BAB II LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu Tabel II.1 Penelitian Yang Dilakukan Nama Peneliti Peneliti 1 Peneliti 2 Peneliti 3 Peneliti 4 M. Ghosh dan S. Gita Wahyu Lestari Selfianna Afanti P. Singh Hartaningsih, dari Jurusan dari Poltekkes School of Energy Politeknik Biologi Kemenkes and Kesehatan FMIPA, Surabaya Prodi Environmental Bandung, Universitas D-III Kesehatan Studies, Faculty Jurusan Riau, Kampus Lingkungan of Engineering Farmasi, Bina Widya Kampus Sciences, Delhi Bandung Magetan Ahilya University, India

Judul Comparative Analisis Kadar Penggunaan Pengaruh Penelitian Uptake And Krom (Cr) Pada Penurunan Phytoextraction Kangkung Air aquatica Forsk. Kadar Krom Study Of Soil (Ipomoea Untuk (Cr) Induced aquatica) Yang Fitoremediasi Menggunakan Chromium By Ditanam Secara Limbah Media Tanaman Accumulator And Hidroponik. Rumah Tangga Krangkungan High Biomass (Ipomoea Weed Species Carnea) Pada Limbah Cair Penyamakan Kulit Di BTIK- LIK Magetan Hasil membandingkan Sampel yang Penelitian Hasil penelitian lima jenis gulma digunakan rancangan menggunakan (ipomoea carnea, adalah acak lengkap tanaman Dhatura innoxia, kangkung air dengan empat Krangkungan Phragmytes berumur ± 2 perlakuan, (Ipomoea karka, Cassia minggu yaitu carnea) pada tora, dan Lantana kemudian pengenceran limbah cair camara), dengan ditanam selama 100% (tanpa penyamakan dua tanaman 10 hari dalam pengenceran), kulit BTIK-LIK akumulator media tanam pengenceran Magetan berhsil (Brassica juncea yang 75, 50 dan turun kadar dan Brassica mengandung 25%. kromnya. Pada

8 campestris), krom dengan Parameter hari Kamis dalam sebuah konsentrasi 0 kualitas fisik dapat turun studi pot untuk ppm, 1 ppm, 3 dan kimia sebanyak menilai serapan ppm. Sampel limbah serta 86.67%, hari Cr dalam kisaran kemudian kandungan Pb jum’at 90.35%, 5 sampai 200 didetruksi dan Cd dalam hari sabtu gram/kg tanah. kering dengan limbah di 92,26%, hari Hasilnya suhu 600 0C, analisis minggu 88,83 menunjukkan proses destruksi menggunakan %, dan hari bahwa P.carca dilakuakan analisis sidik senin 63,05 %. menunjukkan dengan ragam dan uji Hasil uji statistik toleransi yang menambahkan lanjut dengan Paired T-Test jauh lebih besar HNO3 65% dan uji BNT taraf diperoleh nilai terhadap logam dianalisis 5%. (p-value) < 0,05 daripada tanaman dengan Fitoremediasi berarti ada lainnya, meskipun spektofotometer I.aquatica perbedaan serapannya serapan atom Forsk. mampu penurunan kadar rendah.. Urutan (SSA). Hasil menurunkan Krom (Cr) ekstraksi Cr pengukuran suhu limbah sebelum dan adalah I.carnea > sampel pada sesudah D.innoxia > mengandung pengenceran perlakuan C.tora > P.karka krom 1 ppm, 2 50 dan 25% menggunakan > B.juncea > ppm, 3 ppm serta tanaman L.camara > adalah 0, 2504 meningkatkan Krangkungan B.campestris. ppm, 0,2590 pH dan (Ipomoea I.carnea ppm, dan 0,3818 oksigen carnea) pada air menunjukkan ppm. Dari hasil terlarut. limbah BTIK- ekstraksi uji statistika Akumulasi Pb LIK Magetan. kromium dan dapat dan Cd pertumbuhan disimpulkan tertinggi biomassa bahwa ada berturut-turut maksimum, hubungan antara adalah pada namun perbedaan kadar krom (Cr) organ akar, pemotretan dalam media daun dan dengan yang batang. konsentrasi mengandung Tanaman I. kromium paling Krom (Cr) aquatica Forsk. sedikit. Lantara dengan kadar sangat camara adalah krom (Cr) dalam memungkinka gulma yang diuji kangkung air n untuk lebih baik untuk (Ipomoea dimanfaatkan ekstraksi aquatica) pada proses kromium dengan nilai r fitoremediasi dibanding 0,8426 dan tidak Brassica memungkinka akumulator. n dikonsumsi.

9

B. Dasar Teori 1. Tumbuhan Krangkungan (Ipomoea carnea) a. Klasifikasi Tumbuhan Krangkungan (Ipomoea carnea) Menurut Wikipedia, taksonomi tumbuhan kangkung sebagai berikut: Kingdom : Plantae Unranked : Angiosperms Unranked : Unranked : Ordo : Famili : Genus : Ipomoea Spesies : Ipomoea carnea

Sumber Sekunder : Wikipedia Gambar II.1 Krangkungan (Ipomoea carnea) Krangkungan (Ipomoea carnea) merupakan salah satu jenis gen ipomoea yang sering ditemukan di lapangan. Tanaman ini memiliki bentuk daun hijau, panjang 15-23 cm. Dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kertas, dan merupakan obat yang identik dengan marsilin dan antikonvulsan. Tanaman ini berasal dari Amerika Tropis (Kolombia, Kosta Rika, Guatemala). Bunganya membentuk sangkakala berwarna putih ungu atau putih. Tanaman

10

ini masih sejenis dengan kangkung. Tanaman ini memiliki banyak nama krangkong, krangkongan, kangkung sabrang, klemot dan lain-lain (Wikipedia). b. Morfologi tumbuhan Krangkungan (Ipomoea carnea) Tanaman Krangkungan (Ipomoea carnea) memiliki batang berbentuk seperti tipe kangkung lainnya, yakni berongga, herbaceous (lunak atau tak berkayu), bergetah, banyak ruas, bercabang, warna hijau. Meskipun sering ditebas jika masih ada batang yang ada di dalam tanah, akan langsung tumbuh kemali. Batangnya sangat mudah distek. Selain itu, Krangkungan juga berkembangbiak dengan biji. Bunga bervariasi, yakni ungu muda, ungu sangat pucat, pink, bahkan putih yang berbentuk terompet, tetapi umumnya berwarna ungu muda kemerah-merahan. Warna putihnya dibagi menjadi 2 variasi. Putih murni (Pure white) dan putih dengan pink atau ungu pucat pada kerongkongan tabung bunganya. Bunganya termasuk bunga sehari, yakni mekar pagi hari dan layu saat menjelang sore atau saat bunga kehujanan. Bunganya tersusun dalam tandan. Daun, akar, dan bunganya meski beracun, namun juga berkhasiat obat. Daun dapat melegakan perut. Minyak dari bijinya dapat menyuburkan rambut dan obat bisul. Dalam daun terkandung alkaioida, saponin, flavonoida, dan tanin. c. Habitat tumbuhan Krangkungan (Ipomoea carnea) Habitat alami tumbuhan Kangkung Air (Ipoema aquatica) tumbuh di tempat-tempat yang terpapar matahari namun tanahnyatetap mendapatkan pasokkan uap air atau kelembaban, seperti pada tepi sungai, saluran air, persawahan, bahkan pekarangan. Bunganya memang cantik, meskipun begitu banyak kelemahannya, antara lain batangnya relatif tingi, ukuran cabang lumayan panjang.

11

2. Limbah Cair Penyamakan Kulit a. Definisi Limbah Cair Penyamakan Kulit Limbah industri penyamakan kulit terdiri dari limbah padatan, lumpur, cair, dan gas (bau) (Aningrum, S, 2006). Limbah industri penyamakan kulit juga ditentukan oleh penggunaan bahan bakunya baik kulit besar maupun kulit kecil, bahan pembantu / bahan tambahan (obat-obat kimia) maupun penggunaan teknologi proses dan tahan proses, kapasitas sampai kepada jenis produk yang dihasilkan (Elfrida Siring-Ringgo, 2012).

Sumber Sekunder : indonesian.alibaba.com Sumber Sekunder : fjb.kaskus.co.id Gambar II.2 Contoh Krom Yang Digunakan Dalam Industri Penyamakan Kulit b. Sumber Utama Limbah Industri Penyamakan Kulit Sumber utama limbah industri penyamakan kulit terdiri dari : 1) Bagian-bagian kulit yang harus dibuang seperti rambut, bulu, berbagai protein dan minyak, sisa-sisa pengguntingan kulit, sisa spliting dan bahan-bahan kimia yang digunakan pada proses penyamakan. 2) Kelebihan bahan-bahan kimia dari proses penyamakan menyebabkan limbah cair yang dihasilkan dapat berupa campuran yang mengandung beberapa bahan kimia yang digunakan dalam proses penyamakan tersebut.

12

Tabel II.2 Sifat Dan Karateristik Limbah Cair Penyamakan Kulit Menurut Tahapannya Input Proses Limbah Kulit mentah kering, Perendaman Sisa daging, darah, 200-1000% air, 1 g/L (Soaking). bulu, garam, mineral, obat pembasah dan debu, dan kotoran antiseptik (teepol, lain. molescal) dan cysmolan Kulit yang sudah Buangan bulu Air yang berwarna direndam 300-400% (Unharing) dan putih kehijauan dan air, 6-10% kapur tohor Pengapuran kotor mengandung (Ca(OH2)), 3-6% (Liming) kalsium, natrium natrium sulfida (Na2S). sulfida dan albumin, bulu, sisa daging dan lemak. Kulit , 200-300% air, Pembuangan Nitrogen amonia 0,75-1,5% asam kapur (Deliming) (H2SO4, KCOOH, (NH4)2SO4, Dektal). Kulit, 200-300% air, Pengikisan Lemak. hangat 350C, 0,8-1,5% protein (Batting). Oropon atau Enzylon. Kulit, 80-100% air, 10- Pengasaman Protein, sisa garam, 12% garam dapur, 0,5- (Pickling) sejumlah kecil 1% asam (H2SO4, mineral. HCOOOH) Kromium Sulphat Basa Penyamakan Krom. krom (Chrome Tanning). Sumber Sekunder : Bapedal (2000) c. Masalah Yang Terjadi Akibat Limbah Cair Penyamakan Kulit Limbah cair industri penyamakan kulit merupakan salah satu masalah yang utama selama industri penyamakan kulit berlangsung karena menghasilkan bahan organik dan krom. Pencemaran limbah cair industri penyamakan kulit paling luas dampaknya karena proses pengerjaannya menggunakan air dalam jumlah yang banyak dan menghasilkan limbah yang dibuang langsung ke sungai, sehingga mempengaruhi kesehatan manusia serta dapat menimbulkan kematian biota perairan. Limbah industri penyamakan kulit merupakan masalah serius diantara limbah

13 pencemar industri lainnya karena merupakan campuran yang kompleks dengan komposisi yang sulit diketahui secara tepat (Jost, 1990). Industri penyamakan kulit merupakan industri yang menggunakan bahan kimia dan air dalam jumlah besar. Proses penyamakan kulit dimulai dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, fatliquoring dan finishing. Dalam proses operasionalnya, industri kulit menghasilkan limbah cair, limbah padat dan gas. Dari ketiga limbah tersebut, limbah cair merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan. Berkembangnya industri ini bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi, di satu sisi membawa dampak negatif yaitu menurunnya kualitas lingkungan akibat pembuangan limbah yang dihasilkan (Murti dkk, 2013). Limbah industri kulit berubah-ubah dan berbeda-beda dari waktu kewaktu, sesuai dengan macam dan jumlah kulit mentah yang diproses, macam kulit jadi, jenis, dan jumlah bahan kimia yang ditambahkan, dan tingkat teknologi yang diterapkan. Terjadinya pencemaran lingkungan perairan oleh limbah penyamakan kulit dapat diketahui dengan cepat dari perubahan warna, bau, dan kejernihan. Limbah industri penyamakan kulit dapat menyebabkan perubahan fisik dan kimia lingkungan yang menerima aliran limbah. Limbah yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit ini juga menimbulkan bau yang sangat menyengat oleh adanya pembusukan sisa kulit dan daging terutama lemak dan protein, serta limbah cair yang mengandung sisa bahan penyamak kimia seperti sodium sulfida, krom, kapur dan amoniak (Pawiroharsono, 2008). Pencemaran yang terjadi disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan dalam tahapan-tahapan proses yang tidak diserap dengan sempurna oleh kulit yang diolah, sehingga limbah yang timbul pada proses basah masih mengandung sisa-sisa bahan kimia dalam jumlah yang cukup

14

besar, termasuk unsur logam. Salah satu logam yang berbahaya adalah krom. Krom dalam lingkungan perairan dengan konsentrasi tertentu dapat menimbulkan masalah. Cr (VI) dalam perairan mempunyai kelarutan yang tinggi dan bersifat toksik, korosif serta karsinogenik karena dapat menimbulkan kanker paru-paru bila terakumulasi dalam tubuh dan diperkirakan membentuk kompleks makro molekul dalam sel ((c)Palar, 2008). 3. Logam Kromium (Cr) a. Definisi Logam Kromium (Cr) Logam berat kromium (Cr) merupakan logam berat dengan berat atom 51,996 g/mol ; berwarna abu-abu ; tahan terhadap oksidasi meskipun pada suhu tinggi, mengkilat, keras, memiliki titik cair 1.8570 0C dan titik didih 2.6720 0C, bersifat paramagnetik ( sedikit tertarik oleh magnet). Kromium bisa membentuk berbagai macam ion kompleks yang berfungsi sebagai katalisator. (Widowati,W.2008). Sebagai logam berat, krom termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh logam krom ditentukan oleh valensi ionnya. Ion Cr (VI) merupakan bentuk logam krom yang paling dipelajari sifat racunnya, bila dibandingkan dengan ion-ion Cr (II) dan Cr (III) (Tanjung, 1994). Dalam badan perairan, krom dapat masuk melalui cara alamiah dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi atau pengikisan yang terjadi pada batuan mineral. Disamping itu debu-debu dan partikel-partikel krom yang diudara akan dibawa turun oleh air hujan. Masuknya krom yang terjadi secara non alamiah lebih merupakan dampak atau efektivitas yang dilakukan manusia. Sumber-sumber krom yang berkaitan dengan aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga (Heryando, (b) Palar, 2004).

15 b. Penggunaan Logam Krom (Cr) Dalam Industri Menurut Darmono (1995) penggunaan logam kromium dalam industri antara lain yaitu : 1) Logam kromium (Cr) digunakan sebagai pelapis baja atau logam. Kromium merupakan bahan paduan baja yang menyebabkan baja bersifat kuat dan keras. 2) Kromium (Cr) digunakan dalam industri penyamakan kulit.

Senyawa Cr(OH)SO4 bereaksi dengan kolagen menjadikan kulit bersifat liat, lentur, dan tahan terhadap kerusakan biologis. 3) Logam kromium (Cr) dimanfaatkan sebagai bahan pelapis (platting) pada bermacam-macam peralatan, mulai dari peralatan rumah tangga sampai peralatan mobil. Bahan paduan steinless steel (campuran Cr dengan Ni) digunakan pada industri pembuatan alat dapur.

4) Senyawa CrO3 yang berwarna coklat gelap, bersifat konduktor listrik yang tinggi dan bersifat magnetik, digunakan pada pita rekaman.

5) Senyawa Na2CrO7 sebagai oksidan dalam industri kimia. 6) Persenyawaan kromium (senyawa-senyawa kromat dan dikromat) dimanfaatkan dalam industri tekstil untuk pencelupan dan zat warna. c. Dampak Logam Krom (Cr) Terhadap Tubuh Manusia Akumulasi kromium dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan kerusakan dalam sistem organ tubuh. Efek toksisitas kromium (Cr) dapat merusak serta mengiritasi hidung, paru-paru, lambung, dan usus. Mengkonsumsi makanan berbahan kromium dalam jumlah yang sangat besar, menyebabkan gangguan perut, bisul, kejang, ginjal, kerusakan hati, dan bahkan kematian ((a) Palar, 1994). Terakumulasinya krom dalam jumlah besar di tubuh manusia jelas-jelas mengganggu kesehatan karena krom memiliki dampak negatif terhadap organ hati, ginjal serta bersifat

16

racun bagi protoplasma makhluk hidup. Selain itu juga bersifat karsinogen (penyebab kanker), teratogen (menghambat pertumbuhan janin) dan mutagen (Schiavon et al., 2008). Dampak Kromium (Cr) yang ditimbulkan bagi organisme akuatik yaitu terganggunya metabolisme tubuh akibat terhalangnya kerja enzim dalam proses fisiologis, Kromium (Cr) dapat menumpuk dalam tubuh dan bersifat kronis yang akhirnya mengakibatkan kematian organisme (Palar, 2008). Akumulasi logam berat Kromium (Cr) dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia (Suprapti, 2008). Sifat racun yang dibawa oleh logam ini juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis. Keracunan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa ion krom pada manusia ditandai dengan kecenderungan terjadinya pembengkakan pada hati. Tingkat keracunan krom pada manusia diukur melalui kadar atau kandungan krom dalam urine, kristal asam khromat yang sering digunakan sebagai obat untuk kulit. Akan tetapi penggunaan senyawa tersebut seringkali mengakibatkan keracunan yang fatal (Devi Tataning P, 2013). d. Batas Konsentrasi Krom (Cr) Yang Tidak Membahayakan Bagi Manusia Menurut beberapa lembaga, batas konsentrasi kromium yang tidak membahayakan bagi kesehatan manusia adalah : 1) EPA (Environmental Protection Agency) menetapkan batas aman konsentrasi kromium dalam air minum adalah 1 mg/L untuk konsumsi air minum selama 10 hari. 2) OSHA (The Occupational Health and Safety Administration) menetapkan batas aman bagi pekerja yang terpapar dengan kromium secara langsung adalah 0,005 mg/m3 untuk kromium (VI), 0,5 mg/m3 untuk kromium (III) dan 1 mg/m3 untuk

17

kromium (0) selama 8 jam kerja sehari dan 40 jam kerja selama 1 minggu. 3) FDA menetapkan batas aman konsentrasi maksimal kromium yang digunakan dalam botol air minum adalah 1 mg/L (Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR), 2008). 4. Fitoremediasi a. Definisi Fitoremediasi Konsep mengolah air limbah dengan menggunakan media tanaman atau lebih populer disebut “phytoremediasi’’ yang telah lama dikenal oleh manusia, bahkan digunakan juga untuk mengolah limbah berbahaya (B3) atau untuk limbah radioaktif lingkungannya. Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/pencemar yang berada di sekitarnya. Tumbuhan hiperakumulator adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Kebanyakan tumbuhan mengaku-mulasi logam (setara dengan 0,001%), tetapi tumbuhan hiperakumulator logam mampu mengakumulasi hingga 11% BK. Batas kadar logam yang terdapat di dalam biomassa agar suatu tumbuhan dapat disebut hiperakumulator berbeda – beda bergantung pada jenis logamnya.. b. Manfaat Dari Penerapan Fitoremediasi Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang. Sesungguhnya ide mengenai penggunaan tumbuhan sebagai agensia pembersih lingkungan bukan hal yang baru. Sejak lama kita telah mengenal manfaat tumbuhan sebagai “pengusir zat beracun dari udara’’ sehingga adanya tumbuhan dianggap sebagai penyegar udara di sekitarnya. Pemahaman fisiologi dan genetika tumbuhan yang semakin baik menyebabkan pemanfaatan tumbuhan sebagai agensia pembersih

18

lingkungan dapat makin diperluas cakupannya dan diperhitungkan manfaatnya dari segi rekayasa serta nilai ekonominya. Faktor pendorong bagi penerapan fitoremediasi adalah biaya yang relatif murah dibanding dengan teknologi berbasis fisika dan kimia. Sebagai suatu teknologi yang sedang berkembang, fitoremediasi telah menarik banyak pihak termasuk peneliti dan pengusaha. Di Indonesia masalah pencemaran terus dihadapi sesuai dengan kemajuan industri sehingga usaha remediasi serta pencegahan pencemaran perlu diperhatikan. c. Tujuan Fitoremediasi Fitoremediasi diharapkan dapat mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan di Indonesia. Fitoremediasi merupakan suatu sistem di mana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan mikroorganisme dalam media (tanah, koral, dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi. Fitoremediasi diharapkan dapat memberikan sumbangan yang nyata bagi usaha mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. Sebagai bagian dari teknik fitoremediasi, proses fitoakumulasi dapat menarik zat kontaminan dan media sehingga dapat terakumulasi di sekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperakumulasi. Fitodegradasi merupakan bagian dari teknik fitoremediasi yaitu proses yang dilakukan oleh tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan dengan rantai molekul kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul menjadi lebih sederhana dan dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzim berupa bahan kimia yang dapat mempercepat proses degradasi. Enzim ini

19 diperlukan oleh tanaman terutama pada sejumlah biomassa dan area permukaan akar pada media hidroponik. Pendekatan ini sesuai proses remediasi untuk sebagian besar logam seperti Pb, Cd, Ni, Cu, dan Cr. Pemulihan lahan tercemar oleh logam berat secara biologi dengan menggunakan tanaman (fitoremediasi) merupakan teknik yang paling sederhana dan secara ekonomis paling murah bila dibanding dengan teknik remidiasi lainnya (fisika-kimia). Walaupun saat ini aplikasi teknik fitoremediasi dalam penyempurnaan terus menerus, namun banyak peneliti dan perusahaan komersial yang tertarik untuk mengembangkan secara komersial terutama di negara maju seperti Amerika dan Eropa. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tanaman yang potensial yang dapat digunakan sebagai tanaman yang mempunyai kemampuan untuk mendegradasi dan mengakumulasi logam berat (hiperaccumulator). Sampai saat ini telah ditemukan 120 jenis tanaman yang dapat digunakan untuk teknik phytoremidias antara lain Alamanda sp, Canasp, Pisang mas, Padipadian, Anturium merah dan kuning, Bambu air dan sebagainya. Menurut. di Malaysia telah ditemukan sekitar 400 jenis tanaman yang mempunyai kemampuan untuk digunakan dalam teknik fitoremediasi. Menurut Aiyen. dari berbagai jenis tanaman yang telah ditemukan dan dapat digunakan sebagai tanaman hiperakumulator ternyata secara agronomi termasuk dalam kriteria tanaman yang syarat tumbuhnya tidak membutuhkan nutrisi tinggi, dan mudah tumbuhnya, dengan demikian prospek phytoremidiasi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia. Kebanyakan tanaman sensitif terhadap konsentrasi logam yang tinggi dan sebagian lain mengalami resistensi, toleransi, dan akumulasi dalam jaringan akar hingga ke seluruh bagian tanaman seperti tunas, bunga, batang, dan daun. Mengingat Indonesia kedepan masih tetap dihadapkan dengan masalah pencemaran lingkungan sebagai akibat

20

dari pembangunan industri maka usaha-usaha pemulihan dan rehabilitasi lahan yang tercemar perlu mendapat perhatian kita bersama. Saat ini walaupun teknologi fitoremediasi belum banyak diterapkan dalam pemulihan pencemaran tanah dan air, kedepan diharapkan akan menjadi teknologi pembersih lingkungan yang potensial dengan ditunjang oleh keanekaragaman hayati tanaman di Indonesia yang dapat digunakan sebagai tanaman hiperakumulator, sehingga program pembangunan yang bekelanjutan (sustainable development) dapat tercapai (Irhamni dkk, 2017). 5. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) a. Definisi Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Spektrofotometer Serapan Atom adalah metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran radiasi cahaya yang diserap secara bebas. Analisis menggunakan SSA ini mempunyai keuntunggan berupa analisisnya sangat peka, teliti, dan cepat, pengerjaanya relatif sederhana serta tidak perlu dilakukan pemisahan unsur logam dalam pelaksanaanya. b. Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut :

Sumber Nyala Monokromator Detektor Cahaya Penguat Atomaizer Bahan Bakar Nebulaizer Tampilan Udara

Gambar II.3 Skema Umum Komponen pada Alat SSA Sumber Sekunder : Haswel, 1991 1) Sumber Radiasi Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca

21

tertutup yang mengandung Monokromator detektor Penguat Bahan bakar udara Tampilan Sumber Cahaya Nyala Atomaizer Nebulaizer 12 suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan mineral tertentu (Gandjar dan Rohman, 2012). 2) Atomaizer Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpat nyala (flameless). a) Nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan. Sumber nyala asetilen- udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2012). b) Tanpa nyala (Flameless) Atomisasi tanpa nyala yaitu pengatoman yang dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar

22

yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2012). 3) Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sitem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang 13 digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper. (Gandjar dan Rohman, 2012). 4) Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dkk, 2012). Energi yang diteruskan dari sel atom harus diubah ke dalam bentuk sinyal listrik untuk kemudian diperkuat dan diukur oleh suatu sistem pemproses data. Proses pengubahan ini dalam alat SSA dilakukan oleh detektor. Detektor yang biasa digunakan ialah tabung pengganda foton (PMT = Photo Multiplier Tube Detector), terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampelr (Anshori, 2005). 5) Komputer Pengolah Data Komputer pengolah data atau Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa

23

kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2012). c. Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012). Gangguan-gangguan yang terjadi dalam Spektrofotometri Serapan Atom antara lain (Gandjar dan Rohman, 2012) : - Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. - Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. - Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul- molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. d. Penentuan Kadar Kromium Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Dalam penentuan kadar Krom dalam limbah industri melalui pemekatan dengan metode kopresipitasi menggunakan Cu-Pirolidin Dithiokarbamat yaitu dengan menggunakan alat SSA. Analisis Cr dengan SSA menggunakan λ = 357,9 nm. Penyerapan kromium dalam nyala gas asitillen dapat terganggu dengan adanya logam besi dan nikel dalam larutan. Penambahan Amonium klorida 2%

(NH4Cl) untuk sampel dan standart merupakan solusi mengendalikan gangguan yang disebabkan oleh zat besi. Kelebihan fosfat juga akan menganggu dalam analisis kromium dan dapat diatasi dengan penambahan kalsium.

24

C. Kerangka Teori

Pencemaran air industri penyamakan kulit.

Bahan Kimia Pencemar

Pb Cr Cd

Mencemari Lingkungan

Membunuh biota air Meracuni tanaman air Bau menyengat

Proses instalasi

pengolahan air

Diteliti dengan penurunan menggunakan tanaman Krangkungan (Ipomoea carnea)

Dianalisis kandungan krom,

kualitas fisik dan kimianya

Kadar Krom turun dan tidak

mencemari lingkungan

Bagan II.1 Kerangka Teori Keterangan : = Diteliti = Tidak diteliti

25

D. Kerangka Konsep

Tanaman Krangkungan Penurunan kadar Krom (Cr) (Ipomoea carnea)

Temperatur dan pH

Bagan II.2 Kerangka Konsep

26