E-PAPER PERPUSTAKAAN DPR-RI http://epaper.dpr.go.id

Judul : KECELAKAAN SRIWIJAYA AIR, Mereka Berjibaku Mencari Kotak Hitam Tanggal : Kamis, 14 Januari 2021 Surat Kabar : Kompas Halaman : 0 Penyelam-penyelam TNI Angkatan Laut berjibaku di kedalaman laut untuk menemukan kotak hitam pesawat Sriwijaya Air yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu. Upaya mereka juga ditopang kerja banyak pihak. Oleh PRAYOGI DWI SULISTYO Kelasi Satu Windi Putu Ruswaka Sandiago duduk di atas Kapal Perang Republik (KRI) Rigel, Rabu (13/1/2021) siang. Tubuh penyelam Divisi I Dinas Penyelamatan Bawah Air Komando Armada I atau yang dikenal dengan Dislambair Koarmada I itu tampak menggigil dan wajahnya pucat setelah menyelam di kedalaman 25 meter untuk mencari korban, potongan badan pesawat, dan perekam suara di kokpit (cockpit voice recorder/CVR) pesawat Sriwijaya Air. Pesawat SJ-182 rute -Pontianak itu jatuh tak lama setelah bertolak dari Bandara Soekarno-Hatta, 9 Januari 2021. KRI Rigel berada di perairan sekitar 30 menit perjalanan dari Pantai Tanjung Kait, Tangerang, Banten. Pantai Tanjung Kait berjarak sekitar 35 kilometer dari Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu, angin berembus cukup kencang. Meskipun gerimis dan mendung, terik matahari tetap terasa di kulit. Gelombang setinggi 1 hingga 2,5 meter membuat kapal itu berayun. Bagi orang-orang yang tak terbiasa menaiki kapal laut, ayunan itu membuat perut terasa mual. Meskipun lelah, Putu tak mengeluh. Gelombang yang tinggi dan gerimis tak mengurangi semangatnya. Ia tetap melanjutkan tugasnya membantu rekan-rekannya membawa potongan badan pesawat ke atas KRI Rigel. Setelah beristirahat sekitar 30 menit, ia kembali menyelam. Sehari sebelumnya, Selasa, pemuda berusia 26 tahun itu menemukan perekam data penerbangan (flight data recorder/FDR) pesawat Sriwijaya Air. FDR dan CVR merupakan komponen black box, yang sangat penting dalam investigasi kecelakaan pesawat terbang. Ia menemukan FDR saat menyelam bersama Kepala Satuan Penyelam Dislambair Koarmada I Mayor Laut (T) Iwan Kurniawan di kedalaman 18 meter. FDR tersebut ditemukan Putu setelah menyelam sekitar 25 menit. ”Saya nyelam berdua dengan komandan saya, Mayor Iwan. Saya bersihin puing-puing dan terlihat kotak oranye. Saya angkat. Saya kasih ke Mayor Iwan. Diidentifikasi oleh Mayor Iwan dan ternyata FDR lalu dibawa ke atas,” ujar Putu. Ia mengakui, menemukan FDR tersebut tidak mudah. Sebab, ia harus berhadapan dengan gelombang tinggi dan arus permukaan yang cukup deras hingga di kedalaman 5 meter dari permukaan. Selain itu, juga berhadapan dengan lumpur dan pasir di dasar laut, serta tajamnya puing-puing pesawat. Akhirnya, FDR ditemukan pukul 14.50 WIB, sekitar 10 menit sebelum rencana menghentikan penyelaman. Bagi Putu, penyelaman ini adalah yang pertama untuk satuan tugas kecelakaan pesawat. Ia memperoleh pengalaman yang luar biasa meskipun baru menjadi penyelam Dislambair dua tahun yang lalu. Bagi Mayor Iwan, pengalaman ini menjadi yang kedua kalinya. Sebelumnya, ia juga menemukan kotak hitam pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang yang jatuh di lepas pantai Karawang, Jawa Barat, tahun 2018. Ia menceritakan, ada kemiripan antara penemuan CVR dari Lion Air JT-610 dengan temuan FDR Sriwijaya SJ-182. Keduanya ditemukan di lumpur halus jauh dari titik keberadaan puing-puing pesawat. Namun, ia mengakui, untuk menemukan CVR Sriwijaya SJ-182 akan jauh lebih sulit. Sebab, kondisi CVR sudah lepas dari baterai sehingga harus dicari manual. Mereka harus menyisir satu per satu puing pesawat karena tidak ada bunyi sinyal CVR. Kerja sama Keberhasilan Putu dan Iwan dalam menemukan FDR tidak terlepas dari kerja sama tim selam TNI AL. Selain dari Dislambair, penyelam tersebut berasal dari Komando Pasukan Katak (), Detasemen Jalamangkara (Denjaka), dan Batalyon Intai Amfibi (Yon Taifib). Kepala Dislambair Kolonel Laut (T) Wahyudin Arif mengungkapkan, ketika mendapat kabar jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182, Sabtu (9/1/2021), pasukan langsung menyiapkan peralatan dan berkonsolidasi mencari ke lokasi kecelakaan. Pasukannya bersama dengan Kopaska, Denjaka, dan Taifib berkolaborasi. Mereka terbantu dengan pasukan lain yang memiliki peralatan modern dan canggih untuk mendapatkan gambaran di bawah permukaan air laut. Dari gambaran yang diperoleh, penyelam Dislambair yang sudah terlatih langsung melakukan penyisiran. Wahyudin mengungkapkan, penyelam dari Dislambair berhasil memperoleh FDR karena menyisir satu per satu puing-puing pesawat. Ia berharap, CVR dapat segera ditemukan karena titik lokasi yang diberikan berada di sekitar ditemukannya FRD. Kepala Dinas Penerangan Koarmada I Letnan Kolonel Fajar Tri Rohadi menjelaskan, dalam misi pencarian pesawat di bawah laut, Tim Selam TNI AL memiliki tugas yang hampir sama. Mereka membaginya dalam beberapa sektor. ”Kita bagi waktu (menyelam) karena tidak mungkin semua nyelam. Kita koordinasikan dan saling tukar informasi. Pencarian difokuskan dalam area yang luas lalu dipersempit. Ketika belum mendapatkan, maka di-scanning lagi. Begitu ada area yang kemungkinan menjadi titik lokasi, maka difokuskan. Mungkin tidak jadi satu titik karena kondisi di bawah air. Bisa dua atau tiga titik,” kata Fajar. Tim-tim tersebut dibagi sesuai kemampuannya untuk melakukan pencarian. Meskipun demikian, kerja yang mereka lakukan di bawah permukaan air laut sama. Mereka sama-sama melakukan pertolongan dan pencarian. Peneliti Centre for Strategic and International Studies, Iis Gindarsah, mengungkapkan, kesuksesan penemuan FDR Sriwijaya SJ-182 tercapai berkat tiga faktor utama. Hal itu ialah kesigapan personel SAR terutama dari TNI AL, kesiapan materil baik kapal maupun peralatan selam, dan kondisi cuaca serta medan yang mendukung operasi pencarian dan pertolongan. Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Alman Helvas Ali, mengatakan, koordinasi yang dilakukan Basarnas selaku pihak yang bertanggung jawab dalam misi SAR turut berpengaruh pada cepatnya penemuan kotak hitam. Basarnas dapat mengatur pembagian sektor pencarian sehingga setiap unsur yang terlibat bisa melakukan pencarian secara efektif. ”Jangan dilupakan pula peran teknologi bawah air yang dimiliki Pushidrosal dan BPPT sehingga sektor pencarian FDR dan CVR dapat dipersempit. Peran KNKT yang mendukung peminjaman peralatan detektor kotak hitam kepada Basarnas juga berpengaruh. Tanpa ada peralatan itu, FDR akan sulit ditemukan dalam waktu yang tak terlalu lama,” ujar Alman.