CAPUNG SUMBA Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

1 CAPUNG SUMBA Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

Andi Irawan Wahyu Sigit Rahadi

2 1 2 3 Capung Sumba

Penulis: Andi Irawan Wahyu Sigit Rahadi

ISBN: 978-602-60691-0-8

Fotografer: Simon Onggo Eko Hastomo Wahyu Sigit Rahadi

Desain sampul dan tata letak: Simon Onggo Eko Hastomo

Penerbit: Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti

Kantor: Jln. Adam Malik KM 5, Kel. Kambajawa Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur Telp: (0387) 61914 E-mail: [email protected]

Bekerja sama dengan: Indonesia Society

Cetakan pertama, November 2016 Cetakan kedua, Oktober 2018 (dengan revisi)

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Dicetak dengan anggaran DIPA BTNMTLW 2018 Foto sampul: Rhinocypha sumbana Foto pembuka 1: Eupharia lara lara 4Foto pembuka 2: Kompleks air terjun Kanabuwai. 5 Daftar Isi

Habitat Capung Kata Pengantar 08 30

Capung Sumba, Dari Pulau Tentang Capung Terluar Kami Menyapa 14 60 Spesies Kunci Capung Sumba 18 Jenis-jenis Capung 70

Karakter Ekosistem Perairan Catatan Perjalanan Sumba 22 132 Kompleks air terjun Kanabuwai. 6 7 ini merupakan salah satu perwujudan hal tersebut yang menjadi instrumen awal yang mencerminkan keseriusan pengelola dalam pengelolaan kawasan dan sekaligus pelayanan publik. MaTaLaWa menjadi unit pelaksana yang selalu berinovasi dan mempromosikan potensi kawasannya sehingga tidak hanya dinikmati oleh masyarakat setempat juga masyarakat lain di Indonesia dan bahkan dari negara lain. Sekali lagi, buku ini menunjukkan perjalanan yang berorientasi scientific based yang memberikan energi KATA positif bagi kebangkitan pengelola kawasan konservasi, yang tidak hanya MaTaLaWa tetapi juga kesatuan kawasan-kawasan konservasi lain di Negara tercinta ini. SAMBUTAN Kami memberikan apresiasi atas karya nyata ini dan semoga menjadi inspirasi untuk mendorong terbitnya Ir. Wiratno, M.Sc buku dengan tema Capung di wilayah konservasi lainnya. Direktur Jenderal Konservasi Kepada para penulis yang telah meluangkan waktu untuk Sumber Daya Alam dan Ekosistem terwujudnya karya ini, kami ucapkan terima kasih, dan kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita sekalian untuk dapat Taman nasional tidak dapat dipungkiri memiliki berpartisipasi di bidang tugas kita masing-masing dalam peranan yang sangat penting sebagai sumber rangka mewujudkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia. keanekaragaman jenis baik flora fauna, bentang alam maupun gejala alam. Bentang alam yang luas serta tersebar diseluruh wilayah nusantara menjadi wadah kekayaan hayati di setiap daerah. Taman Nasional MaTaLaWa di ujung selatan bangsa ini menjadi salah satu wilayah yang cukup menyita perhatian para peneliti baik nusantara maupun manca negara dengan keunikan ekosistem karst dan padang savana yang didalamnya terdapat flora fauna dengan tingkat endemisitas tinggi. Satu hal lain yang sangat penting dalam pengelolaan kawasan konservasi saat ini adalah validitas informasi mengenai eksistensi satwaliar dan tumbuhan serta potensi komponen lainnya dalam kawasan tersebut yang selalu di- update oleh pengelola dan accessible oleh khalayak umum. Akselerasi informasi tidak serta merta dilaksanakan oleh pengelola sendiri, tetapi membuka ruang pelibatan multi pihak dari para pakar dan pemerhati lingkungan. Buku

8 9 berbeda-beda di masing-masing tempat menjadi habitat berbagai jenis Capung. Capung merupakan salah satu keanekaragaman satwa yang dimiliki Taman Nasional Matalawa dari bangsa yang cukup unik mulai siklus hidupnya dan warnanya. Satwa ini juga dikenal predator yang ulung saat berburu mangsa sehingga menjadi pengendali hama alami baik di bidang pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Capung juga mempunyai peranan yang sangat penting sebagai bio indikator lingkungan. KATA Penulisan buku ini melengkapi daftar jenis dan sebaran hasil kegiatan penelitian dan survei yang telah dilakukan sebelumnya. Daftar awal distribusi Odonata PENGANTAR di pulau Sumba pertama kali dilakukan oleh seorang ahli biologi dan zoology berkebangsaan Belanda pada Maman Surahman, S.Hut., M.Si tahun 1953 oleh Mauritz Anne Lieftinck. Hasil kerja Kepala Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru Lieftinck dalam menyediakan data dasar distribusi dan Laiwangi Wanggameti Capung di Sumba patut diapresiasi, namun belum pernah diperbaharui sampai pada akhirnya Taman Nasional Matalawa dan Indonesia Dragonfly Society pada tahun Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur 2015 s/d 2018 berjuang untuk melanjutkan pekerjaan itu. mari kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan karena atas rahmat, nikmat dan hidayah-Nyalah sehingga apresiasi kepada semua pihak yang telah membantu dalam buku Capung Sumba cetakan ke dua dengan data yang penyusunan buku Capung Sumba ini. Semoga buku ini lebih lengkap dari Taman Nasional Manupeu Tanah dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Daru dan Laiwangi Wanggameti (TN Matalawa) selesai diperbaharui. Buku ini menjadi perwujudan kekayaan “Salam lestari, salam konservasi dari penjuru negeri” keanekaragaman hayati Taman Nasional Matalawa yang terletak di gugusan kepulauan Wallacea (Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara). Taman Nasional Matalawa merupakan kawasan konservasi yang sangat eksotis dan memiliki keanekaragaman jenis flora dan fauna yang sangat khas dan endemik yang tidak dapat dijumpai di wilayah lainnya yang didominasi oleh ekosistem karst. Ekosistem karst umumnya dicirikan dengan adanya sungai bawah tanah, drainase permukaan, dan gua yang menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang berbeda dengan daerah lainnya. Sungai-sungai kecil dengan tutupan tajuk yang

10 11 PENGANTAR CETAKAN

Cetakan pertama buku Capung Sumba terbit pada tahun 2016 yang juga merupakan awal penggabungan antara Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti. Pada tahun 2015, pengumpulan data dilakukan di kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti sampai buku siap untuk diterbitkan kemudian terjadi penggabungan dua Kawasan Konservasi yang berada di Sumba. Para pihak yang terlibat dalam penyusunan dan pengumpulan materi Capung Sumba tanpa dilengkapi data kawasan Manupeu Tanah Daru, bersepakat untuk tidak menunggu sharing informasi melalui terbitnya buku Capung Sumba cetakan pertama. Cetakan kedua buku ini diterbitkan dengan perubahan sampul dengan tampilan yang lebih fresh dengan menambahkan catatan data hasil survei pada kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru. Keragaman jenis yang berhasil dicatat menjadi penting karena dari dua kawasan konservasi di pulau Sumba tersebut terdapat perbedaan tipe habitat. Di kawasan Laiwangi Wanggameti terdapat habitat pada ketinggian di atas 1000 mdpl sementara di kawasan Manupeu Tanah Daru tidak terdapat habitat di ketinggian tersebut. Sebaliknya, terdapat habitat pantai dikawasan Manupeu Tanah Daru sedangkan di kawasan Laiwangi Wanggameti tidak terdapat habitat capung di ekosistem tersebut. Buku pada cetakan ini terdapat penambahan jumlah yang didiskripsikan disertai foto yang mungkin dapat memicu rasa ingin tahu para penggiat satwa liar untuk datang langsung ke Taman Nasional Matalawa. Pada cetakan cetakan kedua ini menyajikan 48 spesies bertambah 6 spesies dari cetakan sebelumnya. Semoga penerbitan buku ini bermanfaat untuk masyarakat luas pada umumnya dan khususnya para pemerhati capung di seluruh nusantara. Air terjun Matayangu 12 13 hal tersebut. Pulau Sumba memiliki ekosistem karst yang seringkali dipandang sebagai daerah gersang karena tidak banyak memiliki hutan dan air permukaan. Akan tetapi, di kawasan taman nasional kita melihat hal yang berbeda. Di kawasan konservasi ini kita dapat mempelajari bagaimana hutan sangat berperan untuk ketersediaan air permukaan dan air bawah tanah. Survei pendataan capung ini dilakukan di 10 daerah perairan yang terdiri dari danau, telaga, sungai, dan gua dengan CAPUNG SUMBA, DARI air yang melimpah. Di sekitar daerah perairan tersebut terdapat vegetasi pohon dengan tutupan rapat. Perairan PULAU TERLUAR KAMI di kawasan ini dibutuhkan oleh masyarakat sekitar untuk MENYAPA mendapatkan suplai air. Selain itu, perairan tersebut ternyata menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi, salah satunya capung. Magdalena Putri N. Di tengah keterbatasan literatur tentang capung di Indonesia Dragonfly Society pulau Sumba, buku ini memberikan informasi terkini dan penting tentang capung di kawasan Wallacea khususnya pulau Sumba. Pendataan capung terdahulu di kawasan Nusa Tenggara dilakukan oleh M.A Lieftinck tahun Capung Sumba, buku yang cukup lama dinanti oleh 1949 (hasil penelitiannya diterbitkan tahun1953) seperti para pemerhati capung Indonesia, sekarang bisa kita baca yang tercantum di buku Ekologi Nusa Tenggara dan dan pelajari. Indonesia Dragonfly Society sangat bangga Maluku. Di pulau Sumba M.A. Lieftinck menemukan 68 bisa bekerja bersama dengan Balai Taman Nasional jenis capung dan 11 jenis endemik pulau Sumba. Survei Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti capung di kawasan taman nasional ini menghasilkan data dalam mengungkap kembali kekayaan capung di daerah yang sangat menarik. Survei pertama di tahun 2015 – Indonesia Timur khususnya pulau Sumba. Berawal dari 2016 di kawasan Laiwangi Wanggameti menemukan 48 perjumpaan dan diskusi kami dengan Simon Onggo, jenis capung, 9 jenis endemik pulau Sumba, dan 7 jenis serta dukungan dari Bapak Hart Lamer Susetyo, impian merupakan catatan baru. Delapan jenis capung endemik kami mendata capung di kawasan timur mulai terwujud. pulau Sumba, antara lain Rhinocypha sumbana, Indolestes Selama ini penelitian capung Indonesia bagian timur bellax, Nososticta diadesma, Burmagomphus williamsoni banyak dilakukan oleh peneliti asing, tetapi belum austrosundanum, Paragomphus tachyerges, Hemicordulia dilakukan oleh anak bangsa. Hal tersebut memicu kami chrysochlora, Idionyx orchestra dan Orthetrum untuk mempelajari dan membukukan keragaman capung austrosundanum, Euphaea lara lara. Tujuh jenis catatan di pulau Sumba. baru, yaitu Euphaea lara lara, Pseudagrion pilidorsum Pulau Sumba sebagai salah satu daerah yang berada di deflexum, Drepanosticta berlandi, Burmagomphus Kawasan Wallacea sering menarik perhatian para peneliti williamsoni austrosundanum, Brachythemis contaminata, karena memiliki biodiversitas yang unik dengan tingkat ramburi martini dan Potamarcha congener. endemisitas tinggi. Melalui buku ini, kita bisa mempelajari Tujuh jenis capung tersebut sebelumnya tidak ditemukan

14 15 oleh M.A. Lieftinck di pulau Sumba. Euphaea lara J. P. Simaika tahun 2008- lombokensis, Pseudagrion pilidorsum declaratum dan 2012 di salah satu kawasan Drepanosticta berlandi sebelumnya telah ditemukan oleh konservasi Afrika Selatan. M.A. Lieftinck di daerah Nusa Tenggara lainnya seperti Berdasarkan penelitian Lombok, Sumbawa, serta Flores. Pada survei ke dua tahun tersebut kita juga bisa 2018 di kawasan Manupeu Tanah Daru tidak menemukan mengetahui bahwa capung tambahan jenis baru, hanya penambahan catatan sebaran merupakan bioindikator dari ragam jenis yang sudah ditemukan saat survei yang mudah, dan cepat pertama di kawasan Laiwangi Wanggameti. untuk memantau kualitas Berdasarkan hasil survei di taman nasional, kita juga kawasan seperti lingkungan menemukan capung dengan tingkat sensitivitas yang perairan air tawar, hutan, berbeda-beda, mulai dari tingkat sensitivitasnya tinggi kawasan restorasi, kualitas sampai rendah. Capung dengan tingkat sensitivitasnya landscape yang berubah, tinggi antara lain Burmagomphus williamsoni dan memantau pemulihan austrosundanum, Hemicordulia chrysochlora, Idionyx habitat di suatu kawasan. Metode yang dikembangkan orchestra, Tetrathemis irregularis hyalina, Pseudagrion oleh kedua peneliti capung itu, beberapa tahun terakhir Pseudagrion pilidorsum pilidorsum declaratum, Indolestes bellax, Drepanosticta mulai digunakan oleh peneliti-peneliti capung lainnya deflexum berlandi, dan Nososticta diadesma. Capung-capung antara lain di Republik Cekoslowakia. tersebut biasanya susah dan jarang ditemukan, berada Survei capung di taman nasional ini merupakan di perairan yang bersih atau dekat mata air. Jika suatu langkah awal dan membuka pintu studi-studi capung perairan mengalami perubahan, capung yang tingkat selanjutnya dalam upaya konservasi kawasan di Sumba. sensitivitasnya tinggi akan merespon cepat perubahan Buku Capung Sumba diharapkan dapat memberikan tersebut dengan cara nimfa mengalami kematian atau kontribusi untuk dunia pendidikan dan mengenalkan capung dewasa berpindah ke perairan yang lebih sesuai kekayaan alam Sumba kepada masyarakat terutama dengan habitatnya sehingga capung menjadi lebih sulit anak-anak. Buku ini juga diharapkan menjadi pemicu dijumpai. Oleh karena itu, capung sering digunakan bagi kita untuk mempelajari capung di daerah Indonesia sebagai bioindikator perairan. Melalui survei ini, kita Timur lainnya. Kami yakin masih banyak temuan-temuan dapat mengetahui kualitas perairan di hulu Laiwangi dan menarik yang belum terungkap di kawasan Indonesia Wanggameti. Kualitas perairan di kawasan konservasi ini Timur. Kita masih membutuhkan tangan-tangan masih bagus. dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia untuk Capung saat ini tidak hanya digunakan untuk mewujudkan impian besar, yaitu mengumpulkan kembali mengetahui kualitas perairan, tetapi juga digunakan informasi capung Indonesia, melestarikan alam Indonesia untuk memantau kualitas kawasan dan upaya konservasi melalui capung. kawasan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar jenis Mari kita mewujudkan cinta kita kepada tanah capung juga membutuhkan vegetasi terutama vegetasi air dimulai dari hal sederhana di lingkungan sekitar. riparian rapat dan masih terjaga, selain kondisi perairan Memperhatikan, mengenal, mencintai, dan melestarikan yang bersih. Penggunaan capung sebagai indikator hewan kecil seperti capung akan memberi arti untuk penilaian dan pemantauan kualitas suatu kawasan kehidupan yang lebih baik. Salam Capung Teman Kita! pertama kali dikembangkan oleh Michael J. Samways dan

16 17 Garis Wallacea 386 spesies 134 endemik

Kepulauan Sunda Kecil 152 spesies SPESIES KUNCI 24 endemik CAPUNG SUMBA FAKTA CAPUNG SUMBA Sumba adalah bagian dari daerah Wallacea, suatu daerah yang sejak zaman dahulu terpisah dari pulau-pulau di sebelah barat dan timur Indonesia. Sumba juga bagian dari kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda). Endemisitas di tahun Pungki Lupiyaningdyah pulau Sumba menarik bagi banyak kalangan peneliti dan Jarak waktu penelitian Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu 65 pemerhati hidupan liar, termasuk sang predator kecil di Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lieftinck dan survei udara “punda” (capung). capung oleh taman nasional. Kawasan Wallacea terkenal dengan kawasan dengan biodiversitas yang unik dan tinggi tingkat endemisitasnya. Capung di Wallacea, Pulau Sumba termasuk dalam kawasan Wallacea dan kepulauan Sunda Kecil, merupakan gugusan Kepulauan Sunda Kecil. Apabila dan Sumba dilihat dari jumlah jenis capung, tercatat di kawasan Wallacea 386 % Wallacea berjumlah 386 spesies, dengan hampir 40% Capung di Wallacea jenis-jenis capung tersebut tersebar di Bali dan Nusa Kep. Sunda Kecil 152 40 tersebar di pulau Bali dan Tenggara. Capung endemik diketahui sejumlah 134 Sumba (1953) 68 kepulauan Nusa Tenggara. jenis. Sedangkan diversitas capung di Kepulauan Sunda Sumba (2018)* 48 Kecil sebanyak 152 spesies, dengan 24 jenis diantaranya endemik. Sebagian besar capung endemik di Kepulauan Sunda Kecil berada di kepulauan Nusa Tenggara, dimana Seberapa banyak capung 50% disumbangkan oleh pulau Sumba. endemik? Jenis capung kunci yang perlu dipantau dan dilestarikan adalah jenis-jenis endemik pulau Sumba, * Hasil sementara mencakup dataran Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi karena apabila jenis-jenis tersebut punah, maka tidak akan Wallacea 134 Wanggameti pernah ditemukan lagi. Terdapat 2 jenis capung endemik Kep. Sunda Kecil 24 Informasi dan grafik dibuat untuk tujuan yang perlu mendapat perhatian lebih, yaitu Paragomphus penulisan buku ini, menggunakan konten Sumba (1953) 11 dari tulisan Pungki Lupiyaningdyah (Pusat tachyerges karena status IUCN masuk dalam kategori Penelitian Biologi LIPI), Lieftinck (1953), dan hasil survei capung di TN Matalawa.

18 19 Rentan (Vulnerable) dan Indolestes bellax yang masuk Salah satu negara yang telah berhasil mengaplikasikan status Hampir Terancam (Near Threatened). P. tachyerges DBI adalah Afrika Selatan, dimana pada sekitar tahun dimasukkan dalam kategori rentan, karena dahulu jenis 1990-an akhir, mereka merestorasi seluruh sungai dari ini dapat ditemukan di 10 lokasi berdasarkan publikasi pohon-pohon invasif karena pohon tersebut menghalangi Lieftinck (1953), namun sekarang laporan jumlah sinar matahari dan menyebabkan kemerosotan pinggiran populasinya belum diketahui dan dengan laju deforestasi sungai sehingga mengancam keberadaan capung-capung yang cukup cepat, maka diperkirakan penemuan P. di Afrika Selatan. Berdasarkan pengalaman tersebut, kita tachyerges hanya di area tertentu saja, tidak sebanyak dapat mengambil kesimpulan bahwa salah satu faktor 60 tahun lalu. Begitu pula halnya dengan I. bellax, yang dapat mempengaruhi keberadaan capung bukan saja dengan pertimbangan yang kurang lebih sama dengan P. pengalihan lahan, deforestasi, pencemaran air, namun tachyerges menyebabkan jenis ini masuk kategori hampir juga jenis tumbuhan invasif di badan sungai atau lahan terancam. basah dapat menggangu dan mengancam kehadiran Disamping kedua jenis tadi, Drepanosticta berlandi capung di suatu habitat. yang merupakan catatan baru di Sumba dan Nososticta Buku Capung Sumba dapat menjadi dasar maupun diadesma juga penting dipantau keberadaannya secara tonggak untuk pengelolaan data keanekaragaman hayati di berkala, karena jenis-jenis tersebut sulit dijumpai, sangat Laiwangi dan Wanggameti yang berstatus sebagai taman sensitif terhadap perubahan lingkungan dan sebarannya nasional. Informasi yang disajikan dalam buku ini dapat terbatas. Mempertahankan keberadaan jenis-jenis capung menjadi acuan untuk mencetuskan penelitian dan studi endemik memang bukan pekerjaan mudah, akan tetapi lanjutan dalam menentukan langkah-langkah manajemen perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh. Bahkan, konservasi, seperti pemantauan keberadaan capung setiap apabila kita berhasil memantau populasi mereka di tahun maupun pemetaan habitat capung secara berkala. alam secara terus menerus dan tampak kecenderungan Upaya mengungkap dan mengelola biodiversitas bahwa jenis-jenis endemik tersebut masih tetap ada atau yang ada di Sumba, khususnya wilayah-wilayah yang bertambah populasinya, bisa jadi status IUCN menjadi menjadi kawasan konservasi, tentu tidak berhenti hanya turun atau hilang sama sekali. pada kelompok capung saja, melainkan menambah dan mengembangkan inventarisasi dan studi lanjut pada Dragonfly Biodiversity Index (DBI) kelompok hewan lainnya. Sehingga, data keanekaragaman Salah satu cara memantau diversitas capung hayati baik di pulau Sumba maupun di taman nasional yang paling mudah adalah dengan menggunakan menjadi lengkap. Data-data ini pun seyogyanya terbuka DBI (Dragonfly Biodiversity Index). DBI ini terukur dan dapat diakses oleh para pemerhati lingkungan, parameternya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan pemegang kebijakan dan khalayak umum. Sehingga, secara ilmiah. Akan tetapi, di Indonesia masih belum banyak orang dapat berkontribusi lebih banyak dalam banyak yang mengaplikasikan sistem ini. Hal ini mungkin kegiatan konservasi di pulau Sumba, dengan tujuan untuk selain karena belum familiar juga disebabkan keterbatasan menyokong kehidupan penduduk pulau ini. dari indeks ini, yaitu indeks ini dapat “berbicara” apabila kita konsisten dan kontinyu memantau capung di suatu area dalam kurun waktu tertentu. Sehingga, kita akan mendapatkan perbandingan nilai DBI di waktu awal dan akhir survei.

20 21 Air terjun Laputi

KARAKTER EKOSISTEM PERAIRAN SUMBA

Air merupakan elemen penting dalam kehidupan. Penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan dasar berupa air minum, tetapi juga sebagai sumber energi terbarukan (listrik), penunjang proses-proses industri, irigasi pertanian, hingga berbagai penggunaan lainnya yang memiliki nilai komersial. Di daerah tropis penggunaan air secara komersial telah dilakukan dengan sangat extensif, akan tetapi studi dan pengetahuan mengenai siklus, daya dukung, dan batas ekologis air dalam ekosistem, masih belum diketahui secara mendalam (Whitten et al., 1987). Hal tersebut mendorong munculnya kawasan- kawasan konservasi yang ditujukan untuk mengamankan

22 23 keanekaragaman hayati dan melindungi proses-proses alamiah yang penting bagi kehidupan, seperti siklus air Lubang air (sink hole) (fungsi hidrologi). Reruntuhan batuan Di bagian selatan Indonesia, kita dapat jumpai salah Lapisan tanah Sungai satu pulau terluar nusantara - pulau Sumba. Pulau ini terbentuk dari teras terumbu karang yang terungkit satu Gua vertikal Gua dengan stalaktit & juta tahun yang lalu, dengan kecepatan 0.5 mm/ tahun stalakmit (Monk et al., 2000; Pirazzoli et al., 1991, 1993). Formasi batuan penyusun daratan di pulau ini bertumpuk-tumpuk Rekahan batuan karst (Efendi et al., 1994), dimana lapisan batuan kapur berada (clint & gryke) pada lapisan atas (Abdullah et al., 2000). Gua horizontal Secara kimia batuan kapur pada ekosistem karst dapat terlarut oleh aliran-aliran air, sehingga membentuk lubang-lubang pori berukuran kecil maupun besar. Pelarutan batuan kapur pada ekosistem karst kerap dipandang sebagai pemicu terbentuknya jaringan air yang kompleks dibawah permukaan tanah. Air hujan mengalir melalui jaringan ini, hingga mencapai air tanah bebas (water table). Para ahli geologi percaya bahwa pelarutan Air terjun bawah tanah Lapisan kedap air batuan kapur yang terjadi pada ekosistem karst bahkan Sungai bawah tanah Mata air dapat memicu tebentuknya gua yang cukup besar. Jaringan air bawah tanah Serupa dengan ekosistem karst pada umumnya, Batuan karst pori pada permukaan tanah yang sering disebut dengan ekosistem karst di pulau Sumba, juga memiliki gua-gua istilah makropora. Sistem perakaran vegetasi hutan pada dengan beragam dimensi dan struktur, serta beragam ekosistem karst dapat meningkatkan porositas tanah galeri, bahkan banyak diantaranya dialiri sungai-sungai dan batuan kapur sehingga memungkinkan air untuk di bawah permukaan tanah. Dapat kita bayangkan, pulau meresap melalui celah batuan, serta menunjang pengisian Sumba menyerupai spons, dengan celah-celah batuan, gua air di dalam ruang-ruang di bawah permukaan tanah. dan sungai di bawah permukaannya. Desain ekosistem Kerusakan tutupan vegetasi hutan pada hamparan karst, yang demikian sempurnanya, berperan sangat penting oleh karenanya dapat memberikan dampak negatif yakni dalam mengatur ketersediaan air. Terlebih lagi, dengan berkurangnya ketersediaan dan kualitas air tanah, yang curah hujan yang rendah, air menjadi isu penting di pulau diakibatkan oleh tertutupnya makropora dan sedimentasi. ini. Deforestasi, pembakaran dan kerusakan hutan alam pada Kehadiran hutan tropis, disisi lain, juga memberikan ekosistem karst telah sejak lama dipercaya dapat memicu pengaruh yang cukup besar bagi siklus hidrologi di Pulau timbulnya berbagai bencana seperti erosi, kelangkaan Sumba. Pentingnya hutan tropis di berbagai daerah air, banjir, pergerakan batuan, hingga kekeringan dan karst telah dikaji dalam berbagai studi (Chandler, 2006; perubahan karst akuifer (Tuyet, 2001). Berbeda halnya Tuyet, 2001). Vegetasi pohon pada ekosistem karst Proses aliran air pada bentang dengan ekosistem lain, para ahli percaya bahwa ekosistem karst, digambar ulang oleh Elde N. memberikan beberapa keuntungan secara hidrologis, Respatika Oscilata dari: https://web. karst bersifat rentan atau relatif tidak dapat dipulihkan salah satunya adalah menunjang terbentuknya lubang viu.ca/geoscape/Karst.htm. dari kerusakan.

24 25 Hutan di pulau Sumba, telah mengalami degradasi sehingga menyisakan kantong-kantong kecil hutan yang terpisah antara satu dengan yang lainnya. Dengan kondisi pulau ini yang berupa ekosistem karst, maka sah-sah saja ketika kita berandai-andai bahwa air dapat menjadi isu yang lebih serius lagi pada masa mendatang jika kita tidak berbuat. Berbuat untuk menjaga hutan di pulau indah nan elok di bagian timur Indonesia ini. Kantong-kantong hutan di pulau Sumba kini tersisa di daerah-daerah yang dilindungi (kawasan konservasi). Kerap daerah-daerah ini disebut sebagai benteng terakhir bagi pelestarian keanekaragaman hayati. Namun sebenarnya lebih dari itu, kawasan-kawasan ini juga menjadi benteng terakhir kelangsungan hidup pulau Sumba, karena fungsinya dalam mengatur tata air. Kawasan hutan Laiwangi Wanggameti, merupakan salah satu kawasan konservasi di pulau Sumba. Di kawasan ini, lubang-lubang pada batuan kapur dapat terlihat dengan jelas, diantara lebatnya hutan maupun terpapar langsung diatas permukaan tanah. Lubang- lubang ini merupakan hasil dari pelarutan batuan kapur oleh air hujan yang berfungsi sebagai pintu masuk air Gua Matawai La Rawa menjadi gua di bawah permukaan, dan fungsi hidrologi. Hubungan terpanjang yang pernah ditemukan di dalam (sink holes) ke bawah permukaan. Aliran air ini kemudian kawasan taman nasional. Penelusuran oleh kompleks antara karakteristik permukaan karst yang terakumulasi di dalam ruang-ruang dan gua di bawah caver dari Ritsumeikan University telah unik dan lorong-lorong di bawah permukaan tanah serta mencapai 3 km dan belum mencapai ujung permukaan tanah. Air yang terakumulasi tersebut masih gua. Di dalam gua ini ditemukan beberapa hidrologi menciptakan sistem yang seimbang. Aktivitas dapat kembali bergerak melalui celah-celah batuan, yang genangan air yang kemungkinan besar saat aktivitas industri, seperti penambangan batu kapur, musim hujan menjadi sungai bawah tanah. kemudian bisa saja muncul sebagai mata air di tempat Foto oleh Yushiro Kuroki atau aktivitas lain yang mengubah vegetasi, jika tidak yang berbeda, kemudian mengalir ke sungai baik di atas dilaksanakan dengan hati-hati, dapat menyebabkan erosi maupun di bawah permukaan tanah. Sistem jaringan air tanah yang berlebihan, perubahan pada aliran air dibawah yang kompleks ini memiliki fungsi sebagai penyimpan permukaan, kontaminasi, sedimentasi serta penyumbatan dan regulator air, bagi daerah hilir. aliran air di bawah dan di permukaan tanah. Bentuk-bentuk aktivitas manusia yang mengubah Sensitivitas Ekosistem Karst bentang lahan pada ekosistem karst harus dilaksanakan Karst dikenal sebagai ekosistem yang unik, berharga dengan sangat seksama dan penuh dengan pertimbangan dan tak-terbarukan, serta sangat rentan terhadap untuk memastikan bahwa fungsi dan nilai karst tetap gangguan, bahkan lebih rentan dari sumberdaya terjaga. Pun aktivitas rekreasi di daerah karst, juga perlu lahan pada umumnya. Karst memiliki sensitifitas yang memperhatikan aspek kelestarian, guna mengantisipasi tinggi karena menghubungkan tiga dimensi alam yaitu terjadinya kerusakan dan penggunaan yang berlebihan karakteristik permukaan karst yang unik, lorong-lorong atas sumberdaya karst.

26 27 Lalu bagaimana kita mengetahui, bahwa ekosistem karst dan fungsi hidrologinya sudah berubah? Ekosistem karst sangat sensitif dan ketika terjadi kerusakan, sulit untuk dipulihkan. Kerusakan vegetasi pada ekosistem karst dapat memicu terjadinya sedimentasi, penyumbatan lorong-lorong air yang pada akhirnya akan mempengaruhi bukan saja kualitas tetapi juga ketersediaan air. Sehingga penting bagi kita untuk mengetahui, apakah ekosistem karst dan fungsi hidrologinya sedang mengalami perubahan karena terdampak oleh adanya kerusakan. Penggunaan indikator- indikator biologi merupakan salah satu alternatif untuk mendeteksi perubahan dan kerusakan pada ekosistem karst, dan capung adalah salah satu diantaranya. Capung (odonata) sangat sering dijumpai pada badan air dan konon mendominasi total biomassa dan jumlah spesies invertebrata (Batzer et al., 1999; Blois- Heulin et al., 1990; Sang et al., 2011; Wittwer et al., 2010). Banyak peneliti berpendapat bahwa odonata peka terhadap perubahan yang terjadi pada habitat perkembangbiakannya maupun ekosistem daratan di sekitarnya. Mereka merespon dengan cepat perubahan kualitas lingkungan, melalui persebaran aktif. Kehadiran satu atau beberapa spesies capung oleh karenanya dianggap mampu menggambarkan perubahan yang terjadi pada suatu habitat atau ekosistem. Tak terkecuali Air terjun di dalam gua La Iring di desa Katikuwai. Di mulut guanya yang sempit ekosistem karst yang erat kaitannya dengan sumberdaya ditemukan jenis catatan baru untuk Sumba air. Sebagai bioindikator, capung dewasa lebih populer, yaitu Depranosticta berlandi. karena relatif lebih mudah diamati secara kasat mata dan lebih mudah untuk diidentifikasi, dibandingkan dengan fase perkembangan capung yang lain. (ANDI IRAWAN)

28 29 Man has been endowed with reason, with the power to create, so that he can add to what he’s been given. But up to now he hasn’t been a creator, only a destroyer. Forests keep disappearing, rivers dry up, wild life’s become extinct, the climate’s ruined and the land grows poorer and uglier every day.

Anton Chekhov, Uncle Vanya, 1897 HABITAT CAPUNG

Capung dikenal sebagai hewan perairan, sehingga tempat terbaik untuk menemukan mereka tentunya di badan-badan air. Segala tipe lahan basah dapat menjadi tempat perkembang biakan yang baik bagi capung, hanya saja beberapa jenis capung mungkin dapat berkembang lebih baik pada kondisi badan air tertentu. Pada umumnya, jenis-jenis capung lebih banyak dijumpai pada danau dan badan air yang bersuhu hangat dengan tutupan vegetasi yang relatif baik. Banyak diantara jenis-jenis capung yang memiliki sifat “pemilih” (habitat specialist), sehingga untuk menemukannya perlu mengenal karakteristik habitat yang menjadi pilihan mereka. Cara terbaik untuk menemukan berbagai jenis capung adalah dengan melakukan pengamatan pada beragam tipe habitat, tidak hanya pada satu tipe danau dan sungai saja, melainkan berbagai macam tipe dan karakteristik badan air yang berbeda. Danau dan sungai-sungai besar, misalnya, bisa saja dihuni oleh jenis capung yang tidak ditemukan di badan-badan air yang berukuran lebih kecil. Beberapa jenis capung bahkan lebih memilih habitat buatan seperti waduk dan embung.

30 Euphaea lara lara 31 Capung di Pulau Sumba yang berbeda-beda, mulai dari yang alami hingga buatan, yang terbuka dan tertutup vegetasi. Tipe dan karakteristik yang berbeda-beda inilah yang mendukung berbagai Daftar distribusi jenis capung di Nusa Tenggara dan jenis capung untuk hidup dan berkembang biak. Berikut Maluku dipublikasikan pertama kali sebagai data dasar ini adalah beberapa habitat capung yang berhasil kami oleh Lieftinck pada tahun 1953, termasuk diantaranya jelajahi di Manupeau Tanah Daru Laiwangi Wanggameti. capung di Pulau Sumba (Monk et al., 2013). Sejak saat dikeluarkannya daftar tersebut belum ada yang Wahyu Sigit Rahadi sedang mengamati mempelajarinya kembali khususnya di pulau Sumba, capung Lathrecista asiatica asiatica di hingga diterbitkannya buku ini. sekitar danau Laputi. Pada tahun 2015, survei capung untuk yang kedua kalinya dilaksanakan, setelah 63 tahun sejak daftar jenis capung pulau Sumba pertama kali dirilis. Studi ini dilaksanakan atas kerjasama Balai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti dan Indonesia Dragonfly Society. Meskipun pengambilan data masih terbatas di seputaran dataran Laiwangi hingga Wanggameti, kegiatan survei mampu mendata 48 jenis capung dimana 9 diantaranya adalah jenis endemik pulau Sumba. Hasil temuan ini sedikit lebih rendah dari daftar yang dibuat oleh Lieftinck pada tahun 1953. Kala itu, Lieftinck mendaftar 68 jenis capung, yang 11 jenis diantaranya endemik pulau Sumba. Hal menarik lainya dari hasil survei adalah ditemukannya 2 jenis capung yang belum tercatat pada kajian sebelumnya. Para pengamat sering menggunakan istilah catatan baru (new record), untuk disematkan pada jenis- jenis yang belum pernah tercatat sebelumnya. Kemudian dengan adanya penggabungan dua taman nasional di Sumba menjadi Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti maka diadakan survei lagi di tahun 2018 di kawasan Manupeu Tanah Daru. Pada survei di kawasan Manupeu Tanah Daru ini tidak menemukan tambahan jenis baru, hanya penambahan catatan sebaran dari ragam jenis yang sudah ditemukan saat survei pertama di kawasan Laiwangi Wanggameti. Hutan diperbukitan Manupeau Tanah Daru Laiwangi Wanggameti merupakan asosiasi dari beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem air tawar. Disana dapat dijumpai badan-badan air dengan tipe dan karakteristik

32 33 Danau Laputi

Danau Laputi merupakan habitat capung bervegetasi alami di dataran Laiwangi. Tutupan vegetasi hutan menyelimuti danau ini, lantai hutan disekitar danau bersih, dan hanya ditumbuhi beberapa jenis herba. Suasananya masih sangat alami, dengan berbagai jenis pohon lebat tumbuh disekitarnya. Danau seluas kurang lebih 1 ha ini, menampung air dari sungai kecil yang berhulu di mulut gua. Aliran sungainya cukup deras dan terus mengalir sepanjang tahun. Danau Laputi terletak di bibir tebing. Luapan air dari danau ini jatuh dari tebing membentuk air terjun dan terus mengalir jauh menyusuri sungai, melewati desa-desa dibawahnya. Penduduk desa memanfaatkan air sungai yang bersumber dari danau Laputi untuk berbagai keperluan. Mulai dari keperluan sehari-hari, pengairan lahan pertanian, hingga untuk pembangkit listrik. Interaksi antara alam dan aktivitas manusia ini juga berperan dalam menciptakan habitat buatan bagi capung. Nososticta diadesma 34 35 Sungai Billa

Terletak di bagian timur perbukitan Laiwangi, sungai Saat musim kemarau, Billa memiliki aliran yang relatif tenang. Sungai kecil sungai Billa tidak mengalir, ini merupakan sungai temporer, yang mengalirkan air hanya menyisakan sedikit di waktu tertentu saja, yakni di musim penghujan. Pada genangan air saja. musim kemarau sungai ini hanya menyisakan genangan- genangan air yang terperangkap di ceruk-ceruk sungai. Pepohonan kecil tumbuh di sepanjang sungai, menutupi badan sungai. Tajuk-tajuk pepohonan tidak terlalu rapat, tetapi tetap berperan dalam mengatur suhu udara di sekitar sungai. Cahaya matahari masih sanggup menembus vegetasi pohon dengan intensitas sedang dan berperan menghangatkan suhu air. Kondisi sungai Billa yang sedemikian, cukup berpotensi bagi perkembangan capung.

Sungai Billa saat musim penghujan.

36 Kabut melingkupi hutan di Billa 37 setiap pagi saat musim penghujan. Kompleks Air Terjun Kanabuwai

Tersembunyi di antara perbukitan Laiwangi, komplek air terjun Kanabuwai terisolir dari aktivitas manusia. Air terjun Kanabuwai berundak-undak bagai tangga, yang tersusun secara acak, hasil desain dari daya-daya alam. Air terjun Kanabuwai berhulu di sebuah mulut gua, di bagian puncak air terjun. Dari mulut gua itulah air memancar, menumbuk bebatuan kapur pada dinding tebing beberapa kali sebelum mencapai dasar tanah, dan mengalir mengikuti aliran sungai menuju Desa Waikanabu. Aliran air di komplek ini selalu ada sepanjang tahun, dan pada saat musim penghujan sungainya meluap dengan arus yang sangat deras. Ketika musim kemarau, tampak kolam- kolam air berwarna biru, dibagian tepi sepanjang sungai. Idionyx orchestra Hutan alam dengan pepohonan yang sangat rindang menyelimuti komplek air terjun Kanabuwai. Pohon-pohon berukuran sedang dan besar melengkapi pemandangan dan menciptakan naungan bagi badan air di kompleks air terjun ini. Rotan, rumpun-rumpun bambu menghiasi tepian sungai. Berbagai jenis herba, paku-pakuan, dan lumut tumbuh di lantai hutan sekitaran sungai. Hal yang menandakan bahwa komplek ini selalu lembab. Percikan dan butiran-butiran air kerap terbawa angin hingga mencapai daratan sekitarnya. Lokasi yang nampaknya digemari oleh berbagai jenis capung untuk nerkumpul dan berkembang biak.

38 39 Pahulu Bandil

Berbeda dengan habitat alami yang lain, telaga Pahulu Bandil sebenarnya merupakan embung. Cekungan yang digunakan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air untuk ternak. Terletak di dataran tinggi Wanggameti, badan air ini mengering di saat musim kemarau. Tidak ada tajuk pohon di sekitar badan air, sinar matahari langsung mencapai permukaan air, dan menghangatkan suhu air di danau ini. Alang-alang dan semak belukar mendominasi vegetasi di sekitar badan air. Acapkali pada musim penghujan, air menjadi keruh. Sedimen-sedimen tanah terbawa air hujan, langsung menuju badan air, dan hanya sebagian kecil saja tertahan oleh rumput dan belukar. Parit-parit kecil disela- sela rerumputan, semakin menegaskan bahwa erosi permukaan terjadi secara terus-menerus di area ini.

Pantala flavescens 40 41 Telaga Ananjaki Telaga Ananjaki dan Praimadita

Ischnura senegalensis Dengan kondisi relatif terbuka dari naungan, telaga Ananjaki (foto kiri atas) dan telaga Praimadita (foto kiri bawah) didominasi vegetasi semak dan perdu. Beberapa batang pohon kesambi, serta rumpun bambu tumbuh di sekitar telaga terpisah satu dengan yang lain, dengan jarak yang saling berjauhan. Tajuk pohon tidak merata, sehingga badan air langsung terkena sinar matahari. Berbagai jenis rumput termasuk alang-alang tumbuh hingga tepian danau. Keberadaan beberapa jenis ikan, pada umumnya ikan nila, membuat telaga ini kerap dijadikan spot memancing oleh penduduk sekitar. Letak dua telaga di atas, berada di dataran rendah, di sebelah selatan dekat pantai Tawui. Terang saja, suhu udara di telaga ini hangat dan panas di siang hari.

Tramea eurybia eurybia

42 43 Telaga Praimadita Air terjun di dalam gua La Iring.

Gua La Iring

Merupakan salah satu spot penting, untuk pengamatan jenis-jenis capung endemik. Drepanosticta berlandii adalah salah satu jenis endemik yang ditemukan di spot ini. Gua La Iring memiliki karakter unik. Air terjun dan sungai aktif berada di dalam gua dan kerap menarik minat para petualang. Namun untuk dapat menikmatinya, dibutuhkan pengorbanan dan sedikit jiwa petualang, karena mulut gua La Iring berada di atas bukit terjal dan mulut guanya sempit.

Foto oleh Agus Hong Drepanosticta berlandi 44 45 Wanggameti dan Katikuwai

Wanggameti adalah dataran tertinggi di pulau Sumba. Berbagai badan air dapat dijumpai di dataran tinggi ini. Sungai kecil di dalam lebatnya hutan Wanggameti merupakan salah satu spot pengamatan penting jenis- jenis endemik seperti Hemicordulia chrysochlora. Masih di seputaran dataran tinggi Wanggameti, di desa Katikuwai juga terdapat spot menarik berupa sungai. Sungai yang membelah desa ini merupakan sungai utama bagi masyarakat di Sumba. Aliran airnya sepanjang tahun, mengalir hingga bejarak ratusan kilometer menuju daerah-daerah hilir hingga ke pantai utara pulau Sumba. Di sisi-sisi sungai masih terdapat tegakan-tegakan pohon. Letaknya yang berada di dataran tinggi membuat sungai ini terasa dingin di pagi hari. Namun hangat di siang hari, oleh pancaran sinar matahari.

Hemicordulia chrysochlora 46 47 Watumbelar

Terletak di bagian timur kawasan Manupeu Tanah Daru yang berbatasan dengan kabupaten Sumba Timur, memiliki banyak aliran sungai mengalir tenang dan beberapa perairannya pada saat musim kemarau tidak mengering. Sedang beberapa perairan lain menyisakan genangan-genangan air saja. Tutupan pepohonan masih bagus di sekitar badan perairan. Walau tidak jauh dari sekitaran sungai sudah banyak ruang terbuka dengan tumbuhan savana dan perladangan. Watumbelar merupakan kawasan yang tidak jauh dengan pemukiman warga desa.

48 49 Kanabuwulang

Kawasan ini lebih banyak semak dan perdu. Tegakan pepohonan banyak dijumpai di sekitar karts menuju gua. Aliran sungai keluar dari dalam mulut gua yang berada di dinding tebing lubang besar. Kiri kanan sungainya tidak terdapat pepohonan, lebih banyak rerumputan dan semak. Aliran sungai yang keluar dari mulut gua juga tidak panjang dan sepanjang musim mengalir. Tidak banyak ragam jenis capung yang ditemukan di kawasan ini.

50 51 Praimahala Sungai 1 Praimahala Sungai 2

Kawasan sungai besar hasil pertemuan dua aliran sungai Merupakan aliran sungai di atas aliran sungai yang sepanjang musim mengalir. Sekitar badan sungai Praimahala 1 yang alirannya menyatu jadi satu sungai. penuh dengan tegakan pepohonan besar dan rapat. Sungai Karakter sungai dengan bebatuan dasar karst akan tampak berbatu dengan aliran cukup deras jauh dari pemukiman muncul pada saat musim kemarau. Sepanjang badan ini menghadirkan banyak ragam capung. Aliran sungai sungai penuh dengan pepohonan lebat. Ragam capung yang sangat panjang dengan kiri kanan dipenuhi juga banyak ditemukan di sepanjang aliran sungai ini. pepohonan menandai sebuah kawasan yang masih sehat. Sinar matahari juga masih bisa tembus di antara aliran Sering terdengar teriakan monyet ekor panjang dan kicau sungainya. aneka burung.

52 53 Taman Mas

Kawasan Tanah Mas merupakan kawasan di Manupeau Tanah Daru yang berdekatan dengan pantai. Survei yang dilakukan di sekitar kantor resort merupakan kawasan yang masih sangat lebat vegetasi sekitar perairannya. Mengalir tenang dengan kondisi air yang jernih, sekitar badan sungai masih banyak ditumbuhi tanaman rotan. Perairan yang sepanjang musim tidak mengering. Tidak jauh dari perairan dengan kelebatan vegetasi merupakan lahan terbuka savana dengan penuh perdu dan semak. Banyak ragam capung yang ditemukan dan menjadi spot ragam capung endemik.

54 55 Ekosistem Karst Sumba

Pulau Sumba Di bagian selatan Indonesia, kita dapat jumpai salah satu pulau terluar nusantara - pulau Sumba. Pulau ini terbentuk dari teras terumbu karang yang terungkit satu juta tahun yang lalu, dengan kecepatan 0.5 mm/ tahun. Formasi Sumba Barat Daya Sumba Tengah batuan penyusun daratan di pulau ini bertumpuk-tumpuk, dimana lapisan Sungai Kambaniru batuan kapur berada pada lapisan atas. Serupa dengan ekosistem karst pada umumnya, ekosistem karst di pulau Sumba, juga memiliki gua-gua dengan beragam dimensi dan struktur, serta Sumba Barat beragam galeri, bahkan banyak diantaranya dialiri sungai-sungai di bawah permukaan tanah. Dapat kita bayangkan, pulau Sumba menyerupai spons, dengan celah-celah batuan, gua dan sungai di bawah permukaannya. Desain Manupeu Tanah Daru ekosistem yang demikian sempurnanya, berperan sangat penting dalam Sumba Timur mengatur ketersediaan air. Terlebih lagi, dengan curah hujan yang rendah, air menjadi isu penting di pulau ini. Luas Taman Nasional Matalawa yang kurang dari 10 % luas Sumba, memiliki peran/fungsi dan manfaat yang begitu banyak bagi kehidupan mahluk Bentang Karst Laiwangi Wanggameti hidup. Tegakan hutan alam yang tersisa di pulau ini sebagian besar terdapat di taman nasional. Begitu juga dengan ribuan mata air yang mengalirkan airnya menjadi banyak air terjun dan sungai-sungai besar, menjadikan Matalawa Kawasan Taman Nasional sebagai kawasan perlindungan hidrologi yang sangat penting. Perpaduan antara variasi ekosistem dan tegakan hutan dengan daerah alirah sungai yang beragam merupakan rumah yang nyaman bagi sekitar 48 jenis capung, dengan 8 jenis endemik pulau Sumba.

Padiratana Taman Mas Watumbelar

Matayangu Kanabuwulang

Dataran Manupeu Tanah Daru

56 57 Ekosistem KarstEkosistem Bentang Karst Sungai Pusat Penelitian Biologi LIPI) Biologi Penelitian Pusat Terletak pada ketinggian 1.225 pada ketinggian Terletak LEGENDA PETA LEGENDA Area diperbesar di bawah Area Peta oleh Andi Irawan oleh Andi Peta D., Karst, Sebaran Ekosistem Ford, Peta Rupa Bumi, (2013); Peta D. P. Williams, & 8, USGS.gov Landsat Citra Peta Ilustrasi oleh Elde N. Respatika Oscilata m.dpl, menjadi titik tertinggim.dpl, di didominasi vegetasi hutan elfin didominasi vegetasi pulau Sumba. Meski tidak relatif terlalu tinggi, puncak Wanggameti Wanggameti puncak tinggi, terlalu umumnya berada pada ketinggian pada ketinggian berada umumnya tropis. Di Indonesia, hutan ini pada tropis. . ≥2000 mdpl. (Ari Prihardianto Keim, Prihardianto (Ari ≥2000 mdpl. Paulubandil Paulubandil Karst Wanggameti .

. .

i 1.225 m dpl

Wanggameti t Wanggameti e

m

a Wanggameti Puncak Telaga Ananjaki Telaga

Dataran Tinggi Wanggameti Tinggi Dataran g

g

n

a

Pulau Salura Pulau W

. i

g .

Gua La Iring

g

n

i

T Sungai Katikuwai

. n

Puncak Wanggameti Puncak Telaga Praimadita Telaga a

Telaga Ananjaki Telaga r a

Gua La Iring Pantai Katundu Pantai t

Katikuwai

Desa Katikuwai

a D Desa Katikuwai Telaga Praimadita Telaga . Desa Waikanabu Katikuwai Sungai Katikuwai Karst Laiwangi Pantai Lailunggi Pantai Kanabuai Dataran Laiwangi Dataran Billa Pantai Tawui Pantai Danau Laputi Air Terjun Laputi Terjun Air SAMUDERA HINDIA SAMUDERA Sungai Kambaniru Dataran Laiwangi Dataran . ) Anguilla sidat, sp. Danau Laputi dihuni oleh belut (sebenarnya artinya nenek. Kepercayaan “apu” oleh masyarakatyang disebut dan “apu” masyarakat tidak mengganggu keberadaan untuk kelestariannya. lingkungan sekitar ini terjaga wilayah membuat Desa Waikanabu Area diperbesar di kananArea . . . Danau Laputi Kanabuwai ). Tekanan membuat air yang tersimpan di perut bumi mencari jalannya jalannya mencari di perut bumi tersimpan yang air membuat ). Tekanan Waingapu sehingga membentuk sungai-sungai dalam tanah dan keluar ke permukaan permukaan ke keluar dalam dan tanah sungai-sungai sehingga membentuk Sumba. seluruh pulau hampir menjangkau air sungai, Melalui air. mata sebagai Air Sumber Kehidupan Struktur laut. ke mengalir tidak cepat agar hujan air menangkap Hutan faktor dua Kombinasi meresap. yang air menahan di bawahnya karst batuan Daru Laiwangi dan Tanah Manupeu Nasional Taman kawasan ini membuat catchment ( water air daerah berfungsi sebagai tangkapan juga Wanggameti area Billa Desa Praingkareha Sungai Tamuji 15 km Panjang: Air Terjun Laputi Terjun Air Sungai Laputi Tanjung Sasar Tanjung Pantai Tarimbang Waibakul Panjang sungai Kambaniru Panjang henti, Tanpa mencapai 1.174 km. kebutuhan sungai ini menyuplai Timur. air penduduk Sumba Waikabubak Tambolaka 58 martini ramburii Neurothemis 59 Utara karst. bentang di atas terletak Laiwangi Dataran di dataran gua tersebar tipe dan ukuran Beragam karst 40 gua di bentang ini. Sedikitnya terdapat Laiwangi diragukan dataran lagi Tak Laiwangi. Kiri berfungsi hilir. daerah sebagai tandon air bagi Laiwangi, Karanga gua megah di dataran salah satu vertikal, secara terpampang dengan kedalaman dan panjang 471 meter. mencapai 58 meter La Rawa, Matawai Dibelahan lain, gua horizontal di dataran sebagai gua terpanjang masih tercatat mencapai 3 sudah ditelusuri gua yang ini. Panjang belum ditemukan.km, Gua-gua namun ujungnya turun di kerap ini menelan air hujan yang di dataran Laiwangi. tinggi dataran Pulau Sumba Pulau KEPALA SAYAP Terdiri dari mata, dahi, mulut, dan antena. TENTANG Mata capung mendominasi seluruh Capung memiliki empat sayap kepalanya dengan 30.000 mata majemuk transparan yang melekat pada dada (ommatidia) dan sudut pandangnya bisa dengan otot yang terpisah. Setiap mencapai 360 derajat. Lebih dari 80% sayap bisa bergerak sendiri-sendiri. CAPUNG otak capung digunakan untuk menganalisis Hal ini membuat capung bisa terbang informasi visual yang ditangkap mata. mundur dan berputar dengan cepat. PROTORAKS (DADA DEPAN) SINTORAKS (DADA)

BETINA JANTAN

EMBELAN RUAS Capung merupakan serangga yang masuk ke dalam KAKI EMBELAN (Anal apendages) ABDOMEN ordo (bangsa) Odonata. Dalam tingkatan takson, di (Anal apendages) bawah ordo Odonata masih ada sub ordo lagi yaitu Enam kaki capung Embelan pada capung Anisoptera dan Zygoptera. Anisoptera secara umum jarang digunakan untuk Capung jantan dan betina betina berfungsi sebagai dikenal sebagai capung atau dragonfly, sementara berjalan. Tiga pasang memiliki embelan. Embelan ovipositor. Ovipositor Zygoptera disebut capung jarum atau damselfly. kaki yang panjangnya jantan berbentuk seperti capit. adalah organ yang dimiliki Cara yang mudah untuk membedakan capung berbeda ini berfungsi Selain sebagai penanda jenis serangga untuk meletakkan dengan serangga lainnya adalah melihat bagian mata untuk menangkap kelamin, embelan juga berfungsi telurnya. Bentuknya seperti dan perut. Mata capung sangat besar dibandingkan mangsa dan bertengger GENITAL SEKUNDER membantu proses kopulasi katup dan tumpul. Saat dengan kepalanya. Dan perutnya kecil dan panjang. baik saat beristirahat (kawin). Saat terbang tandem, kopulasi, embelan betina atau bertelur. Bagian yang tampak embelan jantan mencengkeram akan menempel pada menonjol ini hanya leher capung betina. genital sekunder jantan. dimiliki oleh capung 60 61 jantan. Perbedaan Anisoptera dan Zygoptera Zygoptera

Dua sub ordo Odonata dapat dibedakan dari KEPALA bentuk tubuh, mata, sayap, dan perilaku terbang. PROTORAKS

SINTORAKS SAYAP KEPALA

PROTORAKS EMBELAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SINTORAKS RUAS ABDOMEN

1 2 3

4

5

6 RUAS ABDOMEN MATA MAJEMUK

Anisoptera 7 ANTENA

8 DAHI

9 OCELLI 10 EMBELAN MULUT

SAYAP

Ukuran sayap Anisoptera antara depan dan belakang berbeda. Biasanya sayap belakang lebih besar. Sementara sayap Zygoptera relatif sama ukurannya. Saat hinggap, sayap Anisoptera terentang atau terbuka M ATA sementara Zygoptera dilipat atau menutup. Perilaku terbang Anisoptera cenderung cepat dan wilayah Bentuk mata capung jelajahnya lebih luas, kebalikan dengan Zygoptera yang Anisoptera terlihat terbang pelan dan sempit wilayah jelajahnya. menyatu dibandingkan Zygoptera yang terpisah. Anisoptera Zygoptera 62 63 Siklus Hidup Capung

KOPULASI Pertemuan alat kelamin jantan dan betina pada hewan disebut kopulasi. CAPUNG DEWASA Setelah keluar dari nimfa, capung butuh waktu beberapa jam untuk mengeraskan organ tubuhnya sampai kuat untuk terbang. TANDEM Posisi saat capung jantan mengaitkan embelannya pada leher betina disebut MOLTING tandem. Posisi tandem Nimfa yang sudah tua (mature) akan dilakukan saat capung merangkak keluar dari air.Capung yang akan kopulasi dan telah sempurna akan merobek kulit nimfa meletakkan telur. dan keluar. Proses ini disebut molting.

NIMFA Masa terpanjang dalam siklus hidup capung TELUR berada pada fase nimfa. Kemampuan bertahan Telur diletakkan di benda- nimfa pada berbagai jenis kualitas perairan benda yang ada di dalam air. menjadikan capung bisa menjadi Setelah menetas menjadi larva bioindikator pencemaran air. yang disebut nimfa. AIR

64 65 Ilustrasi oleh Elde N. Respatika Oscilata Kopulasi capung Pseudagrion Molting Anax sp pilidorsum deflexum

Posisi tandem Pseudagrion Cangkang nimfa Anax sp yang calosomum banyak ditemukan di telaga Ananjaki

66 67 Aliran sungai sebelum mencapai air terjun Kanabuwai. 68 69 JENIS-JENIS CAPUNG MANUPEU TANAH DARU DAN LAIWANGI WANGGAMETI

E Jenis Endemik Sumba

70 Neurothemis ramburi 71 Pseudagrion pilidorsum deflexum

SUBORDO Zygoptera

72 73 CHLOROCYPHIDAE CHLOROCYPHIDAE Libellago naias Rhinocypha sumbana E Lieftinck, 1932 memiliki garis hitam tipis. Foerster, 1897 Capung betina memiliki Capung sangat cantik bagian samping berwarna ukuran sedikit lebih kecil Merupakan salah kuning pucat. Keseluruhan dan berbatu, baik berupa dengan ukuran kecil ini biru muda bergaris hitam. dari pejantan, dengan satu jenis capung dengan tubuh betina berwarna sungai ataupun parit. Dapat merupakan jenis endemik Bagian perut jantan ber- warna dominan kecokelatan ukuran lebih pendek dari cokelat kekuningan dengan dijumpai pula di kolam NTT. Panjang abdomen warna kemerahan cerah dan variasi spot hitam capung jarum lainnya. variasi garis hitam. telaga pegunungan dengan jenis ini sekitar 14-16 mm mulai ruas pertama sampai cokelat di bagian toraks dan Perut berbentuk bulat Habitat capung ini vegetasi rapat. dengan panjang sayap 15-18 kesepuluh, tiap ruasnya perutnya. dengan warna merah diperairan yang mengalir mm. Spot kecil di bagian menyala pada pejantan ujung sayapnya menjadi dan kekuningan untuk penanda bagi jenis ini betina. Mata berwarna Mata bagian atas pejantan hitam kecokelatan, dengan berwarna abu-abu kebiruan, bagian atas toraks berwarna dengan dahi berwarna biru. hitam sedangkan bagian Terdapat garis hitam cokelat bawahnya berwarna merah, di bagian toraks, dengan dan antehumeral berwarna

74 75 EUPHAEIDAE Euphaea lara lara E Krüger, 1898 Capung ini memiliki oranye dan memiliki toraks ruas terakhir berwarna kepak sayap yang indah berwarna oranye dengan kehitaman. Sedangkan dan relatif mudah dijumpai variasi garis hitam. Mata betina berwarna cokelat karena jumlahnya cukup berwarna kehitaman, mulut kekuningan muda pucat. melimpah. Pejantan penuh putih kebiruan seturut Perut berwarna hitam dan dengan warna oranye. berjalannya dewasa. Perut, toraks cokelat kekuningan Seluruh sayapnya berwarna mulai ruas ketiga sampai pucat dengan variasi garis hitam. Mata berwarna hitam dan mulut berwarna putih. Sayap betina tanpa warna. Habitat perairan capung jenis ini antara lain sungai, selokan, kolam, telaga, yang pada umunya bervegetasi.

Betina

Jantan

76 77 LESTIDAE Lestes concinnus Hagen, 1862

Spesies Lestes concinnus di kawasan udara kering ini akan sering di jumpai dengan banyak tanaman- jauh dari sumber air, lahan tanaman batang kering, di terbuka dan kawasan atas tanah lumpur coklat tandus. Jarang terlihat kering. dan tidak tampak kontras, Jantan berwarna lebih kemunculannya tidak setiap cokelat terang. Sedang waktu musim. betinanya lebih tampak Capung jarum jenis ini pucat. Capung jarum saat bertengger akan terlihat ini mempunyai bentuk sayap lebih sering terbuka. abdomen yang cukup Habitatnya juga biasanya panjang.

LESTIDAE Indolestes bellax E Lieftinck, 1930 Capung jenis ini berwarna hitam bagian atas beragam baik di sungai memiliki sosok tubuh dan memutih bagian bawah. maupun parit. Capung ini berwarna biru. Mulut Anal apendages panjang sensitif terhadap perubahan berwarna biru, mata biru menyerupai jarum. lingkungan dan sulit untuk kehitaman, toraks biru Habitat jenis ini di dijumpai. hitam sampai dengan perut perairan dengan kanopi ruas kedua. Setelah itu perut rapat dengan vegetasi

Foto oleh Heri Andri 78 79 COENAGRIONIDAE Agriocnemis pygmaea Rambur, 1842

COENAGRIONIDAE Sering keliru terakhir terdapat corak hijau dengan garis hitam diidentifikasi sebagai A. berwarna oranye. Pada sepanjang abdomen. Spesies Agriocnemis femina femina karena mempunyai jantan, anal apendages ini sering ditemui di area Brauer, 1868 ukuran, warna dan bagian bawah pendek. berumput dekat kolam, corak yang hampir sama. Sedang betina berwarna sawah, maupun rawa. Spesies ini tergolong putih pada Jantan mempunyai toraks hijau muda dengan garis capung terkecil, yang toraksnya. berwarna hijau dengan hitam pada bagian atas mempunyai banyak variasi Pada garis hitam. Pada dua ruas toraks. Abdomen berwarna warna berdasarkan tingkat jantan, anal kedewasaannya. Jantan apendages muda berwarna hijau bagian bawah sedikit kekuningan dengan corak Jantan dan hitam dengan noktah panjang. Betina muda cokelat tua. Habitat capung oranye pada dua ruas berwarna merah terang ini ada di area berumput terakhir. Pada jantan yang pada toraks dan perutnya pada kolam, rawa dan lebih tua noktah oranye sedang betina yang sudah persawahan. hilang dan ada serbuk dewasa berwarna hijau

Betina

80 81 Posisi kopulasi capung dengan pejantan berada di atas.

COENAGRIONIDAE Ischnura senegalensis Rambur, 1842 Jantan mempunyai Sedang betina memiliki dua mata dan toraks berwarna warna berbeda yaitu oranye hijau kebiruan. Perut dan kuning kehijauan warna hitam bagian atas seturut tingkat kedewasaan. dan kekuningan bagian Spesies ini dapat ditemukan samping bawah. Ciri khas di kolam-kolam lahan dari spesies ini ada pada basah dengan air mengalir warna biru di ruas ke-9. ataupun rawa dan kolam.

82 83 COENAGRIONIDAE Pseudagrion calosomum Lieftinck, 1936 Capung jarum dengan 10 (ada sedikit spot hitam kemiripan warna dan bagian atas) juga biru. ukuran seperti ini cukup Selebihnya perut warna banyak. Sehingga cukup hitam. membingungkan kalau Secara umum sama Betina tidak cermat. Pseudagrion dengan capung Pseudagrion calosomum menjadi berbeda lain, hanya bedanya di Jantan dengan Pseudagrion yang toraks garis antehumeral Tandem lain karena habitat ada di lebih luas (bidang warna perairan mengalir berbatu biru di toraks). Di samping dengan kanopi rapat, teduh itu habitat dan sifat dan vegetasi ragam. Sifatnya kebiasaan juga berbeda. soliter, cukup agresif dan Sedang untuk betina, warna mempunyai kemampuan biru dengan sedikit hijau terbang cukup jauh. variasi hitam ada di mata, Individu sedikit dijumpai. toraks dan perut. Ruas Warna biru mulai mata, perut 9 – 10 ada sedikit toraks dan perut ruas ke warna biru. 1 – 2 dan ruas 8 – 9 –dan

84 85 COENAGRIONIDAE Pseudagrion microcephalum Rambur, 1842 Kepala berwarna biru, Habitat dan mata berwarna biru dengan distribusinya tersebar garis hitam pada bagian sampai di darah dataran atas. Keseluruhan tubuh rendah sampai dataran dominan berwarna biru tinggi, di sekitar aliran dengan garis hitam di mengalir tenang dan sekitar bagian lateral thoraks; Kaki kolam atau genangan air. hitam dan sayap transparan Menyenangi dan biasa dengan pterosigma dijumpai di sekitar habitat berwarna hitam kecoklatan yang banyak tanaman air di ujung sayap. Pola venasi dan rerumputan. berwarna hitam. Bagian abdomen ruas kesatu bagian atas berbatas dengan ruas kedua ada noktah sedikit hitam. Capung betina, warnanya lebih muda dibandingkan dengan COENAGRIONIDAE capung jantan. Pseudagrion pilidorsum deflexum Kebiasaan aktif pada Lieftinck, 1936 pagi dan siang hari, banyak dijumpai ditempat-tempat Catatan baru untuk kekuningan. Perut warna perairan terbuka dengan Sumba. Capung dengan hitam, di ruas satu hijau tanaman air dan intensitas mata majemuk merah kekuningan, sedang ujung sinar tinggi, terbang dengan di bagian atas, oranye perutnya di ruas 9 ada kecepatan rendah di antara di bagian bawah dan noktah putih. Jenis ini rumpun-rumpun tanaman moncong. Toraks dan kaki umum ditemui di perairan air dan hinggap diantara berwarna merah. Perut bersih daerah pegunungan batang tanaman air dan di warna hitam di setiap sampai perairan hutan ujung daun. Bukan jenis ruasnya, kecuali ruas dataran rendah dengan capung jarum yang soliter, 9-10 warna merah. Betina aliran berbatu tenang dan karena akan dijumpai mempunyai mata majemuk rerumputan di sekitar bersama individu-individu hijau muda. Thoraks hijau perairan. lain.

86 87 COENAGRIONIDAE Betina Pseudagrion rubriceps rubriceps Selys, 1876 Secara morfologi Habitat dan menyerupai P. distribusinya tersebar microchephalum dengan sampai di darah dataran warna tubuh dominan biru rendah sampai dataran dan hitam serta terdapat tinggi, di sekitar aliran PLATYCNEMIDIDAE garis hitam horisontal mengalir tenang dan sekitar yang terletak pada sisi kolam atau genangan air. Copera marginipes lateral thoraks. Perbedaan Menyenangi dan biasa Rambur, 1842 dengan P. microchephalum, dijumpai di sekitar habitat Jantan capung dewasa embelan. Betina dewasa susah teramati. adalah adanya warna jingga yang banyak tanaman air memiliki toraks berwarna sama seperti jantan. Betina Habitat capung ini ada pada bagian kepala dan dan rerumputan. hitam dengan garis-garis yang masih muda seluruh di sungai, parit mengalir kaki kuning kecoklatan. kuning. Kaki berwarna tubuhnya berwarna putih. tenang, rawa dan kolam- Sayap belakang berwarna kuning terang. Abdomen Fase ini biasa disebut ‘fase kolam yang teduh. transparan dengan pola hitam dan putih pada hantu’, karena warna putih venasi hitam kecoklatan. Jantan dua ruas terakhir hingga sedikit cokelat muda jadi Capung betina memiliki pola warna yang mirip dengan capung jantan tetapi lebih pudar. Biasanya ditemukan tidak jauh bersama-sama dengan P. microchephalum. Aktif pada pagi dan siang hari, banyak dijumpai di tempat-tempat perairan terbuka dengan tanaman air dan intensitas sinar tinggi, Terbang dengan kecepatan rendah di antara rumpun- rumpun tanaman air dan hinggap di antara batang tanaman air dan di ujung daun.

88 89 Jantan Betina

PLATYSTICTIDAE Drepanosticta berlandi Lieftinck, 1939 Catatan baru untuk hitam gelap mulai dari toraks ada satu bidang putih Capung ini termasuk data Sumba dan dicatat mata, toraks sampai perut dan mulut warna putih. sangat sensitif terhadap sebagai capung endemik menyulitkan untuk mudah Pangkal kaki putih, seturut perubahan lingkugan. pulau Sumbawa. Dibantu menjumpai capung ini. kebawah sedikit cokelat. Sangat jarang dijumpai, dan terident oleh Rory Dow, Kebiasaan bertengger Sedang betina, hampir dapat dijadikan salah satu capung yang habitatnya di di balik daun atau tanaman sama dengan jantan hanya jenis yang dipakai untuk kawasan hutan yang masih yang jauh dari intensitas keseluruhan perut berwarna pemantauan kesehatan baik, dengan kelembaban cahaya. Jantan di bagian hitam, dengan sedikit warna kawasan. tinggi, vegetasi basah, dan ruas perut ke sembilan putih kebiruan di setiap kanopi rapat. Warna yang ada spot warna biru muda, garis ruas perutnya.

90 91 PROTONEURIDAE Nososticta diadesma E Lieftinck, 1936 Merupakan capung ungu. Ruas ke-3 s.d. Capung ini cukup sulit endemik Sumba. Pejantan ke-7, berwarna hitam dijumpai. Perairan dengan memiliki toraks berwarna sedangkan ruas ke-8 s.d. kanopi rapat dan beragam biru hijau, mata berwarna ke-10 berwarna biru vegetasi merupakan hitam. Pada bagian atas ungu dibagian atasnya. habitatnya. Capung jenis perut ruas pertama dan Selebihnya ruas perut ini juga sensitif terhadap kedua terdapat spot biru berwarna hitam. perubahan lingkungan.

92 93 PROTONEURIDAE Nososticta selysi (Foerster, 1896) Warna oranye cerah terdapat garis oranye. dengan beragam vegetasi sangat menonjol di bagian Warna oranye juga tampak dan kanopi sedikit terbuka toraks dan sintoraks, serta sangat jelas di bagian merupakan habitat capung ruas ke-8 s.d. ke-10 bagian dahi. Sayap transparan, ini. Perjumpaan individu perut (digunakan untuk pterostigma hitam jelas dan masih cukup banyak. mencermati jenis ini). Di kaki hitam. Perairan sungai setiap batas ruas perut dengan kondisi masih baik

Jantan Betina 94 95 SUBORDO Anisoptera

Paragomphus tachyerges

96 97 AESHNIDAE Anax guttatus (Buku Sayap transparan dan besar, GOMPHIDAE Anax sp. Ekologi Nusa Tenggara dan menghabiskan sebagian Burmagomphus williamsoni austrosundanum E Lieftinck, 1964 Maluku). besar waktu untuk terbang Lieftinck, 1964 Dada berwarna hijau, dan mencari mangsa. Capung ini berukuran cerah untuk jantan. Habitat di perairan Capung endemik hijau sebagai batas setiap yang cukup terlindungi. cukup besar. Temuan di Sebagian besar perut coklat terbuka baik sungai atau Sumba ini dapat dijumpai ruasnya. Penyebaran umum Sumba ini belum bisa kehitaman dengan sedikit telaga danau dengan di perairan sungai berbatu Capung ini tergolong di beberapa wilayah, dipastikan antara Anax pucat dan keseluruhan vegetasi tegakan dan semak mengalir deras. Seluruh jenis yang susah dan jarang sementara jenis sub species gibbosulus atau Anax ruas ada band kuning. Di di sekitarnya. dadanya berwarna hijau ditemukan. Sifatnya yang ini berada di Sumba. guttatus. Sedang catatan ruas satu dan dua bagian bergaris hitam. Bagian sensitif membuatnya data Sumba tidak tercantum atas perut berwarna biru. perut hitam dengan cincin hanya mendiami habitat

98 99 pancing, dan pada ruas GOMPHIDAE ke 8 s.d. ke 9 ada embelan CORDULIIDAE Paragomphus tachyerges E mirip sayap dibagian kiri- Hemicordulia chrysochlora E kanannya. Motif antara Lieftinck, 1934 Lieftinck, 1953 jantan dan betina kurang Capung ini endemik variasi bidang antara lebih sama. Capung endemik dengan mata sedikit hitam tubuh antara jantan dan Sumba; Individu masih hitam dan kuning. Perut Habitat perairan Sumba ini pertama kali kecokelatan. betina tidak begitu berbeda. banyak ditemui di sekitar sepanjang ruas berwarna mengalir dengan di dipublikasikan pada tahun Habitat di sekitar Jenis ini sensitif terhadap perairan sungai mengalir hitam dengan variasi spot sekitar masih kaya ragam 1953 oleh ahli capung perairan yang masih baik perubahan lingkungan. berbatu, baik sungai besar kuning di tiap ruasnya. vegetasi, penyebaran baik Belanda bernama Lieftinck. dengan kanopi vegetasi ataupun perairan kecil. Pada jantan anal apendages di pegunungan maupun di Seluruh tubuhnya berwarna yang rapat, dan intensitas Mata hijau cerah, toraks bagian atas berbentuk mata perairan dataran rendah. hijau gelap metalik, cahaya sedang. Warna

100 101 CORDULIIDAE Idionyx orchestra E Acisoma panorpoides Lieftinck, 1953 Rambur, 1842 Capung dengan mata Merupakan salah satu berwarna putih. Jantan hijau kecokelatan dan capung yang tergolong yang baru moulting akan dewasa hijau penuh. berukuran kecil. Lima ruas berwarna kuning hijau Sosoknya ramping, hitam pertama dari perut melebar. seperti betina dewasa dan kecokelatan dengan bidang Kemudian mengecil dari saatnya menuju dewasa hijau logam dan kuning di ruas keenam dan seterusnya perubahan warna dari toraks. Perut gelap, sedikit seperti tabung terompet. kuning ke biru. kuning dibagian bawahnya. Jantan mencolok dengan Habitat di perairan Habitat di perairan mata biru cerah, warna tenang dengan banyak sungai pegunungan berbatu, biru dan hitam di dada vegetasi tanaman air dan vegetasi rapat dengan dan perut. Dua ruas perut ruang terbuka, seperti intensitas cahaya teduh. terakhir berwarna hitam danau, telaga atau kolam. Sensitif terhadap perubahan sedangkan pelengkap anal lingkungan. Betina

102 Jantan 103 LIBELLULIDAE Brachythemis contaminata Fabricius, 1793 Capung berukuran dan sungai aliran tenang. sedang dengan keseluruhan Capung ini toleran terhadap tubuhnya berwarna gangguan, sehingga mudah orange dan sayap orange untuk dijumpai. terang untuk jantan dan kuning pucat untuk betina. Tersebar luas di habitat terbuka, kolam, danau

LIBELLULIDAE Jantan Agrionoptera insignis insignis Rambur, 1842

Capung dengan ukuran Perut tipis dan sebagian sedang, dengan perut banyak berwarna merah ramping berwarna merah. bagian atas. Sedang betina, Ujung abdomen berwarna perut sama bentuknya hitam mulai ruas ke-8 s.d. tapi sedikit lebih tebal dan ke-10. Kepala dan dada kusam warnanya. Habitat berwarna hijau terang. di kawasan hutan dataran Sayapnya relatif panjang. rendah, dekat dengan Mata berwarna kuning dan perairan tenang dan teduh. coklat bagian atas. Dada berbintik-bintik kekuningan tidak teratur. Saat dewasa dada akan berubah warna menjadi gelap abu-abu.

104 105 LIBELLULIDAE Diplacodes trivialis Rambur, 1842 Capung yang tergolong kecil dalam ukuran, dengan warna biru seluruh badannya dan untuk betina berwarna kuning kehijauan dengan perut mulai ruas ke-8 berwarna hitam. Menyukai beraktifitas dan bertengger di atas Betina permukaan tanah dan rerumputan. Intensitas terbang rendah. Akan mudah dijumpai di ruang terbuka yang banyak ditumbuhi rerumputan atau tanaman. LIBELLULIDAE Crocothemis servilia Drury, 1773 Capung berwarna merah dengan garis hitam membujur di perut bagian atas ini sangat umum dan luas penyebarannya, di seluruh daratan tropis dan subtropis. Betina berwarna kuning kecokelatan. Akan dijumpai di bentuk habitat apapun, mulai sungai, kolam, danau, selokan, persawahan dari dataran rendah sampai di perairan gunung.

Jantan 106 107 LIBELLULIDAE Nesoxenia lineata Selys, 1879 Perjumpaan dengan Capung ukuran jenis ini hanya betinanya sedang ini ruang hidupnya saja. Tidak banyak catatan, menyukai kawasan hutan hanya catatan menurut dataran rendah, dekat buku Ekologi Nusa dengan perairan mengalir Tenggara dan Maluku tenang dan teduh. untuk jenis capung ini tidak disebutkan penyebarannya Jantan ada di pulau Sumba. Sekilas akan mirip dengan Agrionoptera insignis, tetapi akan terlihat berbeda di bagian pola garis toraksnya; Baik jantan ataupun betinanya.

Hampir sama dengan Agrionoptera LIBELLULIDAE insignis insignis, jantan akan dikenali oleh Lathrecista asiatica asiatica perutnya yang lurus tipis dan sepenuhnya Fabricius, 1798 merah, kecuali untuk dua ruas terakhir yang hitam. Dada berwarna coklat dengan garis-garis kuning gelap, terutama di bagian sisi. Saat dewasa warna dada berubah menjadi abu-abu. Sedang betina memiliki perut merah kecoklatan dan lebih tebal daripada jantan. Ada garis kuning di atas dada melalui perut dan secara bertahap menyempit menjadi garis ke arah ujung. Habitat capung ini ada di sekitar rawa-rawa dan berkembang di kolam hutan dataran rendah yang teduh.

Betina 108 Betina 109 Betina

LIBELLULIDAE Neurothemis ramburii Brauer, 1866

Di sisi atas dan samping perut terdapat garis hitam. Warna sayap capung betina transparan saat muda dan menuju dewasa akan cokelat kekuningan. Mata bagian atas merah terdapat garis kehitaman. Habitat dapat ditemukan kecokelatan dan di bagian Kedua sayap merah matang di perairan tenang yang bawah abu-abu kehijauan kecokelatan. Sedang tubuh banyak tanaman air, kolam dengan sedikit bintik betina berwarna kuning taman atau tepi sungai, hitam. Abdomen dan toraks kecokelatan. Mata cokelat maupun area persawahan Jantan LIBELLULIDAE merah gelap. Sisi atas dan di bagian atas dan abu-abu mulai dataran tinggi - Neurothemis ramburii martini samping ruas-ruas perut kehijauan dibagian bawah. dataran rendah. Krueger, 1903 Neurothemis ramburii Peninsular Malaysia. kecokelatan. Habitat di martini adalah subspesies Separuh dari sayap segala perairan baik sungai, dari Neurothemis ramburii. capung jantan berwarna kolam, telaga dengan ruang Hanya saja sub species ini merah. Mata, toraks dan terbuka dan masih banyak peredarannya di sekitar keseluruhan perut berwarna vegetasi disekitarnya. Nusa Tenggara Timur tidak merah matang. Sedang sampai ke Sunda Besar dan capung betinanya berwarna

Betina

Jantan 110 111 LIBELLULIDAE LIBELLULIDAE Neurothemis terminata Orthetrum austrosundanum E Ris, 1911 Lieftinck, 1953 Capung marga sayap, warna merah hampir Capung ini endemik bidang garis hitam dan Neurothemis memang memenuhi keseluruhan Sumba; Cukup umum ada perut cokelat hitam dengan hampir mirip antara dua pasang sayap, sampai di perairan sungai berbatu serbuk abu-abu di sekitar species satu dengan yang melebihi pterostigma. yang sekitarnya masih ruas perut ke 1 s.d 4. lain; Untuk N. terminata Habitatnya danau, banyak vegatasi. Mata Sedang betina dari memiliki ciri warna merah kolam, perairan tenang, warna biru tosca, sedikit capung ini secara umum gelap pada mata, toraks, area persawahan dan rawa- kehitaman seturut dengan tubuhnya cokelat tua-muda, sayap dan perutnya. Pada rawa. menuju dewasa. Toraks dan mata kebiruan hampir kuning kecokelatan dengan sama dengan jantan.

112 113 LIBELLULIDAE Orthetrum sabina Drury, 1773 Mata berwarna hijau habitat. Sifat soliter, dan pucat. Toraks mempunyai mampu berkembang di pola hijau kekuningan. berbagi karakter lingkungan Embelan berwarna perairan. putih. Jantan dan betina mempunyai warna dan bentuk tubuh yang sama. Spesies ini umum dijumpai pada berbagai macam

Kopulasi

LIBELLULIDAE Orthetrum glaucum Brauer, 1865 Mata jantan berwarna kekuningan dengan biru kehijauan, toraksnya mata biru keabu-abuan. biru tua, dan perutnya Habitat capung ini mudah biru muda. Pada dua ditemukan tidak jauh dari Jantan ruas terakhir abdomen perairan berbatu mengalir berwarna gelap. Sedang deras. betina berwarna cokelat

114 115 LIBELLULIDAE Pantala flavescens LIBELLULIDAE Fabricius, 1798 Orthetrum testaceum soembanum Mata jantan berwarna melakukan migrasi dan Förster, 1903 cokelat kemerahan di kerap terlihat berkelompok Jantan mempunya mata berwarna bagian atas dan abu-abu dalam jumlah ratusan abu-abu kecokelatan, toraks merah terang di bagian bawah. individu. Seringkali terbang jingga gelap, dan abdomen merah. Toraks berwarna oranye jauh dari perairan dan area Terdapat corak berwarna oranye dan abdomen berwarna persawahan atau ladang. pada pangkal sayap depannya. cokelat-oranye. Warna Capung ini hidup pada Betina berwarna cokelat kekuningan, tubuh betina adalah kuning berbagai karakter habitat, sayap tidak berwarna. Capung ini muda. Ukuran sayap dan memiliki kebiasaan Foto oleh Agus Hong merupakan sub species Orthetrum belakang lebar baik pada meletakkan telurnya pada testaceum dari yang ada di Sunda jantan maupun betina. air yang tidak mengalir atau besar. Dapat dijumpai di perairan Capung ini merupakan mengalir tenang. jenis yang mampu mengalir sungai, selokan dan Jantan persawahan.

Jantan

Saat capung betina meletakkan telurnya di air, pejantan menjaga 116 dengan terbang di atasnya. 117 LIBELLULIDAE LIBELLULIDAE Potamarcha congener Rhodothemis rufa Rambur, 1842 Rambur, 1842 Capung jantan cokelat dengan corak dan dua ruas terakhir ada Capung jantan memiliki mempunyai mata cokelat warna oranye. Ruas ke-9 embel sayap kecil disamping mata, toraks dan abdomen kemerahan. Toraks dan s.d. ke-10 berwarna hitam. kiri kanannya. Spesies ini berwarna merah. Baik perut pada ruas ke-1 Sedang toraks betina sering ditemui di berbagai Jantan atau betina terdapat s.d. ke-4 berwarna biru bercorak kuning-hitam. tipe habitat. Mempunyai garis putih pucat sepanjang abu-abu dengan ditutupi Perutnya berwarna hitam kebiasaan bertengger di toraks dan perut bagian serbuk putih. Ruas ke-5 dengan corak oranye pucat, media yang keras (kayu, atas. Jantan sering dijumpai dan seterusnya berwarna bentuknya sedikit pipih ranting, bambu). hinggap pada daun yang permukaannya datar. Jantan yang belum dewasa Capung ini berkembang Betina mempunyai corak dan biak pada kolam dan rawa warna yang sama dengan yang berumput serta danau betina. dengan banyak tanaman air.

Jantan

118 119 LIBELLULIDAE Rhyothemis phyllis ixias Lieftinck, 1953 Capung berukuran Adakalanya terbang sekaligus digunakan untuk sedang; Yang sebarannya di berkerumun. Kemampuan mencari mangsa dengan pulau Sumba merupakan terbang capung jenis ini menyambar. Betina sub species dari Rhyothemis phyllis. Jantan memiliki mata majemuk merah tua di bagian atas serta kuning kecokelatan pada bagian bawah. Toraks hitam keemasan sampai hijau metalik. Abdomen hitam. Sayap depan transparan dengan ujung hitam dan sedikit warna hitam di bagian tengah. Sayap belakang memiliki corak yang khas, transparan dengan pangkal hitam- kuning-hitam dan venasi kuning. Betina sangat mirip dengan jantan, biasanya abdomen lebih gemuk. Ruang terbuka dengan cahaya kuat di dataran rendah merupakan tempat LIBELLULIDAE yang disukai. Kebiasaan Rhyothemis regia thisbe sangat menyukai sinar Lieftinck, 1953 matahari. Intensitas terbang sangat aktif, Sulit dijumpai, capung cukup lebar, lebih dari maupun hinggap. Habitat mampu sepanjang hari. jenis ini mempunyai capung pada umumnya, di ruang terbuka rawa, kemampuan terbang cukup dengan corak spot biru tua telaga danau, atau di sekitar tinggi. Mata berwarna cerah mewarnai hampir perairan tenang dataran cokelat kebiruan dan keseluruhan dua pasang rendah. toraks sampai perut sayapnya. Capung yang berwarna biru tua. Sayap sangat indah saat terbang

120 121 Jantan LIBELLULIDAE Tetrathemis irregularis hyalina Brauer, 1868 Betina Capung ini berukuran kecil. Mempunyai mata hijau metalik, toraks hitam dengan garis-garis kuning, perut hitam dengan sedikit titik-titik kuning. Capung ini biasanya hinggap di vegetasi teduh. Habitat capung ini ada di sungai beraliran lamban yang dekat dengan area hutan atau vegetasi rapat.

LIBELLULIDAE Tholymis tillarga Fabricius, 1798 Mata capung jantan semburat putih pada sayap spesies crepuscular. Pada berwarna oranye di bagian bagian belakang. Betina sore hari, sering terlihat atas dan kuning kehijauan berwarna cokelat muda dan terbang di atas permukaan di bagian bawah. Toraks sayapnya tidak bercorak. air. Habitatnya di kolam dan perut berwarna oranye. Jantan yang belum dewasa dan perairan tenang dengan Jantan mudah dikenali dari terlihat seperti betina. ruang terbuka. corak warna cokelat dan Capung ini merupakan

Jantan 122 123 LIBELLULIDAE Tramea eurybia eurybia Selys, 1878 Untuk capung marga kecokelatan. Sedang toraks beberapa marga Tramea. Tramea ini memang banyak merah muda sedikit cokelat Capung ini menurut kemiripan antar species dan sepanjang ruas perut Rory Dow teridentifikasi satu dengan yang lain. warna merah dengan spot Tramea eurybia eurybia Capung jantan yang sangat hitam di ruas 8-9-10 bagian (Selys, 1878), habitat di khas di anal apendages, atasnya. Sayap belakang perairan rawa-rawa, danau meruncing cukup panjang ada spot merah tegas di telaga dengan kawasan warna merah tua kehitaman pangkal. Yang polanya terbuka. dam mata kepala merah bisa untuk bedakan antar

Jantan

LIBELLULIDAE Trithemis aurora Burmeister, 1839 Jantan mempunyai mata pada pangkal sayap bagian berwarna merah. Toraks belakang. Jantan yang dan abdomen berwarna belum dewasa sama seperti merah muda magenta dan betina namun dengan sayap mengkilat. Pada pangkal yang tidak bercorak. Spesies sayap depan terdapat corak ini dapat ditemui di pinggir berwarna kuning tua. Sayap danau, rawa-telaga atau berwarna merah muda. kolam yang luas juga sekitar Betina berwarna cokelat sungai terbuka. muda dan warna kuning

124 Capung betina ini akan segera 125 meletakkan telurnya dan pejantan selalu menjaga dari atas. LIBELLULIDAE Trithemis festiva Rambur, 1842 Capung ini ukuran sedang, mata berwarna cokelat tua dan biru tua. Seluruh toraks warna biru tua. Perut berwarna LIBELLULIDAE sedikit kehitaman dengan corak cokelat kekuningan. Trithemis lilacina Betina berwarna kuning Förster, 1899 kecokelatan pada toraks Capung dengan warna dan tiap ruas perut ada indah ini tersebar luas di garis hitam. Dapat dijumpai kawasan Nusa Tenggara di sungai yang berbatu pada umumnya. Jantan mengalir deras atau selokan dengan toraks warna merah berbatu dengan vegetasi Jantan mawar, mata dan perut juga ragam disekitarnya. berwarna merah terang. Di ruas perut ke 8-9-10 spot hitam pada jantan, kaki hitam. Sedang betina lebih ke warna kuning kecokelatan, dengan variasi bidang hitam baik di toraks ataupun seluruh perutnya. Habitat di perairan sungai atau perairan kecil mulai dataran tinggi sampai dataran rendah.

Jantan

126 127 LIBELLULIDAE Zyxzoma obtosun Albarda, 1881 Capung berukuran terbang. Proses kopulasi terbang di atas betina yang sedang. Capung ini dilakukan saat terbang. sedang meletakkan telurnya memiliki warna dominan Jantan sering terlihat di perairan. Betina putih pada seluruh bagian tubuh kecuali ujung-ujung sayap dan ujung abdomen yang berwarna cokelat Jantan gelap. Apabila diamati Jantan lebih teliti, mata majemuk berwarna putih kehijauan, ruas abdomen gemuk ruas 1-2, lebih ramping pada ruas ke -3 dan membesar LIBELLULIDAE hampir sama dengan jantan keseluruhan spesies ini kembali pada ruas 4-10. Zygonyx ida namun tidak dengan cincin belum terancam. Betina berwarna cokelat terang. Sayap transparan Selys, 1869 kuning pada abdomen. Mempunyai kebiasaan Habitat capung ini meletakkan telur di sekitar dengan ujung cokelat. Mata berwarna cokelat berkembang biak di air aliran jeram perairan. Kebiasaan aktif pada tua keabu-abuan. Toraks sungai berbatu, biasanya Cukup sensitif terhadap sore hari menjelang petang berwarna hijau keemasan di daerah perbukitan dan perubahan lingkungan. atau pagi hari sebelum tua metalik. Abdomen pegunungan. Beberapa intensitas cahaya matahari cokelat tua metalik. Pada populasi terancam oleh Proses tandem, kopulasi, dan kuat/crepuscular. Lebih ruas perut ada cincin deforestasi, proyek perairan meletakkan telur di sungai sering terlihat terbang berwarna kuning. Betina skala besar dan dengan Kanabuwai yang airnya masih di atas perairan seperti mempunyai warna yang pembangunan, tapi secara jernih dan mengalir cukup deras. kolam dan tambak atau selokan dengan perairan yang tenang dan ruang yang teduh. Capung jenis ini sulit terlihat dalam posisi hinggap. Menangkap mangsa dalam aktifitas

128 129 Jantan CATATAN PERJALANAN

Presiden Capung Wahyu Sigit Rahadi berjalan paling depan diikuti Oktovianus Klau, Agus Hong, dan Hasanul Satrio Utomo saat memulai pencarian capung di hutan Wanggameti. Suasana masih sangat hijau karena musim hujan yang belum berakhir.

Kami mengundang observasi awal. Selanjutnya menutupi sang mentari. Hujan masih cukup Tak salah memang menjelang sunset. presiden Capung Indonesia menentukan lokasi yang Kami melaju seiring deras namun kami tetap menunggu si burung Sayangnya pemandangan Wahyu Sigit Rahadi di saat potensial untuk dijelajahi gumpalan awan yang melanjutkan perjalanan. bersuara helikopter kami dari tempat menginap musim hujan akan berakhir. lagi. semakin pekat. Hujan Bahkan sampai lokasi itu, akhirnya sekitar 20 terhalang bukit. Namun Saya menyambutnya sebagai Ketika matahari sedang pun mulai mengguyur menginap di desa Billa ekor terbang melintas di semburat jingga saat alumni peserta Jambore di puncaknya, kami beserta di jalan aspal terakhir di pun hujan tak kunjung depan kami. Saya segera pergantian hari sudah Capung di Rawa Pening tiga petugas taman nasional Lailara. Embun di depan reda. Setelah benar-benar mendekati kamera dan cukup menghibur kami. yang diselenggarakan menyusuri lekuk aspal kaca mobil serta derasnya tak ada air menetes dari merekamnya. Saya menekan Setelah makan malam pak Indonesia Dragonfly Society menuju desa Billa, yang hujan yang menghalangi langit, kami mulai mencari tombol rekam karena Wahyu bercerita tentang tahun 2014. Komunikasi berjarak 103 km dari kota pandangan supir memaksa capung. Namun tidak bisa memang telah bersiap capung yang telah menjadi tetap terjalin sampai kami Waingapu. Terik mentari kami singgah di simpang lama karena matahari membuat videonya. Meski perhatian dunia terkait bisa mengundangnya sejak awal keberangkatan Tarimbang. Bayangan mulai tenggelam. Sambil hanya mendapat rekaman perubahan iklim. untuk meneliti capung ternyata tidak menjamin menyesap kopi panas menikmati suasana sore beberapa detik saja tapi Esok harinya kami gagal di Sumba. Sesi pertama hujan tak turun. Untungnya sejak hujan turun segera kami menanti gerombolan cukup penting sebagai menyambut mentari pagi di kunjungan ke lapangan kami telah membungkus terwujud, sisa jagung rebus burung julang sumba catatan pengamatan. atas bukit. Akhirnya hanya dilakukan pada bulan semua peralatan di bak yang kami beli di jalan pun melintas. Kebetulan hutan Menurut informasi dari menikmati kabut yang silih Maret 2015 yang targetnya belakang mobil dengan jadi rebutan. Bekal makan di Billa ini menjadi rumah media dalam jaringan berganti menutupi bukit mengitari dataran Laiwangi terpal. siang akhirnya kami santap yang nyaman bagi salah (online), malam ini bakal sekitar tenda. Matahari hingga Wanggameti untuk Awan gelap mulai sambil menanti hujan reda. satu burung endemik ini. terjadi gerhana matahari cerah bersinar ketika kabut

130 131 siang kami melanjutkan menuju desa Tandulajangga. Sumba. Kami menyusuri perjalanan menuju Di daerah ini banyak sungai kecil yang membelah desa selanjutnya, desa ditemukan sungai dan hutan Wanggameti yang Praingkareha. Desa ini danau-danau yang sangat rapat kanopinya. berjarak 3 km di sebelah menampung air hujan, dan Selain di tengah hutan kami selatan desa Billa. Danau ketika musim kemarau juga menyusuri sungai dan air terjun Laputi biasanya mengering. Tipe Katikuwai yang berjarak adalah tujuan utama kami habitat capung di lokasi sekitar satu jam perjalanan di desa Praingkareha. ini berbeda dari lokasi dari Wanggameti. Sungai Kami memutuskan untuk sebelumnya yang tutupan Katikuwai merupakan menginap satu hari di desa hutannya rapat. Danau salah satu sungai besar ini. Keesokan harinya kami dan sungai di desa ini yang alirannya sampai di mulai terbuka. Setelah kopi menuju danau Laputi yang cukup terbuka dan dekat laut utara pulau Sumba pagi tandas kami mulai berada di bagian atas air dengan pemukiman warga. dekat Waingapu, ibu kota bergegas, capung-capung terjun. Kami melakukan 2 hari kabupaten Sumba Timur. sudah mulai beraktivitas. Selesai dengan desa pengamatan di desa ini. Ekspedisi capung yang Kami menyusuri sungai Praingkareha, kami Selanjutnya kami pertama dilaksanakan di yang deras alirannya karena melanjutkan perjalanan menuju desa Wanggameti akhir musim penghujan, hujan kemarin. Sungai menyusuri pantai selatan yang merupakan daerah meski hujan masih yang melintasi hutan Billa melewati desa Tawui lalu yang paling tinggi di pulau sering turun. Kemudian

ini hanya mengalir ketika Foto kanan: Peralatan dan logistik cukup banyak yang perlu dibawa ke air terjun Kanabuwai, tenaga manusia ternyata masih kurang. Untungnya musim hujan dan akan ada warga yang memiliki kuda yang sudah biasa membawa beban. Kuda Sumba memang terkenal dengan kekuatan dan ketangguhannya. Foto kiri: Paling tidak lima bukit harus kami lewati untuk sampai di kompleks air terjun Kanabuwai. Kami mulai mendaki bukit pertama kering di musim kemarau. menjelang matahari tenggelam. Malam membantu kami menjaga harapan untuk bisa sampai di base camp dengan stamina yang hampir tak Ketika kami menyusuri tersisa. Karena kegelapan menyembunyikan tanjakan yang sebenarnya tak ingin kami hadapi. Gemerisik suara sungai melegakan kami. sungai ke arah hulu ternyata aliran airnya terputus. Aliran air dari hulu sungai lenyap di tempat

Di depan mulut gua La Iring kami sempatkan kami berdiri. Namun diri berfoto bersama. Mulut guanya memang beberapa puluh meter ke tidak terlihat karena ukurannya sangat kecil dan harus merangkak untuk memasukinya. arah hilir mata air besar Perjalanan panjang yang melelahkan terobati muncul kembali. Mata air dengan temuan capung yang termasuk new record untuk daftar capung di Sumba yaitu inilah yang dimanfaatkan Drepanosticta berlandi (Lieftink. 1939). penduduk desa untuk kebutuhan sehari-hari, sementara sisanya mengalir menjadi sungai melewati desa Billa. Setelah makan

132 133 dilanjutkan dengan harus menggunakan Kawasan hutan Praingkareha merupakan Kanabuwai lebih tepat disebut kompleks air beberapa lereng menjadi air Pahar. Keduanya berfungsi salah satu hutan yang sangat penting untuk terjun karena jumlahnya lebih dari delapan ekspedisi kedua pada kuda untuk mengangkut penampung air. Di dalamnya muncul mata air terjun. Tingkat yang paling atas bahkan terjun. Airnya begitu segar sebagai penampung air akhir musim kemarau. logistik dan peralatan lain. air yang mengalir menuju danau Laputi dan belum dipastikan jumlahnya karena belum dan sangat bersih namun hujan. menjadi air terjun di ujung tebing. Penelitian ada yang sampai di atas. Kolam-kolam kecil Kunjungan terakhir ini Rencana menginap awalnya capung ini erat kaitannya dengan pemetaan yang terbentuk juga menambah keunikan kandungan kapurnya sangat Struktur batuan menyusuri kembali sungai dua malam saja namun potensi mata air dan perairan di kawasan air terjun ini. tinggi karena kayu yang dan ekosistem di pulau taman nasional dan pengembangan potensi di Wanggameti, Katikuwai, kami tambah semalam sumberdaya alam yang berkelanjutan. tersangkut di tengah air Sumba pada umumnya air terjun Laputi, dan danau lagi. Selain untuk mencari terjun menjadi putih dan berupa karst yang mampu Laputi. Selain itu kami juga capung, penambahan keras karena pengapuran. menampung air. Air hujan menjelajah lokasi baru yaitu waktu ini kami manfaatkan Air yang mengalir yang terserap tertampung di air terjun Kanabuwai dan untuk memulihkan tenaga, cukup deras meskipun di di dalam tanah kemudian gua La Iring di Katikuwai. sebelum kami kembali musim kemarau. Di atas mengalir melewati celah- Dua lokasi terakhir pulang. Perjalanan yang tebing tempat keluar air celah karst sampai keluar membutuhkan tenaga terhitung sangat berat ini terjun dikelilingi hutan di tebing. Namun ada juga lebih untuk mencapainya seolah terbayarkan dengan yang sangat rapat. Kalau yang tidak sampai keluar karena jaraknya jauh dan pemandangan air terjun dilihat dari peta memang di di permukaan. Terkadang banyaknya perbukitan Kanabuwai yang bertingkat- atas air terjun Kanabuwai terdapat aliran sungai yang harus dilewati. tingkat. Terlihat dari jauh terbentang hutan yang luas bawah tanah di dalam gua. Untuk mencapai air terjun air keluar dari dinding batu dan sebidang padang savana Di wilayah hutan di desa Kanabuwai kami sampai dan mengalir melewati yang disebut padang La Katikuwai kami menjelajahi

134 135 sebuah gua yang memiliki jenis ini ternyata tidak air terjun di dalamnya, tercantum. Artinya capung “Perubahan namanya gua La Iring. ini adalah catatan baru di keanekaragaman Ternyata di dalam gua pun Sumba. Begitu juga dengan dan kemelimpahan bisa terbentuk air terjun. Neurothemis ramburi Yang cukup aneh martini yang merupakan capung di suatu air dari dalam gua ini temuan baru. lokasi merupakan tidak mengalir menjadi Selama kegiatan kami sinyal terbaik untuk sungai permukaan, hanya melakukan pengamatan mengetahui adanya rembesan saja. Gua ini capung di sekitar wilayah terletak di atas bukit perairan karena seluruh perubahan kondisi yang terjal dengan mulut daur hidup capung tak lingkungan. “ yang sempit. Perjuangan bisa jauh dari air. Capung menyusuri sungai dan dewasa yang telah kawin mendaki bukit terjal akan meletakkan telurnya di untuk mencapai gua ini permukaan air ataupun di terbayar tuntas dengan bawah air. Begitu menetas suatu lokasi merupakan Danau Laputi dikeramatkan masyarakat mengawetkannya, namun bahasa Sumba disebut ditemukannya jenis capung akan menjadi larva yang karena dihuni oleh “apu” yang dipercaya se- Drepanosticta berlandi disebut nimfa. Nimfa dapat sinyal terbaik untuk bagai nenek moyang mereka. Namun banyak menggunakan media punda ini meskipun kecil mengetahui adanya pengunjung yang datang untuk menyaksi- fotografi. Kami memotret tapi bisa memberikan (Lieftink. 1939). Jenis ini hidup di dalam air selama kan sendiri keberadaan belut sang “apu”. merupakan jenis capung beberapa bulan hingga perubahan kondisi setiap jenis yang ditemui pengetahuan baru tentang yang sangat sensitif bertahun-tahun. lingkungan. kemudian mencocokkan keanekaragaman hayati. terhadap perubahan Capung menghuni Setiap jenis capung dengan buku-buku referensi Bagi pengelola penerbitan habitat. Menyukai habitat wilayah perairan air tawar memiliki tingkat sensifitas dan bertanya pada para buku ini bisa dijadikan yang rapat vegetasinya dan seperti sungai, danau, yang berbeda sehingga bisa ahli capung. Beberapa dasar pengelolaan, perairan yang masih bersih. dan genangan. Salah satu digunakan sebagai indikator kunci identifikasi harus pemantauan, dan evaluasi Setelah dilihat dalam daftar kelompok serangga ini dalam metode Capung terpotret dengan baik wilayah perairan di dalam jenis capung di Sumba, sensitif terhadap perubahan Indikator Lingkungan atau antara lain di bagian kawasan taman nasional. lingkungan perairan Dragonfly Biotic Index. genitalia sekunder, embelan, (SIMON ONGGO) dan vegetasi. Perubahan Namun syarat utamanya abdomen, dan sayap. Secara keanekaragaman dan harus dikenali terlebih teknis fotografi yang harus kemelimpahan capung di dahulu jenis-jenis yang ada diperhatikan antara lain di kawasan. fokus, ruang tajam (depth of Untuk mengidentifikasi field), pencahayaan, warna, jenis capung kami dan sudut bidik (angle). tidak menangkap dan Capung yang dalam

136 137 Lieftinck, M.A. 1953. The Odonata of the island Sumba with a survey of the dragonfly fauna of the Lesser Sunda Islands. – Verhandlungen der naturforschenden Gesell- schaft Basel 64 (1): 118-228. Lieftinck, M.A. 1954. Handlist of Malaysian Odonata. A catalogue of of Ma- lay Peninsula, Sumatra, Java and Borneo, including the adjacent small islands. Treubia (suppl.) 22: 1-102. Monk, K., Fretes, D., & Liley, G. (2000). Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku (Vol. Buku V). Jakarta: Prehallindo. Orr, A.G. 2005. Dragonflies of Peninsular Malaysia and Singapore. A pocket guide. REFERENSI Natural History Publications (Borneo) Sdn. Bhd., Kota Kinabalu: 127 pp. Pirazzoli, P., Radtke, U., Hantoro, W., Jouannic, C., Hoang, C., Causse, C., & Best, M. B. (1991). Quaternary raised coral-reef terraces on Sumba Island, Indonesia. Abdullah, C., Rampnoux, J.-P., Bellon, H., Maury, R., & Soeria-Atmadja, R. (2000). Science, 252(5014), 1834-1836. The evolution of Sumba Island (Indonesia) revisited in the light of new data Pirazzoli, P., Radtke, U., Hantoro, W., Jouannic, C., Hoang, C., Causse, C., & Best, on the geochronology and geochemistry of the magmatic rocks. Journal of M. B. (1993). A one million-year-long sequence of marine terraces on Sumba Asian Earth Sciences, 18(5), 533-546. Island, Indonesia. Marine Geology, 109(3-4), 221-236. Batzer, D. P., Rader, R. B., & Wissinger, S. A. (1999). Invertebrates in freshwater wetlands Sang, A., & Teder, T. (2011). Dragonflies cause spatial and temporal heterogeneity in of North America: ecology and management: John Wiley & Sons. habitat quality for butterflies. Conservation and Diversity, 4(4), 257-264. Blois-Heulin, C., Crowley, P. H., Arrington, M., & Johnson, D. M. (1990). Steinmann, H. (1997). Das Tierreich, Teilband 111: World Catalogue of Odonata Direct and indirect effects of predators on the dominant invertebrates of Volume II Anisoptera. Walter de Guyter, Berlin. New York. two freshwater littoral communities. Oecologia, 84(3), 295-306. Tang, H.B., L.K. Wang, M. Hämäläinen. 2010. A Photographic Guide of the Dragonflies Chandler, D. G. (2006). Reversibility of forest conversion impacts on water budgets in of Raffles Museum of Biodiversity Research, Singapore. tropical karst terrain. Forest Ecology and Management, 224(1), 95-103. Tuyet, D. (2001). Characteristics of karst ecosystems of Vietnam and their vulnerability Córdoba-Aguilar, A. (2008). Dragonflies & Damselflies: Model Organisms for Ecological to human impact. Acta Geologica Sinica (English Edition), 75(3), 325-329. and Evolutionary Research. Oxford University Press. New York. Wahyu Sigit Rhd, Bambang Feriwibisono, Magdalena Putri Nugrahani, Bernadeta Putri Efendi, A. C., & Apandi, T. (1994). Geology of the Waikabubak and Waingapu Sheets, ID, dan Tabita Makitan. 2013. Naga Terbang Wendit : Keanekaragaman Nusa Tenggara. Bandung, Indonesia: Geological Research and Development Capung Perairan Wendit, Malang, Jawa Timur; Indonesia Dragonfly Society, Centre. ISBN-13: 9786021793909 [paperback] Ford, D., & Williams, P. D. (2013). Karst hydrogeology and geomorphology: John Wiley Whitten, A. J., Mustafa, M., & Henderson, G. S. (1987). The Ecology of Sulawesi: Gadja & Sons. Mada University Press, Yogyakarta. Kalkman, V. 2009. Indolestes bellax. The IUCN Red List of Threatened Species 2009: Wittwer, T., Sahlén, G., & Suhling, F. (2010). Does one community shape the other? e.T163863A5661210. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2009-2.RLTS. Dragonflies and fish in Swedish lakes. Insect Conservation and Diversity, 3(2), T163863A5661210.en 124-133. Kalkman, V. (2009). Paragomphus tachyerges. The IUCN Red List of Threatened Species 2009: e.T163853A5660074. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2009-2. RLTS.T163853A5660074.en Kosterin, Oleg E. Odonata briefly observed on the islands of Bali and Lombok, Lesser Sundas, Indonesia, in the late February 2014 1-48. - Volume 74 2014. Journal of the International Dragonfly Fund-ISSN 1435-3393

138 139 PARA PENYUSUN UCAPAN TERIMA KASIH

Buku ini terwujud atas bantuan, kerjasama, dan dukungan dari banyak pihak, maka kami ucapkan terima kasih kepada: Maman Surahman, S.Hut, M.Si selaku kepala Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti; Ir. Hart Lamer Susetyo mantan kepala balai: Tim pengamatan capung yaitu Oktovianus Klau, Sekfamner Samiri Kapitarauw, Hasanul Satrio Utomo, Domingus Nguru, Melkianus Yohanis Damanuna, Awaliah Anjani, Heri Andri, Rimba Bintoro, Dwi Agung Herdiyanto, Titus Hamba Nduku, Eka Yanuar Pribadi, Tommy S.R. Dadi dan Agus Hong; Rory A. Dow, peneliti di Naturalis Biodiversity Center, Leiden yang telah membantu untuk identifikasi beberapa jenis capung; Pungki Soegihanto dari LIPI; Anggota Indonesia Dragonfly Society, Magdalena Putri, Diagal Wisnu, Amelia Nugrahaningrum, Nanang Kamaludin, Annisa Yuniar, Apen Irawan; Elde N. Respatika Oscilata; serta seluruh pegawai Balai Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti.

Wahyu Sigit Rahadi Andi Irawan Simon Onggo E H [email protected] [email protected] [email protected] Wahyu Ids (FB) Andi Irawan (FB) Simon Onggo (FB) @wahyu_ids (IG) @banyumega (IG) @bocahsawah (IG)

140 141 Daftar distribusi Odonata di Sumba. Perbandingan data antara daftar awal distribusi oleh Distribusi Survei Survei Lieftink Capung Capung Lieftnick (1949) dan hasil survei capung di Laiwangi dan Wanggameti (2015) serta survei di No Jenis P Pro Nusa Tenggara Maluku (1949) Sumba Sumba Manupeu Tanah Daru (2018) (2015) (2018) 25 Nososticta selysi N Ntt Km, F, Sm, Sa, T • • •

Distribusi Survei Survei ANISOPTERA Lieftink Capung Capung No Jenis P Pro Nusa Tenggara Maluku (1949) Sumba Sumba Aeshnidae (2015) (2018) 26 Anaciaeschna jaspidea N L, Sm Ba,Am,S • ZYGOPTERA 27 Anax gibbosulus N L, S, F, Sm, T K,A,Ba,Am,S,Se,O,Bc,Te,Ha • • • Chlorocyphidae 28 Gynacantha arthuri Y Ntt Sm • 1 Libellago naias N Ntt F, Sm • • • 29 Gynacantha bayadera N F, Sm, Sa • 2 Rhinocypha sumbana Y Ntt Sm • • • 30 Gynacantha subinterrupta N L, Sm • Euphaeidae 31 Hemianax (Anax) papuensis N Sm • 3 Euphaea lara lara Y Ntt Sm • • • Gomphidae 4 Euphaea lara lombokensis N Sm 32 Burmagomphus williamsoni javicus N Sm • Lestidae 33 Burmagomphus williamsoni Y Ntt Sm* • • 5 Indolestes bellax Y Ntt Sm • • • austrosundanum

6 Lestes concinnus N S, F, Sm • • 34 Paragomphus tachyerges Y Ntt Sm • • •

7 Lestes praemorsus decipiens N F, Sm, T • Corduliidae

8 Lestes sutteri Y Ntt Sm • 35 Hemicordulia chrysochlora Y Ntt Sm • • •

Coenagrionidae 36 Hemicordulia eduardi N Ntt Sm, T •

9 Aciagrion fragili N Sm T • 37 Idionyx orchestra Y Ntt Sm • • •

10 Argiocnemis femina N L, S, F, Sm, T K,A,Am,S,Se,Bu,Su,Bc,te,Ha • • • 38 Procordulia sambawana N L, S, F, Sm •

11 Argiocnemis pygmaea N S, F, Sm D • • • Libellulidae

12 Austroallagma sagittiferum N Ntt, M Sm T • 39 Acisoma panorpoides N L, F, Sm • • •

13 Ceriagrion aurantieum N Sm • 40 Agrionoptera insignis insignis N F, Sm • • •

14 Ceriagrion calamineum Y S, Sm, T • 41 Brachydiplax duivenbodei N S, F, Sm A,Am,S,Se,Bu,Su,Bc,Te,Ha •

15 Ischnura a. aurora N Sm • 42 Brachythemis contaminata N Sm* • •

16 Ischnura senegalensis N L, S, Sm, R, T Su • • • 43 Camacinia gigantea N L, F, Sm, T Ki,A,Am,S,M,E •

17 Pseudagrion calosomum N Ntb, Ntt S, Sm • • • 44 Crocothemis servillia servillia N L, S, F, A, Sm • • •

18 Pseudagrion microcephalum N F, Sm B,Am,S,Se,Bu,Su • • 45 Diplacodes bipunctata N Sm B,K,A,Am •

19 Pseudagrion pilidorsum deflexum N Ntb, Ntt L, S, F, A, Sa, Sm* • • 46 Diplacodes trivialis N L, S, Km, F, Sm, R, T W,T,A,Am,S,Se,Bu,Su,M • • •

20 Pseudagrion rubriceps rubriceps • 47 Lathrecista asiatica asiatica N Km, F, Sm • • •

21 Xiphiagrion cyanomelas N F, Sm W,A,Am,S,Se,Bu,Su • 48 Lyriothemis magnificata N Sm •

Platycnemididae 49 Nesoxenia lineata N Sm •

22 Copera marginipes N S, F, Sm • • • 50 Neurothemis intermedia excelsa •

Platystictidae 51 Neurothemis r. ramburii N F, A, Sm Am • • •

23 Drepanosticta berlandi N Ntb, Ntt L, S, Sm • • 52 Neurothemis ramburi martini N Sm* • •

Protoneuridae 53 Neurothemis t. terminata N L, S, F, Sm • • •

24 Nososticta diadesma Y Sm • • • 54 Orthetrum austrosundanum Y Ntt Sm • • •

142 143 Distribusi Survei Survei Lieftink Capung Capung No Jenis P Pro Nusa Tenggara Maluku (1949) Sumba Sumba (2015) (2018)

55 Orthetrum caledonicum N Sm, T •

56 Orthetrum chrysis N S, Sm •

57 Orthetrum glaucum N L, S, F, Sm, T Am,S,Bu • • •

58 Orthetrum sabina sabina N L, F, A, Sm, R, T B,T,K,A,Am,S,Se,Bu,Su,Bc,Te,Ha • • •

59 Orthetrum testaceum soembanum N Ntt, M S, F, A, Sm W • • •

60 Pantala flavescens N S, Km, Sm, R, T W,Ki,T,K,A,Ba,Am,S,Se,Bu,Su • • • 61 Potamarcha obscura N L, S, F, Sm, T Am,S,Su • DAFTAR FOTO 62 Potamarcha congener N Sm* • •

63 Rhodothemis rufa N F, Sm K,A,Ba,Su,Bc,Te,Ha,M • • •

64 Ryothemis graphiptera N Sm, T A,Bu • Simon Onggo Eko Hastomo 65 Ryothemis phyllis ixias N Ntt F, Sm • • Halaman: Pembuka 1, pembuka 2, daftar isi, 12-13, 17, 22, 28, 31, 33, 66 Ryothemis regia thisbe N F, Sm Bu • • • 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 63 (Zygoptera), 66 67 Tetrathemis irregularis hyalina N S, F, Sm, T • • • (Pseudogrion calosomum), 68-69, 71, 83, 85 (tandem), 87 (tandem), 93, 101, 68 Tholymis tillarga N L, F, Sm A,Am,S,Se,Bu,Su,Bc,Te,ha,M • • • 106, 108 (betina), 125 (terbang), 131, 132-133, 134, 135, 137, 140, 148-149. 69 Tramea euryale N Sm •

70 Tramea eurybia eurybia N L, Km, F, Sm, Sa B,K,Am,S,Bu • • • 71 Tramea loewi tillyardi N Sm, Sa, T T,K,A • Wahyu Sigit Rahadi 72 Trithemis aurora N F, Sm, T • • • Halaman: Sampul depan, 39 (Idionyx orchestra), 41 (Pantala flavescens), 43 73 Trithemis festiva N F, A, Sm B,T,Am,S,Se,Bu,Bc,Te,Ha • • • (Tramea eurybia eurybia), 45 (Drepanosticta berlandi), 47 (Hemicordulia 74 Trithemis lilacina N Ntb, Ntt, M L, S, F, Pa, A, Sm, T W • • • chrysochlora), 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 60-61, 62-63 (mata 75 Urothemis signata bisignata N Sm • Anisoptera dan Zygoptera), 66 (Pseudogrion pilidorsum deflexum), 67, 72- 76 Zygonyx ida N L, Sm, T • • • 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 83, 84, 86, 87 (kopulasi), 88, 89, 90, 91, 92, 77 Zyxzoma obtosun N L, F, Sm • • 94, 95, 96-97, 98, 99, 100, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, Jumlah 68 42 48 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 146-147, sampul belakang.

P = jenis endemik Pulau. N=tidak endemik, Y= Endemik Pro= jenis endemik Provinsi. Nusa Tenggara Barat (Ntb), Nusa Tenggara Timur (Ntt), Maluku (M) Nusa Tenggara : L= Lombok, S=Sumbawa, Km= Komodo, F=Flores, Pa=Pantar, A=Alor, Sm=Sumba, Sa=Sawu, R=Rote, T=Timor Maluku: W= Wetar, Ki=Kisar, L=Leti, D= Damar, B= Babar, T= Tanimbar, K=Kai, A=Aru, Wa=Watubela, G=Gorong, Ba=Banda, Am=Ambon, H=Haruku, S=Saparua, N=Nusa Laut, Se=Seram, Bu=Buru, Su=Sula, O=Obi, Bc=Bacan, Te=Ternate, Ha=Halmahera, M=Morotai, E=Gebe (*) catatan baru (new record)

Jumlah catatan baru : 7 jenis Jumlah endemik : 9 jenis Jumlah catatan baru 2018 : 6 jenis

144 145 146 147 148 149 Buku Capung Sumba merupakan dokumentasi pustaka tentang keanekaragaman capung di pulau Sumba. Buku ini melengkapi kajian pustaka sebelumnya berupa daftar awal distribusi Odonata di pulau Sumba. Daftar ini disusun pada tahun 1953 oleh Mauritz Anne Lieftinck, seorang ahli biologi dan zoology berkebangsaan Belanda. Hasil kerja Lieftinck dalam menyediakan data dasar distribusi capung di Sumba patut diapresiasi. Setelah 63 tahun akhirnya 150baru diperbaharui dan buku ini menjadi penerus tradisi saintifik Nusantara.