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2006. Mukmin, Muh. Aqidah Akhlak. Solo: Putra Keratonan. 2008. Nurfitri Hadi. “Biografi Imam Malik.” http://kisahmuslim.com. April 16, 2014. Suara Hidayatullah (Jaringan Masyarakat Bertauhid) Edisi Februari 2017.

76

Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman Vol.4 No.1 Januari– Juni 2017

Syaikh Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin. Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I. 2005. Syarifuddin Amir. MUTIARA HADITS. Jakarta: PT. LOGOS Wacana Ilmu. 1997.

77

Hanafi : Urgensi Pendidikan Adab…….

78