Ave at:

DARI MINANGKABAU UNTUK DUNIA ISLAM: Melacak Pemikiran sebagai Sejarawan Islam

Lukmanul Hakim Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang e-mail: [email protected]

Aziza Meria Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Imam Bonjol Padang e-mail: [email protected]

Lisna Sandora Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang e-mail: [email protected]

Siti Aisyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang e-mail: [email protected]

Yulniza Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang e-mail: [email protected]

Abstrack The purpose of this paper is to analyze Hamka's life journey so as to identify the background of Hamka's special interests, including the influence of religious, educational and socio- cultural factors on the perception and interpretation of Hamka's history. While the approach used is the historiographic approach. Background of Hamka's special interests in history: First, Hamka comes from an Islamic family environment, so Hamka is educated with the spirit and spirit of Islam. This Islamic Hamka outlook on life accumulates on two targets, namely for the sake of the Islamic struggle and moral obligations towards the nation. Second, the danger that threatened Islam precisely from the cultural field, for that Hamka was called to take part in the cultural field, especially about the history of Islam. Third, because the writing of Islamic history in is dominated by foreign writers, there are many errors and data errors that are not in accordance with the facts, this is due to colonial interests and the interests of Christian missionaries. Hamka's view of history is influenced by Islam, education, and socio-culture, so for Hamka Islamic history is history and Islam. Hamka is a historian of society and a self-taught historian, formed by the family environment, the natural environment in which he was born, the conditions of the age and the community in which he grew up and lived in his native land, Minangkabau, and in nomadic migrants. Keywords: Hamka, Islamic historiography, Islamic historian

25 26 Dari Minangkabau untuk Dunia Islam… Abstrak Tujuan tulisan ini untuk menganalisis perjalanan hidup Hamka sehingga dapat diidentifikasi latar minat istimewa sejarah Hamka, termasuk pengaruh faktor agama, pendidikan dan sosio- kultural terhadap persepsi dan interpretasi sejarah Hamka. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historiografi. Latar belakang minat istimewa Hamka di bidang sejarah: Pertama, Hamka berasal dari lingkungan keluarga yang islami, sehingga Hamka dididik dengan semangat dan jiwa Islam. Pandangan hidup Hamka yang Islami ini terakumulasi pada dua sasaran, yaitu demi perjuangan Islam dan kewajiban moril terhadap bangsa. Kedua, bahaya yang mengancam Islam justeru dari lapangan kebudayaan, untuk itu Hamka terpanggil berkiprah di lapangan kebudayaan, khususnya tentang sejarah Islam. Ketiga, karena penulisan sejarah Islam di Indonesia di dominasi oleh penulis asing, maka banyak terjadi kekeliruan dan kesalahan data yang tidak sesuai dengan fakta yang ada, hal ini disebabkan kepentingan kolonial dan kepentingan misionaris Kristen. Pandangan Hamka terhadap sejarah dipengaruhi oleh agama Islam, pendidikan, dan sosio-kultural, sehingga bagi Hamka sejarah Islam itu adalah sejarah dan agama Islam. Hamka adalah sejarawan dari masyarakat dan sejarawan otodidak, yang dibentuk oleh lingkungan keluarga, lingkungan alam tempat kelahirannya, kondisi zaman dan masyarakat tempat ia tumbuh dan hidup di tanah kelahirannya, Minangkabau, serta di perantauan yang berpindah-pindah. Kata Kunci: Hamka, historiografi Islam, Sejarawan Islam

PENDAHULUAN mengimbangi informasi dan gambaran tentang Sejarah kedatangan dan penyebaran Islam Islam dan masyarakat Muslim Nusantara seperti diberikan sumber-sumber asing; Barat, Cina, sampai hari ini masih menjadi perdebatan. 3 Penulisan sejarah Islam di Indonesia didominasi dan Arab . oleh orang-orang Belanda, dan sebagian Contoh lain adalah penekanan gambaran terdapat kekeliruan atau tidak sesuai dengan tentang penekanan gambaran tentang fakta yang ada, contohnya adalah sarjana keunggulan pihak Belanda dan Kesalahan pihak Belanda, semacam de Graaf1, bersikeras bahwa Raja-raja Islam, apabila terjadi suatu historiografi awal Islam di Nusantara tidak peperangan, yang salah dan yang kalah ialah terlalu bisa dipercaya. Terdapat keseragaman pihak „Bumiputera‟ dan yang menang dan yang bunyi di mereka, yang tidak benar adalah pihak Belanda. Dan kalau di menunjukkan kebenaran2. Semenanjung Tanah Melayu ialah pihak Penilaian de Graaf agaknya berlebihan, Inggris. Seakan-akan tidak dapat dimengerti karena terlepas dari karakteristiknya yang khas, oleh si penyusun sejarah itu, apakah pendirian Raja-raja bumiputera itu yang yang yang berbeda dengan historiografi Barat, sarjana 4 yang serius, jujur dan objektif, tidak bisa menyebabkan ia melawan . mengabaikan historiografi klasik Islam di Hamka hadir sebagai salah seorang Nusantara. Karena bagaimanapun, mereka penulis sejarah Islam yang berpengaruh di memberikan semacam pola-pola umum kalangan sejarawan Indonesia, namun bukan bagaimana Islam diperkenalkan dan berarti Hamka anti terhadap hasil karya berkembang di kawasan Asia Tenggara. Lebih sejarawan Belanda. Menurut Hamka sejarawan dari itu, historiografi klasik ini memberikan dan Belanda telah memberikan saham yang besar dalam banyak data, termasuk juga data tentang

1 Karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam penulisan sejarah Islam di Nusantara, tetapi Bahasa Indonesia yaitu: Cina Muslim di Jawa Abad XV: dalam hal ini Hamka mengingatkan bahwa antara Historisitas dan Mitos, Penterjemah: Alfajri, seseorang harus tetap teliti dalam menerimanya. (: Tiara Wacana, 1998), Judul Asli: “Chinise Daya kritik perlu diterapkan, paling tidak ada Muslims in Java in the 15 and 16 Centuries: The Malay Annals of semarang and Cirebon”. 2 , Historiografi Islam 3 Ibid Kontemporer: Wacana Aktualitas dan Aktor Sejarah, 4 Hamka, Sejarah Umat Islam, (Singapura: Pustaka (: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 178 Nasional Pte Ltd, 2002), h. 4 Volume 24 No.1, Edisi Januari-Juni 2020 Lukmanul Hakim, dkk. 27 dua sebab: Pertama, Hamka curiga terhadap PEMBAHASAN maksud sebagian penulisan yang dilakukan itu, Biografi Singkat Hamka yaitu berhubungan dengan kolonialisme, sekurang-kurangnya sebagian penulis umumnya Di tepi Danau Maninjau, di suatu penulisan itu dilakukan untuk kepentingan kampung bernama Tanah Sirah dalam Nagari kolonialisme tersebut. Kedua, sejarawan Sungai Batang, yang konon sangat indah memerlukan sikap kritis berhubungan dengan pemandangan alamnya, pada hari Ahad petang 5 malam Senin, tanggal 13 masuk 14 Muharram agama Kristen. Hamka mengingatkan bahwa 7 tidak sedikit di antara penulis-penulis Belanda 1326 H, atau tanggal 16 Februari 1908, lahirlah itu yang menjadi misionaris Kristen. Penulis- seorang bayi laki-laki dalam keluarga penulis ini kata Hamka, mempunyai tujuan Haji atau sering disebut untuk mengecilkan arti Islam di Indonesia dan Haji Rasul bin Syekh Muhammad Amrullah untuk mengurangi pengaruh Islam di antara (gelar Tuanku Kisai) bin Tuanku Abdullah pengikut-pengikutnya. Hamka pun Shaleh. Bayi laki-laki itu diberi nama “Abdul mengingatkan bahwa tujuan seperti ini biasanya Malik”; nama itu diambil Haji Abdul Karim tersembunyi sehingga sukar terungkap apalagi Amrullah untuk mengenang anak gurunya, bila tidak disertai pandangan hidup Muslim. Syekh Ahmad khatib di Mekkah, yang bernama Hamka mempunyai minat yang istimewa Abdul Malik pula. Abdul Malik bin Syekh di bidang sejarah dan sangat peduli terhadap Ahmad Khatib ini pada zaman pemerintahan Syarif Husein di Mekkah, pernah menjadi Duta penulisan sejarah umat Islam Indonesia. Hamka 8 adalah sejarawan dari masyarakat dan sejarawan besar Kerajaan Hasyimiyah di Mesir, otodidak yang dibentuk oleh lingkungan alam barangkali dimaksudkan sebagai do‟a nama tempat kelahirannya, kondisi zaman dan kepada penyandangnya. masyarakat tempat ia tumbuh dan hidup di tanah Sejak kecil, ia menerima dasar-dasar kelahirannya, Minangkabau serta diperantauan agama dan membaca al-Qur‟an langsung dari yang berpindah-pindah. ayahnya. Ketika usia 6 tahun, ia dibawa Hamka adalah seorang tokoh ayahnya ke Padang Panjang. Pada usia 7 tahun, multidimensi; penulis, sastrawan, ulama, ia kemudian dimasukkan ke sekolah desa hanya budayawan, politikus, pemimpin, wartawan, sempat dienyam sekitar 3 tahun dan malamnya penganjur asimilasi, dan sejarawan Islam. belajar mengaji dengan ayahnya sampai khatam. Perhatiannya terhadap penulisan sejarah Islam Sejak kecil ia juga sangat senang nonton film. Indonesia sangat tinggi, sehingga ia aktif dalam Bahkan karena hobinya ini, ia pernah pertemuan-pertemuan dan seminar-seminar “mengicuh” guru ngajinya karena ingin tentang penulisan sejarah Islam Indonesia. menonton Eddie Polo dan Marie Walcamp. Kebiasaanya menonton film berlanjut terus METODE PENELITIAN ketika di Medan umpamanya, tiap film yang Tulisan ini menggunakan metode historis, berputar terus diikutinya. Melalui film-film itu metode historis tersebut secara hirarkis adalah kerapkali ia mendapat inspirasi untuk Pertama, heuristik, yaitu menghimpun data mengarang. sejarah. Kedua, kritik, yaitu menganalisa Pendidikan formal yang dilaluinya sangat kebenaran data/sumber sejarah. Ketiga, sederhana. Mulai tahun 1916 sampai 1923, ia interpretasi, yaitu menafsirkan data teruji yang belajar agama pada lembaga pendidikan berkaitan. Keempat, ekplanasi, yaitu menyajikan 6 sintesa dalam bentuk kisah, narasi. Historiografi Islam Meloayu Nusantara”, Tsaqafah, Volume 15, Number 2, November 2019, h. 293-294. 5 Solichin Salam, dkk, Kenang-kenangan Hidup 70 Lihat juga Lukmanul Hakim, “Historiografi Modern Tahun Buya Hamka, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. Indonesia: Dari Sejarah Lama Menuju Sejarah Baru”, 180-181 Jurnal Khazanah, Volume VIII, Nomor 16, Juli- 6 Lebih lanjut lihat Salman dan Lukmanul Desember 2018, h. 57. Hakim, “Format Historiografi ”, Majalah 7Hamka, Kenang-kenangan Hidup, Jilid 1, Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Agama, Budaya dan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), Cet. ke-3, h. 7 dan 9 Volume 23, No. 1, Edisi Januari-Juni 2019, h. 60-61. 8Hamka, Ayahku: Riwayat Hidup DR. H. Abdul Lihat juga Lukmanul Hakim dkk, “Sentralisasi Islam Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Marginal: Konstribusi Azyumardi Azra dalam Sumatera, (Jakarta : UMMINDA, Cet.ke-4, 1928), h. 64 Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora 28 Dari Minangkabau untuk Dunia Islam… Diniyah School di Padang Panjang, serta terkenal, semua itu mestinya membentuknya di Padang Panjang dan di menjadi ulama. Parabek.9walaupun pernah duduk di kelas VII, Pengalamannya di Mekkah telah akan tetapi ia tidak mempunyai ijazah. Guru- mempermahir dan memperdalam bahasa gurunya waktu itu antara lain10 Syekh Ibrahim Arabnya yang sebelumnya diterima dari Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid ayahnya. Ia sanggup membaca secara luas buku- Hakim, Sutan Marajo, dan Syekh Zainuddin buku dalam bahasa Arab dan terjemahan- Labai EI Yunusiy. Guru namanya yang terakhir terjemahan tulisan penulis Barat dalam bahasa disebut ini memiliki wawasan yang demikian Arab. Kemampuan Hamka yang prima dalam luas dan menarik hatinya, serta pendekatan yang bahasa Arab ini telah banyak mengundang dilakukan Engku Zainuddin, bukan hanya pujian, sekaligus menaikkan prestisenya dalam mengajar (transferof knowledge), akan tetapi pergaulannya dikalangan intelektual juga melakukan proses “mendidik” (transfer of berpendidikan tinggi. volue). Ia tertarik dengan gaya mengajar sang Hamka menyadari akan pendidikannya guru yang mampu menyelami jiwa murid- yang rendah. Untuk mengejar ketinggalannya muridnya. Hanya saja pendidikan dasar Hamka, dalam pendidikan formal, ia melengkapi dirinya baik di sekolah rakyat maupun sekolah agama, secara otodidak dengan membaca dan tidak ada yang selesai, masing-masing sekitar melakukan penyelidikan meliputi berbagai tiga tahun saja ia duduk bersekolah. bidang ilmu pengetahuan seperti falsafah, Sebaliknya, Hamka pribadi memiliki kesusasteraan, sejarah, sosiologi dan politik. kecenderungan sendiri, ia lebih tertarik dengan Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, buku-buku berbahasa Arab, seperti sastra dan beliau dapat menyelidiki karya ulama dan terutama sejarah.11 Ia juga menyukai pidato- pujangga besar Timur Tengah seperti Zaki pidato yang kerap ia datangi di tempat Murabak (abad ke-19), Jurji Zaidan (abad ke- aduan balam tatkala ia mengaji di Parabek. 19), Abbas al-„Aqqad (1889-1973), Mustafa al- Sehingga manakala ia pulang kekampungnya, Manfaluti (1876-1924) dan Hussain Haikal bukan saja ia sanggup membaca do‟a sesudah (1888-1956). Melalui bahasa Arab juga, beliau makan, tetapi sanggup pula meminta diri kepada meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan tuan rumah suatu perjamuan dengan perkataan, Jerman seperti Albert Camus, William James, “Harilah membayang petang, matahari lah Freud, Toynbee, Jean Sartre, Karl Marx dan condong turun, sembayang nan berwaktu”, dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan seterusnya. bertukar-tukar fikiran dengan tokoh-tokoh Tahun 1927 Hamka bertolak ke Mekkah terkenal Jakarta seperti HOS. Chokroaminoto, dan bermukim di sana selama enam bulan. Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fakrudin, Ar Misteri kata “sepuluh tahun” yang diucapkan Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo ayahnya tatkala ia lahir, alamat akan tersikap sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi apa yang diinginkan ayahnya dengan ucapan seorang pemidato yang handal. tersebut adalah harapan agar anaknya menjadi Dalam menerima berbagai informasi pada seorang ahli agama melalui tradisi belajar ke karya-karya ilmuan non muslim, ia Mekkah yang telah di jalani dua generasi menunjukkan sikap ke hati-hatiannya. Sikap sebelum Hamka. Hamka pun merasa dilahirkan yang demikian dilatarbelakangi oleh dua pokok untuk menjadi ulama ketimbang pengarang, pikiran.12 Pertama, dalam bidang sejarah, ia karena lingkungannya mengisyaratkan melihat adanya kesalahan data dari fakta yang demikian. Kitab-kitab ayahnya, muzakarah- sesungguhnya.13 Kesalahan ini perlu dicurigai, muzakarah di tentang fiqh dan kenyataan bahwa ia merupakan keturunan ulama-ulama 12 Deliar Noer, “Yamin dan Hamka: Dua Jalan Menuju Identitas Indonesia”, dalam Anthony Reid dan David Marr, (Eds), Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: 9Hamka, Tasauf Modern, (Jakarta: Pustaka Indonesia dan Masa Lalunya, Penerjemah: Th. Panjimas, 1987), h. Xv Sumarthana, Judul Asli: “Perceptions the Past in 10Ibid, h. 2 Southeast Asia”, (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), h. 50 11Hamka, Kenang-kenangan ....., Jilid 1, h. 106, 13 Di antaranya tentang persoalan diseputar proses lihat juga Kenang-kenangan ...., h. 21, lihat Hamka, Antar masuknya Islam di Nusantara. Menurutnya, Islam masuk Fakta ....., h. 16, lihat Hamka, Sejarah Umat ...., h. 5 melalui para saudagar dari Arab (Mekah), bukan dari Volume 24 No.1, Edisi Januari-Juni 2020 Lukmanul Hakim, dkk. 29 bahwa penulisan tersebut sengaja ditulis bagi menulis.16 Tetapi berangkat dari sasaran kajian kepentingan kolonialisme. Kedua, dalam bidang ini, maka pernyataan di atas terkesan simplistis, keagamaan, terdapat upaya untuk karena aspek Hamka selaku anak zamannya mendeskreditkan Islam. Tidak sedikit para (sebagai suatu kajian historiografi) belum penulis tersebut membawa pesan-pesan dilibatkan. misionaris. Untuk itu, perlu adanya upaya untuk Keilmuan Hamka yang luas tentang melakukan penulisan ulang terhadap persoalan- agama Islam memang kontras dengan cara ia persoalan tersebut, agar obyektifitasnya tetap memperoleh keilmuan tersebut. Hamka seorang terjaga dengan baik dan orisinil. Namun otodidak. Abdurrahman Wahid benar ketika demikian, ke hati-hatiannya tersebut bukan menyatakan bahwa keilmuan yang diserap berarti ia tidak menyenangi karya-karya yang di Hamka telah menyatu dengan dirinya yang tulis oleh pemikir Barat. Bahkan ia sangat membentuk sikap hidupnya yang menghargai menganjurkan agar umat Islam tetap keilmuan. Hal ini menjadi fantastis manakala bekerjasama dengan setiap pemeluk antar Hamka berhasil meramu keilmuannya dengan agama dan mengambil hal-hal yang bersifat sikap komunikatif dan bahasanya yang positif bagi membangun dinamika umat (Islam). memaksa orang memiliki formula tersendiri Menarik menyimak pernyataan untuk menyampaikan ilmunya. Dua Universitas Abdurrahman Wahid berkaitan dengan otodidak di Luar Negeri, Universitas al-Azhar, pidato Hamka. Sebagai seorang otodidak, Hamka pengukuhannya berjudul: Pengaruh Pikiran berhasil menyerap banyak informasi keilmuan Muhammad Abduh di Indonesia17 dan yang akhirnya menyatu dengan dirinya. Universitas Kebangsaan Malaysia, telah Karenanya ia memiliki sikap hidup yang menganugerahkannnya gelar kehormatan menghargai ilmu pada ummnya. Tetapi Doktor Honaris Causa, suatu gelar yang lebih kekaguman orang atas kapabilitinya sebagai diharapkannya dari pada menjadi seorang otodidak untuk menyerap bagitu banyak Menteri Agama. Suatu gelar yang menunjukkan informasi, telah memyembunyikan di balik bahwa ia diterima oleh masyarakat.18 Ketika “kehebatan”nya suatu harga yang sangat mahal Revolusi , ia diundang untuk yang harus dibayarnya sebagai “orang menyampaikan pidato dihadapan Parlemen Iran. pandai”.14 Ia juga menjadi delegasi Umat Islam dalam Informasi keilmuan yang dicernakannya, konperensi-konperensi Islam Internasional.19 masih menurut Abdurrahman Wahid, secara Sekalipun dari sisi akademis, aspek lain seperti keseluruhannya berwatak sporadis, tidak disertai kelengkapan dan peralatan keseluruhan 16 Hamka, Kenang-kenangan……., Jilid 2, h. 116- informasi yang masuk tersebut untuk 117. Hamka menulis setelah membaca. Dorongan untuk menulis muncul tatkala ia membaca tulisan orang lain. penyusunan sebuah kerangka berfikir yang 15 Namun ia menambahkan bahwa seorang penulis harus tuntas dan memiliki kedalaman. Dalam ukuran memiliki langgam dan gaya bahasa sendiri yang yang ketat, pernyataan Abdurrahman Wahid mencerminkan pribadi si penulis, lihat Hamka, Lembaga tersebut ada juga benarnya. Karena nampaknya Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 73. Bahkan Hamka sendiri tidak terlalu memusingkan diri Hamka terkadang member kesan nekad dalam menulis atau berpidato, meskipun keterangannya tidak dengan kerangka teori dan metodologi sebagai menyakinkan, Lihat Leon Agusta, “Di akhir Pementasan persyaratan penting seseorang memulai yang Rampung”, dalam Nasir Tamara, (Eds), Hamka di Mata Hati……h. 87 17 Fachri Ali, “Hamka dan Masyarakat Islam Indonesia: Catatan Pendahuluan Riwayat dan Gujarat maupun Persia. Di sisi lain, ia juga menyoroti Perjuangannya”, Prisma, No. 2, Februari 1983, Tahun tulisan Mangaradja Onggang Parlindungan tentang XII, h. 59 Tuangku Rao yang menurutnya sangat keliru dan tidak 18 Lihat Surat Hamka tertanggal 14 februari 1953 sesuai dengan data sejarah yang ada. Lebih lanjut lihat yang ditujukan kepada Emzita, seorang yang dianggap Hamka, Antara Fakta dan Khayal , (Jakarta: anaknya. Surat tersebut dilampirkan tulisan Emzita, Bulan Bintang, 1974) “Ayah Masih Tetap Sediakala”, dalam Nasir Tamara, 14 Abdurrahman Wahid, “Benarkah Buya Hamka (Eds), Hamka di Mata Hati……h. 387, Lihat juga Mestika Seorang Besar? Sebuah Pengantar”, dalam Nasir Tamara, Zed, “Hamka dan Studi Islam di Indonesia”, HISTORIA, (Eds), Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Jurnal Pendidikan Sejarah, No. 3, Vol. II, Juni 2001 Harapan, 1996), h. 27-28 19 Fachri Ali, “Hamka dan Masyarakat Islam 15 Ibid., h. 28 Indonesia...... , h. 59 Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora 30 Dari Minangkabau untuk Dunia Islam… penggunaan prinsip-prinsip metode ilmiah yang mampu membawanya ke luar dari dalam proses penggarapan suatu disiplin keamatiran. Luasnya ilmu yang diserapnya keilmuan masih perlu dipertanyakan. membentuknya sebagai orang pandai dalam Untuk menjelaskan hal ini, agaknya dapat ilmu agama Islam, semacam pengetahuan dikembalikan kepada faktor latar Hamka. ensiklopedi.22 Namun keunggulan ini tanpa Pertama, kepopuleran Hamka, sebagaimana didukung keahlian yang mendalam pada suatu diakuinya, disebabkan oleh aktifitas publiknya disiplin ilmu tertentu. Hamka memang tidak yang ditekuninya sejak muda. Ia menjadi memiliki spesifikasi kajian yang akan seorang penulis, mubaligh, pendidik, dan mengantarkannya kepada adanya pengakuan memimpin penerbitan majalah. Di hari tuanya, profesionalitas. ia pun dapat dikenal oleh pemirsa TVRI melalui Keterbatasan lain yang bersifat sarana pidato-pidatonya dan dikenal oleh pendengar juga meliputi kepincangan Hamka dalam RRI melalui siaran kuliah shubuhnya. penguasaan bahasa asing. Karena bahasa asing Faktor keturunan mungkin juga telah yang dikuasainya hanyalah bahasa Arab, maka membantu kepopulerannya. Keulamaan Hamka Hamka cukup dirugikan oleh keterbatasan sebagaimana telah disebutkan terdahulu, bersifat tersebut. Hamka sebenarnya mengenal tulisan- herediti dari ayahnya, kakeknya dan kakeknya tulusan penulis Barat melalui versi terjemahan lagi. Ia generasi dari empat ulama dalam bahasa Arab. Hal ini merupakan jalan ke Minangkabau. Untuk melengkapi semua itu, ia luar yang di tempuhnya secara sadar. Di sisi lain pun memiliki pengalaman berguru kepada mungkin ia terpaksa tidak berkenalan dengan ulama-ulama terkenal di zamannya. bacaan-bacaan bermutu lainnya. Karenanya Pengaruh alam dan adat Minangkabau pun persoalan-persoalan seperti apa yang telah ikut mengasuhnya menjadi orang yang diistilahkan Hamka dengan ilmiah, yang pandai menyusun kata-kata. Ia pandai meliputi teori dan metodologi suatu ilmu, luput merangkai petatah-petitih adat dengan ayat-ayat dari perhatiannya.23 suci al-Qur‟an, hadits atau ungkapan-ungkapan Di samping itu, metode belajarnya yang ulama terdahulu. Penuturan bahasanya yang lazimnya model “surau” atau , yaitu lembut, perlahan-lahan dan kadang-kadang hafalan, agaknya ikut menjadi penyaring menyelipkan logat Minang, diakuinya banyak terhadap ilmu yang diserapnya. Sekalipun dipengaruhi oleh bahasa Haji .20 alasan yang terakhir ini memerlukan kajian Hamka pun piawai memainkan perasaan lawan lebih lanjut. Hamka pernah menikmati bicaranya atau pendengarnya, karena pendidikan model baru, yaitu sekolah, seperti pembawaannya yang mengayomi dan Sumatera Thawalib yang didirikan oleh ayahnya komunikatif serta dilengkapi dengan di Padang Panjang. Namanya sekolah, tetapi penampilannya yang diupayakan selalu menjaga buku-buku yang dipakai tetap buku-buku surau. muru’ahnya.21 Murid-murid pun memiliki kewajiban utama Kedua, sementara dari sisi pengakuan sama dengan ketika mengaji dulu, yaitu profesionalitas keulamaan Hamka yang belum menghafal. Menurut Hamka, tugas menghafal sepenuhnya diterimanya, hal ini mungkin ini sangat memusingkan kepalanya. Anehnya, ia disebabkan latar pendidikan Hamka. tidak berkeberatan menghafal syair Arab.24 Sebagaimana dimaklumi, Hamka adalah Selain itu, ia pun terkenal hafal peristiwa seorang otodidak. Ilmu yang diperolehnya berasal dari tuntunan ayahnya, seorang ulama 22 terkenal pada masanya. Di samping itu, Abdurrahman Wahid, “Benarkah Buya Hamka...... ”, h. 28 semangatnya mencari mengantarkanya bertemu 23 Ibid., h. 26-27 dan memperoleh pendidikan langsung dari 24 Hamka, Kenang-kenangan...... , Jilid 2, h. 54-59, sumber yang memiliki keabsahan penuh dilihat lihat juga Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat dari pandangan ortodoksi agama dan kapabilitas Pantulan sejarah Indonesia, (Jakarta; LP3ES, 1997), h. mereka. Tetapi hal tersebut bukanlah jaminan 224-225. Bandingkan dengan Hamka, Ayahku: Riwayat Hidup DR. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatera, (Jakarta: UMMINDA, 1982), 20 Hamka, Kenang-kenangan...., Jilid 2, h. 77-78 h. 120, bahwa kitab-kitab yang dipelajari di Sumatera 21 Lihat Rusydi Hamka, Pribbadi dan Thawalib ada juga yang “baru” dan berbeda dengan Martabat...... , h. 103-104 “kitab surau”. Volume 24 No.1, Edisi Januari-Juni 2020 Lukmanul Hakim, dkk. 31 sejarah Islam. Kerap dalam kesempatannya penulisan tafsir di Indonesia pada masa berpidato atau pun menulis, ia berangkat dengan kontemporer.27 menukil peristiwa-peristiwa sejarah.25 Agaknya Dalam wacana ini penulis tidak sejarah baginya adalah ibrah. Dalam tataran ini, berpretensi mengupas satu demi satu predikat faktor interest pun perlu dipertimbangkan. tersebut. Figur minat dan penulis sejarah yang Terlepas dari persoalan substansial dianggap mewakili aneka predikat tersebut keulamaan Hamka, agaknya yang lebih menarik dipaparkan untuk melengkapi keseluruhan justeru peran-peran yang telah dimainkannya biografi Hamka. Melalui figur Hamka sebagai dalam kapasitas keulamaannya. Ia membina peminat dan penulis sejarah, diharapkan dapat Masjid al-Azhar dan memfungsionalkannya dari memperjelas apa yang mendasari optimis dan awal berdirinya dan ditinggalkannya setelah kedinamisan Hamka selama hidupnya. kokoh. Ia menjadi pendidik masyarakat, Bagaiman pandangan hidupnya menjiwai menjadi perantara umat dengan pemerintah dan seluruh mobilnya. sebagainya. Untuk menyingkatnya, penilaian Predikat budayanya yang disandangnya, Abdurrahman Wahid agaknya memenuhi semua misalnya karena ia terbilang intens dalam figur keulamaan Hamka. Letak kebesaran persoalan kebudayaan. Ia kerap mengikuti Hamka adalah pada kemampuannya menjadikan pertemuan ilmiah seputar persoalan dirinya berharga dan berarti bagi masyarakat kebudayaan, ia pun menulis tentang Indonesia yang datang dari berbagai latar sosial kebudayaan.28 Tetapi sejauh itu, keterlibatan kultural yang berbeda, demikian Abdurrahman Hamka dengan kebudayaan tidak dalam bentuk Wahid.26 pemikiran kebudayaan atau bersifat konseptual. Akhirnya ia memang tidak terdengar terlibat polemik kebudayaan di Kota Jakarta atau di Minat dan Penulis Sejarah Yogyakarta, misalnya. Perhatian dan Hamka adalah seorang yang berjiwa keterlibatannya dalam kebudayaan dapat optimis dan selalu mobil. Begitu banyak dianggap sebatas semangat kebudayaan. ekspresi jiwanya terbaca melalui perilaku Mencermati motif kepedulian Hamka hidupnya. Adalah wajar karenanya dalam kepada kebudayaan nampaknya lebih menarik. banyak tulisan tentang pribadinya, ia telah Ia merasa bahwa bahaya yang paling diberi beragam predikat. Sebut saja Hamka mengancam Islam justeru datangya dari sebagai ulama, sejarawan, budayawan, lapangan kebudayaan. Ia menunjuk bagaimana sastrawan, politikus, pemimpin, wartawan, usaha PKI dengan lekra-nya yang penganjur asimilasi dan sebagainya. Dalam mempropagandakan kebudayaan rakyat yang masing-masing dimensi itu, Hamka sekaligus atheis.29 Hamka pun curiga terhadap minat para dikagumi banyak orang dan dipersoalkan segelintir lainnya. Sebagai sastrawan, misalnya 27 Azyumardi Azra, Historiografi Islam Hamka dipandang sebagai “lack of originality” Kontemporer: Wacana Aktualitas dan Aktor Sejarah, dan bahkan lebih dari itu dianggap sebagai (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 260-261, “penjiplak” karya sastra Arab tertentu. Sebagai lihat juga Siddiq Fadzil, Martabat Umat Melayu menurut Hamka, dalam politisi, ia dipandang sebagian orang sebagai http://members.tripod.com/skypin/rencana/renc74.htm terlalu “kompromistis” terhadap penjajah 28Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat ...., h. 94, Jepang; bertolak belakang dengan ayahnya Haji Hamka mengikuti seminar-seminar atau kongres yang Abdul Karim Amrullah. Sedangkan dari segi diadakan oleh Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) dan keulamaan, ia lebih dipandang sebagai Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN). Salah satu pidatonya dalam Simposium Kebudayaan “mubalig” yang amat komunikatif daripada Islam di Taman Ismail Marzuki (TIM) 1979 dimuat “ulama” yang benar-benar mumpuni, meski ia dalam Rusydi Hamka dan Iqbal Emsyarif A. R. F. menulis Tafsir al-Azhar yang voluminious, yang Saimina, Kebangkitan Islam dalam Pembahasan, (t.tp : tentu saja sangat monumental bagi sejarah Yayasan Nurul Islam, .t.th), h. 67-81 29Hamka, Kenang-kenangan ...., Jilid 3, h. 257- 258, Hamka, Ghirah dan Tantangan terhadap Islam, 25 Lihat Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat...... , (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1982), h. 41, lihat Moeljianto h. 275-291 dan Taufiq Ismail, Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif 26 Abdurrahman Wahid, “Benarkah Buya Lekra/PKI dkk (Kumpulan Dokumen Pergolakan Hamka.....”, h. 47 Sejarah), (Bandung : Mizan, 1995), Cet. Ke-2, h. 40 S. I. Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora 32 Dari Minangkabau untuk Dunia Islam… sarjana kristiani yang mempelajari bahasa (1970), khusus mengulas secara kritis tentang Indonesia dan kebudayaan daerah seperti Jawa. kekeliruan atau “pemalsuan: sejarah oleh Baginya, itu dalam rangka ghazw al-fikri dan Maharadja Onggang Parlindungan yang menulis konversi agama bangsa Indonesia secara halus. biografi tentang Tuanku Rao.33 Suatu prestasi Kecamasan-kecemasannya seperti itu luar biasa yang jarang dicapai bahkan oleh membawanya berpandangan bahwa persoalan seorang profesor di Perguruan Tinggi sekalipun. kebudayaan tidak kalah pentingnya dengan Menurut Hamka, profesi penulis adalah politik. Aktif di lapangan kebudayaan dan ambil profesi terdepan dalam mengisi kebudayaan bagian forum-forum kebudayaan berskala bangsa. Profesi penulis sama mulianya dengan nasional adalah sama pentingya, bahkan lebih, profesi guru atau dokter.34 Ia tidak ingin dengan terjun ke kancah politik, seperti setengah-setengah menggantungkan cita-citanya parlemen.30 Agaknya aspek kultural telah dalam menulis. Bahkan ia ingin menjadi Hamka menjadi agenda perjuangan Hamka. di Indonesia sebagaimana Iqbal di Pakistan atau Adapun produktifitas Hamka selaku Tagore di , atau Musthafa Sadiq Rafi‟ di penulis, memang tidak diragukan ia telah Mesir.35 Agak janggal memang, jika menulis tidak kurang dari 118 buah buku, dan dikembalikan kepada pernyataan Hamka, yang belum termasuk artikel-artikel yang disitir sebelumnya, bahwa ia tidak peduli dipresentasikannya dalam forum-forum ilmiah dengan penilaian kritikus berkenaan dengan atau tulisan-tulisan lepasnya di mass-media.31 karya-karyanya. Karena di manapun posisinya Dari keseluruhan karyanya tersebut dapat dalam peta kesusastraan Indonesia bukanlah digeneralisasikan sebagai karya-karya yang menjadi tujuan ia menulis. Tetapi di sisi lain ia, bernafaskan Islam.32 Dari sekian judul ingin diperhitungkan orang. Kalau dapat karangannya, ada beberapa judul buku yang disepadankan dengan tokoh-tokoh yang bertemakan sejarah dan biografi, bidang disebutnya tersebut. Mungkin hal ini cukup garapan ini dalam sejarahnya tidak pernah mudah dijelaskan, sekalipun tanpa bermaksud hilang dan merupakan salah satu kekayaan menyederhanakan, bahwa demikianlah cita-cita Islam yang sangat berharga, di antaranya, Hamka. Cita-cita seorang peripatetic yang Sejarah Umat Islam (1961) yang terdiri dari 4 optimis. Apa salahnya sebuah keinginan? jilid tebal dan mengalami cetak ulang (cetakan Mengenai hasilnya kelak, serahkan saja pada ketiga tahun 1976), Sejarah Islam di Sumatera sejarah.36 Demikian katanya, sebagai seorang (1950), Ayahku (1967), Kenang-kenangan penulis progresif yang selalu ingin mengatasi Hidup(1963) yang terdiri dari 4 jilid, dan zamannya dengan menggantungkan keinginan kumpulan karangannya yang berjudul Dari setinggi mungkin. Perbendaharaan Lama (1963), juga memuat Masih dalam lingkup Hamka sebagai tulisan sejarah dan biografi ulama. Buku penulis, prestasinya di dunia pers Islam Sejarah di Minangkabau melampaui tiga zaman. Sejak masa penjajahan (1976) juga merupakan dokumen sejarah yang Hindia-Belanda, ia telah memimpin majalah baik dari salah seorang pelaku sejarahnya Pedoman Masyarakat di Medan yang terhenti sendiri. Sementara itu bukunya Hamka yang karena Jepang masuk tahun 1942. Setelah itu ia berjudul Tuanku Rao: Antara Fakta Khayal pernah menerbitkan majalah Gema Islam yang mesti memuat propaganda Perang Asia Timur Poeradissastra, “dalam Karya Sastra pun ....”, h. 134, Raya. Namun majalah ini tidak mencapai sukses H. B. Jassin, Kesusastraan Indonesia Modern, (Jakarta : dan tidak pula dapat mengambil tempat yang Gramedia, 1985), h. 59-60, 67 pernah diduduki Pedoman Masyarakat dalam 30Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat ...., h. 95- 96 hati pembacanya. Dalam bagian akhir jilid 31Inventarisasi karya-karya Hamka ini dapat dilihat kedua autobiografinya. Hamka menulis bahwa dalam Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat ....., h. 335- 339 32Hamka, Kenang-kenangan ...., Jilid 2, h. 117, 33Mestika Zed, “Hamka dan Studi Islam ....”, h. 5 Sides Sudyarto D. S. “Hamka : Ideaisme Relligius”, lihat juga Deliar Noer, “Hamka dan Sejarah”, dalam dalam Nasir Tamara, Buntaran Sanusi dan Vincent Solichin Salam, dkk, Kenang-kenangan ...... , h. 169 Dhauhari (Penyunting), Hamka Mata Haji ...., h. 137, 34Hamka, Lembaga ....., h. 76-77 Deliar Noer, “Yamin dan Hamka .....”, h. 39, lihat juga 35Hamka, Kenang-kenangan ...... , Jilid 2, h. 126 Mestika Zed, “Hamka dan Studi Islam ....”, h. 4 36Ibid Volume 24 No.1, Edisi Januari-Juni 2020 Lukmanul Hakim, dkk. 33 Pedoman Masyarakat yang telah Pandangan hidup Hamka yang islami mengembangkan dirinya dalam dunia tulis- telah dibentuk oleh latar alam dan adat menulis, dan karenanya ia tidak dapat Minangkabau, pendidikan dan pengalaman melupakannya. hidupnya. Minangkabau sebagai daerah asalnya, Kepemimpinan Hamka atau penokohan telah melimpahi Hamka sebagai penghulu adat. dirinya oleh masyarakat ibarat pohon yang Suatu daerah yang memiliki klaim adat basandi terpancang di atas akar yang menghujam ke syara’, syara’ basandi kitabullah (adat petala bumi. Ia didukung oleh masyarakat. belandaskan pada agama, agama berlandaskan Tatkala ia dilantik sebagai Ketua Majelis Ulama kepada kitabullah). Dalam pengertian ini, tidak Indonesia, ia pun didukung dari atas, sebagai ada paradox dalam hal perilaku ideal antara adat seorang pemimpin, Hamka selalu berupaya dengan agama. Karenanya tidak ada perbedaan tetap berada pada garis perjuangannya. Ia pun antara adat nan sabana adat (adat yang tidak lupa menengok akar yang menunjangnya. sebenarnya adat) dengan ajaran-ajaran al- Singkatnya, integritas Hamka selaku pemimpin Qur‟an.40 tidak diragukan lagi. Demikian Syaikhu Sebagaimana telah disebutkan di atas, menilainya.37 Mengenai kepemimpinannya di latar alam Minangkabau bahkan pengalamannya Muhammadiyah, sejak Kongres Makassar 1971 merantau ke daerah-daerah lain, telah memupuk ia menjadi penasehat pimpinan Muhammadiyah. romantisme Hamka pada alam dan manusianya. Jabatan ini berlanjut sampai akhir hayatnya. Si Bujang jauh ini berhasil mengekpresikannya Mengenai keterlibatannya dikancah politik, kembali melalui karya tulisannya dan tabligh pernah membuat dirinya “terbakar”. Dan atau pidato-pidatonya. Lingkungan keluarganya kapasitas Hamka di dunia politik tidaklah lebih yang berbasiskan keulamaan dan pendidikannya baik melebihi keberadaannya sebagai sastrawan yang berorientasi kepada keislaman, semuanya atau ulama. Pada akhirnya ia kembali kepada terangkum dalam satu kata, yaitu cinta.41 corak perjuangannya sebagai penulis dan ulama Cinta tersebut memiliki konsekuensi masyarakat yang lebih menyejukkan hati.38 perjuangan Islam, sebagai penjelasan (1) di atas. Berikut ini suatu penjelasan lain yang Perjuangan Islam itu sendiri merupakan akibat dapat menyingkap faktor penyebab optimisme cinta, karenanya ia tidak mengharapkan pamrih, dan kedinamisan Hamka dalam figurnya sebagai sebab cinta itu sendiri adalah upah. Tidak ada ulama dan penulis. Mengapa Hamka begitu nikmat yang tertinggi yang dianugerahkan produktif melahirkan karya-karya yang Tuhan kepada manusia melebihi nikmat cinta. bernafaskan Islam, khususnya karya-karya Demikian pengertian cinta menurut Hamka bernuansa Sejarah Islam? Dan mengapa ia dalam kaitannya dengan perjuangan Islam.42 begitu antusias berperan serta dalam berbagai Dalam tataran ini menjadi lebih jelaslah pertemuan ilmiah yang berkenaan dengan mengapa Hamka menyiapkan karya-karyanya sejarah dan kebudayaan Islam?. Kemungkinan yang dipandang “miring” oleh Teeuw. Justeru bertolak pada pandangan hidup Hamka yang itu merupakan pandangan hidup Hamka sebagai Islami yang terakumulasi pada dua sasaran: (1) seorang Muslim.43 demi perjuangan Islami; dan (2) kewajiban Menulis menurut Hamka merupakan suatu moril kepada bangsa. Adapun dalam rantai panjang perjuangan Islam di lapangan aktualisasinya ia menggunakan media lisan dan sejarah dan kebudayaan. Dengan lisan, ia akan tulisan.39 berpidato, bertabligh, mendidik dan mengaji.

37 A. Syaikhu, “Hamka, Ulama, Pujangga”, dalam 40 Datoek Toeh, Tambo Alam Minagkabau: Serial Nasir Tamara, Buntaran Sanusi dan Vincent Djauhari, Sastra Budaya Minangkabau, (Bukittinggi: Pustaka (Penyunting), Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Indonesia, h. 262-262, lihat juga Hamka, Islam dan Adat Harapan, 1984), h. 226 Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 138 38 Hamka, “Kebudayaan Islam di Indonesia”, 41Hamka, Kenang-kenangan ...., jilid 2, h. 136 dalam Rusydi Hamka dan Iqbal Emsyarif A. R. F. 42 Ibid., h. 141 Saimima, Kebangkitan Islam dalam Pembahasan, (Ttp: 43 Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat……h. 43, Yayasan Nurul Islam, t.t.), h. 67 lihat juga Sides Sudyarto D. S. “ Hamka: Idealisme 39Lihat pendahuluan Hamka, Antara Fakta, .... h. 9- Relihius”, dalam Nasir Tamara, Buntaran Sanusi dan 11, Hamka, Kenang-kenangan ....., Jilid 2, h. 22, Hamka, Vincent djauhari (Penyunting), Hamka di Mata Hati……, Ayahku ....., h. 228 h. 137-139 Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora 34 Dari Minangkabau untuk Dunia Islam… Hamka merasa bahwa ia memiliki kesanggupan Dugaannya ini menjadi terbukti manakala A. mentransmisikan kewajiban hidupnya melalui menilai sekaligus mengusulkan buku lisan dan tulisan untuk perjuangan Islam.44 (2) Sejarah Umat Islam IV sebagai salah satu kewajiban moril terhadap bangsa, yaitu bangsa referensi bagi sistem penyusunan sejarah Islam Indonesia yang mayoritas penduduknya di Indonesia.48 muslim.45 Kepedulian Hamka kepada sejarah Karya Hamka yang lain seputar sejarah Islam di Indonesia juga dimaksudkan untuk Islam di Indonesia adalah buku Dari mengcounter bahaya yang mengancam Islam Perbendaharaan Lama.49 Sebenarnya buku ini berupa ghozw al-fikri di lapangan kebudayaan merupakan kompilasi dari rublik yang yang dianggapnya paling gencar.46 Pengertian diasuhnya dalam edisi mingguan Abadi dari muru’ah dalam konteks perjuangan Islam dan Harian Abadi yang terbit di Jakarta. Melalui kewajiban moril terhadap bangsa tersebut buku ini, Hamka memaparkan hasil difahami oleh Hamka dengan tidak membiarkan penggaliannya terhadap kisah-kisah yang begitu saja kesalahan-kesalahan terhadap terpendam dalam perbendaharaan sejarah tanah penulisan sejarah Islam di Indonesia yang air. Keunikan buku ini terletak pada dilakukan dengan sengaja akibat tendensi politik penempatan”dongeng-dongeng” sebagai kolonial yang bermaksud menyudutkan Islam.47 perbendaharaan itu sendiri. Namun bagi Hamka Perhatian Hamka kepada sejarah Islam “dongeng” ini bukanlah dongeng dalam membuatnya gemar membaca buku-buku pengertian hayali dan rekaan an sich, melainkan sejarah dalam bahasa Melayu terbitan Balai memuat aura filsafat atau kebenaran. Keunikan Pustaka atau dalam bahasa Arab. Dalam lainnya juga disebabkan visi Hamka dalam kegiatannya di Tabligh School atau Kulliyah al- menilai perbendaharaan itu berbeda dari visi Mubalighim di Padang Panjang tahun 1929- penulis Belanda misalnya. Diakui olehnya 1931, Hamka menikmati pekerjaannya yaitu bahwa karena perbedaan tersebut Nur al-Yaqin (sejarah khulafa’ al-Rasyidin). Ia mengakibatkan Hamka melihat apa yang terlihat sendiri pada tahun 1929 menyusun buku oleh penulis sejarah Indonesia lainnya. Karena ringkasan Tarikh Umat Islam dan Pembela tekun mengaji sejarah, Hamka tidak saja Islam: Sejarah Sayidina Abu Bakar. menghidupkan masa lalu yang terlupakan, tetapi Perlawatannya keberbagai daerah dalam juga tidak pernah gagal menemukan pesan- rangka tugas sebagai Mubalig Muhammadiyah, pesan moral sejarah untuk masa kini.50 mengalihkan perhatiannya dari sejarah Islam Akhirnya, Hamka in memoriam mesti yang berscope umum seperti di atas ke sejarah diakhiri pada jum‟at 24 Juli 1981, yaitu saat Islam di tanah air. Kesempatan yang dimilikinya Hamka berpulang ke haribaan-nya. Ia pergi selama bertugas tersebut dimanfaatkannya setelah beberapa bulan sebelumnya meletakkan untuk mendalami sekaligus menguak sejarah jabatannya sebagai ketua umum Majelis Ulama lokal. Indonesia dan beberapa saat setelah Tafsir al- Kapabilitas Hamka di bidang sejarah Azhar dirampungkannya. Terlepas dari Islam di Indonesia dapat dilacak pada buku pengertian dan penelitian tentang bagaimana Sejarah Umat Islam jilid IV. Penyusunan buku sejarah Islam di Indonesia ini telah menyita 48A. Mukri Ali, “Penulisan Sejarah Islam di waktu Hamka selama lima belas tahun. Indonesia”, dalam H. A. Muin Umar, dkk Penulisan Penyusunan jilid keempat Sejarah Umat Islam Sejarah Islam di Indonesia dalam Sorotan, (Yogyakarta: tersebut dirasakannya sebagai yang terberat Dua Dimensi, 1985), h. 27 Buku Sejarah Umat Islam IV dibandingkan tiga jilid sebelumnya. Suatu hal ini diterbitkan pertama kali oleh Bulan Bintang tahun 1961 dan mengalami cetak ulang kedua tahun 1976 yang terfikirkan oleh Hamka saat itu bahwa ia 49Hamka, Dari Perbendaharaan ...., (Jakarta: tengah merintis suatu acuan yang komprehensif Pustaka Panjimas, Cet. ke-2, 1982), sementara cetakan 1 tentang sejarah umat Islam di Indonesia. tahun 1963. adapun rubrik Dari Perbendaharaan Lama yang diasuh Hamka dalam mingguan Abadi di Jakarta tersebut berlangsung dari tahun 1955-1960 ketika harian 44 Ibid., , h. 22 lihat Hamka, Lembaga ...., h. 75-76 Abadi harus terhenti. 45Hamka, Antara Fakta ...., h. 11 50John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia 46Lihat Hamka, Ghirah dan Tantangan ...., h. 31- Islam, Penerjemah Eve Y. N., dkk, Judul Asli “The 42, Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat ...., h. 95 Oxford Encylopedia of the Modern Islamic Wordl, 47Ibid, h. 97 (Bandung : Mizan 2001), h. 147 Volume 24 No.1, Edisi Januari-Juni 2020 Lukmanul Hakim, dkk. 35 seorang yang dianggap pemimpin itu DAFTAR PUSTAKA memainkan peranannya dalam masyarakat, atau Abdullah, Taufik, “Hamka dalam Stukrur dan katakanlah dalam sejarah, kehadirannya selalu Dinamik Keulamaan”, dalam Nasir merupakan suatu event, suatu peristiwa bagi Tamara, dkk, (Penyunting), Hamka di seorang lain yang terkena aura Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, kepemimpinannya. Demikian Taufik Abdullah 1996 tentang Hamka.51 Abdullah, Taufik, “Tesis Weber dan Islam di KESIMPULAN Indonesia” dalam Taufik Abdullah, ed, Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Berdasarkan pemaparan kajian Hamka Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1979 sebagai Sejarawan Islam, maka dapat dikatakan bahwa yang menjadi latar belakang minat Abdullah, Taufik, Sejarah dan Masyarakat: istimewa Hamka di bidang sejarah adalah: Lintasan Historis Islam di Indonesia, Pertama, Hamka berasal dari lingkungan Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987, keluarga yang islami, sehingga Hamka dididik Cet. ke-2 dengan semangat dan jiwa Islam. Pandangan al-Attas, Sayyed Naguib Preliminary Statement hidup Hamka yang Islami ini, terakumulasi pada on a General Theory of Islamizations of dua sasaran, yaitu demi perjuangan Islam, dan the Malay-Indonesia Archipelago, Kuala kewajiban moril terhadap bangsa. Kedua, Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, bahaya yang mengancam Islam justeru dari 1969 lapangan kebudayaan, untuk itu Hamka Ali, A. Mukti, “Penulis Sejarah Islam di terpanggil berkiprah di lapangan kebudayaan, Indonesia”, dalam H. A. Muin Umar, dkk, khususnya tentang sejarah Islam di Indonesia. Penulisan Sejarah Islam di Indonesia Ketiga, karena penulisan sejarah Islam di dalam Sorotan, Yogyakarta: Dua Indonesia didominasi oleh penulis asing, maka Dimensi, 1985 banyak terjadi kekeliruan dan kesalahan data, yang tidak sesuai dengan fakta yang ada, hal ini Ali, Fachri, “Hamka dan Masyarakat Islam disebabkan oleh kepentingan kolonial, dan Indonesia: Catatan Pendahuluan Riwayat kepentingan misionaris Kristen. dan Perjuangannya”, Prisma, No. 2, Pandangan Hamka terhadap sejarah Februari 1983, Tahun XII dipengaruhi oleh agama Islam, pendidikan, dan Ali, Mohammad, “Beberapa Masalah tentang sosio-kultural, sehingga bagi Hamka sejarah Historiografi Indonesia”, dalam Islam itu adalah sejarah dan agama Islam. Soedjatmoko, dkk, Historiografi Meskipun Hamka hanya 3 tahun sekolah, baik Indonesia Sebuah Pengantar, Jakarta: di sekolah rakyat maupun sekolah agama, tapi ia Gramedia Pustaka Utama, 1995 rajin membaca, menghapal dan pengalamannya Ankersmit, F. R., Refleksi tentang Sejarah: merantau ke daerah-daerah lain, serta berguru Pendapat-pendapat Modern tentang kepada tokoh-tokoh dan ulama-ulama Islam Filsafat Sejarah, terjemahan Dick waktu itu. Kemudian yang tak kalah pentingnya Hartoko, Jakarta: Gramedia, 1989 yang mempengaruhinya adalah ia generasi Arnold, T. W., Sejarah Da’wah Islam, empat ulama Minangkabau yang terkenal pada Penerjemah A. Nawawi Rambe, Judul zamannya. Asli “The Preaching of Islam:A History of Hamka adalah sejarawan dari masyarakat the Propagation of the Muslim Faith”, dan sejarawan otodidak, yang dibentuk oleh Jakarta: Wijaya, 1979 lingkungan keluarga, lingkungan alam tempat kelahirannya, kondisi zaman dan masyarakat Azra, Azyumardi Azra, “Syi‟ah di Indonesia: tempat ia tumbuh dan hidup di tanah Antara dan Realitas” dalam Ulumul kelahirannya, Minangkabau, serta di perantauan Qur’an, No. 4, Vol. IV, 1995, h. 4-19 yang berpindah-pindah. Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVIII 51Taufik Abdullah, “Hamka dalam Stukrur dan dan XVIII, Bandung: Mizan, Cet. ke-4, Dinamik Keulamaan”, dalam Nasir tamara, dkk, 1998 (Penyunting), Hakma di Mata ....., h. 400 Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora 36 Dari Minangkabau untuk Dunia Islam… Azra, Historiografi Islam Kontemporer: Asli “The Oxford Encylopedia of the Wacana Aktualitas dan Aktor Sejarah, Modern Islamic Wordl, Bandung: Mizan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002 2001 Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Gazalba, Sidi, Pengantar Sejarah sebagai Ilmu, Lokal, Bandung: Mizan, 2002 Jakarta: Bharatara Karya Aksara, 1981, Basri, Ikwan Abidin, Sirah Islam Indonesia, Cet.ke-2 dalam http://www.mail- Geertz, Clifford, “Agama Jawa”, dalam Ahmad archive.com/rantau- Ibrahim, dkk, Islam di Asia [email protected]/msg23303.htm 1 Tenggara:Perkembangan Kontemporer, Benda, Harry J., “Kontinuitas dan Perubahan Penerjemah Hasan Basari, Judul Asli dalam Islam di Indonesia”, dalam Taufik “Readings on Islam in Southeast Asia”, Abdullah, Islam di Indonesia, Jakarta: Jakarta: LP3ES, 1990 Tintamas, 1975 Graff, H. J. De, Cina Muslim di Jawa Abad XV Boland, B. J., Pergumulan Islam di Indonesia, dan XVI: Antara Historitas dan Mitos, penerjemah Saafroeding Bahar, Judul Asli penerjemah Alfajri, Yogyakarta: Tiara “The Struggle of Islam in Modern Wacana, 1998, h. Terjemahan dari Chinese Muslims in Java in the 15th dan Indonesia 1945-1970”, Jakarta: Grafiti th Pers, 1985 16 Centuries: The Malay Annals of Semarang and Cerbon. Buchari, S. Ibrahim, Sedjarah Masuknya Islam dan Proses Islamisasi di Indonesia, Hakim, Lukmanul, dkk, “Sentralisasi Islam Djakarta: Publicita, 1971 Marginal: Konstribusi Azyumardi Azra Burger, D. H. dan Prajudi Atmosudirdjo, dalam Historiografi Islam Meloayu Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Nusantara”, Tsaqafah, Volume 15, Djilid Pertema, Djakarta: Pradjnja Number 2, November 2019, h. 293-294. Paramita, 1960 _____, “Historiografi Modern Indonesia: Dari D. S., Sides Sudyarto, “Hamka : Ideaisme Sejarah Lama Menuju Sejarah Baru”, Relligius”, dalam Nasir Tamara, Buntaran Jurnal Khazanah, Volume VIII, Nomor Sanusi dan Vincent Dhauhari 16, Juli-Desember 2018, h. 57. (Penyunting), Hamka Mata Hati Umat, Hamka Tasauf Modern, Jakarta: Pustaka Jakarta: Sinar Harapan, 1996 Panjimas, 1987 Djajdiningrat, P. A. Hosein, “Islam di Hamka, “dari Hati ke Hati, suatu komentar Indonesia”, dalam Islam Djalan Mutlak, terhadap Seminar Pendahuluan Sejarah Kenneth Morgan (Editor), diterjemahkan Islam di Indonesia”, 13-16 Rabiul Akhir oleh Abu Salamah et.al., Djakarta: 1400, 29 Februari-2 Maret 1980, di Pembangunan, 1963 Jakarta, Panji Masyarakat, No. 291 Tahun Drewes, G. W. J., “Pemahaman Baru tentang XXI, (15 Maret 1980) Kedatagan Islam di Indonesia”, dalam Hamka, Ayahku: Riwayat Hidup DR. H. Abdul Ahmad Ibrahim, dkk, Penerjemah A. Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Setiawan Abadi, Judul Asli “Readings on Agama di Sumatera, Jakarta: UMMINDA, Islam in Southeast Asia”, Jakarta: LP3ES, Cet. ke-4, 1928 1989 Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, Jakarta: Drewes, G. W. J.,“New Light on the Coming of Pustaka Panjimas, 1982, Cet. ke-2 Islm to Indonesia?” dalam BKI, 124,, 2 (1968) Hamka, Ghirah dan Tantangan terhadap Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982 Emzita, “Ayah Masih Tetap Sediakala”, dalam Nasir Tamara, (Eds), Hamka di Mata Hati Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta: Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1996 Pustaka Panjimas, 1984 Esposito, John L., Ensiklopedi Oxford Dunia Hamka, Kenang-kenangan Hidup, Jilid 1, Islam, Penerjemah Eve Y. N., dkk, Judul Jakarta: Bulan Bintang, 1974, Cet. ke-3

Volume 24 No.1, Edisi Januari-Juni 2020 Lukmanul Hakim, dkk. 37 Hamka, Kenang-kenangan Hidup, Jilid 2, Suyanegara, Ahmad Mansur, Menemukan Jakarta: Bulan Bintang, 1974 Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Hamka, Lembaga Budi, Jakarta: Pustaka Indonesio, Bandung: Mizan, 1998, Cet. Panjimas, 1983 ke-4 Hamka, Rusydi dan Iqbal Emsyarif A. R. F. Syaikhu, A., “Hamka, Ulama, Pujangga”, Saimina, Kebangkitan Islam dalam dalam Nasir Tamara, Buntaran Sanusi dan Pembahasan, t.tp: Yayasan Nurul Islam, Vincent Djauhari, (Penyunting), Hamka di .t.th Mata Hati Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1984 Hamka, Sejarah Umat Islam, Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, Cet. ke-4, 2002 Toeh, Datoek, Tambo Alam Minagkabau: Serial Sastra Budaya Minangkabau, Hanani, Silfia, Sirah Islam di Indonesia, dalam (Bukittinggi: Pustaka Indonesia http://swaramuuslim.net/comments.php? Id=1009010C Wahid, Abdurrahman, “Benarkah Buya Hamka Seorang Besar? Sebuah Pengantar”, dalam Hasymy, A., Sejarah Masuk dan Nasir Tamara, (Eds), Hamka di Mata Hati Berkembanganya Islam di Indonesia: Umat, Jakarta: Sinar Harapan, 1996 Kumpulan Prasaran pada Seminar di , PT. Al-Ma‟arif, 1993, Cet. ke-3 Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Rajawali Jassin, H. B., Kesusastraan Indonesia Modern, Pers, 2000, Cet. ke-11 Jakarta: Gramedia, 1985 Zed, Mestika, “Hamka dan Studi Islam di Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial Indonesia”, dalam HISTORIA Jurnal dalam Metode Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Pendidikan Sejarah, No. 3, Vl. II (Juni), 2001 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana Ilmu, 1994 Moeljianto dan Taufiq Ismail, Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah), Bandung: Mizan, 1995, Cet. ke- 20 Noer, Deliar, “Yamin dan Hamka: Dua Jalan Menuju Identitas Indonesia”, dalam Anthony Reid dan David Marr, (Eds), Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: Indonesia dan Masa Lalunya, Penerjemah: Th. Sumarthana, Judul Asli: “Perceptions the Past in Southeast Asia”, Jakarta: Grafiti Pers, 1983 Salam, Solichin, dkk, Kenang-kenangan Hidup 70 Tahun Buya Hamka, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983 Salman dan Lukmanul Hakim, “Format Historiografi Islam Nusantara”, Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Agama, Budaya dan Agama, Volume 23, No. 1, Edisi Januari-Juni 2019, h. 60-61. Soedjatmoko, Pendahuluan dalam Historiografi Indonesia Sebuah Pengantar, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995

Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora 38 Dari Minangkabau untuk Dunia Islam…

Volume 24 No.1, Edisi Januari-Juni 2020